PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

37
PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA USUL PENELITIAN Oleh Ahmad Syofyan, S.H.,M.H. NIP 19820323032009121003 BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 DIPA BLU

Transcript of PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

Page 1: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN

IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA

USUL PENELITIAN

Oleh Ahmad Syofyan, S.H.,M.H. NIP 19820323032009121003

BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2015

DIPA BLU

Page 2: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Perlindungan Hak-Hak Kelompok Minoritas

Menurut Hukum Internasional Dan Implementasinya Di Indonesia.

2. Bidang Penerapan Ipteks : Ilmu Hukum 3. Pengusul : a. Nama : Ahmad Syofyan, S.H.,M.H. b. Jenis Kelamin : Laki-Laki c. NIP : 198203232009121003 d. Disiplin Ilmu : Ilmu Hukum e. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk. I/ IIIb f. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli g. Fakultas/Jurusan : Hukum/Hukum Internasional h. Alamat : Jl.Prof.Soemantri No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung

i. Alamat Rumah : Mess Dosen Unila Blok A2 Jl.Prof.Soemantri Gedung Meneng Bandar Lampung

j. Telpon/Faks/Email : +6281320172223/[email protected] 4. Jumlah Peneliti : 1 (Satu) Orang 5. Lokasi Kegiatan : Jakarta-Bandar Lampung 6. Sumber Dana : DIPA BLU YUNIOR-UNILA 2015 7. Jumlah Dana yang diusulkan : Rp.10.000.000,-(Sepuluh juta rupiah)

Bandar Lampung, 20 Maret 2015 Mengetahui Dekan Pengusul, FH Universitas Lampung Dr. Heryandi, S.H.,M.S. Ahmad Syofyan, S.H.,M.H. NIP 196211091987031003 NIP 198203232009121003

Mengetahui/Menyetujui Ketua

Lembaga Penelitian

Dr. Eng. Admi Syarif NIP 196701031992031003

Page 3: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

1

Ringkasan

Hak-hak kelompok minoritas belum mempunyai definisi yang jelas secara universal. Dalam penelitian ini fokus pembahasan hak minoritas ditujukan kepada kelompok minoritas agama dan suku/bangsa serta etnis tertentu di Indonesia. Maka diidentifikasi beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah perlindungan hak kelompok minoritas menurut hukum internasional dan implementasi di indonesia.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Pencarian data berupa bahan hukum primer dan sekunder serta tersier, data-data yang dikumpulkan bersumberkan pada bahan pustaka, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode yuridis kualitatif.

Rencana dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui, menggambarkan secara deskripsi serta mengkaji yaitu : pertama, perlindungan hak kelompok minoritas menurut hukum internasional dilihat dalam perjanjian internasional. Penelitian ini juga membahas kedudukan perjanjian internasional dalam hukum nasional. kedua, perlindungan hak kelompok minoritas ditinjau dari aspek implementatif di Indonesia. Kesesuaian antara aturan yang berlaku dan kebijakan yang mendukung bagi perlindungan hak kelompok minoritas serta perlunya penelitian ini juga diperuntukkan untuk memberikan kontribusi positif bagi pemangku kebijakan dalam mengambil kebijakan dan langkah-langkah penting terhadap perlindungan hak-hak kelompok minoritas.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hampir semua Negara mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasional mereka, yang ditandai oleh identitas sukubangsa, bahasa, atau agama yang berbeda dari penduduk mayoritas. Hubungan yang harmonis antar kelompok minoritas dan antara kelompok minoritas dengan mayoritas, serta penghormatan terhadap setiap identitas kelompok merupakan aset terbesar bagi keragaman sukubangsa dan keragaman budaya masyarakat global kita. Pemenuhan aspirasi kelompok-kelompok bangsa, sukubangsa, agama, dan bahasa, dan penjaminan hak orang-orang yang termasuk dalam kelompok minoritas adalah pengakuan atas martabat dan persamaan dari setiap individu, yang meningkatkan pembangunan partisipatoris, dan karena itu memberikan sumbangan untuk mengurangi ketegangan antara kelompok-kelompok dan individu-invidivu. Ini merupakan faktor utama yang menentukan stabilitas dan perdamaian. Perlindungan bagi kaum minoritas tidak mendapat perhatian seperti pada hak lain yang oleh PBB dianggap lebih mendesak. Namun, di tahun-tahun terakhir ini, muncul perhatian semakin besar terhadap isu-isu yang mempengaruhi kaum minoritas, ketika ketegangan sukubangsa, ras, dan agama makin meningkat, sehingga mengancam

Page 4: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

2

jalinan ekonomi, sosial, dan politik dalam negara termasuk pula mengancam integritas wilayah mereka.1

Pada 1947 suatu sistem perlindungan kaum minoritas, yang dibentuk Liga Bangsa-Bangsa dan dianggap PBB tidak lagi memadai dari segi kekuatan politiknya, digantikan dengan Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Instrumen-instrumen ini didasarkan pada perlindungan hak asasi dan kebebasan manusia serta prinsip non diskriminasi dan persamaan. Pandangan yang mendasarinya adalah bahwa apabila ketentuan-ketentuan non diskriminasi dilaksanakan dengan efektif, ketentuan-ketentuan khusus mengenai hak kaum minoritas tidak diperlukan lagi. Namun segera terlihat bahwa dibutuhkan upaya-upaya lebih lanjut untuk memberikan perlindungan yang lebih baik pada kaum minoritas dari diskriminasi serta untuk memajukan identitas mereka. Untuk tujuan ini, hak khusus dari minoritas dirinci dan upaya-upaya ditetapkan untuk melengkapi ketentuan-ketentuan tentang non diskriminasi dalam instrumen hak asasi internasional.2

Definisi mengenai kelompok minoritas3 sampai saat ini belum dapat diterima secara universal. Namun demikian yang lazim digunakan dalam suatu negara, kelompok minoritas adalah kelompok individu yang tidak dominan dengan ciri khas bangsa, suku bangsa, agama, atau bahasa tertentu yang berbeda dari mayoritas penduduk. Minoritas sebagai ‘kelompok’ yang dilihat dari jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk lainnya dari negara bersangkutan dalam posisi yang tidak dominan. Keanggotaannya memiliki karakteristik etnis, agama, maupun bahasa yang berbeda dengan populasi lainnya dan menunjukkan setidaknya secara implisit sikap solidaritas yang ditujukan pada melestarikan budaya, tradisi, agama dan bahasa. Sehubungan dengan hal tersebut beberapa wilayah di Indonesia akhir-akhir ini sering muncul kerusuhan sosial yang dilatarbelakangi etnis dan agama. Hal ini merupakan masalah yang sangat serius apabila tidak segera diselesaikan akan dapat mengancam terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi berbagai daerah di Indonesia adalah masih banyak terjadi diskriminasi terhadap hak-hak kelompok minoritas, baik agama, suku, ras dan yang berkenaan dengan jabatan dan pekerjaan bagi penyandang cacat, sehingga sampai saat ini dirasakan masih ‘belum terpenuhinya hak-hak kelompok minoritas’.4

Permasalahan yang dihadapi di berbagai daerah Indonesia adalah masih banyak diskriminasi terhadap kelompok minoritas baik etnis maupun agama, padahal mereka sebagai masyarakat atau suku bangsa harus diberlakukan sama dengan kelompok mayoritas lainnya. Dalam rangka pemajuan dan perlindungan 1 Lembar Fakta No. 18 (Revisi 1), Hak Kelompok Minoritas, Ulang Tahun ke 50 Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM),1948-1998. Hlm.1. 2 Ibid. 3 Pada penelitian ini pembatasan mengenai objek penelitian dari kaum minoritas merupakan hak kelompok minoritas baik agama, suku, etnis dan ras. 4 Iskandar Hoesin, Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita, Anak, Minoritas, Suku Terasing, Dll) Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Makalah Disajikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali, 14 - 18 Juli 2003. Hlm. Dapat dilihat dalam http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Perlindungan%20terhadap%20kelompok%20rentan%20-%20iskandar%20hosein.pdf.

Page 5: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

3

kaum minoritas antara lain adanya larangan diskriminasi karena diskriminasi berdampak negatif pada kaum minoritas secara politik, sosial, budaya dan ekonomi serta merupakan sumber utama terjadinya ketegangan. Diskriminasi berarti menunjukan perbedaan, pengecualian, pembatasan atau pengistimewaan apapun berdasarkan alasan seperti ras, warna kulit, bahasa, agama atau asal-usul kebangsaan atau sosial, status kelahiran atau status lainnya, yang mempunyai tujuan atau pengaruh untuk meniadakan atau merusak pengakuan, penikmatan, pemenuhan semua hak dan kebebasan dari semua orang yang setara.5

Rambu-rambu perlindungan yang penting yang akan menguntungkan kaum minoritas mencakup pengakuan sebagai pribadi dihadapan hukum, persamaan dihadapan badan-badan pengadilan, persamaan dihadapan hukum, perlindungan hukum yang sama disamping hak penting seperti kebebasan beragama, menyatakan pendapat dan berserikat. Dalam hubungan ini telah banyak diberlakukan berbagai peraturan perundangan sebagai instrumen hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) nasional disamping instrumen HAM Internasional, seperti: (a) Konvenan Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras 1965 (Pasal 1)6; (b) Deklarasi UNESCO tentang Ras dan Prasangka Ras 1978 (Pasal 1, 2 dan 3); dan (c) Deklarasi Berdasarkan Agama dan Kepercayaan 1981 (Pasal 2)7 selanjutnya Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic Minorities8. Sedangkan penjelasan ketentuan umum Undang-undang Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999, diskriminasi adalah pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Secara normatif bentuk perlindungan hukum telah diatur melalui instrumen internasional maupun nasional yang berkaitan dengan HAM terhadap kelompok minoritas, namun dalam implementasi masih dinilai perlu untuk menjadi perhatian bersama. Hal ini mencakup pola interaksi antara kelompok minoritas dengan kelompok lainnya untuk dilakukan dengan baik berlandaskan asas keterbukaan dan toleransi terhadap tata nilai semua kelompok yang ada di masyarakat.9

Perjanjian internasional yang berkaitan dengan hak kelompok minoritas telah diratifikasi oleh Indonesia salah satunya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan International Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965). 5 Ibid. 6 Resolusi 2106A (XX) Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa dalam sidangnya pada tanggal 21 Desember 1965 telah menerima secara baik International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial). 7 Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/36/55, A/RES/36/55, Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or Belief, 25 November 1981. 8 Resolusi Majelis Umum PBB 47/135 tanggal 18 Desember 1992. 9 Ibid.

Page 6: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

4

Selanjutnya pemerintah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika semua sistem hukum telah ada. Namun pada prakteknya masih sering ditemukan pelanggaran diskriminasi terhadap agama, etnis, sukubangsa maupun ras tertentu di Indonesia. penilaian ketidakmampuan pemerintah dalam mencegah segala bentuk diskriminasi dapat dilihat dalam Laporan Human Rights Watch 2013 yang memaparkan pembiaran pemerintah RI terhadap konflik, pelanggaran diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas tertentu.

Pengaturan hak-hak minoritas telah banyak diatur baik dalam hukum internasional maupun hukum nasional. Namun pada prakteknya seringkali negara mengabaikan hak-hak minoritas dengan tidak melaksanakan pemenuhan hak-hak dari standar-standar pemenuhan hak asasi manusia. Sehingga diperlukan bagi pemangku kebijakan implementasi menyeluruh terhadap standar-standar minimum internasional serta pemenuhan nilai-nilai hak asasi manusia. Maka atas dasar pemikiran di atas maka peneliti hendak mengkaji dan perlu dilakukan penelitian dengan judul “Perlindungan Hak-Hak Kelompok Minoritas Dalam Hukum Internasional Dan Implementasinya Di Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perlindungan hak kelompok minoritas menurut hukum

internasional? 2. Bagaimana implementasi perlindungan hak kelompok minoritas di Indonesia? 1.3. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis antara lain : 1. Secara teoritis, Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan hukum internasional dan nasional, khususnya hukum nasional.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran terhadap perlindungan hak-hak kelompok minoritas yang berkaitan dengan Implementasi hak-hak kelompok minoritas di Indonesia yakni kepada Pemerintah Indonesia, Politisi Indonesia, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia, serta seluruh elemen masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap hak kelompok minoritas bagi demokrasi yang berdasarkan hukum.

Page 7: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kedudukan Perjanjian Internasional Perjanjian internasional yang dapat dipandang sebagai sumber hukum

internasional ialah yang disebut sebagai law making treaty.10 Menurut Mochtar Kusumaatmadja bahwa law making treaties (traité-lois) dimaksudkan perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaedah-kaedah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan.11 Sumaryo Suryokusumo menyatakan bahwa mengenai daya mengikat hukum internasional kepada negara sangat didasarkan atas adanya kesepakatan (consent) negara tersebut untuk menerima prinsip-prinsip dan aturan yang ada di dalamnya. Aturan-aturan (rules of conduct) itu menjadi hukum ketika telah di terima sebagai kekuatan yang mengikat diantara para pihak. Dengan demikian tidak dijumpai kesulitan terhadap perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi resmi karena para pihak telah menyatakan kesepakatannya untuk mengikatkan diri pada instrumen-instrumen internasional tersebut. Dalam membicarakan aspek moral dan etika dalam penegakan hukum internasional akan dipusatkan pada yaitu12 :

a. Kewajiban negara untuk melaksanakan perjanjian internasional yang sudah disetujuinya dengan itikad baik;

b. Kewajiban internasional yang harus dilaksanakan baik oleh negara anggota maupun bukan anggota PBB;

c. Negara bukan pihak perjanjian internasional tetapi mempunyai kewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut;

d. Kewajiban negara terhadap hukum kebiasaan internasional; negara tidak diperbolehkan untuk tidak melaksanakan perjanjian internasional yang telah disetujuinya dengan alasan peraturan perundang-undangan nasionalnya;

e. Kewajiban semua negara untuk melaksanakan keputusan Dewan Keamanan baik negara anggota maupun bukan anggota PBB;

f. Kewajiban negara-negara untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Internasional mengenai pertikaian masalah yang mereka ajukan ke mahkamah tersebut;

g. Kewajiban negara untuk melaksanakan perjanjian internasional yang sudah diratifikasinya.

10 J. L. Brierly, the Law of Nations (an Introduction to the International Law of Peace), 5th ed, Clarendon Press, London, 1955, hlm. 58. Lihat juga pada Ian Brownlie, Principle of Public International Law, 5th ed. Clarendon Press, Oxford. 1998, hlm. 2. 11 Mochtar Kusumatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 122. 12 Sumaryo Suryokusumo, “Aspek Moral dan Etika Dalam Penegakan Hukum Internasional,” Disampaikan dalam Seminar Mengenai Pembangunan Hukum Nasional VIII, Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar, 14 - 18 Juli 2003, hlm. 2. Lihat juga dalam Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional, PT. Tatanusa, Jakarta, 2007, hlm. 41.

Page 8: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

6

Peranan perjanjian internasional menjadi demikian penting, dibalik itu timbul pula permasalahan yang menyangkut penafsiran dan penerapan perjanjian dalam praktek internasional. Kebanyakan timbulnya persengketaan internasional berhubungan dengan soal validitas dan interpretasi perjanjian-perjanjian. Dalam hal ini praktek negara yang bersangkutan terikat oleh isi perjanjian tersebut.13

Pengaruh hukum internasional dalam pembentukan hukum nasional yang perlu dicermati oleh Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia. Dalam menyikapi masalah tersebut Mochtar Kusumaatmadja memandang bahwa agar hukum nasional kita dapat berkembang di tengah hukum internasional maka kita perlu memelihara dan mengembangkan konsep-konsep hukum yang secara umum dianut umat manusia atau asas hukum yang universal.14 Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh E. Saefullah Wiradipradja yang menyatakan bahwa pengembangan hukum nasional ditengah hukum internasional harus berpijak pada kepentingan hukum nasional.15 Pendapat ini menyiratkan bahwa dalam pengikatan diri kita terhadap norma hukum internasional faktor kepentingan nasional tetap harus menjadi pertimbangan utama. Pembangunan hukum nasional harus dapat menjamin adanya adanya kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum .16

Dalam teori hukum internasional untuk berlakunya hukum nasional telah dikenal dua doktrin utama teori transformasi dan teori inkorporasi. Teori Transformasi menyatakan bahwa berlakunya hukum internasional dalam hukum nasional harus ditransformasikan dalam hukum nasional melalui undang-undang.17 Teori Inkorporasi menyatakan sebaliknya bahwa untuk berlakunya hukum internasional dalam hukum nasional tidak memerlukan transformasi dalam hukum nasional tetapi langsung berlaku karena hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional.18 Mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa hukum internasional merupakan suatu kenyataan hukum yang tidak terbantahkan yang mengatur masyarakat internasional, namun demikian Indonesia tidak berarti menerima secara otomatis hukum internasional. Hukum internasional yang

13 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran Dan Konstruksi Hukum, Bandung, Alumni, 2000, hlm. 3. 14 Ibrahim, Perlindungan Hukum Terhadap Lingkungan Dalam perdagangan Internasional Produk Pertanian Bioteknologi : Implikasinya di Indonesia, Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum, Program Pasasarjana UNPAD, Bandung, 2006. hlm. 187. 15 E. Saefullah Wiradipradja, Refleksi Kontribusi Hukum dalam Menghadapi Perdagangan Bebas dan Industrialisasi, Syiar Madani, Vol.1 No.1 Maret 1999, hlm. 1-2. 16 Ibid. 17Ibid, lihat pula, J.G Starke, An Introduction to International Law, 8th.ed., Butterwoerth, London,1977, hlm. 87-100. 18 Doktrin inkorporasi banyak dipraktekan dalam hal berikutnya hukum kebisaan internasional sedangkan hukum internasional yang bersumber dari perjanjian internasional tetap harus dilakukan melalui undang-undang. Doktrin ini banyak dipraktekkan oleh negara-negara persemakmuran Inggris termasuk juga Amerika. E. Saefullah Wiradipradja, Konsekuensi Yuridis keanggotaan Indonesia dalam WTO-GATS dan Pengaruhnya Terhadap Industri dan Perdagangan Jasa, Jurnal Hukum Internasional Unpad, Vol. I/I2002, Bandung, hlm. 5.

Page 9: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

7

mengikat Indonesia harus dikaji dengan baik sesuai dengan perkembangan pergaulan internasional.19

Khusus dalam praktek berlakunya perjanjian internasional ke dalam hukum nasional Indonesia menganut paham inkorporasi dan transformasi. Doktrin inkorporasi berlaku bagi perjanjian-perjanjian internasional yang hanya mengikat negara-negara atau badan negara, sedangkan transformasi berlaku bagi perjanjian-perjanjian internasional yang mengikat langsung warga negara secara individual dan badan hukum/badan usaha.20

Persetujuan pembentukan Konvenan Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras 1965 yang telah mulai berlaku merupakan sebuah perjanjian internasional yang mengikat negara-negara. Sebagai salah satu sumber hukum perjanjian internasional memiliki beberapa prinsip utama, yaitu prinsip pacta sunt servanda, good faith (itikad baik), free consent dan prinsip rebus sic stantibus.

Prinsip Pacta sunt Servanda menyatakan bahwa perjanjian internasional mengikat negara-negara pihak dalam perjanjian internasional. Negara pihak tersebut wajib mentaati perjanjian internasional. Prinsip ini merupakan prinsip fundamnetal dan meruapakan norma imperatif dalam perjanjian internasional.21 Prinsip good faith menyatakan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian internasional harus dilaksanakan dengan dengan itikad baik oleh negara-negara pihak termasuk pula dalam penafsiaran (interpretation)22 harus dilakukan dengan prinsip good faith.23

Prinsip free consent menyatakan bahwa dalam hal keterikatan negara dalam sebuah perjanjian internasional negara memiliki kebabasan untuk menjadi pihak dalam perjanjian internasional. Tidak ada satu negara atau organisasi internasional mamapun yang dapat memaksakan kehendaknya untuk memasukan sebuah negara merdeka untuk terlibat dalam perjanjian internasional.24 Prinsip free consent merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari kedaulatan negara yang diakui dalam hukum internasional.25 Prinsip rebus sic stantibus menyatakan bahwa dalam hal terjadinya perubahan keadaan fundamental dari perjanjian internasional maka negara dapat menghindarkan diri dari kerugian yang menimpanya atau bahkan membahayakan eksistensinya.26

Perjanjian internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja27 adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang

19 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, op.cit., hlm. 89. 20 E. Saefullah Wiradipradja, Konsekuensi Yuridis…Op.cit, hlm. 6. 21 Budiono Kusumahadijojo, Suatu Studi terhadap aspek operasional Konvensi Wina Tahun 196 tentang Hukum Perjanjian Internasional, Binacipta, Bandung, 1985, hlm.15 lihat juga L. Oppenheim, International Law: a Treatise, 8th ed, 1961 cetakan ke-5 hlm. 880. 22 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Bunga Rampai Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003 hlm.112-138, lihat juga Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran …op.cit., hlm. 19-31. 23 Ibid. 24 Alina Kaczkorowka, Public International Law, Old Bailey Press, London, 2002, hlm. 222. 25 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 1990, hlm. 99-149. 26 Budiono Kusumahadijojo, Suatu Studi…Op.cit, hlm. 16. 27 Ibid.

Page 10: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

8

bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu. Pengertian perjanjian internasional tersebut menunjukkan dua unsur penting yang harus terpenuhi dalam suatu perjanjian internasional yaitu pembuat perjanjian internasional yang dilakukan oleh negara dan dari sisi substansi perjanjian internasional itu menimbulkan akibat hukum bagi masyarakat bangsa-bangsa tadi yaitu hak dan kewajiban hukum yang lahir perjanjian tersebut.

Untuk mewujudkan cita-cita yang tercantum dalam konstitusi tersebut maka diperlukan hukum yang berfungsi tidak hanya menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat,28 disamping itu hukum juga merupakan sarana untuk mentransformasi masyarakat Indonesia yang merupakan bagian masyarakat dunia menuju era globalisasi. Oleh karena itu ketertiban dalam berbagai perjanjian internasional yang mengatur perdagangan internasional merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan, tentunya dengan tetap memperhatikan kepentingan Indonesia.

Dalam membangun hukum yang ideal diperlukan konstruksi hukum yang dilandasi oleh teori hukum. Kerangka Teori yang dipergunakan untuk menelaah dalam penelitian ini adalah Teori Law as an Integrative Meschanism oleh Harry C. Breidemeier (1962) yang mengkaji konsep “in put-out put” yang sebagian oleh para pakar dinilai sebagai perkembangan dari Sibernetika Talcott Parsons. Menurut Breidmeier ada empat proses fungsional yang besar sebagai bagian dalam proses sosial yaitu meliputi adaptasi, pencapaian tujuan, mempertahankan pola dan integrasi (integration). Karya Breidmeier ini menunjukkan bahwa hukum berlangsung saling pengaruh-mempengaruhi antara hukum dengan subsistem lainnya yang terdapat dalam masyarakat. Selain itu juga digunakan teori yang dikembangkan oleh Roscoe Pound yaitu “law as tool of social engineering”, bahwa hukum dapat berfungsi sebagai alat rekayasa masyarakat di Indonesia. Teori ini diintrodusir dan dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum tidak cukup hanya berperan sebagai alat, melainkan juga sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Selanjutnya juga digunakan sebagai alat analisis dalam pembahasan yaitu teori Volkgeist oleh Friedrich Karl von Savigny yang menjelaskan bahwa hukum itu pertama-tama dilahirkan dari kebiasaan dan kesadaran umum masyarakat kemudian dari keputusan hakim, tetapi bagaimana pun juga masyarakat diciptakan oleh kekuatan-kekuatan dari dalam yang bekerja secara diam-diam dan tidak oleh kemauan sendiri dari pembuat undang-undang.29

J.J.H. Bruggink dalam bukunya berjudul “Refleksi tentang Hukum”, alih bahasa dilakukan oleh Arief Sidharta, menjelaskan tiga jenis keberlakuan hukum yaitu keberlakukan empiris, normatif, dan evaluatif.30 Lebih lanjut J.J.H. Bruggink menjelaskan bahwa kaedah hukum berlaku faktual atau efektif, jika para warga masyarakat, untuk siapa hukum itu berlaku, mematuhi kaedah hukum tersebut.

28 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bina Cipta, Bandung, 1972, hlm. 13. Lihat pula Otje Salman dan Edi Damian (ed), Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan: Kumpulan Karya Tulis Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 20. 29 Friedrich Karl von Savigny dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 206. 30 Ibid., hlm. 147.

Page 11: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

9

Dengan demikian, keberlakuan faktual dapat ditetapkan dengan bersaranakan penelitian empiris tentang perilaku warga masyarakat. Keberlakuan ini dapat juga disebut keberlakukan sosiologis.

Dasar pembahasan kajian background study ini juga mempergunakan teori tentang sistem hukum (legal system) yang dikemukakan oleh Friedman. Menurut Friedman sistem hukum mempunyai 3 (tiga) unsur yaitu: (1) legal structure (struktur hukum); (2) legal substance (substansi hukum); dan (3) legal culture (budaya hukum). Lebih lanjut, Friedman, menjelaskan, jika sistem hukum diumpamakan sebagai suatu pabrik, maka “substances” sebagai produk yang dihasilkan, “structure” adalah mesin yang menghasilkan, sedangkan “legal culture” adalah orang-orang yang mengoperasikan mesin, yang mengetahui kapan mesin perlu dihidupkan atau dimatikan dan memproduksi apa. “Legal culture” memegang peranan penting untuk dapat mengarahkan berkembangnya sistem hukum, karena berkenaan dengan persepsi, nilai-nilai, ide, dan pengharapan masyarakat terhadap hukum. Suatu sistem hukum tanpa legal culture sama dengan seekor ikan yang tergeletak di dalam keranjang, bukan sebagaimana ikan yang hidup leluasa berenang di dalam air. Boleh dikatakan suatu sistem hukum tidak akan hidup tanpa kebudayaan hukum.31 Sesungguhnya aturan hukum mengemban beberapa fungsi yang penting, yaitu32: 1. Aturan hukum sebagai alat untuk membagikan hak dan kewajiban. 2. Aturan hukum mendistribusikan wewenang untuk mengambil keputusan. 3. Aturan hukum menunjuk suatu jalan bagi penyelesaian pertentangan atau

perselisihan. Fungsi ketiga hukum yaitu menunjukan suatu jalan bagi penyelesaian

sengketa. Dalam berbagai kehidupan bermasyarakat tidak terlepas dari kegiatan yang menimbulkan pertentangan atau perselisihan yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan masing-masing pihak, oleh karena itu, hukum menunjuk lembaga yang dapat memberikan keputusan yang dapat dipaksakan dalam penyelesaian pertentangan atau sengketa antara para anggota masyarakat, dan memberikan peraturan mengenai cara bagaimana lembaga tersebut bekerja dalam menangani suatu permasalahan, serta memberikan aturan yang harus dilaksanakan pada penyelesaian sengketa, maka hukum bekerja sebagai suatu mekanisme bagi penyelesaian pertentangan. 2.2. Konsep Negara Hukum

Gagasan tentang terwujudnya negara hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’.33 Perkataan nomokrasi sebagai 31 Erman Radjagukguk, Pembaharuan Hukum Memasuki PJPT Kedua Dalam Era Globalisasi, Majalah Hukum dan Pembangunan, No. 6. Jakarta, 1993, hlm. 516. 32 Prasetijo Rijadi, Pembangunan Hukum Penataan Ruang Dalam Konteks Konsep Kota Berkelanjutan (Studi Hukum Penataan Ruang di Kota Surabaya), Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2004, hlm.165-168. 33 Muhammad Tahir Azhary menguraikan lima jenis negara hukum sebagai konsep yang diberlakukan di berbagai negara. (a) negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah yang kemudian dikenal sebagai bentuk nomokrasi Islam; (b) negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang lazim disebut sebagai rechtsstaat; (c) konsep rule of law yang diterapkan di negara-negara Anglo Saxon; (d) konsep socialist legality yang diterapkan antara lain di UniSoviet sebagai negara

Page 12: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

10

sebutan lain dari konsep negara hukum, dalam berbagai literatur kemudian dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. Dalam nomokrasi, yang kemudian dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum itu sendiri, sebagai gambaran bahwa pada suatu negara tertentu, hukumlah yang paling berdaulat, sehingga penerapannya pada suatu negara tertentu dapat memberikan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat tanpa memandang kelas, golongan, jender maupun warna kulit. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.

Selanjutnya, Jimly Asshiddiqie melakukan reformulasi konsep Negara Hukum (Rechtstaat) yang pada dasarnya saling beririsan tersebut dalam dua-belas prinsip pokok yang berlaku di zaman sekarang. Keduabelas prinsip pokok tersebut kemudian dianggap sebagai pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya.34

Keduabelas prinsip pokok tersebut antara lain: 1).Supremasi Hukum (Supremacy of Law); 2.) Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law); 3). Asas Legalitas (Due Process of Law);4).Pembatasan Kekuasaan; 5).Organ-Organ Eksekutif Independen; 6). Peradilan Bebas dan Tidak Memihak; 7). Peradilan Tata Usaha Negara; 8). Peradilan Tata Negara (Constitutional Court); 9). Perlindungan Hak Asasi Manusia; 10). Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat); 11). Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat).; 12). Transparansi dan Kontrol Sosial. Keduabelas prinsip pokok Negara Hukum sebenarnya telah digariskan secara eksplisit, walau tidak dalam kesatuan, dalam UUD 1945 dan dokumen perencanaan jangka panjang nasional. Agenda untuk mewujudkan suatu Negara Hukum disebutkan secara eksplisit dalam RPJPN sebagai tujuan pembangunan bidang hukum untuk periode PJMN 2010-2014. 2.3. Perlindungan Hukum

Hukum dalam masyarakat untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan inilah yang disebut sebagai hak. Menurut Paton hak ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak. Hal

komunis di masa lalu; dan (e) konsep negara hukum Pancasila. Lihat dalam Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hlm. 63. 34 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2004, hlm. 123-130.

Page 13: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

11

ini berarti bukan hanya kepentingan yang mendapatkan perlindungan melainkan juga kehendak.35

Defenisi hukum dalam arti subjektif sebagai kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Hal ini sering dikemukakan oleh ilmu hukum tradisional, yang mengacu pada hak sebagai refleks kewajiban hukum. Maka perlindungan dalam tatanan hukum menetapkan sanksi atas pelanggaran, dengan kata lain perlindungan itu ada dalam penetapan kewajiban hukum untuk tidak melanggar kepentingan.36

Menurut Steenbeek, sebagaimana dikutip oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar berisi tiga pokok materi muatan, yakni pertama, adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan warganegara; kedua, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental; dan ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.37 Perlindungan hukum berasal dari hak dan kepentingan yang dilindungi hukum. Peran negara sebagai pelaksana roda pemerintahan sudah sepantasnya melindungi dirinya sendiri untuk kepentingan seluruh warganya. 2.3.1. Perlindungan dan Pemenuhan Terhadap Hak Asasi Manusia

Perkembangan hak asasi manusia berawal pada pemikiran hukum internasional hingga pertengahan abad XIX, ajaran hukum alam mengakui individu sebagai subjek yang memiliki hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Dan ini digantikan dengan ajaran kedaulatan negara yang berpandangan hanya negaralah yang merupakan subjek hukum internasional. Mulailah berkembang hukum internasional yang mengakui negara secara eksklusif sebagai subjek hukum. Sedangkan individu dan entitas privat atau bisnis menjadi subjek hukum nasional.38

Kebutuhan akan adanya jaminan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) timbul sejak manusia itu sadar akan hak-hak asasinya itu. Perjuangan untuk menegakkan HAM akan menjadi Nampak apabila perlindungan terhadap HAM ini, terutama dalam pelaksanaanya menjadi semakin menipis dan kabur. Perlindungan HAM pada umumnya diadakan dengan suatu perjanjian atau piagam yang memuat pengakuan terhadap HAM serta mengusahakan adanya jaminan serta perlindungan dalam pelaksanaan HAM.39

Muladi menyatakan bahwa permasalahan HAM di berbagai negara, dikaji melalui berbagai kelompok pemikiran baik yang berkaitan dengan pendirian negara-negara, maupun kelompok-kelompok non pemerintah (Non-Government

35 Sebagaimana di kutip dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya, Bandung, 2000. Hlm. 54. 36 Hans Kelsen, The Pure Theory of Law, Max Knight (Penerjemah), University California Press Berkeley, Los Angeles, London, 1970, Hlm. 132-133. 37 Terkutip dalam Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, 1987,hlm. 51.dalam Lihat juga Madja El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia (Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002), Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 93. 38 William R Slomanson, Fundamental Perspectives on International Law, 3rd Ed, Wadsworth, Belmont, 2000, hlm. 172. 39 Soehino, Hukum Tata Negara (Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara Hukum), Liberty, Yogyakarta, hlm. 83.

Page 14: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

12

Organizatition). Pada dasarnya paling sedikit terdapat 4 (empat) pandangan sebagai berikut40: 1. Pandangan Universal Absolut yang melihat HAM sebagai nilai-nilai universal

sebagaimana yang telah dirumuskan dalam the International Bill of Human Rights. Pandangan ini tidak menghargai sama sekali profil sosial budaya yang melekat pada masing-masing bangsa. Penganut pandangan ini adalah negara-negara maju, dan bagi negara-negara berkembang, negara maju seringkali dipandang eksploitatif, karena menerapkan HAM sebagai alat untuk menekan dan instrumen penilai (tool of judgement).

2. Pandangan Universal relative memandang persoalan HAM sebagai masalah universal, namun terdapat pengecualian (exceptions) yang didasarkan atas asas-asas hukum internasional tetap diakui keberadaannya. Sebagai contoh dapat dilihat dalam Pasal 29 (2) Universal Declaration of Human Rights yang menegaskan bahwa: “In the exercise of his rights and freedoms, everyone shall be subject only to such limitation as are determined by law solely for the purpose of securing due recognition and respect for the rights and freedom of others and of meeting the just requirements of morality, public order and the general welfare in democratic society.”

3. Pandangan Partikularistik absolute, yang memandang HAM sebagai persoalan masing-masing bangsa, tanpa memberikan alasan yang kuat, khususnya dalam melakukan penolakan terhadap berlakunya dokumen-dokumen internasional. Pandangan ini bersifat cahuvinis, egois, defensive dan pasif tentang HAM.

4. Pandangan Partikularistik relatif, yang memandang persoalan HAM disamping sebagai masalah universal juga merupakan masalah nasional masing-masing bangsa. Berlakunya dokumen-dokumen internasional harus diselaraskan, diserasikan dan diseimbangkan serta memperoleh dukungan dan tertanam dalam budaya bangsa. Pandangan ini tak sekedar defensive, tetapi secara aktif berusaha mencari perumusan dan pembenaran karakteristik HAM yang dianutnya.

Sikap bangsa Indonesia menganut pandangan Partkularistik relative, dengan berusaha untuk menemukan titik dialogis diantara empat pandangan tersebut atas dasar Pancasila dan UUD 1945, tanpa mengesampingkan dokumen-dokumen internasional.41 Perlindungan hukum terhadap HAM merupakan jaminan negara yang tertuang dalam perangkat aturan dan penegak hukum dalam menerapkan nilai-nilai standar HAM. Bahwa negara memiliki kewajiban terhadap hak asasi manusia untuk 42:

40 Bagir Manan (Editor), Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum (Kumpulan Esai Guna Menghormati Prof. Dr. R. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H.), Panitia 70 Tahun Prof. Dr. R. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H. dan Penerbit Gaya Media Pratama Jakarta, cetakan I, Jakarta, 1996. Hlm. 114-115. 41 Ibid. 42 Bagir Manan, Dimensi-Dimensi Hukum Hak Asasi Manusia (Butir-Butir Pemikiran dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H.,M.H)., Pusat Studi Kebijakan Negara, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung, hlm. 163.

Page 15: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

13

1. Menghormati, artinya bahwa negara menahan diri terhadap turut campur pada penikmatan hak seseorang;

2. Melindungi, yang berarti bahwa negara membentuk hukum berisi mekanisme untuk mencegah pelanggaran hak asasi oleh organ negara itu sendiri atau aktor non-negara. Perlindungan ini merupakan jaminan untuk semua orang.

3. Memenuhi artinya negara mengambil langkah-langkah aktif terintegrasi dalam institusi-institusi dan prosedur, termasuk mengalokasikan sumber daya supaya masyarakat dapat memungkinkan menikmati hak-haknya. Suatu pendekatan yang berbasis hak ini mengembangkan para pemangku tugas-tugas untuk mencapai kewajiban-kewajibannya dan meningkatkan para pemangku hak untuk menuntut hak-haknya.

Pasal 8 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia merupakan tanggung jawab pemerintah disamping juga masyarakat. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan dan meratifikasi berbagai konvensi, seperti konvensi hak anak, konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan lain-lain, tetapi belum didukung dengan komitmen bersama yang kuat untuk menerapkan instrumen-instrumen tersebut. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme pelaksanaan hukum yang efektif untuk melindungi hak-hak warga masyarakat, terutama hak-hak minoritas.43

Perlindungan terhadap kaum minoritas merupakan termasuk kedalam pengertian Kelompok Rentan, yang tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference44 disebutkan, bahwa yang tergolong ke dalam Kelompok Rentan adalah: a. Refugees, b, Internally Displaced Persons (IDPs); c. National Minorities, d. Migrant Workers; e. Indigenous Peoples, f. Children; dan g. Women. 2.3.2. Perlindungan Hak-Hak Kelompok Minoritas

Bentuk perlindungan terhadap kelompok minoritas yang dilakukan dengan melawan segala bentuk diskriminasi dalam tatanan sosial. Diskriminasi yang berdampak negatif pada kaum minoritas – secara politik, sosial, budaya, dan ekonomi – tetap berlangsung dan merupakan sumber utama ketegangan di banyak bagian dunia. Diskriminasi diartikan sebagai ”menunjukkan pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pengistimewaan apapun berdasarkan alasan seperti

43 Sebagaimana dikutip dalam Iskandar Hoesin, Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita, Anak, Minoritas, Suku Terasing, Dll) Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Makalah Disajikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali,14 - 18 Juli 2003. hlm. 1. 44 Willem van Genugten J.M (ed), Human Rights Reference, ministry of foreign Affairs, The Hague, Netherlands ,1994, hlm. 73. Sebagaimana dikutip dalam Iskandar Hoesin, op.cit., hlm.1.

Page 16: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

14

ras, warna kulit, … bahasa, agama,…., asal usul kebangsaan atau sosial,…, status kelahiran atau status lainnya, dan mempunyai tujuan atau pengaruh untuk meniadakan atau merusak pengakuan, penikmatan, atau pemenuhan semua hak dan kebebasan dari semua orang secara setara.” Pencegahan diskriminasi dirumuskan sebagai:”… pencegahan segala tindakan yang mengingkari diberikannya perlakuan-perlakuan yang sama bagi individu atau kelompok masyarakat sebagaimana yang mereka inginkan”.45

Hak terhadap kelompok minoritas bukanlah merupakan hak istimewa, akan tetapi hak ini diberikan agar kaum minoritas mampu menjaga identitas, ciri-ciri, dan tradisi khasnya. Hak khusus seperti halnya perlakuan non diskriminatif sama pentingnya untuk mencapai perlakuan yang sama. Hanya ketika kaum minoritas berdaya untuk menggunakan bahasa-bahasa mereka, mendapatkan keuntungan dari pelayanan-pelayanan yang mereka organisasikan sendiri, serta berpartisipasi dalam kehidupan politik dan ekonomi Negara, barulah mereka mencapai status yang selama ini dimiliki oleh kelompok mayoritas. Perbedaan dalam memperlakukan kelompok atau individu yang termasuk kaum minoritas hanya dibenarkan apabila dilakukan untuk memajukan persamaan yang efektif dan kesejahteraan komunitas secara menyeluruh. Bentuk tindakan afirmatif (affirmative action) semacam ini mungkin harus dilakukan untuk jangka waktu panjang agar kelompok-kelompok minoritas, sebagaimana juga kelompok mayoritas, dapat menarik keuntungan dari masyarakat.46

Perlindungan kaum minoritas merupakan pokok sejumlah kajian yang ditugaskan oleh PBB sejak tahun 1960an, yang pada dasarnya dilaksanakan oleh Sub-Komisi Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas. Kajian-Kajian ini meliputi validitas hukum dari usaha-usaha yang berhubungan dengan perlindungan kaum minoritas yang ditempatkan di bawah perlindungan Liga Bangsa-Bangsa, definisi dan klasifikasi kaum minoritas, masalah perlakuan yuridis terhadap kaum minoritas47, dan cara atau sarana untuk memfasilitasi resolusi terhadap situasi yang melibatkan ras, kebangsaan, agama, dan bahasa minoritas.48

Sejak ditetapkannya Deklarasi mengenai hak kelompok minoritas, Sekretaris Jenderal telah menyiapkan sejumlah laporan untuk Majelis Umum dan Komisi Hak Asasi Manusia, yang menjelaskan upaya-upaya yang diambil oleh Negara-negara, organisasi internasional, organ-organ dan badan-badan PBB, badan-badan khusus, dan organisasi non-pemerintah untuk menjalankan prinsip-prinsip yang dicantumkan dalam Deklarasi, dan secara umum untuk melindungi dan memajukan hak orang-orang yang termasuk dalam kelompok minoritas.49

Pengertian kaum minoritas dimulai dari pertanyaan, Apa minoritas itu? Siapa yang mendefinisikan kaum minoritas? Siapa yang berhak memiliki hak kaum minoritas? Pertanyaan-pertanyaan ini dan tanggapan yang berusaha

45 Sebagai mana dikutip dalam Lembar Fakta No. 18 (Revisi 1), op.cit., hlm. 2. 46 Ibid. hlm. 3. 47 “Hak orang-orang yang termasuk minoritas sukubangsa, agama, dan bahasa”, oleh Francesco Capotorti (PBB, Kajian seri No.5) 48 Ibid. hlm. 9. 49 Ibid.

Page 17: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

15

menjawab pertanyaan tersebut merupakan pokok beberapa kajian dari para ahli di Sub-Komisi, dan debat-debat panjang dalam berbagai forum yang membahas perlindungan kaum minoritas. Tidak ditemukan jawaban pasti dan tidak ada definisi istilah ”kaum minoritas” yang memuaskan dan diterima secara universal. Namun, tidak adanya definisi ini tidak menghalangi kegiatan penetapan standar ataupun promosi. Hal ini juga tidak merintangi pembentukan dan kerja dari Kelompok Kerja untuk Kaum Minoritas.50

Kesulitan merumuskan definisi yang dapat diterima oleh semua pihak muncul dari keanekaragaman situasi dari kaum minoritas yang ada. Sebagian kelompok minoritas tinggal di wilayah tertentu dan terpisah dari bagian penduduk mayoritas sementara kelompok minoritas lainnya tersebar di seluruh masyarakat. Beberapa kelompok minoritas mempunyai keterikatan yang sangat kuat dengan identitas kolektif dengan memelihara atau mencatat sejarah mereka, sementara kelompok minoritas lainnya kurang peduli pada warisan masa lalu mereka. Dalam kasus tertentu, kaum minoritas menikmati – atau pernah mengenal – tingkat otonomi tertentu. Kaum minoritas lain tidak mengenal otonomi atau pemerintahan sendiri dalam sejarah masa lalu mereka. Beberapa kelompok minoritas menghendaki perlindungan yang lebih daripada kelompok minoritas lain karena mereka telah tinggal di Negara itu untuk jangka waktu yang lebih lama atau mereka mempunyai keinginan yang lebih kuat untuk melestarikan dan memajukan ciri khas mereka sendiri. Meskipun ada kesulitan untuk mendapatkan definisi yang dapat diterima secara universal, berbagai ciri khas kaum minoritas telah diidentifikasi, yang jika disatukan telah mencakup hampir semua situasi dari kaum minoritas. Uraian tentang kaum minoritas yang paling sering digunakan dalam suatu Negara, dapat disimpulkan sebagai kelompok individu yang tidak dominan dengan ciri khas bangsa, sukubangsa, agama, atau bahasa tertentu yang berbeda dari mayoritas penduduk. Di samping itu, terungkap pula pilihan lain, yakni penggunaan perumusan diri-sendiri (self-definition) berupa ”suatu keinginan dari anggota kelompok yang bersangkutan untuk melestarikan ciri khas mereka,” dan untuk diterima sebagai bagian dari kelompok itu oleh anggota-anggota lain, yang digabungkan dengan persyaratan obyektif tertentu.51

Beberapa kelompok individu mungkin berada pada situasi yang sama dengan kelompok minoritas. Kelompok-kelompok itu termasuk buruh migran, pengungsi, orang-orang tanpa warganegara atau orang-orang asing yang tidak mempunyai ciri khas sukubangsa, agama, atau bahasa tertentu yang sama dengan orang-orang yang termasuk kaum minoritas. Namun kelompok-kelompok tertentu ini dilindungi oleh hukum internasional dari diskriminasi dan mempunyai jaminan hak tambahan dalam, misalnya, Konvensi Internasional Perlindungan Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya; Konvensi Status Tanpa Kewarganegaraan; Konvensi Status Pengungsi; dan Deklarasi Hak Asasi dari Individu yang Bukan Merupakan Warganegara dari Negara di mana Dia Tinggal.52

Pada penelitian ini dilakukan pembatasan yang merupakan objek penelitian, yang dianggap sebagai kaum minoritas dalam konteks 50 Ibid. 51 Ibid. 52 Ibid., hlm. 10.

Page 18: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

16

kewarganegaraan merupakan kaum minoritas dalam agama, suku dan ras. Sehingga objek kajian hanya meliputi perlindungan hukum atas diskriminasi terhadap kaum minoritas agama, suku dan ras. 2.4. Pengaturan Hukum Mengenai Hak-hak Minoritas 2.4.1. Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Hak-Hak Minoritas

Diskriminasi dilarang dalam sejumlah instrumen internasional yang mengatur sebagian besar – apalagi tidak seluruh – situasi yang mengakibatkan pengingkaran atas persamaan perlakuan terhadap kaum minoritas dan anggota mereka. Diskriminasi dilarang berdasarkan alasan-alasan antara lain: ras, bahasa, agama, asal usul kebangsaan dan sosial, dan status kelahiran atau status lain. Rambu-rambu perlindungan penting yang akan menguntungkan kaum minoritas mencakup pengakuan sebagai ”pribadi” di hadapan hukum, persamaan di hadapan badan-badan pengadilan, persamaan di hadapan hukum, perlindungan hukum yang sama di samping hak-hak penting lain seperti kebebasan beragama, menyatakan pendapat dan berserikat.53

Beberapa instrumen internasional hak asasi manusia mengacu pada kelompok kebangsaan, sukubangsa, ras, atau agama, dan beberapa memasukkan hak khusus bagi orang-orang yang termasuk kelompok minoritas. Instrumen-instrumen ini meliputi: Konvensi Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida (Pasal II); Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras (Pasal 2 dan 4); Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (pasal 27); Konvensi Hak Anak (Pasal 30); Konvensi UNESCO tentang Anti Diskriminasi dalam Pendidikan (Pasal 5); Deklarasi PBB tentang Hak Orang-Orang yang termasuk dalam Kebangsaan atau Sukubangsa, Agama dan Bahasa Minoritas; dan Deklarasi UNESCO tentang Ras dan Prasangka Ras (Pasal 5).

Ketentuan non diskriminasi terdapat dalam Piagam PBB 1945 (Pasal 1 dan 55), DUHAM 1948 (Pasal 2) dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1966 (Pasal 2). Ketentuan semacam itu juga muncul di sejumlah instrumen internasional tertentu, termasuk Konvensi ILO tentang Diskriminasi berkenaan dengan Jabatan dan Pekerjaan No. 111/1958 (Pasal 1); Kovenan Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras 1965 (Pasal 1), Konvensi UNESCO tentang Anti Diskriminasi dalam Bidang Pendidikan 1969 (Pasal 1); Deklarasi UNESCO tentang Ras dan Prasangka Ras 1978 (Pasal 1, 2, dan 3); Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama dan Kepercayaan 1981 (Pasal 2); dan Konvensi Hak Anak 1989 (Pasal 2).

Instrumen regional yang memuat hak khusus bagi kaum minoritas meliputi: Rancangan Konvensi bagi Perlindungan Minoritas Nasional, Piagam Eropa tentang Bahasa-Bahasa Regional atau Minoritas (Dewan Eropa); dan Dokumen Pertemuan Kopenhagen tentang Konperensi mengenai Dimensi Manusia dari Organisasi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa. Ketentuan non diskriminasi juga terdapat dalam dokumen regional tentang hak asasi manusia, seperti : Konvensi Eropa tentang Perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan Dasar, Piagam Sosial Eropa dan Rancangan Konvensi Bangsa-Bangsa Minoritas (Dewan

53 Ibid.

Page 19: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

17

Eropa), Dokumen Pertemuan Kopenhagen mengenai Konperensi tentang Dimensi Manusia dari Organisasi Keamanan dan Kerja sama di Eropa; Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia (Organisasi Negara-negara Amerika); dan Piagam Afrika tentang Hak Manusia dan Masyarakat (Organisasi Persatuan Afrika).

Berdasarkan aturan hukum internasional nilai-nilai hak asasi manusia sebagai Jus Cogens (nilai tertinggi), walaupun DUHAM sebagai soft law dalam hukum internasional akan tetapi mempunyai nilai-nilai yang universal dan diakui oleh seluruh bangsa dan negara di dunia. Terkhusus pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) atau DUHAM yang menyatakan bahwa:

“Bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia, selanjutnya bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-hak manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan hati nurani umat manusia, dan terbentuknya suatu dunia tempat manusia akan mengecap nikmat kebebasan berbicara dan beragama serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai cita-cita yang tertinggi dari rakyat biasa.” Selanjutnya berdasarkan Pasal 18 DUHAM menyatakan sebagai berikut: a. Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama.

Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.

b. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.

c. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.

d. Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.

Dalam konteks international, perlindungan terhadap hak-hak minoritas, termasuk di dalamnya agama minoritas, itu dijamin oleh pasal 27 dari Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik atau International (Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) yang menyatakan bahwa, “Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku bangsa, agama atau bahasa, orang-orang yang tergolong dalam kelompok minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat, bersama-sama anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan

Page 20: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

18

mengamalkan agamanya sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri.” selanjutnya dalam Pasal 27 Kovenan memberikan kepada orang-orang yang termasuk kaum minoritas, hak atas identitas nasional, sukubangsa, agama, atau bahasa, atau kombinasi darinya, dan hak untuk mempertahankan ciri-ciri yang ingin mereka pelihara dan kembangkan. Meskipun pasal 27 mengacu pada hak kaum minoritas di Negara yang ada kaum minoritasnya, penerapannya tidak tunduk pada pengakuan resmi suatu negara terhadap suatu kelompok minoritas. Serta Pasal 27 yang menyatakan tidak meminta Negara-negara untuk menetapkan upaya-upaya khusus, akan tetapi Negara-negara yang telah meratifikasi Kovenan diwajibkan menjamin bahwa semua individu dalam wilayah hukumnya menikmati haknya; hal ini membutuhkan tindakan-tindakan spesifik untuk memperbaiki perbedaan yang diterima oleh kaum minoritas. Konvensi ini berlaku sejak 23 Maret 1976 ini telah diratifikasi oleh Indonesia pada 23 Februari 2006. Dengan meratifikasi aturan ini, seperti tercantum dalam pasal 18 dari ICCPR, maka Indonesia secara otomatis wajib menjamin kelompok minoritas untuk memenuhi hak-hak asasi.

Selanjutnya Instrumen hak asasi manusia lainnya yang mengatur jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan adalah Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Beradsarkan Agama atau Keyakinan (Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion Or Belief ) yang dicetuskan melalui resolusi Sidang Umum PBB No 36/55 pada 25 November 1981. Meskipun tidak mengikat secara hukum, deklarasi ini memiliki kekuatan moral dalam praktik hubungan internasional pada umumnya. Sebagi negara anggota PBB, negara-negara di dunia termasuk Indonesia tidak bisa mengabaikan deklarasi ini dalam menjalankan kewajiban memenuhi hak asasi warga negaranya berdasarkan agama atau kepercayaan.54

Intoleransi adalah setiap pembedaan, pengabaian, larangan, atau pengutamaan yang didasarkan pada agama atau kepercayaan dan yang tujuannya atau akibatanya meniadakan atau mengurangi pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan mendasar atas dasar yang setara.

Pasal 6 Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama/Keyakinan menyebutkan elemen-elemen kebebasan beragama/berkeyakinan yang harus dilindungi adalah: a) Beribadah dan berkumpul dalam hubungannya dengan suatu agama atau

keyakinan, dan mendirikan serta mengelola tempat-tempat untuk tujuan-tujuan ini;

b) Mendirikan dan mengelola berbagai lembaga amal atau kemanusiaan yang tepat;

c) Membuat, memperoleh dan mempergunakan sampai sejauh memadai berbagai benda dan material yang diperlukan berkaitan dengan upacara atau adat istiadat suatu agama atu keyakinan;

54 Ismail Hasani (Editor), Dokumen Kebijakan Penghapusan Diskriminasi Agama/Keyakinan, Pustaka Masyarakat Setara, Jakarta, hlm. 35

Page 21: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

19

d) Menulis, mengemukakan dan menyebarluaskan berbagai penerbitan yang relevan di bidang-bidang ini;

e) Mengajarkan suatu agama atau keyakinan di tempat-tempat yang cocok untuk maksud-maksud ini;

f) Mengumpulkan dan menerima sumbangan-sumbangan keuangan sukarela lainnya dari perseorangan atau lembaga;

g) Melatih, menunjuk, memilih atau mencalonkan dengan suksesi para pemimpin yang tepat yang diminta dengan persyaratan-persyaratan dan standar-standar agama atau dari pandangan dan pilihan menyikapi perbedaan. Menghormati hari-hari istirahat, dan merayakan hari-hari libur dan upacara;

h) Mendirikan dan mengelola komunikasi-komunikasi dengan seseorang dan masyarakat dalam persoalan-persoalan agama atau keyakinan pada tingkat nasional dan internasional. Upacara menurut ajaran-ajaran agama atau keyakinan seseorang;

2.4.2. Pengaturan Hukum Nasional Mengenai Hak-Hak Minoritas Nilai-nilai hak-hak dasar telah diatur dalam konstitusi Republik Indonesia,

Dalam UUD 1945 pengaturan HAM dapat ditemukan dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945 :

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pengakuan HAM yang terdapat dalam pembukaan sebagai Dalil obyektif,

kemudian dikembangkan dalam Batang Tubuh UUD 1945 pada Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34. Dalam kaitan dengan Pasal 27 berkaitan dengan hak asasi warganegara yaitu “kedudukannya dalam pemerintahan”. Sedangkan mengenai yang dimaksud dengan ‘kedudukan dalam pemerintahan’ adalah dengan tiga cabangnya, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif dan ini berarti bahwa kepada setiap warganegara kita berikan hak-hak turut serta dalam ketiga cabang kekuasaan itu asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.”

Pasal 28 memuat HAM dalam bidang politik. Dalam pasal tersebut terdapat dua kemerdekaan yaitu : a. kemerdekaan berserikat dan berkumpul; b. kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Mengenai kemerdekaan berkumpul, HAM yang termuat dalam Pasal 28 UUD 1945 merupakan konsekwensi logis dari Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Selanjutnya menurut penjelasan UUD 1945 ketentuan ini “ … memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.” Selanjutnya dalam perubahan kedua UUD 1945 (amandemen kedua) tahun 2000 lebih ditekankan pada materi HAM, pemerintahan daerah dan lain sebagainya. Pasal 28 hasil amandemen kedua UUD 1945 menjadi Pasal 28A-28J.

Pasal 29 UUD 1945 memuat hak fundamental warganegara Indonesia yaitu hak beragama dan jaminan kebebasan memeluk agama sebagai hak personal. Sedangkan dalam Pasal 30 memuat kewajiban dan hak warganegara dalam pembelaan negara. HAM yang termuat dalam Pasal 30 adalah HAM dibidang sipil dan politik. Begitu pula dalam Pasal 31 memuat hak jaminan memperoleh

Page 22: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

20

pendidikan setiap individu warganegara. Adapun HAM yang terdapat dalam Pasal 33 berkaitan dengan hak dibidang ekonomi, sosial dan kesejahteraan.

Pengaturan HAM juga ditemukan dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS). Dalam konstitusi RIS, HAM menjadi bab khusus yaitu Bab tentang HAM dan ditempatkan pada bab awal mulai Pasal 7 sampai Pasal 33. Adapun dalam UUDS 1950 pengaturan HAM tidak jauh berbeda dengan yang diatur dalam KRIS, namun perbedaan antara konstitusi RIS dengan UUDS 1950 terletak pada penomoran pasal dan perubahan sedikit redaksional dalam pasal-pasal. Selain itu adanya penambahan pasal dalam UUDS 1950 yang signifikan yaitu tentang fungsi sosial hak milik, hak tiap warganegara untuk mendapat pengajaran, hak demonstrasi dan mogok.

Amandemen UUD 1945 yang kedua menguatkan jaminan penghormatan dan perlindungan HAM pada tingkat tertinggi sebagai hak konstitutional yang melekat pada setiap warga negara. Jaminan perlindungan HAM menurut UUD 1945, yaitu:

1. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, (Pasal 28). 2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan, (Pasal 28 A). 3. Hak untuk membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah, (Pasal

28B ayat 1). 4. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang

serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, (Pasal 28B ayat 2).

5. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, (Pasal 28C ayat 1).

6. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya, (Pasal 28C ayat 2).

7. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, (Pasal 28D ayat 1).

8. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan�yang adil dan layak dalam hubungan kerja, (Pasal 28D ayat 2).

9. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, (Pasal 28D ayat 3)

10. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan, (Pasal 28D ayat 4). 11. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,

(Pasal 28E Ayat 1). 12. memilih pendidikan dan pengajaran, (Pasal 28E ayat 1). 13. memilih pekerjaan, (Pasal 28 E ayat 1). 14. memilih kewarganegaraan, (Pasal 28E ayat 1). 15. memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta

berhak kembali, (Pasal 28E ayat 1).

Page 23: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

21

16. Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya, (Pasal 28E ayat 2).

17. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, (Pasal 28E ayat 3).

18. Hak atas informasi, (Pasal 28F). 19. Hak atas perlindungan martabat, dan kehormatan dan kepemilikan,

(Pasal 28G ayat 1). 20. Hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusia

yang merendahkan martabat kemanusiaan, (Pasal 28Gayat 2). 21. Hak untuk memperoleh suaka politik, (Pasal 28G ayat 2). 22. Hak untuk hidup sejahtera, memperoleh layanan kesehatan, dan

bertempat tinggal dan mendapat lingkungan yang baik, (Pasal 28H ayat1).

23. Hak untuk mendapat perlakuan khusus untuk mencapai keadilan dan persamaan, (Pasal 28H ayat 2).

24. Hak atas jaminan sosial, (Pasal 28H ayat 3). 25. Hak untuk memiliki hak milik pribadi, (Pasal 28H ayat 4). 26. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran

dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, (Pasal 28I ayat 1).

27. Hak atas perlindungan dari perlakuan diskriminatif , (Pasal 28I ayat 2).

28. Hak atas penghormatan identitas budaya, (Pasal 28I ayat 3). Kemajuan terpenting dari pengakuan hak ulayat yang merupakan bagian

dari hak kelompok minoritas tercantum dalam Konstitusi di Indonesia yang ditemukan sebagai hasil amandemen kedua UUD 1945. Pasal 18 B ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 menyebutkan:

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

2.5. Tujuan Penelitian Berikan pernyataan singkat mengenai tujuan penelitian. Penelitian dapat bertujuan menjajaki, menguraikan, menerangkan, membuktikan atau menerapkan suatu gejala, konsep atau dugaan, atau membuat suatu prototipe. Tujuan Penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui dan mengkaji hak kelompok minoritas menurut hukum

internasional. Penelitian ini menggambarkan prosedur-prosedur dan aktivitas-aktivitas, terutama dalam PBB, dalam perlindungan kaum minoritas. Selanjutnya memuat pandangan mengenai ketentuan non diskriminasi dan hak khusus dalam instrumen-instrumen internasional mengenai hak asasi manusia,

Page 24: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

22

dan menggambarkan mekanisme yang telah ditetapkan untuk memantau pemenuhan standar-standar hak kaum minoritas.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji Implementasi perlindungan hak kelompok minoritas di Indonesia. Pada penelitian ini memberikan gambaran suatu analisis terhadap prosedur-prosedur pengaduan yang ada dalam kasus-kasus terjadinya pelanggaran; terhadap mekanisme peringatan awal yang telah ditetapkan untuk mencegah konflik, dan terhadap peran organisasi non-pemerintah dalam melindungi dan memajukan hak orang-orang yang termasuk kelompok minoritas.

Page 25: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

23

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Masalah Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

yuridis normatif yaitu sebagai pendekatan yang mengkonsepsi hukum sebagai norma, kaidah, asas atau dogma-dogma dengan mengklasifikasi dan menelaah peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Pendekatan yuridis normatif didukung dengan studi historis dan komparatif perlindungan hak-hak kelompok minoritas dan implementasinya di Indonesia. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum yang dibutuhkan berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 3.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan cara studi dokumen yaitu, data yang dikumpulkan dalam studi dokumen dilakukan terhadap data sekunder untuk mendapatkan landasan teoritis yang terdapat dalam bahan hukum primer, sekunder dan tersier, yang berkaitan dengan obyek kajian yaitu perlindungan hukum hak-hak kelompok minoritas. 1. Data Primer

Data primer meliputi data prilaku terapan dari ketentuan normatif terhadap peristiwa hukum “in concreto”. Data ini diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian, peristiwa hukum yang terjadi, dan responden yang memberikan informasi. Data primer dikumpulkan melalui wawancara (indept interview) di Tingkat Pusat dan Daerah. Indepth Interview dilakukan dengan Pejabat berwenang di lingkungan Komnas HAM RI, anggota dewan, Pemerintah pada Bagian Hukum, serta LSM. 2. Data Sekunder

Kegiatan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut: a) Penentuan sumber data sekunder (sumber primer dan sekunder), berupa

perjanjian-perjanjian internasional : Piagam, Statuta, Deklarasi, Konvensi dan sebagainya, perundang-undangan, dokumen hukum, dan literatur bidang ilmu pengetahuan hukum;

b) Bahan hukum terseir, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk mapun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain-lain.

c) Identifikasi data sekunder (bahan hukum primer dan sekunder) yang diperlukan, yaitu proses mencari dan mengenal bahan hukum berupa ketentuan pasal perjanjian internasional dan perundang-undangan, nama dokumen hukum, nama catatan hukum dan judulnya, nama pengarang, tahun penerbitan, dan halaman karya tulis bidang hukum;

d) Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah (pokok bahasan dan sub pokok bahasan), dengan cara pengutipan atau pencatatan;

Page 26: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

24

e) Pengkajian data yang sudah terkumpul guna menentukan relevansinya dengan kebutuhan rumusan masalah penelitian ini.

3.3. Prosedur Pengumpulan Data Cara pengumpulan data untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan

observasi langsung dilapangan, yaitu mengunjungi instansi yang berwenang seperti Kementerian Luar Negeri RI atau Komnas HAM RI di jakarta serta melakukan wawancara terbuka dan tertutup dengan informan. Sedangkan data sekunder dilakukan dengan cara penelusuran kepustakaan, khususnya terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan dengan persoalan yang akan diteliti. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis aturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. 3.4. Prosedur Pengolahan dan

Data yang diperoleh dan dikumpulkan, kemudian diolah melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Seleksi data, yaitu memeriksa data yang sesuai dengan masalah dan apabila

ada kemungkinan kekurangan atau kekeliruan, maka akan dilengkapi atau diperbaiki.

2. Klasifikasi data yaitu penempatan penggolongan dan pengelompokkan data sesuai dengan masalah yang akan dikaji.

3. Penyusunan data, dilakukan dengan cara menyusun dan menempatkan data pada setiap pokok bahasan secara sistematis guma memudahkan analisis data.

3.5. Teknik Analisis Data Untuk analisis dan menarik kesimpulan dari hasil penelitian, Pengolahan data dilakukan dengan cara mengedit (editing), klasifikasi dan sistematisasi data. Kedua bahan hukum yaitu bahan hukum primer dan sekunder di analisis dengan metode kualitatif. melalui metode analisis hukum (legal analisys). Data yang diperoleh tadi kemudian diuraikan secara deskriptif tentang kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan Perlindungan Hak-hak kelompok Minoritas Dan Implementasinya Di Indonesia.

Page 27: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

25

BAB 4 JADWAL PELAKSANAAN

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 1 Persiapan/penyusunan

proposal/rencana kegiatan x x

2 Pengumpulan bahan hukum x x 3 Pengumpulan data lapangan x x 4 Pengolahan dan analisis bahan

hukum/data x x

5 Pembuatan draft laporan penelitian x x 6 Seminar hasil penelitian x x 7 Final report x

Page 28: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

26

BAB 5 IDENTITAS & PERSONALIA PENELITIAN

1. Identitas Peneliti a. Nama : Ahmad Syofyan, S.H.,M.H. b. Bidang Keahlian : Hukum Internasional c. NIP : 198203232009121003 d. Disiplin Ilmu : Hukum Internasional/Hukum Hak Asasi

Manusia Internasional e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli f. Unit Kerja : Bagian Hukum Internasional/Fakultas Hukum g. Waktu Penelitian : 6 Bulan

2. Tenaga Administrasi : 1 Orang 3. Obyek Penelitian :

Perlindungan Hak-Hak Kelompok Minoritas Menurut Hukum Internasional Dan Implementasinya Di Indonesia.

4. Masa Pelaksanaan Penelitian :

- Mulai : Juni 2015 - Berakhir : November 2015

5. Anggaran yang diusulkan : Rp.10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) 6. Lokasi Penelitian : Prov. Lampung – Jakarta 7. Hasil yang ditargetkan :

a. Mengidentifikasi dan mengkaji pengaturan internasional mengenai hak-hak kelompok minoritas.

b. Pemenuhan hak-hak kelompok minoritas di Indonesia. c. sebagai tambahan dalam mata kuliah Hukum Internasional dan Hukum

Hak Asasi Manusia internasional. 8. Institusi yang Terlibat : Kementerian Luar Negeri, Komisi Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia, dan Bagian Hukum Provinsi Lampung.

Page 29: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

27

BAB 6 PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

Biaya yang diperlukan untuk hibah penelitian ini sebesar 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) dengan alokasi anggaran sebagai berikut: No

Jenis Kegiatan Volume Harga satuan (Rp)

Jumlah (Rp)

1 Pengumpulan bahan hukum dan data

a.Transportasi 1 pk 3.000.000,- 3.000.000,- b.Foto copy bahan hukum 1 pk 1.000.000,- 1.000.000,-

2 Bahan dan alat 1 pk 850.000,- 850.000,- 3 Pengadaan literatur/referensi

tambahan 25 bk 50.000,- 1.250.000,-

4 Internet 6 bln 200.000,- 1.200.000,- 5 Pulsa Elektrik 1 pk 500.000,- 500.000,- 6 Seminar hasil penelitian 1 pk 1.500.000,- 1.500.000,- 7 Penggandaan laporan hasil

penelitian 10 eks 20.000,- 200.000,-

8 Publikasi 1 pk 500.000,- 500.000,-

Total biaya Rp.10.000.000,- Terbilang ---------- (Sepuluh juta rupiah )

Page 30: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

28

LAMPIRAN

LAMPIRAN I. DAFTAR PUSTAKA

1. Buku J. L. Brierly, the Law of Nations (an Introduction to the International Law of

Peace), 5th ed, Clarendon Press, London, 1955, hlm. 58. Lihat juga pada Ian Brownlie, Principle of Public International Law, 5th ed. Clarendon Press, Oxford. 1998.

Mochtar Kusumatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003.

Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional, PT. Tatanusa, Jakarta, 2007.

Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran Dan Konstruksi Hukum, Bandung, Alumni, 2000.

Ibrahim, Perlindungan Hukum Terhadap Lingkungan Dalam perdagangan Internasional Produk Pertanian Bioteknologi : Implikasinya di Indonesia, Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum, Program Pasasarjana UNPAD, Bandung, 2006

J.G Starke, An Introduction to International Law, 8th.ed.,Butterwoerth, London, 1977.

Budiono Kusumahadijojo, Suatu Studi terhadap aspek operasional Konvensi Wina Tahun 196 tentang Hukum Perjanjian Internasional, Binacipta, Bandung, 1985.

L. Oppenheim, International Law: a Treatise, cetakan ke-5, 8th ed, 1961. Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Bunga Rampai Hukum Internasional, Alumni,

Bandung, 2003. Alina Kaczkorowka, Public International Law, Old Bailey Press, London, 2002. Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Rajawali

Grafindo Persada, Jakarta, 1990. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bina

Cipta, Bandung, 1972. Otje Salman dan Edi Damian (ed), Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan:

Kumpulan Karya Tulis Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Alumni, Bandung, 2002.

Prasetijo Rijadi, Pembangunan Hukum Penataan Ruang Dalam Konteks Konsep Kota Berkelanjutan (Studi Hukum Penataan Ruang di Kota Surabaya), Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2004.

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2004.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya, Bandung, 2000.

Page 31: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

29

Hans Kelsen, The Pure Theory of Law, Max Knight (Penerjemah), University California Press Berkeley, Los Angeles, London, 1970.

Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, 1987.

Madja El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia (Dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002), Kencana, Jakarta, 2005.

William R Slomanson, Fundamental Perspectives on International Law, 3rd Ed, Wadsworth, Belmont, 2000.

Soehino, Hukum Tata Negara (Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara Hukum), Liberty, Yogyakarta.

Bagir Manan (Editor), Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum (Kumpulan Esai Guna Menghormati Prof. Dr. R. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H.), Panitia 70 Tahun Prof. Dr. R. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H. dan Penerbit Gaya Media Pratama Jakarta, cetakan I, Jakarta, 1996.

Bagir Manan, Dimensi-Dimensi Hukum Hak Asasi Manusia (Butir-Butir Pemikiran dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H.,M.H)., Pusat Studi Kebijakan Negara, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Willem van Genugten J.M (ed), Human Rights Reference, Ministry of Foreign Affairs, The Hague, Netherlands ,1994.

Ismail Hasani (Editor), Dokumen Kebijakan Penghapusan Diskriminasi Agama/Keyakinan, Pustaka Masyarakat Setara, Jakarta.

2. Jurnal, Artikel, Makalah, Internet & Sumber Lainnya E. Saefullah Wiradipradja, Konsekuensi Yuridis keanggotaan Indonesia dalam

WTO-GATS dan Pengaruhnya Terhadap Industri dan Perdagangan Jasa, Jurnal Hukum Internasional Unpad, Vol. I/I2002, Bandung, hlm. 5.

--------------, Refleksi Kontribusi Hukum dalam Menghadapi Perdagangan Bebas dan Industrialisasi, Syiar Madani, Vol.1 No.1 Maret 1999, hlm. 1-2.

Erman Radjagukguk, Pembaharuan Hukum Memasuki PJPT Kedua Dalam Era Globalisasi, Majalah Hukum dan Pembangunan, No. 6. Jakarta, 1993.

Iskandar Hoesin, Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita, Anak, Minoritas, Suku Terasing, Dll) Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Makalah Disajikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali, 14 - 18 Juli 2003. Hlm. Dapat dilihat dalam http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Perlindungan%20terhadap%20kelompok%20rentan%20-%20iskandar%20hosein.pdf.

Iskandar Hoesin, Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita, Anak, Minoritas, Suku Terasing, Dll) Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Makalah Disajikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional ke VIII Tahun 2003, Denpasar, Bali,14 - 18 Juli 2003. hlm. 1.

Page 32: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

30

Lembar Fakta No. 18 (Revisi 1), Hak Kelompok Minoritas, Ulang Tahun ke 50 Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM),1948-1998.

Sumaryo Suryokusumo, “Aspek Moral dan Etika Dalam Penegakan Hukum Internasional,” Disampaikan dalam Seminar Mengenai Pembangunan Hukum Nasional VIII, Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar, 14 - 18 Juli 2003, hlm. 2.

3. Dokumen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 Tentang

Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)

1948. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 1945. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dan Hak Ekonomi, Sosial,

dan Budaya 1966. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) disahkan melalui Resolusi 2106A (XX) Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa tanggal 21 Desember 1965.

Konvensi ILO tentang Diskriminasi berkenaan dengan Jabatan dan Pekerjaan No. 111/1958.

Konvensi UNESCO tentang Anti Diskriminasi dalam Bidang Pendidikan 1969. Konvensi Hak Anak 1989 Deklarasi UNESCO tentang Ras dan Prasangka Ras 1978. Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi

berdasarkan Agama dan Kepercayaan (Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or Belief) 1981. Tanggal 25 November 1981. Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/36/55, A/RES/36/55.

Deklarasi PBB tentang Hak Orang-Orang yang termasuk dalam Kebangsaan atau Sukubangsa, Agama dan Bahasa Minoritas.

Page 33: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

31

LAMPIRAN II PELAKSANA KEGIATAN Curriculum Vitae Pelaksana Kegiatan

A. Data identitas Diri

1 Nama Lengkap Ahmad Syofyan, S.H.,M.H 2 Jabatan Fungsional Asisten Ahli 3 Jabatan Struktural 4 NIP/NIK/Identitas lainnya 198203232009121003 5 NIDN 0023038206 6 Tempat dan Tanggal Lahir Jakarta, 23 Maret 1982

7 Alamat Rumah Mess Dosen Blok A2 Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1, Gedong Meneng, Bandar Lampung, 35145

8 Nomor Telepon/Faks/HP 081320172223/085268828292

9 Alamat Kantor Gedung B Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1, Gedong Meneng, Bandar Lampung, 35145

10 Nomor Telepon/Faks (0721) 704623 fax. (0721) 709911 11 Alamat e-mail [email protected]

12 Lulusan yang Telah dihasilkan

S-1= 2 orang; S-2= orang; S-3= Orang

13 Mata Kuliah yang Diampu

1. Hukum Internasional 2. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional 3. Hukum Laut Internasional 4. Hukum Organisasi Internasional 5. Hukum Humaniter

B. Riwayat Pendidikan

S-1

S-2

Nama Perguruan Tinggi

Universitas Tadulako Universitas Padjadjaran

Bidang Ilmu Ilmu Hukum/Hukum Internasional

Ilmu Hukum/Hukum Internasional

Tahun Masuk-Lulus 1999-2005 2006-2009 Judul Skripsi/ Thesis/ Disertasi

Tuntutan Kemerdekaan Suatu Wilayah Dalam Suatu Negara dan Hubungannya Dengan Hak Menentukan Nasib Sendiri Menurut Hukum Internasional (Suatu Tinjauan Terhadap Tuntutan Kemerdekaan Gerakan

Hak Menentukan Nasib Sendiri Dalam Hukum INternasional Dan Implikasinya Terhadap Integritas Kedaulatan Negara

Page 34: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

32

Aceh Merdeka Lepas Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Nama Pembimbing/ Promotor

Lembang Palipadang, S.H.,M.H & Zulkarnain S.H.,M.H

Prof. Dr. Yudha Bhakti Ardhiwisastra, S.H.,M.H & Rudi M Rizki, S.H.,LL.M

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir No

Tahun Judul Penelitian Pendanaan Sumber Jml (juta Rp)

1 2011 Model Kebijakan dalam Penentuan Zonasi, Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Lampung Selatan (Anggota)

DIPA BLU Universitas Lampung

Rp 10.000.000.

2 2011 Pengaturan Subsidi dan Pengenaan bea Masuk Imbalan (Countervailing duty) Menurut GATT dan WTO dan Implementasinya di Indonesia (Mandiri)

DIPA BLU Universitas Lampung

Rp 5.000.000

3 2012 Peranan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Penyelesaian Sengketa Internasional (Anggota)

DIPA BLU Fakultas Hukum, Universitas Lampung

Rp 7.500.000

4 2012 Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Menurut Hukum Internasional dan implementasinya di Indonesia (Mandiri)

DIPA BLU Kategori Dosen Yunior, Universitas Lampung

Rp 5.000.000

5 2012 Harmonisasi hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam Dasar Laut dan Landasan Kontinen dalam Perspektif Otonomi Daerah (Anggota)

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Rp. 80.000.000

7 2013 Integrasi Ekonomi Dan Harmonisasi Hukum Komunitas Ekonomi Asean 2015 Dan Implikasinya Terhadap Indonesia (Anggota)

DIPA BLU Kategori Dosen Senior Universitas Lampung

Rp. 15.000.000

8 2013 Perlindungan Hak Pekerja Migran Dalam Hukum Internasional Dan

DIPA BLU Fakultas

Rp. 7.500.000

Page 35: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

33

Implementasinya Di Indonesia (Anggota)

Hukum Universitas Lampung

9 2014 Perdebatan Perusahaan (Enterprise) Sebagai Subjek Hukum Internasional Berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 (Anggota)

DIPA BLU Fakultas Hukum Universitas Lampung

Rp. 8.000.000

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat Dalam 2 Tahun Terakhir No

Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pengabdian

Sumber Jml (Juta Rp)

1

2011 Penyuluhan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika di Indonesia disampaikan pada Sekolah Menengah Umum Al-Azhar III Bandar Lampung

DIPA PNBP Fakultas Hukum Universitas Lampung

Rp 5.000.000

2

2011 Penyuluhan Hukum Mengenai Perlindungan Hukum terhadap Anak di Madrasah Aliyah Diniyyah putri Lampung

DIPA PNBP Fakultas Hukum Universitas Lampung

Rp 5.000.000

3 2012 Hak Lintas Kapal-Kapal Asing dan penegakkan Hukum di Perairan Indonesia

DIPA BLU Universitas Lampung

Rp 5.000.000

4 2012 Penyebarluasan Pengetahuan tentang Tradisional Knowledge pada Anggota Ikatan Keluarga Lampung Barat (IKELAMBAR) Wilayah Pesisir Kota metro di Kota Metro

DIPA APBN Universitas Lampung

Rp 5.000.000

5 2013 Sosialisasi tentang Arti Penting Penerapan Empat Pilar Kebangsaan dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara Kepada Tokoh-Tokoh Masyarakat Di Desa Taman Indah Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur

DIPA BLU Universitas Lampung

Rp 5.000.000

6 2014 Penyuluhan Hukum Pornografi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2, SMKN 3, dan SMKN 4 Bandar Lampung

DIPA PNBP Fakultas Hukum Universitas Lampung

Rp 15.000.000

Page 36: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

34

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Nasional 2 Tahun Terakhir

No

Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun Nama Jurnal

1

Tanggung Jawab dalam Pencemaran Laut yang disebabkan Minyak Menurut Hukum Internasional

Vol 6/No. 1/2012. Januari – April 2012

Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

2

Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Menurut Hukum Internasional

Vol. 6/No.2/2012. Mei – Agustus 2012

Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

F. Pengalaman Penulisan Buku Dalam 5 Tahun Terakhir No

Judul Buku Tahun Penerbit

1

Negara Hukum Kesejahteraan: Bab dalam Buku dengan judul “Pengaturan Subsidi dan Pengenaan Bea Masuk Imbalan (Countervailing Duty) Menurut GATT dan WTO Serta Implementasinya di Indonesia”

seri Monograf, Volume 1, 2013

Pusat Kajian Konstitusi dan Perundang-undangan Fakultas Hukum-Universitas Lampung. ISBN 978-602-17813-0-2

2. Dimensi Hukum Internasional: Bab Dalam Buku dengan Judul: “Hak Menentukan Nasib Sendiri Secara Internal (Internal Self-Determination) Dalam Perspektif Hukum Internasional Dan Implementasinya di Indonesia”

Seri Monograf Volume 2 Tahun 2014

Pusat Kajian Konstitusi dan Perundang-undangan Fakultas Hukum-Universitas Lampung & Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung. ISBN 978-602-1245-17-0

3 Dimensi Hukum Internasional: Bab Dalam Buku dengan Judul: “Perlindungan Hak Pekerja Migran Dalam Hukum Internasional dan Implementasinya di Indonesia” (Penulis Kedua)

Seri Monograf Volume 2 Tahun 2014

Pusat Kajian Konstitusi dan Perundang-undangan Fakultas Hukum-Universitas Lampung & Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung. ISBN 978-602-1245-17-0

4 Hukum Laut Internasional Dalam Perkembangan dengan judul: “Ilegal, Unreported, Unregulated Fishing Menurut

Seri Monograf Volume 3

Justice Publisher, FH-Universitas Lampung, ISBN 978-602-1071-

Page 37: PERLINDUNGAN HAK-HAK KELOMPOK MINORITAS MENURUT HUKUM …

35

Hukum Internasional Dan Implementasinya Di Indonesia”

Tahun 2015 29-8

Bandar Lampung, 20 Maret 2015 Peneliti, Ahmad Syofyan, S.H.,M.H. NIP 198203232009121003