Persalinan Pre Term
-
Upload
maria-stephanie-singkali -
Category
Documents
-
view
43 -
download
3
description
Transcript of Persalinan Pre Term
dr.Bambang Widjanarko, SpOG :
Persalinan preterm adalah persalinan pada kehamilan antara 20 – 37 minggu.
Angka kejadian 10 – 15% kehamilan. Penyebab utama morbiditas dan
mortalitas neonatal. 75% kematian neonatus pada
persalinan preterm disebabkan oleh karena kelainan kongenital.
Komplikasi Medis dan ObstetrikAbortus Iminen
Gaya HidupFaktor Genetik
Chorioamnionitis
28% persalinan preterm pada kehamilan tunggal disebabkan oleh beberapa hal : 50% akibat preeklampsia 25% akibat gawat janin 25% akibat PJT, solusio plasenta atau IUFD
72% persalinan preterm pada kehamilan tunggal adalah persalinan spontan dengan atau tanpa peristiwa KPD-Ketuban Pecah Dini
Perdarahan pervaginam pada awal kehamilan seringkali berkait dengan meningkatnya perubahan pada outcome kehamilan.
Weiss dkk (2002) : melaporkan adanya kaitan antara perdarahan pervaginam pada kehamilan 6 – 13 minggu dengan kejadian : Meningkatnya persalinan sebelum kehamilan
24 minggu, Persalinan preterm dan Solusio plasenta.
Merokok, kenaikan BB ibu yang tidak memadai serta penggunaan obat-obatan tertentu memiliki peranan penting dalam angka kejadian dan outcome BBLR Berat Bayi Lahir rendah
Casaenuva 2005 : menyimpulkan bahwa faktor maternal terkait dengan persalinan preterm adalah :
1) Kehamilan remaja atau kehamilan pada usia “tua”2) Tubuh ibu dengan posture pendek3) Status sosial ekonomi rendah4) Defisiensi vitamin C5) Aktivitas fisik berlebihan ( berjalan jauh, berdiri
lama, pekerjaan berat, jam kerja yang terlalu lama )
Perkiraan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dengan persalinan preterm adalah didasarkan pada sifat persalinan preterm yang : Seringkali berulang, Menurun dalam keluarga dan Banyak dijumpai pada ras tertentu.
Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion yang disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme dapat menjelaskan terjadinya peristiwa KPD dan atau persalinan preterm.
Jalan masuk mikroorganisme kedalam cairan amnion pada kondisi selaput ketuban yang masih utuh tidak jelas.
Endotoksin sebagai produk dari bakteri dapat merangsang monosit desidua untuk menghasilkan cytokine yang selanjutnya dapat merangsang asam arachidonat dan produksi prostaglandine.
Prostaglandine E2 dan F2α bekerja dengan modus parakrin untuk merangsang terjadinya kontraksi miometrium.
Sistem SkoringRiwayat Persalinan Preterm
Inkompetensia ServikDilatasi servikPanjang servik
Fibronectine Vaginosis Bakterial
Infeksi Traktus Genitalis Bagian BawahInfeksi periodontal
Berdasarkan penelitian, sistem skoring tidak memberikan manfaat dalam identifikasi pasien resiko tinggi mengalami persalinan preterm.
Recurrent Spontaneous Preterm Births According to Prior Outcome in 15.863 Women Delivering Their First and Subsequent Pregnancies at Parkland Hospital
Birth outcome
(%)
Second Birth 34 weeks
(%)First birth ≥ 35 weeks 5
First birth 34 weeks 16
First and second birth 34 weeks
41
Adapted from Bloom and associates 2001.
Meskipun pasien hamil dengan riwayat persalinan preterm jelas memiliki resiko tinggi mengalami persalinan preterm ulangan, peristiwa ini hanya 10% dari keseluruhan persalinan preterm. Dengan kata lain, 90% kejadian persalinan preterm tak dapat diramalkan berdasarkan riwayat persalinan preterm saja.
American College of Obstetrician and Gynecologist ( 2001) menyatakan bahwa Inkompetensia servik adalah peristiwa klinis berulang yang ditandai dengan : 1) Dilatasi servik yang berulang, 2) Persalinan spontan pada trimester II yang
tidak didahului dengan KPD, 3) Perdarahan atau infeksi.
Dilatasi servik asimptomatik pada kehamilan setelah trimester II merupakan faktor resiko terjadinya persalinan preterm, namun sejumlah ahli lain berpendapat bahwa hal tersebut adalah variasi normal terutama pada pasien multipara.
Pemeriksaan servik pada kunjungan prenatal untuk memperkirakan adanya persalinan preterm merupakan hal yang tak perlu dikerjakan dan bahkan berbahaya.
USG transvaginal dapat mengukur panjang servik Normal : panjang servik minggu ke 24 = 3.5 cm
Owen dkk (2001) : Terdapat hubungan antara panjang servik pada kehamilan 16 – 24 minggu dengan kejadian persalinan preterm pada kehamilan < 35 minggu
Owen dkk ( 2003) : Nilai panjang servik untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm sebelum kehamilan 35 minggu hanya sesuai untuk kehamilan dengan resiko tinggi persalinan preterm.
Iams (2003) pemeriksaan ultrasonografi secara rutin pada kasus kehamilan resiko rendah tidak perlu dikerjakan.
Glikoprotein dalam 20 bentuk molekul dari berbagai jenis sel antara lain hepatosit, fibroblas , sel endothel serta amnion janin.
Kadar tinggi dalam darah maternal dan cairan amnion diperkirakan berperan dalam adhesi interseluler selama proses implantasi dan dalam mempertahankan adhesi plasenta pada desidua.
Deteksi fibronectin dalam cairan servikovaginal sebelum adanya ketuban pecah merupakan “marker” akan adanya partus prematurus iminen.
Nilai > 50 ng/mL adalah positif (pemeriksaan ELISA dan harus menghindari kontaminasi dengan darah dan cairan ketuban)
Goldenberg dkk (2000) : pemeriksaan fibronectin bahkan pada kehamilan 8 – 22 minggu merupakan prediktor kuat untuk meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
Lowe dkk (2004) pemeriksaan fibronectin pada kasus partus prematurus iminen dapat menurunkan lama waktu tinggal di RS.
Vaginosis bakterial – VB bukan infeksi namun merupakan satu keadaan dimana keberadaan flora vagina normal ( laktobasilus penghasil hidrogen peroksida) digantikan oleh kuman-kuman anerobik (Gardnerella vaginalis, spesies Mobiluncus dan Mycoplasmahominis)
VB sering dikaitkan dengan abortus spontan, persalinan preterm, KPD, chorioamnionitis dan infeksi cairan amnion.
VB menyebabkan terjadinya persalinan preterm melalui mekanisme yang sama dengan yang terjadi akibat infeksi dalam cairan amnion.
Skrining maupun terapi dari VB terbukti tidak dapat mencegah terjadinya peristiwa persalinan preterm.
Ramsey dkk ( 2003) : peningkatan rasio polimorfonuclear : sel epitel adalah prediktif untuk terjadinya persalinan preterm sebelum minggu ke 35.
Knudtson dkk (2003) : pada wanita tidak hamil yang menderita endometritis kronis diluar kehamilan resiko kejadian persalinan preterm meningkat 2.5 kali lipat.
Pasien hamil yang menderita periodontitis memiliki resiko mengalami persalinan preterm 7.5 kali lipat.
Goepfert dkk (2003) : Persalinan preterm sebelum usia kehamilan 32 minggu seringkali disertai dengan periodontitis berat.
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul3. Kejang uterus yang mirip dengan
dismenorea4. Keluarnya cairan pervaginam5. Nyeri punggung
American College of Obstetricians and Gynecologist 1997 menyampaikan kriteria diagnosa persalinan preterm :1. Terdapat 4 kontraksi uterus dalam waktu
20 menit atau 6 dalam 60 menit disertai dengan perubahan g progresif pada servik
2. Dilatasi servik > 1 cm3. Pendataran servik > 80%
Kontraindikasi penghentian persalinan preterm
Faktor Maternal :• Hipertensi Berat ( ekaserbasi akut hiperensi kronis, preeklampsia berat , eklampsia)• Penyakit Jantung / paru (edema paru, ARDS, penyakit katub jantung, takiaritmia)• Dilatasi servik > 4 cm • Perdarahan antepartum (solusio plasenta, plasenta previa, DIC
Faktor Janin • Janin mati atau kelainan kongenital berat• Gawat janin• Infeksi intrauterin (chorioamnionitis)• Therapy adversly affecting the fetus (eg. fetal distress due to attempted suppression of labor)• Estimated fetal weight ≥ 2500 g• Erythroblastosis fetalis• PJT berat
Tirah baring dan Rehidrasi Tokolitik
Antibiotika
Diberikan untuk percepatan pematangan paru
Betamethasone 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam
Dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam
Efek optimal terjadi 24 jam setelah pemberian terakhir mencapai puncak dalam waktu 48 jam dan bertahan sampai 7 hari.
Pemberian ulangan kortikosteroid tak berguna oleh karena dapat mengganggu perkembangan psikomotor janin
A. Beta mimetik (ritodrine, terbutaline)B. Magnesium sulfat :
Pemberian harus diawasi dengan ketat dengan pemeriksaan
reflek patela, frekuensi pernafasan, produksi urine Harus tersedia antidotum calcium gluconat 10 ml
dalam larutan 10%
c. Indomethacine (Prostaglandine syntetase inhibitors)
D. “Calcium Channel Blocker”E. Atosiban
Criteria for admission to protocol1. Preterm labor has been confirmed2. Gestational age of 20 – 34 weeks has been confirmed3. Examination and tests have ruled out any case of maternal
and fetal disease or disorder in which it would be best to allow labor to continue
4. Any specific contraindications to magnesium sulfate therapy have been ruleoutProtocol
Begin intravenous infusion of magnesium sulfate 4 g (40 ml of 10% solution). The rate of infusion should be slow enough to prevent flushing or vomiting. Then, continue ous infusion of magnesium sulfate should be started at 2 g per hour (magnesium sulfate 10% solution, 200 ml in 5% dextroses, 800 ml, at a rate of 100 ml/hr. This infusion can be titrated up by increments of 0.5 g per hour to a maximum of 4.0 g per hour until adequate tocolysis is achieved ( < 4 – 6 uterine contractions per hour). Infusion should be continued until labor subsides or progresses to an irreversible stage ( cervical dilatation of 5 cm )
Reduce the rate of infusion if magnesium toxicity is observed.
Protocol for recurrent preterm laborIf contraindications recur after discontinuation of the infusion, the procedure may
be repeated
1. Konfirmasi diagnosa persalinan preterm.2. Kehamilan < 34 minggu dengan kemajuan persalinan
progresif ( dilatasi servik > 4 cm) tanpa disertai indikasi ibu dan atau anak untuk terminasi kehamilan → Observasi ketat kontraksi uterus dan DJJ dan lakukan pemeriksaan servik serial untuk menilai kemajuan persalinan.
3. Kehamilan < 34 minggu : beri kortikosteroid untuk pematangan paru.
4. Kehamilan < 34 minggu pada wanita dengan kemajuan persalinan yang tidak progresif [ dilatasi servik < 4 cm] cegah kontraksi uterus dengan pemberian tokolitik dan berikan kortikosteroid serta antibiotika profilaksis untuk GBS.
5. Pada kehamilan > 34 minggu : lakukan observasi kemajuan persalinan dan kesehatan janin intrauterin.
6. Pada kasus dengan persalinan aktif yang progresif (dilatasi servik > 4 cm) berikan antibiotika untuk profilaksis infeksi GBS pada neonatus.
Bila perlu lakukan episiotomi pada kasus dengan perineum yang kaku.
Persalinan dengan cunam dengan maksud untuk melindungi kepala janin tak perlu dilakukan oleh karena manfaatnya tidak didukung dengan data out come perinatal.
Diperlukan kehadiran neonatologis yang kompeten untuk melakukan resusitasi bayi preterm.