Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

19
62 Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk Pendirian Sarana Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Nur Aminah 1 , Purwanto 2 1 Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, E-mail: [email protected] 2 Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, E-mail: [email protected] ABSTRACT In accordance with Article 27 of the Law Number 30 Year 2009 about the Electric Power, the State Electricity Company has a priority right to build the electric network facilities for public use by considering the rights of the community members residing in the surrounding areas. However, in fact, there were some violations of this regulation when building the electric network facilities like the one happening in Bukuan Village. The absence of legal protection concerning this regulation has brought about an impact on the public rights, in which they felt harmed by that particular activity. This research aimed at finding out the forms of legal protection towards the land use as the area to build the electricity transmission network facilities by the State Electricity Company at Bukuan Village, Samarinda Municipality. Furthermore, this research also analysed the legal efforts of the landowners related to the lands used as the establishment areas for the electric power transmission network facilities of the State Electricity Company at Bukuan Village, Samarinda Municipality. This research employed the Socio Legal Approach, which referred to the approach done through observation and research. The State Electricity Company had the rights to build electricity network facilities by using the privately owned lands. The legal protection was necessary to be given to the landowners concerning the establishment of electricity network facilities so that the State Electricity Company would not violate the civil rights of the community members and went beyond its limit in exercising its authority. The community members could do some settlement efforts towards the violation of civil laws by the State Electricity Company in terms of the establishment of electricity network facilities at Bukuan Village, both in and outside of the court. Keywords: Regulation, Legal Protection, Electricity Network. ABSTRAK Sesuai dengan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Perusahaan Listrik Negara mendapat prioritas hak untuk membangun fasilitas jaringan listrik untuk kepentingan umum dengan memperhatikan hak-hak masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya. Namun nyatanya, ada beberapa pelanggaran ketentuan ini saat membangun fasilitas jaringan listrik seperti yang terjadi di Desa Bukuan. Ketiadaan perlindungan hukum atas peraturan ini berdampak pada hak-hak masyarakat, dimana mereka merasa dirugikan oleh kegiatan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap penggunaan lahan sebagai kawasan pembangunan fasilitas jaringan transmisi listrik oleh Perusahaan Listrik Negara Desa Bukuan Kota Samarinda. Lebih lanjut, penelitian ini juga menganalisis upaya hukum para pemilik tanah terkait dengan tanah yang digunakan sebagai areal pendirian fasilitas jaringan transmisi tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara Desa Bukuan Kota Samarinda. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Socio Legal Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan melalui observasi dan penelitian. Perusahaan Listrik Negara berhak membangun fasilitas jaringan listrik dengan menggunakan tanah milik pribadi. Perlindungan hukum perlu diberikan kepada para pemilik tanah tentang pembangunan fasilitas jaringan listrik agar Perusahaan Listrik Negara tidak melanggar hak-hak sipil masyarakat dan melampaui batas dalam menjalankan kewenangannya. Upaya penyelesaian pelanggaran hukum perdata oleh

Transcript of Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

Page 1: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

62

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk Pendirian Sarana Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Nur Aminah1, Purwanto2 1Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, E-mail: [email protected]

ABSTRACT In accordance with Article 27 of the Law Number 30 Year 2009 about the Electric Power, the State Electricity Company has a priority right to build the electric network facilities for public use by considering the rights of the community members residing in the surrounding areas. However, in fact, there were some violations of this regulation when building the electric network facilities like the one happening in Bukuan Village. The absence of legal protection concerning this regulation has brought about an impact on the public rights, in which they felt harmed by that particular activity.

This research aimed at finding out the forms of legal protection towards the land use as the area to build the electricity transmission network facilities by the State Electricity Company at Bukuan Village, Samarinda Municipality. Furthermore, this research also analysed the legal efforts of the landowners related to the lands used as the establishment areas for the electric power transmission network facilities of the State Electricity Company at Bukuan Village, Samarinda Municipality. This research employed the Socio Legal Approach, which referred to the approach done through observation and research.

The State Electricity Company had the rights to build electricity network facilities by using the privately owned lands. The legal protection was necessary to be given to the landowners concerning the establishment of electricity network facilities so that the State Electricity Company would not violate the civil rights of the community members and went beyond its limit in exercising its authority. The community members could do some settlement efforts towards the violation of civil laws by the State Electricity Company in terms of the establishment of electricity network facilities at Bukuan Village, both in and outside of the court.

Keywords: Regulation, Legal Protection, Electricity Network. ABSTRAK

Sesuai dengan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Perusahaan Listrik Negara mendapat prioritas hak untuk membangun fasilitas jaringan listrik untuk kepentingan umum dengan memperhatikan hak-hak masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya. Namun nyatanya, ada beberapa pelanggaran ketentuan ini saat membangun fasilitas jaringan listrik seperti yang terjadi di Desa Bukuan. Ketiadaan perlindungan hukum atas peraturan ini berdampak pada hak-hak masyarakat, dimana mereka merasa dirugikan oleh kegiatan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap penggunaan lahan sebagai kawasan pembangunan fasilitas jaringan transmisi listrik oleh Perusahaan Listrik Negara Desa Bukuan Kota Samarinda. Lebih lanjut, penelitian ini juga menganalisis upaya hukum para pemilik tanah terkait dengan tanah yang digunakan sebagai areal pendirian fasilitas jaringan transmisi tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara Desa Bukuan Kota Samarinda. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Socio Legal Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan melalui observasi dan penelitian.

Perusahaan Listrik Negara berhak membangun fasilitas jaringan listrik dengan menggunakan tanah milik pribadi. Perlindungan hukum perlu diberikan kepada para pemilik tanah tentang pembangunan fasilitas jaringan listrik agar Perusahaan Listrik Negara tidak melanggar hak-hak sipil masyarakat dan melampaui batas dalam menjalankan kewenangannya. Upaya penyelesaian pelanggaran hukum perdata oleh

Page 2: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

63

Perusahaan Listrik Negara dapat dilakukan oleh masyarakat dalam hal pembangunan fasilitas jaringan listrik di Desa Bukuan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Kata Kunci: Regulasi, Perlindungan Hukum, Jaringan Listrik.

PENDAHULUAN

Negara menjamin hak warga negaranya untuk mendapatkan hukum yang adil. Selain berkedudukan sama di depan hukum, setiap warga negara berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang selanjutnya disebut PT. PLN (Persero) berhak menggunakan tanah dan melintasi di atas atau di bawah tanah milik perorangan dalam rangka usaha penyediaan tenaga listrik termasuk memasang sarana jaringan tenaga listrik untuk kepentingan umum, yang mana kewenangannya telah diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. Pendirian jaringan listrik termasuk dalam pengadaan tanah yang artinya perngadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pihak yang berhak adalah masyarakat sebagai pemilik hak atas tanah.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum berarti mengadakan tanah yang dilakukan dengan cara memberi ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak yaitu pemilik hak atas tanah. Karena itu seharusnya PT. PLN (Persero) dalam melakukan pegadaan tanah untuk pendirian jaringan listrik demi kepentingan umum memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, dan tanaman. Sebagaimana hal ini juga telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. Kompensasi tersebut diberikan oleh PT. PLN (Persero) sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik.

Pada tahun 1995 dilakukan pengadaan tanah dalam rangka pendirian sarana jaringan listrik untuk kepentingan umum dengan saluran jaringan tegangan menengah (SUTM) oleh PT. PLN (Persero) dengan menggunakan tanah hak milik warga di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda dimana pada proses pendiriannya tidak ada pemberian ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan bahwa pendirian jaringan listrik dengan menggunakan tanah hak milik perorangan akan diberikan ganti rugi atau kompensasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PT. PLN (Persero) bahwa pendirian jaringan listrik di tanah hak milik perorangan tidak adanya pemberian ganti rugi atau kompensasi, sebab berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1965 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial dimana dalam pendirian jaringan listrik digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat serta dalam wewenang untuk mempergunakan tanah untuk kepentingan umum maka penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Pendirian jaringan listrik tegangan menengah dalam prosesnya tidak menggunakan tanah milik perorangan secara berlebihan, demi menghindari sengketa di kemudian hari maka pihak penyedia usaha tenaga listrik dalam kasus ini adalah PT. PLN (Persero) harus melakukan

Page 3: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

64

pemberitahuan perencanaan pendirian jaringan listrik melalui lurah dan harus berdasarkan asas keikutsertaan dalam melakukan pendirian jaringan listrik dimana pendirian jaringan listrik harus mengikutsertakan pemilik tanah dalam penentuan titik pendirian jaringan listrik secara bersama.1

Masyarakat di Kelurahan Bukuan tidak menolak atas adanya pendirian jaringan listrik dengan menggunakan tanah hak milik mereka namun beberapa masyarakat khususnya warga yang terdampak atas pendirian jaringan listrik merasa dirugikan sebab tidak terlaksananya asas keikutsertaan oleh PT. PLN (Persero) yaitu tidak melakukan penentuan titik pendirian tiang listrik secara bersama dengan pemilik tanah yang menyebabkan beberapa jaringan listrik yang tertanam masuk kedalam luasan pemilik hak atas tanah. Masyarakat merasa perlu adanya ganti rugi atau kompensasi oleh pihak PT. PLN (Persero) untuk pendirian jaringan listrik tanpa keikutsertaan dari pemilik tanah dan menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun non materiil yaitu terganggunya aktivitas dari pada pemilik tanah seperti dalam hal penambahan bangunan rumah yaitu pembangunan pagar rumah, garasi, slab beton (jalan penghubung antara rumah dan jalan raya), lalu lintas keluar masuk pekarangan rumah dalam hal parker kendaraan, berkurangnya nilai ekonomis dan nilai estetika tanah tersebut, serta dapat membahayakan keselamatan bagi warga terdampak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Kelurahan Bukuan yang menjelaskan bahwa masyarakat khususnya warga yang terdampak sebagai pemilik hak atas tanah yang mempunyai hak keperdataan tidak mendapat ganti rugi atau kompensasi justru berbalik harus memenuhi kewajiban tertentu yaitu membayar sejumlah uang jika ingin melakukan pemindahan atas pendirian jaringan listrik yang didirikan tanpa melakukan penentuan titik pendirian jaringan listrik secara bersama yang faktanya pada kasus pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan PT. PLN (Persero) tidak memperhatikan hak keperdataan dari pemilik tanah yaitu berupa hak keikutsertaan dalam penentuan titik pendirian jaringan listrik.2

Pemberian kompensasi dalam pendirian jaringan listrik telah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun 2018 Tentang Kompensasi Hak Atas Tanah, Bangunan, Dan/Atau Tanaman Yang Berada Di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut PERMEN ESDM Nomor 27 Tahun 2018 Tentang Kompensasi Hak Atas Tanah, Bangunan, Dan/Atau Tanaman Yang Berada Di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik. Akan tetapi pemberian kompensasi akan dilaksanakan berdasarkan jumlah tegangan yang ditentukan dalam peraturan ini yaitu untuk saluran tegangan diatas 35Kv yang biasa di sebut saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET), sedangkan tidak ada regulasi yang mengatur terkait pemberian kompensasi kepada masyarakat yang dirugikan hak perdatanya untuk tegangan di bawah 35Kv yaitu saluran udara tegangan menengah (SUTM).

1 Hasil Wawancara dengan Supervisor Bidang Jaringan Distribusi PT. PLN (Persero), Tanggal 5

November 2018, Pukul: 15.20. 2 Wawancara dengan Lurah Bukuan, Tanggal 1 November 2018, Pukul: 14.00

Page 4: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

65

Tidak terlaksananya hak keperdataan yang dimiliki warga yang terdampak dalam proses pendirian sarana jaringan listrik dengan jaringan tegangan menengah (SUTM) di Kelurahan Bukuan menyebabkan tidak adanya perlindungan hukum bagi pemilik tanah yang dirugikan atas tidak terlaksananya asas keikutsertaan dalam hal ini adalah keikutsertaan pemilik tanah dalam penentuan titik pendirian sarana jaringan listrik secara bersama oleh PT. PLN (Persero), hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat di Kelurahan Bukuan khususnya warga yang terdampak atas pendirian jaringan listrik sebagai pemilik tanah dikarenakan berkurangnya luas kepemilikan tanah. Penelitian ini menjawab dua hal, pertama bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap hak pemilik tanah untuk area pendirian sarana jaringan transmisi tenaga listrik PT. PLN (Persero) di Kelurahan Bukuan Kota Samarinda, kedua Bagimana upaya hukum pemilik tanah terkait penggunaan tanah untuk area pendirian sarana jaringan transmisi tenaga listrik PT. PLN (Persero) di Kelurahan Bukuan Kota Samarinda. METODE Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara social-legal research, artinya pendekatan yang diperoleh melalui observasi atau penelitian. Pilihan pendekatan pada social-legal research tidak berarti mengeyampingkan dukungan sisi doctrinal degan alasan salah satu sasaran studi ini meliat seperangkat norma positif dalam kaitannya dengan pelaksanaan ganti rugi atau pembayaran kompensasi penggunaan tanah hak milik untuk berdirinya sarana jaringan transmisi tenaga listrik dalam penyediaan fasilitas sarana jaringan transmisi tenaga listrik, termasuk dukungan sisi teori hukum dengan tujuan untuk verifikasi pelaksanaan hukum dalam praktek (pembentukan dan penerapan). PEMBAHASAN Pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda pada tahun 1986 merupakan jaringan listrik pedesaan (Lisdes), lisdes merupakan jaringan tegangan rendah (JTR). Jaringan lisdes dalam proses penyaluran listriknya pada saat itu hanya menggunakan kabel tanpa tiang listrik sebagai penyangga dimana saluran kabel listrik tersebut hanya dikaitkan di rumah-rumah warga atau di pepohonan sekitar, lisdes yang berada di Kelurahan Bukuan pada tahun 1986 hanya beroperasi selama 12 jam yaitu mulai dari pukul 18.00 sampai dengan 06.00.3

Meningkatnya jumlah penduduk di kelurahan bukuan kebutuhan akan listrik semakin bertambah dan jaringan lisdes tidak dapat mencukupi lagi oleh karena itu masyarakat meminta untuk dapat disalurkan jaringan listrik di Kelurahan Bukuan dengan melalui surat tertulis oleh Lurah kepada PT. PLN (Persero) dan pada tahun 1995 dilakukan pendirian sarana jaringan transmisi tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) dengan menggunakan jaringan saluran udara tegangan menengah (SUTM), pendirian jaringan listrik PT. PLN (Persero) di Kelurahan Bukuan dilakukan sebelum berdirinya rumah-rumah warga setempat namun pernyataan dari Lurah Bukuan dan masyarakat setempat

3 Hasil wawancara dengan Supervisor Bidang Jaringan Distribusi PT. PLN (Persero) Palaran Tanggal 5

November 2018, Pukul: 15.20

Page 5: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

66

bahwa pendirian sarana jaringan listrik dilakukan setelah berdirinya rumah warga. 4 Pendirian jaringan listrik Oleh PT. PLN (Persero) di Kelurahan Bukuan adalah bentuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Konsep tata ruang pendirian sarana jaringan listrik dapat menggunakan tanah hak milik warga hal itu dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan Pasal 27 yang berbunyi: “Untuk kepentingan umum, pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dalam melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik berhak untuk masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu”.5

Selanjutnya dalam pasal 44 dijelaskan bahwa pendirian jaringan listrik harus memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan, adapun yang dimaksud ketentuan keselamatan adalah memberikan rasa aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lain di sekitarnya. Faktanya PT. PLN (Persero) pada pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan khususnya pendirian di tanah milik warga yang terdampak tidak memenuhi ketentuan keselamatan akibat dari tidak terlaksananya asas keikutsertaan dalam penentuan titik pendirian jaringan listrik sehingga tidak memberikan rasa aman dan nyaman pemilik tanah

Perhitungan jarak pendirian jaringan listrik antara tiang listrik adalah 40-50 Meter atau dapat menyesuaikan kondisi yang ada dilapangan dan harus mengikutsertakan pemilik atas tanah dalam penentuan titik pendirian, faktanya pihak PT. PLN (Persero) dalam beberapa proses pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan tidak melakukan asas keikutsertaan yaitu tidak mengikutsertakan pemilik tanah dalam menentukan titik secara bersama sehingga menimbulkan konflik dimana pendirian jaringan listrik tidak berada di batas tanah milik warga yang terdampak melainkan berada di dalam area tanah hak milik warga yang terdampak dan menimbulkan kerugian dari pemilik hak atas tanah.6

PT. PLN (Persero) tidak memperhatikan jarak aman pada pendirian jaringan listrik dengan benda di sekitarnya sebagaimana di sebutkan dalam Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 606.K/Dir/2010 tentang Standar Konstruksi Jaringan Tegangan Menengah Tenaga Listrik. Pada Bab IV Buku 5 tersebut menjelaskan jarak aman adalah jarak antara bagian aktif/fase dari jaringan terhadap benda-benda disekelilingnya baik secara mekanis atau elektromagnetis yang tidak memberikan pengaruh membahayakan. Untuk jarak aman pemasangan jaringan listrik tegangan menengah dirinci sebagai berikut:

Tabel B.1 Penentuan Jarak Aman

No. Uraian Jarak Aman Tiang

1. Terhadap permukaan jalan raya ≥ 6 meter

2. Balkon/ teras rumah ≥ 2,5 meter

3. Atap rumah ≥ 2 meter

4 Hasil wawancara dengan Masyarakat Dan Luran Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda Tanggal

1 November 2018. 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan. 6 Hasil wawancara dengan Supervisor Bidang Jaringan Distribusi dan Masyarakat Bukuan Tanggal 5

November 2018, Pukul: 15.20.

Page 6: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

67

4. Dinding bangunan ≥ 2,5 meter

5. Antenna TV/ radio, menara ≥ 2,5 meter

6. Pohon ≥ 2,5 meter

7. Lintasan kereta api ≥ 2 meter dari atap kereta

8. Underbuilt TM – TM ≥ 1 meter

9. Underbuilt TM – TR ≥ 1 meter

Sumber: Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 606.K/Dir/2010 tentang Standar Konstruksi Jaringan Tegangan Menengah Tenaga Listrik.

Fakta dilapangan ditemukan adanya pertentangan atau bertolak belakang dengan aturan tersebut, ditemukan sekitar 27 rumah di Kelurahan Bukuan yang berhadapan langsung dengan jaringan listrik bahkan menjadi satu dengan bagunan atau rumah warga yang rinciannnya terdapat pada tabel berikut:

Tabel B.2 Data jumlah KK (Kepala Keluarga) yang terdampak Pendirian sarana jaringan tenaga listrik di Kelurahan Bukuan

Sumber: Hasil Observasi di Kelurahan Bukuan Tahun 2018 Berdasarkan hasil Observasi di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran terkait jarak aman pendirian jaringan listrik terdapat salah satu rumah warga dimana pintu rumahnya langsung berdampingan dengan jaringan listrik serta Gardu yang menjadi satu dengan jaringan listrik, hal ini dapat membahayakan bagi penghuni rumah tersebut. Berikut beberapa kondisi rumah warga yang terdampak terkait pendirian jaringan lsitrik tanpa jarak aman :

NO Wilayah RT (Rukun Tetangga) Jumlah KK (Kepala Keluarga)

1 RT. 2 1

2 RT. 7 2

3 RT. 9 2

4 RT. 14 1

5 RT. 15 2

6 RT. 19 4

7 RT. 20 2

8 RT. 21 2

9 RT. 22 5

10 RT. 26 3

11 RT. 27 3

Jumlah 11 RT 27 KK

Page 7: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

68

Gambar B.1 kondisi tiang listrik di Kelurahan Bukuan

Page 8: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

69

Sumber: Hasil Observasi di Kelurahan Bukuan Tahun 2018

Terlihat dari gambar diatas bagaimana keberadaan jaringan listrik yang tidak berdasarkan jarak aman dimana pendiriannya tepat berada didepan dan menempel bersama bangunan rumah dari pemilik tanah tersebut, bahkan terdapat pada gambar diatas bahwa salah satu rumah warga yang berdampingan bukan hanya dengan tiang listriknya tetapi juga menjadi satu dengan Gardu (Sub Sistem dari Penyaluran Transmisi Tenaga Listrik) yang jelas membahayakan pemilik rumah dan anggota keluarganya.

Hal ini menimbulkan kerugian hak keperdataan masyarakat pemilik tanah baik materiil maupun non materiil. Kerugian materiil dan non materiil yang dialami masyarakat dalam pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan adalah turunnya harga ekonomis dari tanah, berkurangnya nilai estetika dari tanah dan terganggunya aktivitas pemilik tanah yaitu dalam hal penambahan bangunan rumah seperti pembangunan pagar rumah, garasi, slab beton (jalan penghubung diatas parit untuk dapat masuk kedalam pekarangan rumah), lalu lintas keluar masuk pekarangan rumah dalam hal parkir kendaraan, dan membahayakan keselamatan bagi masyarakat khususnya warga yang terdampak sebagai pemilik tanah. Persepsi Masyarakat Terdampak Terhadap Pendirian Sarana Jaringan Listrik Di Kelurahan Bukuan

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data dari persepsi pemilik tanah khususnya warga yang terdampak akibat pendirian sarana jaringan listrik oleh PT. PLN (Persero) di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda yaitu melalui bentuk kuisioner. Kuisioner yang digunakan merupakan bentuk kuisioner yang bersifat tertutup, alasan menggunakan kuisioner yang bersifat tertutup sendiri adalah untuk mempermudah bagi pemilik tanah khususnya warga yang terdampak dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuisioner tersebut.

Page 9: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

70

Kuisioner ini dibuat dengan tujuan untuk dapat mengetahui dan menganalisis seberapa banyak pemilik tanah khususnya warga yang terdampak memahami tentang aturan pendirian jaringan listrik dengan menggunakan tanah hak milik, ada atau tidaknya pemilik tanah khususnya warga yang terdampak mendapatkan pemberitahuan terkait pendirian jaringan listrik, seberapa banyak kerugian yang diterima pemilik tanah khususnya warga yang terdampak atas pendirian jaringan listrik tanpa berdasarkan pada asas keikutsertaan, dan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. PLN (persero) terhadap pemilik tanah yaitu warga yang terdampak atas pendirian jaringan listrik tersebut. Berikut ini hasil kuisioner yang didapatkan dan di uaraikan dalam bentuk tabulasi.

Tabel 2.1

Persepsi Masyarakat Terdampak Terhadap Pendirian Sarana Jaringan Transmisi Tenaga Listrik

No Pertanyaan Jumlah Responden

Ya Tidak

Jumlah % Jumlah %

1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui bagaimana prosedur pendirian sarana jaringan listrik oleh PT. PLN (Persero)?

27 1 3% 26 97%

2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui regulasi yang mengatur terkait pendirian sarana jaringan listrik di tanah hak milik perseorangan?

27

1 3% 26 97%

3. Apakah pejabat terkait memberitahu kepada warga jika akan dilakukan pendirian sarana jaringan listrik tiang listrik di tanah hak milik Bapak/Ibu?

27

5

18%

22

82&

4. Apakah Bapak/Ibu selaku pemilik tanah hak milik di ikutsertakan dalam proses penentuan titik pendirian sarana jaringan listrik oleh PT. PLN (Persero)?

27

27 100%

5. Apakah tanah ini yang digunakan untuk pendirian sarana

27

27 100%

Jawaban Responden

Iya

Page 10: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

71

jaringan listrik milik Bapak/Ibu?

6. Apakah pendirian sarana jaringan listrik di tanah hak milik Bapak/Ibu berdiri sebelum dibangunnya rumah Bapak/Ibu?

27

8 29% 19 71%

7. Apakah pendirian sarana jaringan listrik di tanah hak milik Bapak/Ibu berdiri sesudah dibangunnya rumah Bapak/Ibu?

27

19 71% 8 29%

8. Apakah Bapak/Ibu merasa dirugikan atas adanya pendirian sarana jaringan listrik di rumah Bapak/Ibu?

27

22

82%

5

18%

9. Adakah bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pejabat terkait dalam pendirian sarana jaringan listrik di tanah Bapak/Ibu?

27

27 100%

10. Apakah Bapak/Ibu pernah menyampaikan keluhan kepada PT. PLN (Persero) terkait pendirian tiang listrik di tanah hak milik Bapak/Ibu?

27

2 7% 25 93%

Sumber: Hasil Penelitian Di Kelurahan Bukuan Tahun 2018.

Berdasarkan data di atas secara umum warga yang terdampak di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda yang tidak mengetahui bagaimana prosedur maupun regulasi pendirian sarana jaringan listrik khususnya pendirian sarana jaringan listrik ditanah hak milik perorangan, pada pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan juga terdapat data bahwa pendirian yang dilakukan setelah adanya bangunan rumah dan sebelum adanya bangunan rumah milik warga yang terdampak, tidak ada pemberitahuan yang di sampaikan beberapa hari sebelum pendirian jaringan listrik melainkan pada saat akan dilakukan pendirian jaringan listrik beberapa masyarakat khususnya warga terdampak merasa tidak mendapat pemberitahuan terkait pendirian sarana jaringan listrik oleh pihak PT. PLN (Persero) dan tidak adanya pengikutsertaan pemilik tanah dalam penentuan titik pendirian sarana jaringan listrik secara bersama sehingga menimbulkan kerugian bagi pemilik tanah baik secara materiil maupun non materiil serta tidak adanya bentuk perlindungan hukum bagi pemilik tanah terkait

Page 11: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

72

pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan yang tidak berdasarkan asas keikutsertaan.

Dalam pendirian sarana jaringan listrik untuk kepentingan umum PT. PLN (Persero) berhak menggunakan tanah hak milik perorangan dan harus berdasarkan asas keikutsertaan, faktanya PT. PLN (Persero) dalam melakukan pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan telah mengabaikan hak keperdataan warga yang terdampak sebagai pemilik hak atas tanah dimana warga yang terdampak berhak diikutsertakan dalam penentuan titik pendirian sarana jaringan listrik secara bersama. PT. PLN (Persero) tidak melakukan itikad baik dengan tidak mengikutsertakan pemilik tanah dalam melakukan penentuan titik pendirian jaringan listrik secara bersama sehingga menimbulkan kerugian bagi pemilik tanah baik secara materiil maupun non materiil bahkan warga terdampak yang mempunyai hak keperdataan dalam penentuan titik pendirian jaringan listrik justru harus memenuhi kewajiban tertentu yaitu membayar dengan sejumlah uang jika ingin melakukan pemindahan jaringan listrik dimana warga yang terdampak tidak mendapat bentuk perlindungan hukum apapun dari pihak PT. PLN (Persero).7

Pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan dijelaskan bahwa penyedia usaha tenaga listrik untuk melaksanakan haknya harus memberikan ganti rugi hak atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan dan tanaman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ganti rugi tersebut dibayarkan oleh PT. PLN (Persero) sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. Ganti rugi hak atas tanah tersebut diberikan untuk tanah yang dipergunakan secara langsung, bangunan dan tanaman yang berada di atasnya, kompensasi juga diberikan terhadap penggunaan tanah secara tidak langsung yang mengakibatkan berkurangnya nilai ekonomis atas tanah, bangunan dan tanaman yang dilintasi transmisi tenaga listrik. Berdasarkan aturan yang ada diatas bahwa jelas PT. PLN (Persero) telah menggunakan secara tidak langsung tanah hak milik warga yang terdampak di Kelurahan Bukuan.

Pengaturan lebih lanjut terkait pemberian kompesasi sebagaimana dijelaskan dalam Udang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan terdapat dalam PERMEN ESDM Nomor 27 Tahun 2018 Tentang Kompensasi Hak Atas Tanah, Bangunan, Dan/Atau Tanaman Yang Berada Di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik Pasal 1 yang mejelaskan bahwa pemberian kompensasi akan dilaksanakan berdasarkan jumlah tegangan yang ditentukan yaitu sebesar 35Kv keatas yaitu untuk saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET).

Berdasarkan Putusan Mahkaman Agung Nomor 38/PDTG/2011/PN.BJN menyebutkan bahwa pendirian jaringan listrik merupakan kebutuhan dasar dari masyarakat yang mana pendiriannya mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan umum. Tidak adanya regulasi yang mengatur terkait pemberian kompensasi untuk saluran udara tegangan menengah (SUTM) dan tidak ada perlindungan hukum bagi warga yang terdampak di Kelurahan Bukuan yang dirugikan hak keperdataanya dengan tidak diikutsertakan dalam penentuan titik pendirian sarana jaringan listrik secara bersama serta tidak adanya

7 Hasil Wawancara dengan Warga Bukuan, Tanggal 4 November 2018. Pukul. 14.00

Page 12: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

73

pemberian sanksi terkait pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan oleh PT. PLN (Persero) yang tidak berdasarkan asas keikutsertaan menimbulkan rasa tidak adil bagi mereka. Maka perlunya perlindungan hukum oleh pemerintah terhadap masyarakat khususnya warga yang terdampak di Kelurahan Bukuan untuk mendapatkan dan menikmati haknya atas pendirian sarana jaringan transmisi tenaga listrik. Perlindungan preventif dan refresif terhadap Pemilik Hak Atas Tanah Dalam Pendirian Sarana Jaringan Listrik Di Kelurahan Bukuan

Menurut Soetijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif/Preventif.

Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketengalistrikan adalah bentuk perlindungan hukum preventif untuk menjamin hak atas tanah masyarakat yang terdampak. Instrumen pengawasan yang disebutkan dalam pasal 46 seharusnya menjadi jaminan pelaksanaan perlindungan hukum yang bersifat preventif. Dalam pasal tersebut jelas menyatakan bahwa pendirian jaringan listrik perlu dilakukan pengawasan untuk menjamin keselamatan masyarakat sekitar agar tidak terjadi bentuk pelanggaran terhadap pemilik hak atas tanah dan juga mengandung makna bahwa harus adanya bentuk pengawasan terhadap pendirian tiang listrik yang akan dilakukan oleh inspektur kelistrikan dan/atau penyidik pegawai negeri sipil dan apabila nantinya di temukan pelanggaran terhadap ketentuan perizinan maka perlu dilakukan evaluasi dan juga memberikan sanksi perdata, administrasi maupun pidana.

Faktanya ditemukan kelemahan dalam pengawasan pemerintah atas pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan oleh PT. PLN (Persero) sehingga terjadi pelanggaran yang menimbulkan kerugian bagi pemilik tanah khususnya warga yang terdampak dimana pendirian jaringan listrik tidak mengikutsertakan masyarakat terdampak termasuk dalam penentuan jarak aman yang menyebabkan kerugian serta membahayakan keselamatan bagi pemilik tanah. Tidak ditemukan adanya inspeksi terhadap perizinan yang diberikan, menunjukkan kelemahan dalam pengawasan.

Adapun Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan pelanggaran.8 Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu

8 Ibid Hlm.41

Page 13: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

74

dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Terhadap kasus pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda, terdapat beberapa Undang-Undang yang dapat di jadikan sebagai bentuk perlindungan represif terhadap masyarakat setempat antara lain: 1. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terkait perbuatan melawan hukum yang

menyebutkan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang merugikan kepada orang lain, mawajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, Dalam undang-undang ini terdapat bebrapa pasal yang dapat digunakan sebagai perlindungan hukum secara repserif dalam kasus pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan yaitu: a. Pada Pasal 48 ayat (1) yang menyebutkan: “setiap orang melakukan usaha penyediaan

tenaga listrik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 di kenai sanksi administratif berupa: teguran tertulis, Pembekuan kegiatan sementara atau pencabutan izin usaha. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa penyedia usaha tenaga listrik dalam pendirian jaringan listrik perlu memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan, dalam hal ini PT. PLN (Persero) harus melakukan ketentuan keselamatan dalam penentuan jarak aman pendirian jaringan listrik dengan tujuan untuk meberikan rasa aman dari bahaya kelistrikan kepada pemilik hak atas tanah. Pada pendirian jaringan listrik di kelurahan bukuan PT. PLN (Persero) tidak melakukan ketentuan keaman kelistrikan dengan tidak melakukan penentuan jarak aman pendirian jaringan listrik di tanah hak milik warga yang terdampak sehingga membahayakan bagi keselamatan pemilik tanah.

b. Pada pasal 52 ayat (1) yang menyebutkan: “Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik yang tidak memenuhi kewajiban terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) serta pencabutan izin usaha penyediaan tenaga listrik atau izin operasi. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa penyedia usaha tenaga listrik dalam pendirian tiang listrik perlu memenuhi kewajiban terhadap pemilik hak atas tanah yaitu pemberian ganti rugi atau kompensasi kepada pemilik tanah atas penggunaan tanah secara tidak langsung dan berakibat pada kurangnya nilai ekonomis tanah tersebut, apabila penyedia usaha tenaga listrik tidak memenuhi kewajiban terhadap pemilik hak atas tanah maka akan di berikan sanksi pidana berupa penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Dalam pendirian jaringan listrik di kelurahan bukuan PT. PLN (Persero) tidak memenuhi kewajiban terhadap yang berhak yaitu tidak melakukan pemberian kompensasi kepada pemilik tanah khususnya warga yang terdampak atas penggunaan tanah secara tidak langsung yang mengakibatkan berkurangnya nilai ekonomis tanah tersebut.

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dalam Pasal 71 disebutkan bahwa Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.

Dalam pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan PT. PLN (Persero) tidak memenuhi hak dari pemilik tanah khususnya warga yang terdampak yaitu tidak diikutsertakan

Page 14: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

75

dalam penentuan titik pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan yang mengakibatkan hilangya hak dan menimbulkan kerugian bagi dari warga yang terdampak atas dasar tidak terpenuhinya hak dari pemilik tanah untuk diikutsertakan dalam penentuan titik pendirian jaringan listrik di Kelurahan Bukuan maka pemerintah wajib memberikan perlindungan hak dari pemilik tanah.

Terhadap kasus pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda telah terjadi perbuatan melawan hukum oleh PT. PLN (Persero) yaitu dengan tidak memperhatikan hak keperdataan dari pemilik hak atas tanah terutama dalam hal pendirian jaringan listrik tanpa pemberitahuan kepada pemilik tanah dan penentuan titik dalam pendirian sarana jaringan listrik secara bersama di tanah hak milik masyarakat khususnya warga yang terdampak. disisi lain pada kasus ini juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat bahkan masyarakat sebagai pihak yang mempunyai hak secara perdata justru berbalik harus memenuhi kewajiban tertentu jika ingin melakukan pemindahan tiang listrik, yang mana seharusnya pemilik tanahlah yang mendapat ganti rugi atau kompensasi atas pendirian jaringan listrik tanpa pemberitahuan dan tidak mengikutsertakan pemilik tanah dalam penentuan titik secara bersama pada kasus pendirian sarana jaringan listrik pemilik maka perlu adanya perlindungan hukum bagi masyarakat yang telah di rugikan.

Berdasarkan pembahasan diatas perlindungan hukum merupakan tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewanang-wenang oleh pengusaha yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk dapat mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan masyarakat untuk dapat menikmati haknya. Bentuk perlindungan hukum bagi pemilik tanah atas pendirian jaringan listrik oleh PT. PLN (Persero) di Kelurahan Bukuan dilakukan dengan 2 upaya, pertama, pendirian jaringan listrik harus berdasarkan asas keikutsertaan dimana pemilik tanah berhak diikutsertakan dalam penentuan titik pendirian jaringan listrik dan perlunya pengawasan oleh pemerintah terkait jarak aman pendirian jaringan listrik sebagai bentuk perlindungan preventif. Kedua, apabila nantinya terjadi pelanggaran terkait pendirian jaringan listrik maka perlu dilakukan pemberian sanksi baik perdata, administrasi maupun pidana terkait sengketa yang telah terjadi. Pada kasus ini bentuk perlindungan represif yang dapat digunakan adalah pemberian kompensasi atas pendirian sarana jaringan listrik dan pemindahan jaringan listrik sehingga memberikan rasa keadilan bagi masyarakat terdampak yang ada dalam wilayah tersebut. Upaya Penyelesaian Oleh Masyarakat Terdampak Terhadap Pendirian Sarana Jaringan Listrik Di Kelurahan Bukuan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dalam pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan terdapat beberapa warga terdampak yang tidak mendapat pemberitahuan pendirian jaringan listrik khususnya di tanah hak milik warga. Warga terdampak juga tidak mengetahui dengan jelas bahwa dalam pendirian sarana jaringan listrik, terdapat ketentuan tentang jarak aman antara tiang listrik dengan benda-benda disekitarnya baik secara mekanis atau elektromagnetis, warga terdampak bahkan tidak mengetahui bahwa mereka mempunyai hak sebagai pemilik tanah untuk dapat diikutsertakan dalam proses pendirian sarana jaringan listrik.

Page 15: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

76

Dari 27 warga yang terdampak atas pendirian jaringan listrik tidak mengetahui bahwa dalam pendirian sarana jaringan listrik di tanah hak milik perorangan yang mengabaikan hak keperdataan dari pemilik hak atas tanah dapat menuntut haknya kepada PT. PLN (Persero). Dalam hal ini 2 dari 27 warga yang terdampak pernah melakukan keluhan atas pendirian jaringan listrik dengan menyampaikan secara langsung kepada pihak PT. PLN (Persero) namun pada upaya yang dilakukan tidak direspon dengan alasan bahwa harus adanya pembayaran jika ingin melakukan pemindahan tiang listrik dan upaya yang dilakukan salah tidak sesuai dengan aturan yang ada. Dalam penelitian juga ditemukan bahwa beberapa warga yang terdampak memilih untuk tidak melakukan upaya penyelesaian terkait pendirian jaringan listrik dengan ungkapan bahwa mereka tidak mengetahui bagaimana cara dan upaya penyelesaiannya.

Terkait dengan permasalahan yang dihadapi warga yang terdampak atas pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan warga yang terdampak dapat melakukan penyelesaian sengketa dengan melalui dua proses yaitu proses litigasi (pengadilan) dan non litigasi (diluar pengadilan). Penyelesaian sengketa dikenal sejak lama melalui proses litigasi di pengadilan. Proses litigasi cendering menghasilkan masalah baru karena sifatnya win-lose, tidak responsif, time consuming proses berperkaranya, dan terbuka untuk umum. Seiring dengan perkembangan zaman, proses peyelesaian sengketa diluar pengadilan berkembang.9 Penyelesiaian sengketa di luar pengadilan bersifat tertutup untuk umum (close door session) dan kerahasiaan para pihak terjamin (confidentiality) serta proses beracara lebih cepat dan efisien. Proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini bersifat win-win solution. Adapun alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini selanjutnya disebut APS.10

Penyelesaian sengketa dalam kasus perdata biasa dilakukan melalui proses non litigasi terlebih dahulu yaitu melalui APS, Merujuk pada pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS terdiri dari penyelesaian di luar pengadilan dengan menggunakan metode mediasi, negosiasi, konsiliasi, konsultasi, atau penilaian ahli. Jenis-jenis APS sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut dapat dipilih baik oleh para pihak untuk menyelesaikan persengketaan perdata yang mereka alami.11

Dalam konteks permasalahan pendirian jaringan listrik yang terjadi di Kelurahan Bukuan warga yang terdampak dapat melakukan penyelesaian dengan menggunakan bentuk penyelesaian diluar pegadilan terlebih dahulu yaitu penyelesaian melalui alternatif penyelesaian sengketa dimana dalam proses penyelesaian ini upaya penyelesaian lebih mudah dan efisien bagi masyarakat terdampak dan PT. PLN (Persero), dimana penyelesaian melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa ini tidak memakan waktu yang lama dengan hasil ahir yaitu bersifat win-win solution dimana pihak-pihak yang bersengketa sama-sama diuntungkan dengan hasil yang disepakati.

9 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2013. Hlm. 9 10 Ibid, Hlm. 9 11 Ibid, Hlm. 15

Page 16: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

77

Jenis-jenis APS sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tersebut dapat dipilih baik oleh para pihak untuk menyelesaiakan persengketaan perdata yang mereka alami.12

Penyelesaian sengketa atas pendirian sarana jaringan listrik di Kelurahan Bukuan melalui APS dapat menggunakan metode mediasi dan negosiasi, metode mediasi penyelesaian sengketa melalui bantuan seorang mediator untuk menjadi penengah dalam suatu sengketa. ciri-ciri dan syarat penyelesaian sengketa melalui mediasi antara lain, perundingan dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan pihak ketiga netral tersebut dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Tugas mediator adalah memberikan bantuan substansial dan prosedural dan terikat pada kode etik sebagai mediator, mediator tidak berwenang mengambil keputusan. Keputusan diambil oleh pihak yang bersengketa itu sendiri.13

Metode Negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yg berbeda. Para pihak yang bersengketa berhadapan langsung secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi secara korporatif dan saling terbuka untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Berdasarkan wawancara dengan pihak PT. PLN (Persero) dalam upaya penyelesaian sengketa atas pendirian sarana jaringan listrik tegangan menengah (STUM) tidak ada pemberian ganti rugi atau kompensasi karena mempunyai fungsi sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Dengan begitu masyarakat terdampak dapat menyampaikan keluhan dalam bentuk tertulis kepada PT. PLN (Persero) dan sebagai upaya hukum yang akan di berikan oleh Kelurahan Bukuan adalah surat rekomendasi bawa warga setempat adalah merupakan warga di Kelurahan Bukuan dan benar adanya pendirian tiang listrik yang merugikan bagi pemilik tanah. dengan adanya keluhan dalam bentuk tertulis pihak PT. PLN (Persero) akan melakukan upaya penyelesaian dengan melakukan pemindahan tiang listrik dan penentuan titik secara bersama dengan pemilik tanah tanpa pungutan biaya dan tidak ada pemberian kompensasi berupa sejumlah uang.

Berdasarkan uraian fakta diatas maka upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukakan warga terdampak pada kasus di Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Kota Samarinda yaitu menggunakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa dengan metode negosiasi dimana warga yang terdampak dapat bernegosiasi dengan pihak PT. PLN (Persero) dengan menyampaikan keluhan yang mereka alami terkait pendirian jaringan listrik dan menegosiasiakan bagaimana bentuk penyelesaian baik berupa ganti rugi atau kompensasi dan pemindahan tiang listrik dengan melakukan penentuan titik pendirian secara bersama agar terciptanya kesepakatan secara bersama yaitu terpenuhinya hak dari pemilik tanah dan terlaksananya pendirian jaringan listrik untuk kepentingan umum. Metode negosiasi sendiri merupakan upaya penyelesaian sengketa oleh para

12 Ibid, Hlm. 15 13 Jimmy Josses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaiakan Sengketa Diluar Pengadilan; Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase, Transmedia Pustaka, Jakarta, Hlm 16

Page 17: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

78

pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama, dimana para pihak yang bersengketa berhadapan langsung secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi secara korporatif dan saling terbuka untuk menghasilkan win-win solution.

Negosiasi adalah jalan terbaik bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan perkara ini tanpa harus masuk ke persidangan. Dengan negosiasi maka masyarakat dapat menyalurkan dan menyampaikan keluhan mereka berkaitan dengan keberadaan tiang listrik yang merugikan mereka, mulai dari menggangu aktifitas sehari-hari sampai dengan kesehatan dan keselamatan. Dengan negosiasi juga kedua belah pihak (PT. PLN (Persero) dengan Masyarakat yang dirugikan) dapat membuat kesepakatan bersama mengenai penentuan titik pendirian tiang listrik yang sebelumnya dilakukan sepihak tanpa meminta persetujuan dari masyarakat.

Berdasarkan metode negosiasi ini juga maka hak-hak masyarakat yang sebelumnya hilang akibat pendirian tiang listrik ini dapat dilindungi. Prinsip perlindungan hukum ini juga bukan hanya ada pada PT. PLN sebagai penyedia melainkan juga bagian dari kewajiban pemerintah untuk melindungi hak hak masyarakat sekitar tetapi juga hak hak sebagai warga negara.

Jika penyelesaian melalui APS ini tidak menyelesaikan masalah, maka berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”, warga terdampak dapat melakukan penyelesaian malaui jalur litigasi yaitu melalui pengadilan dengan menggunakan sistem gugatan perwakilan (class action).

Gugatan perwakilan (class action) adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan karena adanya kesamaan fakta dan dasar hukum antara satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili. Gugatan Perwakilan Kelompok diajukan dalam hal Jumlah anggota kelompok semakin banyak sehingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat subtansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya.14

Salah satu alasan gugatan perwakilan (class action) dijadikan cara untuk menyelesaikan kasus tersebut karena terdapat kesamaan fakta dan dasar hukum oleh beberapa warga yang merasa dirugikan oleh PT. PLN (Persero) di kelurahan bukuan dalam proses pendirian sarana jaringan listrik dengan tidak menentukan secara bersama. Selain itu alasan gugatannya juga berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dari PT. PLN (Persero) sebagai penyedia jasa layanan, PT. PLN melanggar hak subjektif orang lain yaitu menimbulkan kerugian atas pendirian sarana jaringan listrik di tanah hak milik warga di Kelurahan Bukuan Kota Samarinda dengan begitu warga yang dirugian. Hak

14 Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbandingan dan Penerapannya di

Indonesia), Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2002. Hlm. 27

Page 18: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

79

subjektif yang dirugikan disini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembanguna Untuk Kepentingan Umum.

Pada Undang-Undang ini Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang hak subjektif pada pasal 44 ayat (1) menyebutkan: “Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan.” Ayat (2): “Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan bertujuan untuk mewujudkan kondisi: andal dan aman bagi instalasi, aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya dan ramah lingkungan.

Dalam aturan diatas hak subjektif seseorang yang harus dipenuhi adalah dengan memperhatikan asas keikutsertaan dan memberikan pengawasan ketenagalistrikan agar memenuhi ketentuan keselamatan, serta hak subjektif seseorang tentang bebas dari bahaya yang akan menimpanya. Dalam pasal 46 tersebut juga mengandung makna bahwa harus adanya bentuk pengawasan terhadap pendirian tiang listrik yang akan dilakukan oleh inspektur kelistrikan dan/atau penyidik pegawai negeri sipil dan apabila nantinya di temukan pelanggaran terhadap ketentuan perizinan maka perlu dilakukan evaluasi dan juga memberikan sanksi administratif. SIMPULAN

Bentuk perlindungan hukum terhadap hak pemilik tanah untuk area pendirian sarana jaringan transmisi tenaga listrik PT. PLN (Persero) di Kelurahan Bukuan Kota Samarinda diilakukan dalam dua bentuk, pertama perlindungan hukum preventif dengan melibatkan atau mengikutsertakan masyarakat terdampak dalam penentuan titik serta memastikan pembangunannya sesuai jarak aman dan keselamatan. Wajib pula dilakukan pengawasan dari pemerintah terhadap pendirian jaringan listrik yang merupakan bagian dari perlindungan preventif terhadap hak-hak masyarakat di kelurahan bukuan. Kedua, perlindungan hukum represif apabila terjadi pelanggaran hukum dan sengketa hukum, maka hak masyarakat wajib dilindungi dengan menuntut pemindahan tiang dan menjatuhkan sanksi baik administratif, perdata maupun pidana berdasarkan hasil pengawasan. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan pemilik tanah adalah dengan alternatif penyelesaian sengketa melalui negosiasi, jika tidak tercapai dapat dilakukan jalur litigasi menggunakan sistem gugatan perwakilan (class action) dengan gugatan perbuatan melawan hukum. REFERENSI

Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak, Jakarta: Rajawali Press.

Frans Hendra Winarta, 2013, Hukum Penyelesaian Sengketa, Jakarta, Sinar Grafika.

G. Wijers, 2000, Het Gezag van Gewijsde in Burgerlijke Landraad zaken, dalam Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Pradnya Paramita.

Jimmy Josses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaiakan Sengketa Diluar Pengadilan; Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase, Jakarta, Transmedia Pustaka.

Page 19: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pemilik Tanah untuk ...

80

Limbong, Bernhard, 2011, pengadaan tanah untuk pembangunan: regulasi, kompensasi, penegakan hukum, Jakarta: margaretha pustaka.

Munir Fuady, 2002, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemorer, bandung, pt. citra Aditya bakti.

Munir Fuady, 2009, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bhakti.

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya, PT. Bina Ilmu.

R. Soeroso, S.H., 1994, Praktik Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses Persidangan, Jakarta, Sinar Grafika.

Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.

Sembiring, Jimmy Josses, 2011, Cara Menyelesaiakan Sengketa Diluar Pengadilan; Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase, Jakarta: Transmedia Pustaka.

Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Sundari, 2002, Pengajuan Gugatan Secara Class Action (Suatu Studi Perbandingan dan Penerapannya di Indonesia), Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Jurnal

Harumi Candraresmi, Kajian Mengenai Gugatan Melwan Hukum Terhadap Sengketa Wanprestasi, Privat Law, Vol. V No. 1, Juni 2017, hlm. 55.

Artikel

Arsyad Shawir, 2013. Alternatif Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 http://arsyadshawir.blogspot.com/2013/03/alternatif-penyelesaian sengketa.html

Eko Muriatiningsih, 2008. Gambaran umum PT PLN (Persero), http://lib.ui.ac.id/file=digital/124523-SK Nia%20010%202008%20mur%20P.Pdf,

https://konsultanhukum.web.id/unsur-unsur-perbuatan-melawan-hukum/

Lestari, Gayu, 2016. Kajian Teori Tentang Hak Atas Tanah Dan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, http://repository.unpas.ac.id/9283/4/BAB%20II.pdf

http://eprints.polsri.ac.id/359/3/BAB%202.pdf