PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK SYARIAH...

91
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK SYARIAH (STUDI KASUS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA JAMBI. SKRIPSI Oleh: PUTRI PARMASELA NIM. SHE 162074 PEMBIMBING: Dra. Masnidar, M.EI Rasito SH., M. Hum JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI STS JAMBI 2019

Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK SYARIAH...

  • PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK

    SYARIAH (STUDI KASUS PENYELESAIAN SENGKETA

    EKONOMI SYARIAH AKAD PEMBIAYAAN

    AL-MUSYARAKAH DI PENGADILAN

    AGAMA KELAS IA JAMBI.

    SKRIPSI

    Oleh:

    PUTRI PARMASELA

    NIM. SHE 162074

    PEMBIMBING:

    Dra. Masnidar, M.EI

    Rasito SH., M. Hum

    JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

    FAKULTAS SYARIAH

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI STS JAMBI

    2019

  • MOTTO

    Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,

    banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang

    kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu)

    diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling

    dari mereka Maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu

    sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara mereka, Maka

    putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya

    Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS. Al-Maidah: 42)

  • PERSEMBAHAN

    Untaian syukur yang sudah seharusnya tiada henti dilantunkan akan semua

    karunia indahnya yang tak pernah putus atas limpahan kasih sayangnya dan

    Ridhonyalah segala halangan dan rintangan serta ujian dan cobaan dapat dilalui

    dengan ketegaran dan kesabaran yang terdalam.

    Alhamdulillah ku ucapkan kepada Allah SWT, karya ini merupakan wujud

    dari upaya untuk mengharapkan Rahmat dan Ridhonya. Kupersembahkan Skripsi

    ini kepada orang yang kuhormati dan aku sayangi Ayahanda tercinta (Basri M)

    dan Ibunda tercinta (Nirwana) yang telah melahirkanku, membesarkanku, dan

    mendidikku. Selalu berdoa untuk anak-anaknya yang tak kenal lelah apalagi

    mengeluh dalam mencari rezeki untuk memenuhi semua kebutuhan anaknya demi

    tercapainya cita-cita anaknya.

    Terimakasih kepada kakakku Nanda Munandar, kakak iparku Hilda Farisa

    dan adikku M. Bagus Ilham yang selalu ikhlas dan tulus memberi semangat dan

    motivasi kepadaku.

    Terimakasih kepada seluruh teman-temanku (Sri Lestari, Siti Maryam,

    Juraidah, Wulan Lestari Sahputri) tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian

    semua tak kan mungkin aku sampai disini, terimakasih untuk canda tawa, tangis

    dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih untuk kenangan manis

    yang telah mengukir selama ini.

    Almamater Biruku sungguh indah dan sungguh cerah warnamu, tetaplah

    menjadi tempat pengabdian yang luar biasa, anak bangsa sangat

    membutuhkanmu.

  • ABSTRAK

    Putri Parmarsela: SHE. 162074; Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank

    Syariah (Study Kasus Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad Pembiayaan

    Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi.

    Skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan dua hal utama, yaitu : (1) Untuk

    mengetahui prosedur penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah akad pembiayaan

    Al-Musyarakah di pengadilan Agama Kelas I A Jambi, (2) Untuk mengetahui

    perlindungan hukum terhadap debitur (Nasabah Bank Syariah). Untuk mencapai

    tujuan itu, maka skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik

    pengumpulan datanya berupa : wawancara, dan dokumentasi. Dengan pendekatan

    tersebut, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Prosedur penyelesaian

    perkara sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama I A Jambi dengan dua

    penanganan perkara cara sederhana dan cara biasa. Penanganan perkara ekonomi

    syariah dengan cara sederhana mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung

    Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Gugatan Sederhana atau biasa dikenal

    dengan istilah small claims court. Sementara itu, penanganan perkara ekonomi

    syariah dengan cara biasa tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan

    yang berlaku. Perlindungan hukum terhadap nasabah dalam akad Al- Musyarakah

    sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain: UU No 8 tahun

    1999 tentang perlindungan konsumen pasal 49 yang mengatur badan penyelesaian

    sengketa konsumen, dan Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 pada pasal 55

    tentang penyelesaian sengketa, disamping itu jika terjadi sengketa para pihak

    mendapat perlindungan hukum berupa hak untuk mengajukan perkara melalui

    pengadilan Agama.

    Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Nasabah Bank Syariah, Akad Al-

    Musyarakah

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

    rahmat dan hidayah-nya serta anugerah yang tiada terkira, shalawat dan salam

    selalu tercurahkan kepada junjungan kita Rasullah SAW yang telah mengajarkan

    suri tauladan, dan yang telah membawa kita dari jaman jahiliyah ke jaman modern

    seperti yang kita rasakan sekarang dengan kemudahannya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

    Bank Syariah (Studi Kasus Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad

    Pembiayaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Kelas IA Jambi”.

    Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan

    kelulusan studi pada Program Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Syariah Universitas

    Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Oleh karena itu, hal yang pantas

    penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang turut

    membantu penyelesaian skripsi ini, terutama sekali kepada yang terhormat:

    1. Bapak Prof. Dr. H. Su‟aidi Asy‟ari, MA., Ph.D selaku Rektor UIN STS

    Jambi.

    2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syariah UIN STS

    Jambi.

    3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc, M. HI. Ph. D, selaku Wakil Dekan I

    Fakultas Syariah UIN STS Jambi.

    4. Ibu Dr. Rahmi Hidayat, M. HI., selaku wakil Dekan II Fakultas Syariah

    UIN STS Jambi.

    5. Ibu Dr. Yuliatin, S. Ag. M. HI, selaku wakil Dekan III Fakultas Syariah

    UIN STS Jambi.

  • 6. Ibu Dr. Maryani, S. Ag., M.HI dan Ibu Pidayan Sasnifa, S.H, M.Sy, selaku

    Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah.

    7. Ibu Dra. Masnidar, M.EI selaku dosen pembimbing I.

    8. Bapak Rasito SH., M. Hum selaku dosen pembimbing II.

    9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah.

    10. Bapak dan Ibu Karyawan/Karyawati di lingkungan Fakultas Syariah UIN

    STS Jambi.

    11. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung

    maupun tidak langsung.

    Di samping itu, disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari

    Kesempurnaan. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat

    memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada ALLAH

    SWT kita mohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon

    kemaafannya. Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh ALLAH SWT.

    Jambi, September 2019

    Putri Pamarsela

    SHE. 162074

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN DEPAN ..................................................................................... i

    SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................. ii

    NOTA DINAS ............................................................................................... iii

    PENGESAHAN PANITIA ............................................................................ iv

    MOTTO ......................................................................................................... v

    PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi

    ABSTRAK ..................................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

    DAFTAR ISI .................................................................................................. x

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii

    DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6

    C. Batasan Masaah .................................................................................. 6

    D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6

    E. Kerangka Teori................................................................................... 7

    F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 34

    BAB II METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 37

    B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 37

    C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 37

    D. Teknik Pengumpulan data .................................................................. 38

    E. Metode Analisis Data ......................................................................... 39

    F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 42

    G. Jadwal Penelitian ................................................................................ 44

    BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Kota Jambi ................................ 46

    B. Visi, Misi & Motto ............................................................................. 47

  • C. Struktur Organisasi ............................................................................ 48

    D. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi ................. 46

    E. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Kota Jambi............................... 52

    BAB IV PEMBAHASAN

    A. Prosedur Penyelesaian Perkara Sengketa Ekonomi Syariah .............. 55

    B. Perlindungan Hukum terhadap Debitur (Nasabah Bank Syarah) ...... 66

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ........................................................................................ 71

    B. Saran ................................................................................................... 72

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    RIWAYAT HIDUP PENULIS

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Bagan Pembiayaan Musyarakah .................................................. 5

  • DAFTAR SINGKATAN

    BI : Bank Indonesia

    BPR : Bank Perkreditan Rakyat

    BRI : Bank Rakyat Indonesia

    DSN : Dewan Syariah Nasional

    HAM : Hak Asasi Manusia

    IAIN : Institut Agama Islam Negeri

    KHES : Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

    KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana

    LKS : Lembaga Keuangan Syariah

    LPS : Lembaga Penjamin Simpanan

    MUI : Majelis Ulama Indonesia

    PHS : Penetapan Hari Sidang

    PSAK : Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

    UU : Undang-undang

    UUPK : Undang-undang Perlindungan Konsumen

    UIN : Universitas Islam Negri

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pada zaman di era globalisasi ini perekonomian di dunia maupun di

    Indonesia semakin berkembang, seiring perkembangannya masyarakat Islam

    juga mengembangkan prinsip syariah yang menjadi acuan masyarakat Islam

    dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan

    perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syariah.

    Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari

    masalah-masalah ekonomi rakyat yang di pahami oleh nilai-nilai Islam.

    Semakin banyaknya bentuk-bentuk usaha ekonomi syariah tersebut

    merupakan perkembangan yang bagus bagi masyarakat Islam itu sendiri.

    Dalam ekonomi konvesional, motif aktivitas ekonomi mengarah kepada

    pemenuhan keinginan (wants) individu manusia yang tak terbatas dengan

    menggunakan faktor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah

    utama ekonomi konvensional adalah kelangkaan (scarcity) dan pilihan

    (choice).50

    Di Indonesia sendiri pertumbuhan bank syari‟ah sejak UU. No 7

    tahun 1992 tentang yang kemudian dirubah menjadi UU. No.10 tahun 1998

    tentang perbankan hingga disahkannya UU No.21 tahun 2008 tentang

    perbankan syari‟ah semakin meningkat. Dalam hal perekonomian yang

    dilakukan lewat bank pasti ada satu maupun dua masalah yang timbul antara

    50

    Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007),

    hlm. 5

  • nasabah dengan bank tersebut yang bersangkutan. Seiring dengan pesatnya

    pertumbuhan itu, potensi yang muncul untuk terjadinya sengketa dalam

    perbankan syari‟ah juga semakin tinggi, sehingga menjadi penting bagi

    perbankan syari‟ah maupun masyarakat pengguna jasa perbankan syari‟ah

    untuk memahami secara benar bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi

    pada perbankan syari‟ah. Semenjak Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

    tentang Peradilan Agama diamandemen dengan Undang-Undang No. 3

    Tahun 2006.51

    Hal ini memberikan implikasi positif terhadap pengembangan

    lembaga Pengadilan Agama di Indonesia. Dalam Pasal 49 Undang-undang

    No. 3 Tahun 2006 ditegaskan : “Peradilan Agama bertugas dan berwenang

    memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara

    orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat,

    Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi Syari‟ah.52

    Sejak adanya amandemen tersebut sekarang pengadilan negeri

    menjadi berkurang kewajibannya akan tetapi tidak menutup kemungkinan

    permasalahan sengketa ekonomi syari‟ah di selesaikan di pengadilan negeri.

    Tetapi setelah keluarnya amandemen tersebut sekarang yang berhak dan

    berkewenangan dalam menangani sengketa perbankan syari‟ah adalah

    Pengadilan Agama. Peradilan Agama tidak lagi hanya berwenang memeriksa,

    memutus dan menyelesaikan perkara tentang perkawinan, kewarisan, wasiat,

    hibah, wakaf dan shadaqah, tapi diberi kewenangan baru dalam

    menyelesaikan sengketa ekonomi syari‟ah.

    51

    Abdul Ghofur Anshori., Peradilan Agama di Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun 2006

    (Sejarah,Kedudukan & kewenangan),(Yogyakarta: UII Press,2007), hlm. 17 52

    Ibid, hlm. 20

  • Bank syariah yaitu bank yang operasionalnya berpedoman pada usaha

    yang dilakukan seperti di zaman Rasulullah saw. Bentuk-bentuk usaha yang

    udah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasul atau bentuk-bentuk

    usaha baru sebagai hasil ijtihad para tokoh agama yang tidak menyimpang

    dari Al-Qur‟an dan Al-Hadist. Menurut UU No. 10 Tahun 1998 adalah bank

    yang menjalankan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya

    terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.53

    Salah satu akad bagi hasil dalam Bank Syariah adalah akad

    musyarakah. Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106

    mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau

    lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan

    kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan

    kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana. Para mitra

    bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai sebuah usaha tertentu

    dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru,

    selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi

    hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada

    mitra lain.54

    Dalam musyarakah dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam tentang

    ta‟awun (gotong-royong), ukhwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan

    sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntunggan yang

    bisa saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh faktor lain selain

    53

    Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik , (Jakarta: Gema Insani,

    2012) 54

    Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), hlm.134

  • modal misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan sebagainya.

    Selain itu keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan

    keuntungan riil, bukan merupakan nilai nominal yang telah ditetapkan

    sebelumnya seperti bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang

    punya modal usaha lebih besar akan menanggung resiko finansial yang juga

    lebih besar.55

    Proporsi keuntungan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan

    yang ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang

    disertakan (pendapat Imam Malik dan Imam Syafi‟i), dapat dilihat dalam

    gambar berikut:

    Gambar 1.1

    Bagan Proses Musyarakah

    Sementara itu, kerugian, apabila terjadi akan ditanggung bersama

    sesuai dengan proporsi penyertaan modal masing-masing. Dapat diaambil

    55

    Ibid , hlm. 135.

  • kesimpulan bahwa dalam musyarakah keuntungan dibagi berdasarkan

    kespakatan para pihak sedangkan kerugian ditanggung bersama sesuai

    dengan proporsi penyertaan modal masing-masing pihak.56

    Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Pengadilan

    Agama Jambi terdapat penyelesaian sengketa ekonomi syariah, salah satunya

    adalah sengketa tentang akad pembiayaan al-musyarakah. Perkara tersebut

    telah di putus dengan putusan pengadilan Nomor: 0710/pdt.G/2017/PA.Jambi

    dari studi dokumentasi atas putusan tersebut penulis menemukan adanya

    indikasi ketidakpahaman nasabah untuk mengetahui hak dan kewajiban,

    termasuk konsekwensinya atas keterlambatan pembayaran sehingga saat

    terjadi wanprestasi yang dilakukan nasabah dan nasabah melakukan gugatan

    hukum. Pihak Bank sendiri telah memenuhi persyaratan dalam perjanjian dan

    hak serta kewajiban, sehingga dalam hal ini perlindungan hukum terhadap

    nasabah tidak bisa diaplikasikan. Oleh karena itu, penulis memandang perlu

    untuk meneliti “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Syariah (Studi

    Kasus Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad Pembiayan Al-

    Musyarakah di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi).

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian dari latar belakang yang dikemukakan di atas, maka

    permasalahan dalam penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana prosedur penyelesaian perkara sengketa ekonomi syariah akad

    pembiayaan al-musyarakah di pengadilan Agama kelas I A Jambi ?

    56

    Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007),

    hlm. 51-52.

  • 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur (Nasabah Bank BRI

    Syariah) ?

    C. Batasan Masalah

    Agar permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini lebih fokus

    supaya tidak menyimpang dari ruang lingkup penelitian, maka penulis

    membatasi kajian penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini

    yaitu: waktu dan lokasi. Dari segi waktu penelitian ini mengakses

    perlindungan hukum dan dari segi lokasi penelitian ini yang terjadi di

    Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.

    D. Tujuan dan kegunaan penelitian

    1. Adapun tujuan dari penelitian adalah:

    a. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian perkara sengketa ekonomi

    syariah akad pembiayaan al-musyarakah di pengadilan Agama kelas I A

    Jambi.

    b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap debitur (Nasabah

    Bank Syariah).

    2. Adapun kegunaan penelitian adalah:

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dan memberikan manfaat bagi

    pembangunaan ilmu pengetahuan dibidang hukum ekonomi syariah

    atau muamalat dan dapat memperkaya referensi dan literature

    kepustakaan terkait dengan kajian mengenai hukum acara peradilan

    Agama khusunya mengenai perlindungan hukum di peradilan Agama

  • dalam perkara ekonomi syariah dan sebagai acuan penelitian

    selanjutnya.

    b. Ingin menambah cakrawala berfikir bagi penulis dan untuk menambah

    keilmuan yang dipersembahkan kepada khususnya Fakultas syariah dan

    Universitas Islam Negri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

    E. Kerangka Teori

    1. Akad Musyarakah

    a. Pengertian Musyarakah

    Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah. Musyarakah

    menurut bahasa berarti “al-ikhtilath” yang artinya campur atau percampuran.

    Maksud dari percampuran yakni seseorang mencampurkan hartanya dengan

    harta orang lain sehingga antara bagian yang satu dengan lainnya sulit untuk

    dibedakan.57

    Adapun secara terminologi ada beberapa pendapat ulama fiqh yang

    memberikan definisi syirkah antara lain:

    1) Menurut mazhab Maliki, syirkah suatu izin bertasharruf bagi masing-

    masing pihak bersertifikat.

    2) Menurut mazhab Hambali, syirkah adalah persekutuan dalam hal hak

    dan tasharruf .

    3) Menurut mazhab syafi‟i, syirkah merupakan berlakunya hak atas

    sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan.58

    57

    Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) hlm. 183. 58

    Mas‟adi Ghufron A, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

    2002), hlm. 191.

  • 4) Menurut Sayyid Sabiq, bahwa syirkah adalah akad antara dua orang

    berserikat pada pokok modal harta (modal) dan keuntungan.

    5) Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, syirkah merupakan akad yang

    berlaku antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam suatu

    usaha dan membagi keuntungannya.59

    Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES),

    syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih, dalam hal

    permodalan, keterampilan, kepercayaan dalam suatu usaha tertentu

    dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.60

    Menurut Fatwa DSN-MUI, musyarakah adalah pembiayaan

    berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

    tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana

    dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama

    sesuai dengan kesepakatan.

    Berdasarkan pengertian musyarakah diatas, musyarakah adalah

    kerjasama antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dimana

    para pihak masing-masing memberikan kontribusi dana secara bersama-

    sama dalam keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai perjanjian yang

    telah disepakati.

    b. Dasar hukum Musyarakah

    1. Landasan Al-Qur‟an

    Adapun beberapa yang menjadi dasar hukum musyarakah antara lain

    59

    Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 125. 60

    Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), hlm 218.

  • a) Dalam Al-Qur‟an, yaitu Surah Shaad: 24 sebagai berikut:

    Artinya: Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat

    ini sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,

    kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.61

    b) Dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 12 sebagai berikut:

    ...

    Artinya:... tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka

    mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu... (QS. An-Nisa‟:12).

    Dalam surat An-Nisa (4) ayat 12, pengertian syuraka adalah bersekutu

    dalam memiliki harta yang diperoleh dari warisan. Sedangkan dalam surat

    Shad (38) ayat 24, lafal al-khutha diartikan syuraka, yakniorang-orang yang

    mencampurkan harta mereka untuk dikelola bersama.62

    2) Landasan Dalam Hadis Rasulullah SAW

    Adapun hadis yang menjadi dasar hukum masyarakat dinyatakn sebagai

    berikut:

    a) Hadis Abu Hurairah

    61

    QS. Shaad ( 38 ) : 24 62

    Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm 342.

  • Artinya : Dari Abu Hurairah, r.a. beliau berkata: Rasulullah pernah

    bersabda Allah telah berfirman: “Aku menemani dua orang yang

    bermitrausaha selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati

    yang lain. Bila salah seorang berkhianat, maka Aku akan keluar dari

    kemitrausahaan mereka. Riwayat Abu Dawud. Hadis Sahih menurut

    Hakim.”63

    Dari beberapa hadis tersebut jelaslah bahwa musyarakah merupakan

    akad yang dibolehkan oleh syara, bahkan dalam hadis yang kedua dijelaskan

    bahwa musyarakah merupakan akad yang sudah dilaksanakan sebelum Islam

    datang. Setelah Islam datang, kemudian akad tersebut diterapkan sebagai

    akad yang berlaku dan dibolehkan dalam Islam.64

    3. Pertimbangan Yuridis

    Landasan hukum berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 08/ DSN-

    MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah.65

    c. Rukun dan Syarat Musyarakah

    1. Rukun Musyarakah

    Rukun musyarakah adalah sesuatu yang harus ada ketika musyarakah

    itu berlangsung. Ada perbedaan pendapat terkait dengan rukun musyarakah

    menurut ulama Hanafi, bahwa rukun musyarakah ada dua, yakni ijab dan kabul

    sebab ijab kabul (akad) menentukan adanya musyarakah. Adapun yang lain

    63

    Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram, (Surabaya: Grafis Mutiara, 2011),

    hlm 397. 64

    Muhammad Ismail Al-Kahlani, Subul As-Salam juz 3, (Mesir: Maktabah wa Mathba‟ah,

    1960), hlm 64. 65

    Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah

  • mengenai dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada diluar

    pembahasan akad seperti akad jual beli.66

    Jumhur ulama telah menyepakati bahwa akad merupakan salah satu hal

    yang harus dilakukan dalam musyarakah. Adapun rukun musyarakah menurut

    ulama yaitu:

    1) Dua orang yang melakukan akad (aqidain), Dua orang yang melakukan

    akad harus memenuhi syarat, yaitu harus ahli menjadi wakil maupun yang

    mewakilkan.

    2) Barang yang dijadikan syirkah (mauqud alaih). Barang yang akan

    dijadikan syirkah berupa mata uang yang berlaku dinegaranya.

    3) Akad (shighot), didalam akad terdapat syarat, yaitu pengucapan salah

    seorang anggota atau keduanya memberi izin kepada seseorang dalam

    tasharuf (hartanya).

    4) Pekerjaan (al-mal).67

    2. Syarat-Syarat Musyarakah

    Syarat musyarakah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum

    dilaksanakan. Jika syarat tidak terwujud maka transaksi musyarakah batal.

    Menurut Hanafiah syarat-syarat musyarakah terbagi menjadi empat bagian:

    a) Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk musyarakah baik harta,

    maupun lainnya. Dalam hal ini, terdapat dua syarat: pertama berkaitan

    dengan benda yang dapat diterima sebagai perwakilan. Kedua, berkaitan

    66

    Ibid, hlm. 127. 67

    M.Nadzir, Fiqh Muamalah Klasik, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015), hlm 122.

  • dengan keuntungan, pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua

    belah pihak, misalnya setengah, dan sepertiga.

    b) Syarat yang berkaitan dengan harta (mal). Di dalam hal ini, ada syarat

    yang harus dipenuhi, yaitu pertama modal yang dijadikan objek akad

    musyarakah adalah dari alat pembayaran yang sah (nuqud), seperti riyal,

    rupiah, dan dollar. Kedua, adanya pokok harta (modal) ketika akad

    berlangsung baik jumlahnya sama atau berbeda.

    c) Syarat yang terkait dengan syirkah mufawadah yaitu pertama modal pokok

    harus sama. Kedua orang yang ber-syirkah yaitu ahli kafalah. Ketiga objek

    akad disyaratkan syirkah umum, yaitu semua macam jual beli atau

    perdagangan.68

    Selain syarat-syarat diatas ada syarat lain yang diperlukan dalam musyarakah.

    Menurut Idris Ahmad, syarat tersebut meliputi:

    a) Mengungkapkan kata yang menunjukan izin anggota yang berserikat

    kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.

    b) Anggota serikat saling mempercayai. Sebab, masingmasing mereka

    merupakan wakil lainnya.

    c) Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masingmasing,

    baik bentuk mata uang atau lainya.

    Malikiyah menambahkan bahwa orang yang melakukan akad syirkah

    disyaratkan merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).69

    68

    Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010),

    hlm. 129. 69

    Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 128.

  • Secara umum, aplikasi musyarakah dalam lembaga keuangan syariah dapat

    digambarkan dalam Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak

    untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan

    memperhatikan hal-hal berikut:

    Ketentuan dasar mengenai sistem pembiayaan musyarakah pada lembaga

    keuangan syariah tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No.08/DSN

    MUI/IV/2000. Adapun secara lengkapnya isi fatwa tersebut adalah:

    a) Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

    menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan

    memperhatikan hal-hal berikut:

    1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan

    pada tujuan kontrak (akad).

    2) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.

    3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau

    dengan menggunakkan cara-cara kominikasi modern

    b) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-

    hal berikut:

    1) Kompeten dalam memberikan atau diberi kekuasaan perwakilan.

    2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap

    mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.

    3) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam

    proses bisnis normal.

  • 4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk

    mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi

    wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan

    memperhatikan kepentingan misalnya, tanpa melakukan kelalaian

    dan kesalahan yang disengaja.

    5) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau

    menginfestasikan dana untuk kepentingan sendiri.70

    c) Objek akad (modal, kerja, keuntungan, kerugian)

    1) Modal

    a. Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak, atau yang

    nilainya sama.

    b. Modal terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,

    property, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus

    terlebih dahulu dinilai dengan uang tunai dan disepakati oleh

    para mitra.

    c. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,

    menyumbangkan, dan menghadiahkan modal musyarakah

    kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.

    d. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada

    jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,

    LKS dapat meminta jaminan.

    70

    Naf‟an , Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014),

    hlm 105.

  • 2) Kerja

    a. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan

    musyarakah, tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.

    Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari lainnya,

    dalam hal ini boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi

    dirinya.

    b. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi

    dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi

    kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

    3) Keuntungan

    a. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan

    perbedaan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian

    musyarakah.

    b. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proposional.

    c. Atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan

    jadwal yang diterapkan bagi seseorang mitra.

    d. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi

    jumlah tertentu, kelebihan dan prosenstase itu diberikan kepadanya.

    e. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.

    4) Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proposional menurut saham

    masing-masing dalam modal.71

    71

    Trisodini P. Usanti, Transaksi Bank Syariah,( Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 10.

  • d) Biaya operasional dan persengketaan

    1. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

    2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika

    terjadi perselisihan diantara pihak, maka penyelesaiannya

    dilakukan melalui badan Arbitrase syariah setelah tidak tercapai

    kesepakatan melalui musyawarah.72

    d. Macam-macam Musyarakah

    Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni

    musyarakah kepemilikan (syirkah al amlak), dan musyarakah akad (syirkah al

    aqad). Musyarakah kepemilikan tercipta karena adanya warisan, wasiat atau

    kondisi lainnya mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.

    Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah

    aset nyata, dan berbagi pula dalam keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.

    Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan, dimana dua pihak

    atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan kontribusi modal

    musyarakah, serta sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.73

    1. Syirkah Amlak

    Syirkah amlak adalah persekutuan kepemilikan dua orang atau lebih

    terhadap suatu barang tanpa transaksi syirkah. Syirkah hak milik dibagi menjadi

    dua:

    a. Syirkah ikhtiyar (sukarela), yaitu syirkah yang lahir atas kehendak dua

    pihak yang bersekutu. Contohnya dua orang yang mengadakan kongsi

    72

    Ainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm 253. 73

    Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

    2010), hlm. 211.

  • untuk membeli suatu barang, atau dua orang mendapat hibah atau wasiat,

    dan keduanya menerima, sehingga keduanya menjadi sekutu dalam hak

    milik.

    b. Syirkah jabar (paksa), yaitu persekutuan yang terjadi di antara dua orang

    atau lebih tanpa sekehendak mereka. Seperti dua orang yang mendapatkan

    sebuah warisan, sehingga barang yang diwariskan tersebut menjadi hak

    milik yang bersangkutan.

    Hukum kedua jenis syirkah ini adalah masingmasing sekutu bagaikan

    pihak asing atas sekutunya yang lain, sehingga, salah satu pihak tidak berhak

    melakukan tindakan apapun terhadap harta tersebut tanpa izin dari yang lain,

    karena masing-masing sekutu tidak memiliki kekuasaan atas bagian

    saudaranya.74

    2. Syirkah Uqud

    Syirkah uqud adalah dua orang atau lebih melakukan akad untuk

    bekerja sama (berserikat) dalam modal dan keuntungan. Artinya, kerja sama

    ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan

    pembagian keuntungannya.

    Ulama Hanafiah menetapkan syarat-syarat untuk syirkah uqud .Untuk

    keabsahan syirkah uqud yang harus dipenuhi antara lain:

    a. Tasarruf yang menjadi objek akad syirkah harus bisa diwakilkan. Dalam

    syirkah uqud keuntungan yang diperoleh merupakan kepemilikan bersama

    yang dibagi sesuai dengan kesepakatan. Atas dasar tersebut, maka setiap

    74

    Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Vol 5,( Jakarta: Gema Insani, 2007), hlm. 443.

  • anggota musyarakah memiliki kewenangan kepada anggota serikat lainnya

    untuk melakukan tasarruf . Dengan demikian masingmasing pihak menjadi

    wakil pihak lainnya.

    b. Pembagian keuntungan harus jelas. Bagian keuntungan untuk masing-

    masing anggota musyarakah nisbahnya harus ditentukan dengan jelas,

    misalnya 30%, 20%, atau 10%. Apabila pembagian keuntungan tidak

    jelas, maka syirkah menjadi fasid, karena keuntungan merupakan mauqud

    alaih rukun dari musyarakah.

    c. Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki bersama secara

    keseluruhan, bukan dengan penentuan misalnya untuk A 200, B 500. Jika

    keuntungan telah ditentukan, maka akad syirkah menjadi fasid. Karena

    syirkah mengharuskan adanya penyertaan dalam keuntungan, apabila

    penentuan kepada orang tertentu maka akan menghilangkan hakikat

    perkongsiaan.75

    Syirkah ini terbagi dalam beberapa macam:

    1. Syirkah Inan, yaitu kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih dengan

    badan (fisik) atau harta keduanya yang telah diketahuinya meskipun tidak

    sama, kemudian keduanya atau salah satu pihak merealisasikan materi

    kontrak tersebut. Sedangkan laba terbesar diperuntunkkan bagi pelaksana

    kontrak,terbanyak. Modal kerja berupa uang atau material harus diketahui

    jumlah dan nilainya, sedangkan kadar untung dan rugi disesuaikan dengan

    kadar modal masing-masing sesuai syarat dan kesepatan yang saling

    75

    Nur Khoirin, Menyoal Kesyariahaan Bank Syariah, (Semarang: IAIN Walisongo Press,

    2010), hlm 34.

  • menguntungkan. Dengan demikian syirkah inan seorang tidak dibenarkan

    hanya bersekutu dalam keuntungan saja, sedangkan kerugian dibebaskan.

    Dalam syirkah inan tidak disyaratkan adanya persamaan modal, tasarruf,

    dan keuntungan serta kerugian. Dengan kesimpulan tersebut maka antara

    peserta satu dengan lainnya, boleh sama dan boleh berbeda, semisal A

    menanamkan modal Rp. 500.000 B menanamkan modal Rp 1.000.0000

    dan C menanamkan modal Rp. 300.000. Ketika itu berupa kerugian maka

    perhitungan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan.

    2. Syirkah Wujuh, yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki

    reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, tanpa adanya penyertaan

    modal atas dasar kepercayaan para pebisnis terhadap mereka. Keuntungan

    yang didapat dibagi berdua, dan tiap pihak menjadi wakil mitra bisnis dan

    penjaminnya (kafil), dan kepemilikan keduanya sesuai kesepakatan yang

    disyaratkan sebelumnya. Kerugian disesuaikan prosentase kepemilikan

    mereka, sedangkan keuntungan disesuaikan kesepakatan dan kerelaan

    semua pihak.76

    3. Syirkah Mufawadhah, adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau

    lebih. Dimana masing-masing pihak memiliki partisipasi dalam

    memberikan porsi yang sama, baik dalam modal, tanggung jawab dan hak

    suara. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara bersama.

    Dengan demikian, syarat utama dalam hal ini, adalah kesamaan dana yang

    76

    Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus

    Sunnah Press, 2012), hlm 932.

  • diberikan kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-

    masing pihak.

    4. Syirkah Abdan, adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih,

    yang memiliki profesi sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.

    Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap suatu proyek,

    atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima pembuatan order

    seragam sekolah. Syirkah abdan ini berupa fisik atau disebut syirkah al-

    mal (kerja).77

    5. Syirkah Mudharabah, yaitu persetujuan antara pemilik modal (shohibul

    mal) dan seseorang pekerja(mudhorib), untuk mengelola uang dari pemilik

    modal dalam suatu perdagangan tertentu yang keuntungannya dibagi

    sesuai dengan kesepakatan bersama. Adapun kerugian ditanggung oleh

    pemilik modal. Pihak pemodal menyerahkan modalnya dengan akad

    wakalah kepada seorang pekerja untuk dikelola dan dikembangkan

    menjadi usaha yang menghasilkan keuntungan (profit).78

    e. Teori Perlindungan Hukum

    1. Perlindungan hukum

    Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond bahwa

    hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai

    kepentingan dalam masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan,

    perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara

    77

    Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada

    University Press Yogyakarta), 2011, hlm 109. 78

    Ali Al-Khafif, Al-Syarikah ai al-Fiqh al-Islami, (Mesir: Dar al-Fikri al- Arabi, 1972),

    hlm 23.

  • membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah

    mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas

    tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan

    dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan

    hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang

    diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupkan kesepakatan

    masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota

    masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap

    mewakili kepentingan masyarakat.79

    Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah memberikan

    pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan

    perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua

    hak-hak yang diberikan oleh hukum.80

    Selanjutnya menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum

    bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.

    Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

    sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam

    pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang resprensif

    bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di

    lembaga peradilan.81

    79

    Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Bandung : (PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.53. 80

    Ibid, hlm,69. 81

    Ibid, hlm,54.

  • Sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat

    didifungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar

    adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antipatif. 82

    Dari uraian para ahli diatas memberikan pemahaman bahwa perlindungan

    hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan

    tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

    Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek

    hukum sesuai dengan aturan hukum baik itu yang bersifat preventif maupun

    dalam bentuk yang bersifat represif baik yang secara tertulis maupun tidak

    tertulis.

    b. Bentuk Perlindungan Hukum

    Menurut R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk

    perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat, yaitu

    bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).83

    Bentuk

    perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya institusi-institusi penegak

    hukum seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-lembaga

    penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya.

    Perlindungan hukum sangat erat kaitanya dengan aspek keadilan. Menurut

    Soedirmman Kartohadiprojo pada hakikatnya tujuan hukum adalah mencapai

    keadilan. maka dari itu, adanya perlindungan hukum merupakan salah satu

    82

    Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung : Remaja

    Rusdakarya, 1993) hlm. 118. 83

    Rafael La La Porta, “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of

    Financial Economics”, no. 58, (Oktober 1999): hlm. 9.

  • medium untuk menegakkan keadilan salah satunya penegakan keadilan dibidang

    sengketa ekonomi syariah.

    c. Hak dan Kewajiban Perlindungan Hukum

    Hak adalah sesuatu yang harus kita dapatkan sedangkan kewajiban adalah

    sesuatu yang harus kita kerjakan. Lahirnya suatu kontrak menimbulkan suatu

    hubungan hukum perikatan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban

    Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hokum dari suatu

    kontrak Dengan kata lain, akibat hukum kontrak sebenarnya adalah pelaksanaan

    dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa suatu kontrak

    tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam kontrak

    tersebut, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan atau

    diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang Tentang hak dan

    kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam isi perjanjian yang disepakati

    kedua belah pihak.84

    3. Perlindungan Nasabah Pada Bank Syariah Menurut Undang-Undang

    Perlindungan Konsumen Dan Peranan Nasabah Sebagai Konsumen

    Perbankan.

    a. Perlindungan Nasabah Pada Bank Syariah Menurut Undang-Undang

    Perlindungan Konsumen.

    Dalam UU No.10 Tahun 1998, Nasabah meruakan pihak yang

    menggunakan jasa bank. Nasabah penyimpan adalah basabah yang menempatkan

    dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan

    84

    Tinjauan umum tentang perlindungan Hukum dan Kontrak “franchise”, artikel di akses

    pada 1 juli 2015 dari http:// repository. Usu ac.id/bitstream/123456789/35732/6/chapter%20III-

    V.pdf.

  • nasabah yang bersangkutan, sedangkan nasabah debitur adalah nasabah yang

    memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasrkan prinsip syariah, atau

    yang dipersamakan dengan itu, berdasrkan perjanjian bank dengan nasabah yang

    bersangkutan.85

    Bank syariah merupakan pelaku usaha, karena bank syariah merupakan

    bandan usaha yang bergerak dibidang jasa, yaitu jasa keuangan. Nasabah bank

    syaria, baik umum maupun BPRS merupakan konsumen. Hak dan kewajibannya

    nasabah serta hak dan kewajiban bank syariah diatur dalam UU Perlindungan

    konsumen.

    Hak konsumen menurut pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999

    tentang perlindungan konsumen (UUPK) adalah:

    1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

    barang atau jasa.

    2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang dan jasa

    tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

    dijanjikan.

    3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi serta

    jaminan barang atau jasa.

    4. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhan atas barang dan jasa yang

    digunakan.

    5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

    sengketa perlindungan konsumen secara patut.

    85

    Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan instrument-innstrumen Hukumnya,

    (Bandung: Citra Aditya Bakti,2000), hlm. 33.

  • 6. Hak untuk mendapatkan pembianan dan pendidikan konsumen.

    7. Hak untuk diperlakukan dengan baik secara benar dan jujur serta tidak di

    diskriminatif.

    8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila

    barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau

    sebagaimana mestinya.

    9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

    lainnya.86

    Selanjutnya, kewajiban konsumen menurut pasal 5 UUPK adalah:

    1. Membaca atau mengikuti petunjuk, informasi dan prosedur pemakaian

    atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

    2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.

    3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

    4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

    secara patut.87

    Adapun hak pelaku usaha menurut pasal 6 UUPK adalah:

    1. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

    kondisi dan nilai tukar barang atau jasa.

    2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen

    yang beritikad tidak baik.

    3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

    hukum sengketa konsumen.

    86

    Pasal 4 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 87

    Pasal 5 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

  • 4. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila tidak terbukti secara hukum

    bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang

    diperdagangkan.

    5. Hak-hak yang diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan88

    Kewajiban pelaku usaha menurut pasal 7 UUPK adalah:

    a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

    b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

    dan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan

    penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

    c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur serta

    tidak diskriminatif.

    d. Menjamin mutu barang atau jasa yang di produksi dan di

    perdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa

    yang berlaku.

    e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan

    mencoba barang atau jasa yang dibuat atau di perdagangkan.

    f. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau

    jasa yang di terima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

    perjanjian.89

    Pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUPK dapat dikenakan sanksi,

    baik sanksi administratif, maupun sanksi pidana. Sanksi administrative di atur

    dalam pasal 60 UUPK. Sanksi administrative dapat dikenakan kepada pelaku

    88

    Pasal 6 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen 89

    Pasal 7 UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

  • usaha yang melanggar pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), serta pasal 26. Dengan

    mengacu pada pasal 26 maka jika bank syariah dalam memberikan jasa nya,

    terutama kepada nasabah penyimpan dana, tidak dapat di memenuhi jaminan

    bahwa dana nasabah dapat di ambil kembali sesuai dengan perjanjian, maka bank

    syariah telah melanggar pasa ini dan dapat dikenakan sanksi administratif yang

    diatur dalam pasal 60, yaitu berupa penetapan ganti rugi paling banyak

    Rp.2.000.000.000 (dua milliard rupiah).

    Pelaku usaha yang melanggar ketentuan pasal 11, pasal 12, Pasal 13 ayat

    (1), pasal 14, pasal 16 dan pasal 17 ayat (1) huruf d dan f, dipidana dengan pidana

    penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak

    Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta). 90

    b. Peranan Nasabah Sebagai Konsumen Perbankan

    Nasabah menurut pasal angka 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999

    tentang perlindungan konsumen (UUPK) adalah juga konsumen, yaitu setiap

    pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyrakat, baik bagi kepentingan

    diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain, dan tidak di

    perdagangkan. Adapun bank menurut pasal 1 angka 3 UUPK adalah sebagai

    pelaku usaha yang memberikan pelayanan perbankan yang dimanfaatkan oleh

    konsumen, yakni nasabah bank. Menurut penjelasan UUPK, pelaku usaha

    meliputi perusahaan, korporasi, badan usaha milik Negara, koperasi, importer,

    pedagang, distributor dan perbankan termasuk pelaku usaha.91

    90

    Neni Sri Imaniyati, Perbankan Syariah dalam Presepektif Hukum Ekonomi, (Jakarta:

    Pustaka Yustisia,2011), hlm.83-84. 91

    Ibid hlm, 84-85.

  • 4. Urgensi dan Tujuan Perlindungan Nasabah Bank

    a. Urgensi Perlindungan Nasabah Bank

    Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum bagi nasabah bermakna,

    hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasi kekuasaan

    kepadanya untuk bertindak dalam ranga kepentingan tersebut. Pengalokasian

    kekuasaan ini dilakukan dengan secara terukur, dalam arti ditentukan dengan

    hak. Dengan demikian, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bias disebut

    sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh

    hukum kepada seseorang. 92

    Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah

    penyimpanan dana, dapat dilakukan melalui dua cara, yakni sebagai berikut:

    1. Perlindungan secara implisit (Implisit Deposit Protection)

    Pengertian perlindungan secara implisit adalah perlindungan yang di

    hasilkan oleh pegawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat

    menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang di awasi. Adapun

    perlindungan yang diperoleh dalam konteks ini, melalui :

    a) Peraturaan perundang-undangan dibidang perbankan (UU No. 10

    tahun 1998)

    b) Perlindungan yang dihasilkan oleh pegawasaan dan pembinaan yang

    efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

    c) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada

    khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umunya.

    92

    Ibid, hlm.104.

  • d) Memelihara tingkat kesehatan bank.

    e) Melakukan usaha sesuai dengan kehati-hatian.

    f) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan

    nasabah.

    g) Menyediakan informasi risiko pada nasabah

    2. Perlindungan Secara Ekplisit (Explicit Deposit Protection)

    Perlindungan secara ekplisit adalah perlindungan melalui pembentukan

    suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat. Dengan demikian,apabila

    bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yag akan mengganti dana masyrakat

    yang disimpan di bank tersebut. Di Indonesia lembaga tersebut dikenal sebagai

    lembaga penjamin simpanan (LPS) yang diatur dala undang-undang Nomor 24

    Tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan (LPS).

    Kehadiran lembaga tersebut dikarenakan UU No.10 tahun 1998 hanya

    mengatur perlindungan kepada nasabah secara implisit. Dalam Undang-undang

    tersebut, pada dasarnya perlindungan kepada nasabah tidak dapat dipisahkan

    dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya

    dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya. Bank yang tetap

    dapat menjaga kelangsungan usahanya dan tetap tangguh dalam persaingan dunia

    perbankan yang semakin ketat, hanyalah bank yang mampu menjaga

    kesehatannya dengan baik. Suatu bank yang tangguh dan sehat pada dasarnya

    akan mampu mengamankan dana yang dipercayakan masyrakat kepada nya, dan

  • bank yang sehat dengan sendiri nya mendukung terbentuknya sistem perbankan

    yang sehat.93

    3. Bentuk-bentuk dan Mekanisme Perlindungan Nasabah

    a. Perlindungan tidak langsungan

    Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap

    kepentingan nasabah penyimpan dana adalah suatu perlindungan hukum yang

    diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang

    timbul dari suau kebijaksanaan atau timbul dari kegiataan usaha yag dilakukan

    oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat

    internal oleh pihak bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hal yang

    dikemukakan berikut ini : 94

    1) Prinsip kehati-hatian

    Menurut ketentuan pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 dikemukakan

    bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

    dekmokrasi ekonomi mengunakan prinsip ke hati-hatian. Ketentuan ini

    menunjukkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah suatu asas terpenting yang

    wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiataan

    usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk

    selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus

    konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan dibidang

    perbank berdasarkan profesiolisme dan beritikad baik.

    93

    Ibid, hlm. 105-107. 94

    Hermansya, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, edisi 2, (Jakarta: kencana Prenada

    media group, 2005), hlm.146.

  • UU No.10 Tahun 1998 mempertegas kembali mengenai pentingnya

    prinsip kehati-hatian yakni dalam pasal 29 ayat (2).95

    Pasal 29 ayat (2)

    „‟Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan

    ketentuan,kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,

    rahabilitas, solvabilitas,dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha

    bank, dan wajib melakukan kegiataan usaha sesuai dengan prinsp kehati-

    hatian.96

    Dalam ketentuan pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan

    kehati-hatian dalam rangka penaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan

    prinsip syariah kepada nasabah debitur.

    Pasal 29 ayat (3)

    „‟Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasrkan prinsip syariah

    dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara

    yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan

    dananya kepada bank.97

    Ketentuan pasal 29 ayat (2) dan (3) diatas berhubungan erat dengan

    ketentuan pasal (4), karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah

    penyimpan dan simpananya.

    Pasal 29 ayat (4)„‟untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan

    informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan

    dengan transaksi nasabah yang dilakkan melalui bank.

    4. Perlindungan Hukum Kegiatan Nasabah Bank Syariah

    Sebagai sebuah usaha kegiatan usaha yang regulasinya diatur oleh undang-

    undang dan perundang-undangan lain berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah,

    95

    Ibid, hlm.147. 96

    Pasal 29 ayat (2) UU.No. tahun 1998 tentang perbankan 97

    Pasal 29 ayat (3) UU.No.10 tahun 1998 tentang perbankan

  • didalam perbankan syariah juga terdapat sistem perlindungan hukum terhadap

    nasabah. Sistem itu dapat dilihat dari sisi hubungan antara bank dengan nasabah,

    serta hubungan antara bank dengan bank Indonesia sebagai bank sentral. Dalam

    hubungan ini, ada beberapa aspek perlindungan hukum yang diatur melalui

    perundang-undangan diantraranya sebagai berikut. 98

    a) Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Melalui Undang-Undang Perlindungan

    Konsumen.

    Undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) merupakan salah

    satu hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen Indonesia.

    Sebelum disahkanya UUPK, pada dasarnya telah ada beberapa peraturan

    perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen

    antara lain.Pasal 202 KUHP, ordinasi bahan-bahan berbahaya (1949),

    Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang persoaan terbatas (sekarang

    menjadi UU NO. 40 Tahun 2007), Undang-undang Nomor 10 tahun 1998

    tentang perubahan atas Undang-undang 7 Tahun 1992 tentang

    perbankan.Lahirnya UUPK diharapkan menjadi paying hukum dibidang

    konsumen dengan tidak menutup kemungkinan terbentuknya peraturan

    perundang-undangan lain yang materinya memberikan perlindungan

    terhadap nasabah debitur perlu kiranya peraturan tentang prekreditan

    direalisir sehingga dapat dijadikan panduan dalam pemberian kredit.

    98

    Bambang Hermanto, Hukum Perbankan Syariah, ( Yogyakarta: kaukaba, 2014), hlm,

    93-94.

  • b) Perlindungan Hukum Dalam Aspek Kepatuhan Pada Prinsip Syariah

    Menurut undang-undang nmor 21 tahun 2008 tentang perbankan

    syariah, perlindungan nasabah atas kegiatan usaha perbankan syariah juga

    mencakup kepatuhan terhadap prinsip syariah mekanisme perlindungan

    hukum dalam aspek ini mencakup hal-hal berikut:

    1) Aturan mekanisme pengesahan dari otoritas fatwa tentang

    halallan/kesesuain produk dan jasa keuangan bank dengan prinsip

    syariah. Otoritas fatwa tentang kehalalan/kesesuaian produk dan jasa

    keuangan bank dengan prinsip syariah diatur denga peraturan Bank

    Indonesia Nomor 10/32/PBI/2008-komite perbankan syariah,

    merupakan aturan dan mekanisme pengesahan otoritas fatwa tentang

    kehalalan jasa dan produk perbankan syariah. Secara normatif, peratuan

    BI di atas mengandung nmorma hukum yang arus ditaati untuk

    mencapai ketertiban hukum, karena pada prinsip dan tujuan sebuah

    pengaturan adalah mencapai ketertiban. Oleh karena itu pelanggaran

    terhadap mekanisme yang sudah diatur adalah hilangnya ketertiban

    hukum yang secra konstruktif dibangun untuk mencapai tujuan yang

    diharpkan. Selanjutnya mediasi perbankan adalah proses penyelesaian

    sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang

    bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan

    sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang

    bersengketakan. Adapun yang menjadi penyelenggara mediasi

  • perbankan sebagaimana telah diatur dalam ketentuan pasal 3 PBI No.

    8/5/PBI/2006.

    2) Sistem pengawasan yang memantau transaksi keuangan bank sesuai

    dengan fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas fatwa perbankan serta

    mekanisme penetapan. Karakteristik operasional perbankan syariah

    secara ideal memiliki ciri utama menerapkan bagi hasil dalam menarik

    dana maupun dalam kegiatan financing. Akad yang lazim diguanakan

    mudharabah dan musyarakah. Dalam hal ini, manajemen bank syariah

    bertindak selaku mudharib dari dua pihak sekaligus, yaitu pemilik bank

    dan deposan (investor) yang memiliki hak yang berbeda. Kondisi ini

    dapat menimbulkan konflik kepentingan dari manajemen bank dalam

    memperlakukan kedua belah pihak.

    F. Tinjauan Pustaka

    Pembahasan mengenai putusan hakim tentang sengketa ekonomi syariah

    antara lain yaitu skripsi karya Pratami Wahyudya Ningsi yang berjudul Analisis

    Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan Pemenuhan Kewajiban Akad

    Pembiayaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Terhadap

    Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), IAIN Salatiga tahun 2017. Dari hasil

    penelitiannya adalah dasar pertimbangan yang digunakan hakim yang tertuang

    dalam Putusan nomor : 047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tersebut diantarannya adalah

    Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka sengketa diputus dengan

    verstek, Tergugat telah memenuhi unsur-unsur wanprestasi sesuai dengan

  • ketentuan hukum positif dan dalil-dalil syar‟i sehingga Tergugat menjadi pihak

    yang kalah.99

    Skripsi Yunita Naryanti yang berjudul “Gugatan Wanprestasi Yang

    Diajukan Oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad

    Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi Terhadap Putusan Pengadilan

    Agama Purbalingga Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)” skripsi ini menggunakan

    Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi pustaka. Metode

    analisis yang digunakan adalah metode normatif kualitatif. Dengan hasil

    penelitiannya adalah Pertimbangan hukum Hakim dalam memutus perkara

    tentang gugatan wanprestasi yang diajukan oleh PT BPR Syariah Buana Mitra

    Perwira adalah dengan mendasarkan pada alat bukti otentik berupa akad

    perjanjian pembiayaan al musyarakah, yang nilai pembuktiannya kuat.100

    Skripsi Fitriawan Sidiq yang berjudul “Analisis Kasus Terhadap Putusan

    Hakim Dalam Kasus Sengketa Ekonomi Syariah Di PA Bantul (Putusan No.

    0700/Pdt.G/2011/PA.Btl) dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2013.

    Skripsi ini lebih menekankan kepada dasar pertimbangan hakim dalam putusan

    perkara No. 0700/pdt.G/2011/PA.Btl dalam perkara gugatan pemenuhan

    kewajiban akad mudharabah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Bantul.

    Berdasarkan analisis skripsi tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan

    bahwasanya sumber hukum yang digunakan oleh hakim adalah yurisprudensi MA

    99

    Pratami Wahyudya Ningsi, Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan

    Pemenuhan Kewajiban Akad Pembiayaan Al-Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga

    (Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), Skripsi: Salatiga, 2017. 100

    Yunita Naryanti, Gugatan Wanprestasi Yang Diajukan Oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi Terhadap

    Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), Skripsi: Purwokerto,

    2010.

  • No. 2899/K/Pdt/1994 tanggal 15 Februari 1996 dan Fatwa Dewan Syariah

    Nasional No. 07/DSNMUI/VI/2000 tentang pembiayaan mudharabah. Fatwa

    Dewan Syariah Nasioanl (DSN) yang digunakan oleh Hakim sebagai

    pertimbangan hukum dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini tidak

    memiliki kekuatan hukum untuk digunakan sebagai dasar hukum pada

    pertimbangan Hakim, karena Fatwa Dewan Syariah Nasional yang digunakan

    hakim tidak diangkat sebagai pendapat Hakim sehingga tidak memiliki kekuatan

    hukum dan tidak bisa dijadikan sumber hukum.101

    Bedasarkan hasil penelitian sebelumnya maka penulis meneliti judul

    “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Syariah (Studi Kasus

    Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Akad Pembiayaan Al-Musyarakah di

    Pengadilan Agama Kelas IA Jambi) Putusan Pengadilan Nomor:

    0710/pdt.G/2017/PA”. Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan

    adalah metode yurisdis sosiologis. Dengan hasil penelitiannya adalah

    ketidakpahaman nasabah untuk mengetahui hak dan kewajiban, termasuk

    konsekwensinya atas keterlambatan pembayaran sehingga saat terjadi wanprestasi

    yang dilakukan nasabah dan nasabah melakukan gugatan hukum. Pihak Bank

    sendiri telah memenuhi persyaratan dalam perjanjian dan hak serta kewajiban,

    sehingga dalam hal ini perlindungan hukum terhadap nasabah tidak bisa

    diaplikasikan.

    101

    Fitriawan Sidiq, Analisis Kasus Terhadap Putusan Hakim Dalam Kasus Sengketa

    Ekonomi Syariah Di PA Bantul (Putusan No. 0700/Pdt.G/2011/PA.Btl), Skripsi: UIN Sunan

    Kalijaga Yogyakarta, 2013.

  • BAB II

    METODE PENELITIAN

    G. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi, beralamat di

    Jl. Jakarta, Kota Baru, Kota Jambi, dan waktu penelitian pada bulan Juli 2019.

    B. Pendekatan Penelitian

    Penelitian penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui akad Musyarakah

    di pengadilan Agama Kelas IA Jambi ini mengunakan pendekatan yuridis

    sosiologis. Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan ketentuan-ketentuan

    hukum yang berlaku.

    C. Jenis dan Sumber Data

    1. Jenis data

    Jenis data dapat dibedakan menjadi 3, data primer, data sekunder, dan data

    tersier. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data primer dan

    sekunder untuk memperoleh data informasi sesuai dengan tujuan peneitian

    yaitu data primer dan data sekunder.

    a) Data Primer adalah data yang diperoleh dengan cara melakukan studi

    lapangan, dengan cara melakukan wawancara. Wawancara secara

    terstruktur dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah

    disiapkan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data primer yang

    diperoleh dari penelitian ini adalah wawancara peneliti bersama wakil

    hakim Pengadilah Agama Kelas IA Jambi Bapak Firdaus, MA.

  • b) Data Sekunder ialah data yang diperoleh dengan melakukan studi

    kepustakaan yakni melakukan serangkaian kegiatan membaca,

    mengutip, dan mencatat buku-buku, jurnal, menelaah perundang-

    undangan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.102

    Data

    sekunder dalam penelitian ini meliputi gambaran umum Pengadilan

    Agama Kelas I A Jambi, serta landasan teori yang diperlukan.

    2. Sumber data

    Sumber data adalah tempat diperolehnya data. Adpun sumber data

    dalam penelitian ini terdiri dari:

    a) Sumber data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung di

    lapangan dengan cara melakukan wawancara bersama wakil Hakim

    Bapak Firdaus, MA di Pengadilan Agama Kelas I A Jambi dan bahan

    hukum primer yang penulis gunakan adalah berupa putusan hakim

    nomor: 0710/pdt.G/2017/PA.

    b) Sumber data sekunder: sebagai perlengkapan atau pendukung data

    primer data ini bersumber dari kepustakaan, dokumen, arsip, artikel,

    makalah, literatur yang sesuai dengan obyek penelitian.

    D. Teknik Pengumpulan Data

    1. Wawancara

    Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh

    informasi langsung dari responden. Wawancara yang disebutkan dalam

    golongan ialah wawancara yang berkaitan ilmiah, yang dilakukan secara

    102

    Ishaq, Metode Penelitian Hukum & Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi,

    (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 99.

  • sistematis dan runtut serta memiliki nilai validitas dan reliabilitas.

    Wawancara juga ialah merupakan proses tanya jawab lisan antara dua orang

    atau lebih secara langsung tentang informasi atau keterangan.103

    Pada

    penelitian ini wawancara dilakukan dengan wakil hakim di Pengadilan

    Agama Kelas I A Jambi.

    2. Dokumentasi

    Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yan berwujud

    sumber data tertulis atau gambar. Sumber tertulis atau gambar berbentuk

    dokumen resmi, buku, majalah, arsip, dokumen pribai, dan foto yang

    berkaitan dengan permasalahan penelitian.104

    Dilakukan untuk memperoleh

    dan memahami konsep dan teori serta ketentuan tentang perlindungan

    hukum nasabah Bank Syariah di tinjau UU No 8 tahun 1999.

    E. Metode analisis data

    Analisis data berlangsung sejak awal penelitian hingga setelah kegiatan

    pengumpulan data berakhir secara deskriptif dan kualitatif. Data yang terkumpul

    dianalisis dan dideskripsikan dalam kalimat sederhana yang tersusun dan

    sistematis.

    Dalam hal ini Nasution sebagaimana dikutip oleh Sugiyono, menyatakan

    bahwa analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah.

    Sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil

    103

    Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia:

    1986), hlm. 12. 104

    Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.

    71.

  • penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika

    dimungkinkan teori yang grounded. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis

    data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan

    data.

    Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data

    model Miles dan Huberman. Analisis datanya dilakukan selama proses

    pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam

    periode tertentu. Pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap

    jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka

    peneiti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data

    yang dianggap kredibel.105

    Miles dan huberman mengatakan bahwa aktivitas dalam analisis data

    kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai

    tuntas. Sehingga datanya sudah jenuh. Teknik ini terdiri dari tiga tahapan yakni

    analisis sebelum ke lapangan dan analisis ketika di lapangan.

    Analisis data sebelum ke lapangan menurut Miles dan Huberman adalah

    peneliti menganalisis data terhadap hasil study pendahuluan, atau data sekunder

    yang akan digunakan untuk menentukan focus penelitian. Namun demikian focus

    penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setellah peneliti

    memasuki lapangan penelitian. Analisis setelah di lapangan menurut Miles dan

    Huberman juga terdiri dari beberapa tahapan sebagaimana dijelaskan sebagai

    berikut:

    105

    Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm 91.

  • 1. Reduksi Data

    Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu

    maka perlu dicatat secara teliti dan rinci.106

    Reduksi data diartikan sebagai

    proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

    pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-

    catatan tertulis di lapangan. Dengan demikian data yang telah diredukasi

    akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti

    untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

    diperlukan.107

    Secara operasionalnya, dalam teknik redukasi data ini, sejumlah besar

    data mentah yang peneliti peroleh dan kumpulkan di lapangan akan peneliti

    susun dalam bentuk catatan lapangan, salinan wawancara, salinan

    dokumentasi. Setelah dipilih seperti itu, maka peneliti akan mudah untuk

    melakukan proses redukasi dan penyeleksian dari data mentah yang terserak

    itu lalu mengkrucut menjadi sejumlah data yang penting-penting saja, dan

    berkaitan dengan penelitian.

    2. Penyajian Data

    Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk

    uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sebagainya. Dalam hal

    ini Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang paling sering digunakan

    106

    Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 200. 107

    Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D

    (Bandung; Alfabeta, 2007), hlm. 338.

  • untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

    bersifat naratif.108

    Peneliti melakukan teknik men-display-kan data ialah dengan tujuan

    memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan

    kerja selanjutnya berdasarkan apa yang sudah ditemukan tersebut. Secara

    operasionalnya, setelah data diredukasi, tahap selanjutnya peneliti akan

    merangkai dan mensistematiskan data-data sesuai pada tempatnya

    menyesuaikan dengan kepentingan laporan penelitian. Sehingga data yang

    menjelaskan dan mempunyai arti dan bermakna.

    3. Verifikai Data

    Verifikasi dan penarikaan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam

    proses analisis data penelitian kualitatif. Kesimpulan dalam penelitian ini

    diharapkn dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak

    awal.109

    Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah

    merupakan temuan baru yang sebelumnya berupa deskripsi atau gambaran

    suatu objek yang sebelumnya masih samar-samar ssehingga setelah diteliti

    menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau

    teori.110

    F. Sistematika penulisan

    Rangkaian sistematika penulisan ini terdiri empat bab. Masing-

    masing bab diperinci lagi dengan beberapa sub bab yang saling berhubungan

    108

    Ibid, hlm. 341. 109

    Beni Ahmad Saebeni, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung; Pustaka Setia, 2008),

    202. 110

    Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2014), 345.

  • antara satu sama lainnya. Adapun sistematika penulis ini adalah sebagai

    berikut:

    BAB I : Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan

    masalah, Batasan Masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori,

    dan tinjauan pustaka.

    BAB II : Pada bab ini dipaparkan mengenai metode penelitian.

    BAB III : Gambaran umum lokasi penelitian, meliputi sejarah, visi misi &

    motto, Struktur Organisasi, Tugas Pokok, Fungsi Pengadilan Agama dan

    Wilayah Hukum Pengadilan Agama.

    BAB IV : Pembahasan dan hasil penelitian prosedur penyelesaian perkara

    sengketa ekonomi syariah akad musyarakah di Pengadilan Agama Kelas IA

    Jambi, Perlindungan hukum terhadap nasabah bank syariah pada akad

    pembiayaan musyarakah dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di

    Pengadilan Agama Kelas IA Jambi.

    BAB V : Penutup berupa kesimpulan dan saran

  • N

    o Kegiatan

    Waktu Penelitian

    Februari

    2019

    Maret

    2019

    April

    2019 Mei 2019

    Agustus

    2019

    September

    2019

    Oktober

    2019

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1 Pengajuan Judul x

    2 Pembuatan

    Proposal

    x x x

    3 Seminar dan

    Perbaikan Proposal

    x x

    4 Pengesahan Judul x x x

    5 Surat lulus seminar x x x x

    6 Pengumpulan Data x x x x x

    7 Analisis Data x x

    8 Konsultasi

    Pembimbing

    x x

    9 Bimbingan x x

    10 Agenda dan Ujian

    Skripsi

    x

  • 55

    BAB III

    GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA KOTA JAMBI

    A. Sejarah Singkaat Pengadilan Agama Kota Jambi

    Pada zaman Pemerintahan Sultan Thaha yaitu sebelum Pemerintahan

    Belanda Jepang, sebenarnya Peradilan Agama sudah ada sebelum Indonesia

    merdeka, namun kewenangannya hanya sebatas mengadili Perkara dalam

    ruang lingkup Hukum keluarga diantara orang-orang pribumi yang beragama

    Islam. Eksistensi Peradilan Agama yang tercantum dalam Undang-Undang

    No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa

    kedudukan dan tugas Peradilan Agama sebagai Kekuasaan Kehakiman sejajar

    dengan Pengadilan lain yang ada,dikarenakan Peradilan Agama sebagai salah

    satu Badan Peradilan Negara disamping tiga Badan Peradilan lainnya

    (Peradilan Umum, Militer dan Tata Usaha Negara ) di Negara Republik

    Indonesia ini.126

    Pengadilan Agama Jambi yang berada di wilayah Yuridiksi Pengadilan

    Tinggi Agama Jambi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah

    Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan PengadilanAgama/Mahkamah

    Syar‟iyah diluar Jawa dan Madura yang kemudian diiringi dengan Penetapan

    Menteri Agama RI Nomor 58 tahun 1957 tanggal 13 Nopember 1957 tentang

    Pembentukan Pengadilan Agama /Mahkamah Syar‟iyah di Sumatera.

    126

    Wawancara dengan Bapak Drs. Firdaus, MA, wakil hakim pengadilan Agama Jambi

  • Didirikan pada tanggal 31 Agustus 1958 berdasarkan Keputusan Menteri

    Agama Nomor : B/I/32/1622. Gedung yang ditempati pada waktu itu adalah

    bekas kantor Kodim dibelakang Kantor lama Walikota Jambi di depan rumah

    sakit Polisi Jalan Raden Mattaher Kota Jambi (menurut suatu sumber

    berkantor di Kantor Urusan Agama Batanghari yang terletak di Kebun

    Bungo). Kemudian pernah menempati gedung disamping Kantor Departemen

    Agama yang sekarang berada di Jl. Prof Dr Hamka simpang Mutiara Kota

    Jambi dan pada tahun 1977, Pengadilan Agama Jambi menempati gedung

    yang dibangun di Jl. Ade Irma Suryani dibelakang Kantor Wilayah

    Departemen Agama Propinsi Jambi di Komplek Telanaipura dengan biaya

    PELITA tahun anggaran 1977/1978, kemudian tahun 1998 Pengadilan

    Agama Jambi pindah dan menempati gedung sendiri di Jl. Jakarta Kotabaru

    Kota Jambi. Selanjutnya Pengadilan Agama Jambi mendapat dana melalui

    DIPA Pengadilan Agama Jambi untuk pembangunan Kantor dengan luas

    tanah 3500 M2 lantai.

    B. Visi, Misi & Motto

    Visi pengadilan agama Kota Jambi adalah "Terwujudnya Pengadilan

    Agama Jambi Yang Agung".

    Misi Pengadilan Agama Kota Jambi adalah:

    1) Menjaga Kemandirian Pengadilan Agama Jambi

    2) Memberikan Pelayanan Hukum yang Berkeadilan Kepada Pencari

    Keadilan

    3) Meningkatkan Kualitas Pimpinan Pengadilan Agama Jambi

  • 4) Meningkatkan Kredibilitas dan Transparansi Pengadilan Agama Jambi

    Adapun Motto Pengadilan Agama Kota Jambi adalah :

    "Dengan Kerja Bersama Kita Wujudkan Pengadilan Agama Jambi Yang

    Siginjai"(Sinergis, Informatif, Giat, Inovatif, Jujur, Akuntabel, Ikhlas).127

    C. Struktur Organisasi

    Gambar 3.1

    Sturktur Organisasi Pengadilan Agama Jambi Kelas IA

    Sumber: Dokumen Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kelas I A Jambi

    127

    Dokumen Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kelas I A Kota Jambi

  • D. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi

    1. Tugas Pokok Pengadilan Kota Jambi

    Pengadilan Agama Jambi merupakan Pengadilan Tingkat Pertama

    bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-

    perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang

    perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum

    Islam, serta wakaf, shadaqah dan ekonomi syariah, sebagaimana diatur dalam

    Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2010 tentang Peradilan Agama.128

    Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai

    fungsi sebagai berikut :

    1. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi

    perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;

    2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan

    peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya;

    3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di

    lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan

    kecuali biaya perkara);

    4. Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam

    pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta

    sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun

    128

    Dokumen Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Kota Jambi

  • 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989

    tentang Peradilan Agama;

    5. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian

    harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama

    Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam

    Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan

    Agama;

    6. Warmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan

    deposito/ tabungan, pensiunan dan sebagainya;

    7. Pelaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,

    pelaksanaan hisab rukyat, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.

    2. Fungsi

    Pengadilan Agama Kelas IA Jambi sebagai Pengadilan Agama tingkat

    Pertama mempunya fungsi utama lembaga yaitu:

    a. Fungsi Peradilan

    1) Sebagai Pengadilan Agama tingkat Pertama bagi orang-orang yang

    beragama Islam.

    2) Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan

    kehakiman bagi rakyat pencari keadiln yang beragama Islam mengenai

    perkara tertentu sebagai mana dimaksud dalam undang-undang.

    3) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

    4) Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membedakan orang.

  • 5) Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-

    kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya

    peradilan yang sederhana, cepat dan ringan.

    b. Fungsi Pengawasan

    Fungsi pengawaan dilakukan oleh ketua pengadilan sebagaimana

    diatur dalam pasal 53 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang

    menerangkan Ketua Pengadilan mengadakan pengawasan atas

    pelaksanaan tugas hakim, panitera, sekretaris, dan jurnalista di wilayah

    hukumnya.

    c. Fungsi Mendamaikan

    1) Sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008

    menerangkan bahwa mediasi merupakan salah satu proses

    penyelesaian sengketa yang cepat dan murah, serta dapat memberikan

    akses yang lebih besar kepada pihak menemukan penyelesaian yang

    memuaskan dan memenuhi rasa keadilan, dan pengintegrasian

    mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu

    instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di

    pengadilan serta memperkuatfungsi lembaga pengadilan yang bersifat

    memutus.

    2) Selama perkara belum diputus, maka usaha mendamaikan dapat

    dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

    3) Selama perkara belum diputus, maka usaha mendamaikan dapat

    dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

  • d. Fungsi Nasihat

    Ketua pengadilan dapat memberikan dapat memberikan

    pertimbangan dan nasihat tentang Hukum Islam kepada Instansi Pemerintah

    di daerah hukumnya apabila diminta.