Perpajakan+Bab+1 6.++Anam

download Perpajakan+Bab+1 6.++Anam

of 28

Transcript of Perpajakan+Bab+1 6.++Anam

BAB 1 DASAR-DASAR PERPAJAKAN Pengertian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapa t dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Fungsi Pajak Funsi pajak ada 2 yaitu : 1. Fungsi Budgetair Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk m embiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur (regulered) Yaitu pajak sebagai alat untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Syarat Pemungutan Pajak 1. Harus adil (syarat keadilan) 2. Berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) 3. Tidak mengganggu perkonomian (syarat ekonomis) 4. Harus efisien (syarat finansiil) 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Hukum Pajak 1. Hukum pajak materiil : Memuat norma-norma yang menerangkan objek pajak, subje k, tariff dll. 2. Hukum pajak formil :Cara melaksanakn hokum pajak materiil, missal : KUP. Pengelompokkan Pajak 1. Menurut golongannya a. Pajak langsung Yaitu pajak yang ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. b. Pajak tidak langsung Yaitu pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain. 2. Menurut sifatntya a. Pajak subyektif Yaitu pajak yang berpangkal pada subjeknya. b. Pajak obyektif Yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan wajib pajak. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. b. Pajak daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Asas pemu ngutan pajak menurut pendapat para ahli Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukak an tentang asas pemungutan pajak, antara lain: 1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang te rkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut. Asas Equ ality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib p ajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Asas Cert ainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingg a bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. Asas Convinience of Payme nt (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus di pungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya d isaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan paja k diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak. 2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut. Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar keci lnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi paj ak yang dibebankan. Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunaka

n untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum. Asas kesejahte raan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu den gan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama). Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya ( serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak m emberatkan para wajib pajak. 3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut. Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi sehingga dapa t membiayai atau mendorong semua kegiatan negara Asas ekonomi: penentuan obyek p ajak harus tepat Misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah Asa s keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk ko ndisi yang sama diperlakukan sama pula. Asas administrasi: menyangkut masalah ke pastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (ba gaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak. Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang. Asas Pengenaan Pajak Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribad i atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negar a tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai c ontoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undan g Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan und ang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas -asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam me nentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak pen ghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan u ntuk mengenakan pajak adalah: Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan paja k atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan b erkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikena kan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili ( kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide inco me concept). Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas su atu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apab ila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara i tu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari o rang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Con toh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia. Asas kebangsaan ata u asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizens hip principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah stat us kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengen aan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan a sas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.Terdapat b eberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasi onalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya

. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasa n kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikena kan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdom isili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasi onalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu p enting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasi lan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak ak an dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income ), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terb atas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan. Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi meng adopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gab ungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekal igus.Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahu n 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat dis impulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak u ntuk orang pribadi. Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individua l) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepa ng berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang dip erolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-b adan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang. Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenaka n pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghas ilan dari sumber yang ada di Australia. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007) 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapa tkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-b esarnya kemakmuran rakyat. 2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemoton g pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yan g melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terb atas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau bad an usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koper asi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisa si sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya ter masuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam keg iatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari lua r daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah p

abean. 5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena P ajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-U ndang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. 6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebaga i sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakann ya. 7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk meng hitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu te rtentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. 8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pa jak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. 10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam M asa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketent uan peraturan perundang-undangan perpajakan. 11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melap orkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek p ajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-u ndangan perpajakan. 12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. 13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Paj ak atau Bagian Tahun Pajak. 14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan P ajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. 16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentu kan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayar an pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yan g menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan 18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jum lah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak teruta ng dan tidak ada kredit pajak. 19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentuk an jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sank si administrasi berupa bunga dan/atau denda. 21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan p ajak. 22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditamba h dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasil an yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pend ahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. 23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat d ikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak ata u setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan da ri pajak yang terutang. 24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang memp unyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak teri kat oleh suatu hubungan kerja. 25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, ketera

ngan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasark an suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpaja kan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan per undang-undangan perpajakan. 26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sed ang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan o leh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. 27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapat kan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wa jib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan l aba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengka pan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian te ntang kebenaran penulisan dan penghitungannya. 31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan ya ng dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bu kti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta men emukan tersangkanya. 32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktor at Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan p enyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan p erundang-undangan. 33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan paj ak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberata n, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusa n Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga. 34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap sur at ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga ya ng diajukan oleh Wajib Pajak. 35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap S urat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap h al- hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan. 37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan pen injauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak. 38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputu san yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu. 39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentuk an jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak. 40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, at au dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputus an, atau putusan disampaikan secara langsung. 41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, a tau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan , atau putusan diterima secara langsung.

B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK a. Fungsi NPWP Sebagai tanda pengenal / identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan k ewajiban perpajakan. b. Format NPWP NPWP terdiri dari 15 digit, contoh: 01 . 234 . 456 . 7 . 888 . 000 c. Siapa Yang Wajib NPWP 1. Wajib Pajak Orang Pribadi * Yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas * Tidak menjalankan usaha / pekerjaan bebas tapi penghasilan sampai dengan suatu bulan lebih besar dari PTKP * Wanita Kawin Pisah Harta 2. Wajib Pajak Badan 3. Wajib Pajak Pemungut atau Pemotong d. Pendaftaran NPWP Berdasarkan sistem self assessment semua Wajib Pajak harus mendaftarkan diri pad a Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau temp at kedudukan Wajib Pajak untuk langsung dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligu s mendapatkan NPWP. e. Penghapusan NPWP dilakukan jika : 1. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan. 2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. 3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Paja k. 4. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan pe raturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangaan statusnya sebagai bent uk usaha tetap BAB 2 KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Guna mendukung sistem perpajakan agar berjalan dengan baik, terdapat kewajiban d an hak-hak yang dimiliki Wajib Pajak. Hak-Hak Wajib Pajak 1. Mendapatkan pelayanan, pembinaan, dan penyuluhan pajak. 2. Memperpanjang penyampaian SPT. 3. Membetulkan SPT. 4. Memperoleh kelebihan pembayaran pajak. 5. Mengajukan keberatan dan banding. 6. Mengajukan permohonan angsuran pembayaran pajak dan penundaan pembayaran paja k. 7. Mengurangi penghasilan bruto dengan biaya fiscal. 8. Menggunakan Norma Penghitungan. 9. Memperoleh fasilitas perpajakan. 10. Mengkreditkan Pajak Masukan 11. Menunjuk kuasa. Pelayanan, Pembinaan dan Penyuluhan Pelayanan, pembinaan dan penyuluhan pajak diberikan agar ke depan dapat lebih me ngefektifkan self assessment system berjalan dengan baik. Kelebihan Pembayaran Pajak Wajib Pajak yang dalam 1 tahun pajak (PPh) atau PKP yang dalam 1 masa pajak (PPN ), bila pajak yang telah dibayar melebihi pajak yang seharusnya terutang dan dil

aporkan dalam SPT, berhak memperoleh pengembalian kelebihan pembayaran pajak ter sebut. Pengurangan Penghasilan Bruto Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha, berhak mengurangi penghasilan bruto y ang diterima dengan biaya yang telah dikeluarkan (biaya fiskal yang diatur dalam Pasal 6 UU PPh). Norma Penghitungan Untuk dapat menghitung besarnya kewajiban pajak dalam suatu tahun pajak, pada da sarnya Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas harus membuat P embukuan. Untuk Wajib Pajak tertentu, dapat menyelenggarakan Pencatatan dan peng hitungan pajak dilakukan dengan Norma Penghitungan. Kewajiban Wajib Pajak Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak. Mengisi dan menyampaikan SPT. Membayar atau menyetor pajak yang terutang. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. Membantu pelaksanaan pemeriksaan pajak. Melakukan pemotongan atau pemungutan pajak. Membuat Faktur Pajak. Melunasi bea meterai. Wajib Pajak & Pengusaha Kena Pajak Pengertian Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan per undang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, term asuk pemungut/pemotong pajak tertentu. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha ya ng melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.

Sesuai dengan self assessment sistem, setiap : Wajib Pajak (WP) wajib mendaftarkan diri. Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib melaporkan usahanya. Ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana bertempat tinggal/tempat kedudukan/tempat kegiatan usaha, atau tempat lain yang ditetapkan Menteri Keuangan (WP Khusus da n WP Besar). Fungsi NPWP adalah : * Identitas Wajib Pajak * Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan * Sarana dalam administrasi perpajakan * Menjaga ketertiban pembayaran pajak. Penghapusan NPWP dan Pencabutan NPPKP 1. Penghapusan NPWP, karena : * WP meninggal. * Warisan yang belum terbagi, selesai dibagi. * WP bubar secara resmi (ada proses likuidasi). * BUT kehilangan status sebagai BUT. 2. Pencabutan NPPKP * PKP pindah alamat. * WP badan telah bubar secara resmi (ada proses likuidasi) * PKP lain yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.

Surat pemberitahuan (SPT) Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah : surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk m elaporkan penghitungan/pembayaran pajak, objek pajak/bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajaka n. Fungsi SPT : Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitu ngan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang : Pembayaran / pelunasan pajak yang dilaksanakan sendiri / melalui pemotongan / p emungutan pihak lain. Penghasilan yang merupakan objek/bukan objek pajak. Harta dan kewajiban Pembayaran dari pemotong/pemungut. Ada 2 macam SPT : SPT Masa SPT Tahunan Jangka waktu penyampaian SPT KPP : SPT Masa : paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak. SPT Tahunan : paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Terlambat penyampaian SPT, dikenakan sanksi administrasi berupa denda : Rp 50.000 (SPT Masa). Rp 100.000 (SPT Tahunan) Memperpanjang Penyampaian SPT Wajib Pajak berhak memperpanjang waktu penyampaian SPT Tahunan hingga paling lam a 6 bulan, misalnya karena : luasnya kegiatan usaha. Masalah-masalah teknis dalam penyusunan laporan keuangan. Sehingga sulit untuk memenuhi jangka waktu tersebut. Pembetulan SPT Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun (dengan syara t sebelum dilakukan pemeriksaan atau penyidikan). Pembayaran / Penyetoran Pajak Setiap jenis pajak, ada jatuh tempo (jangka waktu) pembayarannya. Jika lewat jat uh tempo, dikenakan sanksi perpajakan berupa bunga penagihan, yang besarnya 2% p er bulan. Sarana atau Bukti Pembayaran dilakukan dengan : Surat Setoran Pajak (SSP) untuk PPh, PPN, PPnBM, dan Bunga Penagihan. Surat Setoran Bea (SSB) untuk BPHTB Surat Tanda Setoran (STS) untuk PBB. Tempat pembayaran dilakukan di : Bank, yang ditunjuk pemerintah. Kantor Pos. Tempat lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.

Pembukuan Dan Pencatatan A. Pembukuan Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data da n informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biay a serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup den gan menyusun laporan keuangan (Neraca dan Laba rugi) pada setiap tahun pajak ter akhir. Yang wajib menyelenggarakan pembukuan : Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas. Wajib Pajak Badan. Pembukuan/pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan/kegiatan usaha yang sebenarnya. Pembukuan/pencatatan harus : Diselenggarakan di Indonesia. Menggunakan huruf Latin dan angka Arab. Disusun dalam bahasa Indonesia (bahasa asing, izin Menkeu) dan dalam mata uang Rupiah (mata uang asing, izin Menkeu). Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau kas. B. Pencatatan Pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto/penerimaan penghasilan s ebagai dasar menghitung jumlah penghasilan neto. Pencatatan dapat dilakukan : Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas (dengan omzet di bawah Rp 600 juta/tahun). Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas. Wajib Pajak yang punya lebih dari 1 jenis usaha/tempat usaha, pencatatan harus d apat menggambarkan secara jelas jumlah peredaran/penerimaan bruto dari masing-ma sing jenis usaha / tempat usaha. HAK DAN KEWAJIBAN FISKUS Di samping Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, Pemerintah yang menyelenggarakan tugas pelayanan, pembinaan dan penerangan/penyuluhan (Fiskus) juga memiliki Hak dan K ewajiban. Hak-Hak Fiskus Menerbitkan NPWP/Pengukuhan PKP secara jabatan. Menerbitkan ketetapan pajak (SKP, STP, SPPT). Menerbitkan Surat Paksa, dan melaksanakan penyitaan. Melakukan pemeriksaan dan penyegelan. Melakukan penyidikan. Menghapuskan dan mengurangkan sanksi administrasi.

Pengukuhan NPWP/PKP Secara Jabatan Sesuai dengan self assessment system, WP/PKP harus dengan sukarela/ kesadaran se ndiri mendaftarkan diri sebagai WP/melaporkan sebagai PKP. Jika tidak, berdasark an data dan informasi atau ekstensifikasi, dilakukan penetapannya secara jabatan . KPP akan memberikan NPWP dan NPPKP.

Penerbitan Ketetapan Pajak Atas pemeriksaan yang dilakukan, KPP akan menerbitkan ketetapan pajak (berupa SK P, STP, SPPT) sebagai dasar hukum besarnya penetapan pajak yang harus dibayar WP . Surat Paksa dan Penyitaan Bila hingga jatuh tempo pembayaran telah dilalui dan telah ditegor, maka atas ut ang pajak tersebut KPP (melalui Jurusita) menerbitkan dan melaksanakan Surat Pak sa (SP), maupun Penyitaan (SPMP). Pemeriksaan dan Penyegelan Dalam menjalankan fungsi pembinaan, DJP melakukan pemeriksaan pajak terhadap WP untuk mengetahui tingkat kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau tuju an lain. Dalam hal WP tidak kooperatif, tidak memberikan dokumen/berkas yang diminta Peme riksa, maka dilakukan penyegelan atas tempat dokumen/berkas tersebut. Penyidikan Bila WP diduga melakukan tindak pidana perpajakan, maka akan dilakukan penyidika n terhadap WP tersebut. Penyidikan dilakukan oleh PPNS. Bila terbukti melakukan tindak pidana perpajakan, akan diajukan ke Pengadilan un tuk kelanjutannya. Kewajiban Fiskus Membina Wajib Pajak Menerbitkan SKPLB. Merahasiakan data Wajib Pajak. Pembinaan Terhadap Wajib Pajak Guna melaksanakan fungsi pembinaan sehubungan dengan penerapan self assessment s ystem, DJP wajib melakukan pembinaan terhadap WP seperti dalam hal: Pelaksanaan pembukuan/pencatatan. Penghitungan besarnya pajak. Pelaporan kewajiban pajak. Pembuatan Faktur Pajak. Administrasi perpajakan. Dlsb. Penerbitan SKPLB Jika dalam suatu masa pajak, atau tahun pajak ternyata menurut penghitungan WP t erjadi lebih bayar, WP dapat mengajukan permohonan pengembaliannya (restitusi). Setelah melalui proses penelitian/pemeriksaan oleh Fiskus, bila ternyata menurut ketentuan UU Perpajakan lebih bayar, maka Fiskus akan menerbitkan SKPLB untuk p engembalian lebih bayar pajak. Kerahasiaan Data Wajib Pajak Atas data WP yang ada dan disampaikan kepada Fiskus, dirahasiakan untuk kepentin gan di luar DWP. Sanksi-sanksi Perpajakan Yang Diatur Dalam KUP Sanksi-sanksi di bidang perpajakan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) dapat berupa : 1. Sanksi administrasi

2. Sanksi Pidana ad1. Sanksi administrasi terdiri; a. sanksi administrasi berupa bunga b. sanksi administrasi berupa denda c. sanksi administrasi berupa kenaikan ad.1a. Sanksi administrasi berupa bunga. Sanksi administrasi yang dikenakan beru pa bunga dihitung dalam bentuk persentase tertentu pada umumnya sebesar 2% (dua persen) sebulan. Untuk lebih jelas diberikan contoh sebagai berikut : (1) Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan t anggal pembayaran karena wajib pajak membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar. (2) Pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) sebulan atas kelambatan pemb ayaran kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak. (3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang te rutang tidak dibayar atau kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbit kan SKPKB ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan, pal ing lama dua puluh empat bulan, dihitung saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai diterbitkannya Surat Kepu tusan Pajak Kurang Bayar. ad.1b. Sanksi Administrasi Berupa Denda Sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak berupa denda adalah dihitu ng dalam bentuk jumlah uangnya atau dalam persentase. Untuk lebih jelasnya diber ikan contoh sebagai berikut : (1) Apabila SPT tidak disampaikan atau disampaikan melewati batas waktu yang tel ah ditentukan dalam undang-undang maka di kenakan sanksi administrasi berupa den da, untuk SPT masa sebesar Rp 25.000,- dan untuk SPT tahunan sebesar Rp 50.000,(2) Surat Tagihan Pajak (STP) dapat diterbitkan apabila pengusaha tidak melapork an kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Terhad ap PKP tersebut dikanakan sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengena an Pajak (DPP). (3) Surat tagihan pajak dapat diterbitkan apabila pengusaha tidak dikukuhkan seb agai PKP tetapi membuat faktur pajak atau tidak mengisi selengkapnya faktur paja k dikenakan sanksi administrasi berupa benda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. Ad.1c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan Sanksi administrasi yang dikenakan ke pada Wajib Pajak berupa kenaikan adalah terhitung dalam bentuk persentase yang b esarnya 50% atau lebih. Untuk lebih jelas diberi contoh sebagai berikut; (1) Jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) sebagai mana d imaksud pada pasal 13 ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d undang-undang KUP di tambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar. a. 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak. b. 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak at au kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan dan dipotong atau dipungut teta pi tidak atau kurang disetorkan. c. 100% dari pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas ba rang mewah yang tidak atau kurang dibayar. (2) Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan dapat diterbitkan dalam jangka w aktu sepuluh tahun, apabila ditemukan data baru dan/atau data semula belum terun gkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, ditambah dengan san ksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak terse but. ad.2 Sanksi Pidana Terdiri dari :

a. b. c. d.

alpa sengaja pengulangan percobaan

ad.2a. Sanksi pidana karena alpa Barang siapa karena kealpaannya tiak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT teta pi isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pad a pendapatan negara, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun da n denda setingginya dua kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang d ibayar. ad.2b. Sanksi pidana dengan sengaja. Barang siapa dengan sengaja : 1. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau nomor pengukuhan pengusaha kena pajak (NPPKP), a tau 2. Tidak menyampaikan SPT; atau 3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengk ap, atau 4. Memperlihatkan pembukuan pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsu kan seolah-olah benar, atau 5. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan dan me minjamkan buku catatan atau dokumen lainnya; atau. 6. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat men imbulkan kerugian pada pendapatan negara diancam dengan pidana penjara selama-la manya enam tahun dan dengan setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang teru tang yang tidak atau kurang dibayar. ad. 2c Sanksi Pidana Karena Melakukan Pengulangan. Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewa t satu tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara yang dijatuhkan te rhadapnya karena dilakukan dengan sengaja, maka ancaman pidana yang dikenakan la gi terhadapnya dilipat dua. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak p idana di bidang perpajakan. ad. 2d Sanksi Pidana Karena Melakukan Percobaan Barang siapa melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana penyalahgunaan at au menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Pengukuhan Pe ngusaha Kena Pajak (NPPKP), atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isiny a tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi at au melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 ( dua) tahun dan denda setinggi-tingginya 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Percobaan untuk melakukan t indak pidana di bidang perpajakan tertentu sebagai delik yang berdiri sendiri, k arena tidak selesainya kejahatan tersebut bukan atas kemauan mereka. Daluwarsa Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, setelah lampau waktu 10 tahun seja k saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Sanksi Pidana di Bidang Perpajakan Bagi Aparat Negara Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala ses uatu yang diketahui/ diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan denda. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya merahasiakan segala sesu atu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya, d iancam dengan pidana selama-lamanya 2 tahun dan denda.

Tuntutan pidana bagi aparat negara terhadap pelanggaran kewajiban merahasiakan s egala sesuatu yang diketahui atau yang diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya adalah merupakan delik aduan atau dijadikan tindak pidana peng aduan. Sanksi Pidana di Bidang Perpajakan Bagi Pihak Ketiga Barang siapa yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau membe ri keterangan atau bukti yang tidak benar termasuk yang menyuruh atau menganjurk an atau membantu melakukannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tah un dan denda. Barang siapa dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidan a di bidang perpajakan, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tahun dan denda. BAB 3 Pajak Penghasilan (UMUM) Subjek Pajak PPh dan Pengecualiannya Yang dimaksud Subjek Pajak adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk me mperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Pembagian Subjek Pajak Menurut Pasal 2 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 subjek pajak dibagi menjadi Subjek Pajak Orang Pribadi, Subjek Pajak Warisan Belum Dibagi, Subjek Pajak Badan dan Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU No. 36 Th. 2008 , Subjek Pajak penghasilan dibagi menjadi dua, yakni : Subjek Pajak Dalam Negeri Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribad i yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bert empat tinggal di Indonesia. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Ind onesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria terte ntu, dan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang ber hak. Subjek Pajak Luar Negeri Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah : Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak leb ih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Badan yang tidak didirikan dan tid ak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiat an melalui BUT di Indonesia; dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indo nesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indone sia. Pengecualian Subjek Pajak Yang tidak termasuk subjek pajak, yaitu : Kantor perwakilan negara asing; Pejaba t-pejabat perwakilan diplomatic, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari neg ara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada da n bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat; bukan WNI dan di Indones ia tidak memperoleh penghasilan di luar pekerjaannya tersebut serta negara bersa ngkutan memberikan perlakuan timbal balik; Organisasi-organisasi international d engan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan tidak menjalanka n kegiatan utuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; Pejabat-pejabat perwakilan organisasi international, dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalan

kan kegiatan untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Kewajiban Pajak Subjektif Subjek Pajak Dalam Negeri Kewajiban Subjek Pajak orang pribadi dimulai saat orang tersebut dilahirkan atau berada atau berniat tinggal di Indonesia, dan berakhir saat meninggalkan Indone sia untuk selama-lamanya, sedangkan Kewajiban Subjek Pajak BUT dimulai saat didi rikan atau berkedudukan di Indonesia, dan berakhir saat dibubarkan atau tidak la gi berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak Luar Negeri Kewajiban Subjek Pajak Non BUT dimulai saat mempunyai penghasilan di Indonesia, dan Subjek pajak BUT dimulai saat melakukan usaha melalui BUT di Indonesia. Warisan Belum Terbagi Kewajiban Pajak atas Warisan belum terbagi dimulai saat timbulnya warisan dan be rakhir saat warisan sudah terbagi. Objek Pajak Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan Menurut Undang-undang Perpajakan, penghasilan adalah setiap tambahan yang diteri ma atau diperoleh WP (Wajib Pajak), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yan g bersangkutan dan dalam bentuk apapun. Objek pajak penghasilan Menurut pasal 4 ayat (1) UU No. 36 tahun 2008, objek paj ak penghasilan adalah seperti berikut ini : Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikas i, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dala m Undang-undang ini; Hadiah dari undian, pekerjaan, atau kegiatan dan penghargaan; Laba usaha; Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk: Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pemb ayaran tambahan pengembalian pajak; Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang d itetapkan dengan peraturan pemerintah; Keuntungan selisih kurs mata uang asing; Premi asuransi; Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggota yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah; Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai ketentuan umu m dan tata cara perpajakan; dan Surplus Bank Indonesia. Penghasilan yang Dipotong Pajak Bersifat Final Penghasilan yang dikenai pajak bersift final berdasar pada UU No. 36 tahun 2008 adalah : * Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan sur at utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; * Penghasilan berupa hadiah undian;

* Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif ya ng diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyer taan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventu ra; * Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangungan, u saha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan p enghasilan tertentu lainnya. Yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemer intah. Pengecualian Objek Pajak PPh Jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak adalah: (a) B antuan atau Sumbangan dan Hibah; (b) Warisan; (c) Harta termasuk setoran tunai y ang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal; (d) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang ditpero leh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; (e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan den gan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, da n asuransi beasiswa; (f) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh p erseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, bumn, atau bumd, d ari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia; (g) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; (h)Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebagaimana dimaksu d pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Me nteri Keuangan; (i) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komandi ter yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firm a, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; (j) Dihapus; (k) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berup a bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha ata u kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut; Merupakan p erusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor us aha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan Sahamnya tidak diperd agangkan di bursa efek Indonesia. (l) Surplus Bank Indonesia selama jangka waktu 5 tahun sejak berlakunya ket entuan ini; (m) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya di atur dengan Keputusan Menteri Keuangan; (n) Sisa lebih yang diterima atau dipero leh yayasan atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan formal, yan g ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun yang ketentuannya di atur lebih lanjut dengan Ketentuan Menteri Keuangan. Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) Yang menjadi objek pajak Bentuk Usaha Tetap adalah : * Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari hart a yang dimiliki atau dikuasai. * Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemb erian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia * Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh k antor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap denga n harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. * Biaya-biaya yang berkenaan dengan upaya memperoleh penghasilan boleh dikurangk an dari penghasilan BUT. Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, maka biaya ad ministrasi kantor pusat yang tidak diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya y ang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT yang besarnya ditetapkan oleh Direk tur Jenderal Pajak, dan pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah : royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harga, paten, atau hak-hak lainnya; imbalan sehubungan dengan jasa m

anajemen dan jasa lainnya; dan bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Pengurangan yang Diperkenankan Dari Penghasilan Bruto Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah : Satu, biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: Biaya-biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan u saha, antara lain ; biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan pekerjaan ; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asu ransi; biaya promosi dan penjualan dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keu angan; biaya administrasi; dan pajak, kecuali pajak penghasilan; penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempuyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; (c) iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuanga n; kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dala m perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pengh asilan; (e) kerugian dari selisih kurs mata uang asing; (f) biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; (g) biaya beasiswa, magang , dan pelatihan; (h) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: (1) telah dibeb ankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; (2) wajib pajak harus men yerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Paja k; dan (3) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau i nstansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertuli s mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikannya dalam penerbitan umum atau khusus; a tau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah u tang tertentu; (4) syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil (Pasal 4 ayat (1) huruf k); yang pelaksanaannya diatur lebih lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Paja k; (i), (j), (k), (l), dan (m) Sumbangan yang dapat dibayarkan Dua, Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada aya t (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasila n mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun berik utnya. Tiga, Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri diberikan berupa Pen ghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya PTKP untuk WP orang pribadi menurut Pasal 7 UU No. 36 Tahun 2008 yang m ulai berlaku per 1 Januari 2009, adalah seperti tabel dibawah ini : Status Besarnya * UntukWajib Diri PTKPWajib Pajak Pajak * Tambahan untuk WP Kawin * Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan s uami. * Tambahan Rp. 15.840.000 untuk setiap anggota keluarga (maksimal 3 orang) Rp. 1.320.000 Rp. 15.840.000 Rp. 1.320.000 Penghasilan Wanita Kawin (Suami Istri) Wanita yang belum kawin dianggap sebagai WP yang mempunyai kewajiban membayar pa jak atas dirinya. Jika wanita tersebut mempunyai tanggungan sesuai dengan peratu ran perpajakan dapat menambah besarnya PTKP yang akan dikurangkan dari penghasil annya. Namun jika wanita tersebut menikah, maka kewajiban perpajakannya berpinda h kepada suaminya. Dengan demikian, penghasilan yang diterima dan kerugian yang diderita wanita kawin tersebut dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suamin ya. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika penghasilan wanita tersebut berasal da ri pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong oleh pemberi kerja, dengan kete

ntuan sebagai berikut: (1) penghasilan yang diterima oleh wanita tersebut dipero leh dari satu pemberi kerja, dan (2) penghasilannya berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota kelua rga lainnya. Pengurangan yang Tidak Diperkenankan Sebagai Pengurangan Penghasilan Berikut ini Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Waji b Pajak Dalam Negeri dan BUT seperti disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 36 tahun 2008 : (a) pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti div iden, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi; (b) biaya yang dibebankan atau dikeluarkan un tuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. (c) pembentukan atau pemupukan dana cadangan; (d) premi asuransi kesehatan, asur ansi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa, yang dib ayar oleh WP orang pribadi kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi ter sebut dihitung sebagai penghasilan bagi WP yang bersangkutan; (e) penggantian at au imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk nat ura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Ment eri Keuangan; (f) jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau ke pada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pe kerjaan yang dilakukan; (g) harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan w arisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf I, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lemba ga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagama an yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterim a oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang keten tuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; (h) pajak penghasilan; (i) biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentin gan pribadi WP atau orang yang menjadi tanggungannya; (j) gaji yang dibayarkan k epada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak dibagi atas saham; (k) sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan sert a sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perunda ng-undangan di bidang perpajakan. Sistem Penilaian Dalam Perpajakan Berikut ini diuraikan ketentuan-ketentuan penilaian harta, menurut Pasal 10 UU N o. 36 Tahun 2008 : Penilaian Dalam Hal Jual Beli Harta Jika terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa maka harga perolehan atau harga penjualan adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima. Sedangkan jika terdapat hubungan istimewa, maka harga perolehan atau harga penjualan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Penilaian Dalam Hal Tukar Menukar Harta Jika terjadi tukar menukar harta maka nilai perolehan penjualan adalah jumlah ya ng seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Penilaian Dalam Hal Likuidasi, Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Pemecahan, at au Pengambilalihan Usaha Penilaian berdasarkan pasal 10 ayat 3, nilai perolehan atau harga penjualan adal ah jumlah yang dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali diteta pkan lain oleh Menteri Keuangan. Selisih antara harga pasar dan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Pengalihan Harta Sebagai Pengganti Saham Jika terjadi penyerahan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, mak a harga perolehan atau harga penjualan adalah harga harta yang dialihkan tersebu t. Penilaian Persediaan

Menurut Pasal 10 ayat 6, persediaan dan pemakaian untuk perhitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Persediaan pada umumnya ter diri atas barang jadi, barang dalam proses, bahan baku, dan bahan pembantu. Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Sedangkan p emakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan m enggunakan metode rata-rata atau dengan menggunakan metode FIFO. Perhitungan Pajak Penghasilan Terutang Besarnya pajak penghasilan yang terutang adalah perkalian antara penghasilan ken a pajak dengan tarif pajak. Dengan demikian, penghasilan kena pajak merupakan da sar perhitungan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Untuk menghitung besarnya pajak terutang WP Pribadi dalam negeri dapat menggunakan cara biasa (pe mbukuan) atau cara norma perhitungan (NPPN). Disamping itu, untuk usaha-usaha kh usus dengan pertimbangan karena kesederhanaan dapat menghitung PKP dengan Norma Perhitungan Khusus (NPK), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Langkah-langkah cara menghitung pajak terutang adalah dengan menghitung penghasi lan neto, penghasilan kena pajak, tarif pajak, kemudian menentukan besarnya paja k terutang. Berikut ini penjelasan dari langkah-langkah tersebut : Penghasilan Neto Penghasilan neto adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang dipe rkenankan untuk dikurangkan berdasarkan peraturan perpajakan. Biaya tersebut ada lah jumlah pengorbanan yang dinyatakan dalam nilai uang, yang langsung dibutuhka n untuk menghasilkan barang atau jasa. Menghitung penghasilan neto dengan cara pembukuan : Penghasilan neto WP badan dihitung dengan mengurangkan penghasilan bruto dengan pengurangan-pengurangan yang diperkenankan menurut peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. Menghitung penghasilan neto dengan norma perhitungan : Norma Perhitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan disempurnakan terus menerus. Pengg unaannya hanya dilakukan jika tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang tidak lengkap, atau pembukuan atau catatan peredaran bruto WP ternyata diselenggarakan secara tidak benar. Cara perhitungannya adalah seperti dibawah ini : Penghasilan Neto = % Norma Perhitungan x Peredaran Usaha Berikut ini ketentuan yang berkenaan dengan penggunaan Norma Perhitungan untuk m enghitung penghasilan neto : Berdasarkan Pasal 14 ayat 2, 3, dan 4 UU No. 36 Tahun 2008 berturut-turut adalah jumlah peredaran bruto satu tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat milia r delapan ratus juta rupiah); memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam tenggang waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan; dan WP yang mempunyai peredaran bruto sebesar yang disebut pada ayat 2, yang tidak melapor pada Dirjen Pajak, dianggap menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak wajib mencatat peredaran usahanya atau penerimaan bruto dari usaha a tau pekerjaan bebas. Jika WP tersebut juga merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau Pengusaha Jasa Kena Pajak (PJKP), maka harus mencatat penyerahan PPN teruta ng dan PPN tidak terutang. Pencatatan bagi WP Pribadi berdasar Peraturan Dirjen Pajak No. PER-4/PJ/2008 ada lah sebagai berikut : WP Pribadi yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib menyele nggarakan pencatatan adalah WP yang melakukang kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memi lih untuk menghitung penghasilan neto dengan Norma Perhitungan; dan WP yang tida k melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. WP melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang bermaksud menyelenggar akan pencatatan harus memperhatikan kententuan tentang batasan peredaran dan/ata u penerimaan bruto bagi WP yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan. WP harus menyelenggarakan pencatatan tentang peredaraan dan/atau penerimaan brut

o, penghasilan bruto, yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai p ajak bersifat final, dan/atau penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau pengha silan yang pengenaan pajaknya bersifat final. Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang. Tarif Pajak Tarif Pajak adalah presentase tertentu yang ditentukan oleh Undang-undang perpaj akan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Besarnya tarif pajak penghas ilan diatur dalam Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008, sehingga tarif ini dikenal deng an nama Tarif Umum PPh Pasal 17. Tarif Pajak Bagi WP OP Dalam Negeri Penghasilan Tarif Rp. 5% 15% > 25% 30% Rp. 0 500.000.000,00 Pajak 250.000.000,00 50.000.000 Rp. 50.000.000,00 Kena Pajak Rp. - Rp. 250.000.000,00 500.000.000,00 Tarif Pajak Bagi WP Badan Dalam Negeri dan BUT Menggunakan Tarif Tunggal 28% untuk Tahun 2009 dan 25% untuk tahun 2010. Bagi WP yang telah go public diberikan pengurangan 5% dari tarif normal dengan k riteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 5 0% dari tariff normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4,8 miliar. Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada WP OP dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. Menghitung Pajak Penghasilan Terutang Skema Perhitungan PPh Terutang Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dengan menggunakan cara Pembukuan : Penghasilan Bruto Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Penghasilan neto usaha Penghasilan lainnya Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya Total penghasilan neto Kompensasi kerugian Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan Terutang : Tarif PPh pasal 17 x PKP =

Rp. Xxx Rp. Xxx Rp. Xxx Rp. Xxx Rp. Xxx

Rp. Rp. Rp. Rp.

Xxx + Xxx Xxx Xxx

Rp. Xxx Skema perhitungan PPh Terutang Wajib Pajak Orang Pribadi dengan menggunakan cara Pembukuan : Penghasilan Bruto Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

Penghasilan neto usaha Kompensasi kerugian Penghasilan neto setelah kompensasi kerugian Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan Terutang : Tarif Rp. Xxx PPh pasal 17 x PKP = Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Xxx Xxx Xxx Xxx Xxx Xxx

Rp. Xxx Skema perhitungan PPh Terutang Wajib Pajak Orang Pribadi dengan menggunakan cara Norma Perhitungan : Peredaran Usaha 1. Penghasilan neto (menurut norma perhitungan): (Peredaran Usaha x % norma perhitungan) 2. Penghasilan lainnya Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya Jumlah seluruh penghasilan neto 3. Penghasilan Tidak Kena Pajak 4. Penghasilan Kena Pajak 5. Pajak Penghasilan Terutang : Tarif PPh pasal 17 x PKP =

Rp. Xxx Rp. Xxx Rp. Xxx Rp. Xxx -

Rp. Rp. Rp. Rp.

Xxx + Xxx Xxx Xxx

Rp. Xxx Hubungan Istimewa Hubungan istimewa akan menjadi penting dalam hubungannya untuk menentukan besarn ya penghasilan dan/atau biaya yang akan dibebankan untuk menghitung penghasilan kena pajak. Perbandingan Modal Dan Hutang Dalam dunia usaha, terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai be sarnya perbandingan antara Hutang dan Modal (Debt Equity Ratio). Jika perbanding an antara hutang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, maka umu mnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Jika kondisinya demikian, Un dang-undang menentukan adanya modal terselubung. Hal ini sebenarnya dimaksudkan untuk mencegah penyelundupan pajak. Dividen yang Diperoleh di Luar Negeri

Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan: Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut sekurang-kurangnya 5 0% dari jumlah saham yang disetor; atau Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki peyertaan 5 0% atau lebih dari jumlah saham yang disetor. Wewenang Dirjen Pajak Untuk Menentukan Kembali Penghasilan Jika terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporka n kurag dari semestinya, ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam kondisi tersebut, Dirjen pajak berwenang untuk menentukan kembali besarny a penghasilan sesuai dengan keadaan semestinya. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut dapat dipakai beberapa pendekatan, misalnya data pembanding, alokasi laba berdasar fungsi atau peran serta dari Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa, dan indikasi serta data lainnya. Wewenang Dirjen Pajak Membuat Perjanjian Tentang Harga Transfer Dirjen Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan WP dan bekerja sama dengan pi hak otoritas pajak negara lain untu menentukan harga transfer, yang berlaku sela ma satu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan negosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir. Kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APa) adalah kesepakatan an tara WP dengan Dirjen Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengannya. Tujuan diadakannya APA adalah untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaa n transfer pricing oleh perusahaan multinasional. Persetujuan tersebut mencakup beberapa hal, antara lain harga jual produk yang dihasilkan, jumlah royalti, dan lain-lain tergantung pada kesepakatan. Penetapan Hubungan Istimewa Hubungan istimewa terjadi karena adanya keterkaitan, pertalian atau ketergantung an satu pihak dengan pihak lain yang tidak terdapat pada hubungan biasa, faktor kepemilikan atau penyertaan, adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, adanya hubungan darah atau karena perkawinan. Dengan demikian, hubungan istimewa dianggap ada apabila: terdapat hubungan kepem ilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% atau lebih baik secara langsung maupun tidak langsung; Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya. Penguasaan yan g baik langsung maupun tidak langsung, atau Hubungan istimewa juga bisa terjadi Karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, kendatipun tidak terdapat hubungan kepemilikan; dan terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupu n semenda dalam garis keturunan satu derajat dan/atau kesamping satu derajat. Perhitungan Dan Pembayaran Pajak Pada Akhir Tahun Pembayaran Pajak Tahun Berjalan (Kredit Pajak) Pasal-pasal yag menyangkut tentang pelunasan pajak tahun berjalan ini adalah pas al 21, 22, 23, 24, 25, dan 26. Berikut penjelasan dari pasal-pasal tersebut : Kredit Pajak PPh Pasal 21 Mengatur tentang pajak yang dibebankan atas penghasilan berupa gaji, upah, honor arium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerj aan atau jabatan atau sebagai imbalan atas jasa. Kredit Pajak PPh Pasal 22 Mengatur tentang pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan atas penghasi lan dari usaha dimana pemungutannya melalui pihak ketiga. Kredit Pajak PPh Pasal 23 Pembayaran oleh WP dalam negeri yang menerima dividen dari perseroan dalam neger i, bunga termasuk imbalan karena jaminan pengembalian hutang, sewa, royalti, dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta, atau untuk pembayaran jasa. Kredit Pajak PPh Pasal 24 Mengatur tentang pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan yang dipero leh WP dalam negeri di luar negeri, dan penghasilan tersebut merupakan bagian da ri seluruh penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia.

Kredit Pajak PPh Pasal 25 Untuk meringankan beban WP, pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak bisa dia ngsur setiap bulan. Besarnya jumlah angsuran setiap bulan berdasarkan pajak teru tang yang tercantum pada SPT tahun sebelumnya. Kredit Pajak PPh Pasal 26 Mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Lu ar Negeri yang bersifat final. Kelebihan Pembayaran Pajak Jika pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak ternyata lebih kecil daripada j umlah kredit pajak, maka selisihnya bisa dimintakan kembali setelah dilakukan pe nghitungan dengan hutang pajak dan sanksinya Pajak yang Kurang Disetor Jika pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak lebih besar daripada jumlah kre dit pajaknya, maka sebelum penyampaian SPT harus dilakukan pelunasa atas pajak y ang terutang tersebut. Pelunasan kekurangan pajak harus dilakukan selambat-lamba tnya sebelum penyampaian SPT PPh (tanggal 31 Maret tahun berikutnya untuk WP OP, atau tanggal 30 April tahun berikutnya untuk WP Badan). Jika Wajib Pajak terlam bat membayar kekurangan tersebut, maka Wajib Pajak dibebani denda bunga 2% sebul an. Pajak Terutang Nihil Jika jumlah pajak yang terutang dalma suatu tahun pajak ternyata sama dengan jum lah kredit pajak tahun yang bersangkutan, maka mengakibatkan pajak yang terutang menjadi "Nihil". Namun demikian, Wajib Pajak tetap diwajibkan untuk menyampaika n SPT sesuai dengan aturan, yaitu SPT harus disampaikan paling lambat 3 bulan se telah berakhirnya tahun pajak. Fasilitas Perpajakan Berdasarkan Pasal 31A UU No. 17 Tahun 2000, kepada Wajib Pajak yang melakukan pe nanaman modal di bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu yang m endapat prioritas tinggi dalam skala nasional, dapat diberikan fasilitas perpaja kan dalam bentuk: Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah pen anaman yang dilakukan; Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; kompensasi ker ugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 tahun; dan Pengenaan PPh atas d ividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sebesar 10%, kecuali apabila tarif me nurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah. Pembagian Hasil Penerimaan PPh Hasil penerimaan negara dari PPh orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21 yan g dipotong oleh pemberi kerja dibagi dengan imbangan 80% untuk Pemerintah Pusat dan 20% untuk Pemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar. Pengurangan Tarif Pasal 17 Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.00 0.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan taruf pajak sebesar 50% dari tarif umum pasal 17. BAB 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan 21 PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan yang dikena kan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lai n dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dal am negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan Unsur-unsur PPh Pasal 21/26 Wajib Pajak Pemotong Pajak Obyek Pajak Tarif Pajak. Wajib Pajak PPh Pasal 21 Pegawai Tetap Pegawai Lepas Penerima Pensiun Penerima H onorarium Penerima Upah. Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21 Pejabat perwakilan diplo matik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing Pejabat perwakilan organi

sasi internasional sebagaimana dimaksud dalam keputusan Mentri Keuangan No. 611/ KMK.04/1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha a tau pekerjaan lain Pemotong Pajak PPh Pemberi kerja baik orang pribadi, badan, BUT baik induk maupu n cabang Bendaharawan pemerintah pusat /daerah, Instansi, Departemen, KBRI, dll Dana Pensiun, PT. TASPEN, ASTEK, JAMSOSTEK, THT BUMN/ BUMD Yayasan, lembaga, kep anitiaan, asosiasi, organisasi Bukan Pemotong PPh 21/26 Perwakilan Diplomatik seperti kedutaan besar negara sah abat Badan / Organisasi Internasional seperti organisasi PBB. Obyek Pajak PPh Pa sal 21/26 Penghasilan Teratur Penghasilan Tidak Teratur Upah harian, mingguan, s atuan & borongan Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja Uang tebusan pensiun, Pesangon THT, dll Honorarium dengan nama dan bentuk apapun Imbalan dengan nama dan bentuk apapun Penghasilan natura yang diberikan oleh bukan wajib pajak Tidak Termasuk Penghasilan Pembayaran oleh perusahaan asuransi Penerimaan dalam bentu Natura Iuran pensiun & THT yang dibayar pemberi kerja Natura yang diberika n oleh pemerintah Kenikmatan Pajak yang ditanggung pemberi kerja Pengurang Pengh asilan yang diperbolehkan 1 . Biaya Jabatan , khusus untuk Peg. Tetap: - Tanpa m elihat memiliki jabatan atau tidak - Besarnya 5% dari Penghasilan Bruto maksimum Rp 1.296.000 setahun atau Rp 108.000 sebulan Iuran Pensiun dan THT Iuran Pensiun dan THT - Yang dibayar pegawai - Yayasan dan a pensiun yang di setujui menteri keuangan - Jumlahnya tidak dibatasi Biaya Pens iun Khusus untuk penerima pensiun berkala atau bulanan Besarnya 5% dari uang pen siun maksimu Rp 432.000 setahun atau Rp 36.000 sebulan Penghasilan Tidak Kena Pa jak (PTKP) Menurut keadaan wajib pajak tanggal 1 januari /awal tahun, khusunya W PDN Keadaan pada saat datang ke Indonesia khusus WNA Besarnya PTKP : WP sendiri Status Kawin Istri berpenghasilan Tanggunan Mak 3 ora ng PTKP untuk istri berpenghasilan tidak digunakan untuk menghitung PPh 21 . PTK P ini khusus untuk menghitung bagi wajib pajak orang pribadi yang istrinya berpe nghasilan yang wajib menyampaikan SPT Tahunan Rp 15.840.000/tahun Rp 1.320.000/t ahun Rp 15.840.000/tahun @ Rp 1.320.000/tahun Tarif Pajak PPh Pasal 21/26 Tarif Pasal 17 berlaku 1 Jan 2009 yaitu : 5% penghas ilan s/d Rp 50 juta 15% penghasilan Rp 50 juta s/d Rp 250 juta 25% penghasilan R p 250 juta s/d Rp 500 juta 30% penghasilan diatas Rp 500 juta UU NO. 36 TAHUN 20 08 BERLAKU 1 JAN 2009. Tarif Pajak PPh Pasal 21/26 Tarif Pasal 17 berlaku 1 Jan 1995 - 2000 yaitu : 10% penghasilan s/d Rp 25 juta 15% penghasilan Rp 25 juta s/ d Rp 50 juta 30% penghasilan diatas Rp 50 juta UU NO. 36 TAHUN 2008 BERLAKU 1 JA N 2009 Tarif Pasal 17 dikanakan atas : Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari : 1. Pegawai t etap 2. Penerima pensiun berkala 3. Pegawai tidak tetap 4. Pemagang, calon pegaw ai 5. Kegiatan Multilevel marketing Tarif Pasal 17 dikenakan atas : Penghasilan Bruto dari : 1. Honorarium, Bea siswa, uang saku, hadiah penghargaan, komisi, dl l. 2. Honorarium anggota dewan komisaris/ pengawas tidak merangkap peg. Tetap 3. Jasa produksi, tantiem, bonus yang diterima mantan pegawai 4. Penarikan dana pe nsiun iuran pasti 5. Pembayaran lain : pemain musik, olahragawan dll Tarif 15% dikenakan atas Tenaga Ahli Dengan Norma Perhitungan 50% Penghasilan br uto yang dibayarkan kpd : - Pengacara - Akuntan - Arsitek - Dokter - Konsultan, notaris - Penilai, aktuaris Tarif 5 % dikenakan atas Upah harian Upah mingguan Upah satuan Upah borongan Jik a upah yg diterima sehari diatas Rp 24.000 sehari dan tidak lebih dari Rp 240.00 0 sebulan dan tidak dibayarkan secara bulanan Menghitung PKP ( WNI ) 1. Bekerja sejak awal tahun ( Jan - Des ) Penghasilan bru

to /bulan Rp XXX Biaya-biaya yg diperkenankan Rp XXX - Penghasilan Neto Rp XXX x 12 PTKP Rp XXX - PKP Rp XXX Menghitung PKP ( WNI ) 2. Bekerja pada tahun berjalan ( Sep - Des ) Penghasilan bruto /bulan Rp XXX Biaya-biaya yg diperkenankan Rp XXX - Penghasilan Neto Rp XX X x 4 PTKP Rp XXX - PKP Rp XXX Menghitung penghasilan neto tidak perlu disetahun kan Menghitung PKP ( WNI ) 3. Berhenti bekerja karena Pensiun Perhitungan sama denga n poin 2 Menghitung PKP ( WNI ) 4. Berhenti karena meninggal sebelum tahun pajak berakhir ( misal meninggal Agustus ) Penghasilan bruto /bulan Rp XXX Biaya-biay a yg diperkenankan Rp XXX - Penghasilan Neto Rp XXX x 12 PTKP Rp XXX - PKP Rp XX X Menghitung PKP ( WNA ) tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia 1. Bekerja Sejak a awal tahun ( Jan - Des ) Penghasilan bruto /bulan Rp XXX Biaya-biaya yg diperk enankan Rp XXX - Penghasilan Neto Rp XXX x 12 PTKP Rp XXX - PKP Rp XXX Menghitung PKP ( WNA ) tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia 2. Bekerja tidak setahun penuh ( Sep-Des ) Penghasilan bruto /bulan Rp XXX Biaya-biaya yg diperk enankan Rp XXX - Penghasilan Neto Rp XXX x 12 PTKP Rp XXX - PKP Rp XXX Menghitung PKP ( WNA ) tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia 3. Berhenti beke rja karena meninggalkan Indonesia Penghasilan bruto /bulan Rp XXX Biaya-biaya yg diperkenankan Rp XXX - Penghasilan Neto Rp XXX x 12 PTKP Rp XXX - PKP Rp XXX. M enghitung PPh Pasal 21 ( WNA ) Untuk WNA yang tinggal kurang dari 183 hari diper kenanakan PPh Pasal 26, tarif 20% dari penghasilan bruto BAB 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : Bendaharaw an Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidan g impor atau kegiatan usaha di bidang lain PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Pemungut P Ph Pasal 22 Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang Dirjen Angga ran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, yang melakukan pembayaran ata s pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baj a dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas p enjualan hasil produksinya di dalam negeri Pemungut Pasal 22 (lanjutan) Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang ber gerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil pr oduksinya kepada penyalur dan/atau agennya. Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu. Besarnya Pungutan PPH Pasal 22 Atas Imp or : Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor : Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang ( Catatan: Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight ( CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berasarkan ke tentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor ) Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN/APBD sebesar 1,5% dari harga pem belian Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha yang berger ak di bidang: Industri semen sebesar 0,25%dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Industri rokok kretek/putih sebesar 0,1% dari harga ban drol, dan bersifat final Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN * Yang d

itunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang be rgerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur dan/ata u agennya: Premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.100,-/KL, dan untk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp. 1.750, -/KL Solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 1.140,-/ KL dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp. 950,-/KL Premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan dan untuk SPBU Pertam ina sebesar 0,25% dari penjualan Minyak tanah sebesar 0,3% dari penjualan atau R p. 912,-/KL Gas LPG sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.250/Kl Pelumas sebesa r 0,3% dari penjualan * Catatan : PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi Per tamina dan badan lain yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa: Gula Pasir kepada: Peny alur sebesar Rp. 380,-/kuintal Grosir sebesar Rp. 270,-/kuintal Pembeli lainnya sebesar Rp. 650,-/kuintal Tepung Terigu kepada: Penyalur sebesar Rp. 53,-/zak Gr osir sebesar Rp. 38,-/zak Pembeli lainnya sebesar Rp. 91,-/zak Catatan: PPh pasa l 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog Bersifat Final Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 Impor barang-barang dan/atau penyerahan bar ang yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh Pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Beb as PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk: Yang dilakukan ke dalam kawa san berikat dan Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor(EPTE) Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 PP Nomor 6 tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor s ebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peratu ran Pemerintah Nomor 2 tahun 1973 Berupa kiriman hadiah Untuk tujuan keilmuan Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah y ang meliputi jumlah kurang dari Rp. 500.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipec ah-pecah) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum /PDAM, benda-benda pos, dan telepon Tata cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22 Atas Impor Impor di lengkapi dengan LKP (PPh pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan me nggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak) Impor tidak di lengkapi LKP (PPh pasal 22 dipungut dan disetor oleh Dirjen Bea dan Cukai) Dirjen Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh pasal 22 dalam rangk ap 3 yaitu : 1. lembar pertama untuk pembeli 2. lembar kedua untuk disampaikan k epada Dirjen Pajak sebagai lampiranlaporan bulanan 3. lembar ke tiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan Dirjen Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungu tan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak d ilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-Bank Persepsi, dan harus melaporkan ha sil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-la mbatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak terakhir Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut da n menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendah arawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan se lambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otom

otif yang ditunjuk oleh Kepala KPP harus memungut PPh pasal 22 atas penjualan ha sil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu: Lembar pertama untuk pembeli Lembar kedua untuk d isampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran bulanan Lembar ketiga untuk arsi p Pemungut Pajak yang bersangkutan Badan usaha tersebut harus menyetor secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 sela mbat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim setelah Masa Pajak berakhir. Pela poran dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh h ari setelah Masa Pajak berakhir PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyera han bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina dan dari penyer ahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi send iri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Per intah Pengeluaran Barang ( Delivery Order ) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak. Pelaporn dilakukan dengan cara menyampaika n SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir PPh pasal 24 mengatur tentang PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pengertian : perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasil an Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahu n digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. I ndonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per c ountry limitation Penggabungan Penghasilan Penggabungan Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan s bb: Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut ( accrual basis ) Penggabungan penghasilan lainnya dilakuk an dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut ( cash basis ) Penggabunga n penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Batas Maksimum Kredit Pajak Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah da ri 3 unsur/perhitungan berikut ini : Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi L uar Negeri ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh at as seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 Jumlah pajak yang terutang untuk seluru h penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil da ripada penghasilan luar negeri) Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation ) Apabil a penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas m aksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. Rugi Usaha di Luar Ne geri Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterim a di dalam negeri ( Indonesia) Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permo honan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan : Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar nege ri Dokumen pembayaran pajak di luar negeri Penyampaian permohonan kredit pajak y ang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan pen yampaian SPT Tahunan PPh. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pengertian : PPh pasal 24 mengatur tentang perhitunga n besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghas ilan Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tah

un digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya pen ghasilan tersebut ( accrual basis ) Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan d alam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut ( cash basis ) Penggabungan pe nghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun paj ak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Ment eri Keuangan Penggabungan Penghasilan Penggabungan Penghasilan yg berasal dari L N dilakukan sbb: Batas Maksimum Kredit Pajak Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah da ri 3 unsur/perhitungan berikut ini : Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi L uar Negeri ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh at as seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 Jumlah pajak yang terutang untuk seluru h penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil da ripada penghasilan luar negeri) Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas ma ksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara Rugi Usaha di Luar Negeri Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan pen ghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia) Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri Fotocopi Surat Pemberitahuan Pa jak yang disampaikan di luar negeri Dokumen pembayaran Penyampaian permohonan k redit pajak yang terutang pajak di luar negeri atau dibayar di luar negeri terseb ut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh. Cara Melaksanakan Kre dit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau d ibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen P ajak dengan melampirkan : BAB 6 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggar aan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. PEMOTONG PPH PASAL 23 1. Badan pemerintah; 2. Subjek pajak badan dalam negeri; 3 . Penyelenggara kegiatan; 4. Bentuk usaha tetap (BUT); 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak (WP) dalam negeri tert entu, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong PPh Pasa l 23, yaitu : a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakuk an pekerjaan bebas; b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggaraka n pembukuan, atas pembayaran berupa sewa. PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 23 WP dalam negeri; BUT . OBYEK PPH PASAL 23 DAN TARIFNYA TARIF 15% PENGHASILAN BRUTO PERKIRAAN PENGHASILAN NETO DI VIDEN; BUNGA,TERMASUK PREMIUM DISKONTO, IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JAMINAN PENGEM BALIAN UTANG ROYALTI; HADIAH DAN PENGHARGAAN SELAIN YANG TELAH DIPOTONG PPH PASA L 21 BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI, SEPANJANG JUMLAHNYA MELEBIHI RP 144.000,00 SETIAP BULANNYA SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGU NAAN HARTA IMBALAN JASA : TEKNIK MANAJEMEN KONSULTAN JASA LAIN YANG DITETAPKAN O LEH DIRJEN PAJAK SELAIN YANG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21 IMBALAN JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTASI SELAIN KONSULTASI HUKUM DAN PAJAK DIATUR TERSENDIRI BERDASA

RKAN PASAL 4 AYAT 2 YANG DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPH PASAL 23 Penghasilan y ang dibayar atau terutang kepada bank; Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubu ngan dengan sewa guna usaha Dengan hak opsi; Dividen atau bagian laba yang diter ima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, BUMN/D, dari penyertaan modal pada badan usaha yang di dirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia; Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana; YANG DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPH PASAL 23 Bagian laba yang diterima atau di peroleh perusahaan modal