permainan psikologi
-
Upload
fuad-prasetyo -
Category
Documents
-
view
817 -
download
13
Transcript of permainan psikologi
DENGAN BERMAIN TEMPURUNG PUN INTELIGENSI DAN KREATIVITAS DAPAT DITINGKATKAN:
Field Experiment pada anak-anak usia SD di desa Kayuuwi Minahasa 2006
Oleh
Prof. DR. B.A.Lolowang-D, MPd. Nita Dien, SS
Dra. Djajaty M. Lolowang, MKes. Bet Lagarense, MMTour
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN (FIK) UNIVERSITAS NEGERI MANADO (UNIMA) Di Tondano
TAHUN 2006
Disampaikan kepada Yth Panitia Simposium Nasional Pendidikan 2008
Jl.Jend. Sudirman Senayan, Ged.E.Lantai 19 Depdiknas Jakarta 12041
INCREASING INTELLIGENCE AND CREATIVITY
THROUGH COCONUT SHELL GAME: The Field Experiment to Elementary School Students
in Kayuuwi Village 2006 by
B.A.Lolowang-D, Nita Dien, Djajaty M Rakian-L Bet Lagarense. e-mail:[email protected] Mobile.® 0431957991 HP:081-340260957
(Faculty of Sport Science, Manado State University, North Sulawesi, Indonesia ) ABSTRACT. One of the problems in the implementation of physical education & sports program in schools is the lack of sports equipment. The coconut shell game one of the traditional sports in North Sulawesi, (which also occurs in Malaysia called ‘main gelek tempurung’, Philippines ‘kadang-kadang’) can overcome this problem. However due to the fact that this game has not been played for a long period of time, it is inviting a lot of questions f.e., ‘wether this game is acceptable in this modern time, and wether this game can increase one’s intelligence and creativity?’ The equipment of the game is considered cheap, easily and locally available. Its rules are easily implemented by anyone in any range of ages., and can be performed either individually or in group. This game is considered educative, competitive and recreative. The research conducted with Elementary School children resulted with some promising statistics showed that intelligence and creativity can be increased by playing this game. As a potential tourist destination, North Sulawesi has an increasing number of tourists diving in Bunaken Sea Garden. The game is also considered as a traditional tourist attraction. The tourists show their enthusiastic & get involved in the game. It is recommended that in the attempt to increase a child’s intelligence and creativity, the game be popularized. One of the attemps to make this a reality in the preparations being undertaken by the Minahasa Regency to include the game in the physical education curriculum in the Elementary Schools. Key words: cocoshellgame, intelligence, creativity
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Olahraga tradisional merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban.
Bangsa mana yang tidak bangga pada olahraganya sendiri? Karenanya, melestarikan dan
mengembangkan olahraga tradisional adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Selain
telah menjadi ciri suatu bangsa, olahraga tradisional adalah salah satu bagian terbesar
dalam suatu kerangka yang lebih luas yaitu kebudayaan.
Melestarikan olahraga tradisional, mau tidak mau, perlu melibatkan dan
mengaitkannya dengan anak-anak. Generasi muda inilah yang nantinya akan merawat,
mencintai dan mengembangkannya.
Mengenal olahraga tradisional bermain tempurung di masa muda, akan
mengantarkan mereka ke olahraga prestasi di masa mendatang. Tanpa mengenalnya di
masa muda, sulit bagi anak-anak untuk menerima hal yang sama yang dahulu mereka
mainkan bahkan yang pernah dimainkan pula oleh ayah, ibu, dan kakek-neneknya.
Alat-alat bermain yang sederhana dan murah dapat pula bermanfaat bagi anak-
anak. Seyogianya tidak perlu alat-alat olahraga yang mewah dan mahal bahkan
mengimport dari luar negeri. Kalau sejak kanak-kanak mulai ditanamkan kegemaran
gerolahraga dengan menggunakan peralatan yang dibuat dari bahan yang mudah didapat
maka akan dapat memancing kreativitas anak. Melalui bermain tempurung, anak didik
bukan saja dididik bagaimana supaya dapat bermain dengan baik, tetapi diajarkan juga
dari mana asal tempurung itu, bagaimana mendapatkannya, dan untuk apa kegunaannya.
Selain itu, olahraga tradisional jika ditata baik, mungkin dapat dikembangkan
untuk tujuan menarik arus wisatawan datang ke Indonesia yang berminat pada keaslian
alam. Ada nilai ekonomis pemasukan devisa, akan menambah lapangan pekerjaan baru
dan diharapkan dapat menambah penghasilan bagi masyarakat terutama masyarakat
dipedesaan.
Di Indonesia, DEPDIKBUD (Departemen Pendidikan dan Pengajaran) sejak 1985
telah menetapkan bahwa tujuan khusus pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah
dasar adalah: (1) meningkatkan perkembangan dan aktivitas sistem peredaran darah,
pencernaan, pernapasan dan syaraf, (2) meningkatkan pertumbuhan jasmani seperti
bertambahnya tinggi dan berat badan, (3) menambah nilai-nilai disiplin, kerjasama,
sportivitas dan tenggang rasa, (4) meningkatkan keterampilan melakukan kegiatan
olahraga, memiliki sikap positif terhadap kegiatan olahraga dan kesehatan, (5)
meningkatkan kesegaran jasmani, (6) meningkatkan pengetahuan olahraga dan kesehatan,
(7) menanamkan kegemaran berolahraga dan membiasakan hidup sehat sehari-hari.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa tujuan khusus tersebut akan dapat dicapai dengan
memberikan jenis kegiatan yang meliputi kegiatan pokok berupa pengembangan
kemampuan jasmani, atletik, senam, permainan, dan kesehatan, serta kegiatan pilihan
seperti pencak silat, renang, bulutangkis, tenis meja, sepak takraw dan permainan
tradisional.
Dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 3 Thn. 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dijelaskan bahwa:
“Olahraga rekreasi merupakan kegiatan olahraga waktu luang yang dilakukan
secara sukarela oleh perseorangan, kelompok, dan/atau masyarakat seperti olahraga masyarakat, olahraga tradisional, olahraga kesehatan, dan olahraga petualangan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi yang bersifat tradisional dilakukan dengan menggali, mengembangkan, melestarikan, dan memanfaatkan olahraga tradisional yang ada dalam masyarakat; dilaksanakan berbasis masyarakat dengan memperhatikan prinsip mudah, murah, menarik, manfaat, dan massal. Pembinaan dan pengembangan olahraga rekreasi dilkasanakan sebagai upaya menumbuhkembangkan sangar-sanggar dan mengaktifkan perkumpulan olahraga dalam masyarakat, serta menyelenggarakan festival olahraga rekreasi yang berjenjang dan berkelanjutan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.” (Redaksi Sinar Grafika,2006).
Olahraga tradisional permainan tempurung yang alat bermainnya memakai
tempurung kelapa, selain mengandung unsur 5-M (mudah diperoleh di bumi Indonesia,
murah harganya, menarik, dan meriah/massal karena dapat dimainkan banyak orang;
juga sifatnya edukatif, kompetitif dan rekreatif (Tikoalu, 1979). Hal-hal positif ini perlu
kita bangkitkan dan kembangkan.
B. Identifikasi masalah
Permasalahan yang dihadapi dalam hal ini adalah bagaimana upaya untuk
menghidupkan kembali, melestarikan dan mengembangkan olahraga tradisional
permainan tempurung di tengah arus modernidasi/globalisasi yang diasumsikan
masyarakat sudah terpikat bahkan sudah “lengket” dengan olahraga “import”?
Bagaimana sikap masyarakat terhadap olahraga tradisional ini? Apakah masyarakat
masih ada minat? Bagaimana upaya agar permainan ini “tidak akan layu sebelum
berkembang”? Apakah dalam permainan tempurung ini ada unsur-unsur gerak dasar
(lokomotor, non-lokomotor dan manipulatif), kesegaran jasmani, inteligensi dan
kreativitas? Aspek-aspek inteligensi manakah yang terkandung dalam bermain
tempurung? Bagaimana hubungan bermain tempurung dengan inteligensi (yang berasal
dari otak manusia), dan kreativitas? Sehingga apabila seseorang aktif berlatih bermain
tempurung selain memancing kreativitas juga akan mengaktifkan proses intern, daya
nalar, yang pada gilirannya akan meningkatkan inteligensi pelakunya.
C. Perumusan masalah.
1. Apakah dengan melakukan kegiatan bermain tempurung, dapat meningkatkan
inteligensi pelakunya?
2. Apakah dengan melakukan kegiatan bermain tempurung, kreativitas pelakunya dapat
ditumbuh kembangkan?
D. Hakikat penelitian:
Diberi pengalaman bermain tempurung
Obyek, Obyek, Diukur inteligensi Anak-anak SD dan kreativitas yang (sebelum/sesudah Belum kenal permainan diberi pengalaman Tempurung bermain tepurung)
Sambil menyerap pengalaman bermain tempurung merangsang proses internal yang pada gilirannya
meningkatkan inteligensi dan kreativitas pelakunya
BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Deskripsi teori
Kegiatan keilmuan sebagai sebuah proses harus melewati suatu siklus yang
menyusuri dunia rasional dan dunia empiris. Dalam penelitian ilmiah, salah satu mata
rantai yang harus dilakukan adalah pengkajian mengenai variabel-variabel yang diteliti
serta persoalan-persoalan pokok yang erat hubungannya dengan variabel-variabel
tersebut. Tanpa kajian teori, penelitian tidak dapat dikatakan sebuah karya ilmiah
melainkan hanya berada dalam suatu makna empiris.
Khasanah ilmu merupakan suatu obyek kajian untuk dapat menurunkan ramalan-
ramalan atau hipotesis. Untuk menurunkan hipotesis itu, digunakan cara berpikir
deduktif. Hipotesis yang diajukan selanjutnya harus diuji kebenarannya dengan
menggunakan metode penelitian keilmuan. Fakta-fakta harus diperoleh untuk pengujian
hipotesis. Dari fakta-fakta itu, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan dengan cara berpikir
induktif. Selanjutnya, hipotesis yang teruji kebenarannya akan memasuki khasanah ilmu,
demikian Jujun S. Suriasumantri (1995:28-35.).
Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti ini mengikuti alur-alur berpikir seperti
yang dikemukakan oleh Jujun S. Suriasumantri tersebut di atas.
1. Pendidikan jasmani di sekolah dasar.
Dalam pendidikan jasmani, Verducci (1980) melengkapi teori tiga ranah Bloom
(1977) dengan ranah sosial (social domain). Menurutnya, ranah kognitif meliputi:
(intellectual ability), dan keterampilan motorik (skill). Dijelaskannya, bahwa dalam
pendidikan jasmani, penggarapan terhadap ranah-ranah memiliki tujuan yang khusus
yakni:
- Ranah afektif mengarah pada pembentukan sikap positif terhadap olahraga.
- Ranah psikomotor yang melibatkan gerakan-gerakan dasar dan koordinasi serta
keseimbangan, tujuannya untuk peningkatan kesegaran jasmani.
- Ranah sosial mengarah pada pembentukan sikap dan tingkah laku yang pada
gilirannya dapat memberikan kontribusi dalam perilaku mentaati aturan yang berlaku
dalam kegiatan olahraga, dan akan tercermin dalam kehidupannya sehari-hari
(disiplin, jujur, tangguh, mampu bekerjasama dan saling menghargai).
Barrow (1977) mendefinisikan pendidikan jasmani sebagai pendidikan melalui
kegiatan permainan yang melibatkan otot-otot besar tubuh seperti olahraga dan menari,
dan melalui kegiatan tersebut diharapkan sebagian dari tujuan pendidikan dapat dicapai.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut Barrow pendidikan jasmani
merupakan suatu fase integral dalam proses pendidikan. Melalui kegiatan permainan,
termasuk di sini permainan tempurung yang melibatkan otot-otot besar sekaligus
bebentuk tarian dengan gerak tubuh yang meliuk-liuk itu, sebagian dari tujuan pendidikan
akan dapat dicapai.
Di Indonesia, sejak 1985 Depdikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan)
telah menetapkan bahwa tujuan khusus pendidikan jasmani dan kesehatan di sekolah
dasar adalah: (1) meningkatkan perkembangan dan aktivitas sistem peredaran darah,
pencernaan, pernapasan dan syaraf, (2 ) meningkatkan pertumbuhan jasmani seperti
bertambahnya tinggi dan berat badan, (3) menambah nilai-nilai disiplin, kerjasama,
sportivitas dan tenggang rasa, (4) meningkatkan keterampilan melakukan kegiatan
olahraga, memiliki sikap positif terhadap kegiatan olahraga dan kesehatan, (5)
meningkatkan kesegaran jasmani, (6) meningkatkan pengetahuan olahraga dan kesehatan,
(7) menanamkan kegemaran berolahraga dan membiasakan hidup sehat sehari-hari.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa tujuan khusus tersebut akan dapat dicapai dengan
memberikan jenis kegiatan yang meliputi kegiatan pokok berupa pengembangan
kemampuan jasmani, atletik, senam, permainan, dan kesehatan, serta kegiatan pilihan
seperti pencak silat, renang, bulutangkis, tenis meja, sepak takraw dan permainan
tradisional.
2. Karakteristik kemampuan anak usia sekolah dasar.
Suryabrata (1982) membagi fase perkembangan kehidupan anak berdasarkan
jenjang pendidikan sebagai berikut : (1) masa usia pra-sekolah, yaitu dari 0-6 tahun, (2)
masa usia sekolah dasar, yaitu dari 6-12 tahun, (3) masa usia sekolah menengah, yaitu
dari 12-18 tahun. Setiap fase perkembangan memiliki karakteristik yang khas, termasuk
di antaranya adalah karakteristik kemampuan gerak fisik atau kemampuan motorik.
Karakteristik kemampuan motorik bagi anak-anak usia sekolah dasar, yang
menurut Zanden (1985) adalah anak-anak usia antara tujuh sampai 12 tahun, adalah
sebagai berikut : (1) telah mampu melakukan atau mengorganisasikan rangkaian gerak
yang terdiri dari tahapan-tahapan gerak (sequence of movement), (2) telah mampu
menampilkan gerakan-gerakan yang membutuhkan sinkronisasi (synchronized
movement) dan (3) gerakan-gerakan yang ditampilkan merupakan gerak yang bermakna,
dalam arti gerakan tersebut ditampilkan karena ingin mencapai tujuan tertentu (goal-
directed). Sementara itu menurut Bompa (1983) anak-anak pada usia sekitar 10 sampai
12 tahun, telah mampu untuk melakukan sejumlah bentuk gerak yang kompleks, yang
membutuhkan koordinasi gerak tubuh, keseimbangan, kelincahan, dan ketepatan.
Gerakan-gerakan tersebut dapat dijumpai atau merupakan unsur-unsur gerak yang
terdapat di dalam cabang olahraga atletik, sepakbola, bola volli, maupun bola basket.
Atau dengan kata lain cabang-cabang olahraga tersebut dapat mulai diajarkan dan akan
dapat dikuasai oleh anak-anak usia 10 sampai 12 tahun.
Dengan merujuk pada pendapat Zanden dan Bompa, dapat disimpulkan bahwa
sesuai dengan karakteristik kemampuan gerak yang telah dimiliki oleh anak-anak usia 10
sampai 12 tahun, bermain tempurung telah dapat diberikan dan akan dapat dikuasai
dengan baik oleh anak-anak tersebut. Dapat dikatakan demikian karena karakteristik
unsur-unsur gerak yang terdapat di dalam bermain tempurung sesuai dengan karakteristik
kemampuan gerak yang dimiliki oleh anak-anak.
3. Olahraga Tradisional.
Kecenderungan setiap bangsa atau negara, untuk melestarikan tradisi, termasuk
permainan atau olahraga tradisional yang dimilikinya, merupakan sesuatu yang bersifat
universal. Adedon dan Sutton-Smith, sebagaimana yang dikutip Sutton-Smith (1983)
mengatakan bahwa meneliti dan mempelajari permainan-permainan yang berakar di
masyarakat setempat, bukan semata-mata untuk kepentingan merekonstruksi sejarah
tetapi lebih jauh lagi akan sangat berguna untuk kelangsungan harkat manusia.
Olahraga tradisional merupakan ciri suatu bangsa, dan hasil suatu peradaban.
Bangsa mana yang tidak bangga pada olahraganya sendiri? Karenanya, menggali,
melestarikan dan mengembangkan olahraga tradisional adalah suatu hal yang tidak dapat
dihindari. Selain telah menjadi ciri suatu bangsa, olahraga tradisional adalah salah satu
bagian terbesar dalam suatu kerangka yang lebih luas yaitu kebudayaan.
Melestarikan olahraga tradisional, mau tidak mau, perlu melibatkan dan
mengaitkannya dengan anak-anak. Generasi muda inilah yang nantinya akan merawat,
mencintai dan mengembangkannya. Mengenal olahraga tradisional bermain tempurung di
masa muda, akan mengantarkan mereka ke olahraga prestasi di masa mendatang. Tanpa
mengenalnya di masa muda, sulit bagi anak-anak untuk menerima hal yang sama yang
dahulu mereka mainkan bahkan yang pernah dimainkan pula oleh ayah, ibu, dan kakek-
neneknya.
Olahraga tradisional yang alat bermainnya memakai tempurung kelapa, selain
mengandung unsur 5-M yakni mudah di dapat, murah harganya, massal karena dapat
dimainkan oleh banyak orang, menarik dan meriah, juga sifatnya yang rekreatif,
kompetitif dan edukatif. Hal-hal positif ini perlu dibangkitkan dan dikembangkan. Alat-
alat bermain yang sederhana dan murah dapat bermanfaat bagi anak-anak. Seyogianya
tidak perlu alat-alat olahraga yang mewah dan mahal bahkan mengimport dari luar
negeri. Kalau sejak kanak-kanak mulai ditanamkan kegemaran berolahraga dengan
menggunakan peralatan yang dibuat dari bahan yang mudah didapat akan memancing
kreativitas anak. Melalui bermain tempurung, anak bukan saja dididik bagaimana supaya
dapat bermain dengan baik, tetapi diajarkan juga dari mana asal tempurung itu,
bagaimana mendapatkannya, dan untuk apa kegunaannya.
Selain itu, olahraga tradisional jika ditata baik, mungkin dapat dikembangkan
untuk tujuan menarik arus wisatawan yang berminat pada keaslian alam, khas daerah
setempat.. Arismunandar (1999:12-13) mengatakan bahwa pariwisata akan merupakan
kegiatan serta memberikan kesempatan kepada manusia untuk bergerak, melihat, belajar,
bergaul, mengenal budaya, alam sekitar, keunggulan, keajaiban ataupun keistimewaan
tempat lain. Pariwisata juga akan berkembang sampai ke wisata sains dan teknologi, dan
wisata olahraga.
Olahraga tradisional merupakan istilah yang sudah lazim digunakan untuk
menyebut berbagai jenis permainan khas dari daerah tertentu, yang telah dimainkan oleh
masyarakat setempat secara turun-temurun.
Olahraga tradisional menurut Ditjen PLSPO Depdikbud (1983) adalah olahraga
atau permainan yang sudah sejak lama ada, yang kadang-kadang masih ada kaitannya
dengan upacara-upacara adat atau kegiatan lain yang ada hubungannya dengan
perjuangan hidup. Disebut sebagai olahraga, karena pada umumnya permainan-
permainan tersebut melibatkan dan membutuhkan aktivitas fisik (gross motor skills).
Digolongkan ke dalam sesuatu yang tradisional karena bentuk aktivitas tertentu
merupakan “kegiatan” yang sudah biasa dilakukan sejak dahulu, dan biasanya baik
sarana maupun prasarana yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut berupa
benda-benda yang old fashion dan tidak atau belum tersentuh oleh modernitas. Haviland
(1987) menyatakan bahwa sesuatu dapat disebut tradisional atau bersifat tradisi bila hal
tersebut merupakan kebiasaan-kebiasaan lama (old cultural practices) yang biasanya
memiliki ciri-ciri yang bertolak belakang dengan kebiasaan saat ini.
Di Indonesia terdapat berbagai jenis olahraga atau permainan tradisional seperti
‘margalah’ di Sumatera Utara, dayung di Jambi, sepak raga di Bengkulu, Makassar,
Gorontalo, main sandung di Lampung, ‘bekujut’ di Kalimantan Timur, main tempurung
di Bali, dan Sulawesi Utara dan sebagainya (Ditjen PLSPO Depdikbud, 1983).
4. Permainan Tempurung.
Istilah permainan yang digunakan dalam permainan tempurung memiliki
kesamaan arti dengan games, yang merupakan bagian (subset) dari bermain-main atau
play. Menurut Loy, dalam kutipan Chu (1982) permainan memiliki karakteristik sebagai
berikut : (a) mengandung unsur kompetisi, baik melawan individu maupun kelompok, (b)
hasilnya ditentukan oleh keterampilan fisik, dan (c) untuk memainkannya dibutuhkan
strategi tertentu dan adanya kesempatan.
Tempurung kelapa. Tempurung yang biasanya disebut endocarp banyak
mengandung Si02 sehingga keras sekali, tebalnya kira-kira 3 - 6 mm. Di bagian dalam
tempurung ini melekat kulit luar biji dan pada sebelah pangkal tempurung terdapat tiga
buah ovule (lubang tumbuh), yang sering disebut mata, masing-masing dibatasi oleh garis
yang memanjang dari pangkal sebelah ujung. Ini membuktikan bahwa buah kelapa
sebenarnya berlubang tiga. Salah satu dari ketiga lubang ini mempunyai ukuran yang
paling besar dan tutup lubangnya lunak, dari lubang inilah kemudian akan muncul
kecambahnya. Kecambah ini hanya satu yang muncul, akan tetapi kadang-kadang dalam
satu butir buah dapat muncul 2 atau 3 kecambah, bila carpelum semua berhasil dibuahi.
Yang disebut biji kelapa sebenarnya adalah semua bagian dari buah yang terdapat di
sebelah dalam tempurung. Dimana kulit luar dari biji melekat pada bagian dalam
tempurung dan warnanya kuning sampai coklat. Putih lembaga yang biasanya disebut
“daging kelapa” atau endosperm tebalnya kira-kira 8 - 10 mm. Putih lembaga ini terjadi
dari inti pundi-pundi lembaga yang dibuahi oleh salah satu sel kelamin jantan kemudian
memperbanyak diri. Putih lembaga merupakan jaringan yang berisi cadangan makanan
untuk lembaga sebelum dapat mencari makanan, demikian Ketaren (1986) yang dikutip
oleh
Di bagiam utara pulau Sulawesi (Celebes), permainan tempurung sedikitnya
terdapat di empat daerah yakni: (1) di Gorontalo, penduduk setempat menyebutnya
‘motida’, (2) di Sangihe Talaud diberi nama ‘medara’, (3) di daerah Minahasa,
Kecamatan Amurang masyarakat setempat memberi nama dalam bahasa Totemboan
‘manakoy’, dan (4) di wilayah Tonsea’ terutama kecamatan Airmadidi dan Dimembe,
Tatelu menyebutnya dalam bahasa Tonsea’ “mauka’an” (Pusat Penelitian Sejarah &
Budaya, 1980:15). Di propinsi Sulawesi Tengah (Pusat Penelitian Sejarah & Budaya,
1980:28-35,51-57,71-79,128-142), permainan tempurung oleh masyarakat setempat
menyebut sedikitnya ada lima nama, yakni: (1) masyarakat dari suku bangsa Saluan
memberi nama ‘bellek’, (2) suku Mori daerah tingkat II Poso menyebutnya dalam bahasa
Mori ‘melogo’, (3) di daerah Bungku Kabupaten Poso memberi nama dalam bahasa
Bungku ‘mebangatofo’, (4) di daerah lembah Palu disebut dalam bahasa Kaili ‘nomore
banga’, dan (5) di daerah Kecamatan Sigi-Biromaru, Kabupaten Donggala diberi nama
‘nomore kaddaro’. Selain di Indonesia, permainan tempurung ini pun terdapat di negara
tetangga, Malaysia, yang oleh penduduknya diberi nama ‘main gelek tempurung’ (Ainul
Adnan, 1978:19), dan di Philippine disebut ‘kadang-kadang’ (Philippine Traditional
Games & Sports, 1980:4).
Olahraga tradisional permainan tempurung, merupakan bentuk kegiatan fisik
yang banyak mengandung unsur-unsur permainan, kaya akan variasi gerak. Oleh sebab
itu bentuk permainan ini cocok dan akan digemari oleh anak-anak usia sekolah dasar
yang pada dasarnya masih gemar bermain. Dengan demikian jika agar anak-anak sejak
dini diperkenalkan, diberi pengalaman gerak pada cabang olahraga tradisional yang
terdapat dan khas dari daerahnya masing-masing, pengenalan ini disamping akan
bermanfaat bagi kebutuhan gerak dan stimulus terhadap aspek-aspek inteligensi mereka.
Unsur-unsur gerak yang harus dikuasai dan ditampilkan di dalam permainan ini
antara lain adalah sebagai berikut:
(a) gerak membidik tempurung sasaran dengan menggunakan tempurung pembidik yang
dijepit dan dilontarkan melalui kedua kaki (‘mamikik’, lihat Gambar 1),
(b) gerak membidik tempurung sasaran dengan menggunakan tempurung pembidik yang
digantungkan di ujung jari kaki: bidikan dilakukan dengan cara mengayun kaki untuk
melemparkan tempurung pembidik ke arah sasaran (‘menangkong’, lihat Gambar 2),
(c) gerak melompat-lompat menuju tempurung sasaran bidik, sambil menjepit
tempurung pembidik dengan kedua kaki; bidikan dilakukan dengan cara
meletakkan/menjatuhkan tempurung pembidik di atas sasaran (‘makompok’, lihat
Gambar 3),
(d) gerak berjalan menuju tempurung sasaran, dengan meletakkan tempurung pembidik
di atas kepala; bidikan dilakukan dengan cara menjatuhkan tempurung pembidik di
atas sasaran (‘menu’un’, lihat Gambar 4),
(e) gerak meloncat-loncat dengan satu kaki menuju tempurung sasaran sambil membawa
tempurung pembidik dengan tiga jari tangan, serta melontarkan dan menangkap
kembali tempurung pembidik; bidikan dilakukan dengan cara mengetukkan
tempurung pembidik pada sasaran (‘manengseng’, lihat Gambar 5),
(f) dari posisi berdiri sambil menjepitkan tempurung pembidik di antara kedua tungkai
bawa (di sekitar betis), dilakukan gerak membidik dengan cara memutar dan
melontarkan tempurung pembidik dengan menggunakan salah satu kaki
(‘meningkir’, lihat Gambar 6),
(g) gerak kayang sambil membawa tempurung pembidik dan membelakangi sasaran
bidik; bidikan dilakukan dalam sikap kayang, dengan cara melemparkan tempurung
pembidik ke arah sasaran (‘madedu’, lihat Gambar 7), dan
(h) gerak berjalan dengan mata tertutup ke arah sasaran sambil membawa tempurung
pembidik; bidikan dilakukan dengan cara mengetukkan tempurung pembidik pada
tempurung sasaran (‘mamedeng’, lihat Gambar 8) (Tikoalu, 1979; Lolowang,1979).
Tampilan urut-urutan rangkaian gerak dalam Permainan Tempurung
Item 1: ‘M A M I K I K’ Gambar 1a
Sikap permulaan (Sp), (Gambar 1a): Pemain berdiri dengan menjepit sebuah tempurung yang terbuka menghadap ke atas, dengan membelakangi tempurung sasaran. Pelaksanaannya (Gambar 1b): Dengan menguiskan kakinya (dari tumit hingga ujung ibu jari kaki), si pemain berusaha mengelindingkan tempurungnya ke tempurung sasaran. Jalannya tempurung akan menggelinding atau berputar-putar hingga mengenai sasaran. Usaha ini dilakukan sampai tiga kali, yang dilanjutkan dari setiap tempat dimana tempurung (yang dihasilkan oleh usaha sebelumnya) terletak. Jika telah tiga kali melakukan namun gagal mengenai sasaran, maka pemain ini dianggap “mati”, lalu giliran main diganti oleh pemain lawan. Penilaian:
100 untuk satu kali membidik langsung mengenai sasaran. 80 untuk dua kali membidik. 60 untuk tiga kali membidik 0 lebih dari tiga kali membidik membidik
Gambar 1b
Item 2: ‘MENANGKONG’
Sikap permulaan (Gambar 2a): Pemain menghadap ke tempurung sasaran, dengan sebuah tempurung digantung di jari-jari kaki (kaki kiri atau kanan sesuai kebiasaan si pemain). Gerakan pelaksanaannya (Gambar 2b): Dengan kekuatan ayunan kakinya (dimana tempurung itu digantungkan), pemain melemparkan tempurungnya ke sasaran. Jika lemparan pertama belum mengenai sasaran, dilanjutkan dengan lemparan ke dua dari tempat berhentinya (letaknya ) tempurung pada waktu lemparan pertama. Jika lemparan ke dua masih belum berhasil mengenai sasaran, dapat dilanjutkan dengan lemparan ke tiga. Penilaian: 100 untuk 1 kali membidik langsung mengenai sasaran. 80 untuk 2 kali membidik,
60 untuk 3 kali membidik Gambar 2b
Gambar 2a
0 untuk yang lebih dari 3 kali membidik.
Item 3: ‘MAKOMPOK’
Sikap permulaan (Gambar 3): Pemain berdiri menghadap ke tempurung sasaran. Kedua tumit kaki mengepit sebuah tempurung yang tertelungkup/menghadap ke bawah. Gerakan pelaksanaannya:
Dengan cara melompat-lompat sambil mengepit tempurung, pemain menuju ke tempurung sasaran untuk meletakkan tempurungnya di atas tempurung saaran. Jika diperjalanan menuju sasaran, tempurung terlepas dari kepitan kedua tumitnya, maka pemain dianggap “mati”, dan giliran main digantikan oleh pemain lawan. Penilaian: 100 untuk lompatan sejumah 10 kali sampai berhasil meletakkan tempurung di atas sasaran.
80 untuk lompatan sejumlah 11 s/d 14 kali 60 untuk lompatan sejumlah lebih dari 15 kali. 0 untuk lompatan yang gagal meletakkan tempurungnya di atas tempurung sasaran, atau yang tempurungnya terlepas dari kepitan pada saat diperjalanan menuju sasaran.
Gambar 3: Makompok
Item 4: ‘MENU’UN’
Sikap permulaan (Gambar 4a): Pemain berdiri menghadap tempurung sasaran, sebuah tempurung diatas kepalanya Gerakan pelaksanaannya (Gambar 4b): Dengan cara meloncat-loncat (cengek) tetapi tidak berganti-gantian kaki sebagai penumpu, pemain menuju ke sasaran untuk menjatuhkan tempurung dari atas kepala ke tempurung sasaran. Jika diperjalanan menuju ke sasaran, tempurung bergeser (misalnya hampir jatuh tetapi masih tersangkut di kuping, atau di hidung, atau
dimulut si pemain), namun belum sampai jatuh di atas tanah/lapangan permainan, pemain tetap saja terus ke sasaran walaupun dalam keadaan atau posisinya yang sudah agak sulit (karena demi untuk mempertahankan posisi tempurung itu agar jangan
Gambar 4a Gambar 4b
sampai jatuh). Kalau tempurung itu jatuh, maka pemain dianggap “mati” dan giliran main diganti oleh pemain lawan.
Penilaian: 100 untuk yang langsung mengenai sasaran.
0 untuk yang gagal mengenai sasaran, atau yang tempurung pembidiknya jatuh diperjalanan.
Item 5: ‘MANENGSENG’
Sikap permulaan (Gambar 5a): Pemain berdiri menghadap ke tempurung sasaran. Sebuah tempurung menghadap ke atas, ditopang oleh tiga jari tangan. Gerakan pelaksanaannya (Gambar 5b): Dengan cara meloncat-loncat (cengek), pemain menuju sasaran untuk mengetuk tempurung sasaran. Segera setelah mengetuk sasaran, pemain kembali ke tempat start dengan cengek lagi. Setelah berada ditempat start itu, pemain melemparkan tempurungnya ke atas tinggi kira-kira 1 meter di atas kepalanya dan jangan sampai jatuh. Pada waktu melempar dan menangkap kembali tempurung itu, posisi tubuh tetap berdiri diatas satu kaki.
Penilaian: 100 untuk yang dapat menyelesaikan item ini dengan sempurna 80 untuk yang tidak sempurna (pada waktu diperjalanan kembali ke tempat start, tempurung jatuh). 60 untuk yang tidak sempurna (pada waktu melempar dan menangkap kembali tempurung jatuh). 0 untuk yang gagal mengetuk/tidak sampai sasaran.
Gambar 5a Gambar 5b
Item 6: ‘MENINGKIR’
Sikap permulaan (Gambar 6a): Pemain berdiri menghadap ke sasaran. Sebuah tempurung yang terbuka menghadap ke atas, di jepit di antara kedua betis. Gerakan pelaksanaannya (Gambar 6b):
Dengan melalui mata kaki, tumit, ujung ibu jari kaki, pemain berusaha menggelindingkan tempurungnya ke sasaran. Jika usaha pertama belum mengenai sasaran, dapat dilanjutkan dengan usaha ke dua sampai ke tiga. Jika telah tiga kali usaha belum mengenai sasaran, dianggap “mati“ dan giliran main diganti oleh pemain lawan.
Penilaian: 100 untuk yang langsung mengenai sasaran pada usaha ini. 80 untuk yang dua kali usaha.
Gambar 6a Gambar 6b 60 untuk yang tiga kali usaha 0 untuk yang lebih dari 3 kali usaha.
Item 7: “MADEDU’ “
Sikap permulaan (Gambar 7a): Pemain berdiri membelakangi tempurung sasaran. Sebuah tangan memegang sebuah tempurung (pinggirannya atau tepi lingkarannya). Gerakan pelaksanaannya (Gambar 7b): Dari posisi tubuh yang membelakangi sasaran, pemain melemparkan tempurungnya ke sasaran. Cara melempar. Membidik sasaran tidak diperkenankan melihat dari kiri atau kanan, melainkan harus dengan sikap kayang (kepala/muka menghadap ke tempurung sasaran). Jika sampai terjadi tempurung si pemain sangat dekat dengan tempurung sasaran, maka si pemain dapat melakukan “kayang penuh” untuk mengetuk langsung. sasaran. Usaha yang berhasil, dinilai 100.
Penilaian: 100 untuk yang satu kali langsung mengenai sasaran pada waktu lemparan pertama. 100 untuk yang berhasil melakukan kayang penuh (‘dedu sat’).
75 untuk yang dua kali usaha. 50 untuk yang tiga kali usaha 0 utuk yang tidak pernah mengenai sasaran setelah tiga kali usaha.
Gambar 7a Gambar 7b
Item 8: ‘MAMEDENG’
Sikap permulaan (Gambar 8a): Pemain berdiri menghadap ke sasaran. Keadaan mata tertutup/dapat menggunakan saputangan untuk penutup mata. Sebuah tangan memegang sebuah tempurung. Gerakan pelaksanaannya (Gambar 8b): Dengan sikap tubuh dan dengan mata tertutup, pemain dengan hati-hati menuju ke sasaran untuk mengetukkan tempurungnya pada tempurung sasaran. Cara mengetuk di lakukan dari atas, bukan dari arah samping. Jika ketukan tidak mengenai sasaran, pemain dianggap “mati”, dan giliran main digantikan oleh pemain lawan.
Penilaian: 100 Untuk yang langsung satu kali usaha, mengenai
sasaran. 75 untuk yang dua kali usaha. 50 untuk yang tiga kali usaha 20 untuk yang empat kali usaha 10 untuk yang lima kali usaha 0 untuk yang lebih dari lima kali usaha.
5. Hakikat Inteligensi
Gambar 8b Gambar 8a
Asal kata inteligensi adalah dari kata Latin Intellegere artinya memahami.
Inteligensi adalah bentuk aktif dari kata Latin tersebut, sedangkan bentuk pasifnya adalah
intelek. Hadisubrata, (1988) menyimpulkan bahwa intelek lebih sebagai daya atau
potensi untuk memahami, sedang inteligensi adalah aktivitas atau perilaku yang
merupakan perwujudan dari daya atau potensi tersebut. Secara lebih operasional,
Hadisubrata mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan menggunakan potensi
intelek untuk belajar. Dikatakan bahwa pengetahuan adalah hasil belajar, yang diperoleh
melalui pengalaman indera, persepsi, imajimasi, konsentrasi, abstraksi, penilaian dan
penalaran. Proses ini juga menyangkut ingatan untuk menyimpan bahan-bahan yang
diperoleh dari pengalaman indera, dan mengingatnya kembali untuk diproses lebih lanjut.
Dengan demikian inteligensi diartikannya sebagai kumpulan dari kemampuan-
kemampuan yang mewujudkan suatu inteligensi umum sehingga secara konkret dapat
dikatakan bahwa anak yang cerdas adalah anak yang pengamatannya tajam, daya
persepsinya cepat, imajinasinya kuat, daya abstraknya tinggi, penilaiannya tepat,
penalaran lurus, serta daya konsentrasi dan daya ingatannya kuat. Potensi intelek yang
bersifat bawaan seperti di atas, tidak dapat diukur secara langsung karena tidak terwujud
dalam bentuk perilaku atau tindakan. Potensi intelek hanya dapat diukur melalui
penyimpulan perilaku atau tindakan, yang terwujud pada saat seseorang menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Oleh sebab itu sebagian besar psikolog berpendapat bahwa
inteligensi adalah apa yang dapat diukur dengan tes inteligensi (Hadisubrata, 1988).
Singgih D. Gunarsa (1996), inteligensi merupakan sesuatu aspek dari kepribadian
yang bisa mengarahkan untuk bisa menyelesaikan suatu tugas, mengatasi kesulitan dan
sebagainya. Inteligensi meliputi aspek-aspek verbal teoritis, numerik, analisa-sintesa,
teknis, abstraksi. Aspek yang satu bisa menonjol daripada yang lain.
Guilford, sebagaimana yang dikutip oleh Morris (1988) membagi intelegensi atau
kemampuan mental ke dalam 3 matra yaitu:
(1) operasi, yang merupakan kegiatan berpikir,
(2) produk, yang berupa ide yang diperoleh, dan
(3) isi, merujuk pada pengertian dari ‘apa’ yang dipikirkan.
Gambar . Model Tiga Matra Inteligensi dari Guilford *) *) Sumber:G.Morris (1988), Psychology: An Introduction.Englewood Cliffs,N.J: Prentice Hall, p.303.
Bermain tempurung dan inteligensi. Aktivitas intelektual di dalam bermain
tempurung dapat di tampilkan pada:
(1) Saat pemain harus mengamati dan mengkaji situasi dan kondisi ‘medan’
permainan secara kompre hensif (termasuk dalam matra operasi, pada unit
kognisi, memori dan evaluasi).
(2) Posisi tempurung sasaran dan tempurung pembidik, jarak di antara keduanya,
serta kondisi permukaan lapangan harus diamati secara cermat (dalam matra
isi, pada unit figural).
(3) Kemampuan inteligensi juga sangat dibutuhkan pada saat pemain harus
dengan cepat mengambil keputusan bentuk gerak yang harus ditampilkannya
(dalam matra produk, pada unit sistem dan implikasi).
Inteligensi berasal dari otak manusia. Conny Semiawan (Harian Kompas, 21 Januari
1985) berkata, manusia merupakan organisasi biologis secara genetis, tapi perkembangan
dan cara berfungsinya ditentukan oleh interaksi dengan lingkungan. Salah satu
berfungsinya organisasi biologik itu adalah inteligensi. Otak dapat berfungsi bila terdapat
cukup glukosa dan oksigen. Bila glukosa dalam darah kurang, maka akan terjadi
gangguan kesadaran. Nasution (1990) mengatakan, berpikir sebenarnya merupakan
proses asosiasi antara berbagai ingatan yang tersimpan dalam pelbagai pusat ingatan yang
tersebar di otak. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa kecerdasan seorang anak selain
ditentukan oleh pengelolaan keluarga dan lingkungannya, ditentukan pula oleh mutu
otaknya. Mutu otak itu yang ditentukan selain oleh faktor keturunan juga oleh kenyataan
apakah sewaktu dikandung sebagai janin ia cukup banyak mendapatkan makanan bergizi
melalui ibunya. Juga sangat menentukan apakah ia mendapat cukup makanan bergizi
ketika ia dibesarkan sebagai bayi sampai usia dua tahun. Banyaknya sel ingatan yang
dimilikinya di dalam otaknya sudah ditentukan dalam masa yang sangat dini sewaktu ia
masih berupa janin. Perkembangan sel-sel ingatan ini beserta sel-sel penghubungnya
kemudian sangat ditentukan oleh makanan yang diterimanya selama proses
perkembangan janin menjadi bayi yang disusui ibunya sampai usia 2 tahun. Kekurangan
unsur gizi seperti protein dan mineral dapat menghambat perkembangan otaknya dan
walaupun kemudian ia mendapatkan perbaikan mutu makanannya, kerusakan itu tidak
mungkin lagi diperbaiki. Otak yang baik mutunya dapat dipadankan dengan cakran berat
(hard disk) komputer yang menyimpan data secara tetap. Otak demikian dapat
menyimpan banyak satuan keterangan, sehingga mutu otak dapat dibandingkan dengan
kapasitas simpan hard disk. Hard disk kapasitas 80 MB (megabyte) sudah jelas dapat
menyimpan lebih banyak data dan program daripada yang kapasitasnya hanya 10 MB.
Tetapi, manusia bukan mesin yang diprogramkan, tetapi dia punya cipta, karsa dan rasa.
Pengaruh keluarga dan lingkungan dalam pengembangan dalam pengembangan
pemikiran anak dapat dibandingkan dengan sistem operasi jenis apa pada mikroprosesor
jenis apa pula yang digunakan untuk mengformat hard disk dan mengelola keluar-
masuknya informasi dari dan kedalamnya. Mikroprosesor tertentu dengan menggunakan
sistem operasi tertentu pula akan dapat mengolah data lebih cepat daripada sistem
lainnya, seperti halnya otak yang bermutu baik dan cara bernalar yang efisien akan
membuat pemiliknya memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Tampaklah bahwa tingkat
kecerdasan seseorang ditentukan oleh banyak sekali faktor yang di sini hanya dibagi
menjadi dua: (1) genetik (keturunan) dan (2) lingkungan. Faktor genetik sendiri terdiri
atas banyak sekali faktor bagian. Demikian pula dengan faktor lingkungan.
Pemanfatan kedua belahan otak. Nasution (1984) memaparkan Roger Sperry
berdasarkan penelitiannya pada veteran perang yang menderita cacat di kepala. Ia
menemukan bahwa belahan kiri dan belahan kanan otak besar manusia mempunyai
fungsi yang berbeda dalam beberapa hal. Belahan otak kiri (left hemisphere) me-
ngendalikan tangan kanan dan medan pandang kanan kedua bola mata, sedangkan otak
kanan mengendalikan tangan kiri dan medan pandang kiri kedua bola mata. Otak kiri
berfungsi berpikir konvergenukannya tidak mungkin bahwa daya cipta kurang
berkembang karena kita tidak begitu cenderung mengikutsertakan tangan kiri untuk
bekerja. Otak merupakan komputer utama yang menghasilkan semua reka cipta manusia,
dari kesenian sampai matematika, dari jarum jahit sampai bom nuklir. Perkembangan
otak seorang anak belum lengkap sampai usianya mencapai 17 tahun.
Menurut Singgih D. Gunarsa (1996), inteligensi merupakan sesuatu aspek dari
kepribadian yang bisa mengarahkan untuk bisa menyelesaikan suatu tugas, mengatasi
kesulitan dan sebagainya. Inteligensi meliputi aspek-aspek verbal teoritis, numerik,
analisia-sintesa, teknis, abstraksi. Aspek yang satu bisa menonjol daripada yang lain.
Setiap cabang olahraga berlainan dalam aspek inteligensi. Dalam perkembangan
teknologi yang makin maju, kekuatan fisik dan kemampuan teknik dapat dikembangkan
sebaik-baiknya. Namun, dalam arena pertandingan, kalau keadaan sama-sama maju, baik
dalam teknologi olahraga maupun dalam pertandingan, maka faktor penting yang sering
menentukan kemenangan adalah inteligensi. Sebagai contoh, keadaan bola seorang
pemain sepakbola yang baik, bukanlah sekedar tendangan reflektoris-otomatis dari
berfungsinya otot dan syaraf, melainkan tendangan yang terarah dari berfungsinya
kemampuan berpikir dan inteligensi yang dimiliki.
Dalam olahraga, motor educability dapat disebut inteligensi fisik, dan mental disebut
inteligensi mental (kognitif). Singgih yang mengutip pendapat Vanek & Cratty berkata
bahwa orang yang memiliki I.Q. tinggi akan lebih cepat mempelajari olahraga dibanding
dengan yang I.Q. rendah.
6. Tes Inteligensi
Untuk keperluan pengukuran salah satu variabel psikologis, dapat digunakan alat
ukur psikologis yakni CFIT (Culture Fair Intelligence Test: Test of “g” atau Tes
Inteligensi Culture Fair Skala 2, Bentuk A/B), demikian penjelasan Anggadewi Moesono
(1989, 2006) Berdasarkan hasil perhitungan KR-21 yang menggunakan bantuan
komputer Lotus 123 Rel.2.4 koef. reliabilitas yang diperoleh r = 0,687 Instrumen tes
CFIT, terdiri atas 4 subtes: (1) series, 12 soal selama 3 menit, (2) classification, 14 soal
selama 4 menit, (3) matrices, 12 soal selama 3 menit, (4) condition atau topology, 8 soal
selama 2,5 menit, jumlah seluruhnya 12,5 menit. Tes ini memiliki reliabilitas yang
tinggi dilihat dari internal konsitensi. Langkah-langkah telah dilakukan untuk menguji
validitas tes ini dilakukan dengan cara: skor hasil test CFIT ddikorelasikan engan nilai
mata pelajaran IPA dari 20 orang subjek coba siswa kelas tinggi SD Inpres di desa
Tatelu kecamatan Dimembe, Minahasa. Dari perhitungan yang menggunakan rumus
Product Moment diperoleh r = 0,539 Besaran koef. korelasi ini menunjukkan bahwa tes
CFIT cukup memenuhi syarat validitas konstruknya (Lolowang, 1995: 60-61, 139-150).
8 Hakikat Kreativitas
Jujun S.Suryasumantri (1981) berkata, dewasa ini Indonesia memerlukan manusia
yang taqwa, terpelajar, terdidik, ahli, berbudi pekerti, aktif, kreatif, mampu menyesuaikan
diri, berorientasi kepada kemajuan, hemat dan dapat diandalkan, serta kelengkapan-
kelengkapan untuk dapat mampu bersaing bukannya hanya sekedar hadir, atau eksis.
Sebelum kajian teori tinjauan pustaka dilanjutkan, terlebih dahulu perlu diketahui asal
mula atau cikal bakal kreativitas sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
“Sequences in creation and presentation often differ. Let us return to the Genesis story. A few interesting paradoxes might shed some light on creative beginning. God creates a world to reveal Himself to. He creates the earth (first day), then light (second day), then grass (third day), then sun (fourth day). The sequence is confusing, if taken literally and linearly. If the sun was formed on the fourth day of the creation, what provided light on the second? If grass was formed on the third day, how did it receive photosynthetic energy to grow? (The sun was not created until the fourth day.) Yet
most creative beginnings are as non rational and nonlinear.” (Sumber: http://www.com/creative/mag2.htm)
Artinya, sekuens dalam kreativitas dan presentasi kadang-kadang berbeda. Marilah kita
kembali ke cerita dalam Alkitab Kejadian. Sedikit paradoks mungkin menarik kapan
bermulanya kreatif.
TUHAN menciptakan dunia untuk menampakkan keberadaanNYA. TUHAN
menciptakan bumi (pada hari pertama), lalu terang (hari ke dua), lalu rumput (hari ke
tiga), lalu matahari (hari ke empat). Urutan membingungkan, jika diartikan secara
harafiah dan linear. Jika matahari terbentuk pada hari ke empat, terang yang manakah
yang diciptakan pada hari ke dua sebelumnya? Jika rumput terbentuk pada hari ke tiga,
bagaimana rumput itu menerima energi photosynthetic untuk bertumbuh? (Matahari
belum/tidak diciptakan sampai hari ke empat). Namun kebanyakan permulaan kreatif
adalah non-rasional dan non-linear. Lebih lanjut dikemukakan sebagai berikut:
“… Not only is creativity nonlinear, we begin allover. Our starting point may be the ending point; the middle may go to the beginning. Jacob Bronoswki, the philosopher, says about scientific evidence, “…but because a crisscross of evidence from many different kinds of experiments supports this hypothesis (and confounds others) as a plausible way of linking them all together.” What convinces us is that the system as a whole works, not that the same thing is repeated in a linear fashion.” (Sumber: http://volusia.com/creative/mag2.htm)
Artinya, tak hanya daya cipta tak linear. Titik permulaan mungkin menjadi titik berakhir;
pertengahan mungkin pergi ke permulaan.
Jacob Bronoswki, seorang filsuf, mengatakan tentang bukti ilmiah, "konsep terbentuk,
undang-undang diusulkan, tidak karena pengulangan sebuah eksperimenmembuat
berhasil/inevitable, tetapi karena crisscross/menyilangi bukti dari beraneka ragam
eksperimen menyokong hipotesis ini (dan mengacaukan orang lain) sebagai cara masuk
akal menghubungkan mereka sama sekali."
“Apa yang meyakinkan kami ialah bahwa sistem sebagai karya keseluruhan/utuh, tak ada
hal yang sama diulangi dalam cara linear."
Arismunandar (1984), mengatakan masalah kreativitas dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok.
Hubungan antara IQ dengan kreativitas.. Secara umum dapat dikatakan bahwa
sampai tingkat inteligensi tertentu yang cukup tinggi (diperkirakan sekitar IQ (110-120)
memang ada hubungan (korelasi) yang cukup kuat antara IQ dan kreativitas menurut
tingkat kecerdasan (inteligensi) tertentu yang cukup tinggi, tetapi diatas itu, tingkat
kecerdasan seseorang tidak lagi menentukan tingkat kreativitas seseorang (MacKinnon,
1966). Jadi belum tentu makin tinggi inteligensi seseorang makin kreatif.
Munandar menjelaskan, bahwa kemampuan-kemampuan lain yang dapat merupakan
tolak ukur kreativitas ialah:
1. Elaborasi, yaitu kemampuan mengembangkan, memperkaya dan memperinci
suatu gagasan. 2 Redefinisi, yaitu kemampuan memberi perumusan baru terhadap
suatu objek, situasi atau masalah.
Ciri-ciri kepribadian kreatif antara lain. Mempunyai daya imajinasi dan rasa ingin tahu
yang kuat; bebas dalam berpikir dan mengungkapkan pendapat; ingin memjajaki hal-hal
baru; mandiri dan mempunyai inisiatif. Dengan memiliki ciri-ciri kepribadian kreatif dan
kebiasaan bersibuk diri secara kreatif dalam kondisi lingkungan yang memupuk dan
mendorong perilaku kreatif, maka produk-produk kreativitas yang bermakna dengan
sendirinya akan timbul.. Terciptanya karya atau prestasi unggul mempersyaratkan adanya
1. Bakat dan kemampuan di atas rata-rata. 2.Kreativitas
Penerapan dan pengembangan kreativitas.
Munandar menjelaskan bahwa setiap anak mempunyai bakat kreatif secara
alamiah dan semakin dini, ini mulai dikembangkan tentunya makin baik. Ini tidak berarti
kalau anak sudah telanjur tidak kreatif, lalu percuma untuk melakukan sesuatu.
Yang harus diusahakan oleh pendidik ialah menyelenggarakan suatu lingkungan
yang mengundang anak untuk berkreasi, dengan mengusahakan lingkungan yang kaya
akan rangsangan. Anak memerlukan rangsangan yang beragam sesuai dengan taraf
perkembangannya. Hal ini dapat diberikan melalui pelajaran di sekolah dan dengan
memberikan alat permainan edukatif dan kreatif. Yang lebih menentukan terciptanya
lingkungan yang kondusif untuk perkembangan kreativitas ialah bagaimana hubungan
anak didik dengan pendidik, orang tua, guru dan dengan orang-orang lain. Hal ini
ditekankan oleh Jerome Kagan. Dari hubungannya dengan orang-orang lain anak belajar
paling banyak. Yang penting bagi pendidik ialah menciptakan suatu lingkungan di mana
anak merasa aman dan bebas untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, untuk
berkreasi. Selain orang tua, guru TK dan SD juga ikut difungsikan sebagai pengembang
kreativitas anak.
Cara memupuk kreativitas anak di bidang tulisan (olah kata). Kreativitas ialah
kemampuan melihat dan membentuk kombinasi-kombinasi baru antara unsur-unsur yang
sudah ada sebelumnya, atau antara unsur-unsur (rangsangan) yang diberikan. Ciri-ciri
pokok kreativitas ialah kelancaran, keluwesan dan keaslian (originalitas) dalam berpikir.
Memupuk kreativitas dalam tulisan dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada
anak “bermain” (berlatih) dengan kata-kata atau dengan konsep-konsep verbal dalam
tulisan. Misalnya dalam kegiatan a.l. (1).Menemukan banyak sinonim atau antonim untuk
kata-kata.(2) Membuat “kata baru” yang merupakan gabungan dari beberapa kata. (3)
Menggambarkan perasaan-perasaan dalam kata atau lukisan. (4) Menemukan macam-
macam judul untuk suatu cerita.(5) Melukiskan dalam kata suara-suara atau musik yang
didengarnya.
Bermain dan alat permainan. Kalau seorang anak yang karena rasa ingin tahunya besar,
lalu membongkar mainannya, sehingga tidak berfungsi lagi, bagaimana tindakan orang
tua dalam hal ini? Bagaimana pula kalau kreatifitasnya menjurus kepada hal-hal yang
berbahaya? Tergantung dari umur dan tingkat kemampuan anak. Pada usia sekolah dasar,
bahkan kadang juga sebelumnya sudah dapat dibina untuk merawat mainannya. Jika
merupakan kesenangannya tersendiri membongkar harus dibiasakan sejak dini agar anak
bisa mengatur kembali mainannya.
Kreativitas dan tokoh-tokoh yang kreatif. Landasan teori ini seakan-akan gersang
tanpa manusia kreatif seperti Mendel *), Darwin dan Alfred Russel.Wallace **)
------------------------------------------------------------------------
*) Sumber: Jacob Bronowski. The Ascent of Man. Chapter 12. Generation upon generation. Boston/Toronto: Little, Brown and Company, 1973) (La Yolla, California: August 1973). (hh.379-410) **) Sumber: Ibid.., Chapter 9. The Ladder of Creation.
Gregor Mendel adalah anak seorang petani. Semula ia siswa calon guru di Viena,
namun berulang kali drop out karena nervous dan kurang pandai. Mendel bukan seorang
profesor, juga bukan seorang ahli ilmu alam seperti ahli-ahli pada zaman itu di Inggris; ia
hanya seorang kitchen garden naturalist.
Gagal sebagai calon guru diusianya 31 tahun, Mendel kembali (1853) sebagai
biarawan di Brno (Moravia, bagian dari Chechoslovakia), ia ingin meneruskan cita-
citanya bekerja di ladang, sesuatu yang mempesona yaitu tanaman. Di biara, Mendel
memutuskan untuk mengabdikan seluruh hidupnya guna kepentingan eksperimen-
eksperimen praktis dalam biologi tanpa sepengetahuan uskup lokal yang tak pernah
mengijinkan biarawan-biarawan mengajar biologi. Tiga tahun berikutnya (1856) Mendel
mulai dengan eksperimen-eksperimen formalnya. Penelitiannya terhadap tanaman
pilihannya yakni: kacang polong (buncis) ada dua macam sifat yang berbeda untuk
diteliti yaitu tanaman tinggi versus tanaman rendah. Sepuluh tahun berikutnya (1866)
Mendel mempublikasikannya dalam Journal of The Brno Natural History Society
(tidak terkenal) namun no one cared atau tidak mengerti tentang apa yang ditemukannya.
Tahun 1868, walaupun Mendel diangkat menjadi uskup di biaranya, ia tetap
melaksanakan eksperimen dengan menggunakan hewan lebah. Akhirnya Mendel
meninggal (1884 dalam usia 62 tahun) di Cekoslowakia, dia tak sempat menyaksikan
perkembangan hasil penelitiannya. Semua paper Mendel dibakar oleh uskup
penggantinya. Tetapi setelah Mendel wafat, 16 tahun kemudian (1900), eksperimennya
bangkit kembali (oleh beberapa ilmuwan) sekaligus mulai berkembangnya studi genetik.
Tahun 1951 James Watson (usia sekitar 35 thn) dan Francis Crick (usia 25 thn)
menemukan bentuk dan komposisi kimiawi DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), dan pada
tanggal 2 April 1953 mengirim paper tentang struktur DNA yang dikerjakannya selama
18 bulan.
Rahasia yang selama hidupnya Mendel belum terpecahkan, sekarang telah
terbukti. Protein yang terbentuk merupakan pengatur terbentuknya berbagai jenis sel
dalam tubuh. Hanya sel sperma dan sel telur yang membawa setengah pesan kimiawi
yang akan diturunkan. Karena itu bayi manusia yang lahir memperoleh sifat-sifat dari
kedua orang tuanya. Beda dengan lebah madu, hanya lebah madu yang fertil dan bila
-sel telur lebah betina tanpa dibuahi sperma menghasilkan keturunan jantan, maka lebah
jantan inilah yang merupakan replikasi yang identik bagi spesies tersebut. Pada manusia
tidak terjadi hal yang demikian, kecuali melalui cloning. Mungkin ada yang ingin
membuat turunan (copy) dari ibu yang cantik (seperti Marisa Haque) atau dari bapak
yang pandai (seperti B.J. Habibie)??
Pada species manusia, seks sangat berkembang dan wanita ikut aktif ambil bagian
dalam seleksi seksual. Jelas, bahwa seks memiliki karakter yang khusus bagi diri manusia
yakni ciri biologis. Kenyataan pada umumnya adalah sedikit beda antara pria dan wanita
(dalam pengertian biologis dan tingkahlaku seksual), bila dibandingkan dengan species
lain. Hal ini adalah sesuatu yang jelas dan ini merupakan species yang berkopulasi face
to face. Dengan adanya kebudayaan, dilarang terjadinya incest (sexual intercourse
between brothers and sisters). Larangan ini hanya mempunyai makna/arti bila dicegah
lelaki tua kawin dengan wanita sangat muda, artinya berbeda umur jauh, seperti anaknya.
Kalau hal tersebut dibiarkan maka lelaki akan mendominasi kelompok wanita
sebagaimana dilakukan oeh kelompok kera. Jadi ciri hewani pindah pada manusia tipe
ini. Manusia di dalam melakukan interrelasi antara male dan female harus melalui
perenungan dan pertimbangan dan dilakukan secara manusiawi. Di dalam pernikahan
yang perlu dipikirkan bukan dengan siapa yang kita ajak ke tempat peraduan, tetapi
dengan siapa kita melahirkan keturunan (anak), dalam arti keturunan yang baik.
Hendaknya manusia menghasilkan keturunan melalui pernikahan, bukan melalui cloning,
karena pernikahan berdasarkan kasih sayang, baik fisik maupun spiritual yang tak dapat
dipisahkan. Segala sesuatu ‘upacara adat’ dalam persiapan sebelum pernikahan
mengungkapkan adanya kebudayaan. Mengikuti pesan Tuhan jadikanlah seks sebagai
instrumen biologis yang diciptakan oleh manusia sendiri berdasarkan evolusi
kebudayaan. Jangan perlakukan seks secara sembrono karena itu merupakan seleksi
untuk keturunan umat manusia di kemudian hari.
Penemuan-penemuan hebat oleh Mendel, Watson dan Frans Crick tidak selalu
ditentukan oleh pendidikan formal atau umur. Faktor yang berpengaruh dalam hal ini
adalah kreativitas, motivasi dan keuletan. Penemuan Mendel ternyata merupakan
tonggak yang kuat bagi berkembangnya biologi terutama di bidang sitologi. Berdasarkan
hukum-hukum Mendel inilah orang lalu berusaha menemukan unsur-unsur apa
sebenarnya yang berperan dalam mengendalikan ‘keturunan’ dari generasi ke generasi
yang kemudian dikenal dengan nama gen.
Yang menemukan teori evolusi adalah: Charles Darwin dan Alfred Russel
Wallace. Latar belakang hidup keduanya sangat berbeda.
Charles Darwin Alfred Russle Wallace (lebih muda 14 thn dari Darwin)
Orang tuanya berada (kaya) - Orang tuanya miskin Berpendidikan kedokteran kemudian Mendapat pendidikan melalui kursus-kursus
beralih menjadi pendeta menjadi guru serta pembantu pengukur tanah Tak berani menghadapi opini masyarakat Terbuka dan ulasan-ulasannya tegas
Persamaannya ialah bahwa keduanya “Pencinta Alam” meskipun Wallace kemudian
menjadi “full time naturalist” yakni ia hidup dari hasil kerjanya sebagai naturalist dengan
mengoleksi fauna untuk museum atau atas pesanan orang.
Teori evolusi karena seleksi alam merupakan pembaharuan ilmiah satu-satunya pada
abad ke 19. Setelah kegoncangan masyarakat karena temuan “The Origin of Species”,
dunia kehidupan dipandang sebagai suatu dunia yang bergerak dan terus berubah.
Penciptaan bukanlah suatu yang statis, tetapi berubah dalam waktu. Implikasi dari teori
evolusi ialah: bahwa ada organisme yang diciptakan kemudian dari yang lain. Teori
“Generatio Spontanea” yang masih diterima oleh orang awam pada waktu itu, oleh Louis
Pasteur (1860) dibuktikan tidak benar. Dalam usaha pembuktian ini, Pasteur menemukan
adanya bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen, dan ada yang memerlukan oksigen. Ini
merupakan penemuan yang menentukan dalam usaha untuk mengerti “hidup pada
mulanya”, dimana belum ada oksigen dalam atmosfer. Penemuan berikutnya adalah:
Bahwa dalam suatu larutan, sisa-sisa kehidupan masih dapat terlihat adanya bentuk-
bentuk molekul tertentu dalam cairan itu. Bentuk ini merupakan sidik jari bahwa pernah
melalui proses hidup. Dasar pemikirannya adalah: Struktur suatu substansi dapat
diumpamakan sebagai bersifat kiri atau kanan. Keduanya merupakan bayangan cermin
satu sama lain dan tak dapat disamakan. Kristalpun bersifat demikian, yaitu molekul-
molekul yang membangunnya ada yang bersifat kanan dan ada yang bersifat kiri. Cahaya
polarisasi jika dilakukan melalui zat yang bersifat kiri akan merubah polarisasi ke kanan
dan sebaliknya. Dengan demikian larutan akan berubah warna dari gelap terang
gelap terang dan seterusnya. Bukti bahwa secara kimiawi, evolusi dapat diterangkan
sbb:
Gerakan otot manusia dimungkinkan dengan adanya oksigen. Oksigen dibawa
myoglobin, suatu zat protein. Myoglobin terdiri dari lebih kurang 150 asam amino.
Jumlah asam amino sama dalam semua makhluk hidup. Jenisnya bisa’ berbeda. Jumlah
jenis asam amino merupakan ukuran jarak perkembangan secara evolusi.
Pada mula kehidupan, bagaimanakah keadaan atmosfer pada permukaan bumi?
Stanley Miller (Amerika, 1950) mengadakan eksperimen: Gas-gas seperti yang disebut di
atas, dicampur dan dipanaskan, dilalui aliran listrik, diaduk, disinari sinar ultra violet
campuran menjadi berwarna gelap terbentuk asam-asam amino. Apakah pembekuan
dapat juga berperan? Lesli Orgel mengadakan eksperimen sebagai berikut: Larutan
bahan-bahan yang diperkirakan ada pada atmosfer sebelum adanya kehidupan (seperti
hidrogen cianida, amonia), dibekukan pada permukaan atas bekuan terbentuk
onggokan kecil suatu zat molekul organik yaitu adenin (ini merupakan salah satu basa
penyusun DNA). DNA sendiri merupakan kunci hidup (the alfabet of life).
Jenjang penciptaan alam kehidupan. Penjenjangan dalam penciptaan
organisme mempunyai arti bahwa dunia mahluk hidup tidak diciptakan sekaligus. Teori
evolusi melalui seleksi alam yang dikembangkan Darwin dan Wallace merupakan
petunjuk bahwa penciptaan dunia kehidupan tidak sekaligus dalam suatu masa yang
terbatas melainkan berjenjang dalam waktu yang panjang.
Bila mula kehidupan dimulai dengan 4 basa DNA maka ini merupakan bukti
bahwa hidup hanya bermula sekali. Bila ada terjadi molekul mula kehidupan yang lain
kemungkinan ia tak dapat berbaur dengan yang telah ada (seleksi alam).
Manusia sebagai ciptaan yang terdapat pada jenjang terakhir merupakan “a whole
intergrated harmonious being” yang pada waktu lahir telah mempunyai potensi-potensi
kreatif. Baik Darwin maupun Wallace melalui penemuannya nyata pengembangan
potensi kreativitas ini. Penemuan ini dimungkinkan karena sifat-sifat kreativitas kedua
tokoh evolusi, seperti: ”curiosity, imagination, perseverance, extensive fund of
information and ideas, commitment to solving problems, divergent and complex
thinking and feeling processes”.
Jenjang penciptaan organisme dapat digambarkan sebagai berikut:
manusia
beragam organisme
organisme kompleks
organisme sederhana + seleksi alam molekul DNA - Replikasi dan rekombinasi
Adenin (basa DNA) Thymine Guanin ? Cytosine Larutan bahan yang diperkirakan + pembekuan (Lesli Orgel ) yang ada dalam atmosfir sebelum adanya kehidupan (uap panas, ni- + pengaruh petir, listrik trogen, metan, amonia, CO2, gas sinar ultra unggu (Stanley Miller) lain)
Karena rasa ingin tahu (merupakan asas pendidikan) tentang keanekaragaman
organisme diadakan eksplorasi, dan melalui proses yang cukup panjang, inspirasi, dan
pengelolaan perolehannya mereka mengalami “peak experience” dalam menemukan
kunci mengenai keanekaragaman dalam dunia mahluk hidup.
Pengembangan potensi kreativitas terlihat pada keterlibatan kedua ilmuawan ini
pada masalah yang dihadapi. Pada waktu kedua tangan Darwin masing-masing telah
menggenggam seekor kumbang ia melihat seekor kumbang lagi yang ingin dipelajarinya.
Cepat-cepat ia memasukkan kumbang yang satu ke dalam mulutnya dan dengan tangan
yang telah bebas itu ia menangkap kumbang yang lain. Darwin dilarang orangtuanya
berlayar dengan kapal Beagle. Kapten kapal itupun tidak senang ia ikut, namun Darwin
tetap berangkat ke Amerika Selatan. Keduanya (Darwin dan Wallace) mau menderita
ketakutan “Physical inconvenience”, ancaman penyakit dengan berlayar menuju tempat-
tempat yang belum dijelajahi. Wallace dalam perjalanan pulang dari Amerika Selatan,
kapal yang ditumpanginya terbakar, seluruh koleksi dan catatannya hilang, namun ia
tidak kapok dan masih pergi ke kepulauan Melayu dimana ia membuat teori mengenai
batas flora/fauna kepulauan Melayu sebelah timur dan barat. Teori ini hingga sekarang
dikenal sebagai Garis Wallace.
Pada diri Darwin pernah terjadi konflik mengenai penemuannya. Ia sadar bahwa
penemuannya bertentangan dengan pandangan masyarakat tentang penciptaaan mahluk
hidup pada zaman itu. Keengganannya akan kontroversi nyata dalam keengganannya
menyusun teorinya dalam bentuk tulisan. Tahun 1838 Darwin menemukan teori
mengenai terciptanya organisme, dan empat tahun kemudian (tahun 1842) ia baru mulai
menulis (pakai pinsil) draft teorinya sebanyak 30 lembar. Dua tahun kemudian (1844) ia
mulai menulis (dengan tinta) menjadi 230 lembar. Rencananya, tulisan ini hendak
diwasiatkannya kepada istrinya untuk dipublikasikan setelah ia meninggal nanti. Empat
belas tahun kemudian (1858) Darwin menerima hasil penemuan Wallace, barulah Darwin
muncul dengan teorinya di depan Linnean Society, dan tahun 1859 ia mempublikasikan
“The Origin of Species”.
Demikian sekilas kehidupan manusia-manusia kreatif yang dapat dicontohi dan
yang dapat mengantar kita lebih memahami tentang kreativitas.
Tes Kreativitas. Untuk mengukur kreativitas dipakai tes kreativitas verbal.
B. Kerangka Berpikir
Hubungan bermain tempurung dan inteligensi dan kreativitas. Dalam permainan
tempurung terkandung aspek-aspek inteligensi. Dengan melakukan aktifitas bermain
tempurung akan melatih kecepatan proses berpikir dan menumbuhkan kreativitas pada
pelakunya. Jadi dapat diduga inteligensi dan kreativitas akan meningkat dengan
melakukan aktivitas bermain tempurung.
C. Hipotesis
1. Dengan bermain tempurung inteligensi dapat ditingkatkan
2. Dengan bermain tempurung kreativitas dapat ditumbuhkembangkan.
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan penelitian
1. Mengumpulkan data untuk mengetahui bahwa dengan bermain tempurung pun
inteligensi dan kreativitas dapat ditiingkatkan dan dikembangkan..
2. Menyusun suatu permainan tempurung yang terdiri dari rangkaian gerakan-
gerakan tertentu dengan peraturan permainannya.
3. Menyusun saran-saran mengenai suatu program pengajaran pendidikan jasmani/
olahraga di SD yang berisikan olahraga tradisional permainan tempurung
B. Manfaat penelitian bagi:
1. Usaha-usaha peningkatan inteligensi dan kreativitas anak-anak SD terutama yang
berada di pedesaan.
2. Untuk mengatasi masalah kekurangan alat-alat olahraga di sekolah-sekolah.
3. Memperkaya kebudayaan Indonesia dengan menggali dan mengembangkan
olahraga tradisional.
4. Usaha-usaha menanamkan kecintaan kepada tanah air Indonesia melalui
permainan tradisional tempurung yang alat bermainnya berasal dari hasil bumi
Indonesia yaitu tempurung dari kelapa.
5. Pengembangan ilmu keolahragaan.
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan penelitian secara operasional adalah untuk mendapatkan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan apakah dengan melakukan aktivitas bermain tempurung dapat
meningkatkan: (1) inteligensi, dan (2) kreativitas pelakunya
B. Definisi operasional variabel penelitian
1. Bermain tempurung (mauka’an) adalah bermain dengan menggunakan tempurung
kelapa (batok kelapa) sebagai alat bermain, baik sebagai tempurung pembidik
maupun tempurung sasaran bidikan.. Rangkaian permainan terdiri atas delapan item
(step), menurut kultur Tonsea disebut Mauka’an, pemain selalu membidik
tempurung sasaran, dimainkan secara perorangan dan beregu.
2. Kecerdasan adalah inteligensi yang diukur dengan menggunakan CFIT (Culture
Fair Intelligence Test) skala 2 bentuk A yang terdiri atas empat sub tes) sebelum
dan setelah perlakuan diberikan kepada sampel (pre dan posttest). Skor adalah angka
TS ( total skor = jumlah skor dari 4 sub tes).
3. Kreativitas adalah perilaku kreatif yakni hasil pemikiran, imaginasi, visualisasi
diukur sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan Tes Kreativitas Verbal
yang terdiri atas 6 sub tes. Skor adalah angka dari setiap sub tes lalu dijumlahkan,
lalu di transfer ke angka SS ( ada di tabel dalam buku petunjuk khusus).
4. Perlakuan adalah program Pendidikan jasmani/olahraga yang berisikan permainan
tempurung diberikan/dikuti/dialami oleh anak-anak SD Inpres di desa Kayuuwi.
5. Sampel penelitian adalah semua anak-anak (perempuan dan laki-laki) SD yang duduk
di kelas 4 dan 5 SD Inpres di desa Kayuuwi dan juga tinggal di desa tersebut
C.Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di SD Inpres Desa Kayuuwi
Kecamatan Kawangkoan Dati II Minahasa, dan waktu pelaksanaannya dimulai pada
minggu ke dua bulan Maret 2006 s/d akhir bulan Juli 2006.
D. Sampel penelitian. Semua anak-anak perempuan dan laki-laki yang duduk di kelas 4
dan kelas 5 SD Inpres desa Kayuuwi diikutsertakan berjumlah 25 orang.
E. Metode penelitian adalah eksperimen lapangan (field experiment).
F. Disain penelitian. Disain eksperimen adalah s.b.b.:
Pre test (CFIT & tes kreativitas.)
Treatment (Perlakuan) Post test
(CFIT & tes kreativitas.) Diberikan kepada peserta sbelum mengikuti treatment.
Diberikan kepada peserta treatment
Diberikan kepada peserta setelah mengikuti treatment
Variabel Bebas Program Pengajaran Pendidikan Jasmani/Olahraga yang berisikan kegiatan Bermain tempurung G. Variabel Terikat: Inteligensi dan Kreativitas.
H. Analisis data menggunakan uji t taraf sig. alpha = 0,05. Komputasi data
menggunakan bantuan kalkulator dan komputer program SPSS for windows Rel. 6.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil
Sebelum analisis hasil tes inteligensi dan kreativitas dilakukan, terlebih dahulu
ditampilkan gambaran hasil tes inteligensi pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Profile Hasil Test Inteligensi, pada sampel n = 25
Tes Inteligensi (CFIT Skala 2 Bentuk A) terdiri dari 4 sub tes
Sub tes 1 (Series)
Sub tes 2 (Klasifikasi)
Sub tes 3 (Matriks)
Sub tes 4 (Kondisi)
Total
Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
No Nama sampel tidak ditulis
I II I II I II I II I II 1 8 9 5 7 6 8 1 2 20 26 2 10 6 8 9 5 8 1 1 24 24 3 8 9 8 6 6 9 3 4 25 28 4 8 8 5 9 7 8 2 2 22 27 5 7 6 6 8 4 6 2 3 19 23 6 7 7 5 7 9 11 1 1 22 24 7 6 7 4 6 2 4 1 2 13 19 8 11 10 8 5 5 6 1 4 25 25 9 9 8 7 9 9 10 1 4 28 29
10 5 6 6 8 2 3 2 1 15 18 11 5 7 6 7 3 6 2 2 18 20 12 8 9 9 10 5 11 0 2 22 32 13 4 7 5 6 3 4 0 0 12 17 14 9 9 8 8 8 9 2 3 27 29 15 3 6 7 6 0 2 3 0 13 14 16 7 8 7 7 9 11 4 2 27 28 17 9 9 7 7 10 10 2 3 28 29 18 6 7 3 7 4 5 2 3 15 22 19 4 6 5 9 7 7 1 1 17 23 20 9 10 6 7 10 12 2 2 27 31 21 10 10 7 7 5 10 2 3 24 30 22 9 10 7 7 11 11 3 3 30 31 23 4 7 5 6 8 11 4 2 21 26 24 3 5 7 8 4 5 3 4 17 22 25 8 10 9 9 9 11 0 1 26 30
Jumlah 177 196 160 185 151 198 45 55 537 627 Mean 7.08 7.84 6.40 7.40 6.04 7.92 1.80 2.20 21.48 25.08
Skor tertinggi 11 10 9 10 11 12 4 4 30 32 Skor Terendah 3 5 3 5 0 2 0 0 12 14
Rentangan 8 5 6 5 11 10 4 4 18 18
Berikutnya, hasil tes kreativitas , ditampilkan pada tabel (2) sebagai berikut:
Tabel 2. Profile Hasil Tes Kreativitas Verbal, pada sampel n = 25
Tes Kreativitas Verbal. Terdiri atas 6 sub tes Sub tes 1
(Permulaan Kata)
Sub tes 2 (Menyusun
Kata)
Sub tes 3 (Memben-
tuk Kalimat 3 kata)
Sub tes 4 (Sifat-sifat yang sama)
Sub tes 5 (Pengguna-
an Luar Biasa)
Sub tes 6 (Apa
Akibatnya) SS
Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
No Nama sampel ti-
dak ditulis
I II I II I II I II I II I II I II
1 3 4 6 8 3 3 6 10 6 8 5 6 29 39 2 2 4 3 8 4 4 6 8 4 7 7 5 26 32 3 3 4 5 8 5 5 8 6 4 6 5 5 30 34 4 2 8 3 1 5 1 4 2 4 7 4 4 22 24 5 2 4 6 6 3 4 5 3 4 6 5 4 26 28 6 3 2 6 3 3 5 7 4 5 4 5 7 25 32 7 2 3 3 7 2 4 8 4 6 5 4 5 19 29 8 3 5 5 5 7 4 6 7 5 11 11 7 35 41 9 4 5 7 9 5 5 5 8 7 6 6 8 38 57
10 3 6 6 6 3 6 5 7 5 5 4 6 29 33 11 4 4 6 6 5 3 8 4 4 5 4 4 21 32 12 5 5 11 15 6 7 9 6 9 12 10 7 50 52 13 4 4 4 5 5 3 4 8 7 5 6 7 31 31 14 2 4 8 7 5 5 10 8 7 11 8 5 40 40 15 0 10 4 0 7 0 6 3 6 2 4 4 27 20 16 6 6 7 5 5 5 8 8 7 11 7 7 40 42 17 3 6 7 8 5 4 6 6 7 9 5 6 33 39 18 3 3 5 5 5 3 4 4 6 5 5 4 28 24 19 2 3 0 5 3 4 7 4 4 6 5 4 21 26 20 3 4 6 5 5 6 10 6 8 6 7 5 39 32 21 3 4 5 6 5 5 8 6 5 5 5 5 31 31 22 2 3 5 8 4 7 3 6 4 6 8 5 26 35 23 3 2 5 3 5 5 3 3 4 6 5 4 25 23 24 3 4 6 5 3 3 6 5 5 7 6 4 30 27 25 3 9 6 1 5 3 7 5 4 1 5 0 30 25
Jumlah 73 116 135 145 113 104 159 141 137 162 146 128 751 828 Mean 2.92 4.64 5.40 5.80 4.52 4.16 6.36 5.64 5.48 6.48 5.84 5.12 30.04 33.12
Skor Ter-T 6 10 11 15 7 7 10 10 9 12 11 8 50 57 Skor Ter-R 0 2 0 0 2 0 3 2 4 1 4 0 19 20 Rentangan 6 8 11 15 5 7 7 8 5 11 7 8 31 37
Tabel 3. Rangkuman hasil perhitungan Mean, standard deviasi
dan t-test Tes Inteligensi dan Tes Kreativitas, n = 25 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- Test N Pretest Posttest tobservasi ttabel Simpul alpha 0,05) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ Tes Inteligensi 25 Mean 21,48 25,08 7,15 2,06 sig. Stan. Dev. 5,347 4,856 Tes Kreativitas 25 Mean 30,04 32,32 2,16 2,06 sig. Stan.Dev. 7,191 7,273 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------
B. PEMBAHASAN Dari hasil perhitungn statistik dengan bantuan komputer didapatkan bahwa besar
hubungan antara pre dan post test inteligensi adalah (r) = 0,88. Sementara itu besar
hubungan antara pre dan post test kreativitas adalah (r) = 0,74
Didapatkan juga besar hubungan antara post test intelgensi dan post test
kreativitas dinyatakan dalam koefisien korelasi (r=0,54) dan koefisien determinasi
(R2=0,25) dapat diartikan bahwa meningkatnya kreativitas siswa, 25 %nya dapat
dijelaskan oleh inteligensi (bukan tingkat inteligensi). Kasarnya, inteligensi memberikan
kontribusi hanya sebesar 25 persen pada meningkatnya kreativitas.
Jadi, data inteligensi yang diolah bukanlah angka ataupun tingkat IQ, tetapi
jumlah scores atau total skor dari keempat skor sub test. Perlu diinformasikan di sini
bahwa IQ siswa tidak boleh di expose kecuali di dokumentasi peneliti dan untuk dikirim
kepada Lembaga Pengenbangan Sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi, Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia di UI Depok).
Pada gambar 15 dapat dilihat bentuk grafik hubungan linear antara post test
inteligensi dan post test kreativitas, yang dinyatakan dengan persamaan regresi Y =
14,25 + 0,50 (X). Artinya, jika inteligensi naik satu skor, maka akan diikuti pula oleh
kenaikan satu skor kreativitas. Misalnya, contoh:
(1) diketahui skor inteligensi (bukan tingkat inteligensi) seorang siswa SD Inpres desa
Kayuuwi bernama Marina adalah X=26, maka skor kreativitasnya akan menjadi:
14,25 + 0,50 (26) = 27,25.
(2) diketahui skor inteligensi siswa bernama Dewi (X)=32, maka skor kreativitasnya
akan menjadi: 14,25 + 0,50 (32) = 30,25
Hubungan antara IQ dengan kreativitas. Masalah ini sudah lama menjadi topik perhatian
dan pembahasan para ahli. Secara umum dapat dikatakan bahwa sampai tingkat
inteligensi tertentu yang cukup tinggi (diperkirakan sekitar IQ (110-120) memang ada
hubungan (korelasi) yang cukup kuat antara IQ dan kreativitas menurut tingkat
kecerdasan (inteligensi) tertentu yang cukup tinggi, tetapi diatas itu, tingkat kecerdasan
seseorang tidak lagi menentukan tingkat kreativitas seseorang (MacKinnon, 1966). Jadi
belum tentu makin tinggi inteligensi seseorang makin kreatif.
Perlu sedikit tambahan penjelasan disini tentang skor inteligensi dalam penelitian
ini didapatkan dari hasil test inteligensi CFIT terdiri dari empat sub test. Lalu keempat
skor dijumlahkan menjadi Total Skor (TT). Langkah berikutnya, Total skor tersebut di
cocokkan ke dalam Tabel Pengubahan “Raw Scores” atau Skala Deviasi IQ”. Yang
dipakai oleh peneliti dalam penelitian ini hanyalah kolom Jumlah Scores yang letaknya di
sebelah kiri dan Kolom Usia Kalender letaknya di sebelah atas (bukanlah kolom IQ-nya).
Misalnya, diketahui usia siswa (lahir 2 Maret 1955, usianya pada waktu
mengikuti post test (akhir Juli 2006) = 11 tahun 4 bulan, maka IQ-nya adalah 100.
Sedang pada waktu mengikuti pre test (pada tgl. 14 Maret 2006), usianya baru 11 tahun
12 hari (di kolom usia kalender 10,9 – 11,2), IQ yang dicapainya = 103 (masih lebih
tinggi dari pada waktu ia sudah berusia 11 tahun 4 bulan).
Jadi, dalam jangka waktu tiga bulan 18 hari saja, IQ-nya ‘seakan-akan menurun’ dari
103 ke 100 (meski kedua angka tersebut sama-sama masih termasuk dalam Deviasi IQ
90–109, Klasifikasi “AVERAGE”, menurut Interpretasi Skala Deviasi IQ Stanford
Binnet. di Buku Petunjuk Praktis Penggunaan CFIT, h.16).
Mungkin timbul pertanyaan, “mengapa dapat terjadi demikian?” Hal ini dapat terjadi
karena usia siswa tersebut sudah bertambah. Makin bertambah usia, makin sulit dapat
mencapai angka IQ yang dicapai sebelumnya. Dengan kata lain, semakin bertambah
usia, semakin harus berusaha keras untuk dapat mencapai angka IQ yang pernah
dicapai sebelumnya. Why?
Secara sederhana hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Inteligensi berasal dari
otak manusia. Otak manusia yang mampu berpikir secara brilyan membuatnya menjadi
makhluk paling tinggi dan cerdas dibanding dengan makhluk lain. Bagaimana otak
manusia melakukan kegiatan berpikir, belajar, menyimpan informasi, memupuk
pengalaman, menjadi lupa, teringat dan sebagainya masih belum terjawab secara tuntas.
Otak dapat berfungsi bila terdapat cukup glukosa dan oksigen. Bila glukosa dalam
darah kurang, maka akan terjadi gangguan kesadaran. Mengapa demikian? Karena hanya
glukosa saja yang dapat diterima sebagai sumber energi. Zat makanan dapat ditampung
dalam tubuh. Hasil dari pembakaran zat makanan oleh oksigen (O2) adalah energi.
Hampir setiap aktivitas betapapun kecilnya, memerlukan energi. Kalau zat makanan
dapat ditampung dalam tubuh, tidak demikian halnya dengan oksigen. Sehingga tiap
miliiter O2 yang diperlukan untuk pembakaran harus didapat dari luar (Sutarman, 1975).
Alat penangkap dan penyalur O2 dalam tubuh ialah alat cardio respiratory dan daya
tahannya akan menentukan kesanggupan tubuh untuk mengadakan kegiatan fisik apapun
macam kegiatan itu (Sutarman, 1975)
Energi yang diperlukan sel-sel otak hanya diperoleh melalui pembakaran oksigen
dan glukosa saja. Glukosa adalah suber energi dan bahan untuk pertumbuhan berbagai
jaringan tubuh, disamping juga menghasilkan asam laktat yang dapat membantu kita
melawan kuman-kuman pembawa penyakit, tetapi memberi lingkungan yang ideal bagi
kuman yang diperlukan tubuh. Otak memerlukan oksigen lebih dari satu perlima jumlah
oksigen yang diperlukan oleh seluruh tubuh dalam keadaan istirahat. O2 menerima darah
satu perenam dari darah yang dipompakan oleh jantung ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah kapiler.
Jaringan otak terdiri atas sel-sel yang berdiri sendiri disebut neuron. Diperkirakan
ada sekitar 10 milyar sel neuron. Mereka berhubungan satu sama lain melalui hubungan
yang disebut sinapsis. Sel neuron didukung oleh sel penyokong yang disebut sel glia
(yang diperkirakan 8 – 10 kali lipat). Sel glia berfungsi sebagai penjaga sel neuron,
khususnya sebagai pemberi makan, pembuang sampah atau zat tak berguna, dan
menyeleksi zat yang dapat memasuki sel memasuki sel neuron dari pembuluh darah
kapiler. Uraian di atas, menunjukkan betapa pentingnya suplai glukosa dan alat
penangkap dan penyalur oksigen bagi otak manusia.
Jantung merupakan organ yang pertama dalam tubuh manusia yang akan
kehilangan efisiensi jika kita membiarkannya istirahat terlalu banyak. Orang yang banyak
duduk di belakang meja tulis, jantungnya berdenyut 70-80 kali semenit waktu istirahat
dan memompa kurang lebih 90 cc darah ke dalam peredaran tubuh dalam setiap
denyutan.. Ini memenuhi kebutuhannya pada waktu istirahat, tetapi ini tidak memberikan
cukup persediaan untuk keperluan tertentu. Untuk keperluan hidup sehari-hari, misalnya
jika berjalan dan ikut gerak jalan perorangan/kelompok yang mengitari jalan desa
Kayuuwi, ke kebun, menaiki tangga gedung gereja Haleluya, atau mengejar kuda, sapi,
ada keperluan yang mendadak bagi jantung kita untuk memompa lebih banyak kepada
otot yang berkerja. Jika kita tidak terbiasa dengan bergerak badan, keperluan yang
mendadak akan ternyata terlalu memberatkan jantung kita.
Bila manusia melakukan pergerakan badan yang berat, berarti kita menambah
keperluan darah ke otot sebanyak 20 kali. Ini membuat jantung itu juga berdenyut,
jantung orang sehat yang beristirahat hanyalah 60 kali semenit. Bahkan seorang atlit yang
berada dalam kondisi puncak bisa mempunyai denyutan nadi hanya sebanyak 40
denyutan per menit. Jika seseorang yang banyak duduk, sudah terbiasa “beristirahat”,
sebagaian besar paru-parunya kurang digunakan. Namun kalau melakukan pergerakan
badan akan meningkatkan efisiensi paru-paru, sehingga dapat menghirup lebih banyak
udara dengan usaha yang sedikit. Gerak badan membuat kita bernafas lebih cepat lebih
dalam, membawa oksigen kepada jaringan-jaringan. Bila pembuluh darah yang kecil atau
pembuluh nadi yang memberi makanan kepada otot jantung menjadi terlalu sempit
sehingga tidak ada cukup persediaan oksigen, bahan bakar dan energi kepada otot
jantung, maka pada gilirannya otot jantunt menjadi mati. Bila proses yang sama terjadi di
otak dan sebagian kecil dari otak tidak mendapat oksigen, orang itu menderita stok, dan
biasanya salah satu sisi tubuh menjadi lumpuh.
Otak sebagai pusat pengatur gerakan (motorik). Menurut ilmu urai, otak dapat
dibagi atas 3 bagian, yaitu otak besar, otak kecil, dan batang otak. Otak besar tampat
sebagai 2 belahan, right and left hemispher. Batang otak terletak di tengah-tengah
rongga kepala, ke atas ia menyatu dengan otak besar, ke bawah dengan sumsum tulang
belakang dan ke belakang dengan otak kecil. Pusat yang mengatur gerakan badan sebelah
kiri terdapat di belahan otak kanan, sebaliknya pusat gerakan badan sebelah kanan
terletak di belakang otak kiri.. Pusat ini disebut sebagai pusat motorik utama atau area
Broad 4 (Hermawan Surjadi, 1990), yang mengurus gerakan alamiah seperti, jalan,
berdiri, duduk dan lainnya. Bila pusat ini menjadi rusak akan timbul kelumpuhan.
Dikenal pula pusat motorik ke dua (sekunder) atau pusat motorik asosiasi yang
menyimpan memori gerakan. Suatu gerakan yang terampil seperti rangkaian gerakan
dalam bermain tempurung, membutuhkan kerjasama otot yang banyak, pusat motorik
utama, pusat motorik ke dua, dan koordinasi dengan otot kecil dan sistem keseimbangan.
Kerjasama ini akan tumbuh dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak sampai
dewasa, sesuai dengan perjalanan usia.
Otak manusia berkembang sejak di kandungan ibunya sampai manusia menjadi
dewasa. Anak yang normal secara biologik merupakan organisme yang belajar terus. Ia
tidak memiliki idea yang dibawa sejak lahir, namun konstitusinya adalah sedemikian
sehingga ia bereaksi terhadap lingkungan melalui “saluran pengalaman” yang dibawa
sejak lahir yang nanti berkembang menjadi organisasi mental yang luas.
Telah diketahui bahwa inteligensi berasal dari otak manusia. Otak besar dibagi
atas dua belahan yang disambung oleh segumpal serabut (corpus callosum).
Belahan otak kiri dan belahan otak kanan berbeda terhadap berbagai jenis pengalaman
belajar, berbeda tugas, fungsi, ciri dan respon sebagai berikut:
Otak kanan Otak kiri . Keseluruhan . Berpikir rasional . Holistik . Linear . Imaginatif . Keteraturan . Kreatif . Persepsi kognitif Lauffenburger, seorang wanita ahli analisis gerak berbangsa Amerika Serikat (yang
diwawancarai langsung oleh peneliti ini sewaku pakar tersebut datang di Fakultas Ilmu
Olahraga Jakarta, IKIP Jakarta, 1989), menjelaskan bahwa dengan melatih dan
mengembangkan gerak, otak pun akan dirangsang untuk berkembang. Jadi, perbaikan
pola gerak dapat meningkatkan kemampuan otak
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ternyata dengan bermain
tempurungpun inteligensi dan kreativitas dapat ditingkatkan.
B. Saran
Dapat disarankan agar permainan tempurung dapat dipopulerkan dan dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan jasmani / olahraga di sekolah dasar wilayah Kawangkoan
Minahasa Sulawesi Utara. Disarankan pula agar diadakan penelitian lebih luas populasi
dan sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Ainul Adnan bin Abdul Rahman. (1978). Permainan Lapang Malaysia. Kulalalumpur: Lembaga Perpaduan Negara, Jabatan Perdana Menteri dengan Kerjasama Kementerian Pelajaran, Belia dan Sukan.
-------. (1980). Philippine Traditional Games and Sports, Bangkok, Thailand: 0.C. of ASEAN Seminar on Traditional Games and Sport.
Arismunandar, Wiranto. (1999). Masa Depan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Indonesia. Dicetak ulang untuk Seminar dan Widyakarya Nasional Olahraga dan Kesegaran jasmani Jakarta 6-7 September 1999. Bandung: Pusat Olahraga Instutut Teknologi Bandung.
Bloom, Benjamin S. (1977). Taxonomy of education objective handbook !: Cognitive domain. New York: Longman Inc.
Barrow, M. (1977) Man and movement. Philadelphia: Lea & Ferbiger. Bompa, Tudor 0. (1983). Theory and methodology of training. The key to athletic
performance. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt publishing Company. Bronowsky, Jacob. The Ascent of Man (?) Chu, D. (1982). Dimensions of sport studies. New York: John Wiley & Sons. Cratty, Brian J., (1986). Perceptual and Motor Development in Infant and Children,
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Ditjen PLSPO, Depdikbud. (1983). Data olahraga asli/tradisional Indonesia:
Berdasarkan hasil monitoring tahun 1983. Jakarta: Ditjen PLSPO, Depdikbud. Depdikbud. (1985). Kurikulum SD, GBPP Bidang Studi: Olahraga dan kesehatan.
Jakarta: Depdikbud. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. (1986). CFIT, Skala 2, Bentuk A/B Manual
dan skala. Jakarta: URDAT Fak. Psikologi, UI. Gunawan, Adi W., (2005) Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan? Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama Haviland, W.A. (1985). Cultural Anthropology. New York: Holt, Rinehart & Winston. Hadisubrata, (1988). Meningkatakan inteligensi anak balita, Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Hady Suyono, “Inteligensi dalam Olahraga”, dalam Majalah Ilmiah, INOVASI, vol.9
Thn. II No.3 Maret/April 1997, hh. 68-72. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. (2005) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Jakarta: 2005
LPSP3 (Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia), (?). Buku Petunjuk Praktis Penggunaan Test Culture Fair Intelligencae Skala 2 Bentuk A/B (Manual Test CFIT Skala 2A/B) Jakarta:LPSP3 Fak.Psikologi UI.
LPSP3 (Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia), (1997). Petunjuk Praktis Tes Kreativitas Verbal. Jakarta: LPSP3 Fak.Psikologi UI. Lolowang, Abigail B. (1979). Traditional Sports in North-Sulawesi, Jakarta: Panitia
The Xth SEA Games Scientific Seminar in Jakarta , July 1979. ------, (1995). “Pengaruh tingkat inteligensi dan kesegaran jasmani pada sikap terhadap
OR Trad. BermainTempurung”, Makalah di PPs-IKIP Jakarta.. Moesono, Anggadewi, “Pemakaian alat test”. Surat tertulis untuk Kepala URDAT Fak.
Psikologi Universitas Indonesia tgl. 12 Desember 1989. Morris, C.G. (1988). Psychology: An Introduction. New Jersey: Prentice Hall. Pusat Penelitian Sejarah & Budaya. 1979/1980. Permainan Rakyat Daerah Sulawesi-
Utara, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
------.1979/1980. Permainan Rakyat Daerah Sulawesi-Tengah. Jakarta: Proyek Inventarisasi Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Redaksi Sinar Grafika, (2005). STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Suryabrata, Sumadi. (1982). Perkembangan individu, Jakarta: CV Rajawali Sutton-Smith, B. (1983). The study of games, An Anthropological approach. Dalam W.
Neil Widmeyer (ed.). Physical Activity and the social sciences (pp.132-141). Ithaca, N.Y: Movement Publivations, Inc.
Suwondo,B., Luntungan Lientje Hilda, dan Januarno, (1980). Hasil Seminar on ASEAN Traditional Games and Sport, Bangkok 18-23 Februari, Laporan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I.
Singgih D Gunarsa, (?). “Psikologi dan Olahraga* (dalam Majallah Ayah Bunda. No. (?). Jakarta: (?).
Singgih D. Gunarsa, (1996) “Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini untuk Berolahraga” (dalam Psikologi Olahraga: Teori dan Praktek, Singgih D Gunarsa dkk penyunting, hh. 89-91), Jakarta: BPK Gunung Mulia
Suriasumantri, Jujun S., Ilmu dalam perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Tikoalu, Henny, & Amali, J., & Rompas., & Runtuwene, L., (1979). Permainan rakyat
daerah Sulawesi Utara. Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Depdikbud Van den Zanden, J.W.V. (1985), Human Development, New York:McGraw-Hill
Publishing Company. Redaksi Sinar Grafika, (2006).UU RI. No. 3 Th.2005. Sistem Keolahragaan Nasional.
Jakarta: Sinar Grafika UNDANG-UNDANG Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
(Sistem Pendidikan Nasional) beserta penjelasannya. Surabaya: “Media Centre”, 2005.
Trimakasih