Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, … · 2019. 10. 21. · LAPORAN TUGAS AKHIR...
Transcript of Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, … · 2019. 10. 21. · LAPORAN TUGAS AKHIR...
LAPORAN TUGAS AKHIR
Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao
(PBK) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
Oleh
MARASIAN SIANIPAR
NIRM. 01.4.3.15.0357
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERKEBUNAN PRESISI
JURUSAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
i
Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam
Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK)
di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pertanian
Oleh
MARASIAN SIANIPAR
NIRM. 01.4.3.15.0357
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERKEBUNAN PRESISI
JURUSAN PERKEBUNAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MEDAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
ii
iii
iv
v
vi
HALAMAN PERUNTUKAN
Kupersembahkan hasil karya ini untuk Bapak ku yang sangat
kukasihi Sahat Sianipar dan Mama ku Nur Sarima Simanungkalit yang
sangat kucintai dan abangku Saut Martogi Sianipar, adekku Arianto
Sianipar,adekku Marista Lastriana Sianipar, adekku Tomi Syaputra
Sianipar, adekku Gunawan Ade Syaputra Sianipar, adekku siappudan kami
Wannober Sianipar. Untuk Bapak ku Terimah kasih tidak seperti bapak
yang lain,terimah kasih untuk perjuangan mu untuk anak mu, aku percaya
doa mu selalu menyertai aku. Untuk Mama ku, Aku bersyukur lahir dari
rahim mu, aku gak tau bagaimana sakit nya kau melahirkan aku, terimah
kasih untuk semua nasehat yang kau berikan pada ku.
Untuk Bapak dan Ibu dosen di POLBANGTAN Medan kuucapkan
ribuan terimah kasih yang sebesar-besarnya untuk bimbingan Bapak dan
Ibu.
Untuk rekan-rekan ku kelas JURLUHBUN 15 kuucapkan terimah
kasih untuk kebersamaan kita selama 4 tahun di POLBANGTAN Medan.
TUHAN YESUS KRISTUS MENYERTAI KITA..
vii
RIWAYAT HIDUP
Marasian Sianipar, lahir pada tanggal 13 Desember
1997 di Tg.Harapan Kecamatan Pangkatan Kabupaten
Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara dari pasangan
Ayahanda Sahat Sianipar dengan Ibunda Nur Sarima
Simanungkalit dan merupakan anak kedua dari tujuh
bersaudara. Penulis berdomisili di RT 02, RW 02 Desa
Buantan Besar Kecamatan Siak Kabupaten Siak.
Penulis pernah bersekolah di Sekolah Dasar (SD)
Negeri 118160 pada tahun 2004 sampai dengan 2007
lalu pindah dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar (SD)
Negeri 004 Siak, kemudian pada tahun 2009-2012 menyelesaikan pendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
09 Siak, kemudian pada tahun 2012-2015 menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 01 Siak, Pada
Tahun 2015 Penulis diterima sebagai Mahasiswa di Politeknik Pembangunan
Pertanian (POLBANGTAN) Medan dan pada tahun 2019 berhasil menamatkan
Diploma IV dengan menyandang gelar Sarjana Terapan Pertanian (S.Tr.Pt).
viii
ABSTRAK
Marasian Sianipar, Nirm 01.4.3.15.0357, Persepsi Petani terhadap teknik
Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi dalam pengendalian hama
Penggerek Buah Kakao di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. Tujuan
pengkajian ini adalah untuk mengetahui tingkat persepsi petani dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap teknik Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi dalam pengendalian hama Penggerek Buah
Kakao di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. Pengkajian ini dilakukan di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat pada 25 Maret hingga 24 Mei 2019.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi ,wawancara
menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dan
dokumentasi. Metode analisis data menggunakan skala likert dan analisis korelasi
Rank Spearman. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap
teknik teknik Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi dalam
pengendalian hama Penggerek Buah Kakao berada dalam kategori tinggi yaitu
65,06%. Analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa umur,
pengalaman dan interaksi sosial berhubungan dengan persepsi petani terhadap
teknik Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi dalam pengendalian
hama Penggerek Buah Kakao.
Kata kunci : Persepsi, Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi,
Penggerek Buah Kakao, Kecamatan Binjai
ix
ABSTRACT
Marasian Sianipar, Nirm 01.4.3.15.0357, Farmers perception on technique of
pruning, fertilization, frequent harvest and sanitation in pest control of cocoa fruit
borer in Binjai subdistrict Langkat Regency. The purpose of this assessment are to
know the level of perception of farmers and factors related to the farmers
perception on the techniques of pruning, fertilization, frequent harvest and
sanitation in pest control of cocoa fruit borer in Binjai subdistrict Langkat
Regency. This assessment was conducted in Binjai subdistrict Langkat Regency
on 25 March until 24 May 2019. Data collection methods are using observation
methods, interviews using questionnaires that have been tested for validity and
reliability and documentation. The data analysis method uses the Likert scale and
correlation analysis Rank Spearman. Results showed that the farmers perception
on techniques of pruning, fertilization, frequent harvest and sanitation in pest
control cocoa fruit borer is in the high category of 65,06%. Rank Spearman
correlation analysis showed that age, experience and social interaction related to
farmers perception on techniques of pruning, fertilization, frequent harvest and
sanitation in pest control of cocoa fruit borer.
Keywords: perception, pruning, fertilization, frequent harvest and sanitation,
cocoa fruit grinders, Binjai subdistrict
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas Akhir
(TA) dengan judul “Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi Dalam Pengendalian Hama
Penggerek Buah (PBK) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat” .
Laporan Tugas Akhir (TA) ini penulis buat setelah selesai melaksanakan
pengkajian dari tanggal 25 Maret s/d 24 Mei 2019 di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat. Selanjutnya penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Yuliana Kansrini, M.Si selaku Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian
(POLBANGTAN) Medan
2. Dr. Iman Arman, SP, MM selaku Ketua Jurusan Perkebunan dan selaku Ketua
Program Studi Penyuluhan Perkebunan Presisi;
3. Mawar Indah P, STP, M.Si, selaku Dosen Pembimbing I.
4. Silvia Nora, SP, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II.
5. Panitia pelaksana Tugas Akhir (TA).
6. Teman-teman Kelas Penyuluhan Perkebunan Presisi semester VIII.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Tugas Akhir (TA).
Demikian penyusunan laporan ini, kiranya dapat berguna bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Medan, Juni 2019
Penulis
Marasian Sianipar
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................... i
Halaman Pengesahan Penguji ....................................................................... ii
Halaman Pengesahan Pembimbing .............................................................. iii
Halaman Pernyataan Orisinalitas ................................................................ iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi .............................................. v
Halaman Peruntukan .................................................................................... vi
Riwayat Hidup ................................................................................................ vii
Abstrak ............................................................................................................ viii
Abstract ........................................................................................................... ix
Kata Pengantar .............................................................................................. x
Daftar Isi ......................................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................................... xiii
Daftar Gambar .............................................................................................. xiv
Daftar Lampiran ........................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................... 3
D. Manfaat ............................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
A. Landasan Teoritis .............................................................................. 5
1. Persepsi ........................................................................................ 5
2. Tanaman Kakao ........................................................................... 6
3. Teknik P3S ................................................................................... 9
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ....................... 12
B. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................. 17
C. Kerangka Pikir .................................................................................. 19
D. Hipotesis ............................................................................................ 20
III. METODE PELAKSANAAN .................................................................. 21
A. Waktu dan Tempat ............................................................................. 21
B. Batasan Operasional........................................................................... 21
C. Pelaksanaan Pengkajian .................................................................... 22
1. Prosedur Pelaksanaan................................................................... 22
2. Pengumpulan Data ....................................................................... 23
3. Analisis Data ................................................................................ 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 34
A. Deskripsi Wilayah Pengkajian ............................................................. 34
1. Letak dan Keadaan Geografis ........................................................ 34
2. Luas Wilayah ................................................................................. 35
3. Kependudukan................................................................................ 36
4. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan ........................................... 38
xii
B. Hasil Pengkajian................................................................................... 39
1. Karakteristik Internal Petani Responden ........................................ 39
2. Karakteristik Eksternal Petani Responden ..................................... 43
C. Pembahasan Pengkajian ....................................................................... 45
1. Tingkat Persepsi Petani .................................................................. 45
2. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Petani dengan
Persepsi Petani .............................................................................. 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 75
A. Kesimpulan .......................................................................................... 75
B. Saran ..................................................................................................... 76
C. Implikasi ............................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 84
LAMPIRAN ................................................................................................... 87
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Hal
1 Pengukuran variabel faktor persepsi petani terhadap teknik P3S
dalam pengendalian hama PBK ........................................................................ 24
2 Populasi pengkajian di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat ........................ 26
3 Sampel pengkajian di Kecamatan Binjai .......................................................... 27
4 Hasil uji validitas kuisioner .............................................................................. 29
5 Hasil uji reliabilitas kuisioner ........................................................................... 32
6 Data curah hujan Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun
2018………………………………………………………………. 34
7 Luas wilayah Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat ....................................... 35
8 Jumlah Penduduk menurut umur di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat tahun 2018 .......................................................................................... 36
9 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan
Binjai Kabupaten langkat tahun 2018 ............................................................... 37
10 Luas lahan menurut penggunaan Lahan di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat tahun 2018 ........................................................................ 38
11 Distribusi tingkatan usia responden .................................................................. a 39
12 Distribusi tingkatan pendidikan responden ……………………… 40
13 Distribusi jenis kelamin responden ……………………………… 41
14 Distribusi luas lahan responden ………………............................. 42
15 Distribusi pendapatan responden ……………............................... 42
16 Distribusi pengalaman responden ………...................................... 43
17 Distribusi interaksi sosial responden ……………………………. 44
18 Distribusi intensitas responden mengikuti penyuluhan …………. 44
19 Distribusi petani responden berdasarkan tingkat persepsi
terhadap aspek-aspek teknik P3S ………....................................... 45
20 Analisis hubungan antara umur dengan persepsi petani terhadap
teknik P3S ……………………. 52
21 Analisis hubungan antara pendidikan dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S .......................................................................................... 54
22 Analisis hubungan antara luas lahan dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S .......................................................................................... 57
23 Analisis hubungan antara pengalaman dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S......................................................................... 61
24 Analisis hubungan antara pendapatan dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S …………………...…………......................... 64
25 Analisis hubungan antara peran penyuluh dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S …………………………………….…........... 68
26 Analisis hubungan antara interaksi sosial dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S ………………………………………….…… 71
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Hal
1 Garis kontinum ……………………………………………….. 33
2 Garis kontinum persentase persepsi petani terhadap kerumitan 46
3 Garis kontinum persentase persepsi petani terhadap sarana
produksi ………………………………………………………. 47
4 Garis kontinum persentase persepsi petani terhadap
keuntungan ....................................................................................................... 49
5 Garis kontinum persentase persepsi petani terhadap hasil
nyata ................................................................................................................... 50
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Hal
1 Kuisioner uji validitas dan reliabilitas ................................................................ 87
2 Rekap skor kuisioner uji validitas dan reliabilitas.............................................. 93
3 Hasil output SPSS uji validitas dan reliabilitas .................................................. 95
4 Responden .......................................................................................................... 106
5
Hasil output SPSS hubungan faktor internal dan eksternal
dengan persepsi petani terhadap teknik P3S ………………..
107
6 Rekap hasil kuisioner……………………………………….. 121
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor dari tanaman perkebunan
yang merupakan komoditas unggulan nasional. Indonesia merupakan salah satu
negara dengan perkebunan kakao terluas di dunia meskipun tanaman kakao
sendiri baru diintroduksi pada sekitar tahun 1845. Hingga kini Indonesia bersama
dua negara lainnya yaitu Pantai Gading dan Ghana menjadi pemasok kakao utama
dunia. Dalam kurun waktu sekitar 165 tahun sejak pertama kali dikembangkan,
luas areal perkebunan kakao di Indonesia telah mencapai 1.425.216 Ha. Total
areal perkebunan kakao di Indonesia tersebut 92,17% diantaranya merupakan
kebun milik rakyat, 3,87% milik swasta dan hanya 3,96% yang merupakan milik
negara (Direktorat Jendral Perkebunan, 2016).
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra penghasil kakao di
Indonesia yang memiliki luas areal tanaman kakao 58.007,31 Ha dengan
produktivitas 41.520,52 ton. Terdapat beberapa Kabupaten yang memiliki areal
kakao yang luas seperti Kabupaten Nias Utara 6.503,34 Ha dengan produksi per
tahun 2.895 ton, Kabupaten Simalungun 5.708,03 Ha dengan produksi per tahun
5.954,3 ton, Kabupaten Nias Selatan 5.861 Ha dengan produksi per tahun
3.660,12 ton, Kabupaten Deli Serdang 4.529,1 Ha dengan produksi per tahun
3.796,57 ton, dan Kabupaten Langkat 3.016 Ha dengan produksi per tahun 2.887
ton (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2017).
Kabupaten Langkat termasuk dalam wilayah penghasil kakao terbanyak di
Sumatera Utara. Kabupaten Langkat merupakan kabupaten yang luas lahan
tanaman kakaonya mencapai angka 3.016 Ha yang seluruhnya dimiliki oleh petani
yang tersebar di seluruh penjuru kabupaten dengan jumlah produksi hanya 2.887
ton/tahun yang apabila dirata-ratakan produksinya hanya 0.957 ton/Ha/tahun
(Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2017).
Kecamatan Binjai merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Langkat
yang terdiri dari enam desa dan satu kelurahan dimana sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Disamping membudidayakan
tanaman pangan, tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa, kakao, karet,
2
pinang, kapuk, tebu, dan aren juga merupakan jenis tanaman yang banyak
dibudidayakan oleh petani di wilayah ini. Kecamatan Binjai juga merupakan
wilayah yang berpotensi dalam budidaya tanaman kakao. Tercatat luas tanaman
kakao di Kecamatan Binjai seluas 79 Ha dengan produksi 40,18 ton per tahun dan
apabila dirata-ratakan produksi kakao di Kecamatan Binjai hanya 0,508
ton/Ha/tahun (BPS, 2018). Angka produksi kakao di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan kemampuan produksi
tanaman kakao di Indonesia dimana kemampuan produksi tanaman kakao di
Indonesia dapat mencapai 2-3/Ha/tahun (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa adanya permasalahan yang
dihadapi oleh petani kakao di Kecamatan Binjai.
Pada umumnya rendahnya produksi disebabkan oleh penggunaan bibit yang
tidak unggul dan kegiatan pemeliharaan yang kurang baik. Salah satu kegiatan
pemeliharaan yang kurang diperhatikan adalah kegiatan pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Salah satu serangan hama yang sering menyerang dan sangat
berakibat fatal terhadap penurunan produksi buah kakao adalah serangan hama
penggerek buah kakao.
Penggerek Buah Kakao (PBK) merupakan salah satu hama tanaman kakao
yang paling ditakuti oleh petani khususnya petani kakao di Kecamatan Binjai.
Hama PBK ini sangat merugikan karena serangannya langsung pada buah kakao
yang mengakibatkan buah kakao menjadi rusak sehingga produktivitas menurun
drastis yang mengakibatkan hasil atau pendapatan petani rendah. Selain itu, hama
PBK juga sangat sulit untuk dikendalikan selain karena besarnya intensitas
serangan yang dihasilkan, petani juga sangat sulit untuk mendeteksi adanya
serangan hama PBK pada tanaman kakaonya.
Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama PBK
yang bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman kakao. Berdasarkan
kegiatan identifikasi dilapangan bahwa pengendalian hama PBK dengan
menggunakan teknik P3S telah diperkenalkan tetapi masih banyak petani yang
belum menerapkan dan melaksanakan teknik ini. Hal ini terlihat dari banyaknya
tanaman kakao petani yang masih rimbun dan belum disanitasi.
3
Berdasarkan uraian diatas maka timbul minat bagi penulis untuk melakukan
pengkajian dengan judul Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam Pengendalian Hama Penggerek
Buah Kakao (PBK) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang diidentifikasi dari penelitian mengenai persepsi petani
terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat ?
2. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi
petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian mengenai Persepsi Petani terhadap Teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering, dan Sanitasi) dalam Pengendalian
Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S dalam pengendalian
hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
2. Mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi
petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat.
4
D. Manfaat
Adapun manfaat dari pengkajian mengenai persepsi petani kakao terhadap
teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam
pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat adalah sebagai
berikut:
1. Sarana bagi mahasiswa untuk mempraktikkan secara komprehensif semua ilmu
yang telah dipelajari dan untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian
akhir/ujian komprehensif Diploma IV Politeknik Pembangunan Pertanian
(POLBANGTAN) Medan.
2. Sarana bagi mahasiswa untuk mengetahui persepsi petani kakao terhadap
teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering dan Sanitasi) dalam
pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
3. Bahan masukan bagi seluruh penyelenggara penyuluhan pertanian untuk lebih
memperhatikan kegiatan petani kakao di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat.
4. Bahan pembelajaran bagi petani agar dapat melakukan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam mengendalikan
hama PBK.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis
1. Persepsi
Persepsi dalam artian umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu
yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak.
Setiap orang tentu memiliki pandangan atau pendapatnya masing-masing di dalam
melihat sebuah hal yang sama. Perbedaan pendapat serta pandangan ini tentu saja
akan ditindaklanjuti dengan respon dan tindakan yang berbeda. Persepsi dari
seseorang akan menentukan bagaimana caranya memandang sebuah dunia. Kunci
untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan
suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang
benar terhadap situasi.
Persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan
(Arindita S, 2017 ). Walgito (2017), mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu
proses pengorganisasian penginterpretasian suatu stimulus yang diterima oleh
suatu individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti yang merupakan aktifitas
yang integrated dalam diri individu tersebut.
Menurut Rivai dalam Tarihoran (2016), menyatakan bahwa persepsi adalah
suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan
kesan-kesan indera mereka yang memberikan makna bagi lingkungan mereka.
Persepsi menurut Atkinson (2015), merupakan proses menyusun dan menafsirkan
pola rangsangan di lingkungan, persepsi ditentukan berdasarkan faktor struktural
dan faktor fungsional. Faktor struktural yaitu sifat stimuli fisik yang diterima
manusia, manusia cenderung memandang stimuli berdasarkan konteksnya
sehingga cenderung mengelompokkan berdasarkan persamaan dan kedekatan.
Sedangkan faktor fungsional terdiri dari kebutuhan, pengalaman dan unsur
personal.
Menurut Mulyana (2010) persepsi petani adalah komunikasi, sedangkan
penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian
balik dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti dari komunikasi karena jika
persepsi kita tidak akurat bagaimana mungkin kita berkomunikasi dengan efektif.
6
Persepsi lah yang menentukan kita menerima pesan dan mengabaikan yang lain.
Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, maka semakin mudah
dalam proses penerimaan stimuli yang diberikan.
Wagner dan Hollenbcek (1995) mengatakan “We human beings have five
senses through which experience the world around us: sight, heraing, touch, smell
and taste”. Menurutnya, setiap manusia dianugerahi dengan 5 indera yang mana
dengan kelima-limanya anda bisa merasakan dunia yang ada di sekitar. Mulai dari
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, serta pengecap. Definisi persepsi
menurut Wagner dan Hollenbeck sendiri adalah sebuah proses yang mana
seseorang tersebut dapat memilih, mengelola, menyimpan, serta
menginterpretasikan informasi-informasi yang telah dikumpulkan melalui kelima
indera tersebut.
Robbins (2003) menyatakan jika persepsi merupakan sebuah proses yang
ditempuh masing-masing individu untuk mengorganisasikan serta menafsirkan
kesan dari indera yang di miliki agar memberikan makna kepada lingkungan
sekitar. Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sebuah persepsi, mulai
dari pelaku persepsi, objek yang dipersepsikan serta situasi yang ada. Rata rata
karakteristik pribadi yang ada dari pelaku persepsi kebanyakan merupakan sikap,
motif, minat, kepentingan, pengharapan, serta pengalaman dari masa lalu yang
lebih relevan mempengaruhi sebuah persepsi.
2. Tanaman Kakao
Tanaman kakao dahulunya diberi nama “Arborea cacavifera americana”
juga sering disebut dengan nama “Amygdalus similis guamalensis” yang akhirnya
oleh LINIEUS diberi nama Theobroma cacao L., termasuk ke dalam salah satu
anggota genus Theobroma dari familia Sterculiaceae yang banyak dibudidayakan
oleh masyarakat. Selain Theobroma cacao L masih ada satu anggota lain yang
mempunyai nilai ekonomis yaitu Theobroma pentagona Bern. Jenis terakhir ini
kurang populer karena coklat yang dihasilkan mempunyai mutu yang kurang baik
atau bermutu rendah dibandingkan dengan jenis yang pertama.
7
Sistimatika tanaman kakao dapat dilihat dibawah ini.
Divisio : Spermatophyta
Klas : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao
a. Deskripsi Tanaman
Tanaman kakao dapat tumbuh sampai ketinggian 8-10 m, namun ada
kecenderungan tumbuh lebih pendek bila ditanam tanpa pohon peneduh. Tanaman
yang diperbanyak dengan biji, mula-mula akan tumbuh membentuk batang yang
lurus sebelum menumbuhkan cabang primer. Tempat tumbuhnya cabang primer
disebut jorquette, biasanya terletak pada ketinggian 1-2 m dengan
ketinggian jorquette yang ideal adalah 1,2-1,5 m. Dari batang maupun cabang
akan muncul tunas air (chupon). Pada batang, tunas air tumbuh di bawah jorquete
dan bila dibiarkan tumbuh terus akan membentuk lagi jorquette sampai terbentuk
3-4 susunan jorquette.
Kakao memiliki percabangan yang bersifat dimorphous (memiliki 2 bentuk
percabangan yang berbeda), cabang yang selamanya tumbuh vertikal disebut
cabang orthotrop, sedangkan cabang yang tumbuh horizontal disebut cabang
plagiotroph. Daun kakao terdiri dari tangkai daun dan helai daun, dengan panjang
25-34 cm serta lebar 9-12 cm (chupori) dan 1/2 pada cabang plagiotroph. Daun
yang baru tumbuh disebut flush, berwarna merah, permukaannya halus seperti
sutera, dan setelah dewasa warna daun berubah menjadi hijau.
Tanaman kakao memiliki akar tunggang yang tumbuh lurus ke bawah
mencapai 15 m, namun pada tanah yang drainasenya kurang baik atau permukaan
air tanahnya dangkal, pertumbuhan akar tunggang tidak lebih dari 45 cm. Akar-
akar lateral (sekunder) tumbuh pada leher akar tidak jauh dari permukaan tanah,
dan pada tanaman dewasa menyebar pada kedalaman 15-20 cm di bawah
permukaan tanah. Tanaman yang diperbanyak dengan stek tidak memiliki akar
tunggang, namun biasanya ada 2-3 akar yang tumbuh lurus ke bawah menyerupai
akar tunggang.
8
Bunga tumbuh dari bantalan bunga yang terletak pada cabang (ramiflora)
atau pada batang (cauliflora). Tergolong bunga sempurna, terdiri atas : daun
kelopak (5 helai) berbentuk lanset, panjang 6-8 mm berwarna putih, mahkota
berbentuk cawan, panjang 8-9 mm, berwarna putih kekuningan atau kemerahan,
benang sari (10 helai) tersusun dalam dua lingkaran (satu lingkaran bersifat steril),
putik (5 helai) dengan tepi saling bersatu membentuk bakal buah beruang satu,
diameter bunga 1,5 cm disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2-4 cm.
Berdasarkan tipe penyerbukannya, tanaman kakao digolongkan dalam dua
golongan: (a) bersifat self fertile atau self compatible, yakni dapat dibuahi oleh
tepung sari dari bunga tanaman itu sendiri, atau tanaman self steril; contoh: DR 2,
DR 38., dan (b) bersifat self steril atau self incompatible, yakni hanya dapat
dibuahi oleh tepung sari dari bunga dari klon lain.
Buah kakao berupa buah buni, daging bijinya sangat lunak. Waktu masih
muda biji menempel pada kulit buah, dan akan terlepas bila buah sudah masak.
Buah muda yang masih kecil disebut cherelle (pentil), kebanyakan akan
mengering (disebut chrelle wilt) sehingga hanya sebagian kecil saja yang
berkembang menjadi buah sampai matang. Buah muda berwarna hijau atau merah
dan berubah menjadi kuning atau oranye setelah masak. Di dalam setiap buah
terdapat 30-50 biji, dengan bobot kering satu biji sekitar 0,8 - 1,3 g.
b. Penggolongan Jenis/Tipe
Pada dasarnya tanaman kakao terdiri dari 3 tipe :
(1) Criolo, dibedakan lagi menjadi : Central American Criollos dan South
American Criollos.
Criollo adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering
yang biasa dikenal sebagai fine flavour cocoa, choiced cocoa, edel cocoa, atau
kakao mulia. Ciri-ciri utama tipe criolo: tongkol berwarna hijau atau merah; kulit
berbintil-bintil kasar, tipis dan lunak; biji bulat telur dengan kotiledon berwarna
putih pada waktu basah.
(2) Forastero, dibedakan lagi menjadi: Lower Amazone Forastero dan Upper
Amazone Hybrids (UAH)
9
Forastero adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kering yang
biasa dikenal sebagai bulk cocoa, ordinary cocoa, atau kakao baku. Ciri-ciri
utama tipe forastero: tongkol berwarna hijau; kulit tebal; biji gepeng dengan
kotiledon berwarna ungu pada waktu basah
(3) Trinitario
Trinitario adalah tipe tanaman kakao hasil persilangan alami antara criollo
dengan forastero, sehingga sangat heterogen dengan biji kering yang dihasilkan
bisa edel cocoa, atau bulk cocoa. Ciri-ciri utama tipe trinitario: tongkol berwarna
hijau atau merah; kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua. Berdasarkan
bentuk buahnya Trinitario dikelompokan lagi menjadi 4 golongan, yaitu:
a) Angoleta : bentuk luar lebih dekat dengan criollo, kulit sangat kasar, tanpa
botle neck, buah besar, biji bulat, alur dalam, endosperm ungu, kualitas
superior.
b) Cundeamor : bentuk buah seperti angoleta, kulit kasar, botle neck jelas, biji
gepeng (sedikit manis), alur tidak dalam, endosperm ungu gelap, kualitas
superior.
c) Amelonado : bentuk buah bulat telur, kulit halus, ada yang memiliki botle
neck ada yang tidak, biji gepeng (sedikit manis), alur jelas, endosperm ungu,
kualitas ada yang sedang ada yang superior.
d) Calabacillo : buah pendek dan bulat, kulit sangat halus (licin), tanpa botle
neck, biji gepeng (lebih pahit), alur sangat dangkal, endosperm ungu, kualitas
rendah.
3. Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering dan Sanitasi)
a. Pemangkasan
Pemangkasan adalah kegiatan membuang cabang, ranting atau daun yang
tidak produktif untuk mengatur distribusi cahaya matahari dalam tajuk tanaman
sehingga proses fotosintesis berjalan secara efektif. Adapun tujuan dari
pemangkasan itu sendiri yaitu untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman,
untuk merangsang pembungaan dan pembuahan serta untuk pengendalian hama
dan penyakit yang menyerang tanaman kakao. Terdapat tiga jenis pemangkasan
10
pada tanaman kakao yaitu: pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan dan
Pemangkasan produksi.
1) Pemangkasan Bentuk
Pemangkasan bentuk bertujuan membentuk kerangka (frame) tanaman agar
tercipta bentuk pertumbuhan tanaman yang baik, yakni tanaman kakao yang
memiliki cabang-cabang utama (cabang primer) yang tumbuhnya kokoh dan sehat
dengan arah tumbuh yang teratur. Pemangkasan bentuk dilakukan dengan cara
mengurangi cabang primer yang semula berjumlah empat atau lebih menjadi
hanya 3 (tiga) cabang saja. Objek utama dalam pemangkasan ini adalah cabang
primer, sehingga pelaksanaannya dilakukan setelah tanaman kakao muda telah
membentuk cabang primer pada umur tanaman sekitar 1-2 tahun setelah tanam.
2) Pemangkasan Pemeliharaan
Pemangkasan pemeliharaan bertujuan memelihara dan mempertahankan
kerangka yang telah dibentuk pada pemangkasan bentuk. Pemangkasan
pemeliharaan merupakan lanjutan dari pemangkasan bentuk yang dilakukan pada
tanaman yang berumur diatas dua tahun. Pada pemangkasan ini cabang-cabang
sekunder diatur pertumbuhannya dengan memangkas sebagian cabang agar tidak
saling menaungi. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sejak tumbuhnya
cabang-cabang sekunder sehingga pertumbuhan tajuk tanaman kakao tidak saling
menutupi, misalnya mengeluarkan tunas air (wiwilan).
3) Pemangkasan Produksi
Pemangkasan produksi dilakukan pada tanaman yang telah berproduksi
(umur 3-4 tahun). Tujuan utama pemangkasan produksi adalah meningkatkan
kemampuan tanaman untuk membentuk bunga dan buah. Pemangkasan ini yang
berdampak langsung terhadap tingkat produksi tanaman sehingga sangat penting
untuk dilakukan. Bagian-bagian tanaman yang dipangkas adalah tunas air, cabang
balik, cabang gantung, cabang mati, cabang yang terserang hama penyakit, cabang
cacing, cabang bersinggungan, cabang cambuk, cabang bertingkat, cabang
bersilangan dan cabang yang saling tindih.
11
b. Pemupukan
Pemupukan merupakan bagian terpenting dalam budidaya tanaman kakao
sejak awal penanaman sampai tanaman berproduksi. Pemupukan adalah kegiatan
menambahkan unsur hara kedalam tanah dan tanaman untuk mencukupi nutrisi
yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan yang optimal. Pemupukan
mempunyai tujuan untuk :
1) Mengganti dan menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman.
2) Merangsang pembungaan dan pembuahan.
3) Meningkatkan daya tahan tanaman.
Dosis pemupukan tergantung pada kondisi dan umur tanaman, kondisi tanah
(pH tanah), kondisi lingkungan (jumlah naungan dll). Sedangkan cara pemupukan
dapat dilakukan dengan cara penaburan, larikan, piringan, dan cara tugalan.
Waktu pemupukan dilakukan pada awal dan akhir musim hujan atau tanaman
kakao mulai berbunga setelah pemangkasan.
c. Panen Sering
Panen adalah kegiatan pemetikan buah yang telah masak secara fisiologis
pada tanaman tertentu. Ciri-ciri buah kakao yang layak untuk panen adalah warna
buah telah berubah dari warna hijau sewaktu muda dan bila masak berwarna
kuning. Sedangkan buah yang berwarna merah sewaktu muda akan menjadi
kuning/jingga setelah berumur 6 bulan sejak terbentuknya bunga. Alat-alat yang
digunakan dalam pemanenan adalah ember, karung, parang atau gunting gala.
Pemanenan harus dilakukan secara hati-hati untuk menjaga agar bantalan buah
tidak rusak karena akan mengganggu proses pembungaan berikutnya. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemanenan buah, yaitu : Panen dilakukan setiap
satu minggu. Panen buah yang sudah masak, hindari memanen buah yang masih
mengkal dan buah yang masih muda serta buah yang terlalu masak. Panen buah
dengan alat panen yang tajam, sehingga tidak merusak bantalan buah. Gunakan
alat tumpul dalam memecah buah dan pisahkan antara biji yang sehat dan biji
yang terserang hama dan penyakit.
12
d. Sanitasi
Kegiatan sanitasi atau pembersihan adalah tindakan membersihkan areal
perkebunan kakao dari segala sampah seperti ranting, cabang, dan daun serta
bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan lain disini seperti sisa-sisa kulit buah
hasil panen termasuk juga buah kakao yang terserang hama penyakit, disamping
itu juga dilakukan juga pembersihan terhadap gulma atau rumput. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara : Kubur kulit buah kakao yang telah dipanen ke
dalam tanah, Perontokan buah yang busuk, buah yang hitam dan kering atau buah-
buah terserang hama dan penyakit, dan Sanitasi sisa-sisa pemangkasan. Dengan
melakukan perawatan secara rutin dapat menurunkan tingkat serangan organisme
pengganggu tanaman dan meningkatkan produktivitas tanaman kakao yang
diusahakan.
4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Persepsi Petani terhadap teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam
mengendalikan hama PBK.
1) Umur
Menurut Elisabeth yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan
menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
Dalam psikologi perkembangan Yudrik Jahja (2011) menjelaskan bahwa
terdapat tahapan dalam rentan kehidupan, yaitu: Periode pranatal (konsepsi
kelahiran), bayi (kelahiran sampai minggu kedua), masa bayi (akhir minggu kedua
sampai akhir tahun kedua), awal masa kanak-kanak (dua sampai enam tahun),
akhir masa kanak-kanak (6-10 atau 12 tahun), masa puber (10-12 sampai 13 atau
14 tahun), masa remaja (13 atau 14 sampai 18 tahun), awal masa dewasa (18-40
tahun), usia pertengahan/ masa dewasa madya (40-60tahun),masa tua atau usia
lanjut (60 sampai meninggal).
Menurut Soekartawi (2003), rata rata petani Indonesia yang cenderung tua
dan sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia. Petani
13
berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif (memelihara) menyikapi
perubahan terhadap inovasi teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang berusia
muda.
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mampu mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri,
berakhlak mulia, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan
masyarakat (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003).
Menurut Hasyim (2003), tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani
akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani
menerapkan apa yang diperolehnya untuk meningkatkan usaha tani nya.
Mengenai tingkat pendidikan petani, dimana mereka yang berpendidikan tinggi
relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan
manusia pada umum nya menunjukkan daya kreatifitas manusia dalam berfikir
dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurang nya pengetahuan dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
Pendidikan akan mempengaruhi persepsi petani dalam melakukan inovasi
atau kegiatan lainnya dalam berusaha tani. Pada umumnya, semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula hasrat atau keinginan nya untuk
menerapkan inovasi baru yang menunjang kualitas dan kuantitas hasil usahanya.
3) Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai suatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
dan ditanggung). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu
memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami
individu pada waktu dan tempat tertentu yang berfungsi sebagai referensi
otobiografis (Syah, 2003).
Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani
dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh
14
waktu yang telah dialami oleh petani. petani yang berpengalaman dalam
mengahadapi hambatan-hambatan usaha taninya akan tahu cara mengatasinya.
Lain hal nya dengan petani yang belum atau kurang pengalaman, dimana akan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut. Semakin
banyak pengalaman petani maka diharapkan produktivitas petani akan semakin
tinggi, sehingga dalam mengusahakan usaha taninya akan semakin baik dan
sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan
memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Khairani, 2013).
Menurut Soekartawi (2003), pengalaman seseorang dalam berusaha tani
berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Petani yang sudah lama bertani
akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula atau petani baru.
Petani yang sudah lama berusaha tani akan lebih mudah menerapkan anjuran
penyuluhan dimikian pula dengan penerapan teknologi.
Lama nya berusaha tani untuk setiap orang berbeda beda, oleh karena itu
lama nya berusaha tani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan
kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal hal yang baik untuk waktu
waktu berikutnya (Hasyim, 2003).
4) Pendapatan
Pendapatan merupakan seluruh penerimaan baik berupa uang maupun
berupa barang yang berasal dari pihak lain maupun hasil industri yang dinilai atas
dasar sejumlah uang dari harta yang berlaku. Petani yang berpenghasilan rendah
cenderung lambat untuk melakukan difusi inovasi, sebaliknya petani yang
berpenghasilan tinggi mampu untuk melakukan percobaan-percobaan dan
perubahan.
5) Luas lahan
Lahan bagi petani merupakan faktor produksi yang sangat penting. Lahan
merupakan sumber pendapatan untuk kelangsungan hidup. Luas pemilikan dan
penguasaan lahan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan tingkat
pendapatan suatu keluarga atau rumah tangga petani. Oleh karena itu,
ketidakadaan atau sempitnya pemilikan dan penguasaan lahan merupakan awal
15
terjadinya kemiskinan di pedesaan. Luas penguasaan lahan pertanian merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usahatani dan usaha
pertanian. Dalam usahatani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit
sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit
lahan usaha, semakin tidak efisien usahatani dilakukan. Kecuali bila suatu
usahatani dijalankan dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi
yang tepat. Tingkat efisiensi sebenarnya terletak pada penerapan teknologi.
Karena pada luas lahan yang lebih sempit, penerapan teknologi cenderung
berlebihan dan menjadikan usaha tidak efisien (Moehar Daniel, 2004).
6) Peran Penyuluh
Peran penyuluh bukanlah hanya melaksanakan tugas pokoknya
melaksanakan penyuluhan, karena dalam melaksanakan tugas pokoknya tidak
akan berhasil dengan baik bila penyuluh tidak mampu memerankan peran-peran
tambahan lainnya. Peran-peran tambahan penyuluh yaitu : penyuluh sebagai
inisiator, penyuluh sebagai fasilitator, penyuluh sebagai motivator, penyuluh
sebagai penghubung, penyuluh sebagai peneliti, penyuluh sebagai guru, penyuluh
sebagai organisator, penyuluh sebagai penganalisa dan penyuluh sebagai agen
perubahan.
7) Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan dan pengaruh timbal balik antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan
kelompok. Interaksi sosial juga dapat dikatakan sebagai proses saling
mempengaruhi tindakan individu atau kelompok melalui simbol-simbol dan
bahasa. Sebuah interaksi sosial bisa terjadi harus memenuhi beberapa syarat yang
harus terpenuhi. Syarat itu ialah adanya kontak sosial (social contact) dan
komunikasi (communication). Interaksi petani dengan petani lain maupun
interaksi petani dengan kelompok tani maupun dengan penyuluh tentunya
mempengaruhi persepsi maupun pandangan petani terhadap suatu inovasi
teknologi.
16
8) Kerumitan
Kerumitan merupakan tingkat kesusahan maupun kesukaran dalam
pemahaman maupun penerapan suatu hal. Kerumitan dalam hal ini dilihat dari
pandangan petani terhadap mudah tidaknya suatu teknologi untuk diadopsi.
Teknologi yang sulit untuk dijalankan tentu akan sangat sulit untuk diadopsi oleh
petani.
9) Ketersediaan sarana Produksi
Sarana produksi merupakan hal yang tidak bisa dihilangkan dari proses
produksi pertanian, sarana produksi merupakan hal penting yang harus terpenuhi
dalam proses produksi dan budidaya tanaman pertanian. Ketersediaan sarana
produksi akan mempengaruhi keberhasilan dalam proses produksi pertanian.
Sarana produksi mulai dari hulu dan hilir yang tersedia akan membantu
mendorong peningkatan hasil produksi.
10) Keuntungan
Keuntungan dapat didefinisikan sebagai peningkatan kekayaan seorang
investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang
berhubungan dengan penanaman modal tersebut. Keuntungan merupakan elemen
yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka keuntungan yang diperoleh
dapat menjadi pemicu bagi seseorang untuk bertindak melakukan suatu hal.
Dalam dunia pertanian keuntungan yang besar tentu akan mendorong pelaku
utama maupun pelaku usaha untuk lebih lagi meningkatkan kapasitas usahanya.
11) Hasil nyata
Hasil nyata dapat didefinisikan sebagai akibat dari suatu tindakan yang
dapat dilihat langsung oleh panca indera manusia. Hasil nyata dari tindakan
manusia ini dapat berdampak buruk maupun berdampak baik bagi manusia itu
sendiri.
17
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang sama
namun tidak sama secara keseluruhan sehingga karya penelitian tetap asli dan
penelitian terdahulu ini bukan digunakan untuk sebagai jiplakan melainkan untuk
mencari relevansi pada penelitian. Penelitian terdahulu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian seputar persepsi dan kajian mengenai kajian
teknologi maupun teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK dan peningkatan produksi kakao.
Dengan adanya hasil penelitian terdahulu ini sangat membantu dalam melakukan
penelitian mengenai persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK.
Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan terhadap penelitian
persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK diantaranya yaitu:
1. Yasinta Roslinda Mero, M. Muslich Mustadjab, Nuhfil Hanani (2015)
Penelitian terdahulu yang terkait dengan topik penelitian ini dilakukan oleh
Yasinta Roslinda Mero, M. Muslich Mustadjab, Nuhfil Hanani (2015) dalam tesis
berjudul “Pengaruh Teknologi P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering
Dan Sanitasi) Terhadap Produksi Dan Pendapatan Usaha Tani Kakao (Studi
Kasus Di Kecamatan Nita Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur)”
menyimpulkan bahwa Teknologi P3S kakao dapat meningkatkan produksi kakao
petani terbukti dengan adanya perbedaan tingkat produksi usahatani kakao petani
dimana rata-rata tingkat produksi kakao pengguna teknologi P3S sebesar 378.05
kg/ha, sedangkan tingkat produksi kakao non pengguna teknologi P3S sebesar
165.66 kg/ha.
2. Galib Suwito Cora, Didi Rukmana, A. Amrullah (2018)
Dalam jurnal yang berjudul “Persepsi Petani Kakao terhadap Teknik
Sambung Samping di Desa Batu Lappa, Sulawesi Selatan” menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara pendidikan non formal dalam hal ini keikutsertaan
penyuluhan dan pelatihan penyambungan, aksesibilitas terhadap informasi dalam
hal ini frekuensi pencarian informasi, kemauan mendapatkan informasi, jumlah
18
sumber informasi yang dimanfaatkan, dan juga terdapat hubungan pada
lingkungan sosial dengan persepsi petani kakao terhadap tahapan teknik sambung
samping. Terdapat hubungan antara pendidikan non formal terhadap hasil teknik
sambung samping.
3. Widiyastuti, Emi Widiyanti, Sutarto (2016)
Dalam jurnal yang berjudul “ Persepsi Petani terhadap Pengembangan
System Of Rice Intensification (SRI) di Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang”
menyimpulkan bahwa Hubungan antara faktor pembentuk persepsi dengan
persepsi petani terhadap pengembangan SRI: terdapat hubungan yang tidak
signifikan antara umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, luas lahan,
dan keterpaan media massa dengan persepsi petani terhadap pengembangan SRI
di Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang. Terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara pendidikan nonformal dengan persepsi petani terhadap
pengembangan SRI di Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang. Terdapat
hubungan yang signifikan antara lingkungan sosial dengan persepsi petani
terhadap pengembangan SRI di Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang.
4. Rendi Robiyan, Tubagus Hasanuddin, Helvi Yanfika (2014)
Dalam jurnal yang berjudul “Persepsi Petani terhadap Program Sl-Pht dalam
Meningkatkan Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Kakao (Studi Kasus
Petani Kakao di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu)”
menyimpulkan bahwa Tingkat pengalaman berusahatani, tingkat pengetahuan
usahatani dan tingkat interaksi sosial memiliki hubungan nyata dengan persepsi
petani kakao terhadap program SL-PHT kakao dalam meningkatkan produktivitas
dan pendapatan usahatani kakao, sedangkan tingkat kebutuhan hidup petani tidak
berhubungan dengan persepsi petani kakao terhadap SL-PHT kakao dalam
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kakao.
19
C. Kerangka Pikir
Keadaan saat ini
Belum diketahuinya tingkat persepsi dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama
PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat ?
Keadaan yang diinginkan
Diketahuinya tingkat persepsi dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan persepsi petani terhadap teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat ?
Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering
dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat ?
2. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat ?
Tujuan
1. Mengetahui tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
2. Mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
Hipotesis
1. Diduga tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering
dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dalam
kategori rendah.
2. Diduga ada hubungan antara faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam
pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
Variabel X
a. Faktor internal
1. Umur (X1)
2. Tingkat pendidikan
(X2)
3. Pengalaman bertani
(X3)
4. Pendapatan (X4)
5. Luas lahan (X5)
b. Faktor eksternal
Variabel Y
Variabel Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. 1. Kerumitan
2. Ketersediaan Sarana Produksi
3. Keuntungan
4. Hasil nyata
HASIL PENGKAJIAN
Penyusunan Rancangan
Penyuluhan teknik P3S
20
E. Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian mengenai persepsi petani terhadap teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian
hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:
1. Diduga tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dalam kategori rendah.
2. Diduga ada hubungan antara faktor internal dan eksternal petani dengan
persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat.
21
III. METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat
Pengkajian ini dilaksanakan dari tanggal 25 Maret sampai dengan 24 Mei
2019 di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat. Pemilihan lokasi pengkajian
dilakukan secara purposive yaitu dengan cara sengaja karena pertimbangan
tertentu berupa ketersediaan dana serta karena kecamatan ini merupakan
kecamatan yang mempunyai perkebunan kakao cukup luas.
B. Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dari pengkajian ini adalah sebagai berikut:
1) Petani responden adalah petani yang membudidayakan tanaman kakao dari
Kelompok Tani Mulia, Kelompok Tani Karya Sari, Kelompok Tani Harapan
Makmur, dan Kelompok Tani Karya Tani.
2) Tanaman kakao adalah salah satu tanaman perkebunan yang dibudidayakan
petani anggota kelompok tani.
3) P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) merupakan teknik
dalam pengendalian hama PBK yang dapat meningkatkan hasil produksi pada
tanaman kakao.
4) Umur adalah lamanya petani responden hidup atau usia responden saat
pengkajian dilakukan. Petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu
petani yang berada pada rentang umur 25-60 tahun.
5) Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dicapai petani
responden. Petani yang menjadi sampel dalam pendidikan ini yaitu petani
yang telah menamatkan pendidikan sekolah dasar (SD).
6) Pengalaman adalah lamanya petani responden berusahatani kakao. Petani yang
menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu petani yang telah berusahatani
kakao minimal selama 5 tahun.
7) Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun berupa
barang yang berasal dari pihak lain maupun hasil industri yang dinilai atas
dasar sejumlah uang dari harta yang berlaku saat itu. Pendapatan merupakan
22
sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sehari–hari dan
sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup.
8) Luas lahan adalah adalah jumlah lahan yang digarap untukusaha tani tanaman
kakao tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut
dengan indicator lahan yang digunakan dalam satuan Ha. Petani yang menjadi
sampel dalam penelitian ini yaitu petani yang kakao yang memiliki lahan
kakao minimal seluas 0,2 Ha.
9) Peran penyuluh adalah sejauh mana penyuluh menjalankan perannya selain
menyampaikan penyuluhan. Peran penyuluh dalam penelitian ini yaitu
peranan penyuluh dalam mendorong dan memotivasi petani untuk
melaksanakan kegiatan P3S.
10) Persepsi adalah pandangan petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam mengendalikan hama PBK
untuk meningkatkan produksi kakao.
11) Ketersediaan sarana produksi adalah tersedianya alat dan bahan produksi yang
diperlukan oleh petani kakao dalam melakukan kegiatan P3S untuk
mengendalikan hama PBK.
12) Keuntungan adalah tingkatan dimana sesuatu dianggap lebih baik dari pada
ide-ide yang ada sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.
13) Kerumitan adalah tingkat kesukaran dari petani melaksanakan teknik P3S
dalam mengendalikan hama PBK. Indikator tingkat kerumitan adalah tingkat
kesukaran petani untuk memahami dan melaksanakan teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK.
14) Hasil nyata adalah kemungkinan hasil dari pelaksanaan teknik P3S dapat
diamati
C. Pelaksanaan Pengkajian
1. Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan pengkajian ini adalah :
1) Melapor ke BPP Kecamatan Binjai perihal akan melakukan identifikasi
potensi wilayah.
23
2) Meminta data-data wilayah yang membudidayakan tanaman perkebunan dari
BPP Binjai.
3) Memutuskan mengidentifikasi Desa Suka Makmur, dan Desa Sendang Rejo,
Desa Sambirejo, dan Desa Pardamean Kecamatan Binjai karena desa tersebut
yang membudidayakan kakao.
4) Berkoordinasi dengan PPL untuk melakukan survey atau identifikasi
langsung.
5) Melakukan survey bersama PPL dan petani kakao anggota poktan.
6) Menyusun proposal sesuai hasil identifikasi potensi wilayah.
7) Meminta data-data petani anggota poktan yang membudidayakan tanaman
kakao.
8) Melakukan anjangsana dan wawancara serta pengisian kuisioner masing-
masing petani kakao.
9) Melakukan rekapitulasi data.
10) Melakukan analisis data.
11) Menetapkan pemecahan masalah.
12) Menuangkan hasil analisis data ke dalam Tugas Akhir.
2. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah pengkajian baik data primer
maupun data sekunder. Umumnya cara mengumpulkan data dapat menggunakan
teknik pengamatan (observation), wawancara (interview), angket (questionnaire),
dan dokumentasi (Sugiyono, 2016). Adapun teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam pengkajian ini adalah:
1) Observasi yaitu pengumpulan data dengan mengamati langsung keadaan
terhadap sasaran pengkajian untuk mendapatkan data-data yang berhubungan
dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) dalam mengendalikan hama PBK.
24
2) Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab
langsung antara peneliti dengan petani responden yang disertai dengan
pemberian kuesioner sebagai panduan yang telah disiapkan sebagai alat ukur.
3) Kuesioner yaitu instrumen yang berisi pertanyaan atau pernyataan yang relevan
dengan variabel yang diamati berupa faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering
dan Sanitasi) dalam mengendalikan hama PBK.
4) Dokumentasi yaitu teknik pencatatan data yang diperlukan tentang identitas
responden, faktor yang mempengaruhi, dan data pendukung dengan mengutip
dan mencatat sumber-sumber informasi baik itu dari petani responden, pustaka,
ataupun instansi yang terkait dengan pengkajian.
b. Sumber Data
1) Data primer, merupakan data yang diperoleh dari petani responden langsung
baik melalui hasil wawancara maupun kuesioner.
2) Data sekunder, merupakan data tertulis yang didapat dari catatan, buku,
laporan pemerintah, dan data lainnya yang mendukung pengkajian.
Tabel 1.Pengukuran Variabel Faktor Persepsi Petani terhadap Teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering dan Sanitasi) dalam
Pengendalian Hama PBK
No Variabel X Indikator Kriteria Skor
1. Umur Usia yang dimiliki petani saat pelaksanaan
pengkajian
a. ≤ 25 tahun
b. 26-30 tahun
c. 31-40 tahun
d. 41-50 tahun
e. > 50 tahun
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
2. Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang dicapai
petani responden
a. Diploma/Strata
b. SLTA
c. SLTP
d. SD
e. Tidak sekolah
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
3. Pengalaman Lamanya petani responden berusahatani
kakao
a. > 15 tahun
b. 13-15 tahun
c. 9-12 tahun
d. 6-8 tahun
e. < 5tahun
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
25
Lanjutan Tabel 1
4.
Pendapatan
Pendapatan petani dalam 1 bulan
a. > Rp 2.000.000
b. Rp 1.600.000-Rp 2.000.000
c. Rp 1.100.000-Rp 1.500.000
d. Rp 500.000-Rp 1.000.000
e. < Rp 500.000
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
5. Luas lahan Luas lahan yang dimiliki
a. > 2,1 ha
b. 1,6 s/d 2 ha
c. 1,1 s/d 1,5 ha
d. 0,6 s/d 1 ha
e. < 0,5 ha
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
6. Interaksi
sosial
Seberapa sering dalam seminggu berdiskusi
dengan petani lain mengenai teknik P3S
a. > 7 kali
b. 5-6 kali
c. 3-4 kali
d. 1-2 kali
e. Tidak pernah
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
7. Peran
penyuluh
Intensitas petani responden berdiskusi atau
berkomunikasi dengan penyuluh tentang
teknik P3S kakao dalam 1 tahun
a. > 15 kali
b. 11-15 kali
c. 6-10 kali
d. 1-5 kali
e. Tidak pernah
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
No Variabel Y Indikator Kriteria Skor
1 Kerumitan Kegiatan P3S mudah untuk dilakukan
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
2 Sarana
Produksi
Sarana Produksi penerapan teknik P3S
mudah didapat
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
3 Keuntungan Penerapan teknik P3S dalam mengendalikan
hama PBK lebih menguntungkan
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
d.Rendah
e.Sangat Rendah
5
4
3
2
1
4 Hasil nyata Dengan penerapan teknik P3S terlihat nyata
tanaman kakao lebih sehat
a. Sangat setuju
a.Sangat Tinggi
b.Tinggi
c.Sedang
5
4
3
26
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak Setuju
d.Rendah
e.Sangat Rendah
2
1
c. Populasi
Menurut Sujarweni (2014), populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri
dari atas objek atau subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu
yang ditetapkan untuk diteliti dan ditarik kesimpulannya. Petani yang menjadi
populasi dalam pengkajian ini disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Populasi Pengkajian di Kecamatan Binjai
No Desa Nama Kelompok Tani Jumlah Petani
1 Suka Makmur Mulia 36
2 Sendang Rejo Karya Sari 30
3 Sambi Rejo Subur Tani 24
4 Pardamean Sepakat 24
Jumlah 114
Jumlah populasi dalam pengkajian ini adalah 114 orang yang terdiri dari 4
kelompok tani dalam 4 desa.
d. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi,
2006). Penarikan sampel menurut Yamane dalam Riduwan (2010), populasi yang
melebihi 100 maka menggunakan presisi (d) sebesar 15-20%, jika kurang dari 100
dan diatas 51 menggunakan presisi 10% dan apabila presisinya kurang dari 50
maka diambil semua sebagai sampel. Adapun rumus penarikan sampel adalah :
n = N
N . (d)2 + 1
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = Presisi
Dengan jumlah petani 114 orang yang ada di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat yang menjadi populasi dalam pelaksanaan pengkajian ini, jika merujuk
pada rumus Yamane diatas dengan presisi 15% maka penghitungan sampelnya
sebagai berikut :
27
114
n =
114 .( 0,15 )² + 1
114
=
3,565
= 31,97 orang atau 32 orang
Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah sampel pada penelitian ini yaitu
sebanyak 32 orang. Selanjutnya dilakukan Proportionate Stratified Random.
Pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subjek dari
tiap kelompoktani ditentukan seimbang dengan banyaknya subjek di masing-
masing wilayah (Sugiyono, 2016). Adapun rumus perhitungan pengambilan
sampel dengan metode Proportionate Stratified Random adalah sebagai berikut :
Ni= N xn
ƩN
Keterangan :
Ni : Sampel
ƩN : Jumlah populasi keseluruhan
N : Jumlah populasi
n : Sampel hasil perhitungan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini lebih jelas nya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. sampel Pengkajian di Kecamatan Binjai
N0 Desa Nama Kelompoktani
tani
Jumlah Populasi
anggota
Sampel
1
2 3
4
Suka Makmur
Sambirejo
Pardamean
Sendang Rejo
Mulia
Harapan Makmur
Karya Tani
Karya Sari
36
30
24
24
10
8
7
7
Jumlah 32
3. Analisis Data
a. Instrumen
28
Menurut Notoatmodjo (2010), instrumen penelitian adalah alat-alat yang
akan digunakan untuk mengumpulkan data, instrumen penelitian ini dapat berupa
kuesioner, formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan
pencatatan data dan sebagainya.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner tersebut harus dilakukan pengujian keandalan dan validitas
pengukuran. Uji keandalan maksudnya adalah bahwa kuesioner tersebut harus
benar-benar menggambarkan tujuan dari penelitian dan juga harus konsisten bila
pertanyaan tersebut dijawab dalam periode waktu yang berbeda atau disebut juga
reliable.
b. Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat mengukur apa
yang ingin diukur. Menurut Sugiono (2010) untuk menguji validitas konstruk
dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor butir pertanyaan dengan skor
totalnya. Suatu skala pengukuran dikatakan valid apabila skala tersebut digunakan
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Rumengan Jemmy, dkk, 2015).
Uji validitas dilakukan untuk melihat kelayakan butir-butir pertanyaan
dalam kuesioner tersebut dapat mendefinisikan suatu variabel. Jika rtabel< rhitung,
maka butir soal tersebut valid. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas
instrumen ini adalah Product Moment dari Karl Pearson, sebagai berikut:
rxy : N ((∑XY)-(∑X) (∑Y)
√ {N∑X2 – (∑X)
2} { N∑Y
2 – (∑Y)
2}
Keterangan :
N = Jumlah responden
X = Skor pertanyaan
Y = Skor total
XY = Skor pertanyaan no. 1 dikalikan skor total
r = Koefisien Korelasi
Hasil uji validitas dalam pengkajian ini disajikan dalam Tabel 4.
29
Tabel.4 Hasil Uji validitas kuisioner
No Variabel Pertanyaan/
Pernyataan
R hitung R tabel
(α=0,050)
Keterangan
1 X1 Umur 1 ,647 0,5140 Valid
2 Umur 2 ,805 0,5140 Valid
3 Umur 3 ,770 0,5140 Valid
4 Umur 4 ,647 0,5140 Valid
5 Umur 5 ,530 0,5140 Valid
6 X2 Pendidikan 1 ,794 0,5140 Valid
7 Pendidikan 2 ,738 0,5140 Valid
8 Pendidikan 3 ,665 0,5140 Valid
9 Pendidikan 4 ,592 0,5140 Valid
10 Pendidikan 5 ,769
0,5140 Valid
11 X3 Luas Lahan 1 ,833 0,5140 Valid
12 Luas Lahan 2 ,732 0,5140 Valid
13 Luas Lahan 3 ,674 0,5140 Valid
14 Luas Lahan 4 ,811 0,5140 Valid
15 Luas Lahan 5 ,680 0,5140 Valid
16 X4 Pengalaman 1 ,775 0,5140 Valid
17 Pengalaman 2 ,652 0,5140 Valid
18 Pengalaman 3 ,769 0,5140 Valid
19 Pengalaman 4 ,562 0,5140 Valid
20 Pengalaman 5 ,717 0,5140 Valid
21 X5 Pendapatan 1 ,320 0,5140 Tidak Valid
22 Pendapatan 2 ,820 0,5140 Valid
23 Pendapatan 3 ,847 0,5140 Valid
24 Pendapatan 4 ,636 0,5140 Valid
30
25 Pendapatan 5 ,800 0,5140 Valid
26 X6 Peran Penyuluh 1 ,963 0,5140 Valid
27 Peran Penyuluh 2 ,959 0,5140 Valid
28 Peran Penyuluh 3 ,891 0,5140 Valid
Lanjutan Tabel 4
No Variabel Pertanyaan/
Pernyataan R
Hitung
R tabel
(a=0,050)
Keterangan
29 X6 Peran Penyuluh 4 ,963 0,5140 Valid
30 Peran Penyuluh 5 ,793 0,5140 Valid
31 X7 Interaksi Sosial 1 ,742 0,5140 Valid
32 Interaksi Sosial 2 ,854 0,5140 Valid
33 Interaksi Sosial 3 ,831 0,5140 Valid
34
Interaksi Sosial 4 ,791
0,5140 Valid
35 Interaksi Sosial 5 ,809
0,5140 Valid
36 Y1 Kerumitan 1 ,496 0,5140 Tidak Valid
37 Kerumitan 2 ,750 0,5140 Valid
38 Kerumitan 3 ,919 0,5140 Valid
39 Kerumitan 4 ,905 0,5140 Valid
40 Kerumitan 5 ,846 0,5140 Valid
41 Y2
Sarana Produksi 1 ,736 0,5140 Valid
42 Sarana Produksi 2 ,632 0,5140 Valid
43 Sarana Produksi 3 ,452 0,5140 Tidak Valid
44 Sarana Produksi 4 621 0,5140 Valid
45 Sarana Produksi 5 725 0,5140 Valid
46 Y3
Keuntungan 1 ,673 0,5140 Valid
47 Keuntungan 2 ,729 0,5140 Valid
48 Keuntungan 3 ,680 0,5140 Valid
49 Keuntungan 4 ,579 0,5140 Valid
31
50 Keuntungan 5 ,733 0,5140 Valid
51 Y4
Hasil Nyata 1 ,955 0,5140 Valid
52 Hasil Nyata 2 ,922 0,5140 Valid
53 Hasil Nyata 3 ,862 0,5140 Valid
54 Hasil Nyata 4 ,753 0,5140 Valid
55 Hasil Nyata 5 ,693 0,5140 Valid
Dari tabel diketahui bahwa dari 55 butir pertanyaan/pernyataan yang
diberikan terdapat tiga pertanyaan/pernyataan yang tidak valid.
c. Uji Reliabilitas
Suharsimi Arikunto (2006) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada
suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Hasil
pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran
terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relative sama, selama
yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah, Riduwan (2010).
Kuesioner dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil relatif sama (ajeg)
pada saat dilakukan pengukuran kembali pada obyek yang berlainan pada waktu
yang berbeda atau memberikan hasil yang tetap. Uji reliabilitas dilakukan dengan
rumus berikut :
r =(
) (
∑
)
Keterangan :
R = Koefisien reliabilitas test
n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam test
a2
= Jumlah varian skor n tiap-tiap butir item
a2 = Varian total
Jika nilai a > 0,600 Alpa disebut reliable. Analisis validitas dan reliabilitas
diolah dengan bantuan program SPSS. Selanjutnya dalam pemberian interpretasi
terhadap koefisien reliabilitas test (r) pada umumnya diberikan patokan sebagai
berikut :
32
a) Apabila rhitung sama atau lebih besar dari rtabel berarti test hasil kuisioner yang
sedang diuji reabilitas dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi
(reliabel).
b) Apabila rhitung lebih kecil dari rtabel berarti test hasi kuisioner yang sedang diuji
reliabilitasnya dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang rendah
(Mardikanto, 2006).
Hasil uji reliabilitas disajikan dalam Tabel 5 dibawah ini.
Tabel.5 Hasil uji reliabilitas kuisioner
No Variabel r Hitung R Tabel Keterangan
1 Umur ,758 0,600 Reliabel
2 Pendidikan ,757 0,600 Reliabel
3 Luas Lahan ,784 0,600 Reliabel
4 Pengalaman ,767 0,600 Reliabel
5 Pendapatan ,770 0,600 Reliabel
6 Peran Penyuluh ,828 0,600 Reliabel
7 Interaksi Sosial ,807 0,600 Reliabel
8 Kerumitan ,804 0,600 Reliabel
9 Sarana Produksi ,751 0,600 Reliabel
10 Keuntungan ,766 0,600 Reliabel
11 Hasil Nyata ,814 0,600 Reliabel
Dari tabel diketahu bahwai semua variabel dinyatakan reliabel, hal ini
menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data.
d. Analisis Tingkat Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S dalam
Pengendalian Hama PBK (Hipotesis 1)
Analisis tingkat persepsi dilakukan untuk mengetahui persepsi petani
terhadap teknik P3S (Pangkas, Pupuk, Panen sering dan Sanitasi) dalam
mengendalikan hama PBK. Untuk mengetahui tingkat persepsi petani digunakan
rumus berikut :
Tingkat persepsi = Skor persepsi yang diperoleh X 100%
Skor persepsi maksimum
Dengan kriteria interpretasi (Riduwan, 2015) :
0 – 20 % = Sangat Rendah
21 – 40 % = Rendah
41 – 60 % = Sedang
33
61 – 80 % = Tinggi
81 – 100 % = Sangat Tinggi
Hasil nilai yang di peroleh jika diplot melalui garis kontinum dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0 20 40 60 80 100
Gambar 1. Garis Kontinum
e. Analisis Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Petani dengan
Persepsi Petani terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
Sering dan Sanitasi) dalam Pengendalian Hama PBK di Kecamatan
Binjai Kabupaten Langkat (Hipotesis 2)
Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik internal dan eksternal
dengan persepsi petani terhadap teknik P3S dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat digunakan analisis korelasi Rank Spearman
(rs), dengan rumus sebagai berikut :
∑
Keterangan :
rs = Koefisien korelasi rank spearman
N = banyaknya sampel
di = selisih antara ranking dari variabel
Pengambilan keputusan :
Hubungan antara karakteristik internal dan eksternal petani dengan
persepsi petani terhadap teknik P3S dalam pengendalian hama PBK dibagi dalam
empat area (Colton, 2007) yaitu :
1. Tidak ada hubungan/hubungan sangat lemah (rs=0,00-0,25)
34
2. Hubungan cukup erat (rs=0,26-0,50)
3. Hubungan erat (0,51-0,75)
4. Hubungan sangat erat (rs=0,76-1,00)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi wilayah pengkajian
1. Letak dan Keadaan Geografi
Kecamatan Binjai merupakan salah satu Kecamatan yang berada di wilayah
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Binjai terdiri dari 6 desa
dan 1 kelurahan, yaitu Desa Sendang Rejo, Desa Perdamaian, Desa Tanjung Jati,
Desa Sambirejo, Desa Sidomulyo, Desa Suka Makmur dan Kelurahan Kwala
Begumit. Kecamatan Binjai berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Stabat
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Binjai
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Selesai
Secara geografis Kecamatan Binjai terletak antara 03° 27’ 00”– 03° 42’ 20”
lintang utara dan 98° 25’ 20”– 98° 30’ 20” bujur timur dengan ketinggian ± 28
meter dari permukaan laut dengan suhu antara 21- 35ᴼC dan curah hujan
mencapai 36 mm per tahun.
Keadaan iklim di Kecamatan Binjai sama seperti wilayah di Indonesia pada
umumnya yaitu termasuk daerah tropis dan terdiri dari dua musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau, untuk lebih rinci curah hujan di Kecamatan
Binjai dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data Curah Hujan Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2018
No Bulan Curah Hujan (mm3) Hari Hujan
35
Sumber: Kecamatan Binjai dalam Angka 2018
Dari tabel 6 dapat kita ketahui bahwa intensitas curah hujan yang tertinggi
terjadi pada bulan Oktober yaitu 482 mm sedangkan intensitas curah hujan yang
terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 30 mm, adapun rata-rata jumlah curah
hujan di Kecamatan Binjai adalah sebesar 258,33 mm3.
2. Luas Wilayah
Luas wilayah Kecamatan Binjai yaitu 4.205 Ha (42,05 km²), Adapun
pembagian luas wilayah Kecamatan Binjai disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Luas Wilayah Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
No Desa/Kelurahan Luas (Km2)
Rasio Terhadap Total
Luas Kecamatan (%)
1 Tanjung Jati 13,41 31,89
2 Sidomulyo 5,34 12,70
1. Januari 118 10
2. Februari 154 12
3. Maret 30 3
4. April 113 9
5. Mei 242 14
6. Juni 117 12
7. Juli 277 14
Lanjutan Tabel 6
No Tahun Curah Hujan Hari Hujan
8. Agustus 188 99
9 September 466 22
10. Oktober 482 19
11. November 89 13
12. Desember 139 15
Jumlah 3.100 152
Rata – rata 258,33 12,67
36
3 Sendang Rejo 3,76 8,94
4 Sambirejo 8,91 21,19
5 Perdamaian 2,33 5,54
6 Suka Makmur 4,62 10,99
7 Kwala Begumit 3,68 8,75
Jumlah 42,05 100
Sumber: Kecamatan Binjai dalam Angka 2018
Dari tabel 7 diatas diketahui bahwa Desa Tanjung Jati merupakan
Desa/Kelurahan dengan luas wilayah terbesar yaitu 13,41 km2
dan apabila
dipersentasekan mencapai 31,89% dari total luas wilayah Kecamatan Binjai
secara keseluruhan, sedangkan Desa Perdamaian merupakan Desa/Kelurahan
dengan luas wilayah terkecil yaitu 2,33 km2
dan apabila dipersentasekan hanya
mecapai 5,54% dari total luas wilayah Kecamatan Binjai secara keseluruhan.
3. Kependudukan
Penduduk di Kecamatan Binjai diklasifikasikan dengan beberapa kategori,
yang meliputi karakteristik masyarakat berdasarkan umur, jenis kelamin, dan
pekerjaan. Pembagian jumlah penduduk berdasarkan umur di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat selengkapnya disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Umur Tahun 2018
No Golongan Umur
(Tahun)
Penduduk Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 <10 4.858 4.578 9.436
2 11 – 20 4.361 4.096 8.457
3 21 – 30 3.757 3.632 7.389
4 31 – 40 3.341 3.350 6.691
5 41 – 50 2.846 2.810 5.656
6 >50 3.408 3.453 6.861
Jumlah 22.571 21.919 44.490
Sumber: Kecamatan Binjai dalam Angka 2018
Berdasarkan tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa umur penduduk yang
berdomisili di Kecamatan Binjai sangat beragam. Penduduk yang berada pada
37
usia produktif yaitu yang berusia 20 tahun – 50 tahun berjumlah 19.736 orang
atau 44% dari 44.490 penduduk di Kecamatan Binjai. Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk di wilayah ini hampir 50% penduduknya berumur produktif, angka ini
cukup berpengaruh terhadap proses pembangunan. Pembangunan dapat berjalan
dengan lancar jika semua elemen masyarakat produktif ini turut berpartisipasi
aktif didalamnya, terutama di bidang pertanian. Generasi penerus yang terdapat di
wilayah Kecamatan Binjai juga persentasenya tidak kalah banyak, berdasarkan
tabel 6 dapat diketahui bahwa generasi penerus yang terdapat di Kecamatan
Binjai sebesar 40,22% atau sebanyak 17.893 orang.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh menurut statistik kecamatan
tahun 2018 jumlah penduduk Kecamatan Binjai berdasarkan jenis kelamin
berjumlah 44.490 jiwa dimana laki-laki berjumlah 22.571 jiwa dan perempuan
berjumlah 21.919 jiwa. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Binjai bermata
pencaharian sebagai petani, perdagangan, PNS/TNI/POLRI, industri/kerajinan dan
angkutan. Berikut disajikan pada Tabel 9 banyaknya tenaga kerja yang bekerja
menurut lapangan pekerjaan di Kecamatan Binjai.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat Tahun 2018
No Desa
/kelurahan
Jenis Pekerjaan
Pertanian Industri/
Kerajinan
PNS/TNI/
POLRI
Dagan
g
Angk
utan
Lain-
lain
1 Tanjung Jati 1.548 1.461 96 412 108 616
2 Sidomulyo 1.381 254 45 877 112 690
3 Sendang
Rejo
1.248 45 301 686 61 116
4 Sambirejo 2.229 25 57 1.021 5 85
5 Perdamaian 830 325 83 614 28 652
6 Suka
Makmur
1.056 20 21 51 5 672
7 Kwala
Begumit
4.011 9 288 62 175 212
Jumlah 12.303 2.139 891 3.723 494 3.043
38
Sumber: Kecamatan Binjai dalam Angka 2018
Berdasarkan tabel 9 diatas diketahui bahwa mata pencaharian mayoritas
penduduk di Kecamatan Binjai adalah pertanian, khususnya tanaman pangan dan
hortikultura serta sebagian juga memiliki tanaman perkebunan. Pada tabel 9 diatas
dapat dilihat bahwa masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani di
Kecamatan Binjai sebanyak 12.303 orang dan jika di persentasekan menjadi
54,45% dari jumlah penduduk di Kecamatan Binjai. Dapat disimpulkan bahwa
Kecamatan Binjai merupakan daerah yang potensi pertanian nya sangat besar,
dimana luas areal di kecamatan ini sebagian besar diusahakan untuk kegiatan-
kegiatan pertanian, baik itu pertanian tanaman pangan, hortikultura ataupun
perkebunan.
4. Luas Lahan Menurut Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Binjai sangat bervariatif. Untuk lebih
jelasnya luas penggunaan lahan di Kecamatan Binjai disajikan pada tabel 10.
Tabel 10. Luas Lahan Menurut Penggunaan Lahan Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat 2018
No Desa/kelurahan Lahan
Sawah (Ha)
Lahan
Kering (Ha)
Lahan Non
Pertanian
(Ha)
Jumlah
1 Tanjung Jati 20 1.304 17 1.341
2 Sidomulyo 388 99 47 534
3 Sendang Rejo 201 141 34 376
4 Sambirejo 423 327 141 891
5 Perdamaian 32 358 72 462
6 Suka Makmur 217 120 31 368
7 Kwala Begumit 30 158 45 233
Jumlah 1.311 2.570 387 4.205
Sumber: Kecamatan Binjai dalam Angka 2018
Berdasarkan tabel 10 dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar lahan yang
terdapat di Kecamatan Binjai digunakan untuk lahan pertanian baik itu lahan
sawah maupun lahan kering. Luas lahan pertanian yang terdapat di Kecamatan
39
Binjai secara keseluruhan adalah 3.881 Ha, dimana lahan sawah memiliki luas
1.311 Ha dan lahan kering memiliki luas 2.570 Ha, sedangkan lahan non pertanian
memiliki luas 387 Ha.
B. Hasil Pengkajian
1. Karakteristik Internal Petani Responden
a. Umur Responden
Umur responden yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu lama hidup
yang telah dijalani oleh petani responden. Umur petani kakao yang menjadi
responden dalam penelitian ini yaitu mulai dari umur 25 tahun sampai dengan
umur 60 tahun. Petani kakao yang menjadi responden dalam penelitian ini
memiliki keragaman dalam tingkatan usia, distribusi tingkatan usia responden
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Distribusi Tingkatan Usia Responden
No Klasifikasi umur
(Tahun)
Jumlah Responden Presentase(%)
1 25-30 1 3.125
2 31-36 1 3.125
3 37-42 9 28.125
4 43-48 10 31.25
5 49-54 7 21.875
6 55-60 4 12.5
Jumlah 32 100 Sumber: Pengolahan data primer (2019)
40
Data pada tabel 11 menunjukkan bahwa responden didominasi oleh
kelompok pada rentang usia antara 43-48 tahun yaitu sebanyak 10 responden dan
bila dipersentasekan mencapai angka 31.25 %. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) yaitu pada rentang usia 15-60 tahun digolongkan sebagai usia produktif,
maka dapat disimpulkan bahwa semua petani kakao yang menjadi responden
dalam penelitian ini adalah petani dalam kelompok usia produktif. Berdasarkan
usia kerja menurut Kementerian Tenaga Kerja yaitu mulai dari usia > 18 Tahun (
UU No.13 Tahun 2003), maka dapat diambil kesimpulan bahwa semua petani
yang menjadi responden dalam penelitian ini tergolong pada usia kerja.
Kelompok usia petani kakao yang menjadi responden dalam penelitian ini
tergolong dalam usia yang produktif. Biasanya kelompok usia produktif
mempunyai semangat bekerja yang lebih besar bila dibandingkan dengan
kelompok usia nonproduktif, sehingga usia produktif sangat berpotensi untuk
meningkatkan perannya di setiap kegiatan.
b. Pendidikan Responden
Pendidikan responden dalam penelitian ini yaitu pendidikan formal yang
telah ditempuh oleh petani responden, mulai dari tingkat pendidikan yang paling
rendah yaitu SD hingga pada tingkat pendidikan perguruan tinggi. Petani kakao
yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang
berbeda-beda. Adapun distribusi tingkat pendidikan responden disajikan pada
tabel 12.
Tabel 12. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden
No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (100%)
1 SD 4 12.5
2 SMP 6 18.75
3 SMA 20 62.5
4 Perguruan Tinggi 2 6.28
Jumlah 32 100
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
41
Dari data pada tabel 12 diperoleh informasi bahwa untuk tingkat
pendidikan responden didominasi oleh tingkat pendidikan SMA sederajat yaitu
sebanyak 20 responden bila dipersentasekan maka mencapai angka sebesar 62,55
% dari jumlah seluruh responden, maka dapat diambil kesimpulan bahwa petani
kakao yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan
yang tergolong tinggi.
Jika dilihat pada tabel 12 bahwa seluruh responden telah mengenyam
pendidikan dan telah menamatkan setidaknya tingkat pendidikan yang paling
rendah yaitu Sekolah Dasar (SD) dan untuk tingkat pendidikan SMA
mendominasi tingkat pendidikan petani responden. Hal ini menunjukkan bahwa
petani responden menyadari akan arti penting pendidikan. Tingkat pendidikan
yang ditempuh seseorang dapat mempengaruhi cara berpikir, memberikan
pengetahuan dan mendukung usaha tani yang dilakukan. Tingkat pendidikan
responden juga sangat mempengaruhi kemampuan responden untuk menerima
inovasi yang diberikan.
c. Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin petani kakao yang menjadi responden dalam penelitian ini
dapat dibedakan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin dapat
menunjukkan tingkat keaktifan dan peranan yang diberikan dalam menjalankan
usahatani. Distribusi jenis kelamin petani responden dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Distribusi Jenis Kelamin Petani Responden
No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Laki-laki 27 84,375
2 Perempuan 5 15,625
Jumlah 32 100
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Tabel 13 menunjukkan bahwa jenis kelamin petani responden didominasi
oleh jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 27 responden dan apabila
42
dipersentasekan maka mencapai angka 84,375 %. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam kegiatan pengendalian hama PBK dengan menggunakan teknik P3S laki-
laki lebih banyak berperan terlebih mereka merupakan tulang punggung keluarga
serta aktif berperan dalam melakukan usahatani serta sebagai pengambil
keputusan dalam menjalankan usahatani.
d. Luas Lahan Responden
Luas lahan yang digunakan oleh petani responden untuk budidaya tanaman
kakao dapat mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan oleh petani
responden dalam budidaya kakao. Distribusi luas lahan responden dapat dilihat
pada tabel 14.
Tabel 14. Distribusi Luas Lahan Respon
No Luas Lahan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 0,5 Ha-1,5 Ha 31 96,875
2 1,6 Ha-2,1 Ha 1 3,125
Jumlah 32 100
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Berdasarkan tabel 14 diketahui bahwa rata-rata petani responden memiliki
dan menggunakan lahan untuk budidaya tanaman kakao yaitu antara 0,5 Ha-1 Ha.
Lahan petani responden tersebut merupakan lahan milik sendiri. Luas lahan dapat
mempengaruhi produksi tanaman kakao yang tentu nya mempengaruhi
pendapatan petani kakao responden.
e. Pendapatan Responden
Pendapatan responden yaitu pendapatan yang diperoleh oleh petani kakao
responden dalam budidaya kakao dalam 1 bulan. Pendapatan responden
dipengaruhi oleh beberapa hal salah satu nya yaitu luas lahan, responden dengan
43
kepemilikan lahan yang luas cenderung memiliki pendapatan yang lebih bila
dibandingkan dengan respon dengan kepemilikan lahan yang lebih sedikit.
Distribusi pendapatan responden dapat dilihat dalam tabel 15.
Tabel 15. Distribusi Pendapatan Responden
No Pendapatan (Rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Rp 100.000-Rp 500.000 31 96,875
2 Rp 600.000-Rp 1000.000 1 3,125
Jumlah 32 100
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Berdasarkan tabel 15 dapat diketahui bahwa rata-rata petani kakao yang
menjadi responden dalam penelitian ini masih tergolong rendah dimana sebanyak
31 orang atau apabila di persentasekan yaitu 96,875 % memiliki pendapatan
berkisar antara Rp 100.000-Rp 500.000/bulan dari usaha budidaya kakao nya.
f. Pengalaman Responden
Pengalaman responden merupakan pengalaman petani kakao responden
dalam budidaya kakao. Pengalaman responden dilihat dari berapa lama responden
dalam membudidayakan kakao. Distribusi pengalaman petani responden dalam
budidaya kakao dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Distribusi Pengalaman Petani Responden
No Pengalaman (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 5-10 tahun 3 9,375
2 11-15 tahun 1 3,125
3 16-20 tahun 12 37,5
4 21-25 Tahun 11 34,375
5 >25 tahun 5 15,625
44
Jumlah 32 100
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Dari tabel 16 diatas dapat disimpulkan bahwa petani kakao yang menjadi
responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman yang cukup lama dalam
budidaya kakao,dimana rata-rata petani kakao sudah memiliki pengalaman dalam
budidaya kakao selama rentang 16-20 tahun yaitu sebanyak 12 responden dan
apabila dipersentasekan maka sampai pada angka 37,5 %. Pengalaman yang
dimiliki oleh petani menjadi salah satu faktor untuk melihat dan memandang
suatu inovasi dan dengan pengalaman yang dimiliki petani lebih mudah dalam
menentukan suatu keputusan.
2. Karakteristik Eksternal Petani Responden
a. Interaksi Sosial Responden
Interaksi sosial responden dengan petani lain merupakan hubungan yang
menimbulkan komunikasi dan interaksi. Interaksi sosial responden yang dimaksud
dalam penelitian ini yaitu interaksi yang membahas mengenai pertanian dan
khususnya pembahasan mengenai budidaya tanaman kakao. Distribusi interaksi
sosial responden dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Distribusi Interaksi Sosial Responden
No Interaksi dengan petani
lain/Minggu
Jumlah (Orang) Persentase
1 1-2 kali 29 90,625
2 3-4 kali 3 9,375
Jumlah 32 100
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Berdasarkan tabel 17 dapat kita ambil kesimpulan bahwa interaksi sosial
responden dengan petani lain cenderung ke dalam kategori rendah, dimana
sebanyak 29 orang petani responden memiliki intensitas interaksi dengan petani
45
lain yaitu sebanyak 1-2 kali dalam seminggu, sementara petani responden yang
memiliki intensitas interaksi yang cukup tinggi hanya berjumlah 3 orang.
b. Intensitas Mengikuti Penyuluhan
Intensitas mengikuti penyuluhan dalam penelitian ini yaitu seberapa sering
petani responden mengikuti kegiatan penyuluhan dalam satu tahun. Distribusi
intensitas petani responden mengikuti penyuluhan dapat dilihat pada tabel 18.
Tabel 18. Distribusi Intensitas Responden Mengikuti Penyuluhan
No Intensitas mengikuti
penyuluhan
Jumlah (orang) Persentase (%)
1 1- 5 kali 22 68,75
2 6-10 kali 10 31,25
Jumlah 32 100
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Berdasarkan tabel 18 dapat kita lihat bahwa intensitas petani responden
mengikuti penyuluhan cenderung rendah, dimana sebanyak 22 orang petani
responden hanya mengikuti penyuluhan sekitar 1-5 kali dalam satu tahun,
sementara untuk 10 petani responden lainnya mengikuti penyuluhan sekitar 6-10
kali dalam satu tahun.
C. Pembahasan Pengkajian
1. Analisis Tingkat Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen Sering Dan Sanitasi) Dalam Pengendalian Hama
PBK Di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
Pengukuran tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dilakukan dengan cara pembagian
kuisioner kepada 32 orang petani responden. Persepsi petani terhadap teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) merupakan penilaian
petani terhadap teknik P3S dalam pengendalian hama PBK, yang meliputi aspek-
aspek : kerumitan teknik P3S untuk dilaksanakan, sarana produksi yang
46
digunakan, keuntungan, dan hasil nyata penerapan teknik P3S. Persepsi petani
responden dikategorikan menjadi : sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi. Distribusi petani responden berdasarkan tingkat persepsi terhadap
aspek-aspek teknik P3S disajikan pada tabel 19.
Tabel 19. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Tingkat Persepsi Terhadap
Aspek-Aspek Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering
Dan Sanitasi)
No Aspek persepsi Skor
Ideal
Skor
diperoleh
Persentase
(%)
Kategori
1 Tingkat
Kerumitan
640 368 57,5 Sedang
2 Sarana Produksi 640 336 52,5 Sedang
3 Keuntungan 800 602 75,25 Tinggi
4 Hasil nyata 800 600 75 Tinggi
Persepsi 65,06 Tinggi
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Pada tabel 19 dapat dilihat bahwa persepsi petani terhadap teknik P3S
dalam pengendalian hama PBK berada dalam kategori tinggi.
a. Persepsi Petani Terhadap Tingkat Kerumitan
Persepsi petani terhadap tingkat kerumitan mengacu pada penilaian petani
tentang mudah atau tidaknya teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK untuk dilakukan.
Berdasarkan tabel 19 diketahui bahwa skor yang diperoleh yaitu sebesar 368 atau
apabila dipersentasekan mencapai 57,5 % dari jumlah skor maksimum yang dapat
diperoleh yaitu 640. Berdasarkan skor yang diperoleh dari pembagian kuisioner
kepada 32 petani responden maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi
petani mengenai tingkat kerumitan teknik P3S terletak pada kategori sedang.
47
Persepsi petani terhadap tingkat kerumitan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
secara garis kontinum dapat dilihat pada gambar 2.
Sangat
Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
0 20 40 57,5 60 80 100
Gambar 2. Garis Kontinum Persentase Persepsi Petani Terhadap Kerumitan
Tingkat kerumitan dalam teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK diukur berdasarkan mudah
tidak nya teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
untuk dilakukan, banyak tidak nya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dan panjang
atau pendek nya proses teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) untuk dilakukan.
Soekartawi (2005), mengatakan bahwa tingkat kerumitan suatu inovasi
mempengaruhi proses adopsi inovasi oleh petani. Semakin mudah teknologi baru
dapat dipraktikkan, maka semakin cepat pula proses adopsi inovasi yang
dilakukan petani. Berdasarkan wawancara dilapangan dengan petani responden,
bahwa kegiatan Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi pada
tanaman kakao tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Hal ini dapat terjadi karena
sebagian besar petani responden mengatakan bahwa penerapan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) tidak terlalu banyak
menyita waktu petani dan penerapannya pun tergolong mudah.
b. Persepsi Petani Terhadap Sarana Produksi
Persepsi petani terhadap sarana produksi mengacu pada mudah atau sulit
nya sarana yang diperlukan dalam teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) untuk diperoleh, Terjangkau nya harga sarana yang
48
dibutuhkan untuk melaksanakan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) serta memadai atau tidak memadainya sarana yang diperlukan
untuk melakukan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi).
Berdasarkan tabel 19 diketahui bahwa skor yang diperoleh untuk persepsi
petani terhadap sarana produksi yaitu sebesar 336 atau apabila dipersentasekan
mencapai 52,5 % dari jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh yaitu 640.
Berdasarkan skor yang diperoleh dari pembagian kuisioner kepada 32 petani
responden maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi petani mengenai
sarana produksi dalam teknik P3S terletak pada kategori sedang.
Persepsi petani terhadap sarana produksi dalam teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
secara garis kontinum dapat dilihat pada gambar 3.
Sangat
Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
0 20 40 52,5 60 80 100
Gambar 3. Garis Kontinum Persentase Persepsi Petani Terhadap Sarana Produksi
Sarana produksi dalam pertanian terdiri dari alat-alat pertanian, pupuk dan
pestisida, dimana alat-alat pertanian digunakan untuk mengelolah lahan dan
tanaman. Dengan sistem pengelolahan lahan dengan baik maka akan diperoleh
hasil yang lebih bagus. Pupuk juga sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman
karena akan membantu proses pertumbuhan tanaman. Sarana produksi yang
digunakan oleh petani responden untuk melakukan teknik P3S terdiri dari gunting
pangkas, gunting panen, cangkul, babat, arit dan pupuk NPK.
Berdasarkan gambar 3 diketahui bahwa persepsi petani terhadap sarana
produksi dalam teknik P3S berada dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum sarana yang dibutuhkan dalam kegiatan P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) tidak terlalu sulit untuk diperoleh, harga
49
sarana yang dibutuhkan untuk melakukan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) tidak terlalu mahal dan masih terjangkau serta cukup
memadainya sarana yang dimiliki oleh petani untuk melakukan kegiatan P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
c. Persepsi Petani Terhadap Keuntungan
Persepsi petani terhadap keuntungan mengacu pada penilaian petani
terhadap keuntungan yang diperoleh petani dalam penerapan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi), keuntungan dalam hal
penghematan biaya dalam pengendalian hama PBK serta keuntungan dalam hal
penggunaan tenaga kerja dalam pengendalian hama PBK.
Berdasarkan tabel 19 diketahui bahwa skor yang diperoleh untuk persepsi
petani terhadap keuntungan yaitu sebesar 602 atau apabila dipersentasekan
mencapai 72,25 % dari jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh yaitu 640.
Berdasarkan skor yang diperoleh dari pembagian kuisioner kepada 32 petani
responden maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi petani mengenai
keuntungan dalam penerapan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) terletak pada kategori tinggi.
Persepsi petani terhadap keuntungan dalam teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
secara garis kontinum dapat dilihat pada gambar 4.
Sangat
Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
0 2 40 60 72,25 80 100
Gambar 4. Garis Kontinum Persentase Persepsi Petani Terhadap Keuntungan
50
Berdasarkan gambar 4 diketahui bahwa persepsi petani terhadap
keuntungan dalam teknik P3S berada dalam kategori tinggi. Soekartawi (2005),
menyatakan bahwa teknologi baru akan memberikan keuntungan yang relatif
lebih besar dari nilai yang dihasilkan oleh teknologi lama, maka kecepatan adopsi
inovasi akan berjalan lebih cepat. Secara umum penggunaan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama
PBK sangat menguntungkan. karena pengendalian hama PBK dengan
menggunakan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
dapat meningkatkan pendapatan petani, Pengendalian hama PBK dengan teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) lebih menghemat
biaya dari pada pengendalian dengan cara lain serta tidak memerlukan tenaga
kerja yang banyak.
d. Persepsi petani terhadap hasil nyata
Persepsi petani terhadap hasil nyata mengacu pada penilaian petani
terhadap hasil yang dapat dirasakan oleh petani dalam penerapan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi), bertambah nya produksi
kakao, semakin baik nya mutu dan kwalitas tanaman kakao serta berkurangnya
serangan hama PBK pada tanaman kakao.
Berdasarkan tabel 19 diketahui bahwa skor yang diperoleh untuk persepsi
petani terhadap hasil nyata yaitu sebesar 600 atau apabila dipersentasekan
mencapai 75 % dari jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh yaitu 640.
Berdasarkan skor yang diperoleh dari pembagian kuisioner kepada 32 petani
responden maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi petani mengenai hasil
nyata dalam penerapan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) terletak pada kategori tinggi.
Persepsi petani terhadap hasil nyata dalam teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
secara garis kontinum dapat dilihat pada gambar 5.
Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
51
Rendah Tinggi
0 20 40 60 75 80 100
Gambar 5. Garis Kontinum Persentase Persepsi Petani Terhadap hasil nyata
Berdasarkan gambar 5 diketahui bahwa persepsi petani terhadap hasil
nyata dalam teknik P3S berada dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
secara umum hasil nyata penggunaan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK lebih terlihat karena
dengan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
kwalitas dan mutu tanaman kakao lebih baik, dengan penerapan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) tanaman kakao lebih sehat
dan hasil produksi kakao pun lebih tinggi.
2. Analisis Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Petani Dengan
Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) Dalam Pengendalian Hama PBK di
Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
Analisis hubungan faktor internal dan eksternal petani dilakukan untuk
melihat hubungan antara faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi
petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat. Analisis hubungan faktor internal dan eksternal petani dengan persepsi
petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Uji korelasi Rank
Spearman dilakukan dengan menggunakan SPSS 22 for windows dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Angka korelasi berkisar 0 s/d 1.
2. Angka korelasi menentukan kuat atau lemah nya hubungan antar kedua
variabel dengan patokan sebagai berikut :
a. 0-0.25 : Korelasi sangat lemah
52
b. >0.25-0.5 : Korelasi cukup erat
c. >0.5-0.75 : Korelasi erat
d. >0.75-1 : Korelasi sangat erat
3. Korelasi dapat positif dan negatif. Korelasi negatif menunjukkan arah yang
sama hubungan antar variabel.
4. Signifikansi hubungan dua variabel
ditentukan sebagai berikut :
a. Jika probabilitas <0,05, maka hubungan kedua variabel signifikan
b. Jika probabilitas >0,05, maka hubungan kedua variabel tidak
signifikan.
Berikut adalah hasil analisis hubungan faktor internal dan eksternal petani
dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
a. Hubungan Antara Faktor Internal Petani Responden Dengan Teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering dan Sanitasi)
1). Hubungan Antara Umur Dengan Persepsi Petani
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara umur
dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi). Hasil analisis hubungan antara umur dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
disajikan pada tabel 20.
Tabel 20. Analisis Hubungan Antara Umur dengan Persepsi Petani Terhadap
Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering Dan Sanitasi)
Persepsi Petani Umur
Sign (2-tailed) Koefisien Korelasi
Kerumitan 0,021 -0,405*
Sarana Produksi 0,012 0,437*
53
Keuntungan 0,009 0,457**
Hasil Nyata 0,047 0,353*
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Keterangan
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
a) Hubungan Antara Umur Dengan Kerumitan
Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa umur dengan
persepsi petani terhadap kerumitan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) memilki nilai sig (2-tailed) atau probabilitasnya 0,021 dengan
koefisien korelasi sebesar -0,405, artinya bahwa terdapat hubungan yang
signifikan dan cukup erat antara umur dengan kerumitan. Nilai koefisien korelasi
menunjukkan bahwa umur dan kerumitan berhubungan tidak searah, hal ini
menunjukkan bahwa semakin tua umur maka kemampuan dan persepsi petani
dalam menganalisis suatu inovasi ditinjau dari kerumitan inovasi tersebut semakin
turun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Priyo Utomo (2012) yang
menjelaskan bahwa umur berhubungan sangat nyata dengan persepsi tentang
kerumitan terhadap inovasi budidaya padi dengan metode System Of Rice
Intensification untuk Petani SRI. Hasil dilapangan menunjukkan bahwa semua
responden dalam penelitian ini adalah petani kakao dalam kelompok usia
produktif, hal ini berarti bahwa petani responden dianggap mampu dalam
menganalisis kerumitan dalam pelaksanaan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh pangesti (2012), bahwa pada usia produktif merupakan usia yang
paling berperan dan memiliki kemampuan kognitif yang baik.
b) Hubungan Antara Umur Dengan Sarana Produksi
Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa umur dengan
persepsi petani terhadap sarana produksi teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) memilki nilai sig (2-tailed) atau probabilitasnya 0,012
dengan koefisien korelasi sebesar 0,437, artinya bahwa terdapat hubungan yang
54
signifikan dan cukup erat antara umur dengan sarana produksi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa umur responden memiliki hubungan yang nyata dan kuat
dengan persepsi nya terhadap sarana produksi yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan kegiatan usaha taninya. Dalam penelitian ini petani responden
memiliki rata-rata usia yang produktif hal ini menunjukkan bahwa usia responden
memiliki kematangan dalam berpikir terhadap sarana yang diperlukan dalam
melakukan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
c) Hubungan Antara Umur Dengan Keuntungan
Pada tabel 20 menunjukkan hasil korelasi Rank Spearman antara umur
dengan persepsi petani terhadap keuntungan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil korelasi Rank Spearman diperoleh
nilai sig (2-tailed) sebesar 0,009 dengan koefisien korelasi sebesar 0,457 artinya
bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara umur dengan
persepsi petani terhadap keuntungan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) . Hal ini bermakna bahwa semakin bertambah nya
umur responden maka persepsi nya terhadap keuntungan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) semakin tinggi. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Priyo Utomo (2012) yang menjelaskan bahwa umur
berhubungan nyata positif dengan persepsi tentang keuntungan relatif terhadap
inovasi budidaya padi dengan metode System Of Rice Intensification untuk Petani
SRI.
Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa semua responden dalam
penelitian ini memiliki umur antara 25-60 tahun, dimana umur ini masuk dalam
kategori usia produktif sehingga adopsi teknologi dapat dilakukan dengan cepat.
Petani yang berusia muda cenderung akan mencari metode baru yang dapat
meningkatkan produksi serta memberikan keuntungan secara ekonomi.
d) Hubungan Antara Umur Dengan Hasil Nyata
Pada tabel 20 hasil analisis korelasi Rank Spearman antara umur dengan
persepsi petani terhadap hasil nyata teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) diperoleh nilai sig (2-tailed) sebesar 0,047 dengan
55
koefisien korelasi sebesar 0,353 artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dan cukup erat antara umur dengan persepsi petani terhadap hasil nyata teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian
hama PBK.
Umur responden yang tergolong kedalam usia produktif membuat
responden mampu melihat hasil dari pelaksanaan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
2) Hubungan Antara Pendidikan Dengan Persepsi Petani
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara
pendidikan dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil analisis hubungan antara
pendidikan dengan persepsi petani terhadap teknik P 3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) disajikan pada tabel 21.
Tabel 21. Analisis Hubungan Antara Pendidikan dengan Persepsi Petani Terhadap
Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering Dan Sanitasi)
Persepsi Petani Pendidikan
Sign (2-tailed) Koefisien Korelasi
Kerumitan 0,585 0,101
Sarana Produksi 0,824 0,041
Keuntungan 0,297 -0,190
Hasil Nyata 0,387 0,158
Sumber: Pengolahan data primer 2019
Dari tabel 21 diketahui bahwa pendidikan tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi), hal ini terjadi karena tidak selamanya
pendidikan membentuk keyakinan dan pandangan terhadap suatu inovasi.
a) Hubungan Antara Pendidikan Dengan Kerumitan
56
Hasil analisis korelasi Rank Spearman antara pendidikan dengan kerumitan
diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,585 dengan koefisien korelasi sebesar 0,101.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan petani tidak memiliki hubungan dengan
persepsi petani terhadap kerumitan teknik teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi). Hal ini terjadi karena selama petani responden
mengenyam pendidikan di sekolah, petani tidak pernah diajarkan tentang teknik
P3S ataupun informasi akan teknik P3S itu sendiri sehingga tidak ada hubungan
yang terjadi antara pendidikan dengan persepsi terhadap tingkat kerumitan teknik
P3S. Melalui pendidikan, petani tidak mengetahui apakah teknik P3S tersebut
rumit atau tidak.
Hasil pengkajian ini sejalan dengan hasil penelitian Ufik, dkk (2016)
menyebutkan bahwa pendidikan formal petani tidak berhubungan signifikan
dengan persepsi petani terhadap kerumitan penggunaan pupuk organik cair limbah
etanol karena baik pendidikan petani tinggi maupun rendah, petani beranggapan
bahwa pupuk organik terlalu mahal (dinilai dari segi harga dan bukan dari
kerumitan).
b) Hubungan Antara Pendidikan Dengan Sarana Produksi
Analisis korelasi Rank Spearman antara pendidikan dengan sarana produksi
diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,824 dengan koefisien korelasi sebesar 0,041,
hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan persepsi petani terhadap sarana produksi. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widoretno Damayanti (2010)
bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan formal dengan
persepsi terhadap budidaya wijen.
Sama halnya dengan hubungan antara pendidikan terhadap kerumitan P3S,
pendidikan juga tidak berhubungan terhadap sarana produksi. Dikarenakan selama
di sekolah dulu petani tidak pernah diajarkan tentang teknik P3S sebagai
pengendalian hama PBK tanaman kakao termasuk tentang ketersediaan sarana
produksi, harga sarana produksi, sifat kerja sarana produksi, maupun akses dalam
memperoleh sarana produksi itu apakah mudah atau sulit. Kondisi ini menjadi
57
alasan mengapa pendidikan petani kakao di Kecamatan Binjai tidak berhubungan
dengan persepsi petani terhadap sarana produksi teknik P3S dalam pengendalian
hama PBK tanaman kakao.
c) Hubungan Antara Pendidikan Dengan Keuntungan
Hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendidikan dengan persepsi petani terhadap keuntungan.
Analisis korelasi Rank Spearman antara pendidikan dan persepsi petani terhadap
keuntungan diperoleh sign (2-tailed) 0,297 dengan koefisien korelasi sebesar -
0,190, hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan persepsi petani terhadap
keuntungan.
Selain petani tidak pernah mendapatkan informasi tentang teknik P3S dalam
pengendalian hama PBK tanaman kakao baik itu cara melakukan termasuk di
dalamnya tingkat kerumitan pelaksanaan teknik P3S tersebut, sarana produksi
yang dibutuhkan, petani juga tidak mengetahui keuntungan yang diperoleh
sebagai akibat dari melaksanakan teknik P3S tersebut dalam pengendalian hama
PBK. Meski rata-rata petani responden telah menamatkan pendidikan tingkat
SMA, tetap saja tidak ada hubungannya terhadap persepsi petani dalam
keuntungan dilakukannya teknik P3S ini dalam pengendalian hama PBK.
Pendidikan yang tinggi tidak menjamin petani akan selalu memiliki persepsi yang
tinggi pula atau berhubungan terhadap suatu inovasi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Syahirul Alim dan Lilis Nurlina (2007), bahwa
tidak terdapat huubungan antara pendidikan dengan persepsi peternak terhdap
inseminasi buatan.
d) Hubungan Antara Pendidikan Dengan Hasil Nyata
Analisis korelasi Rank Spearman antara pendidikan dengan hasil nyata di
peroleh sign (2-tailed) 0,387 dengan koefisien korelasi sebesar 0,158, hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan
dengan persepsi petani terhadap hasil nyata. Hubungan yang tidak signifikan
terjadi karena tidak selamanya pendidikan membentuk keyakinan dan pandangan
58
seseorang terhadap suatu inovasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Widiyastuti,dkk (2016), bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan formal petani dengan persepsinya terhadap
pengembangan SRI di Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang.
Kondisi petani responden tentang hubungan antara pendidikan dengan
persepsi akan hasil nyata yang diperoleh dengan melaksanakan teknik P3S tidak
jauh berbeda dengan hubungan pendidikan terhadap persepsi tingkat kerumitan,
sarana produksi, dan keuntungan melakukan teknik P3S. Melalui pendidikan yang
pernah ditempuh oleh petani responden, petani juga tidak mendapatkan ilmu atau
informasi seperti apa gambaran hasil nyata yang diperoleh jika melaksanakan
teknik P3S untuk mengendalikan hama PBK sehingga hal ini mampu menjelaskan
bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan baik itu tingkat SD, SMP, SMA,
maupun perguruan tinggi terhadap persepsi petani akan hasil nyata penerapan P3S
dalam pengendalian hama PBK tanaman kakao.
3) Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Persepsi Petani
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara luas lahan
dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi). Hasil analisis hubungan antara luas lahan dengan persepsi
petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) disajikan pada tabel 22.
Tabel 22. Analisis Hubungan Antara Luas Lahan dengan Persepsi Petani
Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering Dan
Sanitasi)
Persepsi Petani Luas Lahan
Sign (2-tailed) Koefisien Korelasi
Kerumitan 0,303 -0,188
Sarana Produksi 0,959 -0,009
Keuntungan 0,930 0,016
Hasil Nyata 0,964 -0,008
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
59
Dari hasil analisis korelasi Rank Spearman diketahui bahwa luas lahan
kakao yang dimiliki petani tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi).
a) Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Kerumitan
Hasil analisis korelasi Rank Spearman antara luas dengan kerumitan
diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,303 dengan koefisien korelasi sebesar -0,188,
hal ini menunjukkan bahwa luas lahan kakao yang dimiliki petani tidak memiliki
hubungan dengan persepsi petani terhadap kerumitan teknik teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil analisa di lapangan
menunjukkan bahwa baik jumlah lahan petani luas ataupun sempit, tidak ada
hubungannya terhadap kerumitan dalam pelaksanaan teknik P3S tersebut. Hal ini
dikarenakan level kerumitan teknik P3S tersebut dinilai sama oleh petani tanpa
dipengaruhi oleh luas dan sempitnya lahan kakao mereka.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widiyastuti, dkk (2016) yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara luas lahan dengan persepsi petani terhadap pengembangan SRI
di Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang. Petani yang menjadi responden dalam
penelitian ini berpendapat bahwa dengan lahan kakao yang luas, tidak membuat
tingkat kerumitan berkurang ataupun menjadi bertambah dan sebaliknya dengan
lahan kakao yang sempit sekalipun tidak membuat tingkat kerumitan berkurang
maupun bertambah juga karena tingkat kerumitan teknik P3S dinilai sama oleh
petani meski dilakukan untuk lahan yang luas ataupun sempit.
b) Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Sarana Produksi
Untuk analisis korelasi Rank Spearman antara luas lahan dengan sarana
produksi diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,959 dengan koefisien korelasi sebesar
-0,009, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara luas lahan yang dimiliki petani dengan persepsi petani terhadap sarana
produksi.
60
Hasil analisa dilapangan diketahui bahwa petani yang memiliki lahan yang
luas maupun petani yang memiliki lahan yang sempit tetap menggunakan jenis
sarana produksi yang sama dalam pelaksanaan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK. Lahan
yang luas maupun sempit tidak berpengaruh terhadap sarana produksi yang
digunakan petani untuk melakukan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi).
c) Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Keuntungan
Analisis korelasi Rank Spearman antara luas lahan dan persepsi petani
terhadap keuntungan diperoleh sign (2-tailed) 0,930 dengan koefisien korelasi
sebesar 0,016, hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara luas lahan dengan persepsi petani terhadap
keuntungan.
Luas lahan yang dimiliki petani kakao di Kecamatan Binjai dimana sebanyak
96,875% petani memiliki luas lahan antara 0,5 Ha hingga 1,5 Ha tidak
berhubungan terhadap persepsi petani akan keuntungan melaksanakan teknik P3S
dalam pengendalian hama PBK. Melalui hasil analisa di lapangan menunjukkan
bahwa baik lahan yang luas maupun sempit, keuntungan dari teknik P3S tersebut
akan tetap sama. Bukan berarti saat lahan kakao yang dimiliki petani luas maka
keuntungan yang dihasilkan oleh teknik P3S ini juga akan semakin besar atau
keuntungan akan semakin kecil. Atau jika lahan kakao yang dimiliki petani
responden sempit, bukan berarti keuntungan dari teknik P3S ini juga akan kecil
atau bahkan akan besar sehingga dapat disimpulkan bahwa luas atau sempitnya
lahan yang dimiliki petani di Kecamtan Binjai tidak berhubungan dengan persepsi
petani terhadap keuntungan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Priyo (2012)
dalam penelitiannya bahwa luas lahan tidak memiliki hubungan terhadap persepsi
akan keuntungan.
d) Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Hasil Nyata
Untuk analisis korelasi Rank Spearman antara luas lahan dengan hasil nyata
di peroleh sign (2-tailed) 0,964 dengan koefisien korelasi sebesar -0,008, hal ini
61
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara luas lahan
dengan persepsi petani terhadap hasil nyata.
Hasil analisa di lapangan menunjukkan bahwa luas lahan tidak berhubungan
dengan hasil nyata yang diperoleh dengan melakukan teknik P3S karena baik
lahan petani yang luas maupun sempit, hasil nyata yang diperoleh melalui
pelaksanaan teknik P3S akan tetap sama. Lahan petani yang luas tidak
memberikan hasil nyata baik berupa peningkatan produksi yang berbeda, mutu
hasil panen yang berbeda, atau tanaman kakao yang lebih sehat dibanding dengan
lahan petani yang sempit yang juga melakukan teknik P3S. Sama halnya dengan
lahan petani kakao yang sempit tidak akan memberikan hasil nyata yang berbeda
dengan kakao pada lahan yang luas. Misalnya produksi kakao di lahan salah satu
petani adalah 1 ton/Ha/tahun maka di lahan yang hanya 0,5 Ha pun akan
menghasilkan kakao sebanyak 0,5 ton/Ha/tahun atau tingkat peningkatan
produknya tetap sama karena teknik yang dilakukanpun sama yaitu teknik P3S.
Bukan berarti jika luas lahan misalnya 2 Ha atau cukup luas maka produksi
setahun sebanyak 2 ton sementara produksi di luas lahan yang hanya 1 Ha atau
sempit menghasilkan produk hanya 0,2 ton saja per tahun.
4) Hubungan Antara Pengalaman Dengan Persepsi Petani
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara
pengalaman petani dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil analisis hubungan antara
pengalaman dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) disajikan pada tabel 23.
62
Tabel 23. Analisis Hubungan Antara Pengalaman dengan Persepsi Petani
Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering Dan Sanitasi)
Persepsi Petani Pengalaman
Sign (2-tailed) Koefisien Korelasi
Kerumitan 0,014 -0,429*
Sarana Produksi 0,001 0,552**
Keuntungan 0,000 0,660**
Hasil Nyata 0,049 0,351*
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Keterangan
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
a) Hubungan Antara Pengalaman Dengan Kerumitan
Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa pengalaman
dengan persepsi petani terhadap kerumitan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) memilki nilai sig (2-tailed) atau
probabilitasnya 0,014 dengan koefisien korelasi sebesar -0,429 artinya bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara pengalaman petani
dengan kerumitan. Koefisien korelasi menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang
tidak searah antara pengalaman dengan persepsi petani terhadap tingkat
kerumitan, Hal ini berarti bahwa semakin besar pengalaman yang dimiliki petani
maka persepsi petani akan kerumitan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) semakin kecil.
Hasil penelitian Priyo (2012) juga mengatakan hal yang sama bahwa
pengalaman atau lamanya seseorang berusahatani berhubungan terhadap persepsi
petanai akan kerumitan suatu inovasi. Semakin lama petani melakukan suatu
usahatani, maka tingkat kerumitan tehadap suatu inovasi akan rendah karena
petani sudah terampil dan lebih mudah memahami suatu inovasi.
Kondisi di Kecamatan Binjai menunjukkan bahwa sebesar 71,875% petani
telah membudidayakan kakao selama 16-25 tahun. Dengan lamanya petani
63
membudidayakan kakao tersebut membuat petani memiliki persepsi bahwa
dengan pengalaman tersebut, petani tidak sulit lagi dalam melakukan teknik P3S
karena petani sudah pernah melakukannya.
b) Hubungan Antara Pengalaman Dengan Sarana Produksi
Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa pengalaman
dengan persepsi petani terhadap sarana produksi teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) memilki nilai sig (2-tailed) atau
probabilitasnya 0,001 dengan koefisien korelasi sebesar 0,552, artinya bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dan erat antara pengalaman dengan sarana
produksi. Hal ini berarti bahwa pengalaman responden memiliki hubungan yang
nyata dan kuat dengan persepsi nya terhadap sarana produksi yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi).
Dalam penelitian ini rata-rata petani responden memiliki pengalaman
budidaya tanaman kakao yaitu antara 10-15 tahun hal ini menunjukkan bahwa
pengalaman yang dimiliki responden menjadi salah satu modal bagi responden
untuk dapat menilai ketersediaan sarana produksi serta dapat menilai
keterjangkauan harga sarana produksi yang dibutuhkan dalam melakukan teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Pengalaman
berusahatani petani responden yang sudah terbilang lama membuat sarana
produksi mudah didapatkan atau dengan kata lain sarana produksi yang
diperlukan dalam melaksanakan P3S tidak menjadi hambatan karena
ketersediaannya dapat dijangkau. Melalui pengalaman, petani sudah tahu dimana
tempat untuk mendapatkan sarana produksi, berapa harga yang diperlukan untuk
mendapatkan sarana produksi, dan bagaimana penggunaan sarana produksi
tersebut karena petani sudah pernah dan bahkan sudah terbiasa mendapatkan dan
menggunakan sarana produksi tersebut. Semakin lama petani berusahatani maka
semakin mudah pula petani menyedikan sarana produksi yang diperlukan dalam
melakukan teknik P3S. Sebaliknya, semakin sedikit pengalaman yang dimiliki
petani maka semakin sulit juga petani menemukan sarana produksi.
64
c) Hubungan Antara Pengalaman Dengan Keuntungan
Pada tabel 23 menunjukkan hasil korelasi Rank Spearman antara pengalaman
dengan persepsi petani terhadap keuntungan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil korelasi Rank Spearman diperoleh
nilai sig (2-tailed) sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,660, artinya
bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan erat antara pengalaman dengan
persepsi petani terhadap keuntungan.
Adanya hubungan antara pengalaman berusahatani kakao dengan keuntungan
terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
dikarenakan melalui pengalaman petani yang rata-rata telah membudidayakan
tanaman kakao selama 16-25 tahun ditemukan adanya keuntungan berupa
peningkatan pendapatan dan peningkatan keterampilan petani yang diperoleh dari
penerapan teknik P3S itu sendiri. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa
dengan adanya penerapan teknik P3S tersebut, tanaman kakao petani dapat
terhindar dari serangan hama PBK sehingga membuat produksi stabil dan bahkan
meningkat yang pada akhirnya menambah keuntungan petani di Kecamatan
Binjai. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Wijayanti, dkk (2015) bahwa
persepsi petani terhadap inovasi dipengaruhi secara nyata oleh pengalaman.
Semakin lama pengalaman petani membudidayakan sayuran organik, petani
semakin terampil menggunakan teknologi budidaya dan juga membaca peluang
pasar sehingga petani merasakan keuntungan dari budidaya sayuran organik
(Rani,dkk 2017). Begitu juga hal yang sama dirasakan oleh petani kakao di
Kecamatan Binjai, semakin banyaknya pengalaman dalam budidaya tanaman
kakao maka petani akan semakin terampil dalam penerapan teknik P3S sehungga
petani merasakan keuntungan dari teknik P3S tersebut.
d) Hubungan Antara Pengalaman Dengan Hasil Nyata
Pada tabel 23 hasil analisis korelasi Rank Spearman antara pengalaman
dengan persepsi petani terhadap hasil nyata teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) diperoleh nilai sig (2-tailed) sebesar 0,049
dengan koefisien korelasi sebesar 0,351 artinya bahwa terdapat hubungan yang
65
signifikan dan cukup erat antara pengalaman dengan persepsi petani terhadap
hasil nyata teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
Hubungan antara pengalaman dan hasil nyata dapat terjadi karena dengan
pengalaman yang dimiliki petani dalam budidaya kakao petani dapat
membandingkan hasil dari penerapan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) dengan teknik lain dalam pengendalian hama PBK.
Petani responden yang memiliki pengalaman berusahatani tanaman kakao
yang lama dapat merasakan perbedaan nyata hasil kakao yang dilakukan kegiatan
P3S dengan yang tidak dilakukan kegiatan P3S. Sebaliknya, petani responden
kakao yang memiliki pengalaman yang masih sedikit atau belum lama, belum
dapat membandingkan atau merasakan dengan baik perbedaan tanaman kakao
yang dilakukan kegiatan P3S dengan yang tidak dilakukan kegiatan P3S. Hasil
nyata yang dapat dirasakan oleh petani kakao dalam penerapan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama
PBK yaitu terlihat berkurangnya serangan hama PBK pada tanaman kakao,
tanaman kakao terlihat lebih baik pertumbuhannya serta meningkatnya produksi
kakao.
5) Hubungan Antara Pendapatan Dengan Persepsi Petani
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara
pendapatan petani dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil analisis hubungan antara
pendapatan dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) disajikan pada tabel 24.
Tabel 24. Analisis Hubungan Antara Pendapatan Dengan Persepsi Petani
Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering Dan
Sanitasi)
Persepsi Petani Pendapatan
Sign (2-tailed) Koefisien Korelasi
Kerumitan 0,579 -0,102
66
Sarana Produksi 0,090 0,304
Keuntungan 0,009 0,452**
Hasil Nyata 0,706 0,069
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Keterangan
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil analisis korelasi Rank Spearman diketahui bahwa pendapatan
yang dimiliki petani memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi petani
terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
mengenai.
a) Hubungan Antara Pendapatan Dengan Kerumitan
Hasil analisis korelasi Rank Spearman antara pendapatan dengan
kerumitan diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,579 dengan koefisien korelasi
sebesar -0,102, ini menunjukkan bahwa pendapatan tidak memiliki hubungan
dengan persepsi petani terhadap kerumitan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hal ini berarti bahwa berapapun
pendapatan yang diperoleh petani responden tidak mempengaruhi persepsi nya
mengenai kerumitan yang dihadapi dalam melaksanakan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umi muthiah sholikhatun (2010),
yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pendapatan dengan kerumitan yang dihadapi dalam pengelolaan bibit.
Berdasarkan wawancara dengan petani responden bahwa rata-rata petani
responden memiliki pendapatan berkisar antara Rp 100.000-Rp 500.000/bulan
dari hasil budidaya tanaman kakaonya. Tinggi atau rendahnya pendapatan petani
responden tidak akan mengubah tingkat kerumitan kegiatan P3S itu sendiri.
b) Hubungan Antara Pendapatan Dengan Sarana Produksi
Untuk analisis korelasi Rank Spearman antara pendapatan dengan sarana
produksi diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,090 dengan koefisien korelasi sebesar
67
0,304, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pendapatan dengan persepsi petani terhadap sarana produksi. Soekartawi dalam
Kartika (2007) mengatakan bahwa sarana produksi pertanian terdiri atas bahan
(benih, pupuk, obat-obatan), peralatan, dan sarana lainnya yang digunakan untuk
melaksanakan proses produksi pertanian.
Kondisi dilapangan diketahui bahwa sarana produksi yang digunakan
responden untuk melakukan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering
dan Sanitasi) sudah cukup memenuhi serta harga dari sarana-sarana produksi yang
digunakan untuk melakukan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering
dan Sanitasi) masih dapat dijangkau baik oleh responden yang memiliki
pendapatan yang besar maupun responden yang memiliki pendapatan yang kecil,
sehingga berapapun besarnya pendapatan petani responden tidak ada
hubungannya dengan sarana produksi dalam melakukan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
c) Hubungan Antara Pendapatan Dengan Keuntungan
Analisis korelasi Rank Spearman antara pendapatan dengan persepsi petani
terhadap keuntungan diperoleh sign (2-tailed) 0,009 dengan koefisien korelasi
sebesar 0,452, hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dan cukup erat antara pendapatan dengan persepsi
petani terhadap keuntungan. Adanya hubungan antara pendapatan dengan
keuntungan petani disebabkan karena semakin besar pendapatan yang diperoleh
petani maka semakin besar pula keuntungan yang didapat. Hal yang sama
dikemukakan oleh Priyo, dkk (2012) dalam penelitiannya yang berjudul persepsi
petani terhadap budidaya padi SRI di Desa Ringgit bahwa pendapatan memiliki
hubungan yang erat dan positif terhadap keuntungan karena petani yang
mempunyai pendapatan yang besar akan lebih mudah menerima dan mencoba
metode baru. Petani akan lebih leluasa mengalokasikan pendapatannya dalam
budidaya sehingga keuntungan yang diperoleh setelah pengalokasian pendapatan
dalam budidaya tersebut juga semakin besar.
68
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 96,875% petani memiliki
pendapatan sebesar Rp 100.000,00 hingga Rp 500.000,00 per bulannya dari usaha
budidaya kakao. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh petani maka semakin
tinggi pula keuntungan yang diterima petani. Dengan pendapatan petani tersebut,
petani telah menerima keuntungan karena dalam pengalokasian pendapatan
tersebut terhadap budidaya kakao, petani tidak perlu mengeluarkan banyak dana
karena teknik P3S itu sendiri merupakan teknik pengendalian hama PBK yang
tidak memerlukan banyak dana sehingga pendapatan per bulan yang diterima
petaani sudah merupakan keuntungan. Maka semakin besar pendapatan yang
diterima melalui budidaya kakao, semakin besar jugalah keuntungan yang
didapatkan petani di Kecamatan Binjai.
d) Hubungan Antara Pendapatan Dengan Hasil Nyata
Untuk analisis korelasi Rank Spearman antara pendapatan dengan hasil
nyata di peroleh sign (2-tailed) 0,706 dengan koefisien korelasi sebesar 0,069, hal
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pendapatan dengan persepsi petani terhadap hasil nyata teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama
PBK. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan persepsi
responden terhadap hasil nyata berarti bahwa berapapun penghasilan yang
diperoleh oleh petani responden tidak akan mengubah persepsinya terhadap hasil
nyata penerapan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK.
b. Hubungan Antara Faktor Eksternal Petani Responden dengan Teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
1. Hubungan Antara Peran Penyuluh dengan Persepsi Petani
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara peran
penyuluh dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi). Hasil analisis hubungan antara peran penyuluh dengan
persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) disajikan pada tabel 25.
69
Tabel 25. Analisis Hubungan Antara Peran Penyuluh dengan Persepsi Petani
Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering Dan
Sanitasi)
Persepsi Petani Peran Penyuluh
Sign (2-tailed) Koefisien Korelasi
Kerumitan 0,066 -0,329
Sarana Produksi 0,413 -0,150
Keuntungan 0,264 0,203
Hasil Nyata 0,000 0,652**
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Keterangan
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
a) Hubungan Antara Peran Penyuluh Dengan Kerumitan
Hasil analisis korelasi Rank Spearman antara peran penyuluh dengan
kerumitan diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,066 dengan koefisien korelasi
sebesar -0,329, hal ini menunjukkan bahwa peran penyuluh tidak memiliki
hubungan dengan persepsi petani terhadap kerumitan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hal ini berarti bahwa frekuensi
keikutsertaan petani responden dalam mengikuti penyuluhan tidak mempengaruhi
persepsi responden tersebut dalam menyelesaikan masalah maupun kerumitan
yang dihadapi.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umi muthiah
sholikhatun (2010), yang mengatakan bahwa pendidikan non formal (pelatihan
atau penyuluhan) mempunyai hubungan yang tidak signifikan. Berdasarkan
wawancara dilapangan, frekuensi keikutsertaan petani responden dalam mengikuti
penyuluhan cenderung rendah yaitu 1-5 kali dalam satu tahun. Hal ini
70
menunjukkan bahwa petani responden kurang aktif dalam mengikuti penyuluhan,
oleh karena itu kerumitan yang dihadapi belum tentu dapat diselesaikan oleh
petani responden.
b) Hubungan Antara Peran Penyuluh Dengan Sarana Produksi
Untuk analisis korelasi Rank Spearman antara peran penyuluh dengan
sarana produksi diperoleh sign (2-tailed) sebesar 0,413 dengan koefisien korelasi
sebesar -0,150, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara peran penyuluh dengan persepsi petani terhadap sarana produksi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden dilapangan bahwa
baik petani yang intens mengikuti penyuluhan maupun yang tidak intens
berpendapat bahwa sarana produksi yang digunakan untuk melakukan teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) cukup memadai dan harga
sarana nya pun masih dapat terjangkau. Responden memperoleh sarana yang
dibutuhkan dalam melakukan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) dari toko saprodi yang tersedia di daerah Kecamatan Binjai
maupun meminjam pada petani kakao yang lain yang memiliki sarana produksi
yang dibutuhkan.
c) Hubungan Antara Peran Penyuluh Dengan Keuntungan
Analisis korelasi Rank Spearman antara peran penyuluh dengan persepsi
petani terhadap keuntungan diperoleh sign (2-tailed) 0,264 dengan koefisien
korelasi sebesar 0,203, hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara peran penyuluh dengan persepsi petani
terhadap keuntungan dalam pelaksanaan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi). Kondisi ini dapat terjadi karena dalam kegiatan
penyuluhan materi yang disampaikan oleh penyuluh tidak hanya mengenai teknik
P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hal ini diperkuat
oleh pendapat Umi muthiah sholikhatun (2010), dengan sering mengikuti
penyuluhan maka responden akan mempunyai persepsi yang tinggi terhadap
71
keuntungan yang didapat dengan mengikuti kegiatan program, terlebih lagi materi
yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan responden.
Berdasarkan wawancara dilapangan, petani yang mengatakan bahwa
teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
menguntungkan untuk dilakukan tidak hanya petani yang intens mengikuti
penyuluhan, ada juga petani yang mengatakan bahwa teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) menguntungkan untuk dilakukan
walaupun petani tersebut jarang mengikuti penyuluhan, hal ini bisa terjadi karena
walaupun petani tersebut jarang mengikuti penyuluhan namun petani tersebut
intens bersosialisasi dengan petani kakao yang lain.
d) Hubungan Antara Peran Penyuluh Dengan Hasil Nyata
Untuk analisis korelasi Rank Spearman antara peran penyuluh dengan
hasil nyata di peroleh sign (2-tailed) 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar
0,652, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
peran penyuluh dengan persepsi petani terhadap hasil nyata teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama
PBK. Hubungan searah yang terjadi antara peran penyuluh dengan hasil nyata
berarti bahwa semakin sering atau semakin banyak nya petani mengikuti
penyuluhan mengenai teknik P3S maka akan membangkitkan semangat petani
untuk mencoba teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Umi muthiah sholikhatun (2010), yang mengatakan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dan erat antara pendidikan non formal (Penyuluhan
atau pelatihan) dengan observabilitas dalam penanganan bibit.
Soekartawi (2008), menyatakan bahwa semakin tinggi frekuensi mengikuti
penyuluhan maka keberhasilan penyuluhan yang disampaikan semakin tinggi
pula. Frekuensi petani dalam mengikuti penyuluhan dapat meningkat disebabkan
karena penyampaian yang menarik dan tidak membosankan serta benar-benar
bermanfaat bagi petani untuk usahataninya.
72
Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa intensitas petani responden
mengikuti penyuluhan cenderung rendah, dimana rata-rata petani responden
mengikuti kegiatan penyuluhan hanya sekitar 1-5 kali dalam satu tahun. Rendah
nya intensitas petani mengikuti penyuluhan menyebabkan kurang tersampainya
tujuan penyuluhan mengenai teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen
sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK.
2. Hubungan Antara Interaksi Sosial Dengan Persepsi Petani
Kajian ini dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara interaksi
sosial dengan persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi). Hasil analisis hubungan antara interaksi sosial dengan
persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) disajikan pada tabel 26.
Tabel 26. Analisis Hubungan Antara Interaksi Sosial Dengan Persepsi Petani
Terhadap Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen Sering Dan
Sanitasi)
Persepsi Petani Interaksi Sosial
Sign (2-tailed) Koefisien Korelasi
Kerumitan 0,047 -0,354*
Sarana Produksi 0,033 0,378*
Keuntungan 0,000 0,761**
Hasil Nyata 0,000 0,589**
Sumber: Pengolahan data primer (2019)
Keterangan
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
a) Hubungan Antara Interaksi Sosial Dengan Kerumitan
Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa interaksi sosial
dengan persepsi petani terhadap kerumitan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) memilki nilai sig (2-tailed) atau
73
probabilitasnya 0,047 dengan koefisien korelasi sebesar -0,354 artinya bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara interaksi sosial petani
dengan kerumitan. Koefisien korelasi menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang
tidak searah antara interaksi sosial dengan persepsi petani terhadap tingkat
kerumitan. Hal ini berarti bahwa semakin besar atau semakin banyak petani
berinteraksi dengan petani lain maka kerumitan terhadap teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) semakin kecil, hal ini bisa
terjadi karena dengan adanya interaksi antar sesama petani maka akan terjalin
komunikasi,dengan komunikasi petani akan saling berbagi informasi mengenai
masalah yang dihadapi dan cara penanggulangan masalah-masalah yang dialami
oleh petani.
Hasil penelitian yang sama juga dikemukakan oleh Priyo (2012), bahwa
interaksi petani dengan petani lain berhubungan dengan persepsi petani terhadap
tingkat kerumitan. Semakin tinggi interaksi yang dilakukan oleh petani, maka
tingkat kerumitan akan rendah. Hasil di lapangan juga menunjukkan bahwa petani
memiliki interaksi sosial yang tinggi sehingga teknik P3S dinilai kerumitannya
berada pada tingkat yang rendah karean petani telah melakukan interaksi sosial
berupa diskusi dengan pihak atau petani lain tentang teknik P3S sehingga
membuat petani mudah dalam memahami teknik P3S tersebut.
b) Hubungan Antara Interaksi Sosial Dengan Sarana Produksi
Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa interaksi
sosial dengan persepsi petani terhadap sarana produksi teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) memilki nilai sig (2-tailed) atau
probabilitasnya 0,033 dengan koefisien korelasi sebesar 0,378, artinya bahwa
terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara interaksi sosial dengan
sarana produksi. Hal ini berarti bahwa interaksi sosial memiliki hubungan yang
nyata dan kuat dengan persepsi terhadap sarana produksi yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
Sarwono dan Meinarno (2009) berpendapat bahwa interaksi sosial adalah
hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu dengan
74
individu lain, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok lain.
Hasil wawancara dilapangan dengan petani responden mengatakan bahwa
interaksi yang dilakukan oleh petani dengan petani lain membuat petani saling
berbagi informasi mengenai sarana produksi. Informasi yang diperoleh dalam
interaksi petani mengenai sarana produksi yaitu berupa ketersediaan sarana,
keberadaan sarana produksi, keunggulan dari sarana produksi produksi, informasi
mengenai sarana produksi terbarukan serta informasi mengenai harga sarana
produksi yang dibutuhkan dalam melakukan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
c) Hubungan Antara Interaksi Sosial Dengan Keuntungan
Pada tabel 26 menunjukkan hasil korelasi Rank Spearman antara interaksi
sosial dengan persepsi petani terhadap keuntungan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hasil korelasi Rank Spearman diperoleh
nilai sig (2-tailed) sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,761, artinya
bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan erat antara interaksi sosial dengan
persepsi petani terhadap keuntungan.
Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2007:65) mengatakan bahwa bentuk
interaksi sosial ada dua yaitu proses yang asosiatif dan proses yang disosiatif.
Interaksi antar petani responden dalam pelaksanaan teknik P3S di golongkan
termasuk dalam interakasi asosiatif, yaitu kerja sama. Charles H.cooley dalam
Soekanto (2006:66), mengatakan bahwa pentingnya kerjasama, dan kerjasama
timbul apabila ada kesadaran bahwa orang tersebut mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan
dan pendidikan terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut. Koefisien korelasi menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan dan erat antara interaksi sosial dengan keuntungan terhadap teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) hal ini berarti bahwa
semakin sering petani berinteraksi dengan petani lain maka semakin besar pula
keuntungan yang dapat diperoleh oleh petani tersebut, hal ini dapat terjadi
karenakan dengan semakin banyaknya petani berinteraksi dengan petani lain maka
75
petani akan lebih banyak menerima informasi dan semakin banyak pula petani
mendapatkan dukungan dari petani lain. Jumlah dukungan yang didapat oleh
petani tentunya menjadi keuntungan dan motivasi tersendiri bagi petani dalam
penerapan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
d) Hubungan Antara Interaksi Sosial Dengan Hasil Nyata
Pada tabel 26 hasil analisis korelasi Rank Spearman antara interaksi sosial
dengan persepsi petani terhadap hasil nyata teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) diperoleh nilai sig (2-tailed) sebesar 0,000
dengan koefisien korelasi sebesar 0,589 artinya bahwa terdapat hubungan yang
signifikan dan erat antara interaksi sosial dengan persepsi petani terhadap hasil
nyata teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin sering seorang responden berinteraksi dengan
petani lain maka semakin tinggi persepsi nya untuk melihat hasil nyata dalam
penerapan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi).
Hubungan antara interaksi sosial dengan hasil nyata dapat terjadi karena
dengan banyaknya interaksi yang dilakukan petani dengan lingkungan sosial
petani dapat menambah dan berbagi informasi kepada petani mengenai teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi), dengan informasi yang
didapat oleh petani maka hasil dari penerapan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) akan terlihat. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Umi muthiah sholikhatun (2010) yang
mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kosmopolitan
dengan observabilitas penanganan bibit.
76
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang mengkaji tentang persepsi
petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tingkat persepsi petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan,
Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan
Binjai Kabupaten Langkat dalam kategori tinggi yaitu 65,06 %.
2. Hubungan antara karakteristik internal dan eksternal petani dengan persepsi
petani terhadap teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai Kabupaten
Langkat adalah sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara umur
dengan persepsi petani terhadap kerumitan, sarana produksi dan hasil
nyata, sementara terdapat hubungan yang signifikan dan erat antara
umur dengan keuntungan.
b. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal
dengan persepsi petani.
c. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara luas lahan dengan
persepsi petani.
d. Terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara pengalaman
dengan persepsi petani terhadap kerumitan dan hasil nyata, sementara
terdapat hubungan yang signifikan dan erat antara pengalaman dengan
sarana produksi dan keuntungan.
e. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan
persepsi petani terhadap kerumitan, sarana produksi dan hasil nyata,
sementara terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara
pendapatan dengan keuntungan.
f. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peran penyuluh
dengan persepsi petani terhadap kerumitan, sarana produksi dan
77
keuntungan, sementara terdapat hubungan yang signifikan dan erat
antara peran penyuluh dengan keuntungan.
g. Terdapat hubungan yang signifikan dan cukup erat antara interaksi
sosial dengan persepsi petani terhadap kerumitan dan sarana produksi,
sementara terdapat hubungan yang signifikan dan erat antara interaksi
sosial dengan hasil nyata dan terdapat hubungan yang signifikan dan
sangat erat antar interaksi sosial dengan keuntungan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat penulis sampaikan
yaitu :
1. Kepada petani kakao agar dapat menerapkan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK agar
tanaman kakao mencapai produksi yang optimal sehingga pendapatan petani
dapat meningkat.
2. Kepada Badan Pelaksana Penyuluhan Kecamatan Binjai dapat kiranya
menambah kegiatan penyuluhan serta pelatihan mengenai teknik P3S
(Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian
hama PBK agar petani terus termotivasi serta memperkuat keyakinan petani
untuk melaksanakan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering
dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK.
3. Kepada Dinas Pertanian Penulis mengharapkan adanya bantuan berupa sarana
produksi baik berupa pupuk maupun alat yang digunakan dalam
melaksanakan P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
dalam pengendalian hama PBK.
C. Implikasi (Rencana Kegiatan Penyuluhan)
Bentuk rencana tindak lajut dari pengkajian mengenai persepsi petani
terhadap teknik P3S dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat maka disusunlah rancangan penyuluhan pertanian yang tersaji
dalam bentuk matrik rencana kegiatan penyuluhan pertanian sesuai dengan
PERMENTAN nomor 47 tahun 2016 tentang pedoman penyusunan programa
78
penyuluhan pertanian. Berikut disajikan matrik rencana kegiatan penyuluhan
pertanian.
79
LEMBAR PERSIAPAN MENYULUH (LPM)
Judul : Penerapan teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering
dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK.
Tujuan : Petani mau dan mampu menerapkan teknik P3S (Pemangkasan,
Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama
PBK dari 65% menjadi 90 %.
Media : Slide power point, video
Metode : Ceramah, diskusi dan demontrasi cara (demcar)
Waktu :80 menit
Lokasi : Balai desa
Alat bantu : Laptop, display proyektor, gunting pangkas, pupuk dan cangkul.
Pokok
Kegiatan
Uraian Kegiatan Waktu Keterangan
Pendahuluan a) Salam pembuka
b) Menjelaskan tujuan
penyuluhan
c) Menjelaskan cakupan materi
dalam pertemuan.
10
menit
Salam pembuka
dan perkenalan
Isi/Materi a) Penjelasan hama PBK
b) Bagaimana teknik P3S dalam
pengendalian hama PBK
c) Praktek penerapan teknik P3S
pengendalian hama PBK
40
menit
Pemutaran slide
dan video,
Praktek
pemangkasan,
pemupukan,
sanitasi dan
panen pada
tanaman kakao
Penutup a) Membuat kesimpulan
b) Tanya jawab dan diskusi
30
menit
Ceramah
Langkat, September 2019
Marasian Sianipar
80
SINOPSIS
A. Hama PBK
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas yang
mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2002,
Indonesia pernah menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua di
dunia setelah Pantai Gading, tetapi kemudian posisi Indonesia tergeser oleh Ghana
menjadi urutan ketiga sejak tahun 2003 sampai sekarang. Salah satu penyebab
turunnya produksi dan produktivitas kakao nasional disebabkan karena adanya
serangan hama penggerek buah kakao (PBK). Buah kakao yang terserang PBK
umumnya menunjukkan gejala masak lebih awal, yaitu belang kuning hijau atau
kuning jingga. Buah kakao yang terserang menjadi lebih berat dan bila diguncang
tidak terdengar suara ketukan antara biji dengan dinding buah, Hal ini terjadi
karena timbulnya lendir dan kotoran pada daging buah dan rusaknya biji-biji di
dalam buah. Biji kakao yang terserang tidak dapat difermentasi karena biasanya
buah yang terserang selain rusak, kematangan buah juga tidak sempuna dan
apabila tetap difermentasi biji akan busuk karena adanya infeksi sekunder pada
biji. Pengendalian hama PBK sangat mahal dan sulit apabila larva telah
menyerang buah, sebab sejak telur menetas menjadi larva langsung masuk dan
berkembang di dalam buah kakao. Selama ini petani kakao umumnya
menggunakan insektisida kimia sintetik, akan tetapi telah diketahui bahwa
pengendalian dengan menggunakan pestisida kimia sintetik terbukti dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain: meninggalkan residu pada
hasil, pencemaran lingkungan, dan mengakibatkan ketidakseimbangan pada
ekosistem di lahan perkebunan. Untuk itu perlu adanya pengendalian secara alami
dan ramah lingkungan sehingga keseimbangan ekosistem dapat terjamin.
B. Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
Teknik P3S (Pemangkasan, Pemupukan, Panen sering dan Sanitasi)
merupakan salah satu teknik yang dapat dilakukan dalam penanggulangan hama
PBK.
81
1. Pemangkasan
Tanaman kakao mengalami pertumbuhan tunas baru secara berkala sehingga
pada umur tertentu tanaman kakao menjadi rimbun, Akibatnya penetrasi dan
distribusi cahaya kedalam kanopi menjadi lemah, pertumbuhan generatif dan
vegetatif tidak seimbang, dan produktivitas tanaman juga rendah. Upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan penetrasi dan distibusi cahaya serta
memperoleh keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif yaitu dengan
pemangkasan. Pemangkasan adalah kegiatan mengurangi sebagian daun, ranting,
daan cabang yang bersifat parasit dan merugikan tanaman. Selain memudahkan
pelaksanaan panen dan pengendalian hama dan penyakit, Pemangkasan juga dapat
menjamin aerasi yang baik. Pemangkasan yang tidak optimal menyebabkan
rendahnya produktivitas buah kakao. Pemangkasan merupakan aspek budidaya
yang berpengaruh secara langsung terhadap produksi dan produktivitas buah
kakao, minimnya pemangkasan dalam jangka waktu yang panjang dapat
menyebabkan bentuk tajuk tidak teratur dan menciptakan kondisi yang lembab
dibawah pohon kakao. Kelembaban terjadi karena cahaya matahri terhalang
masuk sampai kepermukaan tanah karena terhalang oleh rindangnya pohon kakao,
dimana kondisi ini menjadi kondisi yang diinginkan oleh hama dan penyakit
tanaman untuk bersarang. Pemangkasan dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
a) Pangkas bentuk,dilakukan pada saat kakao berumur 1 tahun setelah muncul
cabang primer (jorquette) atau sampai umur 2 tahun dengan meninggalkan 3
cabang primer yang baik dan letaknya simetris.
b) Pangkas pemeliharaan, pangkas pemeliharaan bertujuan untuk mengurangi
pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air pada
batang pokok atau cabangnya.
c) Pangkas produksi, pangkas produksi bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi
tidak secara langsung sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas produksi
bergantung pada keadaan dan musim, sehingga ada pangkas berat pada musim
hujan dan pangkas ringan pada musim kemarau.
d) Pangkas restorasi, pangkas restorasi bertujuan untuk memotong bagian
tanaman yang rusak dan memelihara tunas air.
82
2. Pemupukan
Pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang optimal berkaitan erat dengan
ketersediaan unsur hara yang cukup padah tanah. Terpenuhinya unsur hara yang
dibutuhkan tanaman akan memperlancar proses metabolise tanaman. Lancarnya
proses metabolisme pada tanaman akan mempercepat masaknya buah dan
memungkinkan frekuensi panen lebih sering. Pertumbuhan tanaman yang optimal
akan mempengaruhi daya tahan tanaman terhadap serangan hama meskipun
pengaruhnya tidak begitu besar. Pemupukan berarti menambah unsur-unsur
tertentu kedalam tanah yang berada dalam keadaan kekurangan. Nitrogen
merupakan unsur hara yang selalu kekurangan dalam tanah. Oleh sebab itu,
pemberian pupuk ZA dan pupuk urea selalu memberikan hasil yang sangat nyata
Pemupukan dan konservasi tanah merupakan pemeliharaan kesuburan tanah
yang umum dilakukan. Pemeliharaan kesuburan tanah merupakan salah satu aspek
budidaya yang sangat penting pada sistem budidaya tanaman termasuk tanaman
kakao. Tanaman kakao cenderung menyebabkan kemunduran kesuburan lahan
apabila tidak diimbangi dengan masukan unsur hara yang cukup dan pengolahan
kesuburan tanah yang bijaksana. Melalui analisis kimia kebutuhan unsur hara
pada tanaman kakao dapat diketahui pada setiap tahapan perkembangan tanaman,
Sebagai contoh dibutuhkan 200 kg N, 25 kg P, 300 kg K dan 140 kg Ca/hektarnya
untuk membentuk kerangka dan tajuk pohon kakao sebelum tanaman kakao mulai
berbuah. Umumnya pemupukan tanaman kakao dilakukan dua kali dalam setahun
yaitu pada awal musim hujan (Oktober-November) dan akhir musim hujan
(Maret-April).
Pemupukan tanaman kakao dilakukan dengan membuat alur sedalam ±10 cm
mengelilingi batang tanaman kakao. Jarak antara batang kakao dan alur kira-kira
setengah diameter tajak daun. Lalu, pupuk ditabur sepanjang alur yang telah
dibuat dan segera ditutup dengan tanah.
3. Panen Sering
Panen sering merupakan bagian yang sangat penting dari metode P3S. Karena
dengan memanen seluruh buah kakao yang telah masak dengan rotasi sekali
seminggu termasuk ketika tingkat produksi rendah, maka petani dapat memutus
siklus hidup PBK pada tahap larva. Hama PBK harus keluar dari dalam buah pada
83
saat memasuki fase pupa sehingga perlakuan panen sering diharapkan akan dapat
memutuskan siklus hidupnya. Bila panen sering dilaksanakan dengan benar, maka
akan menurunkan tingkat serangan PBK dan akan berpengaruh pada peningkatan
kualitas biji kakao. Sarana yang digunakan untuk memanen kakao antara lain
sabit, gunting potong, keranjang, ember plastik dan karung plastik. Pemetikan
buah kakao harus hati-hati supaya bantalan buah tidak rusak. Tangkai buah
disisakan sekitar 1–1,5 cm pada batang atau cabang. Bantalan buah yang rusak
akan mengganggu pembungaan yang akan datang. Semua buah yang sudah masak
harus dipanen ,termasuk buah yang terserang hama dan penyakit.
4. Sanitasi
Sanitasi merupakan usaha untuk memperkecil kemungkinan meluasnya atau
menularnya serangan OPT. Tindakan yang dapat dilakukan adalah menggunakan
benih bersertifikat yang bebas penyakit, karena banyak sekali penyakit yang
menular melalui benih, memusnahkan atau memangkas tanaman yang sakit,
terutama tanaman yang terkena penyakit akibat virus, membersihkan areal
pertanian dari tumpukan sampah, karena sampah merupakan sumber berbagai
macam penyakit dan selalu memilih tumpukan sampah untuk meletakkan telurnya
dan membersihkan peralatan yang terkontaminasi oleh penyakit tanaman.
84
DAFTAR PUSTAKA.
Alim, S dan Lilis Nurlina. 2007. Hubungan Antara Karakteristik Dengan
Persepsi Peternak Sapi Potong Terhadap Inseminasi Buatan. Bandung:
Universitas Padjadjaran.
Asra, Abuzar, Prasetyo, Achmad. 2015. Pengambilan Sampel Dalam Penelitian
Survei. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Damayanti, W. 2010. Persepsi Petani Terhadap Budidaya Wijen Di Kabupaten
Sukoharjo. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Damayanti, Widoretno. 2010. Persepsi Petani Terhadap Budidaya Wijen Di
Kabupaten Sukoharjo. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara. 2017. Statistik Perkebunan Kakao
Sumatera Utara.
Dinata, Kusmea, Afrizon, Siti Rosmanah, Herlena Bidi Astuti. 2012.
Permasalahan Dan Solusi Pengendalian Hama PBK Pada Perkebunan
Kakao Rakyat Di Desa Suro Bali Kabupaten Kepahiang. Bengkulu.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia.
Faradilla, Lusiana. 2018. Analisis Teknik Pemangkasan, Pemupukan, Panen
Sering Dan Sanitasi (P3S) Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan
Usaha Tani Kakao (Theobroma Cacao L) Di Kabupaten Pinrang,
Bantaeng Dan Luwu Timur. E-Jurnal Agroteknologi. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Hermawati, U. 2016. Persepsi Petani Terhadap Karakteristik Pupuk Organik Cair
Limbah Etanol Di Kecamatan Mojolaban. Surakarta: Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Indrayana, ketut, Indra Muhammad. 2017. Kajian Pengendalian Hama Penggerek
Buah (PBK ) Kakao Ramah Lingkungan Di Kabupaten Mamuju. Sulawesi
Barat: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat.
Kartika. 2007. Kajian Tingkat Produksi Dan Pendapatan Usaha Tani Sayuran
Dataran Rendah Di Kawasan Agribisnis Kota Medan. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Khairuddin, Fadila Marga Saty, Dedi Supriyatdi. 2014. Analisis Faktor-Faktor
Adopsi Metode PsPSP Pada Penanggulangan Hama Penggerek Buah
Kakao (Pbk) Di Pekon Kuripan. Jurnal Agro Industri Perkebunan.
Lampung: Politeknik Negeri Lampung
Kusumo, Rani Andriani Budi, Anne Charina, Agriani Hermita Sadeli, Gema
wibawa Mukti. 2017. Persepsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya
Sayuran Organic Dikabupaten Bandung Barat. Bandung: Universitas
Padjajaran.
85
Lumbangaol, Natalia. 2018. Persepsi Petani Terhadap Pola Tanam Serentak Di
Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara.
Medan: STPP Medan
Martono, Nanang. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada.
Mulyana, D.2010. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pangesti, A. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Aplikasi kesiapsiagaan
Bencana Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya
Kakao. Jember: Agro Media Pustaka.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Kajian Pengembangan
Perkebunan Kakao Kabupaten Pidie Jaya. Jember: Badan Pengembangan
Daerah Kabupaten Pidie Jaya.
Reinissa, Arindita. 2017. Persepsi Ibu Nifas tentang pelayanan Postnatalcare
Dengan Kunjungan Ulang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Riduwan. 2010. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Rudiansyah. 2010. Teknik Penarikan Sampel. Jakarta: Universitas Indonesia
Sahumur, Yusuf. 2017. Persepsi Petani Dalam Pemupukan Berimbang Tanaman
Cabai Di Kecamatan Dabun Gelang Kabupaten Gayo Luwes. Medan:
STPP Medan.
Sarwono dan Meinarno. 2009. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali pers
Sembiring, Permana Boby. 2018. Persepsi Petani Kelapa Sawit Terhadap Kinerja
Penyuluh Pertanian Di Kecamatan Kutalimbaru. Medan: STPP Medan
Sholikhatun Umi Muthiah. 2010. Hubungan Antara Karakteristik Social Ekonomi
Dengan Persepsi Masyarakat Kota Tentang Sifat-Sifat Inovasi Program
Peningkatan Dan Pengembangan Pertanian Perkotaan Di Kota
Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sianturi, Lamsari. 2018. Persepsi Petani Dalam Menggunakan Bibit Bawang
Merah Varietas Bima Brebes Di Kecamatan Sei Suka Kabupaten
Batubara Provinsi Sumatera Utara. Medan: STPP Medan.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Soekartawi. 2008. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Universitas
Indonesia press
86
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta Bandung.
Syahrum, Salim. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: Citapustaka
Media.
Syaukani. 2013. Metode Penelitian. Medan.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Utomo, Priyo. 2012. Persepsi Petani Terhadap Metode Budidaya padi system Of
Rice Intensification (Sri) Di Desa Ringgit Kecamatan Ngombol kabupaten
Purworejo. Purworejo: Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Wahyudi, Teguh. 2014. Panduan Fasilitator Utama. Jember: Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia.
Walgito. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi
Widiyastuti, Emi Widiyanti, Sutarto. 2016. Persepsi Petani Terhadap
Pengembangan System Of Rice Intensification (SRI) Di Kecamatan Moga
Kabupaten Pemalang. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Wijayanti A, Subejo, Harsoyo. 2015. Respons Petani Terhadap Inovasi Budidaya
Dan Pemanfaatan Sorgum Di Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
87
Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Petani Terhadap Teknik
P3S (Pangkas, Pupuk, Panen sering dan Sanitasi) dalam
Mengendalikan Hama PBK di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat.
KUESIONER TUGAS AKHIR
No. Responden
KATA PENGANTAR
Perihal : Permohonan Pengisian Angket
Lampiran : Satu Berkas
Judul Tugas Akhir : Persepsi Petani Terhadap Teknik P3S (Pangkas,
Pupuk, Panen sering dan Sanitasi) dalam
Mengendalikan Hama PBK di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat
Kepada Yth:
Bapak/Ibu/Sdr
Di-
Tempat.
Dengan hormat,
Dalam rangka penyusunan Tugas Akhir (TA) sebagai salah satu persyaratan
untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan Pertanian (S.Tr. Pt.) di
POLBANGTAN Medan, maka saya memohon dengan sangat kepada
Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi angket yang telah disediakan. Angket ini bukan tes
psikologi, maka dari itu Bapak/Ibu/Sdr tidak perlu takut atau ragu-ragu dalam
memberikan jawaban sesuai dengan kondisi yang Bapak/Ibu/Sdr rasakan saat ini.
Atas ketersedian Bapak/Ibu/Sdr, saya ucapkan terimakasih.
Binjai, Maret 2019
Hormat Saya
Marasian Sianipar
88
KUESIONER PENELITIAN TUGAS AKHIR (TA)
No.
Responden
Kecamatan : Binjai
Kabupaten : Langkat
Tahun : 2019
1. Petunjuk Pengisian Kuesioner Penelitian Tugas Akhir
a. Mohon dengan hormat bantuan dan kesedian Bapak/Ibu/Sdr untuk
menjawab seluruh pertayaan/pernyataan yang ada.
b. Isilah pernyataan dibawah ini dengan keadaan sebenarnya dan pilih lah
options yang sudah ada pada tabel (skor : 1. Sangat Tidak Setuju, 2.
Tidak Setuju, 3.Ragu-Ragu , 4. Setuju, 5. Sangat Setuju) dengan tanda
contreng (√) !
Nb:
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
R = Ragu-Ragu
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
2. Identitas Responden
a. Nama :……………………………………
b. Umur :…………………………………….
c. Jenis Kelamin : L / P
d. Tanggal Lahir : …………………………………….
e. Pendidikan Terakhir : …………………………………….
f. Kelompok Tani :……………………………………..
g. Frekuensi mengikuti penyuluhan/tahun : .............................
h. Luas Lahan :…………………………………..Ha
i. Lama Berusaha tani :……………………………………..
j. Interaksi dengan petani lain/minggu :..............................
89
Berikut Kuesioner Persepsi Petani terhadap Teknik P3S (Pangkas, Pupuk,
Panen sering dan Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat.
Isilah pertanyaan/pernyataan dibawah ini menggunakan tanda (√) kolom
alternatif jawaban.
No Pertayaan/Pernyataan Alternatif Jawaban
Faktor internal
Umur
SS S R TS STS
1. Produktivitas kerja saya dipengaruhi oleh
umur saya
2. Umur berpengaruh terhadap kemampuan
fisik saya dalam penerapan teknik P3S
(Pangkas, pupuk, Panen sering dan
Sanitasi) dalam pengendalian hama PBK
3. Semangat saya dalam berusaha tani
dipengaruhi oleh umur saya
4. Dengan umur saya saat ini, saya lebih
mudah mengerti dan menerima informasi
teknik P3S dalam mengendalikan hama
PBK
5. Umur saya saat ini mempengaruhi kinerja
saya dalam menerapkan teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK
Pendidikan Formal
1. Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir
saya untuk menentukan sebuah keputusan
2. Pendidikan menyebabkan saya dapat
berfikir secara logis untuk dapat
menerapkan teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK
3. Kemauan saya menerapkan tenik P3S
dalam mengendalikan hama PBK
dipengaruhi oleh pengetahuan saya
4. Semakin tinggi pendidikan saya maka akan
semakin mudah saya dalam menerapkan
teknik P3S dalam mengendalikan hama
PBK.
5. Keahlian saya dalam melaksanakan teknik
P3S dalam pengendalian hama PBK
dipengaruhi oleh pendidikan saya
90
Luas Lahan
1. Luas lahan kakao yang saya miliki
mempengaruhi saya dalam melaksanakan
teknik P3S dalam pengendalian hama PBK
2. Dengan luas lahan yang sedikit saya tidak
tertarik untuk melaksanakan teknik P3S
dalam pengendalian hama PBK
3. Lahan yang luas membuat saya tertarik
untuk melaksanakan teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK
4. Dengan lahan yang luas maka penerapan
teknik P3S semakin mudah untuk
dilakukan
5. Teknik P3S cocok dilakukan hanya pada
lahan yang luas
Pengalaman
1. Saya memiliki pengalaman dalam
melaksanakan teknik P3S dalam
mengendalikan ham PBK
2. Pengalaman yang saya miliki menjadi
alasan saya dalam melaksanakan teknik
P3S dalam mengendalikan hama PBK
3. Dalam melaksanakan teknik P3S untuk
mengendalikan hama PBK dibutuhkan
pengalaman yang banyak
4. Pengalaman yang banyak membuat
pengendalian hama dengan teknik P3S
semakin mudah
5. Pengalaman saya dalam budidaya tanaman
kakao membuat saya tertarik untuk
melaksanakan teknik P3S
Pendapatan
1. Pendapatan mempengaruhi saya
melaksanakan teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK
2. Dengan pendapatan saya saat ini, membuat
saya tertarik untuk melaksanakan teknik
P3S dalam mengendalikan hama PBK
3. Pendapatan yang tinggi membuat saya
tertarik untuk menerapkan teknik P3S
dalam pengendalian hama PBK
4. Besarnya pendapatan saya saat ini menjadi
motivasi bagi saya melaksanakan teknik
P3S
91
Faktor Eksternal
Peran Penyuluh
1. Penyuluhan mengenai teknik P3S membuat
saya mau menerapkan teknik P3S dalam
pengendalian hama PBK
2. Penyuluhan selalu memotivasi saya untuk
melaksanakan teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK
3. Penyuluh berperan dalam menyampaikan
informasi kepada saya mengenai teknik
P3S dalam mengendalikan hama PBK
4. Saya mengetahui teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK dari
penyuluhan yang diberikan
5. Penyuluh memfasilitasi saya dalam
melaksanakan teknik P3S dalam
mengendalikan hama PBK
Interaksi sosial
1 Interaksi saya dengan petani lain
membangkitkan semangat saya untuk
melaksanakan teknik P3S
2 Interaksi saya dengan petani lain membuat
saya yakin untuk menerapkan teknik P3S
3 Interaksi saya dengan petani lain membuat
saya mengerti bagaimana cara untuk
menerapkan teknik P3S
4 Interaksi saya dengan petani lain menjadi
pertimbangan bagi saya untuk menerapkan
teknik P3S
5 Interaksi saya dengan petani lain
mendorong minat saya untuk menerapkan
teknik P3S
Variabel Y
Kerumitan
1 Kegiatan P3S mudah untuk dilakukan
2 Kegiatan P3S memerlukan keahlian
khusus
3 Kegiatan P3S hanya dapat dilakukan oleh
orang yang telah berpengalaman
4 Kegiatan P3S harus melewati proses
yang panjang
Sarana Produksi
1 Sarana yang dibutuhkan dalam penerapan
teknik P3S sulit didapatkan
92
2
Harga sarana yang dibutuhkan dalam
penerapan teknik P3S tidak terjangkau
3 Kegiatan P3S memerlukan sarana yang
lebih canggih
4 Sarana yang saya miliki belum
memenuhi kebutuhan sarana yang di
perlukan dalam penerapan teknik P3S
Keuntungan
1 Penerapan teknik P3S dalam
pengendalian hama PBK lebih
menguntungkan
2 Menggunakan teknik P3S memberikan
penghematan biaya dalam pengendalian
hama PBK
3 Menerapkan teknik P3S dalam
pengendalian hama PBK lebih tidak
memerlukan tenaga kerja yang banyak
4 Menerapkan teknik P3S
mengoptimalkan modal yang saya miliki
5 Menerapkan taknik P3S lebih
menguntungkan jika dibandingkan
dengan menggunakan teknik
pengendalian yang lain
Hasil Nyata
1 Dengan penerapan teknik P3S terlihat
nyata tanaman kakao lebih sehat dan
tidak adanya serangan hama PBK
2 Dengan penerapan teknik P3S terlihat
nyata mutu hasil panen buah kakao lebih
baik
3 Dengan penerapan teknik P3S hasil
produksi kakao lebih tinggi
4 Hasil nyata penerapan teknik P3S lebih
terlihat bila dibandingkan dengan teknik
pengendalian yang lain
5 Dengan penerapan teknik P3S terlihat
nyata berkurangnya serangan hama PBK
pada tanaman kakao
93
Lampiran 2. Rekapitulasi skor Kuisioner Uji Validitas
No Responden Umur Pendidikan Luas Lahan Pengalaman Pendapatan Peran Penyuluh
1 Supiana 4 4 4 3 4 4 4 5 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 1 4 4 4 4 2 2 2 2 2
2 Jumiati 5 5 5 4 3 4 4 5 4 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 3 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2
3 Sunarto 4 3 2 3 2 4 3 2 2 2 4 4 3 2 2 2 2 2 3 3 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2
4 Sulaiman 4 4 4 4 4 4 4 5 4 2 4 5 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4
5 Supardi 5 4 3 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 2 2 3 2 4
6 Sri gunawan 4 4 2 4 3 4 4 5 2 2 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 2
7 Febrianti 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 1 5 4 5 4 4 4 4 4 4
8 Warsianto 5 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 5 4 2 2 4 2 2 5 4 1 4 2 4 2 4 4 4 4 4
9 Juliardi 5 4 2 3 4 4 4 4 3 3 4 4 5 2 4 4 4 2 4 3 2 4 4 4 4 2 2 3 2 2
10 Kiswanto 5 4 4 3 3 5 4 5 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 1 4 3 4 4 4 4 4 4 4
11 Juliardi 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 5 4 4 4 4 4 4
12 Ramiadi 5 4 5 4 2 5 4 5 2 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 4 1 4 2 4 2 4 3 3 4 3
13 Kusnoto 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 2 5 4 5 4 4 3 3 4 4
14 Sukarman 5 5 4 4 4 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 4 3 4 4
15 Nuriyadi 5 5 4 4 4 5 4 5 3 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4
94
No Responden Interaksi Sosial
Kerumitan Sarana Produksi
Keuntungan Hasil Nyata
1 Supiana 4 3 3 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4
2 Jumiati 4 4 3 4 4 2 4 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 Sunarto 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3
4 Sulaiman 5 4 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4
5 Supardi 4 3 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
6 Sri gunawan 4 4 4 4 4 4 2 3 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4
7 Febrianti 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 2 2 2 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4
8 Warsianto 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 4 2 4 2 4 4 4 3 2 4 4 4 3 4
9 Juliardi 4 3 4 4 4 4 3 4 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3
10 Kiswanto 4 4 4 4 4 4 2 3 3 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
11 Juliardi 5 4 4 5 4 4 3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4
12 Ramiadi 4 4 4 4 5 4 2 3 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4
13 Kusnoto 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
14 Sukarman 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4
15 Nuriyadi 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4
95
Lampiran 3. Output SPSS uji validitas dan reliabilitas
a.Uji Validitas Variabel X1 (Umur)
Correlations
Umur 1 Umur 2 Umur 3 Umur 4 Umur 5 Total
Umur 1 Pearson
Correlation 1 ,463 ,426 ,318 ,182 ,647
**
Sig. (2-tailed) ,082 ,113 ,248 ,516 ,009
N 15 15 15 15 15 15
Umur 2 Pearson
Correlation ,463 1 ,520
* ,463 ,385 ,805
**
Sig. (2-tailed) ,082 ,047 ,082 ,157 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Umur 3 Pearson
Correlation ,426 ,520
* 1 ,426 ,033 ,770
**
Sig. (2-tailed) ,113 ,047 ,113 ,908 ,001
N 15 15 15 15 15 15
Umur 4 Pearson
Correlation ,318 ,463 ,426 1 ,182 ,647
**
Sig. (2-tailed) ,248 ,082 ,113 ,516 ,009
N 15 15 15 15 15 15
Umur 5 Pearson
Correlation ,182 ,385 ,033 ,182 1 ,530
*
Sig. (2-tailed) ,516 ,157 ,908 ,516 ,042
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,647
** ,805
** ,770
** ,647
** ,530
* 1
Sig. (2-tailed) ,009 ,000 ,001 ,009 ,042
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
96
b. Uji Validitas Variabel X 2 (Pendidikan)
Correlations
Pendidik
an 1
Pendidikan
2
Pendidikan
3
Pendidikan
4
Pendidik
an 5 Total
Pendidikan
1
Pearson
Correlation 1 ,286 ,288 ,331 ,844
** ,794
**
Sig. (2-
tailed) ,302 ,299 ,229 ,000 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Pendidikan
2
Pearson
Correlation ,286 1 ,841
** ,378 ,365 ,738
**
Sig. (2-
tailed) ,302 ,000 ,165 ,182 ,002
N 15 15 15 15 15 15
Pendidikan
3
Pearson
Correlation ,288 ,841
** 1 ,117 ,345 ,665
**
Sig. (2-
tailed) ,299 ,000 ,678 ,208 ,007
N 15 15 15 15 15 15
Pendidikan
4
Pearson
Correlation ,331 ,378 ,117 1 ,127 ,592
*
Sig. (2-
tailed) ,229 ,165 ,678 ,652 ,020
N 15 15 15 15 15 15
Pendidikan
5
Pearson
Correlation ,844
** ,365 ,345 ,127 1 ,769
**
Sig. (2-
tailed) ,000 ,182 ,208 ,652 ,001
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,794
** ,738
** ,665
** ,592
* ,769
** 1
Sig. (2-
tailed) ,000 ,002 ,007 ,020 ,001
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
97
c. Uji Validitas Variabel X3 (Luas Lahan)
Correlations
L.Lahan
1
L.Lahan
2
L.Lahan
3
L.Lahan
4
L.Lahan
5 Total
Luas Lahan 1 Pearson
Correlation 1 ,764
** ,452 ,667
** ,372 ,833
**
Sig. (2-
tailed) ,001 ,091 ,007 ,173 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Luas Lahan 2 Pearson
Correlation ,764
** 1 ,345 ,600
* ,210 ,732
**
Sig. (2-
tailed) ,001 ,207 ,018 ,452 ,002
N 15 15 15 15 15 15
Luas Lahan 3 Pearson
Correlation ,452 ,345 1 ,302 ,550
* ,674
**
Sig. (2-
tailed) ,091 ,207 ,275 ,034 ,006
N 15 15 15 15 15 15
Luas Lahan 4 Pearson
Correlation ,667
** ,600
* ,302 1 ,304 ,811
**
Sig. (2-
tailed) ,007 ,018 ,275 ,271 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Luas Lahan 5 Pearson
Correlation ,372 ,210 ,550
* ,304 1 ,680
**
Sig. (2-
tailed) ,173 ,452 ,034 ,271 ,005
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,833
** ,732
** ,674
** ,811
** ,680
** 1
Sig. (2-
tailed) ,000 ,002 ,006 ,000 ,005
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
98
d. Uji Validitas Variabel X4 (Pengalaman)
Correlations
Pengala
man 1
Pengala
man 2
Pengala
man 3
Pengala
man 4
Pengala
man 5 Total
Pengalaman 1 Pearson
Correlation 1 ,535
* ,327 ,607
* ,464 ,775
**
Sig. (2-tailed) ,040 ,234 ,016 ,081 ,001
N 15 15 15 15 15 15
Pengalaman 2 Pearson
Correlation ,535
* 1 ,272 ,134 ,200 ,652
**
Sig. (2-tailed) ,040 ,326 ,635 ,474 ,008
N 15 15 15 15 15 15
Pengalaman 3 Pearson
Correlation ,327 ,272 1 ,218 ,600
* ,769
**
Sig. (2-tailed) ,234 ,326 ,435 ,018 ,001
N 15 15 15 15 15 15
Pengalaman 4 Pearson
Correlation ,607
* ,134 ,218 1 ,339 ,562
*
Sig. (2-tailed) ,016 ,635 ,435 ,216 ,029
N 15 15 15 15 15 15
Pengalaman 5 Pearson
Correlation ,464 ,200 ,600
* ,339 1 ,717
**
Sig. (2-tailed) ,081 ,474 ,018 ,216 ,003
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,775
** ,652
** ,769
** ,562
* ,717
** 1
Sig. (2-tailed) ,001 ,008 ,001 ,029 ,003
N 15 15 15 15 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
99
e. Uji Validitas Variabel X5 (Pendapatan)
Correlations
Pendap
atan 1
Pendapa
tan 2
Pendapatan
3
Pendapatan
4
Pendapat
an 5 Total
Pendapatan 1 Pearson
Correlation 1 ,200 ,099 ,000 ,100 ,320
Sig. (2-
tailed) ,475 ,727 1,000 ,723 ,245
N 15 15 15 15 15 15
Pendapatan 2 Pearson
Correlation ,200 1 ,640
* ,707
** ,500
,820*
*
Sig. (2-
tailed) ,475 ,010 ,003 ,058 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Pendapatan 3 Pearson
Correlation ,099 ,640
* 1 ,453 ,542
*
,847*
*
Sig. (2-
tailed) ,727 ,010 ,090 ,037 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Pendapatan 4 Pearson
Correlation ,000 ,707
** ,453 1 ,354 ,636
*
Sig. (2-
tailed) 1,000 ,003 ,090 ,196 ,011
N 15 15 15 15 15 15
Pendapatan 5 Pearson
Correlation ,100 ,500 ,542
* ,354 1
,800*
*
Sig. (2-
tailed) ,723 ,058 ,037 ,196 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,320 ,820
** ,847
** ,636
* ,800
** 1
Sig. (2-
tailed) ,245 ,000 ,000 ,011 ,000
N 15 15 15 15 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
100
f. Uji Validitas Variabel X6 (Peran Penyuluh)
Correlations
P.Penyulu
h 1
P.Penyuluh
2
P.Penyuluh
3
P.Pen
yuluh
4
P.Pen
yuluh
5 Total
Peran
Penyuluh 1
Pearson
Correlation 1 ,933
** ,794
** 1,000
** ,660
** ,963
**
Sig. (2-
tailed) ,000 ,000 ,000 ,007 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Peran
Penyuluh 2
Pearson
Correlation ,933
** 1 ,874
** ,933
** ,648
** ,959
**
Sig. (2-
tailed) ,000 ,000 ,000 ,009 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Peran
Penyuluh 3
Pearson
Correlation ,794
** ,874
** 1 ,794
** ,645
** ,891
**
Sig. (2-
tailed) ,000 ,000 ,000 ,009 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Peran
Penyuluh 4
Pearson
Correlation 1,000
** ,933
** ,794
** 1 ,660
** ,963
**
Sig. (2-
tailed) ,000 ,000 ,000 ,007 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Peran
Penyuluh 5
Pearson
Correlation ,660
** ,648
** ,645
** ,660
** 1 ,793
**
Sig. (2-
tailed) ,007 ,009 ,009 ,007 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,963
** ,959
** ,891
** ,963
** ,793
** 1
Sig. (2-
tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
101
g. Uji Validitas Variabel X7 (Interaksi Sosial)
Correlations
I.Sosial
1
I.Sosial
2
I.Sosial
3
I.Sosial
4
I.Sosial
5 Total
Interaksi Sosial
1
Pearson
Correlation 1 ,447 ,411 ,853
** ,400 ,742
**
Sig. (2-
tailed) ,095 ,128 ,000 ,140 ,002
N 15 15 15 15 15 15
Interaksi Sosial
2
Pearson
Correlation ,447 1 ,735
** ,477 ,671
** ,854
**
Sig. (2-
tailed) ,095 ,002 ,072 ,006 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Interaksi Sosial
3
Pearson
Correlation ,411 ,735
** 1 ,456 ,658
** ,831
**
Sig. (2-
tailed) ,128 ,002 ,088 ,008 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Interaksi Sosial
4
Pearson
Correlation ,853
** ,477 ,456 1 ,533
* ,791
**
Sig. (2-
tailed) ,000 ,072 ,088 ,041 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Interaksi Sosial
5
Pearson
Correlation ,400 ,671
** ,658
** ,533
* 1 ,809
**
Sig. (2-
tailed) ,140 ,006 ,008 ,041 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,742
** ,854
** ,831
** ,791
** ,809
** 1
Sig. (2-
tailed) ,002 ,000 ,000 ,000 ,000
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
102
h. Uji Validitas Variabel Y1 (Kerumitan)
Correlations
Kerumitan
1
Kerumitan
2
Kerumitan
3
Kerumitan
4
Kerumitan
5 Total
Kerum
itan 1
Pearson
Correlation 1 -,028 ,490 ,439 ,237 ,496
Sig. (2-
tailed) ,921 ,064 ,102 ,396 ,060
N 15 15 15 15 15 15
Kerum
itan 2
Pearson
Correlation -,028 1 ,594
* ,562
* ,693
** ,750
**
Sig. (2-
tailed) ,921 ,019 ,029 ,004 ,001
N 15 15 15 15 15 15
Kerum
itan 3
Pearson
Correlation ,490 ,594
* 1 ,873
** ,659
** ,919
**
Sig. (2-
tailed) ,064 ,019 ,000 ,008 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Kerum
itan 4
Pearson
Correlation ,439 ,562
* ,873
** 1 ,674
** ,905
**
Sig. (2-
tailed) ,102 ,029 ,000 ,006 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Kerum
itan 5
Pearson
Correlation ,237 ,693
** ,659
** ,674
** 1 ,846
**
Sig. (2-
tailed) ,396 ,004 ,008 ,006 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,496 ,750
** ,919
** ,905
** ,846
** 1
Sig. (2-
tailed) ,060 ,001 ,000 ,000 ,000
N 15 15 15 15 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
103
i. Uji Validitas Variabel Y2 (Sarana Produksi)
Correlations
S.Produ
ksi 1
S.Produ
ksi 2
S.Produ
ksi 3
S.Produks
i 4
S.Produ
ksi 5 Total
Sarana
Produksi 1
Pearson
Correlation 1 ,531
* ,257 ,163 ,298 ,736
**
Sig. (2-tailed) ,042 ,356 ,561 ,280 ,002
N 15 15 15 15 15 15
Sarana
Produksi 2
Pearson
Correlation ,531
* 1 ,000 ,096 ,234 ,632
*
Sig. (2-tailed) ,042 1,000 ,733 ,401 ,011
N 15 15 15 15 15 15
Sarana
Produksi 3
Pearson
Correlation ,257 ,000 1 ,139 ,113 ,452
Sig. (2-tailed) ,356 1,000 ,621 ,688 ,091
N 15 15 15 15 15 15
Sarana
Produksi 4
Pearson
Correlation ,163 ,096 ,139 1 ,707
** ,621
*
Sig. (2-tailed) ,561 ,733 ,621 ,003 ,013
N 15 15 15 15 15 15
Sarana
Produksi 5
Pearson
Correlation ,298 ,234 ,113 ,707
** 1 ,725
**
Sig. (2-tailed) ,280 ,401 ,688 ,003 ,002
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,736
** ,632
* ,452 ,621
* ,725
** 1
Sig. (2-tailed) ,002 ,011 ,091 ,013 ,002
N 15 15 15 15 15 15
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
104
j. Uji Validitas Variabel Y3 (Keuntungan)
Correlations
Keuntung
an 1
Keuntungan
2
Keuntungan
3
Keuntungan
4
Keuntungan
5 Total
Keun
tung
an 1
Pearson
Correlation 1 ,413 ,295 ,387 ,366 ,673
**
Sig. (2-
tailed) ,126 ,285 ,154 ,180 ,006
N 15 15 15 15 15 15
Keun
tung
an 2
Pearson
Correlation ,413 1 ,276 ,426 ,443 ,729
**
Sig. (2-
tailed) ,126 ,319 ,113 ,098 ,002
N 15 15 15 15 15 15
Keun
tung
an 3
Pearson
Correlation ,295 ,276 1 ,076 ,447 ,680
**
Sig. (2-
tailed) ,285 ,319 ,787 ,095 ,005
N 15 15 15 15 15 15
Keun
tung
an 4
Pearson
Correlation ,387 ,426 ,076 1 ,189 ,579
*
Sig. (2-
tailed) ,154 ,113 ,787 ,500 ,024
N 15 15 15 15 15 15
Keun
tung
an 5
Pearson
Correlation ,366 ,443 ,447 ,189 1 ,733
**
Sig. (2-
tailed) ,180 ,098 ,095 ,500 ,002
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,673
** ,729
** ,680
** ,579
* ,733
** 1
Sig. (2-
tailed) ,006 ,002 ,005 ,024 ,002
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
105
k. Uji Validitas Variabel Y4 (Hasil Nyata)
Correlations
Hasil
Nyata 1
Hasil
Nyata 2
Hasil
Nyata 3
Hasil
Nyata 4
Hasil
Nyata 5 Total
Hasil
Nyata 1
Pearson
Correlation 1 ,931
** ,801
** ,760
** ,528
* ,955
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,001 ,043 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Hasil
Nyata 2
Pearson
Correlation ,931
** 1 ,768
** ,696
** ,483 ,922
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,004 ,068 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Hasil
Nyata 3
Pearson
Correlation ,801
** ,768
** 1 ,509 ,483 ,862
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,001 ,053 ,068 ,000
N 15 15 15 15 15 15
Hasil
Nyata 4
Pearson
Correlation ,760
** ,696
** ,509 1 ,323 ,753
**
Sig. (2-tailed) ,001 ,004 ,053 ,241 ,001
N 15 15 15 15 15 15
Hasil
Nyata 5
Pearson
Correlation ,528
* ,483 ,483 ,323 1 ,693
**
Sig. (2-tailed) ,043 ,068 ,068 ,241 ,004
N 15 15 15 15 15 15
Total Pearson
Correlation ,955
** ,922
** ,862
** ,753
** ,693
** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,001 ,004
N 15 15 15 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
106
No Nama Desa
Kelompok
Tani Umur Pendidikan
Luas
lahan
1 Saring Suka Makmur Mulia 55 SLTA < 0,5
2 Swarno Suka Makmur Mulia 47 SLTA 2,1
3 Sugianto Suka Makmur Mulia 46 SLTA < 0,5
4 Selamat Suka Makmur Mulia 39 SLTA < 0,5
5 Muhamad Ali Suka Makmur Mulia 34 SLTA < 0,5
6 Kiswanto Suka Makmur Mulia 55 SLTP < 0,5
7 Ngateman Suka Makmur Mulia 50 SD 0,7
8 Muh. Zulham Suka Makmur Mulia 48 SLTA < 0,5
9 Juliardi Suka Makmur Mulia 42 S1 < 0,5
10 Kusnoto Suka Makmur Mulia 43 SLTA 1
11 Suprianto Sendang Rejo Karya Sari 38 SD < 0,5
12 Noman Sendang Rejo Karya Sari 38 SLTA < 0,5
13 selamet arianto Sendang Rejo Karya Sari 39 SLTA < 0,5
14 Basir Sendang Rejo Karya Sari 56 SLTA 0,6
15 Petok Sendang Rejo Karya Sari 59 SLTA < 0,5
16 Nopi Sendang Rejo Karya Sari 50 SLTA < 0,5
17 Pariadi Sendang Rejo Karya Sari 38 SLTP < 0,5
18 Ramiadi Sendang Rejo Karya Sari 49 SLTA < 0,5
19 Sukarman Sambi Rejo Subur Tani 53 SLTP < 0,5
20 Warsianto Sambi Rejo Subur Tani 43 SLTP < 0,5
21 Febrianti Sambi Rejo Subur Tani 28 SLTA < 0,5
22 Supardi Sambi Rejo Subur Tani 50 SD < 0,5
23 Nuriyadi Sambi Rejo Subur Tani 49 SLTP < 0,5
24 Sri Gunawan Sambi Rejo Subur Tani 46 SLTA < 0,5
25 Bambang Sahputra Sambi Rejo Subur Tani 39 SLTA < 0,5
26 Sulaiman Pardamean Sepakat 47 S1 <0,5
27 Indrawati Pardamean Sepakat 37 SLTP < 0,5
28 Sarmi Pardamean Sepakat 46 SD < 0,5
29 Sunarto Pardamean Sepakat 44 SLTA < 0,5
30 Ernawati Pardamean Sepakat 39 SLTA < 0,5
31 Jumiati Pardamean Sepakat 48 SLTA 1
32 Supiana Pardamean Sepakat 54 SLTA < 0,5
107
Lampiran 5. Output spss hubungan faktor internal dan eksternal petani
dengan teknik P3S
a.Umur
Correlations
Umur Sarana Produksi
Spearman's
rho
Umur Correlation
Coefficient 1,000 ,437*
Sig. (2-tailed) . ,012
N 32 32
Sarana
Produksi
Correlation
Coefficient ,437* 1,000
Sig. (2-tailed) ,012 .
N 32 32
Correlations
Umur Kerumitan
Spearman’s
rho
Umur Correlation
Coefficient 1,000 -,405*
Sig. (2-tailed) . ,021
N 32 32
Kerumitan Correlation
Coefficient -,405* 1,000
Sig. (2-tailed) ,021 .
N 32 32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
108
Correlations
Umur Keuntungan
Spearman's
rho
Umur Correlation
Coefficient 1,000 ,457**
Sig. (2-tailed) . ,009
N 32 32
Keuntungan Correlation
Coefficient ,457** 1,000
Sig. (2-tailed) ,009 .
N 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Umur Hasil Nyata
Spearman's
rho
Umur Correlation
Coefficient 1,000 ,353*
Sig. (2-tailed) . ,047
N 32 32
Hasil Nyata Correlation
Coefficient ,353* 1,000
Sig. (2-tailed) ,047 .
N 32 32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
109
b.Pendidikan
Correlations
Pendidikan
Formal
Kerumit
an
Spearman's
rho
Pendidikan
Formal
Correlation Coefficient 1,000 ,101
Sig. (2-tailed) . ,584
N 32 32
Kerumitan Correlation Coefficient ,101 1,000
Sig. (2-tailed) ,584 .
N 32 32
Correlations
Pendidikan
Formal Sarana Produksi
Spearma
n's rho
Pendidik
an
Formal
Correlation
Coefficient 1,000 ,041
Sig. (2-tailed) . ,824
N 32 32
Sarana
Produksi
Correlation
Coefficient ,041 1,000
Sig. (2-tailed) ,824 .
N 32 32
110
Correlations
Pendidikan
Formal Keuntungan
Spearman's
rho
Pendidikan
Formal
Correlation
Coefficient 1,000 -,190
Sig. (2-tailed) . ,297
N 32 32
Keuntungan Correlation
Coefficient -,190 1,000
Sig. (2-tailed) ,297 .
N 32 32
Correlations
Pendidikan
Formal Hasil Nyata
Spearman's
rho
Pendidikan
Formal
Correlation
Coefficient 1,000 ,158
Sig. (2-tailed) . ,387
N 32 32
Hasil Nyata Correlation
Coefficient ,158 1,000
Sig. (2-tailed) ,387 .
N 32 32
111
C.Luas Lahan
Correlations
Luas
lahan Kerumitan
Spearman's
rho
Luas lahan Correlation
Coefficient 1,000 -,188
Sig. (2-tailed) . ,303
N 32 32
Kerumitan Correlation
Coefficient -,188 1,000
Sig. (2-tailed) ,303 .
N 32 32
Correlations
Luas
lahan
Sarana
Produksi
Spearman's
rho
Luas
lahan
Correlation
Coefficient 1,000 -,009
Sig. (2-tailed) . ,959
N 32 32
Sarana
Produksi
Correlation
Coefficient -,009 1,000
Sig. (2-tailed) ,959 .
N 32 32
112
Correlations
Luaslahan Keuntungan
Spearma
n's rho
Luas
lahan
Correlation
Coefficient 1,000 ,016
Sig. (2-tailed) . ,930
N 32 32
Keuntungan Correlation
Coefficient ,016 1,000
Sig. (2-tailed) ,930 .
N 32 32
Correlations
Luaslahan Hasil Nyata
Spearm
an's rho
Luas
lahan
Correlation
Coefficient 1,000 -,008
Sig. (2-
tailed) . ,964
N 32 32
Hasil
Nyata
Correlation
Coefficient -,008 1,000
Sig. (2-
tailed) ,964 .
N 32 32
113
d.Pengalaman
Correlations
Pengalaman Kerumitan
Spearma
n's rho
Pengalaman Correlation
Coefficient 1,000 -,429*
Sig. (2-tailed) . ,014
N 32 32
Kerumitan Correlation
Coefficient -,429* 1,000
Sig. (2-tailed) ,014 .
N 32 32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Pengalaman
Sarana
Produksi
Spearma
n's rho
Pengalaman Correlation
Coefficient 1,000 ,552**
Sig. (2-tailed) . ,001
N 32 32
Sarana
Produksi
Correlation
Coefficient ,552** 1,000
Sig. (2-tailed) ,001 .
N 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
114
Correlations
Pengalaman Keuntungan
Spearma
n's rho
Pengalaman Correlation
Coefficient 1,000 ,660**
Sig. (2-
tailed) . ,000
N 32 32
Keuntungan Correlation
Coefficient ,660** 1,000
Sig. (2-
tailed) ,000 .
N 32 32
Correlations
Pengalaman
Hasil
Nyata
Spearma
n's rho
Pengalaman Correlation
Coefficient 1,000 ,351*
Sig. (2-
tailed) . ,049
N 32 32
Hasil
Nyata
Correlation
Coefficient ,351* 1,000
Sig. (2-
tailed) ,049 .
N 32 32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
115
e.Pendapatan
Correlations
Pendapatan Kerumitan
Spearman's
rho
Pendapatan Correlation
Coefficient 1,000 -,102
Sig. (2-tailed) . ,579
N 32 32
Kerumitan Correlation
Coefficient -,102 1,000
Sig. (2-tailed) ,579 .
N 32 32
Correlations
Pendapatan
Sarana
Produksi
Spearman's
rho
Pendapatan Correlation
Coefficient 1,000 ,304
Sig. (2-tailed) . ,090
N 32 32
Sarana
Produksi
Correlation
Coefficient ,304 1,000
Sig. (2-tailed) ,090 .
N 32 32
116
Correlations
Pendapatan Keuntungan
Spearman's
rho
Pendapatan Correlation
Coefficient 1,000 ,452**
Sig. (2-tailed) . ,009
N 32 32
Keuntungan Correlation
Coefficient ,452** 1,000
Sig. (2-tailed) ,009 .
N 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Pendapatan HasilNyata
Spearman's
rho
Pendapatan Correlation
Coefficient 1,000 ,069
Sig. (2-tailed) . ,706
N 32 32
Hasil
Nyata
Correlation
Coefficient ,069 1,000
Sig. (2-tailed) ,706 .
N 32 32
117
f.Peran Penyuluh
Correlations
Peran
Penyuluh Kerumitan
Spearma
n's rho
Peran
Penyuluh
Correlation
Coefficient 1,000 -,329
Sig. (2-tailed) . ,066
N 32 32
Kerumitan Correlation
Coefficient -,329 1,000
Sig. (2-tailed) ,066 .
N 32 32
Correlations
Peran
Penyuluh
Sarana
Produksi
Spearma
n's rho
Peran
Penyuluh
Correlation
Coefficient 1,000 -,150
Sig. (2-tailed) . ,413
N 32 32
Sarana
Produksi
Correlation
Coefficient -,150 1,000
Sig. (2-tailed) ,413 .
N 32 32
118
Correlations
Peran
Penyuluh Keuntungan
Spearman
's rho
Peran
Penyuluh
Correlation
Coefficient 1,000 ,203
Sig. (2-tailed) . ,264
N 32 32
Keuntung
an
Correlation
Coefficient ,203 1,000
Sig. (2-tailed) ,264 .
N 32 32
Correlations
Peran
Penyuluh
Hasil
Nyata
Spearman
's rho
Peran
Penyuluh
Correlation
Coefficient 1,000 ,652**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 32 32
Hasil
Nyata
Correlation
Coefficient ,652** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 32 32
119
g.Interaksi Sosial
Correlations
Interaksi
Sosial Kerumitan
Spearm
an's rho
Interaksi
Sosial
Correlation
Coefficient 1,000 -,354*
Sig. (2-tailed) . ,047
N 32 32
Kerumitan Correlation
Coefficient -,354* 1,000
Sig. (2-tailed) ,047 .
N 32 32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Interaksi
Sosial
Sarana
Produksi
Spear
man's
rho
Interaksi
Sosial
Correlation
Coefficient 1,000 ,378*
Sig. (2-tailed) . ,033
N 32 32
Sarana
Produksi
Correlation
Coefficient ,378* 1,000
Sig. (2-tailed) ,033 .
N 32 32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
120
Correlations
Interaksi
Sosial Keuntungan
Spearman's
rho
Interaksi
Sosial
Correlation
Coefficient 1,000 ,761**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 32 32
Keuntung
an
Correlation
Coefficient ,761** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Interaksi
Sosial
Hasil
Nyata
Spearman's
rho
Interaksi
Sosial
Correlation
Coefficient 1,000 ,589**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 32 32
Hasil
Nyata
Correlation
Coefficient ,589** 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 32 32
121
No Nama
Respondedn
Umur Pendidikan Luas Lahan Pengalaman Pendapatan Peran Penyuluh
1 Saring 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 4 2 2 4 4 2 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4
2 Swarno 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2
3 Sugianto 4 4 5 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5
4 Selamat 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 4 2 4 4 4 2 4 4 2 2 2 2 2
5 Muhamad
Ali 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 2
6 Kiswanto 2 2 2 2 2 4 4 4 2 4 2 2 4 4 2 2 4 2 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4
7 Ngateman 5 4 2 2 4 5 4 4 4 2 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2
8 Muh.
Zulham 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4
9 Juliardi 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 2 2 2 4 2 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2
10 Suprianto 5 4 2 2 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2
11 Juliardi 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 2 5 2 4 2 2 2 2 2 2
12 Selamet
Arianto 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 5 5 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
13 Noman 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2
14 Basir 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 2 4 2 4 3 4 4 4
15 Petok 4 4 2 2 2 4 4 4 4 2 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 5 2 4 2 4 4 4 4 2
16 Pariadi 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 2 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4
17 Nopi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2
18 Ramiadi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3 2 2 2 2 2 2
19 Sukarman 5 4 2 2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2
20 Warsianto 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 2 4 2 4 4 4 4 4
21 Febrianti 5 5 5 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 5 4 3 4 4 3 4 4 4
22 Supardi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 2
23 Nuriyadi 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 5 2 4 2 2 2 2 2 2
24 Sri
Gunawan 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 4 4 5 2 4 2 4 4 4 4 4
25 Bambang
Sahputra 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 2
26 Sulaiman 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 2 4 4 5 2 4 2 4 4 4 4 4
27 Sarmi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3 2 4 4 4 4 4
28 Indrawati 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 2 3 2 4 4 4 4 4
29 Sunarto 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 2
30 Ernawati 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 2 3 2 4 4 4 4 4
31 Jumiati 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 3 2 4 4 4 4 4
32 Supiana 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 2 3 2 4 4 4 4 4
122
Lampiran 6. Rekap Hasil Kuisioner
No Nama
Responden
Interaksi
Sosial Kerumitan
Sarana
Produksi Keuntungan Hasil Nyata
1 Saring 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 Swarno 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4
3 Sugianto 5 5 5 4 5 4 5 4 4 5 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 Selamat 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 Muhamad
Ali 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 6
Kiswanto 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 4 4 2 2 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 7
Ngateman 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 8 Muh.
Zulham 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 9
Juliardi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 10
Suprianto 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 11
Juliardi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 12 Selamet
Arianto 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 13
Noman 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 14
Basir 4 3 4 4 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 15
Petok 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 16
Pariadi 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 17
Nopi 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 18
Ramiadi 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 19
Sukarman 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 20
Warsianto 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 21
Febrianti 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 22
Supardi 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 23
Nuriyadi 2 2 2 2 2 5 5 5 4 5 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 24
Gunawan 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 25
Bambang 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 26
Sulaiman 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 27
Sarmi 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 28
Indrawati 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 29
Sunarto 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 30
Ernawati 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 31
Jumiati 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 32
Supiana 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4
123