Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

30
MAKALAH HUKUM MEMBANGUN KUBURAN, MENGGALI KUBURAN DAN MENGUBURKAN MAYAT DI LAUT Dosen Pembimbing Hj. Siti Munawati, S.Pd.i, M.Pd.i Disusun Oleh; Bambang Priyanto NIRM: 4671010114054 SEMESTER 5 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM ISLAM

description

Fiqih mengubur jenazah

Transcript of Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

Page 1: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

MAKALAH

HUKUM MEMBANGUN KUBURAN, MENGGALI KUBURAN

DAN MENGUBURKAN MAYAT DI LAUT

Dosen Pembimbing

Hj. Siti Munawati, S.Pd.i, M.Pd.i

Disusun Oleh;

Bambang Priyanto

NIRM: 4671010114054

SEMESTER 5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ASY SYUKRIYYAH

TANGERANG

Page 2: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

2015

1

Page 3: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar belakang

        Telah diharamkan oleh syara menghias, membuat batas, meninggikan tanah di

atas kubur, memayungkan, mendirikan kubbah, bangunan, menulis apa pun tulisan

dan mengecat kubur berdasarkan hujjah syara dan fatwa Imam as-Syafie

rahimahullah:“Dari Abdullah bin Hasanah berkata: Aku lihat ‘Uthman bin ‘Affan

radhiallahu ‘anhu memerintahkan agar diratakan kubur. Maka dikatakan kepadanya:

Ini kubur Ummu ‘Amr binti ‘Uthman, maka beliau menyuruh agar diratakan (tanah

di atas kubur tersebut)”. Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam (المصنف) 4/138.

Abu Zar’ah dalam (تاريخه) 2/66 ,2/121 . Sanadnya sahih dari Abdullah. Dan telah

diwaridkan oleh Ibn Abi Hatim dalam ( والتعديل (الجرح - 3/81-82 “Dari Abi al-

Hayyah al-Asadi berkata: Berkata kepadaku Ali bin Abi Talib: Tidakkah aku

mengutus engkau atas apa yang telah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam

mengutusku? Janganlah dibiarkan satupun berhala kecuali engkau

menghancurkannya dan tidak dibiarkan sebuah kuburpun kecuali engkau

meratakannya”. H/R Muslim, 3/61. Abu Daud, 3/70. an-Nasaii, 1/285. at-Turmizi,

2/153-154. al-Bahaiqi, 4/3. at-Tayalasi, 1/168. Dan Ahmad (741, 154). Ada

beberapa jalan pada Ibnu Abi Syaibah, 4/139 dan at-Tabrani dalam (الصغير) hlm.

29.

        Telah diharamkan oleh syara menghias, membuat batas, meninggikan tanah di

atas kubur, memayungkan, mendirikan kubah, bangunan, menulis apa pun tulisan

dan mengecat kubur berdasarkan hujjah syara dan fatwa Imam as-Syafie

rahimahullah: Dari Abdullah bin Hasanah berkata: "Aku lihat Uthman bin Affan

radhiallahu anhu memerintahkan agar diratakan kubur. "

            Semua fatwa-fatwa tentang larangan tersebut antaranya berdasarkan hadis

sahih: Dari Jabir radhiallahu anhu berkata: Rasulullah sallallahu alaihi wa-sallam

telah melarang kuburan dikapur, diduduki atasnya, didirikan bangunan di atasnya,

ditambah atau ditulis di atasnya. Setelah berpandukan hujah-hujah syara dan fatwa

2

Page 4: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

Imam as-Syafie, maka Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan: Dilaknat pembuatnya

(orang yang bersolat, membina masjid atau bina).

Tatacara penguburan mayat yang meninggal di laut

B.  Rumusan Masalah

Adapun yang akan dibahas serta menjadi rumusan masalah dalam makalah ini

sebagai berikut :

1.    Bagaimana hukum membangun kubur dan menghias kuburan

2.    Bagaimana hukum menguburkan mayat di laut

3. Bagaimana hukum menggali dan membongkar mayat

C.  Tujuan dan Manfaat Penulisan

            Tujuan penulisan yang ingin dicapai penulis dalam makalah ini adalah untuk

memenuhi tugas mata kuliah masaail fiqhiyyah yang bertujuan untuk mengetahui

tentang pembangunan kuburan, menguburkan mayat di laut dan menggali serta

membongkar mayat serta korelasinya dengan teori kesehatan. 

3

Page 5: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

BAB II

PEMBAHASAN

A. Membangun Kubur dan menghias kuburan

1. Membangun Kubur adalah larangan Nabi

عليه يبنى وأن عليه، يقعد وأن القبر، يجصص أن م وسل عليه الله صلى ه الل رسول نهىArtinya:

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk  dikapur,

diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya”.

          Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim No. 970, Abu Daawud No. 3225, At-

Tirmidziy No. 1052, An-Nasaa’iy No. 2027-2028 dan dalam Al-Kubraa 2/463 No.

2166, ‘Abdurrazzaaq 3/504 no. 6488, Ahmad 3/295, ‘Abd bin Humaid 2/161 No.

1073, Ibnu Maajah no. 1562, Ibnu Hibbaan no. 3163-3165, Al-Haakim 1/370, Abu

Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj ‘alaa Shahiih Muslim no. 2173-2174, Al-

Baihaqiy dalam Al-Kubraa 3/410 & 4/4, Ath-Thayaalisiy 3/341 No. 1905, Ath-

Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin 3/191 No. 2057 dan dalam Al-Ausath 6/121

No. 5983 & 8/207 8413, Abu Bakr Asy-Syaafi’iy dalam Al-Fawaaaid No. 860, Abu

Bakr Al-‘Anbariy dalam Hadiits-nya No. 68, Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-

Aatsaar 1/515-516 No. 2945-2946, dan yang lainnya.

             Dari larangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan keharaman

sebagaimana telah dimaklumi dalam ilmu ushul fiqh. Bahkan ‘Aliy bin Abi Thaalib

radliyallaahu ‘anhu-nenek moyang para habaaib-adalah salah seorang shahabat yang

sangat bersemangat melaksanakan perintah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

tersebut sebagaimana terdapat dalam riwayat :

" : : عليه بعثني ما على أبعثك أال طالب أبي بن علي لي قال قال األسدي، اج الهي أبي عن

سويته إال مشرفا قبرا وال طمسته، إال تمثاال تدع ال أن م وسل عليه الله صلى ه الل رسول

"

4

Page 6: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

          Dari Abul-Hayyaaj Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah

berkata kepadaku: “Maukah engkau aku utus sebagaimana Rasulullah shallallaahu

‘alaihi wa sallam telah mengutusku. Hendaklah engkau tidak meninggalkan gambar-

gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan yang

ditinggikan kecuali kamu ratakan ”(Diriwayatkan oleh Muslim No. 969, Abu

Daawud No. 3218, At-Tirmizi No. 1049, An-Nasaa’iy No. 2031, dan yang lainnya.

Larangan membangun kubur ini kemudian diteruskan oleh para ulama madzhab.1

            Madzhab Syaafi’iyyah, maka Muhammad bin Idriis Asy-Syaafi’iy

rahimahullah berkata :

واحد موضع الموت وليس والخيالء الزينة يشبه ذلك فإن يجصص وال يبنى ال أن وأحب

مجصصة واالنصار المهاجرين قبور أر ولم ما  منهما بمكة يهدم من الوالة من رأيت وقد

ذلك يعيبون الفقهاء أر فلم فيها يبنىArtinya:

“Dan aku senang jika kubur tidak dibangun dan tidak dikapur/disemen, karena hal

itu menyerupai perhiasan dan kesombongan. Orang yang mati bukanlah tempat

untuk salah satu di antara keduanya. Dan aku pun tidak pernah melihat kubur orang-

orang Muhaajiriin dan Anshaar dikapur..... Dan aku telah melihat sebagian penguasa

meruntuhkan bangunan yang dibangunan di atas kubur di Makkah, dan aku tidak

melihat para fuqahaa’ mencela perbuatan tersebut” (Al-Umm, 1/316 – via

Syamilah).

            An-Nawawiy rahimahullah ketika mengomentari riwayat ‘Aliy radliyallaahu

‘anhu di atas berkata :

شبر نحو يرفع بل يسنم وال كثيرا رفعا األرض على يرفع ال القبر أن السنة أن فيه

وافقه ومن الشافعي مذهب وهذا ،ويسطح            “Pada hadits tersebut terdapat keterangan bahwa yang disunnahkan kubur

tidak terlalu ditinggikan di atas permukaan tanah dan tidak dibentuk seperti punuk

onta, akan tetapi hanya ditinggikan seukuran sejengkal dan meratakannya. Ini adalah

madzhab Asy-Syaafi’iy dan orang-orang yang sepakat dengan beliau” (Syarh An-

Nawawiy ‘alaa Shahih Muslim, 3/36).1 Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al Khotib, Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’ , terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah, Mesir

5

Page 7: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

            Di tempat lain ia berkata :

كان سواء القبر على مسجد بناء كراهة على واألصحاب افعي الش نصوص فقت وات

األحاديث لعموم غيره أو بالصالح مشهورا ت المي

Artinya :

“Nash-nash dari Asy-Syaafi’iy dan para shahabatnya telah sepakat tentang

dibencinya membangun masjid di atas kubur. Sama saja, apakah si mayit masyhur

dengan keshalihannya ataupun tidak berdasarkan keumuman hadits-haditsnya” (Al-

Majmuu’, 5/316).

          Adapun madzhab Hanafiyyah, berikut perkataan Muhammad bin Al-Hasan

rahimahullah :

: عن نهى ه أن م وسل عليه الله صلى بي الن إلى يرفع لنا شيخ حدثنا قال حنيفة، أبو أخبرنا : عنه ". ه الل رضي حنيفة أبي قول وهو نأخذ، وبه محمد قال وتجصيصها القبور، تربيع

Artinya:        

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Haniifah, ia berkata : Telah menceritakan

kepada kami seorang syaikh kami yang memarfu’kan riwayat sampai pada Nabi

shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau melarang untuk membangun dan

mengapur/menyemen kubur. Muhammad (bin Al-Hasan) berkata : Dengannya kami

berpendapat, dan ia juga merupakan pendapat Abu Haniifah” (Al-Aatsaar no. 257).

            Madzhab Maalikiyyah, maka Maalik bin Anas rahimahullah berkata :

عليها والبناء القبور تجصيص أكرهArtinya:

“Aku membenci mengapur/menyemen kubur dan bangunan yang ada di atasnya”

(Al-Mudawwanah, 1/189).

          Juga Al-Qurthubiy rahimahullah yang berkata :

السنة تضمنته مما ذلك غير إلى عليها، والبناء فيها والصالة القبور على المساجد فاتخاذ

يجوز ال ممنوع عنه النهي منArtinya:

6

Page 8: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

“Membangun masjid-masjid di atas kubur, shalat di atasnya, membangun bangunan

di atasnya, dan yang lainnya termasuk larangan dari sunnah, tidak diperbolehkan”

(Tafsiir Al-Qurthubiy, 10-379).

                          

            Madzhab Hanaabilah, maka Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :

نهى : ) قال صحيحه في مسلم روى لما عليه والكتابة وتجصيصه القبر على البناء ويكره

- ) زاد عليه يقعد وأن عليه يبنى وأن القبر يجصص أن سلم و عليه الله صلى الله رسول

فال - ) : الدنيا زينة من ذلك وألن صحيح حسن حديث هذا وقال عليه يكتب وأن الترمذيإليه بالميت حاجة

Artinya:

“Dan dibenci bangunan yang ada di atas kubur, mengkapurnya, dan menulis tulisan

di atasnya, berdasarkan riwayat Muslim dalam Shahiih-nya : ‘Rasulullah

shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan

dibangun sesuatu di atasnya’. At-Tirmidziy menambahkan : ‘Dan menulis di

atasnya’, dan ia berkata : ‘Hadits hasan shahih’. Karena itu semua merupakan

perhiasan dunia yang tidak diperlukan oleh si mayit” (Al-Mughniy, 2/382).

2. Hukum Menghias Kuburan

            Perihal meninggikan kuburan dengan memplesternya dengan semen

kemudian membuatnya menjadi permanen, atau membangun sebuah bangunan,

entah itu sebuah kamar, atau kubah diatasnya adalah perkara yang telah disepakati

ke-Makruh-annya oleh ulama 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali).

            Tidak ada satu madzhab pun yang mengatakan bahwa itu sebuah 2keharaman, 4 madzhab fiqih menghukumi sebagai perkara yang makruh. Dalil

kemakruhan yang dipakai oleh 4 madzhab tersebut ialah hadits riwayat Imam

Muslim dan juga Imam Tirmidzi dari sahabat Jabir bin Abdullah:

عليه يبنى وأن القبر يجصص أن م وسل عليه ه الل صلى ه الل رسول نهىArtinya:

2 Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al Khotib, Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’ , terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah, Mesir

7

Page 9: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

“Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang untuk meninggikan memplester

kuburan dan membangun diatasnya sebuah bangunan” (HR Muslim).

            Dalam riwayat Imam Tirmidzi ada tambahan ( عليع يكتب (أن “dan juga

(dilarang) utuk menuliskan sesuatu diatasnya” (HR Tirmidzi)

            Mungkin menjadi pertanyaan, dalam redaksi haditsnya itu ada pelarangan,

dan pelarangan dalam teks syar’i itu mengandung sebuah keharaman. Kenapa para

ulama tidak mengharamkan itu. Alasannya bahwa memang ada pelarangan untuk itu,

akan tetapi ummat ini telah ber-Ijma’ atas kebolehannya menguburkan Nabi

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah kamar, yaitu kamar

‘Aisyah, dan tidak ada satu pun ulama yang menyanggahnya. Kalaupun ini dilarang

pastilah akan ada yang menyanggahnya.

            Jadi pelarangn yang ada dalam redaksi hadits itu telah dipalingkan menjadi

sebuah ke-makruh-an saja. Namun dalam penerapannya, walaupun memang semua

sepakat bahwa itu makruh, masing-masing madzhab punya pendapat kadar makruh

yang berbeda-beda. Dalam Hasyiyah-nya, Imam Ibnu Abdin dari kalangan

Hanafiyah menyatakan kebolehan dan tidak Makruh, terlebih jika itu adalah kuburan

para syuhada’, orang shaleh dan para guru yang khawatir akan ada pencurian atau

pengrusakan, atau bahkan hilang. Sebagaimana juga disampaikan oleh Imam Al

Dimyathi dari kalangan Syafiiyah dalam kitabnya Hasyiyah I’anah Al Thalibin3.

Dan itu adalah upaya yang baik (Hasan), dan semua orang melihatnya sebagai

sebuah kebaikan. Dan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui sahabat Ibnu

Mas’ud mengatakan:

حسن ه الل عند فهو حسنا المسلمون رآه ماArtinya:

“Apa yang manusia nilai sebagai sebuah kebaikan, maka itu juga baik menurut

pandangan Allah saw”. Hadits Riwayat Muslim, Abu Daud,  dalam Al-Janaiz

1.      Haram Jika di Pemakaman Umum

3 . Musthofa  Al Bugho, Syaikh Prof. Dr, At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib, terbitan Darul Musthofa, cetakan ke-11, tahun 1428 H.

8

Page 10: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

            Setelah bersepakat bahwa meninggikan atau mendirikan bangunan adalah

sebuah ke-Makruh-an, ulama 4 madzhab pun bersepakat atas keharaman

meninggikan dan membangun di atas kuburan sebuah bangunan baik itu kamar,

kubah atau pun tenda, jika itu berada di tanah Musabbalah (مسبلة).

Tanah Musabbalah (مسبلة) ialah tanah atau kawasan yang memang orang biasa

menguburkan mayyit disitu, artinya ialah pemakaman umum.

            Konklusinya bahwa ulama sepakat bahwa meninggikan kuburan dan

membangun di atasnya sebuah bangunan itu hukumnya makruh jika makam itu

berada di tanah milik sendiri. Dan menjadi haram hukumnya jika makam itu berada

di pemakaman umum yang di kiri serta kanannya banyak kuburan saudara muslim

lainnya.

            Imam Al Mardawi mengutip perkataan Abu Al Ma’ali dari kalangan Hanbali

bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan yang ada di pemakaman umum itu

mengganggu dan membuat penyempitan yang sama sekali tidak berguna.

Karena sejatinya pemakaman umum itu disediakan untuk memakamkan mayit, dan

bukan untuk dibangun yang akhirnya membuat sempit. Imam Taqiyudin dari

kalangan hanbali juga mengatakan bahwa yang mendirikan bangunan di makam

yang berada di pemakaman umum itu adalah Ghosib (tukang rampas) hak orang

lain.4

2.      Harus Dihancurkan

            Madzhab Syafi’i dan Maliki, selain mengharamkan pendirian bangunan di

atas makam yang berada di pemakaman umum, kedua madzhab ini juga

menambahkan sebuah ketentuan lain, yaitu wajib dihancurkan.5

Jadi, kalau memang ada yang mendirikan bangunan entah itu kubah, kamar atau

tenda di atas makam yang berada di pemakaman umum, maka wajib dihancurkan

bangunan tersebut sampai tak tersisa.

Imam Syafi’i mengatakan sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawi dalam Al

Majmu’:

4 Hasyiyah Ibnu ‘Abdin 1/601, Hasyiayh Al Dasuqi 1/424-425, Al Majmu’ 5/296,    Al Inshaf 2/549-550, Kasysyaful Qina’ 2/139.5 Hasyiyah Ibnu ‘Abdin 1/601, Hasyiyah I’anah Al Thalibin

9

Page 11: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

في والن ذلك عليه يعيبون الفقهاء ار ولم قال فيها بني ما يهدم من الوالة من ورأيت

الناس علي تضييقا ذلكArtinya:

“Dan aku melihat para imam (pemimpin) menghancurkan bangunan-bangunan di

pemakaman umum, dan aku tidak melihat para ahli fiqih mencela perbuatan imam

itu. Itu karena bangunan tersebut membuat sempit bagi yang lain”.6

3.      Pandangan Masing-Masing Madzhab

            Secara umum sebagaimana dikatakan diatas bahwa meninggikan atau

mendirikan bangunan  di atas kuburan itu hukumnya haram jika berada di

pemakaman umum. Dan makruh jika di tanah selain pemakaman umum, namun

kadar ke-makruh-an setiap madzhab berbeda. Berikut penjelasannya:

a.      Madzhab Hanafi

       Imam Abu Hanifah memandang bahwa mkaruh hukumnya meninggikan atau

juga membangun sebuah bangunan diatas kuburan, entah itu sebuah kamar atau juga

kubah. Menjadi haram kalau diniatkan sebagai penghiasan, atau juga sebagai pamer

atau kesombongan. Karena itu sama saja seperti menghias kuburan, dan menghias

kuburan adalah perbuatan menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak syari’i.

Akan tetapi dalam hasyiyah-nya, Imam Ibnu Abdin membolehkan jika tidak ada

unsur itu semua, terlebih jika itu adalah kuburan orang shaleh dan para guru yang

khawatir akan ada pencurian atau pengrusakan, atau bahkan hilang. Dan itu adalah

upaya yang baik (Hasan), dan semua orang melihatnya sebagai sebuah kebaikan.

Dan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui sahabat Ibnu Mas’ud mengatakan:

حسن ه الل عند فهو حسنا المسلمون رآه ماArtinya:

“Apa yang manusia nilai sebagai sebuah kebaikan, maka itu juga baik menurut

pandangan Allah saw” .7

b.      Madzhab Maliki

6 Hasyiyah Qalyubi wa ‘Umairoh 1/3507 Hasyiyah Ibnu ‘Abdin 1/601, Hasyiyah Al Dasuqi 1/424-425, Al Majmu’ 5/296,    Al Inshaf 2/549-550

10

Page 12: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

        Sama seperti pendahulunya, Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki juga

menghukumi haram jika memang pembangunan itu diniatkan sebagai ajang pamer

dan menyombongkan mayit atau keluarga si mayit. Imam Al Dasuqi mengatakan:

والموات – بإذن ولغيره له المملوكة وهي الثة الث األراضي في حوله أو القبر على البناءكره– ذلك عن خال وإن مييز الت قصد عند وجائز المباهاة قصد عند حرام

Artinya :

“memagari atau mendirikan bangunan di atas kuburan atau sekitarnya di 3 tanah

(milik sendiri / milik orang lain dengan izin / pemakaman umum) adalah haram jika

diniatkan untuk ajang pamer dan kesombongan. Dan boleh jika sebagai penanda

(agar tidak hilang), dan kalu tidak ada unsur itu semua, maka hukumnya makruh”8

c.       Madzhab Syafi’i

          Madzhab Syafi’i dalam hal ini mempunyai 2 riwayat perihal hukum

meninggikan kuburan atau mendirikan bangunan di atasnya, yaitu Mubah (boleh)

dan juga makruh. Namun pendapat yang mengatakan makruh lebih kuat sebagai

pendapat madzhab. Imam Nawawi mengatakan:

ينظر ثم غيرهما أو بيتا أو قبة يبنى ان بين البناء في فرق وال الله رحمهم اصحابنا قال

خالف بال البناء هذا ويهدم اصحابنا قال ذلك عليه حرم مسبلة مقبرة كانت فانArtinya:

“Para sahabat kami –rahimahumullah- (ulama syafiiyah) berkata: tidak ada bedanya

dalam hal bangunan di atas kuburan, baik itu kubah atau rumah atau selain keduanya

(hukumnya tetap makruh), namun ditinjau. Kalau itu di pemakaman umum, maka

hukumnya haram. Para sahabat kami berkata: wajib dihancurkan tanpa (ada)

perbedaan”.

d.      Madzhab Hanbali

ال : , , , أم األرض البناء الصق سواء المذهب من الصحيح على فمكروه عليه البناء وأما

األصحاب أكثر وعليه

8 Hasyiyah Al Dasuqi 1/424-425, Hasyiyah Qalyubi wa ‘Umairoh 1/350

11

Page 13: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

     Imam Al Mardawi dalam Al Inshaf: “Adapun mendirikan bangunan, makruh

hukumnya. Dan ini pendapat madzhab yang sah. Baik itu bangunan menempel

dengan tanah atau tidak sama saja”9

            Beberapa ulama dari kalangan Hanabilah mengatakan bahwa yang dilarang

membuat bangunan itu ialah larangan membuat sebuah masjid atau semisalnya yang

mempunyai untuk menjadi tempat shalat. Bukan larangan membuat kamar atau

tenda atau juga kubah.

    Larangan ini sejalan dengan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang

menjelaskan tentang pelaknatan orang-orang Yahudi karena menjadikan kuburan-

kuburan para nabi mereka sebagai tempat sesembahan,

مساجد أنبيائهم قبور خذوا ات صارى والن اليهود ه الل لعنArtinya:

“Allah melaknat orang-orang Yahudi (karena) mereka menjadikan kuburan para

nabi mereka sebagai tempat sujud” (HR Muslim).

B. Menguburkan Mayat di laut

1. Tinjauan Syariat

Mengubur ( ad-dafn ) adalah memendam mayat ke dalam tanah. Makna

mengubur mayat adalah melindungi jasadnya dari celaan fisik dan menutupi aib

kepribadiannya. Hukumnya fardu kifayah  (jika salah seorang telah melakukannya,

gugurlah kewajiban bagi orang lain). Dalil penguburan menurut fuqaha (ulama

fikih) adalah warisan nenek moyang manusia dari Adam AS hingga zaman kita,

berikut sanksi bagi yang meninggalkannya. Sebagaimana tergambar dalam kasus

Qabil yang membunuh Habil dalam QS al-Maidah [5] : 31.

Sebaik-baik tempat menguburkan adalah di pemakaman yang telah dikhususkan,

agar sesuai sunah dan senantiasa didoakan oleh orang yang melintasinya. Namun,

jika meninggal di kapal / perahu yang sedang berada di tengah lautan, para ulama

sepakat agar diupayakan terlebih dahulu mencari daratan terdekat untuk dikuburkan

dengan tanah. Apabila tidak memungkinkan dikubur dengan tanah karena jauh dari

daratan, penyelenggaraan jenazahnya  adalah: 1) Dimandikan, 2) Dikafani, 3) 9 Mukhtashor Abi Syuja’ (Matan Al Ghoyah wat Taqrib), Al Imam Al ‘Allamah Ahmad bin Al Husain Al Ashfahaniy Asy Syafi’i, terbitan Darul Minhaj, cetakan pertama, tahun 1428 H

12

Page 14: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

Dishalatkan, dan   4) Diarungkan ke laut. Batasan jarak dekat atau jauhnya adalah

waktu yang dapat mengubah kondisi mayat ( membusuk ).

Mengenai tatacara penguburannya, ulama madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi'i

berpendapat yang lebih utama ialah  mengikat  jenazah  di  antara  dua  papan,  lalu

menceburkan jenazah ke laut jika diketahui penduduk pantainya  kaum  Muslimin. 

Jika  penduduk  pantainya orang-orang kafir, jenazah diberi pemberat semisal batu

lalu  diceburkan  ke  laut  agar  tenggelam  ke  dasar  laut. Sedang  menurut 

madzhab  Hambali,  jenazah  diberi pemberat lalu diceburkan ke laut agar tenggelam

ke dasar laut,  baik  penduduk  pantainya  Muslim  maupun  kafir. (Abdurrahman

Ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A`immah, hlm. 71;

Yasin Ghadiy, Al-Durr Al-Mantsur fi Ahkam Al-Qubur, hlm. 253; Muhammad

Abdurrahman 'Iwadh, Ahkam Al-Janazah, hlm. 62).

Adapun cara menguburkan di laut / menenggelamkannya adalah dengan

mengikatkan beban berat yang dapat menenggelamkan mayat. Imam Syafi’i

berpendapat, prosesi dengan pola menenggelamkan menggunakan beban berat dapat

dilakukan jika daratan terdekat merupakan wilayah / zona peperangan. Namun jika

daratan terdekat itu bukan wilayah peperangan, mayat diikatkan di atas papan /

kayu / sesuatu yang dapat mendamparkan mayat ke tepi pantai daratan terdekat,

dengan harapan akan ditemukan oleh penduduk setempat kemudian dikuburkan

dengan tanah oleh mereka. Namun jika penduduk pulau / daratan terdekat

berpenduduk kafir, menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, lebih baik

ditenggelamkan ke laut saja.

Dalam kasus Usamah bin Ladin, seandainya memang ‘kabar burung’ ini kita

asumsikan benar, menurut saya, tidak beradab bagi marinir Navy SEALs

melemparkan jenazahnya ke laut. Karena Usamah mereka bunuh di daratan, maka

tidak ada alasan untuk melemparnya ke laut. Dalam menyikapi persoalan yang di

luar kemampuan dan wilayah kita itu, mungkin hadis shahih berikut ini dapat

menenangkan kita dari emosi dan rasa dendam.

13

Page 15: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

Dari Hudzaifah dari Nabi SAW beliau bersabda: “Sebelum kalian ada seseorang

yang berburuk sangka dengan amalannya, lalu dia berkata kepada keluarganya,

apabila aku mati, ambillah jasadku, lalu sebarkan ( abu ) di laut pada saat hari sangat

panas.” Saat ia mati, keluarganya melaksanakan pesan itu. Lalu Allah

menyatukannya, dan berfirman padanya: “Apa yang membuatmu melakukan hal

itu?” Orang itu menjawab: “Aku tidak melakukan hal itu kecuali karena takut

kepada-Mu.” Maka, Allah mengampuninya. ( HR Bukhari-5999 ). 10

2. Tinjauan kesehatan

Mayat adalah tubuh yang tidak bernyawa. Banyak penyebab akan keberadaan

mayat salah satunya kasus pembunuhan. Ada beberapa hal yang membahayakan

bagi orang atau makhluk yang menemukannya, diantaranya :

a. Bau Busuk

Bau busuk pada mayat itu umumnya disebabkan oleh proses pembusukan

oleh bakteri-bakteri yang menghasilkan asam asetat, nitrogen, metana, hidrogen,

karbon dioksida, dan lain-lain yang mana metan dan asam asetat menimbulkan bau

busuk yang sangat menyengat sekali. Bau yang menyengat tersebut sangat

mengganggu ketenangan dan ketentraman kejiwaan manusia disamping rasa mual

yang ditimbulkan bau aroma bangkai yang menjijikkan.

b. Cairan

Cairan-cairan yang diproduksi oleh bakteri pembusuk mayat ada yang dapat

membuat kita sakit ringan dan berat mulai dari diare, malarian, infeksi luka / tetanus,

mata jereng, bengkak, degradasi sel darah merah, dan lain-lain. Bakteri pada mayat

pun mampu menggerogoti sel tubuh kita sehingga bisa menimbulkan kematian atau

jika masih sempat harus melakukan pemotongan / amputasi bagian tubuh. Bahkan

bisa membolongi sebuah lantai.

Darah umumnya mengandung uric acid yang merupakan racun / toxic yang

berbahaya bagi kesehatan kita. Uric acid yang ada di dalam tubuh kita akan dibawan

10 Republika ,Konsultasi Agama, , Jumat,  6 Mei  2011 / 2 Jumadil Akhir 1432

14

Page 16: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

darah yang kemudian akan dibuang ke luar tubuh dengan air urin / air kencing

melalui ginjal. Minum darah atau memakan makanan yang tidak bersih dari darah

dapat membuat kita keracunan atau memperberat kerja dari organ ginjal kita yang

berharga. Dalam binatang atau manusia yang telah menjadi bangkai dagingnya

masih mengandung racun karena adanya endapan darah. Jadi binatang yang mati

tanpa dikeluarkan darahnya secara bersih.

Bau busuk pada bangkai umumnya disebabkan oleh proses pembusukan oleh

bakteri-bakteri yang menghasilkan asam asetat, nitrogen, metana, hidrogen, karbon

dioksida, dll yang mana metan dan asam asetat menimbulkan bau busuk yang

menyengat hidung. Bau yang menyengat tersebut sangat mengganggu ketenangan

dan ketentraman kejiwaan manusia disamping rasa mual yang ditimbulkan bau

aroma bangkai yang menjijikkan. Cairan-cairan yang diproduksi oleh bakteri

pembusuk mayat / bangkai ada yang dapat membuat kita sakit ringan dan berat

mulai dari diare, malarian, infeksi luka / tetanus, mata jereng, bengkak, degradasi sel

darah merah, dll. Bakteri pada mayat pun mampu menggerogoti sel tubuh kita

sehingga bisa menimbulkan kematian atau jika masih semat harus melakukan

pemotongan / amputasi bagian tubuh. Untuk mengobati bisa ditempuh dengan

minum obat antibiotik, imunisasi, dll.

C. Menggali dan membongkar kuburan

Menurut fatwa Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu,

dalam hal ini tentunya ada perbedaan antara kuburan orang-orang Islam dan kuburan

orang-orang kafir. Membongkar kuburan muslimin adalah tidak diperbolehkan

kecuali setelah lumat dan menjadi hancur. Hal itu dikarenakan membongkar kuburan

tersebut menyebabkan koyak/pecahnya jasad mayit dan tulangnya, sementara Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

ت الـمي عظم ا كسر حي ككسره“Mematahkan tulang mayit seperti mematahkannya ketika hidup.”

15

Page 17: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

Maka seorang mukmin tetap terhormat setelah kematiannya sebagaimana

terhormat ketika hidupnya. Terhormat di sini tentunya dalam batasan-batasan

syariat.

Adapun tentang membongkar kuburan orang-orang kafir, maka mereka tidak

memiliki kehormatan semacam ini sehingga diperbolehkan membongkarnya

berdasarkan apa yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Bahwa Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah, awal mula

yang beliau lakukan adalah membangun Masjid Nabawi yang ada sekarang ini.

Dahulu di sana ada kebun milik anak yatim dari kalangan Anshar dan di dalamnya

terdapat kuburan orang-orang musyrik. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi

wasallam mengatakan kepada mereka:

حائطكم ثامنوني“Hargailah kebun kalian untukku.” Yakni, juallah kebun kalian untukku. Mereka

menjawab: “Itu adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Kami

tidak menginginkan hasil penjualan darinya.”

Karena di situ terdapat reruntuhan dan kuburan musyrikin, Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam pun memerintahkan agar kuburan musyrikin tersebut dibereskan.

Maka (dibongkar) dan diratakanlah, serta beliau memerintahkan agar reruntuhan itu

dibereskan untuk selanjutnya diruntuhkan. Lalu beliau mendirikan Masjid Nabawi di

atas tanah kebun tersebut. Jadi, membongkar kuburan itu ada dua macam: untuk

kuburan muslimin tidak boleh, sementara kuburan orang-orang kafir

diperbolehkan.

Diisyaratkan dalam jawaban ini bahwa hal itu tidak boleh hingga mayat tersebut

menjadi tulang belulang yang hancur, menjadi tanah. (Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani

hal. 53)

Sedangkan menurut Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah, pada asalnya tidak boleh

membongkar kubur mayit serta mengeluarkan mayit darinya. Karena bila mayit

telah diletakkan dalam kuburnya, artinya dia telah menempati tempat singgahnya

serta mendahului yang lain ke tempat tersebut. Sehingga tanah kubur tersebut adalah

wakaf untuknya. Tidak boleh seorangpun mengusiknya atau mencampuri urusan

tanah tersebut. Juga karena membongkar kuburan itu menyebabkan mematahkan

16

Page 18: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

tulang belulang mayit atau menghinakannya. Dan telah lewat larangan akan hal itu

pada jawaban pertanyaan pertama. Hanyalah diperbolehkan membongkar kuburan

mayit itu dan mengeluarkan mayit darinya, bila keadaan mendesak menuntut itu,

atau ada maslahat Islami yang kuat yang ditetapkan para ulama. Allah Subhanahu

wa Ta’ala-lah yang memberi taufiq semoga shalawat dan salam-Nya tercurah atas

Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, dan para

sahabatnya.

Ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq

Afifi, Asy-Syaikh Abdullah Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud.

(Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 9/122)

Sebagaimana yang telah lalu kita sebutkan bahwa Islam benar-benar memuliakan

manusia sehhngga memerintahkan untuk menguburkan dan menimbunnya langsung

setelah wafat. Islam menjadikan kubur sebagai hak milik dan tempat berlindung bagi

penghuninya. Juga Islam melarang mayat seorang muslim digali dari kuburnya

kecuali dengan sebab syar’i yang memaksa. Sebab-sebab syar’i yang membolehkan

penggalian mayat dari kuburnya itu banyak, memungkinkan bagi kami untuk

menyebutkan yang penting di antaranya, yaitu kalau mayat:

1) Dikuburkan di masjid.

2) Telah hancur menjadi tanah. Hal itu setelah lewat masa tertentu yang dapat

diketahui dengan hasil penelitian.

3) Dikuburkan sebelum dimandikan.

4) Dikuburkan tidak menghadap kiblat.

5) Dikuburkan tanpa kafan.

6) Dikhawatirkan akan dipermainkan.

7) Terganggu oleh apa saja.

8) Dikuburkan di tanah hasil rampasan.

9) Dikhawatirkan atas kuburnya aliran banjir atau basah.

10) Adanya harta atau lembaran bernilai yang terbawa bersamanya ketika

penguburan.

11) Ada darurat untuk menggalinya dan mengumpulkan tulang belulangnya lalu

dipindahkan ke tempat lain sebab sempitnya pekuburan misalnya.

17

Page 19: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

12) Dikuburkan di pekuburan orang-orang kafir.

Al-Imam An-Nawawi berkata: “Adapun menggali kuburan, maka tidak boleh tanpa

sebab syar’i, menurut kesepakatan para shahabat (yakni ulama madzhab Asy-

Syafi’iyyah). Dan dibolehkan dengan adanya sebab-sebab syar’i.

BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

            Membangun kuburan dengan megah maka penulis lebih condong kepada

pendapat yang menetapkannya makruh, dengan alasan bahwa kuburan muslim tidak

boleh disamakan dengan kuburan orang-orang Romawi dan Persia, yang dibangun

dengan megah, lalu ditempati penyembah. Karena itu, dikhawatirkan kalau kuburan

muslim yang telah dibanguni di atasnya, ditempati menyembah dan meminta sesuatu

oleh kaum muslimin yang masih awam pengetahuannya tentang masalah agama..

Sebaik-baik menguburkan mayat adalah di darat, menguburkan mayat hendaknya

dapat menutupi aibnya dan selamat dari gangguan juga sekaligus tidak

membahayakan manusia yang masih hidup, menurut penulis, yang rajih (kuat)

adalah pendapat madzhab Hambali, karena lebih berhati-hati mengingat jenazah

Muslim memiliki kehormatan yang wajib dijaga, sebagaimana kehormatan orang

hidup. Imam Ibnu Qudamah berkata, ”Pendapat Imam Ahmad lebih utama karena

dengan menenggelamkan jenazah akan tercapai maksud penguburan yaitu

melindungi jenazah. Kalau diletakkan di antara dua papan, jenazah

kemungkinan dapat berubah atau rusak, atau mungkin akan sampai ke pantai dalam

keadaan rusak dan telanjang, atau mungkin jenazah itu akan jatuh ke tangan kaum

musyrikin.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, III/25; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-

Islami wa Adillatuhu, II/676). Islam benar-benar memuliakan manusia sehhngga

memerintahkan untuk menguburkan dan menimbunnya langsung setelah wafat.

Islam menjadikan kubur sebagai hak milik dan tempat berlindung bagi penghuninya.

18

Page 20: Makalah Masaail Fiqhiyyah Kuburan#Bambang Priyanto

Juga Islam melarang mayat seorang muslim digali dari kuburnya kecuali dengan

sebab syar’i yang memaksa.

DAFTAR PUSTAKA

Shahih, HR. Ahmad (6/58, 105, 168, 200, 364) Abu Dawud (3207) Ibnu Majah (1616) dan yang lain. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani, lihat Irwa`ul Gh alil: 763, Ahkamul Jana`iz

Muhammad Ahmad, Al-Amin Al-Haaj,Hukum Memindahkan Jenazah (penerjemah: Fuad Lc.), penerbit: Pustaka Ar Rayyan, hal. 47-58.

http://kajian-ilmu-sederhana.blogspot.co.id/2010_08_01_archive.html pada tanggal 2 Oktober 2015 pukul 18:27

https://jalmilaip.wordpress.com/2011/05/06/mengubur-jenazah-di-laut/ pada tanggal

2 Oktober 2015 pukul 17:59

http://forum.viva.co.id/indeks/threads/mengenal-bakteri-berbahaya-pada-pembusukan-jenazah-di-laut.1836666/ pada tanggal 2 Oktober 2015 pukul 17:50

19