Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j
-
Upload
krida-singgih-kuncoro -
Category
Documents
-
view
838 -
download
7
Transcript of Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan Hasil Dan Kualitas Hasil j
PERLAKUAN HERBISIDA PADA SISTEM TANPA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.)
SKRIPSI
oleh: VILA RATNASARI LISTYOBUDI
132040012
JURUSAN AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2011
PERLAKUAN HERBISIDA PADA SISTEM TANPA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS
HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS
(Zea mays saccharata Sturt.)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Pertanian
Disusun oleh :
VILA RATNASARI LISTYOBUDI
132.040.012
JURUSAN AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Perlakuan Herbisida Pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Hasil Jagung Manis ( Zea mays saccharata Sturt. )
Nama Mahasiswa : Vila Ratnasari Listyobudi
Nomor Mahasiswa : 132040012
Program Studi : Agronomi
Menyetujui :
Pembimbing dan Penguji
Dr. Ir. Sri Wuryani, M.Agr Dr. Ir. Abdul Rizal AZ, MP Pembimbing I Penelaah I
Ir. Siwi Hardiastuti EK, SH., MP Dr. Ir. RR.Rukmowati B, M.Agr
Pembimbing II Penelaah II
Fakultas Pertanian
UPN “Veteran” Yogyakarta
Dekan
Dr. Ir. Abdul Rizal AZ, MP.
ABSTRAK
PERLAKUAN HERBISIDA PADA SISTEM TANPA OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL DAN KUALITAS HASIL JAGUNG
MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) Penelitian ini bertujuan untuk menentukan macam herbisida yang paling baik digunakan terhadap penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada lahan tanpa olah tanah dan menentukan dosis herbisida yang paling baik terhadap penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UPN ”Veteran” Yogyakarta, Desa Wedomartani, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian menggunakan percobaan lapangan dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor. Faktor dalam penelitian ini adalah perlakuan herbisida oxyfluorfen dosis 1-3 L/ha, perlakuan herbisida paraquat dosis 1-2 L/ha, perlakuan herbisida glifosat dosis 1-3 L/ha, ditambah satu perlakuan kontrol (tanpa herbisida). Parameter pengamatan meliputi analisis vegetasi, bobot kering gulma total (g), tinggi tanaman (cm), diameter batang (cm), bobot berangkasan (kg), panjang tongkol dengan kelobot per tanaman (cm), diameter tongkol dengan kelobot per tanaman (cm), bobot tongkol dengan kelobot per tanaman (g), bobot ekonomis tongkol dengan kelobot (kg), dan kadar gula total jagung manis (%). Hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada jenjang nyata 5% menggunakan uji Student Newman Keuls (SNK). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan herbisida pada sistem tanpa olah tanah memberikan pengaruh nyata antar perlakuan pada parameter tinggi tanaman 6 mst dan persentase gula total. Herbisida paraquat dosis 2 L/ha menunjukkan perlakuan paling baik pada parameter persentase gula total.
Kata kunci : Herbisida, Jagung Manis, Tanpa Olah Tanah (TOT)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Dili Timor-Timur pada tanggal 23 Februari 1987.
Penulis merupakan putri pertama dari ayah T. Giri Sulistyo dan ibu Florentina
Budiyarti.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMA STELLA DUCE 2 Yogyakarta dan pada
tahun yang sama diterima di UPN “Veteran” Yogyakarta. Penulis memilih Program
Studi Agronomi, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan di
kampus. Pada tahun 2005 penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan
Agronomi periode 2005/2006 sebagai anggota divisi minat dan bakat. Pada tahun
2006 menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Agronomi periode 2006/2007
sebagai anggota divisi minat bakat. Pada tahun 2007 menjadi pengurus Himpunan
Mahasiswa Jurusan Agronomi periode 2007/2008 sebagai Koordinator divisi
Advokasi & Humas serta menjadi Koordinator divisi Advokasi & Humas di Badan
Eksekutif Mahasiswa periode 2008/2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi yang berjudul
“Perlakuan Herbisida pada Sistem Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan,
Hasil dan Kualitas Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata
Sturt)”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas
bimbingan, saran dan dorongan dalam menghadapi keterbatasan, kesulitan yang
penulis alami selama menyelesaikan laporan penelitian ini, kepada:
1. Dr. Ir. Sri Wuryani, M. Agr selaku pembimbing I
2. Ir. Siwi Hardiastuti EK, SH., MP. selaku pembimbing II
3. Dr. Ir. Abdul Rizal AZ, MP. selaku penelaah I
4. Dr. Ir. RR. Rukmowati B., M. Agr selaku penelaah II
5. Kedua Orang tua dan adik tercinta
6. Sahabat- sahabat seperjuangan
Penulis telah berusaha melengkapi usulan skripsi ini dengan sebaik
mungkin, untuk itu segala saran dan kritk yang bersifat membangun sangat
diharapkan bagi penulis, agar nantinya dapat berguna untuk penyusunan laporan
resmi penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………....……..…….. ii
ABSTRAK …………………………………………………………… iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………..…….. v
DAFTAR ISI …………………………………………..……….. vi
DAFTAR TABEL ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………..….. 1
a. Latar belakang …….....…………………………….…….. 1
b. Identifikasi Masalah ……………………….….……….. 5
c. Tujuan Penelitian …………………….....……….………….. 5
d. Manfaat Penelitian ....……….…………….…………….......... 6
e. Kerangka Pemikiran .................................................................. 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .………………….……………….. 6
a. Tanaman Jagung ..........………………….…………………. 10
b. Gulma pada Pertanaman Jagung................................................ 15
c. Pengendalian Gulma dengan Herbisida...........………………… 16
d. Tanpa Olah Tanah (TOT) …….…….….……………………. 20
e. Hipotesis ...…...…….………..………………………........... 21
BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ......……….. 22
a. Tempat dan Waktu Penelitian ...……..….……………….. 22
b. Bahan dan Alat Penelitian ..................……………………….. 22
c. Metode Penelitian ….…….......……………………………… 22
d. Pelaksanaan Penelitian ....………………………………… 23
e. Parameter Pengamatan …...………………………………. 26
f. Analisis Hasil …...………………………………………. 29
BAB IV. HASIL DAN ANALISIS …………………………………… 30
a. Komponen Gulma …………………………………… 30
1. Analisis vegetasi …………………………………….. 30
2. Bobot kering gulma total ……………………………. 32
b. Komponen pertumbuhan …………………………… 34
1. Tinggi tanaman pada 4, 5, 6 mst …………………….. 34
2. Diameter batang pada 4, 5, 6 mst …………………… 35
3. Bobot Berangkasan ………………………………….. 36
c. Komponen Hasil …………………………………………… 37
1. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman……….. 37
2. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman……… 37
3. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman…………. 38
4. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot per tanaman.. 39
d. Komponen Kualitas Hasil …………………………… 40
1. Presentase Gula Total …………………………………… 40
BAB V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN …………………… 41
a. Pembahasan …………………………………………… 41
b. Kesimpulan …………………………………………… 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 48
LAMPIRAN ............................................................................................ 52
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Analisis vegetasi sebelum tanam ........................................ 30
2. Analisis vegetasi pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida… 31
3. Analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida… 32
4. Bobot kering gulma total 1 minggu sebelum tanam ………… 33
5. Bobot kering gulma total pada 3 dan 6 mst ……………..…… 34
6. Tinggi tanaman pada 4, 5, 6 mst ………………………… 34
7. Diameter batang pada 4, 5, 6 mst ………………………… 35
8. Bobot berangkasan tanaman ………………………… 36
9. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman ………… 37
10. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman ………………. 37
11. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman ………………….. 38
12. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot per tanaman ……….. 39
13. Presentase gula total …………………………………………... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
I. Denah percobaan ……………………………………52
II. Tata letak tanaman ………………………………….. 53
III. Deskripsi Jagung Manis ………………………….. 55
IV. Cara kerja Analisis Gula Total ………………………….. 56
V. Dosis herbisida dan pupuk ………………………….. 57
VI. Langkah – langkah kalibrasi ………………………….. 59
VII. Sidik Ragam parameter pengamatan ………………...….….. 60
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sweet corn (Zea mays saccharata Sturt.) dikenal dengan nama jagung manis
dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan
jagung biasa. Jagung manis mempunyai beberapa kelebihan antara lain rasanya manis
dan umur produksinya lebih singkat karena dapat dipanen pada umur 60-70 hari
setelah tanam, tergantung varietasnya. Jagung juga termasuk tanaman yang toleran
terhadap lingkungan (www.mitra.net.id, 2010)
Produktivitas jagung manis di Indonesia masih rendah bila dibandingkan
dengan negara lainnya terutama Amerika Serikat. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Budiastuti et al., (2001) menunjukkan hasil jagung manis hanya mencapai 4-5
ton/ha, sedangkan penelitian Suroto dan Haryanti (2001) juga menunjukkan hasil
jagung manis hanya mencapai 4,9 ton/ha sedangkan lahan pertanaman jagung manis
di Indonesia sebagian besar berupa lahan kering, masalah utama penanaman di lahan
kering adalah pemenuhan kebutuhan air sepenuhnya tergantung pada curah hujan,
kesuburan lahan bervariasi dan adanya erosi yang mengakibatkan penurunan
kesuburan lahan (Sarwanto dan Widiyastuti, 2000). Selain itu gulma tumbuh lebih
banyak dan populasinya padat (Sastroutomo, 1990).
Gulma berpengaruh buruk terhadap tanaman karena dapat mengurangi hasil dan
kualitas tanaman, disebabkan persaingan kebutuhan hidup seperti unsur hara, air,
cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Keberadaan gulma di sekitar tanaman budidaya
tidak dapat dielakkan terutama apabila pertanaman tersebut tidak dipelihara dengan
baik (Sastroutomo, 1990).
Hadirnya gulma pada periode permulaan siklus hidup tanaman dan pada
periode menjelang pembuahan akan berpengaruh terhadap hasil tanaman. Pada
periode tersebut tanaman sangat peka terhadap keberadaan gulma karena terjadi
persaingan yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga perlu
dilakukan pengendalian untuk mencegah menurunnya hasil panen. Periode ini
menggambarkan interval waktu untuk dua kompetisi terpisah, yaitu lamanya waktu
suatu tanaman harus bebas gulma sehingga gulma yang tumbuh kembali tidak
menurunkan hasil panen, dan lamanya waktu gulma tinggal bersama-sama dengan
tanaman, sebelum gulma mulai mengganggu pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk dilakukan pengendalian gulma pada periode yang tepat
(Zimdahl, 1980)
Pengendalian gulma di Indonesia umumnya dilakukan secara manual, namun
hal tersebut tidak didukung oleh tenaga kerja yang siap pada saat pengendalian gulma
harus dilakukan sehingga membuat pengendalian gulma terlambat. Selain itu,
permasalahan gulma menjadi semakin besar karena umumnya petani mempersiapkan
lahan dengan cara mengolah tanah secara intensif. Pengendalian secara manual
tersebut akan menjadi tidak efisien bila lahan pertanaman cukup luas, maka
penggunaan herbisida diharapkan dapat mengurangi tenaga manusia, tepat waktu dan
relatif singkat.
Dalam penerapan teknologi budidaya secara konvensional pada tanaman jagung
umumnya petani melakukan pengolahan tanah secara sempurna, pengolahan tanah
secara terus-menerus mengakibatkan adanya degradasi tanah sehingga kesuburan
tanah menurun. Olah Tanah Sempurna (OTS) dapat memberikan peluang bagi biji
gulma yang dorman untuk berkecambah akibat pembalikan tanah kemudian tumbuh
dan berkembang mengikuti pertumbuhan tanaman sehingga dapat mempengaruhi
produktivitas tanaman (Saragih dkk., 2000). Untuk mengatasi dampak negatif
tersebut maka diperlukan cara persiapan lahan siap tanam lainnya seperti Sistem
Tanpa Olah Tanah (TOT) yang merupakan salah satu alternatif dalam penyiapan
lahan untuk tanaman jagung. Dengan penerapan budidaya TOT, maka sisa tanaman
dan gulma yang ada dikendalikan dengan menyemprotkan herbisida.
Pada sistem produksi pertanian modern, penggunaan herbisida merupakan salah
satu faktor penyumbang dalam meningkatkan hasil pertanian. Meskipun demikian,
penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan
hidup dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok. Permasalahan ini muncul
ketika peningkatan kualitas hasil pertanian menjadi sorotan utama bagi masyarakat
(Metusala, 2006).
Kualitas yang diharapkan tidak hanya pada penampilan fisik produk, namun
yang lebih utama adalah keamanan pangan dan kandungan gizinya. Salah satu unsur
keamanan pangan adalah bebas dari cemaran senyawa kimia sintetik maupun organik
yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Cemaran kimia berbahaya ini umumnya
bersumber dari aplikasi pestisida (insektisida, herbisida, fungisida, dll) yang melebihi
dari dosis optimum serta cara aplikasi yang tidak tepat (Metusala, 2006). Oleh karena
itu, perlu adanya aplikasi yang tepat dalam penggunaannya khususnya herbisida.
Saat ini penggunaan herbisida di dunia semakin meningkat, mencapai 49.6%
dari volume total pestisida (Merrington et al., 2002). Penggunaan herbisida paraquat
di Bengkulu khususnya gramoxone juga meningkat, mencapai 100 ton lebih per
tahun. Hal ini karena kandungan racun dan bahan kimia yang dimiliki herbisida
paraquat mampu mengendalikan gulma lebih cepat, lebih ampuh dan harganya lebih
terjangkau serta lebih menghemat tenaga dibandingkan pengendalian secara mekanik
(Djafaruddin, 1995).
Herbisida yang banyak digunakan saat ini sekitar 70% adalah herbisida
berbahan aktif glifosat. Herbisida ini merupakan herbisida pasca tumbuh, sistemik,
non selektif yang diaplikasikan melalui daun, mempunyai spektrum luas, bersifat
translokatif kuat, tidak aktif dalam tanah, cepat terdegradasi dan mempunyai
kemampuan mengendalikan gulma tahunan. Gejala kematian gulma terlihat pada 2 –
4 minggu setelah aplikasi (Lamid et al., 1998). Herbisida pada pertanaman jagung
banyak digunakan untuk persiapan lahan dengan sistem tanpa olah tanah, sehingga
diperoleh keuntungan ganda yaitu hemat waktu dan tenaga terutama sebagai
pengganti pengendalian gulma secara manual ( Mawardi, 2005).
Oksifluorfen merupakan herbisida yang bersifat selektif yang merupakan
herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan sebelum tanaman tumbuh maupun
gulmanya tumbuh. Herbisida oksifluorfen ini dapat membunuh biji-biji gulma yang
akan berkecambah, sehingga biji-biji gulma tersebut tidak bisa tumbuh dan
berkembang (Hasanudin et al., 2001).
Penggunaan macam dan dosis herbisida yang tepat pada lahan TOT dapat
memberikan manfaat bagi petani, salah satunya dapat mengendalikan gulma yang
tumbuh seawal mungkin. Maka perlu adanya penelitian untuk mengetahui macam dan
dosis herbisida yang tepat untuk mengurangi pengaruh buruk pada tanaman jagung
manis. Sehingga dapat menekan laju pertumbuhan gulma dan memberi pengaruh
terbaik terhadap hasil dan kualitas hasil jagung manis pada lahan TOT.
B. Identifikasi Masalah
1. Manakah macam herbisida yang paling baik digunakan terhadap
penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada
lahan tanpa olah tanah?
2. Berapakah dosis herbisida yang paling baik terhadap penekanan
gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada lahan tanpa
olah tanah?
C. Tujuan Penelitian
1. Menentukan macam herbisida yang paling baik digunakan terhadap
penekanan gulma, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada
lahan tanpa olah tanah.
2. Menentukan dosis herbisida yang paling baik terhadap penekanan gulma,
hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis pada lahan tanpa olah
tanah.
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan peneliti tentang macam dan dosis herbisida
yang diaplikasikan terhadap hasil dan kualitas hasil jagung manis pada
lahan tanpa olah tanah.
2. Sebagai bahan pertimbangan petani dalam penggunaan herbisida pada
pertanaman jagung manis pada lahan tanpa olah tanah.
3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
E. Kerangka pemikiran
Produksi jagung manis di Indonesia belum memenuhi kebutuhan dalam negeri,
karena produksi tanaman jagung per satuan luas masih rendah. Dalam usaha
mempertahankan dan meningkatkan produksi tanaman, banyak dijumpai berbagai
masalah yang turut menentukan berhasil tidaknya pengusahaan tanaman tersebut.
Kendala pertama yang dihadapi di lapangan adalah persaingan tanaman jagung manis
dengan gulma (Syawal, 2005).
Kehadiran gulma pada tanaman jagung dapat menimbulkan kerugian karena
terjadinya kompetisi. Gulma yang siklus hidupnya singkat akan menghasilkan 15% -
16% dari total bobot kering selama 2-3 minggu setelah perkecambahan sedang
tanaman jagung hanya menghasilkan satu persen (Sastroutomo, 1992). Penurunan
hasil dapat mencapai 50% bila pengelolaan gulma kurang dapat perhatian (Moenandir
et al., 2001) oleh karena itu keberadaan gulma perlu ditekan agar tidak mengganggu
tanaman pokok.
Pengaruh gulma dapat terjadi secara langsung yaitu melalui persaingan unsur
hara, air, cahaya dan ruang tumbuh serta pengaruhnya secara tidak langsung yaitu
sebagai inang hama dan penyakit tanaman, sehingga pengendalian gulma perlu
dilakukan. Salah satu metodenya yaitu dengan pengendalian secara kimia (Metusala,
2006). Pengendalian secara kimia sangat erat kaitannya dengan penggunaan
herbisida. Herbisida berasal dari kata “herba” yang berarti tumbuhan pengganggu dan
“sida” artinya pembunuh atau mengendalikan gulma (Rukmana dan Saputra, 1999).
Penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan resistensi gulma sehingga efikasi herbisida menjadi rendah.
Umumnya petani memecahkan permasalahan resistensi gulma dengan cara
menggunakan herbisida dengan persistensi dan dosis yang tinggi. Akibatnya residu
logam-logam berat akan banyak terakumulasi di dalam tanah dan sulit terdegradasi
karena waktu paruhnya yang lama sehingga pada akhirnya menyebabkan kerusakan
struktur tanah dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok (Sutanto, 2002).
Dalam pelaksanaan TOT terkait sangat erat dengan herbisida, karena herbisida
diperlukan sebagai pengganti olah tanah untuk mematikan sisa-sisa tanaman musim
lalu dan untuk menyiapkan lahan tanam yang bebas dari gulma. Sistem TOT
menggunakan herbisida yang tepat berpengaruh baik terhadap tanaman dan dapat
meningkatkan hasil tanaman dan mampu mengendalikan gulma. Di samping itu TOT
juga efisien terhadap waktu dan tenaga kerja yang dibutuhkan sehingga
menguntungkan dibandingkan olah tanah sempurna (Lamid et al., 1998).
Penggunaan herbisida yang tepat dalam persiapan lahan dapat memberikan
manfaat bagi para petani antara lain dapat mengendalikan gulma yang tumbuh seawal
mungkin. Beberapa herbisida mampu mengendalikan gulma sejak pertumbuhan awal.
Namun dilain pihak penggunaan herbisida juga dapat menimbulkan perubahan-
perubahan dalam komposisi jenis gulma dan timbulnya jenis-jenis baru yang tadinya
tidak ada menjadi ada serta timbul gulma-gulma yang toleran terhadap beberapa jenis
herbisida (Sastroutomo, 1990). Untuk itu perlu diketahui macam dan dosis yang tepat
untuk menekan gulma dan pengaruhnya terhadap hasil dan kualitas hasil jagung
manis pada lahan tanpa olah tanah.
Penggunaan herbisida paraquat untuk pengendalian gulma diharapkan dapat
menekan pertumbuhan gulma lebih efektif dan efisien. Herbisida paraquat termasuk
herbisida kontak non selektif. Molekul herbisida ini setelah mengalami penetrasi ke
dalam daun dan bagian lain yang hijau, bila terkena sinar matahari akan bereaksi
menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat merusak membran sel dan seluruh
organ tanaman. Oleh karena itu tanaman kelihatan terbakar, namun herbisida ini tidak
mematikan organ perbanyakan gulma yang ada di dalam tanah. Herbisida ini
berspektrum luas dapat mengendalikan beberapa jenis gulma rumput dan daun lebar
dan hanya mematikan bagian tanaman yang berwarna hijau (Tjitrosoedirdjo et al.,
1984 cit.,Hardiastuti et al, 2005).
Herbisida lain yang sering digunakan adalah yang berbahan aktif glifosat.
Penggunaan herbisida berbahan aktif glifosat memiliki keuntungan yaitu hemat
waktu dan tenaga terutama sebagai pengendalian gulma secara manual. Glifosat
merupakan herbisida sistemik yang mempunyai spektrum luas dan bersifat non
selektif dan banyak digunakan untuk pengendalian alang-alang (Sriyani et al., 2001).
Mawardi (2005) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pada pengamatan 2
MST terlihat bahwa glifosat dengan dosis 1440 g/ha dan 1920 g/ha mampu menekan
pertumbuhan gulma pada budidaya jagung tanpa olah tanah.
Oksifluorfen sangat efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, gulma
berdaun sempit dan teki dipertanaman bawang merah, kakao, karet, kelapa sawit,
kedelai, kacang tanah, padi gogo, padi sawah, teh, ubi kayu, dan tebu (Herbisida
Handbook, 1983). Dengan penggunan oksifluorfen yang merupakan herbisida pra
tumbuh maka tujuan penggunaan herbisida ini adalah untuk mengendalikan gulma
seawal mungkin sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan pada awal periode kritis
tanaman. Diharapkan pada periode kritis ini area pertanaman bisa bebas dari gulma
sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat optimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Jagung
Sweet corn atau jagung manis sudah sejak lama dikenal oleh bangsa Indian,
Amerika. Hal ini terbukti ketika tahun 1779 Sullivar melakukan ekspedisi melawan
suku Indian. Dalam perjalanannya melalui sungai Susquehenna, ia menemukan
ladang jagung manis. Pada tahun 1832, sweet corn telah banyak ditanam di Amerika
sampai tahun 1866 telah ada 16 varietas (Palungkun dan Budiarti, 2000).
Jagung telah tersebar di seluruh Indonesia. Daerah-daerah penghasil jagung
yang telah tercatat antara lain Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku (AAK, 1993). Klasifikasi jagung manis adalah
sebagai berikut : Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Poales
(Graminales), Famili Poaceae (Graminae), Genus Zea, Spesies Zea mays, Varietas
Zea mays saccharata Sturt.
Menurut Subekti et al., (2002) berdasarkan bentuk dan struktur biji jagung
dapat diklasifikasikan sebagai berikut : jagung mutiara (Z. mays indurate), jagung
gigi kuda (Z. mays indentata), jagung manis (Z. mays saccharata), jagung pod (Z.
tunicate sturt), jagung berondong (Z. mays everta), jagung pulut (Z. ceritina Kulesh),
jagung QPM (Quality Protein Maize), jagung minyak tinggi (High Oil). Sifat manis
pada sweet corn disebabkan oleh adanya gen su-1 (sugary), bt-2 (brittle), dan sh-2
(shrunken). Gen ini dapat mencegah pengubahan gula menjadi zat pati pada
endosperm sehingga jumlah gula yang ada kira-kira dua kali lebih banyak
dibandingkan jagung biasa (Palungkun dan Budiarti, 2000).
Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan jagung
biasa. Perbedaan antara kedua jagung tersebut umumnya pada bunga jantan. Bunga
jantan jagung manis berwarna putih krem, sedangkan pada jagung biasa kuning
kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa
berwarna merah.
Jagung manis mengandung lebih banyak gula pada endospermnya daripada
jagung biasa dan pada proses pematangan, kadar gula yang tinggi menyebabkan biji
keriput. Keadaan yang keriput inilah yang membedakannya dengan biji jagung biasa.
Selain itu tinggi tanaman jagung manis sedikit lebih pendek daripada jagung biasa.
Perbedaan lainnya adalah jagung manis berumur lebih genjah dan memiliki tongkol
yang lebih kecil dibandingkan jagung biasa. Tongkol biasanya sudah siap panen
ketika tanaman berumur 60-70 hari (Palungkun dan Budiarti, 2000).
Jagung merupakan tanaman berumah satu monoecious dimana letak bunga
jantan dan betina terpisah pada satu tanaman dan bunga jantan terbentuk pada ujung
batang, sedangkan bunga betina terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung
bersifat protandry dimana bunga jantan umumnya tumbuh 1-2 hari sebelum
munculnya rambut pada bunga betina (Subandi et al., 1988). Bunga jantan
mengandung banyak bunga kecil pada ujung batangnya yang disebut tassel. Tiap
bunga kecil tersebut terdapat tiga buah benang sari. Bunga jantan yang terbungkus ini
di dalamnya terdapat benang sari.
Bunga betina juga mengandung banyak bunga kecil yang ujungnya pendek
dan datar, pada saat masak disebut tongkol. Setiap bunga betina mempunyai satu
putik (Palungkun dan Budiarti, 2000). Bunga terbentuk pada saat tanaman sudah
mencapai pertengahan umur. Sel telur yang terdapat pada bunga betina dilindungi
oleh tangkai putik, sedangkan yang berbentuk benang biasanya disebut rambut
(AAK, 1993). Lebih kurang 95% dari bakal biji terjadi karena perkawinan silang dan
hanya 5% terjadi perkawinan sendiri. Hampir semua tepung sari yang menyerbuki
putik datang dari malai tanaman terdekat, tetapi tepung sari dapat diterbangkan angin
sampai sejauh 1 kilometer (Suprapto, 1990).
Sistem perakaran jagung terdiri atas akar primer, akar lateral, akar horizontal,
dan akar udara. Akar primer adalah akar yang pertama kali muncul pada saat biji
berkecambah dan tumbuh ke bawah. Akar lateral adalah akar yang tumbuh
memanjang ke samping. Akar udara adalah akar yang tumbuh dari bulu-bulu di atas
permukaan tanah (Najianti dan Danarti, 1992). Tanaman jagung berakar serabut,
menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang 25 cm (Suprapto, 1990).
Warisno (1998), mengemukakan bahwa batang tanaman jagung bulat silindris
dan tidak berlubang tetapi padat dan berisi berkas-berkas pembuluh sehingga makin
memperkuat berdirinya batang. Batang jagung beruas-ruas dan pada bagian pangkal
batang beruas cukup pendek dengan jumlah sekitar 8-20 ruas. Rata-rata panjang
(tinggi) tanaman jagung antara 1 sampai 3 meter di atas permukaan tanah. Batang
tanaman jagung dapat tumbuh membesar dengan diameter sekitar 3-4 cm.
Daun jagung berbentuk pita atau garis. Selain itu, tanaman juga mempunyai
ibu tulang daun yang terletak tepat di tengah-tengah daun. Jumlah daun sekitar 8-48
helai setiap batangnya, tergantung pada jenis atau varietas yang ditanam. Panjang
daun 30-45 cm dan lebarnya antara 5-15 cm (Warisno, 1998).
Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Pada tongkol
tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung terdapat
rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus (kelobot). Pada
setiap tanaman jagung terbentuk 1-2 tongkol. Bakal biji yang sudah siap diserbuki
ditandai dengan rambut yang memanjang dan keluar melalui sela-sela antara tongkol
dan kelobot. Pada setiap bakal biji selalu terdapat tangkai putik berupa rambut.
Semakin bunga betina siap untuk dibuahi, maka semakin bertambah jumlah rambut
yang keluar melewati ujung tongkol jagung (AAK, 1993). Biji tersusun rapi pada
tongkol, setiap tongkol terdiri atas 10-14 baris, sedangkan setiap tongkol terdiri
kurang lebih 200-400 butir (Muhajir, 1988).
Sweet corn mempunyai tipe pertumbuhan determinate. Sweet corn tergolong
jagung yang berumur genjah. Umur panen tanaman ini tergantung pada jenisnya.
Umumnya sweet corn siap dipanen pada umur 60-70 hari setelah tanam, tetapi di
daerah dataran tinggi umur panen dapat mencapai 80 hari. Jagung termasuk tanaman
C-4 yang mampu beradaptasi dengan baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan
dan hasil.
Tanaman C-4 dapat beradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti
intensitas radiasi matahari yang tinggi dengan suhu siang dan malam yang tinggi
pula, curah hujan rendah, serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat-sifat yang
menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C-4 antara lain aktivitas fotosintesis
pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah
serta efisien dalam penggunaan air. Meskipun demikian jagung memerlukan air yang
cukup selama masa pertumbuhannya, khususnya saat menjelang berbunga dan
pengisian biji (Muhajir, 1988).
Rukmana (1997), mengemukakan bahwa jagung terutama ditanam di dataran
rendah, baik tegalan, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi di musim kemarau,
tetapi juga dapat pula ditanam pada ketinggian 1000-1800 m dpl. Pertanaman jagung
sangat memerlukan drainase dan aerasi yang baik. Tanah yang baik untuk
pertumbuhan jagung adalah tanah yang gembur dan subur, kaya humus, menghendaki
tanah yang bertekstur lempung, lempung berdebu atau lempung berpasir.
Tanaman jagung toleran terhadap reaksi kemasaman tanah pada kisaran pH
5,5-7,0. Tingkatan keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah
pada pH 6,8 dan memberikan hasil tertinggi pada pH tersebut. Lahan kering di
Indonesia sebagian besar adalah tanah podsolik merah kuning yang pH rata-ratanya
rendah (masam) (Rukmana, 1997)
B. Gulma pada pertanaman jagung
Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki atau tumbuhan
yang tumbuh tidak sesuai dengan tempatnya dan memiliki pengaruh negatif, sehingga
kehadirannya tidak dikehendaki manusia. Oleh karena itu tumbuhan apapun,
termasuk tanaman yang biasa dibudidayakan (crop plants), biasa dikategorikan
sebagai gulma bila tumbuh di tempat dan pada waktu yang salah (Rukmana dan
Saputra, 1999).
Rukmana dan Saputra (1999), mengemukakan bahwa keberadaan gulma pada
areal tanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian baik dari segi kuantitas maupun
kualitas produksi. Kerugian yang ditimbulkan gulma diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. penurunan hasil pertanian akibat persaingan langsung dalam perolehan
air, udara, unsur hara, cahaya matahari dan tempat hidup.
2. penurunan kualitas hasil karena tercampurnya biji tanaman budidaya
dengan biji atau bagian gulma yang lain.
3. menjadi inang hama dan penyakit.
4. membuat tanaman budidaya keracunan akibat senyawa racun
(alelokimia) yang dikeluarkan oleh gulma, seperti zat phenol dan
absisthin.
5. mempersulit pekerjaan di lapangan dan dalam pengolahan hasil.
6. menghambat atau bahkan merusak alat pertanian terutama alat
pengolah tanah.
7. mengurangi jumlah air.
8. menghambat lalu lintas air serta dapat menimbulkan pendangkalan.
9. meningkatkan biaya produksi, karena tenaga kerja dan waktu untuk
pengolahan tanah, penyiangan dan pemeliharaan selokan akan
bertambah.
Gulma dominan pada jagung adalah dari golongan rumput, menyusul
golongan daun lebar dan paling sedikit dari golongan tekian, diantaranya yaitu D.
ciliaris, A. conyzoides, P. distichum, E. indica, B. latifolia, C. rotundus, P. niruri, C.
doctylon, A. phyloxeroides, S. nodiflora, S. anthelmia, dan E. colona (Bangun, 1985).
Sedangkan menurut Rukmana dan Saputra (1999), gulma yang banyak tumbuh pada
areal pertanaman jagung antara lain Babandotan (A. conyzoides), Putri malu (M.
pudica), Meniran (P. niruri), Jampang (D. ciliaris), Teki (Cyperus rotundus),
Jejagoan (E. crus-galli), Kakawatan (C. dactylon), Gelang atau Krokot (P. aleracea),
Alang-alang (I. cylindrical), Rumput belulang (E. indica), Das-dasan (F. miliaceae),
Bayam duri (A. spinosus) dan Semanggi (M. crenata).
C. Pengendalian Gulma dengan herbisida
Pengendalian gulma sudah merupakan suatu keharusan pada budidaya
jagung. Umumnya petani mengendalikan gulma secara manual dengan menggunakan
tangan sehingga sangat mahal dan tidak efisien (Sasmita et al., 2005). Teknik
pengendalian gulma ada beberapa cara antara lain dengan cara manual, mekanis,
kultur teknis, biologi dan kimiawi.
Pengendalian gulma secara manual akan menjadi masalah apabila
pengusahaan tanaman jagung dalam skala luas dan ada keterbatasan ketersediaan
tenaga kerja serta biaya (Sebayang, 2002). Pengendalian gulma secara kimiawi
adalah pengendalian yang menggunakan bahan kimia yang menghambat dan
mematikan gulma. Dalam hal ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kemanjuran
(efikasi), keamanan bagi aplikator maupun lingkungan serta aspek ekonominya
(Triharso, 1996).
Pengendalian secara kimia sangat erat kaitannya dengan penggunaan
herbisida. Herbisida berarti senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan gulma. Herbisida merupakan bahan kimia dalam pengendalian gulma,
serta memberikan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Adapun keuntungan yang
diberikan oleh herbisida adalah sebagai berikut:
1. dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu.
2. dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman.
3. lebih efektif membunuh gulma tahunan.
4. dalam dosis rendah dapat sebagai hormon tumbuh.
Di samping kelebihan dan keuntungan, herbisida juga mempunyai
kekurangan-kekurangan yang dapat merugikan. Kelemahan itu antara lain adalah
herbisida dapat menimbulkan: a) species gulma yang resisten, b) polusi dan c) residu
yang dapat meracuni tanaman (Sukman & Yakup, 2002).
Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dibedakan menjadi dua, yaitu herbisida
kontak dan sistemik. Herbisida kontak adalah herbisida yang mampu mematikan
setiap bagian gulma, terutama bagian yang berklorofil. Efek herbisida kontak sangat
cepat namun kelemahannya tidak dapat mematikan bagian tanaman yang berada di
dalam tanah. Sedangkan herbisida sistemik adalah herbisida yang mematikan gulma
dengan meracuni sistem fisiologis, mengganggu sintesis enzim serta menghambat
metabolism gulma. Herbisida ini mudah ditranslokasikan ke seluruh bagian tumbuhan
(Rukmana dan Saputra, 1999).
Ditinjau dari segi kesehatan dan lingkungan, penggunaan herbisida yang
tidak terkontrol sering menimbulkan permasalahan atas bahaya residu yang
ditinggalkan. Di dalam tanah, umumnya residu herbisida berinteraksi dengan partikel
tanah dan akar tanaman. Herbisida yang jatuh sampai ke tanah, selain diabsorbsi oleh
partikel tanah juga berada dalam larutan tanah dan bergerak ke segala arah termasuk
diserap akar tanaman.
Sasongko (1998) pernah meneliti pada tanah Vertisol, Inseptisol dan ultisol
yang diambil dari areal pertanaman tebu yang telah disemprot Atrazine dengan dosis
6 kg/ha, kemudian dimasukkan ke dalam paralon dan dicuci dengan air. Pada air
cucian ditemukan residu herbisida 0,010 ug/l untuk tanah Vertisol, 0,109 ug/l pada
tanah Inseptisol dan 0,120 ug/l pada tanah Ultisol; sedangkan jumlah herbisida
selebihnya belum diketahui distribusinya. Bila herbisida diaplikasikan ke dalam tanah
maka herbisida tersebut dapat mengalami beberapa hal sebagai berikut : tercuci
(leaching) keluar daerah perakaran, diikat oleh partikel tanah dan bahan organik,
mengalami penguraian (degradasi), diabsorbsi/diserap oleh tanaman dan menguap
bila tekanan uapnya tinggi.
Herbisida paraquat merupakan herbisida kontak non selektif yang
berspektrum luas dalam pengendalian gulma dan hanya mengendalikan bagian
tanaman yang berhijau daun/berklorofil. Baik untuk mengendalikan gulma berdaun
sempit seperti, D. ciliaris, E. indica dan C. rotundus. Oxyfluorfen merupakan
herbisida yang diaplikasikan lewat tanah sebagai herbisida pra tumbuh. Herbisida
tersebut cepat menunjukkan gejala terbakar pada gulma. Lehnen et. al. (1995) dan
Kendig (1996) mengemukakan bahwa mekanisme penghambatan oleh oxyfluorfen
adalah menghambat enzyme protoporprinogen oxydase (Protox).
Herbisida glifosat termasuk herbisida sistemik berspektrum luas dengan
pengembangan teknologi formulasi yang canggih untuk mengendalikan gulma secara
tuntas dan pengendalian dalam waktu lama disbanding herbisida lain yang ada.
Glifosat efektif untuk mengendalikan alang-alang, tekian, rumputan dan gulma daun
lebar pada pertanaman jagung. Dosis dalam penggunaan herbisida diartikan dengan
jumlah bahan aktif yang digunakan untuk mengendalikan gulma per satuan luas
tertentu sehingga dosis aplikasi yang dianjurkan untuk mengendalikan gulma berkisar
antara 1-3 L/ha.
Ditinjau dari segi waktu pemberian herbisida dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu, herbisida pra-tanam, herbisida pra-tumbuh, dan herbisida pasca tumbuh.
Herbisida pra-tanam, diaplikasikan pada lahan sebelum atau pada waktu tanah diolah
tetapi belum ditanami. Herbisida pra-tumbuh diberikan sebelum gulma dan tanaman
tumbuh. Efektifitas herbisida akan maksimal bila tanahnya tidak berbongkah-
bongkah. Herbisida pasca tumbuh disemprotkan bila gulma dan tanaman sudah
tumbuh bersama-sama. Pada keadaan ini herbisida harus benar-benar selektif dalam
arti kata dapat mematikan gulma tetapi aman bagi tanaman budidaya. Selektifitas
dapat ditingkatkan dengan memilih herbisida yang cocok untuk tanaman dan sesuai
dengan gulma sasaran (Sasmita et al., 2005).
D. Tanpa Olah Tanah (TOT)
Teknologi tanpa olah tanah merupakan salah satu teknik persiapan lahan atau
budidaya tanaman yang termasuk dalam rumpun teknologi olah tanah konservasi.
Pada TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali untuk alur kecil atau lubang
tugalan untuk penempatan benih. Sebelum tanam, gulma dapat dikendalikan dengan
herbisida yang layak dan ramah lingkungan lainnya. TOT banyak sekali membantu
mengendalikan gulma sehingga biaya persiapan lahan menjadi relatif murah dan
sederhana (Ardjasa et al., 1994).
Teknik TOT dapat diterapkan dengan baik pada berbagai tipe tanah, terutama
tanah lempung berpasir sampai lempung berliat, tanah berdrainase baik (TOT padi
sawah) maupun berdrainase buruk (TOT lahan kering), dan tanah datar sampai
berbukit. TOT umumnya meningkatkan kelembaban tanah dengan berkurangnya
evaporasi. Di daerah dengan curah hujan rendah dan tanah yang dapat menyimpan
air, peningkatan kelembaban tanah akan meningkatkan penyerapan nutrisi yang pada
akhirnya meningkatkan produktivitas. Dengan meningkatnya kelembaban tanah, suhu
tanah menjadi lebih rendah (Utomo, 2000).
Pada penelitian Mawardi (2005) diungkapkan penggunaan herbisida glifosat
dosis 2 L/ha dan 3 L/ha member pengaruh bobot kering gulma total pada pengamatan
5 dan 8 MST dan menunjukkan bahwa seluruh perlakuan TOT + glifosat efektif
mengendalikan gulma, hal ini disebabkan karena herbisida glifosat setelah diabsorbsi
oleh daun, lalu ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma.
Herbisida glifosat dengan sistem TOT dapat dianjurkan karena mampu
memberikan hasil yang sama dengan Olah Tanah Sempurna juga lebih efisien ditinjau
dari biaya dan tenaga kerja. Secara umum dari pertumbuhan dan hasil tanaman
jagung dapat disimpulkan bahwa herbisida yang diuji pada sistem TOT tidak
membahayakan sehingga tidak mempengaruhi hasil tanaman jagung (Mawardi,
2005). Sistem tanpa olah tanah dengan pendangiran (TOT-D) menghasilkan jagung
manis sebesar 9,323 ton/ha yang sama dengan sistem olah tanah minimum dan olah
tanah intensif dengan pendangiran serta olah tanah intensif bermulsa (Setiawan,
2005).
E. Hipotesis
Diduga pengendalian gulma pada pertanaman jagung manis menggunakan
macam herbisida yang berbahan aktif glifosat kalium dengan dosis aplikasi 3 L/ha
dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap hasil dan kualitas hasil jagung manis
serta terhadap penekanan pertumbuhan gulma pada lahan tanpa olah tanah.
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”
Yogyakarta, Desa Wedomartani, Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketinggian tempat ± 115 m dpl dengan jenis
tanah Regosol. Waktu pelaksanaan percobaan adalah bulan Februari 2011 hingga
April 2011.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih jagung manis Hibrida, herbisida
oxyfluorfen dosis 1-3 L/ha, herbisida paraquat dosis 1-2 L/ha, herbisida glifosat dosis
1-3 L/ha, urea 450 kg/ha, SP 36 200 kg/ha, KCL 200 kg/ha, furadan 3G, Matador 25
EC. Sedangkan alat yang diperlukan yaitu tugal, cangkul, cetok, sabit, sprayer, alat
tulis, label, kantong plastik, jangka sorong, gelas ukur volume 1000 ml, timbangan
analitik, meteran gulung, gunting, kuadran, penggaris, oven.
C. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan percobaan lapangan dengan Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor. Faktor dalam penelitian ini adalah:
Herbisida oxyfluorfen dosis 1 L/ha
Herbisida oxyfluorfen dosis 2 L/ha
Herbisida oxyfluorfen dosis 3 L/ha
Herbisida paraquat dosis 1 L/ha
Herbisida paraquat dosis 1,5 L/ha
Herbisida paraquat dosis 2 L/ha
Herbisida glifosat dosis 1 L/ha
Herbisida glifosat dosis 2 L/ha
Herbisida glifosat dosis 3 L/ha
Sehingga didapat 9 perlakuan dengan 3 ulangan, ditambah 1 perlakuan
kontrol (dengan gulma dan tanpa herbisida) dan jumlah petak total adalah ((3 x 3) +
1) x 3 ulangan = 30 petak percobaan. Setiap petak berukuran 4 m x 2 m dengan jarak
tanam 70 x 25 cm dan terdiri atas 60 tanaman sehingga total tanaman 1620 tanaman.
Setiap petak diambil 5 sampel.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Analisis vegetasi
Analisis vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat dalam bentuk petak
contoh 0,5 m x 0,5 m dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada saat 1 minggu sebelum
tanam, 3 minggu setelah tanam dan 6 minggu setelah tanam.
2. Persiapan lahan
Membuat blok-blok pada lahan percobaan sebanyak 3 blok, dan setiap blok
dibuat petak percobaan sebanyak sepuluh petak dengan ukuran 4 m x 2 m; jarak antar
petak 40 cm dan jarak antar blok 70 cm. Perlakuan TOT, lahan tanpa dilakukan
pengolahan dan disemprot dengan herbisida, untuk perlakuan OTS dilakukan
pengolahan dan disemprot dengan herbisida, sedangkan perlakuan kontrol dilakukan
pengolahan, disiangi dan tanpa disemprot herbisida. Masing-masing petak perlakuan
TOT dan OTS dilakukan penyemprotan dengan herbisida sesuai dengan perlakuan
dengan volume semprot 400 L/ha. Penyemprotan dilakukan 1 minggu sebelum
tanam.
3. Penanaman
Benih ditanam dua butir per lubang dengan kedalaman 3-5 cm dengan jarak
tanam 70 x 25 cm, setelah berumur satu minggu dilakukan penjarangan dengan cara
memotong salah satu tanaman sehingga tiap lubang tinggal satu tanaman. Kebutuhan
benih untuk percobaan ini adalah 3240 butir.
4. Pemeliharaan tanaman
a. Pemupukan
Dosis pemupukan jagung manis untuk setiap hektarnya yaitu pupuk urea
sebanyak 450 kg/ha, pupuk SP 36 sebanyak 200 kg/ha, dan pupuk KCL
sebanyak 200 kg/ha. Adapun waktu pemberian pupuk Urea dibagi menjadi 3
tahap, yaitu pada awal tanam, pupuk susulan I dan pupuk susulan II masing-
masing 150 kg/ha. Pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam, yaitu
1/3 bagian urea, SP 36 dan seluruh bagian KCL diberikan saat tanam. Pupuk
Urea sebagai pupuk susulan I yang diberikan setelah tanaman jagung berumur
30 hari setelah tanam. Sedangkan pupuk susulan II diberikan saat tanaman
jagung 50 hari setelah tanam yaitu 1/3 bagian lainnya
b. Penyulaman
Penyulaman dilakukan bila ada benih yang tidak tumbuh dan dilakukan
maksimal satu minggu setelah tanam agar diperoleh keseragaman tanaman.
c. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan mengamati kondisi kelembaban lahan,
terutama pada fase awal pertumbuhan dan saat pembentukan tongkol dengan
bantuan alat gembor dan selang. Penyiraman dilakukan pada saat pagi atau
sore hari.
d. Pengendalian hama dan penyakit
Pada saat menanam benih diberi furadan 3G dengan dosis 20 kg/ha pada
lubang tanam untuk mencegah hama pada awal pertumbuhan. Pengendalian
hama dilakukan dengan menyemprotkan Matador 25 EC dengan konsentrasi
1-2 ml/L pada saat ambang ekonomis tanaman.
E. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan dilakukan terdiri atas pengamatan gulma, pengamatan
pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil jagung manis.
1) Pengamatan Gulma
a. Analisis vegetasi
Analisis dilakukan 3 kali yaitu 1 minggu sebelum tanam, 3 minggu setelah
tanam dan 6 minggu setelah tanam dengan menggunakan metode kuadrat. Cara
perhitungan analisis vegetasi adalah sebagai berikut (Tjitrosoedirjo et al., 1984) :
1. Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis = jumlah individu jenis itu dalam
petak contoh.
Kerapatan Nisbi (KN) suatu jenis = esiesKMsemua sp
pesiesKM suatu s x 100%
Dominansi Mutlak (DM) suatu jenis = jumlah dari nilai biomassa dari
jenis tersebut.
Dominansi Nisbi (DN) suatu jenis esiesDMsemua sp
pesiesDM suatu s x 100%
Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis = jumlah unit sampel yang terdapat
dari spesies tersebut.
Frekuensi Nisbi (FN) suatu spesies =pesiesFM semua s
tersebutFM spesies x 100%
2. Nilai penting suatu jenis = KN + DN + FN
3. SDR (Summed Dominance Ratio) = Nilai penting/3
b. Bobot kering gulma total
Merupakan total seluruh bobot kering gulma pada setiap petak percobaan
pada 1 minggu sebelum tanam, 3 minggu dan 6 minggu setelah tanam. Data ini
diperoleh dengan mencabut semua gulma yang ada di dalam petak contoh kemudian
dioven pada suhu 80 0C sampai beratnya konstan. Setelah itu ditimbang dengan
timbangan analitik.
2) Pengamatan pertumbuhan tanaman jagung manis
a. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari leher akar sampai ujung daun
tertinggi. Pengamatan dilakukan umur 4, 5 dan 6 mst.
b. Diameter batang (cm)
Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur diameter batang yang terdapat
diatas ruas ketiga dari pangkal akar dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan
dilakukan umur 4, 5 dan 6 mst.
c. Bobot brangkasan (kg)
Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang seluruh brangkasan tanaman
sampel pada saat panen.
3) Pengamatan hasil tanaman jagung manis
a. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)
Pengukuran ini dilakukan pada tanaman sampel dengan cara mengukur
panjang tongkol berkelobot. Pengukuran ini dilakukan saat panen.
b. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)
Pengukuran ini dilakukan pada tanaman sampel dengan cara mengukur
diameter tongkol berkelobot. Lingkar tongkol yang diukur berada pada ½ panjang
tongkol. Pengukuran ini dilakukan saat panen.
c. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman (g)
Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang tongkol tiap tanaman sampel
pada saat panen.
d. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot (kg)
Pengamatan ini dilakukan dengan menimbang tongkol yang telah dipotong
ujungnya 1/3 bagian dan mengurangi beberapa kelobot yang paling luar tiap petak
sampel pada saat panen.
4) Pengamatan kualitas jagung manis
a. Kadar gula biji jagung manis (%)
Pengukuran ini dilakukan dengan metode Spektrofotometri Nelson-Somogy
untuk mengukur gula total yang ada didalam jagung manis. Pengukuran ini dilakukan
di Lab. CV. Chemical Pratama. Dilakukan setelah panen umur 70 hari. Langkah kerja
analisis terdapat pada lampiran IV.
F. Analisis Hasil
Data hasil pengamatan dianalisis keragamannya dengan sidik ragam pada
jenjang nyata 5% menggunakan uji Student Newman Keuls (SNK) dan dihitung
menggunakan program SPSS.
30
IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL
A. Komponen Gulma
1. Analisis Vegetasi
a. Analisis vegetasi sebelum tanam.
Hasil analisis vegetasi gulma sebelum tanam. Hasil analisis
vegetasi menunjukkan bahwa sebelum dilakukan tanam terdapat 11 jenis
gulma. Gulma yang mendominasi lahan tersebut adalah gulma Cyperus
compressus dengan nilai Nisbah Jumlah Dominan (NJD) sebesar 32,35 %,
kemudian diikuti gulma Eleucene indica dengan nilai NJD 30,49 % dan
Cynodon dactylon dengan nilai NJD 11,22 %. Hasil analisis vegetasi
gulma disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Analisis vegetasi sebelum tanam. Nama Gulma NJD (%)
Daun lebar Ageratum conyzoides
3,35
Commelina benghalensis 2,69 Portulaca oleracea 3,49 Tekian Fimbristylis dichotoma
6,24
Cyperus compressus 32,35 Cyperus rotundus 3,43 Echinochloa colona 2,14 Rumputan Cynodon dactylon
11,22
Dygitaria sp 2,05 Eleucene indica 30,49 Eragrostis tenella 2,55 Total 100
31
b. Analisis vegetasi pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida
Hasil analisis vegetasi gulma 3 minggu setelah perlakuan herbisida
menunjukkan bahwa terjadi penambahan jumlah spesies gulma dari 11
sepesies gulma menjadi 13 spesies gulma. Hasil NJD pada semua petak
menunjukkan bahwa gulma dominan adalah Cynodon dactylon kecuali
petak control didominasi gulma Fimbritylis miliacea. Hasil analisis
vegetasi gulma disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Analisis vegetasi pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida (%). Nama gulma/perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daun lebar Ageratum conyzoides
-
13,93
8,08
-
21,73
-
-
-
-
-
Euporbia prunifolia Commelina benghalensis Legumminose sp Phyllanthus fraternus
7,45 - - -
- -
1,04 -
- - - -
- - - -
- 3,43
1,64 8,24
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
- - - -
Tekian Fimbritylis miliacea
22,86
-
20,34
-
-
-
-
-
-
26,42
Cyperus compressus 10,50 - 2,04 - 2,45 - - - - - Cyperus rotundus
20,8 15,99 8,42 20,85 - 14,64 - 31,03 - 20,32
Rumputan Cynodon dactylon
17,4
67,08
61,12
79,15
45,4
85,36
100
68,97
100
32,36
Dygitaria sp Digitaria longiflora
8,42 1,53
- -
- -
- -
- 6,31
- -
- -
- -
- -
- 20,9
Eleucene indica Eragrostis tenella
- 11,04
- 1,96
- -
- -
- 10,8
- -
- -
- -
- -
- -
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Keterangan: 1= Kontrol 2= oxyfluorfen dosis 1L/ha 3= oxyfluorfen
dosis 2L/ha 4= oxyfluorfen dosis 3L/ha 5= paraquat dosis 1L/ha 6= paraquat dosis 1,5L/ha 7=paraquat dosis 2L/ha 8= glifosat dosis 1L/ha 9= glifosat dosis 2L/ha 10 = glifosat 3L/ha
c. Analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida
Hasil analisis vegetasi gulma pada 6 minggu setelah perlakuan
herbisida menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah spesies gulma
32
dari 13 sepesies gulma pada 3 minggu setelah perlakuan herbisida menjadi
22 spesies gulma. Hasil NJD pada semua petak menunjukkan bahwa
gulma dominan yaitu Cynodon dactylon dan Digitaria longiflora. Hasil
analisis vegetasi gulma pada 6 msa dapat dilihat pada lampiran X. Hasil
analisis vegetasi gulma disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida (%)
Keterangan: 1= Kontrol 2= oxyfluorfen dosis 1L/ha 3= oxyfluorfen dosis 2L/ha 4= oxyfluorfen dosis 3L/ha 5= paraquat dosis 1L/ha 6= paraquat dosis 1,5L/ha 7=paraquat dosis 2L/ha 8= glifosat dosis 1L/ha 9= glifosat dosis 2L/ha 10 = glifosat 3L/ha
2. Bobot kering gulma total (%)
a. Bobot kering gulma total 1 minggu sebelum perlakuan herbisida.
Hasil bobot kering gulma total pada 1 minggu sebelum perlakuan herbisida
Nama Gulma/perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Daun lebar Ageratum conyzoides
5,97
4,6
7,9
-
-
-
-
-
-
-
Cleome rutidosperma 7,78 5,81 - - - - - - - - Commelina benghalensis - - - - - - - - - - Dactyloctenium aegyptium
4,99 5,2 3,82 - - - - - - -
Borreria leavis 1,14 1,77 1,33 - - - - - - - Mimosa invisa - 2,9 4,23 - - - - - - - Euporbia prunifolia 4,28 6,15 5,74 - - - - - - - Amaranthus viridis - - - - - 1,87 - - - - Bidens pilosa 6,29 4,63 3,97 - - - - - - - Portulaca oleracea 5,15 - - - - - - - - - Tridax procumbens - - - 3,33 - - - - - - Eclipta prostrata 1,43 - - - - - - - - - Melochia concatenata 1,67 - - - 1,43 - - - - - Tekian Chloris barbata
12,66
12,32
9,28
-
-
-
-
-
-
-
Cyperus compressus 7,26 8,31 9,45 - - - - - - - Cyperus rotundus 17,07 11,75 16,85 - - 22,64 - 20,94 - - Cyperus iria - - - - - 1,33 - - - - Fimbritylis miliacea 2,33 5,02 13,48 - 1,43 - - - 30,12 - Rumputan Cynodon dactylon
5,67
28,25
23,95
28,34
55,88
70,97
77,24
70,38
24,45
64,18
Digitaria longiflora 16,31 2,99 - 68,33 28,24 3,19 15,21 8,68 17,54 11,67Eleucene indica - - - - - - - - - 10,28Eragrostis tenella - - - - 13,02 - 7,55 - 27,89 13,87Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
33
dapat dilihat pada lampiran XI. Hasil bobot kering gulma total 1 minggu
sebelum perlakuan disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Bobot kering gulma total 1 minggu sebelum perlakuan
Nama Gulma Mean Ageratum conyzoides 0.65a
Commelina benghalensis 0.25a Portulaca oleracea 0.34a
Fimbristylis dichotoma 0.40a Cyperus compressus 2.38c
Cyperus rotundus 0.26a Echinochloa colona 0.18a Cynodon dactylon 1.14b
Dygitaria sp 0.2567a Eleucene indica 0.68a
Eragrostis tenella 0.19a Total 0.61
Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%
Tabel 5 menunjukkan bahwa ada beda nyata antar masing_masing
gulma. Bobot kering terbesar terdapat pada spesies gulma Cyperus
compressus pada analisis vegetasi 1 minggu sebelum perlakuan dan gulma
tersebut yang mendominasi.
b. Bobot kering gulma total pada 3 dan 6minggu setelah perlakuan
herbisida (g).
Hasil bobot kering gulma total pada 3 dan 6 minggu setelah
perlakuan herbisida dapat dilihat pada lampiran XII dan XIII dan disajikan
pada tabel 5 berikut.
34
Tabel 5. Bobot Kering Gulma Total pada 3 dan 6 msa
Perlakuan Mean 3 msa Mean 6 msa Kontrol 31.4a 11.2a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 23.7a 25.8a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 12.0a 22.5a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 15.3a 20.9a
Paraquat dosis 1L/ha 11.7a 14.8a Paraquat dosis 1,5L/ha 8.8a 21.5a Paraquat dosis 2L/ha 14.6a 3.1a Glifosat dosis 1L/ha 10.1a 24.9a Glifosat dosis 2L/ha 23.0a 28.6a Glifosat dosis 3L/ha 22.2a 31.9a
Total 17.32 20.55 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%
Tabel 5 Menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan tidak ada beda
nyata, demikian pula antara perlakuan dengan kontrol juga tidak ada beda
nyata.
B. Komponen Pertumbuhan
1. Tinggi tanaman umur 4, 5, 6 mst
Hasil analisis varian tinggi tanaman umur 4,5,6 minggu dapat
dilihat pada lampiran XIV, XV, XVI dan disajikan pada tabel 7 berikut.
35
Tabel 7. Rerata tinggi tanaman umur 4, 5, 6 minggu (cm)
Perlakuan Mean 4 mst Mean 5 mst Mean 6 mst Kontrol 70.7a 124.1a 173.7c
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 69.3a 114.2a 160.3a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 62.7a 112.6a 163.8b Oxyfluorfen dosis 3L/ha 67.6a 118.0a 147.4a
Paraquat dosis 1L/ha 62.9a 110.0a 171.6c Paraquat dosis 1,5L/ha 63.9a 110.3a 156.0a Paraquat dosis 2L/ha 64.9a 108.5a 148.8a Glifosat dosis 1L/ha 71.5a 112.8a 156.1a Glifosat dosis 2L/ha 72.7a 119.2a 173.1c Glifosat dosis 3L/ha 72.1a 120.7a 173.9c
Total 67.88 115.10 162.50 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama pada kolom 3 dan 4 menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada
uji SNK taraf 5%, sedangkan rerata yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom 5 menunjukkan ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%
Tabel 7 Menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan pada 4 dan 5
mst dari hasil uji SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan
dengan kontrol tidak berbeda nyata. Tetapi tinggi tanaman pada 6 mst dari
hasil uji SNK ada beda nyata antar perlakuan demikian pula antara
perlakuan dengan kontrol ada beda nyata.
2. Diameter batang pada 4,5, 6 mst (cm)
Hasil analisis varian diameter batang umur 4 minggu dapat
dilihat pada lampiran XVII, XVIII, XIX menunjukkan bahwa pada
perlakuan herbisida disajikan pada Tabel 8 berikut.
36
Tabel 8. Diameter Batang pada 4, 5, 6 mst (cm)
Perlakuan Mean 4 mst Mean 5 mst Mean 6 mst Kontrol 17.1a 18.4a 20.1a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 17.4a 19.6a 22.0a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 17.0a 18.3a 20.9a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 17.7a 19.4a 20.1a
Paraquat dosis 1L/ha 20.0a 18.6a 21.5a Paraquat dosis 1,5L/ha 18.9a 19.4a 21.7a Paraquat dosis 2L/ha 19.3a 19.8a 21.7a Glifosat dosis 1L/ha 19.9a 22.5a 23.3a Glifosat dosis 2L/ha 20.9a 22.4a 22.6a Glifosat dosis 3L/ha 20.4a 22.5a 23.8a
Total 18.90 20.11 21.80 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada
beda nyata antar perlakuan dengan kontrol pada uji SNK taraf 5%
Tabel 8 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji
SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol
tidak berbeda nyata.
3. Bobot berangkasan (kg)
Hasil analisis varian bobot berangkasan dapat dilihat pada lampiran
XX dan disajikan pada tabel 10 berikut.
Tabel 9. Rerata bobot berangkasan tanaman (kg)
Perlakuan Mean Kontrol 1.0a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 1.5a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 0.7a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 1.1a
Paraquat dosis 1L/ha 1.0a Paraquat dosis 1,5L/ha 1.0a Paraquat dosis 2L/ha 0.9a Glifosat dosis 1L/ha 0.7a Glifosat dosis 2L/ha 1.2a Glifosat dosis 3L/ha 1.2a
Total 1.08 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan
tidak ada beda nyata antar perlakuan dengan kontrol pada uji SNK taraf 5%
37
Tabel 9 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji
SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol
tidak berbeda nyata pada parameter bobot berangkasan.
C. Komponen Hasil
1. Panjang tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)
Hasil analisis varian panjang tongkol dengan kelobot dapat dilihat
pada lampiran XXI dan disajikan pada tabel 10 berikut.
Tabel 10. Panjang Tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)
Perlakuan Mean Kontrol 23.8a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 25.1a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 25.6a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 24.6a
Paraquat dosis 1L/ha 23.1a Paraquat dosis 1,5L/ha 23.8a Paraquat dosis 2L/ha 22.1a Glifosat dosis 1L/ha 23.8a Glifosat dosis 2L/ha 23.8a Glifosat dosis 3L/ha 24.0a
Total 23.99 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan dengan kontrol pada uji SNK taraf 5%
Tabel 10 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji
SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol
tidak berbeda nyata.
2. Diameter tongkol dengan kelobot per tanaman (cm)
Hasil analisis diameter tongkol dengan kelobot per tanaman dapat
dilihat pada lampiran XXII dan disajikan pada tabel 11 berikut.
38
Tabel 11. Diameter Tongkol dengan kelobot (cm)
Perlakuan Mean Kontrol 43.4a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 43.8a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 39.4a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 44.9a
Paraquat dosis 1L/ha 42.4a Paraquat dosis 1,5L/ha 43.6a Paraquat dosis 2L/ha 45.2a Glifosat dosis 1L/ha 42.5a Glifosat dosis 2L/ha 44.4a Glifosat dosis 3L/ha 44.5a
Total 43.4 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%
Tabel 11 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji
SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol
tidak berbeda nyata.
.
3. Bobot tongkol dengan kelobot per tanaman (g)
Hasil analisis varian bobot tongkol dengan kelobot per tanaman
dapat dilihat pada lampiran XXIII dan disajikan pada tabel 12 berikut.
Tabel 12. Bobot Tongkol dengan Kelobot (g)
Perlakuan Mean Kontrol 198.0a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 251.3a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 202.9a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 236.0a
Paraquat dosis 1L/ha 274.6a Paraquat dosis 1,5L/ha 172.0a Paraquat dosis 2L/ha 182.3a Glifosat dosis 1L/ha 194.6a Glifosat dosis 2L/ha 223.3a Glifosat dosis 3L/ha 299.3a
Total 223.46 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%
39
Tabel 12 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji
SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol
tidak berbeda nyata.
4. Bobot ekonomis tongkol dengan kelobot per tanaman (g)
Hasil analisis varian bobot ekonomis tongkol dengan kelobot dapat
dilihat pada lampiran XXIV dan disajikan pada tabel 13 berikut.
Tabel 13. Bobot Ekonomis Tongkol dengan kelobot per tanaman (g)
Perlakuan Mean Kontrol 196.9a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 250.3a Oxyfluorfen dosis 2L/ha 202.2a Oxyfluorfen dosis 3L/ha 235.2a
Paraquat dosis 1L/ha 273.8a Paraquat dosis 1,5L/ha 168.0a Paraquat dosis 2L/ha 181.1a Glifosat dosis 1L/ha 205.7a Glifosat dosis 2L/ha 219.0a Glifosat dosis 3L/ha 292.0a
Total 222.46 Keterangan : rerata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5%
Tabel 13 menunjukkan bahwa rerata antar perlakuan dari hasil uji
SNK tidak berbeda nyata demikian pula antara perlakuan dengan kontrol
tidak berbeda nyata.
40
D. Komponen Kualitas Hasil
1. Kadar gula total (%)
Hasil analisis kadar gula total dapat dilihat pada lampiran XXV
dan disajikan pada tabel 14 berikut.
Tabel 14. Persentase Gula Total (%)
Perlakuan Mean Kontrol 6.59a
Oxyfluorfen dosis 1L/ha 6.89b Oxyfluorfen dosis 2L/ha 6.87b Oxyfluorfen dosis 3L/ha 7.23d
Paraquat dosis 1L/ha 7.37f Paraquat dosis 1,5L/ha 7.31e Paraquat dosis 2L/ha 7.62g Glifosat dosis 1L/ha 7.31e Glifosat dosis 2L/ha 7.32e Glifosat dosis 3L/ha 7.03c
Total 7.15 Keterangan : rerata yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
ada beda nyata antar perlakuan pada uji SNK taraf 5% Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan herbisida paraquat
dosis 2 L/ha pada parameter persentase gula total paling tinggi jumlahnya
dibanding dengan semua perlakuan dan kontrol.
41
V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
A. Pembahasan
1. Komponen Gulma
Berdasarkan hasil analisis vegetasi awal sebelum pengolahan lahan
menunjukkan bahwa terdapat 11 spesies gulma. Gulma golongan tekian yaitu
Cyperus compressus (NJD 32,35%) merupakan gulma dominan, hal ini
menunjukkan bahwa gulma tersebut merupakan gulma yang paling mampu
bersaing dengan gulma lainnya pada lahan terbuka. Analisis vegetasi kedua
pada 3 minggu setelah aplikasi (msa) herbisida menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan jumlah spesies gulma dari 11 spesies menjadi 13 spesies. Terjadi
perubahan gulma dominan pada saat sebelum pengolahan lahan dengan setelah
aplikasi herbisida pada semua petak perlakuan. Gulma yang dominan pada
semua petak perlakuan adalah Cynodon dactylon. Perubahan gulma dominan
dapat disebabkan karena biji-biji atau organ perkembang biakan gulma yang
ada di dalam tanah tidak terkena percikan herbisida yang diaplikasikan pada
petak perlakuan yang bersifat kontak yaitu mematikan bagian zat hijau daun
sehingga hanya mematikan organ gulma yang tumbuh di atas tanah. Gulma
Cynodon dactylon merupakan gulma jenis rumputan yang memiliki
kemampuan regenerasi jaringan yang cepat sehingga bagian organ yang
terkena herbisida yang telah rusak bisa digantikan jaringan baru. Gulma ini
cukup tahan terhadap herbisida dengan penggunaan dosis herbisida yang tinggi
gulma ini masih bisa tumbuh sedangkan gulma yang lain mengalami kematian
42
kerena herbisida. Selain itu, perkembangbiakan Cynodon dactylon tidak hanya
menggunakan biji saja tetapi dengan menggunakan rimpang, sehingga rimpang
yang ada d idalam tanah apabila tanah diolah akan bisa berada diatas dan bila
kodisi lingkungan mendukung maka akan tumbuh dan berkembang biak.
Analisis vegetasi umur 3 minggu setelah perlakuan herbisida pada petak
perlakuan herbisida oxyfluorfen, gulma yang muncul ada 5 jenis dibandingkan
dengan petak kontrol gulma yang muncul sebanyak 8 jenis. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan herbisida ini cukup dapat menekan
pertumbuhan gulma terutama pada awal pertumbuhan tanaman. Dapat dilihat
bahwa gulma dominan pada petak perlakuan herbisida ini adalah gulma
Cynodon dactylon. Penggunaan herbisida oksifluorfen ini kurang efektif untuk
membunuh gulma ini pada dosis yang tinggi saja gulma ini masih bisa hidup.
Pada petak perlakuan herbisida glifosat terlihat bahwa gulma dominan adalah
Cynodon dactylon juga, hilangnya gulma berdaun lebar menunjukkan bahwa
herbisida glifosat efektif membunuh gulma jenis ini. Sedangkan pada petak
perlakuan herbisida parakuat ada beberapa jenis gulma berdaun lebar dan
rumputan yang tidak muncul, hal ini disebabkan karena herbisida tersebut
mampu membunuh gulma dalam jangka waktu 3 sampai 7 hari setelah
penyemprotan.
Hasil analisis vegetasi pada 6 minggu setelah perlakuan herbisida masih
terjadi peningkatan gulma dari 11 spesies gulma pada saat sebelum pengolahan
lahan menjadi 22 spesies gulma. Gulma dominan pada semua petak perlakuan
43
masih didominasi oleh gulma Cynodon dactylon tetapi pada petak kontrol
gulma yang dominan adalah Cyperus rotundus dengan nilai NJD 17,07 %.
Pada analisis vegetasi umur 6 minggu setelah aplikasi herbisida jumlah
jenis gulma yang muncul mengalami peningkatan. Pada petak perlakuan
herbisida glifosat dosis 3 L/ha gulma daun lebar tidak muncul lagi, pada petak
ini jenis gulma menurun menjadi 4 jenis gulma yang muncul sedangkan pada
petak control gulma yang muncul jenisnya banyak kurang lebih hanya 15 jenis
gulma. Dengan ini dapat dilihat bahwa pengunaan herbisida glifosat dengan
dosis 3 L/ha cukup efektif dalam menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar
tetapi tidak efektif untuk menekan jenis gulma Cynodon dactylon. Herbisida
glifosat memberikan pengaruh baik karena merupakan herbisida sistemik yang
mampu membunuh gulma secara menyeluruh.
Pada parameter bobot kering gulma total pada 3 minggu setelah
perlakuan herbisida tidak menunjukkan pengaruh yang nyata bobot kering
gulma total sedangkan pada umur 6 minggu setelah perlakuan menunjukkan
bahwa perlakuan dosis herbisida juga tidak menunjukkan pengaruh nyata.
Dengan hasil tersebut maka dapat dilihat bahwa perlakuan dosis herbisida
oxyfluorfen, parakuat dan glifosat yang diaplikasikan kurang memiliki daya
brantas yang tinggi terhadap penekanan gulma. Dosis ini terlalu kecil sehingga
gulma masih bisa tumbuh pada periode yang kritis tanaman sehingga
menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu karena terjadi persaingan antara
gulma dengan tanaman jagung manis, yang menyebabkan pertumbuhan kurang
optimal sehingga hasilnya juga kurang maksimal.
44
Dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis herbisida yang digunakan
semakin menekan pertumbuhan gulma. Pada awal aplikasi herbisida di dalam
tanah masih dalam jumlah yang cukup untuk mengendalikan gulma dan
berkurang sejalan dengan makin lamanya waktu dari aplikasi. Karakteristik
herbisida sangat mempengaruhi peristensi herbisida itu sendiri.
2. Komponen Pertumbuhan
Penggunaan herbisida untuk persiapan lahan secara langsung akan
mempengaruhi pertumbuhan gulma. Apabila daya tekan herbisida terhadap
gulma cukup baik, maka pengaruh tidak langsung herbisida yang digunakan
terhadap pertumbuhan tanaman diharapkan juga akan baik. Dengan
menghambat pertumbuhan gulma pada awal pertumbuhan akan menurunkan
persaingan gulma pada tanaman jagung. Dengan berkurangnya persaingan
antar tanaman dengan gulma maka dapat memberikan pertumbuhan yang baik
terutama pada masa vegetatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
perlakuan macam herbisida menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
tinggi tanaman jagung manis pada 4 mst dan 5 mst, ini menunjukkan bahwa
penggunaan ketiga macam herbisida mampu menekan pertumbuhan gulma
sehingga tanaman jagung manis mampu tumbuh dengan baik. Pada
pengamatan tinggi tanaman umur 6 mst menunjukkan bahwa ada beda nyata,
penggunaan herbisida glifosat dosis 3 L/ha mampu memberikan tinggi tanaman
tertinggi dibanding dengan penggunaan herbisida oxyfluorfen dosis 1-3 L/ha
dan herbisida parakuat dosis 1,5-2 L/ha, ini dikarenakan herbisida glifosat
45
merupakan herbisida sistemik yang mampu membunuh gulma sampai ke akar-
akarnya sehingga pertumbuhan gulma tertekan, tidak mengganggu dan tidak
membahayakan pertumbuhan jagung manis.
Hasil analisis pada parameter pertumbuhan diameter batang pada 4 – 6
mst dan bobot berangkasan menunjukkan tidak ada beda nyata pada masing-
masing perlakuan.
3. Komponen Hasil
Hasil analisis panjang tongkol dengan kelobot per tanaman, diameter
tongkol dengan kelobot, bobot tongkol dengan kelobot dan bobot ekonomis
tongkol dengan kelobot menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan.
Hal ini diduga bahwa penekanan kompetisi gulma hanya berpengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif jagung manis namun tidak berpengaruh terhadap
kuantitas hasil jagung manis. Pertumbuhan tanaman jagung yang optimal tidak
menjamin memberikan hasil yang lebih tinggi, karena banyak faktor
lingkungan tumbuh lainnya yang mempengaruhi. Menurut Gardner (1991),
indeks hasil panen menunjukkan perbandingan distribusi hasil asimilasi antara
biomassa ekonomi dengan biomassa keseluruhan atau sama saja dengan
koefisien pembagian hasil asimilat. Pada jagung yang tongkolnya terletak di
tengah batang, hampir seluruh asimilasi yang diproduksi berasal dari daun.
Selama pengisian biji, daun-daun sebelah atas menyumbangkan sekitar 85%
hasil asimilasi ke tongkol. Daun-daun sebelah bawah menyumbangkan hasil
asimilasinya untuk pertumbuhan akar dan pemeliharaan batang dan daun serta
46
pertambahan berat tongkol. Translokasi ke tempat pemanfaatan hasil
metabolism (akar, pucuk, buah yang sedang berkembang) itu sangat kompleks
dan mekanisme atau daya penggerak yang mengarahkan atau mengatur
pembagian ke tempat pemanfaatan hasil metabolisme itu tidak diketahui. Hasil
panen yang tidak berbeda nyata antar perlakuan dapat diasumsikan bahwa
perlakuan herbisida dapat dijadikan langkah pengendalian gulma untuk
menggantikan kebiasaan petani dalam hal penyiangan gulma. Pengendalian
gulma pertanaman jagung manis pada skala luas, akan lebih efektif dan efisien
bila dilakukan dengan pengendalian kimiawi menggunakan herbisida.
4. Komponen Kualitas Hasil
Hasil analisis kadar gula total menunjukkan ada beda nyata antara
perlakuan. Perlakuan herbisida parakuat dosis 2 l/ha menunjukkan persentase
kadar gula total tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain maupun dengan
kontrol, hal ini dimungkinkan karena perombakan karbohidrat menjadi glukosa
mencapai tahap maksimum pada saat panen dibandingkan dengan kontrol.
Tetapi dari hasil analisis kadar gula total ini masih dibawah standar dari
deskripsi varietas jagung manis hibrida, hal ini dimungkinkan karena tingkat
kesuburan tanah yang berbeda pada lahan penelitian, jenis tanah pada lahan
tersebut yaitu tanah pasiran yang porous yang menyebabkan unsur hara atau
pupuk yang diberikan dalam jumlah tertentu terlindi sehingga penyerapan
unsur hara atau pupuk yang diberikan tidak maksimal.
47
B. Kesimpulan
1. Perlakuan herbisida pada sistem tanpa olah tanah memberikan pengaruh nyata
antar kombinasi perlakuan pada parameter tinggi tanaman 6 mst dan
persentase gula total.
2. Herbisida paraquat dosis 2 L/ha menunjukkan perlakuan paling baik pada
parameter persentase gula total.
Saran
Dari hasil penelitian ini, karena kontrol dengan semua kombinasi
perlakuan pada parameter hasil tidak menunjukkan beda nyata, maka perlakuan
herbisida pada sistem olah tanah dapat menjadi alternatif cara budidaya jagung
manis.
48
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 140 hlm. Adi Sarwanto, T. dan E. Widiyastuti. 2000. Meningkatkan Produksi Jagung di
Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Anwar. 2002. Residu Herbisida Paraquat + Diuron pada Baby Corn. Akta Agro.
Vol.5 No.1 hlm 35-40. Jan-Jun 2002. Ardjasa, W. S. Widyantoro, W. Hermawan and S. Asmono. 1994. Effect of No
Tillage System wit Polaris Herbicide (Glyphosate-24%) on Lowland Rice Production in Irrigated Lowland Area. Conservation Tillage Discussion. 9 November 1994. Medan.
Bangun, P. 1985. Pengendalian Gulma pada Tanaman Jagung. Dalam Subandi, M.
Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi. Hasil Penelitian Jagung, Sorgum, Terigu 1980-1984. Risalah Rapat Teknis Puslitbangtan, Bogor. Hal 83-97
Budiastuti, M.S., D. Suroto, dan S. Haryanti. 2001. Penggunaan Glifosat dan
Macam Olah Tanah pada Pertanaman Jagung Manis. Konferensi Nasional XV HIGI di Surakarta 17-19 Juli 2001 : 417-422.
Djafaruddin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Bumi Aksara,
Jakarta. Hardiastuti, S. dan S. Budi S. 2005. Persiapan Lahan Tanpa Olah Tanah dengan
Menggunakan Herbisida Paraquat dan Sulfosat serta Cara Pengendalian Gulma pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal IV-31-35
Herbisida Handbook. 1983. Herbisida Handbook of The Weed Science Society of
Amerika. Hal 359 – 361 Irawati, E. B., dan Hardiastuti, S. 2005. Penyiapan Lahan TOT dengan
Menggunakan Macam Herbisida dan Waktu Pentiangan Gulma pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Hibrida. Prosiding Konferensi XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal VI-41-45
Ismail, I. G. Dan S. Effendi. 1993. Pertanaman Kedelai pada Lahan Kering. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbang Tanaman. Bogor. Kopytko, M., G. Chalela, and F. Zauscher. 2002. Biodegradation of Two
Commercial Herbicides (Gramoxone & Matancha) by Bacteria
49
Pseudomonas putida. EJB Electronic Journal of Biotechnology. 5 : 182-192. http://www.ejb.org/content/vol5/issue2/full/1. 21 Jan 2010.
Lamid, Z., Harnel, Adlis, dan W. Hermawan. 1998. Pengkajian TOT dengan
Herbisida Glifosat pada Budidaya Jagung di Lahan Kering. Pros. Sem. Nas. Budidaya Pertanian OTK VI. Padang, 24-25 Maret 1998.
Mawardi, D. 2005. Efikasi Herbisida Glifosat untuk Persiapan Budidaya Jagung
Tanpa Olah Tanah. Jurnal Agrotropika X(2):79-84. Desember 2005. Merrington, G., L. Winder., R. Parkinson and M. Redman. 2002. Agricutural
Polution : Environmental Problems and Practical Solutions. Metusala, D. 2006. Studi Waktu Aplikasi dan Dosis Herbisida Campuran Atrazine
dan Mesotrione pada Pengendalian Gulma terhadap Hasil dan Kualitas Hasil Jagung (Zea mays). Skripsi (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi. 100 hlm.
Moenandir, J., Faizatul dan Titin Sumarni. 2001. Pengaruh Glifosat dan Populasi
pada Gulma dan Jagung pada Sistem Olah Tanah Konsevasi. Pros. Konf XV HIGI, Surakarta Vol.2:391-145.
Moore, R. E. 1998. About Paraquat. http://coffeehouse.fulori.com/paraquat.html.
21 Jan 2010. Muhajir, F. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung. Dalam Subandi, Mahddin Syam
dan Adi Widjono, 1988. Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor. Hal 33-48
Najiyati, S. dan Danarti. 1992. Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta. 166 hlm. Nurjanah, U. 2002. Pergeseran Gulma dan Hasil Jagung Manis pada Tanpa Olah
Tanah Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Glyphosat. Akta Agrosia. 5(1): 1-7
Palungkun, R. dan A. Budiarti. 2000. Sweet Corn Baby Corn. Penebar Swadaya.
Jakarta. 79 hlm. Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 112 hal ------------, R. dan Saputra. 1999. Gulma dan Teknik Pengendalian. Kanisius.
Yogyakarta, 88 hal Saragih, S. E., Rory Susanto dan Z. Lamid. 2000. Herbisida sebagai Komponen
dalam Mendukung Keberhasilan Budidaya Tanah Konservasi. Prosiding
50
Seminar Nasional Budidaya Pertanian OTK VII F-OTK-HIGI, 23-24 Agustus 2000. Banjarmasin. Hal 25-34/
Sasmita, ER., Hardiastuti, S. Yuliani, U. 2005. Penggunaan Herbisida Paraquat
pada Budidaya Jagung Sistem Tanpa Olah Tanah. Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal VI-46-49
Sasongko, D. 1998. Kajian Herbisida Atrazine dan Diuron di Beberapa Jenis
Tanah Pertanaman Tebu Lahan Kering. Disertasi Doktor (S3). Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan)
Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia. Jakarta. 217 hal. ----------------. 1992. Pestisida, Dasar-dasar dan Dampak Penggunaannya.
Cetakan Pertama. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sebayang, H. T., S. Y. Tyasmoro dan D. E. Pujiyanti. 2002. Pengaruh Waktu
Aplikasi Herbisida Glifosat dan Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Sistem Tanpa Olah Tanah. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Tanah Konservasi. Hal 1-4.
Setiawan, A. N. 2005. Penekanan Populasi Gulma pada Jagung Manis dengan
Sistem Olah Tanah Konservasi. Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal VI-15-24.
Setyowati, N., U. Nurjanah dan A. Altubagus. 2005. Pergeseran Gulma pada
Budidaya Jagung Manis yang Ditanam pada Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) di Lahan Alang-alang. Prosiding Konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal IV-57-66
Sriyani, N., Z. Lamid., Harnel, dan R. Sutanto. 2001. Penggunaan Herbisida
Sulfosat 24% untuk Penyiapan Lahan Tanaman padi Gogo Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Hlm. 504-514. Prosiding Konferensi Nasional XV HIGI, Surakarta 17-19 Juli 2001.
Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. 1988. Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. 422 hlm. Subekti, N. A., Syafruddin, R. Efendi, dan S. Sunarti. 2002. Morfologi Tanaman
dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Sukman, Yernelis dan Yakup 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya (Edisi
Revisi), PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suprapto, H. S. 1990. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 59 hlm.
51
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta. 219 hal. Syawal, Y. 2005. Pengaruh Penyiangan Gulma pada Periode Kritis Tanaman dan
Tingkat Pemupukan Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Prosiding konferensi Nasional XVII HIGI, Yogyakarta 20-21 Juli 2005. Hal III-18-25
Tjitrosoedirdjo, S., I. N. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. Gramedia, Jakarta. 210 hal. Triharso. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta. Hal 34 Utomo, M. 2000. Teknologi Olah Tanah Konservasi sebagai Pilar Pertanian
Berkelanjutan. Pemberdayaan Petani, Sebuah Agenda Penguatan Masyarakat Warga. DPP HKTI.
Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius, Yogyakarta. 81 hlm. www.mitra.net.id/family/garden/sayuran.htm.edit 27 april 2010 Yuliani, U. 2005. Pengaruh Waktu Pemberian Herbisida Paraquat terhadap
Penekanan Gulma dan Hasil Tiga Varietas Jagung pada Sistem T.O.T. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta.
Zimdahl, R.L. 1980. Weed crop Competition. I.P.P.C. Oregon, USA. 18 p.
56
Lampiran I. Denah Percobaan
U
Keterangan:
M1D1 = herbisida oxyfluorfen dosis 1 l/ha
M1D2 = herbisida oxyfluorfen dosis 2 l/ha
M1D3 = herbisida oxyfluorfen dosis 3 l/ha
M2D1 = herbisida parakuat dosis 1 l/ha
M2D2 = herbisida parakuat dosis 1,5 l/ha
M2D3 = herbisida parakuat dosis 2 l/ha
M3D1 = herbisida glifosat dosis 1 l/ha
M3D2 = herbisida glifosat dosis 2 l/ha
M3D3 = herbisida glifosat dosis 3 l/ha
Kontrol = tanpa herbisida
I II III
M2D2 M1D1 M3D3
M2D1 M1D3 Kontrol
M2D3 M3D1 M1D2
Kontrol M1D2 M2D1
M3D2 M2D1 M1D1
M1D3 M3D3 M2D3
M3D1 M3D2 M2D2
M2D2 M1D1 M3D1
M3D2 Kontrol M1D2
M3D3 M2 D3 M1D3
57
Lampiran II. Tata Letak Tanaman dalam Satu Petak Percobaan
←←←←←←←←←←←←←← 2,5 m →→→→→→→→→→→→→→→
A B C D E F G H I
1
2
3
4,2 m
4
5
6
a a a a a a a a a
a a a a a a a a a
a a a a a a a a a
a a a a a a a a a
a a a a a a a a a
a a a a a a a a a
3 minggu 6 minggu
58
Keterangan :
= Petak percobaan
= Petak sampel
= Petak gulma
= Tanaman sampel
a
59
Lampiran III. Deskripsi Jagung Manis Hibrida
Deskripsi Benih Jagung Hibrida
Pertumbuhan tanamannya tegap dan kuat.
Kemampuan adaptasinya luas, baik tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Varietas ini sangat sesuai untuk dikembangkan di daerah beriklim tropis.
Ketahanan terhadap karat daun sangat baik.
Memiliki tinggi tanaman ±2 m.
Ukuran tongkolnya besar, dengan panjang ±22 cm dan diameternya 5-6 cm.
Bijinya berwarna kuning keputihan dan rasanya manis.
Waktu keluar bunga jantan 40 hst dan bunga betina 44 hst.
Kadar gula yang dimiliki varietas ini sebesar 10%.
Hasil per hektarnya sebesar 10,5 ton/ha tanpa kelobot.
Siap untuk dikonsumsi sebagai jagung manis mulai umur 70 hari setelah tanam.
Sumber : SK MENTERI No. 45/Kpts/TP.240/2/2000
60
Lampiran IV. Cara Kerja Analisis gula Total (Metode Nelson-Somogy Spektrofotometri)
Penentuan Gula Total :
Menimbang bahan padat yang sudah dihaluskan atau bahan cair sebanyak 2,5-25 g
tergantung kadar gula totalnya, dan memindahkan ke dalam labu takar 100 ml,
menambahkan 50 ml aquades. Menambahkan bubur Al(OH)3, atau larutan Pb-asetat.
Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari
reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian menambahkan aquades sampai
tanda dan menyaring.
Menampung filtrate dalam labu takar 200 ml. Untuk menghilangkan kelebihan Pb
menambahkan Na2CO3, anhidrat atau K atau Na-oksalatan hidrat atau larutan Na-fosfat
8% secukupnya, kemudian menambahkan aquades sampai batas, kemudian menggojog
dan menyaring. Filtrat bebas Pb bila ditambah K atau Na oksalat atau Na-fosfat atau
Na2CO3 tetap jernih.
Mengambil 50 ml filtrate bebas Pb dari larutan, memasukkan ke dalam Erlenmeyer,
kemudian menambahkan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30% (berat jenis 1,15).
Memanaskan di atas penangas air pada suhu 67-700C selama 10 menit. Kemudian
mendinginkan cepat-cepat sampai suhu 200C. menetralkan dengan NaOH 45%.
61
Lampiran V. Cara Kerja Analisis Pati (Metode Nelson-Somogy Spektrofotometri)
Penentuan Pati :
Menimbang 2-5 g contoh yang berupa bahan padat yang telah dihaluskan atau bahan cair
dalam gelas piala 250 ml, menambahkan aquades 50 ml dan mengaduk selama 1 jam.
Menyaring suspense dengan kertas saring dan mencucinya dengan aquades sampai
volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang.
Untuk bahan yang mengandung lemak, maka mencuci pati yang terdapat sebagai residu
pada kertas saring sebanyak 5 kali dengan 50 ml ether, membiarkan ether menguap dari
residu, kemudian mencuci lagi dengan 150 ml alcohol 10% untuk membebaskan lebih
lanjut karbohidrat yang terlarut.
Memindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan
pencucian 200 ml aquades dan menambahkan 20 ml HCl ±25 % (bera tjenis 1,125),
kemudian menutup dengan pendingin balik dan memanaskan di atas penangas air selama
2,5 jam.
Setelah dingin menetralkan dengan larutan NaOH 45% dan mengencerkan sampai
volume 500 ml, kemudian menyaring. Menentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai
glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula total.
Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.
62
Lampiran VI. Dosis Herbisida dan Pupuk
Perhitungan Herbisida
Luas 1 ha = 10.000 m2
Luas petak percobaan = 4 m x 2 m = 8 m2
Volume semprot = 400 l/ha = 400.000 ml/10.000 m2
Volume semprot per petak = 8 m2/10.000 m2 x 400.000 ml = 320 ml
• Dosis herbisida 1 l/ha
Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 1000 ml = 0,8 ml
Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida
= 320 ml – 0,8 ml = 319,2 ml
• Dosis herbisida 1,5 l/ha
Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 1500 ml = 1,2 ml
Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida
= 320 ml – 1,2 ml = 318,8 ml
• Dosis herbisida 2 l/ha
Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 2000 ml = 1,6 ml
Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida
= 320 ml – 1,6 ml = 318,4 ml
63
• Dosis herbisida 3 l/ha
Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 3000 ml = 2,4 ml
Volume air yang digunakan per petak = volume semprot per petak – dosis herbisida
= 320 ml – 2,4 ml = 317, 6 ml
PerhitunganPupuk
• Dosis pupuk Urea
Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 450.000 g = 360 g/petak
Dosis per tanaman = 360 g/60 tanaman = 6 g/tanaman
• Dosis pupuk SP36
Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 200.000 g = 160 g/petak
Dosis per tanaman = 160 g/60 tanaman = 2,67 g/tanaman
• Dosis pupukKCl
Dosis per petak = 8 m2/10.000 m2 x 200.000 g = 160 g/petak
Dosis per tanaman = 160 g/60 tanaman = 2,67 g/tanaman
64
Lampiran VII. Langkah-langkah kalibrasi
Kalibrasi
K = 10.000 x C / L x V
Keterangan :
C = Curah nozzle sprayer (liter/menit)
L = Lebar gawang/lebar semprotan (m)
K = Kecepatan jalan (meter/menit)
V = Volume semprot (l/ha)
C1 = 1,20 l/menit
C2 = 1,12 l/menit
C3 = 1,32 l/menit
Maka C = 1,20 + 1,12 + 1,32 / 3 = 1,21 liter/menit
L1 = 2,30 m
L2 = 2,21 m
L3 = 2,43 m
Maka L = 2,30 + 2,21 + 2,43 / 3 = 2,31 meter
K = 10.000 x 1,21 l/menit / 2,31 m x 400 l = 13,09 m/menit
Kurang lebih kecepatan berjalan adalah 13 meter/menit atau 1 m/4,6 detik