Perpustakaan bukanlah kuburan

7
PERPUSTAKAAN BUKANLAH KUBURAN Oleh Destiana Dwi Pratiwi Mahasiswa Prodi Perpustakaan dan Informasi Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2011 Sepi, indentiknya perpustakaan di negara kita. Aturan tidak boleh bersuara, tidak boleh berdiskusi, tidak boleh membaca sambil mendengarkan musik, dan berbagai larangan lainnya diberlakukan dalam perpustakaan jika demikian apakah fungsi perpustakaan sebagai pusat edukasi, penelitian, dan hiburan akan dapat terlaksana dengan optimal? Apakahakan

Transcript of Perpustakaan bukanlah kuburan

Page 1: Perpustakaan bukanlah kuburan

PERPUSTAKAAN BUKANLAH KUBURAN

Oleh

Destiana Dwi Pratiwi

Mahasiswa Prodi Perpustakaan dan Informasi

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2011

Sepi, indentiknya perpustakaan di negara kita. Aturan tidak boleh bersuara,

tidak boleh berdiskusi, tidak boleh membaca sambil mendengarkan musik, dan

berbagai larangan lainnya diberlakukan dalam perpustakaan jika demikian apakah

fungsi perpustakaan sebagai pusat edukasi, penelitian, dan hiburan akan dapat

terlaksana dengan optimal? Apakahakan meningkatkan minat baca masyarakat,

sedangkan salah satu tujuan perpustakaan adalah untuk meningkatkan dan

mendayagunakan minat baca masyarkat? Layaknya kuburan dengan suasana yang

sepi, tidak bersuara, tidak ada yang berani berdiskusi disana apalagi

mendengarkan musik. Apa bedanya dengan perpustakaan? Jika didalam kuburan

berisi jenazah yang tidak bernyawa, di perpustakaan sendiri tidak jauh berbeda

Page 2: Perpustakaan bukanlah kuburan

karena isinya kumpulan buku yang tidak bernilai karena ditinggalkan

penggunanya (masyarakat) karena merasa jenuh dan sia-sia berada di

perpustakaan dengan berbagai batasannya tersebut, sehingga informasi yang

terdapat di dalam kumpulan buku tersebut tidak lagi dimanfaatkan. Hal yang

memilukan memang, saat perpustakaan disama derajatkan dengan kuburan.

Suasana yang kaku, layaknya kuburan yang hampir jarang terjadi interaksi

dan komunikasi merupakan suasana yang membosankan untuk sebagian orang,

informasi yang diperoleh pun akan berpengaruh. Contohnya saja, ketika beberapa

pengunjung datang ke perpustakaan secara berkelompok ketika untuk melakukan

diskusi terhadap salah satu buku yang terdapat di perpustakaan berkaitan dengan

mata kuliah mereka, namun ketika disana mereka dilarang untuk berdiskusi, tentu

saja tujuan mereka datang ke perpustakaan tidak dapat dilaksanakan. Selain itu,

terjadi anggapan yang keliru tentang kondisi kondusif. Banyak perpustakaan yang

menganggap kondisi kondusif itu kondisi yang jauh dari aktifitas berbicara

maupun mendengarkan musik. Seharusnya, sebagai pusat informasi yang

berfungsi meningkatkan pendidikan, mendukung penelitian bahkan hiburan untuk

meningkatkan intelektual, kritis, dan kreatifitas penggunanya, perpustakaan harus

mampu membuat suasana perpustakaan hidup dan menarik. Bukan suasana mati

yang diciptakan layaknya kuburan. Dengan demikian akan semakin banyak

masyarakat kita yang mengunjungi perpustakaan untuk membaca, berdiskusi,

melakukan observasi bahan pustaka untuk mendukung penelitian dengan nyaman

tanpa rasa kantuk. Perpustakaan pun dapat menjalakan fungsinya secara optimal.

Kondisi perpustakaan dengan banyaknya larangan tersebut akan

memberikan dampak buruk bagi minat baca masyarakat. Terbukti oleh penelitian

bidang statistik yang menunjukkan hanya 23,5% dari total penduduk terhadap

minat baca dengan kondisi perpustakaan yang statis, berbeda jauh dengan negara

lain yang hampir 75% penduduknya memiliki minat baca dengan kondisi

perpustakaan yang dinamis. Hal tersebut berarti, Indonesia memiliki penduduk

yang minat bacanya paling sedikit jika dibandingkan dengan penduduk di negara

lain yang memiliki kondisi perpustakaan yang hidup. Menurut Sulistyo Basuki,

Page 3: Perpustakaan bukanlah kuburan

“Suatu perpustakaan menggambarkan peradaban suatu tempat, semakin baik

perpustakaan tersebut beserta isinya maka peradabannya pun semakin maju”.

Pernyataan tersebut perpustakaan yang hidup dan dinamis, yang sangat diminati

masyarakatnya menunjukkan peradaban yang tinggi.

Pentingnya perpustakaan yang hidup dan dinamis, karena perpustakaan

tersebut akan semakin diminati masyarakat sebagai salah satu tujuan

perpustakaan. Dengan tingginya minat baca masyarakat, akan meningkatkan sikap

kritis untuk terus berfikir dan menciptakan perubahan yang bernilai tinggi untuk

keberlangsungan hidup negara kita. Minat baca yang tinggi secara tidak langsung

membuat masyarakat yang berkunjung ke perpustakaan akan memilih bahan

bacaan yang mereka minati untuk dibaca bahkan informasi yang bernlai baiknya

akan dikembangkan dan diaplikasikan. Pelaksanaan sistem seperti itu sudah

diterapkan di beberapa negara lain, sudah seharusnya diterapkan pula oleh negara

kita.

Perpustakaan negara kita perlu berkaca pada perpustakaan negara lain.

Contohnya saja, perpustakaan British di negara Inggris. Perpustakaan tersebut

bukan hanya sudah terkomputerisasi tetapi juga layanannya yang memuaskan.

Jika kita berkunjungan ke sana, kita

akan disambut dengan alunan musik

indah, yang lembut ditelinga kita.

Disana pun kita akan dilayani dengan

baik dan ramah. Selain itu, kita tidak

hanya dapat membaca dan meminjam

buku tetapi juga dapat menyaksikan film

yang berwawasan ilmu pendidikan,

disediakan tempat untuk forum diskusi, simponsium, dan seminar.

Mungkin benar dengan kondisi perpustakaan statis dianggap mampu

meningkatkan kosentrasi para pengunjung perpustakaan, namun apakah mampu

Page 4: Perpustakaan bukanlah kuburan

untuk meningkatkan minat baca? Tentu saja tidak demikian, justru perpustakaan

yang dinamis, dimana pengunjung perustakaannya nyaman dengan suasana

perpustakaan tersebut yang diiringi musik instrumen klasik yang tidak terlalu

keras untuk didengar dan tidak menggangu konsetrasi, perpustakaan yang

pengunjungnya dapat berinteraksi dengan pengunjung lainnya atau bahkan

pustakawan lewat diskusi, itulah yang dapat meningkatkan minat baca dan

memberikan wawasan yang luas namun tetap dapat berkonsentrasi.

Selain perlunya berkaca kepada negara lain, perlu pula mengintip kondisi

sebuah komunitas literer di negara kita sendiri yang mampu meningkatkan minat

baca masyarakat kita. Sebuah komunitas yang menjadi wadah bagi anggotanya

untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan serta upaya yang mendukung literasi

melalui kegiatan yang berbasis kepada berbagai aktifitas, tidak hanya membaca

dan menulis tetapi juga meapresiasi dan mengembangkan hobi. Komunitas yang

dicetus pertama kali oleh toko buku kecil (Tobucil) pada acara Book’s Days Out

17 September 2005 di Rumah Buku.

Komunitas yang mendukung gerakan literasi tingkat lokal, yang berharap

dapat mempengaruhi pihak yang terkait dalam aktifitas literasi ini memanfaatkan

koleksi-koleksi bahan bacaannya dengan berbagai layanan yang menarik.

Pengunjung yang datang dapat membaca buku yang diminati dengan menikmati

kue kecil ataupun minuman yang mereka pesan, diiringi musik klasik yang tidak

keras, dan enak didengar. Selain itu, pengunjung yang datang berkelompok

disediakan tempat yang dapat digunakan untuk melakukan diskusi dengan suasana

nyaman, dilengkapi fasilitas Hot Spot. Komunitas literer tersebut menjadi wadah

anggota-anggotnya untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman serta berupaya

mendukung kegiatan literasi melalui kegiatan berbasis pada berbagai aktifitas

tidak hanya baca tulis tetapi juga apresiasi dan juga pengembangan hobi. Dengan

kata lain, komunitas literer mengartikan literasi bukan hanya sekedar kemampuan

membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan membaca suasana sekitar cecara

kritis dan cerdas, serta keberanian untuk memahami diri sebagai pribadi yang

mandiri dan memiliki potensi untuk berkembang, membuat perubahan yang

Page 5: Perpustakaan bukanlah kuburan

bernilai guna tinggi. Hal tersebut perlu menjadi fikiran ulang suasana

perpustakaan untuk memberikan batasan-batasan kepada penggunanya.

Apa yang dapat dilakukan kepada perpustakaan? Misalkan saja menjadikan

perpustakaan berbasis komunitas, yang menyediakan informasi dengan

karakteristik komunitasnya, baik isi bahan koleksi serta kenyamanan tempat,

kelengkapan fasilitas pelayanan, kemudahan mengakses informasi, keramahan

dalam pelayanan, musik bahkan kafe yang menyediakan makan dan minuman

yang dapat dikonsumsi saat membaca tanpa harus mengganggu kinerja

perpustakaan tersebut. Sebuah inovasi yang bertujuan menjadikan perpustakaan

lebih hidup, dinamis, dan diminati masyarakatnya bukan bermaksud merusak

perpustakaan. Karena pada hakikatnya perpustakaan bukanlah kuburan.