Persepsi dan berpikir
-
Upload
ratih-aini -
Category
Education
-
view
489 -
download
1
Transcript of Persepsi dan berpikir
MAKALAH
Persepsi dan Berpikir
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah Psikologi Komunikasi Dakwah
Dosen: Imam Suprabowo
Disusun Oleh:
Chairunnisa Larasati ( 20130710038 )
Ahmad Shohibul Ismail ( 201307100 )
Iftiar Afnida Rahma ( 20130710024 )
Nurul Latifatul Syamsiyah ( 20130710019 )
KOMUNIKASI DAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA (UMY)
YOGYAKARTA
TAHUN 2013 – 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tanpa kendala yang
berarti. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada bapak Imam Suprabowo selaku dosen pengampu
mata kuliah Psikologi Komunikasi Dakwah. Seperti halnya manusia yang tidak ada
kesempurnaan, maka makalah ini tidak lepas dari kesalahan dalam penulisan ataupun
penyajiannya mengingat keterbatasan yang kami miliki. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan makalah kami. Akhir kata
semoga makalah ini dapat member manfaat untuk kita semua. Amin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 20 Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 3
BAB II PERSEPSI ..................................................................................................................
1. Pengertian persepsi ....................................................................................................
2. Atensi .........................................................................................................................
3. Persepsi Terhadap Lingkungan Fisik ........................................................................
4. Persepsi Sosial ...........................................................................................................
5. Persepsi dan Budaya ..................................................................................................
6. Tahap – tahap persepsi ..............................................................................................
7. Jenis – jenis Persepsi .................................................................................................
8. Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi ..........................................................................
9. Gegar Budaya ............................................................................................................
BAB III BERPIKIR
1. Pengertian Berpikir ....................................................................................................
2. Proses Berpikir ...........................................................................................................
3. Memecahkan Masalah ( Problem Solving ) ...............................................................
4. Bentuk – bentuk Pikir ................................................................................................
5. Berpikir Kreatif ..........................................................................................................
5.1...............................................................................................................................
Proses Berpikir Kreatif ........................................................................................
6. Fungsi Bahasa dalam Berpikir ...................................................................................
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berpikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide-ide yaitu proses simbolis. Sedangkan
persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Kedua penjelasan tersebut ada
hubungannya, bahwa persepsi itu merupakan hasil dari proses berpikir.
Di dalam berfikir seseorang menggunakan alat . Alat itu ialah akal. Berfikir berbeda dengan
mengingat. Dalam berfikir keaktifan pribadi diarahkan ke sesuatu soal untuk mencari sesuatu
jawaban atau memecahkan sebuah masalah. Sedang pada mengingat keaktifan pribadi ditujukan
pada penemuan pada hal yang telah dilupakan.
Persepsi disebut inti komunikasi karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita
dapat berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita untuk memilih pesan
atau mengabaikan pesan yang lain. Persepsi meliputi pengindraan melalui alat – alat indra kita
( indra peraba, indara penglihat, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar ), atensi,
dan interpretasi.
Kedua penjelasan diatas mengenai berpikir dan persepsi. Hubungan keduanya adalah
bahwa persepsi itu merupakan hasil dari proses berpikir.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kehidupan sehari – hari betapa sering kita menampilkan persepsi terhadap realitas
dumia. Beberapa orang mungkin setuju bahwa di dunia ini tidak ada satupun kenyataan yang
abadi karena semuanya hanya ilusi yang dibentuk oleh persepsi manusia.1
A. PENGERTIAN PERSEPSI
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberi
makna pada stimuli inderawi.2 Persepsi setiap orang akan berbeda – beda sesuai dengan makna
yang diberikan kepada “sesuatu” kepada seseorang atau sebuah peristiwa. Untuk lebih
memahami persepsi, berikut adalah definisi lain persepsi3 :
Philip Goodacre dan Jennifer Follers
Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan.
Brian Fellows
Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis
informasi.
J. Cohen
Persepsi didefiisikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai resprensetatif
objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar
sana.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran ( interpretasi ) adalah inti persepsi
dalam komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak
mungkin kita dapat berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita untuk
memilih pesan atau mengabaikan pesan yang lain. Persepsi meliputi pengindraan melalui alat –
alat indra kita ( indra peraba, indara penglihat, indra pencium, indra pengecap, dan indra
1 Prof. Dr. Alo Liliweri, M.s. 2011, Komunikasi : SERBA ADA SERBA MAKNA, Jakarta, cet : 1, hlm. 1522 Drs. Jalalluddin Rakhmat, M.Sc, 2001, Psikologi Komunikasi, Bandung, cet : 16, hlm. 51 3 Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. 2010, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung, cet : 14, hlm 180
pendengar ), atensi, dan interpretasi. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C.
Pearson dan Paul E. Nelson menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktifitas, yaitu :
seleksi, organisasi, dan interpretasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya mencakup sensasi dan
atensi, individu memperhatikan objek dan membuat seleksi, sedangkan organisasi melekat pada
interpretasi, yang dapat didefinisikan sebagai “meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan
lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna”. Sebenarnya kita suit membedakan
antara sensasi dan persepsi. Misalnya, apa yang terjadi ketika Anda membaui bunga mawar?
Apakah Anda terlebih dahulu merasakan sensasi fisiologis (bau) dan kemudian persepsi
psikologis (aroma menyenangkan yang berkaitan dengan bunga mawar)? Dalam banyak kasus
kedua tahap tersebut berlangsung nyaris serempak.4
Banyak rangsangan sampai kepada kita melalui pancaindra kita, namun kita tidak
mempresepsikan semua itu secara acak. Kita mengenali objek – objek tersebut secara spesifik
dan kejadian – kejadian tertentu yang memiliki pola tertentu. Alasannya sederhana, karena
persepsi kita adalah proses aktif yang yang menuntut suatu tatanan dan makna atas berbagai
rangsangan yang kita terima. Contohnya adalah ketika kita berada di mall, rangsangan –
rangsangan yang menerpa kita adalah seputar makanan, baju – baju bagus, potongan harga,
orang – orang yang berada disekitar kita dan sebagainya. Sebenarnya hanya rangsangan –
rangsangan tertenu saja yang kita perhatikan, sementara kita mengabaikan rangsangan yang
lainnya karena tidak sesuai dengan kepentingan kita, pancaindra kita pun terbatas untuk
menangkap semua rangsangan tersebut dan lagi tidak semua rangsangan memiliki daya tarik
yang sama. Umumnya kita hanya dapat memperhatikan satu rangsangan secara penuh.5 Hal ini
menunjukkan bahwa perhatian sangat mempengaruhi bagaimana persepsi kita.
Atensi
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa perhatian sangat mempengaruhi persepsi
kita. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaiam stimuli menjadi menonjol
dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh
faktor – faktor situasional dan personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai deterninan
4 Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. 2010, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung, cet : 14, hlm 181 - 1825 Ibid hlm. 183
perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian. Berikut adalah faktor – faktor eksternal
penarik perhatian6 :
Gerakan, seperti makhluk yang lain, manusia secara visual tertarik pada objek – objek yang
bergerak.
Intensitas stimuli, kita akan memperhatikan rangsangan yang lebih menonjol dari yang yang
lainnya. Seperti, warna merah akan lebih menarik perhatian kita daripada warna putih, karena
merah lebih mencolok daripada putih.
Kebaruan, hal – hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda akan menarik perhatian.
Perulangan, hal – hal yang disajikan berkali – kali, bila disertai dengan sedikit variasi maka
akan menarik perhatian. Perulangan juga mengandung unsur sugesti, mempengaruhi bawah
sadar kita.
Adapun faktor – faktor internal penarik perhatian :
Faktor – faktor biologis. Dalam keadaan lapar, seliruh pikiran didominasi oleh makanan.
Bagi orang lapar yang paling menarik perhatian adalah makanan.
Faktor – faktor sosiopsikologis. Berikian sebuah foto yang menggambarkan kerumunan
orang banyak disebuah jalan sempit. Tanyakan pada apa yang mereka lihat, setiap orang
akan melaporkan hal yang berbeda – beda, tetapi tak seorang pun yang melaporkan
berapa jumlah orang dalam kerumunan tersebut, kecuali mereka telah mendapat
pertanyyan itu sebelum mereka meluhat foto tersebut.7
Krech dan Crutchfield menyatakan bahwa persepsi bersifat selektif secara fungsional.
Hal ini berarti bahwa objek – objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek –
objek yang memenuhi tujuan individu yang malakukan persepsi. Misalnya, pengaruh kebutuhan,
kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi. Bila seseorang
sedang lapar atau haus duduk di restoran, yang pertama dilihat adalah makanan dan minuman.
Kebutuhan biologis menyebabkan persepsi yang berbeda. Yang menentukan persepsi bukan jenis
atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon terhadap stimuli
(rangsangan) tersebut.8
6 Drs. Jalalluddin Rakhmat, M.Sc, 2001, Psikologi Komunikasi, Bandung, cet : 16, hlm. 52 - 537 Ibid hlm. 548 Drs. Jalalluddin Rakhmat, M.Sc, 2001, Psikologi Komunikasi, Bandung, cet : 16, hlm. 56
Persepsi manusia sebenarnya terbagi menjadi dua : persepsi terhadap objek (lingkungan
fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia lebih sulit dan kompleks, karena
manusia bersifat dinamis.
PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN FISIK
Persepsi sering mengecoh kita, inilah yang disebut ilusi perceptual. Kita merasa dunia
datar, padahal bulat. Kita merasa bumi diam; padalah berputar dengan kecepatan yang sangat
cepat. Dalam menilai objek tentu kita tak bisa serta merta menyalahkan orang lain karena
berbeda persepsi dengan kita. Coba perhatikan gambar berikut ini.
Menebak jumlah segi-empat sama sisi
Jawaban setiap orang boleh berbeda, bergantung pada segi-empat sama-sisi yang mana
yang dihitung. Jika anda berpikir secara luas maka anda dapat menemukan 30 segi-empat sama-
sisi. Dalam menilai suatu benda saja kita tidak selalu sepakat.
PERSEPSI SOSIAL
Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek – objek sosial dan kejadian – kejadian
yang kita alami dalam lingkungan kita. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai
realitas di sekelilingnya. Beberapa prinsip penting mengenai persepsi sosial yang menjadi
pembenaaran atas perbedaan persepsi sosial adalah sebagai berikut9 :
Persepsi berdasar pengalaman, pola – pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka
mengenai realitas yang telah dipelajari. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau
kejadian dan reaksi mereka terhadap hal – hal tersebut berdasarkan pengalaman daan
pembelajaran masa lalu mereka yang berkaitan dengan orang, objek atau kejadian serupa.
Perepsi bersifat dugaan, hal ini biasanya terjadi karena kita memperoleh data yang tidak
lengkap, persepsi merupakan loncata lansung pada kesimpulan. Proses persepsi yang bersifat
dugaan ini memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap
dari sudut pandang manapun.
Persepsi bersifat evaluatif,
Persepsi bersifat kontekstual, rangsanga dari luar harus diorganisasikan. Dari semua
pengaruh dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh yang paling kuat. Kita
aka selalu menafsirkan suatu objek atau kejadian sesuai dengan konteks yang ada, hal ini
memudaahkan kita untuk membuat perseosi yang nantinya akan dijabarkan dalam
interpretasi.
PERSEPSI DAN BUDAYA
Faktor – faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek
persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas
suatu rangsangan. Agama, ideology, tingkat intelektualitas, tingkat ekonomi, pekerjaan, dan cita
rasa sebagai faktor – faktor internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas.
Dengan demikian persepsi terikat olwh budaya. Bagaimana kita memaknai pesan, objek, atau
lingkungan bergantung pada nilai yang kita anut. Oleh Karen persepsi berdasarkan budaya yang
telah kita pelajari, maka persepsi seseorang terhadap lingkungan bersifat subjektif. Semakin
besar perbedaan budaya antara dua orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka
9 Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. 2010, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung, cet : 14, hlm. 190 - 207
terhadap realitas. Dan oleh karena itu tidak ada dua orang yang memiliki nilai – nilai budaya
yang sama persis, maka tidak pernah ada dua orang yang mempunyai persepsi yang sama persis
pula. Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengemukakan enam unsur budaya yang secara
langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikasi denagn orang dari budaya yang
berbeda, yakni10 :
Kepercayaan, nilai dan sikap
Kepercayaan adalah anggapan subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa punya cirri atau
nilai tertentu, dengan atau tanpa bukti. Kepercayaan kita tidak terbatas, misalnya Tuhan
itu Esa, Adam adalah manusia pertama di bumi. Sering kepercayaan seseorang atau
kelompok tidak masuk akal, seperti kepercayaan orang Tibet, mereka sangat hati – hati
jika menggali tanah agar tidak ada cacing yang terpotong karena mereka menganggap
bahwa hewan – hewan kecil adalah nenek moyang mereka. Nilai adalah komponen
evaliatif dari kepercayaan kita, yang mencakup; kegunaan, kebaikan, estetika, dan
kepuasan. Jadi, nilai bersifat normatif. Nilai biasanya bersumber dari isu filosofis yang
lebih besar merupakan bagian dari lingkungan budaya, karena nilai bersifat stabil dan
sulit berubah.
Pandangan dunia
Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadao Tuhan, kehidupan, kematian, alam
semesta, kebenaran, materi (kekayaan), dan isu – isu filosofis lainnya yang kerkaitan
dengan kehidupan. Pandangan dunia mencakup agama dan ideology. Berbagai agama
dunia memiliki konsep ketuhanan dan kenabian yang berbeda. Ideologi – ideologi
berbeda juga menyebabkan perbedaan mengenai hubungan antarmanusia.
Organisasi sosial
Organisasi formal maupun informal juga mempengaruhi kita dalam mempersepsi dunia
dan kehidupan ini, yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku kita. Perangkat aturan
yang diterapkan dalam keluarga kita mempegaruhi cara kita dalam berkomunikasi
maupun aturan tersebut tidak tertulis, begitupun dengan perangkat aturan oleh
pemerintah. Sebagai anggota kelompok, peran kita dalam kelompok, apakah sebagai
pimpnan atau anggota biasa, norma – norma kelompok yang dianut, dan reputasi
kelompok tersebut akan mempengaruhi persepsi kita terhadap kelompok dan komunitas
10 Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. 2010, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung, cet : 14, hlm 213 - 228
lain. Bahkan orang yang belajar di suatu lembaga pendidikan ternama pun menimbulkan
rasa lebih tinggi ketika berhadapan dengan pelajar yang berasal dari lembaga pendidikan
yang berstatus biasa – biasa saja. Keanggotaan kit dalam partai polotik juga
mempengaruhi kita dalam memandang realitas kemasyarakatan bahkan realitas
kenegaraan.
Persepsi tentang diri dan orang lain
Masyarakat timur umumnya adalah masyarakat kolektif. Dalam budaya kolektif,
diri (self) todak bersifat unik atau otonom, melainkan lebur dalam kelompok sementara
diri pada budaya individialis yang banyak di anut kaum barat bersifat otonom. Akan
tetapi dalam budaya sebenarnya dapat saja memiliki kecenderungan individualis dan
kolektif, hanya saja biasanya salah satu diantara kesuanya akan lebih menonjol. Dalam
masyarakat kolektif, indifidu terikat oleh lebih sedikit kelompok, namun keterikatan pada
kelompok lebih kuat dan lebih lama. Selain itu hubungan antar individu dalam kelompok
bersifat total, sekaligus di lingkungan domestic dan ruang publik, sehingga pada akhirnya
perilaku individu sangat dipengaruhi oleh kelompoknya. Dalam hal ini individu biasanya
tidak lebih menonjol, keberhasilan individu merupakan keberhasilan kelompok. Manusia
kolektif sangat peduli dengan peristiwa – peristiwa yang menyangkut kelompoknya.
Berbeda dengan manusia individualis yang hanya merasa wajib membantu keluarga
dekatnya saja. Salah satu bangsa yang paling kolektif adalan Jepang, lebih kolektif
daripada Indonesia. Bangsa – bangsa lainnya yang kolektif, walaupun dengan kadar yang
berlainan adalag Cina, Malaysia, India, Pakistan, Italia, Kenya, Spanyol, dan Amerika
Latin.
Kontras dengan orang kolektif, orang individualis kurang terikat dengan
kelomponya, termasuk keluarga luasnya. Menusia individualis lebih membanggakan
prestasi daripada askripsi, seperti jenis kelamin, usia, nama keluarga dan sebagainya.
Hubungan di antara sesame mereka sendiri tampak lebih dangkal dibandingkan dengan
hubungan antara orang – orang kolektif dan juga lebih kalkulatif. Hubungan akan
bertahan lama sejauh menguntungkan mereka secara material.
B. Tahap – Tahap Persepsi
Persepsi manusia selalu mengikuti tahapan proses sebagai berikut11 :
1. Tahap 1, individu menerima stimulus ( rangsangan dari luar ), disaat ini indra akan
menangkap makna terhadap stimulus.
2. Tahap 2, stimulus tadi diorganisasikan berdasarkan tatanan tertentu.
3. Tahap 3, individu membuat interpretasi dan evaluasi terhadap stimulus berdasarkan
pengalaman masa lalu atau pengetahuan tentang apa yang dia terima itu.
4. Tahap 4, stimulus yang sudah diorganisasikan akan terekam dalam memori.
5. Tahap 5, semua rekaman itu akan dikeluarkan, dan itulah persepsi.
C. Jenis – jenis Persepsi
Persepsi diri
Persepsi diri individu merupakan cara seseorang menerima diri sendiri. Persepsi diri
berbasis pada sejauh mana objek yang dipersepsi itu bernilai bagi dia.
Persepsi lingkungan
Persepsi ini dibentuk berdasarkan kontels di mana informasi itu diterima.
Persepsi yang dipelajari
Persepsi yang dipelajari merupakan persepsi yang terbentuk karena individu mempelajari
sesuatu dari lingkungan sekitar, missal kebudayaan atau kebiasaan teman – teman dan
orangtua.
Persepsi fisik
Persepsi fisik dibentuk berdasarkan pada dunia yang serba terukur.
Persepsi budaya
Persepsi ini berbeda dengan persepsi lingkungan karena persepsi budaya mempunyai
skala yang sangat luas dalam masyarakat, sedangkan persepsi lingkungan
menggambarkan skala yang terbatas pada sejumlah orang tertentu. Persepsi budaya ini
sangat bervariasi12.
11 Prof. Dr. Alo Liliweri, M.s. 2011, Komunikasi : SERBA ADA SERBA MAKNA, Jakarta, cet : 1, hlm. 15812 Prof. Dr. Alo Liliweri, M.s. 2011, Komunikasi : SERBA ADA SERBA MAKNA, Jakarta, cet : 1, hlm. 160 - 161
D. Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi
Persepsi kita sering tidak cermat, salah satu penyebabyaadalah asumsi atau pengharapkan
kita. Kita mempersepsi sesuatu sesuai dengan apa yang kita harapkan. Berikut ini adalah
beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi :
Kesalahan atribusi
Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang
lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber informasi.
Misalnya, kita mengamati penampilan fisik mereka. Faktorseperti usia, gaya pakaian, dan
daya tarik dapat memberikan isyarat mengenai sifat – sifat utama seseorang. Kita dapat
menduga sifat pria paruh baya yang berambut gondrong, ataupun seorang wabita yang
gemar mengenakan rok mini. Namun dugaan kita tak selalu benar mengenai sifat – sifat
mereka.
Efek halo
Kesalahan persepsi yang disebut efek halo merujuk pada fakta bahwa kita sering
membentuk kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini
cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita terhadap sifat – sitaf
seseorang yang spesifik. Kesan menyeluruh ini sering kita perileh dari kesan pertama,
yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit untuk digoyahkan. Itu terjadi karena mungkin
kita menyesuaikan pandangan berikutnya agar sama dengan gambaran pertama kita, atau
mungkin kita lelah untuk memahami data yang baru. Kita bisa saja memperoleh kesan
bahwa seseorang itu tidak padai beromunikasi berdasarkan pengamatan orang tersebut
selama wawancara pekerjaan. Akan tetapi, bisa jadi dalam kesehariannya ia adalah orang
yang terampil dan luwes dalam berkomunikasi hanya saja pada saat wawancara dengan
tekanan yang sangat besar, diluar kebiasaan, ia sendiri menjadi tegang.
Stereotif
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan, yakni menggeneralisasikan orang
– orang berdasarkan sedikit informsai dan membentuk asumsi mengenai mereka
berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain adalah proses
menempatan orang – orang dan objek – objek ke dalam kategori – katagori yang mapan
atau kategori yang dianggap sesuai, ketimbang berdasarkan karekteristik individual
mereka. Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mendefinisikan stereotip sebagai
persepsi atau kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok – kelompok atau individu –
individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Menurut Robert A.
Baron dan Paul B. Pulus, skereotip adalah kepercayaan – hampir selalu salah – bahwa
semua anggota suatu kelompok memiliki ciri- cirri tertentu atau menunjukkan perilaku –
perilaku tertentu. Ringkasnya, skereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara
serampangan dengan mengabaikan perbedaan – perbedaan individual. Contoh skereotip
adalah :
Laki – laki berpifir logis
Wanita bersikap emosional
Orang Batak kasar
Orang Padang pelit
Orang berkacamata minus adalah jenius
Mengapa terdapat skereotip? Menurut Baron dan Paulus beberapa faktor yang
berperan adalah, pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ini ke dalam
dua kategori : kita dan mereka. Orang – orang yang kita persepsi sebagai di luar
kelompok kita dipandang lebih memuliki kemiripan satu sama lain dari pada dengan
kelompok kita. Dengan kata lain, kita cenderung menyamaratakan mereka semua, dan
menganggap mereka sebagai homogen. Kedua, skereotif mungkin bersumber dari
kecenderungan kita untuk melakukan kerja kogtinif sesedikit mungkin dalam berpikir
mengenai orang lain. Demgan memasukkan seseorang ke dalam suatu kelompok kita
mengasumsikan bahwa kita mengetahui banyak tentang orang tersebut. Pengkategorian
atas orang lain memang tidak bisa terhindarkan karena manfaat fungsionalnya. Tidak
seorang pun yang dapat merespon orang lain dalam individualitas mereka yang unik.
Sayangnya, pengkategorian ini pada umumnya berlebihan atau keliru sama sekali. Hal ini
menyebabkan persepsi selektif tentang orang – orang dan segala sesuatu di sekitar kita.
Prasangka
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep
yang sangat dekat dengan skereotip. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap
seseorang atau suatu kelompok. Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata Latin
praejudicium yang berarti predesen atau penilaian berdasarka keputusan dan pengalaman
terdahulu. Prasangka ini bermacam – macam, yang sngat popular adalah prasangka rasial,
prasangka kesukuan, prasangka gender, dan prasangka egama. Prasangka rasial disebut
rasisme dan prasangka gender disebut seksisme. Menurut Verderber dua hal ini
merupakan dua menifestasi prasangka yang menyebebkan problem utama dalam
hubungan sosial.
E. Gegar Budaya
Menurut Kalvero Oberg gegar budaya (culture shock) ditimbulkan oleh kecemasan
karena hilangnya tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial.
Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan
menyesuaikan diri (personality mal-adjustment) yang merupakan reaksi terhadap upaya
sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru.
Sedangkan menurut P. Harris dan P. Moran, gegar budaya adalah trauma umum yang
dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena ia harus belajar dan
mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan
pengharapan budayanya yang lama tidak lagi sesuai.13
Gegar budaya sering diidentikan dengan kejadian memasuki suatu budaya asing, namun
lingkungan budaya baru yang dimaksud disini bisa juga merujuk pada agama baru,
lembaga pendidikan baru, bahkan keluarga baru yang dimasukki melalui perkawinan.
Kita biasanya menerima begitu saja nilai-nilai yang kita anut dan kita bawa sejak lahir.
Namun, ketika kita memasuki lingkungan baru, kita menghadapi situasi yang membuat
kita menanyakan kembali asumsi-asumsi kita itu, tentyang kebenaran, kebaikan,
kesopanan, dan sebagainya. Benturan-benturan persepsi itu menimbulkan konflik dalam
diri kita, yang menyebabkan diri kkita menjadi setres dan tidak nyaman. Efek setres
tersebutlah yang disebut gegar budaya.
Ketika kita memasuki lingkungan baru, kita tidak langsung mengalami gegar budaya.
Fenomena itu dapat digamparkan dalam beberapa tahap.
13 Prof. Dr. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D 2010, Ilmu Komunikasi : PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, cet : 14, hlm.247
Peter S. Adler, mengemukakan lima tahap dalam pengalaman transisional ini : kontak,
disintegrasi, reintegrasi, otonomi dan independensi.14 Tahap kontak ditandai dengan
kesenangan, keheranan, dan kekagetan karena kita melihat yang luar biasa. Tahap
reintegrasi ditandai dengan penolakan budaya kedua. Kita menolak kemiripan dan
perbedaan budaya melalui sikap, perilaku dan evaluasi yang selalu menilai. Kita
membenci tanpa ada alasan yang jelas. Pada tahap ini, kita mungkin akan mencari
hubungan dengan orang-orang yang berasal dari budaya yang sama. Tahap otonomi
ditandai dengan kepekaan budaya, keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas
budaya baru dan kemampuan menyesuaikan dengan budaya baru. Kita menjadi lebih
santai menghadapi orang lain secara verbal dan nonverbal. Tahap independensi kita
menghaergai kemiripan dan perbedaan budaya, bahkan kita lebih menikmatinya. Kita
akan menjadi humoris, kreatif, ekspresif, dan sebagainya.
Pada tahap inilah kita dapat menjadi manusia yang memahami berbagai budaya, mampu
bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya lain. Manusia antar budaya adalah
orang yang telah mencapai tingkat tinggi dalam proses antarbudaya. Manusia antar
budaya juga dilengkapi dengan kemampuan berfungsi secara efektif.
Gegar budaya dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja.
Intensitasnya dipengaruhi dua faktor : faktor internal (ciri-ciri kepribadian) dan faktor
eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan baru yang dihadapi). Tidak ada kepastian
kapan gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak kita memasuki budaya lain. Itu semua
bergantung pada sejauh mana perbedaan budaya yang ada.
BERPIKIR
A. Pengertian Berfikir14 Prof. Dr. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D 2010, Ilmu Komunikasi : PT REMAJA ROSDAKARYA, Bandung, cet : 14, hlm.250
Berfikir ialah aktivitas pribadi yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah hingga
menemukan hubungan-hubungan dan menentukan saangkut pautnya.Berfikir dalam arti luas,
ialah adanya pergaulan dengan abstraksi.15 Di dalam berfikir seseorang menggunakan alat .Alat
itu ialah akal. Berfikir berbeda dengan mengingat. Dalam berfikir keaktifan pribadi diarahkan ke
sesuatu soal untuk mencari sesuatu jawaban atau memecahkan sebuah masalah. Sedang pada
mengingat keaktifan pribadi ditujukan pada penemuan pada hal yang telah dilupakan.
Dalam pemecahan masalah, seseorang akan menemukan unsur-unsur yang berbeda-beda dan
yang bersamaan, yang selanjutnya yang berbeda akan disisihkan dan yang bersamaan akan di
analisis lebih lanjut untuk dihubung-hubungkan.
Dalam berfikir melibatkan penggunaan lambang, visual atau grafis.Berfikir dilakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan
persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity).Memahami realitas berarti
menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan
internal.
Fungsi pikir yang dimiliki manusia inilah yang dapat menyebabkan perbedaan yang khas
antara binatang dan manusia. Menurut psikologi Asosiasi, fikiran hanyalah kelangsungan
tanggapan-tanggapan yang menurut hokum-hukum asosiasi. Yang bersangkutan hanya bersifat
pasif saja. Golongan behaviorisme berpendapat : Fikiran itu adalah suatu reaksi submanifes yang
untuk sementara menggantikan reaksi yang menentukan. Menurut aliran ini semua tingkah laku
adalah tingkah laku jasmani dalam arti kata sesungguhnya. Artinya indra-indra, urat-urat dan
kelenjar-kelenjar sungguh-sungguh tersangkut di dalamnya. Berfikir tidak dapat lain daripada
berbicara, yaitu gerakan yang dapat diamati, bicara ini adalah bicara subvocal yang terjadi di
dalam alat pita suara.
B. Proses Berfikir
Seperti tertera pada pengertian berfikir, bahwa yang bersangkutan berusaha memecahkan
masalah yang dihadapi.Untuk dapat memecahkan masalah, yang bersangkutan harus betul-betul
tahu masalahnya. Tiap-tiap masalah tidak selalu dipecahkan dengan cara yang sama. Bagaimana
seseorang menghadapi masalah?
15 Prof. Drs. Dakir, Dasar-dasar Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1993, hlm. 68
Pribadi Masalah Tujuan
Dalam sekema di atas, masalah merupakan rintangan yang harus dipecahkan.Dalam masalah ini
pula timbul berbagai pertanyaan yang harus dijawab oleh si pemecah. Untuk memecahkan
masalah yang sulit, untuk sementara di sediakan suatu hypothesis. Hipothesis inilah yang akan
memimpin jalannya pikir, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: Apa itu? Mengapa demikian?
Bagaimana akibatnya?Apa yang akan dikerjakan sekarang? Dan sebagainya.
Adapun proses-proses yang dilalui dalam berfikir ialah:
1. Pembentukan pengertian, artinya dari satu masalah, pikiran seseorang membuang ciri-ciri
tambahan, sehingga tinggal ciri-ciri yang tipis (yang tidak boleh tidak ada) pada masalah
itu. Yang harus diingat ialah: Pengertian itu harus mempunyai isi yang tepat, kalau perlu,
pembentukan pengertian harus dibantu dengan hal-hal yang nyata. Sedangkan yang
disebut pengertian sendiri adalah suatu alat pembantu berfikir untuk mendapatkan
pandangan yang kongkrit dari kenyataan-kenyataan. Menurut pembentukannya ada tiga
macam pengertian, yaitu:
a. Pengertian pengalaman. Artinya pengertian itu terbentuk dari pengalaman-
pengalaman yang berturut-turut. Misalnya terbentuknya pengertian kursi.
b. Pengertian kepercayaan. Artinya pengertian itu terbentuknya melulu dari
kepercayaan. Bukan karena apa-apa dan belum pernah dialami. Misalnya pengertian
tentang Tuhan, surga dan neraka.
c. Pengertian logis. Artinya pengertian itu terbentuk dari tingkat satu ke tingkat lain.
Pengertian ini dapat terjadi dengan jalan menganalisa, membandingkan dan
memujaratkan.
2. Pembentukan pendapat, artinya pikiran seseorang menggabungkan atau memisahkan
beberapa pengertian, yang menjadi tanda khusus dari masalah itu. Ada dua macam
pendapat yaitu, pendapat yang positif dan pendapat yang negative. Pendapat yang positif
ialah pendapat yang menggabungkan. Sedangkan pendapat yang negative adalah
pendapat yang menceraikan. Pendapat itu sendiri terbentuk dari pengertian-pengertian.
3. Pembentukan keputusan, artinya keputusan seseorang menggabungkan pendapat-
pendapat tersebut. Menurut terjadinya ada tiga macam keputusan, yaitu: Keputusan dari
pengalaman-pengalaman, keputusan dari tanggapan-tanggapan, keputusan dari
pengertian-pengertian.
4. Pembentukan kesimpulan, artinya pikiran sseorang menarik keputusan dari keputusan-
keputusan yang lain. Menurut terjadinya ada tiga macam kesimpulan, yaitu:
a. Kesimpulan induksi, ialah kesimpulan yang ditarik dari keputusan-keputusan yang
khusus untuk mendapatkan yang umum. Contoh:
- Besi kalau dipanaskan memuai
- Loyang kalau dipanaskan memuai
- Tembaga kalau dipanaskan memuai
Jadi kesimpulannya adalah semua logam akan memuai kalau dipanaskan.
b. Kesimpulan deduksi, ialah kesimpulan yang ditarik dari keputusan yang umum untuk
mendapatkan keputusan yang khusus. Misalnya:
- Semua manusia akan mati
- Dony manusia
- Dony akan mati
Keputusan yang bersifat umum (semua manusia akan mati) disebut mayor
Keputusan khusus dari mayor (Dony manusia) disebut minor. Mayor dan minor ini
disebut premis.
c. Kesimpulan analogi, ialah kesimpulan yang sama. Artinya kesimpulan analogi itu
adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan membandingkan situasi yang satu
dengan situasi yang lain, yang telah dikenal.
Woodworth mengutarakan bahwa masalah-masalah yang menyebabkan hambatan pikir ialah:
1. Karena data yang dibutuhkan tidak mencukupi.
2. Beberapa bahan yang telah ada kadang-kadang tidak diperlukan lagi, bahkan mengacau
jalannya pikir.
3. Karena data yang ada tidak ada hubungannya antara satu dengan yang lain, maka kita
akan mengalami kesulitan dalam menyusun kerangka pikir.16
Ada beberapa proses berfikir menurut beberapa pendapat ilmu jiwa, yaitu:
16 Prof. Drs. Dakir, Dasar-dasar Psikologi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1993, hlm. 69
1. Ilmu Jiwa asosiasi, berpendapat bahwa berfikir ini berlangsung secara mekanis. Yaitu
tanggapan-tanggapan yang sejenis tarik-menarik dan tanggapan-tanggapan yang tidak
sejenis tolak-menolak sesamanya, yang ini dapat diukur dengan cara ilmu pasti.
Tanggapan-tanggapan yang sejenis dan mempunyai ciri yang sama berkumpul menjadi
satu. Dan itulah hasil fikiran kita.
2. Ilmu Jiwa Apersepsi berpendapat bahwa di dalam proses berfikir, jiwa kita ikut aktif.
Yaitu memberi arah dan mengatur proses tersebut.
3. Ilmu Jiwa Berfikir berpendapat bahwa berfikir ialah bergaul dengan pengertian-
pengertian. Di dalam proses berfikir:
a. Arah fikiran ditentukan oleh soal yang dihadapi (determirende tendenz).
b. Berfikir itu menggunakan sejumlah besar pengertian-pengertian, yang kemudian
menjadi komplek (complex erganzung).
c. Berfikir, menggunakan bagan berfikir (anticiperen schema).
d. Berfikir ialah soal menggunakan metode-metode berfikir (losung methoden).
C. Memecahkan persoalan (Problem Solving)
Umumnya seseorang bergerak sesuai dengan kebiasaan. Tetapi masalah akan timbul jika ada
peristiwa yang tidak dapat diatasi sesuai dengan perilaku rutin. Seperti halnya jika seseorang
dalam setiap harinya selalu melewati jalan yang sama, pada suatu ketika jalan tersebut terjadi
kemacetan, maka kemacetan inilah yang disebut masalah. Bagaimana seseorang dalam
mengatasi masalah yang menimpanya? Tentunya setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam
menyelesaikan masalahnya. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi proses pemecahan masalah
sebagai berikut:
1. Motivasi
Motivasi yang rendah mengalahkan perhatian.Motivasi yang tinggi membatasi
fleksibelitas.Seperti halnya ketika seorang anak yang terlalu bersemangat membuka
hadiah ulang tahun, seringkali tidak dapat membuka pita bingkisan.
2. Kepercayaan dan Sikap yang salah
Asumsi yang salah dapat menyesatkan seseorang. Ketika seseorang memiliki asumsi
bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan, maka ia akan kesulitan
memecahkan persoalan ketika berkaitan dengan batin.
3. Kebiasaan
Kecenderungan untuk memepertahankan pola berfikir tertentu, atau melihat masalah
hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat
otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien.
4. Emosi
Dalam menghadapi berbagai macam situasi, seseorang tanpa sadar terlibat secara
emosional. Emosi sangat mempengaruhi cara berfikir seseorang. Seseorang tidak pernah
dapat berfikir betul-betul objektif, sebagai manusia yang utuh, manusia tidak dapat
mengenyampingkan emosi.Sampai di situ, emosi bukan hambatan utama. Akan tetapi,
bila emosi sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah
seseorangmenjadi sulit berfikir efisien.
D. Bentuk-bentuk Pikir (menurut para ilmuwan)
Bentuk pikir (menurut Gililand) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Reverie (peranan)
Di sini yang bersangkutan tidak begitu aktif dalam menghadapi persoalannya. Kadang-
kadang hanya mengadakan recognize atau recall saja terhadap pengalaman-pengalaman
yang lampau.
2. Routine thinking
Di sini pribadi lebih aktif karena akan menghimpun berbagai pengalamannya untuk
menghadapi masalah yang dihadapi.
Bentuk pikir (menurut Linschoten) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Berfikir representative
Terletak diantara menanggap dan berfikir.
2. Berfikir dengan pengertian
Mempunyai bangun yang seakan-akan pasif, bahkan lebih merupakan hasil daripada
suatu aktifitas.
3. Berfikir membangun (berfikir mengatur dan berfikir memecahkan)
Mempunyai sifat yang sungguh-sungguh aktif, yang biasanya diartikan sebagai pikiran
murni.
Bentuk pikir (menurut Stern) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Fikiran kebendaan, kalau dalam prosesnya dibantu oleh berbagai benda yang konkrit,
yang menyebabkan adanya pengertian umum bersifat kebendaan.
2. Fikiran sangkut paut, yaitu proses fikiran terhadap berbagai relasi perbandingan, relasi
genetis (hubungan kausal dan hubungan final, dan relasi intensional)
3. Fikiran arti, di sinilah yang menunjukkan keaktifan pikir yang memberi arti pada benda
dengan keadaan.
Woodworth memberi bandingan antara bentuk rational thinking dengan trial error sebagai
berikut:17
Rational thinking:
1. Exploring the possibilities (menyelidiki kemungkinan-kemungkinan).
2. Finding leads and trying them out (mencari jalan mencobanya).
3. Backing off when blocked in one approach and trying another (kembali bila menemui
jalan buntu dalam pendekatannya dan mencoba yang lain).
Trial and error:
1. A set to reach a certain goal (pendahuluan untuk mencari tujuan).
2. No obvious way to reach the goal (tidak ada jalan tertentu untuk mencapai tujuan).
Jadi dalam rational thinking ada keaktifan mental dan punya rencana-rencana untuk
memecahkan persoalan, sedang pada trial and error tidak ada jalan yang tertentu untuk mencari
tujuan.
E. Berfikir kreatif (Kreative Thinking)
17 Prof. Drs. Dakir, Dasar-dasar Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1993, hlm. 75-76
Berfikir kreatif menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hamen 91974; 452), adalah
“thinking wich produces new methods, new concepts, new understandings, new inventions, new
work of art.”18Berfikir kreatif diperlukan mulai dari komunikator yang harus mendesain
pesannya, arsitek yang harus merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan verbal
dan pesan grafis, dan pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektifbaru dalam
mengatasi masalah sosial.
Berfikir kreatif harus memenuhi tiga syarat.Pertama, kreativitas melibatkan respons atau
gagasan yang baru, atau yang secara statistic jarang terjadi.Kedua, kreativitas yang dapat
memecahkan persoalan secara realistis.Ketiga, kreativitas merupakan usaha untuk
mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin.
Proses Berfikir Kreatif
Para psikolog menyebutkan lima tahap berfikir kreatif, yaitu:
1. Orientasi, yaitu dengan cara masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah
diidentifikasi.
2. Preparasi, yaitu pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang
relevan dengan masalah.
3. Inkubasi, yaitu pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan
dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam
jiwa bawah sadar manusia.
4. Iluminasi, yaitu masa inkubasi berakhir ketika pemikir memeperoleh semacam ilham,
serangkaian insight yang memecahkan masalah.
5. Verivikasi, yaitu tahap akhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah
yang diajukan pada tahap keempat.
Faktor-faktor Yang Memengaruhi Berfikir Kreatif
18 Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc.,Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA), 1985, hlm. 73
Berfikir kreatif tumbuh subur jika ditunjang oleh faktor personal dan situasional.Orang-orang
kreatif memiliki temperamen yang beranekaragam. Menurut Coleman dan Hammen ada
beberapa faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif, yaitu:
1. Kemampuan kognitif: Termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata, kemempuan
melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibilitas
kognitif.
2. Sikap yang terbuka: Orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimulasi internal
dan eksternal; ia memiliki minat yang beragam dan luas.
3. Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak senang
“digiring”; ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya; ia tidak terlalu terikat
pada konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya, orang-orang kreatif dianggap
“nyentrik” atau gila
F. Fungsi Bahasa Dalam Berfikir
Alat berfikir yang terutama ialah bahasa (disamping symbol-simbol yang ain). Dengan
bahasa seseorang dapat bertukar pikiran dengan orang lain, dan dapat mengerti jalan pikiran
orang lain. Bagi anak kecil yang bahasanya belum begitu mahir, kadang-kadang jalan pikirannya
sulit kita tangkap.Oleh karena itu pengertian anak kecil dikatakan masih natif (samar-samar), dan
kurang mendalam. Bagi orang dewasa dalam menghadapi soal-soal dalam Matematika atau
berhitung soal, kadang-kadang sukar untuk mengucapkannya karena tidak tahu maksud bahasa
yang tercantum pada soal tersebut. Bagi pelajar (mahasiswa) yang menghadapi soal untuk
dipecahkan kadang-kadang tidak dapat menemukan pendapatnya karena tidak tahu maksud
perintah soal tersebut.Bahkan hitung soal yang begitu sukar, kalau tahu maksudnya sebetulnya
suruhannya sangat sederhana.
Dalam menyampaikan maksud kepada orang lain, kecuali dengan perantaraan bahasa (baik
tertulis maupun lisan) masih ada cara lain, misalnya: gerakan-gerakan, kode-kode atau isyarat-
isyarat yang lain. Istilah-istilah yang singkat tetapi mempunyai arti yang luas merupakan media
yang memudahkan pelahiran fikiran.Ilmiah atau tidaknya sesuatu karangan sebetulnya juga
tergantung pada susunan bahasa dalam karangan tersebut.
Plato berkata bahwa: berbicara sebetulnya berfikir yang bersuara. Sedangkan berfikir adalah
berbicara dalam hati.
Dalam pengartian bahasa sering-sering dipengaruhi oleh intonasi, latar belakang kalimat, dan
berbagai kata kiasan yang mempunyai arti tersendiri.
Kadang-kadang dalam menghadapi persoalan yang pelik atau abstrak, agar mudah
dipecahkan, masalah tersebut dibuat menjadi konkret dahulu dengan cara membuat bagan,
diagram, dan sebagainya. Oleh karenanya ada tiga tingkatan berfikir, yaitu:
1. Abstrak: kalau kita dihadapkan pada berbagai macam persoalan yang tidak beraga.
Angan-angan dan ingatan menjadi pembantu utama. Berbagai macam pengertian umum
yang ada pada benak kita siap kita operasikan. Yang penting dalam pelaksanaan berfikir
bentuk ini ialah mampu tidaknya yang bersangkuan melaksanakan analisi.
2. Sekematis: kalau kita dalam melaksanakan pemecahan persoalan-persoalan dibantu
dengan berbagai sekema, bagan, diagram dan berbagai coretan-coretan yang maksudnya
untuk membantu agar supaya ingatan tidak begitu diberi beban yang berat dan gambaran
pemecahan persoalan dapat diarahkan.
3. Konkret: kalau kita dalam melaksanakan pemecahan persoalan-persoalan dibantu
dengan berbagai alat yang konkret agar supaya dalam pemecahan persoalan yang
dihadapi seolah-olah seperti dalam kenyataanya.
Beberapa istilah di dalam berfikir:
a. Pengetahuan, ialah tanggapan-tanggapan, pengertian-pengertian dan keputusan-
keputusan yang tepat berada dalam jiwa kita.
b. Akal, ialah alat untuk berfikir. Yaitu daya jiwa kita yang meletakkan hubungan antara
ketahuan-ketahuan kita.
c. Ilham atau juga disebut wahyu, ialah sesuatu yang langsung diberikan kepada nabi,
untuk memberikan tata tertib di dunia.
d. Aha Erlebnis (di dalam bahasa IndonesianyA: O, tahu aku!), ialah suatu peristiwa
datangnya tanggapan atau pengertian yang timbul dengan sangat tiba-tiba, dan tidak
disengaja.
BAB III
PENUTUP
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaiam stimuli menjadi menonjol dalam
kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Atensi dipengaruh oleh beberapa faktor, faktor
eksternal yaitu :
Gerakan
Intensitas stimuli
Kebaruan
Perulangan
Adapun faktor – faktor internal penarik perhatian :
Faktor – faktor biologis.
Faktor – faktor sosiopsikologis.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin, 1985, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT REMAJA ROSDAKARYA
Sujanto, Agus, 2004, Psikologi Umum, Jakarta, Bumin Aksara
Dakir, Prof. Drs. 1993, Dasar-dasar Psikologi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Liliweri, Prof. Dr. Alo, M.s. 2011, Komunikasi : SERBA ADA SERBA MAKNA, Jakarta, Kencana
Mulyana, Prof. Deddy M.A., Ph.D. 2010, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung,
Rakhmat, Drs. Jalalluddin M.Sc, 2001, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT REMAJA
ROSDAKARYA