Assalamu’alaikum, teman-teman Jurnal kita terbitnya terlambat.
PEROKSIDASI LIPID PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA … · serta teman-teman Biokimia atas bantuannya...
Transcript of PEROKSIDASI LIPID PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA … · serta teman-teman Biokimia atas bantuannya...
PEROKSIDASI LIPID PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA
SELAMA PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG
MAHONI (Swietenia macrophylla)
DONNA FUJIE RAHADITHA UTAMI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
DONNA FUJIE RAHADITHA UTAMI. Peroksidasi Lipid pada Tikus
Hiperkolesterolemia selama Pemberian Ekstrak Kulit Batang Mahoni (Swietenia
macrophylla). Dibimbing oleh SULISTIYANI dan SYAMSUL FALAH.
Kulit batang mahoni merupakan limbah industri kayu yang mengandung metabolit
sekunder potensial. Walaupun demikian, penelitian mengenai potensi antioksidasi
kulit batang mahoni, terutama pada tikus yang diberi perlakuan hiperkolesterolemia,
belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh penambahan ekstrak
air kulit batang mahoni terhadap konsentrasi lipid peroksida darah tikus yang
hiperkolesterolemia. Sebanyak 35 ekor tikus jantan dibagi menjadi 5 kelompok (n=7),
yaitu kelompok normal diberi pakan standar, kelompok hiperkolesterolemia (HK)
diberi pakan kolesterol (1,5%) dan PTU (0,5 mg/KgBB), kelompok lovastatin
(HK+lovastatin 0,2875 mg/KgBB), kelompok E1 (HK+ekstrak mahoni 4,2
mg/KgBB), serta kelompok E2 (HK+ekstrak mahoni 21 mg/KgBB). Masa percobaan
berlangsung selama 8 minggu. Konsentrasi lipid peroksida darah minggu ke-0, 2, 4,
6, dan 8 dianalisis dengan metode asam tiobarbiturat menggunakan spektrofotometer.
Pakan kolesterol (0,86%) dan PTU meningkatkan konsentrasi lipid peroksida
kelompok HK sebesar 20.92% lebih tinggi dari normal (p=0.239) (3.380±0.436
nmol/mL). Konsentrasi lipid peroksida E1 dan E2 tidak meningkat dan relatif sama
dengan normal, yaitu masing-masing pada konsentrasi 2.353±0.196 nmol/mL,
2.786±0.256 nmol/mL, dan 2.673±0.279 nmol/mL. Walaupun tidak signifikan
(α=0.05), dosis kedua ekstrak cenderung mencegah peroksidasi lipid pada darah
tikus.
ABSTRACT
DONNA FUJIE RAHADITHA UTAMI. Lipid Peroxidation in Hypercholesterolemic
Rats during Consumption of Mahogany’s Stem Bark Extract (Swietenia
macrophylla). Under the direction of SULISTIYANI and SYAMSUL FALAH.
Mahogany’s bark is known as wood industrial waste that contains potential
secondary metabolites. However, its potency as an antioxidant, especially in rats
which are subjected to hypercholesterolemic treatment, has not been carried out. The
aim of this study was to test the effect of mahogany’s water extract consumption on
the concentration of lipid peroxides in hypercholesterolemic rats. Thirty five male
rats were divided into 5 groups (n=7) namely normal group fed with standard rat
chow, hypercholesterolemic group (HK) fed with cholesterol chow (1,5%) and PTU
(0,5 mg/KgBW), lovastatin group (HK+lovastatin 0,2857 mg/KgBW), E1 group
(HK+ mahogany’s extract 4,2 mg/KgBW), and E2 group (HK+mahogany’s extract
21 mg/KgBW). Experiments were carried out for 8 consecutive weeks. The
concentration of lipid peroxides in blood were measured with thiobarbituric acid
assay at week 0, 2, 4, 6, and 8 using spectrophotometer. Cholesterol chow (0.86%)
and PTU increased the lipid peroxides concentration of HK group by 20.92%
compared to the normal group (3.380±0.436 nmol/mL). However, it is not
statistically significant (p=0.239). The lipid peroxides concentration in E1 and E2
weren’t increased and relatively similar to normal group at concentration of
2.353±0.196 nmol/mL, 2.786±0.256 nmol/mL, and 2.673±0.279 nmol/mL,
respectively. Although it is not statistically significant, both doses of extracts tend to
prevent the lipid peroxidation in the rat’s blood.
PEROKSIDASI LIPID PADA TIKUS HIPERKOLESTEROLEMIA
SELAMA PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG
MAHONI (Swietenia macrophylla)
DONNA FUJIE RAHADITHA UTAMI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Disetujui
Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal lulus:
Judul : Peroksidasi Lipid pada Tikus Hiperkolesterolemia selama Pemberian
Ekstrak Kulit Batang Mahoni (Swietenia macrophylla)
Nama : Donna Fujie Rahaditha Utami
NIM : G84060089
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains di Departemen Biokimia.
Karya ilmiah ini berjudul Peroksidasi Lipid pada Tikus Hiperkolesterolemia selama
Pemberian Ekstrak Kulit Batang Mahoni (Swietenia macrophylla) yang sebagian
penelitiannya didanai oleh program penelitian strategis unggulan IPB atas nama Dr.
Syamsul Falah, S.Hut, M.Si dkk. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga
Juni 2010 di Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D selaku
ketua komisi pembimbing dan Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si selaku anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya kepada penulis
selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada orangtua dan saudara-saudara tercinta atas segala doa, dukungan,
serta semangatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ratna Mustika,
Marsudi Siburian, Renna Yulia V, Putra Hidayat N, Feni Tri Asmoro, Fatma Hastuti,
serta teman-teman Biokimia atas bantuannya dalam penelitian ini. Semoga karya tulis
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Desember 2010
Donna Fujie R.U.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 15 Oktober 1988 dari ayah Eman
Suparman Alm. dan ibu Iis Reni Nuraeni, sebagai anak pertama dari empat
bersaudara. Tahun 2006, penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Kota
Cirebon dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Mayor dan Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen sebagai Minor.
Penulis pernah aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Tahun 2006-2007
penulis aktif di Ikatan Keluarga Cirebon (IKC). Tahun 2007-2008, penulis menjadi
pengurus Badan Kerohanian Kromosom Biokimia 43 dan anggota Divisi
Metabolisme Himpunan Profesi Community of Research and Education in
Biochemistry (Creb’s). Tahun 2008-2009, penulis aktif menjadi staf Divisi Sains dan
Teknologi, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama perkuliahan, penulis pernah melaksanakan praktik lapangan di bagian
Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan menulis laporan
ilmiah yang berjudul Evaluasi Surfaktan Laut sebagai Pengawet Sayur. Tahun 2009
dan 2010, penulis juga menjadi kandidat mahasiswa berprestasi tingkat Departemen
Biokimia.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Hiperkolesterolemia dan Radikal Bebas.............................................................
Peroksidasi Lipid dan Kajian Hewan Modelnya................................................
Antioksidan Endogen dan Eksogen....................................................................
Mahoni sebagai Bahan Obat Alami....................................................................
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan....................................................................................................
Metode................................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peroksidasi Lipid pada Pemberian Pakan Kolesterol.........................................
Konsentrasi Lipid Peroksida Darah Tikus pada Pemberian Ekstrak
Mahoni................................................................................................................
Korelasi antara Kolesterol Darah dan Lipid Peroksida Darah............................
Korelasi antara Kolesterol Darah dan Lipid Peroksida Darah pada
Pemberian Antioksidan.......................................................................................
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan.............................................................................................................
Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................
vi
vi
1
2
4
6
8
9
9
11
13
15
16
18
18
18
22
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Tahapan sintesis kolesterol di dalam tubuh..................................................
Mekanisme peroksidasi lipid.........................................................................
Tikus putih galur Sprague Dawley................................................................
Pohon mahoni berdaun lebar (Swietenia macrophylla King).......................
Konsentrasi lipid peroksida kelompok normal dan HK................................
Perbandingan rata-rata konsentrasi lipid peroksida kelompok normal
dan hiperkolesterolemia................................................................................
Siklus hidroksilasi sitokrom P-450...............................................................
Konsentrasi lipid peroksida tikus kelompok normal, hiperkolesterolemia,
lovastatin, E1, dan E2....................................................................................
Rata-rata konsentrasi lipid peroksida seluruh kelompok..............................
Korelasi antara kolesterol darah dan lipid peroksida darah kelompok
nonekstrak.....................................................................................................
Korelasi kolesterol darah dengan lipid peroksida darah kelompok
lovastatin, E1, dan E2....................................................................................
3
5
6
9
12
12
13
14
14
16
17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Tahapan penelitian.........................................................................................
Ekstraksi serbuk kulit kayu mahoni dengan air.............................................
Penentuan kurva standar lipid peroksida........................................................
Analisis lipid peroksida serum tikus..............................................................
Kurva standar selama pengukuran lipid peroksida serum darah....................
Persentase kenaikan konsentrasi kolesterol darah selama
masa perlakuan...............................................................................................
Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-0...........................
Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-2...........................
Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-4...........................
Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-6...........................
Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-8...........................
Hasil analisis statistik rancangan acak lengkap..............................................
Analisis statistik korelasi antara kolesterol darah dengan lipid peroksida
darah...............................................................................................................
23
24
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
35
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kerusakan sel/jaringan pada
manusia sangat sering terjadi akibat
keberadaan radikal bebas. Dalam kurun
waktu 15 tahun terakhir, banyak studi
dilakukan untuk mengetahui peran radikal
bebas dalam menimbulkan kerusakan sel dan
terjadinya bermacam kelainan tubuh
(Gitawati 1995). Radikal bebas, terutama
radikal bebas oksigen (Reactive Oxygen
Species, ROS) dan derivatnya, mampu
mengoksidasi membran sel yang
mengandung asam lemak tak jenuh ganda
(Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA). Proses
oksidasi ini dikenal dengan peroksidasi lipid
(Hasanah 2008).
Peroksidasi lipid dalam jumlah yang tidak
terkendali berefek langsung terhadap
kerusakan membran sel dan mengawali
berbagai penyakit, seperti jantung koroner,
stroke, diabetes melitus, penuaan, dan lain-
lain (Emami et al. 2007). Selain itu, produk
akhir peroksidasi lipid, malondialdehida, juga
dilaporkan sangat toksik terhadap membran
sel karena dianggap sebagai inisiator suatu
reaksi, karsinogen, dan mutagen (Gitawati
1995).
Saat ini manusia sangat mudah terpapar
radikal bebas, sehingga berpotensi
meningkatkan peroksidasi lipid di dalam
tubuh. Radikal bebas dapat timbul akibat
berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh
atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan,
seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok,
bahan pencemar, dan radiasi matahari. Diet
tinggi kolesterol yang memicu kondisi
hiperkolesterolemia juga berpotensi
meninggalkan racun dalam tubuh karena
kandungan lemak serta sumber radikal
bebasnya (Indrayana 2008).
Penelitian-penelitian sebelumnya
melaporkan bahwa kondisi
hiperkolesterolemia cenderung meningkatkan
konsentrasi lipid peroksida pada hewan
percobaan. Tombilangi (2004) melaporkan
bahwa diet hiperkolesterolemia 0.25%
meningkatkan konsentrasi lipid peroksida
darah kelinci sebesar 86.36%. Alviani (2007)
melaporkan bahwa diet kolesterol 1.25%
meningkatkan konsentrasi lipid peroksida
hati tikus lima kali lebih besar dibandingkan
normalnya.
Pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh
lipid peroksida menjadi dasar penemuan
antioksidan potensial yang berasal dari alam.
Salah satu bahan alam yang berpotensi
sebagai antioksidan adalah kulit batang
mahoni. Kulit batang mahoni diketahui
mengandung metabolit sekunder seperti
alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan saponin
yang bersifat toksik terhadap Arthemia salina
Leach. dengan nilai LC50 466.659 µg/ml
(Suhesti et al. 2007). Metabolit sekunder
tersebut menurut Emami et al. (2007)
merupakan antioksidan. Falah et al. (2008)
melaporkan kulit kayu mahoni juga
mengandung katekin, epikatekin, dan
swietemakrofilanin yang memiliki aktivitas
menangkap radikal bebas yang tinggi, dengan
aktivitas tertinggi ditunjukkan oleh
swietemakrofilanin (50% inhibitory
concentration/IC50 56 μg mL-1
). Selain itu,
tanin merupakan senyawa fitokimia utama di
dalam kulit kayu yang berpotensi sebagai
antioksidan (Heldt 2005).
Pemanfaatan kulit batang mahoni sebagai
antioksidan alami juga didukung oleh
jumlahnya yang melimpah sebagai limbah
industri pengolahan kayu. Saat ini, pohon
mahoni banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku industri mebel, furnitur, barang-barang
ukiran, bangunan, perkakas, dan kerajinan
tangan (Perum Perhutani 2007). Industri
pengolahan kayu tersebut menghasilkan
limbah kulit kayu yang melimpah namun
belum dimanfaatkan secara maksimal.
Penelitian sebelumnya mengenai khasiat
kulit batang mahoni sebagai antioksidan
dilaporkan oleh Mardisadora (2010) yang
menyatakan bahwa flavonoid kuersetin dalam
kulit batang mahoni berkhasiat sebagai
antioksidan. Selain itu, Lavenia (2010)
melaporkan bahwa ekstrak air kulit batang
mahoni pada dosis pengobatan hiperurisemia
menurunkan konsentrasi lipid peroksida
darah tikus sebesar 26.86%.
Potensi ekstrak air kulit batang mahoni
dalam mencegah hiperkolesterolemia pada
tikus telah diteliti oleh Mustika (2010).
Berkaitan dengan penelitian tersebut,
penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh
penambahan ekstrak air kulit batang mahoni
terhadap konsentrasi lipid peroksida darah
pada tikus hiperkolesterolemia. Hipotesis
penelitian ini adalah ekstrak air kulit
batang mahoni akan menghambat
pembentukan lipid peroksida darah pada tikus
hiperkolesterolemia. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi
lebih lanjut mengenai potensi ekstrak air kulit
batang mahoni sebagai antioksidan,
khususnya dalam mencegah pembentukan
lipid peroksida pada tikus.
TINJAUAN PUSTAKA
Hiperkolesterolemia dan Radikal Bebas
Hiperkolesterolemia adalah kondisi ketika
kolesterol yang beredar di dalam darah
melebihi normalnya (Kasim et al. 2006).
Seseorang dikatakan mengalami
hiperkolesterolemia apabila memiliki total
kolesterol plasma (TPC) di atas 240 mg/dL.
Sementara itu, TPC normal manusia adalah
kurang dari 200 mg/dL. Tingginya level
kolesterol di dalam darah pada manusia dapat
mengakibatkan kondisi hiperkolesterolemia
sedang (TPC antara 240-289 mg/dL) dan
hiperkolesterolemia berat (TPC>290 mg/dL)
(Grundy 1991).
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya hiperkolesterolemia. Beberapa di
antaranya adalah asupan kolesterol dan lemak
jenuh yang melebihi kebutuhan, bobot badan,
usia, kurang olahraga, stres emosional,
gangguan metabolisme, dan kelainan genetik.
Asupan kolesterol dan lemak jenuh yang
tinggi mampu menekan pembentukan
reseptor Low Density Lipoprotein (LDL).
Reseptor LDL adalah protein mosaik yang
berfungsi dalam proses endositosis LDL yang
kaya kolesterol. Reseptor LDL terdapat di
seluruh permukaan sel bernukleus, terutama
di sel hati yang menyingkirkan hampir 70%
LDL dari sirkulasi darah. Dengan
menurunnya pembentukan reseptor LDL,
maka jumlah kolesterol yang beredar di
dalam darah akan melebihi normalnya
(Kasim et al. 2006).
Kondisi hiperkolesterolemia pada hewan
percobaan dapat dibuat dengan cara
memberikan konsumsi pakan kaya kolesterol,
atau dikenal sebagai induksi endogen.
Beberapa penelitian sebelumnya telah
melaporkan terjadinya kenaikan kolesterol
darah akibat konsumsi pakan kaya kolesterol.
Santillo et al. (1999) melaporkan bahwa tikus
galur Wistar mengalami kenaikan kolesterol
darah sebesar 225% setelah diberi pakan
kolesterol 1.5% selama 2 bulan. Selain itu,
Nofendri (2004) juga melaporkan bahwa
terjadi kenaikan kolesterol 181.40% pada
tikus setelah diberi pakan kolesterol 12.5%
selama 7 hari.
Hiperkolesterolemia juga dapat dibuat
dengan cara induksi eksogen melalui
pemberian propiltiourasil (PTU). Rahayu
melaporkan bahwa komposisi pakan
kolesterol 1.05% dan PTU 0.5 mg/KgBB
menaikkan level kolesterol darah sebesar
65.68%. Propiltiourasil adalah suatu zat
antitiroid yang dapat merusak kelenjar tiroid,
sehingga menghambat pembentukan hormon
tiroid. Hormon tiroid ini dapat menurunkan
kadar kolesterol dalam darah dengan cara
meningkatkan pembentukan reseptor LDL di
hati (Kasim et al. 2006). Dosis maksimum
pemberian PTU dalam sehari adalah 600 mg,
dengan dosis maksimum untuk sekali makan
sebesar 250 mg (Giri 2008).
Terdapat obat yang dapat menurunkan
kolesterol di dalam tubuh. Salah satu contoh
obat tersebut adalah lovastatin. Lovastatin
dapat berkompetisi dengan HMG-KoA untuk
berikatan dengan enzim HMG-KoA
reduktase. Bila jumlah lovastatin cukup besar
untuk berikatan dengan HMG-KoA
reduktase, maka asam mevalonat yang
merupakan senyawa dalam sintesis kolesterol
tidak akan terbentuk sehingga pembentukan
kolesterol menjadi terhambat. Pemberian
lovastatin secara rutin kepada penderita
hiperkolesterolemia dapat menurunkan kadar
kolesterol darah hingga 30% (Kasim et al.
2006).
Dilihat dari biosintesisnya, kolesterol
disintesis di banyak jaringan dari asetil KoA
dan prekursor lain berupa steroid, seperti
kortikosteroid, hormon seks, asam empedu,
dan vitamin D. Tubuh dapat mensintesis lebih
dari setengah kebutuhan kolesterol (sekitar
700 mg/dL), sisanya dicukupi dari asupan
makanan. Hati dan usus masing-masing
terhitung mensintesis 10% kolesterol. Asupan
kolesterol dari makanan berasal dari hewan,
misalnya kuning telur, daging, hati, jeroan,
dan otak. Jaringan-jaringan lain yang
mengandung sel bernukleus juga melakukan
sintesis kolesterol, sintesisnya terjadi di
retikulum endoplasma dan sitosol (Murray et
al. 2003).
Biosintesis kolesterol (Gambar 1) dapat
dibagi ke dalam empat tahap, antara lain: 1)
sintesis mevalonat dari asetil-KoA, 2)
pembentukan unit-unit isoprenoid dari
mevalonat disertai dengan kehilangan CO2,
3) kondensasi enam unit isoprenoid
membentuk skualena, 4) siklikasi skualena
untuk membentuk lanosterol, dan
pembentukan kolesterol dari lanosterol.
Tahap pertama sintesis kolesterol melibatkan
kondensasi dua molekul asetil-KoA menjadi
asetoasetil-KoA dan dikatalisis oleh tiolase.
Selanjutnya asetoasetil-KoA kembali
mengalami kondensasi dengan asetil-KoA
yang lain dan membentuk 3-hidroksi-3-
metilglutaril-KoA (HMG-KoA), dikatalisis
oleh HMG-KoA sintase. HMG-KoA yang
terbentuk kemudian direduksi oleh NADPH
menjadi mevalonat, dikatalisis oleh HMG-
KoA reduktase. Tahap ini adalah tahap
regulasi dari sintesis kolesterol dan
merupakan tahap yang dihambat oleh
kebanyakan obat penurun kolesterol (Murray
et al. 2003).
Mevalonat yang terbentuk pada tahap
pertama difosforilasi oleh ATP dan dikatalisis
oleh tiga kinase, dan setelah dekarboksilasi,
terbentuklah unit aktif isoprenoid yaitu
isopentenil difosfat. Selanjutnya isopentenil
difosfat berisomerisasi membentuk dimetilalil
difosfat, lalu berkondensasi dengan unit
isopentenil difosfat lainnya membentuk
geranil difosfat. Kondensasi selanjutnya
dengan isopentenil difosfat membentuk
farnesil difosfat. Dua molekul farnesil
difosfat berkondensasi membentuk skualena
(Murray et al. 2003).
Skualena akan mengalami perubahan
konformasi dan membentuk lanosterol,
dikatalisis oleh lanosterol siklase.
Pembentukan kolesterol dari lanosterol
terjadi di membran retikulum endoplasma
dan melibatkan perubahan pada inti steroid
dan sisi rantainya. Gugus metil pada C14 dan
C4 dihilangkan, lalu ikatan ganda pada C8-C9
dipindahkan ke C3-C6 dalam dua tahap,
membentuk demosterol. Akhirnya, ikatan
ganda pada sisi rantai direduksi sehingga
menghasilkan kolesterol (Murray et al. 2003).
Dilihat dari jenis molekulnya, kolesterol
merupakan lipid amfipatik dan termasuk
komponen penting penyusun membran dan
lapisan luar lipoprotein. Kolesterol berada
dalam bentuk bebas dan ester dengan asam
lemak. Kolesterol terdapat di dalam jaringan
dan plasma. Kolesterol bebas dan kolesterol
ester yang ada di dalam plasma diangkut ke
dalam lipoprotein. Low Density Lipoprotein
(LDL) plasma adalah kendaraan untuk
mengangkut kolesterol ke berbagai jaringan,
sedangkan High Density Lipoprotein (HDL)
mengangkut kolesterol bebas dari jaringan ke
hati untuk disingkirkan dari tubuh atau
diubah menjadi asam empedu melalui
mekanisme yang dikenal sebagai transpor
balik kolesterol (Murray et al. 2003).
Hubungan antara kolesterol dengan
radikal bebas besar kemungkinan terkait
dengan proses sintesis asam empedu.
Kolesterol dieliminasi dari tubuh setelah
terlebih dahulu diubah menjadi asam
empedu. Asam empedu primer, yakni asam
kolat dan asam kenodeoksikolat, disintesis
dari prekursor yang berasal dari kolesterol.
Reaksi 7α-hidroksilasi merupakan tahap
pertama yang wajib pada biosintesis asam
empedu, sekaligus membatasi laju reaksi
tersebut. Reaksi tersebut dikatalisis oleh 7α-
hidroksilase, suatu enzim mikrosomal. Reaksi
7α-hidroksilasi ini memerlukan oksigen,
NADPH, serta sitokrom P-450 oksidase
(Mayes 1996).
Di dalam reaksi hidroksilasi kolesterol ini,
oksigen mudah tereduksi menjadi radikal
bebas anion superoksida (O2∙ ˉ). Efek kimiawi
O2∙ˉ dalam jaringan diperkuat oleh sifatnya
yang menimbulkan reaksi rantai radikal
bebas. Dikemukakan bahwa O2∙ˉ yang terikat
pada sitokrom P-450 merupakan intermediet
dalam pengaktifan oksigen pada berbagai
reaksi hidroksilasi (Mayes 1996). Dengan
demikian, peningkatan aktivitas sitokrom
P450 dalam memperantarai reaksi
hidroksilasi membuat radikal bebas yang
terbentuk semakin banyak.
Gambar 1 Tahapan sintesis kolesterol di
dalam tubuh (Lehninger 2004).
Asetat
Mevalonat
Skualena
Kolesterol
isoprena
Isoprena aktif
3
Pada dasarnya, radikal bebas adalah suatu
atom, gugus atom, atau molekul yang
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan pada orbital paling luar,
termasuk di antaranya adalah atom hidrogen,
logam-logam transisi, dan molekul oksigen.
Secara umum, radikal bebas dapat terbentuk
melalui satu di antara tiga cara sebagai
berikut: (i) melalui absorpsi radiasi (ionisasi,
ultraviolet (UV), sinar tampak, panas), (ii)
melalui reaksi redoks, dengan mekanisme
reaksi fisi ikatan homolitik, atau (iii) melalui
pemindahan elektron (Slater 1984, diacu
dalam Gitawati 1995).
Berbagai proses metabolisme normal
dalam tubuh juga dapat menghasilkan radikal
bebas dalam jumlah kecil sebagai produk
antara. Di dalam sel hidup, radikal bebas
terbentuk pada membran plasma dan organel-
organel (mitokondria, peroksisom, retikulum
endoplasmik, sitosol) melalui reaksi-reaksi
enzimatik fisiologik yang berlangsung dalam
proses metabolisme. Proses fagositosis oleh
sel-sel fagositik termasuk netrofil, monosit,
makrofag, dan eosinofil, juga menghasilkan
radikal bebas, yaitu superoksida (O2∙ˉ)
(Halliwell & Gutteridge 1984, diacu dalam
Gitawati 1995).
Radikal bebas bersifat sangat reaktif,
karena mempunyai elektron yang tidak
berpasangan. Kereaktifan tersebut dapat
menimbulkan perubahan kimiawi dan
merusak berbagai komponen sel hidup.
Radikal bebas menyebabkan reaksi
peroksidasi pada lipid yang akan
mencetuskan proses otokatalitik yang akan
menjalar sampai jauh dari tempat asal reaksi
semula (Gitawati 1995). Radikal bebas juga
dapat menyerang gugus-gugus lain, seperti
protein, gugus tiol enzim, karbohidrat, dan
nukleotida (Suyatna 1989, diacu dalam
Gitawati 1995).
Pengaruh radikal bebas terhadap protein
dapat menyebabkan fragmentasi dan cross-
linking, sehingga mempercepat terjadinya
proteolisis. Pengaruh radikal bebas pada
gugus tiol enzim akan menyebabkan
perubahan dalam aktifitas enzim tersebut.
Radikal bebas juga menyebabkan terjadinya
perubahan struktur (DNA atau RNA) pada
nukleotida yang menyebabkan terjadinya
mutasi atau sitotoksisitas (Gitawati 1995).
Peroksidasi Lipid dan Kajian Hewan
Modelnya
Peroksidasi lipid merupakan penyatuan
molekul oksigen ke dalam PUFA pada
membran biologis. Oksidasi PUFA oleh
radikal bebas terjadi pada atom H yang
bersifat labil, terutama yang terikat oleh atom
C dekat dengan ikatan rangkap, sehingga
terbentuk radikal bebas yang baru yang
sangat peka terhadap oksigen (radikal bebas
peroksi) (Hasanah 2008). Peroksidasi lipid
merupakan proses yang sangat erat
hubungannya dengan radikal bebas. Radikal
bebas yang dapat terlibat di antaranya adalah
ROO•, RO•, dan OH• yang diproduksi
selama pembentukan peroksida dari PUFA.
Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif
didahului oleh kerusakan membran sel,
terjadi melalui rangkaian proses sebagai
berikut: (i) terjadi ikatan kovalen antara
radikal bebas dengan komponen-komponen
membran (enzim-enzim membran, komponen
karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dari fungsi
reseptor; (ii) oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas yang
menyebabkan proses transpor lintas membran
terganggu; (iii) reaksi peroksidasi lipid dan
kolesterol membran yang mengandung PUFA
(Halliwell & Gutteridge 1999).
Umumnya peroksidasi lipid terjadi melalui
tiga tahap reaksi, yaitu inisiasi, propagasi,
dan terminasi. Reaksi inisiasi berupa
pemisahan sebuah atom hidogen oleh radikal
bebas dari suatu grup metilen (-CH2-) dari
PUFA. Radikal karbon ini dapat distabilkan
melalui suatu pengaturan ulang ikatan
rangkap yang menghasilkan diena
terkonjugasi. Bila diena terkonjugasi bereaksi
dengan O2, maka akan terbentuk radikal
peroksida lipid (ROO•).
Radikal peroksi lipid mampu
mengoksidasi molekul lipid lainnya yang
berdekatan sehingga terbentuk lipid
hidroperoksida dan juga membentuk radikal
karbon lainnya. Apabila radikal karbon
tersebut bereaksi dengan oksigen, maka
reaksi peroksidasi lipid akan terus berlanjut.
Pembentukan endoperoksida lipid pada
PUFA yang mengandung sedikitnya tiga
ikatan rangkap akan mendorong
pembentukan malondialdehida sebagai
produk akhir dari reaksi peroksida tersebut
(Murray et al. 2003). Proses peroksidasi lipid
terdapat pada Gambar 2. Peroksidasi lipid
pada membran berefek langsung terhadap
kerusakan membran sel, antara lain melalui
pengubahan fluiditas, cross-linking, struktur
dan fungsi membran. Malonaldehida (MDA),
sebagai produk akhir peroksidasi lipid,
dilaporkan sangat toksik terhadap membran
sel, karena dianggap sebagai inisiator suatu
reaksi, karsinogen, maupun sebagai mutagen.
4
Selain itu, tingginya kadar MDA plasma
juga membuktikan kerentanan komponen
membran sel terhadap reaksi oksidasi.
Akibatnya, sel terutama membran sel akan
mengalami kerusakan dan berakibat
timbulnya berbagai penyakit, seperti kanker,
peradangan, dan lain-lain. Dalam keadaan
yang lebih ekstrim, peroksidasi lipid
membran akhirnya akan menyebabkan
kematian sel (Gitawati 1995).
Konsentrasi lipid peroksida dapat diukur
dengan menggunakan metode asam
tiobarbiturat (TBA). Metode ini mengukur
MDA sebagai produk reaksi peroksidasi
lipid. Asam tiobarbiturat akan bereaksi
dengan gugus karbonil dari MDA, yaitu satu
molekul MDA akan berikatan dengan dua
molekul TBA. Pada manusia, konsentrasi
lipid peroksida akan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, tetapi jumlahnya
tidak boleh melebihi konsentrasi normalnya,
yaitu 4 nmol/mL (Yagi 1994).
Percobaan yang melibatkan pengukuran
lipid peroksida secara in vivo membutuhkan
hewan sebagai modelnya. Hewan model
adalah hewan yang memiliki respon alami
ataupun respon buatan dan memiliki sifat
atau karakteristik yang mirip (sebagian atau
keseluruhan) dengan yang terjadi pada
manusia (Giri 2008). Hewan model
mempunyai peranan yang penting dalam
penelitian yang berhubungan dengan
manusia. Hasil penelitian tersebut kemudian
diekstrapolasi kepada manusia dan diterima
sebagai asas untuk menerangkan fenomena
pada manusia (Aswan 2008).
Pada dasarnya hewan model secara luas
digunakan dalam berbagai disiplin ilmu.
Beberapa pemeriksaan yang menggunakan
hewan model diantaranya adalah: 1)
pemeriksaan toksisitas atau safety bahan
biologis, 2) pemeriksaan potensi suatu
produk biologis, dan 3) pemeriksaan atau
percobaan untuk menentukan substansi
pirogen di dalam bahan biologis (Sulaksono
1987).
Hewan model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tikus jantan Sprague
Dawley. Tikus banyak digunakan karena
telah diketahui sifat-sifatnya dengan
sempurna, mudah dipelihara, merupakan
hewan yang relatif sehat dan cocok untuk
berbagai macam penelitian. Terdapat lima
macam “basic stock” tikus putih (Albino
Normay rat, Rattus norvegicus) yang biasa
digunakan sebagai hewan percobaan di
laboratorium, yaitu Long Evans, Osborne
Mendel, Sherman, Sprague Dawley, dan
Wistar (Muchtadi 1989, diacu dalam Aswan
2008).
Tikus Sprague Dawley (Gambar 3)
pertama kali diproduksi di peternakan
Sprague Dawley di Madison, Wisconsin, dan
merupakan pengembangan dari tikus Wistar.
Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna
albino putih, berkepala kecil, dan ekornya
lebih panjang daripada badannya. Tikus
dewasa memiliki bobot badan mencapai
250-300 g untuk betina dan 450-520 g untuk
jantan. Usia hidup tikus ini sekitar 2.5-3.5
tahun (Harlan 2007). Tikus Sprague Dawley
adalah tikus yang mempunyai anatomi yang
hampir sama dengan manusia. Tikus ini juga
dapat bertahan hidup dengan baik dalam
kondisi laboratorium. Selain itu, tikus ini juga
memiliki karakteristik imunologis yang mirip
dengan manusia. Tikus Sprague Dawley
memiliki ukuran yang lebih besar dari tikus
mencit dan Wistar sehingga mudah untuk
digunakan dalam penelitian.
Gambar 2 Mekanisme peroksidasi lipid (Murray 2003).
Hidroperoksida
ROOH
Endoperoksida Malondialdehida
5
Gambar 3 Tikus putih galur Sprague
Dawley.
Galur tikus lainnya, Wistar, memiliki ciri-
ciri berupa kepala yang lebar, telinga yang
panjang, dan ekor yang lebih pendek dari
panjang badannya. Tikus Wistar biasanya
lebih aktif daripada Sprague Dawley (Haris
2009). Sementara itu, galur Long Evans lebih
kecil ukuran badannya daripada Sprague
Dawley dan memiliki warna yang gelap pada
bagian atas kepala dan bagian depan tubuh.
Tikus tergolong sebagai hewan yang
makan pada malam hari (noctural) dan tidur
pada siang hari kecuali bila ada gangguan,
misalnya selama percobaan berlangsung.
Karakteristik lain dari tikus adalah : (1) tidak
mempunyai kantung empedu (gall blader),
(2) tidak dapat memuntahkan kembali isi
perutnya, (3) tidak pernah berhenti tumbuh,
namun kecepatan pertumbuhannya akan
menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi
1993, diacu dalam Aswan 2008).
Zat-zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan tikus hampir sama dengan
manusia yaitu: (1) karbohidrat, terdiri dari
pati, gula, dan selulosa, (2) minyak/lemak,
asam lemak esensial (terutama linoleat dan
linolenat), bila kekurangan asam lemak
esensial kulitnya bersisik, pertumbuhannya
terhambat, dan dapat menimbulkan kematian,
(3) protein, asam-asam amino esensial bagi
tikus ada 10 macam, yaitu : lisin, triptofan,
histidin, fenilalanin, leusin, isoleusin, treonin,
metionin, valin, dan arginin, (4) mineral atau
elemen anorganik terdiri dari makro elemen:
Ca, P, Mg, K, Na, Cl, S, serta mikro elemen:
Fe, Sn, Co, Mn, Se, I, Zn, Mo, (5) vitamin-
vitamin, terdiri dari vitamin larut lemak (A,
D, E, dan K), serta vitamin larut air
(tiamin/B1, riboflavin, niasin/asam nikotinat,
piridoksin/B6, asam pantotenat, asam folat,
sianokobalamin/B12, kolin, dan biotin)
(Muchtadi 1989, diacu dalam Aswan 2008).
Antioksidan Endogen dan Eksogen
Antioksidan adalah senyawa organik
spesifik yang aktif mencegah reaksi oksidasi.
Reaksi oksidasi dalam tubuh secara umum
melibatkan molekul dengan reaktifitas tinggi
yang disebut radikal bebas. Radikal bebas
utamanya menetap di dalam mitokondria.
Ketika radikal bebas tersebut keluar dari
mitokondria dan sistem perlindungan biologis
sel dalam keadaan terbatas, maka radikal
bebas mampu membahayakan beberapa
struktur seluler, seperti asam nukleat dan
komponen membran sel (lipid, protein, dan
karbohidrat) (Cross et al. 1994).
Terganggunya struktur seluler mendorong
terganggunya fungsi seluler dan memberi
syarat terhadap inisiasi proses penyakit.
Keadaan stres oksidatif yang serius dapat
mengakibatkan kematian sel. Antioksidan
bereaksi dengan radikal bebas sebelum
mereka mampu bereaksi dengan molekul
lain, sehingga menyediakan perlindungan
dari reaksi oksidasi (Cross et al. 1994).
Antioksidan bereaksi dengan elektron yang
berada di sekitar radikal bebas dan membuat
radikal bebas menjadi kurang reaktif (Ahmad
et al. 2006).
Komponen antioksidan dapat menunda
atau menghambat inisiasi atau propagasi dari
rantai reaksi oksidasi atau melalui
penangkapan radikal bebas (Sunil & Dinesh
2009). Antioksidasi adalah mekanisme
terpenting dalam mencegah atau menunda
onset penyakit degeneratif utama. Spesies
oksigen reaktif (radikal hidroksil, radikal
peroksi, dan oksigen tunggal) bersifat sangat
toksik dan merupakan satu dari sekian agen
yang menyebabkan banyak penyakit,
termasuk kanker, penyakit hati, katarak, dan
kelainan kognitif (Ahmad et al. 2006).
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat
dibagi ke dalam dua jenis, yaitu antioksidan
endogen dan eksogen. Antioksidan endogen
adalah antioksidan yang berasal dari dalam
tubuh. Glutation peroksidase, superoksida
dismutase, dan katalase adalah beberapa
enzim dalam tubuh yang memperlihatkan
kemampuan sebagai antioksidan. Glutation
peroksidase menghancurkan asam lemak
peroksida dan mengubahnya menjadi
substansi yang tidak berbahaya. Aktivitas
glutation peroksidase tersebut berfungsi
melindung sel karena asam lemak peroksida
cenderung berubah menjadi radikal bebas.
Aktivitas ini tergantung pada selenium yang
merupakan bagian fungsional enzim yang
membuat enzim memiliki aktivitas
antioksidan. Superoksida dismutase dan
katalase bereaksi secara langsung dengan
radikal bebas, menurunkan kemampuannya
untuk mengoksidasi molekul dan
menyebabkan kerusakan seluler.
6
Tugas antioksidan endogen dibantu oleh
antioksidan eksogen, yaitu antioksidan yang
berasal dari luar tubuh. Antioksidan eksogen
ini dapat berasal dari makanan. Beberapa
contoh dari antioksidan eksogen adalah
vitamin E, vitamin C, beta-karoten, zinc, dan
selenium. Contoh dari hubungan sinergis
antara antioksidan endogen dan eksogen
adalah hubungan antara vitamin E, vitamin C,
dan glutation peroksidase. Vitamin E
memberikan elektron dari kulit terluarnya
kepada radikal bebas. Vitamin C memberikan
elektronnya kepada vitamin E, sehingga
menjaga kemampuan vitamin E dalam
memberikan elektronnya kepada radikal
bebas. Sementara itu, vitamin C dapat terus
memberikan elektronnya ke vitamin E karena
vitamin C memperoleh elektron dari glutation
peroksidase (Ahmad et al. 2006).
Vitamin E (d-alfa tokoferol) adalah
antioksidan larut lemak yang tersimpan
dalam lemak tubuh dan bekerja di dalam
bagian lemak pada membran sel. Vitamin E
menyediakan pengikatan alternatif bagi
radikal bebas sehingga oksidasi PUFA dapat
dicegah. Vitamin E adalah keluarga dari
delapan senyawa yang disintesis tumbuhan,
yaitu empat tokoferol (alfa, beta, gama, delta)
dan empat tokotrienol (alfa, beta, gama,
delta). Alfa-tokoferol memiliki bioaktivitas
yang paling tinggi daripada jenis lainnya.
Vitamin E dapat disimpan di dalam hati,
jaringan adiposa, dan otot rangka.
Pengeluaran vitamin E dapat melalui urin,
feses, dan empedu (Wardlaw & Kessel 2002).
Vitamin C adalah antioksidan larut air.
Vitamin C berinteraksi dengan radikal bebas
di kompartemen fluida di dalam tubuh.
Penyerapan vitamin C terjadi di usus kecil
dan penyerapan ini akan menurun apabila
asupan vitamin C meningkat. Setelah diserap,
vitamin C dialirkan ke peredaran darah dalam
bentuk tereduksi, yaitu asam askorbat atau
askorbat. Konsentrasi vitamin C bervariasi di
setiap jaringan tubuh, konsentrasi tinggi
ditemukan di dalam hati, jantung, ginjal,
paru-paru, pankreas, dan sel darah putih,
sedangkan konsentrasi rendah ditemukan di
otot dan sel darah merah (Olson & Hodges
1987). Selain itu, vitamin C juga memiliki
properti prooksidan, sehingga mampu
berpartisipasi dalam mengoksidasi molekul
lain seperti besi dalam aliran darah (Alhadeff
et al. 1984).
Beta-karoten adalah prekursor vitamin A
(retinol). Beta-karoten dikenal sebagai bagian
dari kelompok karotenoid, suatu pigmen
warna (kuning, orange, merah) dari beberapa
buah-buahan dan sayuran. Beta-karoten
melindungi lambung dari asap rokok atau
polutan lainnya. Menurut Alam & Alam
(1963), beta-karoten mampu mencegah
kanker dengan cara menghancurkan lipid
peroksida apabila bekerja sama dengan
provitamin A. Beta-karoten efisien dalam
mematikan singlet oksigen yang dihasilkan
selama fotosintesis tumbuhan. Lutein dan
likopen, yang merupakan bagian kelompok
karotenoid lainnya, juga termasuk
antioksidan. Likopen yang terkonsentrasi
dalam kelenjar prostat, dipercaya melindungi
prostat dari kanker. Lutein melindungi
degenerasi makular sehingga dapat mencegah
kebutaan.
Selenium terdapat dalam makanan seperti
bawang putih, beras merah, beras putih, dan
udang. Enzim selenium bekerja menetralkan
peroksida lain, seperti lipid peroksida yang
menjadi faktor negatif bagi tubuh karena
menimbulkan penyakit degeneratif. Zinc
sebagai antioksidan berperan dalam struktur
dan fungsi enzim dalam tubuh. Makanan
yang kaya akan zinc adalah kepiting, hati
sapi, daging sapi, sereal, dan sebagainya.
Senyawa ekstrak tumbuhan berupa
metabolit sekunder juga memiliki aktivitas
antioksidan. Senyawa tersebut dapat menjadi
antioksidan eksogen bagi tubuh. Senyawa
tersebut merupakan senyawa fenolik atau
polifenolik yang dapat berupa golongan
alkaloid, flavonoid, turunan asam sinamat,
kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik
fungsional. Kelompok fenolik merupakan
kandidat kuat sebagai antioksidan karena
potensial redoks yang dimilikinya dan
stabilitas relatif dari radikal ariloksi
(Hagerman 1998).
Selain itu, Emami et al. (2007)
menambahkan bahwa beberapa senyawa
fenolik (katekin, flavon, flavonol, dan
isoflavon), tanin (asam elagat, asam galat,
proantosianin), fenil isopropanoid (asam
kafein, asam koumarin, dan asam ferulat),
lignan, catchol, dan banyak lainnya
merupakan antioksidan. Senyawa-senyawa
tersebut dapat berfungsi sebagai pereduksi,
penangkap radikal bebas, pengkelat logam,
dan peredam terbentuknya singlet oksigen
(Kumalaningsih 2007, diacu dalam Marpaung
2008).
Golongan isoflavon seperti genistein,
daidzein, dan prunektin mampu mencegah
produksi radikal bebas. Aktivitas isoflavon
sebagai antioksidan memainkan peran
penting dalam pencegahan penuaan dan
kanker yang secara primer berhubungan
7
dengan aktivitas biologis estrogen dalam
tubuh manusia. Senyawa yang tergolong
polifenol (epikatekin, epikatekin-3-galat,
epigalokatekin, dan epigalokatekin-3-galat)
yang terkandung di dalam teh hijau juga
memperlihatkan properti antioksidan.
Penelitian lain memperlihatkan bahwa
polifenol mampu melindungi sel darah merah
dari kerusakan selama penyerangan oleh
radikal bebas (Shils et al. 1999). Polifenol
yang terdapat di anggur merah juga
melindungi oksidasi LDL dan HDL, yang
merupakan faktor penting dalam pencegahan
dari pembentukan aterosklerosis atau
penyakit jantung koroner (Ivanov et al.
2001).
Mahoni sebagai Bahan Obat Alami
Mahoni adalah tumbuhan yang tergolong
ke dalam famili Meliaceae. Terdapat tiga
spesies dari pohon mahoni, yaitu Swietenia
macrophylla King, Swietenia mahogany Jacq,
dan Swietenia humilis Zucc (Mayhew &
Newton 1998). Penelitian ini menggunakan
kulit batang mahoni berdaun lebar (Swietenia
macrophylla King). Tinggi pohon mahoni
berdaun lebar ini mencapai 35-40 m dengan
diameter mencapai 125 cm.
Pohon mahoni selalu hijau, kulit berwarna
abu-abu dan halus ketika masih muda,
berubah menjadi coklat tua, menggelembung
dan mengelupas setelah tua. Daun bertandan
dan menyirip yang panjangnya berkisar 35-50
cm, tersusun bergantian, halus berpasangan,
4-6 pasang tiap-daun, dan panjangnya
berkisar 9-18 cm. Bunga kecil berwarna
putih, panjang 10-20 cm, malai bercabang
(Jøker & Schmidt 2000).
Tajuk pohon mahoni berbentuk kubah,
rapat, dan menggugurkan daunnya. Setelah
daun gugur, akan muncul tunas-tunas muda
berwarna hijau muda. Kedudukan daun
bersilangan pada ranting dengan ukuran daun
lebih besar daripada Swietenia mahogany
(Balai Perbenihan Tanaman Hutan 2000).
Mahoni adalah jenis tumbuhan yang tumbuh
pada zona lembab, namun jenis ini mampu
tumbuh di daerah kering. Mahoni dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang sarang
dengan ketinggian 0-1.500 m dpl, temperatur
tahunan 11-36 oC, dan curah hujan tahunan
1.524-5.085 mm (Balai Produksi dan
Pengujian Benih 1986).
Mahoni berbuah pada umur 10-15 tahun,
buah masak pada periode April-Juli. Buahnya
cukup keras dengan panjang 5-15 cm,
diameter 3-6 cm, umumnya memiliki 5 ruang
berbentuk kapsul dan merekah pada saat
masak. Buah merekah mulai dari pangkal
buah dan terdapat 5 kolom lancip memanjang
hingga ujungnya, dimana pada bagian ini
sayap dan benih saling menempel (Ahira
2008).
Jenis pohon mahoni yang asli terdapat di
Meksiko (Yucatan), bagian tengah dan utara
Amerika selatan (wilayah Amazona).
Penanaman secara luas terutama di Asia
bagian selatan dan Pasifik, juga diintroduksi
di Afrika Barat (Jøker & Schmidt 2000). Di
Indonesia sendiri, mahoni mulai ditanam
sejak zaman penjajahan Belanda, yaitu di
sepanjang jalan Daendels (Merak sampai
Banyuwangi) sebagai pohon peneduh (Ahira
2008).
Sejak 20 tahun terakhir, mahoni mulai
dibudidayakan karena kayunya mempunyai
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain itu,
mahoni ditanam dalam skala besar untuk
meningkatkan potensinya, terutama di daerah
kering yang akan menghasilkan kayu dengan
kualitas yang baik (Ahira 2008). Saat ini,
pohon mahoni banyak ditanam di Pulau Jawa,
yaitu sebesar 40 juta batang. Sementara itu, di
luar Pulau Jawa, jumlahnya hanya 5.3 juta
batang (Sukadaryati 2006).
Kayu mahoni memiliki kelas kuat II dan
kelas awet II-III. Kualitas kayunya berada
sedikit di bawah kayu jati sehingga potensial
untuk dimanfaatkan. Kualitas kayu mahoni
bersifat keras dan sangat baik untuk mebel,
furnitur, barang-barang ukiran, dan kerajinan
tangan. Kayu mahoni sering juga dibuat
menjadi penggaris karena sifatnya yang tidak
mudah berubah dan dapat juga digunakan
untuk kayu perkakas dan bahan bangunan
(Ahira 2008). Penampakan pohon mahoni
berdaun lebar terdapat pada Gambar 4.
Mahoni juga berpotensi sebagai bahan
obat alami. Sejak zaman dahulu, mahoni
telah dipercaya memiliki berbagai khasiat.
Sebagai contoh, biji mahoni telah digunakan
oleh masyarakat Amazonian Bolivia sebagai
obat leismania dan obat aborsi (Bourdy et al.
2000). Selain itu, menurut masyarakat
Indonesia, biji mahoni diketahui dapat
mengobati berbagai penyakit, seperti tekanan
darah tinggi, mengurangi kadar kolesterol,
encok, eksim, malaria, demam, anemia, diare,
disentri, dan masuk angin (Haque et al.
2009). Karena khasiatnya yang melimpah,
penelitian mengenai kandungan senyawa
kimia biji mahoni sering dilakukan.
Saat ini, biji mahoni diketahui
mengandung senyawa antiinflamasi,
antimutagen, dan antitumor seperti swietenin
swietenolida, swietemahonin kayasin,
8
andirobin, augustineolida, 7-deaseto-7-
oksogenudin, 6-deoksi swietenin
proseranolida, 6-hidroksi swietenina, dan 6-
O-asetil swietenolida (Maiti et al. 2007).
Ekstrak biji mahoni Swietenia mahagony
telah diketahui memiliki LC50 sebesar 13.75
µg/mL (Haque et al. 2009).
Di samping biji, bagian lain dari pohon
mahoni yang potensial sebagai bahan obat
adalah kulit batang mahoni. Saat ini, kulit
batang mahoni menjadi limbah dari industri-
industri yang memanfaatkan kayu mahoni.
Nial LC50 dari ekstrak etil asetat kulit kayu
mahoni Swietenia mahagony adalah 11.64
µg/mL (Haque et al. 2009). Kulit batang
mahoni menjadi limbah yang potensial untuk
bahan obat alami karena didukung oleh
senyawa-senyawa aktif yang terkandung di
dalamnya. Kulit batang mahoni Swietenia
macrophylla diketahui memiliki senyawa
aktif seperti triterpenoid, limonoid, flavonoid,
tanin, saponin, katekin, epikatekin, dan
swietemakrofilanin yang terkandung di
dalamnya (Suhesti et al. 2007; Heldt 2005;
Falah et al. 2008).
Gambar 4 Pohon mahoni berdaun lebar
(Swietenia macrophylla King).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Hewan coba yang digunakan adalah 35
ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley
yang diperoleh dari Badan POM saat
berumur 2 bulan dengan bobot badan 100-
150 g. Hewan coba tersebut adalah bagian
dari penelitian Mustika (2010) yang didanai
oleh penelitian Program Unggulan IPB (PUI)
atas nama Dr. Syamsul Falah S.Hut., M.Si.
pada tahun 2009. Bahan-bahan yang dipakai
untuk pakan tikus adalah pakan tikus standar
(komposisi protein 18%, lemak 4-6%, dan
abu 7-9%), dan pakan kaya lipid (pakan
standar, kuning telur, minyak curah, dan
lemak kambing dengan kandungan total
kolesterol 1.5%). Kulit batang mahoni yang
digunakan berasal dari pohon mahoni
berdaun lebar (S. macrophylla King) berumur
15 tahun. Selain itu, bahan-bahan lain yang
digunakan adalah propiltiourasil, sekam,
lovastatin, metanol, kloroform, NaOH 5%,
gum arab, dietil eter, alkohol 70%, xylocaine,
stok pereaksi 1,1,3,3-tetrametoksi propana
(TMP) 6 M, reagen asam tiobarbiturat
(TBA), akuades, n-butanol, piridin, H2SO4
pekat, HCl pekat, asam fosfotungstat 10%,
dan asam asetat glasial.
Peralatan yang digunakan antara lain
oven, mikropipet, neraca analitik, microfuge
Beckman, pengaduk magnetik, sonde oral,
alat suntik plastik, kandang tikus, alat-alat
gelas, hot plate, peralatan ekstraksi, penangas
air, pipet mikro, pipet kapiler, vorteks,
sentrifus klinis, spektrofotometer UV-Vis.
Metode
Rancangan Percobaan
Sampel serum yang digunakan berasal
dari 35 ekor tikus Sprague Dawley dari
penelitian yang dilakukan oleh Mustika
(2010). Penelitian ini adalah bagian dari
payung penelitian yang berjudul “Aplikasi
Ekstrak Kulit Mahoni sebagai Makanan
Suplemen yang Mengandung Antioksidan”
atas nama Dr. Syamsul Falah S.Hut., M.Si.
yang didanai oleh PUI tahun 2009.
Tikus-tikus dibagi ke dalam lima
kelompok secara acak, masing-masing
kelompok terdiri atas tujuh ekor. Kelompok I
adalah kontrol normal yang hanya diberi
pakan standar dan dicekok akuades selama
percobaan. Kelompok II hingga V adalah
kelompok hiperkolesterolemia yang diberi
pakan kolesterol 1.5% dan dicekok PTU 0.5
mg/KgBB. Kelompok III adalah kelompok
lovastatin yang diberi tambahan cekok
lovastatin 0.2857 mg/KgBB. Kelompok IV
diberi tambahan cekok ekstrak kulit batang
mahoni dosis 1 sebesar 4.2 mg/KgBB,
sedangkan kelompok V diberi dosis 2
sebesar 21 mg/KgBB.
Dosis ekstrak kulit batang mahoni yang
diberikan didasarkan atas dosis tradisional
penggunaan serbuk biji mahoni yang
digunakan masyarakat, yaitu 5 gram (2-3 kali
seduhan per hari) (Wijayakusuma dan
Dalimartha 2005). Dengan asumsi rataan
bobot badan manusia sebesar 70 kg dan
perolehan kembali senyawa hasil ekstraksi
sebesar 6%, maka diperoleh dosis ekstrak 1
yang setara dengan 4.2 mg/KgBB per hari.
Dosis ekstrak 2 adalah lima kali dosis E1,
yaitu sebesar 21 mg/KgBB. Ekstrak kulit
batang mahoni ini diberikan dari awal hingga
akhir perlakuan.
Sebelum diberi perlakuan, tikus
diadaptasikan selama 10 minggu untuk
menyeragamkan cara hidup dan makanannya.
Makanan selama masa adaptasi adalah pakan
standar, sedangkan air minum diberikan ad
libitum. Selama percobaan, pengambilan
darah dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, 6,
dan 8. Selanjutnya, tiga hari setelah
pengambilan darah terakhir dilakukan
nekropsi.
Ekstraksi Kulit Batang Mahoni dengan
Pelarut Air
Ekstrak air kulit batang mahoni pada
penelitian ini adalah ekstrak hasil penelitian
Mardisadora (2010). Berikut adalah cara
ekstraksi yang digunakan. Serbuk kulit kayu
ditimbang dan ditambah dengan air
(perbandingan 1 g:10 mL air), lalu
dipanaskan pada suhu 100oC selama kurang
lebih 4 jam. Ekstrak yang diperoleh disaring
dan filtratnya diuapkan dengan rotavapor
pada suhu 60oC (Harjadi 1993, diacu dalam
Mardisadora 2010).
Penyiapan Pakan Kolesterol (Momuat et
al. 2001 dengan modifikasi) Penyiapan pakan kolesterol telah
dilakukan oleh Mustika (2010). Pakan kaya
lipid dibuat dengan komposisi kolesterol
1.5%, lemak kambing 5%, minyak goreng
curah 6%, dan pakan standar sampai 100%.
Kolesterol pada pakan diperoleh dari tepung
kuning telur ayam negeri yang diperoleh
dengan metode Momuat et al. (2001) yang
dimodifikasi. Telur ayam direbus lalu
dipisahkan dari putih telurnya, kemudian
dihaluskan dan dikeringkan. Kuning telur
yang sudah dikeringkan dihaluskan dengan
blender. Konsentrasi kolesterol tepung
kuning telur ditentukan dengan metode
Liebermann-Buchard. Selanjutnya tepung
dicampur dengan bahan yang lainnya (lemak
kambing dan minyak curah) dan dijadikan ke
dalam bentuk pelet (Mustika 2010).
Pengukuran Konsentrasi Lipid Peroksida
(Yagi 1994) Pembuatan Kurva Standar. Kurva
standar dibuat dengan menggunakan larutan
stok pereaksi 1,1,3,3-tetrametoksi propana
(TMP) 6M yang diencerkan dengan akuades
menjadi 0.9, 1.8, 2.7, 3.6, 4.5, dan 6 µM.
Masing-masing larutan dipipet sebanyak 2
mL ke dalam tabung reaksi. Lalu masing-
masing tabung ditambah 0.5 mL TBA 1.0%
dalam pelarut asam asetat glasial 50%.
Tabung dipanaskan dalam penangas air pada
suhu 95oC selama 60 menit, kemudian
didinginkan pada suhu kamar. Selanjutnya
pada masing-masing tabung ditambahkan 0.5
mL akuades dan 2.5 mL n-butanol:piridin
(15:1 v/v), diaduk dengan vorteks, lalu
disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama
15 menit. Lapisan atas yang terbentuk pada
larutan diambil, lalu serapannya diukur pada
panjang gelombang 532 nm dengan
spektrofotometer.
Analisis Lipid Peroksida Serum
(modifikasi Yagi 1994). Sampel darah yang
diperoleh disimpan selama 24 jam pada suhu
4oC lalu disentrifus pada kecepatan 1600 g
(3000 rpm) selama 10 menit. Serum darah
yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu
-4oC. Serum yang digunakan telah disimpan
selama 28 minggu. Sebanyak 0.3 mL serum
ditambah dengan 1.2 mL H2SO4 0.083 N
kemudian didiamkan selama 10 menit, lalu
ditambah 0.15 mL asam fosfotungstat 10%
dan didiamkan selama 5 menit pada suhu
ruang. Larutan disentrifugasi pada kecepatan
1600 g (3000 rpm) selama 20 menit. Bagian
supernatan dibuang dan bagian pelet
dicampurkan dengan 1.2 mL H2SO4 0.083 N
kemudian didiamkan 10 menit, lalu
ditambahkan 0.15 mL asam fosfotungstat
10% dan didiamkan selama 5 menit pada
suhu ruang. Setelah itu larutan disentrifugasi
kembali dengan kecepatan 1600 g (3000 rpm)
selama 15 menit.
Pelet yang diperoleh kemudian ditambah
dengan internal standar berupa standar TMP
dengan konsentrasi 2.7 µM sebanyak 2 mL.
Selanjutnya campuran ditambah 0.5 mL
akuades dan 0.5 mL reagen asam
tiobarbiturat (TBA) (campuran dari larutan
TBA 0.67% dan asam asetat glasial, dengan
perbandingan volume 1:1) kemudian larutan
diinkubasi pada suhu 95oC selama 60 menit
di dalam penangas air. Setelah didinginkan
dengan air mengalir, ditambah 0.5 mL
akuades dan disesuaikan pHnya dengan HCl
hingga 1.6-1.7. Kemudian ditambah 2.5 mL
n-butanol:piridin dan divorteks. Setelah itu,
campuran disentrifugasi dengan kecepatan
1600 g (3000 rpm) selama 15 menit. Fraksi n-
butanol pada bagian paling atas diambil
untuk diukur serapannya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 532 nm.
10
Analisis Statistik (Matjik & Sumertajaya
2000)
Rancangan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap (RAL). Analisis data
dilakukan dengan metode Analysis of
Variance (ANOVA) pada tingkat
kepercayaan 95% (α=0.05). Jika terdapat
perbedaan dalam perlakuan, maka dilakukan
uji Duncan. Model RAL yang digunakan
adalah sebagai berikut (Matjik &
Sumertajaya 2000):
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
i =
j =
Yij =
µ =
τi =
εij =
1, 2, ..., t
1, 2, ..., r
pengamatan perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
pengaruh rataan umum
pengaruh rataan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5
pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Penentuan Korelasi antara Kolesterol
Darah dan Lipid Peroksida Darah
Dalam penelitian ini dilakukan penentuan
korelasi antara kolesterol darah dan lipid
peroksida darah untuk kelompok nonekstrak
(hiperkolesterolemia dan normal). Hal
tersebut juga dilakukan pada kelompok
ekstrak dan lovastatin guna melihat efek
antioksidan terhadap korelasi antara
kolesterol darah dan lipid peroksida darah.
Seluruh data konsentrasi kolesterol darah
tikus yang merupakan hasil penelitian
Mustika 2010 dan konsentrasi lipid peroksida
darah tikus yang diperoleh dari penelitian ini
untuk masing-masing kelompok diplot ke
dalam grafik scatter. Nilai x adalah
konsentrasi kolesterol darah (mg/dL),
sedangkan nilai y adalah konsentrasi lipid
peroksida darah (nmol/mL). Analisis statistik
untuk korelasi tersebut menggunakan korelasi
Pearson pada α=0.05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peroksidasi Lipid pada Pemberian Pakan
Kolesterol
Penelitian ini menganalisis konsentrasi
lipid peroksida yang terdapat di dalam serum
darah tikus sebagai gambaran pengaruh
pakan kolesterol terhadap peroksidasi lipid.
Serum darah diperoleh dari tikus yang
dipuasakan terlebih dahulu selama ±16 jam.
Seluruh serum darah yang diperoleh tidak
mengalami hemolisis. Rataan konsentrasi
lipid peroksida serum darah seluruh tikus saat
sebelum perlakuan adalah 1.530±0.813
nmol/mL. Analisis statistik menunjukkan
bahwa rataan konsentrasi lipid peroksida
darah tersebut cukup seragam (p=0.914).
Nilai konsentrasi tersebut relatif lebih tinggi
dari beberapa penelitian yang dilaporkan
sebelumnya. Penelitian Lavenia (2010) dan
Rustandi (2006) melaporkan bahwa
konsentrasi lipid peroksida darah tikus tanpa
perlakuan berturut-turut sebesar 0.586±0.177
nmol/mL dan 1.067 nmol/mL (0.320±0.053
µM).
Nilai konsentrasi lipid peroksida darah
tikus yang bervariasi ini kemungkinan
dipengaruhi oleh umur tikus dan faktor
lingkungan, seperti kondisi kandang, dan
panas ruangan. Tikus yang digunakan dalam
penelitian ini ternyata lebih tua dibandingkan
dengan tikus dalam penelitian Lavenia (2010)
dan Rustandi (2006). Dalam penelitian ini,
umur tikus saat sebelum perlakuan adalah 18
minggu, sedangkan umur tikus pada
penelitian Lavenia (2010) dan Rustandi
(2006) berturut-turut adalah 8 minggu dan 12
minggu. Menurut Prasetyastuti et al. (2007)
semakin bertambah usia, maka konsentrasi
lipid peroksida cenderung meningkat. Usia
hidup yang lebih lama memungkinkan tikus
terpapar oleh lebih banyak radikal bebas, baik
endogen maupun eksogen, selain juga
disebabkan oleh melemahnya fungsi hati.
Variasi konsentrasi lipid peroksida
kemungkinan juga dipengaruhi oleh jenis
hewan yang digunakan. Sebagai contoh,
konsentrasi lipid peroksida darah kelinci
tanpa perlakuan yang berumur 16 minggu
adalah 0.920±0.380 nmol/mL (Nurkriswanto
2009).
Di dalam penelitian ini, rataan konsentrasi
lipid peroksida darah kelompok normal pada
minggu ke-2 sedikit meningkat menjadi
1.853±0.957 nmol/mL (Gambar 5).
Selanjutnya selama sisa masa perlakuan
konsentrasi tersebut berfluktuasi namun
cenderung menurun, di akhir perlakuan
konsentrasinya menjadi 0.983±0.258
nmol/mL. Penurunan ini bukan disebabkan
oleh konsentrasi lipid peroksida darah seluruh
tikus yang menurun, melainkan hanya terjadi
pada beberapa ekor tikus saja. Beberapa tikus
tersebut memiliki konsentrasi lipid peroksida
yang sangat rendah. Karena hal tersebut,
penurunan konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok normal dari awal hingga akhir
perlakuan menjadi bermakna (p=0.044).
Kelompok hiperkolesterolemia (HK)
sama-sama mengalami sedikit peningkatan di
minggu ke-2. Di minggu ke-2 tersebut,
kelompok HK mencapai konsentrasi
maksimum (1.845±0.830 nmol/mL), namun
konsentrasi tersebut kemudian cenderung
menurun (p=0.898) dan mencapai nilai
1.285±0.749 nmol/mL di minggu ke-8.
Berdasarkan analisis statistik, konsentrasi
lipid peroksida darah HK pada minggu ke-8
tidak berbeda dengan sebelum perlakuan
(p=0.898) maupun dengan kelompok normal
pada minggu yang sama (p=0.338).
Konsentrasi lipid peroksida kelompok
normal berfluktuasi. Oleh karena itu,
dilakukan perhitungan luas area di bawah
kurva untuk kelompok normal dan HK.
Gambar 6 menunjukkan rata-rata konsentrasi
lipid peroksida darah sebagai hasil dari
perhitungan luas area tersebut. Kelompok
normal memiliki rata-rata konsentrasi lipid
peroksida darah sebesar 2.673±0.279
nmol/mL, sedangkan kelompok HK memiliki
nilai 20.92% lebih tinggi dari kelompok
normal (3.380±0.436 nmol/mL). Hal ini
menunjukkan pengaruh pakan kolesterol dan
PTU terhadap naiknya konsentrasi lipid
peroksida darah. Meskipun demikian, analisis
statistik menunjukkan peningkatan tersebut
tidak signifikan (p=0.239). Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh jumlah ulangan
tikus yang terlalu sedikit sehingga
menimbulkan keragaman yang cukup tinggi.
Keragaman yang cukup tinggi terlihat dari
besarnya perbedaan konsentrasi lipid
peroksida darah pada masing-masing tikus
dalam tiap kelompok.
Kelompok HK telah dilaporkan oleh
Mustika (2010) mengalami kenaikan
kolesterol darah sebesar 52.57%, sehingga
bila dibandingkan dengan awal perlakuan
maka kelompok HK telah mengalami
hiperkolesterolemia di akhir perlakuan.
Kenaikan konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok HK yang mengalami
hiperkolesterolemia tersebut konsisten
dengan yang dilaporkan oleh Tombilangi
(2004) dan Alviani (2007) yang menyatakan
bahwa keadaan hiperkolesterolemia
cenderung meningkatkan konsentrasi lipid
peroksida darah maupun hati. Hanya saja
peningkatan konsentrasi lipid peroksidanya
tidak terlalu besar. Hal tersebut terjadi karena
konsentrasi kolesterol darah HK masih dalam
rentang normal di akhir perlakuan (rata-rata
95.34±15.24 mg/dL) (Mustika 2010).
Fluktuasi konsentrasi lipid peroksida
darah pada kelompok normal besar
kemungkinan disebabkan oleh faktor selain
pakan kolesterol, karena kelompok normal
hanya mengkonsumsi pakan standar. Stres
akibat kondisi perlakuan, seperti pencekokan
dengan akuades dan pengambilan darah,
dapat meningkatkan konsentrasi lipid
peroksida. Menurut Singhal et al. (1997) stres
merupakan faktor pemicu radikal bebas
secara berlebih. Peningkatan lipid peroksida
dapat pula bertambah sebagai hasil dari
meningkatnya pelepasan trigliserida dari
jaringan adiposa untuk membentuk
kortikosteroid sebagai respon terhadap stres.
Kerja antioksidan dalam tubuh tikus juga
mempengaruhi fluktuasi lipid peroksida
kelompok normal.
Berbeda halnya dengan peningkatan
konsentrasi lipid peroksida darah yang terjadi
pada kelompok HK. Kelompok HK diberi
pakan kolesterol 1.5% dan propiltiourasil
(PTU) 0.5 mg/KgBB, sehingga besar
kemungkinan peningkatan konsentrasi lipid
peroksida darah yang terjadi pada minggu ke-
2 lebih disebabkan oleh perlakuan tersebut.
Pakan kaya kolesterol akan meningkatkan
kolesterol darah tikus. Penggunaan lemak
kambing dan minyak goreng curah juga
memicu peningkatan kolesterol darah karena
banyak mengandung lemak jenuh (Grundy
1991). Asam lemak jenuh menyebabkan
pembentukan partikel VLDL yang lebih kecil
serta mengandung kolesterol lebih banyak.
Gambar 5 Konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok normal ( ) dan
hiperkolesterolemia/HK ( ).
Gambar 6 Perbandingan rata-rata konsentrasi
lipid peroksida kelompok normal
(N) dan hiperkolesterolemia (HK).
0
0.5
1
1.5
2
0 2 4 6 8
lip
id p
erok
sid
a n
mol/
ml
minggu ke-
2.673
3,380
0
1
2
3
4
N HK
rata
-rat
a ko
nse
ntr
asi
lip
id p
ero
ksi
da
dar
ah
(nm
ol/
mL
)
12
Hubungan antara kolesterol dengan lipid
peroksida besar kemungkinan terkait dengan
proses sintesis asam empedu. Kolesterol
dieliminasi dari tubuh setelah terlebih dahulu
diubah menjadi asam empedu. Asam empedu
primer, yakni asam kolat dan asam
kenodeoksikolat, disintesis dari kolesterol.
Reaksi 7α-hidroksilasi merupakan tahap
pertama yang wajib pada biosintesis asam
empedu, sekaligus membatasi laju reaksi
tersebut. Reaksi tersebut dikatalisis oleh 7α-
hidroksilase, suatu enzim mikrosomal. Reaksi
7α-hidroksilasi ini memerlukan oksigen,
NADPH, serta sitokrom P-450 (Gambar 7).
Dikemukakan bahwa di dalam reaksi
hidroksilasi kolesterol ini, oksigen mudah
tereduksi menjadi radikal bebas anion
superoksida (O2∙ˉ).
Efek kimiawi O2∙ˉ dalam jaringan
diperkuat oleh sifatnya yang menimbulkan
reaksi rantai radikal bebas. Dikemukakan
pula bahwa O2∙ˉ yang terikat pada sitokrom
P-450 merupakan intermediet dalam
pengaktifan oksigen pada berbagai reaksi
hidroksilasi (Mayes & Botham 1996). Jadi,
meningkatnya aktivitas sitokrom P-450
dalam memperantarai reaksi hidroksilasi ini,
maka akan membuat radikal bebas yang
terbentuk semakin banyak. Radikal bebas
tersebut kemudian mampu mengoksidasi
komponen membran sel dan terjadilah proses
peroksidasi lipid. Selanjutnya akan terbentuk
lipid peroksida sebagai produk dari proses
tersebut.
Di samping pakan kolesterol, PTU yang
merupakan zat antitiroid juga mampu
meningkatkan kolesterol di dalam tubuh.
Cara ini dikenal sebagai induksi eksogen.
Kemampuan PTU adalah menghambat
pembentukan hormon tiroid. Hormon tiroid
berperan dalam lipolisis, sehingga
penghambatan hormon tersebut akan
meningkatkan konsentrasi kolesterol darah
melalui peningkatan biosintesis kolesterol
endogen (Murray 2003). Sementara itu,
turunnya konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok HK setelah minggu ke-2 hingga
akhir perlakuan dapat disebabkan oleh kerja
antioksidan endogen dan sistem imun yang
ikut bekerja dalam menurunkan lipid
peroksida. Menurut Kartikawati (1999) dalam
Rustandi (2006) interleukin-2 (IL-2) dan
enzim superoksida dismutase mampu
mengubah senyawa radikal menjadi senyawa
yang stabil.
Konsentrasi Lipid Peroksida Darah Tikus
pada Pemberian Ekstrak Mahoni
Pengaruh ekstrak air kulit batang mahoni
dalam mencegah kenaikan konsentrasi lipid
peroksida darah dianalisis dengan cara
mengukur konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok ekstrak 1 (E1=4.2 mg/KgBB) dan
ekstrak 2 (E2=21 mg/KgBB) selama masa
perlakuan. Konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok E1 sedikit meningkat pada minggu
ke-2 menjadi 1.705±0.755 nmol/mL (Gambar
8).
Gambar 7 Siklus hidroksilasi sitokrom P-450 (Mayes 1996).
Substrate A-H
P450-A-H
Fe3+
P450-A-H
Fe2+
P450-A-H
Fe2+
O2
P450-A-H
Fe2+
O2-˙
P450
Fe3+
13
Peningkatan tersebut besar kemungkinan
disebabkan oleh kondisi perlakuan, seperti
pakan kolesterol, PTU, dan stres akibat
pencekokan serta pengambilan darah. Selain
itu, diperkirakan ekstrak kulit batang mahoni
belum bekerja secara optimal dalam
mencegah kenaikan konsentrasi lipid
peroksida. Selanjutnya konsentrasi menurun
hingga minggu ke-8 menjadi 0.316±0.281
nmol/mL. Konsentrasi di minggu ke-8 ini
lebih rendah bila dibandingkan dengan
kelompok HK dan kelompok normal pada
minggu yang sama (p=0.005). Persentase
penurunan konsentrasi lipid peroksida E1
dari awal hingga akhir perlakuan sebesar
75.6% dan bermakna menurut statistik
(p=0.01). Hal tersebut menunjukkan bahwa
dosis E1 memberi pengaruh yang nyata
dalam menurunkan konsentrasi lipid
peroksida bila dibandingkan dengan sebelum
perlakuan maupun dengan kelompok HK.
Konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok E2 cenderung stabil hingga
minggu ke-6, kemudian menurun pada
minggu ke-8 menjadi 0.587±0.303 nmol/mL
(Gambar 8). Konsentrasi di minggu ke-8 ini
lebih rendah bila dibandingkan dengan
kelompok HK dan kelompok normal pada
minggu yang sama (p=0.005). Penurunan
yang terjadi dari awal hingga akhir perlakuan
sebesar 61.40%, namun tidak bermakna
menurut statistik (p=0.07). Walaupun
demikian, dosis E2 telah memperlihatkan
kecenderungannya dalam menurunkan
konsentrasi lipid peroksida bila dibandingkan
dengan sebelum perlakuan maupun dengan
kelompok HK.
Dalam penelitian ini dilakukan
perhitungan luas area di bawah kurva selama
masa perlakuan untuk kelompok E1, E2, dan
lovastatin. Gambar 9 menunjukkan rata-rata
konsentrasi lipid peroksida seluruh kelompok
berdasarkan luas area tersebut. Rata-rata
konsentrasi lipid peroksida darah kelompok
E1 berdasarkan luas area di bawah kurva
sebesar 2.353±0.196 nmol/mL atau lebih
rendah 30.38% dari kelompok HK
(3.380±0.436 nmol/mL) (Gambar 9). E1 juga
masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
kelompok normal. Sementara itu, kelompok
E2 memiliki rata-rata konsentrasi lipid
peroksida darah sebesar 2.786±0.256
nmol/mL, atau lebih rendah 17.57% dari
kelompok HK. Konsentrasi E2 sedikit lebih
tinggi bila dibanding normal. Walaupun
menurut statistik belum berbeda nyata dengan
HK (p=0.239), dosis E1 dan E2 cenderung
mencegah kenaikan konsentrasi lipid
peroksida darah.
Penurunan konsentrasi lipid peroksida
darah yang terjadi pada E1 lebih besar
daripada yang terjadi pada E2. Padahal
konsentrasi E2 yang beredar di dalam tubuh
tikus lebih tinggi daripada E1, yaitu berkisar
antara 295-375 ppm (apabila diasumsikan
volume darah tikus sebesar 5.6-7.1 mL/100 g
BB). Sementara itu, dosis E1 yang beredar di
dalam tubuh tikus berkisar antara 58-75 ppm.
Penelitian mengenai aktivitas antioksidasi
ekstrak air kulit batang mahoni secara in vitro
yang dilakukan oleh Mardisadora (2010)
menyatakan bahwa ekstrak air kulit batang
mahoni dengan konsentrasi 200 ppm
memiliki aktivitas menghambat
malondialdehida yang lebih tinggi dari
konsentrasi 50 ppm (54.60% berbanding
43.09%). Hal ini ternyata berbeda dengan
hasil in vivo dalam penelitian ini. Dosis E1
yang memiliki konsentrasi ppm lebih rendah
dari E2 menunjukkan rata-rata penurunan
konsentrasi lipid peroksida darah yang lebih
tinggi dari E2.
Gambar 8 Konsentrasi lipid peroksida tikus
kelompok normal ( ), hiperkoles-
terolemia ( ), lovastatin ( ),
E1 ( ), dan E2 ( ).
Gambar 9 Rata-rata konsentrasi lipid
peroksida darah seluruh kelompok.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
0 2 4 6 8
lip
id p
ero
ksi
da
dar
ah (
nm
ol/
ml)
minggu ke-
2.673
3,380
2.669
2.353
2.786
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
N HK L E1 E2
rata
-rat
a k
on
sen
tras
i li
pid
per
ok
sid
a d
arah
(n
mol/
mL
)
14
Berubahnya antioksidan yang terkandung
di dalam dosis E2 menjadi prooksidan
kemungkinan menjadi penyebab rendahnya
aktivitas antioksidasi dosis E2.
Kecenderungan E2 dalam mencegah
kenaikan kolesterol membuat konsentrasi
kolesterol darah E2 hanya meningkat 33.75%
seperti yang dilaporkan oleh Mustika (2010)
(Lampiran 6). Hal tersebut membuat
pengaruh kolesterol darah terhadap lipid
peroksida darah menjadi rendah, sehingga
jumlah antioksidan dalam dosis E2 menjadi
berlebih dan berubah menjadi prooksidan.
Kulit batang mahoni telah diketahui
mengandung senyawa fenolik, seperti
flavonoid, tanin, katekin, dan epikatekin serta
beberapa senyawa lainnya seperti
triterpenoid, alkaloid, dan saponin. Metabolit
sekunder seperti senyawa fenolik telah
dilaporkan memiliki aktivitas prooksidan
(Simić et al. 2007). Aktivitas
antioksidan/prooksidan senyawa fenolik telah
diketahui dipengaruhi oleh konsentrasi, pH,
dan kehadiran ion logam seperti Cu2+
dan
Fe3+
(Rødtjer et al. 2006; Mochizuki et al.
2001; Sakihama et al. 2002).
Senyawa fenolik mampu mengeluarkan
efek prooksidannya melalui autooksidasi,
yang merupakan tahap awal pembentukan
radikal superoksida dan semikuinon
(Mochizuki et al. 2001). Kedua radikal
tersebut mampu meningkatkan autooksidasi
dan membangkitkan H2O2 selama prosesnya.
Epikatekin juga dilaporkan oleh Rødtjer et al.
(2006) memiliki efek sebagai antioksidan
pada konsentrasi rendah dan efek prooksidan
pada konsentrasi tinggi.
Kelompok lovastatin awalnya digunakan
sebagai kontrol positif dalam mencegah
hiperkolesterolemia pada penelitian Mustika
(2010). Karena lovastatin adalah bagian dari
kelompok statin yang merupakan salah satu
contoh obat penurun kolesterol. Di dalam
penelitian ini, kelompok lovastatin juga
menjadi pembanding dalam mencegah
kenaikan lipid peroksida, karena beberapa
acuan menyatakan bahwa lovastatin juga
dapat menurunkan konsentrasi lipid
peroksida. Konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok lovastatin mengalami penurunan
pada minggu ke-2 dan ke-4 (Gambar 8).
Konsentrasi di minggu ke-4 ini adalah
konsentrasi terendah yang dicapai kelompok
lovastatin (0.657±0.257 nmol/mL). Namun
terjadi kenaikan di minggu ke-6 dan turun
kembali di minggu ke-8 (0.871±0.253
nmol/mL). Perubahan yang terjadi selama
perlakuan ini tidak bermakna secara statistik
(p=0.192). Sementara itu, rata-rata
konsentrasi lipid peroksida kelompok
lovastatin berdasarkan luas area di bawah
kurva adalah 2.669±0.337 nmol/mL (Gambar
9), atau hampir sama dengan kelompok
normal (2.673±0.279 nmol/mL). Bila
dibandingkan dengan HK, kelompok
lovastatin lebih rendah sekitar 21.03%
(p=0.239).
Beberapa acuan yang menyatakan bahwa
lovastatin memiliki kemampuan sebagai
antioksidan diantaranya sebagai berikut.
Penelitian Jorge (2005) menyatakan bahwa
obat golongan statin mampu menurunkan
lipid peroksida dari LDL teroksidasi maupun
normal. Penelitian yang dilakukan oleh
Muliasari (2009) melaporkan bahwa
pemberian lovastatin mampu menurunkan
lipid peroksida hati kelinci sebesar 49.06%
jika dibandingkan dengan kelompok
hiperlipidemia. Penelitian yang dilakukan
Lovric et al. (2008) melaporkan bahwa jenis
statin lainnya, yaitu simvastatin, fluvastatin,
dan cerivastatin, mampu menurunkan
sirkulasi malondialdehida dengan baik.
Korelasi antara Kolesterol Darah dan
Lipid Peroksida Darah
Dalam penelitian ini dilakukan analisis
korelasi antara konsentrasi kolesterol darah
dan konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok nonekstrak (kontrok normal dan
hiperkolesterolemia). Data konsentrasi
kolesterol darah adalah data sekunder yang
merupakan hasil penelitian Mustika (2010).
Gambar 10 menunjukkan hubungan antara
kolesterol darah dan lipid peroksida darah
kelompok nonekstrak. Nilai koefisien
korelasi (KK) kelompok nonekstrak adalah
0.058 (Tabel 1). Nilai KK tidak
menggambarkan hubungan sebab akibat
antara kedua peubah, tetapi hanya
menggambarkan keterkaitan antara kedua
peubah. Berdasarkan nilai KK tersebut,
terdapat hubungan yang sangat lemah antara
konsentrasi kolesterol darah dan konsentrasi
lipid peroksida darah kelompok nonekstrak,
meskipun nilainya positif.
Besarnya pengaruh konsentrasi kolesterol
darah terhadap konsentrasi lipid peroksida
darah dapat dilihat berdasarkan nilai
koefisien penentuannya (R2). Nilai R
2
kelompok nonekstrak adalah 0.3% yang
berarti bahwa pengaruh konsentrasi
kolesterol darah terhadap konsentrasi lipid
peroksida darah hanya sebesar 0.3%. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada
korelasi antara kolesterol darah dan lipid
15
peroksida darah pada kelompok nonekstrak.
Walaupun demikian, hal tersebut menurut
statistik tidak signifikan (p>0.05).
Hasil tersebut tidak konsisten dengan
penelitian yang dilaporkan oleh Andriani
(2007) yang menyatakan bahwa secara nyata
peningkatan konsentrasi kolesterol darah
sangat berpengaruh terhadap konsentrasi lipid
peroksida darah pada tikus (p<0.05). Sesuai
dengan data yang diperoleh oleh Mustika
(2010) bahwa keempat kelompok perlakuan
yang diberi pakan kaya kolesterol 1.5%
hanya mengkonsumsi pakan kolesterol
sebesar 11.39 gram dari rancangan 20
gram/ekor/hari (hampir setengahnya dari
rancangan). Konsumsi pakan kolesterol yang
rendah otomatis menyebabkan asupan
kolesterol 1.5% yang direncanakan juga
hanya setengahnya atau sebanding dengan
0.86% asupan kolesterol. Rendahnya
konsumsi pakan kolesterol (asupan
kolesterol) ini menyebabkan rendahnya
pengaruh konsentrasi kolesterol darah
(R2=0.3%) terhadap konsentrasi lipid
peroksida darah.
Tabel 1 Korelasi antara kolesterol darah
dan lipid peroksida darah kelompok
nonekstrak
Kelompok (KK) (R2) p
Nonekstrak 0.058 0.003 0.648tn
KK = Koefisien korelasi
R2 = Koefisien penentuan
p>α = α0.05 maka tn
berarti tidak signifikan
Korelasi antara Kolesterol Darah dan
Lipid Peroksida Darah pada Pemberian
Antioksidan
Dalam penelitian ini dilakukan analisis
korelasi antara kolesterol darah dan lipid
peroksida darah pada kelompok ekstrak dan
lovastatin untuk melihat pengaruh aktivitas
antioksidasi ekstrak kulit batang mahoni.
Gambar 11 menunjukkan korelasi tersebut.
Nilai koefisien korelasi (KK) kelompok
lovastatin, E1, dan E2 berturut-turut
adalah -0.154, -0.521, dan -0.039 (Tabel 2).
Apabila dilihat dari garis regresinya, terdapat
korelasi negatif antara kolesterol darah dan
lipid peroksida darah kelompok lovastatin
dan E1. Artinya apabila konsentrasi
kolesterol darah meningkat, maka konsentrasi
lipid peroksida darahnya menurun. Namun
pengaruh antara kedua peubah tidak erat
karena nilai R2
yang rendah. Analisis statistik
menunjukkan bahwa hanya kelompok E1 saja
yang berbeda nyata (p=0.003). Sementara itu,
apabila dilihat dari garis regresinya yang
datar dan nilai R2 kelompok E2 yang sangat
kecil (0.1%), dapat dikatakan bahwa tidak
ada korelasi antara kolesterol darah dan lipid
peroksida darah. Walaupun demikian, hal
tersebut menurut statistik tidak signifikan
(p>0.05).
Korelasi negatif antara konsentrasi
kolesterol darah dan lipid peroksida darah
pada kelompok E1 kemungkinan disebabkan
oleh rendahnya potensi E1 dalam
menurunkan kolesterol darah dan
kecenderungannya dalam mencegah kenaikan
lipid peroksida darah. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Mustika (2010) yang
menganalisis kolesterol darah tikus yang
sama dengan penelitian ini menyatakan
bahwa tidak ditemukan kecenderungan dosis
E1 dalam menurunkan kolesterol darah. Di
dalam penelitian ini, dosis E1 menunjukkan
kecenderungan mencegah kenaikan lipid
peroksida yang paling tinggi (30.38%).
Berdasarkan hasil tersebut, dosis E1
cenderung menunjukkan kemampuannya
dalam mencegah kenaikan konsentrasi
Gambar 10 Korelasi antara konsentrasi kolesterol darah dan konsentrasi lipid peroksida
darah kelompok nonekstrak.
0
1
2
3
4
5
6
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0
ko
nse
ntr
asi
lip
id p
ero
ksi
da
dar
ah (
nm
ol/
mL
)
konsentrasi kolesterol darah (mg/dL)
16
lipid peroksida darah dan tidak menunjukkan
kemampuannya dalam mencegah konsentrasi
kolesterol darah. Hal tersebut kemungkinan
membuat korelasi antara kolesterol darah dan
lipid peroksida darah E1 menjadi negatif.
Sementara itu, korelasi antara kolesterol
darah dan lipid peroksida darah yang lemah
pada kelompok E2 sesuai dengan penelitian
yang dilaporkan oleh Alviani (2007) yang
menyatakan bahwa kelompok yang diberi
perlakuan ekstrak dengan komposisi yang
bervariasi menunjukkan korelasi yang sangat
lemah.
Pada dasarnya terdapat banyak senyawa
metabolit sekunder yang terkandung di dalam
ekstrak kulit batang mahoni. Penelitian yang
dilakukan oleh Ningsih (2009) melaporkan
bahwa di dalam ekstrak air kulit batang
mahoni mengandung flavonoid, alkaloid,
tanin, triterpenoid, dan saponin. Penelitian
yang dilakukan Falah et al. (2008)
menyatakan bahwa terdapat katekin,
epikatekin, dan swietemakrofilanin di dalam
kulit batang mahoni yang memiliki aktivitas
menangkap radikal bebas yang tinggi.
Flavonoid merupakan senyawa yang
termasuk golongan polifenol dapat
mengeluarkan efek antioksidannya dengan
cara menghambat aktivitas enzim (termasuk
lipooksigenase dan siklooksigenase),
mengkelat ion logam, dan yang paling
penting adalah menangkap radikal bebas.
Secara umum, polifenol adalah penangkap
radikal bebas yang potensial karena
gugus fenoliknya merupakan nukleofili yang
sangat baik (Alturfan et al. 2009). Flavonoid
dan saponin bersifat substitutif sebagai
Tabel 2 Korelasi antara kolesterol darah
dan lipid peroksida darah kelompok
ekstrak dan lovastatin.
Kelompok KK R2 p
Lovastatin
Ekstrak 1
Ekstrak 2
-0.154
-0.521
-0.039
0.023
0.271
0.001
0.462tn
0.003bn
0.839tn
KK = Koefisien korelasi
R2 = Koefisien penentuan
p>α = α0.05 maka tn
berarti tidak signifikan,
bn
berarti signifikan
hepatoprotektor berdasarkan kemampuannya
menghambat peningkatan lipid peroksida,
aktivitas alanin aminotransferase dan aspartat
aminotransferase.
Penelitian yang telah dilakukan
Mardisadora (2010) menyebutkan bahwa
terdapat senyawa kuersetin sebagai suatu
jenis flavonoid yang terdapat di dalam kulit
kayu mahoni. Kuersetin adalah salah satu
flavonoid yang diketahui memiliki nilai
Radical Scavenging Activity (RSA) lebih dari
50%, sehingga dapat dikatakan mampu
menangkap radikal bebas dengan baik.
Flavonoid dalam bentuk kuersetin juga
diketahui mampu mencegah peroksidasi non-
enzimatik yang diinduksi oleh asam askorbat
atau ferosulfat dalam otak tikus (Tombilangi
2004).
Tanin dan golongan alkaloid juga
berperan sebagai antioksidan. Aktivitas ini
dilakukan dengan cara donasi elektron atau
transfer dari atom hidrogen dari ikatan
hidroksil ke radikal bebas. Menurut Hussein
et al. (2006) tanin yang merupakan polifenol
larut air yang bertindak sebagai antioksidan
Gambar 11 Korelasi antara konsentrasi kolesterol darah dan konsentrasi lipid peroksida darah
kelompok lovastatin ( ), E1 ( ), E2 ( ), garis linier perlakuan lovastatin ( ),
garis linier perlakuan E1 ( ), dan garis linier perlakuan E2 ( ).
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 20 40 60 80 100 120 140
ko
nse
ntr
asi
lip
id p
ero
ksi
da
dar
ah
(nm
ol/
mL
)
konsentrasi kolesterol darah (mg/mL)
17
superior. Oksidasi tanin mengawali
oligomerisasi dan produksi sejumlah situs
reaktif. Selain itu, tanin mampu bertindak
sebagai antioksidan dengan cara menangkap
tembaga. Tanin juga melindungi protein dari
oksidasi dan glikasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak air kulit batang mahoni
dosis antikolesterol (E1 dan E2) berpengaruh
terhadap peroksidasi lipid. Dosis E1 (4.2
mg/KgBB) menurunkan konsentrasi lipid
peroksida sebesar 30.38% lebih rendah dari
kelompok HK. Sementara itu dosis E2 (21
mg/KgBB) menurunkan konsentrasi lipid
peroksida sebesar 17.57% lebih rendah dari
kelompok HK. Walaupun demikian,
pengaruh dosis tersebut tidak terbukti secara
statistik.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
menguji potensi ekstrak kulit mahoni sebagai
pencegah kenaikan lipid peroksida. Saran
yang diajukan diantaranya adalah menambah
waktu perlakuan, meningkatkan besarnya
kolesterol di dalam pakan, menambah jumlah
ulangan tikus, dan menentukan dosis
optimum ekstrak air kulit batang mahoni.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira A. 2008 Mengenal mahoni. [terhubung
berkala]. http://anneahira.com/
kayu/mahoni.html. [29 Jan 2010].
Ahmad I, Aqil F, Owais M. 2006. Modern
Phytomedicine: Turning Medical Plants
into Drugs. Weinheim: Wiley & Co.
Alam SQ, Alam BS. 1963. Lipid
peroxide,alpha-tocoferol, and retinoic
levels in plasma and liver of rats fed
diets containing beta-carotene and 13-
cis-retinoic acid. J Nutr 1: 2608-2613.
Alhadeff L, Gualtieri C, Lipton M. 1984.
Toxic effect of water-soluble vitamins.
Am J Clin Nutr 42: 33-40.
Alturfan AA, Alturfan EE, Uslu E. 2009.
Consumption of pistachio nuts
beneficially affected blood lipids and
total antioxidant activity in rats fed a
high-cholesterol diet. Folia Biologica
55: 132-136.
Alviani. 2007. Khasiat ramuan ekstrak daun
jati belanda terhadap peroksidasi lipid
hati tikus hiperlipidemia. [skripsi].
Bogor: Departemen Biokimia FMIPA
IPB.
Andriani Y. Uji aktivitas antioksidan ekstrak
betaglukan dari Saccharomyces
cerevisiae. J Gradien 3: 226-230.
Aswan BS. 2008. Daya hipokolesterolemik
tepung umbi garut (Marantha
arundinaceae) secara in vivo. [skripsi].
Bogor: Fakultas Ilmu dan Teknologi
Pangan IPB.
Balai Perbenihan Tanaman Hutan. 2000.
Deskripsi Jenis Tanaman Hutan
Sumatera. Palembang: Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.
Balai Produksi dan Pengujian Benih. 1986.
Petunjuk Teknis dan Pengujian Mutu
Benih Mahoni (Swietenia macrophylla
King). Palembang: Direktorat Jenderal
Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan.
Bourdy G, Walt SJD, Michel LR, Roca A,
Deharo E. 2000. Medicinal plant uses of
the Tacana an Amazonian bolivian
ethnic group. J Ethnopharmacol 70: 87-
109.
Cross CE, Vliet AV, O’Neil C. 1994.
Reactive oxygen species and the lung.
Lancet 344: 930-933.
Dalimartha S. 2005. 36 Resep Tumbuhan
Obat untuk Menurunkan kolesterol.
Surabaya: Penebar Swadaya.
Emami SA, Asili J, Mohaghegli Z,
Hassanzadeh MK. 2007. Antioxidant
activity of leaves and fruits of Iranian
conifers. eCAM 3: 313-319.
Falah S, T. Suzuki, T. Katayama. 2008.
Chemical constituents from Swietenia
macrophylla bark and their antioxidant
activity. Pakistan J Biol Sci 11: 2007-
2012.
Gitawati R. 1995. Radikal bebas-sifat dan
peranan dalam menimbulkan
kerusakan/kematian sel. Cermin Dunia
Kedokteran 102: 19-20.
Giri LN. 2008. Potensi antioksidan daun
salam: Kajian in vivo pada
tikushiperkolesterolemia dan
hiperglikemia. [skripsi]. Bogor:
Departemen Biokimia FMIPA IPB.
Grundy SM. 1991. Multifactorial ethiology of
hypercholesterolemia: implication for
prevention of coronary heart disease.
Atheros Thromb 11:1619-1635.
Hagerman AE. 1998. Tannin handbook.
[terhubung berkala].
http://miaVX1.muohio.edu. [2 Nov
2009].
Halliwell B, Gutteridge JMC. 1999. Free
Radicals in Biology and Medicine.
London: Oxford Univ.
Haris RA. 2009. Efektivitas Penggunaan
iodine 10%, iodine 70%, iodine 80%,
dan NaCl dalam percepatan proses
penyembuhan luka pada pungung tikus
jantan Sprague Dawley. [skripsi].
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Harlan. 2007. Harlan Sprague Dawley.
[terhubung berkala].
http://www.harlan.com/models/sprague
dawley. asp. [29 Jan 2010].
Haque M, Ullah MO, Nabar K. 2009. In vitro
antibacterial and cytotoxic of different
parts of plants Swietenia mahogany.
Pakistan J BioSci 7: 599-602.
Hasanah SNR. 2008. Aktivitas ekstrak etil
asetat daun dewandaru (Eugenia
uniflora L) sebagai agen pengkelat
logam Fe dan penangkap malonaldehid
(MDA). [skripsi]. Surakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry Third
Edition. California: Elsevier Pr.
Hussein HM, El-Sayed EM, Said AA. 2006.
Antihyperglycemic, antihyperlipidemic,
and antioxidant effects of Zizyphus
spina christi and Zizyphus jujuba in
alloxan diabetic. Int J Pharm 5: 563-
570.
Indrayana R. 2008. Efek antioksidan ekstrak
etanol 70% daun salam (Syzygium
polyanthum [Wight.] Walp.) pada serum
darah tikus putih jantan galur wistar
yang diinduksi CCl4. [skripsi].
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Ivanov V, Carr AC, Frei B. 2001. Red wine
antioxidants bind to human lipoproteins
and protect them from metal ion-
dependent and -independent oxidation. J
Agric Food Chem 9: 4442–4449.
Jøker D, Schmidt L. 2000. Seed leaflet:
Swietenia macrophylla King.
[terhubung berkala].
http://www.sl.kvl.dk/upload/swietenia_
macrophylla_int.pdf. [17 Nov 2009].
Jorge PAR, Almeida EA, Ozaki MR, Jorge
M, Carneiro A. 2005. Effects of
atorvastatin, fluvastatin, pravastatin, and
simvastatin on endothelial function,
lipid peroxidation, and aortic
atherosclerosis in hypercholesterolemic
rabbits. J Cardiology 84:4.
Kasim E, Kurniawati Y, Nurhidayat N. 2006.
Pemanfaatan isolat lokal Monascus
purpureus untuk menurunkan kolesterol
darah pada tikus putih galur Sprague
Dawley. Biodiversitas 7: 123-126.
Lavenia A. 2010. Potensi ekstrak kulit batang
mahoni sebagai antioksidan pada tikus
hiperurisemia. [skripsi]. Bogor:
Departemen Biokimia FMIPA IPB.
Lehninger AL, Nelson DL, Cox MM. 2004.
Principles of Biochemistry. New York:
Worth Pr.
Lovric et al. 2008. Measurement of
malondialdehide (MDA) level in rat
plasma after simvastatin treatment using
two different analytical methods.
Periodicum Biologorum 110: 63-67.
Maiti A, Dewanjee S, Mandal SC. 2007. In
vivo evaluation of antidiarrheal activity
of the seed of Swietenia macrophylla
King (Meliaceae). J Pharm Res 6: 711-
716.
Mardisadora O. 2010. Identifikasi dan potensi
antioksidan flavonoid kulit kayu mahoni
(Swietenia macrophylla King). [skripsi].
Bogor: Departemen Biokimia FMIPA
IPB.
Marpaung IMS. 2008. Potensi aktivitas
antioksidan pada kulit kayu dan daun
tanaman akway (Drymis sp.). [skripsi].
Bogor: Departemen Biokimia FMIPA
IPB.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002.
Perancangan Percobaan Jilid I Edisi
ke-2 dengan Aplikasi SAS dan
MINITAB. Bogor: IPB Pr.
Mayhew JE, Newton AC. 1998. The
Silviculture of Mahogany. New York:
CABI Publishing.
Mayes PA, Botham KM. 1996. Biologic
Oxidation. Di dalam: Murray RK,
19
Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW.
Harper’s Illustrated Biochemistry
Twenty-Sixth Edition. New York:
McGraw-Hill. hlm 11: 86-91.
Mayes PA, Botham PA. 1996. Cholesterol
Synthesis, Transport, and Excretion. Di
dalam: Murray RK, Granner DK, Mayes
PA, Rodwell VW. Harper’s Illustrated
Biochemistry Twenty-Sixth Edition.
New York: McGraw-Hill. hlm 26: 219-
230.
Mochizuki M, Yamazaki S, Kano K, Ikeda T.
2001. Kinetic analysis and mechanistic
aspects of autoxidation of chatechins.
BBA 1569: 35-44.
Muliasari A. 2009. Konsentrasi lipid
peroksida hati kelinci hiperlipidemia
yang diberi senyawa hipolipidemik.
[skripsi]. Bogor: Departemen Biokimia
FMIPA IPB.
Murray RK, Granner DK, Mayes PA,
Rodwell VW. 2003. Harper’s
Illustrated Biochemistry Twenty-Sixth
Edition. New York: McGraw-Hill.
Mustika R. 2010. Khasiat ekstrak kulit kayu
mahoni (Swietenia macrophylla King)
sebagai pencegah hiperkolesterolemia.
[abstrak]. Bogor: Departemen Biokimia
FMIPA IPB.
Ningsih F. 2010. Kandungan flavonoid kulit
kayu mahoni (Swietenia macrophylla
King) dan toksisitas akutnya terhadap
mencit. [skripsi]. Bogor: Departemen
Biokimia FMIPA IPB.
Nofendri. 2004. Pengaruh pemberian beta
glukan dari Saccharomyces cereviseae
terhadap kadar LDL dan HDL darah
tikus putih [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam IPB.
Nurkriswanto W. 2009. Proses peroksidasi
lipid kelinci hiperlipidemia pada
pemberian senyawa penurun kolesterol.
[skripsi]. Bogor: Departemen Biokimia
FMIPA IPB.
Olson A, Hodges R. 1987. Recommended
dietary intakes (RDI) of vitamin A in
humans. Am J Clinical Nutr 45: 693–
703.
Prasetyastuti, Sunarti, Retnaningtyas DA,
Lestari IP. 2007. Relation between
vitamin C and vitamin E levels with
malondyaldehyle in elderly. Berkala
Ilmu Kedokteran 39: 129-132.
Perum Perhutani. 2007. Manfaat tumbuhan
mahoni. [terhubung berkala].
http://www.kphjember.com/index.php?p
ilih=lihat2&id=88. [1 Mar 2010].
Rødtjer A, Skibsted LH, Andersen ML. 2006.
Antioxidative and prooxidative effects
of extracts made from cherry liqueur
pomace. Food Chem 99: 6-14.
Rustandi MI. 2006. Potensi antioksidasi
ekstrak daun sangitan (Sambucus
javanica Reinw ex Blume) sebagai
hepatoprotektor pada tikus. [skripsi].
Bogor: Departemen Biokimia FMIPA
IPB.
Sakihama Y, Cohen MF, Grace SC,
Yamasaki H. 2002. Plant phenolic
antioxidant and prooxidant activities:
phenolics-induced oxidative damage
mediated by metals in plants.
Toxicology 177: 67-80.
Santillo M et al. 1999. Dietary and
hypothyroid hypercholesterolemia
induces hepatic apolipoprotein E
expression in the rat: direct role
cholesterol. Fed of Eur Biochem Soc
463:83-86.
Shils ME, Olson JA, Shike M, Ross AC.
1999. Modern Nutrition in Health and
Disease. Baltimore: Williams &
Wilkins.
Simić A, Manojlović D, Šegan D, Todorović
M. 2007. Electrochemical behavior and
antioxidant and prooxidant activity of
natural phenolics. Molecules 12: 2327-
2340.
Singhal S, Agarwal DK, Srivastava U. 1997.
Effect of immobilisation stress on lipid
profile. Indian J Physiol and Allied Sci
51:138-143.
Suhesti TS, Dhadhang WK, Nuryanti. 2007.
Penjaringan senyawa antikanker pada
kulit batang kayu mahoni (Swietenia
mahogani Jacg) dan uji aktivitasnya
terhadap larva udang Arthemia salina
Leach. J Ilmiah Keperawatan 3: 155-
162.
Sukadaryati. 2006. Potensi hutan Rakyat di
Indonesia dan Permasalahannya. Di
dalam: Sudirman, Editor. Prosiding
Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan;
20
Bogor, 1 Agt 2006. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan. hlm. 49-57.
Sulaksono ME. 1987. Dilema pada hewan
percobaan untuk pemeriksaan produk
biologis. Cermin Dunia Kedokteran 44:
50-52.
Sunil K, Dinesh K. 2009. Antioxidant dan
free radical scavenging activities of
edible weeds. Afjand Online 9: 1-17.
Tombilangi AK. 2004. Khasiat ekstrak daun
jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)
terhadap kadar lipid peroksida darah
kelinci yang hiperlipidemia. [skripsi].
Bogor: Jurusan Kimia FMIPA IPB.
Wardlaw GM, Kessel M. 2002. Perspectives
in Nutrition. Boston: McGraw-Hill.
Wijayakusuma H, Dalimartha S. 2005.
Ramuan Tradisional untuk Pengobatan
Darah Tinggi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Wresdiyati T, Astawan M, Hastanti LY.
2006. Profil imunohistokimia
superoksida dismutase (SOD) pada
jaringan hati tikus dengan kondisi
hiperkolesterolemia. Hayati 13: 85-89.
Yagi K. 1994. Lipid peroxides in hepatic,
gastrointestinal, and pancreatic diseases,
hlm 165-169. Di dalam: Free Radicals
In Diagnostic Medicine. Amstrong D,
penyunting. New York: Plenum Pr.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tahapan penelitian
35 ekor tikus
Kontrol
Normal (I)
Kontrol
Hiperkolesterolemia
(II)
Kontrol
Lovastatin
(III)
Ekstrak kulit
mahoni 1
(IV)
Ekstrak kulit
mahoni 2 (V)
Analisis konsentrasi lipid peroksida
darah minggu 0, 2, 4,6, dan 8
Adaptasi hewan uji
Induksi hiperkolesterolemia pada kelompok II, II, IV, dan V dengan pakan
kolesterol 1.5% dan PTU 0.5 mg/KgBB
10 minggu
Perlakuan: Kelompok I diberi pakan standar
Kelompok II diberi pakan kolesterol dan dicekok PTU
Kelompok III diberi pakan kolesterol, dicekok PTU dan lovastatin 0.2857mg/KgBB
Kelompok IV diberi pakan kolesterol, dicekok PTU, dan ekstrak kulit kayu mahoni
dosis 1 (4.2 mg/KgBB)
Kelompok V diberi pakan kolesterol, dicekok PTU, dan ekstrak kulit kayu mahoni
dosis 2 (21 mg/KgBB)
35 ekor tikus
Analisis statistik
23
Lampiran 2 Ekstraksi serbuk kulit kayu mahoni dengan air
Lampiran 3 Penentuan kurva standar lipid peroksida (Yagi 1968)
Ambil masing-masing 4 mL
1µL
Pengenceran serial
Serbuk kulit kayu mahoni + air
panas (1 g serbuk:10mLair)
Filtrat
Panaskan pada suhu
100oC selama 4 jam
Diuapkan dengan
rotavapor suhu 60oC
Ekstrak air kulit kayu
mahoni
Residu
Stok tetrametoksi propana (TMP) 6 M
TMP 60 µM
TMP dengan konsentrasi 0.9, 1.8, 2.7, 3.6, 4.5,
dan 6 µM
+ 5 mL n-butanol:piridin (15:1);
vorteks
Dipanaskan 60 menit pada penangas
air 95oC
+ 1 mL TBA 1% dalam pelarut asam asetat
glasial 50%
Dinginkan pada suhu ruang
Sentrifugasi 15 menit kecepatan
3000 rpm
Lapisan paling atas diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis 532 nm
24
Lampiran 4 Analisis lipid peroksida serum tikus
Serum 0.3 mL
+0.5mL akuades
Penyesuaian pH 1.6-1.7 dengan HCl
+ 2.5 mL n-butanol:piridin , vorteks
+ 0.5 mL reagen TBA dalam pelarut asam
asetat glasial 50%
+ 2 mL internal standar TMP 2.7 µM
+1.2mL H2SO4 0.083N, t=10 min
+Asam fosfotungstat 10% 0.15 mL, t=5 min
Sentrifugasi 3000
rpm,20min
+1.2mL H2SO4 0.083N, t=10 min
+Asam fosfotungstat 10% 0.15 mL, t=5 min
Pelet
Sentrifugasi 3000
rpm,20min
Pelet
Waterbath 95oC, 60 min
Sentrifugasi
3000 rpm, 15 min
Lapisan atas berwarna merah
muda (fraksi n-butanol)
diukur pada spektrofofometer
532 nm.
25
Lampiran 5 Kurva standar selama pengukuran lipid peroksida serum darah
Jumat, 7 Mei 2010 [TMP]
(µM)
Absorbansi Rerata stdev
A1 A2
0
0.9
1.8
2.7
3.6
4.5
6
blanko
0
0.099
0.188
0.279
0.378
0.458
0.633
0.044
0
0.099
0.190
0.275
0.381
0.465
0.635
0
0.099
0.189
0.277
0.379
0.461
0.634
0
0
0.001414
0.002828
0.002121
0.004949
0.001414
Minggu, 9 Mei 2010 [TMP]
(µM)
Absorbansi Rerata stdev
A1 A2
0
0.9
1.8
2.7
3.6
4.5
6
blanko
0
0.089
0.183
0.276
0.379
0.460
0.633
0.047
0
0.092
0.182
0.279
0.374
0.452
0.610
0
0.091
0.183
0.277
0.376
0.456
0.622
0
0.002121
0.000707
0.002121
0.000353
0.005656
0.01626
Sabtu, 15 Mei 2010 [TMP]
(µM)
Absorbansi Rerata stdev
A1 A2
0
0.9
1.8
2.7
3.6
4.5
6
blanko
0
0.095
0.188
0.286
0.333
0.468
0.654
0.086
0
0.095
0.192
0.278
0.381
0.467
0.622
0
0.095
0.190
0.282
0.357
0.467
0.638
0
0
0.002828
0.005656
0.033941
0.000707
0.022627
Selasa, 19 Mei 2010 [TMP]
(µM)
Absorbansi Rerata stdev
A1 A2
0
0.9
1.8
2.7
3.6
4.5
6
blanko
0
0.097
0.189
0.270
0.357
0.450
0.616
0.043
0
0.096
0.190
0.282
0.364
0.461
0.617
0
0.096
0.189
0.276
0.360
0.455
0.616
0
0.000707
0.000707
0.000848
0.004949
0.007778
0.000707
y = 0,1045x + 2.7819.10-4
R² = 0,999
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 2 4 6 8
Ab
sorb
an
si
konsentrasi TMP (µM)
y = 0,1034x - 1.6434.10-3
R² = 0,999
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 2 4 6 8
Ab
sorb
an
si
konsentrasi TMP (µM)
y = 0,1049x - 2.3848.10-3
R² = 0,998
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 2 4 6 8
Ab
sorb
an
si
konsentrasi TMP (µM)
y = 0,1016x + 2.0306.1O-3
R² = 0,999
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 2 4 6 8
Ab
sorb
an
si
konsentrasi TMP (µM)
26
Lanjutan lampiran 5 Kurva standar selama pengukuran lipid peroksida
serum darah
Senin, 24 Mei 2010 [TMP]
(µM)
Absorbansi Rerata stdev
A1 A2
0
0.9
1.8
2.7
3.6
4.5
6
blanko
0
0.094
0.180
0.286
0.369
0.443
0.598
0.043
0
0.093
0.186
0.273
0.359
0.439
0.608
0
0.093
0.183
0.279
0.364
0.441
0.603
0
0.000707
0.004243
0.009192
0.007071
0.002828
0.007071
Lampiran 6 Persentase kenaikan konsentrasi kolesterol darah selama
masa perlakuan (Mustika 2010)
Kelompok
Kenaikan kolesterol
(%)
HK 52,57
Lovastatin 34,81
E1 65,24
E2 33,75
y = 0,0995x + 3,37.10-3
R² = 0,999
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 2 4 6 8
Ab
sorb
an
si
konsentrasi TMP (µM)
27
Lampiran 7 Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-0
Kelompok Nomor
tikus
A sampel+
internal
standar
[lipid
peroksida]
(µM)
Vserum
(mL)
[lipid peroksida]
(nmol/mL)
Normal 2
4
14
19
20
25
36
0.317
0.296
0.323
0.309
0.298
0.337
0.341
0.049
0.028
0.055
0.041
0.015
0.054
0.058
0.49
0.29
0.55
0.41
0.16
0.54
0.58
0.3
0.15
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
1.633
1.911
1.826
1.374
0.536
1.794
1.923
Rata-rata 1.571 ± 0.495
HK 11
15
17
26
28
33
35
0.278
0.358
0.296
0.378
0.278
0.327
0.288
0.010
0.090
0.013
0.095
0.010
0.044
0.020
0.11
0.89
0.14
0.93
0.11
0.44
0.21
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.375
2.954
0.472
3.115
0.375
1.471
0.698
Rata-rata 1.498 ± 1.257
Lovastatin
6
10
23
24
30
31
32
0.292
0.280
0.386
0.334
0.318
0.321
0.315
0.024
0.012
0.118
0.051
0.050
0.053
0.032
0.25
0.13
1.16
0.51
0.50
0.53
0.32
0.3
0.3
0.3
0.3
0.27
0.3
0.3
0.827
0.440
3.857
1.697
1.850
1.761
1.084
Rata-rata 1.798 ± 1.284
Ekstrak 1 5
9
29
12
13
16
18
0.333
0.306
0.342
0.311
0.303
0.335
0.292
0.065
0.038
0.074
0.028
0.020
0.052
0.024
0.64
0.38
0.73
0.29
0.21
0.52
0.25
0.3
0.3
0.3
0.26
0.3
0.3
0.3
2.148
1.278
2.438
1.103
0.698
1.729
0.827
Rata-rata 1.297 ± 0.553
Ekstrak 2 1
7
8
21
27
22
34
0.314
0.322
0.413
0.319
0.292
0.348
0.328
0.046
0.054
0.145
0.036
0.024
0.065
0.045
0.46
0.54
1.41
8
0.40
0.25
0.64
0.45
0.3
0.3
0.2
6
0.27
0.3
0.3
0.3
1.521
1.794
5.455
1.333
0.827
2.148
1.504
Rata-rata 1.521 ± 0.444
Contoh perhitungan: Sampel kelompok Normal nomor 2
A sampel= (A sampel+internal standar)–A internal standar = 0.317–0.268=0.049
Persamaan kurva standar: y=0.1034x -1.6434.10-3
Maka: 0.049=0.1034x -1.6434.10-3
x=0.49 µM
Volume sampel serum yang digunakan: 0.3 mL
Konsentrasi lipid peroksida dalam nmol/mL serum= C(µM) x
= 0.49 µM x
= 1.633 nmol/mL
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
28
Lampiran 8 Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-2
Kelompok Nomor
tikus
A sampel +
internal
standar
[lipid
peroksida]
(µM)
Vserum
(mL)
[lipid
peroksida]
(nmol/mL)
Normal 2
4
14
19
20
25
36
0.353
0.215
0.324
0.199
0.251
0.225
0.222
0.094
0.034
0.065
0.018
0.070
0.044
0.041
0.90
0.32
0.62
0.17
0.67
0.42
0.39
0.3
0.3
0.2
0.3
0.3
0.3
0.24
2.989
1.076
3.097
0.565
2.223
1.395
1.624
Rata-rata 1.853 ± 0.957
HK 11
15
17
26
28
33
35
0.338
0.351
0.300
0.213
0.253
0.221
0.208
0.079
0.092
0.041
0.032
0.072
0.040
0.027
0.75
0.88
0.39
0.30
0.69
0.38
0.256
0.3
0.3
0.25
0.3
0.3
0.3
0.24
2.511
2.926
1.559
1.012
2.288
1.267
1.065
Rata-rata 1.845 ± 0.83
Lovastatin
6
10
23
24
30
31
32
0.333
0.322
0.334
0.208
0.213
0.212
0.228
0.074
0.063
0.075
0.027
0.032
0.031
0.047
0.71
0.60
0.71
0.25
0.30
0.29
0.45
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
2.351
2.0
2.383
0.852
1.012
0.980
1.49
Rata-rata 1.573 ± 0.615
Ekstrak 1 5
9
29
12
13
16
18
0.322
0.309
0.306
0.218
0.255
0.212
0.214
0.063
0.050
0.047
0.037
0.074
0.031
0.033
0.60
0.47
0.45
0.35
0.70
0.29
0.31
0.3
0.3
0.23
0.3
0.23
0.3
0.22
2.0
1.586
1.944
1.171
3.067
0.980
1.423
Rata-rata 1.705 ± 0.755
Ekstrak 2 1
7
8
21
27
22
34
0.358
0.310
0.306
0.199
0.225
0.214
0.220
0.099
0.051
0.065
0.018
0.044
0.033
0.039
0.94
0.48
0.62
0.17
0.42
0.31
0.37
0.3
0.25
0.3
0.3
0.3
0.23
0.3
3.149
1.941
2.064
0.565
1.395
1.361
1.235
Rata-rata 1.608 ± 0.874
Ket: Kurva standar yang digunakan = y= 0.1045x + 2.7819.10-4
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
29
Lampiran 9 Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-4
Kelompok Nomor
tikus
A sampel +
internal
standar
[lipid
peroksida]
(µM)
Vserum
(mL)
[lipid peroksida
(nmol/mL)
Normal 2
4
14
19
20
25
36
0.308
0.278
0.307
0.306
0.315
0.300
0.286
0.036
0.006
0.035
0.034
0.043
0.020
0.006
0.36
0.08
0.36
0.35
0.43
0.21
0.08
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
1.220
0.266
1.188
1.156
1.442
0.711
0.266
Rata-rata 0.893 ± 0.48
HK 11
15
17
26
28
33
35
0.281
0.313
0.323
0.392
0.316
0.313
0.311
0.009
0.041
0.051
0.120
0.036
0.041
0.031
0.11
0.41
0.51
0.167
0.36
0.41
0.32
0.2
0.3
0.3
0.24
0.3
0.3
0.22
0.543
1.379
1.696
4.861
1.220
1.379
1.447
Rata-rata 1.805 ± 1.534
Lovastatin
6
10
23
24
30
31
32
0.298
0.286
0.292
0.432
0.287
0.298
0.294
0.026
0.014
0.020
0.160
0.007
0.018
0.014
0.27
0.16
0.21
1.55
0.09
0.19
0.16
0.3
0.3
0.3
0.26
0.3
0.2
0.2
0.902
0.521
0.711
5.954
0.298
0.972
0.781
Rata-rata 0.657 ± 0.257
Ekstrak 1 5
9
29
12
13
16
18
0.300
0.277
0.302
0.334
0.296
0.297
0.321
0.028
0.005
0.030
0.054
0.024
0.017
0.041
0.29
0.07
0.31
0.54
0.25
0.18
0.41
0.3
0.3
0.3
0.28
0.3
0.3
0.17
0.965
0.235
1.029
1.92
0.838
0.616
2.433
Rata-rata 1.168 ± 0.836
Ekstrak 2 1
7
8
21
27
22
34
0.295
0.285
0.349
0.325
0.306
0.322
0.367
0.023
0.013
0.077
0.053
0.026
0.042
0.087
0.24
0.15
0.76
0.53
0.27
0.42
0.85
0.3
0.3
0.24
0.3
0.3
0.3
0.3
0.807
0.489
3.153
1.760
0.902
1.409
2.84
Rata-rata 1.409 ± 0.86
Ket: Kurva standar yang digunakan = y = 0.1049x - 2.3848.10-3
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
30
Lampiran 10 Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-6
Kelompok Nomor
tikus
A sampel
+ internal
standar
[lipid
peroksida]
(µM)
Vserum
(mL)
[lipid peroksida]
nmol/mL
Normal 2
4
14
19
20
25
36
0.260
0.250
0.308
0.304
0.290
0.303
0.294
0.015
0.005
0.063
0.059
0.045
0.045
0.036
0.13
0.03
0.60
0.56
0.42
0.42
0.33
0.2
0.25
0.3
0.3
0.3
0.2
0.3
0.638
0.117
2.000
1.869
1.410
2.115
1.114
Rata-rata 1.323 ± 0.748
HK 11
15
17
26
28
33
35
0.306
0.269
0.272
0.273
0.290
0.285
0.273
0.061
0.024
0.027
0.028
0.045
0.027
0.015
0.58
0.22
0.24
0.25
0.42
0.24
0.13
0.3
0.2
0.2
0.16
0.24
0.07
0.3
1.935
1.081
1.229
1.597
1.762
3.511
0.425
Rata-rata 1.719 ± 1.035
Lovastatin
6
10
23
24
30
31
32
0.278
0.281
0.265
0.283
0.285
0.276
0.304
0.033
0.036
0.020
0.038
0.027
0.018
0.046
0.30
0.33
0.18
0.35
0.24
0.16
0.43
0.24
0.08
0.25
0.2
0.2
0.2
0.22
1.27
4.179
0.707
1.77
1.229
0.786
1.967
Rata-rata 1.774 ± 1.435
Ekstrak 1 5
9
29
12
13
16
18
0.259
0.282
0.284
0.295
0.295
0.281
0.297
0.014
0.037
0.039
0.050
0.037
0.023
0.039
0.12
0.34
0.36
0.47
0.34
0.21
0.36
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
0.393
1.147
1.213
1.573
1.147
0.688
1.213
Rata-rata 1.027 ± 0.419
Ekstrak 2 1
7
8
21
27
22
34
0.294
0.271
0.299
0.300
0.287
0.294
0.318
0.049
0.026
0.054
0.055
0.029
0.036
0.060
0.46
0.23
0.51
0.52
0.26
0.33
0.57
0.2
0.3
0.2
0.3
0.23
0.3
0.3
2.311
0.786
2.557
1.738
1.154
1.114
1.902
Rata-rata 1.501 ± 0.575
Ket: Kurva standar yang digunakan = y = 0.1016x + 2.0306.10-3
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
31
Lampiran 11 Data konsentrasi lipid peroksida serum tikus minggu ke-8
Kelompok Nomor
tikus
A sampel
+ internal
standar
[lipid
peroksida]
(µM)
Vserum
(mL)
[lipid peroksida]
nmol/mL
Normal 2
4
14
19
20
25
36
0.275
0.280
0.274
0.309
0.298
0.301
0.313
0.017
0.022
0.016
0.037
0.026
0.029
0.041
0.14
0.19
0.13
0.34
0.23
0.26
0.38
0.3
0.2
0.13
0.3
0.2
0.26
0.3
0.457
0.936
0.976
1.127
1.137
0.991
1.261
Rata-rata 0.983 ± 0.258
HK 11
15
17
26
28
33
35
0.309
0.334
0.259
0.292
0.287
0.306
0.292
0.051
0.076
0.001
0.020
0.015
0.034
0.020
0.48
0.73
0.006
0.17
0.12
0.31
0.17
0.3
0.3
0.2
0.14
0.3
0.2
0.3
1.596
2.433
0.008
1.194
0.390
1.539
0.557
Rata-rata 1.285 ± 0.749
Lovastatin
6
10
23
24
30
31
32
0.443
0.276
0.297
0.293
0.296
0.292
0.308
0.185
0.018
0.039
0.021
0.024
0.020
0.036
1.825
0.15
0.36
0.18
0.21
0.17
0.33
0.3
0.2
0.3
0.24
0.3
0.26
0.3
6.084
0.735
1.194
0.738
0.691
0.643
1.093
Rata-rata 0.871 ± 0.253
Ekstrak 1 5
9
29
12
13
16
18
0.264
0.263
0.260
0.287
0.288
0.298
0.277
0.006
0.005
0.002
0.015
0.016
0.026
0.005
0.03
0.02
0.003
0.12
0.13
0.23
0.02
0.2
0.3
0.27
0.25
0.3
0.3
0.26
0.132
0.054
0.007
0.467
0.423
0.758
0.063
Rata-rata 0.316 ± 0.281
Ekstrak 2 1
7
8
21
27
22
34
0.264
0.276
0.289
0.293
0.306
0.289
0.298
0.006
0.018
0.017
0.021
0.034
0.017
0.026
0.03
0.15
0.14
0.18
0.31
0.14
0.23
0.2
0.3
0.27
0.27
0.3
0.3
0.3
0.132
0.490
0.507
0.656
1.026
0.457
0.758
Rata-rata 0.585 ± 0.303
Ket: kurva standar yang digunakan = y = 0,0995x + 3,37.10-3
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
eliminasi
32
Lampiran 12 Hasil analisis statistik rancangan acak lengkap
Hasil analisis statistik konsentrasi lipid peroksida seluruh kelompok minggu ke-0
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,704 4 ,176 ,238 ,914
Within Groups 18,477 25 ,739
Total 19,181 29
Hasil analisis statistik konsentrasi lipid peroksida seluruh kelompok minggu ke-2
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,401 4 ,100 ,146 ,963
Within Groups 17,122 25 ,685
Total 17,523 29
Hasil analisis statistik konsentrasi lipid peroksida seluruh kelompok minggu ke-4
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4,600 4 1,150 1,396 ,264
Within Groups 20,604 25 ,824
Total 25,204 29
Hasil analisis statistik konsentrasi lipid peroksida seluruh kelompok minggu ke-6
ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2,158 4 ,540 ,692 ,604
Within Groups 19,481 25 ,779
Total 21,639 29
Hasil analisis statistik konsentrasi lipid peroksida seluruh kelompok minggu ke-8
ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3,345 4 ,836 4,826 ,005
Within Groups 4,332 25 ,173
Total 7,677 29
Duncan
perlakuan N Subset for alpha = .05
1 2 3 1
E1 6 ,31617
E2 6 ,58650 ,58650
Lovas 5 ,87120 ,87120
normal 7 ,98357 ,98357
HK 6 1,28483
Sig. ,274 ,132 ,117
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,932.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are
not guaranteed.
33
Lanjutan Lampiran 12 Hasil analisis statistik rancangan acak lengkap
Hasil analisis statistik konsentrasi lipid peroksida awal dengan akhir perlakuan pada masing-
masing kelompok
Kelompok N
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4,497 4 1,124 2,785 ,044
Within Groups 12,111 30 ,404
Total 16,608 34
Duncan
minggu N Subset for alpha = .05
1 2 1
4 7 ,89271
8 7 ,98357
6 7 1,32329 1,32329
0 7 1,57100 1,57100
2 7 1,85271
Sig. ,076 ,151
Kelompok HK
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1,327 4 ,332 ,265 ,898
Within Groups 31,282 25 1,252
Total 32,609 29
Kelompok E1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6,172 4 1,543 4,22 ,010
Within Groups 9,141 25 ,366
Total 15,312 29
Duncan
minggu N Subset for alpha = .05
1 2 1
8 6 ,31617
6 6 1,02683 1,02683
4 6 1,16783
0 6 1,29717
2 6 1,70450
Sig. ,053 ,086
Kelompok E2
ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4,211 4 1,053 2,479 ,070
Within Groups 10,617 25 ,425
Total 14,828 29
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed. A Uses Harmonic Mean
Sample Size = 7,000.
Means for groups in homogeneous subsets
are displayed. A Uses Harmonic Mean
Sample Size = 6,000.
34
Lanjutan Lampiran 12 Hasil analisis statistik rancangan acak lengkap
Kelompok Lovastatin
ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5,695 4 1,424 1,689 ,192
Within Groups 16,864 20 ,843
Total 22,559 24
Hasil analisis statistik konsentrasi lipid peroksida rata-rata seluruh kelompok berdasarkan luas
area
ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 54,2887635 4 13,572191 1,47777 0,2388
Within Groups 229,605912 25 9,1842365
Total 283,894675 29
Lampiran 13 Analisis statistik korelasi antara kolesterol darah dengan
lipid peroksida darah
Kelompok Nonekstrak kolesterol lipidperoksida
kolesterol nonekstrak Pearson Correlation 1 ,058
Sig. (2-tailed) ,648
N 65 65
lipidperoksida nonekstrak
Pearson Correlation ,058 1
Sig. (2-tailed) ,648
N 65 65
Kelompok E1 kolesterol E1 lipid peroksida E1
kolesterol E1 Pearson Correlation 1 -,521(**)
Sig. (2-tailed) ,003
N 30 30
lipid peroksida E1 Pearson Correlation -,521(**) 1
Sig. (2-tailed) ,003
N 30 30
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Kelompok E2 kolesterol E2 lipid peroksida E2
kolesterol E2 Pearson Correlation 1 -,039
Sig. (2-tailed) ,839
N 30 30
lipidperoksida E2 Pearson Correlation -,039 1
Sig. (2-tailed) ,839
N 30 30
Kelompok Lovastatin kolesterol lipid peroksida
kolesterol lovastatin Pearson Correlation 1 -,154
Sig. (2-tailed) ,462
N 25 25
lipid peroksida
lovastatin
Pearson Correlation -,154 1
Sig. (2-tailed) ,462
N 25 25
35