PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

20
Universitas Indonesia PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN, UNDANG-UNDANG RUMAH SAKIT, DAN UNDANG- UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Louise Ruselis Sitorus Pembimbing : Wahyu Andrianto Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Abstrak Pasien di Intensive Care Unit (ICU) merupakan pihak yang membutuhkan pertolongan dengan segera dan berkelanjutan dari pihak tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit. Namun demikian pasien dan/atau keluarga pasien seringkali belum mengetahui hak dan kewajibannya serta hal-hal khusus yang secara yuridis akan membawa akibat hukum yang merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang perlindungan hukum pasien di ICU rumah sakit. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian didapat bahwa pelayanan dan perawatan pasien di ruang ICU diperuntukkan bagi pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi titrasi. Perlindungan hukum terhadap pasien di Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit sangat berkaitan dengan persetujuan tindakan medik di Intensive Care Unit (ICU). Di samping itu perlindungan hukum terhadap pasien dapat terwujud dari dilaksanakannya tanggung jawab hukum rumah sakit pada saat pasien dapat membuktikan kerugian akibat kesalahan tenaga kesehatan di rumah sakit. Perlindungan hukum terhadap pasien sangat ditentukan oleh pelaksanaan hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit berdasarkan Undang Undang Kesehatan, Undang Undang Rumah Sakit, Undang Undang Perlindungan Konsumen serta peraturan yang khusus mengatur tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010. Kata Kunci : Perlindungan hukum, Pasien ICU, Rumah Sakit, Tanggung Jawab Rumah Sakit Abstract The ICU patient at the hospital needed fastly help and also continued from medical staff at hospital. However, the patient and/or his family didn’t know his rights dan obligations and the specific that juridically take the legal consequences. The objective of this thesis is to describes and analyze about law protection to the ICU patient at hospital,. The research method used in this thesis is a normative juridical research. The result of the research is that Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

KESEHATAN, UNDANG-UNDANG RUMAH SAKIT, DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Louise Ruselis Sitorus

Pembimbing : Wahyu Andrianto

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum

Abstrak

Pasien di Intensive Care Unit (ICU) merupakan pihak yang membutuhkan pertolongan dengan segera dan berkelanjutan dari pihak tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit. Namun demikian pasien dan/atau keluarga pasien seringkali belum mengetahui hak dan kewajibannya serta hal-hal khusus yang secara yuridis akan membawa akibat hukum yang merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang perlindungan hukum pasien di ICU rumah sakit. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian didapat bahwa pelayanan dan perawatan pasien di ruang ICU diperuntukkan bagi pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi titrasi. Perlindungan hukum terhadap pasien di Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit sangat berkaitan dengan persetujuan tindakan medik di Intensive Care Unit (ICU). Di samping itu perlindungan hukum terhadap pasien dapat terwujud dari dilaksanakannya tanggung jawab hukum rumah sakit pada saat pasien dapat membuktikan kerugian akibat kesalahan tenaga kesehatan di rumah sakit. Perlindungan hukum terhadap pasien sangat ditentukan oleh pelaksanaan hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit berdasarkan Undang Undang Kesehatan, Undang Undang Rumah Sakit, Undang Undang Perlindungan Konsumen serta peraturan yang khusus mengatur tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010.

Kata Kunci : Perlindungan hukum, Pasien ICU, Rumah Sakit, Tanggung Jawab Rumah Sakit

Abstract The ICU patient at the hospital needed fastly help and also continued from medical staff at hospital. However, the patient and/or his family didn’t know his rights dan obligations and the specific that juridically take the legal consequences. The objective of this thesis is to describes and analyze about law protection to the ICU patient at hospital,. The research method used in this thesis is a normative juridical research. The result of the research is that

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

the legal protection to the ICU patient at hospital based on rights and obligations executed the hospital and patient on The Health Act, The Hospital Act, and the Consumer Protection Act. Beside that, the legal protection can be formulated from hospital liability.

Key words : Legal protection, ICU Patient, Hospital, Hospital Liability.

Pendahuluan

Sebagai makhluk sosial, setiap manusia dirancang memiliki kebutuhan untuk

berhubungan dengan sesamanya sejak ia dilahirkan. Segala keterbatasan, kekurangan, dan

kelemahan yang ada pada manusia menghendaki ia untuk selalu berhubungan dengan orang

lain.

Salah satu keberadaan manusia di mana manusia tersebut membutuhkan sesamanya

sangat dirasakan ketika manusia tersebut dalam keadaan sakit. Kebutuhan yang utama bagi

orang itu adalah kebutuhan akan adanya orang lain yang dapat membantu menyembuhkan

penyakitnya dan sarana yang dipakai untuk membantu proses penyembuhan. Orang yang

dimaksud adalah dokter dan sarana yang dimaksud adalah rumah sakit.

Seorang pasien adalah seorang manusia biasa yang memiliki hak asasi yang salah

satunya, adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Demikian pula seorang dokter,

juga adalah manusia biasa, dan merupakan bagian dari keseluruhan masyarakat, yang karena

pendidikan yang telah diikutinya, sehingga mendapatkan pengakuan untuk melakukan

pelayanan profesional.

Salah satu tujuan hukum kesehatan adalah melindungi kepentingan pasien, di samping

tujuan lain seperti mengembangkan kualitas profesi tenaga kesehatan. Hal ini bukan berarti

bahwa kepentingan pasien harus selalu diunggulkan, artinya adalah adanya keserasian antara

kepentingan pasien dengan kepentingan tenaga kesehatan (misalnya dokter, perawat, dan lain-

lain) dan sarana kesehatan (misalnya rumah sakit).

Berdasarkan hal tersebut, maka bukan berarti pasien harus selalu menjadi pihak yang

diutamakan, namun yang terpenting adalah keseimbangan dan keserasian kepentingan.

Apalagi, keserasian antara kepentingan pasien dengan kepentingan tenaga kesehatan,

merupakan salah satu penunjang keberhasilan pembangunan sistem kesehatan. Oleh karena

itu perlindungan hukum terhadap kepentingan-kepentingan itu harus diutamakan.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Tidaklah mengherankan jika pasien sebagai pihak yang membutuhkan, menaruh

kepercayaan kepada kemampuan profesional tenaga kesehatan. Di lain pihak, karena adanya

kepercayaan itu, seyogianya tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan menurut

standar profesi dan berpegang teguh pada kerahasiaan profesi.

Penulis menyadari bahwa ketimpangan hubungan antara pasien dan dokter inilah yang

membuat kasus hukum kesehatan di Indonesia makin marak dan tidak kunjung usai. Belum

lagi tendensi pemberitaan yang tampak di media massa semakin mengundang keingintahuan

Penulis untuk melakukan penelitian atas masalah ini. Media massa sering menjadikan dokter

atau rumah sakit sebagai kambing hitam yang patut dipersalahkan atas kerugian yang dialami

oleh pasien, Penulis bisa simpulkan dari banyak kasus yang terjadi di Indonesia selalu

menitikberatkan pada “penderitaan” dan “kelemahan” pasien lalu membesar-besarkan

“kelicikan” dan “keuntungan” dokter atau rumah sakit, tanpa mau melihat dengan kaca mata

keadilan, kasus yang sebenarnya terjadi. Apalagi media massa mungkin ditulis atau dibuat

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh wartawan atau pihak lain yang adalah orang

awam dalam bidang ini. Mereka hanya melihat segi keuntungan dan komersialisasi dari berita

saja tanpa mempertimbangkan paradigma apa yang terbentuk di masyarakat akibat

pemberitaan mereka.

Namun tidak dapat disangkal, kenyataan pun menunjukkan bahwa secara sosiologis

pasien lebih rendah kedudukannya (status) daripada kedudukan tenaga kesehatan dalam

pelbagai hubungan hukum. Kedudukan dokter yang lebih tinggi dilandaskan atas kepercayaan

pasien pada kemampuan dan kecakapan dokter. Selanjutnya juga didasarkan pada keawaman

pasien terhadap profesi kedokteran. Ini diperkuat pada kenyataan bahwa timbulnya hubungan

tersebut adalah karena pasien berada dalam suatu posisi yang lemah dan tergantung kepada

dokternya. Sedangkan seorang dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat, yaitu suatu

profesi yang dari padanya banyak diharapkan dapat menghilangkan penyakit pasien. Selain

itu, profesi dokter dikenal sebagai profesi yang luhur di mata masyarakat. Persepsi inilah yang

tertanam dalam masyarakat dan tidak dapat dipersalahkan jika masyarakat sedemikian

berharapnya pada dokter. Pasien dan masyarakat mempunyai kecenderungan untuk lebih

melihat dari sudut hasilnya (outcome), sedangkan seorang dokter hanya bisa berusaha, tetapi

tidak menjamin akan hasilnya, asalkan ia sudah bekerja secara lege artis dan menurut standar

profesi medik yang berlaku.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Tidak hanya dokter atau tenaga kesehatan yang telah memberi citra yang negatif

terhadap dunia hukum kesehatan, pelayanan rumah sakit pun turut memberikan dukungan

yang “membuktikan” bahwa citra hukum kesehatan tercoreng di mata masyarakat.

Permasalahan dalam bidang perumahsakitan bisa menyangkut Rumah Sakitnya sebagai suatu

organisasi (yang diwakili oleh Direkturnya) jika menyangkut bidang-bidang yang berkaitan

dengan policy dan manajemen. Di dalam ruang lingkup tanggung jawab rumah sakit termasuk

juga tindakan dari para karyawan (dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan, dan tenaga

administrasi) bila sampai menimbulkan kerugian kepada pasien.

Ketertarikan Penulis mengangkat penelitian ini juga disebabkan karena menurut

Penulis, dokter maupun rumah sakit dalam melakukan jasa pelayanan kesehatan dapat

disejajarkan dengan pelaku usaha serta pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan

tersebut dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun masih dipertanyakan

apakah undang-undang ini mampu mengakomodir pengertian dokter dan rumah sakit sebagai

pelaku usaha dan pasien sebagai konsumen. Belakangan diketahui oleh Penulis bahwa

undang-undang ini dalam perspektif dunia kedokteran boleh dikatakan ditolak keberadaannya

karena sifatnya yang resultaatsverbintenis, berbeda dengan praktik kedokteran yang bersifat

inspanningsverbintenis.

Hubungan dokter maupun rumah sakit dengan pasien bersifat hubungan kontraktual,

karena dasar hubungan tersebut adalah perjanjian ataupun undang-undang (misalnya yang

mengatur hak dan kewajiban para pihak). Salah satu pelayanan di rumah sakit yaitu adanya

Unit Pelayanan Intensif yang dikenal dengan sebutan Intensive Care Unit (selanjutnya

disingkat ICU). Pasien di ICU merupakan pihak yang membutuhkan pertolongan dengan

segera dan berkelanjutan dari pihak tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit. Namun

demikian pasien dan atau keluarga pasien seringkali belum mengetahui hak dan

kewajibannya serta hal-hal khusus yang secara yuridis dapat membawa akibat hukum yang

merugikan.

Pasien yang dirawat di ruang ICU yaitu pasien dengan indikasi yang benar dimana

pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim

intensive care, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara

terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan

metode terapi titrasi, dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinu dan

tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Dalam pelayanan kesehatan prinsip pokok yang senantiasa dipegang teguh oleh tenaga

kesehatan maupun rumah sakit yaitu keselamatan pasien. Bagaimanakah perlindungan hukum

terhadap pasien di ICU berdasarkan Undang Undang Kesehatan, Undang Undang Rumah

Sakit dan Undang Undang Perlindungan Konsumen, serta bagaimanakah tanggung jawab

hukum rumah sakit terkait dengan pasien di ruang ICU.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang perlindungan hukum terhadap pasien ICU di

rumah sakit, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui lebih jauh tentang pelayanan kesehatan di ruang ICU khususnya

yang menyangkut perlindungan hukum terhadap pasien.

Berdasarkan paparan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

permasalahan yang akan diangkat oleh Penulis adalah:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien (khususnya pasien ICU) di rumah

sakit berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit, dan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen?

2. Bagaimana tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap pasien (khususnya pasien

ICU) berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit, dan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen?

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menelaah lebih lanjut mengenai tanggung

jawab rumah sakit dan perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen atas jasa

pelayanan rumah sakit. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan konsep perlindungan hukum terhadap pasien (khususnya pasien ICU) di

rumah sakit berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Rumah

Sakit, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

2. Menjelaskan tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap pasien (khususnya pasien

ICU) berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit, dan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Pembahasan

3.10 Perlindungan Hukum terhadap Pasien di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit

berdasarkan Undang-Undang Rumah Sakit

Perlindungan hukum terhadap pasien di ICU rumah sakit berdasarkan Undang-

Undang Rumah Sakit tercermin dari pasal-pasal yang di dalam Undang-Undang Rumah Sakit

tercakup pada hak-hak pasien, berikut ini:

Pasal 32 huruf d berisi tentang hak untuk “memperoleh layanan kesehatan yang

bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.”1 Dalam Falsafah

Pelayanan ICU di Rumah Sakit Bagian Etika Kedokteran, pelayanan ICU di rumah sakit

berdasarkan falsafah dasar "saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan

berorientasi untuk dapat secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.” Maksud dari

hal ini yaitu kesehatan pasien tidak akan bisa diusahakan dengan maksimal oleh dokter jika

tidak memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan

standar prosedur operasional.

Pasal 32 huruf e berisi tentang hak untuk “memperoleh layanan yang efektif dan

efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.” Hal ini sesuai dengan

Falsafah Pelayanan ICU di Rumah Sakit Bagian Etika Kedokteran, pelayanan ICU di rumah

sakit harus mempunyai ciri multi profesi berdasarkan asas efektivitas, keselamatan, dan

ekonomis.

Pasal 32 huruf j berisi tentang hak “mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan

tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi

yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya

pengobatan.”

Pasal 32 huruf k berisi tentang hak “memberikan persetujuan atau menolak atas

tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya” Hak

ini sejalan dengan Indikasi Masuk ICU di mana sebelum pasien dimasukkan ke ICU, pasien

dan/atau keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar

pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan

kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU. Penjelasan tersebut

                                                                                                                         1 Indonesia, Undang-Undang Rumah Sakit, Pasal 32 huruf d.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

diberikan oleh Kepala ICU atau dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut pasien

dan/atau keluarganya dapat menerima/menyatakan persetujuan untuk dirawat di ICU.

Persetujuan dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent.2

Pasal 32 huruf n berisi tentang hak “memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya

selama dalam perawatan di Rumah Sakit.” Dalam Falsafah Pelayanan ICU di Rumah Sakit

Bagian Etika Kedokteran, pelayanan ICU di rumah sakit berdasarkan falsafah dasar "saya

akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat secara optimal,

memperbaiki kondisi kesehatan pasien.” Ditambah juga dengan falsafah kerja sama multi

disipliner dalam masalah media kompleks, sebab dikat pengembangan tim multidisiplin yang

kuat sangat penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Rumah Sakit sebagai salah satu

penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan

pelayanan ICU yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien.

Pasal 32 huruf q berisi tentang hak “menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit

apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik

secara perdata ataupun pidana.” Isi pasal ini sama dengan Pasal 58 Undang-Undang

Kesehatan, oleh karena itu perlindungan pasiennya juga sama, yaitu hak pasien atas ganti rugi

tersebut tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa

atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

Pandangan J. Guwandi juga menyatakan bahwa pasien tidak dapat disamakan dengan

konsumen biasa (barang maupun jasa), karena ternyata pasien memiliki hakikat, ciri-ciri,

karakter, dan sifat yang sangat berbeda dengan konsumen yang dikenal dalam dunia dagang

pada umumnya.3

Sebaliknya dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Ikatan

Dokter Indonesia (IDI), terlihat sangat tidak memadai pengetahuan maupun penghayatannya

tentang hukum dan etika kedokteran, sampai-sampai terjadi “kekonyolan” dengan

menyamakan pasien sebagai konsumen biasa dan rumah sakit/dokter sebagai produsen

sebagaimana dunia dagang pada umumnya. Menurut J. Guwandi, seharusnya para dokter

mengetahui bahwa hubungan dokter-pasien sangat berbeda hakikatnya dan sifatnya

dibandingkan hubungan produsen-konsumen biasa. Dalam artikel itu disebutkan bahwa                                                                                                                          

2 Indonesia, Kepmenkes Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit, Lampiran 1, Bagian II B, Indikasi Masuk dan Keluar ICU.

3 J. Guwandi, “Pasien dan UU Perlindungan Konsumen,” Suara Pembaruan, (Desember 1999).

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

“Bahkan dari kalangan hukum dan YLKI sekalipun, hanya sedikit yang mengetahui bahwa

dalam kaitan hubungan hukum dokter-pasien, perjanjian/perikatannya adalah berdasarkan

usaha yang sebaik-baiknya (inspanningverbintenis), sama sekali bukanlah berdasarkan hasil

(resultaatverbintenis). Jadi, objek perjanjian dalam kontrak terapeutik adalah usaha yang

sebaik-baiknya dari dokter, bukanlah sembuh atau tidaknya pasien. Bahkan dengan jelas

Guwandi menyebutkan bahwa jika YLKI memang tidak layak mencampuri urusan hubungan

dokter-pasien jika pola pikir YLKI masih saja berdasarkan resultaatverbintenis. Tuntutan-

tuntutan tersebut bukanlah karena para dokter itu kebal hukum, rasa kesejawatan antar dokter,

melainkan akibat tuntutan itu sendiri yang memang kurang pas.

Guwandi berpendapat bahwa YLKI dan IDI harus ingat bahwa ruang lingkup

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen hanyalah mencakup

bidang perdagangan dan hal ini disebutkan dengan tegas dalam Bab I (Ketentuan Umum)

Pasal 1 ayat 3 yang menyebutkan bahwa “Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas

dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.” Salah satu cara membuktikannya yaitu

dengan melihat apakah Menteri Kesehatan termasuk yang tugas dan tanggung jawabnya

dalam bidang perdagangan, sehingga kemudian memasukkan masalah pasien ini ke dalam

cakupan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Sampai saat ini, IDI sendiri sepertinya sudah menerima mispersepsi bahwa pasien itu

sama saja dengan konsumen secara umum, jadi Undang-Undang Perlindungan Konsumen

dapat diberlakukan pada hubungan dokter-pasien. Oleh karena itu, pasien dalam konteks

kontrak terapeutik tidak bisa disamakan dengan konsumen sebagaimana yang dikenal dalam

dunia perdagangan pada umumnya. Pandangan YLKI (dan IDI) yang tercermin dalam suatu

seminar, tanpa disadari telah mengawali sosialisasi suatu mispersepsi bagi hubungan dokter-

pasien (kontrak terapeutik). Undang-Undang Perlindungan Konsumen seharusnya hanya

diberlakukan terhadap konsumen yang dikenal dalam dunia perdagangan saja dan tidak dapat

diterapkan pada pasien yang berbeda sekali dalam hakikat, karakter, dan sifatnya.

Namun menurut Penulis, banyaknya pengecualian yang terdapat dalam ketentuan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak mengubah pendirian Penulis bahwa Undang-

Undang Perlindungan Konsumen bisa diterapkan di dalam hubungan pasien dengan dokter

maupun pasien dengan rumah sakit.

 

4.13. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Berdasarkan doktrin , tanggung jawab rumah sakit terbagi menjadi:

Doktrin Vicarious Liability

Doktrin Vicarious Liability ini disebut juga sebagai Respondeat Superior atau Let The

Master Answer atau Tanggung Jawab Majikan terhadap Karyawan. Di Indonesia, Tanggung

Jawab Majikan terhadap Karyawan ini diatur dalam Pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata yang

berbunyi:

“Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.”4

Menurut Bahder Johan Nasution, doktrin respondeat superior mengandung makna,

bahwa seorang majikan adalah orang yang berhak untuk memberikan instruksi dan

mengontrol tindakan bawahannya, baik atas hasil yang dicapai maupun tentang cara yang

digunakan. Di samping itu dengan perkembangan hukum kesehatan dan kecanggihan

teknologi kedokteran, rumah sakit tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pekerjaan

yang dilakukan oleh pegawainya atas perintahnya, termasuk apa yang diperbuat oleh tenaga

medis sepanjang merupakan tugasnya.5 Demikian pula menurut Soerjono Soekanto terlebih

dahulu harus ada hubungan kerja antara atasan dengan bawahan. Kecuali itu sikap tindak

bawahan haruslah dalam ruang lingkup pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Hubungan

kerja dianggap ada apabila atasan mempunyai hak untuk secara langsung mengawasi dan

mengendalikan aktivitas bawahannya dalam melakukan tugas-tugasnya.6

Tentunya terdapat latar belakang dari diberlakukannya doktrin Vicarious Liability ini,

latar belakang dasar pemikiran yang dimaksud yaitu bahwa tidak akan mungkin atau setidak-

tidaknya sangat sulit untuk memperoleh ganti kerugian dari karyawan tersebut.7 Akan lebih

berhasil jika gugatan diajukan kepada majikannya yang keadaan finansialnya jauh lebih baik

                                                                                                                         4 Pasal 1367 ayat (3) KUHPer 5 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, cet. X, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2005), hlm. 72. 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Hukum Kesehatan, (Bandung: Remadja Karya, 1987), hlm. 141. 7 Guwandi, Tindakan Medik dan Tanggung Jawab Produk Medik, cet. 1, (Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993), hlm. 13-14 sebagaimana dikutip dari Wahyu Andrianto, “Malpraktek Medis di Rumah Sakit, Implikasi Pada Tanggung Jawab Hukum dan Orientasi Bisnis di Rumah Sakit,” (Tesis Magister Universitas Indonesia, Depok, 2005), hlm. 133.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

dibandingkan karyawannya. Namun, kelak sang majikan bisa saja menuntut kembali kepada

karyawannya yang menyebabkan kerugian tersebut, mungkin dengan memotong gajinya.8

Oleh karena itu penerapan dari doktrin respondeat superior ini dimaksudkan untuk

adanya jaminan bahwa ganti rugi dibayar pada pasien yang menderita kerugian akibat

tindakan medis dokter, hukum, dan keadilan menghendaki sikap kehati-hatian dari dokter.9

Berdasarkan doktrin ini maka rumah sakit bertanggungjawab kepada karyawannya.

Permasalahan yang timbul adalah walaupun ada doktrin respondeat superior, tidak mudah

bagi pasien dan keluarganya untuk mengajukan gugatan, karena harus diketahui dulu bagian

mana yang termasuk dalam perjanjian terapeutik dengan dokter dan bagian mana yang

termasuk ke dalam kontrak dengan rumah sakit. Hal ini akan menentukan pihak yang akan

bertanggungjawab, apakah dokter pribadi atau menjadi tanggung jawab rumah sakit. Pasien

akan tidak mudah untuk menentukan posisi dokter/tenaga kesehatan yang bekerja di rumah

sakit. Posisi dokter/tenaga kesehatan bertindak sebagai atasan atau sebagai pembantu, sebagai

bawahan atau bukan bawahan dengan rumah sakit. Jika ternyata dokter/tenaga kesehatan

tersebut bukan sebagai bawahan rumah sakit, maka rumah sakit dapat tidak

bertanggungjawab.

Pasien akan melakukan gugatan kepada rumah sakit, jika pasien mengetahui dan

merasa dirugikan oleh tindakan tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut. Adalah tidak mudah

bagi pasien untuk menyatakan bahwa kerugian itu sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan.

Bisa saja musibah yang menimpa pasien terjadi di luar dugaan tenaga kesehatan. Tenaga

kesehatan telah melakukan upaya sebagaimana mestinya dan semampunya, dan

musibah/kerugian tetap menimpa pasien, maka hal ini tidak termasuk tindakan kelalaian

tenaga kesehatan.

Doktrin Corporate Liability

Karena doktrin vicarious liability banyak menimbulkan kerugian bagi pihak pasien, maka di

beberapa negara dikembangkan doktrin Corporate Liability. Doktrin ini menyatakan bahwa

rumah sakit sebagai badan hukum bertanggung jawab terhadap segala peristiwa yang terjadi

                                                                                                                         8 Ibid. 9 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Dokter yang Diduga

Melakukan Medikal Malpraktek, cet. 1, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 105.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

di belakang dinding rumah sakit (within hospital walls). Rumah sakit bertanggung jawab

terhadap segala tindakan dan kesalahan personalianya selama menjalankan tugas yang

diberikan oleh rumah sakit, meskipun personalia rumah sakit tersebut bukan berstatus sebagai

karyawan rumah sakit. Doktrin vicarious liability titik beratnya adalah pada status dokter yang

bekerja pada rumah sakit, sedangkan doktrin corporate liability titik beratnya pada tanggung

jawab rumah sakit. Dasar pemikiran dari doktrin ini adalah sederhana. Seorang pasien yang

datang ke rumah sakit tidak mengetahui apakah dokter yang dihadapinya tersebut apakah

berstatus sebagai karyawan rumah sakit atau bukan. Pasien hanya berhubungan dengan pihak

rumah sakit yang berkewajiban untuk memastikan kualitas personalianya. Doktrin ini juga

berhubungan dengan tanggung jawab rumah sakit untuk melaksanakan duty of care, yaitu

rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan yang baik sesuai dengan standar umum

yang berlaku.

Doktrin Central Responsibility

Tangggung jawab rumah sakit sebagai badan hukum (corporate liability) melahirkan doktrin

Central Responsibility (Pertanggung jawaban terpusat pada rumah sakit. Doktrin inilah yang

pada saat ini berlaku di berbagai negara maju dan mulai diterapkan di Indonesia. Dasar

pemikiran dari doktrin of Central Responsibility ini adalah pada hakekatnya pasien datang ke

rumah sakit hanya berhubungan dengan rumah sakit. Sebagai suatu badan hukum, rumah sakit

diidentikkan dengan manusia seutuhnya atau person yang dapat melakukan tindakan hukum

dan mempunyai tanggung jawab hukum. Secara garis besar, rumah sakit bertanggung jawab

terhadap personalia, sarana prasarana dan duty of care. Merupakan suatu hal yang sangat tidak

adil, jika rumag sakit melepaskan tanggung jawabnya terhadap kualitas dokter yang bekerja di

rumah sakit. Dalam doktrin Central Responsibility ini pertanggungjawabannya terpusat yaitu

pada rumah sakit. Apapun status personalia rumah sakit tersebut, rumah sakit tetap

merupakan piak yang pertama kali dimintakan tanggung jawabnya bila ada kesalahan yang

dilakukan personalianya selama menjalankan tugas dan dalam lingkup kewenangan personalia

tersebut. Doktrin inilah yang berlaku dalam Undang-Undang Rumah Sakit.

4.13.1. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Terhadap Pasien (Khususnya Pasien ICU) Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Menurut Pasal 58 Undang Undang Kesehatan (1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,

dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa tanggung jawab hukum Rumah

Sakit tidak dibatasi hanya pada kelalaian , namun juga kesengajaan tenaga kesehatan

adalah tanggung jawab rumah sakit. Sesuai dengan konsep tentang perbuatan melawan

hukum, maka kelalaian tenaga kesehatan dan kerugian yang dialami oleh pasien harus ada

hubungan kausal. Dalam hal ini pasien ataupun pihak ketiga yang wajib membuktikan

adanya kelalaian tenaga kesehatan.

Penulis berpendapat bahwa apabila tenaga kesehatan telah melakukan kesengajaan

untuk membawa kerugian bagi pasien, maka hal ini telah melanggar ketentuan pidana

yang mengatur tentang kejahatan terhadap nyawa seseorang. Oleh karenanya dalam hal

tenaga kesehatan melakukan tindak pidana, maka ia bertanggung jawab secara pribadi.

Tanggung jawab ini tidak dapat dialihkan kepada rumah sakit sebagaimana doktrin

tanggung jawab terpusat (central liability).

4.13.2. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Terhadap Pasien (Khususnya Pasien ICU) Berdasarkan Undang-Undang Rumah Sakit

Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang

ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.10

Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab rumah sakit sebagai badan hukum.

Tanggung jawab hukum rumah sakit khususnya terhadap pasien ICU di rumah sakit sangat

erat kaitannya dengan persetujuan setelah memperoleh informasi yang dikenal dengan

Informed Consent. Bila pasien menolak persetujuan tindakan medik Di ICU, maka penolakan

tersebut tidak akan mengurangi tanggung jawab hukum rumah sakit, karena hubungan pasien

                                                                                                                         10  Indonesia,  Pasal  46  UU  RS  Undang  Undang  Rumah  Sakit    

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

dan dokter yang menanganinya di ICU tidak berakhir dengan penolakan tersebut. Sekalipun

pada akhirnya ketiadaan tindakan medik yang ditolak tersebut mengakibatkan kerugian bagi

pasien dan atau keluarganya.

Namun demikian penulis berpendapat, apabila ternyata di kemudian hari terdapat

indikasi adanya pemaksaan kehendak dokter untuk melakukan tindakan medik tertentu

terhadap tubuh pasien di ICU, walaupun dokter berniat baik untuk menyelamatkan nyawa

pasien berakibat nya dokter dapat dituntut karena melakukan tindak pidana. Bila terjadi hal

yang demikian, maka berdasarkan Pasal 30 ayat (1) e dan f, Undang Undang Rumah Sakit,

rumah sakit berhak untuk menggugat tenaga kesehatan tersebut, karena rumah sakit telah

dirugikan nama baiknya dan mempunyai hak atas perlindungan hukum.

Bila ditinjau dari beberapa doktrin tanggung jawab yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis berpendapat bahwa tanggung jawab hukum rumah sakit merupakan tanggung jawab

hukum terpusat atau central liability. Doktrin ini saya pilih karena saat ini rumah sakit telah

banyak mempekerjakan tenaga kesehatan tidak dengan sistem hubungan buruh-majikan,

tetapi hubungan kemitraan, dimana terjadi sistem bagi hasil sehingga tanggung jawab hukum

rumah sakit tidak ditentukan oleh hubungan kerja rumah sakit dengan tenaga kesehatan.

Tanggung jawab rumah sakit adalah berdasarkan adanya hubungan kontraktual dengan pasien

dalam pelayanan kesehatan. Oleh karenanya para pihak wajib mentaati hak dan kewajiban

yang telah ditentukan oleh mereka sendiri.

Tanggung jawab rumah sakit juga berkaitan dengan hak dan kewajiban semua pihak yang

berkaitan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan peraturan perundangan

sebagaimana disebutkan diatas.

4.13.3. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Terhadap Pasien (Khususnya Pasien

ICU) Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Rumah sakit sebagai pelaku usaha, bertanggung jawab terhadap pasien. Tanggung jawab

tersebut berdasarkan adanya hubungan kontraktual. Hak dan kewajiban rumah sakit sebagai

pelaku usaha dan pasien sebagai konsumen, telah diatur secara jelas dalam Undang Undang

Perlindungan Konsumen. Pelanggaran terhadap hak-hak pasien merupakan tanggung jawab

rumah sakit untuk memberikan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Pemaksaan kehendak dokter terhadap pasien untuk melakukan tindakan medik tertentu

terhadap tubuh pasien tersebut, walaupun dokter berniat baik untuk menyelamatkan nyawa

pasien, akan dapat berakibat dituntutnya dokter atas tuduhan malpraktik.11

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                                                         11 Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, cet. 6, (Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher, 2011), hlm. 100.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Penutup

5.1 Kesimpulan

1. Dalam kedudukannya sebagai badan hukum, rumah sakit merupakan subjek hukum

yang memiliki hak dan kewajiban yang saat ini telah diatur. Oleh karenanya rumah

sakit dapat melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajibannya, sehingga pada

akhirnya rumah sakit dapat menuntut (menggugat) dan dapat dituntut (digugat).

2. Hubungan rumah sakit dengan pasien ICU adalah hubungan kontraktual. Dalam

hubungan kontraktual tersebut diatur juga tentang adanya informed consent. Sekalipun

pasien ICU ada dalam keadaan kritis, namun phak rumah sakit (melalui dokternya)

mempunyai kewajiban memberikan informasi tentang tindakan medik yang akan

diambil terhadap pasien ICU, kemudian atas dasar itu pasien ICU atau keluarganya

diberikan kebebasan untuk memilih apakah ia menolak ataukan memberikan

persetujuannya. Adanya informed consent dan kebebasan pihak pasien untuk

memberikan atau menolak ini sebagai wujud perlindungan hukum terhadap pasien

ICU.

Baik Undang-Undang Kesehatan beserta peraturan pelaksanaannya, Undang-Undang

Rumah Sakit, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah dengan cukup

memperhatikan kepentingan pasien ICU sebagai konsumen dalam pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Perhatian tersebut diwujudkan dalam ketentuan-ketentuan

yang berisi hak dan kewajiban pasien yang disertai sanksi secara tegas.

5. 2. Saran

1. Perlindungan hukum terhadap pasien di rumah sakit tidak terlepas dari peran

pemerintah sebagai pengawas dan pembina rumah sakit. Untuk peristiwa-peristiwa yang

muncul dalam media massa, selayaknya pemerintah lebih peka terhadap

penyelenggaraan rumah sakit yang menyimpang dari ketentuan perundangan yang

berlaku.

2. Tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap pasien hanya sebatas hubungan

kontraktual yaitu berdasarkan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, sedangkan

untuk penyelenggaraan rumah sakit, pihak pasien tidak atau kurang memahami dan

menyadari akan adanya pengaturan tersebut.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

3. Tanggung jawab hukum rumah sakit yang tepat bagi rumah sakit adalah tanggung

jawab Central Responsibility, karena doktrin inilah yang sesuai dengan apa yang diatur

dalam Undang-Undang Rumah Sakit.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku:

Achadiat M. Chrisdiono, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman.

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran, cet. 2. Jakarta: PT. Grafikatama Jaya, 1991.

Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, cet. 6, Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher, 2011.

Djojosugito, M.A., Etika Profesi Administrator Rumah Sakit Mimeo, Kuliah Magister

Manajemen Rumah Sakit UGM, 1997.

Dewi, Alexandra Indriyanti. Etika dan Hukum Kesehatan, cet. 1. Yogyakarta: Pustaka Book

Publisher, 2008.

Guwandi, J. Dokter, Pasien, dan Hukum, cet. 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2007.

__________, Hospital Law, cet. 2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2005.

___________, Hukum Medik (Medical Law), cet. 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

___________, Tindakan Medik dan Tanggung Jawab Medik, cet. X. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993.

____________, Informed Consent, cet.1, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2004.

Hanafiyah M.Yusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, cet.1, Jakarta

: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009.

Hasdam, Sofyan. Etika Kedokteran Hukum Kesehatan, cet. 1. Jakarta: Selayar Semesta, 2009.

Isfandyarie, Anny, Tanggung Jawab Hukum Dan Sanksi Bagi Dokter, cet. ke 6, Buku I,

Jakarta : Prestasi Pustka, 2011.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Koeswadji, Hermien Hadiati. Hukum untuk Perumahsakitan, cet. 1. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2002.

Kristiyanti, Celine Tri Siwi , Hukum Perlindungan Konsumen, cet.ke 3, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011

Kurnia, Titon Slamet. Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di Indonesia, cet.

1. Bandung: PT. Alumni, 2007.

Leenen, H.J.J. Pelayanan Kesehatan dan Hukum [Gezondheidszorg En Recht]. Diterjemahkan

oleh P.A.F. Lamintang. Bandung: Binacipta, 1991.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, cet. 2. Yogyakarta: Liberty,

2005.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen, ed. 1, cet. 6. Jakarta:

Rajawali Press, 2010.

Miru, Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Disertasi,

Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2000.

Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, cet. 4. Jakarta: Diadit

Media, 2011.

Notoatmodjo, Soekidjo, Etika & Hukum Kesehatan, cet. 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).

Praptianingsih, Sri. Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di

Rumah Sakit, cet. 2. Jakarta: Rajawali Press, 2007.

Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen, cet. 1, Jakarta, Grasindo, 2000.

Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, cet. 2. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2010.

Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, cet. 1,

Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000.

Soedarmono S., et.al., Reformasi Perumahsakitan Indonesia, Jakarta : Bagian Penyusunan

Program Dan Laporan (Ditjen Yanmed Depkes RI – WHO), 2000.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Soekanto, Soerjono. Aspek Hukum Kesehatan (Suatu Kumpulan Catatan), cet. 1. Jakarta:

IND-HILL-CO, 1989.

Soekanto, Soerjono dan Herkutanto. Pengantar Hukum Kesehatan, ed. 1, cet. 1, Bandung: CV

Remadja Karya, 1987.

Soekanto, Soerjono, Segi-Segi Hukum Hak dan Kewajiban Pasien., cet. 1. Bandung: CV.

Mandar Maju, 1990

________________, Kontrak Terapeutik Antara Pasien Dengan Tenaga Medis, cet.1, Jakarta

: Media Hospital, 1987.

.Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. 1, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Supriadi, Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran, cet.1, Bandung : Mandar Maju, 2001.

Trisnantoro, Laksono, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah

Sakit, cet. 4, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2009.

Yustina, Endang Wahyati, Mengenal Hukum Rumah Sakit, cet.1, Jakarta : Keni Media, 2012.

Yadav Hematrom, Hospital Managenent, Kuala Lumpur : University Malaya Press, 2006.

Wijaya, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, cet.3, Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Wiradharma, Danny, Penuntun Kuliah: Etika Profesi Medis, cet. X, Jakarta: Penerbit

Universitas Trisakti, 2005.

2. Perundang-undangan

Indonesia. Undang-Undang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009, LN No. 144 Tahun 2009,

TLN No. 5063.

Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No. 42

Tahun 1999, TLN No. 3821.

Indonesia. Undang-Undang Praktik Kedokteran, UU No. 29 Tahun 2004, LN No. 116 Tahun

2004, TLN No. 4431.

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT ...

    Universitas Indonesia

Indonesia. Undang-Undang Rumah Sakit, UU No. 44 Tahun 2009, LN No. 153 Tahun 2009,

TLN No. 5072.

Indonesia. Undang-Undang Pelayanan Publik, UU No. 25 Tahun 2009, LN No. 112 Tahun

2009, TLN No. 5038.

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti

dan Tjiptosudibio, Jakarta: Pradjna Paramita, 2008.

Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1778//MENKES/SK/IXII2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan

Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit.

 

Pengaruh Hukum..., Louise Ruselis Sitorus, FH UI, 2013