Persepsi Dan Perilaku Menabung Masyarakat
-
Upload
arief-septianur -
Category
Documents
-
view
15 -
download
2
description
Transcript of Persepsi Dan Perilaku Menabung Masyarakat
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
PERSEPSI DAN PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT
DI KABUPATEN JEPARA
Much. Imron
Program Studi Manajemen, STIE Nahdlatul Ulama Jepara
Jl. Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara Telp. 0291-595320, kode pos: 59425
Abstract
Savings is an important component of investment. And investment is an important component for economic
growth. Given the importance of saving both for its own sake or for the benefit of the national economy will
require research to describe people's perceptions about the activities of saving and saving behavior in the
community. The study was designed to be qualitative, with research sites in the district Tahunan, Bugel, Jepara,
Pecangaan and Mlonggo. Sample studied as many as 17 respondents, which can be grouped into 12 individual
respondents and five respondents represent groups. Data were collected with semi-structured interviews. The
research findings show that the characteristics of people who become bank-non bank customer have differences.
Characteristic is seen from the age, education level, location of residence (rural-urban), employment and
understanding of banking products. Communities have the attitude / positive perception of banking.
Furthermore, it also described the forms of savings behavior by the public in addition to savings in formal
financial institutions.
Keywords: savings attitude, savings behavior, the characteristics of saving
Abstrak
Tabungan merupakan komponen penting dalam investasi. Dan investasi merupakan komponen penting bagi
pertumbuhan ekonomi. Mengingat arti penting menabung baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan ekonomi nasional maka diperlukan penelitian untuk menggambarkan persepsi masyarakat
mengenai aktivitas menabung dan perilaku masyarakat dalam menabung. Penelitian ini dirancang bersifat
kualitatif, dengan lokasi penelitian di kecamatan Tahunan, Bugel, Jepara, Pecangaan dan Mlonggo. Sampel
penelitian sebanyak 17 responden, yang dapat dikelompokkan menjadi 12 responden individu dan 5 responden
kelompok. Data yang diperlukan dikumpulkan dengan wawancara semi terstruktur. Temuan penelitian
memperlihatkan, bahwa karakteristik masyarakat yang menjadi nasabah bank dengan yang bukan memiliki
perbedaan. Karakteristik tersebut dilihat dari usia, tingkat pendidikan, lokasi tempat tinggal (desa-kota),
pekerjaan dan pemahaman terhadap produk perbankan. Masyarakat memiliki sikap/persepsi yang positif
terhadap perbankan. Selanjutnya juga dijelaskan mengenai bentuk-bentuk perilaku menabung yang dilakukan
oleh masyarakat selain menabung di lembaga keuangan formal.
Kata kunci: sikap menabung, perilaku menabung, karakteristik menabung
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 2
1. Pendahuluan
Tabungan memegang peranan penting dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Alasan berdasar
ekonomi mikro adalah untuk menjaga tingkat konsumsi masa datang dan bahkan di sepanjang waktu (Dynan
dkk, 2004). Perilaku menabung dilakukan untuk mencapai tingkat kemakmuran tertentu di masa depan. Oleh
karena itu, individu cenderung akan bekerja keras pada periode umur produktif untuk ditabung dan atau
dikonsumsi. Berdasarkan tinjauan ekonomi makro, tabungan merupakan salah satu sumber penting investasi.
Keberlanjutan investasi sangat ditentukan dari ketersediaan tabungan (Todaro, 1999).
Para ahli ekonomi tidak memiliki kesepakatan mengenai model penentu yang paling relevan untuk
menjelaskan perilaku tabungan (Fisher, 2006). Kondisi ini disebabkan karena setiap kelompok masyarakat
memiliki dorongan Psikososial, Psiko-budaya dan sistem kepercayaan.
Pada umumnya negara berkembang menghadapi perma-salahan keterbatasan dana untuk membiayai
investasi. Menurut Kuncoro (1997), investasi merupakan salah satu mesin penggerak pertumbuhan ekonomi.
Untuk keperluan tersebut telah dilakukan usaha yang intensif untuk memobilisasi tabungan dari berbagai
sumber. Usaha memobilisasi tabungan atau menghimpun dana pihak ketiga ditentukan oleh kesanggupan dan
kemauan masyarakat dari sisi penabung serta peran (fungsi intermediasi) perbankan dari sisi penghimpun dana.
Menurut Nurkse (1953), di Negara berkembang terdapat lingkaran perangkap kemiskinan yang tidak
berujung pangkal. Berdasarkan lingkaran perangkap kemiskinan, diketahui bahwa rendahnya pendapatan
masyarakat sebagai akibat dari rendahnya produktivitas. Pendapatan dan produktivitas yang rendah
menyebabkan kemampuan untuk menabung rendah. Kemampuan menabung yang rendah mengakibatkan
pembentukan modal dan produktivitas rendah sehingga pertumbuhan juga rendah.
Arsyad (1999) menyatakan bahwa tabungan masyarakat ditentukan oleh perilaku tabungan perusahaan dan
perilaku tabungan rumah tangga. Di negara berkembang, tabungan perusahaan relatif kecil sebab sektor
perusahaan kecil. Pada perusahaan milik keluarga, tabungan perusahaan bukan merupakan bagian penting dalam
perusahaan karena merupakan bagian dari pendapatan keluarga. Tabungan masyarakat adalah bagian pendapatan
yang diterima oleh masyarakat dan tidak digunakan untuk keperluan konsumsi. Tabungan masyarakat terdiri
dari dua sumber, yaitu tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Dalam penelitian ini akan dibahas
khusus untuk tabungan rumah tangga yang merupakan bagian dari tabungan masyarakat.
Secara empiris, penelitian tentang tabungan rumah tangga telah dilakukan beberapa peneliti, antara lain:
1) Loayza dan Shankar (2000), dilakukan di India pada tahun 1994, menyatakan bahwa proporsi tabungan perorangan 21% dan tabungan masyarakat 1%. Untuk rumah tangga, besarnya tabungan adalah 19,83
% dari Private Disposable Income (PDI) dan tabungan perusahaan sebesar 3,46 % dari PDI.
2) Kray (2000), dilakukan di China pada tahun 1995 dengan proporsi 43,94 % dari Gross National Saving (GNS) merupakan tabungan swasta, 1,27 % tabungan pemerintah dan 25,61 % tabungan rumah tangga.
3) Sutarno (2005), dilakukan di Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan rumah tangga untuk menabung sebesar 27%.
Model tabungan rumah tangga yang banyak digunakan adalah model Keynes. Tetapi model ini hanya
menggambarkan perilaku tabungan rumah tangga dalam jangka pendek, berasumsi bahwa fungsi tabungan
merupakan fungsi linier dan ditentukan oleh besarnya pendapatan.
Di Indonesia penelitian tentang tabungan rumah tangga telah dilakukan antara lain oleh Brata (1999) dan
Sutarno (2005). Brata menyatakan faktor pendapatan, pendidikan, jenis kelamin, dan tipe industri berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap tabungan rumah tangga, sedangkan umur dan sumber pendapatan tidak
berpengaruh. Sutarno mengemukakan pendapatan berpengaruh positif terhadap tabungan dan jumlah konsumsi,
sedangkan jenis pekerjaan berpengaruh negatif.
Pendapatan bukan merupakan satu-satunya faktor penentu utama tabungan rumah tangga. Faktor lain yang
ikut menentukan antara lain adalah demografi dan kondisi sosial ekonomi. Berbagai studi mengenai pengaruh
demografi dan kondisi sosial ekonomi terhadap tabungan rumah tangga menunjukkan hasil beragam.
Attanasio (1997) melakukan stratifikasi berdasarkan pada 10 kelompok umur di USA, mulai umur 28 74 tahun dengan masing-masing skala umur 5 tahun. Hasil studi menunjukkan bahwa sampai umur 48 tahun,
hubungan antara umur dan tabungan positif, tetapi setelah umur tersebut hubungannya menjadi negatif. Harris
dkk (2002) melakukan studi yang sama di Australia dengan stratifikasi umur yang berbeda, yaitu didasarkan
pada 6 kelompok umur, mulai umur 18 64 tahun dengan skala umur yang bervariasi 34 (antara 4-9 tahun). Hasilnya menunjukkan sampai umur 54 tahun, hubungan antara umur dan tabungan positif, tetapi setelah itu
hubungan menjadi negatif.
Pendidikan kepala rumah tangga berhubungan positif terhadap tabungan rumah tangga. Hasil studi yang
dilakukan Wang (1994), Tin (2000) dan Sharon (2001) di USA serta Brata (1999) di Bantul ternyata
memberikan hasil yang sama.
Kelley dan Williamson (1968) menguji pengaruh jenis pekerjaan terhadap tabungan rumah tangga di
Indonesia, dengan melakukan klasifikasi 5 pekerjaan, yaitu petani, pedagang dan tukang, pemilik usaha,
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 3
pegawai pemerintah serta jenis penerima upah yang lain. Hasilnya menunjukkan bahwa jenis pekerjaan
berpengaruh terhadap tabungan. Sutarno (2005) melakukan hal yang sama, tetapi di daerah pedesaan dan jenis
pekerjaan dibedakan menjadi dua yaitu petani dan bukan petani. Hasil studi empiris menunjukkan bahwa petani
mempunyai tabungan yang lebih rendah daripada pekerjaan lain.
Penelitian ini dilakukan untuk memaparkan persepsi menabung masyarakat dan mendeskripsikan perilaku
menabung masyarakat dengan daerah penelitian di Kabupaten Jepara.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan,
pendukung dan sumbangan pemikiran pada perencana dan pengambil keputusan dalam usaha memobilisasi
tabungan yang berkaitan dengan perilaku tabungan masyarakat Kabupaten Jepara. Dan juga dapat memperkaya
penelitian, khususnya tentang perilaku tabungan masyarakat, serta dapat dipergunakan sebagai pembanding
untuk penelitian selanjutnya,
2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Kelley dan Williamson (1968) menggunakan data pendapatan, tabungan dan ukuran keluarga di Indonesia,
yang diklasifikasikan menurut umur kepala keluarga. Sampel keluarga di daerah Yogyakarta dikelompokkan
menjadi lima dan dilakukan dua uji. Pertama digunakan hipotesis konsumsi per kapita konstan sepanjang hidup,
yang didefinisikan sebagai konsumsi rata-rata dalam sampel rumah tangga. Untuk memprediksi konsumsi,
tabungan dan APS digunakan gambar konsumsi rata-rata per kapita dengan rata-rata ukuran keluarga dari
kelompok umur, kemudian dibandingkan dengan nilai observasi dari variabel yang bersangkutan. Hasil dari uji
ini tidak memuaskan dari perkiraan, sebab variasi pendidikan dengan umur rumah tangga tergantung pada
lokasi. Kedua, menguji perilaku tabungan pada kelompok umur dengan regresi pendapatan per kapita terhadap
pendapatan keluarga per kapita. Pada rumah tangga yang tumbuh lebih tua, pendapatan tenaga kerja turun secara
proporsional dengan kekayaan non-manusia, sebab kekayaan digunakan untuk konsumsi pada umur pensiun.
Data untuk kekayaan non-manusia tidak tersedia untuk tes ini. Oleh karena itu, model akan memprediksi bahwa
MPS (marginal propensity to saving) pendapatan meningkat pada rumah tangga yang lebih tua. MPS meningkat
dari 0,05 untuk kelompok umur 20-29, menjadi 0,06 untuk kelompok umur 60-69 di semua rumah tangga.
Untuk rumah tangga di pedesaan MPS meningkat dari 0,13 menjadi 0,76.
Hyunt (1979) mempelajari tentang perilaku menabung rumah tangga pedesaan di Korea, dengan cara
meregres pendapatan (didasarkan pada ukuran lahan), liquid assets, rata-rata lamanya sekolah (tahun), jumlah
keluarga, dependency ratio dan sumber dari rasio pendapatan. Nilai pendapatan diprediksi dari persamaan
regresi yang diasumsikan sebagai pendapatan permanen. Perbedaan pengukuran antara pendapatan dan nilai
prediksi merupakan pendapatan sementara. Keuntungan metode ini adalah bahwa Yp dapat diestimasi dari data
cross section. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa MPC pendapatan sementara adalah positif tetapi
lebih kecil daripada MPC pendapatan permanen.
Wang (1994) meneliti tentang pengaruh harga pada tabungan rumah tangga dengan menggunakan model
life-cycle dan fakta dari data mikro. Sampel yang digunakan difokuskan pada pasangan suami istri yang
menikah antara tahun 1983 dan 1986. Analisis didasarkan pada model life-cycle dan persamaan simultan antara
kerja/istirahat dan konsumsi/tabungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu bekerja dan istirahat dari
rumah tangga merupakan dua hal yang saling menyeimbangkan. Kekayaan manusia sepanjang hidup (tenaga
kerja dan istirahat) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tabungan, sedangkan kekayaan bukan
manusia berpengaruh negatif. Hal yang tidak diuraikan dalam penelitian ini adalah pengaruh tingkat bunga dan
keamanan sosial.
Lusardi dan Browning (1996) menganalisis tabungan rumah tangga berdasarkan teori mikro. Menurutnya,
terdapat empat model tabungan dan konsumsi, yaitu:
1) The certainty-equivalence model(CEQ model). Model ini mengasumsikan bahwa pelaku mempunyai fungsi utility jangka pendek dan menghadapi pasar sempurna. Karena ada kepastian, maka ada harapan
rasional dan fungsi utility berbentuk kuadrat.
2) The standard additive model. Asumsi model adalah pelaku mempunyai fungsi utility jangka pendek dengan discount factor tetap dan menghadapi pasar sempurna. Pelaku memaksimumkan utility yang
diharapkan dan ada harapan rasional, dengan fungsi berbentuk non kuadrat.
3) Persamaan Euler untuk alokasi jangka pendek. Secara empiris hubungan tabungan dan konsumsi dilakukan pada kondisi optimal atau dengan menggunakan persamaan Euler.
4) Kendala likuiditas dan kebiasaan Apabila terdapat kendala likuiditas, maka diperlukan dua asumsi: a. Tingkat bunga konstan dan diketahui kapan konsumsi pada waktu t dipilih. b. Terdapat dua tingkat bunga, untuk meminjam (rb) dan untuk dipinjamkan (rl).
Brata (1999), menganalisis tentang perilaku tabungan rumah tangga pada industri kecil di Bantul pada
tahun 1996, dengan jumlah responden sebanyak 96. Analisisnya difokuskan pada dua hal, satu untuk
mengetahui bentuk akumulasi tabungan rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat tabungan
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 4
rumah tangga. Akumulasi tabungan dibedakan dalam bentuk aset riil dan aset finansial, sedang estimasi faktor-
faktor yang berpengaruh dilakukan dengan pendekatan life cycle hypothesis. Hasil analisis menunjukkan bahwa
tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pendapatan rumah tangga, pendidikan,
jenis kelamin dan tipe industri.
Tin (2000) menunjukkan bahwa perubahan dalam kondisi sosial-demografi akan memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku tabungan individu di pasar uang. Penelitian Tin didasarkan pada teori
konsumsi dan tabungan dari siklus hidup, konsep Keynes tentang MPS dan teori Friedman tentang permintaan
modal. Variabel demografi dalam regresi adalah umur, pendidikan, ras, jenis kelamin, anak, status daerah dan
status perkawinan. Metode estimasi yang digunakan adalah OLS. Hasil penelitian menyatakan bahwa
permintaan modal tidak hanya ditentukan oleh kekayaan tingkat pengembalian relatif, tetapi ditentukan juga
oleh variabel demografi, yang diprediksi oleh teori tabungan siklus hidup. Hasil regresi mendukung hipotesis
Keynes bahwa keinginan untuk menabung antar individu berbeda tergantung pada kondisi sosial ekonominya.
Hal ini memberikan implikasi bahwa desain kebijakan sosial ekonomi akan mempengaruhi pendapatan, tingkat
bunga, umur, pendidikan, ras dan komposisi perkawinan dari populasi.
Loayza dan Shankar (2000) memasukkan variabel sumbangan sektor pertanian terhadap PDB sebagai salah
satu variabel bebas. Variabel tersebut dimaksudkan untuk melihat perilaku masyarakat India yang sebagian
besar merupakan masyarakat agraris dalam menabung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat bunga dan
sumbangan sektor pertanian memberikan pengaruh yang positif terhadap tabungan swasta, sedangkan
dependency ratio, rasio kredit domestik tehadap PDB dan tabungan pemerintah memberikan pengaruh negatif.
Untuk pendapatan per kapita di India tidak berpengaruh terhadap tabungan swasta.
Sutarno (2005) meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga pedesaan di Kecamatan Delanggu
Kabupaten Klaten, dengan jumlah responden sebesar Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku
menabung rumah tangga di pedesaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berusaha mengungkapkan kajian persepsi dan
perilaku rumah tangga dalam kegiatan menabung.
3.2 Lokasi Penelitian dan Informan
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Jepara. Peneliti secara individu akan turun ke tengah-
tengah masyarakat guna memperoleh data dari informan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, yaitu
rumah tangga yang sukarela memberikan informasi. Dengan demikian, unit analisisnya adalah individu.
3.3 Variabel dan Metode pengumpulan data
Variabel penelitian meliputi perilaku masyarakat dalam menabung dan karakteristiknya. Pengumpulan data
yang diperlukan akan dilakukan dengan wawancara semi-terstruktur. Peneliti menggunakan jenis wawancara
dengan pedoman umum, yang hanya mencantumkan isu-isu yang harus diteliti tanpa menentukan urutan
pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Reduksi data 2) Penyajian data 3) Menarik kesimpulan 4) Verifikasi Reduksi data dilakukan dalam bentuk proses pemilihan, pengeditan, pemusatan pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan di lapangan. Selanjutnya data yang
merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk matriks. Format matriks merupakan
abstraksi atau penyederhanaan dari data kasar yang diperoleh dari catatan di lapangan.
Penyusunan matriks beserta penentuan data kasar yang masuk akan dilakukan berdasarkan kasus atau topic
bahasan. Selanjutnya dari data yang terdapat disusun dalam matriks tersebut, kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan yang dideskripsikan secara normatif.
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 5
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Gambaran Umum Masyarakat Jepara Tiga pilar terpenting penyangga ekonomi Kabupaten Jepara adalah sektor industri,
pertanian dan perdagangan. Pada tahun 2008, penyangga utama masih pada sektor industri dengan andil sebesar 27,87%. Jenis industri utamanya adalah mebel. Sedangkan industri lain adalah tenun ikat, konveksi, makanan, rokok, genteng/ batu bata. Industri mebel menjadi tumpuan utama masysrakat Jepara dalam mencari penghidupan.
Perdagangan dan pariwisata sekarang ini menjadi primadona baru untuk masyarakat dalam mencari
penghasilan. Selain wisata kepulauan Karimunjawa yang menjadi andalan Jepara, wisata belanja barang
furniture juga menjadi harapan baru masyarakat.
Kegiatan ekonomi yang tumbuh membuat warga masyarakat Jepara mulai berfikir akan investasi dan
menabung untuk menyongsong kehidupan yang akan datang. Karena Furniture yang menjadi andalan juga
mengalami banyak persaingan dari berbagai daerah lainnya seperti Sragen yang diproyeksikan menjadi sentra
furniture Jawa Tengah, furniture dari daerah lain yang mempunyai bahan baku seperti Sumatera dan Kalimantan
dimana banyak warga Jepara yang merantau kesana dan akhirnya mendirikan usaha furniture baru di sana
karena bahan bakunya lebih murah.
4.2 Profil Responden
Responden penelitian ini terdiri dari dua jenis, yakni responden anggota masyarakat secara individual (responden individual) dan responden perusahaan. Total responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 17 responden, yang terdiri dari 12 responden individual dan 5 responden Kelompok. Responden sejumlah tersebut diperoleh dari kecamatan: Tahunan, Bugel, Jepara, Pecangaan dan Mlonggo.
4.2.1 Responden Individual Sebanyak 12 responden individual berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 9 diantaranya pria dan sisanya wanita. Usia dan pengalaman hidup seseorang merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu penelitian ini berusaha mendapatkan data mengenai usia responden. Berdasarkan kategori usia ini, mayoritas responden berada pada kelompok usia produktif (17 hingga 46 tahun). Peneliti melaksanakan pengambilan sampel secara purposive dengan harapan dapat melibatkan responden dari berbagai agama/kepercayaan. Sebanyak 11 responden bersedia menjawab pertanyaan tentang agama/kepercayaan mereka, dan diketahui bahwa mayoritas responden adalah umat Islam.
Penelitian ini berusaha menjangkau daerah penelitian di wilayah kota dan desa. Dengan cara ini diperoleh hasil bahwa mayoritas responden sebanyak 3 bertempat tinggal di kota, 4 tinggal di pinggiran kota, dan 5 tinggal di desa.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, diperoleh data bahwa mayoritas responden berpendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi. Berdasarkan penghasilan rata-rata per bulan, respoden penelitian ini mayoritas adalah anggota masyarakat yang termasuk berpenghasilan rendah dan menengah. Berdasarkan data yang diperoleh, mayoritas responden
berpenghasilan kurang dari Rp1.000.000 per bulan. Untuk ukuran biaya hidup di Jepara, untuk mereka yang sudah berkeluarga dan dengan memperhatikan mahalnya biaya hidup saat ini, penghasilan sebesar itu termasuk kategori cukup.
Berdasarkan besarnya penghasilan dan konsumsi sebagaimana disebutkan sebelumnya, penelitian ini menemukan bahwa 8 responden menyatakan mampu menabung secara rutin. Umumnya mereka menabung di Bank resmi (Konvensional dan Syariah). Dan 4 responden yang menyatakan menabung di lembaga keuangan seperti koperasi dan lembaga keuangan lainnya.
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 6
Tingkat pemahaman responden terhadap bank system perbankan sangat minim, yaitu hanya 5 responden yang menyatakan memahami produk-produk perbankan.
4.2.2 Responden Kelompok Sebanyak 5 responden asosiasi dan kelompok masyarakat berpartisipasi dalam penelitian
ini. wawancara untuk responden kelompok ini diberikan kepada pimpinan organisasi. Dari 5 responden Kelompok atau asosiasi, mayoritas 3 di antara adalah Koperasi yang selanjutnya 1 dari kelompok
ibu-ibu PKK yang membuat tabungan dengan sistem harus menabung mingguan. Dan 1 dari kelompok
karyawan di perusahaan yang berlokasi di bandengan dimana tiap jumat mereka menyetor hasil gajian mereka
sebanyak 5 ribu untuk ditabung pada pengelola. Dan terakhir dari lembaga pendidikan yang mendidik peserta
didik untuk menabung karena di lembaga pendidikan tersebut para penjual tidak diperbolehkan menjajakan
dagangannya di sekolah.
4.3 Pembahasan 4.3.1 Masyarakat Individual
Responden yang gemar menabung terutama di bank, sebagian besar bertempat tinggal di kota yakni ada 7 orang. Sementara itu yang berkedudukan di desa ada 3 dan di pinggiran kota ada 2 responden. Namun demikian ini bukan berarti bahwa masyarakat desa lebih berpeluang untuk menjadi nasabah perbankan umum. Fenomena ini harus diartikan secara hati-hati, mengingat sampai pada saat ini di Jepara ada banyak lembaga keuangan bukan bank yang memberikan berbagai
kemudahan dalam menabung dan memberikan fasilitas antar jemput bagi nasabahnya. Lembaga keuangan ini
tersebar tidak hanya di kota tapi juga sampai pedesaan. Jadi banyaknya nasabah bank umum yang berkedudukan
di desa lebih disebabkan karena kebutuhan mereka menjadi nasabah perbankan seperti menjadi nasabah
tabungan haji, tabungan pendidikan dan kebutuhan transaksi usaha karena seperti BRI yang telah menjangkau di
tiap kecamatan yang ada di Jepara.
Masyarakat yang memiliki preferensi menabung di Bank konvensional, sebagian besar berkedudukan di kota. Sedangkan yang berkedudukan pinggir kota dan di desa jumlahnya relatif cukup rendah. Relatif tingginya kategori responden non nasabah perbankan yang bertempat tinggal di kota menggambarkan bahwa potensi nasabah perbankan masih tetap di kota. Hal ini tidak mengherankan mengingat kegiatan ekonomi di kota lebih kuat dan lebih dinamis dari pada di pedesaan, sehingga masyarakat kota lebih bankable dari pada masyarakat desa. Sehingga potensi lembaga keuangan bukan bank seperti koperasi dan lembaga keuangan lainnya yang belum menasional tetap ada di desa karena mereka menginginkan kemudahan dalam bertransaksi soal keuangan yang dimilikinya. Karena sekarang ini masyarakat desa juga mulai memikirkan perkembangan kehidupannya dan keluarganya untuk menabung hal ini dibuktikan dengan banyaknya warga desa yang memiliki simpanan keuangan di lembaga keuangan atau melalui arisan-arisan yang diselenggarakan oleh kelompok masyarakat.
Ada fenomena yang menarik dari masyarakat desa dimana mereka menganggap bahwa menabung dapat juga dilakukan antar masyarakat dengan cara memberikan pinjaman kepada warga lain ketika mereka mempunyai hajat (seperti menikah atau khitanan). Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan uang yang dicatat warga yang memiliki acara sementara pada saat yang memberikan uang tersebut akan melaksanakan acara serupa maka warga lain akan mengembalikan uang yang diberikan dulu.
Fenomena ini cukup menarik dimana budaya yang awalnya hanya dengan niat memberikan sumbangan pada warga lain, sekarang ini menjadi sistem saling hutang menghutangi antar warga dengan niat menabung. Hal ini menjadi baik ketika dapat dilaksanakan sesuai harapan, akan tetapi akan menjadi menghawatirkan bila yang diberi hutang tersebut tidak mengembalikan sesuai pinjaman, karena penjaminan hanya atas dasar kepercayaan dan bukan lembaga. Dan kebanyakan masyarakat tidak dapat terlalu dipercaya sehingga kegiatan ini menjadi penyebab kerenggangan hubungan baik antar warga desa.
Responden yang menjadi nasabah perbankan ternyata memiliki tingkat pendidikan yang
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 7
jauh lebih baik dari pada responden non perbankan. Ini merupakan fakta yang agak mengagetkan karena umumnya diyakini bahwa mereka yang berhubungan dengan perbankan lebih banyak didasarkan pada ikatan emosional kepercayaan akan keselamatan keuangan semata. Tetapi dengan melihat tingkat pendidikan yang cukup baik, 8 di antaranya telah mengenyam pendidikan tinggi, maka fenomena tersebut lebih tepat diartikan sebagai tingkat kesadaran mereka untuk menerapkan tujuan hidup untuk masa depannya. Responden yang memiliki pendidikan lebih rendah ternyata lebih mementingkan menabung di lembaga keuangan yang lebih banyak memberikan keuntungan instan seperti hadiah, atau kebutuhan instan seperti dengan mengikuti arisan sehingga mereka akan mendapat barang yang diinginkan secara lebih cepat seperti arisan sepeda motor ataupun mobil.
Responden nasabah perbankan sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan pegawai negeri atau swasta. Ini menggambarkan bahwa nasabah perbankan adalah kelompok pedagang dan pegawai yang memiliki
kedudukan di atas kelompok ekonomi paling bawah. Jadi secara ekonomi mereka memiliki potensi yang relatif
lebih baik dalam masyarakat.
Bagi responden yang sudah menjadi nasabah perbankan, sebagian besar dari mereka sudah memahami perbankan, baik secara penuh maupun secara sebagian. Hanya sebagian kecil saja dari nasabah perbankan yang tidak memahami system perbankan. Fenomena ini sulit untuk dipahami, dimana belum memahami system perbankan tetapi sudah menjadi nasabah perbankan. Responden inilah barang kali yang menjadi nasabah karena alasan emosional semata. Pendidikan akan system perbankan inilah yang sangat penting untuk disampaikan kepada masyarakat umum sehingga mereka akan memahami system dan fasilitas yang diberikan kepada para nasabahnya.
Responden yang belum menjadi nasabah perbankan tetapi tertarik dengan perbankan, ternyata sebagian besar diantaranya tidak mengenal sistem perbankan beserta produk-produknya. Hal ini menunjukkan bahwa preferensi mereka terhadap perbankan sebenarnya masih belum utuh. Ketertarikan mereka terhadap lembaga keuangan Bank barang kali disebabkan oleh konsep perbankan baik syariah maupun konvensional yang humanis, terpercaya dan adil serta memberikan fasilitas dengan berbagai kemudahan yang diberikan.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat masih awam terhadap keberadaan dan sistem perbankan khususnya berkaitan dengan prinsip-prinsip maupun produk-produk perbankan. Sosialisasi dan penyebaran informasi mengenai keberadaan, prinsip, dan tata kerja perbankan kepada masyarakat perlu mendapat perhatian yang cukup besar. Keterbatasan pengenalan masyarakat inilah yang barang kali menyebabkan masih relatif rendahnya preferensi masyarakat terhadap perbankan.
Masyarakat individual dalam menjatuhkan pilihannya kepada perbankan sebetulnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) Informasi dan Penilaian, (2) Humanisme dan Dinamis, (3)
Ukuran dan Fleksibilitas Pelayanan, (4) Kebutuhan, (5) Lokasi, (6) Keyakinan dan Sikap, (7) Materialisme, (8)
Keluarga, (9) Peran dan Status, (10) Kepraktisan dalam Menyimpan Kekayaan, (11) Perilaku Pasca Pembelian,
(12) Promosi Langsung, dan (13) Agama.
Responden individual yang memiliki preferensi terhadap perbankan adalah responden yang sangat rasional. Rasional di sini diartikan bahwa mereka akan mengambil keputusan apabila segala sesuatunya sudah jelas bagi mereka, dan mereka akan memilih bank apabila bank tersebut memang memberikan manfaat yang lebih baik dibanding dengan pelayanan dari lembaga keuangan lainnya.
Dilihat darikarakteristik budayanya, mereka yang memiliki preferensi terhadap perbankan memiliki beberapa karakter. Mereka adalah orang humanis dan sekaligus memiliki sifat dinamis. Disamping itu, mereka mendambakan kehidupan yang lebih modern, bergaya hidup materialis, memiliki sikap dan keyakinan yang jelas, selalu memperhatikan status dan peran mereka dalam segala tindakan, dan berusaha untuk mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter budaya seperti tersebut di atas membawa implikasi bagi pengembangan perbankan. Maksudnya, agar keberadaan perbankan bisa diterima oleh masyarakat, maka perbankan harus memperhatikan perilaku budaya dari calon nasabah potensialnya. Misalnya,
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 8
nasabah potensialnya adalah orang-orang yang berusaha mempraktekkan prinsip dalam kehidupan sehari-hari, tetapi pilihan mereka terhadap bank bukan semata-mata karena.
Disamping terkait dengan perilaku budayanya, pilihan mereka terhadap bank juga dipengaruhi oleh kemampuan internal bank itu sendiri dalam memberikan pelayanan. Faktor-faktor yang diperhatikan adalah ukuran dan fleksibilitas pelayanan, sesuai tidaknya dengan kebutuhan, lokasi, referensi keluarga, kepraktisan dalam menyimpan kekayaan, usia dan siklus hidup seseorang, evaluasi pasca pembelian, dan promosi langsung. Semua faktor-faktor tersebut adalah termasuk faktor ekonomi. 4.3.2 Responden Kelompok
Asosiasi dan kelompok yang memiliki kepedulian untuk mengajak anggota dan masyarakat sekitar untuk
menabung kebanyakan mereka berada di pinggiran kota ada 3, hanya ada satu di kota dan satu lagi di desa.
Kelompok
Sebagian besar dari kelompok yang memiliki preferensi terhadap menabung adalah koperasi 3 koperasi. Hanya ada 1 dari mereka yang berbentuk kelompok masyarakat yaitu dari ibu-ibu PKK dan satu dari kelompok karyawan satu perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok masyarakat yang berminat untuk menabung adalah mereka yang sudah membentuk koperasi. Dari data dinas Koperasi Kabupaten Jepara di Jepara ada 547 yang terdaftar dan 134 tergolong aktif dan sudah berkembang.
Dari tiga koperasi yang dikaji dua diantaranya sudah berkembang dan memiliki asset diatas Rp. 100.000.000 dan satu koperasi lainnya masih tergolong baru dan siap untuk berkembang karena anggotanya merupakan anggota asosiasi pengusaha (APKJ). Sementara dari dua kelompok masyarakat yang ada sistemnya adalah iuran tiap satu minggu sekali dan dikumpulkan kepada bendahara dan dana yang terkumpul ditabung di bank.
Fenomena ini menggambarkan bahwa perbankan dan lembaga keuangan lainnya sebenarnya memiliki kesempatan untuk bisa memberikan pelayanan kepada para koperasi dan kelompok masyarakat tersebut. Tentu saja hal ini sangat tergantung dari kemampuan internal perbankan dan lembaga keuangan itu sendiri dalam memberikan pelayanan jasa kepada nasabah.
Pemahaman tentang perbankan menunjukkan bahwa kelompok dan asosiasi, pemahaman mereka masih rendah, hanya sebesar 2 kelompok saja yang mengenal baik system perbankan dan produknya. Sedangkan yang mengenal tetapi hanya secara parsial jumlahnya mencapai ada 2. Sementara itu yang tidak mengenal sama sekali jumlah sangat besar yaitu 1 kelompok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok dan asosiasi untuk memilih perbankan dalam menabungkan dananya adalah: (1) Progresif dan Efisiensi, (2) Promosi, (3) Keamanan dan Kecepatan Pelayanan, (4) Harga, (5) Kebutuhan menyimpan, Kredit dan Faktor Pembayaran, (6) Brand Name, (7) Features (Bentuk Produk), (8) Keyakinan jaminan dan Sikap, (9) Peran dan Status, (10) Mitra Usaha, (11) Terpercaya, (12) Lokasi, (13) Materialisme, (14) Usia dan Tahapan kelompok.
Responden kelompok yang memiliki preferensi terhadap perbankan adalah kelompok orang yang memiliki sifat yang progresif, efisien, dan humanis. Disamping itu mereka juga memiliki keyakinan dan sikap yang tegas, sering memperhatikan peran dan status mereka dalam bertindak, lebih mementingkan etika yang berlaku di masyarakat daripada moral agama, dan bergaya hidup materialis.
Dalam kaitannya dengan keputusan untuk memilih bank, mereka lebih rasional, dalam arti mereka lebih banyak memperhatikan faktor-faktor ekonomi (marketing stimuli). Diantara faktor-faktor tersebut, faktor yang paling dipertimbangkan oleh mereka yang memiliki preferensi terhadap perbankan dan lembaga keuangan adalah promosi, keamanan dan kecepatan pelayanan, harga (kredit), kebutuhan kredit dan fasilitas pembayaran, citra bank, bentuk produk, mitra usaha, dan lokasi.
Bila dibandingkan dengan responden individu, perilaku responden kelompok memiliki bentuk yang berbeda. Faktor budaya mempunyai peranan yang cukup penting bagi responden individual dalam pengambilan
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 9
keputusan. Tetapi bagi responden kelompok, faktor budaya tidak begitu penting. Yang terpenting bagi responden
kelompok adalah faktor ekonomi.
5. Kesimpulan dan Saran
Penelitian ini mengklassifikasikan masyarakat sebagai responden penelitian ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok masyarakat individual (terdiri dari 12 responden) dan masyarakat kelompok (terdiri dari 5responden).
5.1 Kesimpulan Responden individual yang memiliki preferensi terhadap perbankan dan berminat untuk
menabung sebagian besar bertempat tinggal di kota atau pinggiran kota mereka lebih memilih bank umum dan masyarakat desa lebih memilih menabung pada lembaga keuangan yang ada di desa. Ini menandakan bahwa nasabah potensial dari perbankan adalah di kota dan untuk potensi nasabah lembaga keuangan bukan bank umum adalah masyarakat desa.
Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang sangat baik, mereka lebih banyak memilih bank umum untuk menabungkan uangnya. Apabila mereka menjadi nasabah lembaga keuangan bukan bank umum, mereka akan menjadi nasabah yang kritis. Namun demikian pemahaman mereka terhadap system perbankan masih rendah, dan sebagai konsekuensinya, sosialisasi kepada masyarakat luas menjadi kebutuhan yang mendesak.
Seperti halnya responden masyarakat individual, sebagian besar responden kelompok yang memiliki
preferensi terhadap perbankan berada di kota atau pinggiran kota. Hal ini berimplikasi bahwa kota adalah lokasi
potensial bagi perbankan umum. Sedangkan kelompok masyarakat yang ada di desa lebih berminat untuk
menabungkan dananya di lembaga keuangan yang ada disekitar tempat tinggal mereka, sehingga lembaga
keuangan bukan bank umum memiliki potensi untuk berkembang di desa. Bagaimanapun juga tersedianya
informasi mengenai system perbankan masih menjadi kendala besar bagi semua responden, sehingga apabila
lembaga keuangan ingin mendapat banyak nasabah perlu adanya banyak pengenalan dan pemberian informasi
kepada para nasabah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat individual untuk memilihperbankan adalah: (1) Informasi dan Penilaian, (2) Humanisme dan Dinamis, (3) Ukuran dan Fleksibilitas Pelayanan, (4) Kebutuhan, (5) Lokasi, (6) Keyakinan dan Sikap, (7) Materialisme, (8) Keluarga, (9) Peran dan Status, (10) Kepraktisan dalam Menyimpan Kekayaan, (11) Perilaku Pasca Pembelian, (12) Promosi Langsung, dan (13) Jaminan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kelompok untuk memilih perbankan adalah: (1) Progresif dan Efisiensi, (2) Promosi, (3) Keamanan dan Kecepatan Pelayanan, (4) Harga, (5) Kebutuhan menabung, Kredit dan Faktor Pembayaran, (6) Brand Name, (7) Features (Bentuk Produk), (8) Keyakinan, jaminan dan Sikap, (9) Peran dan Status, (10) Mitra Usaha, (11) kepercayaan (12) Lokasi, (13) Materialisme, (14) Usia dan Tahapan kelompok. 5.2 Saran
Potensi Masyarakat jepara untuk menabung masih terbuka lebar, sehingga perbankan dan lembaga keuangan akan banyak diminati apabila dapat menyampaikan informasi yang lebih kepada masyarakat umum secara lebih jelas. Pemahaman yang cukup akan system perbankan ini yang membuat masyarakat akan lebih berminat untuk menabung, karena banyak masyarakat yang kurang tahu bagaimana memanfaatkan penghasilan mereka, sehingga mereka perlu dibimbing untuk dapat menginvestasikan dan menabungkan dananya kepada lembaga keuangan yang dapat dipercaya.
Daftar Pustaka
Arsyad L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi ketiga, p. 130-138. Yogyakarta: Bagian Penerbit STIE YKPN.
Brata A.G. 1999. Household Saving Behavior : The Case of Rural Industry in Bantul. CSIS, 28 (1), 75-86.
Friedman M. 1957. A Theory of The Consumption Function. The National Bureau of Economic Research,
-
Much.Imron/STIE Nahdlatul Ulama Jepara/[email protected]
Persepsi dan Perilaku Menabung Masyarakat di Kabupaten Jepara
Eco-Entrepreneurship Seminar & Call for Paper "Improving Performance by Improving Environment" 2012 Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang
P a g e | 10
Princeton University Press.
http://www.forum-ngo.com/tabunganku-terobosan-bi-dan-perbankan nasional/comment-page-1/ diunduh pada
tanggal 17 Januari 2012
Keynes J.M. 1936. The General Theory of Employment Interest and Money. New York: Harcourt, Brace and
Company.
Kray. 2000. Household Saving In China. World Bank Economic Review, Vol. 14, No. 3, 545-569.
Kuncoro, M. 1997. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Kwack, S.Y. 2003. Household Saving Behavior and the Effect of Income Growth: Evidence from Korean
Household Survey Data. Seoul Journal of Economics, Vol. 16, No. 3.
Loayza N dan Shankar. 2000. Private Saving In India. The World Bank Economic Review. Vol. 14, No. 3, 571-
594.
Mansoer, F.W dan Suyanto, 1998. Perilaku Tabungan: Kasus Perbandingan Negara-negara Asean dan Negara
Industri Maju 1989-1996. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 13, No. 2, 61-70.
Nurkse, R. 1953. Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries. New York.
Sarantis, N dan Stewart C. 2001. Saving Behaviour in OECD Countries: Evidence From Panel Cointegration
Tests. The Manchester School Supplement.
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Salemba empat, Jakarta.