EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA DALAM …digilib.unila.ac.id/55696/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA DALAM …digilib.unila.ac.id/55696/3/SKRIPSI TANPA BAB...
EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA
DALAM MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KARET
(Hevea brasiliensis) BELUM MENGHASILKAN (TBM)
(Skripsi)
Oleh
RADITYA PRATAMA GRIMALDI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA
DALAM MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KARET
(Hevea brasiliensis) BELUM MENGHASILKAN (TBM)
Oleh
RADITYA PRATAMA GRIMALDI
Karet (Hevea brasiliensis), merupakan tanaman perkebunan penghasil
lateks yang menjadi salah satu komoditas penting di Indonesia. Getah hasil
sadapan tanaman karet (lateks) merupakan bahan baku utama industri yang
menggunakan karet sebagai bahan utamanya. Produksi dari sektor perkebunan
karet belum maksimal salah satunya disebabkan oleh permasalahan gulma.
Kerugian yang ditimbulkan akibat adanya gulma yaitu dapat terjadi persaingan
antara gulma dan tanaman karet dalam hal perebutan air, unsur hara, ruang
tumbuh, dan cahaya matahari. Salah satu herbisida yang dapat digunakan untuk
mengendalikan gulma di lahan perkebunan karet belum menghasilkan adalah
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida. Penelitian ini bertujuan (1)
mengetahui dosis herbisida parakuat diklorida yang efektif dalam pengendalian
gulma pada perkebunan karet belum menghasilkan (TBM), (2) mengetahui
perubahan komposisi gulma setelah aplikasi herbisida parakuat diklorida pada
perkebunan karet belum menghasilkan (TBM), (3) mengetahui apakah terjadi
Raditya Pratama Grimaldi
fitotoksisitas tanaman karet akibat aplikasi herbisida parakuat diklorida.
Penelitian ini dilaksanakan di kebun karet rakyat di Desa Onoharjo, Kecamatan
Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dan Laboratorium Gulma Fakultas
Pertanian Universitas Lampung dari bulan Desember 2017 hingga Maret 2018.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktor tunggal
dengan 6 taraf perlakuan dan 4 ulangan yaitu dosis herbisida parakuat diklorida
310,5 g/ha (P1); 414 g/ha (P2); 496,8 g/ha (P3); 621 g/ha (P4); penyiangan
mekanis (P5); dan tanpa pengendalian/kontrol (P6). Homogenitas ragam data
diuji dengan uji Bartlett, additivitas data diuji dengan uji Tukey, dan perbedaan
nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Herbisida parakuat diklorida dosis 310,5
– 621 g/ha efektif mengendalikan gulma total, gulma golongan rumput dan gulma
golongan daun lebar pada 4 – 12 MSA. (2) Herbisida parakuat diklorida dosis
310,5 – 621 g/ha efektif mengendalikan gulma dominan yaitu Ottochloa nodosa,
Ageratum conyzoides, dan Asystasia gangetica pada 4 – 12 MSA. (3) Herbisida
parakuat diklorida dosis 310,5 – 621 g/ha mengakibatkan terjadinya perubahan
komposisi gulma pada 4 – 12 MSA dari gulma dominan Asytasia gangetica
menjadi gulma dominan Ageratum conyzoides. (4) Aplikasi herbisida parakuat
diklorida dosis 310,5 –621 g/ha tidak menyebabkan keracunan pada tanaman karet
belum menghasilkan.
Kata Kunci: gulma, herbisida, karet, parakuat diklorida
EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA DALAM
MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KARET
(Hevea brasiliensis) BELUM MENGHASILKAN (TBM)
Oleh
RADITYA PRATAMA GRIMALDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Dan Allah mendapatimu sebagai seorang yang kebingungan, lalu
Allah memberimu petunjuk.
(QS. Ad – Duha: 7)
Sic Parvis Magna, “Greatness comes from small begginings”.
(Sir Francis Drake)
Jika kamu tidak mengejar, maka kamu tidak akan mendapatkan. Jika
tidak berjalan maju, maka kamu tetap di tempat yang sama. Jadi
mulailah bergerak.
(Raditya Pratama Grimaldi)
SANWACANA
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efikasi Herbisida
Parakuat Diklorida dalam Mengendalikan Gulma pada Tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis) Belum Menghasilkan (TBM)”.
Penulis menyadari bahwa sulit untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dikesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.
3. Bapak Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S., selaku pembimbing pertama atas ide
penelitian, bimbingan, nasihat, serta kesabaran dalam memberikan
bimbingannya kepada penulis.
4. Bapak Hidayat Saputra, S.P., M.Si., selaku pembimbing kedua atas
bimbingan, saran, serta kesabaran dalam memberikan bimbingannya kepada
penulis.
5. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P., selaku pembahas atas segala
saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik atas
motivasi, nasihat, serta dukungannya kepada penulis sejak awal masuk Unila
hingga saat ini.
7. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Ir. Saldi Syam dan Ibu Dra. Emmasari atas
doa dan dukungan dalam bentuk motivasi, bantuannya baik secara moril
maupun materil yang diberikan selama ini kepada penulis.
8. Keluarga besar Harun atas doa dan motivasinya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Nur Afni Aprilia yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk doa dan
masukkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
10. Kakak tingkatku Mbak Endah Kusumayuni, S.P., Bang Abdillah Enggal, S.P.,
Bang Hendi Pamungkas, S.P., Bang Ivan Bangkit, S.P., Bang M. Irfan
Ekananda, S.P., dan Bang Eko Supriyadi, S.P.
11. Teman – temanku Irvan Saputra selaku teman satu tema penelitian yang
menjalani kegiatan demi kegiatan bersama – sama, Alief Kurniawan, Khusni
Ekky, Dhanu Evantam, Jatmiko Umar Sidik, Adi Prayoga, Eki Valen, Indra
Cahyadi, dan Ridho Ernando.
12. Teman – temanku di “weed security” atas bantuannya selama melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi.
13. Sahabat – sahabatku Nico, M. Arya, Maulana, M. Arieya, Mislan, Alief,
Bagus, Nova, Maulindra, Nelly, Nia, Lia, Nikita, Cindo dan Nisfu atas
dukungan dan bantuan yang kalian berikan kepada penulis selama berkuliah di
Universitas Lampung, serta teman-teman Agroteknologi 2014 atas
persahabatan, doa, dukungan serta kebersamaan kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Bandar Lampung, 24 Desember 2018
Raditya Pratama Grimaldi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada 15 Mei 1996, merupakan satu -
satunya buah hati dari pasangan Bapak Ir. Saldi Syam dan Ibu Dra. Emmasari.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Ar-Rahmat pada tahun
2001 dan diselesaikan pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di SDS Kertapawitan Jakarta Barat dan diselesaikan pada tahun 2008.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 45 Jakarta Barat dan
selesai pada tahun 2011, lalu melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 33 Jakarta
Barat dan selesai pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di
organisasi Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) sebagai anggota
Bidang Dana dan Usaha periode 2016 – 2017, dan menjadi anggota muda
Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS – MATA) periode 2016 – 2017.
Penulis juga pernah melakukan Praktik Umum di Yayasan Bina Sarana Bakti,
Cisarua, Bogor. Selain itu penulis pernah menjadi Asisten Dosen praktikum Mata
Kuliah Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4 Landasan Teori ................................................................................... 5
1.5 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 8
1.6 Hipotesis .......................................................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet ................................................................................. 11
2.2 Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet ................................................ 13
2.2.1 Ikllim ...................................................................................... 13
2.2.2 Tanah ...................................................................................... 13
2.3 Gulma pada Tanaman Karet ............................................................. 14
2.4 Pengendalian Gulma pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan .... 15
2.5 Herbisida Parakuat Diklorida ............................................................. 17
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 20
3.2 Bahan dan Alat .................................................................................... 20
3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 20
ii
3.4 Pelaksanakan Penelitian ...................................................................... 22
3.4.1 Pembuatan petak percobaan ...................................................... 22
3.4.2 Aplikasi herbisida ..................................................................... 23
3.4.3 Penyiangan mekanis ................................................................. 24
3.5 Pengamatan Karet ................................................................................ 24
3.5.1 Fitotoksisitas ............................................................................. 24
3.6 Pengamatan Gulma ............................................................................. 25
3.6.1 Pengambilan sampel .................................................................. 25
3.6.2 Bobot kering gulma ................................................................... 26
3.6.3 Grafik penekanan herbisida terhadap gulma ............................. 26
3.6.4 Summed dominance ratio (SDR) .............................................. 26
3.6.5 Koefisien komunitas ................................................................. 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida terhadap Gulma Total ............. 29
4.2 Efikasi Herbisida Parakuat Dikloida terhadap Gulma
Pergolongan ........................................................................................ 31
4.2.1 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulma
golongan rumput ....................................................................... 31
4.2.2 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulma
golongan daun lebar .................................................................. 33
4.3 Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida terhadap Gulma Dominan ......... 35
4.3.1 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulma
Ottochloa nodosa ...................................................................... 35
4.3.2 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulma
Ageratum conyzoides ................................................................. 38
4.3.3 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulma
Asystasia gangetica .................................................................... 39
4.4 Perbedaan Komposisi Gulma (Koefisien Komunitas) ........................ 41
4.5 Fitotoksisitas Tanaman Karet .............................................................. 44
4.6 Rekomendasi ....................................................................................... 45
iii
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................................. 47
5.2 Saran ................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..… 49
LAMPIRAN ………..………...…………………………………..…… 50
(Tabel 11 – 65 dan Gambar 12 – 17)
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Satuan perlakuan efikasi herbisida parakuat diklorida ........................ 21
2. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadap bobot
kering gulma total ................................................................................ 30
3. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadap bobot
kering gulma golongan rumput ............................................................ 32
4. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadap bobot
kering gulma golongan daun lebar ...................................................... 34
5. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadap bobot
kering gulma Ottochloa nodosa .......................................................... 36
6. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadap bobot
kering gulma Ageratum conyzoides ..................................................... 38
7. Pengaruh perlakuan herbisida isopropilamina glifosat terhadap
bobot kering gulma Asystasia gangetica ............................................. 40
8. Koefisien komunitas 4 MSA (%) ........................................................ 43
9. Koefisien komunitas 8 MSA (%) ......................................................... 43
10. Koefisien komunitas 12 MSA (%) ...................................................... 44
11. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 4 MSA ..................... 53
12. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 8 MSA ..................... 54
13. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 12 MSA ................... 55
14. Bobot kering gulma total pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida
parakuat diklorida ................................................................................ 56
15. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma total pada 4 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................. 56
v
16. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 4 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 56
17. Bobot kering gulma total pada 8 MSA akibat perlakuan herbisida
parakuat diklorida ................................................................................ 57
18. Transformasi √ (x+0,5) bobot kering gulma total pada 8 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 57
19. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 8 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 57
20. Bobot kering gulma total pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida
parakuat diklorida ................................................................................ 58
21. Transformasi √ (x+0,5) bobot kering gulma total pada 12 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 58
22. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 12 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................. 58
23. Bobot kering gulma golongan rumput pada 4 MSA akibat perlakuan
herbisida parakuat diklorida ................................................................ 59
24. Transformasi √ √(x+0,5) bobot kering gulma golongan rumput pada
4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 59
25. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 59
26. Bobot kering gulma golongan rumput pada 8 MSA akibat perlakuan
herbisida parakuat diklorida ................................................................ 60
27. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma golongan rumput pada
8 MSA akibat perlakuan hebisida parakuat diklorida .......................... 60
28. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 60
29. Bobot kering gulma golongan rumput pada 12 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 61
30. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma golongan rumput pada
12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ....................... 61
31. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 61
32. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 4 MSA akibat
herbisida parakuat diklorida ................................................................ 62
vi
33. Transformasi √ √(x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebar pada
4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 62
34. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 4
MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................. 62
35. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 8 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 63
36. Transformasi √ (x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebar pada
8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 63
37. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 8
MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................... 63
38. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 12 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 64
39. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 12
MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................... 64
40. Bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada 4 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 65
41. Transformasi √ (x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa pada
4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 65
42. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada
4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................ 65
43. Bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada 8 MSA akibat
perlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................ 66
44. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa pada
8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 66
45. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada
8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................ 66
46. Bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 67
47. Transformasi √√ (x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa pada
12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ....................... 67
48. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ottochloa nodosa pada
12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ...................... 67
49. Bobot kering gulma dominan Ageratum conyzoides pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 68
vii
50. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma Ageratum conyzoides pada
4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 68
51. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ageratum conyzoides
pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................. 68
52. Bobot kering gulma dominan Ageratum conyzoides pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 69
53. Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma Ageratum conyzoides pada
8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 69
54. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ageratum conyzoides
pada 8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................ 69
55. Bobot kering gulma dominan Ageratum conyzoides pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 70
56. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Ageratum conyzoides
pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida .............. 70
57. Bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica pada 4 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 71
58. Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma Asystasia gangetica pada
4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 71
59. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica
pada 4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................ 71
60. Bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica pada 8 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 72
61. Transformasi √ (x+0,5) bobot kering gulma Asystasia gangetica pada
8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................... 72
62. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica
pada 8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................ 72
63. Bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica pada 12 MSA
akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ..................................... 73
64. Transformasi √ (x+0,5) bobot kering gulma Asystasia gangetica pada
12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ....................... 73
65. Analisis ragam bobot kering gulma dominan Asystasia gangetica
pada 12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................ 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Rumus bangun kimia parakuat diklorida .......................................... 18
2. Tata letak percobaan ......................................................................... 22
3. Pelaksanaan aplikasi herbisida .......................................................... 23
4. Bagan pengambilan sampel gulma ................................................... 25
5. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadap
gulma total ........................................................................................ 31
6. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadap
gulma golongan rumput ................................................................... 33
7. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadap
gulma golongan daun lebar .............................................................. 35
8. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadap
gulma Ottochloa nodosa .................................................................. 37
9. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadap gulma
Ageratum conyzoides ....................................................................... 39
10. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadap gulma
Asystasia gangetica ........................................................................... 41
11. Perbandingan fitotoksisitas tanaman karet (a); Tanaman karet yang
yang aplikasikan herbisida, (b); Tanaman karet yang dilakukan
penyiangan mekanis ........................................................................... 45
12. Pengamatan gulma 4 MSA pada petak Perlakuan herbisida dosis 310.5
(a); Perlakuan herbisida dosis 414 g/ha (b); Perlakuan herbisida dosis
496.8 g/ha (c); Perlakuan herbisida dosis 621 g/ha (d); Penyiangan
mekanis (e); Kontrol (f) ..................................................................... 74
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan penghasil lateks yang
menjadi salah satu komoditas penting di Indonesia. Getah hasil sadapan tanaman
karet (lateks) merupakan bahan baku utama industri yang menggunakan karet
sebagai bahan utamanya. Hasil olahan bahan baku tersebut dapat dimanfaatkan
menjadi karet gelang, kabel, sepatu, dan banyak lainnya (Purwanta dkk., 2008).
Disamping lateks, kayu karet dapat dimanfaatkan untuk beragam produk yang
selama ini jadi keunggulan Indonesia mulai dari furnitur, papan berkerapatan
sedang, papan partikel, balok lamina, dan kayu lapis (Kaban, 2009).
Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2016), produksi karet di Indonesia pada
tahun 2013 sebesar 3.237.433 ton dengan produktivitas 1.083 kg/ha. Kemudian
pada tahun 2014, terjadi penurunan produksi karet menjadi 3.153.186 ton dengan
produktivitas 1.053 kg/ha dan pada 2015 produksi karet di Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 3.157.785 ton tetapi karena adanya peningkatan luas areal
perkebunan karet yang meningkat secara signifikan menjadi 3.639.645 ton maka
produktivitas pun menurun menjadi 1.045 kg/ha.
Rendahnya produktivitas merupakan salah satu kendala yang masih dialami
perkebunan karet di Indonesia (Damanik dkk., 2010). Produksi dari sektor
2
perkebunan karet belum maksimal salah satunya disebabkan oleh permasalahan
gulma. Keberadaan gulma menjadi sangat menganggu bagi tanaman yang
dibudidayakan apabila tidak ditangani dengan baik. Kerugian yang ditimbulkan
akibat adanya gulma yaitu dapat terjadi persaingan antara gulma dan tanaman
karet dalam hal perebutan air, unsur hara, ruang tumbuh, dan cahaya matahari
(Supawan dan Haryadi, 2014). Gulma juga dapat menjadi inang hama dan
penyakit yang dapat merugikan produksi pada perkebunan karet sehingga
keberadaan gulma harus dikendalikan. Kerugian lainnya yaitu menurunkan
efisiensi pemupukan dan menunda matang sadap tanaman karet (Ferry dan
Samsudin, 2014).
Beberapa teknik pengendalian gulma dapat diterapkan untuk meminimalisir
pertumbuhan gulma. Teknik pengendalian gulma yang umum digunakan adalah
teknik pengendalian secara manual dan secara kimiawi. Pengendalian gulma
secara manual sulit dilakukan karena tidak efisien baik dalam hal waktu, biaya,
dan tenaga kerja dalam mengendalikan lahan perkebunan karet yang cukup luas.
Pengendalian secara kimiawi menggunakan herbisida lebih efektif dilakukan pada
areal yang cukup luas karena pengendalian secara kimiawi memerlukan tenaga
kerja lebih sedikit, mudah diaplikasikan, dan efisien waktu dalam
pengendaliannya (Anwar, 2001).
Salah satu herbisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma di lahan
perkebunan karet belum menghasilkan adalah herbisida berbahan aktif parakuat
diklorida. Herbisida berbahan aktif parakuat diklorida mampu mengendalikan
gulma berdaun lebar, rumput, dan teki seperti: Ageratum conyzoides, Borreria
3
alata, Cynodon dactylon, Digitaria sp, Cyperus iria, Cyperus rotundus, dan
Mikania micrantha. Herbisida ini bersifat kontak karena mematikan gulma pada
bagian yang terkena herbisida, bersifat non selektif karena mempengaruhi semua
jenis tumbuhan yang terkena herbisida ini, sering digunakan untuk mengendalikan
gulma yang dapat memberikan pengaruh kompetisi pada tanaman budidaya
(Anwar, 2001).
Penggunaan herbisida memerlukan pengetahuan yang memadai tentang jenis
herbisida, cara pemakaian herbisida, dan dosis herbisida tersebut. Tingkat dosis
aplikasi herbisida menentukan efektivitas penggunaan herbisida untuk
mengendalikan gulma. Penggunaan dosis aplikasi yang terlalu rendah
menyebabkan tujuan pengendalian tidak berhasil. Sebaliknya bila dosis aplikasi
terlalu tinggi, di samping terjadi pemborosan, juga akan menimbulkan masalah
pencemaran lingkungan. Selain masalah pencemaran lingkungan dosis aplikasi
yang terlalu tinggi dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman budidaya
(fitotoksisitas). Tanaman budidaya yang mengalami keracunan dapat
menyebabkan kerusakan pada bagian tanaman hingga dapat menyebabkan
tanaman tersebut mengalami kematian, tanaman yang mengalami fitotoksisitas
juga dapat berkurang hasil produksinya (Girsang, 2005). Aplikasi herbisida juga
dapat mempengaruhi perubahan komoposisi gulma di suatu areal yang telah
diaplikasi.
Suatu merek dagang herbisida dengan formulasi baru harus diuji keefektifannya
dalam kondisi lapang. Pengujian herbisida dalam kondisi lapang dilakukan untuk
membuktikan kebenaran klaimnya mengenai mutu, efikasi, dan keamanan
4
herbisida. Apabila pengujian terhadap herbisida berhasil dan memenuhi
persyaratan tertentu, maka herbisida tersebut dapat diproduksi, diedarkan, dan
digunakan dengan masa berlaku 5 tahun serta dapat diperpanjang perizinannya
untuk 5 tahun selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penelitian ini dilakukan
untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Berapakah dosis herbisida parakuat diklorida yang efektif mengendalikan
gulma pada tanaman karet belum menghasilkan (TBM)?
2. Apakah aplikasi herbisida parakuat diklorida menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi gulma pada tanaman karet belum menghasilkan (TBM)?
3. Apakah aplikasi herbisida parakuat diklorida menyebabkan terjadinya
fitotoksisitas pada tanaman karet belum menghasilkan (TBM)?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dosis herbisida parakuat diklorida yang efektif dalam pengendalian
gulma pada perkebunan karet belum menghasilkan (TBM).
2. Mengetahui perubahan komposisi gulma setelah aplikasi herbisida parakuat
diklorida pada perkebunan karet belum menghasilkan (TBM).
3. Mengetahui apakah terjadi fitotoksisitas tanaman karet akibat aplikasi herbisida
parakuat diklorida.
5
1.4 Landasan Teori
Gulma dapat diartikan sebagai tumbuhan yang tidak diinginkan keberadaannya
karena bersifat merugikan bagi kepentingan manusia baik dari beberapa aspek,
seperti ekonomi, ekologis, kesehatan, maupun estetika (Pujisiswanto, 2012).
Kerugian akibat terjadinya persaingan antara tanaman perkebunan dan gulma
yaitu: pertumbuhan tanaman terhambat sehingga waktu mulai berproduksi lebih
lama, penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman, produktivitas
kerja terganggu, dan biaya pemeliharaan meningkat akibat adanya biaya tambahan
untuk mengendalikan gulma (Barus, 2003).
Populasi gulma yang tumbuh di sekitar lahan perkebunan karet belum
menghasilkan (TBM) sangatlah tinggi, salah satu faktor yang menyebabkan
populasi gulma cukup tinggi adalah faktor tajuk tanaman yang belum lebar, tajuk
yang belum lebar menyebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk di
perkebunan karet TBM cukup besar sehingga populasi gulma yang tumbuh cukup
tinggi dan pada umumnya didominasi oleh gulma golongan rumput dan daun
lebar (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
Gulma sangatlah penting untuk dikendalikan terutama di perkebunan karet belum
menghasilkan (TBM). Beberapa metode pengendalian gulma telah banyak
dilakukan di perkebunan khususnya perkebunan karet baik metode manual,
metode mekanis, kultur teknis, biologis, maupun metode kimiawi dengan
penggunakan herbisida, atau bahkan dengan menggabungkan beberapa metode
sekaligus (terpadu). Metode yang paling banyak dilakukan oleh petani untuk
mengendalikan gulma yaitu metode kimiawi dengan menggunakan herbisida.
6
Metode kimiawi dinilai lebih praktis dan menguntungkan dibandingkan dengan
metode yang lain. Hal tersebut karena pengendalian gulma dengan metode
kimiawi dengan menggunakan herbisida membutuhkan tenaga kerja yang lebih
sedikit dan waktu pelaksanaan yang relatif lebih singkat (Barus, 2003).
Herbisida merupakan bahan pengendali yang terbuat dari bahan – bahan kimia
atau kultur hayati yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan
tumbuhan. Herbisida yang diaplikasikan dalam dosis yang tinggi akan mematikan
seluruh bagian dari tumbuhan dari berbagai jenis tumbuhan. Sedangkan dengan
perlakuan dosis rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak
merusak tumbuhan yang lain. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau
tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Sifat kimia herbisida tidak hanya
menentukan daya kerja herbisida pada gulma yang dikendalikan (efikasi), tetapi
juga menentukan tingkat keracunan (toksisitas) pada organisme nontarget
misalnya tanaman budidaya (Sembodo, 2010).
Herbisida yang akan digunakan pada saat pengendalian kimiawi harus disesuaikan
dengan populasi gulma yang tumbuh di sekitar lahan perkebunan. Salah satu
herbisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma adalah
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida. Herbisida parakuat diklorida
merupakan herbisida yang sangat efektif mengendalikan tumbuhan secara kontak
dan bersifat non selektif (Djojosumarto, 2008). Selektivitas herbisida dapat pula
terjadi akibat pengaturan cara aplikasinya. Aplikasi herbisida dapat dilakukan
pada alur di antara baris tanaman atau dapat di aplikasi dengan menggunakan
pelindung sehingga cipratan herbisida (droplet) tidak akan mengenai tanaman
7
budi daya (Sembodo, 2010). Herbisida ini memiliki senyawa kimia yang sangat
beracun (Era dkk., 2008).
Herbisida dengan bahan aktif parakuat diklorida ini bekerja bila diserap oleh
tanaman pada bagian daun atau bagian tanaman lain yang berwarna hijau (Britt,
2003). Molekul herbisida ini setelah mengalami penetrasi ke dalam daun
tumbuhan atau bagian tanaman lain yang berwarana hijau, dengan adanya sinar
matahari akan bereaksi dan menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat merusak
membran sel tumbuhan dan seluruh organnya. Kerusakan sel/organ di dalam
tanaman tersebut dari luar tampak tumbuhan terbakar (Anderson, 1977).
Komposisi gulma pada lahan budidaya dapat berubah seiring dengan berjalannya
waktu. Perubahan komposisi gulma disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
kemampuan gulma berkembang biak, kompetisi antar gulma, dan pengendalian
gulma. Menurut Mawardi dkk. (1996), pengendalian gulma dengan herbisida
menyebabkan terjadinya perubahan komunitas dan populasi gulma.
Hasil penelitian (Murti dkk., 2016) menunjukkan bahwa herbisida berbahan aktif
parakuat diklorida dengan dosis 414 – 966 g/ha dapat mengendalikan gulma
golongan daun lebar seperti Ipomoea triloba dan Richardia brasiliensis serta
gulma golongan rumput Digitaria ciliaris.
Parakuat diklorida digunakan untuk mengendalikan gulma seperti enceng gondok
di danau dan di pantai, rumput teki di sawah dan gulma lainnya di perkebunan
sawit, kopi, lada, tebu, dan lain-lain (Era dkk., 2008).
8
1.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, disusun kerangka pemikiran
untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.
Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Meskipun
didukung dengan areal perkebunan yang luas, hasil produksi karet Indonesia
sangat rendah dibandingkan dengan luas areal perkebunan karet. Dalam usaha
mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanaman karet tidak semudah
yang diharapkan. Timbul permasalahan – permasalahan salah satunya karena
keberadaan gulma. Keberadaan gulma yang menimbulkan persaingan dapat
menurunkan produktivitas tanaman karet.
Gulma merupakan tumbuhan yang merugikan kepentingan manusia. Kehadiran
gulma pada tanaman karet dapat menurunkan produktivitas karena mengganggu
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama dalam penyerapan
unsur hara dan air yang menjadi sarana tumbuh utama, serta akan mengganggu
dalam pemeliharaan tanaman seperti pemupukan dan pemanenan.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya pengendalian.
Metode pengendalian gulma antara lain mekanis, kultur teknis, hayati, biologi,
dan kimiawi. Pengendalian gulma yang efektif pada areal perkebunan karet yang
luas adalah dengan cara kimiawi menggunakan herbisida. Salah satu herbisida
yang dapat digunakan adalah herbisida berbahan aktif parakuat diklorida.
Herbisida parakuat diklorida merupakan herbisida nonselektif yang memiliki
spektrum pengendalian yang sangat luas. Herbisida ini mampu membunuh semua
9
tumbuhan yang berwarna hijau, dengan demikian gulma‒gulma yang sering
muncul dan merugikan bagi tanaman karet dapat dikendalikan oleh herbisida ini.
Keracunan tanaman pokok umumnya tidak terjadi setelah aplikasi herbisida
parakuat membuktikan bahwa herbisida ini aman digunakan di perkebunan karet
TBM. Setiap herbisida meskipun memiliki bahan aktif yang sama dapat berbeda
mutu, efikasi, dan daya racun terhadap tanaman. Untuk itulah diperlukan
pengujian lapang untuk mendapatkan informasi mengenai dosis herbisida yang
efektif dan dampaknya terhadap tanaman karet belum menghasilkan maupun
terhadap komposisi gulma setelah diaplikasikan herbisida.
Parakuat diklorida merupakan herbisida yang bersifat kontak, untuk
mengaplikasikan herbisida parakuat diklorida penguji perlu memahami cara
aplikasi dan penggunaan dosis yang efektif. Pengaplikasian yang tepat dan
penggunaan dosis yang efektif dapat mematikan gulma tanpa membuat tanaman
budidaya mengalami keracunan herbisida (fitotoksisitas). Berdasarkan landasan
teori, herbisida parakuat diklorida dapat mengendalikan gulma dengan dosis 414 –
966 g/ha tanpa menunjukkan keracunan pada tanaman. Suatu merek dagang
herbisida dengan formulasi baru harus diuji keefektifannya dalam kondisi lapang.
Pengujian herbisida dalam kondisi lapang dilakukan untuk membuktikan
kebenaran klaimnya mengenai mutu, efikasi dan keamanan herbisida. Oleh karena
itu, perlu dilakukan uji terhadap herbisida tersebut untuk mengetahui keefektifan
suatu herbisida dalam mengendalikan gulma.
10
1.6 Hipotesis
Dalam kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis
sebagai berikut:
1. Herbisida parakuat diklorida pada dosis 414 – 966 g/ha efektif dalam
pengendalian gulma pada tanaman karet belum menghasilkan (TBM).
2. Apikasi herbisida parakuat diklorida menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi gulma.
3. Aplikasi herbisida parakuat diklorida tidak meracuni tanaman karet belum
menghasilkan (TBM).
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)
Tanaman karet (Hevea brasilensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman ini
merupakan sumber utama untuk memproduksi berbagai macam barang di seluruh
dunia. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya pertama kali pada umur
tahun ke-5. Hasil dari lateks tersebut dapat diolah menjadi lembaran karet (sheet),
bongkahan (kotak), atau karet remah (crumb rubber) yang merupakan bahan baku
industri karet (Purwanta dkk., 2008). Selain lateks, kayu tanaman karet dapat
digunakan untuk bahan bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan
lain-lain (Kaban, 2009).
Karet termasuk famili Euphorbiaceae, genus Hevea. Berikut ini adalah klasifikasi
tanaman karet :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
12
Sedangkan morfologi tanaman karet menurut Syamsul (1996) adalah sebagai
berikut :
(1) Akar
Tanaman karet termasuk ke dalam subkelas Dycotyledonae. Oleh karena itu,
tanaman karet memiliki akar tunggang dengan sistem perakaran padat. Akar
tunggang dapat masuk ke dalam tanah pada kedalaman 1-2 m, sedangkan akar
lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Akar yang paling aktif menyerap air dan
unsur hara adalah bulu akar yang berada pada kedalaman 0-60 cm dan jarak 2,5 m
dari pangkal pohon.
(2) Batang
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.
Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Bentuk batang tanaman karet
umumnya bulat atau silindris yang tumbuh lurus dengan percabangan di bagian
atas. Batang mengandung getah atau lateks.
(3) Daun
Daun karet berupa daun trifoliata dan berwarna hijau. Anak daun berbentuk elips
dengan bagian ujung meruncing. Tangkai daum panjang dengan serat daun yang
tampak jelas dan kasar.
(4) Bunga
Bunga karet merupakan bunga monoecious. Bunganya muncul dari ketiak daun
(Axillary), individu bunga bertangkai pendek dengan bunga betina terletak di
ujung. Proporsi bunga lebih banyak di bandingkan bunga betina.
(5) Buah dan biji
Buah umumnya memiliki tiga buah ruang bakal biji. Buah yang sudah masak
13
akan pecah dengan sendirinya. Biji berwarna coklat kehitaman dengan pola
bercak-bercak yang khas. Tanaman dewasa dapat menghasilkan sekitar 2.000 biji
per tahun.
2.2 Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet
Kegiatan budidaya tanaman karet terdapat syarat tumbuh tanaman, syarat tumbuh
tanaman tersebut harus terpenuhi agar pertumbuhan tanaman karet optimal.
Syarat tumbuh tanaman karet adalah sebagai berikut:
2.2.1 Iklim
Tanaman karet dapat tumbuh baik pada ketinggian sekitar 0 – 600 m dpl, curah
hujan sebesar 2.500 mm/tahun dengan 100 – 150 hari hujan. Temperatur optimal
yang dibutuhkan berkisar antara 25 – 28ºC dan temperatur udara maksimum 29 –
34ºC serta kelembaban udara tinggi hingga 80% (Evizal, 2015). Selain itu faktor
sebaran hujan yang merata sepanjang tahun merupakan syarat keberhasilan
tanaman karet (Syamsulbahri, 1996). Daerah yang memenuhi syarat pertumbuhan
tanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa,
dan Kalimatan, sebab iklimnya lebih basah (Budiman, 2012).
2.2.2 Tanah
Tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman karet adalah tanah jenis alluvial
dan vulkanik. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang
baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik yang menyebabkan tanaman
tidak tumbuh optimal, sedangkan tanah vulkanis memiliki sifat fisika yang
cukup baik, terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan
14
drainasenya dengan pH antara 3,0 – 8,0. Sifat‐sifat tanah yang cocok untuk
tanaman karet pada umumnya antara lain (1) solum tanah sampai 100cm, tidak
terdapat batu – batuan dan lapisan cadas, (2) aerasi dan drainase cukup, (3) tekstur
tanah remah, poreus dan dapat menahan air, (4) struktur terdiri dari 35% liat dan
30% pasir, (5) tanah bergambut tidak lebih dari 20cm, (6) kandungan hara NPK
cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro, (7) reaksi tanah dengan pH 4,5 –
6,5, (8) kemiringan tanah < 16%, dan (9) permukaan air tanah < 100cm
(Anwar, 2001).
2.3 Gulma pada Tanaman Karet
Gulma merupakan tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan
pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi.
Gulma secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman budidaya.
Gulma adalah tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia.
Karena gulma bersifat merugikan manusia maka manusia berusaha untuk
mengendalikannya. Kerugiannya tersebut menyangkut semua aspek kepentingan
manusia baik dibidang usaha tani maupun aspek kehidupan lainnya, seperti
kesehatan, lingkungan hidup, estetika, rekreasi dan sebagainya (Sembodo, 2010).
Gulma membutuhkan persyaratan tumbuh untuk dapat hidup. Karena gulma dan
tanaman saling berdekatan maka akan mengadakan persaingan (Moenandir,
2010). Akibatnya gulma dapat menghambat pertumbuhan dan menunda masa
produktif tanaman karet, dapat menurunkan hasil dan meanyulitkan saat
penyadapan. Oleh karena itu gulma banyak menimbulkan kesulitan dalam
pemeliharaan tanaman karet.
15
Gulma yang tumbuh di areal perkebunan karet menjadi salah satu masalah utama
dalam budidaya tanman karet karena dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
dalam penyerapan unsur hara, air, cahaya dan ruang tempat tumbuh. Di samping
itu, juga ada beberapa jenis gulma yang bisa mengeluarkan zat penghambat
pertumbuhan sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan menjelang waktu
penyadapan produksinya pun menjadi rendah (Tim Penulis PS, 2009).
Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984), terdapat tiga jenis gulma penting pada
perkebunan karet. Pertama, jenis gulma golongan rumput yaitu Ottochloa
nodosa, Imperata cylindrica, Paspalum conjugatum, dan Polygala paniculata.
Kedua, jenis gulma golongan daun lebar yaitu Mikania cordata, M. micrantha,
Melastoma malabatrichum, dan Clibadium surinamensis. Ketiga, jenis gulma
golongan rumput teki yaitu C. rotundus, Cyperus kyllingia, dan Scleria
sumatrensis.
2.4 Pengendalian Gulma pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan
Gulma pada perkebunan karet belum menghasilkan memiliki populasi yang
sangat tinggi. Salah satu penyebab tingginya populasi di perkebunan karet belum
menghasilkan adalah faktor tajuk tanaman karet yang belum lebar. Tajuk yang
belum lebar menyebabkan cahaya matahari dapat dengan mudah masuk ke dalam
areal pertanaman karet sehingga populasi gulma pun tinggi. Oleh karena itulah
gulma pada perkebunan karet belum menghasilkan harus kita kendalikan hingga
seminimal mungkin (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).
16
Gulma yang sering tumbuh di areal perkebunan karet belum menghasilkan (TBM)
adalah: Chromolaena odorata, Mikania micrantha, Melastoma affine, Imperata
cylindrical, Ottochloa nodosa, Paspalum conjugatum (Purwanta dkk., 2008).
Pengendalian gulma yang dilakukan pada pertanaman karet TBM dapat dilakukan
di baris tanaman. Pengendalian diusahakan tidak terlalu dekat dengan tanaman
karet agar tidak terjadi pelukaan dan keracunan pada tanaman (fitotoksisitas).
Pengendalian gulma di baris tanaman dilakukan secara mekanis dan kimiawi.
Pengendalian gulma pada perkebunan karet secara mekanis dilakukan dengan cara
penyiangan. Menurut Damanik dkk. (2010), penyiangan dalam budidaya karet
bertujuan membebaskan tanaman karet dari gangguan gulma. Penyiangan manual
biasa menggunakan peralatan seperti cangkul atau parang. Umumnya penyiangan
dilakukan tiga kali dalam setahun untuk menghemat tenaga dan biaya.
Sedangkan untuk pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan herbisida.
Pengendalian secara kimiawi inilah yang umum dilakukan di perkebunan karet
perusahaan maupun rakyat. Banyak merek herbisida yang sudah beredar di
pasaran, dianjurkan memilih merek yang sesuai dengan jenis gulma yang akan
dikendalikan agar hasilnya efektif. Dosis dan frekuensi penyemprotan harus
diperhatikan agar tidak terjadi pemborosan herbisida (Damanik dkk., 2010).
Herbisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pada perkebunan
karet adalah merek REXROOT 480 SL dan ROUNDUP 486 SL dengan bahan
aktif isopropilamina glifosat. SQUAD 200 SL dengan bahan aktif parakuat
diklorida. ERKAFURON 20 WG dengan bahan aktif metil metsufuron
(Ditjen PSP, 2012).
17
2.5 Herbisida Parakuat Diklorida
Herbisida merupakan bahan kimia yang dapat menghentikan pertumbuhan gulma
sementara atau seterusnya bila diberlakukan pada ukuran yang tepat (Sembodo,
2010). Pemilihan herbisida yang sesuai untuk pengendalian gulma di perkebunan
karet merupakan suatu hal yang sangat penting. Pemilihan dilakukan dengan
memperhatikan daya efikasi herbisida terhadap gulma dan ada atau tidaknya
fitotoksisitas pada tanaman. Pengendalian gulma memakai herbisida diperoleh
hasil yang cukup memuaskan, namun penggunaan herbisida juga dapat
menyebabkan perubahan komposisi spesies dan kepadatan (density) gulma disuatu
tempat dalam jangka waktu yang lama. Salah satu bahan aktif herbisida yang
sering digunakan untuk mengendalikan gulma di perkebunan karet adalah
parakuat diklorida.
Herbisida parakuat diklorida ditemukan pada tahun 1955, dan pertama kali
dipasarkan pada tahun 1962 (Britt dkk., 2003). Herbisida ini terdaftar untuk
spektrum tanaman yang cukup luas, antara lain pada cengkeh, kakao (TBM),
kapas, jeruk, karet, kelapa sawit, kelapa hibrida, kopi, lada, padi pasang surut,
rosela, tebu, teh, dan ubikayu (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2016).
Herbisida parakuat diklorida merupakan herbisida golongan bipyridylium.
Herbisida ini umumnya merupakan herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila
diaplikasikan ke dalam tanah dan bersifat tidak selektif. Herbisida ini merupakan
herbisida bertipe kontak yang dapat mematikan sel dan jaringan tumbuhan yang
terkontaminasi atau terkena racun tersebut (Suntres, 2002).
18
Cara kerja parakuat diklorida adalah sebagai berikut, pertama molekul parakuat
diklorida diabsorpsi masuk ke dalam bagian gulma yang berwarna hijau (memiliki
klorofil). Parakuat diklorida bekerja dalam sistem membran fotosintesis yang
disebut Fotosistem I, yang menghasilkan elektron bebas untuk menjalankan
proses fotosintesis. Elektron bebas dari fotosistem I bereaksi dengan ion parakuat
untuk membentuk radikal bebas. Molekul herbisida ini, dengan adanya sinar
matahari akan bereaksi dan menghasilkan O2 -. Dengan adanya reaksi kimia yang
tinggi, O2 - menyerang membran asam lemak tak jenuh, dengan cepat membuka
dan mendisintegrasikan membran sel dan jaringan. Ion paraquat atau radikal
bebas tersebut kemudian mendaur ulang dengan menghasilkan lebih banyak lagi
O2 - sampai pasokan elektron bebasnya berhenti dan akhirnya merusak sel dan
jaringan (sitoplasma) pada bagian tumbuhan tersebut. Kerusakan sel di dalam
tumbuhan tersebut dari luar terlihat seperti terbakar (Anderson, 1997).
Parakuat diklorida memiliki nama IUPAC (International Union of Pure and
Applied Chemistry) 1,1’-dimethyl-4,4’-bipyridinium dichloride dengan rumus
molekul C12H14Cl2N2 dan rumus bangun seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Rumus bangun kimia parakuat diklorida (Tomlin, 2010).
Parakuat sangat cepat dan kuat terjerap ke tanah dan sedimen. Ketika dijerap,
maka dengan cepat terdegradasi oleh mikroorganisme tanah dengan DT50
19
(disappearance time 50%) parakuat bertahan < 1 minggu. Herbisida ini memiliki
nilai oral LD50: >20‒ 196 mg/kg, dermal LD50: >236 ‒ 325 mg/kg (Tomlin,
2010). Berdasarkan Lampiran II Surat/Peraturan Menteri Pertanian
No.01/Permentan/OT. 140/1/2007 tentang daftar bahan aktif pestisida yang
dilarang dan pestisida terbatas, herbisida berbahan aktif parakuat diklorida
termasuk kedalam herbisida terbatas (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan, 2007). Herbisida ini sangat beracun untuk mamalia
(termasuk manusia) dan satwa liar lainnya. Namun apabila digunakan sesuai
dengan ketentuan pada label yang ada diharapkan tidak menimbulkan kerugian
pada tanah dan hewan air (Britt dkk., 2003).
20
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kebun karet rakyat di Desa Onoharjo, Kecamatan
Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dan Laboratorium Gulma Fakultas
Pertanian Universitas Lampung dari bulan Desember 2017 hingga Maret 2018.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman karet belum menghasilkan (TBM)
kultivar GT – 1 berumur 5 tahun, herbisida Rexone 276 SL berbahan aktif
parakuat diklorida dengan kadar 276 g/l, air, dan cat kayu. Alat yang digunakan
adalah knapsack sprayer semi automatic, nozel T – jet berwarna biru, gelas ukur,
ember, rubber bulb, arit, cangkul, meteran, kuas, kantong plastik, oven,
timbangan digital, alat tulis, amplop kertas, dan kuadran besi berukuran 0,5m x
0,5m.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktor tunggal
dengan 6 taraf perlakuan dan 4 ulangan (Tabel 1). Perlakuan tersebut terdiri dari
perlakuan herbisida parakuat diklorida 276 SL, penyiangan mekanis, dan kontrol
21
(tanpa pengendalian gulma). Pengelompokkan ditetapkan berdasarkan
keseragaman gulma yang ada di petak percobaan.
Sebagai pembanding untuk mengetahui pengaruh aplikasi herbisida parakuat
diklorida 276 SL terhadap tanaman karet TBM digunakan perlakuan penyiangan
secara mekanis, dan untuk mengetahui pengaruh herbisida parakuat diklorida
terhadap pertumbuhan gulma, maka data pengamatan dibandingkan dengan
kontrol. Dosis rekomendasi herbisida parakuat diklorida adalah 414 g/ha (nilai A)
yang ditetapkan oleh formulator. Lalu dosis rekomendasi (nilai A) ditambah dan
diturunkan menjadi beberapa taraf dosis yang diuji. Dengan pengujian ini
diharapkan dapat diketahui dosis herbisida yang efektif mengendalikan gulma
perkebunan karet belum menghasilkan (TBM) dan pengaruhnya terhadap tanaman
karet. Susunan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Satuan perlakuan efikasi herbisida parakuat diklorida
No. Perlakuan Dosis formulasi
(l/ha)
Dosis bahan aktif
(g/ha)
1
2
3
4
5
6
Parakuat diklorida 276 SL
Parakuat diklorida 276 SL
Parakuat diklorida 276 SL
Parakuat diklorida 276 SL
Penyiangan mekanis
Kontrol
1,130 (¾ A)
1,50 (A)
1,80 (1¼ A)
2,25 (1½ A)
-
-
310 ,5
414,0
496,8
621,0
-
-
Keterangan:
A = Dosis anjuran
Untuk menguji homogenitas ragam data digunakan uji Bartlett dan additivitas data
diuji dengan menggunakan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data dianalisis
22
dengan sidik ragam dan untuk menguji perbedaan nilai tengah perlakuan diuji
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan petak percobaan
Satuan perlakuan terdiri atas gulma dibawah 4 tanaman karet dengan luas 3 m x
12 m dengan luas pengendalian 36 m2. Jarak antar satuan perlakuan adalah satu
tanaman karet. Petak lahan yang digunakan kondisi penutupan gulmanya >75%.
Petak percobaan diberi nomor menggunakan cat kayu warna oranye sesuai dengan
nomor perlakuan yang telah diacak. Terdapat 24 satuan petak percobaan yang
terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Tata letak percobaan dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Tata letak percobaan
Keterangan gambar:
P1 : Perlakuan parakuat diklorida 310,5 g/ha
P2 : Perlakuan parakuat diklorida 414 g/ha
P3 : Perlakuan parakuat diklorida 496,8 g/ha
P4 : Perlakuan parakuat diklorida 621 g/ha
P5 : Penyiangan mekanis
P6 : Kontrol
U1 – U4 : Ulangan
23
3.4.2 Aplikasi herbisida
Aplikasi dilakukan satu kali ketika kondisi lingkungan mendukung (pagi hari,
cuaca cerah, dan kecepatan angin rendah). Sebelum aplikasi herbisida, dilakukan
kalibrasi alat semprot dengan metode luas untuk menentukan volume semprot.
Volume semprot yang didapat sebesar 555 l/ha. Cara aplikasi herbisida pada
petak percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.
Keterangan gambar:
= Tanaman karet
= Arah aplikasi herbisida
Gambar 3. Pelaksanaan aplikasi herbisida
12 m
3m
m
24
3.4.3 Penyiangan Mekanis
Untuk mengetahui pengaruh aplikasi herbisida parakuat diklorida 276 SL
terhadap tanaman karet belum menghasilkan (TBM) digunakan perlakuan
penyiangan mekanis sebagai perlakuan pembanding. Penyiangan mekanis
dilakukan dengan cara diarit pada saat 0 MSA (perlakuan 5).
3.5 Pengamatan Karet
3.5.1 Fitotoksisitas
Jumlah sampel tanaman karet untuk pengamatan fitotoksisitas adalah sebanyak 4
tanaman dalam satuan petak perlakuan. Tingkat keracunan dinilai secara visual
terhadap populasi tanaman karet, diamati pada 2, 4, dan 6 MSA (Gambar 4).
Pengamatan tingkat keracunan tanaman mengacu pada aturan Direktorat Pupuk
dan Pestisida (2012) dalam metode standar pengujian efikasi herbisida :
0 = Tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
1 = Keracunan ringan, >5 – 20% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
2 = Keracunan sedang, >20 – 50% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
3 = Keracunan berat, >50 – 75% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
4 = Keracunan sangat berat, >75% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
25
3.6 Pengamatan Gulma
3.6.1 Pengambilan sampel
Pengambilan sampel gulma menggunakan kuadran berukuran 0,5m x 0,5m secara
silang, diharapkan gulma yang diambil dapat mewakili kondisi gulma yang
sebenarnya. Waktu pengambilan sampel gulma dilakukan pada saat 4, 8, dan 12
MSA. Bagan pengambilan sampel gulma dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Bagan pengambilan sampel gulma
Keterangan gambar:
= Satuan petak percobaan
= Tanaman karet
1 = Petak kuadran pengambilan sampel gulma 4 MSA
2 = Petak kuadran pengambilan sampel gulma 8 MSA
3 = Petak kuadran pengambilan sampel gulma 12 MSA
12 m
m
3m
m
1
1
2
2
3 3
26
3.6.2 Bobot Kering Gulma
Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan memotong gulma tepat
setinggi permukaan tanah pada petak sampel seluas 0,5m x 0,5m (Gambar 4),
kemudian gulma dipilah sesuai jenisnya. Lalu gulma dikeringkan dengan cara
dioven selama 48 jam dengan suhu konstan 80°C hingga mencapai bobot yang
konstan dan kemudian ditimbang.
Bobot kering dianalisis secara statistika, dari hasil pengolahan data tersebut
diperoleh kesimpulan mengenai keberhasilan efikasi herbisida yang digunakan
pada percobaan. Bobot kering gulma yang diamati yaitu bobot kering gulma total,
gulma per golongan, dan gulma dominan.
3.6.3 Grafik penekanan herbisida terhadap gulma
Dari data bobot kering yang didapat kemudian dikonversi dan dibuat grafik
mengenai persen penekanan herbisida terhadap gulma, baik itu gulma total, gulma
per golongan, dan gulma dominan. Penekanan herbisida terhadap gulma
diperoleh dengan menggunakan rumus :
Penekanan
3.6.4 Summed dominance ratio (SDR)
Nilai SDR digunakan untuk menentukan urutan gulma dominan yang ada di areal.
Nilai SDR dapat dicari setelah didapat nilai bobot kering gulma. Nilai SDR untuk
masing – masing spesies gulma pada petak percobaan dicari dengan rumus :
27
a. Dominan Mutlak (DM)
Bobot kering spesies gulma tertentu dalam petak contoh.
b. Dominansi Nisbi (DN)
Dominansi Nisbi =
c. Frekuensi Mutlak (FM)
Jumlah Kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan.
d. Frekuensi Nisbi (FN)
Frekuensi Nisbi (FN) =
e. Nilai Penting
Jumlah Nilai peubah Nisbi yang digunakan (DN + FN)
f. Summed Dominance Ratio (SDR)
SDR =
3.6.5 Koefisien Komunitas
Pada petak percobaan terdapat jenis gulma yang berbeda – beda antar perlakuan.
Untuk mengetahui perbedaan komposisi jenis gulma antar perlakuan dapat
dihitung dengan rumus :
Keterangan rumus:
C = Koefisien komunitas
W = Jumlah nilai SDR terendah dari masing – masing komunitas yang
dibandingkan
a = Jumlah dari seluruh SDR pada komunitas pertama
b = Jumlah dari seluruh SDR pada komunitas kedua
28
Nilai C menunjukkan kesamaan komposisi gulma antar perlakuan yang
dibandingkan. Jika nilai C >75% maka dua komunitas yang dibandingkan
memiliki komposisi gulma yang sama (Tjitrosoedirjo dkk. 1984).
48
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Herbisida parakuat diklorida dosis 310,5 – 621 g/ha efektif mengendalikan
gulma total, gulma golongan rumput dan gulma golongan daun lebar pada 4 –
12 MSA.
2. Herbisida parakuat diklorida dosis 310,5 – 621 g/ha efektif mengendalikan
gulma dominan yaitu Ottochloa nodosa, Ageratum conyzoides, dan Asystasia
gangetica pada 4 – 12 MSA.
3. Herbisida parakuat diklorida dosis 310,5 – 621 g/ha mengakibatkan terjadinya
perubahan komposisi gulma pada 4 – 12 MSA dari gulma dominan Asytasia
gangetica menjadi gulma dominan Ottochloa nodosa.
4. Aplikasi herbisida parakuat diklorida dosis 310,5 –621 g/ha tidak
menyebabkan keracunan pada tanaman karet belum menghasilkan.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, herbisida parakuat diklorida dosis
310,5 – 621 g/ha efektif dalam mengendalikan gulma total tanaman karet pada 4 –
12 MSA. Semakin tinggi dosis herbisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma di suatu areal pertanaman, maka semakin tinggi pula resiko lingkungan
48
yang tercemar akibat residu dari herbisida tersebut, selain itu semakin tinggi dosis
herbisida yang digunakan maka semakin tinggi pula biaya pemeliharaan tanaman.
Perlu dilakukan pengujian efikasi herbisida parakuat diklorida pada taraf dosis
yang lebih rendah agar diperoleh informasi mengenai dosis herbisida yang efektif
dalam mengendalian gulma namun lebih rendah resiko tercemarnya lingkungan
serta efisien dalam penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, W. P. 1997. Weed Science: Principles. West Publlishing Company. St.
Paul. Minnesota. 598 p.
Anwar, C. 2001. Manajemen Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet.
Medan. 24 hlm.
Ariani, H. T. Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida terhadap Gulma pada
Budidaya Tanaman Kopi Robusta (Coffea canephora var. robusta)
Menghasilkan. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. 2007. Daftar Bahan
Aktif Pestisida Yang Dilarang dan Pestisida Terbatas. Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Medan. 7 hal.
http://ditjenbun.pertanian.go.id. Diakses tanggal 28 Desember 2017.
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta. 103
hlm.
Britt, C., A. Mole, F. Kirkham, and A. Terry. 2003. The Herbicide Handbook:
Guidance on the Use of Herbicides on Nature Conservation Sites. English
Nature. West Yorkshire. 108 p.
Budiman, H. 2012. Prospek Tinggi Bertanam Komoditas Perekebunan. Pustaka
Baru Press. Yogyakarta. 216 hlm.
Damanik, S., M. Syakir., M. Tasma., dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Karet. Kementerian Pertanian. Jakarta. 85 hlm.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas
Karet. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. 69 hlm.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi
Herbisida. Jakarta. 229 hlm.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2016. Pestisida Pertanian
dan Kehutanan Tahun 2016. Jakarta. 1096 hlm.
50
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka.
Jakarta. 340 hlm.
Era, Y., Safni, dan H. Suyani. 2008. Degradasi Senyawa Paraquat dalam Pestisida
Gramoxone Secara Fotolisis dengan Penambahan TiO2Anatase. Jurnal
Riset Kimia. 2(1): 94-100.
Evizal, R. 2015. Karet: Manajemen dan Pengelolaan Kebun. CV. Graha Ilmu.
Yogyakarta. 160 hlm.
Ferry, Y. dan Samsudin. 2014. Keragaan Tanaman Karet Rakyat dan Penerapan
Teknologi Budidayanya di Kabupaten Karimun. SIRINOV. 2(2):101 – 112.
Fenny. 2010. Uji Efektivitas Paraquat, Glifosat, dan Glufosinat secara Tunggal
dan Campuran terhadap Pakis Kawat (Gleichenia lineraris) di Perkebunan
Karet. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Girsang, W. 2005. Pengaruh Tingkat Dosis Herbisida Isopofilamina Glifosat dan
Selang Waktu Terjadinya Pencucian Setelah Aplikasi terhadap Efektivitas
Pengendalian Gulma Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis) TBM. Jurnal
Ilmu Pertanian 3(2): 31 – 36.
Hermania, W., S. M. F. Ledoh, dan P. D. Rozari. 2010. Studi kinetika degradasi
paraquat (1,1-Dimetil-4,4Bipiridilium) dalam lingkungan tanah pertanian
Kabupaten Kupang. Jurnal Media Exacta 10(2): 110.
Kaban, J. 2009. Kebijakan Pengembangan Kayu Karet Melalui Hutan Tanaman
Karet. Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman 2009. Balai
Penelitian Sungei Putih. Hal: 2 – 5.
Mawardi, D., H. Susanto, Sunyoto dan A. T. Lubis. 1996. Pengaruh Sistem Olah
Tanah dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Gulma dan Produksi
Padi Sawah (Oryza sativa L.). Prosiding II. Konferensi XIII dan Seminar
Ilmiah HIGI. Bandar Lampung. 712-715 hlm.
Moenandir, J. 2010. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press. Malang. 157 hlm.
Murti, D. A., N. Sriyani., dan S. D. Utomo. 2016. Efikasi Herbisida Parakuat
Diklorida terhadap Gulma Umum pada Tanaman Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz.). Jurnal Agrotek Tropika 1(1): 07 – 10.
Nainggolan, B. B. 2014. Pengelolaan Gulma dengan Herbisida Kontak Parakuat
Diklorida 283 g/l pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Belum Menghasilkan (TBM) di Kebun Cisalak Baru PTPN VIII. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwanta, J. H., Kiswanto, dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 34 hlm.
51
Pujisiswanto, H. 2012. Kajian Daya Racun Cuka (Asam Asetat) terhadap
Pertumbuhan Gulma pada Persiapan Lahan. Agrin 16(1).
Sastroutomo, S. S. 1992. Pestisida: Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 186 hlm.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
168 hlm.
Supawan, I. G. dan Haryadi. 2014. Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SL
untuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg) Belum Menghasilkan. Bul. Agrohorti. 2(1):95 –
103.
Suntres, Z. E. 2002. Role of antioxidans in paraquat toxicity. Toxicology Journal.
180 (1): 65 – 77.
Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadja
Mada Press. Yogyakarta. 177 hlm.
Tim Penulis PS. 1999. Karet Strategi Pemasaran tahun 2000 Budidaya dan
Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta. 218 hlm.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo (Eds). 1984. Pengelolaan
Gulma di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor - PT Gramedia. Jakarta.
225 hlm.
Tomlin, C. D. S. 2010. A World Compedium The Pesticide Manual. Fifteenth ed.
British Crop Protection Council. English. 1606 p.