Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

67
LAPORAN KERJA PRAKTEK MO 091335 BALAI PENGKAJIAN DINAMIKA PANTAI-BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI (BPDP-BPPT) JOGJAKARTA Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Timur Disusun oleh: PUTIKA ASHFAR KHOIRI (4311100037) Angkatan 2011 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

Transcript of Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

Page 1: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

LAPORAN KERJA PRAKTEK

MO 091335 BALAI PENGKAJIAN DINAMIKA PANTAI-BADAN PENGKAJIAN DAN

PENERAPAN TEKNOLOGI (BPDP-BPPT) JOGJAKARTA

Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami

di Indonesia Timur

Disusun oleh:

PUTIKA ASHFAR KHOIRI (4311100037) Angkatan 2011

JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

Page 2: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

ii

LEMBAR PENGESAHAN I LAPORAN KERJA PRAKTEK

BALAI PENGKAJIAN DINAMIKA PANTAI-BADAN PENGKAJIAN DAN

PENERAPAN TEKNOLOGI (BPDP-BPPT) JOGJAKARTA

Sehubungan dengan Kerja Praktek yang dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2014 sampai 29 Agustus 2014 di BALAI PENGKAJIAN DINAMIKA PANTAI-BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI (BPDP-BPPT) JOGJAKARTA, maka saya:

Nama : Putika Ashfar Khoiri NRP : 4311100037 Jurusan/ Fakultas : Teknik Kelautan/ FTK Dengan ini telah menyelesaikan laporan kerja praktek dan disetujui oleh dosen

pembimbing.

Surabaya, _______________

Dosen Pembimbing

Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc, Ph.D.

NIP. 19581226 1984 03 1 002

Mengetahui,

Koordinator Kerja Praktek

Jurusan Teknik Kelautan

FTK-ITS

Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc.

NIP. 196901211993031002

Menyetujui,

Ketua Jurusan Teknik Kelautan

FTK-ITS

Dr. Ir. Suntoyo, M.Eng.

NIP. 197107231995121001

Page 3: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

iii

Page 4: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

iv

ABSTRAK

Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) merupakan sebuah lembaga yang bergerak

di bidang permodelan fisik dan numerik kawasan pantai. Permodelan yang dilakukan

meliputi perencanaan dan pengujian struktur bangunan pelindung pantai, manajemen

bencana, dan penataan wilayah pesisir. Kerja praktek di BPDP ini dilaksanakan mulai 1 Juli

2014 sampai dengan 31 Agustus 2014.

Berkaitan dengan pencarian topik tugas akhir mengenai tsunami, maka dalam

pelaksanaan kerja praktek ini, pembelajaran lebih difokuskan pada permodelan numerik

tsunami menggunakan software penunjang seperti : Global Mapper, Fortran 95 dan Tunami-

N1. Permodelan numerik tsunami difokuskan pada wilayah Indonesia Timur dengan mencari

sebaran tinggi run-up gelombang tsunami dan rasio daerah genangan tsunami. Permodelan

tersebut menggunakan berbagai variasi sebaran dan magnitude gempa berdasarkan sebaran

peta daerah subduksi di Indonesia.

Hasil akhir dari permodelan tersebut adalah peta sebaran tinggi run-up gelombang

tsunami di Indonesia timur, dan animasi penjalaran gelombang tsunami dari pusat gempa

pada beberapa megathrust di Indonesia timur.

Kata kunci: Tsunami, Indonesia Timur, permodelan numerik, run-up gelombang.

Page 5: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena laporan kerja praktek Permodelan Numerik

Tsunami di Indonesia timur, di Balai Pengkajian Dinamika Pantai ini dapat terselesaikan

dengan baik setelah melalui berbagai tahapan permodelan.

Perkembangan penelitian tsunami di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para ahli

tsunami di Indonesia, mengingat Indonesia adalah daerah yang mempunyai tingkat

kerawanan gempa bumi yang tinggi yang dapat memicu terjadinya tsunami. Oleh karena itu,

perkembangan penelitian tsunami di Indonesia masih perlu terus dikembangkan.

Diharapkan melalui selesainyaproses kerja praktek dan laporan kerja praktek di BPDP

ini dapat menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan, dan kerjasama antara BPDP dengan

Teknik Kelautan ITS. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

membantu dalam proses kerja praktek ini.

Jogjakarta, 31 Agustus 2014

Putika Ashfar K.

Page 6: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada bagian ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu berjalannnya proses kerja praktek di Balai Pengkajian Dinamika Pantai. Penulis

ingin berterima kasih kepada :

1. Ayah dan Ibu yang sudah memberi dukungan spiritual dan moral kepada saya

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Widjo Kongko, M.Eng yang telah bersedia membimbing penuh

dalam proses penyelesaian permodelan numerik tsunami ini

3. Bapak Mardi Wibowo, S.T, M.T yang menyediakan waktunya untuk membimbing

saya dan teman-teman kerja praktek mempelajari program MIKE

4. Bapak Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko , M.Sc., Ph.D selaku dosen wali yang telah

membimbing proses kerja praktek

5. Bapak Ir. Hasan Ikhwani ,M.Sc selaku dosen koordinator kerja praktek yang telah

memudahkan proses kerja praktek

6. Bapak Dr. Ir. Suntoyo, M.Eng selaku dosen yang telah memudahkan proses kerja

praktek

7. Navila Karima Saputri dan Putri Ayu Asmarani yang telah membimbing dalam tahap

awal permodelan tsunami

8. Bapak Dr. Ing. Imam Fachrudin, DEA dan Bapak Ir. Achmad Shadikin yang telah

mengijinkan kami melakukan kerja praktek dan memberikan fasilitas akomodasi

selama melaksanakan kerja praktek di BPDP

9. Bapak Ir. Haryo Dwito Armono, ST., M.Eng., Ph.D, Bapak Dr.Eng. Muhammad

Zikra, ST., M.Sc, dan Bapak Dr.Eng. Kriyo Sambodho, ST., M.Eng. yang telah

member saran tempat kerja praktek di BPDP

10. Teman-teman seperjuangan kerja praktek : Sekar Rismarini, Luthfi Ainuddin

11. Teman-teman angkatan 2011 Teknik Kelautan ITS

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua

Jogkakarta, 31 Agustus 2014

Page 7: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

vii

DAFTAR ISI Cover...........................................................................................................................................i

Surat Keterangan Selesai Kerja Praktek....................................................................................ii

Lembar Pengesahan I................................................................................................................iii

Lembar Pengesahan II...............................................................................................................iv

Summary....................................................................................................................................v

Kata Pengantar..........................................................................................................................vi

Ucapan Terima Kasih...............................................................................................................vii

Daftar Isi.................................................................................................................................viii

Daftar Tabel…………………………………………………………………………………...ix

Daftar Gambar………………………………………………………………………………...ix

Daftar Lampiran………………………………………………………………………………ix

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................4

1.3 Tujuan...................................................................................................................................4

1.4 Manfaat.................................................................................................................................4

1.5 Batasan Masalah...................................................................................................................5

1.6 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek...................................................................5

1.7 Ruang Lingkup Kerja Praktek..............................................................................................5

1.8 Sistematika Penulisan...........................................................................................................5

BAB II PROFIL PERUSAHAAN.............................................................................................6

2.1 Gambaran Umum BPDP......................................................................................................6

2.2 Sejarah BPDP.......................................................................................................................7

2.3 Lingkup Kerja BPDP............................................................................................................7

2.4 Struktur Organisasi BPDP....................................................................................................9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................10

3.1 Pergerakan Lempeng.........................................................................................................10

3.2 Zona Subduksi....................................................................................................................11

3.3 Besaran Gempa Bumi (earthquake)...................................................................................11

3.4 Pengertian Tsunami............................................................................................................12

3.4.1 Karakteristik Tsunami Earthquake..................................................................................12

Page 8: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

viii

3.4.2 Klasifikasi Tsunami.........................................................................................................13

3.4.3 Mekanisme Terjadinya Tsunami.....................................................................................13

3.5 Potensi Tsunami dan Gempa Bumi di Indonesia Timur....................................................15

BAB IV METODOLOGI.........................................................................................................16

4.1 Diagram Alir Pengerjaan Permodelan................................................................................17

4.2 Pengumpulan Data.............................................................................................................20

4.3 Penentuan Parameter Input Permodelan Gempa................................................................23

4.4 Running Program Tunami..................................................................................................24

4.4.1 Pembuatan Animasi Tsunami dan Pemetaan Tinggi Gelombang Tsunami……….…24

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………...26

5.1 Episenter Gempa dan source tsunami……………………………………………………26

5.2 Perhitungan Tinggu Run-Up Gelombang Tsunami dan Rasio Jarak Penggenangan

Tsunami………………………………………………………………………………………29

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………..31

6.1 Kesimpulan dan Saran Permodelan Numerik Tsunami………………………………….31

6.1.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..31

6.1.2 Saran…………………………………………………………………………………....31

6.2 Kesimpulan dan Saran Pelaksanaan Kerja Praktek………………………………………31

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..33

Page 9: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

ix

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Peristiwa tsunami di Indonesia yang disebabkan oleh gempa bumi.........................2

Tabel 5.1 Parameter input program TUNAMI.........................................................................29

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Peta daerah subduksi di Indonesia..........................................................................1

Gambar 2.1 : Diagram struktur organisasi BPDP......................................................................9

Gambar 3.1 : Penampang tegak pertemuan lempeng...............................................................10

Gambar 3.2 : Peta tektonik kepulauan Indonesia.....................................................................16

Gambar 4.1: tampilan GEBCO untuk wilayah Indonesia……………………………………17

Gambar 4.2 : Contoh SRTM-90 untuk wilayah selatan Propinsi Bali……………………….18

Gambar 4.3: Tampilan elevasi daratan pada program Global Mapper……………………....19

Gambar 4.4: contoh grafik elevasi untuk Kecamatan Bajarangkan, Propinsi Bali…………19

Gambar 4.5 : Peta zona megathrust di Indonesia……………………………………………20

Gambar 4.6: penentuan centroids pada tiap megathrust dengan Global Mapper…………....21

Gambar 4.7: Parameter gempa bumi dan patahan……………………………………………22

Gambar 4.8: Parameter input untuk permodelan source tsunami……………………………22

Gambar 4.9 : Perbandingan matriks bathimetri dan matriks source pada program

Transform…………………………………………………………………………………….23

Gambar 4.10: Tampilan sumber tsunami pada Global Mapper beserta profil ketinggian

gelombangnya (Hoff)………………………………………………………………………….23

Gambar 4.11 : Contoh tampilan hasil running TUNAMI untuk source pada Megathrust…24

Gambar 4.12 : Tampilan software x-view................................................................................24

Gambar 4.13: Contoh tampilan titik-titik kecamatan yang terdampak tsunami pada Global

Mapper......................................................................................................................................25

Gambar 5.3: penentuan centroids pada tiap zona megathrust………………………………28

Gambar 5.4: Ilustrasi daerah subduksi dan letak episenter gempa...........................................28

Gambar 5.5: Ilustrasi penjalaran gelombang tsunami..............................................................29

Page 10: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Kerja Praktek dari Jurusan

Lampiran 2. Surat Penerimaan Kerja Praktek dari Balai pengkajian Dinamika Pantai

Lampiran 3. Laporan Mingguan

Lampiran 4. Laporan Harian

Lampiran 5 Contact Person untuk kerjasama dengan jurusan

Page 11: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

xi

Page 12: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) merupakan sebuah lembaga yang

melakukan pengkajian, pengembangan dan penerapan di bidang teknologi lingkungan pantai.

Salah satu tiupoksi dari BPDP adalah pengembangan dibidang mitigasi bencana dan adaptasi

pantai. Fungsi tersebut berkaitan dengan BPDP sebagai lembaga penyedia riset tentang

mitigasi bencana pantai di Indonesia, salah satunya adalah peristiwa tsunami.

Indonesia terletak pada pertemuan empat lempeng bumi yang aktif, yaitu lempeng

Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina. Lempeng

tersebut saling mendorong satu sama lain. Pada wilayah Indonesia timur, Lempeng Australia

bertumbukan dengan Lempeng Pasifik pada Papua Nugini dengan tingkat kecepatan

pergeseran lempeng 110 mm per tahun (Bock et Al, 2003 dalam Kongko 2011). Menurut

Renggo, et al (2007) Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat

kegempaan tertinggi di dunia. Kejadian tsunami di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh

gempa-gempa tektonik di disepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya.

Kejadian 90 persen diantaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh gunung api

dan 1 persen dipicu oleh longsoran (land-slide).

Gambar 1.1 Peta daerah subduksi di Indonesia (Tim 9, 2010)

Dikelilingi oleh lempeng Indo-Australia dan Pelat Laut Filipina yang meretas di

bawah Lempeng Eurasia, dengan lima pulau besar dan beberapa semenanjung, Indonesia

Page 13: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

2

telah mengalami ribuan gempa bumi dan ratusan tsunami pada rentang empat ratus tahun

terakhir (Aydan, 2008) dalam (Baeda, et al, 2012). Sumatera dan Jawa adalah dua pulau yang

paling rentan dampak tsunami karena terletak langsung di depan Lempeng Indo-Australia.

Papua dan Sulawesi juga pernah mengalami beberapa tsunami, walaupun tidak sesering

Sumatera dan Jawa. Tapi belakangan ini, Sulawesi dengan beberapa daerah rawan subduksi-

nya telah menjadi lebih lebih aktif yang mengakibatkan banyaknya aktivitas kegempaan,

terutama dengan episenter di laut. Bencana tsunami yang sering terjadi di Indonesia,

menyebabkan kerusakan yang luas dan jumlah korban yang besar. Dalam kurun satu dekade

terakhir, Indonesia telah dilanda beberapa kali bencana tsunami dengan kerusakan dan jumlah

korban banyak.

Kajian Puspito (2007) tentang karakteristik gempa pembangkit tsunami di Indonesia

menunjukkan bahwa 67% tsunami di Indonesia terjadi di Indonesia bagian timur – dalam

makalah ini didefenisikan berada pada posisi 1150 BT sampai 1390 BT – yang tersebar merata

dari Sulawesi sampai Papua dan dari Timor sampai Kepulauan Sangihe dan Talaud Selama

periode waktu antara tahun 1600 sampai 2004 telah terjadi kurang lebih 109 tsunami di

Indonesia bagian timur .

Tabel 1.1. Peristiwa tsunami di Indonesia yang disebabkan oleh gempa bumi

(Syamsidik, et al 2013)

Data ini merupakan gabungan dari beberapa sumber seperti data base NOAA

(National Oceanic and Atsmospheric Administration) dan laporan BNPB (Badan Nasional

Penanggulangan Bencana). Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa peristiwa tsunami yang

terjadi di Indonesia didominasi oleh peristiwa gempa bumi dasar laut. Juga dapat dilihat

bahwa di Indonesia Timur, potensi terjadinya tsunami sangat besar. (Syamsidik, et al. 2013).

Page 14: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

3

Sedangkan menurut (BMKG, 2010) potensi gempa bumi yang mengakibatkan tsunami di

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1.2 Kejadian tsunami yang merusak dalam kurun waktu 1990 – 2010

(BMKG, 2010)

Proses terjadinya gempa bumi dari dasar laut merupakan dasar permodelan sumber

(source) tsunami yang menunjukkan pergeseran dasar laut secara vertikal. Permodelan source

tsunami diperlukan untuk membuat permodelan run-up serta genangan tsunami. Maka

penelitian ini akan lebih difokuskan untuk membuat permodelan numerik tsunami yang

dibangkitkan oleh gempa bumi di wilayah Indonesia Timur dengan memperhatikan proses

pergeseran dasar laut dan efeknya terhadap besaran (magnitude) gempa yang ditimbulkan.

Mengingat begitu banyak jumlah penduduk infrastruktur yang yang menjadi korban

bencana tsunami, maka penanggulangan bencana tsunami di Indonesia semestinya

mendapatkan perhatian yang memadai. Oleh karena itu, permodelan tsunami di Indonesia

Timur diperlukan sebagai langkah awal studi penanggulangan bencana tsunami.

Page 15: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan utama dari penulis adalah untuk membuat

permodelan numeric berdasarkan simulasi run-up tsunami pada wilayah Indonesia timur,

sehingga dapat diketahui daerah yang terdampak tsunami. Maka perlu dibuat rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana menentukan source tsunami berdasrakan besaran gempa dan parameter

patahan

2. Bagaimana mengetahui daerah yang terdampak tsunami di Indonesia timur

berdasarkan variasi model episenter gempa dan dimensi patahan

3. Bagaimana menghitung run-up tsunami di daratan dan rasio penggenangan tsunami di

daerah terdampak tsunami

4. Bagaimana membuat peta penyabaran run-up tsunami berdasarkan source tsunami

5. Bagaimana membuat animasi penjalaran gelombang tsunami dari source tsunami

1.3 Tujuan

1. Menentukan source tsunami berdasarkan besaran gempa dan parameter patahan

2. Mengetahui daerah yang terdampak tsunami di Indonesia timur berdasarkan variasi

model episenter gempa dan dimensi patahan

3. Menghitung run-up tsunami di daratan dan rasio penggenangan tsunami di daerah

terdampak tsunami

4. Membuat peta penyabaran run-up tsunami berdasarkan source tsunami

5. Membuat animasi penjalaran gelombang tsunami dari source tsunami

1.4 Manfaat

Kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya pengetahuan dan kesiapsiagaan terhadap

bencana, masih dinilai kurang. Oleh karena itu, melalui upaya sosialisasi dan peringatan

gempa bumi yang menimbulkan tsunami pada daerah-daerah di Indonesia timur dinilai

penting untuk peningkatan pemahaman, kesadaran, dan perbaikan kesiapsiagaan masyarakat

terhadap bencana tsunami. Melalui tulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu

pengetahuan untuk mengetahui daerah-daerah yang rawan bencana tsunami, khususnya di

Indonesia timur.

Page 16: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

5

1.5 Batasan Masalah

1. Program yang digunakan dalam permodelan numerik ini adalah Global Mapper,

FORTRAN dan TUNAMI

2. Data yang digunakan sebagai input program TUNAMI adalah data sekunder dari

Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP-Yogyakarta)

3. Perhitungan dimensi patahan dan magnitude gempa mengacu pada peta zona subduksi

Indonesia oleh Tim 9 (2010).

4. Mekanisme model patahan yang menghasilkan gempa bumi tidak ikut dimodelkan

5. Permodelan tsunami yang digunakan adalah tsunami jarak dekat/lokal (near field

tsunami).

1.6 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek

Kerja praktek ini dilaksanakan pada

Tempat :Balai Pengkajian Dinamika Pantai, Badan Pengembangan dan Penerapan

Teknologi (BPDP-BPPT) Jogjakarta.

Waktu : 1 Juli 2014 s.d 31 Agustus 2014

1.7 Ruang Lingkup Kerja Praktek

Kegiatan dalam pelaksanaan kerja praktek ini lebih difokuskan pada pembuatan model

numerik tsunami pada wilayah Indonesia Timur, meliputi : Propinsi Bali, Propinsi Nusa

Tenggara Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Propinsi Maluku, Propinsi Maluku Utara,

Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Gorontalo, Propinsi Sulawesi Selatan, Propinsi Sulawesi

Tengah, Propinsi Sulawesi Tenggara, Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut

1. BAB I Pendahuluan

Berisikan dan menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, metode pengumpulan data,

ruang lingkup kerja praktek, dan sistematika penulisan.

2. BAB II PROFIL PERUSAHAAN

Merupakan beberapa informasi mengenai BPDP meliputi gambaran umum BPDP,

sejarah, lingkup kerja, dan struktur organisasi yang ada di BPDP

Page 17: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

6

3. BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang dasar teori dan tinjauan pustaka yang digunakan sebagai

penunjang dalam proses permodelan numeric tsunami

4. BAB IV METODOLOGI

Menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan permodelan

tsunami.

5. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil dari permodelan yang dilakukan dan pembahasan

mengenai hasil tersebut

6. BAB VI PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran dari hasil permodelan tsunami dan juga kesmpulan dan

saran selama menjalani kerja praktek di BPDP

Page 18: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

7

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Gambaran Umum BPDP

Balai Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) merupakan salah satu lembaga di bawah Balai

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang menangani pengkajian dan penerapan

teknologi untuk wilayah pesisir dan pantai. Pengkajian dan pengembangan teknologi yang

dilakukan diantaranya :

1. Perencanaan pelabuhan dan bangunan pantai yang meliputi perencanaan geoteknik

dan struktur pelabuhan dan bangunan pantai

2. Pengkajian dan penerapan di bidang gelombang dan arus laut

3. Pengkajian di bidang morfologi dan lingkungan pantai

4. Pengelolaan kawasan pesisir

5. Pengembangan dan pengkajian dibidang mitigasi bencana

BPDP mempunyai fasilitas berupa laboratorium dan peralatan survey, diantaranya :

1. Laboratorium Kolam Gelombang.

Laboratorium ini menangani permodelan fisik tentang limpasan gelombang, refleksi

gelombang, stabilitas bangunan pantai, perubahan garis pantai, erosi, sedimentasi

serta tsunami.

2. Laboratorium Saluran Gelombang

Laboratorium ini menangani percobaan energi gelombang, tsunami, transmisi,

deformasi dan transformasi gelombang

3. Laboratorium Model Numerik

Laboratorium ini menangani permodelan computer menggunakan perangkat lunak.

Permodelan yang dilakukan diantaranya : perubahan pasang surut, arus dan

interaksinya, gelombang akibat tsunami dan run-up nya, refraksi dan difraksi

gelombang, sebaran tumpahan minyak, dan sebagainya.

4. Peralatan Survey

Peralatan survey yang dimiliki BPDP saat ini digunakan untuk berbagai macam

keperluan observasi langsung untuk mendapatkan data primer seperti pengolahan data

bathimetri dan topografi. Alat-alat survey yang dimiliki oleh BPDP diantaranya : alat

pengukur pasang surut, alat pengukur tinggi gelombang, GPS, pressure balance, dan

lain-lain.

Page 19: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

8

2.2 Sejarah BPDP

Penanganan kawasan pesisir dan sumber daya pantai sangat penting dilakukan

mengingat 60 persen warga Indonesia tinggal di wilayah pesisir. Pengkajian masalah pantai

dan pesisir dianggap mendesak karena adanya erosi pantai dan perlunya infrastruktur untuk

mendukung layanan masayarakat, seperti pelabuhan, dll. Selain itu juga diperlukan

pengkajian seputar penanganan kerusakan pantai seperti mundurnya garis pantai karena

adanya erosi, sedimentasi, baik di dalam pelabuhan maupun di alur pelayaran, tambak,

pencemaran limbah industri, tumpahan minyak, termasuk intrusi air laut.

Berawal dari pembangunan Pelabuhan Baai di Bengkulu, Dirjen perhubungan Laut,

Departemen Perhubungan (Kementrian Perhubungan) pada tahun 1882 mendirikan

Laboratorium teknik Pantai (LTP) di Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan uji model fisik.

Proyek pembangunan Pelabuhan Baai berakhir pada tahun 1987, sehingga LTP kemudian

dialihkan menjadi Laboratorium Pengkajian Teknik Pantai (LPTP), dibawah pengelolaan

Badan engkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Karena pengkajian tentang dinamika

pantai dianggap penting, maka pada tahun 2001 LPTP diubah namanya menjadi Balai

Pengkajian Dinamika Pantai (BPDP) untuk melakukan pengkajian pengembangan, dan

penerapan teknologi di bidang teknik pantai.

2.3 Lingkup Kerja BPDP

1. Pengukuran Lapangan

Kunjungan dan survey lapangan merupakan kegiatan di lokasi dalam rangka

pengumpulan data dan informasi yang berguna bagi penilaian kondisi fisik pantai

secara umum dan khusus. Pengukuran meliputi pengambilan data berupa parameter

gelombang, pasang surut, arus, sedimentasi, topografi darat dan bathimetri.

2. Rekayasa Struktur Bangunan Pantai

Rekayasa ini meliputi penyusunan desain dasar (basic design) hingga detail

engineering design (DED) untuk konstruksi bangunan pantai yang berupa kajian

tentang stabilitas, tata letak dan kekuatan struktur bangunan pantai seperti dermaga,

jetty, groin dan sebagainya terhadap serangan gelombang, arus, perubahan dasar laut,

dll. Kajian ini juga meliputi perancangan material struktur bangunan pantai yang

efisien.

Page 20: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

9

3. Simulasi Model

Simulasi model dilakukan untuk keperluan verifikasi dan validasi disain, sehingga

dapat menggambarkan secara nyata kondisi yang mungkin terjadi pada waktu disain

dibangun. Simulasi ini terdiri dari pemodelan numerik dan pemodelan fisik.

4. Proses Morfologi Pantai

Kegiatan ini meliputi kajian dan rekomendasi penanganan masalah fenomena

fisik/lingkungan yang terjadi di pantai, antara lain : proses sedimentasi pada muara

sungai yang dapat mempengaruhi perubahan garis pantai dan morfologinya secara

keseluruhan. BPDP-BPPT juga mengkaji masalah erosi atau sedimentasi baik besar

maupun arahnya secara kualitatif dan kuantitatif.

5. Lingkungan Pantai

Studi lingkungan pantai adalah kajian proses pencemaran pantai dan solusi

pencegahannya yang mencakup studi interdispliner lingkungan pantai. Studi

mencakup penilaian kondisi fisik-sosial suatu wilayah pantai, identifikasi

permasalahan, dan alternatif pemecahan dengan menerapkan teknologi GIS (Sistem

Informasi Geografis).cara kualitatif dan kuantitatif.

6. Penataan Kawasan Pantai

Kegiatan ini berupa kajian dan rekomendasi desain penataan dan pengelolaan

kawasan pantai. Termasuk di dalamnya adalah rekomendasi reklamasi yang menjaga

konservasi lingkungan hingga pengembangan wisata pantai.

7. Kajian Bencana Pantai

Kegiatan ini adalah kajian dan rekomendasi penanganan bencana tsunami, banjir,

naiknya permukaan laut, dll. Termasuk di dalamnya adalah rekomendasi penerapan

rekayasa teknologi alternatif yang sesuai dengan karakteristik lokal.

8. Pembinaan Komunitas

Pembinaan komunitas merupakan pelayanan sosial untuk pemasyarakatan teknologi

pantai sebagai bagian dari program Corporate Social Responbility (CSR). Program ini

ditujukan kepada tokoh masyarakat, LSM, pimpinan daerah, akademisi hingga

asosiasi profesi.

9. Pelatihan

Pengembangan kapasitas melalui program pelatihan dan kursus ringkas yang

diselenggarakan BPDP-BPPT meliputi pelatihan pemodelan numerik, akuisisi data

lapangan berupa perencanaan survey, penggunaan alat-alat survei, pengukuran

lapangan, pemrosesan data, dan program alih teknologi di bidang pantai lainnya.

Page 21: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

10

2.4 Struktur Organisasi BPDP

Struktur organisasi di Balai Pengkajian Dinamika Pantai adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Diagram struktur organisasi BPDP

Pada kegiatan kerja praktek ini, kami ditempatkan pada bagian laboratorium uji komputasi

dinamika pantai. Di laboratorium komputasi, kami dibimbing menggunakan software untuk

melakukan permodelan numerik dinamika pantai.

Page 22: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

11

BAB III

Tinjauan Pustaka 3.1 Pergerakan Lempang

Menurut Ginanjar (2007), lempeng-lempeng bumi yang saling berinteraksi (bergerak)

terbagi menjadi tiga mekanisme, yaitu :

1. Saling mendekat (konvergen)

Pergerakan lempeng akan saling mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu

dari lempeng akan menujam ke awah yang lain. Daerah penujaman membentuk suatu palung

yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang jalur

penujaman akan terbentuk kegiatan magmatik dan gunung api serta berbagai cekungan

pengendapa. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara lempeng Indo-

Australia dan Lempeng Eurasia menhasilkan jalur penunjaman di selatan pulau Jawa dan

jalur gunung api Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara dan berbagai cekungan seperti

Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara.

2. Saling menjauh (divergen)

Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan pergerakan kerak

bumi dan akhirnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatik

atau gunung apu. Contoh pembentukan gunung api di Pematang Tengah Samudera di Laut

Pasifik dan Benua Afrika.

3. Saling berpapasan (transform)

Pergerakan saling berpapasan dicirikan oleh adanya sesar mendatar yang besar seperti

misalnya Sesar Besar San Andreas di Amerika.

Gambar 3.1 : Penampang tegak pertemuan lempeng (USGS, dalam INATews 2012)

Page 23: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

12

3.2 Zona Subduksi

Zona subduksi terjadi ketika suatu lempeng bertabrakan dengan lempeng lain dan

menunjamnya lempeng yang satu tersebut ke bawah lempeng yang lain, yang termasuk pada

salah satu zona subduksi yaitu Lempeng Indo-Australia yang menujam ke bawah Lempeng

Eurasia (Eropa dan Asia). Di Indonesia terlihat di sepanjang pesisir selatan Sumatera, Jawa,

Bali, Nusa Tenggara, Timor dan Kepulauan Maluku. Zona gempa subduksi menurut Crouse

(1992) dalam Ginanjar (2007) terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Zona Megathrust/ interface

Zona ini menunjukkan zona subduksi yang terjadi disepanjang daerah awal dari penujaman

lempeng tektonik

2. Zona Beinoff/ Interslab

Zona beinoff merupakan kelanjutan dari megathrust yang menujam lebih curam mulai dari

batas megathrust sampai kedalaman tertentu.

3.3 Besaran Gempa Bumi (Earthquake)

Besaran skala (magnitude) merupakan parameter utama dalam perhitungan tentang

gempa bumi. Beberapa pengukuran mekanisme vokal dari gempa, level seismiknya dan

beberapa skala (magnitude) gempa hanya cocok digunakan untuk beberapa daerah saja.

Misalnya menurut Richter (1935) dalam (Kongko, 2011) mendefinisikan ML sebagai besaran

gempa untuk wilayah California dengan periode gelombang seismik 1-2 detik yang direkam

sebagai Wood-Anderson seismograph. Skala ini merupakan skala empiris tanpa ada korelasi

dengan parameter fisik apapun dari source gempa bumi. Kanamori (1978) menyatakan

penelitian oleh Gutenberg (1945) untuk menunjukkan skala gelombang seismik permukaan

yang dinyatakan dalam MS. Gutenberg juga menyatakan besaran badan gelombang (body

wave magnitude) dengan mb yang mempunyai periode 1-10 detik. Sehingga mb dan MS

mempunyai korelasi yang menyatakan Energi gelombang seismik (ES) dan dinyatakan dalam

LogES = 1.5 MS + 11.8

Dengan :

ES : Energi gelombang seismic

MS : body wave magnitude

Tetapi rumus tersebut tidak dapat digunakan untuk panjang gelombang seismik yang

panjang gelombangnya 5-50 km dan periodenya lebih besar dari 10 detik. Maka untuk

mengatasi masalah gempa yang lebih besar, (Kanaori, 1977) menemukan skala magnitude

Page 24: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

13

gempa yang baru dengan mengestimasi momen seismik (Mo) untuk menentukan magnitude

gempa (M), yaitu :

M = 2/3 log Mo - 10.7

3.4 Pengertian Tsunami

Tsunami merupakan tipe gelombang panjang, yang diakibatkan oleh gempa tektonik,

gempa vulkanik, hantaman benda kosmik ataupun longsoran sehingga menyebabkan disposisi

air secara vertikal dalam jumlah besar. Istilah Tsunami berasal dari Bahasa Jepang, yaitu tsu

yang berarti pelabuhan dan nami yang berarti gelombang, yang mulai digunakan sejak Tahun

1963. Pada masa lampau, istilah tsunami sering digunakan untuk menyebut fenomena alam

pasang-surut. Namun demikian, arti ini dirasakan tidak lagi cocok karena fenomena pasang-

surut (astronomical tide) disebabkan oleh gaya traksi antara Bumi dan benda-benda di

angkasa terutama Bulan dan Matahari. Tsunami terjadi ketika disposisi air dalam jumlah

besar ke arah vertikal berusaha untuk mencari keseimbangan baru, terutama oleh gaya

gravitasi, sehingga menghasilkangelombang dengan amplitudo besar. Dengan demikian besar

kecilnya tsunami tergantungpada besar kecilnya energi penyebab dan volume air yang

dipindahkan.

Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman perairan, akibatnya gelombang

tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai dengan bertambah atau berkurangnya

kedalaman perairan, dengan proses ini arah pergerakan gelombang juga berubah dan energi

gelombang bisa menjadi terfokus atau juga menyebar. Di periran dalam tsunami mampun

bergerak dengan kecepatan 500 sampai 1000 km/ jam sedangkan di perairan dangkal

kecepatannya melambat hingga beberapa puluh kilometer per jam, demikian juga ketinggian

tsunami juga bergantung pada kedalaman perairan. Amplitudo tsunami yang hanya memiliki

ketinggian 1 meter di perairan dalam bisa meninggi hingga puluhan meter di garis pantai

(Puspito, 2010).

3.4.1 Karakteristik Tsunami Earthquake

Gempa bumi yang menyebabkan terjadinya tsunami disebut tsunamigenic earthquake.

Sedangkan tsunami earthquake atau gempa bumi tsunami merupakan gempa yang

menyebabkan tinggi tsunami lebih besar dibandingkan dengan perkiraan perhitungan momen

Page 25: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

14

magnitude gempanya. Menurut (BMKG, 2010 dalam InaTews), gempa bumi yang memicu

terjadinya tsunami mempunyai parameter sebagai berikut :

1. Mempunyai magnitudo (M) yang besar: M ≥ 7 SR.

2. Sumber gempabumi berada di bawah laut dengan kedalaman yang dangkal ≤ 100 Km.

3. Terjadinya deformasi atau perubahan dasar laut secara vertikal yang bisa dilihat dari

mekanisme pusat gempabumi yang berupa sesar turun atau normal fault dan sesar naik

atau thrust fault.

4. Jarak pusat gempabumi dari pantai yang memungkinkan terbentuknya tsunami. Jika

gempabumi terjadi tepat di tepi pantai, kecil kemungkinan terjadinya tsunami walaupun

dampak dari gempabumi tersebut akan besar. Kedalaman air juga memainkan peran

penting di sini.

Ketika parameter gempabumi memenuhi kriteria butir a di atas, maka berita gempabumi akan

diikuti dengan peringatan potensi tsunami. Namun, jika gempabumi memenuhi parameter

tersebut (lokasi, kedalaman, dan magnitudo) dan berpotensi tsunami, tidak berarti bahwa

tsunami pasti akan terjadi.

3.4.2 Klasifikasi Tsunami

Berdasarkan jarak, tsunami diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

1. Tsunami jarak dekat/lokal (near field/local field tsunami)

Tsunami jarak dekat adalah tsunami yang terjadi di sekitar jarak 200 km dari episenter

gempabumi. Tsunami lokal dapat disebabkan oleh gempabumi, longsor, atau letusan gunung

berapi.

2. Tsunami jarak jauh (far field tsunami)

Tsunami jarak jauh adalah tsunami yang terjadi di daerah pantai yang berjarak ratusan hingga

ribuan kilometer dari sumber gempabumi. Awalnya merupakan tsunami jarak dekat dengan

kerusakan yang luas di daerah dekat sumber gempabumi, kemudian tsunami tersebut terus

menjalar melintasi seluruh cekungan laut dengan energi yang cukup besar dan menimbulkan

banyak korban serta kerusakan di pantai yang berjarak lebih dari 1000km dari sumber

gempabumi (ITIC, Tsunami Glossary dalam BMKG 2010).

3.4.3 Mekanisme Terjadinya Tsunami

Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan tahapan berikut :

Page 26: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

15

1. Kondisi Awal.

Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang terjadi sebagai

akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati batuan dasar ke

permukaan tanah. Pada daerah yang berdekatan dengan sumber-sumber gempa laut

(patahan), dasar lautan sebagian akan terangkat (uplifted) secara permanen dan sebagian

lagi turun ke bawah (down-dropped), sehingga mendorong kolom air naik dan turun.

Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini, kemudian berubah menjadi

gelombang tsunami atau energi kinetik di atas elevasi muka air laut rata-rata (mean sea

level) yang merambat secara horisontal. Kasus yang diperlihatkan adalah keruntuhan

dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif dalam akibat gempa. Kasus ini dapat

juga terjadi pada keruntuhan lempeng kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat

gempa.

2. Pemisahan Gelombang.

Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami akan terpisah

menjadi tsunami yang merambat ke samudera yang disebut sebagai tsunami berjarak

(distant tsunami), dan sebagian lagi merambat ke pantai-pantai berdekatan. yang disebut

sebagai tsunami lokal (local tsunami). Tinggi gelombang di atas muka air laut rata-rata

dari ke dua gelombang tsunami, yang merambat dengan arah berlawanan ini, besarnya

kira-kira setengah tinggi gelombang tsunami awal. Kecepatan rambat (c) gelombang

tsunami ini dapat diperkirankan, dengan : (d) adalah kedalamn perairan, dan (g)

percepatan gravitasi (m/s2)

𝑐 = �𝑔𝑑

Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera dalam akan lebih cepat dari pada

tsunami lokal.

3. Amplifikasi.

Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering terjadi hal-hal

seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang gelombang Setelah

mendekati daratan dengan lereng yang lebih tegak, akan terjadi rayapan gelombang.

4. Rayapan.

Page 27: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

16

Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan melewati bagian lereng

kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi rayapan tsunami . Rayapan

tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap muka air laut rata-rata yang digunakan

sebagai acuan. Dari pengamatan berbagai kejadian tsunami, pada umumnya tsunami tidak

menyebabkan gelombang tinggi yang berputar setempat (gelombang akibat angin yang

dimanfaatkan oleh peselancar air untuk meluncur di pantai). Namun, tsunami datang

berupa gelombang kuat dengan kecepatan tinggi di daratan yang berlainan seperti

diuraikan pada Amplikasi, sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah rayapan

tertinggi.

3.5 Potensi Tsunami dan Gempa Bumi di Indonesia Timur

Interaksi dan konvergensi dari tiga pelat kerak bumi atau lempeng, yaitu lempeng

Indo Australian, Eurasia dan Pasifik yang berpusat di bagian timur Indonesia menghasilkan

zona-zona tektonik aktif seperti zona subduksi, zona tumbukan dan zona sesar, seperti zona

tumbukan Laut Banda, zona subduksi Carolina, zona subduksi Filipina, zona subduksi Timor,

dan zona tumbukan Laut Maluku. Zona-zona tersebut memiliki aktifitas kegempaan yang

sangat tinggi. Frekuensi terjadinya gempa berbanding lurus dengan frekuensi kejadian

tsunami, dimana 92% tsunami di Indonesia dibangkitkan oleh gempa dengan magnitudo (Ms)

lebih besar dari 6,0 dan 86% terjadi oleh gempa dangkal dengan kedalaman kurang dari 60

km serta 80% gempa yang terjadi dengan mekanisme sesar naik (Puspito, 2007). Terdapat

hubungan antara zona tektonik dengan kejadian tsunami, dimana sumber tsunami tersebar

pada tepian lempeng zona-zona tektonik aktif seperti zona tumbukan Laut Banda, zona

tumbukan Laut Maluku, zona subduksi Filipina, Selat Makassar, zona sesar utara pulau

Flores dan zona subduksi Carolina di utara pulau Papua.

Page 28: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

17

Gambar 3.2 : Peta tektonik kepulauan Indonesia (Arkwright, 2011)

Menurut Arkwright (2011) Sebagian besar sumber tsunami berada pada zona-zona

tektonik aktif seperti zona subduksi, tumbukan, pensesaran, dimana 83% tsunami terjadi pada

daerah dengan koordinat antara 1190BT sampai 1300BT. Terdapat tiga blok yang memiliki

potensi terjadinya tsunami berdasarkan sejarah tsunami dan karakteristik tektoniknya masing-

masing yaitu blok laut Maluku sebesar 23,85%, laut Banda 22,94% dan Nusa Tenggara

18,35%. Aktivitas gempa-tsunami pada blok laut Maluku mengalami peningkatan secara

signifikan sejak tahun 1840, dimana hampir 95% tsunami di blok ini terjadi pada periode

tahun 1840 sampai 2000. Blok laut Banda memiliki sejarah tsunami yang sangat panjang dan

memiliki kontinuitas kejadian dalam periode tahun 1629 sampai 1988. Dalam seratus tahun

terakhir pada batas lempeng ini sudah terjadi sekitar sepuluh kali tsunami dengan magnitudo

di atas 7,5 Ms, empat diantaranya bermagnitudo lebih dari 8,0 Ms. Blok Nusa Tenggara

berada pada peralihan dari zona subduksi Sumatera-Jawa dan zona tumbukan lempeng benua

di laut Banda, dimana terjadi peningkatan peristiwa tsunami secara signifikan sejak tahun

1970, diantaranya tsunami Sumba tahun 1977 dan tsunami Flores tahun 1992.

Page 29: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

18

BAB IV

Metodologi 4.1 Diagram Alir Pengerjaan Permodelan

Page 30: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

19

4.2 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam permodelan tsunami ini adalah data sekunder, meliputi :

1. Peta Bathimetri

Data bathimetri yang digunakan adalah GEBCO (General Bathimetry chart of the

Oceans) yang tersedia dan dapat diunduh dari internet secara gratis dalam format

(.asc). Data ini mencakup permodelan daratan dan bathimetri laut system digital

dengan resolusi yang tinggi pada setiap koordinatnya. Data ini menjadi refrensi

internasional untuk permodelan kedalaman dan topografi dasar laut. (Gepco

brochure, 2009)

Gambar 4.1: tampilan GEBCO untuk wilayah Indonesia

2. Topografi daratan

Data yang digunakan adalah SRTM ( NASA Shuttle Radar Topographic Mission)

yang menampilkan peta elevasi digital . Tersedia dalam 2 versi, yaitu SRTM-30 dan

SRTM-90. SRTM-90 menampilkan satu data dalam satu grid berukuran 90 meter x 90

meter, sedangkan SRTM-30 menampilkan 1 data dalam satu grid 30 meter x 30

meter.

Page 31: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

20

Gambar 4.2 : Contoh SRTM-90 untuk wilayah selatan Propinsi Bali

3. Data Penduduk

Identifikasi data penduduk tiap kecamatan menggunakan data penduduk berdasarkan

provinsi, kabupaten/ kota dan kecamatan menurut hasil sensus penduduk tahun 2010

Badan Pusat Statistik Nasional.

4. Peta tiap kecamatan di Indonesia

Peta Indonesia (berbasis kecamatan) dalam bentuh shapefile (.shp) dapat diunduh

gratis dari website GIS (Geographic Information System) Indonesia

Data dari peta bathimetri dan peta topografi dikombinasikan untuk membuat input data

yang akan digunakan untuk permodelan numerik yang digunakan untuk analisis

selanjutnya. Input data meliputi :

1. Pengukuran garis pantai

Garis pantai disepanjang daerah yang akan diobservasi, dalam hal ini garis pantai

yang digunakan adalah garis pantai dari tiap pulau yanga ada di Indonesia Timur

meliputi : Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku,

Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tenggara, Gorontalo, Papua dan Papua Barat ditinjau dari tiap

kecamatan.Menggunakan software Golbal Mapper supaya dapat diketahui panjang

garis pantai berdasarkan hasil pendigitan pada google map.

2. Penentuan elevasi pantai dan kemiringan (gradient) daratan

Pengukuran elevasi dan koordinat titik observasi menggunakan SRTM-90 yang

menghasilkan output data dengan format (.xyz) yang menunjukkan koordinat titik

yang ditinjau dalam koordinat x, y dan z. Keterangan x menunjukkan koordinat

Page 32: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

21

lintang, y adalah koordinat bujur dan z adalah ketinggian titik dari mean sea level.

Langkah-langkah pengukuran akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Pertama, dibuat titik observasi yang diambil sejauh 2 km dari garis pantai ke

daratan untuk mendapatkan data koordinat titik dalam format (.xyz)

2. Kemudian untuk mencari kemiringan (gradient) daratan, ditarik garis pengukur

kemiringan dari garis pantai (coastline) menuju titik observasi. Sehingga

didapatkan data output untuk mengitung kemiringan dalam format (.xz)

Gambar 4.3: Tampilan elevasi daratan pada program Global Mapper

3. File titik observasi yang sudah disimpan dalam bentuk (.xz) kemudian dibuka

dalam dengan Microsoft Excel dan menghasilkan data koordinat x dan z.

Gambar 4.4: contoh grafik elevasi untuk Kecamatan Bajarangkan, Propinsi Bali

Kemudian dari data tersebut dibuat grafiknya sehingga diketahui persamaan

garisnya, yaitu

z = mx + c

dengan :

z = elevasi titik (m)

y = 0.0243x - 0.4968

-10

0

10

20

30

40

50

60

0 500 1000 1500 2000 2500

Series1

Linear (Series1)

Page 33: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

22

m = kemiringan (gradient)

x = jarak titik dari garis pantai (coastline) (meter)

c = konstanta

Berdasarkan persamaan tersebut, didapatkan kemiringan pantai (m). Karena tiap

pantai mempunyai profil pantai yang berbeda-beda, maka perlu dihitung elevasi

dari tiap titik, saat x = 0. Maka nilai elevasi titik (z) = c. Untuk nilai (c) negatif,

elevasi dianggap nol.

Input titik observasi yang digunakan mencapai 533 titik dari seluruh provinsi yang telah

disebutkan di atas.

3. Penentuan kedalaman laut titik observasi

Pengukuran kedalaman dasar laut titik observasi yang digunakan menggunakan data

GEBCO. Titik observasi yang digunakan adalah sejauh 1 km dari garis pantai ke laut.

Karena resolusi peta SRTM dan GEBCO berbeda, maka perlu ada penyesuaian dari input

data awal di SRTM ke GEBCO. Pada peta GEBCO yang digunakan, perlu dibuat asumsi

garis pantai baru yang digunakan, sehingga titik observasi yang sudah dibuat berdasarkan

file SRTM harus digeser agar mendapatkan data kedalaman pada jarak 1 km dari pantai

berdasarkan file GEBCO. Sehingga didapatkan koordinat x,y dan z baru untuk titik

observasi di laut

4.3 Penentuan Parameter Input Permodelan Gempa

1. Menentukan episenter gempa berdasarkan peta zona subduksi di Indonesia timur.

Gambar 4.5 : Peta zona megathrust di Indonesia (Tim 9, 2010)

Page 34: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

23

Berdasarkan peta tersebut dapat dicari koordinat episenter gempa dari tiap megathrust

dengan mencari centroids dari tiap bidang megathrust.

Gambar 4.6: penentuan centroids pada tiap megathrust dengan Global Mapper

2. Besaran gempa ditentukan berdasarkan keterangan magnitude gempa (Mw) yang

pada tiap keterangan megathrust pada peta zona megathrust. Besaran dimensi L , W

dan D didapatkan dari rumus empiris scaling law (Well & Coppersmith, 1994 dalam

Kongko 2011).

3. Nilai arah penujaman (strike) (θ), dip (δ) , slip (λ) untuk tiap megathrust didapatkan

dengan memperhatikan arah penujaman palung (trench) yang dapat dilihat pada peta

daerah subduksi di Indonesia berdasarkan model patahan sebagai berikut :

Page 35: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

24

Gambar 4.7: Parameter gempa bumi dan patahan (Kongko, 2011)

4. Data parameter input yang sudah dicari untuk tiap megathrust, kemudian dijadikan

input untuk mebuat source, sebagai berikut :

Gambar 4.8: Parameter input untuk permodelan source tsunami

Dimensi source yang digunakan harus disesuaikan dengan peta bathimetrinya. Karena

itu bentuk matriks source yang digunakan harus sama dengan bentuk matriks peta

bathimetrinya. Menggunakan software Transform, jumlah kolom dan baris dalam

matriks source dapat diubah sehingga sesuai dengan peta bathimetri

Page 36: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

25

Gambar 4.9 : Perbandingan matriks bathimetri dan matriks source pada program

Transform.

Hasil source yang sudah dibuat, dapat dilihat dalam program global mapper sebagai

berikut

Gambar 4.10: Tampilan sumber tsunami pada Global Mapper beserta profil

ketinggian gelombangnya (Hoff)

4.4 Running program TUNAMI

Setelah mendapatkan input data untuk source tsunami, data tersebut dimasukkan dalam

parameter input yang digunakan untuk mengetahui ketinggian awal tsunami (Hoff) dan waktu

kedatangan tsunami (ETA). Perkiraan Waktu Kedatangan / Tsunami Arrival Time (ETA)

adalah waktu yang dibutuhkan tsunami untuk tiba di lokasi tertentu, diperkirakan dengan

pemodelan kecepatan dan refraksi gelombang tsunami selama perjalanan dari sumber. ETA

dapat diperkirakan dengan presisi yang sangat baik (+ / - 2 menit) jika data batimetri dan

sumber tsunami diketahui dengan jelas. Gelombang pertama belum tentu yang terbesar, tetapi

salah satu dari lima gelombang pertama biasanya adalah yang terbesar.

Page 37: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

26

Gambar 4.11 : Contoh tampilan hasil running TUNAMI untuk source pada Megathrust

Banda, menunjukkan ketinggian tsunami dan perkiraan kedatangan tsunami (ETA) dalam

menit.

4.4.1 Pembuatan Animasi Tsunami dan Pemetaan Tinggi Gelombang Tsunami

Output yang dihasilkan dari program TUNAMI berupa matriks, dapat dikonversikan

menjadi gambar yang kemudian disusun menjadi animasi menggunakan software penyusun

gambar menjadi video atau menyusun gambar menjadi format (.gif). Software x-view

membantu mengkonversikan teks matriks menjadi format gambar (.bmp)

Gambar 4.12 : Tampilan software x-view

Setelah semua matriks dirubah menjadi bentuk gambar, kemudian gambar-gambar tersebut

disusun menjadi animasi yang menggambarkan penjalaran gelombang tsunami dari source

nya.

Sedangkan untuk menampilkan distribusi ketinggian gelombang tsunami, dapat

menggunakan Global Mapper dengan menginput longitude, latitude dan tinggi gelombang

tsunami. Global Mapper akan menampilkan titik-titik sebaran tersebut

Page 38: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

27

Gambar 4.13: Contoh tampilan titik-titik kecamatan yang terdampak tsunami pada Global

Mapper

Selanjutnya grafik tinggi gelombang dapat dilihat dalam tampilan tiga dimensi dengan Global

Mapper 3D view.

Page 39: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

28

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Episenter Gempa dan Source Tsunami

Lempeng-lempeng bumi yang saling berinteraksi menghasilkan gerakan antar lempeng

yang saling mendekat (konvergen)/ saling menjauh (divergen).Pergerakan tersebut

menghasilkan sebuah zona subduksi akibat satu lempeng bertabrakan dengan lempeng yang

lain. Zona subduksi di Indonesia dapat ditunjukkan dengan peta berikut

Gambar 5.1: Peta zona subduksi di Indonesia (Tim 9, 2010)

Di Indonesia terdapat banyak zona megathrust, yaitu zona yang menunjukkan zona

subduksi yang terjadi disepanjang daerah awal dari penujaman lempeng tektonik. Zona

megathrust tersebut diantaranya adalah Zona Megathrust Sumatera, Zona Megathrust Jawa,

Zona Megathrust Sumba, Zona Megathrust Timor, Zona Megathrust Laut Banda, Zona

Megathrust Sulawesi, Zona Megathrust Filipina dan Zona Megathrust Papua.

Ruang lingkup penelitian ini adalah daerah Indonesia Timur, yaitu pada Zona

Megathrust Sumba, Zona Megathrust Timor, Zona Megathrust Laut Banda, Zona Megathrust

Sulawesi, Zona Megathrust Filipina dan Zona Megathrust Papua. Menurut kajian (Puspito,

2007 ) zona-zona tersebut memiliki aktifitas kegempaan yang sangat tinggi. Frekuensi

terjadinya gempa berbanding lurus dengan frekuensi kejadian tsunami, dimana 92% tsunami

Page 40: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

29

di Indonesia dibangkitkan oleh gempa dengan magnitudo (Ms) lebih besar dari 6,0 dan 86%

terjadi oleh gempa dangkal dengan kedalaman kurang dari 60 km

Pergerakan lempeng tersebut menyebabkan terjadinya gempa bumi dengan magnitude

yang berbeda-beda, dimana besar magnitude gempa dapat dihitung dengan rumus :

M = 2/3 log Mo - 10.7

Dengan :

M : Magnitude gempa

Mo : Momen seismic

Tetapi dalam penelitian ini, magnitude gempa tidak dihitung manual, tetapi mengikuti

besaran magnitude gempa yang ada pada peta zona subduksi Indonesia oleh Tim 9, 2010.

Gempa bumi yang menyebabkan terjadinya tsunami disebut tsunamigenic earthquake.

Sedangkan tsunami earthquake atau gempa bumi tsunami merupakan gempa yang

menyebabkan tinggi tsunami lebih besar dibandingkan dengan perkiraan perhitungan momen

magnitude gempanya. Menurut (BMKG, 2010 dalam InaTews), gempa bumi yang memicu

terjadinya tsunami mempunyai parameter sebagai berikut :

5. Mempunyai magnitudo (M) yang besar: M ≥ 7 SR.

6. Sumber gempabumi berada di bawah laut dengan kedalaman yang dangkal ≤ 100 Km

Dilihat dari peta zona subduksi, tiap daerah megathrust mempunyai potensi gempa bumi

dengan magnitude (M) ≥ 7 SR. Maka tiap daerah megathrust mempunyai potensi tsunami

earthquake.

Dalam permodelan numerik ini, cakupan penelitian dibatasi untiuk tsunami jarak

dekat, yaitu tsunami yang terjadi di sekitar jarak 200 km dari episenter gempabumi. Episenter

gempa bumi ditentukan dari tiap zona megathrust. Parameter gempa yang lainnya seperti :

nilai arah penujaman (strike) (θ), dip (δ) , slip (λ) untuk tiap megathrust didapatkan dengan

memperhatikan arah penujaman palung (trench) yang dapat dilihat pada peta daerah subduksi

di Indonesia berdasarkan model patahan sebagai berikut

Page 41: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

30

Gambar 5.2: Parameter gempa bumi dan patahan (Kongko, 2011)

Berdasarkan peta zona subduksi tersebut dapat dicari koordinat episenter gempa dari tiap

megathrust dengan mencari centroids dari tiap bidang megathrust.

Gambar 5.3: penentuan centroids pada tiap zona megathrust

Kedalaman episentrum gempa diperkirakan kurang lebih 30 km dari perpotongan palung bawah laut,

sedangkan untuk arah penujaman / strike (θ) didapatkan dari perhitungan dengan Global Mapper.

Gambar 5.4: Ilustrasi daerah subduksi dan letak episenter gempa

Page 42: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

31

Sehingga dihasilkan parameter input untuk tiap zona megathrust sebagai berikut :

Fault Mw Lon Lat Depth Strike Dip Slip L W Du Megathrust Sumba 7.8 115.7028 -10.6804 30 279 30 90 200 75 2.0 Megathrust Timor 7.9 122.2089 -10.9133 30 239 30 90 230 85 2.5 Megathrust Banda 1 8.1 130.676 -3.80059 30 111 30 90 300 110 3.0 Megathrust Banda 2 8.1 131.946 -5.81088 30 196 30 90 300 110 3.0 Megathrust Banda 3 8.1 129.8931 -7.7211 30 254 30 90 300 110 3.0 Megathrust N Sulawesi 8.2 121.64 1.243379 30 94 30 90 345 125 3.0 Megathrust Filipina 8.2 127.571 3.848826 30 149 30 90 345 125 3.0 Papua 1 8.2 134.9022 -0.67577 30 109 30 90 345 125 3.0 Papua 2 8.2 137.8427 -1.79578 30 109 30 90 345 125 3.0

Tabel 5.1 Parameter input program TUNAMI

Parameter input tersebut kemudian di-running dengan aplikasi deform dari FORTRAN yang

menghasilkan berbagai macam source untuk tiap megathrust (lihat lampiran 1). Matriks untuk

tiap source dapat dilihat pada lampiran 2.

5.2 Perhitungan Tinggu Run-Up Gelombang Tsunami dan Rasio Jarak Penggenangan

Tsunami

Dislokasi atau pergeseran kulit bumi dibawah laut sering menyebabkan energi potensial

maupun kinetik air. Energi potensial dan kinetik tersebut kemudian menyebar kesegala arah ke

seluruh bagian dari zona air sehingga segera memindahkan massa air diatasnya. Massa air tersebut

bergerak ke segala arah dan menimbulkan tsunami. Tinggi tsunami awal (Hoff) di daerah episenter

gempa dapat diketahui dari hasil running program TUNAMI untuk masing-masing zona megathrust.

Kemudian dari data tersebut, dapat dihitung ketinggian run-up gelombang tsunami pada garis pantai

dengan perhitungan sebagai berikut.

Gambar 5.5: Ilustrasi penjalaran gelombang tsunami

Page 43: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

32

H0,5 = H0FF(− zd0,5� )1/4

Dengan :

H0,5 ∶ ketinggian gelombang tsunami pada kedalaman 0,5 meter (m)

HOff : ketinggian awal gelombang tsunami (m)

z : nilai kedalaman titikk observasi (m)

d0,5 : nilai kedalaman titikk observasi pada 0,5 m (m)

Ketinggian gelombang tsunami pada garis pantai, dapat dihitung sebagai berikut

H1 = H0,5 - elevasi

dengan :

H1 : ketinggian gelombang tsunami pada garis pantai (m)

Perhitungan rasio genangan tsunami yang mencapai daratan, dipengaruhi oleh kemiringan daratan,

tinggi gelombang tsunami, dan elevasi pantai. Perhitungan rasio genangan tsunami dapat dihitung

sebagai berikut :

𝑅 =H1

sinα

Dengan :

R : rasio penggenangan tsunami di daratan

α : kemiringan daratan (dalam persen)

Jumlah penduduk dan luas wilayah kecamatan yang terdampak tsunami, ddidapatkan dari data Badan

Busat Statistik tahun 2010. Hasil perhitungan run-up gelombang tsunami dapat dilihat pada lampiran

3

Page 44: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

33

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan dan Saran Permodelan Numerik Tsunami

6.1.1 Kesimpulan

Berdasarkan proses permodelan tsunami yang sudah dilakukan, dapat dibuat beberapa

kesimpulan, yaitu :

1. Source tsunami dapat ditentukan dengan meninjau zona subduksi yang ada di

Indonesia sehingga diketahui zona-zona megathrust yang berpotensi menghasilkan

tsunami earthquake. Zona megathrust yang ada di Indonesia timur antara lain : Zona

Megathrust Sumba, Zona Megathrust Timor, Zona Megathrust Banda, Zona

Megathrust Papua, Zona Megathrust Filipina dan Zona Megathrust Sulawesi

mempunyai potensi magnitude gempa lebih dari 7 Mw. Parameter patahan dapat

diketahui berdasarkan arah penujaman palung dari peta zona subduksi.

2. Zona Megathrust Sulawesi dan Megathrust Filipina menghasilkan hasil simulasi

daerah terdampat tsunami yang paling banyak daripada zona megathrust yang lainnya,

dengan ketinggian run-up tsunami maksimal mencapai 20.9 meter

3. Besar magnitude gempa, dan parameter input patahan mempengaruhi ketinggian

gelombang tsunami pada daerah episenter gempa. Ketinggian run-up gelombang di

coastline lebih besar daripada ketinggian gelombang awal tsunami

6.1.2 Saran

1. Magnitude gempa dapat dihitung berdasarkan variasi parameter input gempa yang

lain. Variasi dip, slip dan strike dapat dirubah sesuai dengan jenis skenario patahan

(single fault/ multi fault)

2. Permodelan numerik tsunami ini hanya menampilkan rasio penggenangan tsunami di

daratan, diperlukan permodelan lanjut untuk memetakan penggenangan gelombang

tsunami di daratan khususnya untuk wilayah Indonesia timur

6.2 Kesimpulan dan Saran Pelaksanaan Kerja Praktek

Melalui kerja praktek yang dilaksanakan selama 2 bulan di Balai Pengkajian

Dinamika Pantai, penulis dapat mengaplikasikan sebagian ilmu yang sudah didapatkan di

Page 45: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

34

perkuliahan. Selain itu penulis juga dapat belajar perangkat lunak dibidang bencana kawasan

pantai yang relevan dengan mata kuliah di Teknik Kelautan. Selain itu, juga dapat menunjang

pembelajaran permodelan numerik tsunami. Permodelan numerik tsunami di Balai

Pengkajian Dinamika Pantai menggunakan data bathimetri dan topografi yang lebih detail,

yaitu GEPCO 2008 dan SRTM 90 yang dapat memberikan hasil permodelan tsunami yang

lebih akurat.

Page 46: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

35

Daftar Pustaka

Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika (BMKG). 2010. InaTEWS, Indonesia Tsunami Early WarningSystem, Konsep dan Implementasi.

Baeda, Achmad Yasir., Husain, Firman., 2012. Kajian Potensi Tsunami Akibat Gempa Bumi

Bawah Laut di Perairan Pulau Sulawesi. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 9, No. 1 Hal. 77-83

Imamura, Fumihiko., Yalciner, Ahmet Cevdet., Ozyrut, Gulizar., 2007. Tsunami Modelling

Manual. School of Civil Engineering Tohoku University. Japan Kongko, Widjo. 2011. South Java Tsunami Model Using Highly Resolved Data and

Probable Tsunamigenic Source. Fakultat fur Bauingenieurwesen und Geodasie der Gottfried Wilhelm Leibniz Universitat Hannover : Germany

Puspito, N. T. 2007. Karakteristik Gempa Pembangkit Tsunami di Kepulauan Indonesia dan Sekitarnya, Jurnal Segara, Vol.3 (2), Hal. 49-65

Renggo, Ginanjar., Nasir, Indra haedar., 2007. Analisis Seismic Hazard Pada Batuan

Dasar Untuk Indonesia Bagian Timur Pada T = 0, T = 0,2 dan T = 1 Detik Dengan Periode Ulang 500 Tahun. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Bandung

Satake,K. Tanioka, Y. 1999. Source of tsunami and tsunamigenic Earthquake in

Subduction Zones, Pure and Applied Geophisics 154: 467-483 Syamsidik., Hasanuddin., Dirmansyah, M., Munadi, Khairul., 2013. Analisis Pendahuluan

Penanggulangan Bencana Tsunami Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Riset Kebencanaan. Mataram : 8-10 Oktober

Tim 9. 2010. Pemetaan Zona Subduksi di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan

Bencana Daerah. Jakarta

Page 47: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

36

LAMPIRAN I

Hasil pembuatan source tsunami untuk tiap zona megathrust

1. Megathrust Sumba

2. Megathrust Timor

3. Megathrust Banda

4. Megathrust Papua

Page 48: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

37

5. Megathrust Filipina

6. Megathrust Sulawesi

Page 49: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

38

LAMPIRAN 2

Hasil matriks deform tsunami untuk tiap zona megathrust

1. Megathrust Sumba

2. Megathrust Timor

3. Megathrust Banda

4. Megathrust Papua

Page 50: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

39

5. Megathrust Filipina

6. Megathrust Sulawesi

Page 51: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

40

LAMPIRAN 3

Perhitungan run-up gelombang tsunami, rasio penggenangan gelombang tsunami, jumlah penduduk terpapar untuk tiap zona megathrust tiap kecamatan

1. Megathrust Sumba

Page 52: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

41

2. Megathrust Timor

\

Page 53: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

42

3. Megathrust Banda

Page 54: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

43

4. Megathrust Filipina

Page 55: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

44

5. Megathrust Sulawesi

Page 56: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

45

LAMPIRAN 4

Tampilan sshmax.txt

1. Megathrust Banda

Page 57: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

46

2. Megathrust Timor

Page 58: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

47

3. Megathrust Sumba

Page 59: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

48

4. Megathrust Papua

Page 60: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

49

5. Megathrust Filipina

Page 61: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

50

6. Megathrust Sulawesi

Page 62: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

51

LAMPIRAN 5

Hasil pemetaan run-up gelombang tsunami pada Global Mapper

1. Megathrust Banda

Page 63: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

52

2. Megathrust Timor

Page 64: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

53

3. Megathrust Sumba

Page 65: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

54

4. Megathrust Filipina

Page 66: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

55

5. Megathrust Sulawesi

Page 67: Permodelan Numerik untuk Menentukan Sebaran Run-Up Gelombang Tsunami di Indonesia Bagian Timur

56