PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

188

Transcript of PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

Page 1: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP
Page 2: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

i

PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP (Dari Masa Hindia Belanda, Pendudukan Jepang ke Zaman Kemerdekaan) Cetakan Pertama 2017

Penulis: Said Hamid Hasan Penyelaras: Sutjipto

Milik Negara Tidak Diperdagangkan

Diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan Jalan Gunung Sahari Raya No. 4 Senen, Jakarta Pusat Telepon : 3804248, 3453440, 34834862 Faksimile: 3453440, 34834862, 3806229, 34835186, 3813645

© Pusat Kurikulum dan Perbukuan

Page 3: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

ii

KATA SAMBUTAN

Dalam kegiatan tahun 2017, Pusat Pengembangan Kurikulum dan Perbukuan memiliki program menerbitkan buku yang ditulis mengenai kurikulum dan mengenai lembaga ini. Mengenai kurikulum, sejumlah buku berkenaan dengan hasil kerja bangsa dalam kurikulum diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Perkembangan Kurikulum SD, Perkembangan Kurikulum SMP, dan Perkembangan Kurikulum SMA. Pada tahun ini ketiga buku tersebut sudah dapat diterbitkan. Ketiganya sudah melalui proses panjang penulisan, penelaahan, dan revisi sehingga dianggap sudah layak terbit. Tentu saja kekurangan masih mungkin terdapat di berbagai halaman tetapi hasil penelaahan yang melibatkan tenaga dari Puskurbuk yang tidak menjadi penulis, tenaga akhli dari luar lembaga ini dan terutama dari perguruan tinggi memberi dasar kuat bahwa buku yang dihasilkan sudah memenuhi validitas isi, bahasa, dan penampilan. Tujuan dari penerbitan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada berbagai kelompok pembaca mengenai hal yang berkenaan dengan pengembangan dan karakteristik kurikulum yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia. Puskurbuk dan penulis menyadari bahwa tidak semua rinci dapat disajikan dalam bentuk buku yang terbatas pada jumlah halaman meskipun informasi penting dikemukakan dalam utraian yang rinci untuk memperluas pengetahuan dan wawasan. Pada masa mendatang, Puskurbuk akan menerbitkan naskah-naskah yang sudah ada dan yang akan ditulis tentang kurikulum. Naskah yang sudah ada akan dilakukan reviu dan revisi sebgaimana suatu prosedur baku untuk menghasilkan buku layak terbit. Kepada penulis dan berbagai pihak yang telah memungkinkan buku ini ditulis, direviu, direvisi dan diterbitkan, sebagai pimpinan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, saya mengucapkan banyak terimakasih atas dedikasi dan kerja keras yang telah ibu bapak berikan untuk menghasilkan buku ini. Demikian juga kepada penerbit dan percetakan yang menjadikan buku ini dalam tampilan sekarang, Kepada Kepala Balitbangdikbud, sebagai atas langsung, saya juga mnegucapkan terimakasih atas dukungan yang telah diberikanuntuk menjadikan buku ini sebagai tambahan bagi kekayaan intelektual bangsa.

Page 4: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

iii

Jakarta, Juni 2017 Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan

Dr. Awaluddin Tjalla,M.Pd

SAMBUTAN

Page 5: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ini ditulis sebagai laporan penelitian tentang perkembangan kurikulum di Indonesia. Buku ini mencakup masa perkembangan kurikulum yang cukup panjang, yaitu sejak masa penjajahan Hindia Belanda sampai masa kini. Penulisan memerlukan waktu yang panjang karena penulis memasukkan perkembangan kurikulum yang terakhir, yaitu Kurikulum 2013. Masa waktu panjang yang dicakup dalam tulisan ini menggambarkan bahwa pendidikan di Indonesia sudah berlangsung cukup lama dan sistem persekolahan masa kini merupakan juga hasil perjuangan bangsa Indonesia, tidak semata-mata pemberian pemerintah Hindia Belanda.

Buku ini mencapai bentuknya seperti sekarang melalui uluran banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Pusat Kurikulum dan Perbukuan yang telah memberi dukungan finansial dan moral dalam penelitian terhadap dokumen kurikulum yang diperlukan dan penyelesaian penulisan buku. Kepada Bapak Prof. Dr. Mansyur Ramly, Bapak Totok Suprayitno, Ph.D, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ibu Dra. Diah Harianti, M.Psi. dan Dr. Awaluddin Tjalla. M.Pd., Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kepercayaan yang diberikan untuk meneliti dan menulis perkembangan kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia.

Teman-teman di Pusat Kurikulum dan Perbukuan yang telah memberikan dorongan, bantuan dokumen kurikulum, dan menyampaikan tanggapan terhadap naskah, penulis menyampaikan penghargaan yang tinggi. Mereka adalah Dr. Herry Widyastono yang secara langsung mengatur pertemuan untuk kepentingan penelitian dan penulisan, Erry Utomo, Ph.D, Drs. Sutjipto, M.Pd., Drs. N.S.Vijaya,M.Ed., Ibu Dr. Sumiyati, dan Ibu Dra. Mariati Purba, M.Pd.. Nama yang terakhir ini bahkan secara teknis banyak menyediakan dokumen kurikulum yang penulis perlukan. Staf Puskurbuk lain yang banyak memberikan bantuan dalam kegiatan ini adalah Dra. Neda Kasim dan Dra. Veronika Sri Rejeki, dan Pak Ujang Suparna yang telah banyak membantu penulis dalam proses menemukan naskah/dokumen kurikulum. Kepada mereka semua penulis ingin menyampikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus.

Kepada teman-teman di Departemen Pendidikan Sejarah, FPIPS-UPI yang telah membantu mencarikan, meminjamkan, dan mengkopikan berbagai sumber referensi, penulis sampaikan ucapan terima kasih. Secara

Page 6: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

v

khusus mereka adalah Prof. Dr Rochiati Wiraatmadja, MA yang telah meminjamkan buku tentang pendidikan pada masa Hindia Belanda, Prof. Dr. Helius Sjamsuddin, MA, yang telah memberi pinjaman buku mengenai sejarah pendidikan pada masa kolonial Belanda. Prof. Dr. Dadang Supardan, M.Pd., Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum, Drs Sjarief Moeis, M.Pd, Dr. Nana Supriatna, Dr. Erlina ,M.Pd, Dra. Yani Kusmarni, M.Pd. Secara khusus bapak Drs. Sjarief Moeis, M.Pd. yang telah meminjamkan buku rapor ayahanda pada waktu bersekolah di MULO di Bandung.

Kepada teman dari Nagoya University, Jepang, yaitu Prof. Dr. Mina Hattori dan Dr. Murni Ramly penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam. Mereka yang banyak membantu dalam penyediaan dokumen pendidikan di masa Pendudukan Jepang, yaitu dokumen yang diberi nama “Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, Kurasawa” sangat berharga dalam penulisan ini.

Teman-teman yang menelaah tulisan awal, yaitu almarhum Bapak Benny Karyadi, Ibu Mujiyem, Bapak Achmad Riyanto, Bapak Agus Suhardono dan Bapak Juandanilsyah memberikan sumbangan yang berharga untuk penyempurnaan penulisan buku ini. Kepada mereka, penulis sampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Kepada mereka yang namanya tak tersebutkan tetapi banyak memberikan kontribusi dalam penyempurnaan buku, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sama nilainya dengan yang telah disebutkan di atas.

Semoga amal dan bantuan tersebut mendapatkan limpahan rahmat-Nya. Amin.

Bandung, Juni 2017

Penulis

Page 7: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

vi

KATA PENGANTAR

Buku ini merupakan laporan hasil penelitian terhadap dokumen kurikulum sejak masa Hindia Belanda sampai kurikulum terakhir, yaitu Kurikulum 2013. Penulisan tentang Kurikulum 2013 sedikit tertunda mengingat adanya revisi terhadap kurikulum tersebut sejak 2014-2015. Pada saat sekarang revisi sudah dianggap selesai dan implementasi Kurikulum 2013 dilanjutkan secara bertahap.

Penelitian ini dapat dikelompokkan dalam Penelitian Sejarah Pendidikan, karena sejarah pendidikan merupakan salah satu tema dari kajian Ilmu Sejarah. Kajian terhadap originalitas dan validitas dokumen, pengambilan informasi dari dokumen, analisis terhadap informasi yang diperoleh dan rekonstruksi, dan penyajian hasil rekonstruksi memberi perbedaan yang menentukan antara studi dokumen dalam ranah penelitian kualitatif dengan penelitian Sejarah yang menggunakan dokumen sebagai sumber. Penelitian Sejarah selalu menggunakan unsur waktu dalam analisis dan menggunakan konsep dari politik, ekoonomi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya dalam membangun cerita Sejarah. Penelitian ini menggunakan periode pemerintahan sebagai dasar untuk merekonstruksi peristiwa, pengembangan kurikulum dan karakter kurikulum pada setiap periode. Periode sejarah politik yang umum seperti masa kolonial Hindia Belanda, Pendudukan Jepang, Masa Awal Kemerdekaan, Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi dijadikan penggalan analisis (unit of analysis). Kajian ini tidak mengubah periode tersebut untuk memudahkan pemhaman terhadap perubahan kuurikulum yang terjadi dan juga kajian terhadap kurikulum terlalu kecil untuk mengubah periode yang terkait dengan kehidupan bangsa secara menyeluruh.

Kajian Sejarah Pendidikan merupakan kajian terhadap kebijakan publik yang dokumennya tidak ada yang diklasifikasi sebagai rahasia negara. Semua kebijakan publik tentang pendidikan tersedia dan terbuka untuk diketahui umum. Sifat dokumennya yang resmi memudahkan upaya kritik sumber, mengingat dokumen tersebut resmi dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah dan dinyatakan sebagai peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah serta peraturan di bawahnya. Unsur otentitas dokumen menjadi mudah diverifikasi meskipun dengan kemajuan teknologi informasi, kehati-hatian tetap harus dijaga. Kemudahan seseorang mengubah sebuah

Page 8: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

vii

kata, kalimat dan sebagainya menyebabkan dokumen yang tersedia di suatu situs internet perlu dicek dan ricek dengan yang tersedia di situs lain.Kehadiran situs resmi pemerintah lebih mempermudah proses dan teknis validasi. Kehadiran dokumen hard-copy merupakan suatu keuntungan yang memudahkan proses validasi dokumen, kritik eksternal dan internal.

Dokumen kurikulum yang digunakan adalah dokumen yang resmi dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sejak bernama Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (KPPK) sampai terakhir bernama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum pada masa Hindia Belanda didasarkan dari berbagai sumber kedua yang termuat pada buku yang ditulis oleh van der Wal (1963), Djumhur dan Danasaputra (1976), Mestoko (1979), Nasution(2008), Poeze (1982), Said dan Dahlan (1953). Analisis antarsumber kedua ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang memiliki validitas tinggi. Sumber pertama yang digunkn untuk mengetahui struktur mata pelajaran MULO diperoleh dari rapor bapak Ahmad, putra penulis besar Abdul Moeis, yang dipinjamkan oleh bapak Drs. Sjarief Moeis putra dari bapak Ahmad Abdul Moeis.

Sumber zaman Pendudukan Jepang diperoleh dari berbagai sumber kedua di atas dan diperkuat oleh sebuah sumber yang ditulis pada zaman itu, yaitu Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô yang diterbitkan di Jepang. Dokumen ini telah dikritik oleh Kurasawa yang menggunakannya untuk studi doktoralnya dalam bidang Sejarah. Buku yang memuat dokumen pendidikan pada masa Jepang tertulis dalam bahasa campur antara bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia (Melayu). Dalam riwayatnya, dokumen tersebut ditemukan oleh seorng tentara Belanda dibawa ke negaranya. Sebagai buku, dokumen tersebut diberi Kata Pengantar oleh Kurasawa. Penulis berterima kasih kepada Prof Mena, dari Nagoya University yang telah memberikan buku dan menterjemahkan beberapa bagian dari dokumen yang berbahasa Jepang. Juga kepada Dr. Murni, seorang lulusan S-3 dari Nagoya University, yang telah membantu menterjemahkan bagian berbahasa Jepang.

Buku ini disusun sebagai upaya untuk memberikan gambaran perkembangan pemikiran kurikulum SMP yang pernah dilakukan selama masa Penjajahan Belanda, Pendudukan Jepang, dan Masa Kemerdekaan. Masa Kemerdekaan adalah masa yang paling panjang dilihat dari kurun waktu dan jumlah naskah kurikulum SMP yang pernah dikembangkan. Pengembangan Kurikulum pada Masa Kemerdekaan yang dikaji dimulai dari awal kemerdekaan bangsa Indonesia ketika suasana kehidupan kenegaraan Indonesia masih berada di bawah ancaman agresi meliter Belanda, dilanjutkan dengan pengembangan kurikulum SMP pada masa Pemerintahan Parlementer, Masa Orde Lama, Masa Orde Baru, dan diakhiri pada masa Reformasi. Kerangka perkembangan kehidupan kebangsaan

Page 9: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

viii

Indonesia digunakan sebagai periodesasi kajian pengembangan kurikulum SMP karena pengembangan keberlakuan suatu kurikulum selalu dipengaruhi oleh kebijakan politik selain faktor-faktor yang bersifat akademik dan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Gambaran perkembangan kurikulum selama masa yang dikemukakan di atas terutama diutamakan pada kajian terhadap dokumen kurikulum yang secara teknis dikenal dengan istilah Kurikulum Sebagai Rencana atau intended curriculum, dan curriculum as a plan. Kajian ini paling dimungkinkan mengingat ketersediaan sumber informasi dalam hal ini dokumen kurikulum. Dimensi kurikulum yang lain, yaitu implementasi kurikulum yang disebut juga dengan istilah implemented curriculum, observed curriculum atau taught curriculum tidak dikaji mengingat ketersediaan sumber yang dapat dikatakan sangat tidak mungkin untuk membangun rekonstruksi yang dapat memberikan gambaran yang adil. Laporan, hasil evaluasi, atau pun hasil penelitian tentang implementasi kurikulum hanya berkenaan dengan kejadian yang terbatas pada suatu wilayah tertentu. Untuk menghindari gambaran yang tidak adil maka buku ini tidak melakukan kajian mengenai dimensi implementasi kurikulum.

Dimensi kurikulum yang ketiga, yaitu hasil tidak pula dikaji dalam buku ini sehingga gambaran mengenai kualitas tamatan SMP dari setiap dokumen kurikulum yang dikaji tidak direkonstruksi dalam buku. Alasan yang sama dengan ketiadaan kajian terhadap dimensi kedua kurikulum, implementasi kurikulum, berlaku pula bagi ketiadaan kajian dimensi hasil kurikulum. Hasil-hasil yang diperoleh peserta didik dari ujian nasional baik yang dinamakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS), Ujian Akhir Nasional (UAN) maupun Ujian Nasional (UN) memiliki kelemahan mendasar jika diuji dari validitas kurikulum. Soal-soal ujian yang dikembangkan untuk evaluasi nasional tersebut tidak memiliki validitas kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan walaupun memiliki validitas isi yang dapat dipertanggungjawabkan.1 Oleh karena itu, hasil ujian tersebut tidaklah menggambarkan kemampuan sesungguhnya yang dimiliki peserta didik.

Dalam analisis setiap kurikulum diungkapkan landasan filosofis dan teoritik yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Keberlanjutan dan perubahan yang terjadi dalam landasan filosofis dan teoritik memberikan gambaran tentang terjadinya perbedaan dalam struktur,

1 Validitas kurikulum berkenaan dengan pengukuran kualitas tamatan yang dinyatakan dalam

tujuan kurikulum, bukan hanya terbatas pada aspek pengetahuan. Kualitas dalam

kemampuan intelektual, afektif dan psikomotor yang tercantum dalam tujuan kurikulum

tidak terujikan dalam ujian nasional yang disebutkan di atas. Validitas konten dalam ujian

nasional yang disebutkan di atas terbatas pada pokok bahasan yang diujikan dan pada tujuan

dlam aspek pengetahuan dari pokok bahasan terkait.

Page 10: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

ix

organisasi konten kurikulum, beban belajar, dan juga format dokumen kurikulum yang dikembangkan. Dari analisis yang dilakukan tersebut berbagai hal yang terkait dengan masalah miskonsepsi diungkapkan agar pembaca buku dapat mengambil makna dan memberikan penilaian yang lebih baik terhadap kurikulum.

Dilihat dari aspek kelembagaan yang mengembangkan kurikulum pada masa kemerdekaan, pengembangan kurikulum pada masa kemerdekaan dapat dibagi atas tiga periode, yakni periode pengembangan oleh lembaga teknis, periode pengembangan lembaga pengembang kurikulum khusus, yaitu Pusat Kurikulum (Puskur), dan periode Reformasi di mana pengembangan kurikulum menjadi wewenang pemerintah dan satuan pendidikan. Sampai tahun 1968, kurikulum SMP dikembangkan oleh lembaga teknis yang sekarang bernama Direktorat Pembinaan SMP. Kurikulum SMP 1975 adalah kurikulum pertama yang dikembangkan oleh lembaga yang didirikan dengan tugas khusus untuk pengembangan kurikulum yang sekarang dikenal dengan nama Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk). Periode ini berlangsung hingga tahun 2004 di mana Puskurbuk berhasil mengembangkan kurikulum yang awalnya bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi pada tahun 2001 dan naskah terakhir dinamakan Kurikulum 2004.

Pada masa Reformasi pengembangan kurikulum menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan. Kurikulum tingkat nasional atau Kurikulum Nasional yang dikembangkan Pemerintah berbentuk Kerangka Dasar Kurikulum yang berlaku secara nasional. Secara teknis, pengembangan kurikulum pada masa awal reformasi dilakukan bukan oleh Pusat Pengembangan Kurikulum tetapi oleh suatu badan baru yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, yang dinamakan Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia (BSNP). Kurikulum yang dihasilkan diberi nama Standar Isi walaupun isinya adalah Kerangka Dasar dan Struktur Kuurikulum, disyahkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006.

Kerangka Dasar Kurikulum yang ditetapkan adalah kurikulum yang memiliki semua unsur kurikulum, yaitu landasan legal, filosofis, sosiologis, teori, prinsip struktur kurikulum, tujuan, konten/isi, pengalaman belajar dan penilaian hasil belajar, ketentuan-ketentuan pelaksanaan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan. Kerangka dasar tersebut mengikat pengembang kurikulum tingkat daerah dalam mengembangkan komponen muatan lokal dan satuan pendidikan dalam mengembangkan komponen tingkat satuan pendidikan. Kurikulum lengkap atau disebut sebagai kurikulum operasional dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berisikan

Page 11: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

x

komponen visi dan misi satuan pendidikan, komponen Kurikulum Nasional beserta seluruh pedoman pelaksanaannya, muatan lokal dan muatan satuan pendidikan.

Kurikulum kedua yang diberlakukan Pemerintah pada masa Reformasi adalah Kurikulum 2013. Awalnya, kurikulum ini dikembangkan oleh Puskurbuk pada tahun 2010 berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2009-2014. Kemudian, pengembangan kurikulum ini dikoordinasi pada jenjang kementerian untuk mengatasi berbagi persoalan legal. Untuk itu, dibentuk tim inti pengembangan yang terdiri dari unsur Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) dan beberapa ahli kurikulum. Unsur lain yang terlibat adalah berbagai guru besar dan Doktor ahli pendidikan, guru besar dan Doktor ahli dalam disiplin yang terkait dengan mata pelajaran, guru, kepala sekolah dan pengawas.

Bandung, Juni 2017

Penulis

Page 12: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

xi

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN UCAPAN TERIMA KASIH

ii iv

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR FOTO xv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Istilah Kurikulum Sebagai Pengganti Leerplan 1

B. Perubahan Nama SMP dari MULO, Shoto Chu Gakko, SLTP, SMP

4

C. Kurikulum Sebagai Public Policy dan Academic/Educational Innovation

6

D. Faktor yang Berpengaruh terhadap Pengembangan Kurikulum

7

BAB II KURIKULUM SMP (MULO) PADA MASA HINDIA BELANDA

12

A. Kelahiran MULO dalam Sistem Persekolahan Zaman Hindia Belanda

13

B. Tujuan Pendidikan MULO 17

C. Leerplan (Rencana Pelajaran) dan Mata Pelajaraan MULO

17

BAB III KURIKULUM SMP (SHOTO CHU GAKKO) PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG

21

A. Kebijakan Pendidikan Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang

21

B. Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum Shoto Chu Gakko

23

BAB IV KURIKULUM SMP PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN

28

A. Perkembangan dalam Kebijakan Pendidikan 28

B. Daftar Pelajaran SMP 1947-1950 36

BAB V KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN KABINET PARLEMENTER

40

A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan 40

B. Filsafat Kurikulum SMP 1954 42

C. Tujuan Kurikulum SMP 1954 43

D. Daftar Pelajaran SMP 1954 50

Page 13: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

xii

E. Daftar Pelajaran SMP 1954 52

BAB VI KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE LAMA

56

A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan 56

B. Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru (1964) 58

C. Tujuan Pendidikan SMP 63

D. Struktur Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru (1964) 64

BAB VII KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU

66

A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan 66

B. Kurikulum SMP 1968 68

C. Kurikulum SMP 1975 73

D. Kurikulum SMP 1984 96

E. Kurikulum SMP 1994 108

BAB VIII KURIKULUM SMP/M.Ts PADA MASA REFORMASI

117

A. Perkembangan Kebijakan Pendidikan 117

B. Kurikulum 2004 118

C. Kurikulum 2006 133

BAB IX MENATAP MASA DEPAN: KURIKULUM 2013 142

A. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013 142

B. Tujuan Kurikulum 2013 157

C. Pendidikan Karakter Landasan Ide dan Desain Kurikulum 2013

158

D. Struktur Kurikulum 2013 164

BAB X PENUTUP 166

DAFTAR BACAAN 169

DAFTAR DOKUMEN 172

Page 14: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Leerplan MULO Tabel 3.1 Mata Pelajaran dan Jam Pelajaran Kuriku Shoto Chu

Gakko

abel 3.2 THari Libur Sekolah Tabel 3.3 Buku Pelajaran Untuk Shoto Chu Gakko di Jakarta Tabel 4.1 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP

1947-1950

Tabel 5.1 Kelompok dan Tujuan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP 1954

Tabel 5.2 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP 1954

Tabel 6.1 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP 1962

Tabel 7.1 Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP 1968

Tabel 7.2 Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum SMP 1975

Tabel 7.3 Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum SMP 1984 Tabel 7.4 Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum SMP 1994 Tabel 8.1 Struktur Program Kurikulum SMP/Madrasah

Tsanawiyah 2001

Tabel 8.2 Struktur Kurikulum SMP dan Madrasah Tsanawiyah 2004

Tabel 8.3 Struktur Kurikulum SMP/MTs dalam Standar Isi Tabel 9.1 Desain Kurikulum 2013: Kompetensi Inti dan

Kompetensi Dasar

Tabel 9.2 Struktur Kurikulum 2013SMP

Page 15: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Sistem Pendidikan dan Persekolahan Hindia-Belanda Gambar 2 Heirarki Tujuan Pendidikan Gambar 3 Proyeksi Komposisi Penduduk Indonesia 2045

DAFTAR FOTO

Page 16: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

xv

Foto 1 Gedung MULO Foto 2 Gedung Shoto Chu Gakko Foto 3 Gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Foto 4 Sekolah Menengah Pertama

Page 17: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 1 -

BAB I

PENDAHULUAN

A. ISTILAH KURIKULUM SEBAGAI PENGGANTI LEERPLAN

(RENCANA PELAJARAN)

Istilah kurikulum merupakan istilah baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Ketika bangsa Indonesia baru merdeka dan menyatakan dirinya berdaulat, dunia pendidikan di Indonesia belum menggunakan istilah kurikulum. Istilah yang digunakan pada awal kemerdekaan sampai dengan tahun enam puluhan adalah Rencana Pelajaran dan daftar mata pelajaran sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda leerplan dan leervak. Memang tidak dapat disangkal bahwa literatur kurikulum menyebutkan daftar mata pelajaran (list of courses) sebagai salah satu makna awal dari istilah kurikulum.

Dalam dunia pendidikan, istilah kurikulum baru digunakan di Inggris pada awal abad ke 19 (1820) oleh Glasgow University dari bahasa Latin curere (Tanner dan Tanner, 1980; Henderson dan Gornik, 2007:2). Secara harfiah arti curere adalah lari, tetapi pada awal abad ke 19 istilah kurikulum berubah maknanya menjadi daftar mata pelajaran. Istilah kurikulum mulai mendapatkan tempat yang luas dalam literatur atau sebagai nomenklatur pendidikan pada awal abad ke 202 (Tanner dan Tanner, 1980:4) setelah makna istilah kurikulum mengalami perubahan yang sangat berbeda dari pengertian kurikulum sebagai daftar mata pelajaran.

Menurut Longstreet dan Shane (1993:21) istilah kurikulum di Amerika baru dikenal umum pada awal abad ke 20. Para ahli kurikulum Amerika Serikat mengakui bahwa filosof Jerman Johann Friedrich Herbatt telah mengembangkan makna kurikulum sebagai “a systematic approach to the organization and selection of content as well as to instructional delivery” pada pertengahan abad ke 19. Di Amerika Serikat, pemikiran tentang kurikulum pada mulanya berkembang pada akhir abad ke 19 dengan pembentukan Committee of Ten yang antara lain diketuai oleh Charles Eliot dari Harvard University (Longstreet dan Shane, 1993: 22-23). Pada tahun 1918 tokoh pendidikan Amerika Serikat yang bernama Franklin Bobbitt dari University of Chicago menerbitkan buku yang berjudul The Curriculum, buku pertama yang menggunakan judul kurikulum. Pada tahun 1924

2 Sebelum istilah kurikulum digunakan istilah paedagogy atau pedagogiek adalah istilah

umum yang digunakan bersamaan dengan istilah didaktik.

Page 18: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 2 -

Bobbitt menerbitkan buku baru yang diberi judul How to Make a Curriculum (Longstreet dan Shane, 1993:29). Pada tahun 1927 National Society for the Study of Education (NSSE) menerbitkan buku tahunan ke 26 organisasi tersebut dengan nama Curriculum Making: Past and Present yang menurut kedua penulis tadi (Longsreet dan Shane, 1993:32) merupakan awal kebangkitan bidang studi kurikulum sebagai suatu pekerjaan akademik dan profesional. Dalam buku tahunan NSSE, Harold Rugg sebagai editor menyatakan tugas pengembangan kurikulum adalah (1) menentukan objektif kurikulum, (2) seleksi materi dan aktivitas yang sesuai, dan (3) menentukan organisasi dan tata urut materi dan aktivitas (Longstreet dan Shane, 1993:32). Ketiga komponen tersebut masih menjadi komponen utama kurikulum modern, yang diperkaya menjadi empat dengan komponen penilaian hasil belajar. Secara implisit buku tersebut menuntut adanya studi yang ilmiah dalam pengembangan rencana dan evaluasi menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk menentukan efektivitas kurikulum.

Meskipun Bobbitt dianggap bapak kurikulum di Amerika Serikat, tokoh pendidikan seperti John Dewey (1916) dan terutama Ralph Tyler (1942) dianggap oleh banyak ahli sebagai pelopor pemikir kurikulum modern dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles of Curriculum and Instruction, Tyler mengubah makna kurikulum secara mendasar dan membedakannya secara mendasar pula dari pengertian kurikulum sebagai daftar mata pelajaran atau pun sebagai pengalaman belajar. Tyler (1942) memperbaiki komponen kurikulum yang dikembangkan oleh Harold Rugg dengan mengemukakan empat komponen yang terkait dengan kurikulum, yaitu tujuan, konten, organisasi konten, dan penilaian hasil belajar. Komponen penilaian hasil belajar merupakan penyempurnaan yang dilakukan Tyler terhadap pemikiran Harold Rugg. Sejak itu, berbagai definisi kurikulum dirumuskan oleh mereka yang secara khusus mendalami dan mengembangkan bidang studi kurikulum tetapi keempat komponen yang dikemukakan Tyler tetap menjadi fokus pengembangan utama kurikulum dalam setiap konstruksi dokumen kurikulum.

Pada tahun 50-an dan 60-an banyak ahli pendidikan Indonesia belajar buku-buku pendidikan dari Amerika Serikat dan Inggris dan banyak pula di antara mereka melanjutkan studi di bidang pendidikan di Amerika Serikat. Mereka membaca buku-buku dari belahan dunia yang berbahasa Inggris tersebut dan berkenalan dengan istilah kurikulum. Istilah kurikulum mulai masuk menjadi istilah teknis dalam literatur dunia pendidikan Indonesia tetapi secara resmi istilah kurikulum di Indonesia baru digunakan pada tahun 1968 (Dokumen Kurikulum 1968) ketika pemerintah mengumumkan adanya kurikulum 1968 menggantikan kurikulum yang berlaku sebelum 1964 yang masih berjudul Rencana Pelajaran (Dokumen Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru). Sejak 1968, istilah kurikulum digunakan secara meluas

Page 19: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 3 -

dalam berbagai kebijakan pendidikan dan literatur pendidikan di Indonesia. Berbagai ahli kurikulum yang belajar tentang bidang ini mulai dimiliki bangsa Indonesia, dan mereka memperkaya kelompok yang telah berpengalaman dalam mengembangkan Rencana Pelajaran (kurikulum). Kehadiran lembaga Pusat Pengembangan Kurikulum dan sarana Pendidikan, yang kemudian berubah menjadi Puskur dan sekarang bernama Puskurbuk, serta kehadiran program studi kurikulum di berbagai Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP)3 memperkuat kelompok yang bekerja dan melakukan studi akademik dalam bidang kurikulum.

Meskipun demikian, harus diakui bahwa meninggalkan makna kurikulum sebagai daftar mata pelajaran bukanlah sesuatu yang mudah. Dalam realita pengembangan kurikulum dan kebijakan kurikulum sering kali masih dikungkung oleh makna kurikulum sebagai daftar mata pelajaran walaupun dalam kurikulum 1954 dan Kuurikulum 1975 telah ada upaya untuk mengubah makna kurikulum. Dalam pelaksanaan atau implementasi kurikulum di sekolah, kurikulum masih diperlakukan sebagai daftar mata pelajaran. Memang mengubah sebuah kerangka berpikir dan pola tindakan bukan merupakan sesuatu yang mudah, perlu kesadaran tinggi tentang makna baru secara konsisten dan membangun pola tindakan baru yang sesuai dengan makna baru itu merupakan perubahan yang sering kali baru terjadi dalam waktu yang panjang apabila diupayakan secara konsisten.

Pada saat sekarang, secara resmi kurikulum diartikan sebagai “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (UU RI Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1, Ayat (19)). Rumusan pengertian kurikulum yang digunakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tersebut menyatukan tiga dimensi utama kurikulum, yaitu dimensi rencana dan pengaturan (curriculum as intended, planned, document) dan dimensi proses (penyelenggaraan kegiatan pembelajaran = implementasi) dan kurikulum sebagai hasil (mencapai tujuan tertentu = product) dalam satu kesinambungan. Rumusan kurikulum tersebut kehilangan suatu komponen penting, yaitu asesmen/penilaian hasil belajar. Komponen ini amat penting karena komponen ini yang menentukan kualitas belajar atau kurikulum. Ketika kurikulum merencanakan pengembangan kemampuan/kompetensi tingkat tinggi (HOTS), dikembangkan dalam proses pembelajaran yang tepat, tetapi kualitas yang dimiliki peserta didik yang diakui adalah yang teruji dalam penilaian. Jika yang dinilai adalah ingatan dan pemahaman

3 Pada saat sekarang IKIP Negeri di seluruh Indonesia berkembang menjadi universitas tetapi

nama IKIP masih banyak digunakan oleh berbagai perguruan tinggi pendidikan guru swasta.

Nama FKIP digunakan oleh fakultas yang mengembangkan ilmu pendidikan, guru dan

tenaga kependidikan.

Page 20: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 4 -

maka kualitas hasil belajar teruji dan yang terekam untuk kemudian dipublikasikan (angka yang diberikan guru/penilai, rapor, ijazah, dan sebagainya) adalah ingatan dan pemahaman. Hasil belajar lainnya yang dimiliki peserta didik tidak teruji, tidak diketahui, dan secara formal tidak dianggap sebagai kualitas hasil belajar. Dalam kasus lain, ketika pembelajaran berfokus pada ingatan dan pemahaman pengetahuan sedangkan yang diuji tentang kompetesi berpikir tinggi seperti kemampuan menganalisis, mengevaluasi atau pun mencipta maka tentu saja peserta didik tidak mampu menjawabnya dan dianggap tidak berkualitas. Ketidaksinambungan antara komponen kurikulum lain dengan penilaian telah menimbulkan banyak persoalan kurikulum.

B. PERUBAHAN NAMA SMP DARI MULO, SHOTO CHU GAKKO, SLTP, SMP

Sejak kemerdekaan, nama Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengalami perubahan beberapa kali. Pada zaman penjajahan Belanda ada sekolah yang bernama MULO4 untuk mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan di HIS5, HCS, dan ELS6, serta HBS7 untuk lanjutan tamatan ELS dan HCS. Pada masa Pendudukan Meliter Jepang dikenal adanya Shoto Chu Gakko8. Shoto Chu Gakko adalah sekolah yang dianggap sederajat dengan MULO dan yang pada sejak kemerdekaan dikenal dengan nama SMP. Selain nama, perbedaan kurikulum Mulo dari Shoto Chu Gakko adalah di Mulo ada mata pelajaran Bahasa Belanda, Sejarah Belanda sedangkan dalam kurikulum Shoto Chu Gakko boleh menggunakan bahasa Indonesia, dan bahasa Belanda yang dilarang, dan Sejarah Belanda diganti Sejarah Jepang. Meskipun demikian, nama MULO tetap tercantum dalam salah satu dokumen Jepang tentang pendidikan di pulau Jawa yang berjudul Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô.

Setelah Indonesia merdeka, nama SMP mengalami beberapa kali pergantian. Barang kali dapat dikatakan bahwa perubahan nama SMP yang terjadi di Indonesia menunjukkan dinamika yang lebih tinggi dibandingkan negara mana pun di dunia, apalagi jika diingat bahwa SMP sebagai suatu satuan

4 MULO = Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Pendidikan Rendah yang Diperluas), bahasa

pengantar Bahasa Belanda 5 HIS = Hollandsch Inlandsche School (Sekolah Dasar untuk pribumi), bahasa pengantar

Bahasa Belanda 6 ELS = Europesche Lagere School (Sekolah Dasar untuk orang Eropa), bahasa pengantar

Bahasa Belanda 7 HBS = Hogere Burger School (Sekolah Lanjutan Tinggi) untuk mereka yang akan

melanjutkan ke perguruan tinggi dikembangkan dari seksi B Gymnasium Koning Willem III

pada tahun 1867 di Jakarta (Nasution,1983:130; Djumhur dan Danasaputra, 1974:128). 8 Gunawan (1986), Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta. Bina Aksara

Page 21: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 5 -

pendidikan yang berdiri sendiri merupakan suatu yang khas Indonesia. Pewarisan sistem persekolahan dari zaman penjajahan Belanda yang kemudian diteruskan oleh pendudukan militer Jepang dan diformalkan dalam berbagai ketetapan legal di Indonesia memberikan dasar hukum yang kuat bagi esksistensi SMP sebagai satuan pendidikan yang mandiri. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1950, sekolah yang disebut dengan istilah Mulo atau pun Shoto Chu Gakko, disebut dengan nama Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama disingkat SMP. Kata atau istilah umum pada nama SMP digunakan karena sampai tahun 1973 Indonesia masih mengenal adanya sekolah kejuruan seperti Sekolah Teknik Tingkat Pertama (STP), Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Pertama (SMEP), Sekolah Menengah Pertanian Pertama (SMPP), Sekolah Kepandaian Keputrian Pertama (SKKP), dan sekolah menengah keguruan, yaitu Sekolah Guru B (SGB). Nama-nama sekolah kejuruan dan keguruan tersebut sangat eksplisit menggambarkan kemampuan tamatannya sehingga sangat kecil menimbulkan salah persepsi. Untuk SMP adanya kata umum memperjelas posisi sekolah tersebut sebagai sekolah yang tidak dirancang untuk menghasilkan tamatan dalam vokasi tertentu. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 17, Ayat (2) SMP adalah singkatan dari Sekolah Menengah Pertama, sudah tidak lagi menggunakan kata umum.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 nama SMP diubah menjadi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) walaupun pada waktu Indonesia hanya memiliki satu jenis sekolah pada jenjang ini. Jadi, SLTP adalah nama diri sekolah seperti halnya SMP, dan bukan nama kelompok sekolah/satuan pendidikan di jenjang lanjutan pertama. Sementara itu, nama SMA yang dalam undang-undang yang sama diubah menjadi Sekolah Menengah Umum (SMU) sebagai anggota dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) menjadi nama kelompok satuan pendidikan. Anggota lain dari SLTA adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Perubahan nama SLTP terjadi lagi, kembali menjadi SMP sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, singkatan dari Sekolah Menengah Pertama (UU nomor 20 tahun 2003, Pasal 17) tanpa ada kata umum. Sedangkan sekolah di bawah Departemen Agama yang sederajat dengan SMP dan disebut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 adalah Madrasah Tsanawiyah (MTs). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memberikan nama kelompok satuan baik untuk jenjang menengah pertama maupun menengah atas.

Page 22: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 6 -

C. KURIKULUM SEBAGAI PUBLIC POLICY DAN SEBAGAI ACADEMIC/EDUCATIONAL INNOVATION

Kurikulum adalah suatu kebijakan publik karena kurikulum yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah berdampak kepada kehidupan sebagian terbesar masyarakat langsung atau tidak langsung, berdampak kepada pembiayaan (cost) yang harus dikeluarkan pemerintah dan masyarakat, berdampak kepada kehidupan bangsa di masa mendatang, dan memiliki keterikatan dengan tata kehidupan masyarakat yang dilayani kurikulum secara langsung. Oleh karena itu, kurikulum tidak mungkin menjadi suatu keputusan/kebijakan pendidikan apabila tidak mendapat dukungan politik (politically viable) bangsa. Aspek kurikulum yang paling banyak berkenaan dengan unsur politik adalah aspek ide kurikulum. Aspek ini menyatakan secara filosofis kualitas generasi muda bangsa yang akan dikembangkan melalui pengembangan potensi setiap individu peserta didik.

Aspek ide kurikulum merupakan ketentuan tentang filosofi, teori serta model kurikulum untuk mengembangkan potensi peserta didik. Artinya, jika pendidikan untuk seluruh bangsa Indonesia adalah pendidikan dasar 9 tahun (Wajib Belajar 9 Tahun) maka kualitas minimal yang harus dimiliki setiap anak bangsa Indonesia mereka miliki setelah mengikuti proses pendidikan selama 9 tahun (SD/MI dan SMP/MTs). Oleh karenanya, kurikulum pendidikan dasar harus mampu mengembangkan materi dan proses pendidikan di mana setiap peserta didik memiliki kesempatan dan kemampuan mengembangkan potensi dirinya menjadi kualitas yang dimaksudkan. Posisi yang menempatkan kurikulum pendidikan dasar menyandang peran penting dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas dasar bagi seluruh manusia Indonesia, menjadikan kurikulum SD/MI dan SMP/MTs sebagai suatu kebijakan pendidikan yang kritikal dan fundamental. Kegagalan dalam upaya mengembangkan potensi menjadi kualitas yang diperlukan akan menimbulkan dampak yang sangat mungkin tidak diinginkan, dalam kehidupan pribadi yang bersangkutan dan bangsa di berbagai dimensi kehidupan pribadi, kemasyarakatan, dan kebangsaan. Pendidikan menengah, apalagi pendidikan tinggi tidak dalam posisi yang kritikal dan fundamental sebagaimana kurikulum pendidikan dasar karena pendidikan menengah dan tinggi tidak dalam posisi untuk mengembangkan kualitas minimal yang dipersyaratkan bagi seluruh bangsa Indonesia, tetapi bagi mereka yang terpilih berdasarkan kemampuan dan minat yang dimiliki seseorang warga negara. Tentu saja suatu bangsa memerlukan warga yang memiliki kualitas dasar, kualitas lanjutan, dan kualitas tinggi dan karenanya secara keseluruhan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sangat diperlukan bangsa.

Kurikulum sebagai kebijakan publik dituangkan dalam bentuk dokumen, direalisasikan dalam bentuk dimensi proses kurikulum, yaitu pembelajaran,

Page 23: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 7 -

dan diwujudkan dalam bentuk hasil belajar. Dimensi dokumen dikembangkan sebagai rancangan bagi landasan pengembangan dimensi proses kurikulum sedangkan dimensi hasil adalah bentuk kemampuan yang dimiliki peserta didik sebagai hasil langsung dari pengalaman belajar mereka dalam dimensi proses pembelajaran. Keempat dimensi kurikulum tersebut, yaitu sebagai “curriculum ideas, a written plan where the ideas are planned and documented, the experiences the students have as teachers realize the ideas in the document into reality or learning process, and the product, outcomes or the competencies the students have as the direct result from the experiences ( Hasan, 2009) merupakan satu keseluruhan proses pengembangan kurikulum (curriculum development). Secara singkat, Kurikulum dapat didefinisikan sebagai program pendidikan untuk suatu jenjang, satuan pendidikan atau program dalam bentuk rencana tertulis, proses pembelajaran dan hasil belajar.

Kurikulum adalah suatu hasil pemikiran inovatif para pengembang sebagai jawaban terhadap apa yang diperlukan masyarakat (hasil dari “need analysis”). Seperti dikemukakan Oliva (1992) curriculum is a product of its time. . . Curriculum responds to and is changed by social forced, philosophical positions, psychological principles, accumulating knowledge, and educational leadership at its moment in history. Oleh karena setiap terjadi perkembangan dalam masyarakat yang berdampak luas dan menghendaki adanya kualitas baru dari anggota masyarakatnya maka diperlukan suatu kurikulum baru. Kurikulum adalah jawaban atau hipotesis pendidikan terhadap kebutuhan pengembangan potensi peserta didik menjadi kualitas baru yang diperlukan untuk kehidupan dirinya sebagai warga negara.

Dalam jawaban tersebut yaitu kurikulum baru selalu terkandung suatu inovasi. Ruang lingkup atau “magnitude” inovasi suatu kurikulum baru beragam, dapat berkenaan dengan sesuatu yang besar dan meliputi aspek filosofis, teoritik, model sampai ke berbagai komponen dokumen kurikulum. Ruang lingkup inovasi kurikulum baru tersebut dapat pula merupakan sesuatu yang sangat kecil dan hanya berkenaan dengan satu komponen kurikulum, tetapi memiliki nilai pendidikan yang signifikan. Semakin rumit dan luas kualitas baru yang dibutuhkan masyarakat maka semakin besar pula ruang lingkup inovasi suatu kurikulum baru.

D. FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Suatu kurikulum diganti, diubah atau dipertahankan tergantung pada tiga kelompok utama faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan kurikulum. Ketiga faktor tersebut adalah perubahan politik, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perkembangan sosial-budaya-ekonomi. Ketiga kelompok

Page 24: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 8 -

faktor tersebut berpengaruh terhadap kebijakan kurikulum sebagai kebijakan publik/pendidikan di negara mana pun, dan ketika salah satu dari ketiga faktor tersebut berubah terutama faktor politik maka kurikulum sebagai suatu kebijakan publik/pendidikan akan berubah.

1. Faktor Politik

Sebagaimana telah dikemukakan di bagian atas, kurikulum di Indonesia mengalami perubahan mendasar pada tahun 1966 karena adanya perubahan kekuatan politik dari kehidupan politik yang semula didominasi oleh kekuatan komunis ke kekuatan politik yang didominasi kekuatan antikomunis. Ketika terjadi perubahan kekuatan politik tersebut maka pemerintah segera mengeluarkan kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum 1968 menggantikan kurikulum sebelumnya, yaitu Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru tahun 1964. Penggantian kurikulum Gaya Baru menjadi kurikulum 1968 bersifat sementara untuk mengatasi masalah ideologi komunis, demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin yang dianggap sudah tidak sesuai untuk kehidupan masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada dasarnya secara teknis perubahan tersebut terjadi hanya dengan menghapus bagian-bagian tertentu konten kurikulum yang berkenaan dengan ajaran komunisme. Perubahan tersebut memang membuktikan adanya pengaruh politik yang sangat jelas dan tak mungkin dipungkiri terhadap kurikulum (Appel, 1979: 13; Giroux, 1981: 21-22; Waring, 1981: 20). Kurikulum adalah isi dan jantungnya pendidikan (Klein, 2000:54) dan oleh karena itu, kekuatan yang mampu mempengaruhi kurikulum berarti mampu menguasai proses pendidikan dan hasil pendidikan. Kepedulian kekuatan politik dapat berupa kekuatan resmi yang dipegang oleh pemerintah (pusat, daerah) tetapi juga dapat berupa kekuatan politik yang riil di masyarakat dan secara langsung berpengaruh terhadap kurikulum sebagai suatu proses pendidikan.

Kekuatan politik dikembangkan menjadi kemauan politik. Kemauan politik dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki wewenang sebagai pengambil kebijakan di bidang kurikulum (presiden, menteri, BSNP, kepala sekolah/komite sekolah). Kemauan politik dimiliki pula oleh sejumlah orang yang berhasil mempengaruhi pengambil kebijakan dalam menentukan kurikulum. Sekelompok orang yang berhasil mempengaruhi pengambil kebijakan itu mungkin para politisi, “pressure groups”, akademisi, orangtua, atau komunitas tertentu di masyarakat.

Pengaruh politik atau kekuatan politik (termasuk tekanan sosial) tidak dapat dilepaskan atau pun diabaikan dalam proses pengembangan kurikulum mana pun dan di negara mana pun. Pengaruh politik atau kekuatan politik paling kecil adalah pengaruh terhadap kurikulum akademik perguruan tinggi karena lembaga perguruan tinggi dilindungi dan dikembangkan sebagai lembaga yang memiliki otonomi penuh di bidang akademik. Berbeda dari

Page 25: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 9 -

kurikulum akademik, kurikulum profesi dan vokasional yang dikembangkan di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh kekuatan masyarakat yang menjadi pemegang profesi dan tergabung dalam organisasi profesi.

Untuk mengurangi pengaruh politik dan masyarakat terhadap pengembangan kurikulum di jenjang pendidikan dasar dan menengah, di berbagai negara kurikulum perekolahan dikembangkan oleh perguruan tinggi. Kebijakan tersebut tidak menyebabkan para pengembang kurikulum dapat melepaskan diri dari pengaruh politik dan kekuatan masyarakat. Pengaruh politik dan masyarakat paling kecil adalah dalam bentuk apa yang tidak boleh dikembangkan kurikulum, baik terutama dalam komponen konten, proses pendidikan atau pun penilaian hasil belajar. Pengaruh tersebut menyebabkan suatu kurikulum hanya dapat digunakan oleh satuan pendidikan jika kurikulum tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan politik dan masyarakat (politically viable).

2. Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor kuat yang banyak berpengaruh terhadap perubahan kurikulum. Termasuk dalam disiplin ilmu yang dimaksudkan di sini adalah disiplin ilmu seperti biologi, kimia, fisika, matematika, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,antropologi, politik dan ilmu pendidikan. Sudah sejak awal, sejak istilah kurikulum belum digunakan, perkembangan ilmu selalu berpengaruh terhadap kurikulum (Benjamin, 1939; Taba, 1962; Saylor dan Alexander, 1967; Kliebard, 1965; Henderson dan Kesson, 2004). Perkembangan materi suatu disiplin ilmu baik materi substantif maupun materi keterampilan, terutama materi disiplin ilmu yang langsung menjadi materi mata pelajaran tentu akan mengharuskan terjadinya perubahan kurikulum. Dalam dunia pendidikan Indonesia misalnya adalah ketika matematika memperkenalkan apa yang dinamakan matematika modern. Mata pelajaran yang dahulunya namanya aljabar, ilmu ukur dan ilmu pasti menjadi matematika. Ilmu Tumbuh-tumbuhan, Ilmu Hewan, Ilmu Tubuh Manusia digabungkan menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Perkembangan dalam teknologi mengubah kurikulum, baik dalam konten maupun dalam proses pembelajaran. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akhir-akhir ini menunjukkan kebutuhan akan pentingnya perubahan kurikulum. Teknologi informasi dan komunikasi memberikan peluang besar dalam penerapannya dalam kurikulum untuk memudahkan peserta didik mengakses sumber informasi dan berbagai jenis informasi, tetapi juga menuntut agar peserta didik menguasai berbagai keterampilan teknis yang terkait dengan aplikasi alat-alat teknologi informasi dan komunikasi.

Page 26: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 10 -

Perkembangan dalam dunia ilmu pendidikan termasuk filsafat berpengaruh terhadap perubahan kurikulum. Filosofi kurikulum sebagaimana dikatakan oleh Schubert (1986:113) adalah jantung pengembangan kurikulum. Ia mengatakan:

Philosophy lies at the heart of educational endeavor. This is perhaps more evident in curriculum domain than in any other, for curriculum is a response to the question of how to live a good life. . . . John Dewey (1916) supported this emphasis when he suggested that education is the testing ground of philosophy itself

Pendapat serupa dikemukakan oleh Tanner dan Tanner (1980) dan Oliva (1997). Tanner dan tanner (1980: 103) bahkan menyatakan bahwa filosofi kurikulum berpengaruh dan menjadi sumber dalam proses pengembangan kurikulum. Sedangkan Oliva (1997:190) mengatakan bahwa setiap pengembang kurikulum harus sadar filosofi yang berpengaruh pada dirinya ketika mereka mengembangkan ide dan dokumen kurikulum. Sebagai contoh, filosofi kurikulum essensialisme dan perenialisme sangat menekankan pada pandangan bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan intelektual dan berpikir rasional. Atas dasar filosofi ini, kurikulum harus mengembangkan pendidikan disiplin ilmu sehingga konten kurikulum adalah konten disiplin ilmu dan tentu saja setiap perkembangan yang terjadi dalam konten disiplin ilmu menghendaki perubahan kurikulum. Ketika filosofi lain, seperti eksperimentalisme, humanisme dan rekonstruksi sosial menjadi landasan pengembangan kurikulum maka pengetahuan dan keterampilan yang berasal dari disiplin ilmu tetap diperlukan. Pengetahuan dari disiplin ilmu berupa fakta, konsep, generalisasi atau juga teori merupakan persyaratan awal untuk mengenal dan memahami keterampilan atau pun nilai yang akan dikembangkan. Pengetahuan merupakan sesuatu yang diperlukan otak untuk mengembangkan kemampuan kognitif, tetapi juga kegiatan kognitif memberikan hasil berupa pengetahuan baru. Kemampuan kognitif, seperti memahami, menggunakan/menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi menjadi dasar kuat bagi seseorang untuk mengembangkan kemampuan kognitif tertinggim, yakni menghasilkan suatu pengetahuan baru atau produk baru dalam berbagai bentuk.

3. Perkembangan sosial-budaya-ekonomi

Sosial-budaya adalah landasan pengembangan suatu kurikulum. Pewarisan nilai-nilai budaya adalah salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum, sebab pada dasarnya kurikulum adalah salah satu landasan pengembangan kurikulum (Smith, Stanley, dan Shores, 1957; Taba, 1962). Perkembangan fokus dan unsur nilai yang harus diwariskan pendidikan kepada generasi muda akan memberikan dasar yang kuat untuk

Page 27: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 11 -

suatu kurikulum berubah. Ketika fokus dan unsur nilai berhimpit dengan kepentingan politik maka perubahan pada fokus dan unsur nilai semakin tinggi frekuensinya. Pada saat itu, maka adanya perubahan kurikulum semakin tinggi pula.

Kehidupan sosial-budaya-ekonomi suatu masyarakat selalu berubah. Pengaruh politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi akan lebih mempercepat perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial-budaya-ekonomi suatu masyarakat. Perubahan yang terjadi melahirkan berbagai kebutuhan akan kemampuan baru yang harus dimiliki anggota masyarakat. Kemampuan baru yang dituntut oleh perubahan kehidupan sosial-budaya-ekonomi berkaitan dengan penguasaan pengetahuan baru, keterampilan kognitif baru, sikap baru, nilai baru, dan kebiasaan baru. Hal-hal baru itu merupakan tambahan, penyempurnaan atau bahkan mengganti hal-hal lama yang sudah ada. Keterampilan baru yang dihasilkan oleh hal-hal baru merupakan dorongan atau faktor yang kuat untuk mengubah kurikulum.

Perubahan yang dipengaruhi oleh perubahan dalam kehidupan sosial-budaya-ekonomi tak bisa dihindari kurikulum. Kurikulum mempunyai peran yang sangat penting untuk melayani kepentingan masyarakat (Taba, 1962; Saylor dan Alexander, 1974). Dinamika masyarakat adalah dinamika kurikulum dan masyarakat berkembang jika kurikulum memberikan hasil dengan kualitas peserta didik yang mampu mengembangkan masyarakat. Pada gilirannya, masyarakat memerlukan kualitas baru akibat dari kemajuan atau perkembangan yang mereka miliki. Oleh karena itu, apa yang terjadi di masyarakat akan berpengaruh terhadap kurikulum dan sebaliknya apa yang diberikan kurikulum kepada masyarakat akan menimbulkan perubahan-perubahan baru dalam masyarakat.

Page 28: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 12 -

BAB II

KURIKULUM SMP (MULO) PADA

ZAMAN HINDIA BELANDA

Foto 1: MULO di Bandung pada tahun 1919

Sumber: Foto dari Priambodo,

tersedia pada http://djawatempodoeloe.multiply.com/photos/album/190

Page 29: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 13 -

A. KELAHIRAN MULO DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN ZAMAN HINDIA BELANDA

Pendidikan barat di Indonesia sudah diperkenalkan sejak masa awal kekuasaan Portugis di Indonesia, yaitu dengan pendirian sekolah seminari di Ternate pada tahun 1536 (Nasution, 2008:4; Djumhur dan Danasaputra, 1976: 115). Tujuan dari pendirian sekolah itu adalah untuk menyebarkan agama Katolik, sesuai dengan semboyan gold, glory, and gospel ketika bangsa Portugis menjelajah dan menjajah wilayah di luar benua Eropa. Pendidikan barat dalam skala yang lebih luas dari sekolah seminari, diperkenalkan kongsi dagang Belanda yang bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di Ambon pada tahun 1607 (Nasution, 2008:4; Djumhur dan Danasaputra, 1976:116). Ajaran agama yang diperkenalkan adalah Kristen Protestan (Calvinisme, Lutherian) yang telah berkembang di Eropa sejak awal abad ke 16 termasuk Belanda dan di Indonesia secara resmi dinamakan Kristen untuk membedakannya dari Katolik. Baik Portugis maupun Belanda (VOC) berkonsentrasi mendirikan sekolah di daerah Maluku di masa awal kekuasaan mereka, karena Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang terkenal di Eropa pada masa itu, dan menjadi daerah tujuan utama Portugis dan Belanda ke Indonesia. Kurikulum pada waktu itu mengembangkan proses pembelajaran yang berkenaan dengan ajaran-ajaran agama.

Setelah VOC menduduki Jayakarta, mengubah namanya menjadi Batavia, VOC mulai membangun sistem administrasi pemerintahan dan perdagangan. Untuk itu, VOC memerlukan tenaga kerja terampil terutama di bidang administrasi. Pada tahun 1630 VOC membuka sekolah di Jakarta dengan pelajaran yang utama adalah membaca, menulis, berhitung ditambah dengan pendidikan agama Kristen seperti “memupuk rasa takut kepada Tuhan, dasar-dasar agama Kristen, berdo’a, bernyanyi, pergi ke gereja, mematuhi orangtua, penguasa dan guru” (Nasution, 2008:5). Kurikulum seperti itu adalah sesuatu yang umum pada masa itu dan untuk sekolah VOC ditetapkan oleh lembaga pimpinan tertinggi VOC yang dinamakan De Heeren XVII.

Kebijakan pendidikan VOC pada masa itu tidak sepenuhnya memisahkan sekolah untuk anak-anak Eropa dengan pribumi terpilih. Mereka bersekolah bersama terutama disebabkan karena jumlah anak-anak Eropa masih terbatas dan misi untuk menyebarkan agama Kristen (Nasution, 2008:6; Djumhur dan Danasuparta, 1976:116) yang ditujukan kepada anak Indonesia9. Pada bulan Desember 1799 VOC dibubarkan dan kekuasaan di Indonesia langsung berada di bawah parlemen Belanda. Pemerintahan

9 Nama Indonesia dan pribumi digunakan silih berganti dengan pengertian yang sama karena

pada masa VOC nama Indonesia belum dikenal/digunakan.

Page 30: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 14 -

Belanda di Indonesia dinamakan Pemerintahan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Berbagai kebijakan pendidikan baru pun dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk anak-anak keturunan Eropa, Cina, dan pribumi dengan sekolah yang berbeda pula. Pendidikan untuk anak pribumi (inlands onderwijs) dikembangkan khusus dengan jenis sekolah yang berbeda dari anak-anak keturunan Eropa yang bersekolah di dalam sistem pendidikan Eropa (Europees Onderwijs) (Poeze, 1982: xx). Pada tahun 1817 sekolah pertama bagi anak-anak Belanda dan Eropa lainnya dibuka di Jakarta diikuti dengan pendirian sekolah serupa di berbagai kota di pulau Jawa (Nasution, 2008:9). Sedangkan untuk anak Indonesia didirikan sekolah Kelas Dua (Tweede Klasse-school = sekolah ongko loro), Sekolah Desa (Dessa-school), dan Sekolah Rakyat (Vervolg-school). Ketiganya adalah dalam kelompok sekolah dasar (lager onderwijs). Secara keseluruhan sistem persekolahan tingkat dasar dan menengah tergambarkan pada Gambar 1 sebagaimana dikemukakan oleh Poeze (1982:xx)

Politik Etis dan pengaruh faham liberal yang berkembang di Belanda membuka kesempatan pendidikan barat yang lebih besar bagi anak Indonesia. Tekanan politik dalam negeri menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda membuka kesempatan kepada anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang lebih luas, tetapi baik politik Etis maupun paham liberal tidak memberikan kesempatan yang sama antara anak Indonesia dengan anak Belanda. Pemisahan pendidikan terjadi pada jalur dan jenjang. Pada jenjang pendidikan dasar terjadi pemisahan pendidikan untuk anak pribumi (inlands onderwijs), dan anak Eropa (Europees onderwijs) dan anak Cina. Dalam jangka waktu yang cukup panjang bagi anak Indonesia hanya tersedia sekolah pada jenjang pendidikan dasar sedangkan bagi anak Belanda tersedia sekolah pada jenjang pendidikan menengah. Anak Indonesia yang cerdas dan jumlah mereka semakin banyak tetapi mereka tidak memiliki melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan menengah. Beberapa anak priyayi tinggi dan terpilih memang dibolehkan melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Kesempatan itu baru terbuka ketika Pemerintah Hindia Belanda membuka Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), pendidikan dasar yang diperluas.

Page 31: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 15 -

EE.L.

opl M.U.L.

MM

KK

KK

Kw

Hoger Onderwijs

Inlands Onderwijs Europese Onderwijs

Sumber: Poeze (1982:xx)

Middelbaar Onderwijs

Lager Onderwijs

Inheemse M.U.L.O

4 jr

Opl. Volkson- Derwijzer 2 jr

Normaal- School 3 jr

Tweede- Klasse- School 5/6 jr

Dessa- School 3 jr

Vervolg- school 2/3 jr

Schakel- school 5 jr

H.I.S 7 jr

E.L.S 7 jr

Voorklas 1 jr

M.U.L.O 3 jr

H.B.S 3/5 jr

A.M.S 3 jr

Mid

d.L

and

b.s

cho

ol

3 jr

Mo

svia

2

jr

Sto

via

6 jr

Bes

tuu

rssc

cho

ol

2 jr

l

R

ech

tsch

. 3 jr

Kw

eeks

ch.

3

jr

Ho

oge

re

Kw

eek.

2 jr

Gambar 1: Sistem Pendidikan dan Persekolahan Hindia-Belanda

Mulo atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (Pendidikan Dasar yang Diperluas) didirikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1914 (Djumhur dan Danasuparta, 1959:137; van der Wal, 1963:224). Sebelumnya sudah ada bentuk kursus lanjutan yang dinamakan mulocursussen (Van der Wal, 1963:228), tergabung pada ELS (sekolah dasar untuk orang Belanda) untuk mereka yang bersekolah di ELS. Van der Wal (1963:224) menyebutkan bahwa pendirian MULO didasarkan atas surat Direktur Pendidikan dan Agama (Directeur van onderwijs en eredienst, G.A.J Hazeu) kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda A.W.F. Idenburg (1909-1916) pada tanggal 17 Maret 1913. Sebelum menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, A.W.F. Idenburg menjadi Menteri Tanah Jajahan (1902-1905; 1908-1909) dan sesudah menjadi Gubernur Jenderal kembali menjadi Menteri Tanah Jajahan (1918-1919). Adanya keinginan yang besar di kalangan pribumi tamatan Hollandsch Inlandsche School (HIS) yang cerdas untuk melanjutkan studi lebih lanjut setelah menyelesaikan studi HIS mereka merupakan salah satu pertimbangan yang dikemukakan dalam surat Direktur Pendidikan dan Agama Hazeu kepada Gubernur Jenderal Idenburg untuk membuka MULO

Page 32: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 16 -

sebagai lembaga yang berdiri sendiri (als een zelfstandig instituut). Pribumi tamatan HIS yang cerdas tersebut tidak mungkin melanjutkan ke mulocursussen yang bagian ELS dan tidak pula ke HBS, karena keduanya diperuntukkan bagi orang Eropa.10

Pada tahun 1914 kursus-kursus tersebut disetujui untuk dikembangkan menjadi MULO sebagai sekolah yang berdiri sendiri, lepas dari ELS. Pendirian MULO tersebut dikukuhkan berdasarkan Ind. Stbl.11 1914 nomor 447 junto nomor 672 dan 687 tentang Reglement op de openbare scholen van voortgezet en uitgebreid lager onderwijs in Netherlands Indie” (Van der Waal, 1963:230). Istilah meer uitgebreid (lanjutan lebih luas) memberikan indikasi tentang kedudukan sekolah yang semula kursus dan bagian dari sekolah dasar tersebut, demikian pula dengan istilah onderwijs (pendidikan) dan bukan school yang digunakan, seolah-olah pelaksanaan pendidikan dilakukan bukan oleh lembaga pendidikan yang dinamakan sekolah.

Lama belajar MULO yang semula 2 tahun ketika masih menjadi kursus dan bagian dari ELS, dikembangkan menjadi 3 tahun setelah menjadi MULO yang lepas dari ELS12. MULO terbuka bagi anak Indonesia yang sudah menyelesaikan HIS (Hollandsch Inlandsche School = Sekolah Pribumi berbahasa Belanda). Sejak berdiri sendiri, Mulo menjadi lembaga/sekolah resmi sesudah sekolah dasar dan menjadi persyaratan untuk memasuki AMS (Algemeene Middlebare School) yang setelah Indonesia merdeka disebut SMA.

Berbeda dari ELS, HIS, apalagi HBS, MULO tidak didasarkan pada model sekolah Eropa (Nasution, 2008:123; Poeze, 1982:XIX). Dalam struktur persekolahan di Belanda dan di banyak negara Eropa, tidak ada sekolah pada jenjang menengah yang berdiri sendiri seperti MULO. Di berbagai negara Eropa, sekolah menengah diorganisasikan dalam satu manajemen dan terdiri atas program menengah junior (setara SMP) dan menengah senior (setara SMA). Pada masa kemudian, tamatan MULO dapat melanjutkan pelajaran ke sekolah kejuruan tingkat menengah (hogere vakscholen) dan ke AMS

10 Dalam kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda dipisahkan sekolah untuk orang

Eropa, Cina, dan Indonesia yang dinamakan pribumi (istilah orang atau bangsa Indonesia

belum digunakan). Untuk anak pribumi disediakan inlands onderwijs sedangkan untuk Eropa

disediakan Europees onderwijs (Poeze,1982:xx) 11 Ind. Stbl adalah singkatan Indische Staatblad yang masih berlaku dalam sistem hukum

Indonesia, dinamakan Lembar Negara yang mencatat sebuah undang-undang. Sebuah

undang-undang baru dinyatakan resmi berlaku setelah tercatat dan diundangkan dalam

Lembar Negara. Lembar Negara ditandatangani oleh Sekertaris Negara (dulu oleh Menteri

Kehakiman) dan diberi nomor khusus. 12 Menurut Poeze (1982: 20) ada MULO yang merupakan sekolah dalam sistem pendidikan

Belanda (3 tahun) dan ditambah satu tahun bagi anak Indonesia yang melanjutkan sekolah

ini dari Schakel-school dan ada MULO Pribumi (Imheese MULO) yang masuk dalam sistem

pendidikan pribumi (Inlands Onderwijs) yang lamanya 4 tahun.

Page 33: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 17 -

(Algemeene Middlebare School) 3 tahun. Seperti juga MULO, menurut Poeze AMS merupakan bentuk khusus sekolah menengah (awal) di daerah Hindia Belanda (de specifiek Indische vorm van voorbereidend hoger onderwijs). Tamatan MULO dapat juga melanjutkan studi mereka ke Stovia (School tot Opleiding van Indische Artsen 6 tahun = Sekolah Dokter Jawa), Mosvia (Middlebare Opleidingsschool vor Indische Ambtenaaren = Sekolah Menegah Pamong Praja Pribumi 2 tahun), Rechtschool (Sekolah Hukum 3 tahun), Kweekschool (Sekolah Guru 3 tahun), dan Middle Landsbouw School (Sekolah Menengah Pertukangan 3 tahun).

B. TUJUAN PENDIDIKAN MULO

Tujuan pendidikan MULO adalah untuk menghasilkan tamatan yang mampu bekerja dalam administrasi pemerintahan Kolonial Belanda, melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan (Sekolah Pertanian, Sekolah Pamong Praja, Sekolah Guru, Sekolah Hukum, Sekolah Kedokteran), dan ke sekolah menengah umum yang lebih tinggi (AMS).

C. LEERPLAN (RENCANA PELAJARAN) DAN MATA PELAJARAN MULO

Leeerplan ( Rencana Pelajaran) atau Struktur Kurikulum MULO terdiri atas kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Struktur ini menggambarkan kebutuhan pemerintah pada waktu itu yang belum kompleks seperti masa kini. Orientasi pada dunia ilmu dan kurang memperhatikan kehidupan masyarakat tercermin dalam struktur kurikulum MULO di mana sekolah masih merupakan dunia khusus yang sangat sedikit bersinggungan dengan masyarakat. Meskipun demikian, pada masa itu sudah dikenal ada mata pelajaran pilihan (elektif), yaitu bahasa Melayu dan menyanyi. Kemungkin besar adanya bahasa Melayu tersebut akibat dari Sumpah Pemuda, walaupun terjadi perbedaan istilah di mana Sumpah Pemuda menyebutkan bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia sedangkan dalam struktur MULO disebutkan Bahasa Melayu. Dalam suasana pergerakan Indonesia untuk merdeka, tentu saja tidak dapat disangkal Bahasa Melayu lebih sesuai bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda dibandingkan Bahasa Indonesia.

Bahasa instruksional yang digunakan dalam proses belajar di MULO adalah bahasa Belanda. Oleh karena itu tamatan HIS diterima di MULO karena HIS menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa instruksional. Selain digunakan sebagai bahasa instruksional, bahasa Belanda adalah mata pelajaran yang harus dipelajari setiap peserta didik.

Page 34: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 18 -

Keseluruhan mata pelajaran yang terdapat pada Rencana Pelajaran Mulo nampak pada table 2.1.

Tabel 2.1. Leerplan (Rencana Pelajaran) MULO

MATA PELAJARAN KELAS DAN JAM

I II III

Membaca 3 3 2 Bahasa Belanda (Taal) 5 4 4

Aljabar (Algebra) 6 7 5

Ilmu Ukur (Geometri, Stereometri) 2 2 2

Ilmu Alam (Natuurkunde) 3 3 4

Ilmu Hayat (Plant-en Dierkunde) 3 3 3

Sejarah (Volks geschiedenis, Vaderlanse geschiedenis)

1 1 2

Sejarah Umum (Algemene geschiedenis) 1 1 1

Ilmu Bumi (Aarderijkskunde) 3 3 3

Olahraga (Gymnastik) 2 2 2

Menggambar (Tekenen) 2 2 2

Bahasa Perancis13 2 2 4 Bahasa Inggris (Engels) 4 4 3

Bahasa Jerman (Deutsch) 4 3 4

Bahasa Melayu (elektif) 1 1 1 Menyanyi (Zingen)(elektif) 1 1 1 Sumber: Pelaku (peserta didik) dan Nasution (2004)

Dalam ilmu bumi peserta didik MULO belajar terutama geografi negara Belanda, Eropa, dan sedikit mengenai Hindia-Belanda (Indonesia). Pengetahuan tentang letak negara, bentuk dan karakteristik permukaan tanah, nama dan letak kota (peta buta), dan bahkan nama-nama gedung penting serta alamatnya di berbagai kota di Belanda merupakan pengetahuan penting dan harus menjadi pengetahuan siap (paratekennis), yaitu pengetahuan hafalan. Pengetahuan hafalan (paratekennis) adalah pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik dan mereka harus selalu siap dengan jawaban di luar kepala apabila ditanyakan. Pada saat sekarang, walaupun nama pengetahuan siap sudah tidak digunakan, dunia pendidikan Indonesia masih mengandalkan pengetahuan siap. Soal-soal yang dibuat untuk ulangan dan ujian berpijak pada pemikiran dasar bahwa peserta didik harus memiliki pengetahuan siap untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.

13 Bahasa Perancis nantinya dihapus ketika Belanda tidak lagi dikuasai Louis Bonaparte,

Page 35: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 19 -

Sama halnya dengan ilmu bumi adalah mata pelajaran sejarah. Pengetahuan sejarah yang diutamakan adalah pengetahuan sejarah tentang kerajaan Belanda dan dinasti Oranye, asal-usul dinasti Oranye beserta raja dan ratu yang berkuasa, perjuangan bangsa Belanda dalam percaturan kekuatan politik negara-negara Eropa, keunggulan Belanda sebagai bangsa serta perjuangan bangsa Belanda memerdekakan dirinya dari kekuasaan Jerman. Pengetahuan sejarah juga mencakup pengetahuan tentang pelayaran bangsa Belanda ke Indonesia, pendirian VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), tokoh-tokoh VOC yang berjasa dalam membangun kekuasaan Belanda di Indonesia, pembentukan kekuasaan dan pemerintah Belanda di Nederlandsche Indie (Hindia Belanda = Indonesia). Para tokoh yang berkedudukan sebagai gubernur jenderal (wakil pemerintah Belanda di wilayah Hindia-Belanda), usaha pemerintah Hindia Belanda mengembangkan kekuasaan dan pengaruh di wilayah Nusantara (Indonesia) terutama dalam memepertahankan kekuasaan dari para “pemberontak” (pemimpin Indonesia yang melawan pemerintahan Hindia Belanda dalam mempertahankan wilayah kekuasaan para pemimpin/raja tersebut). Sejarah kekuasaan Belanda di Indonesia diikuti dengan berbagai tindakan pemerintah Hindia Belanda dalam membangun berbagai aspek kehidupan lain, seperti budaya dan ekonomi termasuk program-program kemanusiaan untuk masyarakat pribumi (Indonesia). Politik Etis (Etische Politiek) pemerintah Hindia Belanda menjadi pokok bahasan penting karena melalui pokok bahasan poliitik etis yang dianggap sebagai program kemanusiaan, Pemerintah Belanda membangun kehidupan masyarakat Indonesia yang “lebih baik” terutama dalam membangun sekolah untuk menghasilkan golongan terpelajar dan tenaga terlatih bangsa Indonesia.

Mata pelajaran sejarah umum untuk MULO mengajarkan mengenai asal-usul peradaban dunia yang dimulai dengan asal-usul peradaban bangsa-bangsa Eropa, yaitu peradaban bangsa Yunani dan Romawi. Pelajaran tentang kebudayaan bangsa Yunani dan Romawi berkenaan dengan budaya, seni dan pemerintahan serta kekuasaan sampai kepada dongeng dan mitologi para dewa yang dikenal dalam teologi kepercayaan Yunani dan Romawi sangat penting. Peserta didik MULO sangat hafal mengenai pengaruh kedua peradaban tua tersebut terhadap peradaban Eropa dan dunia barat. Peradaban bangsa Belanda dan bangsa-bangsa Eropa lainnya yang mereka miliki sekarang memang banyak dipengaruhi kebudayaan Yunani dan Romawi. Oleh karena itu, mempelajari kedua kebudayaan tersebut memiliki makna yang penting bagi orang Belanda dan Eropa lainnya.

Mata pelajaran Ilmu Alam berkenaan dengan berbagai hukum alam yang telah dihasilkan oleh para sarjana Eropa dan menjadi dasar dari ilmu pengetahuan modern. Berbagai teori yang sampai sekarang masih dibahas dalam khasanah ilmu alam seperti hukum Archimedes, Boyle dan sebagainya

Page 36: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 20 -

merupakan pelajaran penting dalam Ilmu Alam. Tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dari belahan dunia lain apalagi dari dunia Asia tak tersentuhkan bahkan hingga saat kini ketika Indonesia sudah merdeka selama 65 tahun materi pelajaran IPA masih tidak banyak berubah dari apa yang telah diperkenalkan Belanda. Dari pelajaran Ilmu Alam, peserta didik MULO mengenal dan dilatih dalam cara berpikir empirik dan rasional. Hal-hal yang tidak terkait dengan alam nyata dan tidak dapat dibuktikan secara empirik dinyatakan sebagai tahayul dan dianggap bertentangan dengan cara berpikir manusia modern.

Bahasa Melayu tidak diajarkan pada waktu kursus MULO didirikan pada tahun 1910, dan tidak juga ketika MULO sudah memiliki status sebagai sekolah menengah (lanjutan) yang berdiri sendiri (Nasution,2008:123). Selanjutnya, Nasution (2008:124) mengatakan bahwa mata pelajaran Bahasa Melayu baru ada dalam kurikulum MULO pada tahun 1919. Pembelajaran bahasa Melayu dalam kurikulum MULO memberikan pengaruh yang kuat terhadap kelompok terpelajar Indonesia dalam membangun dan mengembangkan semangat kebangsaan. Ketika para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda daerah (Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatra Bond, Jong Sunda, Jong Celebes, dan sebagainya) berkongres di Jakarta, mereka menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk bangsa yang mereka cita-citakan. Pada waktu Indonesia mengeluarkan undang-undang pendidikan pertama dan dikokohkan dalam undang-undang pendidikan sesudahnya, aspirasi para pemuda tersebut dikukuhkan dalam bentuk keputusan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa instruksional dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia.

Page 37: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 21 -

BAB III

KURIKULUM SHOTO CHU GAKKO

(SMP) PADA MASA PENDUDUKAN

JEPANG

Foto 2:

SMPN 1 Yogya, pada tanggal 11 September 1942 didirikan oleh Pemerintah Pendudukan Militer Jepang sebagai Shoto Chu Gakko (SMP)

Sumber: Website SMP N 1 Yogyakarta

A. KEBIJAKAN PENDIDIKAN PENDUDUKAN JEPANG

Pada masa pendudukan militer Jepang, wilayah Indonesia dibagi atas 3 wilayah administratif yang terpisah dan memiliki jurisdiksi sendiri, yaitu pulau Jawa, Sumatera, dan wilayah Indonesia lainnya (termasuk Kalimantan dan Sulawesi). Meskipun bukan pemerintahan sipil, pemerintahan militer Jepang memberikan perhatian kepada pendidikan dan terutama kurikulum. Dari pendidikan Pemerintahan Pendudukan Militer Jepang mempersiapkan generasi baru Indonesia yang mendukung kekuasaan Jepang dan menghasilkan mereka yang terlatih dalam kemiliteran.

Page 38: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 22 -

Pemerintah Militer Jepang memerlukan banyak orang untuk dilatih dalam militer, memiliki cinta Jepang dan semangat Jepang. Oleh karena itu, pendidikan harus terbuka bagi banyak orang dan bukan golongan tertentu. Sistem persekolahan yang dihapus adalah sekolah untuk rakyat dan HIS menjadi Sekolah Rakyat (kokumin gakkô). Juga, nama MULO dan AMS diubah dengan nama baru yang diciptakan Pemerintah Militer Jepang walaupun dalam dokumen Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, ada yang masih menggunakan nama MULO. Perubahan paling penting adalah kurikulum, karena kurikulum menghasilkan manusia dengan kualitas yang diperlukan Pemerintah Militer Jepang. Kurikulum harus mampu mengubah orientasi berpikir dan bersikap yang dikembangkan pada masa pemerintah Kolonial Hindia Belanda harus dihapus dan diganti dengan orientasi berpikir dan bersikap Jepang terutama militer Jepang.

Kebijakan Jepang tentang pendidikan, terutama kebijakan pendidkan di pulau Jawa dapat diketahui dari berbagai sumber, tetapi yang utama adalah dokumen yang dinamakan Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô (Kebijakan Pendidikan Jepang di pulau Jawa)(Kurasawa, 1991:16). Menurut Kurasawa dokumen tersebut adalah dokumen rahasia yang dikumpulkan oleh personil militer Jepang, dan berisikan doktrin, ideologi, prinsip dasar serta petunjuk pelaksanaan kebijakan pendidikan Jepang di pulau Jawa. Dokumen serupa berkenaan dengan wilayah lain di Indonesia merupakan sesuatu yang masih perlu ditelusuri untuk dapat membandingkan kebijakan pendidikan Pemerintahan Pendudukan Militer Jepang.

Pada masa kekuasaan Pemerintah Pendudukan Militer Jepang, sekolah-sekolah untuk rakyat yang didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda (volks school dan vervolg school) dihapus, digantikan dengan sekolah bergaya Jepang yang dinamakan kokumin gakkô dengan masa belajar 6 tahun. MULO diganti dengan Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu GakkO) dan didirikan di banyak kota di Indonesia. Di pulau Jawa terdapat Shoto Chu Gakko di Serang 1(satu) sekolah, Jakarta 3 (tiga) sekolah, Bogor satu (1) sekolah, Bandung satu (1) sekolah, Garut satu (1) sekolah, Cirebon satu (1) sekolah, Pekalongan satu (1) sekolah, Kediri satu (1) sekolah, Jember satu (1) sekolah, Pamekasan satu (1) sekolah, Jogja dua (2) sekolah, Solo dua (2) sekolah, Magelang satu (1) sekolah, Purwokerto satu (1) sekolah, Semarang dua (2) sekolah, Pati satu (1) sekolah, Malang stu (1) sekolah, Bojonegoro satu (1) sekolah, Madiun satu (1) sekolah, dan Surabaya dua (2) sekolah. Selain itu, ada Sekolah Menengah Pertama Putri di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, Malang, dan Madiun. Sekolah Menengah Pertama Putri menerima siswa khusus putri dan memiliki kurikulum yang sedikit berbeda dari Sekolah Menengah Pertama biasa (Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô).

Page 39: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 23 -

B. STRUKTUR KURIKULUM DAN MATA PELAJARAN

Struktur kurikulum Shoto Chu Gakko lebih sederhana dibandingkan struktur kurikulum MULO. Dalam struktur kurikulum Shoto Chu Gakko semua mata pelajaran wajib dan tidak ada yang berstatus pilihan. Warna kehidupan militer yang tidak punya pilihan tampaknya memberi pengaruh yang cukup kuat terhadap kurikulum Shoto Chu Gakko.

Mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum Shoto Chu Gakko mencerminkan kebijakan pendidikan Pemerintahan Pendudukan Militer Jepang untuk menjepangkan bangsa Indonesia. Selain mata pelajaran yang bersifat eksakta materi mata pelajaran lain disesuaikan dengan kepentingan pendudukan Jepang di Indonesia, termasuk menarik hati bangsa Indonesia. Mata pelajaran bahasa Belanda dihapus dan digantikan oleh mata pelajaran Bahasa Jepang. Selain mengganti bahasa Belanda dengan bahasa Jepang, dalam kurikulum Shoto Chu Gakko ditambahkan mata pelajaran Pendidikan Semangat (Moral) dan bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran resmi. Olahraga atau Latihan Badan mendapatkan tempat yang penting sehingga diberikan jam pelajaran yang cukup besar, yakni 5 jam perminggu. Kedudukan penting Latihan Badan ini mudah dipahami karena militer Jepang memerlukan pemuda dengan badan yang sehat dan terlatih secara pisik. Senam pagi dilakukan sebelum sekolah dimulai dengan menghadap ke arah matahari terbit. Selain latihan pisik mereka juga diajar lagu kebangsaan Jepang (Kimigayo) serta berbagai doktrin mengenai kedudukan Jepang sebagai pemimpin dunia (Hakko ichi U) dan pemimpin Asia.

Tambahan mata pelajaran dalam kurikulum adalah Kaligrafi. Kedudukan tulisan indah (kaligrafi) huruf kanji sangat dihargai oleh masyarakat dan budaya Jepang. Tradisi yang turun temurun dalam kaligrafi dimaksudkan untuk diwariskan juga bagi bangsa Indonesia, yang juga tidak asing dengan tradisi kaligrafi huruf Arab. Tulisan indah huruf Arab telah berkembang sejak awal Islam masuk ke Indonesia dan oleh karena itu, adanya mata pelajaran kaligrafi dalam kurikulum Shoto Chu Gakko bukan sesuatu yang baru bagi bangsa Indonesia. Unsur kebaruannya adalah jika sebelumnya yang digunakan untuk tulisan indah itu huruf Arab maka pada masa itu huruf yang ditulis indah adalah huruf kanji yang masuk dalam kelompok huruf gambar (pictograph)14.

14 Pictograph adalah huruf yang menggunakan gambar (picto) untuk mewakili suatu pokok

pikiran/ide karena itu disebut juga ideograph. Tulisan ini berkembang di Cina dengan nama

hanzi, di Mesir dengan nama hieroglyph, di Sumeria dengan nama tulisan paku. Tulisan

Hanzi masih digunakan sampai hari ini di Cina, Korea dan Jepang bahkan, seluruh negara

Cina yang memiliki banyak bahasa dipersatukan dalam komunikasi tulisan melalui huruf

Hanzi. Huruf Hanzi di Jepang dinamakan Kanji.

Page 40: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 24 -

Tabel 3.1. mencantumkan mata pelajaran, kelas dan jam pelajaran untuk masing-masing mata pelajaran di setiap kelas

Tabel 3.1. Mata Pelajaran dan Jam Pelajaran dalam Kurikulum Shoto Chu Gakko

Mata Pelajaran

Kelas dan Jam pelajaran

1 2 3

Pendidikan Semangat (Moral) 1 1 1

Bahasa Jepang (Nippon) 9 9 9

Bahasa Indonesia 6 6 6

Ilmu Pasti 6 6 6

Ilmu Bumi 2 2 1

Latihan Badan (Pend. Jasmani) 5 5 5

Sejarah 2 1 1

Gambar Tangan (Menggambar) 2 2 2

Ilmu Alam - 2 3

Kesenian 1 1 1

Kaligrafi (Jepang) 2 2 2

Jumlah jam pelajaran 36 37 37

Sumber: diadaptasi dari Ramli, 2010, halaman 70

Dari Tabel 3.1 tampak bahwa beban belajar atau jam belajar untuk mata pelajaran Bahasa Jepang 9 jam perminggu, Bahasa Indonesia 6 jam perminggu serta Ilmu Pasti juga 6 jam perminggu menunjukkan pikiran pokok kurikulum yang ingin menghasilkan “manusia baru” yang bebas dari pengaruh pendidikan Belanda. Memang, jam belajar Ilmu Pasti sedikit berkurang jika dibandingkan dengan kurikulum MULO, tetapi pengurangan tersebut tidak membawa dampak yang berarti bagi kualitas manusia tamatan SMP yang diinginkan Pemerintah Pendudukan Militer Jepang.

Penghapusan bahasa Inggris dan bahasa Jerman memperkuat ide kurikulum yang ingin menghapuskan pengaruh budaya Belanda, khususnya dan barat umumnya. Memang menarik bahwa bahasa Jerman dihapus, padahal bangsa Jepang pada waktu itu bersekutu dengan bangsa Jerman. Tampaknya, kerja sama militer dalam perang antara pemerintah Jerman dan Jepang di masa Perang Dunia II tidak berpengaruh terhadap kebijakan pendidikan SMP di masa pendudukan militer Jepang di Indonesia. Pentingnya pelajaran bahasa

Page 41: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 25 -

yang mengajarkan keterampilan berkomunikasi dan cara berpikir berdasarkan nilai-nilai budaya yang menghasilkan bahasa tersebut disadari benar oleh Pemerintah Pendudukan Militer Jepang. Oleh karena itu, adanya pelajaran bahasa Jerman, apalagi bahasa Belanda akan menjadikan generasi muda Indonesia berpikir seperti orang barat dan mereka akan tercabut dari akar budayanya. Selain itu, cara berpikir barat akan menimbulkan masalah politik bagi misi pendudukan Jepang di Indonesia.

Berdasarkan dokumen Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, tahun ajaran baru bersekolah dimulai tanggal 1 April setiap tahun. Kantor Pengajaran (Bunkyo Kyoku) setiap Syuu berwewenang menetapkan buku pelajaran yang digunakan untuk setiap mata pelajaran dan hari libur sekolah. Berdasarkan dokumen yang sama, hari libur untuk sekolah ditetapkan untuk jangka waktu satu tahun ajaran. Hari besar agama mendapatkan porsi utama sebagai hari libur sekolah.

Pada umumnya sekolah libur pada hari besar agama Islam sebagaimana dikemukakan Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2. Hari Libur Sekolah

HARI LIBUR LAMANYA LIBUR Mi’raj Nabi 1 hari Puasa 40 hari Grebeg Besar (pulau Jawa) 7 hari Asyura 1 hari Maulud Nabi 14 hari Tahun Baru Cina 1 hari Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, p 38

Dari ketetapan mengenai hari libur di atas ada kesan kuat bahwa kekuasaan pendudukan Jepang khususnyadi pulau Jawa sangat memperhatikan agama mayoritas penduduk. Mayoritas penduduk pulau Jawa beragama Islam dan oleh karenanya, hari libur sekolah adalah hari besar yang terkait dengan agama Islam termasuk perayaan Grebeg Besar. Perayaan Grebeg Besar di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon berkenaan dengan Maulud Nabi Muhammad dan oleh karenanya, ditetapkan secara menjadi hari libur sekolah. Sementara itu, hari libur puasa dan perayaan Idul Fitri ditetapkan selama 40 hari, hari raya Idul Adha tidak ditetapkan sebagai hari libur. Hal ini mungkin saja terkait dengan pandangan budaya di banyak tempat di pulau Jawa yang beranggapan bahwa Idul Adha adalah hari raya bagi orang-orang yang sudah melaksanakan ibadah haji. Dengan adanya pandangan budaya yang demikian, maka tentu saja Idul Adha bukan hari

Page 42: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 26 -

libur bagi anak sekolah yang pada umumnya belum melaksanakan ibadah haji.15

Perhatian yang sangat besar terhadap hari besar agama Islam tersebut bukan saja bersifat realistik karena pendidikan berakar pada budaya dan agama serta lingkungan terdekat peserta didik tetapi juga merupakan upaya politis Pemerintah Pendudukan Jepang untuk menarik simpati masyarakat. Masyarakat yang mendapatkan keleluasaan merayakan hari-hari besar tersebut akan merasa senang. Penetapan tahun baru Cina sebagai hari libur tidak terlepas dari upaya untuk menarik simpati masyarakat Cina di Indonesia. Kebijakan tersebut sukar diukur keberhasilannya mengingat masa pendudukan Jepang yang singkat tetapi libur bulan Ramadhan dan idul Fitri selama 40 hari berlangsung sampai masa pemerintahan Orde Baru, dan baru disesuaikan pada tahun 80-an.

Buku pelajaran merupakan sumber materi pelajaran yang penting dan ditetapkan oleh Kepala Bagian Buku-buku pada Kantor Pengajaran (Bunkyô Kyoku). Untuk Kantor Pengajaran Jakarta, Kepala bagian Buku-buku, Sadarjoen pada tanggal 11 Desember 2603 (1944) mengeluarkan daftar buku pelajaran sebagai mana tampak pada table 3.3.

Tabel 3.3. Buku Pelajaran untuk Kurikulum Shoto Chu Gakko di Jakarta

Mata pelajaran Buku Yang Digunakan Bahasa Indonesia Matahari Terbit Ilmu Tumbuh-tumbuhan Ilmu Tumbuh-tumbuhan I Ilmu Alam Ilmu Alam I Ilmu Aljabar Ilmu Aljabar I, kelas 1

Ilmu Aljabar 2, kelas 2 Ilmu Aljabar 3, kelas 3

Ilmu Ukur Ilmu Ukur 1, kelas 1 dan 2 Ilmu Ukur 2, kelas 2 dan 3

Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô

Sayangnya, daftar buku pada Tabel 3.3 tidak disertai dengan nama pengarangnya. Suatu yang jelas, buku Matahari Terbit digunakan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sampai pada masa awal pemerintahan Orde Baru walaupun penulis buku sudah berbeda dari buku dengan judul yang sama pada tahun 50-an.

Kebijakan tentang buku pelajaran memberikan keuntungan bagi pemerintah Pendudukan Militer Jepang untuk mengontrol kualitas bahan pelajaran dan isi dari materi pelajaran. Pemerintah Pendudukan Militer Jepang terus mengawasi apa yang terjadi di sekolah dan jangan sampai

15 Pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa Idul Adha adalah hari raya bagi mereka

yang sudah haji masih terdapat di banyak kelompok tertentu di pulau Jawa.

Page 43: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 27 -

materi pelajaran menjadi “boomerang” bagi kekuasaan mereka di Indonesia. Dengan demikian pula, isi buku pelajaran tidak boleh memuat bahan yang mengecam atau menimbulkan permusuhan terhadap Pemerintah Pendudukan Militer Jepang. Hal ini wajar, dan berlaku di banyak negara sampai hari ini tetapi keadaannya tentu lebih sensitif untuk pemerintah pendudukan dan penjajahan dibandingkan untuk pemerintah nasional.

Page 44: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 28 -

BAB IV

KURIKULUM SMP PADA MASA AWAL

KEMERDEKAAN

A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Perhatian pemerintah Indonesia terhadap pendidikan diberikan terus menerus sejak awal kemerdekaan. Kedudukan pendidikan yang dianggap teramat penting oleh para pendiri bangsa, mereka adalah sekelompok kecil anak bangsa yang beruntung dapat mengenyam pendidikan di masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, menyebabkan mereka berpandangan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang tak boleh ditelantarkan dan harus menjadi hak setiap warga negara. Oleh karena itu, selang beberapa bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan walaupun bangsa yang muda ini masih menghadapi tantangan agresi militer Belanda, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan adanya pembaruan pendidikan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:73).

Berbagai pikiran dikemukakan BP-KNIP kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) agar ada perubahan pikiran dan visi yang mendasar dari pendidikan pada zaman Belanda ke pendidikan untuk bangsa Indonesia yang baru merdeka. Di antara pikiran yang dikemukakan dalam pandangan BP-KNIP ahwa pendidikan liberal yang mengagungkan kemampuan intelektual semata harus diubah menjadi pendidikan yang mengutamakan “kesusilaan dan perikemanusiaan yang tinggi” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:73).

Pengertian kesusilaan pada waktu itu, sangat luas dan mencakup apa yang pada saat sekarang dikenal dengan istilah karakter. Dengan tujuan ini, maka diharapkan pendidikan mengembangkan kepribadian yang berdasarkan kemanusiaan yang tinggi dan warga negara yang bertanggung jawab. Kerangka pikir bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara dan nantinya dikenal dengan istilah demokratisasi pendidikan tertuang dalam usulan agar hanya ada satu macam sekolah yang terbuka untuk setiap orang tanpa ada perbedaan dalam gender, latar belakang budaya, sosial dan ekonomi. Dalam usulan itu, dihendaki agar pendidikan pesantren diakui sebagai bagian dari pendidikan nasional walaupun kurikulumnya berbeda dari sekolah pemerintah dan swasta (nonpesantren). Posisi baru pesantren

Page 45: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 29 -

tersebut nantinya mendapat pengakuan hukum yang lebih tegas pada tahun 2003 setelah pemerintah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Berdasarkan usulan BP-KNIP agar ada peraturan tentang pendidikan dan pengajaran, Menteri PPK, Mr Soewardi membentuk Penitia Penyelidik Pendidikan Pengajaran (Sjamsuddin, Kosoh, dan Hasan, 1993:11) yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dengan sekertaris Soegarda Poerbakawatja pada tahun 1946. Tugas panitia adalah untuk meninjau ulang “dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan/pengajaran (Djumhur dan Danasuparta, 1959:202). Berdasarkan hasil kerja panitia, ditetapkan pedoman dasar-dasar pengajaran bagi guru-guru di Indonesia (Pewarta PPK nomor 2 tahun 1951), sebagai berikut.

1. Perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Perasaan cinta kepada alam. 3. Perasaan cinta kepada negara. 4. Perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak. 5. Perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan. 6. Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut

pembawaan dan kekuatannya. 7. Keyakinan bahwa orang menjadi bagian yang tak terpisah dari

keluarga dan masyarakat. 8. Keyakinan bahwa orang hidup dalam masyarakat harus tunduk

pada tata tertib. 9. Keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama derajatnya

sehingga sesama anggota masyarakat harus saling menghormati, berdasarkan rasa keadilan dengan berpegang teguh pada harga diri.

10. Keyakinan bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, mengetahui kewajiban, dan jujur dalam pikiran dan tindakan.

Jelas bahwa pandangan pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Soegarda Poerbakawatja sangat berpengaruh dalam kesepuluh rumusan yang telah dihasilkan. Pemahaman keduanya yang mendalam tentang pendidikan telah diterjemahkan dengan baik dalam posisi seorang peserta didik sebagai dirinya, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan umat manusia. Oleh karena itu, kesepuluh prinsip yang dirumuskan tersebut sangat menekankan pada karaktervorming yang meliputi seluruh potensi kemanusiaan seorang peserta didik.

Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang dikeluarkan pada tahun 1946 oleh Menteri Mr Soewandi yang memuat 10 tujuan pendidikan yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan sebagai keputusan awal yang berkenaan dengan kurikulum. Tentu saja keputusan

Page 46: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 30 -

itu lebih banyak berkenaan dengan dimensi ide kurikulum dan dinyatakan dalam istilah pedoman dasar-dasar pengajaran. Pedoman dasar-dasar pengajaran yang ditetapkan Menteri PPK memuat berbagai landasan pendidikan yang masih aktual, bahkan untuk masa sekarang walaupun harus diakui bahwa dalam kenyataan kurikulum pada masa-masa akhir abad ke- 20 dan awal abad ke-21 banyak dasar-dasar pengajaran yang telah dikemukakan tersebut dilupakan. Perubahan yang semakin lama semakin memperkuat kedudukan filosofi pendidikan disiplin ilmu (esensialisme dan perenialisme) sebagai ide dari kurikulum, menyebabkan kurikulum makin meninggalkan dasar-dasar pengajaran yang tercantum dalam pedoman tahun 1946 tersebut. Hal ini memang sangat disayangkan karena sebagaimana dirumuskan dalam pedoman pengajaran tahun 1946, pendidikan seharusnya berkenaan dengan memanusiakan manusia, membudayakan manusia, menjadikan manusia sebagai makhluk religius, sosial, ekonomi, politik, ilmu, seni, dan teknologi, bukan sekadar hanya mengembangkan kemampuan ingatan dan pemahaman semata. Kedua kemampuan ranah kognitif tersebut penting, tetapi manusia tidak bisa hidup hanya dengan kedua kemampuan kognitif itu.

Meskipun situasi negara penuh dengan peperangan melawan agresi militer Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara dan panitia yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka dengan penuh pikiran dan visi yang mendalam mengenai pendidikan bangsa. Kesepuluh ketetapan yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa kerja panitia sangat sungguh-sungguh dan mengena pada hakiki pendidikan. Hasil kerja itu, sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya telah disahkan dengan Keputusan Menteri PKK untuk digunakan di sekolah. Sayangnya, hasil kerja panitia yang dipimpin Ki Hajar Dewantara tidak dapat langsung dinikmati oleh bangsa Indonesia karena situasi kehidupan bangsa yang masih belum aman dari ancaman agresi militer Belanda.

Dalam keadaan negara dan bangsa yang terancam, kepeduliaan pemerintah dan bangsa Indonesia terhadap pendidikan tak pernah surut. Pada tanggal 4-7 Maret 1947 diadakan Kongres Pendidikan Indonesia di bawah pimpinan Prof. Sunaryo Kolopaking (Djumhur dan Danasuparta, 1959: 202) untuk mengkaji berbagai masalah pendidikan nasional yang muncul di masyarakat. Kongres tersebut dapat dikatakan sebagai kongres pendidikan pertama yang diadakan pada tingkat nasional. Hasil kongres dijadikan masukan untuk memperkaya hasil kerja tim yang dipimpin Ki Hajar Dewantara. Kongres mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah memiliki undang-undang pendidikan sebagai landasan bagi kebijakan pendidikan untuk masa-masa mendatang.

Page 47: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 31 -

Sebagai jawaban atas perhatian rakyat terhadap pendidikan dan sebagai tindak lanjut dari hasil Kongres Nasional Pendidikan maka pada tahun 1948 Menteri PPK, Mr Ali Sostroamidjojo, membentuk “Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran”. Ki Hajar Dewantara kembali dimintakan jasanya untuk memimpin panitia baru ini. Berbagai pemikiran yang telah dikembangkan dalam kerja panitia pada tahun 1946 dan berbagai masukan dari kongres dijadikan dasar untuk mengembangkan naskah undang-undang pendidikan. Pada tahun 1948, panitia telah dapat menyelesaikan tugasnya menyusun rancangan undang-undang pokok pendidikan dan pengajaran, hasilnya dijadikan naskah dasar untuk dibahas dalam rapat BP-KNIP. Pembahasan dalam sidang BP-KNIP dilakukan secara rutin dalam semangat kebangsaan dan kepedulian terhadap pendidikan yang tinggi. Pada tahun 1948 pembahasan naskah dasar pendidikan dan pengajaran sudah hampir selesai tetapi terhalang oleh kondisi bangsa dalam menghadapi agresi militer Belanda. Oleh karena itu tindak lanjut dari hasil rapat BP-KNIP ditunda untuk sementara karena ibukota negara dipindahkan ke Yogyakarta.

Pada tahun 1949 diadakan Kongres Pendidikan di Yogyakarta (Djumhur dan Danasuparta, 1974:203) . Ini adalah kongres pendidikan kedua yang dilakukan ketika suasana negara masih belum aman, sebagaimana halnya kongres yang pertama. Semangat dan harapan bangsa yang besar terhadap pendidikan tidak mengendur dan menyebabkan keinginan membahas dunia pendidikan dalam satu kongres nasional dilaksanakan. Serangan militer Belanda ke Yogyakarta menyebabkan hasil kerja kongres tidak langsung dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Ketika keadaan sudah memungkinkan, maka BP-KNIP melanjutkan pembahasan mengenai hasil kerja Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran di Yogyakarta ditambah dengan masukan dari hasil kongres pendidikan kedua kota Yogyakarta. Sidang pertama dihadiri oleh 22 orang anggota diketuai oleh Mr. Assaat serta Menteri PP dan K, yakni S. Mangunsarkoro yang menggantikan Mr. Ali Sostroamidjojo. Pada tanggal 17 Oktober 1949 rapat pertama membahas kembali naskah undang-undang pokok pendidikan dimulai oleh BP-KNIP. Pemerintah memasukkan naskah yang sudah direvisi berdasarkan masukan-masukan dari anggota BP-KNIP sebelumnya dan hasil kongres.

Pembahasan yang dilakukan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)16 terhadap rancangan yang telah dihasilkan panitia yang dipimpin Ki Hajar Dewantara sangat kritis. Berbagai isu yang dianggap penting untuk kemajuan pendidikan dibahas dengan berbagai argumentasi. Penekanan tujuan pendidikan pada pembentukan manusia susila, misalnya,

16 KNIP adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945

sebelum DPR yang sesungguhnya terbentuk.

Page 48: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 32 -

dianggap sangat penting dan demikian pula dengan kualitas sebagai warga negara yang demokratis. Perhatian terhadap tujuan pendidikan memunculkan perdebatan yang amat menarik pada masa itu karena para pemimpin orang-orang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang jauh di atas rata-rata anggota masyarakat kebanyakan. Meskipun merupakan golongan yang dinamakan intelekktual, mereka tidak beranggapan bahwa intelektualitas semata menjadi kualitas utama yang harus dimiliki bangsa Indonesia. Dalam tujuan yang mereka namakan karaktervorming, susila, demokratis, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat adalah kualitas yang penting yang harus dimiliki setiap warga negara.

Selain tujuan untuk menghasilkan manusia yang susila, perdebatan yang sengit mengenai Rencana Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran terjadi pula perdebatan mengenai tujuan pendidikan dan pengajaran untuk menghasilkan warga negara yang demokratis, status pendidikan agama, dan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar. Ketidaksepahaman mengenai pengertian manusia susila, ketidaksetujuan mengenai kehadiran pendidikan agama dan penggunaan bahasa daerah diperdebatkan dan dipertanyakan oleh beberapa anggota BP KNIP. Sebagian anggota setuju bahwa pendidikan menghasilkan manusia susila, sebagian lagi mempertanyakan kejelasan pengertian manusia susila dan sebagian lain menentang.

Dr D.S. Diapari, salah seorang anggota KNIP dari Serikat Sekerja Indonesia mendukung manusia susila menjadi tujuan pendidikan, bahkan mengatakan ”bahwa untuk pembangunan negara yang terutama sekali, ialah peribudi dan akhlak pada umumnya dan bukan kepintaran” (ejaan disesuaikan dengan EYD; dokumen notulen pembicaraan rapat, 1954). Mohd. Sjafei, tokoh pendidik yang terkenal dengan sekolah Kayu Tanamnya, menyetujui tujuan pendidikan yang menghasilkan manusia susila, tetapi ia mengingatkan bahwa pekerjaan itu bukanlah pekerjaan mudah dan memerlukan biaya besar. Kobarsih, dari Buruh tidak setuju dengan tujuan menghasilkan manusia susila karena ketidakjelasan pengertian susila yang dimaksudkan. Kobarsih, beranggapan bahwa pengertian susila bersifat multi makna dan tidak seharusnya menjadi tujuan pendidikan persekolahan.

Perbedaan pendapat tersebut berlangsung lama dan Kobarsih tetap mempertahankan pendapatnya sehingga tampaknya tidak akan mencapai kata sepakat. Hal inilah yang menyebabkan Ketua Sidang menanyakan kepada anggota yang hadir apakah ada yang mendukung pendapat Kobarsih yang tidak setuju pendidikan menghasilkan manusia susila. Ada beberapa orang menyatakan dukungannya dan ada beberapa yang menolak, sehingga Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada anggota BP-KNIP lainnya menyatakan pendapat mereka. Tanggapan kemudian diberikan oleh M.L.

Page 49: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 33 -

Latjuba, Sadjarwo, Mr Sartono, Mr Kasman Singodimedjo yang mendukung dicantumkannya kata susila. Asarudin menolaknya, demikian pula dengan Kobarsih tetap menolak pencantuman kata susila. Untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut, Ketua Sidang, Mr Assaat pada tanggal 26 Oktober 1949 melakukan pemilihan suara. Hasil pemilihan suara adalah 6 orang setuju tujuan menghasilkan manusia susila dihapus sedangkan 15 orang setuju untuk dipertahankan. Akhirnya, tujuan pendidikan menghasilkan manusia susila menjadi keputusan sidang.

Pembahasan rencana undang-undang yang dilakukan di Yogyakarta dimulai pada bulan Oktober tahun 1949, sebelum Konferensi Meja Bundar, dan keputusan-keputusan kesepakatan BP-KNIP baru dapat diselesaikan pada bulan Desember 1949. Kemudian, ditetapkan sebagai undang-undang di Yogyakarta pada tanggal 2 April 1950. Ketika itu, berdasarkan persetujuan Konferensi Meja Bundar, Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian di dalam negara yang dinamakan Republik Indonesia Serikat. Oleh karena itu, undang-undang ini ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Mr Assaat17 dan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia S. Mangunsarkoro, di ibukota negara RI di Yogyakarta. Setelah disahkan dengan nama Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah maka undang-undang itu dimasukkan ke dalam Lembaran Negara dan diundangkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia, A.G. Pringgodigdo, pada tanggal 5 April 1950 serta dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia (yang hanya meliputi pulau Sumatera, Jawa, dan Madura).

Pada tahun itu juga, bertepatan dengan perayaan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan negara Indonesia kembali dalam bentuk negara kesatuan. Dengan bubarnya RIS tidak ada lagi negara bagian yang bernama Republik Indonesia atau pun negara bagian lainnya karena semuanya menjadi satu negara, yaitu Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 yang dihasilkan oleh negara ‘Republik Indonesia Dahulu” dan dinyatakan berlaku untuk wilayah “Republik Indonesia Dahulu” dibahas oleh DPR-RI dan disetujui untuk diberlakukan sebagai undang-undang pendidikan bagi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 27 Januari 1954. Kemudian, pada tanggal 12 Maret tahun 1954, UU pendidikan tahun 1950 itu ditandatangi oleh

17 Pada waktu Undang-Undang ini mulai dirancang oleh Badan Pekerja Komite Nasional

Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada pertengahan bulan Oktober 1949, Mr Assaat adalah ketua

BP-KNIP. Rancangan Undang-Undang itu adalah draft baru yang diusulkan oleh Menteri

Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan pada waktu itu S. Mangunsarkoro berdasarkan

ingatan pada draft yang telah dibuat dan dibahas setahun sebelumnya tetapi hilang ketika

terjadi aksi meliter Belanda

Page 50: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 34 -

Presiden Republik Indonesia Soekarno dan Menteri PP dan K. Muhammad Yamin di ibu kota negara, Jakarta. Diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 38 Tahun 1954 tanggal 18 Maret 1954 dan ditandatangani oleh Menteri Kehakiman Djody Gondokoesoemo, sebagai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia Dahulu Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran Disekolah untuk Seluruh Indonesia.

Peraturan perundang-undangan tentang dasar-dasar pendidikan dan kebudayaan menetapkan tentang tujuan lembaga pendidikan. Ketetapan dalam pasal 7 dalam UU nomor 4 1950 junto UU nomor 12 tahun 1954 menyebutkan:

1. Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak bermaksud menuntun tumbuhnya rohani dan jasmani kanak-kanak sebelum ia masuk sekolah rendah

2. Pendidikan dan pengajaran rendah bermaksud menuntun tumbuhnya rokhani dan jasmani kanak-kanak memberikan kesempatan kepadanya guna mengembangkan bakat dan kesukaannya masing-masing, dan memberikan dasar-dasar pengetahuannya, kecakapannya, dan ketangkasannya, baik lahir maupun batin

3. Pendidikan dan pengajaran menengah (umum dan vak) bermaksud melanjutkan dan meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah rendah untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat dan/atau mempersiapkannya bagi pendidikan dan pengajaran tinggi.

4. Pendidikan dan pengajaran tinggi bermaksud memberi kesempatan kepada pelajar untuk mendjadi orang yang dapat memberi pimpinan di dalam masyarakat dan yang memelihara kemajuan ilmu dan kemajuan hidup kemasyarakatan.

5. Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberi pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir batin yang layak.

Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar terkecuali di TK dan kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat). TK dan ketiga kelas awal SD boleh menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar. Pasal 9 secara tegas mencantumkan mengenai pendidikan jasmani. Tertulis pada

Page 51: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 35 -

pasal tersebut ”pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir batin, diberikan pada segala jenis sekolah”. Selain pendidikan jasmani yang secara tegas menjadi mata pelajaran dalam kurikulum di setiap sekolah, mata pelajaran lain yang dinyatakan secara tegas adalah pendidikan agama. Pasal 20 menyatakan ”dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orangtua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut”. Pendidikan campuran (co-education) diterima sebagai suatu keharusan untuk sekolah negeri terkecuali sekolah khusus yang menghendaki hanya peserta didik laki-laki atau perempuan saja maka pendidikan campuran tidak dilakukan (separated education).

Undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran menetapkan pula mengenai wajib belajar. Dalam Bab VII Pasal 10, Ayat (1) ditetapkan “semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya”. Pengertian wajib belajar dalam pasal ini lebih dekat dengan pengertian “compulsory education” dan bukan kepada pengertian pendidikan minimal (basic education) yang ddigunakan pada Wajib Belajar 9 Tahun. Meskipun demikian, ketetapan ini memperlihatkan semangat demokratisasi pendidikan, yaitu pendidikan bagi semua warga negara dan bukan bagi sekelompok orang yang dianggap memiliki keistimewaan untuk mendapatkan pendidikan. Dasar pemikiran demokratisasi pendidikan masih tetap diberlakukan dalam kebijakan pendidikan pemerintah sampai kini.

Foto 3: SMP Negeri 1 Jakarta berdiri pada tahun 1947, sedangkan bangunan yang digunakan merupakan bangunan bekas EERSTE SCHOOL D yang dibangun pada tahun

Page 52: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 36 -

1907. EERSTE SCHOOL D merupakan sekolah milik pemerintah Hindia-Belanda untuk orang pribumi pertama yang ada di Batavia.Tahun 1947, Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih gedung tersebut untuk digunakan sebagai Sekolah yang bernama SMP Negeri 1 Djakarta (ejaan pada saat itu).

Sumber: available at http://blog-smpn1.blogspot.com/

B. DAFTAR PELAJARAN SMP 1947 - 1950

Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950, istilah Rencana Pelajaran diganti menjadi Daftar Pelajaran. Nama mata pelajaran yang terdapat dalam Daftar Pelajaran berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1950 tidak jauh berbeda dari mata pelajaran SMP pada masa Jepang, terkecuali bahasa Jepang tidak lagi diajarkan. Menulis indah yang semula diarahkan untuk menulis indah huruf kanji digantikan dengan menulis indah huruf latin. Bahasa Inggris kembali diajarkan. Sejarah diajarkan dengan menghilangkan peristiwa yang terkait dengan sejarah bangsa Jepang dan digantikan dengan peristiwa pendudukan Jepang di Indonesia. Sebaliknya materi sejarah yang terkait dengan peristiwa sejarah Indonesia dan sudah diajarkan pada Rencana Pelajaran SMP di masa Jepang, diperbesar dengan berbagai peristiwa sejarah Indonesia yang dinyatakan sebagai peristiwa dalam sejarah nasional. Selain ada mata pelajaran sejarah (Indonesia) di SMP dikenal ada mata pelajaran sejarah dunia yang fokus pada sejarah Eropa dan Asia.

Apa yang terjadi pada mata pelajaran sejarah terjadi pula pada mata pelajaran geografi di mana bagian-bagian dari geografi Jepang dihilangkan sedangkan materi pelajaran wilayah geografis Indonesia ditambah dari yang sudah ada pada masa Jepang. Mata pelajaran moral diganti dengan mata pelajaran budi pekerti, sedangkan mata pelajaran seperti pekerjaan tangan, olahraga dan kesenian tetap dipertahankan. Bahasa Melayu yang pada dokumen lain disebutkan dengan bahasa Indonesia diganti dengan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu tidak lagi diajarkan karena Indonesia sudah secara resmi menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi.

Hakikat kurikulum tetap berorientasi pada aplikasi dan pemanfaatan apa yang sudah dipelajari untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan filosofi rekonstruksi sosial dan humanisme untuk kurikulum tetap digunakan sampai pada kurikulum tahun 1954, dan kemudian digantikan oleh filosofi kurikulum yang lebih berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir rasional (esensialisme dan perenialisme). Sejak kurikulum 1954 terlebih-lebih sejak kurikulum 1975, filosofi esensialisme dan perenialisme mendominasi rancangan kurikulum di Indonesia. Untuk SMP, sejak Kurikulum 1975 pilosofi perenialisme lebih banyak digunakan dibandingkan filosofi esensialisme.

Page 53: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 37 -

Selain Daftar Pelajaran (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:99), kurikulum SMP pada masa itu mengenal pembagian jurusan di kelas III yaitu bagian A (sosial-ekonomi) dan bagian B (Ilmu Pasti). Pembagian jurusan di kelas III SMP tersebut berangsur hingga tahun 1962 ketika ada pandangan atau ide baru mengenai tujuan pendidikan SMP.

Tabel 4.1: Struktur Daftar Pelajaran SMP 1947-1950

Kelompok Mata Pelajaran Kelas dan Jam Pelajaran

I II IIIA IIIB I

Bahasa Bahasa Indonesia 5 5 6 5 Bahasa Inggris 4 4 4 4 Bahasa Daerah 2 2 2 1 SubJumlah 11 11 12 10

II Ilmu Pasti

Berhitung dan Aljabar 4 3 2 4 Ilmu Ukur 4 3 - 4 SubJumlah 8 6 2 8

III Pengetahuan

Alam

Ilmu Alam/Kimia 2 3 2 2 Ilmu Hayat 2 2 2 2 SubJumlah 4 5 4 4

IV Pengetahuan

Sosial

Ilmu Bumi 2 2 3 3 Sejarah 2 2 2 2 Sub Jumlah 4 4 5 5

V Pelajaran Ekonomi

Hitung Dagang - 1 2 - Pengetahuan Dagang - - 2 - SubJumlah - 1 4 -

VI Pelajaran Ekspresi

Seni Suara 1 1 1 1 Menggambar 2 2 2 2 Pek. Tangan/Ker. Wanita 2 2 2 2 SubJumlah 5 5 5 5

VII Pendidikan Jasmani 3 3 3 3 VIII Budi Pekerti (bukan mata

pelajaran berdiri sendiri tapi terintegrasi dalam kegiatan semua mata pelajaran dan kegiatan sekolah)

IX Agama 2 2 2 2 Jumlah 37 37 37 37

Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996:100)

Daftar Pelajaran pada table 4.1 di atas menampilkan karakteristik kurikulum yang berbeda dari kurikulum MULO atau pun Shoto Chu Gakko. Pendidikan SMP pada masa kemerdekaan mengenal adanya penjurusan pada kelas terakhir, yaitu jurusan A (sosial-ekonomi) dan B (ilmu Pasti). Pembagian ini memposisikan kurikulum SMP sebagai dasar untuk melanjutkan pelajaran ke SMA. Sementara SMA pada masa itu sudah sejak awal dibedakan dalam jurusan sehingga dikenal adanya SMA-A, SMA-B, dan SMA-C.

Mereka yang lulus dari SMP jurusan A di kelas III boleh melanjutkan pelajaran ke SMA A (Bahasa) atau ke SMA C (ekonomi) sedangkan mereka

Page 54: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 38 -

yang lulus dari jurusan B (Ilmu Pasti) boleh masuk ke SMA B (Ilmu Pasti) dan pada masa kemudian boleh pula melanjutkan ke SMA C. Pada masa tersebut nama jurusan yang sebenarnya merupakan jalur program studi menjadi unik sekolah karena satu SMA dibedakan dari SMA lainnya berdasarkan jurusan yang dibinanya (SMA-A, SMA-B, SMA-C). Penjurusan pun sudah dilakukan pada waktu peserta didik mendaftar untuk masuk ke SMA. Tentu saja pemisahan SMA yang demikian sudah tidak dikenal pada masa sekarang karena juruan-jurusan yang ada (IPA, IPS, Bahasa) adalah program dalam satu SMA dan penjurusan baru dilakukan di tahun kedua ketika peserta didik naik kelas XI.

Konsep kurikulum yang menarik dari Daftar Pelajaran SMP pada masa itu adalah pelajaran Budi Pekerti yang tidak diajarkan sebagai suatu mata pelajaran terpisah, tetapi diintegrasikan ke dalam semua kegiatan mata pelajaran lain dan kegiatan sekolah. Konsep ini menggambarkan pemahaman materi kurikulum yang mendalam dan penerapannya dalam suatu desain kurikulum yang sesuai dengan karakteristik materi kurikulum. Konten/materi kurikulum terdiri atas pengetahuan, keterampilan (intelektual, motorik, sosial) dan nilai/moral/sikap. Materi pelajaran Budi Pekerti bukan hanya sekadar pengetahuan tetapi sarat dengan nilai/moral/sikap yang harus dikembangkan dalam cara berpikir, bertindak, berkomunikasi, dan melakukan kegiatan sehari-hari seorang peserta didik.

Materi pelajaran yang demikian, sebagaimana halnya dengan materi keterampilan, harus dikembangkan secara konsisten dan berkelanjutan selama seorang peserta didik belajar di sebuah satuan pendidikan atau jenjang pendidikan. Tidak seperti pengetahuan yang dapat dipelajari dan dikuasai dalam setiap pertemuan kelas, materi pelajaran dalam ranah nilai/moral/sikap memerlukan penguatan yang terus menerus baik secara sekuensial dari suatu mata pelajaran maupun penguatan horizontal dari berbagai mata pelajaran. Penguatan-penguatan itu bukan saja dilakukan baik dalam proses interaksi di kelas tetapi juga dalam proses interaksi sesama teman, dengan guru dan pegawai sekolah di lingkungan sekolah (luar kelas). Konsep pendidikan nilai yang demikian telah diterapkan dalam mata pelajaran Budi Pekerti pada kurikulum SMP di awal masa kemerdekaan.

Pemahaman mengenai prinsip pendidikan nilai/moral/sikap dan karakteristik materi nilai/moral/sikap tersebut dirancang dan diterapkan dengan baik untuk berbagai mata pelajaran dalam Daftar Pelajaran SMP tahun 1950. Sayangnya, materi pelajaran agama yang juga sarat dengan nilai/moral/sikap dikembangkan tidak hanya menggunakan prinsip untuk materi nilai/moral/sikap tersebut sehingga pendidikan agama cenderung menjadi mata pelajaran tentang pengetahuan agama semata. Materi mata pelajaran agama yang didominasi oleh materi pengetahuan menjadikan

Page 55: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 39 -

pelajaran agama lebih mengutamakan hafalan dan kurang pada pengembangan perilaku beragama. Mestinya, prinsip yang sama sebagaimana digunakan untuk pendidikan Budi Pekerti dapat juga diterapkan pada pendidikan agama sehingga materi pelajaran mengenai pengetahuan tentang berbagai ajaran, kaedah dan keterampilan dalam menjalan ibadah dikembangkan melalui mata pelajaran agama sedangkan aspek perilaku beragama dikembangkan melalui mata pelajaran agama dan mata pelajaran lainnya.

Kondisi pendidikan agama yang terjadi pada masa awal kemerdekaan masih berlanjut hingga kini. Kondisi pada masa itu, pendidikan agama bukan wajib bagi seluruh peserta didik (Bab XII Pasal 20 Undang-Undang Pendidikan Nomor 12 Tahun 1954) dan materi pendidikan agama dikembangkan oleh Kementerian Agama, terpisah dari pengembangan materi mata pelajaran lain. Hal ini, kiranya menjadi penyebab perilaku beragama tidak menjadi materi mata pelajaran lain di luar mata pelajaran agama. Pada saat sekarang kebijakan tentang pendidikan agama sudah berubah dan pendidikan agama menjadi pendidikan wajib bagi seluruh peserta didik. Perencanaan kurikulum SMP masa kini sudah dapat menerapkan prinsip pengembangan konten kurikulum yang membedakan organisasi konten pengetahuan, nilai dan keterampilan.

Page 56: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 40 -

BAB V

KURIKULUM SMP PADA MASA

PEMERINTAHAN KABINET

PARLEMENTER

A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Di akhir tahun 1949 terjadi persetujuan antara pemerintah Belanda dengan pemerintah Republik Indonesia dalam pertemuan yang dinamakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan negara Republik Indonesia dan tidak lagi melakukan agresi militer, namun Indonesia menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat terdiri atas Republik Indonesia dan berbagai kerajaan yang ada di Nusantara dan yang dibentuk Belanda. Negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama. Pada bulan Agustus 1950, negara Republik Indonesia Serikat dibubarkan dan negara Republik Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, yang memiliki dasar hukum negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 diganti dengan Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD 1950, sistem pemerintahan berubah dari pemerintahan presidensiil ke pemerintahan parlementer. Dalam sistem parlementer, Presiden adalah kepala negara dengan wewenang pemerintahan yang sangat terbatas. Pemimpin pemerintahan adalah perdana menteri. Pada masa pemerintahan parlementer ini, bangsa Indonesia berhasil melaksanakan pemilihan umum pertama yang dianggap sebagai pemilihan umum yang paling demokratis dan bersih. Pada masa itu juga, bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan konferensi yang bertaraf Internasional disebut Konferensi Asia Afrika (KAA) yang sangat besar pengaruhnya terhadap gerakan kemerdekaan di banyak negara di benua Asia dan Afrika.

Antara tahun 1954 – 1959 merupakan masa di mana bangsa Indonesia mulai menerapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang merupakan pemberlakuan kembali Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950. Penomoran baru, yaitu Nomor 12 Tahun 1954 diberikan guna membedakan antara Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 yang hanya berlaku di wilayah negara Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat, dan UU Nomor 12 Tahun 1950 yang berlaku bagi seluruh negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan, setelah melalui proses persetujuan di

Page 57: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 41 -

DPR RI dan ditandatangani oleh Presiden Sukarno pada tanggal 12 Maret 1954. Keduanya, masa antara 1954 – 1959 merupakan masa yang penting bagi kehidupan pendidikan di Indonesia dan bagi perkembangan kurikulum. Kurikulum yang sudah digunakan pada tahun 1947 untuk SMP (Departemen Pendidikan Nasional, 2009) diganti dengan kurikulum baru yang dilaksanakan sejak 1954/1955, yang diundangkan secara resmi pada tahun 1954, setelah dilaksanakan selama 3 tahun. Walau pun dilaksanakan mulai tahun ajaran 1954/1955 karena diundangkan pada tahun 1954 kurikulum ini dikenal dengan nama Rencana Pelajaran 1954. Nama Rencana Pelajaran menggantikan istilah Daftar Pelajaran.

Antara tahun 1954 – 1959 Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K) baru memiliki bagian-bagian yang berkenaan dengan pelayanan, tetapi belum memiliki bagian yang berkenaan dengan penelitian dan pengembangan. Karena itu, belum ada lembaga/kantor khusus yang bertugas untuk melakukan penelitian dan pengembangan kurikulum (istilah yang digunakan masih Rencana Pelajaran). Rencana Pelajaran SMP 1954 diterbitkan dan diundangkan oleh Jawatan Pendidikan Umum, Kementerian PP dan K. Kurikulum SMP 1954 yang dihasilkan pada masa itu, yakni Rencana Pelajaran SMP 1954 dikembangkan dan dihasilkan oleh para inspektur SMP, sebagai hasil kerja mereka dalam sebuah konferensi yang dilaksanakan di Bandung pada tahun 1953.

Ketiadaan lembaga khusus yang memiliki tugas resmi mengembangkan kurikulum, seperti Pusat Kurikulum (PUSKUR), misalnya, tidak harus berarti mereka memiliki keterbatasan dalam wawasan teoritik pengembangan kurikulum. Pada masa itu para inspektur dianggap orang yang paling berpengalaman dalam dunia pendidikan (SMP) dan oleh karenanya dianggap kelompok yang paling mampu untuk mengembangkan rencana pelajaran baru sesuai dengan undang-undang pendidikan yang baru. Pengalaman mereka yang panjang dalam dunia pendidikan menjadi dasar kuat dalam wawasan dan kemampuan pengembangan kurikulum. Kebebasan berpikir yang dipayungi oleh kehidupan politik parlementer masa itu, menyebabkan para inspektur memiliki kebebasan dalam memikirkan dan merencanakan rencana pelajaran yang baru. Kelompok pengembang tersebut bebas dari pengarahan dari para atasan termasuk dari Menteri PP dan K.

Kurikulum yang dikembangkan dalam Rencana Pelajaran 1954 dapat dikatakan memang masih terbatas, baik dalam dimensi ide mau pun dalam pengembangan rincian komponen serta format/model yang digunakan. Meskipun demikian, dasar-dasar dan komponen penting yang harus dimiliki sebuah dokumen kurikulum sebagai rencana telah tertuang dalam rumusan yang singkat dan padat. Ide tentang pembelajaran setiap mata pelajaran

Page 58: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 42 -

dirumuskan dalam maksud dan tujuan, petunjuk didaktik (cara mengajar) serta pokok bahasan yang terpisah.

Tampaknya, kesederhanaan dalam pemikiran dan format/model adalah kecenderungan masa itu. Lagipula dapat dikatakan bahwa kesederhanaan mencerminkan nilai yang tinggi dalam sistem nilai budaya bangsa Indonesia pada waktu itu. Kesederhanaan dalam format dianggap sebagai standar yang baik pula. Hal lain yang jelas adalah apa yang telah dirumuskan dalam rencana pelajaran sangat mewakili kualitas pemahaman para pengembang Rencana Pelajaran tentang suatu ide serta tradisi pendidikan yang berlaku saat itu. Pokok-pokok bahasan setiap mata pelajaran diirinci dalam bentuk suatu tabel yang berisikan kolom mengenai informasi tentang jumlah jam pelajaran dalam satu minggu untuk suatu pokok bahasan. Pokok bahasan yang dinamakan pokok/bagian pelajaran merupakan rincian materi pokok bahasan (pokok/bagian), dan keterangan. Buku yang harus digunakan guru sebagai pegangan dalam pembelajaran dan buku yang harus dibaca peserta didik untuk setiap kelas ditetapkan di bagian bawah tabel. Rancangan tersebut memiliki keterbacaan yang tinggi, didukung oleh penggunaan istilah yang umum dan dikenal dengan baik oleh guru.

Keuntungan lain dari rencana pelajaran yang dikembangkan oleh para inspektur adalah kemudahan dalam sosialisasi dan implementasi. Keterpautan emosional para inspektur terhadap kelompok yang telah menghasilkan kurikulum tersebut, menyebabkan mereka memiliki dedikasi yang tinggi dalam menjaga keberhasilan pelaksanaan rencana pelajaran yang telah dihasilkan kelompok inspektur menjadi suatu kenyataan di kelas. Inspektur merupakan orang-orang yang memiliki wewenang formal dan “kekuasaan” untuk memonitor dan membantu kesulitan guru dalam pelaksanaan implementasi rencana pelajaran.

B. FILOSOFI KURIKULUM SMP 1954

Pada masa pemerintahan Kabinet Parlementer, Pemerintah Indonesia menghasilkan kurikulum yang dikenal dengan nama Rencana Pelajaran SMP 1954. Dari tujuan yang dirumuskan untuk setiap mata pelajaran dapat dikatakan adanya indikasi yang kuat bahwa filosofi kurikulum yang dianut adalah gabungan antara filosofi experimentalisme-rekonstruksi sosial (Tanner dan Tanner, 1980). Setiap tujuan yang dirumuskan menekankan pada kegunaan praksis dari materi mata pelajaran bagi peserta didik agar dapat digunakan ketika mereka masuk menjadi anggota masyarakat yang aktif. Walau pun berorientasi pada pemanfaatan praktisnya, yaitu digunakan dalam kehidupan sehari-hari, suatu kenyataan yang harus diingat bahwa orientasi praktis tersebut tidak mengabaikan pengembangan aspek intelektualitas peserta didik.

Page 59: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 43 -

Posisi filosofi gabungan antara experimentalisme-rekonstruksi dan essensialisme adalah sesuatu yang wajar dan mudah dipahami jika diingat bahwa kurikulum SMP 1954 dihasilkan berdasarkan undang-undang pertama pendidikan Indonesia yang sangat kuat dalam pandangan bahwa pendidikan adalah alat untuk mensejahterakan masyarakat. Pendidikan yang hanya berfokus pada pengembangan intelektual atau pun kemampuan berpikir rasional semata ditolak oleh para penentu undang-undang tersebut, yakni Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ketika merumuskan UU Nomor 4 Tahun 1950, mereka adalah generasi pertama pendiri bangsa ini, dan oleh anggota DPR-RI ketika UU Nomor 4 Tahun 1950 ditelaah kembali dan kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 12 Tahun 1954.

Dalam Rencana Pelajaran SMP 1954, pelajaran bahasa Indonesia ditujukan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan menimbulkan keinsyafan peserta didik sebagai warga bangsa Indonesia. Bahasa Inggris ditujukan untuk mampu menggunakan bahasa tersebut dalam hubungan dengan dunia luar baik secara aktif mau pun pasif. Sementara ilmu pasti untuk membentuk jiwa yang kritis serta memupuk kebiasaan bersih, teliti, tabah, dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari dan dalam menyelesaikan pekerjaan. Pelajaran pengetahuan alam ditujukan untuk mengenal dan memperhatikan alam di sekitar peserta didik dan menambah pengetahuan mereka tentang gejala-gejala alam serta menggunakan pengetahuan tersebut dalam praktik kehidupan keseharian. Untuk kelompok pengetahuan sosial ( mata pelajaran ilmu bumi dan sejarah) tujuannya adalah agar dapat membangun keinsyafan peserta didik sebagai warga negara yang demokratis, bebas dari segala perasaan kebangsaan yang sempit. Sedangkan tujuan pelajaran ekonomi adalah mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pelajaran dan untuk hidup di masyarakat dengan pengetahuan yang berguna dalam pembangunan ekonomi nasional.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Istilah tujuan yang digunakan dalam Rencana Pelajaran 1954 adalah Maksud dan Tujuan. Maksud menggambarkan apa yang diinginkan sedangkan tujuan menyatakan apa yang akan dicapai/dimiliki. Kedua kata tersebut menjadi satu istilah teknis yang digunakan kurikulum 1954 dan sebelumnya untuk menggambarkan apa yang dimaksudkan dengan istilah tujuan yang dipakai kurikulum pada masa kini. Rencana Pelajaran SMP 1954 tidak mencantumkan tujuan yang akan dicapai oleh kurikulum.

Kurikulum 1954 atau lebih tepatnya dinamakan Rencana Pelajaran SMP yang diimplementasikan pada 1954/1955 untuk kelas I SMP (tahun 1955/1956 untuk kelas II dan tahun 1956/1957 untuk kelas III). Dokumen

Page 60: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 44 -

Rencana Pelajaran SMP 1954 diterbitkan oleh Jawatan Pendidikan Umum Kementerian PP dan K pada tahun 1958. Rencana Pelajaran atau kurikulum 1954 tersebut disusun berdasarkan Konferensi Inspektur-inspektur SMP tahun 1953 di Bandung. Ide kurikulum belum tampak sebagai kesatuan, tetapi sudah ada dalam bentuk pikiran tentang setiap mata pelajaran, sebelum rincian materi ajar (pokok bahasan) suatu mata pelajaran untuk setiap kelas. Dokumen kurikulum terdiri hanya satu buku yang berisikan struktur mata pelajaran dan dinamakan ikhtisar daftar jam pelajaran diikuti dengan ide/pikiran kurikulum untuk setiap mata pelajaran, dan kemudian rincian bahan ajar untuk setiap kelas.

Ide kurikulum untuk mata pelajaran berisikan pokok-pokok pikiran tentang tujuan (diistilahkan dengan maksud dan tujuan), dan petunjuk didaktik (istilah yang diwarisi dari bahasa Belanda). Petunjuk didaktik terdiri atas strategi dan proses pencapaian tujuan (bagaimanakah mencapai tujuan), dan pokok-pokok materi pelajaran. Dalam strategi dan proses pencapaian tujuan dikemukakan peran guru, aspek-aspek kemampuan belajar peserta didik yang harus diperhatikan guru, dan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik (istilah yang digunakan pada waktu itu adalah murid).

Dalam kurikulum 1954 mata pelajaran dibagi atas 6 kelompok dan 3 mata pelajaran berdiri sendiri (tidak masuk kelompok). Kelompok-kelompok tersebut adalah kelompok bahasa, ilmu pasti, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, pelajaran ekonomi, pelajaran ekspresi. Sedangkan mata pelajaran yang tidak membentuk kelompok dan berdiri sendiri adalah mata pelajaran pendidikan jasmani, budi pekerti, dan agama. Mata pelajaran agama bukan mata pelajaran wajib, karena Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, Pasal 20 Ayat (1) menyebutkan bahwa pelajaran agama diberikan di sekolah negeri tetapi orangtua memiliki hak menentukan apakah anaknya ikut pelajaran agama atau tidak. Dalam struktur kurikulum ditentukan pula jumlah jam pelajaran untuk tahun pertama, tahun kedua, dan tahun ketiga.

Kurikulum SMP tahun 1954 memiliki jalur atau jurusan. Peserta didik harus mengikuti pelajaran yang sama selama 2 tahun dan pada kenaikan ke kelas 3 ditentukan apakah peserta didik naik ke kelas III A (bahasa, ekonomi, sosial) atau ke kelas III B (Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam). Nilai rapor peserta didik dalam mata pelajaran terkait, menentukan apakah seseorang naik ke kelas A atau B. Mereka yang memiliki nilai rapor yang memenuhi syarat untuk mata pelajaran kelompok bahasa, ekonomi dan sosial akan naik ke kelas III A sedangkan mereka yang memiliki nilai yang memenuhi syarat untuk mata pelajaran kelompok Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam naik ke kelas III B.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam dokumen Rencana Pelajaran SMP 1954 tidak merumuskan tujuan kurikuler atau pun tujuan

Page 61: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 45 -

instruksional umum. Model (kurikulum) yang berlaku pada masa itu belum mengenal “nomenclature” tujuan rencana pelajaran (tujuan kurikulum). Pada masa itu, pengertian kurikulum sebagai daftar mata pelajaran masih sangat kuat, karenanya istilah yang dikenal adalah tujuan mata pelajaran. Mata pelajaran lah yang memiki materi pelajaran dan dengan demikian mata pelajaran pulalah yang memiliki tujuan. Rencana pelajaran adalah rencana dari setiap mata pelajaran dan bukan merupakan satu kesatuan rencana yang ditopang oleh berbagai materi yang dikemas dalam mata pelajaran, sebagaimana yang dikenal dalam pengembangan kurikulum (modern).

Di samping tujuan mata pelajaran, Rencana Pelajaran SMP 1954 juga memiliki tujuan kelompok mata pelajaran. Beberapa mata pelajaran dijadikan satu dalam kelompok, seperti kelompok Ilmu Pasti, Pengetahuan Alam, dan Pengetahuan Sosial. Hakikat pengelompokkan ini adalah adanya kesamaan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa daerah masing-masing mata pelajaran memiliki tujuan dan tidak ada rumusan tujuan untuk kelompok bahasa. Hal tersebut disebabkan karena posisi dan karakter materi pelajaran bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris sebagai bahasa asing, dan bahasa daerah yang berlaku hanya untuk daerah tertentu. Sedangkan mata pelajaran berhitung, aljabar, dan ilmu ukur dalam kelompok ilmu pasti karena memiliki persamaan posisi teoritik keilmuan dan karakter materi pelajaran sehingga ada tujuan kelompok mata pelajaran sedangkan tujuan mata pelajaran disebut dengan istilah tujuan khusus. Dalam kelompok pengetahuan alam ada mata pelajaran ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hayat, dan hanya ada tujuan kelompok pengetahuan alam, sedangkan tujuan khusus untuk setiap mata pelajaran tidak ada. Untuk kelompok pengetahuan sosial yang terdiri dari mata pelajaran ilmu bumi dan sejarah ada tujuan kelompok dan tujuan masing-masing mata pelajaran. Jadi, terdapat ketidakajegan (inkonsistensi) dalam konseptualisasi rencana pelajaran.

Ketidakajegan dalam merumuskan tujuan, tampaknya disebabkan karena masing-masing kelompok dikembangkan oleh kelompok inspektur yang khusus dan masing-masing kelompok inspektur memiliki kebebasan dalam mengembangkan rencana pelajaran untuk kelompoknya. Meskipun demikian, sesuatu yang disepakati ialah adanya komponen tujuan yang dinamakan maksud dan tujuan. Keseragaman hanya terjadi bahwa mereka (tim inspektur) merumuskan rencana pelajaran dalam aspek kelas, jam per minggu, pokok/bagian mata pelajaran, materi pelajaran yang diistilahkan dengan pelajaran dan keterangan dalam suatu bangunan tabel atau matriks.

Page 62: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 46 -

Dari dokumen yang diterbitkan oleh Jawatan Pendidikan Umum Kementerian PP dan K, maksud dan tujuan setiap mata pelajaran dirumuskan pada tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1: Kelompok, Maksud dan Tujuan

Rencana Pelajaran SMP 1954

Kelompok Mata Pelajaran dan Mata

Pelajaran Maksud dan Tujuan

Bahasa Indonesia A. Membentuk penguasaan bahasa yang sedemikian hingga murid-murid dengan teliti dan lancar dapat mengeluarkan pikiran dan perasaan mereka serta dengan teliti dan lancar pula dapat memahami orang lain

B. Harus menimbulkan di hati murid-murid keinsyafan sebagai warga negara Indonesia yang mempunyai bahasa persatuan dan bahasa resmi, yaitu Bahasa Indonesia, yang harus dipelihara sebaik-baiknya dan dihargai setinggi-tingginya

Bahasa Inggris A. Tujuan umum mempelajari bahasa Inggris adalah memperoleh suatu alat hubungan dengan dunia luar (dalam lapangan politik, kebudayaan, pengetahuan, ekonomi, dan sebagainya). Oleh karena bagian besar di dunia mempergunakan bahasa Inggris, maka pentinglah bagi kita untuk menguasai bahasa ini sebaik-baiknya.

B. Tujuan khusus pelajaran bahasa Inggris pada sekolah menengah pertama agar murid dapat mempergunakan bahasa Inggris yang sederhana baik pasif mau pun aktif.

Bahasa Daerah Kelompok Ilmu Pasti 1.Berhitung 2.Aljabar 3. Ilmu Ukur

1. Mengajar berpikir secara logis, agar terbentuklah jiwa yang kritis 2. Memupuk kebiasaan untuk menyelesaikan tiap pekerjaan dengan

kebersihan, ketelitian, ketabahan hati serta penuh rasa tanggung jawab 3. Mengajar mempergunakan segala kecakapan dan kebiasaan itu dalam

kehidupan sehari-hari ----------------------------------------------------------------------------------------- a. Memelihara dan mempertinggi ketangkasan dan ketelitian terutama

mengenai berhitung angka b. Membantu pelajaran Aljabar dan Ilmu Ukur ----------------------------------------------------------------------------------------- a. Memberi pengetahuan dasar tentang Ilmu Aljabar dan penggunaannya

berhubung dengan Ilmu Ukur, Ilmu Bumi, Ilmu Hayat, dan lain-lain b. Meletakkan dasar-dasar pengertian dan pokok pengetahuan tentang

aljabar agar murid-murid dapat mengikuti pelajaran sebaik-baiknya di SLA

----------------------------------------------------------------------------------------- a. Memberi pengetahuan dasar tentang Ilmu Ukur dan penggunaannya

berhubung dengan Ilmu Bumi, Ilmu Hayat, Menggambar, dan lain-lain b. Meletakkan dasar-dasar pengertian dan pokok pengetahuan tentang

Ilmu Ukur, agar murid-murid dapat mengikuti pelajaran sebaik-baiknya di SLA

c. Belajar menyusun suatu uraian yang logis, singkat dan tepat

Kelompok Pengetahuan Alam

1. Umumnya bertujuan mengenal dan memperhatikan alam di sekitar kita dan menambah pengetahuan dan pengertian tentang gejala-gejala dalam alam, berdasarkan sifat-sifatnya dan hukum-hukunya yang tertentu

2. Memberikan pengertian tentang alat-alat dan sebagainya yang dipergunakan dalam praktek hidup sehari-hari yang kerjanya berdasarkan hukum-hukum alam tersebut.

3. Pada umumnya untuk menarik perhatian murid-murid akan alam di

Page 63: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 47 -

sekitar kita dan memberi dasar untuk pelajaran pada SLA

Kelompok Pengetahuan Sosial Ilmu Bumi Sejarah

1. Memberi pengetahuan dan pengertian dasar tentang cara hidup manusia berhubung dngan keadaan alam sekelilingnya, perkembangan dan susunan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia khususya, dan negara-negara lain umumnya

2. Memberi pengetahuan dasar tentang kebudayaan bangsa Indonesia dan bangsa lain

3. Membangun akan keinsyafan kewarganegaraan dalam suatu negara yang demokratis dan membangun keinsyafan nasional, bebas dari segala kebangsaan yang sempit

4. Memberi pengertian tentang perhubungan antara bangsa dengan bangsa yang lain yang menjadi syarat mutlak untuk menuju ke arah pelaksanaan kemakmuran dan kesejahteraan bersama

------------------------------------------------------------------------------------------ 1. Memberi pengetahuan dan pengertian tentang keadaan geografis

indonesia dan negara-negara lain di dunia ini yang menentukan keadaan dan perkembangan cara hidup manusia dalam segala lapangan

2. Memperbesar kecakapan murid-murid untuk mempergunakan alat-alat Ilmu Bumi (peta, globe, angka-angka, statistik, gambar2, grafik-grafik) agar dapat memberi manfaat kepadanya dalam kehidupannya sehari-hari

------------------------------------------------------------------------------------------ 1. Memberi pengertian elementer tentang pertumbuhan dan perkembangan

di dalam kehidupan manusia pada umumnya dan bangsa sendiri pada khususnya; atau dengan kata-kata lain: memberi sekadar pengertian tentang terjadinya masyarakat dan susunannya dewasa ini

2. Menarik pelajaran-pelajaran yang berguna dari peristiwa-peristiwa luhuran budi dan sifat dari pada orang-orang yang besar yang berjasa dalam sejarah

3. Mempertinggi budi-pekerti murid-murid dengan jalan menunjukkan kejadian yang telah terjadi di waktu yang lampau

4. Membangkitkan dan memelihara serta memupuk rasa cinta akan bangsa dan tanah air

5. Memahami cara dan susunan pemerintahan di negeri kita dan di samping itu juga di negeri lain

Kelompok Pelajaran Ekonomi Hitung Dagang Pengetahuan Dagang

1. Memperkenalkan murid-murid dengan gejala-gejala dalam lapangan ekonomi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari

2. Memberi pengetahuan pokok tentang hal yang tersebut di atas dan ketangkasan di dalam soal-soal hitung dagang untuk mempersiapkan murid: a. melanjutkan pelajaran ke jurusan ekonomi b. memasuki masyarakat di hari kelak dengan pengetahuan yang berguna dalam pembangunan ekonomi nasional

------------------------------------------------------------------------------------------ 1. Memberi pengetahuan dasar tentang menghitung hal-hal yang

terpenting dalam transaksi perdagangan 2. Menambah kecakapan berhitung terutama untuk keperluan Perdagangan ------------------------------------------------------------------------------------------ 1. Mempersiapkan murid untuk melanjutkan pelajaran ke jurusan ekonomi 2. Memberi pengetahuan dan pengertian pokok tentang hal-hal yang

terdapat dalam dunia ekonomi dan perdagangan, supaya murid dapat mengerti dalam garis besar, apa yangterjadi dalam dunia ekonomi di sekitar mereka

Page 64: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 48 -

Kelompok Mata Pelajaran Ekspresi Seni Suara Menggambar Pekerjaan Tangan

1. Mendidik dan membimbing murid-murid untuk menyatakan perasaan dan fikiran dengan bebas dan untuk mencipta sesuatu yang sesuai dengan kewajibannya (aktif kreatif)

2. Membangun dan mengembangkan rasa keindahan dan mendidik murid menghargai ciptaan orang lain khususkarena sifat keindahannya

3. Memberi pendidikan yang menjamin keseimbangan antara pendidikan fikiran (intelek), perasaan (emosi) dan jasmani

4. Memberikan perintang waktu 5. Melatih murid dalam ketangkasan ------------------------------------------------------------------------------------------ a. Mengembangkan perasaan dan membangun minat terhadap Seni-Suara

(vokal dan instrumental), dapat menghargai dan mengikuti ciptaan seni suara

b. Memberi pengetahuan dasar dan melatih murid menyanyi lagu-lagu sederhana dengan tepat dan suara murni

c. Turut menghidupkan perasaan kebangsaan, persatuan dan persaudaraan d. Sedapat mungkin murid harus dapat mempergunakan alat musik atau

gamelan ------------------------------------------------------------------------------------------ 1. Mendidik mengamat-amati alam sekitarnya dengan teliti 2. Mengembangkan perasaan tentang perbandingan antara benda-benda

dan bagian-bagiannya 3. Melatih murid dalam ketangkasan 4. Menggambar untuk mata pelajaran lain (Ilmu Bumi, Sejarah, Ilmu

Hayat, Ilmu Alam, dan sebagainya) 5. Mengembangkan perasaan keindahan dan keseimbangan warna dan

bentuk ------------------------------------------------------------------------------------------ 1. Mendidik murid untuk mewujudkan perasaan dan fikiran dalam rupa

yang berukuran tiga 2. Membangunkan dan mengembangkan aktivitas dan daya cipta murid-

murid 3. Memupuk rasa indah 4. Menghidupkan hasrat kerja praktis 5. Memperkuat rasa tata tertib dan susunan teratur 6. Mengadakan keseimbangan (harmoni) antara rohani dan jasmani 7. Memberikan perintang waktu yang berfaedah bagi murid-murid

Budi Pekerti (terjalin dalam semua mata pelajaran dan dalam semua usaha sekolah)

1. Mendidik murid-murid agar menjadi anggota masyarakat yang bersifat dan berperasaan sosial

2. Mendidik murid-murid menjadi manusia yang berakhlak baik 3. Mendidik murid-murid menjadi warga negara yang baik dan

bertanggung jawab Agama Dibuat oleh Kementerian Agama

Keterangan: Hasrat = kemauan Keinsyafan = kesadaran Ketangkasan = Keterampilan Perintang waktu = Penggunaan waktu senggang Ilmu Alam = Fisika Ilmu Bumi = Geografi Ilmu Hayat = Biologi

Dari setiap rumusan maksud dan tujuan pada kurikulum SMP 1954 yang dikemukakan dalam Tabel 5.1 terdapat petunjuk yang jelas bahwa apa yang sudah dipelajari peserta didik di sekolah harus berguna bagi kehidupan sehari-hari. Masalah yang terjadi di masyarakat digunakan sebagai pokok kajian/bahasan.

Page 65: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 49 -

Pemanfaatan suatu keterampilan untuk mata pelajaran lain dinyatakan secara eksplisit. Keterampilan dalam ilmu ukur, misalnya, digunakan untuk menggambar, geografi dan biologi sedangkan kemampuan menggambar digunakan untuk geografi, sejarah, biologi, dan fisika. Konsep keterkaitan keterampilan yang dikembangkan oleh satu mata pelajaran dan terkait dengan mata pelajaran lain memberikan petunjuk bahwa para pengembang rencana pelajaran tersebut memahami secara mendalam karakteristik materi kurikulum/pelajaran yang dinamakan keterampilan. Pemahaman yang mendalam mengenai karaktersitik materi nilai ditunjukkan oleh pernyataan mengenai budi pekerti di mana disebutkan pendidikan budi pekerti “terjalin dalam semua mata pelajaran dan dalam semua usaha sekolah”. Sementara penguasaan pengetahuan yang bersifat berbeda dari materi keterampilan dan nilai tidak dijalin dengan mata pelajaran lain karena memang sifat dari pengetahuan yang spesifik dan sulit digunakan untuk mempelajari materi pengetahuan mata pelajaran lain yang juga bersifat spesifik.

Dari apa yang tersurat pada maksud dan tujuan, selain mencerminkan pemahaman yang mendalam dari para pengembang Rencana Pelajaran SMP 1954, juga mencerminkan konsep kurikulum modern. Indikasi yang ditunjukkan oleh maksud dan tujuan pada Rencana Pelajaran tersebut mencerminkan pengertian kurikulum bukan lagi sekadar daftar mata pelajaran. Jadi, walaupun istilah yang digunakan adalah Rencana Pelajaran, tetapi pengertian kurikulum yang digunakan merupakan pengertian modern kurikulum. Dalam pengertian modern, kurikulum adalah suatu rancangan pendidikan yang dikembangkan dalam bentuk rencana, dilaksanakan dalam berbagai proses interaksi, untuk mempersiapkan peserta didik bagi kehidupannya sebagai anggota masyarakat/bangsa dan sebagai dirinya. Sedangkan mata pelajaran hanyalah sekadar organisasi materi kurikulum yang karena terlalu luas perlu diikat dalam suatu kesatuan organisasi yang dinamakan mata pelajaran. Oleh karena itu, secara hakiki setiap mata pelajaran adalah bagian integral kurikulum dan bersifat saling menunjang antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Organisasi konten kurikulum dalam kemasan mata-mata pelajaran menyebabkan proses pembelajaran menjadi terkendali (manageable) dan terencana dengan baik.

Perlu dikemukakan bahwa dalam setiap mata pelajaran terdapat materi kurikulum yang sifatnya spesifik untuk suatu mata pelajaran dan materi kurikulum yang sifatnya umum dan untuk semua mata pelajaran. Materi kurikulum yang bersifat spesifik adalah pengetahuan. Pengetahuan terdiri atas pengetahuan tentang fakta, istilah, kategori atau klasifikasi, prinsip, generalisasi, teori, model, struktur, prosedur, cara-cara, pendapat, dan menggunakan sesuatu. Materi kurikulum yang bersifat umum dan menjadi milik semua mata pelajaran berkenaan dengan kemampuan berpikir, berkomunikasi, menerapkan keterampilan, cara kerja, nilai dan sikap, serta kebiasaan (Airasian, 2001). Prinsip yang digunakan dalam rumusan tujuan

Page 66: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 50 -

dan maksud pada Tabel 5.1, jelas memperlihatkan penerapan kedua kelompok materi kurikulum yang dikemukakan sebelumnya dengan baik. Berbagai keterampilan dan nilai diterapkan pada berbagai mata pelajaran sedangkan pengetahuan yang spesifik mata pelajaran menjadi materi kajian untuk mata pelajaran terkait.

Pendekatan yang digunakan untuk menyatakan keterkaitan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pendekatan yang dilakukan oleh Rencana Pelajaran SMP 1954 menempatkan keterkaitan antar mata pelajaran dalam rumusan maksud dan tujuan. Format lain yang dapat digunakan adalah merumuskan keterkaitan itu dalam elemen pengorganisasian (organizing element) seperti konsep, tema, keterampilan dan nilai, atau lainnya.

D. STRUKTUR RENCANA PELAJARAN SMP 1954

Struktur dan mata pelajaran yang terdapat dalam Rencana Pelajaran SMP tahun 1954 disebut Ikhtisar Daftar Jam Pelajaran, tercantum pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5.2: Ikhtisar Daftar Jam Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tahun 1954 Kelompok Mata Pelajaran Kelas dan JamPelajaran

I II IIIA IIIB

I Bahasa

Bahasa Indonesia 5 5 6 5

Bahasa Inggris 5 4 5 4

Bahasa Daerah 2 2 2 1

SubJumlah 12 11 13 10

II Ilmu Pasti

Berhitung dan Aljabar 4 3 2 4

Ilmu Ukur 3 3 - 4

SubJumlah 7 6 2 8

III Pengetahuan

Alam

Ilmu Alam/Kimia 2 4 2 5

Ilmu Hayat 2 2 2 2

SubJumlah 4 6 4 7

IV Pengetahuan

Sosial

Ilmu Bumi 2 2 3 2

Sejarah 2 2 3 2

SubJumlah 4 4 6 4

V Pelajaran Ekonomi

Hitung Dagang - 1 2 -

Pengetahuan Dagang - - 2 -

SubJumlah - 1 4 -

VI Pelajaran Ekspresi

Seni Suara 1 1 1 1

Menggambar 2 2 2 2

Pek. Tangan/Ker. Wanita 2 2 2 2

SubJumlah 5 5 5 5

VII Pendidikan Jasmani 3 3 3 3

VIII Budi Pekerti (bukan mata pelajaran berdiri sendiri tetapi terintegrasi dalam kegiatan semua mata pelajaran dan kegiatan sekolah)

IX Agama 2 2 2 2

Jumlah 37 37 39 39

Rencana pelajaran SMP 1954 menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa mendapatkan alokasi waktu yang paling banyak (46 jam), diikuti oleh

Page 67: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 51 -

kelompok Ilmu Pasti (23 jam), Ilmu Alam (21 jam), Ekspresi (20 jam) dan Pengetahuan Sosial (18 jam). Alokasi waktu untuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris bahkan lebih banyak dari mata pelajaran lainnya, lebih dari dua kali dari kelompok lainnya. Alokasi waktu tersebut dapat dimaknai sebagai prioritas yang diberikan terhadap pendidikan bahasa, terutama bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional amat penting dalam mengembangkan jati diri bangsa peserta didik dan oleh karenanya mereka harus memiliki kesempatan yang luas dalam menguasai bahasa persatuan tersebut. Bahasa Inggris digunakan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik berkomunikasi dengan bangsa lain.

Suatu yang mengundang pertanyaan adalah posisi bahasa daerah. Mata pelajaran bahasa daerah memang tidak berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia tetapi bahasa daerah adalah wahana bagi peserta didik untuk mengenal dirinya dan masyarakat terdekat lebih baik. Berdasarkan prinsip pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara (1977) maka pendidikan harus berakar pada budaya dan agama. Artinya, peserta didik seharusnya mendapatkan keleluasaan belajar bahasa daerah lebih besar dari alokasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum SMP 1954. Memang, jika prinsip pendidikan yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara ingin diterapkan maka pelajaran kebudayaan daerah yang di dalamnya terdapat bahasa daerah, budaya dan nilai) menjadi nama mata pelajaran menggantikn nama bahasa daerah.

Kelompok mata pelajaran ilmu pasti, pengetahuan alam, ekspresi, dan pengetahuan sosial diberikan alokasi waktu yang berimbang. Perbedaan antara satu dengan lainnya dalam keempat kelompok tersebut tidak terlalu mencolok jika dibandingkan dengan perbedaan keempatnya dengan kelompok mata pelajaran bahasa. Posisi kelompok ekspresi memang menarik karena kelompok ini diharapkan dapat mengembangkan kreativitas, kecerdasan emosional, rasa indah serta membangun keseimbangan antara ketiganya dengan kemampuan intelektual, keseimbangan antara perkembangan jasmani dan rohani, memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan vokasional dan menggunakan waktu dengan kegiatan yang berguna. Karenanya kelompok ekspresi mendapat alokasi waktu yang cukup. Ketiga kelompok lainnya, secara tradisional berkenaan dengan pengembangan kemampuan intelektual walaupun pandangan itu tidak lagi dianut secara ketat oleh para pengembang kurikulum SMP 1954.

Page 68: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 52 -

E. KOMPONEN STRUKTUR RENCANA PELAJARAN SMP 1954

Struktur Rencana Pelajaran SMP 1954 mirip dengan Rencana Pelajaran 1950. Sebagaimana sebelumnya, pendidikan SMP di kelas I dan II terdiri dari pendidikan dasar tingkat menengah pertama kemudian dilanjutkan di kelas III dengan pendidikan spesialisasi yang dinamakan jurusan. Di kelas III dikenal ada jurusan A (sosial-ekonomi) dan B (Ilmu Pasti), sama seperti Rencana Pelajaran sebelumnya. Perubahan dalam ide kurikulum sangat sedikit. Perbedaan yang mendasar terutama pada pemberian makna terhadap pendidikan jurusan dan konsekuensinya dalam beban belajar jurusan. Dalam pandangan tersebut, untuk jurusan A diperlukan penguasaan bahasa Inggris yang lebih baik sehingga jam pelajaran bahasa Inggris untuk jurusan A ditambah dari 4 jam menjadi 5 jam. Demikian pula pelajaran sejarah untuk jurusan A ditambah dari 2 jam menjadi 3 jam. Sementara itu, untuk jurusan B dirasakan perlu penambahan jam pelajaran untuk bidang terkait dengan jurusan B (Pasti-Alam), yaitu Ilmu Alam/Kimia ditambah dari 2 jam menjadi 5 jam sedangkan materi ilmu bumi dianggap tidak perlu terlalu banyak sehingga dikurangi dari 3 jam menjadi 2 jam.

Konsekuensi dari penilaian di atas menyebabkan beban belajar untuk kelas III lebih besar dibandingkan dari pendidikan dasar di kelas I dan II SMP. Tampaknya, bagi para pengembang kurikulum, pendidikan spesialisasi dipandang sebagai pendidikan yang memerlukan pendalaman tertentu terkait dengan jurusan tersebut. Berdasarkan pandangan tersebut maka untuk setiap jurusan diberikan tambahan mata pelajaran baru yang dianggap perlu untuk memperkuat kemampuan peserta didik di masing-masing jurusan. Untuk jurusan A (sosial-ekonomi) ada penambahan mata pelajaran Pengetahuan Dagang sedangkan pada jurusan B (Ilmu Pasti) ada penambahan mata pelajaran Ilmu Kimia yang di kelas I dan II dimasukkan dalam pelajaran Pengetahuan Alam, tetapi di kelas III B ilmu Kimia diajarkan sebagai mata pelajaran berdiri sendiri. Pandangan mengenai perlunya kajian yang lebih mendalam untuk beberapa mata pelajaran dan perlu adanya mata pelajaran baru menyebabkan jumlah jam belajar di kelas III menjadi lebih besar dibandingkan di kelas I dan II.

Dalam Rencana Pelajaran SMP 1954 ditetapkan jam belajar sebagai berikut: jumlah jam belajar satu minggu untuk untuk kelas I dan II adalah 37 jam pelajaran terdiri atas hari Senin – Rabu diberikan 7 jam pelajaran, hari Kamis dan Sabtu 6 jam pelajaran, sedangkan hari Jum’at hanya diberikan 4 jam pelajaran. Sedangkan jumlah jam belajar untuk kelas III adalah 39 jam terdiri atas 7 jam pelajaran untuk hari Senin – Kamis dan Sabtu dan 4 jam pelajaran untuk hari Jum’at. Setiap hari disediakan 2 kali jam istirahat, masing-masing 15 menit kecuali pada hari Jum’at hanya disediakan satu kali jam istirahat.

Page 69: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 53 -

Rencana Pelajaran SMP 1954 menyediakan petunjuk pelaksanaan pembelajaran setiap kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran, dan dinamakan Petunjuk Didaktik. Dalam buku tersebut dikemukakan apa yang diharapkan dilakukan oleh para peserta didik dan bagaimana guru harus berbuat sehingga perilaku yang diharapkan dari peserta didik tadi dapat diwujudkan. Misalnya untuk kelompok bahasa maka peserta didik diharapkan dapat “mengeluarkan pikiran dan perasaan secara lisan, ialah bercakap-cakap, bercerita, berpidato, menguraikan sesuatu, bersoal-jawab, berkomunikasi menggunakan telepon dan sebagainya”. Untuk itu, guru harus memimpin proses belajar di kelas dengan:

a. Memberikan kesempatan kepada murid untuk berlatih mengeluarkan pikiran dan perasaan secara lisan

b. Latihan ini hendaklah berisi pula latihan percaya akan diri sendiri dan berani mengucapkan sesuatu sehingga tumbuh suatu peribadi yang bebas dan tahu harga diri

c. Isi daripada yang diucapkan itu hendaklah tersusun secara logis sehingga ucapan itu menjadi teliti dan jelas. Bentuk ucapan itu (susunan kalimat dan pemakaian kata-kata) seperti yang lazim dalam Bahasa Indonesia

d. Lancar atau tidak keluarnya ucapan itu tergantung pada latihan yang cukup

e. Hal yang dijadikan pokok pembicaraan dapat diambil dari lapangan kehidupan masyarakat. Syarat yang harus dipenuhi ialah bahwa murid tahu betul-betul seluk-beluknya, sehingga murid biasa mengucapkan pikiran dan perasaan secara teliti dan lancar (Djawatan Pendidikan Umum Kementerian P.P dan K, 1954:6)

Petunjuk didaktik untuk keterampilan berbahasa tulis dikemukakan sebagai berikut: “mengeluarkan pikiran dan perasaan secara tulisan ialah pada hakikatnya mengarang, yang terdiri dari membuat ceritera pendek, membuat laporan sesuatu kejadian, membuat surat, membuat ikhtisar, menyusun iklan, menyusun tilgram, dan sebagainya”.

a. Secara teliti dan lekas menuliskan buah pikiran, baru dapat setelah melewati latihan yang banyak. Berikan murid-murid kesempatan yang cukup untuk berlatih

b. Isi karangan hendaklah logis dan tersusun baik sehingga terang segala yang dimakud untuk membaca. Pakailah kalimat yag sederhana

c. Bentuknya harus menurut jalan Bahasa Indonesia dan tertulis dalam ejaan yang teratur.

Orientasi kurikulum pada kehidupan keseharian dan pemanfaatan apa yang sudah dipelajari terungkapkan dengan jelas dalam petunjuk didaktik setiap kelompok/mata pelajaran. Dalam pelajaran bahasa Indonesia kegiatan

Page 70: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 54 -

belajar membuat surat, menyusun iklan dan menyusun telegram (pada masa itu telegram merupakan bentuk komunikasi tertulis tercepat) menunjukkan orientasi kurikulum terhadap kehidupan keseharian. Dalam pelajaran bahasa Inggris ada 9 petunjuk didaktik, yaitu “intonation”, “pronounciation”, kepercayaan diri peserta didik18, penggunaan gambar, cerita pendek, perbendaharaan kata yang terkait dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, kata digunakaan dalam konteks dan demikian juga tes, terjemahan dilakukan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, dan pengenalan budaya. Jelas bahhwa ke-9 petunjuk tersebut menekankan pada pemanfaatan bahasa dan kemampuan berbahasa keseharian. Lagipula, kepercayaan peserta didik bahwa mereka mampu berbahasa Inggris menjadi suatu dasar didaktik yang sangat kuat dan masih perlu dikembangkan hingga masa kini. Banyak peserta didik yang sudah merasa tidak mampu ketika diminta membaca atau berbicara dalam bahasa Inggris dan tentu saja sikap yang demikian penjadi penghambat dalam belajar bahasa dan belajar mata pelajaran mana pun.

Dalam petunjuk didaktik mengenai Aljabar dikemukakan 4 pedoman. Pedoman nomor 3 menyebutkan “taraf terakhir dalam pelajaran aljabar adalah pemecahan persamaan tersamar. Hendaklah dipilih soal-soal yang mengenai kehidupan sehari-hari dengan tidak terlalu hipotetis”. Sedangkan dalam petunjuk didaktik keempat (d) dikemukakan “hendaknya ada hubungan yang rapat antara aljabar dengan mata pelajaran lainnya (umpamanya membaca grafik dalam aljabar merupakan suatu soal yang penting, karena besar hubungannya dengan mata pelajaran lainnya). Orientasi pada kehidupan keseharian juga jelas terungkap pada petunjuk didaktik kelompok Pengetahuan Alam yang mengemukakan 8 petunjuk. Tujuh petunjuk berkenaan dengan cara belajar aktif dimana peserta didik belajar menemukan dalam suasana “menarik perhatian, menimbulkan minat terutama untuk pengamatan dan penyelidikan sendiri”. Petunjuk didaktik kedua menyebutkan “bahan pelajaran disusun sedemikian rupa sehingga murid-murid mengetahui penggunaannya dalam praktik hidup sehari-hari”. (Dokumen Rencana Pelajaran SMP, hal40).

Dalam kelompok Pengetahuan Sosial terdapat petunjuk didaktik yang terpisah untuk mata pelajaran Ilmu Bumi dan Sejarah. Ilmu bumi memiliki petunjuk sebanyak 4 buah sedangkan sejarah memiliki petunjuk sebanyak 13

18 Kepercayaan diri dalam berbahasa asing adalah modal dasar untuk mampu berkomunikasi

dalam bahasa tersebut. Setiap orang yang mau mengungkapkan pikirannya dalam bahasa

asing harus diawali dengan kepercayaan diri, dan berdasarkan kepercayaan diri yang

dimilikinya yang bersangkutan menata pikirannya dalam struktur kalimat yang sesuai

dengan kaedah bahasa terkait. Dengan kepercayaan diri itu pula yang bersangkutan memiliki

“keberanian” untuk mengucapkan kalimat yang ada pada pikirannya. Oleh karena itu

membangun kepercayaan diri peserta didik untuk mampu berbahasa Inggris adalah petunjuk

didaktik yang sangat fundamental, dan perlu diberlakukan bagi setiap orang yang belajar

bahasa di luar bahasa ibunya.

Page 71: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 55 -

buah. Petunjuk ilmu bumi yang pertama berkenaan dengan keterkaitan antara Ilmu Bumi dan Sejarah di mana dikatakan “ilmu sejarah mempelajari riwayat hidup manusia, ilmu Bumi mempelajari keadaan manusia pada suatu waktu. Oleh karena itu, kedua mata pelajaran ini harus diajarkan dalam hubungan yang erat”. Tampaknya istilah “hubungan yang erat” sama maksdunya dengan “correlated curriculum content”.

Tidak seperti mata pelajaran kelompok bahasa, ilmu pasti dan ilmu alam yang menyatakan secara keterkaitan dan pemanfaatan mata pelajaran dalam kehidupan sehari-hari peserta didik secara eksplisit, tidak demikian halnya dengan petunjuk didaktik ilmu bumi. Tidak ada pernyataan eksplisit tentang hal tersebut dan mungkin hal ini disebabkan karena dalam makksud dan tujuan sudah dinyatakan bahwa kelompok Pengetahuan Sosial “membangun akan keinsyafan kewarganegaraan dalam suatu negara yang demokratis dan membangun keinsyafan nasional, bebas dari segala perasaan kebangsaan yang sempit”. Pernyataan ini tampaknya sudah dianggap mewakili orientasi pelajaraan sosial pada kehidupan keseharian.

Dalam petunjuk didaktik mata pelajaran sejarah terdapat pernyataan yang menunjukkan perlunya keterkaitan mata pelajaran sejarah dengan kehidupan sehari-hari. Dalam petunjuk didaktik nomor 2 disebutkan “harus diinsyafi oleh murid-murid bahwa nasib dan kebahagiaan tanah air dan bangsa kita bergantung kepada sifat-sifat dan cita2 mereka (pelaku sejarah, pen.), dengan kata-kata lain: kita bertanggung jawab dan ikut serta dalam pembentukan masyaraat dikemudian hari”, dan pada petunjuk didaktik nomor 5 dikatakan “sejarah bukan rentetan fakta-fakta belaka, tetapi harus diinsyafi sebab-musabab dan akibatnya bagi masyarakat”. Oleh karena itu, pendekatan rekonstruksi yang selalu mengkaitkan pendidikan dengan masalah sosial dan kehidupan peserta didik di masyarakat sangat kental digunakan dalam kurikulum SMP 1954.

Setiap kelompok mata pelajaran atau mata pelajaran memiliki tujuan dan petunjuk didaktik, diikuti dengan tabel atau matriks yang berisikan kolom kelas, jumlah jam pelajaran perminggu, pokok/bagian dari pelajaran, pelajaran dan keterangan. Walau pun berbeda dan terutama ketiadaan kolom evaluasi atau asesmen hasil belajar pada dasarnya format ini mirip dengan format Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang digunakan pada kurikulum 1975, 1984 dan 1994. Dalam kolom keterangan terdapat informasi mengenai buku yang digunakan untuk pokok/bagian dan pelajaran tertentu.

Page 72: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 56 -

BAB VI

KURIKULUM SMP PADA MASA

PEMERINTAHAN ORDE LAMA

(1959 – 1965)

A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Pada tahun 1959 Indonesia mengalami perubahan politik yang sangat mendasar ketika UUD tahun 1950 dinyatakan tidak lagi berlaku dan Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. Proses pengembalian penggunaan UUD 1945 tersebut dinyatakan dalam Dekrit Presiden Soekarno pada tahun 1959. Bersamaan dengan kembali ke UUD 1945 Presiden Soekarno memperkenalkan konsep kehidupan bangsa yang baru, dikenal dengan Manipol Usdek (Manipol = Manifesto Politik ; USDEK = Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Dengan Manipol Usdek maka semua aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan haruslah disesuaikan dengan konsep baru, termasuk bidang pendidikan.

Menanggapi perubahan politik yang terjadi maka Menteri Muda Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Dr Prijono (Priyono) mengeluarkan instruksi pada tanggal 17 Agustus 1959 yang terkenal dengan nama Sapta Usaha Tama (Tujuh Usaha Utama). Dalam konsideran instruksi Sapta Usaha Tama disebutkan “sesudah Presiden/Panglima Tertinggi pada tanggal 5 Juli 1959 mendekritkan, bahwa bangsa Indonesia kembali kepada Undang-Undang Dasar ’45, maka sudah sewajarnyalah, bahwa kaum pendidik dan para pelajarnya wajib memiliki kembali semangat dan jiwa proklamasi untuk dapat memberi contoh kepada seluruh masyarakat” (Sastradinata, Sjamsuddin, Hasan, 1993:200).

Selanjutnya, dikatakan bahwa “para pendidik harus sanggup menjadi pelopor dari perubahan jiwa dan sikap bangsa”. Kemudian ditetapkan “untuk menjelmakan maksud di atas saya umumkan tindakan-tindakan jangka pendek yang segera harus dikerjakan dalam lingkungan Kementerian P.P. dan K. dan dalam masyarakat, yang saya namakan SAPTA USAHA TAMA, sebagai berikut.

Page 73: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 57 -

1. penertiban aparatur dan usaha-usaha Kementerian P.P. dan K. 2. menggiatkan kesenian dan olah raga 3. mengharuskan “usaha halaman”, 4. mengharuskan penabungan, 5. mewajibkan usaha-usaha koperasi, 6. mengadakan “Klas masyarakat” 7. membentuk “Regu Kerja” di kalangan Sekolah Lanjutan Atas

(SLA) dan universitas (Sastradinata, Sjamsuddin, Hasan, 1993:200-201)

Sapta Usaha Tama merupakan program jangka pendek Menteri. Sekolah sudah harus menerapkan kegiatan nomor 2, 3, 4, dan 5 untuk SD dan SMP, sedangkan untuk SMA dan universitas ditambah dengan Usaha Tama nomor tujuh. Dua tahun setelah itu, terjadi perubahan kabinet, dan Dr Prijono menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. Dalam Kabinet Kerja III, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dengan Prof Dr Prijono sebagai menterinya.

Selanjutnya, pada tanggal 17 Agustus 1961, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan19 Dr Prijono mengeluarkan instruksi baru yang dinamakan yaitu Instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan nomor 2 yang dikenal dengan nama Panca Wardhana (Pantja Wardhana). Panca Wardhana adalah tindak lanjut dari instruksi Sapta Usaha Tama. Dalam instruksi tentang Panca Wardhana, Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (PDK) menegaskan:

(1) Pantjasila dengan Manipol sebagai pelengkapnja, sebagai asas pendidikan nasional

(2) Menetapkan Pantja Wardhana sebagai sistem pendidikan yang berisikan prinsip-prinsip:

a. perkembangan tjinta bangsa dan tanah-air, moral nasional/internasional/keagamaan;

b. perkembangan ketjerdasan; c. perkembangan emosil-artistik atau rasa keharuan dan

keindahan lahir- batin, d. perkembangan keprigelan atau keradjinan tangan; e. perkembangan djasmani.

19 Pada waktu itu terdapat 2 kementerian yaitu Kementerian Pendididkan Dasar dan

Kebudayaan dan Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Dr Prijono adalah

Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan sedangkan Prof.Dr. Ir. Thajib Hadiwidjaja

adalah Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.

Page 74: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 58 -

(3) Menjelenggarakan ”hari Krida” atau hari untuk kegiatan-kegiatan dalam lapangan kebudayaan, kesenian, olahraga dan permainan pada tiap-tiap hari Sabtu.

Terlepas dari suasana dan pengaruh politik yang melahirkan instruksi Pantja Wardhana, apa yang dinyatakan pada butir 2.a, 2.b, 2.c, 2.d, dan 2.e dari instruksi menteri tersebut merupakan inti ketetapan yang sarat dengan pemikiran pendidikan, bersesuaian pula dengan konsep cipta, rasa, dan karsa yang dianjurkan Ki Hajar Dewantara. Berbagai potensi peserta didik (kecerdasan, emosional, ketaqwaan, keterampilan, dan kesegaran jasmani) menjadi kepedulian pendidikan. Cinta tanah air dan bangsa pada generasi baru bangsa dan yang nantinya menjadi warga negara sudah seharusnya menjadi tugas pendidikan yang sama dengan tugas mengembangkan potensi peserta didik dalam ranah lainnya. Sedangkan ketetapan pada butir 3 memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan minat mereka dalam seni, budaya, dan berbagai permainan, tetapi sekaligus juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan berbagai keterampilan dan sikap yang diperoleh di kelas. Sebaliknya, sikap dan nilai-nilai yang diperoleh peserta didik dari kegiatan seni, budaya dan permainan (sebagai produk budaya) akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar mereka di kelas dan sekolah. Antara kedua wilayah tersebut terjadi kesinambungan yang saling memperkuat yang memperkuat pengembangan sikap dan nilai serta keterampilan seni dan pengetahuan tentang nama, peraturan, dan cara main.

B. RENCANA PELAJARAN SMP GAYA BARU (1964)

Sejalan dengan perubahan politik dan kebijakan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka terjadi perubahan kurikulum SMP (juga kurikulum SD dan SMA). Pada bulan Agustus 1962 pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP menggantikan kurikulum SMP 1954. Kurikulum SMP tahun 1962 dihasilkan oleh Rapat Kerja Para Pengawas SMP seluruh Indonesia di Tugu Yogyakarta dari tanggal 3 – 10 Juli 1962 (Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964). Pertemuan pertama para pengawas SMP seluruh Indonesia tersebut dilakukan di Yogyakarta (1-9 Oktober 1961), pertemuan kedua, juga di Tugu (21 Nopember – 4 Desember 1961), pertemuan ketiga di Yogyakarta (15 -25 Januari 1962) dan pertemuan keempat di Tugu (3 – 10 Juli 1962). Pertemuan terakhir di Tugu dianggap menghasilkan naskah final kurikulum baru (1962) untuk SMP dan wajib dilaksanakan di seluruh Indonesia mulai tanggal 1 Agustus 1962.

Pada tanggal 7 – 13 Juli 1963 dilakukan Rapat Kerja Pengawas SMP seluruh Indonesia di Tawangmangu. Rapat kerja Tawangmangu membahas

Page 75: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 59 -

Rencana Pelajaran baru SMP dan pelaksanaannya di seluruh Indonesia selama tahun ajaran 1962/1963. Selain membahas laporan pelaksanaan kurikulum SMP yang dihasilkan di Tugu pada tahun 1962, Rapat Kerja Para Pengawas SMP di Tawangmangu memperoleh masukan dari Pembantu Menteri bidang Pendidikan, Direktorium Jawatan Pendidikan Umum, gagasan dari Urusan Pendidikan Menengah Umum Tingkat Pertama, saran dari para pengawas SMP, dan saran dari berbagai urusan di lingkungan Jawatan Pendidikan Umum. Rapat Kerja para pengawas SMP seluruh Indonesia di Tawangmangu tersebut menghasilkan dokumen Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru. Kata Pengantar Dokumen Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru ditandatangani oleh Kepala Urusan Pendidikan Menengah Umum Tingkat Pertama, Zainuddin, di Jakarta pada tanggal 13 Juli 1963 (Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964)

Selain perubahan politik, perubahan dalam pandangan mengenai fungsi pendidikan yang dilaksanakan suatu sekolah pada jenjang tertentu turut menentukan perubahan kurikulum. Tentu tidak dapat disangkal bahwa perubahan politik memberikan pengaruh terhadap pandangan pendidikan yang harus dikembangkan dan pada gilirannya kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap kurikulum. Hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada kejadian di mana faktor politik tidak berpengaruh terhadap pandangan pendidikan dan kedua faktor tersebut (politik dan pandangan pendidikan) secara bersama-sama tidak memberikan dampak terhadap terjadinya perubahan kurikulum. Oleh karena itu, kenyataan perubahan politik dan perubahan pandangan pendidikan berpengaruh terhadap perubahan kurikulum merupakan suatu keadaan yang tak mungkin dihindari dalam konteks politik mana pun di negara mana pun. Dalam Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964 disebutkan bahwa perubahan kurikulum tersebut disebabkan adanya TAP MPRS nomor II/MPRS/1960, instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tentang Sapta Usaha Tama dan Panca Wardhana, dan Haluan Negara.

Kurikulum SMP 1962 dan kemudian diperbaiki menjadi Kurikulum SMP Gaya Baru berubah dalam struktur kurikulum dibandingkan Kurikulum SMP 1954. Perubahan pertama terletak pada penghapusan terhadap istilah penjurusan yang dikenal dalam kurikulum SMP 1954 dan sebelumnya. Pembagian jurusan di kelas III SMP yang terbagi atas jurusan A (sosial-budaya) dan B (ilmu Pasti) pada kurikulum SMP 1954, ditiadakan oleh kurikulum SMP Gaya Baru. (Kosoh, Sjamsuddin, Hasan, 1993:96). Penghapusan jurusan A dan B pada kelas III SMP didasarkan pada pandangan pedagogik bahwa pendidikan SMP bukan pendidikan disiplin ilmu dan lagipula masyarakat belum memerlukan tenaga kerja tamatan SMP yang memiliki spesialisasi yang dikembangkan pada jurusan di kelas III SMP. Tamatan SMP yang bekerja tidak ditempatkan berdasarkan jurusan yang mereka ikuti pada waktu bersekolah. Oleh karena itu, adanya jurusan

Page 76: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 60 -

tersebut tidak memberikan nilai apa pun bagi peserta didik baik dari segi keilmuan mau pun dari pemanfaatan di masyarakat. Sementara itu, pada tingkat SMP sudah ada berbagai sekolah kejuruan yang memberikan berbagai keterampilan vokasional yang diperlukan masyarakat (Sekolah Kepandaian Keputrian Pertama = SKKP; Sekolah Teknik = ST; Sekolah Menengah Ekonomi Pertama = SMEP, dan sebagainya).

Struktur kurikulum SMP Gaya Baru didasarkan pada konsep Panca Wardhana. Struktur kurikulum terdiri atas kelompok dasar, cipta, rasa/karya, dan krida. Kelompok dasar untuk mengembangkan wardhana pertama, yaitu pengembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/internasional/ keagamaan; kelompok cipta untuk mengembangkan wardhana kecerdasan; kelompok rasa/karya untuk mengembangkan wardhana emosional-artistik atau rasa keharuan dan keindahan lahir-batin; kelompok krida untuk mengembangkan wardhana keprigelan atau kerajinan tangan; sedangkan pendidikan jasmani untuk mengembangkan wardhana perkembangan jasmani. Pengelompokkan ini diikuti dengan pengelompokkan mata pelajaran.

Masa antara 1959 – 1965 atau disebut juga Masa Orde Lama merupakan awal pengaruh politik yang semakin kuat dalam pendidikan di Indonesia, melebihi pengaruh politik terhadap kurikulum yang terjadi pada masa sebelumnya. Pada masa itu ideologi negara menjadi mata pelajaran dalam kurikulum sekolah dengan tujuan untuk membekali peserta didik dengan dasar-dasar filosofi bangsa dan ideologi politik yang dianut oleh pemerintah. Mata pelajaran civics diperkenalkan dan menjadi mata pelajaran utama, menjadi mata pelajaran yang memiliki tugas untuk mengemban amanat pendidikan ideologi bangsa, dikelompokkan dalam kelompok wardhana pertama, yakni perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional/internasional/ keagamaan. Dalam mata pelajaran civics dibahas ideologi politik pemerintah sebagai landasan manusia baru Indonesia sehingga civics harus ditempatkan dalam wardhana pertama dan menjadi mata pelajaran bagi seluruh peserta didik (dari SD sampai ke sekolah di atas SMP).

Selain mata pelajaran Civics, dalam kelompok wardhana pertama yang disebut Kelompok Dasar, terdapat mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sejarah Kebangsaan, Ilmu Bumi Indonesia, Pendidikan Agama/Budi Pekerti (Sejarah Nasional Indonesia jilid VI:278; Kosoh, Sjamsuddin, dan Hasan, 1993:96; Departemen Pendidikan Nasional, 1996:129). Mata pelajaran Pendidikan Jasmani/Kesehatan dimasukkan sebagai bagian dari Kelompok Dasar walaupun pendidikan jasmani berkenaan dengan pengembangan wardhana kelima. Jelas tujuan kelompok pertama wardhana, yakni Kelompok Dasar adalah untuk membangun kesadaran sebagai satu bangsa dan pengetahuan serta kesadaran akan ideologi bangsa. Bangsa baru harus

Page 77: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 61 -

memperhatikan generasi muda yang akan meneruskan perjuangan ideologi para pemimpin bangsa pada waktu itu.

Dalam Kelompok Cipta terdapat mata pelajaran Bahasa Daerah, Bahasa Inggris, Ilmu Aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi Dunia, Sejarah Dunia, dan ilmu Administrasi. Kelompok Cipta merupakan kelompok yang memberikan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pengetahuan yang dipelajari dalam berbagai mata pelajaran dalam Kelompok Cipta merupakan bahan utama untuk menggerakkan kemampuan otak dalam ranah kognitif (mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, menilai, dan menciptakan pengetahuan baru). Suatu hal yang tidak jelas adalah alasan mengapa mata pelajaran Bahasa Daerah masuk dalam Kelompok Citra dan bukan dalam kelompok Dasar. Padahal, bahasa Daerah merupakan medium pendidikan yang dapat mengembangkan rasa kebangsaan menjadi lebih kuat. Mungkin ada kekhawatiran bahwa pengajaran Bahasa Daerah disalahgunakan untuk pengembangan perasaan kedaerahan yang berlebihan sehingga dapat membahayakan persatuan nasional. Pertimbangan lainnya, mungkin karena hanya beberapa daerah saja di Indonesia yang menghendaki adanya pengajaran bahasa daerah sehingga akan sangat janggal apabila bahasa daerah ada dalam Kelompok Dasar yang berlaku untuk seluruh peserta didik dan di wilayah atau komunitas masyarakat mana pun. Apalagi, jika diingat bahwa SMP di daerah perkotaan melayani masyarakat yang berasal dari berbagai kelompok etnis dan pemakai bahasa daerah yang beragam sehingga secara teknis akan menimbulkan banyak kesulitan.

Dalam kelompok Cipta, mata pelajaran matematika tidak dikenal. Secara tradisional, sebagaimana diwariskan Belanda yang dikenal adalah kelompok ilmu Pasti, bukan matematika. Dalam kelompok ini terdapat mata pelajaran ilmu Aljabar dan ilmu Ukur. Pemikiran bahwa pendidikan haruslah berdasarkan disiplin ilmu dan diberi label sebagaimana label disiplin ilmu (menurut pandangan filosofi esensialisme) belum berkembang sepenuhnya. Pada masa belakangan ketika pandangan filosofis perenialisme semakin kuat pengaruhnya dalam pengembangan kurikulum maka pemikiran pendidikan disiplin ilmu semakin menjadi andalan sejak dari SD sampai ke SMA. Sesuai dengan pandangan perenialisme maka label untuk pendidikan disiplin ilmu tidak perlu menggunakan nama resmi disiplin ilmu yang bersangkutan dan penggabungan beberapa disiplin ilmu diperkenankan. Pendekatan perenialisme yang memperkenankan penggabungan berbagai disiplin melahirkan label mata pelajaran, seperti IPA dan IPS.

Dalam kelompok Rasa/Karsa terdapat mata pelajaran Menggambar, Kesenian, Prakarya, dan Kesejahteraan Keluarga. Kelompok mata pelajaran ini jelas bertujuan mengembangkan perasaan yang halus dan kemampuan berkreasi yang tinggi. Kesejahteraan keluarga tidak terbatas pada

Page 78: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 62 -

kesejahteraan ekonomi, tetapi teutama pada kesejahteraan batin, kesehatan, dan pembinaan generasi muda dalam membentuk kepribadian. Oleh karena itu, wajar jika kesejahteraan keluarga menjadi mata pelajaran dalam kelompok Rasa/Karsa. Sedangkan kedudukan mata pelajaran lain seperti Menggambar, Kesenian, Prakarya dalam kelompok Rasa/Karsa, amat jelas.

Dalam kelompok wardhana keempat, yakni Keterampilan terdapat mata pelajaran Krida. Mata pelajaran Krida memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik SMP untuk mengembangkan diri dan kepribadiannya. Banyak nilai yang dapat dikembangkan dalam mata pelajaran Krida.

Ide kurikulum yang berbeda antara kurikulum SMP Gaya Baru dengan kurikulum SMP tahun 1950 dan 1954 terletak pada mengenai posisi mata pelajaran dalam kurikulum. Dalam kurikulum sebelumnya, kurikulum tidak dianggap identik dengan daftar mata pelajaran dan mata pelajaran adalah organisasi konten kurikulum berdasarkan kedekatan materi/bahan ajar. Oleh karena itu, suatu mata pelajaran dapat mengembangkan materi ajar dari mata pelajaran lain seperti materi budi pekerti yang tidak dijadikan mata pelajaran, tetapi materi budi pekerti dikembangkan dalam setiap mata pelajaran lain. Pemikiran yang mendasari ide kurikulum SMP tahun 1954 mencerminkan pandangan kurikulum modern, tidak lagi dianut dalam kurikulum SMP Gaya Baru atau terkadang disebut juga dengan nama kurikulum Panca Wardhana. Setiap mata pelajaran memiliki materi pelajaran yang hanya dikembangkan oleh mata pelajaran tersebut dan tidak berbagi dengan mata pelajaran lain. Materi pelajaran budi pekerti yang dekat dengan pendidikan Agama digabungkan menjadi satu mata pelajaran dengan menggunakan label Pendidikan Agama/Budi Pekerti. Materi kesehatan yang seharusnya dapat dikembangkan dalam berbagai mata pelajaran menjadi tanggung jawab mata pelajaran pendidikan Jasmani sehingga dinamakan Pendidikan Jasmani/Kesehatan.

Tampaknya pandangan kurikulum yang demikian masih berlaku hingga kini. Konten kurikulum yang terdiri atas pengetahuan, kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotorik tidak mendapat perlakuan yang seimbang. Konten kurikulum yang mendaptakan pertimbangan utama adalah konten pengetahuan ( tentang fakta, istilah, lambang, prosedur, kemampuan, nilai, sikap dan sebagainya) dan bersifat sangat spesifik milik suatu disiplin ilmu atau gabungan disiplin ilmu yang dijadikan mata pelajaran. Konten yang bersifat keterampilan (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang bersifat dasar/fundamental dan tidak spesifik milik disiplin ilmu tidak mendapatkan perlakuan yang selayaknya. Padahal, pada hakikatnya konten kurikulum yang bersifat keterampilan akan menyebabkan peserta didik mampu belajar sepanjang hayat, berpikir kritis dan kreatif, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kebiasaan belajar yang

Page 79: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 63 -

tinggi, sikap yang positif dan produktif, dan memiliki kemampuan dasar yang mampu mendorong seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya sepanjang hayat.

Konten kurikulum yang demikian memberikan kemampuan kepada peserta didik mengolah berbagai informasi yang terdapat pada pengetahuan dan menghasilkan pengetahuan baru dari hasil olahan kemampuan kognitif. Konten kurikulum seperti itu, memberikan pula dorongan kepada peserta didik untuk mengembangkan rasa ingin tahu, kebiasaan membaca dan belajar. Dengan konten kurikulum seperti itu, juga akan menjadikan peserta didik manusia yang mampu mengembangkan segala potensi kemanusiaannya dan bukan mesin penghafal pengetahuan.

Dapat dikatakan perubahan ide kurikulum yang terjadi pada kurikulum SMP Gaya Baru terkait dengan pengaruh aspek politik dan juga berkenaan dengan aspek akademis ide kurikulum. Penciutan pengertian konten kurikulum hanya pada aspek pengetahuan menyebabkan desain dan organisasi konten kurikulum menjadi terbatas pada desain kurikulum akademik dan organisasi konten yang teoritik keilmuan. Pengaruh lebih lanjut, akan terjadi pada pengertian hasil belajar yang terkerdilkan menjadi hafalan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap bukan pada perilaku yang didasarkan pada sikap yang harus dikembangkaan kurikulum maupun pada keterampilan dalam menerapkan berbagai prosedur, kemampuan memecahkan masalah, berkomunikasi, kebiasaan membaca, rasa ingin tahu, dan keterampilan belajar.

C. TUJUAN PENDIDIKAN SMP

Dalam Dokumen Rentjana Peladjaran SMP Gaya Baru, 1964 disebutkan tujuan pendidikan SMP sebagai berikut:

Pendidikan di SMP harus menyiapkan anak-didik menjadi warga negara patriotik, manusia susila, bertanggung jawab, supaya menjadi potensi pembangunan masyarakat Sosialis Indonesia, masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dasar idiologis tujuan pendidikan di atas adalah bahwa “pendidikan harus berazaskan Pancasila dengan pelengkapnya Manipol” (Dokumen Rentjana Pelajaran SMP Gaya Baru, 1964). Revolusi masih dianggap belum selesai, dan dalam suasana yang demikian maka tujuan pendidikan sebagaimana yang dirumuskan merupakan suatu yang sangat beralasan.

Page 80: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 64 -

D. STRUKTUR RENCANA PELAJARAN SMP GAYA BARU (1964)

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, mata pelajaran dalam kurikulum SMP Gaya Baru dikelompokkan berdasarkan kelompok ranah wardhana yang terdapat pada Panca Wardhana kecuali kesehatan jasmani yang disatukan dalam kelompok dasar atau cinta bangsa tanah air, moral nasional/ internasional/keagamaan. Sesuai dengan Panca Wardhana, selain kelompok Dasar dikenal adanya kelompok Cipta dan kelompok Krida. Kelompok Cipta merupakan kelompok paling besar baik dalam pengertian jumlah mata pelajaran maupun dalam beban belajar. Kelompok Dasar merupakan kelompok kedua terbesar, sedangkan kelompok krida adalah kelompok yang memiliki mata pelajaran tunggal.

Selengkapnya, struktur dan pesebaran mata pelajaran serta beban belajar kurikulum SMP Gaya Baru tertera pada tabel 6.1 berikut:

Tabel 6.1: Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Gaya Baru

Kelompok Mata Pelajaran Kelas dan JamPelajaran

I II III

A

Kelompok Dasar

Civics 2 2 2

Bahasa Indonesia 5 5 5

Sejarah Kebangsaan 1 1 1

Ilmu Bumi Indonesia 1 1 1

Pendidikan Agama/Budi Pekerti 2 2 2

Pendidikan Jasmani/Kesehatan 2 2 2

SubJumlah 13 13 12

B

Kelompok Cipta

C

Kelompok Rasa/Karya

Bahasa Daerah 2 2 2

Bahasa Inggris 4 4 4

Ilmu Aljabar 3 3 3

Ilmu Ukur 3 3 3

Ilmu Alam 2 2 2

Ilmu Hayat 2 2 2

Ilmu Bumi Dunia 1 1 1

Sejarah Dunia 1 1 1

Ilmu Administrasi 1 1 1

SubJumlah 19 19 19

Menggambar 2 2 2

Kesenian 1 1 1

Prakarya 2 2 2

Kesejahteraan Keluarga 1 1 1

SubJumlah 6 6 6

D Krida

Krida 2 2 2

Jumlah 40 40 40

Orientasi kurikulum yang kuat pada kepentingan politik telah menyebabkan kurikulum tidak mampu mengembangkan berbagai prinsip pendidikan dasar dan telah digunakan serta dikembangkan dalam kurikulum sebelumnya (Rencana Pelajaran SMP 1954). Keterkaitan antar materi pelajaran, terutama materi kelompok keterampilan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain sudah tidak lagi menjadi pendekatan yang digunakan dalam kurikulum SMP 1962. Materi suatu mata pelajaran dirancang hanya

Page 81: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 65 -

untuk mata pelajaran tersebut dan tidak dikaitkan dengan mata pelajaran lainnya.

Pendekatan konten kurikulum suatu mata pelajaran yang khusus dan terpisah dari mata pelajaran lainnya yang dilakukan kurikulum SMP 1962 menjadi paradigm tersendiri dalam sejarah pengembangan kurikulum SMP. Pendekatan yang demikian dianggap sebagai pendekatan terbaik oleh banyak para ahli ilmu pengetahuan (Tanner dan Tanner, 1980; Unruh dan Unruh, 1984). Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir intelektual dan kemampuan berpikir rasional. Kedua kemampuan ini hanya dapat dikembangkan melalui pendidikan disiplin ilmu, karena disiplin ilmu dianggap memiliki cara berpikir intelektual yang rasional dan sistematis. Disiplin ilmu pula yang dapat membebaskan orang dari cara berpikir dan orientasi berpikir yang tidak logis.

Filosofi esensialisme yang menyatakan bahwa pendidikan disiplin ilmu ,dalam dunia pendidikan harus dilaksanakan sesuai dengan hakikat ilmu itu sendiri. Nama mata pelajaran pun harus disesuaikan dengan nama disiplin ilmu. Penggabungan beberapa disiplin ilmu menjadi nama satu mata pelajaran sangat ditentang oleh filosofi esensialisme walaupun diperkenankan oleh filosofi perenialisme. Nama-nama mata pelajaran yang terdapat dalam Kurikulum SMP 1962, seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu aljabar, ilmu alam, ilmu hayat dan sebagainya jelas menunjukkan orientasi kurikulum pada filosofi esensialisme.

Pengaruh politik yang kuat terlihat pada mata pelajaran kelompok dasar terutama mata pelajaran civics, sejarah, dan ilmu bumi. Untuk mata pelajaran Civics peserta didik mempelajari berbagai pidato Presiden, manusia sosialisme Indonesia, Manipol, revolusi Indonesia termasuk musuh-musuh revolusi. Materi mata pelajaran sejarah berkewajiban untuk “mewujudkan dan memperteguh cita-cita revolusi bangsa Indonesia. Karenanya, pengajaran Sejarah Kebangsaan haruslah (a) Proklamasi- sentris dan (b) ber-eskatologi masyarakat sosialis Indonesia. Dalam kewajiban untuk mewujudkan dan memperteguh cita-cita revolusi Indonesia, materi pelajaran ilmu bumi Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat sosialisme Indonesia.

Page 82: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 66 -

BAB VII

KURIKULUM SMP PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU

(1967 – 1994)

A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Pemerintahan Orde Baru merupakan masa yang ditandai oleh berbagai kebijakan pendidikan yang disesuaikan dengan tuntutan politik Orde Baru yang anti komunisme. Termasuk perkembangan dalam teori belajar yang menekankan pada kegiatan siswa yang aktif dalam belajar, pendekatan kurikulum yang digabungkan dengan model desain instruksional. Perkembangan politik dan akademik yang demikian menghasilkan berbagai kurikulum selama masa hampir 30 tahun Indonesia merdeka. Dimulai dengan kurikulum 1968 sebagai kurikulum yang dirancang untuk mengikis pengaruh komunisme dalam dunia pendidikan dan merupakan awal penggunaan istilah kurikulum dalam dunia pendidikan Indonesia, dilanjutkan dengan kurikulum 1975 yang merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang secara resmi memperkenalkan istilah pendekatan “integrated curriculum” yang melahirkan mata pelajaran IPA sebagai pengganti kelompok Ilmu Alam dan mata pelajaran IPS yang menggantikan mata pelajaran Pengetahuan Sosial dalam Rencana Pelajaran 1954.

Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, Kurikulum 1975 digantikan dengan Kurikulum 1984 yang menggunakan model kurikulum yang sama dengan kurikulum SMP sebelumnya, tetapi mengalami perubahan pada kurikulum SMA di mana pendekatan “discrete disciplinary approach” diperkenalkan kembali. Sepuluh tahun kemudian, yakni pada tahun 1994, kurikulum SMP diganti dengan kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum 1994. Beberapa perubahan dalam pendekatan kurikulum terjadi, tetapi masih menyisakan berbagai masalah terkait dengan organisasi konten kurikulum yang menggunakan pendekatan integrated dan posisi pendidikan keterampilan (skills) masih belum mendapatkan tempat yang sesuai dengan karakteristik materi keterampilan yang bersifat “developmental”. Demikian pula halnya dengan materi yang termasuk kategori nilai/sikap masih belum berhasil dikembangkan sesuai dengan hakikat nilai/sikap yang juga termasuk kelompok “developmental content”.

Page 83: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 67 -

Dalam kurun waktu lebih kurang 30 tahun, Pemerintahan Orde Baru telah berhasil mengembangkan 4 kurikulum untuk SMP dan sekolah lainnya. Keempat kurikulum tersebut, yaitu Kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994. Hampir menjadi tradisi bahwa setiap 10 tahun terjadi perubahan kurikulum. Kenyataan semacam itu dapat dikatakan sebagai suatu kejadian yang berlangsung sampai berakhirnya Pemerintahan Orde Baru. Upaya untuk menjadikan kurikulum responsi terhadap perkembangan kehidupan mayarakat di bidang sosial-budaya-politik-ilmu-teknologi-seni-ekonomi menyebabkan rentang waktu sepuluh tahun merupakan masa yang cukup panjang untuk menjawab tantangan perkembangan kehidupan masyarakat.

Dilihat dari ruang lingkup pengembangan kurikulum (curriculum development) yang meliputi pengembangan ide dan rancangan pembelajaran (curriculum construction) yang terwujud dalam bentuk dokumen kurikulum, sosialisasi dan implementasi kurikulum (curriculum implementation) serta evaluasi kurikulum (curriculum evaluation) maka sangat adekuat untuk dikatakan bahwa tidak keseluruhan pekerjaan pengembangan kurikulum tersebut dapat terlaksana. Implementasi kurikulum yang merupakan pekerjaan yang rumit dan memerlukan strategi implementasi yang harus meliputi keragaman kualitas dan kesiapan sekolah merupakan aspek pengembangan yang sangat terabaikan. Seperti halnya dengan implementasi, pekerjaan evaluasi kurikulum yang sistematis dan terus-menerus (kontinyu) memberikan informasi baik kepada pengembangan kurikulum ketika dokumen disiapkan apalagi pada waktu implementasi merupakan dimensi pekerjaan pengembangan kurikulum yang tidak terlaksana sebagaimana seharusnya. waktu sepuluh tahun untuk perubahan kurikulum terasa amat singkat. Berdasarkan laporan yang tersedia terjadi suatu kenyataan yang cukup memperihatinkan karena belum lagi suatu rancangan kurikulum (dokumen) terlaksana maka sekolah sudah harus melaksanakan kurikulum baru yang nota bene tidak juga mampu mereka laksanakan. Kelemahan dalam sosialisasi dan pelatihan yang harus diterima guru dalam pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan melaksanakan kurikulum menyebabkan mereka berada dalam posisi yang tidak siap melaksanakan kurikulum baru.

Selain faktor politik, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap perubahan kurikulum pada masa itu adalah perkembangan dalam berbagai teori belajar, model dan orientasi kurikulum, serta kemajuan dalam teknologi yang berdampak pada aplikasinya dalam dunia pendidikan membawa berbagai pemikiran baru dalam kurikulum. Inovasi berbagai aspek kurikulum dilakukan dalam setiap perubahan kurikulum tersebut terutama sejak Kurikulum 1975. Oleh karena itu, pada masa Pemerintahan Orde Baru merupakan masa yang sangat mendasar dalam sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia bukan saja dilihat dari banyaknya kurikulum yang

Page 84: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 68 -

dihasilkan pada waktu itu, melainkan dari pemikiran-pemikiran baru pendidikan yang diperkenalkan dalam setiap kurikulum. Pada masa itu, dapat dikatakan Indonesia mengalami dinamika pengembangan kurikulum yang cukup signifikan dalam menjawab perkembangan masyarakat walaupun ada jurang yang cukup luas antara pemikiran kependidikan yang dikembangkan para pengembang kurikulum dengan pengelola dan pelaksana kurikulum. Kesenjangan yang demikian memang disayangkan dan menyebabkan pengurangan nilai responsif para pemikir kurikulum.

B. KURIKULUM SMP 1968

Perkembangan kehidupan politik dan ketatanegaraan Indonesia pada tahun 1968 sudah mulai membaik, pemerintahan sudah mulai stabil walau bahaya komunis masih dianggap pemerintah dan rakyat masih sebagai bahaya “latent”. Upaya penumpasan gerakan yang secara resmi dikenal dengan nama G.30.S/PKI dianggap sudah dianggap mencapai titik yang dapat memberikan peluang bagi bangsa untuk memikirkan berbagai hal yang terkait dengan berbagai aspek kehidupan lain di luar keamanan. Dalam penataan kehidupan kebangsaan, pendidikan dianggap menjadi ujung tombak untuk mengikis pengaruh dan penyebaran paham komunisme. Generasi muda harus mendapatkan perlindungan dari ancaman bahaya “latent” komunisme. Untuk itu, Pemerintah mengeluarkan kurikulum baru untuk SMP yang dikenal dengan nama Kurikulum SMP 1968 sebagai pengganti Kurikulum SMP 1964. Kurikulum SMP 1968 dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

1. Perkembangan Kebijakan Pendidikan

Perubahan politik yang mendasar terjadi pada tahun 1965 terutama diakibatkan oleh peristiwa yang dikenal dengan nama Pemberontakan G30S/PKI. Peralihan kekuasaan dari pemerintah Presiden Soekarno kepada mandataris Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) kepada Major Jenderal Soeharto dan kemudian pengangkatan beliau sebagai presiden Republik Indonesia oleh MPRS mengubah banyak kebijakan pendidikan masa sebelumnya. Ajaran Manipol dan ajaran komunis dilarang. Dengan demikian, kurikulum sekolah harus bebas dari upaya memperkenalkan dan menyebarkan ajaran-ajaran tersebut. Pada tahun 1966, MPRS mengeluarkan ketetapan TAP XXVII/MPRS/1966. Dalam TAP tersebut dinyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk ”menghasilkan manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945”.

Page 85: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 69 -

Dengan adanya ketetapan tersebut maka arah dan tujuan pendidikan Indonesia berubah dari menghasilkan ”manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis” menjadi manusia Pancasila sejati. Perubahan ini sangat fundamental dilihat dari pandangan pendidikan karena tujuan pendidikan sebelumnya adalah untuk menghasilkan manusia revolusioner berdasarkan ajaran MANIPOL-USDEK sedangkan tujuan yang ditetapkan oleh MPRS adalah untuk mengikis tujuan tersebut. TAP MPRS ini memang merupakan manifestasi adanya pengaruh politik yang kuat sebagai reaksi pengaruh politik Orde Lama. Meskipun demikian, haruslah diingat bahwa pengaruh politik terhadap pendidikan bukan merupakan sesuatu yang unik dan ekslusif Indonesia, tetapi sesuatu yang terjadi di berbagai negara di dunia. Perubahan politik yang terjadi sangat fundamental dan dapat dianggap sebagai suatu tuntutan kebutuhan masyarakat (politik) yang baru. Oleh karena itu, perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang tak terhindarkan.

2. Struktur dan Mata Pelajaran Kurikulum SMP 1968

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, MPRS menetapkan perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia dengan menghapus pendidikan tentang Manipol-Usdek dari kurikulum sekolah. TAP MPRS Nomor XXVII Tahun 1966, Bab II, Pasal 4 menetapkan isi pendidikan sebagai berikut.

(1) Mempertinggi mental modal budi pekerti dan memperkuat keyakinan

beragama; (2) Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan; (3) Membina/memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Isi pendidikan di atas dapat dianggap sebagai rincian dari manusia Pancasila sejati yang dinyatakan sebagai tujuan pendidikan Indonesia dan dinyatakan dalam Pasal 3, pada Bab II dari TAP MPRS tersebut. Berdasarkan TAP MPRS itu, maka disusunlah kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum 1968 menggantikan Kurikulum 1964. Dalam sejarah kurikulum di Indonesia, Kurikulum 1964 dapat dikatakan sebagai kurikulum yang paling singkat masa berlakunya.

Struktur Kurikulum SMP 1968 berbeda dari Kurikulum SMP Gaya Baru (1962) atau pun dari Kurikulum SMP 1954. Struktur Kurikulum SMP 1968 lebih sederhana dibandingkan kedua kurikulum yang mendahuluinya. Struktur Kurikulum SMP 1968 terdiri atas Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila, Kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar, dan Kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus. Adanya kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila disesuaikan dengan tujuan pendidikan ”menghasilkan manusia Pancasila sejati” yang telah ditetapkan oleh MPRS, menggantikan Kelompok Dasar

Page 86: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 70 -

yang ditetapkan dalam Kurikulum SMP Gaya Baru. Jumlah mata pelajaran dalam kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila lebih sedikit dibandingkan jumlah mata pelajaran Kelompok Dasar Kurikulum SMP Gaya Baru. Demikian pula dengan beban belajar untuk kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila lebih sedikit, yakni 11 jam dibandingkan 13 jam pada kelompok Dasar Kurikulum SMP Gaya Baru. Mata Pelajaran Sejarah Kebangsaan dan Ilmu Bumi Indonesia dihilangkan dari kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila. Sementara itu, mata pelajaran Civics (Kewargaan Negara) diganti oleh Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya terdapat unsur Sejarah Indonesia, Ideologi Negara Pancasila, Politik dan Tata Hukum Indonesia.

Kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar merupakan kelompok mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dasar dalam bahasa, ilmu pasti, ilmu alam, dan pengetahuan sosial. Kelompok ini menjadi dasar bagi mereka yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (SMA) dan dasar berbagai keterampilan yang diperlukan masyarakat. Pada kelompok ketiga, yakni Kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus merupakan kelompok untuk mengembangkan kecakapan khusus yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja tertentu, sekaligus juga untuk mengembangkan minat seseorang yang dapat digunakan dalam mengembangkan pekerjaan yang lepas dari “formal vocation” di pemerintah mau pun swasta. Pada dasarnya, Kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus dalam Kurikulum SMP 1968 mirip atau bahkan dapat dikatakan sama dengan kelompok Rasa/Karsa dalam Kurikulum SMP Gaya Baru.

Sebagaimana dengan kurikulum Kurikulum SMP Gaya Baru, Kurikulum SMP 1968 tidak mengenal adanya penjurusan pada kelas III SMP. Pendidikan SMP adalah pendidikan umum dan oleh karenanya kurikulum SMP tidak perlu menyiapkan peserta didik dalam spesialisasi pendidikan keilmuan (disiplin ilmu) yang khusus. Pandangan bahwa pendidikan di SMP merupakan bagian dari pendidikan umum bagi banga Indonesia dianut sampai sekarang, bahkan diperkuat posisinya dalam program Wajib Belajar 9 Tahun (WAJAR 9 Tahun) yang dicanangkan Pemerintah sejak 1984.

Tabel 7.1. menggambarkan keseluruhan struktur kurikulum, mata pelajaran, beban belajar serta distribusinya untuk setiap kelas. Sebagaimana kurikulum sebelumnya, masa belajar belajar satu tahun akademik dibagi dalam kuartal dan beban belajar untuk setiap kuartal sama. Distribusi beban belajar nantinya berbeda ketika sistem semester digunakan menggantikan sistem kuartal.

Page 87: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 71 -

Tabel 7.1: Struktur dan Mata Pelajaran Rencana Pelajaran SMP Tahun 1968

KELOMPOK MATA PELAJARAN KELAS

I II III

A Pembinaan Jiwa

Pancasila

1. Pendidikan Agama 3 3 3

2. Pendidikan Kewargaan Negara 3 3 3

3. Bahasa Indonesia (I) 3 3 3

4. Olahraga 2 2 2

SubJumlah 11 11 11

B Pembinaan

Pengetahuan Dasar

1. Bahasa Indonesia (II) 2 2 2

2. Bahasa Daerah 2 2 2

3. Bahasa Inggris 3 3 3

4. Ilmu Aljabar 3 3 3

5. Ilmu Ukur 3 3 3

6. Ilmu Alam 3 3 3

7. Ilmu Hayat 2 2 2

8. Ilmu Bumi 2 2 2

9. Sejarah 2 2 2

10.Menggambar 2 2 2

SubJumlah 24 24 24

C Pembinaan Kecakapan

Khusus

1. Administrasi 1 1 1

2. Kesenian 2 2 2

3. Prakarya 2 2 2

4. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1 1 1

SubJumlah 6 6 6

Jumlah 41 41 41

Jumlah mata pelajaran dalam Kurikulum SMP 1968 sebanyak 18 lebih sedikit dibandingkan dengan kurikulum SMP Gaya Baru sejumlah 19. Perbedaan jumlah satu mata pelajaran tidak menyebabkan beban belajar peerta didik berkurang. Pada kurikulum SMP Gaya Baru jumlah beban belajar keseluruhan peserta didik 40 jam seminggu sedangkan dalam kurikulum SMP 1968 dengan jumlah mata pelajaran lebih sedikit tetapi jumlah jam belajar lebih banyak, yakni 41 jam/minggu. Penambahan jam pelajaran terjadi dengan memberikan porsi jam belajar yang lebih banyak pada Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewargaan Negara, masing-masing dari 2 jam menjadi 3 jam.

Dalam kelompok kedua, penambahan jam belajar terjadi pada mata pelajaran bahasa Inggris dan Ilmu Alam, masing-masing satu jam pelajaran. Sedangkan mata pelajaran lain tidak bertambah atau pun tidak berkurang. Organisasi konten yang dinamakan mata pelajaran pun berubah, terutama untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, Sejarah, dan Ilmu Bumi. Mata pelajaran Bahasa Indonesia yang semula terdiri atas satu mata pelajaran dalam kurikulum SMP Gaya Baru, dalam kurikulum SMP 1968 dipecah menjadi 2, yaitu bahasa Indonesia I dan bahasa Indonesia II dan keduanya ditempatkan dalam kelompok yang berbeda. Bahasa Indonesia I masuk dalam kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila sedangkan Bahasa Indonesia II masuk dalam kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar.

Berbeda dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran Sejarah dan Ilmu Bumi yang dalam kurikulum SMP Gaya Baru terpisah dalam dua

Page 88: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 72 -

mata pelajaran, dalam kurikulum SMP 1968 masing-masing dijadikan satu mata pelajaran. Mata Pelajaran Sejarah Kebangsaan dan Sejarah Dunia digabungkan menjadi mata pelajaran Sejarah. Mata pelajaran Ilmu Bumi Indonesia dan Ilmu Bumi Dunia digabungkan menjadi satu dengan nama mata pelajaran Ilmu Bumi. Penggabungan kedua mata pelajaran tersebut tidak mengubah jam pelajaran karena jika sebelumnya terdiri atas 1 jam masing-masing untuk Sejarah Kebangsaan dan Sejaarah Dunia sekarang menjadi 2 jam pelajaran untuk mata pelajaran Sejarah. Demikian pula dengan mata pelajaran Ilmu Bumi Indonesia yang digabungkan dengan Ilmu Bumi Dunia menjadi Ilmu Bumi dengan jam belajar yang juga digabungkan sehingga menjadi 2 jam pelajaran.

Perbedaan lain untuk kedua mata pelajaran tersebut, yaitu penempatannya dalam kelompok. Dalam kurikulum SMP Gaya Baru mata pelajaran Sejarah Kebangsaan dan Ilmu Bumi Indonesia dimasukkan kedalam kelompok Dasar sedangkan Sejarah Dunia dan Ilmu Bumi Dunia dalam kelompok Cipta. Setelah digabungkan mata pelajaran Sejarah dan Ilmu Bumi masuk dalam kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar. Hal ini mencerminkan adanya pemikiran kurikulum yang berbeda antara pengembang kurikulum SMP Gaya Baru dengan SMP 1968.

Ide pengembang kurikulum SMP 1968 tidak lagi memandang mata pelajaran Sejarah Kebangsaan dan mata pelajaran Ilmu Bumi Indonesia sebagai bagian dari dasar pembentukan kebangsaan atau Jiwa Pancasila. Tampaknya penggabungan itu didasarkan atas pemikiran bahwa materi Sejarah Kebangsaan dan Ilmu Bumi Indonesia tidak berbeda dari materi Sejarah Dunia dan Ilmu Bumi Dunia yakni merupakan bagian dari pendidikan akademik. Karenanya, materi masing-masing kedua mata pelajaran tersebut dapat digabungkan dan fungsinya menjadi mata pelajaran akademik semata. Pengembang kurikulum SMP 1968 mungkin saja lupa bahwa persyaratan untuk menjadi warga negara Indonesia adalah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai sejarah nasional, ilmu bumi (geografi) Indonesia, bahasa Indonesia dan ideologi negara. Karena itu, materi Sejarah Kebangsaan (nasional) dan Ilmu Bumi Indonesia menjadi materi kajian akademik tampaknya merupakan persyaratan warga negara tersebut. Tentu saja, orang dapat berargumentasi bahwa yang terpenting adalah peserta didik dapat mempelajari dan memiliki pengetahuan mengenai materi sejarah kebangsaan dan Ilmu Bumi Indonesia bagaimana pun keduanya diorganisasikan dan ditempatkan dalam struktur kurikulum. Pandangan demikian melemahkan makna dan fungsi dari kelompok mata pelajaran dalam struktur kurikulum karena pembagian mata pelajaran dalam kelompok tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai tujuan dan fungsi struktur yang ada.

Page 89: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 73 -

Perubahan kelompok terjadi dengan mata pelajaran Ilmu Administrasi yang dalam kurikulum SMP Gaya Baru masuk kedalam kelompok Cipta sedangkan dalam kurikulum SMP 1968 dimasukkan kedalam kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus. Berbeda dari mata pelajaran Sejarah dan Ilmu Bumi, perubahan kelompok menyebabkan nama mata pelajaran pun berbeda, yaitu dari Ilmu Administrasi yang masuk kelompok Cipta menjadi Administrasi yang masuk kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus. Dalam hal ini, perubahan kelompok tidak menimbulkan permasalahan dalam struktur kurikulum karena materi pelajaran administrasi sebagai ilmu berbeda dari materi pelajaran administrasi sebagai keterampilan.

C. KURIKULUM SMP 1975

Kurikulum 1968 dianggap sudah mulai tidak sesuai dengan kebutuhan bangsa dan masyarakat Indonesia. Perkembangan kehidupan politik, sosial, budaya, teknologi dan terutama ekonomi dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kurikulum yang ada. Sementara itu, keberadaan lembaga resmi di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sudah dimunculkan yaitu adanya Badan Pengembangan Pendidikan, di mana ada bagian Pengembangan Kurikulum memberikan arah pengembangan kurikulum menjdi lebih fokus, sistematis, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan terutama kurikulum. Pakar yang belajar khusus tentang kurikulum menambah kekuatan bangsa Indonesia dalam memikirkan kurikulum lebih serius. Pada tahun 1975 Pemerintah mensyahkan kurikulum baru untuk SMP yang diberi nama Kurikulum SMP 1975.

Hasil kajian penilaian telah menunjukkan bahwa kualitas tamatan SMP sebagaimana yang dikembangkan dalam Kurikulum SMP 1968 sudah dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Masyarakat menghendaki tamatan SMP yang mampu belajar aktif, menjadi manusia yang mampu mencari, mengolah, dan mengembangkan pengetahuan baru. Untuk itu, peserta didik tidak lagi menjadi orang yang pasif menerima berbagai informasi yang disajikan guru dan buku, teks tetapi harus menjadi subjek yang mampu membelajarkan dirinya dengan cara belajar aktif.

Untuk mendukung posisi peserta didik sebagai subjek dalam belajar berbagai inovasi pendidikan telah dikembangkan. Inovasi dalam proses pembelajaran yang mengarah pada pendekatan teknologi pembelajaran yang terencana, terarah dan jelas memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menguasai pengetahuan, kemampuan, nilai, dan sikap yang harus mereka miliki. Inovasi pembelajaran dengan menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dianggap lebih efisien dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, Pemerintah telah menyelesaikan penulisan buku-buku pelajaran yang memerlukan kurikulum

Page 90: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 74 -

baru karena berbagai pokok bahasan dan informasi baru yang telah terdapat pada buku-buku tersebut.

1. Perkembangan Kebijakan Pendidikan

Perubahan dalam tujuan pendidikan pada masa pemerintahan Orde Baru terus berlanjut. Dapat dikatakan hampir setiap sidang MPR lima tahunan menghasilkan tujuan pendidikan baru. Dalam Sidang Umum MPRS pada Tahun 1973 MPRS menghasilkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1973 mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam bagian mengenai Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pembinaan Generasi Muda dinyatakan bahwa “pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.” (Dokumen TAP

MPRS No. IV Tahun 1973; Gunawan, 1986: 52).

Istilah manusia Pancasila sejati tidak lagi digunakan. Situasi politik pada tahun 1973 kiranya sudah lebih stabil dibandingkan tahun 1966 dalam menangkal pengaruh negatif paham dan gerakan komunis di Indonesia. Oleh karena itu, kata-kata Pancasila sejati dalam tujuan pendidikan tidak perlu dinyatakan secara ekspilisit. Sebagai gantinya, jargon politik yang populer pada waktu itu adalah manusia pembangunan. Semua kegiatan diarahkan untuk pembangunan dan suasana pembangunan fisik dan non fisik mendominasi kehidupan kebangsaan. Pembentukan manusia pembangunan sesuai dengan kebijakan politik pada waktu itu yang menempatkan pembangunan sebagai jargon politik penting dalam kehidupan bangsa. Sesuai dengan arah pembangunan bangsa maka pendidikan sebagai salah satu upaya pembangunan bangsa harus menghasilkan manusia sesuai dengan ciri kehidupan bangsa pada waktu itu.

Perubahan lain yang cukup menonjol dari rumusan tujuan dalam TAP MPRS IV Tahun 1973 dibandingkan TAP MPR sebelumnya adalah pada TAP MPRS IV Tahun 1973 posisi pengetahuan dan keterampilan cukup penting dibandingkan rumusan TAP MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966. Penempatan posisi pengetahuan dan keterampilan memang sudah sewajarnya karena merupakan suatu kenyataan yang tak dapat disangkal bahwa manusia memang tidak mungkin hidup tanpa ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam TAP MPRS IV Tahun 1973 memperlihatkan tugas pendidikan yang cukup mendasar untuk mengembangkan potensi peserta didik di berbagai bidang untuk menjadi

Page 91: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 75 -

manusia yang “sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreaktivitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.”

Tujuan yang dirumuskan TAP MPRS Nomor IV Tahun 1973 manusia Indonesia adalah manusia yang selain sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan tetapi memiliki pula berbagai kualitas afektif yang masih tetap aktual untuk masa kini. Sikap demokrasi dan tanggung jawab adalah sesuatu yang masih diperlukan hingga saat kini dan untuk masa panjang selama negara Indonesia dan bangsa Indonesia menegakkan kehidupan kebangsaannya atas dasar demokrasi, sesuatu yang tidak saja dominan melainkan juga menjadi alternatif terbaik dalam kehidupan kebangsaan. Cara merumuskan yang memberikan keseimbangan antara kemampuan kognitif dan afektif (demokrasi dan bertanggung jawab) digunakan pula dalam rumusan berikutnya. Kualitas kognitif, yaitu kecerdasan yang tinggi diseimbangkan dengan kualitas afektif, yakni budi pekerti yang luhur. Prinsip keseimbangan digunakan pula dalam rumusan mengenai usaha pendidikan untuk menghasilkan manusia yang mencintai bangsanya dan juga sesama manusia untuk tidak menimbulkan sikap chauvinistis atau nasionalisme yang sempit.

Untuk merealisasikan tujuan pendidikan sebagaimana telah dirumuskan dalam TAP MPRS Nomor IV Tahun 1973 telah pula ditetapkan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai pengganti Civics atau Kewargaan Negara pada kurikulum sebelumnya. Pada bagian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Tenologi dan Pembinaan Generasi Muda butir 2 TAP MPRS tersebut dirumuskan arah bagi kurikulum Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA). Pada butir itu, dirumuskan sebagai berikut: “untuk mencapai cita-cita tersebut maka kurikulum di semua tingkat pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur unsur yang cukup untuk meneruskan Jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada Generasi Muda”. Kedudukan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai mata pelajaran wajib berlaku sampai kini walaupun nama mata pelajaran tersebut mengalami perubahan beberapa kali, disesuaikan dengan TAP-TAP MPR pada masa berikutnya.

Di samping perubahan politik, terutama dalam keputusan mengenai tujuan pendidikan nasional terjadi pula berbagai pemikiran baru tentang kurikulum. Kehadiran beberapa sarjana yang memfokuskan dirinya pada bidang pengembangan kurikulum dan bidang studi kurikulum memperkenalkan berbagai pemikiran baru untuk kurikulum 1975. Berbagai

Page 92: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 76 -

teori dan pemikiran mengenai pengembangan kurikulum (curriculum development) yang mereka pelajari dan dianggap bermanfaat bagi dunia pendidikan Indonesia mereka aplikasikan dalam pekerjaan pengembangan Kurikulum 1975. Mereka memperkenalkan pikiran inovatif mengenai desain kurikulum, posisi peserta didik dalam belajar, proses pembelajaran, dan evaluasi atau asesmen hasil belajar. Desain kurikulum yang mengarah pada model pendekatan tujuan menghasilkan struktur tujuan lebih jelas dan keterkaitan antara berbagai jenjang tujuan dinyatakan secara eksplisit. Jika dalam Kurikulum SMP 1954 tujuan setiap mata pelajaran dirumuskan terpisah dari materi yang dipelajari maka pada Kurikulum 1975 SMP dirumuskan dalam sebuah matriks sehingga jelas keterkaitan antara tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Selain itu, Kurikulum 1975 SMP memperlihatkan keterkaitan yang jelas antara Tujuan Kurikuler, Tujuan Instruksional Umum, materi, metode, dan penilaian hasil belajar Kurikulum sebelumnya tidak memperlihatkan keterkaitan berbagai komponen itu dalam satu matriks.

Pemikiran inovatif yang juga dikembangkan pada Kurikulum 1975 SMP adalah adanya penjelasan mengenai berbagai hal yang dianggap inovatif atau pun yang merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Di antara pikiran-pikiran itu penggunaan model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dan sistem penilaian yang berkelanjutan merupakan aspek inovasi, pedoman pelaksanaan kurikulum banyak berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum berikutnya. Sebagian dari pemikiran inovatif, yakni pengunaan filosofi perenialisme masih dipertahankan untuk jenjang pendidikaan dasar, sedangkan penerapan filosofi perenialisme untuk kurikulum SMA mendapatkan tantangan politis yang kuat sehingga pada tahun 1984 Kurikulum SMA kembali dikembangkan berdasarkan filosofi esensialisme sampai hari ini.

Tentang tujuan, Kurikulum 1975 menggunakan pendekatan hierarkis antara tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan institusional, tujuan pendidikan kurikuler, tujuan pendidikan instruksional umum (TIU), dan tujuan pendidikan instruksional khusus (TIK). Keterkaitan antartujuan tersebut masih berlangsung hingga kurikulum 1994 dan menjadi petunjuk kuat mengenai keterkaitan antara apa yang dikehendaki bangsa Indonesia dengan apa yang dikembangkan kurikulum. Secara diagramatik keterkaitan itu digambarkan pada gambar 2 berikut.

Page 93: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 77 -

Gambar 2: Heirarki Tujuan Pendidikan

Di bawah setiap TIU terdapat sejumlah TIK yang harus dirumuskan guru. Hirarki keterkaitan tujuan pendidikan tersebut berdasarkan asumsi bahwa apabila tujuan pendidikan di bawah dirumuskan dengan benar dan tercapai maka tujuan pendidikan di atasnya akan tercapai. Artinya, jika kualitas hasil belajar yang dirumuskan guru dalam TIK tercapai maka TIU yang menjadi dasar pengembangan TIK tersebut diasumsikan tercapai. Jika berbagai kualitas hasil belajar yang dirumuskan dalam berbagai TIU tercapai maka Tujuan Kurikuler untuk bidang studi tersebut tercapai. Jika kualitas hasil belajar yang dirumuskan dalam berbagai Tujuan Kurikuler dimiliki peserta didik maka tamatan SMP akan memiliki kualitas hasil belajar yang dirumuskan dalam Tujuan Institusional (SMP) tersebut. Apabila semua tujuan institusional semua lembaga pendidikan tercapai maka kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional tercapai pula.

TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

TUJUAN INSTITUSIONAL (LEMBAGA)

TUJUAN

KURIKULER

TUJUAN

KURIKULER

TUJUAN

KURIKULER

TIU TIU TIU TIU TIU TIU

Page 94: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 78 -

2. Tujuan Institusional SMP

Dalam bab III Buku I Kurikulum 1975 SMP ditetapkan adanya Tujuan Umum dan Tujuan Khusus. Tujuan Umum menggambarkan tujuan pendidikan SMP yang terdiri atas tiga tujuan yang mencakup wewenang yang dimiliki seorang tamatan pendidikan SMP. Ketiga tujuan tersebut, ialah (1) menjadi “warganegara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin; (2) menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari hasil pendidikan di sekolah dasar; (3) dan memiliki bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan untuk terjun ke masyarakat”. Tujuan nomor satu jelas merupakan tujuan yang dirancang untuk menjadi kualitas peserta didik yang belajar dari kurikulum SMP sehingga kurikulum tersebut diharapkan mampu mengembangkan berbagai pengetahuan, keterampilan dan nilai untuk menjadi warga negara yang baik. Tujuan nomor dua menggambarkan keterkaitan antara kurikulum SD – SMP sehingga ketiga kualitas yang dirumuskan dalam tujuan pertama merupakan suatu upaya lanjutan dari apa yang sudah dikembangkan dalam kurikulum SD. Sedangkan tujuan ketiga menggambarkan apa yang dapat dilakukan peserta didik dari hasil yang dirumuskan pada tujuan pertama dan kedua, agar peserta didik dapat menggunakan kemampuan yang sudah dimiliki untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi atau menjadi anggota masyarakat yang memiliki keutuhan kemampuan serta sehat lahir-batin.

Tujuan khusus pendidikan SMP menjadi tujuan yang secara operasional harus terjamin ketercapaiannya dalam rancangan dokumen kurikulum, dalam proses implementasi kurikulum berupa kegiatan proses belajar-mengajar, dan terbukti dalam informasi yang dikumpulkan oleh asesmen hasil belajar dan bahkan evaluasi kurikulum. Tujuan khusus tersebut mencakup bidang pengetahuan, keterampilan, dan nilai. Ketiga ranah ini merupakan ranah penting karena pengetahuan adalah landasan untuk mengembangkan keterampilan (belajar, berpikir, kinestetik, estetika, kesehatan, kepemimpinan, dan vokasional), dan untuk mengembangkan nilai yang berkenaan dengan ideologi dan dasar hukum/filosofi negara, agama, kemanusiaan; sikap demokratis dan tenggang rasa, tanggung jawab, apresiasi budaya dan karya, percaya diri, rasa ingin tahu (minat), disiplin dan patuh, jujur, mandiri, berinisiatif, kreativitas, kritis, rasional, objektif, menghargai pekerjaan ; kebiasan hidup hemat, produktif, sehat dan berolahraga, dan menghargai waktu.

Dari tujuan khusus yang dirumuskan dalam Buku I Bab III Pasal 5 jelas menunjukkan bahwa pemahaman para pengembang kurikulum dalam berbagai teori tentang intelegensia, sikap dan nilai, serta tujuan. Rumusan tujuan khusus tersebut membedakan ranah pengetahuan dari kemampuan/keterampilan dan nilai. Pada masa belakangan para pelaksana

Page 95: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 79 -

kurikulum dan pembuat kebijakan dalam kurikulum tidak memberikan perhatian yang sungguh dalam mengembangkan ranah kemampuan/keterampilan serta sikap dan nilai tetapi hanya fokus pada pengembangan pengetahuan. Ranah kemampuan/keterampilan yang meliputi berbagai aspek inteleligensia yang lebih luas dibandingkan “multiple intelligences” Howard Gardner tidak mendapatkan perhatian dan pengembangan yang seharusnya. Ranah sikap dan nilai terabaikan dalam kadar yang sama dengan ranah kemampuan/keterampilan. Kedua ranah yang disebutkan belakangan, diperlakukan seperti ranah pengetahuan sehingga proses belajar dan materi pelajaran kedua ranah tersebut dikerdilkan menjadi ranah pengetahuan.

Keterampilan dan nilai serta sikap yang dikembangkan Kurikulum 1975 masih relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia masa kini dan masih relevan juga dengan kebijakan pendidikan Pemerintah akhir-akhir ini yang diterjemahkan dalam kebijakan pendidikan budaya dan karakter bangsa, belajar aktif, mandiri-kreatif dan kewirausahaan. Pelajaran yang muncul dari pengalaman Kurikulum 1975 SMP adalah kekurangan dalam perhatian dan kemampuan mengembangkan proses belajar yang dapat membangun kemampuan, sikap dan nilai yang telah dirumuskan sebagai tujuan menjadi perilaku peserta didik. Kelemahan dalam mengembangkan proses pembelajaran dan keterpurukan proses pembelajaran kemampuan (skills), sikap dan nilai menyebabkan pengembangan ranah keterampilan intelektual dan afektif tersebut menjadi pengembangan pengetahuan sehingga peserta didik mengenai apa yang dimaksudkan dengan berbagai keterampilan, sikap dan nilai yang dibahas di kelas namun, mereka tidak mampu melakukannya dalam perilaku keseharian mereka di sekolah dan masyarakat.

Kelemahan lain adalah dalam penilaian hasil belajar peserta didik yang sebagaimana halnya dalam proses pembelajaran terfokuskan dan terpuruk pada upaya mencari informasi tentang kemampuan peserta didik dalam ranah pengetahuan. Pengaruh dari asesmen hasil belajar yang terpuruk pada pengetahuan maka proses pembelajaran semakin memusatkan perhatiannya pada upaya pengembangan pengetahuan . Sayangnya, kelemahan ini berlanjut pada kurikulum SMP berikutnya. Kenyataan ini merupakan pelajaran terbaik agar bangsa ini tidak lagi dan lagi mengulang kesalahan yang sama.

3. Prinsip Dalam Pengembangan Kurikulum 1975 SMP

Prinsip yang digunakan dalam mengembangkan Kurikulum 1975 SMP adalah sebagai berikut:

- Prinsip fleksibilitas program

- Prinsip efisiensi dan efektivitas

Page 96: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 80 -

- Prinsip berorientasi pada tujuan

- Prinsip kontinuitas

- Prinsip pendidikan seumur hidup

Kelima prinsip tersebut digunakan dalam aspek pengembangan kurikulum yang berbeda. Prinsip fleksibilitas program memberikan kemungkinan bagi sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan keterampilan yang berbeda baik pendidikan keterampilan wajib mau pun pilihan. Sekolah harus menentukan proram pendidikan mana yang akan dikembangkan disesuaikan dengan fasilitas yang dimiliki sekolah dan kebutuhan masyarakat akan keterampilan yang ada pada program yang ditawarkan kurikulum. Sekolah harus menghindari kejenuhan yang terjadi di masyarakat akan kebutuhan suatu keterampilan tertentu sehingga peserta didik dapat memanfaatkan keterampilannya untuk mendapatkan pekerjaan.

Prinsip efisiensi dan efektivitas digunakan untuk memanfaatkan waktu yang tersedia di kelas dengan sebaik-baiknya dan kemampuan belajar peserta didik diukur dari beban tugas yang harus dilakukannya. Kurikulum mendesain agar proses belajar-mengajar di kelas tidak menghabiskan waktu belajar untuk menyalin materi pelajaran dari papan tulis. Penerapan prinsip efisiensi dan efektivitas kedua adalah dengan cara mengurangi jam belajar perminggu dari 42 jam menjadi 36 jam. Pengurangan jam belajar tersebut dilakukan dengan landasan pikiran bahwa jam belajar yang terlalu padat tidak memberikan peluang bagi peserta didik untuk mencernakan materi pelajaran dengan baik karena jenuh, dan memungkinkan peserta didik menggunakan waktu untuk mengembangkan kreativitas di luar kegiatan kelas.

Prinsip berorientasi pada tujuan digunakan untuk mengembangkan proses belajar-mengajar sehingga setiap guru dan peserta didik memahami apa yang akan mereka capai dengan materi pelajaran yang ada. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dan materi pelajaran maka guru harus dapat menentukan proses belajar yang paling efektif.

Prinsip kontinuitas dirancang dan dikembangkan dalam pengertian bahwa adanya kontinuitas antara apa yang sudah dipelajari di SD dengan apa yang dipelajari di SMP dan juga dasar untuk melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Prinsip ini merupakan prinsip kurikulum yang cukup penting yang sering diistilahkan dengan “vertical organization”. Kontinuitas dalam “vertical organization” tidak saja berkenaan dengan materi pengetahuan (knowledge) yang sudah dipelajari di sebuah jenjang pendidikan tetapi juga kontinuitas antara materi keterampilan (intelektual, emosional, sosial, psikomotorik) dan materi afekti (nilai dan sikap) dari kelas/sekolah ke kelas/sekolah yang lebih tinggi.

Page 97: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 81 -

Prinsip pendidikan seumur hidup menyatakan bahwa apa yang sudah dipelajari di sekolah dapat digunakan dan dikembangkan lebih lanjut ketika seseorang sudah tidak lagi belajar di jalur sekolah atau pun luar sekolah. Ia memiliki kemandirian untuk belajar terus bagi pengembangan kemampuan dan kepribadian dirinya. Sebetulnya untuk bisa belajar sepanjang hidup seseorang memerlukan keterampilan belajar, kebiasaan dan keterampilan membaca, rasa ingin tahu yang tinggi serta disiplin. Sayangnya, nilai-nilai ini yang juga dinyatakan dalam tujuan kurikulum tidak dikembangkan sebagaimana seharusnya. Tentu saja dengan demikian, belajar sepanjang hidup tidak tampak dalam realita kehidupan peserta didik di sekolah dan masyarakat.

4. Pikiran Pokok Kurikulum 1975

Pada tanggal 17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 008-D/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP dan dinamakan Kurikulum 1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya kurikulum tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1975 memberikan landasan baru bagi kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975 merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan Indonesia.

Dalam kegiatan pengembangan kurikulum 1975 pikiran teoritik dan prosedur pengembangan kurikulum modern dilaksanakan dalam pengembangan ide kurikulum, rancangan pembelajaran dan pedoman pelaksanaan. Ide kurikulum memuat landasan filosofis, teoritis dan model kurikulum dan sebenarnya adalah jawaban kependidikan Pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat sebagaimana yang dipersepsi oleh para pengambil keputusan dalam bidang pendidikan dan terjemahan dari kebijakan tersebut oleh para pengembang kurikulum secara teknis. Ide kurikulum tersebut dirancang sedemikian rupa dan ditulis dalam Buku I dokumen kurikulum yang dinamakan Ketentuan-ketentuan Pokok. Rancangan pembelajaran yang dinamakan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) untuk setiap mata pelajaran dikembangkan dalam Buku II. Untuk melaksanakan Kurikulum 1975 dikembangkan Pedoman Pelaksanaan Kurikulum berkenaan dengan hal khusus dan model satuan pelajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan, serta administrasi dan supervisi dalam Buku III. Model pengembangan dokumen kurikulum yang terdiri atas 3 buku ini nantinya dilanjutkan terus pada pengembangan

Page 98: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 82 -

kurikulum berikutnya dan baru berubah ketika kebijakan pendidikan memberikan wewenang pengembangan kurikulum kepada daerah dan sekolah.

Buku I Kurikulum 1975 memuat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 008-D/U/1975 tentang pikiran-pikiran pokok (curriculum ideas) dari Kurikulum 1975. Pikiran pokok tersebut berisikan ketentuan umum, dasar dan tujuan pendidikan , tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan SMP, susunan kurikulum (struktur kurikulum), susunan program pengajaran dan metode penyampaian, dan strategi implementasi yang dinyatakan dalam bagian lain-lain/penutup. Dalam bagian umum dirumuskan berbagai istilah yang digunakan dalam kurikulum, seperti GBPP, model satuan pelajaran, jam pelajaran, semester, program pendidikan umum, program pendidikan akademis, pendidikan keterampilan pilihan terikat, pendidikan keterampilan pilihan bebas, lama waktu belajar di SMP, dan guru bidang studi (Kurikulum 1975 SMP menggunakan istilah bidang studi dan bukan mata pelajaran. Oleh karena itu, guru pun merupakan guru bidang studi dan bukan lagi guru mata pelajaran. Beberapa dari istilah tersebut merupakan istilah yang sudah dikenal dan diartikan sama dengan pengertian yang sudah dikenal kepala sekolah, guru, dan masyarakat. Beberapa istilah adalah istilah baru yang dikembangkan dan digunakan dalam Kurikulum 1975.

Rumusan istilah-istilah yang digunakan dalam kurikulum baik yang sudah umum mau pun yang baru, memiliki makna yang penting. Rumusan itu menyampaikan pengertian yang digunakan oleh para pengembang ketika mereka mendesain dan mengembangkan dokumen kurikulum (curriculum as a written plan). Pengertian tersebut mengikat dan menjadi patokan bagi kepala sekolah, guru dan pengawas sehingga terjadi kesamaan bahasa dalam komunikasi antara para pelaksana kurikulum dengan pengembang kurikulum. Kesamaan bahasa antara para pengembang dan pelaksana dipersyaratkan dalam banyak literatur tentang pengembangan kurikulum karena kesamaan bahasa tersebut menjadi satu kunci keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Meskipun demikian harus diingat bahwa adanya rumusan istilah yang telah dilakukan para pengembang kurikulum bukanlah pengganti sosialisasi sebagai salah satu strategi implementasi kurikulum. Rumusan yang telah dikembangkan menjadi titik awal dalam membangun persamaan bahasa dalam sosialisasi. Sosialisasi kurikulum mempunyai fungsi untuk membangun pemahaman dan mengembangkan keterampilan baru yang diperlukan guru bidang studi. Sayangnya, kelemahan dalam sosialisasi untuk implementasi terutama berkenaan dengan aspek keterampilan yang harus dimiliki guru seperti pengembangan PPSI, merumuskan tujuan instruksional khusus berdasarkan kaategori atau taksonomi tujuan pendidikan Bloom (Taxonomy of Educational Objectives), pengembangan tes objektif, dan bahkan keterampilan dalam belajar dengan Cara Belajar Siswa

Page 99: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 83 -

Aktif (CBSA) serta pengembangan strategi dan proses pembelajaran yang menyebabkan peserta didik belajar aktif, menjadi faktor yang cukup menentukan kelemahan kalau tidak dapat disebut sebagai kegagalan implementasi Kurikulum SMP 1975. Pelatihan yang dilakukan tidak sampai pada setiap guru dan akibatnya guru tidak mampu mengembangkan keterampilan yang diperlukan. Lagipula, banyak dari pelatihan tersebut dilakukan sepanjang perjalanan implementasi dan bukan di awal tahun sebelum implementasi di kelas I dilakukan.

Terdapat beberapa istilah baru yang diperkenalkan Kurikulum 1975 SMP, seperti Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), model satuan pelajaran yang nantinya menggunakan model Program Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), semester sebagai pengganti sistem kuartalan, guru bidang studi sebagai pengganti guru mata pelajaran, tujuan instruksional (umum dan khusus). Garis Besar Program Pengajaran dirumuskan sebagai “ikhtisar daripada keseluruhan program pengajaran yang terdiri atas tujuan-tujuan kurikuler, tujuan-tujuan instruksionil dengan ruang lingkup bahan-bahan pengajaran yang diatur dan disusun secara berurutan menurut semester dan kelas”. Secara khusus, GBPP dikembangkan sebagai dokumen khusus untuk setiap bidang studi yang ada dalam struktur Kurikulum 1975 berisikan rumusan tujuan kurikuler, tujuan isntruksional umum (TIU), pokok-pokok bahasan, dan tata urut penyampaian bahasan (sequence) di setiap semester, dan dari satu semester ke semester berikutnya. Guru berkewajiban mengembangkan GBPP menjadi satuan pelajaran untuk setiap TIU dan pokok bahasan yang perlu dipelajari untuk menguasai kemampuan yang tertuang dalam rumusan TIU20. Setiap rumusan TIU mengandung komponen peserta didik, kemampuan/keterampilan (intelektual, afektual, psikomotorik), dan aspek substantif yang harus dipelajari dan dikuasai peserta didik. Aspek substantif dipelajari dan digunakan untuk melatih peserta didik dalam menguasai aspek kemampuan tetapi aspek kemampuan/keterampilan juga digunakan dalam mempelajari aspek substantif sehingga peserta didik mencapai tingkat mahir dalam

20 Dalam Buku I Kurikulum SMP 1975 titik 2.3 di halaman 21 dikatakan bahwa “pokok

bahasan yang telah disusun secara berurutan ini selanjutnya perlu dikembangkan menjadi

suatu program instruksionil yang jelas sasarannya (dalam bentuk rumusan tujuan

instruksionil yang lebih khusus), perincian pokok-pokok bahasan, alat-alat pelajaran yang

harus disediakan dan digunakan, cara mengajar dan belajar yang harus ditempuh, lamanya

pelajaran itu diadakan, alat evaluasi yang perlu disusun untuk mengukur tingkat pencapaian

tujuan para siswa. Petunjuk tersebut agak “menyesatkan” karena model yang digunakan

adalah pendekatan tujuan sebagaimana dinyatakan dalam buku yang sama di halam 17

(prinsip berorientasi pada tujuan) dan pada halaman 21 tentang kedudukan tujuan. Dengan

pendekatan tujuan maka seharusnya TIK dirumuskan sebagai operasionalisasi TIU terutama

yang berkenaan aspek kemampuan intelektual, afektif, dan psikomotorik dan rincian materi

pembelajaran dari materi TIU yang sesuai dengan materi pokok bahasan.

Page 100: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 84 -

menggunakan kemampuan/keterampilan. Kedua proses tersebut bersifat timbal balik dan menyebabkan terjadinya proses belajar bermakna.

Model satuan pelajaran dirumuskan sebagai “pedoman tentang proses belajar-mengajar yang meliputi tujuan-tujuan instruksional (khusus), pokok-bahasan, uraian kegiatan belajar-mengajar murid dan guru, alat/media pelajaran, dan alat evaluasi yang digunakan”. Sebagaimana dikemukakan di atas model satuan pelajaran yang diperkenalkan pada Kurikulum 1975 SMP dinamakan Program Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Model PPSI dikembangkan dari wilayah Desain Instruksional (Instructional Design) dan bukan bidang kurikulum. Meskipun demikian, PPSI cukup efektif untuk mengimplementasi kurikulum sebagai dokumen menjadi kurikulum sebagai suatu proses. Pemanfaatan PPSI sebagai salah satu aspek inovatif yang diperkenalkan Kurikulum 1975 SMP memiliki dampak yang cukup positif dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Memang harus diakui bahwa model PPSI memberikan keterbatasan dalam arti pencapaian tujuan yang sangat terbatas tetapi hal tersebut dapat dihindari jika rumusan TIU dan terutama rumusan TIK tidak diarahkan kepada persyaratan pandangan behavioristik Mager yang dikenal dengan persyaratan ABCD (audience, behavior, conditions, degree). Sayangnya, rumusan ABCD ini merupakan salah satu aspek inovatif yang diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975 dalam merumuskan TIK.

Bersamaan dengan penerapan PPSI maka diperkenalkan pula istilah instruksional umum (TIU) dan instruksional khusus (TIK) sebagai upaya membedakan dengan pengertian tujuan kurikuler yang digunakan dalam Garis Garis Besar Program Pengajaran. Selain sebagai pembeda yang disebabkan oleh fungsi dan ruang lingkup yang berbeda antara tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus, penggunaan istilah instruksional umum dan khusus memberikan landasan pengembangan yang lebih jelas. Tujuan kurikuler merumuskankan kualitas hasil belajar/kemampuan yang akan dicapai peserta didik dari sebuah bidang studi, tujuan instruksional umum merumuskan kualitas hasil hasil belajar/kemampuan yang akan dicapai peserta didik dari beberapa pokok bahasan sebuah bidang studi sedangkan TIK merumuskan kualitas hasil belajar/kemampuan peserta didik setelah mempelajari suatu pokok bahasan.

Pikiran pokok lain yang dikembangkan Kurikulum 1975 SMP mengenai sistem penilaian. Kurikulum 1975 SMP menghendaki adanya perubahan dari pandangan lama bahwa penilaian hanya dapat dilakukan pada akhir catur wulan/kuartalan atau pada akhir tahun maka Kurikulum 1975 SMP dilaksanakan pada akhir setiap satuan pelajaran. Konsekuensi dari pemikiran ini adalah frekuensi pengukuran pencapaian hasil belajar menjadi lebih sering sehingga peserta didik mengikuti tes atau ulangan untuk ruang lingkup materi yang lebih terbatas. Ketika asesmen itu dilakukan pada setiap

Page 101: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 85 -

saat peserta didik membahas suatu pokok bahasan maka daya ingat akan lebih kuat dan segar dibandingkan apabila tes atau ulangan itu dilakukan pada beberapa saat setelah materi pelajaran itu dikaji. Semakin lama suatu pengetahuan bersifat asing atau tidak menjadi bagian integral dari schema seseorang dan semakin lama jarak waktu antara saat ketika materi tersebut dipelajari dengan saat ulangan/tes maka semakin banyak pengetahuan itu tersimpan dalam memori dan sukar dipanggil untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam tes/ulangan.

Semakin sering sebuah pengetahuan digunakan maka semakin mudah tinggi tingkat kemampuan untuk memanggilnya. Pengetahuan yang digunakan setiap hari menjadi pengetahuan yang selalu siap dipanggil setiap saat dan dengan demikian ia akan tersimpan dalam memori di tempat yang mudah terjangkau. Alat asesmen hasil belajar digunakan tidak saja untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan peserta didik melainkan juga menjadi fasilitas bagi peserta didik untuk mengakses pengetahuan dan menggunakannya maka semakin sering diadakan ulangan/tes semakin tinggi tingkat pemanfaatan pengetahuan dan pada gilirannya semakin mudah memanggil pengetahuan yang bersangkutan. Dari sudut pandang teoritis ini maka pikiran yang dikembangkan Kurikulum SMP 1975 merupakan suatu pendekatan yang memiliki kemampuan tinggi dalam mengatasi kelemahan peserta didik dalam menghafal.

Dalam bidang penilaian hail belajar Kurikulum 1975 SMP memperkenalkan dua jenis penilaian, yaitu penilaian formatif dan sumatif. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Penilaian formatif dilakukan untuk memperbaiki kemampuan peserta didik sedangkan penilaian sumatif digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik. Istilah formatif dan sumatif diperkenalkan oleh Michael Scriven tahun 1967 untuk bidang evaluasi kurikulum dan oleh Benjamin Bloom dan kawan-kawannya untuk bidang evaluasi hasil belajar. Sejak diperkenalkan oleh Kurikulum 1975 SMP kedua istilah itu menjadi nomenklatur yang dikenal oleh guru, masyarakat pendidik, dan juga orang tua terkadang dalam penggunaan makna yang salah. Kesalahan yang terjadi ialah penilaian formatif tidak digunakan untuk memperbaiki kemampuan peserta didik yang rendah baik kemampuan kelas (dengan adanya ketentuan lebih dari 75% peserta didik di suatu kelas menguasai kurang dari 75% kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus) apalagi secara individual di mana guru harus melakukan analisis jawaban peserta didik secara khusus untuk menentukan kelemahan yang masih dimiliki seorang peserta didik. Kalaulah tradisi penilaian formatif ini berjalan sebagaimana seharusnya dan berkelanjutan sampai masa kini banyak kelemahan proses pembelajaran dapat diperbaiki dan peserta didik akan selalu mendapatkan bantuan belajar yang diperlukannya.

Page 102: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 86 -

Hal lain yang berkenaan dengan asesmen hasil belajar ialah asesmen itu harus menckup keseluruhan aspek tingkah laku. Artinya, asesmen yang dilakukan tidak boleh hanya membatasi diri pada upaya mendapatkan informasi mengenai penguasaan pengetahuan semata melainkan juga aspek lain dari kemampuan yang harus dimiliki peserta didik. Asesmen harus berkenaan dengan kemampuan/keterampilan intelektual, afeksi, dan juga psikomotor. Prinsip menyeluruh dalam asesmen hasil belajar diaplikasikan Kurikulum 1975 SMP dan ini hanya dapat dilakukan jika guru paham dan memiliki keterampilan menerapkannya. Tampak bahwa sosialisasi kurikulum jadi masalah sehingga guru tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk melaksanakan kurikulum.

Prinsip belajar tuntas merupakan pikiran pokok yang dikembangkan dalam Kurikulum 1975 SMP adalah mengenai pendekatan belajar tuntas. Dalam pedoman dinyatakan bahwa apabila 75% peserta didik tidak menguasai 75% kemampuan yang dirumuskan dalam TIK maka guru harus mengulang pembelajaran pokok bahasan tersebut. Prinsip belajar tuntas mengatakan bahwa setiap peserta didik dapat menguasai kemampuan dan pengetahuan apa pun yang dikehendaki kurikulum asalkan mereka diberi waktu yang sesuai dengan tingkat kecepatan belajar mereka. Metode mengajar dapat membantu peserta didik dapat memperpendek waktu untuk menguasai kemampuan dan pengetahuan asalkan dilakukan dalam suatu proses pembelajaran yang tepat bagi seorang peserta didik.

Penerapan prinsip dan pendekatan belajar tuntas tidak saja memerlukan perubahan kemampuan pada diri guru tetapi terlebih lagi perubahan dalam cara pandang mengenai belajar dan posisi peserta didik dalam belajar. Pendekatan belajar tuntas menhendaki suatu keyakinan pada diri guru bahwa setiap peserta didik akan mampu menguasai kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan. Mengubah cara pandang guru lebih sulit dibandingkan dengan mengembangkan keterampilan baru dan tentu saja lebih sulit lagi dibandingkan dengan penguasaan pengetahuan.

Pikiran pokok yang dikembangkan Kurikulum 1975 yang telah dikemukakan di atas memberi petunjuk yang kuat bahwa Kurikulum 1975 mencoba mengubah banyak tradisi yang sudah berakar dalam dunia pendidikan Indonesia. Model kurikulum yang berorientasi pada tujuan, model penerapan proses pembelajaran yang juga berorientasi pada tujuan serta asesmen yang mengukur pencapaian kemampuan yang terumuskan dalam tujuan menjadikan Kurikulum 1975 sebagai tonggak pengembangan kurikulum modern di Indonesia. Kurikulum 1975 dikembangkan untuk mengubah berbagai tradisi dengan hal-hal baru.

Page 103: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 87 -

5. Struktur Kurikulum 1975 SMP

Buku I Pasal 6 dan 7 menetapkan struktur Kurikulum 1975 SMP terdiri atas program pendidikan umum, program pendidikan akademis, dan program pendidikan keterampilan. Program Pendidikan Umum harus diikuti oleh seluruh peserta didik. Demikian pula dengan program Pendidikan Akademis yang akan menjadi dasar bagi mereka yang akan melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Program Keterampilan terdiri atas dua kelompok yaitu Program Keterampilan pilihan terikat yang berkenaan dengan berbagai keterampilan vokasional dan Program Keterampilan pilihan bebas yang berkenaan dengan berbagai kegiatan keilmuan, olahraga, kesenian dan kesehatan. Dua kelompok proram Keterampilan yang dikembangkan Kurikulum 1975 SMP memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mendapatkan keterampilan yang berguna untuk mengembangkan minat mereka untuk memasuki dunia kerja berbekal keterampilan vokasional yang bersifat pilihan terikat dan keterampilan untuk memperdalam suatu bidang minat tertentu. Keterkaitan dengan TAP MPRS tahun 1973 yang memberikan perhatian khusus pada keterampilan diterjemahkan dalam bentuk kedua pilihan keterampilan tersebut.

Tabel 7.2 Struktur Kurikulum SMP 1975

Program Pendidikan

No. Bidang Studi Semester

K E L A S

I II III

1 2 3 4 5 6 Pendidikan Umum

1.Pendidikan Agama 2.Pendidikan Moral Pancasila 3.Olahraga dan Kesehatan 4.Pendidikan Kesenian

2 2 3 2

2 2 3 2

2 2 3 2

2 2 3 2

2 2 3 2

2 2 3 2

Pendidikan Akademis

5. Bahasa Indonesia 6. Bahasa Daerah 7. Bahasa Inggris 8. Ilmu Pengetahuan Sosial 9. Matematika 10.Ilmu Pengetahuan Alam

5 (2) 4 4 5 4

5 (2) 4 4 5 4

5 (2) 4 4 5 4

5 (2) 4 4 5 4

5 - 4 4 5 4

5 - 4 4 5 4

Pendidikan Keterampilan

11.Pilihan terikat 12.Pilihan bebas

6 -

- 6

6 -

- 6

6 -

- 6

Jumlah jam pelajaran perminggu 37 37 37 37 37 37 (39) (39) (39) (39)

Struktur dan bidang studi Kurikulum 1975 memiliki beberapa perubahan dari Kurikulum 1968 SMP. Perubahan pertama terletak pada label nama kelompok, yaitu nama Pembinaan Jiwa Pancasila sudah tidak digunakan dan digantikan dengan Pendidikan Umum. Perubahan nama atau label ini jelas memperlihatkan orientasi keilmuan yang lebih kuat pada Kurikulum 1975

Page 104: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 88 -

dibandingkan Kurikulum 1968. Penggantian nama yang sangat bersifat politis dan sensitif tersebut tentu saja sudah berdasarkan analisis kondisi masyarakat dan pemerintahan pada waktu itu yang sudah lebih dapat menerima tidak digunakannya istilah Pancasila. Kajian terhadap rumusan tujuan pendidikan dalam TAP MPRS Nomor IV Tahun 1973 yang sudah mengganti istilah manusia Pancasila sejati (TAP MPRS XXVII Tahun 1966) menjadi manusia pembangunan yang ber-Pancasila menunjukkan adanya sikap yang lebih akomodatif terhadap penggunaan istilah lain selain Pancasila.

Untuk kelompok Pendidikan Umum bahasa Indonesia tidak lagi menjadi anggotanya karena Bahasa Indonesia menjadi bidang studi dalam kelompok Pendidikan Akademis. Artinya, dengan perubahan posisi ini maka pendidikan Bahasa Indonesia bukan lagi merupakan salah satu landasan pokok, bersamaan dengan Pendidikan Agama dan Pancasila, untuk pendidikan kewargaannegara. Kebijakan serupa terjadi ketika Kurikulum 1954 digantikan oleh Kurikulum 1962, 1964 dan 1968 di mana mata pelajaran sejarah Indonesia diubah posisinya menjadi menjadi mata pelajaran akademis semata. Padahal untuk menjadi warga negara seseorang harus mengetahui ideologi negaranya, sejarah bangsanya, wilayah, tata negara dan bahasa nasional/bahasa resmi. Untuk warga negara yang dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia pendidikan, dalam hal ini kurikulum merupakan media sebagai upaya untuk mengembangkan wawasan dan kesadaran kewarga negara- annya. Oleh karena itu, perubahan posisi Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 1975 dan mata pelajaran Sejarah Indonesia serta Ilmu Bumi/Geografi Indonesia menjadi bidang kajian akademis jelas didasarkan pada pertimbangan ilmu dan bukan didasarkan pada konsep kewargaannegaraan yang dimaksudkan.

Kelompok Pengetahuan Dasar dalam Kurikulum 1968 diganti namanya menjadi kelompok Pendidikan Akademis. Penggantian nama kelompok ini jelas menunjukkan konsep Kurikulum 1975 yang didasarkan pada pemikiran kurikulum pendidikan disiplin ilmu. Dalam kelompok ini, bidang studi yang tercantum memiliki fungi utama untuk mengembangkan kemampuan akademis peserta didik dalam cara berpikir, bersikap, rasa ingin tahu, dan belajar. Meskipun demikian, ada hal yang rancu, yaitu bidang studi Bahasa Daerah yang dimasukkan sebagai bidang kajian akademis. Sebagaimana halnya dengan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dalam kurikulum diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan apresiasi terhadap karya sastra yang dihasilkan dalam bahasa daerah. Dengan memasukkan Bahasa Daerah sebagai bidang studi dalam kelompok Pendidikan Akademis tentu saja mengurangi tujuan yang dimaksudkan. Meskipun disadari bahwa pada waktu Kurikulum 1975 digunakan, SMP belum menjadi bagian dari pendidikan dasar karena pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP) baru ditetapkan dalam Undang-Undang Republik

Page 105: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 89 -

Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pada Penjelasan Pasal 13 Ayat (1) sedangkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Terdahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah Untuk Seluruh Indonesia menetapkan SMP sebagai pendidikan menengah dan bukan bagian dari pendidikan dasar. Hal ini yang memberikan justifikasi memasukkan bidang studi Bahasa Daerah sebagai anggota kelompok Pendidikan Akademis.

Suatu kenyataan menarik dalam kelompok Pendidikan Akademis adalah pemikiran para pengembang kurikulum untuk menggunakan organisasi “broad-fields”, yaitu dengan menggabungkan mata pelajaran Aljabar dan Ilmu Ukur menjadi bidang studi Matematika, mata pelajaran Ilmu Alam dan Ilmu Hayat menjadi Ilmu Pengetahuan Alam serta mata Ilmu Bumi dan mata pelajaran Sejarah menjadi bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Perkembangan pemikiran kurikulum sekolah menengah ketika upaya memperkenalkan pendekatan ini untuk kurikulum perguruan tinggi dianggap berhasil mengembangkan kemampuan berpikir mahasiswa yang lebih luas dan tidak terkotak-kotak (Tanner dan Tanner, 1980:428; Longstreet dan Shane, 1993:82). Keberhasilan tersebut menarik perhatian para pengembang kurikulum sekolah menengah dan sekolah dasar di Amerika Serikat (Longstreet dan Shane, 1993:82) dan pada saat sekarang dunia menyaksikan bahwa organisasi “broad-fields” menjadi pendekatan yang banyak dilakukan untuk kurikulum sekolah dasar dan menengah di berbagai negara (NIER, 1999; O’Donnel dkk, 2002). Walaupun di Indonesia terjadi perkembangan baru dalam pemikiran pengembangan kurikulum dan pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia dengan membatasi penerapan organisasi “broad-fields” terbatas pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP), apa yang sudah diperkenalkan Kurikulum 1975 merupakan titik awal sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia dalam menerapkan pemikiran organisasi konten “broad-fields”.

Organisasi “broad-fields” pada dasarnya merupakan pendekatan dalam pendidikan disiplin ilmu. Pada saat sekarang pendekatan ini telah berkembang sedemikian rupa dan dianggap merupakan titik berangkat untuk mengembangkan kemampuan berpikir komprehensif, analitik, evaluatif dan sintesis/mencipta sehingga memberikan kemungkinan untuk mengembangkan kreativitas peserta didik. Keleluasaan dalam berpikir dan melihat masalah yang tidak terbatasi oleh dinding-dinding ilmu yang “discrete” memberikan dasar yang kuat untuk mengembangkan kreativitas.21

21 Dalam revisi yang dilakukan oleh Airisian dan kawan-kawan terjadi pemberian makna

baru dan restrukturisasi taksonomi tujuan pendidikan ranah kogniti yang dikembangkan

Bloom dan kawan-kawan. Dalam revisi ini kemampuan synthesis ditetapkan sebagai

kemampuan kognitif tertinggi, di atas kemampuan evaluasi yang ditetapkan sebagai

Page 106: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 90 -

Oleh karena itu, pendekatan “broad-fields” mengubah tradisi kurikulum di Indonesia yang sebelumnya selalu berdasarkan pendekatan “discrete disciplinary” sesuai dengan pandangan essensialisme.

Permasalahan yang muncul adalah ketika pendekatan ini diperkenalkan Kurikulum 1975 SMP, guru yang ada di sekolah dididik untuk mengembangkan materi dan proses pembelajaran berdasarkan pendekatan “discrete disiciplinary”. Pada tahun-tahun awal implementasi kurikulum dan bahkan untuk waktu 5 tahun setelah Kurikulum 1975 SMP dinyatakan resmi berlaku masih banyak di antara guru yang mengajar bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara terpisah. Guru yang terdidik dalam bidang geografi mengajar geografi, guru yang terdidik dalam sejarah tetap mengajar sejarah, dan guru yang terdidik dalam ekonomi mengajarkan materi pelajaran ekonomi. Hal yang sama terjadi pula dengan bidang studi IPA yang terdiri atas komponen materi terutama berasal dari biologi dan fisika. Masing-masing guru biologi dan fisika mengajar bidang studi IPA dengan cara mengajar materi masing-masing disiplin ilmu secara terpisah.

Kenyataan bahwa guru IPS dan IPA masih mengajar dengan menggunakan pendekatan “discrete disciplinary” dapat dikatakan sebagai indikator yang menyebabkan ketidakberhasilan upaya Kurikulum 1975 SMP memperkenalkan pendekatan ini. Tampaknya, sosialisasi kurikulum yang kurang mampu mempersiapkan lapangan dalam melaksanakan pendekatan ini dan kurangnya koordinasi yang lebih baik dan terarah antara para pengembang kurikulum dan pengambil kebijakan kurikulum dengan lembaga pendidikan tenaga kependidikan kurang berhasil. Pikiran-pikiran baru yang akan dikembangkan oleh sebuah kurikulum baru sudah sepatutnya dikomunikasikan dan mesti dibicarakan dengan lembaga penghasil tenaga kependidikan secara menyeluruh dan mendalam sehingga lembaga pendidikan tenaga kependidikan dapat mengembangkan wawasan baru dan keterampilan baru yang dikehendaki kurikulum dalam program pendidikan calon guru yang dibina dalam bentuk pendidikan pra-jabatan dan kepada guru yang sudah ada di lapangan dalam bentuk pendidikan dalam jabatan.

5. Satuan Pelajaran dan Taksonomi Tujuan Pendidikan

Implementasi atau penerapan Kurikulum 1975 SMP di sekolah melalui perencanaan yang dilakukan guru, yaitu dengan cara mengembangkan Satuan Pelajaran (Satpel). Satuan pelajaran pada dasarnya adalah rencana kemampuan di bawah sintesis tetapi yang hasil evaluasi itu diperlukan untuk membangun

sinthesis. Istilah sinthesis diganti menjadi “create” kemampuan menciptakan yang

merupakan kemampuan untuk menghasilkan kreativitas.

Page 107: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 91 -

guru dalam mengembangkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) menjadi kurikulum guru dalam bentuk rencana tertulis guru. Satuan pelajaran yang harus dikembangkan guru masih terbatas pada pengembangan satu pokok bahasan yang terdapat pada GBPP dan belum menjadi rencana pembelajaran guru untuk satu semester. Pemikiran bahwa implementasi kurikulum dilakukan melalui perencanaan guru dalam bidang studi secara terpisah masih mendominasi pemikiran para pengembang kurikulum. Oleh karena itu, Satuan Pelajaran dibuat oleh guru bidang studi tersebut baik yang dilakukan guru secara individual maupun dalam kelompok Musyawarah Kerja Guru Bidang Studi. Guru bidang studi IPS mengembangkan satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya demikian pula guru bidang studi IPA, Matemateka, Bahasa Inggris dan seterusnya. Pada waktu pertemuan di Musyawarah Kerja Guru Bidang Studi mereka berkelompok pada kelas yang diajar oleh guru dari berbagai sekolah dan menghasilkan Satuan Pelajaran untuk bidang studi kelas yang menjadi tanggung jawab mereka.

Sebagaimana kurikulum sebelumnya, pemikiran bahwa kurikulum adalah kurikulum sekolah dan bidang studi atau pun mata pelajaran adalah bagian dari kurikulum sekolah belum menjadi fokus perhatian para pengembang kurikulum. Konsekuensi dari pemikiran bahwa kurikulum adalah kurikulum sekolah menghendaki perencanaan dokumen kurikulum yang menggambarkan adanya keutuhan tersebut. Oleh karena itu, materi kurikulum yang masuk dalam kategori keterampilan (keterampilan kognitif, keterampilan sosial, keterampilan kinestetik, dan sebagainya), dan materi kurikulum yang masuk dalam kategori nilai dan sikap harus diorganisasikan sebagai materi kurikulum yang dikembangkan melalui materi pengetahuan yang diorganisasikan dalam label mata pelajaran atau bidang studi. Pemikiran semacam itu pernah dimunculkan dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi dengan label kompetensi lintas kurikulum. Label itu salah nama karena tidak ada kurikulum mata pelajaran tetapi label itu dapat dimengerti karena tradisi sebelumnya memperlakukan mata pelajaran sebagai kurikulum. Sayangnya, pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan kompetensi lintas kurikulum adalah pendekatan induktif padahal seharusnya dilakukan di awal proses pengembangan/konstruksi dokumen kurikulum.

Sejalan dengan kebijakan mengenai Satuan Pelajaran dan penggunaan tes objektif yang bersifat terukur, rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang terukur dan spesifik dengan persyaratan Audience, Behavior, Condition, dan Degree (ABCD) yang dikemukakan Mager maka diperkenalkan juga taksonomi tujuan pendidikan yang dikembangkan oleh Benjamin Bloom, dan kawan-kawan (1957). Istilah teknis yang mulai diberlakukan adalah kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan istilah yang digunakan. Istilah teknis ini berkembang sampai saat kini walaupun dalam

Page 108: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 92 -

penggunaannya banyak kalangan yang mencampuradukkan antara pengetahuan dengan kognitif, antara nilai dan sikap dengan jenjang afektif, dan antara gerak motorik dengan keterampilan psikomotorik. Tidak jarang terdengar para pengambil keputusan atau pelaksana pendidikan menyamakan pengetahuan dengan kognitif. Pengetahuan adalah unsur subtantif yang dihasilkan oleh ilmu dan kegiatan lainnya terdiri atas pengetahuan tentang istilah, konsep, teori, prosedur, nilai, moral, keterampilan (intelektual dan motorik). Kognitif adalah kemampuan akal dalam memeroses pengetahuan dalam berbagai jenjang kemampuan kognitif22 sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Demikian pula menyamakan nilai/moral/sikap dengan jenjang afektif padahal nilai/moral/sikap adalah materi yang dikembangkan dalam berbagai jenjang afektif (menerima, merespon, menilai, mengorganisasikan, dan menjadikan kebiasaan). Gerak motorik adalah gerak yang harus dilakukan otot dengan kendali psikologis dan kognitif untuk mencapai jenjang psikomotorik yang paling tinggi.

Rumusan TIK yang dikembangkan guru dalam menyusun TIK dan butir soal menggunakan kata kerja yang terkait dengan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kata kerja tersebut dikenal dengan istilah Kata Kerja Operasional (KKO) digunakan untuk merinci perilaku terukur dalam rumusan TIK dari kata kerja yang masih bersifat umum yang terdapat pada rumusan Tujuan Instruksional Umum (TIU). Pemanfaatan Kata Kerja Operasional (KKO) dalam mengembangkan tujuan masih menjadi tradisi dalam penerapan kurikulum masa kini. Orientasi pengukuran dalam penilaian hasil belajar masih cukup dominan dan oleh karena itu rumusan TIK yang terukur dan butir soal yang terkait dengan keterukuran perilaku peserta didik masih merupakan tuntutan yang harus dipenuhi guru dalam melaksanakan kurikulum.

6. Asesmen Hasil Belajar

Ada beberapa prinsip yang diperkenalkan pada Kurikulum SMP 1975 berkenaan dengan asesmen hasil belajar. Pertama, diperkenalkan adanya asesmen formatif dan sumatif. Kedua, adanya kebijakan mengenai frekuensi asesmen yang dilakukan terus menerus setiap suatu pokok bahasan selesai dipelajari sehingga prinsip asesmen modern, yaitu asesmen dilakukan secara

22 Jenjang kognitif yang dikembangkan Bloom dan kawan dan diterbitkan dalam buku yang

berjudul Taxonomy of Educational Objectives direvisi oleh Airasian, dan kawan-kawan di

mana untuk menghilangkan kesalahpahaman maaka pengetahuan digambarkan secara

terpisah dari kognitif, sintesis ditempatkan sebagai jenjang kognitif tertinggi, dan label

untuk setiap jenjang diganti menjadi mengingat (remember), memahami (understand),

menerapkan (apply), menilai (evaluate), mencipta (create).

Page 109: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 93 -

kontinu diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975. Melalui penerapan prinsip ini maka dapat dikatakan peserta didik selalu berada dalam keadaan siap belajar dan mengikuti asesmen bahkan ada kesan bahwa peserta didik belajar untuk tes.

Secara teoretik, asesmen formatif adalah asesmen untuk mengenal kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam menguasai pengetahuan dan kemampuan tertentu. Berdasarkan informasi mengenai kelemahan yang dimiliki peserta didik guru melakukan berbagai tindakan perbaikan (remedial) sehingga peserta didik yang bersangkutan dapat memiliki pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan. Asesmen sumatif berfungsi untuk menentukan tingkat keberhasilan peserta didik baik dalam bentuk kenaikan kelas atau pun keberhasilan menyelesaikan pendidikannya di sebuah satuan pendidikan. Kedua fungsi asesmen ini saling melengkapi tetapi asesmen formatif lebih penting bagi membantu peserta didik dalam keberhasilan belajar. Sayangnya, dalam pelaksanaan kurikulum asesmen sumati lebih dominan dibandingkan asesmen formatif.

Tentu saja praktik yang lebih mementingkan asesmen sumatif kesan tersebut tidak menguntungkan karena dengan menerapkan fungsi formatif dalam asesmen hasil belajar maka guru dan peserta didik memiliki banyak kesempatan untuk memperbaiki penguasaannya. Melalui penerapan fungsi formatif maka dari hasil tes atau ulangan guru dan juga peserta didik mendapat informasi tentang materi pelajaran yang belum mereka kuasai dan guru serta peserta didik dapat menggunakan informasi tersebut untuk memperbaiki tingkat penguasaan. Memang kebijakan ini memberikan tugas yang tidak ringan kepada para guru tetapi memberikan keuntungan edukatif yang tinggi kepada peserta didik. Perpindahan kajian dari satu pokok bahasan ke pokok bahasan berikutnya dapat dilanjutkan tanpa ada akumulasi ketidakmampuan yang dimiliki peserta didik pada akhir satu semester.

Dalam Buku III B tentang Pedoman Penilaian, Kurikulum SMP 1975 memperkenalkan inovasi lain yaitu tes objektif dan pendekatan norms-referenced pada pengolahan data asesmen. Pengembangan butir soal objektif merupakan sesuatu yang baru karena sebelumnya guru menggunakan soal uraian. Perubahan dari tes uraian yang dianggap terlalu banyak mengandung hal-hal yang subjektif ke tes objektif menghendaki keterampilan baru yang harus dimiliki guru. Guru harus memiliki kemampuan dalam menyusun kisi-kisi soal yang didalamnya melibatkan berbagai keputusan mengenai tingkat kesulitan butir soal dan tes, bentuk-bentuk butir soal serta kemampuan yang diukur soal tersebut, dan proporsi kemampuan yang diukur oleh tes. Penentuan setiap komponen yang tercantum dalam kisi-kisi memerlukan pertimbangan pedagogis dan profesional guru yang hanya diperoleh jika guru mendapatkan pelatihan dalam jabatan (inservice). Sayangnya, pelatihan yang diterima guru dalam

Page 110: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 94 -

mengembagkan tes objekti dan menyusun soal objektif hanya berkenaan dengan aspek teknis-administratif tetapi tidak cukup adekuat untuk memberikan keterampilan terlatih dalam mnentukan pertimbangan pedagogis. Akibatnya, apa yang terjadi terutama terkait dalam kemampuan guru dalam menyusun kisi-kisi soal secara teknis dan memenuhi berbagai persyaratan dari sudut pandang tes tetapi tidak dari sudut pandang pedagogis kependidikan.

Kemampuan lain yang mendasar dan diperlukan guru adalah kemampuan mengkontruksi butir soal objektif dalam ragam yang banyak digunakan yaitu pilihan ganda (multiple choice), benar – salah (true-false), dan menjodohkan (matching). Konstruksi soal-soal dalam kelompok butir soal objektif, baik dalam merekonstruksi pernyataan (statement) maupun dalam pilihan (options) memerlukan keterampilan khusus yang hanya diperoleh melalui pelatihan yang cukup. Guru yang akan melaksanakan Kurikulum 1975 sudah harus memiliki keterampilan yang diperlukan dalam mekonstruksi butir soal objektif sebelum mereka mengimplementasikan kurikulum tersebut. Kiranya tak perlu dikatakan bahwa ketidakmampuan guru dalam merekonstruksi butir soal dan tes objektif, karena mereka tidak mendapatkan pelatihan, menyebabkan keampuhan alat asesmen ini dalam menghasilkan informasi yang diperlukan dan valid menjadi masalah besar. Butir soal yang dikonstruksi tanpa mengindahkan persyaratan yang standar akan menghasilkan informasi yang menyesatkan. Strategi implementasi yang lemah dan yang menyebabkan guru sebagai pelaksana utama kurikulum dalam posisi yang tidak siap untuk merealisasikan rancangan yang tercantum dalam dokumen menjadi suatu kenyataan atau proses pembelajaran yang diharapkan akan menimbulkan berbagai masalah kurikulum, guru dan masyarakat/bangsa yang menggunakan kurikulum tersebut.

Kebijakan lain mengenai asesmen hasil belajar yang dianjurkan Kurikulum SMP 1975 yaitu penerapan prosedur norms-referenced dalam menentukan nilai bagi peserta didik. Melalui pendekatan “norms-referenced assessment”, nilai seorang peserta didik ditentukan berdasarkan posisi skornya dibandingkan kelompok “norms”nya yaitu teman sekelasnya. Pendekatan “norms-referenced assessment” menyebabkan guru harus menghitung angka rata-rata matematis kelas (means) dan simpangan baku (standar deviasi) kelas yang dijadikan kelompok “norms”. Atas dasar hitungan angka rata-rata dan simpangan baku guru harus membangun tabel sigma untuk mengkonversikan skor individu yang diperoleh seorang peserta didik menjadi nilai peserta didik yang bersangkutan. Cara ini menyebabkan seorang peserta didik di suatu kelas atau sekolah menjadi sangat sulit mendapatkan nilai baik jika kelompok “norms”nya adalah kelompok peserta didik yang cemerlang. Cara ini pula menyebabkan seorang peserta didik di suatu kelas atau sekolah menjadi mudah mendapatkan nilai baik jika

Page 111: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 95 -

kelompok “norms”nya terdiri atas peserta didik dengan kemampuan rendah. Oleh karena itu, nilai peserta didik dari suatu kelas atau sekolah tertentu yang sama dengan peserta didik dari suatu kelas atau sekolah lain tidak memiliki makna bahwa kualitas hasil belajar kedua peserta didik tersebut sama atau “comparable”.

8. Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)

Inovasi lain yang tak kalah pentingnya yang diperkenalkan Kurikulum 1975 SMP adalah buku khusus yang disebut Buku II Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Buku II berkenaan dengan aspek didaktik dari suatu mata pelajaran. Untuk SMP, ada GBPP bidang studi Pendidikan Agama (Islam, Kristen-Protestan, Katolik, Budha, Hindu), Pendidikan Moral Pancasila, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris), Olahraga dan Kesehatan, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, Kesenian (Seni Tari, Seni Rupa, Seni Musik), Keterampilan (Jasa, Teknik, Kerajinan, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Pertanian, dan Maritim). Keterampilan Maritim merupakan keterampilan baru yang diperkenalkan oleh Kurikulum 1975 SMP dan merupakan keterampilan penting bagi masyarakat dan peserta didik di banyak wilayah Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia .

Dalam GBPP setiap bidang studi dan mata pelajaran terdapat komponen tujuan kurikuler, tujuan instruksional, bahan pengajaran (pokok bahasan dan uraian), program (kelas, semester, jam pelajaran), metode, sarana/sumber, penilaian dan kolom keterangan. Secara prinsip GBPP adalah pengembangan lebih lanjut dari pedoman dalam Rencana Pelajaran SMP 1954 meskipun format yang digunakan berbeda. GBPP yang digunakan Kurikulum SMP sepenuhnya berbentuk matriks sedangkan untuk rencana Pelajaran 1975 SMP 1954 terdiri atas deskripsi dan matriks. Perbedaan keduannya adalah jika pada Renana Pelajaran SMP 1954 petunjuk yang diberi judul Rencana Pelajaran bersatu dengan struktur kurikulum dan mata pelajaran yang dinamakan Ikhtisar Daftar Jam Pelajaran maka pada Kurikulum 1975 SMP GBPP yang diberi judul Buku II terpisah dari Buku I yang berisikan ketentuan-ketentuan pokok dan di dalamnya terdapat struktur dan mata pelajaran.

Inovasi GBPP dirancang agar rincian program pengajaran untuk setiap bidang studi dan mata pelajaran menjadi lebih jelas. Guru dengan mudah dapat mengembangkan Satuan Pelajaran dari GBPP masing-masing bidang studi. Sayangnya, guru kemudian terpaku pada GBPP sehingga mereka melupakan Buku I yang merupakan aspek ide dari kurikulum. Aspek ide kurikulum sangat penting untuk memahami dan mengembangkan wawasan

Page 112: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 96 -

mengenai GBPP. GBPP yang merupakan tabel yang lebih mudah untuk digunakan guru, tetapi karena ide kurikulum dalam Buku I tidak dipelajari dan dipahami guru maka kurikulum tidak berhasil diterjemahkan dengan baik. Ketika guru mengembangkan GBPP menjadi Satuan Pelajaran mereka mampu menterjemahkannya secara teknis, tetapi kehilangan roh kurikulum. Posisi GBPP yang demikian terfokus pada hal teknis menyebabkan banyak guru yang bahkan hanya memperhatikan GBPP untuk kelas yang diajarkannya, bukan lagi GBPP bidang studi yang mencakup program pengajaran kelas I – III (7 – 9) SMP. Kenyataan yang demikian berlanjut untuk kurikulum yang menggantikan Kurikulum 1975 SMP.

D. KURIKULUM SMP 1984

Adanya berbagai perkembangan baru dalam masyarakat dan dunia pendidikan menyebabkan Pemerintah mengganti Kurikulum SMP 1975 dengan Kurikulum SMP 1984. Dasar hukum pemberlakuan Kurikulum 1984 adalah Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983 tanggal 22 Oktober 1983. Dalam pertimbangannya disebutkan perlunya perbaikan Kurikulum SMP 1975 disebabkan adanya kebijakan tentang Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa; penyesuaian tujuan dan struktur program; pemilihan kemampuan dasar, keterpaduan, dan keserasian antara matra kognitif, afektif dan psikomotorik; pembelajaran yang mengarah kepada belajar tuntas; dan program studi baru untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja masa kini dan masa mendatang (Dokumen Kurikulum 1984 SMP: Landasan, Program, dan Pengembangan, halaman 2)

Selain disebabkan oleh berbagai kebijakan yang dinyatakan dalam keputusan menteri di atas, penggantian disebabkan adanya berbagai faktor yang bersifat eksternal atau makro. Faktor eksternal atau makro adalah faktor politik, sosial, budaya, ekonomi, teknologi, ilmu yang berkembang di masyarakat. Perkembangan yang terjadi di masyarakat tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan antara “program kurikulum dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan” (Dokumen Kurikulum 1984 SMP: Landasan, Program, dan Pengembangan: hal 1).

1. Perubahan Kebijakan Pendidikan

Ketika suasana politik sudah lebih kondusif, MPRS sudah diganti dengan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan anggotanya terdiri atas anggota DPR, perwakilan daerah, dan perwakilan golongan/profesi. Dalam sidang tahun 1978 di bawah pimpinan Adam Malik sebagai ketua didampingi oleh wakil ketua yang terdiri atas K.H. Masykur, R. Kartidjo,

Page 113: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 97 -

H.Achmad Lamo, Mh Isnaeni, MPR menghasilkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) untuk Pembangunan Lima Tahun (PELITA) Ketiga. Keadaan negara pada waktu itu dianggap sudah lebih baik sebagaimana dinyatakan dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 bahwa “Setelah Pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965 dapat digagalkan, berkat lindungan dan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta berkat kesadaran dan keteguhan rakyat pada landasan Falsafah Pancasila, maka Orde Baru dengan perjuangan yang sungguh-sungguh telah berhasil menciptakan stabilitas Nasional, baik di bidang ekonomi maupun di bidang politik, untuk selanjutnya melakukan serangkaian Pembangunan Nasional yang harus dilaksanakan secara terus-menerus, menyeluruh, terarah dan terpadu, bertahap dan berencana, sebagai satu-satunya jalan untuk mengisi kemerdekaan serta mencapai tujuan Nasional”.

Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tujuan pendidikan dirumuskan sesuai dengan nilai kehidupan bangsa yang didasarkan pada Pancasila, dan bukan pada program politik atau ekonomi pemerintah semata. TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 menetapkan tujuan pendidikan adalah untuk ”meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Dibandingkan dengan rumusan tujuan pendidikan dalam TAP sebelumnya rumusan tujuan pendidikan dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 ini lebih sederhana tetapi idealisme bahwa pendidikan adalah untuk menghasilkan manusia yang dicita-citakan oleh bangsa masih terpelihara. Rumusan yang sama masih digunakan ketika lima tahun kemudian MPR menghasilkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983.

Selain merumuskan tujuan pendidikan nasional, TAP MPR nomor IV/MPR/1978 memutuskan pula tentang Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Moral Pancasila. Dalam bagian Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial, Budaya ditetapkan bahwa “dalam rangka melaksanakan pendidikan nasional perlu diambil langkah-langkah yang memungkinkan penghayatan dan pengamalan Pancasila oleh seluruh lapisan masyarakat”. Selanjutnya, ditetapkan “Pendidikan Pancasila termasuk pendidikan moral Pancasila dan unsur unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada generasi muda dimaksudkan ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari Taman Kanak-kanak sampai universitas,baik negeri maupun swasta”. Ketetapan ini tentu saja membawa konsekuensi adanya mata pelajaran

Page 114: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 98 -

Pendidikan Moral Pancasila sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila dalam kurikulum dan tentu saja termasuk kurikulum SMP.

Lima tahun kemudian, yaitu pada tahun 1983 MPR kembali melakukan sidang lima tahunan sebagai awal dari sidang MPR baru yang terpilih dari hasil pemilihan umum. Pada tahun 1983 tersebut yang menjadi Ketua MPR adalah H. Amir Machmud, dibantu Wakil Ketua M. Kharis Suhud, Haji Amir Murtono, SH, Drs. Hardjantho Sumodisastro, H. Nuddin Lubis, dan H. Soenandar Prijosoedarmo. Tap tentang GBHN berubah nomornya dari IV menjadi II yaitu TAP MPR Nomor II/MPR/1983. Sebagaimana telah dikemukakan di atas rumuan tujuan pendidikan nasional dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tidak berbeda dari TAP MPR Nomor IV/MPR/1978, yakni “pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.

2. Tujuan Institusional SMP

Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam dokumen kurikulum tentang Landasan, Program, dan Pengembangan maka terjadi perubahan tujuan institusional SMP. Penekanan pada menghasilkan manusia pembangunan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional menjadi kepedulian utama pendidikan SMP selain memberikan bekal untuk melanjutkan studi dan bekerja di masyarakat. Secara konseptual, sejak Kurikulum 1975 pendidikan di SMP selalu menempatkan lembaga pendidikan ini sebagai lembaga pendidikan dengan model “comprehensive school” dan bukan lagi sekadar pendidikan umum. Pemikiran demikian memang dirasakan perlu mengingat pada jenjang sekolah menengah sistem persekolahan Indonesia sudah tidak lagi mengenal adanya sekolah-sekolah kejuruan, sehingga SMP harus mengambil alih fungsi mengembangkan pendidikan vokasional tersebut. Berikut adalah tujuan yang dinyatakan dalam dokumen yang disebutkan di atas.

Pertama, Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama bertujuan mendidik siswa untuk menjadi manusia pembangunan sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama bertujuan memberikan bekal kemampuan yang diperlukan siswa untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Ketiga, Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar untuk

Page 115: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 99 -

memasuki kehidupan di masyarakat, khususnya bagi siswa yang tidak melanjutkan pendidikannya setelah tamat SMP.

3. Pikiran Pokok Kurikulum SMP 1984

Kurikulum SMP 1984 dikembangkan sebagai penyempurnaan dari Kurikulum 1975 berdasarkan tiga pertimbangan yaitu politik, perkembangan sosial, dan akademik.. Perubahan dalam kebijakan politik ditetapkan dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1983 di mana dinyatakan adanya Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa sebagai mata pelajaran wajib di semua jenjang dan jalur pendidikan menyebabkan kurikulum 1975 harus diubah untuk menampung keputusan politik tersebut. Ketetapan MPR merupakan suatu keputusan politik yang lebih tinggi bahkan dari keputusan presiden, apalagi menteri. Secara politis dan hukum ketata negaraan, Ketetapan (TAP) MPR merupakan perwujudan dari suara rakyat Indonesia. Secara operasional TAP MPR 1983 tersebut dijabarkan dalam Keputusan Menteri Nomor 0461/U/1983 tertanggal 22 Oktober 1983 yang menyatakan perlunya perbaikan kurikulum dan perbaikan tersebut harus mencakup:

a. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa. b. Penyesuaian tujuan dan struktur program kurikulum yang berpola

Program Inti dan program Pilihan. c. Pemilihan kemampuan dasar, keterpaduan, dan keserasian antara

matra kognitif, afektif, dan psikomotorik. d. Melaksanakan pengajaran yang mengarah pada belajar tuntas dan

disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing peserta didik. e. Mengadakan program studi baru yang merupakan usaha untuk

memenuhi kebutuhan lapangan kerja masa kini maupun masa mendatang.

Faktor kedua, yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum adalah hasil evaluasi makro terhadap perkembangan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia pada awal dekade delapan puluhan. Perkembangan kehidupan yang mulai memanfaatkan teknologi informasi, perkembangan kehidupan politik yang sudah mulai tidak lagi sensitif terhadap bahaya komunisme, menyebabkan kurikulum SMP 1975 dianggap sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia pada awal dekade delapan puluhan. Perkembangan lain yang cepat dalam masyarakat terutama dalam bidang ilmu dan teknologi menghendaki adanya berbagai penyempurnaan terhadap Kurikulum SMP 1975.

Faktor ketiga, yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum adalah hasil evaluasi terhadap kurikulum 1975 yang dilakukan pada tahun 1981. Hasil evaluasi tersebut menunjukkan “ belum sesuainya materi kurikulum

Page 116: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 100 -

berbagai mata pelajaran dengan taraf kemampuan belajar siswa, dan terlalu beratnya materi pelajaran untuk beberapa mata pelajaran tertentu. Dengan demikian, pengembangan kurikulum SMP (Sekolah Menengah Umum Pertama) perlu berorientasi pada landasan pada pendekatan proses belajar-mengajar yang diarahkan agar siswa memiliki kemampuan untuk memeroses perolehannya” (Dokumen Kurikulum 1984:1).

Kemampuan untuk memeroses perolehan tersebut dikenal dengan nama Keterampilan Proses. Pendekatan Keterampilan Proses menggantikan pendekatan yang dikenal dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975. Pada dasarnya, kedua pendekatan itu memiliki langkah-langkah yang tidak jauh berbeda karena keduanya menghendaki peran aktif peserta didik dalam mencari, mengolah, dan mengkomunikasikan hasil belajarnya. Melalui pendekatan ini peserta didik diposisikan sebagai subjek dalam belajar dan mereka mengembangkan kemampuan belajar melalui kegiatan merumuskan masalah yang diidentifikasikan dari suatu pokok bahasan, mencari berbagai sumber informasi yang diperlukan, melakukan analisis sumber untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, mengolah informasi yang telah dikumpulkan dari sumber, dan merekonstruksi hasil olahan informasi sehingga menghasilkan pengetahuan (baru bagi peserta didik). Sayangnya, pendekatan Keterampilan Proses sebagaimana pendekatan CBSA tidak terlaksana dengan baik di lapangan.

Ketidakberhasilan pelaksanaan Keterampilan Proses, dan juga CBSA, di lapangan disebabkan oleh paling tidak tiga faktor. Faktor pertama, adalah kemampuan guru yang tidak terlatih untuk melaksanakan pendekatan tersebut. Faktor kedua, fasilitas belajar yang diperlukan seperti buku dan sumber lainnya tidak tersedia di sekolah. Faktor ketiga, pengertian konten kurikulum yang dianut masih terpaku pada pengertian tradisional dan hanya menganggap pengetahuan sebagai konten kurikulum. Keterampilan yang perlu dipelajari dan dikuasai peserta didik untuk mampu memeroses informasi tidak dianggap konten kurikulum dan tidak diajarkan pada peserta didik. Dalam keadaan demikian, peerta didik tidak memiliki keterampilan yang diperlukan bagi dirinya untuk merumuskan pertanyaan/masalah, mencari dan mengumpulkan sumber informasi, mempelajari sumber informasi untuk mendapatkan inormasi yang diperlukan, mengolah informasi untuk menjawab pertanyaan/masalah yang diajukan, dan untuk menyusun inormasi menjadi sebuah bentuk komunikasi

Page 117: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 101 -

4. Struktur Kurikulum SMP 1984

Struktur Kurikulum SMP 1984 sama dengan struktur Kurikulum SMP 1975, yaitu terdiri atas Pendidikan Umum, Pendidikan Akademis, dan Pendidikan Keterampilan. Meskipun demikian, beban belajar setiap semester berbeda, karena Kurikulum SMP 1984 menggunakan pemikiran bahwa beban belajar di kelas lebih tinggi harus lebih rendah dibandingkan kelas sebelumnya (kelas I 38/40, kelas II 37/39, kelas III 36/38).

Tabel 7.3 Struktur Kurikulum dan Bidang Studi Kurikulum SMP 1984

PROGRAM

JAM PELAJARAN BIDANG STUDI

KELAS/SEMESTER

JUMLAH I II III

1 2 3 4 5 6

PENDIDIKAN UMUM

1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Moral Pancasila 3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 4. Pendidikan Olahraga dan Kesehatan 5. Pendidikan Kesenian

2 2 - 3 2

2 2 2

3

2

2 2 -

3

2

2 2 2

3

2

2 2 - 3 2

2 2 2

3

2

12 12 6

18

12

PENDIDIKAN AKADEMIS

6. Bahasa Indonesia 7. Bahasa Daerah*) 8. Bahasa Inggris 9. Ilmu Pengetahuan Sosial 10. Matematika 11. Ilmu Pengetahuan Alam a. Biologi b. Fisika

5

(2) 4 4 6 3 3

5

(2) 4 4 4

3 3

5

(2) 4 4 6

2 3

5

(2) 4 4 4

2 3

5

(2) 4 3 6 2 3

5

(2) 4 3 4

2 3

30

(12) 24 22 30

14 18

PENDIDIKAN KETERAMPILAN

12. Pendidikan Keterampilan**)

4

4

4

4

4

4

24

JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU

38 40

38 40

37 39

37 39

36 38

36 38

222 234

*) Bagi daerah atau sekolah yang memberikan pelajaran Bahasa Daerah **) Pada setiap semester dipilih 1 (satu) Paket Bahan Pengajaran

Ada dua bidang studi yang membedakan antara Kurikulum SMP 1975 dengan Kurikulum SMP 1984, yaitu Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa dan pemisahan Ilmu Pengetahuan Alam menjadi mata pelajaran Biologi dan Fisika. Adanya bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa didasarkan atas TAP MPR Nomor II/MPR/1983 dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983. Berdasarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 bidang studi ini adalah bagian dari Pendidikan Pancasila bersama-sama dengan Pendidikan Moral Pancasila. Dengan demikian maka bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa adalah bagian dari pendidikan kewargaan negara dan bukan kajian akademis. Oleh karena itu, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa dikelompokkan ke dalam bidang studi dan Program Pendidikan Umum.

Page 118: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 102 -

Kata sejarah dalam bidang studi ini menggambarkan bahwa materi utama sebagai bahan ajar terdiri atas berbagai peristiwa sejarah nasional yang dimulai dengan kebangkitan perjuangan kebangsaan. Tampaknya, keberadaan bidang studi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dipersyaratkan setiap warga negara memiliki pengetahuan mengenai sejarah kelahiran dan perkembangan kehidupan bangsanya untuk membentuk memori kolektif sebagai warga negara, ideologi dan tata negara, bahasa Indonesia, dan geografi Indonesia. Materi sejarah dalam Program Pendidikan Akademis yang diorganisasikan dalam bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial tampaknya dianggap belum cukup untuk memenuhi persyaratan tersebut. Oleh karena itu, bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa bukan dianggap sebagai pendidikan akademis sejarah, melainkan sebagai pendidikan kewargaannegara.

Konsep Program Pendidikan Umum sebagai pendidikan kewargaannegara sangat menarik, tetapi tampaknya tidak dikembangkan dalam satu kesatuan yang utuh. Jika Program Pendidikan Umum dimaksudkan sebagai pendidikan kewargaannegara, pernah dikembangkan maka bahasa Indonesia dan Geografi Indonesia seharusnya dimaksukkan ke dalam kelompok Program Pendidikan Umum. Apabila materi pendidikan Geografi Indonesia dikemas dalam bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bersamaan dengan materi Sejarah Indonesia maka sudah sepantasnya jika IPS menjadi bagian dari kelompok Pendidikan Umum sebagaimana ditetapkan dalam Dasar dan Tujuan Pendidikan yang tercantum dalam Buku I tentang Ketentuan Pokok. Tampaknya, ide kurikulum tersebut tidak diterjemahkan secara utuh dalam struktur kurikulum dan pengelompokkan bidang studi.

Kedudukan IPS sebagai bidang studi dalam kelompok Program Pendidikan Akademis memang tidak diarahkan untuk pendidikan kewargaannegara walaupun terjadi ketidaksinambungan antara tujuan dan fungsi bidang studi IPS sebagaimana dinyatakan dalam GBPP Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Dalam GBPP disebutkan bahwa bidang studi IPS bertujuan “untuk mengembangkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa dalam melihat hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya”. Rumusan tujuan tersebut jelas memperlihatkan posisi bidang kajian akademis, yaitu kemampuan berpikir dalam melihat fenomena bidang kajian (hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya).

Warna akademik yang dinyatakan dalam tujuan bidang studi IPS bersesuaian dengan pendekatan yang dirumuskan dalam dua pendekatan, yaitu (1) “pendekatan integratif sesuai dengan realita kehidupan”, dan (2) “pendekatan struktural untuk meningkatkan pengertian konsep-konsep dari generalisasi secara luas dan mendalam”. Terlepas dari adanya konflik dalam berpikir antara pendekatan integrati dan pendekatan struktural, tetapi kedua pendekatan tersebut merupakan aplikasi kurikulum dari pendidikan disiplin

Page 119: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 103 -

ilmu. Artinya, IPS dalam posisi sebagai bidang studi dalam kelompok Program Pendidikan Akademis memang dirancang sebagai pendidikan akademis, bukan pendidikan kewargaannegara (bukan kewarga negaraan yang menjadi label mata pelajaran). Landasan berpikir demikian, menyebabkan kelahiran bidang studi Sejarah Pendidikan Perjuangan Bangsa dalam kelompok Program Pendidikan Umum merupakan sesuatu yang wajar walaupun menimbulkan masalah dalam ide kurikulum tentang pendidikan kewargaannegara.

Sikap mendua dalam organisasi konten kurikulum yang diberi label bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam tetapi dipecah menjadi dua, yakni biologi dan fisika dengan masing-masing beban belajar berbeda mencerminkan adanya tarik ulur dalam konsep pendidikan ilmu alamiah (natural science). Secara filosofis tampak ada tarik ulur antara pengembang kurikulum yang beraliran perenialisme yang memperkenankan adanya pendidikan disiplin ilmu yang terintegrasi dengan label berbeda dari label disiplin ilmu dengan mereka yang beraliran esensialisme yang kokoh dalam posisi bahwa pendidikan disiplin ilmu harus sesuai dengan kaidah disiplin ilmu termasuk nama mata pelajaran. Menurut pandangan perenialisme pendidikan biologi, fisika, kimia dapat disatukan dalam sebuah organisasi konten kurikulum yang dinamakan IPA (science). Bagi pengikut esensialisme penggabungan dengan label seperti IPA sedangkan bagi pengikut perenialisme penggabungan seperti IPA adalah sesuatu yang wajar dan dapat diterima.

Penyelesaian yang dilakukan dengan mencantumkan nama bidang studi IPA dalam tradisi perenialisme (IPA) dan yang kemudian untuk memenuhi filosofi esensialisme dibagi atas biologi dan fisika mungkin dianggap sebagai penyelesaian terbaik. Garis-garis Besar Program Pengajaran IPA tidak merinci mengenai pendekatan sebagaimana yang tercantum dalam Struktur Program dan Bidang Studi Kurikulum SMP 1984. Memang sangat disayangkan ketiadaan informasi mengenai proses yang menyebabkan terjadinya keputusan tersebut untuk lebih dapat memahami ide kurikulum pengembangan bidang studi IPA, apalagi hal tersebut tidak terjadi dalam bidang studi IPS. Jadi, terjadi perbedaan ide kurikulum yang cukup mendasar antara pengembang bidang studi IPA dan IPS yaitu bidang studi IPA menggunakan pemikiran “discrete disciplinary approach” sedangkan IPS menggunakan pendekatan “integrated approach”.

Dalam konteks banyaknya mata pelajaran untuk Kelompok Umum dan Akademis, Kurikulum SMP 1984 tidak lebih sederhana jika dibandingkan dengan Kurikulum SMP 1975. Dengan adanya mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa dan IPA yang terbagi dua atas Biologi dan Fisika maka jumlah mata pelajaran dalam Kurikulum SMP 1984 menjadi dua lebih banyak dari Kurikulum SMP 1975. Kesederhanaan Kurikulum SMP 1984 dibandingkan Kurikulum SMP 1975 hanya terdapat pada mata

Page 120: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 104 -

pelajaran Keterampilan yang hanya mengenal satu jenis dibandingkan dua jenis pada Kurikulum SMP 1975 (pilihan wajib dan bebas). Dalam Buku I tentang Landasan, Program, dan Pengembangan dikemukakan bahwa mata pelajaran keterampilan diarahkan pada keterampilan yang terkait dengan perkembangan terakhir yang terjadi di sekitar lingkungan sekolah. Oleh karena itu, disarankan keterampilan untuk perkotaan dalam bidang perbengkelan otomotif dan elektronika karena semakin banyaknya mobil dan pemakaian komputer. Sedangkan untuk daerah pedesaan disarankan keterampilan dalam bidang bioteknologi, kelistrikan, pembangunan desa, perkoperasian, dan penyuluhan pertanian.

Prinsip yang mirip, walaupun tidak sama, dengan kebijakan tentang bidang studi IPA diterapkan juga untuk IPS. Dalam bidang studi IPA struktur kurikulum secara eksplisit memecah IPA dalam dua subbidang studi, yakni Biologi dan Fisika, IPS melakukannya dalam cara yang berbeda. Dalam Buku II Ilmu Pengetahuan Sosial Kurikulum SMP 1984 disebutkan “bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang terintegrasi atau terpadu, dan sejarah sebagai subbidang studi. Pelaksanaan Subbidang Studi Sejarah mengambil waktu dari jatah waktu yang tersedia untuk Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial sebanyak 1 jam pelajaran perminggu dan diberikan mulai dari kelas I sampai dengan kelas III” (Buku II, 1986:4).

Akibat dari adanya kebijakan atau ide kurikulum yang demikian, tentu saja terjadi ketidaksinambungan (inkonsistensi) atau bahkan dapat dikatakan sebagai suatu “contradictio in terminis” bidang studi IPS, yakni antara definisi IPS dengan ketentuan menjadikan sejarah sebagai subbidang studi dengan GBPP yang terpisah dari GBPP IPS yang berisikan materi geografi, kependudukan, ekonomi, sosiologi dan antropologi. Adanya pengaruh pengambil kebijakan kurikulum yang cukup dominan dalam bidang sejarah dan menginginkan pendidikan sejarah dalam konsep pendidikan esensialisme menyebabkan terjadinya keputusan kurikulum yang demikian. Penyelesaian dua GBPP, yaitu IPS dan Sejarah tentu saja menyebabkan persoalan konseptual yang cukup mengganggu mengenai pendidikan IPS yang menjadi komponen materi Kurikulum SMP 1984. Hal yang terjadi pada bidang studi IPS dalam inkonsistensi antara pengertian dan pemecahan subbidang studi tidak terjadi pada bidang studi IPA, karena GBPP IPA tidak menyebutkan IPA sebagai suatu bidang studi terpadu.

Ketentuan kurikulum tentang adanya mata pelajaran keterampilan tentu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kesenian, olahraga, dan vokasional yang mungkin dimaksukannya setelah yang bersangkutan menyelesaikan pendidikan SMP dan tidak melanjutkan pada pendidikan di atasnya. Perbedaan mata pelajaran keterampilan yang disarankan untuk lingkungan pendidikan yang

Page 121: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 105 -

berbeda adalah kebijakan yang mengarah kepada diversifikasi kurikulum. Keterkaitan kurikulum dengan lingkungan menjadi suatu yang didukung oleh mata pelajaran pilihan. Sayangnya, kebijakan tentang mata pelajaran keterampilan dalam Kurikulum SMP 1984, sebagaimana kurikulum sebelumnya dan sesudahnya, tidak diikuti dengan kewajiban penyelenggara pendidikan dan pemilik sekolah (dalam hal ini terutama pemerintah) untuk melengkapi fasilitas yang diperlukan dalam mata pelajaran pilihan, dukungan dana operasional dan pemeliharaan. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa SMP tidak memiliki fasilitas olahraga, kesenian, dan keterampilan yang memadai sampai hari ini sebagaimana halnya dengan biaya operasional dan pemeliharaan. Kebijakan kurikulum yang tidak didukung oleh kebijakan pengadaan fasilitas belajar berkelanjutan sampai masa kini menyebabkan sekolah sebenarnya tidak dalam keadaan siap untuk melaksanakan kurikulum. Dengan perkataan lain, sekolah tidak mungkin melaksanakan apa yang telah direncanakan dalam dokumen kurikulum (curriculum as plan) menjadi suatu realita kurikulum (implemented, observed, atau taught curriculum).

Hal lain yang membedakan antara Kurikulum SMP 1975 dan sebelumnya dengan Kurikulum SMP 1984 adalah dalam memberikan penawaran mata pelajaran antarsemester (alternate semester offering). Dalam konsep ini, suatu mata pelajaran tertentu diberikan pada semester tertentu dan tidak pada tiap semester. Kurikulum SMP 1975 menerapkan konsep penawaran antarsemester untuk bidang studi keterampilan pilihan terikat dan pilihan bebas, sedangkan untuk Kurikulum SMP 1984 penawaran antarsemester diberlakukan untuk bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Walaupun keduanya menerapkan konsep antarsemester, konsep penawaran antarsemester untuk bidang studi Keterampilan Terikat dan Keterampilan Pilihan (Kurikulum SMP 1975) memiliki perbedaan dengan penawaran antarsemester bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (Kurikulum SMP 1984). Penawaran antarsemester dalam Kurikulum SMP 1975 didasarkan pada pemikiran bahwa bidang studi Keterampilah Pilihan Terikat dan Keterampilan Pilihan Bebas memiliki materi pelajaran keterampilan yang dapat diselesaikan dalam satu semester sebagai satu kesatuan utuh dan tidak berlanjut pada semester lain. Konsep demikian banyak digunakan dalam kurikulum perguruan tinggi karena hakikat materi satu mata kuliah yang sepenuhnya dikemas secara utuh dalam Sistem Kredit Semester (SKS) sehingga materi satu semester suatu mata kuliah merupakan satu kesatuan utuh (terkecuali mata kuliah prasyarat) dan tersedianya banyaknya mata kuliah pilihan pengganti mata kuliah yang tidak ditawarkan pada semester terkait.

Kurikulum SMP 1984 tidak menggunakan prinsip di atas dalam mengembangkan bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa walaupun ditawarkan dalam model antarsemester. Sebagaimana bidang

Page 122: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 106 -

studi lainnya, materi bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa semester 4 merupakan kelanjutan semester 2 dan materi semester 6 merupakan kelanjutan materi semester 4 dan 2. Kembali ketiadaan dokumen mengenai proses pengembangan ide kurikulum dan dalam hal ini berkenaan dengan ide kurikulum bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa menyebabkan kesulitan memahami ide kurikulum yang digunakan. Suatu hal yang jelas bahwa materi bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa semester 2 berkaitan dengan materi semester 4 dan materi semester 6 sehingga penawaran pembelajaran yang bersifat selang semester (alternate) semester mengundang masalah yang berkaitan dengan prinsip tata urut (sequence) dalam pengembangan materi kurikulum dan dalam proses pembelajaran. Harus diakui bahwa untuk unit kelas atau tahun akademik penawaran materi pembelajaran yang bersifat selang semester mungkin bukan masalah besar, tetapi harus pula diingat bahwa kurikulum bukan berkenaan dengan kelas, tetapi sekolah dan keberhasilan penguasaan materi pembelajaran bersifat menyeluruh.

Penilaian hasil belajar bidang studi yang digunakan Kurikulum SMP 1984 dalam bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa tidak sama dengan kurikulum perguruan tinggi yang menggunakan SKS. Suatu mata kuliah diakhiri dengan penilaian hasil belajar yang menentukan keberhasilan seorang mahasiswa dalam mata kuliah tersebut dan tidak lagi terkait dengan mata kuliah lain yang akan dikontrak oleh mahasiswa yang bersangkutan. Kebijakan kurikulum di SMP tidaklah demikian, karena materi bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa yang dipelajari di semester 2 dan 4 akan masuk dalam ujian akhir sekolah. Oleh karena itu, sistem penawaran selang semester (alternate semester) tidak sesuai dengan prinsip kurikulum tingkat persekolahan.

Pertimbangan yang mungkin digunakan untuk mengembangkan pembelajaran yang bersifat selang semester untuk bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa adalah beban belajar keseluruhan persemester. Ada pertimbangan yang cukup kuat agar beban belajar setiap semester tidak melebihi 38 jam untuk kelas I, 37 jam untuk kelas II, dan 36 jam untuk kelas III sehingga beban belajar keseluruhan Kurikulum SMP 1984 sama dengan Kurikulum SMP 1975, yaitu 222 jam atau 234 bagi sekolah yang memberikan pelajaran Bahasa Daerah.

Pertimbangan mengenai beban belajar semester ini berdampak pada alokasi beban belajar bidang studi Matematika. Bidang studi Matematika menggunakan alokasi beban belajar yang tidak sama antara semester ganjil (1,3,dan 5) dengan semester genap (2,4, dan 6). Di setiap semester ganjil di mana Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa tidak ditawarkan, maka bidang studi Matematika memiliki beban belajar 6 sedangkan di setiap semester genap ketika bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa

Page 123: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 107 -

ditawarkan dengan beban belajar 2 jam, maka beban belajar bidang studi Matematika berkurang dari 6 menjadi 4 jam. Akibatnya, distribusi jam belajar bidang studi Matematika Kurikulum SMP 1984 berbeda dari Kuurikulum SMP 1975 yang memiliki beban belajar sama di setiap semester, yakni masing-masing 5 jam.

Dalam pemikiran kurikulum, beban belajar adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan secara serius. Peserta didik yang terlalu lelah tidak mungkin menghasilkan kualitas belajar yang baik. Banyak studi yang menunjukkan bahwa kelelahan merupakan faktor mediasi (mediating variable) yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang. Meskipun demikian, pemikiran bahwa beban belajar yang berbeda antara kelas I, II, III cukup mengundang permasalahan jika pengurangan beban belajar dilakukan hanya untuk mempersiapkan peserta didik untuk Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Oleh karena peserta didik yang akan menempuh ujian pada jamaknya harus memiliki jam belajar yang lebih banyak dan intensif dibandingkan sebelumnya.

Pikiran baru yang dikembangkan dalam Kurikulum SMP 1984 adalah materi muatan lokal. Muatan lokal dalam Kurikulum SMP 1984 dimaksudkan memberi kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan masyarakat setempat. Adanya materi muatan lokal didasarkan pada pemikiran bahwa kurikulum harus relevan dengan masyarakat yang dilayani kurikulum. Pengembangan materi nasional kurikulum untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat dan komunitas yang berdiam di mana pun di Indonesia bahkan di luar negeri. Sedangkan kebutuhan masyarakat setempat yang dilayani kurikulum harus diberi alokasi dan program dalam bentuk kurikulum muatan lokal.

Dalam kebijakan kurikulum mengenai materi muatan lokal ditentukan bahwa keputusan mengenai mata pelajaran muatan lokal ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi. Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mendapatkan masukan dari Kantor Departemen Kabupaten dan Kotamadya23. Berdasarkan pertimbangan kepentingan daerah kabupaten dan kotamadya maka Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan mata pelajaran untuk materi muatan lokal. Pada umumnya penetapan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk materi muatan lokal adalah bahasa daerah dan kesenian. Selain itu, mata pelajaran materi muatan lokal lainnya berkenaan dengan kemampuan

23 Pada masa itu sistem pemerintahan bersifat sentralistis. Di setiap propinsi ada perwakilan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dinamakan Kantor Wilayah untuk tingkat

propinsi dan Kantor Departemen untuk tingkat Kabupaten dan Kotamadya. Kotamadya

adalah istilah yang digunakan pada masa itu dan sekarang berubah menjadi Kota.

Page 124: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 108 -

vokasional yang berkenaan dengan pekerjaan yang banyak di masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan, dan jasa.

Kebijakan mengenai materi muatan lokal yang diperkenalkan Kurikulum SMP 1984 sebenarnya dapat memberikan orientasi baru kurikulum. Dengan adanya materi muatan lokal, terlebih materi yang berkenaan dengan keterampilan vokasional, Kurikulum SMP 1984 memberikan kemungkinan kepada tamatan SMP untuk memasuki dunia kerja dengan bekal kemampuan vokasional yang cukup sehingga dunia kerja mendapatkan tenaga kerja yang siap melaksanakan pekerjaannya. Adanya ketetapan mengenai bahasa dan kesenian daerah sebagai mata pelajaran dalam muatan lokal memberikan dasar pendidikan yang kuat karena peserta didik tidak tercabut dari akar budaya masyarakat darimana mereka berasal.

Konsekuensi dari materi muatan lokal ini tentu saja sekolah harus melakukan kajian kebutuhan (need analysis) masyarakat. Kajian tersebut untuk melihat ketersediaan vokasi yang memerlukan tenaga kerja dan kemampuan yang diperlukan oleh vokasi tersebut. Kajian kebutuhan ini penting agar kurikulum tidak menyediakan tenaga kerja di bidang vokasi yang sudah jenuh atau dengan keterampilan yang tidak sesuai dengan tuntutan vokasi. Untuk mampu melakukan kajian kebutuhan (need analysis) maka bagian kurikulum di setiap sekolah atau yang bertanggung jawab dalam mengembangkan materi muatan lokal harus terlatih untuk melalukan kajian kebutuhan.

Konsekuensi lain dari kebijakan tentang muatan lokal terutama berkenaan dengan mata pelajaran yang sifatnya mengembangkan keterampilan vokasional tertentu, sekolah memerlukan fasilitas belajar yang cukup dan dari jenis yang digunakan di masyarakat. Artinya, sekolah memerlukan dana khusus untuk pengadaan fasilitas belajar bagi vokasional tertentu karena sebelumnya SMP tidak dilengkapi dengan fasilitas demikian. Ketersediaan fasilitas belajar untuk materi muatan lokal yang berorientasi vokasional merupakan masalah besar bagi pemerintah. Dana yang tersedia untuk itu dapat dikatakan terbatas sedangkan kebijakan materi muatan lokal dalam Kurikulum SMP 1984 bersifat nasional.

E. Kurikulum SLTP24 1994

Pada tahun 1994 Pemerintah memberlakukan kurikulum baru menggantikan Kurikulum SMP 1984. Sesuai dengan tradisi penamaan

24 Berdasarkan ketetapan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 1989

Tentang Sistem Pendidikan Nasional, penjelasan Pasal 13 Ayat (1) disebutkan “Pendidikan

dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama

6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat”. Istilah SLTP tidk digunakan dalam

pasal-pasal yang terdapat pada Ketetapan.

Page 125: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 109 -

kurikulum di Indonesia, kurikulum baru yang diberlakukan mulai tahun 1994 dinamakan Kurikulum SMP 1994. Pemberlakuan kurikulum baru ini disebabkan paling tidak oleh tuntutan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggantikan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1954, TAP MPR Nomor II/MPR/1988 dan TAP MPR Nomor II/MPR/1993.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, adalah undang-undang kedua mengenai pendidikan yang dihasilkan bangsa Indonesia, memperkenalkan jenjang pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar (6 tahun) dan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (3 tahun). Pengertian Pendidikan Dasar 9 tahun sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 tersebut digunakan hingga sekarang. Konsekuensi dari pengertian pendidikan dasar yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 maka pemikiran kurikulum untuk Pendidikan Dasar berubah, meliputi kurikulum SD dan kurikulum SLTP.

1. Perubahan Kebijakan Pendidikan

Pada tahun 1988 MPR bersidang untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara yang tercantum dalam TAP MPR nomor II/MPR/1988. Mengenai pendidikan, dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1988 dirumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut:

a. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta pada Tanah Air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial.

g. Pendidikan Pancasila termasuk Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Pendidikan Moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa serta unsur-unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan khususnya nilai-nilai 1945 kepada generasi muda, dilanjutkan dan makin ditingkatkan di semua jenis dan jenjang pendidikan mulai daari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta

Page 126: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 110 -

Poin (g) jelas menunjukkan apa yang harus ada dalam kurikulum, yaitu Pendidikan Pancasila. Dalam Pendidikan Pancasila terdapat materi P4, PMP dan pendidikan sejarah perjuangan bangsa.

Lima tahun kemudian ketika MPR bersidang pada tahun 1993 maka TAP MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN telah merumuskan tujuan pendidikan nasional yang berbeda dengan apa yang telah ditetapkan dalam TAP Nomor II/MPR/1988. Pendidikan dirumuskan untuk:

mewujudkan manusia yang beriman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan profesional;makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia, dan memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa.

Ada perbedaan yang cukup konseptual dan bukan hanya sekadar redaksional antara tujuan yang dirumuskan dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1988 dan TAP MPR Nomor II/MPR/1993. Di antara perbedaan kualitas antara keduanya adalah semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial, kerja keras, bertanggung jawab, mandiri, serta bertanggung jawab tidak lagi menjadi tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1993. Perbedaan kualitas yang diinginkan sebagai tujuan pendidikan nasional antara kedua TAP tersebut mencerminkan adanya perubahan suasana politik yang cukup mendasar. Pembangunan ekoonomi menjadi semakin kuat walaupun fokus pada pembangunan pada bidang lainnya tetap menjadi perhatian, dan pendidikan adalah salah satu fokus penting Pemerintah dalam pembangunan.

Dalam kedua TAP MPR yang disebutkan terkait dengan pendidikan, TAP MPR Nomor II/MPR/1988 dan TAP MPR Nomor II/MPR/1993 di atas, nama pendidikan sejarah perjuangan bangsa masih disebutkan. Dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1988 sebagaimana dikutip di atas telah secara jelas menunjukkan bahwa pendidikan sejarah perjuangan bangsa adalah bagian dari Pendidikan Pancasila.

Dalam TAP MPR nomor II/MPR/1993 pendidikan sejarah perjuangan bangsa juga dinyatakan yaitu titik e pada bagian Pendidikan, dinyatakan sebagai berikut:

Penyelenggaraan pendidikan nasional harus mampu meningkatkan, memperluas, dan memantapkan usaha penghayatan dan pengamalan Pancasila serta membudayakan nilai-nilai Pancasila agar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari di segenap lapisan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan Pancasila termasuk pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), pendidikan moral Pancasila, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sejarah perjuangan bangsa serta unsur unsur yang dapat meneruskan dan mengembangkan jiwa, semangat, dan

Page 127: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 111 -

nilai kejuangan, khususnya nilai 1945, dilanjutkan dan ditingkatkan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan termasuk prasekolah.

Ketetapan tersebut tidak menyatakan bahwa Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), pendidikan moral Pancasila, pendidikan kewarga negaraan, dan pendidikan sejarah perjuangan bangsa sebagai bidang studi atau pun mata pelajaran. Pada masa Prof. Dr. Nugroho Notosusanto yang menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan maka pendidikan sejarah perjuangan bangsa menjadi bidang studi dan kemudian dicantumkan dalam Kurikulum SMP 1984. Setelah beliau wafat dan digantikan Prof. Dr. Fuad Hassan, kebijakan tentang Pendidikan Pancasila berbeda dari kebijakan sebelumnya. Pendidikan Pancasila tercantum dalam mata pelajaran di Kurikulum SMP 1994 sebagai mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarga negaraan. Unsur pendidikan moral Pancasila dimasukkan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, tetapi unsur pendidikan sejarah perjuangan bangsa tidak menjadi bagian dari mata pelajaran tersebut dan tidak pula menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri walaupun TAP MPR tentang Pendidikan Pancasila tidak berubah. Memang materi Pendidikan Pancasila tidak perlu selalu menjadi nama mata pelajaran tetapi kebijakan yang tercantum dalam TAP MPR adalah suatu keharusan politik untuk memuat unsur-unsur Pendidikan Pancasila sebagai materi suatu mata pelajaran (Pendidikan Pancasila). Dengan hilangnya unsur pendidikan sejarah perjuangan bangsa dan unssur lain dari mata pelajaran, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan terjadi diskontinuitas antara TAP MPR dengan kebijakan kurikulum.

Pada tahun 1989 ketika pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka tujuan pendidikan nasional mempunyai arah baru. Pendidikan dipandang sebagai suatu upaya yang memiliki tujuan ”mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”25 (UU Nomor 2 Tahun 1989). Dari rumusan ini jelas bahwa pendidikan tidak hanya memiliki tujuan untuk mengembangkan kualitas peserta didik semata sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 atau TAP MPRS XXVI/MPRS/1966. Dokumen itu jelas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan berkonsentrasi pada pengembangan potensi peserta didik, sedangkan dalam UU Nomor 2

25 Rumusan tujuan pendidikan nasional yang ada dalam UU nomor 2 tahun 2003 berbeda

dari rumusan tujuan dalam TAP MPR nomor II/MPR/1988 .

Page 128: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 112 -

tahun 1989 pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu berkenaan dengan kehidupan bangsa dan manusia. Entah bagaimana caranya pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa mengembangkan kehidupan manusia yang cerdas. Pada dasarnya, hanya kehidupan manusia yang cerdas yang dapat membawa pada kehidupan bangsa yang cerdas.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tidak menganut paham bahwa kecerdasan kehidupan bangsa hanya dapat dikembangkan melalui kehidupan manusianya. Oleh karena itu, pada tujuan pendidikan kedua yang berkenaan dengan manusia tidak dirangkumkan sebagai kualitas kehidupan bangsa yang diinginkan. Manusia Indonesia seutuhnya adalah yang menyangkut kualitas keimanan dan ketakwaan, budi pekerti, berpengetahuan dan berkterampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri tidak harus menjadikan kualitas kehidupan bangsa berkembang. Tampaknya, rumusan itu menganut paham bahwa kualitas kehidupan bangsa yang cerdas menjadi sesuatu yang terpisah dari kualitas manusia yang ingin dihasilkan oleh proses pendidikan.

Pada kenyataannya, tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 ini tidak pernah pula diketahui pencapaiannya. Evaluasi terhadap pencapaian hasil pendidikan lebih diarahkan pada ketentuan mengenai kelulusan peserta didik dari suatu unit atau lembaga pendidikan tertentu. Kualitas yang harus dikuasai peserta didik tidak pula didasarkan pada tujuan pendidikan nasional sehingga alat evaluasi nya pun tidak dikembangkan untuk mengumpulkan informasi mengenai pencapaian tujuan pendidikan. Soal-soal yang dikembangkan untuk Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS), Ujian Akhir Nasional (UAN) atau pun Ujian Nasional (UN) adalah untuk menentukan kelulusan seorang siswa, bukan untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan nasioanal. Oleh karena itu, sifat tujuan pendidikan yang mendua itu pun seolah-olah tidak menimbulkan masalah kependidikan.

Dalam ketetapan pada Pasal 39, Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Isi Kurikulum, dicantumkan materi pendidikan Pancasila dan pendidikan Kewarga negaraan sebagai materi wajib dan bahan kajian wajib. Materi Pendidikan Moral Pancasila dan pendidikan sejarah perjuangan bangsa serta unsur-unsur lain yang terantum dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1988 tidak tercantum dalam undang-undang tersebut. Dalam Penjelasan Pasal 39, Ayat (2) dan (3) tidak tercantum unsur pendidikan Moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa dan unsur-unsur lainnya sebagai materi Pendidikan Pancasila atau pun pendidikan Kewarga negaraan. Dengan demikian, terjadi disharmoniasasi ketetapan antara TAP MPR, UU Sisdiknas, dan kebijakan kurikulum. Kebijakan kurikulum hanya memperdulikan ketentuan dari UU Sisdiknas tapi tidak TAP MPR

Page 129: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 113 -

Foto 3: Nama Sekolah ini Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), menggantikan SMP. Nama SLTP adalah nama yang digunakan dalam UU Nomor 2 Tahun 1989.

Sumber: Website SMPN 8 Yogyakarta

2. Struktur Kurikulum SLTP 1994

Struktur Kurikulum SLTP 1994 lebih sederhana jika dibandingkan dengan struktur kurikulum sebelumnya. Tabel 7.4 memperlihatkan Struktur Kurikulum SMP 1994.

Tabel 7.4 Struktur Kurikulum SLTP 1994

No. Mata Pelajaran Kelas

I II III

1. Pendidikan Pancasila dan Kewarga negaraan 2 2 2

2. Pendidikan Agama 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 6 6 6

4. Matematika 6 6 6

5. Ilmu Pengetahuan Alam 6 6 6

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 6 6 6

7. Kerajinan Tangan dan Kesenian 2 2 2

8. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 2 2 2

9. Bahasa Inggris 4 4 4

10. Muatan Lokal (sejumlah mata pelajaran) 6 6 6

Jumlah 42 42 42

Page 130: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 114 -

Kesederhanaan struktur Kurikulum SMP 1994 terlihat pada penempatan semua mata pelajaran dalam satu kelompok dan dengan demikian mata pelajaran yang satu sama dengan mata pelajaran lain dalam fungsinya. Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarga negaraan bersama-sama dengan mata pelajaran Pendidikan Agama yang dalam kurikulum sebelumnya dimasukkan dalam kelompok dasar atau pembinaan jiwa Pancasila. Kurikulum SMP 1994 tidak mengenal kelompok dan dengan demikian tidak memisahkan posisi kedua mata pelajaran tersebut dari mata pelajaran lainnya. Biasanya dalam struktur kurikulum mata pelajaran dikelompokkan berdasarkan perbedaan dalam fungsi dan tujuan yang hendak dicapai oleh sejumlah mata pelajaran.

Kesederhanaan struktur Kurikulum SMP 1994 ditunjukkan pula adanya penggabungan mata pelajaran/bidang studi PMP dan PSPB menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarga negaraan. Penggabungan juga dilakukan antara biologi dan fisika yang dijadikan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan alokasi waktu menjadi satu, yaitu 6 jam belajar. Penggabungan dalam Kurikulum SMP 1994 dilakukan juga terhadap mata pelajaran kesenian dan mata pelajaran keterampilan menjadi mata pelajaran Kesenian dan Kerajinan Tangan.

Kurikulum SMP 1994 tetap menggunakan filosofi perenialisme yang masih dalam kelompok pendidikan disiplin ilmu tetapi memperoleh organisasi “broadfield” yaitu mata pelajaran IPS dan IPA. Artinya, secara filosofis tidak ada perubahan antara Kurikulum SMP 1994 dan Kurikulum SMP 1984 walaupun haru diakui bahwa Kurikulum SMP 1994 menerapkan filosofi perenialisme lebih utuh dibandingkan Kurikulum SMP 1984. Dalam Kurikulum SMP 1994 mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tidak dipecah menjadi Biologi dan Fisika seperti yangg dilakukan pada Kurikulum SMP 1984.

Terlepas dari kesederhanaan yang ditunjuk dalam struktur, Kurikulum SMP 1994 memberikan beban belajar yang lebih banyak kepada peserta didik. Dengan jumlah mata pelajaran sebanyak 10, lebih sedikit dibandingkan Kurikulum SMP 1984 (yang terbanyak dalam bidang studi) dan Kurikulum SMP 1975, jam belajar peserta didik dalam Kurikulum SMP 1994 lebih banyak yaitu 42 jam setiap semester dibandingkan Kurikulum SMP 1975 yang 37 jam setiap semester dan Kurikulum SMP 1984 yang dimulai dengan 38 jam di kelas I kemudian menurun ke 37 jam di kelas II dan menurun lagi menjadi 36 jam di kelas III.

Perubahan yang ditunjukkan oleh Kurikulum SMP 1994 adalah pendekatan mata pelajaran, bukan bidang studi. Dengan pendekatan mata pelajaran maka pendekatan bidang studi hanya digunakan oleh Kurikulum SMP 1975 dan Kurikulum SMP 1984. Pendekatan mata pelajaran untuk organisasi konten kurikulum memang lebih umum dan melalui Kurikulum SMP 1994

Page 131: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 115 -

pendekatan mata pelajaran yang digunakan kurikulum SMP sebelum Kurikulum 1975 dihidupkan kembali oleh Kurikulum 1994. Mata pelajaran lebih sederhana dan tidak mengundang tafsiran yang berbeda antara pengembang dan pelaksana kurikulum. Pemaknaan yang sama dalam istilah kurikulum antara pengembang dan pelaksana kurikulum sangat penting untuk keberhasilan implementasi kurikulum. Guru sebagai pelaksana tahu secara tepat apa yang dimaksudkan pengembang kurikulum sehingga ketika guru mengembangkan dokumen kurikulum menjadi kurikulum sebagai suatu realita atau “observed curriculum” maka ide pengembang kurikulum dapat dilaksanakan dengan tepat pula.

Kurikulum SMP 1994 tidak menganut paham penawaran selang semester (alternate semester), perbedaan beban belajar semester atau kelas sebagaimana yang digunakan pada Kurikulum SMP 1984. Kurikulum SMP 1994, sebagai kurikulum sebelum 1984, mengembangkan sistem penawaran setiap semester dan beban belajar setiap semester untuk setiap mata pelajaran. Konstruksi struktur kurikulum yang demikian memang memberikan kemudahan kepada sekolah dalam merencanakan implementasi terutama dalam mengatur jam pelajaran. Kesamaan beban belajar setiap semester menyebabkan guru lebih mudah memberikan pertimbangan mengenai kedalaman materi yang akan dipelajari peserta didik setiap semester.

Kurikulum 1994 memiliki beban belajar/jam belajar yang lebih besar, yaitu 42 jam tanpa menghitung mata pelajaran Bahasa Daerah, yaitu 42 jam persemester. Beban belajar ini lebih tinggi dari Kurikulum SMP 1984 yang memiliki jam belajar tertinggi 38 jam dan kemudian menurun pada tahun berikutnya. Jumlah jam 42 untuk Kurikulum SMP 1994 sama untuk seluruh kelas dan tidak ada pengurangan jam belajar untuk mata pelajaran tertentu sebagaimana yang ada pada Kurikulum SMP 1984. Baik mata pelajaran Matematika maupun IPS memiliki jam pelajaran yang sama pada setiap tahun untuk masing-masing mata pelajaran.

Kurikulum SMP 1994 memandang mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS dalam kedudukan yang sama dan mendapatkan alokasi jam belajar yang sama yakni masing-masing 6 jam. Sedangkan untuk kesenian dan keterampilan tangan digabungkan dalam satu mata pelajaran dengan nama mata pelajaran Kesenian dan Kerajinan Tangan. Alokasi jam untuk mata pelajaran ini sangat rendah dibandingkan alokasi dalam Kurikulum SMP 1975 dan Kurikulum SMP 1984. Tampaknya pikiran (ide) kurikulum para pengembang Kurikulum SMP 1994 tidak memandang pendidikan Kesenian dan Kerajinan Tangan sama pentingnya dibandingkan pikiran (ide) para pengembang Kurikulum SMP 1975 dan Kurikulum SMP 1984.

Mata pelajaran muatan lokal yang diperkenalkan sejak Kurikulum SMP 1984 masih tetap dipertahankan dalam Kurikulum SMP 1994. Pendekatan

Page 132: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 116 -

mata pelajaran untuk materi muatan lokal pun masih digunakan. Kebijakan bahwa keputusan tentang mata pelajaran muatan lokal oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih tetap dipertahankan. Sebagaimana yang terjadi pada Kurikulum SMP 1984, penetapan materi muatan lokal sebagai mata pelajaran wajib yang terjadi hampir di setiap daerah tidak berbeda, yakni bahasa daerah dan kesenian daerah. Posisi mata pelajaran bahasa daerah dan kesenian daerah sebagai mata pelajaran wajib dalam keadaan seperti ini masih dipertahankan pada saat pemerintah memberikan wewenang yang lebih besar kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum sekolah masing-masing dan dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Page 133: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 117 -

BAB VIII

KURIKULUM SMP PADA MASA REFORMASI (OTONOMI DAERAH)

A. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter yang kemudian diikuti dengan krisis politik. Kepemimpinan Presiden Soeharto mendapat tantangan dari masyarakat dan terutama mahasiswa. Gelombang unjuk rasa dan tuntutan agar Presiden Soeharto mundur semakin gencar dan masif setelah terjadi pembunuhan beberapa mahasiswa Trisakti pada tanggal 13 Mei 1998. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden, dan Wakil Presiden B.J. Habibie dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Pergantian kepala pemerintahan dan kepala negara tersebut terjadi karena Presiden Soeharto mengundurkan diri mendapatkan tekanan mahasiswa dan masyarakat yang tidak puas lagi atas kepemimpinan Presiden Soeharto dan ketika beberapa anggota kabinet yang melihat suasana politik yang tidak menguntungkan mengundurkan diri, dan beberapa pimpinan masyarakat menolak untuk membantu menyelesaikan kemelut politik. Masa pemerintahan Presiden Habibie ditandai dengan upaya mengembalikan kehidupan demokrasi di Indonesia yang dianggap sudah tercabik-cabik pada masa pemerintaha Orde Baru dan upaya membangun kehidupan kenegaraan yang didasarkan pada otonomi daerah yang lebih nyata.

Pemerintahan Presiden Habibie digantikan oleh Presiden Abdurrachman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001) pada tahun 2001. Tidak sampai dua tahun menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Presiden Abdurachman Wahid dimakzulkan oleh MPR dan digantikan oleh Presiden Megawati (23 Juli 2001 – 20 September 2004). Presiden Megawati Soekarnoputri adalah presiden terakhir yang diangkat oleh MPR dan bukan dipilih langsung oleh rakyat, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dilakukan amandemen. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dibentuk tim Reformasi Pendidikan yang merancang berbagai reformasi di sejumlah aspek pendidikan, yang dirasakan harus disesuaikan dengan kebijakan nasional mengenai otonomi daerah. Pendidikan tidak lagi menjadi wewenang Pemerintah (Pusat), tetapi dilimpahkan sebagai bagian dari Pemerintah Daerah. Rancangan tim

Page 134: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 118 -

Reformasi Pendidikan ini kemudian dijadikan dasar dalam pengembangan undang-undang baru tentang sistempendidikan nasional.

Pada tahun 2003 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas tahun 2003) disyahkan. Undang-undang Sisdiknas tersebut membawa perubahan tujuan pendidikan dan konsep pendidikan. Perubahan tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan undang-undang Sisdiknas tahun 2003 dapat dikatakan merupakan koreksi terhadap tujuan pendidikan sebelumnya. Pemikiran baru tentang pendidikan, posisi peserta didik dalam pendidikan dan proses pembelajaran menyebabkan pengertian pendidikan dirumuskan sesuai dengan perkembangan baru tersebut. Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistis ke otonomi membawa pemikiran baru mengenai wewenang pengembangan kurikulum. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka fungsi pendidikan dirumuskan untuk ”mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sedangkan tujuan pendidikan dirumuskan untuk ”berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Koreksi ini sangat fundamental karena menyangkut hakiki kegiatan pendidikan. Dalam pikiran baru pendidikan, kegiatan pendidikan berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik, baik pengetahuan, keterampilan intelektual, nilai dan sikap dan pisik. Dalam mengembangkan potensi tersebut proses pendidikan memiliki kemampuan mengarahkannya kepada suatu kualitas tertentu seperti keimanan, ketaqwaan, kemuliaan akhlak, kesehatan pisik, dan sebagainya. Oleh karena itu, perkembangan tujuan pendidikan di Indonesia mencapai titik yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik, pedagogik, dan politik26 .

B. KURIKULUM 2004

Pada awal tahun 2000 Pemerintah mulai merintis pengembangan kurikulum baru berdasarkan model Kurikulum Berbasis Kompetensi. Beberapa sarjana kurikulum yang memiliki kemampuan tinggi dalam bidang studi kurikulum dan di antaranya baru kembali dari pendidikan di luar negeri dengan gelar

26 Pertanggungjawaban politik (political viability and accountability) dibuktikan oleh semua

rumusan tujuan yang telah dibicarakan sejak 1950 yaitu dengan pencantuman tujuan tersebut

dalam suatu ketetapan resmi seperti undang-undang. Meskipun demikian sesuatu yang dapat

dipertanggungjawabkan secara politk bukanlah jaminan dapat dipertanggungjawabkan secara

akademik atau pun pedagogik.

Page 135: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 119 -

tertinggi (S3) di bidang kurikulum. Mereka belajar tentang kurikulum berbasis kompetensi dan landasan pemikiran kurikulum berbasis kompetensi untuk SD, SLTP, SLTA dan SMK. Kurikulum berbasis kompetensi direncanakan guna menggantikan kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum SMP 1994 walaupun rencana tersebut tidak dapat direalisasikan karena adanya perubahan kebijakan mengenai wewenang penyelenggaraan pendidikan yang diberikan kepada pemerintah daerah, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyempurnakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Meskipun demikian, Kurikulum Berbasis Kompetensi perlu dikemukakan sebagai suatu peristiwa dalam sejarah pengembangan kurikulum di Indonesia.

Sebenarnya, pemikiran kurikulum berbasis kompetensi bukan sesuatu yang baru di Indonesia. Di jenjang pendidikan tinggi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi telah dikembangkan untuk program pendidikan guru pada tahun 70-an. Sebelumnya, kurikulum di lembaga pendidikan perhotelan telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi untuk berbagai program studi yang dimilikinya. Di program pendidikan profesi seperti kedokteran, apoteker, psikolog, insinyur, dan sebagainya kurikulum berbasis kompetensi telah pula digunakan. Di jenjang pendidikan menengah, kurikulum berbasis kompetensi telah diterapkan untuk sekolah menengah kejuruan. Pada tahun 2002 melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan pengertian kompetensi. Dalam SK tersebut dikemukakan "Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu". Sementara pada sekolah umum, seperti SD, SLTP, dan SLTA penerapan kurikulum berbasis kompetensi masih merupakan hal baru.

Dalam kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum 2004, kompetensi diartikan sebagai “pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual”. Lebih lanjut dikemukakan bahwa “kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, Kelas I sampai dengan Kelas XII yang menggambarkan suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring dengan perkembangan psikologis peserta didik” (Dokumen power point, Depdiknas, hal 4). Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, pengertian keterampilan

Page 136: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 120 -

mencakup keterampilan intelektual, emosional, kinestetik, sosial, intrapersonal, komunikasi, dan sebagainya.

Kurikulum Berbasis Kompetensi mulai dikembangkan pada tahun 2000, tahun terakhir abad ke 20. Pada tahun pertama abad berikutnya, yaitu tahun 2001, tim pengembang sudah berhasil merumuskan draft pertama sampai kepada buku acuan untuk guru, orang tua dan pembina yang terdiri atas buku untuk setiap mata pelajaran. Pada tahun akademik 2001/2002 dilakukan “mini piloting” di beberapa sekolah di Sidoarjo, Bandung, Serang, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta. Sekolah yang ikut serta dalam “mini piloting” harus memenuhi kriteria-kriteria antara lain, yakni.

1. Memiliki sumber daya manusia yang lengkap. 2. Memiliki sarana pendidikan yang lengkap. 3. Memiliki dana yang cukup. 4. Memiliki nara sumber dari luar sekolah.

Dalam “piloting” tersebut menggunakan sekolah yang termasuk kategori ideal. Melalui “piloting” dengan kriteria sekolah yang demikian dapat diamati kemampuan kurikulum bekerja secara maksimal sehingga berbagai masalah dapat segera diidentifikasi sebagai masalah yang sudah “exhausted”. Sayangnya, pendekatan yang demikian hanya dapat menggambarkan kurikulum bekerja dalam kondisi yang seharusnya, sedangkan sisi lain masih banyak sekolah yang tidak memiliki kondisi yang sama dengan kondisi sekolah “mini piloting”. Hal yang demikian sering dilakukan dalam sejarah pengembangan kurikulum di Indonesia, sehingga pada waktu terjadi desiminasi secara nasional maka kegagalan implementasi kurikulum secara nasional sudah dapat diprediksi, sejalan dengan banyaknya sekolah yang memiliki persyaratan di bawah kriteria sekolah “piloting”. Keadaan yang demikian sangat disayangkan karena akibatnya, kurikulum yang telah dikembangkan dengan baik tidak terlaksana dengan baik sehingga tidak mampu menghasilkan tamatan sesuai dengan kualitas yang direncanakan dalam dokumen kurikulum.

Dilihat dari prosedur dalam mengkonstruksi kurikulum (curriculum construction) untuk menghasilkan suatu dokumen kurikulum yang baik, prosedur yang dilakukan dalam mengembangkan dokumen kurikulum sudah memenuhi standar prosedur. Dengan pemenuhan standar prosedur tersebut tidak pula diragukan bahwa dokumen kurikulum yang dihasilkan adalah dokumen kurikulum yang baik dan berkualitas. Sayangnya keberhasilan konstruksi kurikulum (curriculum construction) baru sebagian keberhasilan pengembangan kurikulum (curriculum development) karena masih ada satu dimensi kurikulum yang sama pentingnya dengan konstruksi kurikulum, yaitu implementasi kurikulum. Sayangnya lagi, suatu dokumen kurikulum baru dapat memberikan hasil dengan kualitas tamatan sebagaimana yang

Page 137: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 121 -

direncanakannya hanya apabila dokumen kurikulum berhasil dilaksanakan dengan baik dalam bentuk proses atau implementasi kurikulum atau “taught curricculum”. Dokumen Kurikulum 2004 tidak pernah menjadi “implemented curriculum” atau “taught curriculum” karena kebijakan pendidikan yang memberikan wewenang pegembangan kurikulum tingkat sekolah kepada pemerintah daerah.

1. Pemikiran Kurikulum 2004

Dalam rasional pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dikemukakan bahwa tuntutan GBHN 1999, perkembangan IPTEK, dan globalisasi telah menyebabkan dan menuntut perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dirasakan adanya keperluan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam berbagai dimensi kehidupan sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan berbudi luhur. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, diperlukan kurikulum yang bersifat lebih fleksibel, dinamis, mampu mengakomodasi keanekaragaman kemampuan peserta didik. Kebutuhan itu disebabkan oleh kenyataan bahwa “kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat pisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal sosial dan kredibilitas” (Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001).

Lebih lanjut, dikemukakan bahwa perkembangan yang pesat di masyarakat telah menyebabkan tumbuhnya industri baru berbasis kompetensi tinggi. Perkembangan industri dan masyarakat menuntut adanya sumber daya manusia dengan kemampuan atau kompetensi tinggi pula. Untuk menjawab keperluan tersebut maka diperlukan pendidikan dengan standar mutu yang tinggi agar bangsa Indonesia memiliki warga negara dengan keunggulan kompetitif dan komparatif pada tingkat nasional dan bahkan internasional (Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001). Atas dasar pemikiran demikian maka perlu dikembangkan kurikulum baru untuk masa depan, yakni kurikulum berbasis kompetensi. Kemudian, dinyatakan lebih lanjut bahwa kompetensi dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum berbasis kompetensi ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya.

Selanjutnya, dikemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi harus menjamin pertumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan keterampilan hidup, akademik, seni, pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia (Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001).

Page 138: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 122 -

Dalam proses pengembangan dokumen kurikulum (curriculum construction) tingkat nasional maka dikembangkan buku untuk setiap mata pelajaran. Buku tersebut diberi judul Kurikulum Berbasis Kompetensi dan diikuti dengan nama mata pelajaran untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Dalam setiap buku, terdapat nama-nama tim pengembang, rasional, pengertian mata pelajaran, fungsi dan tujuan, materi pokok, pendekatan dan organisasi penyajian, kompetensi umum, dan rambu yang menjadi bagian dari bab I Pendahuluan buku. Dalam Bab 2 terdapat Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Indikator Pencapaian Hasil belajar untuk setiap kelas dan catur wulan. Pencantuman nama tim pengembang tampaknya merupakan suatu kebijakan baru untuk memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada tim pengembang.

Dalam rasional buku Kurikulum Berbasis Kompetensi disebutkan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan pada dua jenjang, yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Adanya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dikarenakan adanya TAP MPR No. IV/MPR/1999 dan UU Nomor 22/1999 tentang otonomi pemerintahan. Berdasarkan TAP dan UU maka Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan realisasi dari wewenang pemerintah pusat dalam “menentukan kompetensi umum secara nasional yang berlaku di seluruh daerah” (Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2001). Berdasarkan kompetensi umum nasional yang telah ditetapkan Pemerintah maka pemerintah daerah berkewajiban mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing. Berdasarkan rambu-rambu yang ada, daerah pada dasarnya diberi wewenang mengembangkan silabus yang akan digunakan guru dalam mengelola proses pembelajaran.

Dalam bagian kedua, buku Kurikulum Berbasis Kompetensi memuat kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar. Dalam satu tahun/kelas terdapat beberapa kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik kelas tersebut. Istilah kelas tidak secara konsisten digunakan dalam dokumen Kurikulum SLTP Berbasis Kompetensi. Kajian antara buku-buku Kurikulum Berbasis Kompetensi menunjukkan adanya inkonsistensi dalam penamaan kelas: pada beberapa dokumen kurikulum disebutkan kelas I, II, dan III tetapi di beberapa dokumen kurikulum lain disebutkan kelas VII, VIII, dan IX. Tampaknya, ada kegalauan mengenai konsep kelas yang disebabkan kegalauan dalam menempatkan posisi SLTP yang dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 adalah bagian dari pendidikan dasar 9 tahun. Jika SLTP merupakan bagian dari pendidikan dasar 9 tahun maka adalah wajar apabila penamaan kelas di SLTP merupakan kelanjutan dari kelas di SD, yaitu kelas VII, VIII dan IX. Dalam struktur persekolahan yang dikemukakan dalam Materi Diskusi KBK berkenaan dengan kebijakan umum penamaan kelas yaitu “ (1) Kelas 0 untuk pendidikan prasekolah, (2) Kelas I sampai dengan Kelas VI untuk pendidikan dasar, dan (3) Kelas VII

Page 139: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 123 -

sampai dengan Kelas XII untuk pendidikan menengah”. Walaupun bahan diskusi tersebut belum bersifat final tampaknya para pengembang kurikulum KBK tahun 2001 tidak sepenuhnya mengikuti apa yang tercantum dalam materi tersebut.

2. Prinsip Pengembangan Kurikulum 2004

Dalam dokumen pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikemukakan ada 12 prinsip yang digunakan dalam mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2001 dan prinsip yang sama tetap digunakan dalam revisi terakhir kurikulum yang dilakukan pada akhir tahun 2003. Kedua belas prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

a. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika

Kurikulum merupakan input instrumental yang digunakan untuk menyeimbangkan pengalaman belajar yang mengembangkan etika, estetika, logika, dan kinestika.Pengembangan etika dilaksanakan dalam rangka penanaman nilai-nilai sosial dan moral termasuk menghargai dan mengangkat nilai-nilai pluralitas dan nilai-nilai universal.Pengembangan estetika menempatkan pengalaman belajar dalam konteks holistik dan total untuk memberikan ruang bagi pengalaman estetik dengan melalui berbagai kegiatan yang dapat mengekspresikan gagasan, rasa, dan karsa. Logika yang dikembangkan termasuk berpikir kreatif dan inovatif dengan keseimbangan yang nyata antara kognisi dan emosi dapatmemberikan keterampilan kognitif sekaligus dengan keterampilan interpersonal.

b. Kesamaan Memperoleh Kesempatan

Setiap orang berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya. Untuk itu perlu adanya jaminan keberpihakan kepada peserta didik yang kurang beruntung dan segi ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul. Hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan upaya untuk menjamin persamaan memperoleh kesempatan pendidikan.

c. Memperkuat Identitas Nasional

Kurikulum harus menanamkan dan mempertahankan kebanggaan menjadi bangsa Indonesia melalui pemahaman terhadap pentumbuhan peradaban bangsa Indonesia dan sumbangan bangsa Indonesia terhadap peradaban dunia. Dengan demikian kunikulum harus mempertahankan keberlanjutan tradisi budaya yang bermanfaat dan mengembangkan kesadaran, semangat, dan kesatuan nasional. Materi tentang pemeliharaan identitas nasionat

Page 140: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 124 -

patriotisme, sikap nonsektarian, kemampuan untuk bertoleransi terhadap perbedaan yang ditimbulkan oleh agama, ideologi, wilayah,bahasa, dan jender perlu diperhatikan dalam kurikulum.

d. Menghadapi Abad Pengetahuan

Globalisasi dalam bidang informasi, komunikasi, dan teknologi menyebabkan semakin meningkatnya fenomena perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Pasar bebas, kemampuan bersaing, serta penguasaan pengetahuan dan teknologi menjadi makin penting untuk kemajuan suatu bangsa. Sumber daya alam yang makin terbatas tidak lagi dapat menjadi tumpuan modal karena sumber kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dan modal fisik ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kredibilitas. Pada abad pengetahuan ini dipenlukan masyarakat yang berpengetahuan yang diperoleh dengan cara belajar sepanjang hayat. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh masyarakat sangat beragam dan berkualitas, sehingga diperlukan kunikulum yang mendorong untuk meningkatkan 4/18 kemampuan metakognitif dan kemampuan berpikir dan belajar dalam mengakses, memilih, menilai pengetahuan, dan mengatasi situasi yang membingungkan dan penuh ketidakpastian.

e. Menyongsong Tantangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Revolusi dalam teknologi informasi dan komunikasi merupakan tantangan fundamental yang dapat mengubah masyarakat biasa ke dalam masyarakat informasi dan masyarakat pengetahuan. Teknologi informasi dan komunikasi berpotensi untuk menyediakan kemudahan belajar elektronik atau belajar dengan kabel on-line yang memperrnudah akses ke dalam informasi dan ilmu pengetahuan baru yang tidak tertulis dalam kunikulum. Oleh karena itu diperlukan kurikulum yang luwes dan adaptif terhadap berbagai pengetahuan baru sesuai dengan keadaan zaman.

f. Mengembangkan Keterampilan Hidup

Pendidikan perlu menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan keterampilan hidup untuk menghadapi tantangan hidup yang terjadi di masyarakatnya. Beberapa aspek utama keterampilan hidup antara lain kerurnahtanggaan, pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi, kesadaran diri, menghindari stres, membuat keputusan, berpikir kreatif, hubungan interpersonal dan pemahaman tentang berbagai bentuk pekerjaan serta kemampuan vokasional disertai sikap positif terhadap kerja. Oleh karena itu, di dalam kunikulum perlu dimasukan ketenampilan hidup agar peserta didik memiliki kemampuan bersikap dan berpenilaku

Page 141: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 125 -

adaptif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif.

g. Mengintegrasikan Unsur-unsur Penting ke Dalam Kurikuler

Kurikulum perlu memuat dan mengintegrasikan pengetahuan dan sikap tentang budi pekerti, hak asasi manusia, pariwisata, lingkungan hidup dan kependudukan, kehutanan, home economics, pencegahan konsumerisme, pencegahan HIV/AIDS, penangkalan penyalahgunaan narkoba, perdamaian, demokrasi, dan peningkatan konsensus pada nilai-nilai universal. Pengintegrasian unsur-unsur tensebut perlu disesuaikan dengan sifat rnata pelajaran pokok yang relevan dan perkembangan kernampuan peserta didik.

h. Pendidikan Alternatif

Pendidikan tidak hanya terjadi sccara formal di sekolah tetapi juga harus terjadi di mana saja. Hal itu sangat penting terutama dalam rangka mencapai universalisasi dan demokratisasi pendidikan. Pendidikan alternatif meliputi antara lain pendidikan non-formal, pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh, sistem lain yang lentur yang diselenggarakan oleh pemenintah atau organisasi non-pemerintah.

i. Berpusat Pada Anak Sebagai Pembangun Pengetahuan

Upaya untuk memandinikan peserta didik untuk belajar, benkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, dan penilaian din untuk suatu refleksi akan mendonong rnereka untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian pandangan baru akan diperoleh melalui pengalaman langsung secana lebih efektif. Dalam hal ini, peran utama guru adalah sebagai fasilitator belajar.

j. Pendidikan Multikultur dan Multibahasa

Indonesia terdiri atas masyarakat dengan beragam budaya, bahasa, dan agama. Implikasi dari hal tersebut yaitu bahwa dalam pendidikan perlu menerapkan metodik yang produktif dan kontekstual untuk mengakomodasikan sifat dan sikap masyarakat pluraristik dalam kerangka pembentukan jati diri bangsa.

j. Penilaian Berkelanjutan dan Komprehensif

Kurikulum harus menanggapi kebutuhan belajar peserta didik untuk mengetahui hasil belajarnya. Hassil belajar dipandang sebagai umpan balik untuk perbaikan lebih lanjut terhadap segala kekurangan dan kelebihan peserta didik selama belajar dalam kurun waktu tertentu. Oleh karenanya penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi

Page 142: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 126 -

sangat penting dalam dunia pendidikan. Hasil dan suatu penilaian umumnya tergantung pada identifikasi jenis dan alat penilaian yang digunakan serta tujuan, kritenia penilaian. dan interpretasi hasil. Relevansi, reliabilitas, dan validitas penilaian merupakan prosedur yang menentukan kualitas umpan balik. Penilaian berkelanjutan mengacu kepada penilaian yang dilaksanakan oleh guru itu sendiri dengan proses penilaian yang dilakukan secara transparan. Penilaian harus dilakukan secara komprehensif yang mencakup aspek kompetensi akademik dan keterampilan hidup.

k. Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan harus berlanjut sepanjang hidup manusia dalam rangka untuk mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar tentang dunia yang berubah dalam segala bidang. Dengan demikian, kerusakan dan keusangan pengetahuan dapat dihindari. Dalam hal ini, kurikulum harus menyediakan kompetensi dan materi yang berguna bagi peserta didik bukan hanya untuk kepentingannya di masa sekarang, tetapi juga kepentingannya di masa yang akan datang dengan memberikan fondasi yang kuat untuk inkuiri dan memecahkan masalah yang merupakan titik awal untuk menguasai cara berpikir bagaimana berpikir dan belajar sepanjang hidupnya.

Harus diakui bahwa beberapa dari yang dikemukakan sebagai prinsip di atas pada dasarnya bukanlah prinsip pengembangan kurikulum. Ada di antaranya berupa tantangan yang harus dijawab oleh kurikulum seperti bagaimana mengembangkan keterampilan hidup, menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi, menghadapi abad pengetahuan, pendidikan sepanjang hayat dan memperkuat identitas nasional. Beberapa yang lain, memang merupakan prinsip yang harus digunakan dalam mengembangkan kurikulum seperti penilaian berkelanjutan dan komprehensif, pendidikan multikultur dan multi bahasa, berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan, keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika. Sedangkan yang dinamakan prinsip pendidikan alternatif bukan prinsip pengembangan kurikulum, tetapi lebih mengarah kepada prinsip pengembangan pendidikan. Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikuler bukan prinsip dan bukan pula tantangan, tetapi merupakan pekerjaan yang harus diselesaikan oleh para pengembang kurikulum. Pekerjaan yang tertinggal demikian digunakan juga dalam Kurikulum SMP 1975 sebagai prinsip walaupun pengembang kurikulum tidak seharusnya memberikan pekerjaan yang mendasar dalam pengembangan materi dan organisasi materi kurikulum kepada para guru.

Page 143: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 127 -

3. Visi dan Misi SMP

Kurikulum Berbasis Kompetensi memperkenalkan adanya visi dan misi yang harus dinyatakan dalam kurikulum. Pikiran ini dikembangkan terus sampai pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Untuk SMP (istilah ini digunakan walaupun berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2003 istilah yang digunakan adalah SLTP) yang menjadi bagian dari pendidikan dasar maka visi dan misinya adalah visi dan misi pendidikan dasar. Tentu saja visi dan misi lembaga menjadi bagian penting dalam pengembangan kurikulum karena kurikulum harus mendukung pencapaian visi dan misi tersebut.

Visi untuk pendidikan dasar dirumuskan sebagai berikut.

Penyelenggaraan pendidikan dasar adalah dalam rangka menghasilkan lulusan yang mempunyai dasar-dasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang kuat dan memadai untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan keberhasilan dalam pendidikan lanjutan atau dalam kehidupan yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Sedangkan misi pendidikan dasar dirumuskan sebagaimana tercantum di bawah ini.

• Menanamkan dasar-dasar perilaku berbudi pekerti dan berakhlak mulia. • Menumbuhkan dasar-dasar kemahiran membaca, menulis, dan berhitung. • Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan

berpikir logis, kritis, dan kreatif. • Menumbuhkan sikap toleran, tanggung jawab, kemandirian dan

kecakapan emosional. • Memberikan dasar-dasar keterampilan hidup, kewirausahaan, dan etos

kerja. • Membentuk rasa cinta terhadap tanah air Indonesia.

Visi dan misi yang dikembangkan untuk pendidikan dasar sangat fundamental sebagai kualifikasi minimal bangsa Indonesia. Seyogianya warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan minimal 9 tahun memiliki kualitas yang menjadi visi dan misi pendidikan dasar sehingga mereka dapat dan mampu berpartisipasi sebagai warga negara yang produktif, bertanggung jawab, dan berkemampuan untuk mengembangkan diri sepanjang hayatnya. Kurikulum sebelumnya tidak mengembangkannya dalam bentuk visi dan misi, tetapi dalam rumusan yang dinamakan tujuan yang memiliki kualitas serupa atau mirip dengan visi dan misi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jadi, terdapat kontinuitas dalam upaya kurikulum untuk mengembangkan kualitas manusia Indonesia walaupun terdapat pula berbagai perubahan yang disebabkan oleh adanya kehidupan di suatu periode waktu dan proyeksi kehidupan pada periode waktu mendatang.

Page 144: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 128 -

4. Struktur Kurikulum 2004

Naskah awal Kurikulum 2004 SMP yang dikembangkan pada tahun 2001 memiliki struktur kurikulum sebagai berikut:

Tabel 8.1. Struktur Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah

Jenis dan Jumlah Mata pelajaran Pokok

Alokasi Waktu

Kelas VII

Kelas VIII

Kelas IX

1.Agama 2 2 2 2.Kewarga negaraan dan Sejarah 3 3 3 3.Bahasa dan Sastra Indonesia 6 6 6 4.Matematika 6 6 6 5.Sains 6 6 6 6.Ilmu Sosial 3 3 3 7.Bahasa Inggris 4 4 4 8.Pendidikan Jasmani 2 2 2 9.Kesenian dan Kerajinan Tangan 2 2 2 Jumlah 34 34 34

Struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi yang ditunjukkan dalam Tabel 8.1 sangat sederhana dan banyak mengurangi beban belajar. Jika pada Kurikulum SMP 1994 beban belajar setiap semester dominasi pandangan filosofis esensialisme pada para pengembang Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat kuat walaupun fenomena tersebut agak mengherankan karena pada umumnya kurikulum berbasis kompetensi tidak mendasarkan diri pada pendidikan disiplin ilmu. Sejarah pendidikan kompetensi yang awalnya adalah mempersiapkan peserta didik untuk memiliki keterampilan atau kemampuan yang diperlukan dunia kerja menyebabkan pengaruh pandangan filosofi pendidikan disiplin ilmu tidak menonjol. Kenyataan yang ditunjukkan dalam struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Tabel 8.1 di atas berbeda dari tradisi umum kurikulum berbasis kompetensi. Nama-nama mata pelajaran seperti Sains dan Ilmu Sosial menggambarkan pengaruh pendidikan disiplin ilmu yang sangat kuat. Tentu saja, dominasi pendidikan disiplin ilmu agak kurang sesuai dengan tujuan dan misi kelembagaan SMP dan Madrasah Tsanawiyah kecuali untuk misi yang berkenaan dengan pengembangan kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif. Alokasi waktu yang sangat besar untuk mata pelajaran yang dikenal sebagai mata pelajaran yang melatih peserta didik dalam berpikir logis, kritis, dan kreatif seperti matematika, sains menambah kuatnya kesan ketidakajegan antara kurikulum sebagaimana yang dinyatakan dalam struktur dengan misi kelembagaan.

Tampaknya, hasil “mini piloting” dan uji publik meredam pandangan pendidikan disiplin ilmu yang terasa dominan pada struktur Tabel 8.1.

Page 145: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 129 -

Setelah dilakukan “mini piloting” dan taggapan masyarakat, maka struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagaimana yang tercantum pada Tabel 8.1. mengalami penyempurnaan. Jumlah SKS yang sudah lebih merata dengan mengurangi sks untuk mata pelajaran matematika dan pengetahuan alam memberi indikasi adanya perubahan dalam ide kurikulum para pengembang. Pandangan pendidikan disiplin ilmu yang didasarkan pada filosofi esensialis juga mendapat koreksi yang cukup kuat sehingga mata pelajaran sains dan ilmu sosial diubah menjadi label bidang studi dan mata pelajaran yang lebih menyesuaikan diri dengan pandangan filosofis perenialisme.

Hasil dari penyempurnaan struktur Kurikulum Berbasis Kompetensi tercantum pada tabel 8.2. berikut ini.

Tabel 8.2. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama Dan Madrasah Tsanawiyah

Kelas Alokasi Waktu

VII VIII IX A.Mata Pelajaran Pendidikan Agama Pendidikan Kewarga negaraan Bahasa dan Sastra Indonesia Bahasa Inggris Matematika Pengetahuan Sosial Pengetahuan Alam Kesenian Pendidikan Jasmani Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi

2 2 5 4 5 4 5 2 3 2

2 2 5 4 5 4 5 2 3 2

2 2 5 4 5 4 5 2 3 2

B.Pembiasaan Kegiatan pembiasaan 2 2 2 C.Muatan Lokal Kegiatan atau Mata pelajaran - - - Jumlah 36 36 36

Adanya mata pelajaran baru, yaitu Keterampilan dalam teknologi informasi dan komunikasi memberikan warna inovasi yang kuat pada Kurikulum SMP 2004. Masyarakat Indonesia yang sudah sangat mengenal komputer sebagai produk teknologi informasi sudah sepantasnya mendapat tanggapan dari kurikulum. Sudah saatnya sekolah mempersiapkan calon warga negara produktif untuk mengenal, mampu dan mahir menggunakan komputer beserta fasilitas internet terutama untuk SMP dan masyarakat kota.

Untuk masyarakat dan SMP di daerah pedalaman keberadaan mata pelajaran khusus dalam kurikulum mengundang masalah yang cukup serius. Pertama, mereka tidak memiliki fasilitas yang diperlukan sedangkan peserta didik tidak mungkin dapat dinyatakan telah menyelesaikan program belajar di SMP jika mereka tidak pernah mengikuti pelajaran keterampilan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dengan demikian, mereka yang tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengikuti pelajaran keterampilan

Page 146: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 130 -

Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak akan pernah dapat menyelesaikan pendidikan mereka di SMP. Ini adalah sesuatu yang bersifat berbahaya bagi kurikulum karena dengan demikian kurikulum sudah memberikan perlakuan yang tidak “fair” kepada seluruh peserta didik.

Kedua, kurikulum dikembangkan berdasarkan keberpihakan kepada kelompok peserta didik yang beruntung. Artinya, kurikulum melanggar prinsip yang diletakkan untuk mengembangkan kurikulum itu sendiri, yaitu “perlu adanya jaminan keberpihakan kepada peserta didik yang kurang beruntung dari segi ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul”. Kalau pun mereka yang tidak mengikuti mata pelajaran keterampilan Teknologi Informasi dan Komunikasi boleh dinyatakan telah menyelesaikan pendidikan mereka di SMP, tetapi terjadi diskriminasi karena mereka tidak memiliki kemampuan yang sama dengan sebaya mereka yang mengikuti mata pelajaran tersebut padahal ketidakikutsertaan mereka bukan disebabkan oleh kemampuan mereka yang tidak sesuai dengan materi pelajaran. Kenyataan seperti ini merupakan pelajaran berharga dari sejarah kurikulum. Kurikulum telah mengkianati prinsipnya dan peserta didik diperlakukan tidak adil. Sayangnya, kita tidak belajar dari pengalaman ini dan kejadian seperti ini masih juga diulangi oleh Kurikulum KTSP dalam struktur Kurikulum yang dinyatakan dalam Standar Isi (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2003 tentang Standar Isi).

Ketimpangan dan ketidakajegan kurikulum dalam prinsip serta perlakuan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik tidak hanya terjadi pada mata pelajaran keterampilan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Demikian pula dengan mata pelajaran kesenian dan pendidikan olahraga dan kesehatan di mana banyak SMP yang tak mungkin melaksanakan sesuai dengan apa yang dikehendaki kurikulum karena ketiadaan fasilitas belajar. Lebih lanjut, jika Standar Kompetensi Lulusan untuk setiap mata pelajaran yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dikaji maka kita akan menemui ketimpangan yang sama, yaitu adanya Standar Kompetensi Lulusan yang tidak mungkin dikuasai peserta didik karena ketiadaan fasilitas di SMP di mana mereka belajar. Hal yang sama ditemukan pula dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran tertentu.

Permasalahan kurikulum yang dikemukakan di atas dapat dikatakan masalah menahun (perennial) yang terjadi pada setiap penggantian kurikulum baik yag menggunakan buku sebagai sumber belajar apalagi yang memerlukan fasilitas belajar lain yang canggih, mahal, dan sarat teknologi. Sukar untuk diingkari bahwa dengan demikian maka hasil belajar yang dimiliki peserta didik di SMP yang demikian adalah mereka yang

Page 147: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 131 -

dinyatakan berhasil dengan kemampuan yang kurang dari apa yang dipersyaratkan kurikulum. Ketimpangan ini tentu saja merugikan mereka, karena mereka telah kehilangan daya saing dan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan ketika dunia kerja menghendaki kemampuan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai persyaratan.

Suatu kenyataan yang menyenangkan dari struktur kurikulum di atas ialah Kurikulum SMP 2004 (dan kurikulum lainnya) telah mampu menyatukan SMP dengan Madrasah Tsanawiyah karena secara hitam di atas putih dinyatakan bahwa kurikulum adalah Kurikulum Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Penyatuan ini senafas dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengakui kesejajaran antara SMP dengan MTs (SD dengan MI, SMA dengan MA, SMK dengan MAK). Tentu saja untuk Madrasah Tsanawiyah yang memiliki misi berbeda dari SMP struktur kurikulum tersebut perlu disesuaikan.

5. Buku Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 untuk SMP dan MTs terdiri atas Buku Kerangka Dasar, Buku Standar Kompetensi Bahan Kajian, Buku Standar kompetensi Mata Pelajaran, dan Buku-Buku Pedoman. Keseluruhan dokumen kurikulum ini menunjukkan pengembangan pikiran kurikulum yang berbeda dari kurikulum sebelumnya walaupun secara materiil Buku Standar Kompetensi Mata pelajaran dapat dikatakan sama dengan GBPP pada Kurikulum SMP 1975, 1984, dan 1994. Buku Kerangka Dasar berisikan landasan pengembangan, Buku Standar Kompetensi Bahan Kajian dan Mata pelajaran berisikan struktur kompetensi, Buku Pedoman berisikan pedoman pengelolaan KBK, kegiatan belajar-mengajar, dan penilaian berbasis kelas.

Buku Standar Kompetensi Mata Pelajaran edisi Agustus 2001 yang berjudul “Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran (nama mata pelajaran) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama” mengalami revisi setelah melalui piloting (istilah yang digunakan dalam dokumen), uji publik dan penyesuaian dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Buku baru diberi judul Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran (nama mata pelajaran) Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jadi, terjadi perubahan yang mendasar dalam judul buku tidak saja berkenaan dengan nama kurikulum dari Kurikulum Berbasis Kompetensi menjadi Kurikulum 2004 , tetapi juga secara eksplisit dinyatakan isi buku, yakni standar kompetensi. Juga secara eksplisit dinyatakan bahwa kurikulum diberlakukan untuk dua jenis sekolah yaitu SMP (nama yang digunakan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Page 148: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 132 -

Sisdiknas) dan Madrasah Tsanawiyah. Ini untuk pertama kali Pusat Kurikulum menghasilkan kurikulum yang secara eksplisit mencantumkan sekolah Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama dalam sebuah dokumen kurikulum, sesuai dengan ketetapan pada Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.27

Buku Standar Kompetensi ditandatangani oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam buku ini dikemukakan mengenai rasional mengenai pentingnya mata pelajaran yang dimaksud, pengertian, tujuan dan fungsi, ruang lingkup, standar kompetensi lintas kurikulum, standar kompetensi bahan ajar, standar kompetensi mata pelajaran, dan rambu-rambu pada bagian I Pendahuluan. Bagian II menguraikan kompetensi dasar, indikator, materi pokok mata pelajaran yang dimaksud untuk kelas VII, VIII, dan IX.

Standar Kompetensi Lintas Kurikulum adalah standar yang berlaku untuk seluruh mata pelajaran. Seharusnya nama standar ini adalah standar lintas mata pelajaran atau standar kurikulum karena kurikulum hanya ada satu untuk satu satuan pendidikan, bukan untuk setiap mata pelajaran. Dalam Buku Standar Kompetensi terdapat 9 Standar Kompetensi Lintas Kurikulum. Sedangkan pada bagian II Buku yang sama terdapat Standar Kompetensi yang harus diselesaikan untuk kelas tertentu. Setiap kelas memiliki lebih dari satu Standar Kompetensi, beragam dalam jumlah untuk setiap kelas dan setiap mata pelajaran.

Setiap Standar Kompetensi dirinci dalam beberapa Kompetensi Dasar, jumlahnya beragam tergantung keluasan dari Standar Kompetensi. Satu Kompetensi Standar memiliki sejumlah indikator yang merupakan rincian perilaku dan pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik. Berdasarkan indikator, maka dikembangkan Materi Pokok. Setiap Kompetensi Dasar memiliki satu materi pokok yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan tunggal seperti “penggunaan mikroskop” , “proses sosialisasi” atau dapat pula dirumuskan dalam suatu pernyataan yang menyatakan keterkaitan antara dua konsep atau lebih seperti ‘keanekaragaman hidup dan upaya pelestariannya”, “atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan”. Guru dan sekolah mengembangkan silabus berdasarkan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, dan Materi Pokok yang terdapat pada buku Standar Kompetensi.

27 Ini juga menjadi kurikulum terakhirr yang dihasilkan Pusat Kurikulum, Badan Penelitian

dan Pengembangan Pendidikan, Kementerian Pendidikan Nasional setelah ada Peraturan

Pemerintah nomor 19 tahun 2005 yang memberikan wewenang mengembangkan sstruktur

kurikulum kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) .

Page 149: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 133 -

C. KURIKULUM 2006

Kurikulum 2004 atau yang semula bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi tidak berkembang menjadi kurikulum nasional. Kurikulum 2004 tidak mendapat dukungan politis untuk dilaksanakan secara nasional, antara lain karena terjadi perubahan dalam kehidupan ketata negaraan Indonesia dari sentralistik ke otononomi daerah. Naskah terakhir Kurikulum 2004 telah mencoba mengakomodasi perubahan sistem ketata negaraan tersebut, tetapi upaya yang dimaksudkan tidak cukup kuat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebabkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan harus melaksanakan ketetapan dalam undang-undang tersebut sehingga perlu melakukan berbagai revisi terhadap Kurikulum 2004.

Kenyataannya, proses pengembangan Kurikulum 2004 dilakukan bersamaan dengan masa pengembangan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 dan masa proses Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebabkan Kurikulum 2004 sukar secara penuh memposisikan perubahan kewenangan dalam kehidupan ketata negaraan dan kebijakan politik dalam rancangan akhir dokumen kurikulum. Ketika Kurikulum 2004 mencapai tahap untuk dinyatakan sebagai kurikulum yang sudah siap dilaksanakan, Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah dinyatakan berlaku dan Departemen Pendidikan Nasional adalah kementerian yang paling bertanggungjawab dalam keberhasilan pelaksanaan undang-undang tersebut. Sebagai kementerian yang paling terdepan dalam melaksanakan undang-undang tersebut, Kurikulum 2004 yang baru selesai dikembangkan tidak diberlakukan sebagai kurikulum nasional.

1. Perubahan Kebijakan Pendidikan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, sejak 1999 telah terjadi perubahan kewenangan pemerintah yang dikenal dengan nama Otonomi Pemerintah Daerah. Pendidikan dasar dan menengah adalah wewenang yang dilimpahkan dari Pemerintah ke pemerintah daerah. Dalam kewenangan mengenai pengembangan kurikulum Pasal 36, Ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan “kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik”. Untuk memenuhi ayat ini, kurikulum tidak lagi mungkin dikembangkan pada tingkat nasional semata. Keragaman satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik di satu satuan pendidikan memberikan ruang yang sangat tipis dan hampir dapat

Page 150: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 134 -

dikatakan tidak mungkin setiap satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum yang dapat mengembangkan kepentingan nasional. Sementara itu, suatu kurikulum haruslah memperhatikan kepentingan nasional, daerah, masyarakat di sekitar satuan pendidikan, dan peserta didik.

Arus globalisasi telah memberikan pengaruh yang tidak kecil. Globalisasi memberi dampak pada sistem pasar bebas dan suatu bangsa tidak lagi dapat melindungi sepenuhnya dari gerakan pasar bebas. Gerakan globalisasi juga berdampak pada kehidupan lainnya di samping ekonomi, pendidikan merupakan salah satu aspek yang terkena dampak. Pendidikan di suatu negara tidak lagi bersifat ekslusif untuk bangsa tersebut tetapi harus terbuka bagi yang lain baik secara langsung mengikuti pendidikan di negara tersebut maupun mendirikan lembaga pendidikan di negara tersebut.

Proteksi dan upaya membangkitkan jati diri bangsa menjadi pertimbangan kuat untuk memberi keyakinan bahwa pendidikan harus menghasilkan manusia dengan semangat dan kebangsaan yang kuat. Pendidikan juga harus menghasilkan warga negara yang tidak tersaing dalam kehidupan budaya, sosial, ekonomi, ilmu dan teknologi. Di berbagai negara yang menganut paham bahwa pendidikan adalah sepenuhnya hak pemerintah daerah/negara bagian dan apalagi yang menyerahkan pengembangan kurikulum ke sekolah (school-based curriculum) mulai menyadari kelemahan sistem ini. Kurikulum yang dikembangkan pada jenjang sekolah hanya kuat dalam melayani kebutuhan peserta didik dan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Kepentingan nasional, apalagi kepentingan nasional dalam pegertian memiliki kualitas tamatan yang mampu menghadapi bangsa lain tidak mendapat jaminan. Level sekolah yang jauh dari nasional dan pengembang kurikulum (guru dan kepala sekolah) yang horizon berpikirnya tidak sampai tingkat nasional menjadi kekhawatiran para pengambil kebijakan pendidikan di banyak negara.

Gerakan kurikulum nasional di negara-negara yang menganut kebijakan kurikulum dikembangkan di tingkat pemerintah daerah/negara bagian dan sekolah mulai mendapatkan tempat. Persoalannya adalah bagaimana dengan tradisi dan undang-undang serta peraturan yang terkait dengan kewenangan dalam mengatur pendidikan di wilayah masing-masing. Amerika Serikat, misalnya sudah tidak mungkin untuk mengubah seluruh perangkat kebijakan yang ada dan kemudian melahirkan kebijakan tentang standar. Standar dikembangkan secara nasional, berlaku secara nasional dan menjadi pedoman bagi pengembangan kurikulum di jenjang pemerintah daerah/negara bagian. Banyak standar yang dikembangkan oleh organisasi profesi seperti NCSS (National Council for Social Studies), NCSE (National Council for Science Education), NCHE (National Council for History Education), dan setiap mata pelajaran memiliki organisasi profesi pada tingkat nasional.

Page 151: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 135 -

Inggris dan Australia mengambil langkah kebijakan lain, yaitu dengan memperkenalkan kurikulum nasional (National Curriculum) sebagai kerangka dasar. Inggris (England) memberlakukan kurikulum nasional pada tahun 1999 akhir dan Australia pada tahun 2008.

Dalam mengatasi situasi dunia internasional seperti itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memperjelas dan memperkuat wewenang pengembangan kurikulum melalui Pasal 38 Ayat (1) dan Ayat (2). Pasal 38, Ayat (1) menyebutkan “kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah”. Ayat (2) ini didahului oleh Ayat (1) yang menegaskaan bahwa “kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah”. Ketentuan ini menyebabkan kurikulum dapat melayani kepentingan nasional melalui kurikulum nasional, melayani kepentingan daerah melalui muatan lokal, dan kepentingan masyarakat di sekitarnya melalui muatan sekolah. Seluruh kepentingan tersebut terumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Pemerintah mengambil kebijakan untuk menyelamatkan pikiran kurikulum kompetensi yang telah dikembangkan dalam Kurikulum 2004 dan biaya besar yang telah dikeluarkan untuk pengembangan naskah atau dokumen kurikulum. Oleh karena itu, ide-ide tersebut dimasukkan dalam berbagai ketentuan seperti Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dimasukkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional mengenai Standar Isi. Demikian pula halnya dengan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi Lintas Kurikulum, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran dikemas dalam bentuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Sedangkan Struktur Kurikulum untuk SMP dan Madrasah Tsanawiyah dikemas dalam bentuk Standar Isi.

Berdasarkan kebijakan baru maka kurikulum dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Struktur KTSP mengacu kepada Struktur Kurikulum yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Dalam hal ini terjadi kerancuan penetapan karena Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum bukan Standar Isi dan berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, wewenang mengembangkan standar dan kurikulum dilakukan oleh lembaga yang berbeda. Standar dikembangkan oleh lembaga independen yang dinamakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sedangkan kerangka dasar dan struktur kurikulum dikembangkan oleh lembaga yang diberi wewenang secara

Page 152: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 136 -

Institusional yaitu Pusat Kurikulum. Kurikulum mengacu kepada standar dan terutama Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian untuk keempat komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses, dan penilaian hasil belajar28. Kedua produk dari kedua lembaga tersebut dinyatakan berlaku resmi melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.

2. Struktur Kurikulum 2006

Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 yang dimaksudkan dengan Standar Isi adalah:

1. kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,

2. beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,

3. kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan

4. kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Standar Isi seharusnya dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.

Pengertian di atas merupakan turunan dari apa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Seperti yang telah dikemukakan di atas sebenarnya ketetapan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 di mana dinyatakan bahwa struktur kurikulum adalah tanggung jawab Pemerintah dan bukan BSNP, berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan adalah tanggung jawab dan dikembangkan BSNP, ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Lagipula, dalam berbagai literatur standar, Standar Isi diartikan sebagai apa yang harus dipelajari peserta didik (what to learn) dan seberapa jauh/dalam materi tersebut dipelajari (how far it is learned). Standar Isi yang dinyatakan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 mencerminkan adanya kesalahan konsep Standar Isi. Kesalahan konsep lain adalah diterbitkannya Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006, yakni Standar Kompetensi Lulusan

28 Tujuan, konten/isi, pengalaman belajar dan penilaian hasil belajar adalah empat komponen

utama kurikulum sebagai rencana yang dikembangkan dalam kurikulum di hampir setiap

negara. Istilah yang digunakan dapat berbeda dan keempatnya dapat ditambah dengan

komponen lain seperti sumber, dan sebagainya.

Page 153: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 137 -

yang ditetapkan setelah Standar Isi. Logika dan prosedur dalam pengembangan standar adalah pengembangan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan berdasarkan SKL yang terumuskan dikembangkan Standar Isi, bukan sebaliknya. Logika hukum menyatakan bahwa yang diputuskan belakang terkait dengan yang telah diputuskan terdahulu. Mungkin ini kekacauan dalam berpikir karena konsep pendidikan berdasarkan standar yang tidak dipahami sepenuhnya.

Struktur Kurikulum SMP/Madrasah Tsanawiyah ditetapkan sebagai berikut yang ditetapkan dalam Standar Isi adalah sebagai berikut:

Tabel 8.3 Struktur Kurikulum 2006 SMP /MTs

Komponen Kelas dan Alokasi Waktu

VII VIII IX

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2. Pendidikan Kewarga negaraan 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 5. Matematika 4 4 4 6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4 7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4 8. Seni Budaya 2 2 2

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 10. Keterampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2

C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) Jumlah 32 32 32

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

Ada ketidaksamaan antara struktur kurikulum SMP/Madrasah Tsanawiyah yang ditetapkan dalam Standar Isi dengan struktur kurikulum yang ditetapkan dalam Kurikulum 2004 SMP/MTs. Dalam pengelompokkan struktur kurikulum SMP/MTs, Standar Isi mengenal Pengembangan Diri sedangkan sturktur pada Kurikulum 2004 tidak ada tetapi ada kelompok Pembiasaan yang dalam struktur di atas tidak dikenal. Selain itu, terjadi perubahan dalam beban belajar untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia (5 menjadi 4), maatematika (5 menjadi 4), IPA (5 menjadi 4), Pendidikan Jasmani (3 menjadi 2). Oleh karena itu, beban belajar keseluruhan pun menjadi lebih sedikit pada Struktur Kurikulum Standar Isi dibandingkan Kurikulum 2004, yaitu dari 36 menjadi 32 walaupun Standar Isi memberi kelonggaran bagi satuan pendidikan untuk menambah 4 jam pelajaran setip semester jika dianggap penting.

Semangat filosofi perenialisme dikembangkan lagi dalam struktur kurikulum pada Tabel 8.3 di atas, lebih kuat dibandingkan Struktur Kurikulum 2004 pada Tabel 8.2. Perubahan nama mata pelajaran dari Pengetahuan Sosial menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial, Pengetahuan Alam menjadi Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa dan Sastra Indonesia diganti

Page 154: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 138 -

menjadi Bahasa Indonesia merupakan indikasi dominasi filosofi perenialisme. Kecerdasan intelektual sebagai hasil belajar menjadi bukti lain dari pengaruh perenialisme.

Pengembangan Diri merupakan sesuatu yang baru dari Struktur Kurikulum 2006 SMP/MTs yang ditetapkan dalam Standar Isi. Walaupun Pengembangan Diri diberi alokasi 2 jam, tetapi pada pelaksanaannya Pengembangan Diri yang dimaksudkan pada Struktur Kurikulum 2006 SMP/MTs Standar Isi di atas sama dengan Pembiasaan yang tercantum dalam Struktur Kurikulum 2004. Tampaknya nama Pengembangan Diri dianggap lebih sesuai jika dibandingkan dengan Pembiasaan.

Pemikiran tentang adanya Pengembangan Diri yang dinyatakan secara eksplisit dan terpisah dari mata pelajaran lain dalam Struktur Kurikulum SMP/MTs berdasarkan Standar Isi memang mengundang masalah kurikulum. Sebagaimana dikemukakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2005.

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.

Permasalahan pertama adalah adanya istilah Pengembangan Diri merupakan “contradictio in terminis” karena keseluruhan kurikulum harus merupakan pengembangan potensi peserta didik dan setiap kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan minat, bakat, keunggulannya serta berbagai karakter yang berkenaan dengan nilai umum dan pribadi, sikap umum dan pribadi serta berbagai kemampuan pribadi yang diperlukan dirinya sebagai seorang makhluk. Kegiatan pengembangan diri yang dibatasi pada kegiatan ekstrakurikuler dan konseling memberi keterbatasan yang tidak seharusnya terhadap pengembangan diri peserta didik oleh kurikulum.

3. Prinsip Pengembangan Kurikulum 2006

Standar Isi memuat tujuh prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Ketujuh prinsip tersebut tidak khusus untuk KTSP SMP/MTs tetapi juga untuk sekolah lainnya. Selanjutnya, dikemukakan “Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada

Page 155: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 139 -

standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.” (Permendiknas nomor 22 tahun 2005)

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

b. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

Page 156: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 140 -

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ada penyempurnaan prinsip pengembangan kurikulum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 di atas dibandingkan dengan prinsip pengembangan Kurikulum 2004. Selain jumlahnya yang lebih sedikit tetapi juga ketujuh ketetapan tersebut lebih menggambarkan pengertian suatu prinsip pengembangan kurikulum terkecuali prinsip belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat adalah suatu tujuan dalam mengembangkan perhatian, kemauan, kemampuan untuk dapat belajar sepanjang hayat dan oleh karenanya lebih kepada tujuan pendidikan dibandingkan prinsip pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, konsep Belajar Sepanjang Hayat sebaiknya menjadi landasan kriteria, bukan prinsip, untuk mengembangkan materi kurikulum.

Salah satu prinsip pengembangan kurikulum yang baik, dari tujuh yang dinyatakan dalam pedoman tersebut, tetapi tampaknya akan sangat sulit dilakukan, yaitu keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Prinsip ini sangat bagus dan harus menerus menjadi prinsip pengembangan kurikulum di Indonesia mengingat keragaman budaya, sosial, ekonomi, historis, dan geografis masyarakat Indonesia. Sayangnya, dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan permasalahan muncul pada pengertian keseimbangan. Apabila kepentingan nasional diartikan sebagai apa yang telah ditetapkan dalam struktur dan isi kurikulum dan kepentingan daerah dikembangkan dalam mata pelajaran muatan lokal sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Page 157: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 141 -

Nomor 22 Tahun 2005, dan apabila pengertian keseimbangan dipatok dengan ukuran sks maka sks yang telah ditetapkan pusat lebih besar dari alokasi sks untuk muatan lokal. Dalam pengertian jumlah sks maka prinsip keeimbangan tidak pernah dapat dilaksanakan satuan pendidikan dalam mengembangan KTSP.

Prinsip keseimbangan kurikulum akan dapat dilaksanakan dengan baik melalui dua cara. Pertama, materi muatan lokal yang dikembangkan satuan pendidikan dikemas tidak hanya menjadi materi mata pelajaran-mata pelajaran muatan lokal yang berdiri sendiri tetapi juga dikembangkan sebagai materi pelajaran untuk mata pelajaran lain yang telah ditetapkan dalam struktur kurikulum. Kedua, dalam menetapkan materi Standar Isi Pemerintah mengembangkan materi yang dipandang penting dari sudut kepentingan nasional, bukan semua materi yang harus dikuasai peserta didik untuk suatu mata pelajaran. Apabila Pemerintah menempuh kebijakan tentang materi muatan lokal sebagaimana yang dikemukakan di sini maka baik Pemerintah maupun satuan pendidikan memiliki kemungkinan untuk menerapkan prinsip keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Pemerintah dapat menerapkan isi dan kompetensi minimal untuk setiap mata pelajaran sedangkan satuan pendidikan dapat menambah isi dan kalau perlu kompetensi baru untuk mata pelajaran yang dimaksudkan. Jika satuan pendidikan berpendapat bahwa kompetensi tidak perlu atau perlu ditambah dan untuk menguasai kompetensi tersebut dapat ditambah dengan materi dari lokal maka satuan pendidikan dapat memberikan pertimbangan edukatif mengenai keseimbangan antara kepentingan nasional dan daerah. Orientasi lingkungan dan penerapan prinsip pendidikan yang dimulai dari lingkungan terdekat (Ki Hajar Dewantara) dapat diterapkan dengan pendekatan pengembangan materi lokal yang dimasukkan ke dalam mata pelajaran yang sudah ditetapkan Pemerintah.

Page 158: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 142 -

BAB IX

MENATAP MASA DEPAN :

KURIKULUM 2013

Pengembangan kurikulum selalu berorientasi ke masa depan. Setiap pengembang kurikulum selalu didasarkan pada visi tentang kualitas masyarakat bangsa yang diperlukan paling tidak untuk 12 tahun mendatang atau paling pendek untuk masa 6 tahun mendatang. Semakin jauh masa yang dapat diperkirakan pengembang kurikulum dan semakin akurat prediksi kualitas manusia yang diperlukan semakin tinggi tingkat relevansi suatu kurikulum. Pengalaman masa lampau dalam pengembangan kurikulum, analisis mengenai kekuatan yang berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan kurikulum masa kini dapat dijadikan landasan untuk membangun kurikulum yang tinggi tingkat relevansinya dan tinggi tingkat prediksi kualitas yang diperlukan bangsa di masa depan. Oleh karena itu, berbagai pengalaman di masa lampau memberikan pelajaran yang berharga sebagai dasar pengembangan kurikulum masa kini dan masa mendatang. Secara teoretis dan filosofis perubahan setiap kurikulum tidak dimulai dari titik nol.

Peristiwa dalam pengalaman pengembangan kurikulum di Indonesia terutama sesudah masa kemerdekaan merupakan kekayaan intelektual bangsa yang tak ternilai. Jatuh bangun dalam pengalaman pengembangan kurikulum adalah pelajaran yang dapat digunakan untuk pengembangan kurikulum pada masa-masa berikutnya. Keberlanjutan dan perubahan pemikiran (ide) kurikulum yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal seperti keputusan politik, dari jenjang paling tinggi hingga jenjang yang operasional, serta berbagai faktor internal yang bersifat filosofis dan teoritis pendidikan dan kurikulum menghasilkan masyarakat Indonesia yang ada pada saat kini. Kurikulum yang telah dikembangkan memberikan hasil berupa warga negara yang memiliki kualitas sesuai dengan yang dikembangkan oleh kurikulum tertentu bertemu dengan warga negara dengan kualitas yang dihasilkan. Interaksi antargenerasi yang dihasilkan kurikulum memberikan kesempatan kepada masing-masing untuk belajar satu sama lain dan memperkaya kualitas masing-masing.

Page 159: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 143 -

A. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013

1. Landasan Yuridis Kurikulum 2013

Aspek legal selalu menjadi dasar pengembangan suatu kurikulum baru. Pengembangan Kurikulum 2013 telah dimulai pada tahun 2010 ketika Pemerintah menetapkan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2009-2014) dan Presiden menetapkan Peraturan Presiden mengenai pendidikan karakter. Jika pada masa Pemerintahan Orde Baru kurikulum dikembangkan berdasarkan pemikiran yang ditentukan dalam Ketetapan MPR (TAP MPR), dalam masa Reformasi pengembangan kurikulum memiliki landasan yang berbeda. Kurikulum 2006 ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2005, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Surat Ketua BSNP.

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan ketentuan tentang PP 32 Tahun 2013, UU Sisdiknas, RPJMN dan juga Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 54 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi, Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, dan Permendikbud Nomor 66 tentang Standar Penilaian. Adanya standar sebagai landasan pengembangan kurikulum adalah awal baru pengembangan kurikulum di Indonesia, yang dirintis oleh Kurikulum 2013 sesuai dengan amanat UU Sisdiknas Tahun 2003 yang menganut Sistem Pendidikan Berbasis Standar (standard-based education). Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa kurikulum dikembangkan berdasarkan standar dan oleh karena itu, suatu kurikulum (baru) sebagai rencana harus berubah ketika empat standar pertama dari delapan standar berubah.29 Empat standar berikutnya berkenaan dengan implementasi kurikulum, harus dimiliki setiap satuan pendidikan, dan merupakan persyaratan minimal bagi satuan pendidikan.

29 Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan ada 8 Standar Nasional Pendidikan yaitu

Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses (SP), Standar Penilaian

(SPn), Standar Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan,

dan Standar Pembiayaan. Empat standar terakhir adalah standar untuk implementasi

kurikulum.Dalam konsep standar maka standar adalah persyaratan minimal yang harus

dimiliki suatu satuan penididkan untuk melaksanakan kurikulum. Oleh karena itu pemenuhan

standar oleh penanggungjawab pelayanan pendidikan adalah suatu kemutlakan untuk

keberhasilan implementasi kurikulum.

Page 160: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 144 -

Dalam RPJMN disebutkan dua hal yang terkait dengan pengembangan kurikulum, yaitu berkenaan dengan perubahan proses pembelajaran dan penataan ulang kurikulum. “Mengenai proses pembelajaran RPJMN 2010-2014 mengamanatkan agar terjadi perubahan dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran tidak lagi demi kelulusan ujian (teaching for the test) tetapi perlu diarahkan kepada pengembangan potensi anak dalam belajar. Secara spesifik, Bab IV Prioritas 2 Pendidikan, Pasal 3 tersebut menyebutkan:

Metodologi: Penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching for the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budayabahasa Indonesia melalui penyesuaian sistem Ujian Akhir Nasional pada 2011 dan penyempurnaan kurikulum sekolah dasar dan menengah sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014 (Naskah Akademik Kurikulum 2013)

Pasal 5 Bab IV Prioritas 2 menyebutkan:

Penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan (diantaranya dengan mengembangkan model link and match);

Ketentuan yang dinyatakan dalam RPJMN 2010-2014 adalah perintah langsung kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan perubahan atau penataan ulang kurikulum. RPJMN diturunkan dalam rencana kerja kementerian yang dinamakan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010 -2014. Dalam Rencna Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010 - 2014 dinyatakan Pusat Kurikulum dan Perbukuan diberi amanat untuk melakukan penyempurnaan Kurikulum 2006.

Dari ketentuan di atas maka pada tahun 2010 Pusat Kurikulum dan Perbukuan melakukan kegiatan pengembangan penyempurnaan Kurikulum 2006 setelah dilakukan pengkajian terhadap ide kurikulum (filosofis, teori, prinsip), desain kurikulum (keberadaan SK yang terpisah untuk setiap mata pelajaran yang menggambarkan pengertian bahwa kurikulum adalah daftar mata pelajaran), dan kerangka dasar kurikulum. Kajian juga dilanjutkan pada SKL untuk memperoleh wawasan dan pemahaman mengenai kualitas manusia Indonesia yang diinginkan, dan ditemukan antara lain bahwa perlu penyempurnaan SKL agar sejalan dengan Tujuan Pendidikan Nasional.

Landasan yuridis di atas menjadi titik berangkat pengembangan kurikulum baru (Kurikulum 2013). Secara empirik, Kurikulum 2013 dikembangkan untuk menjawab tantangan nasional dan internasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta adanya pengembangan baru dalam ilmu

Page 161: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 145 -

pendidikan terutama berkaitan dengan pengertian dan proses pembelajaran sikap, pembelajaran kompetensi, taksonomi tujuan pendidikan dan posisi Tujuan Pendidikan Nasional dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan baru tersebut menjadi dasar untuk mengembangkan ide, desain dan struktur kurikulum berbasis karakter yang terpadu.

Upaya untuk merealisasikan Tujuan Pendidikan Nasional dalam bentuk perilaku dan wawasan warga negara tidak dapat dilakukan tanpa memperbaiki SKL, ide dan desain kurikulum. Untuk menjadikan pendidikan karakter sebagai basis Kurikulum 2013 ditetapkan 4 elemen pengikat (organizing element) yang merupakan realisasi SKL baru, Tujuan Pendidikan Nasional, dan filsafat bangsa, yaitu Pancasila. Unsur Ketuhanan Yang Maha Esa yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional sebagai “manusia yang beriman dan bertaqwa” dan diterjemahkan dalam SKL sebagai sikap beriman dan berakhlak mulia menjadi Kompetensi Inti 1 (KI-1), yaitu sikap religius. Sikap30 yang berkenaan dengan kehidupan pribadi, masyarakat dan bangsa menjadi Kompetensi Inti 2 (KI-2), yaitu Sikap Sosial. Kompetensi Pengetahuan mejadi Kompetensi Inti 3 (KI-3), yaitu Pengetahuan sedangkan aplikasi dari pengetahuan dijadikan Kompetensi Inti 4 (KI-4). Kompetensi Inti 4 merupakan upaya untuk menghilangkan verbalisme, yaitu pengetahuan fakta, konsep, prosedur dan meta kognitif yang dikembangkan dalam KI-3. Melalui penerapan pengetahuan yang dipelajari di KI-3 dalam berbagai bentuk kegiatan pembelajaran langsung (KI-4) maka peserta didik memiliki pengalaman belajar langsung (autentik), mengenal lingkungan sekitarnya dan memiliki tingkat retensi pemahaman dan aplikasi yang tinggi sesuai dengan prinsip “ saya melakukan saya paham”.

Berdasarkan tradisi penamaan kurikulum nasional di Indonesia maka kurikulum baru tersebut dinamakan Kurikulum 201331, dinyatakan resmi dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 dan Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 untuk SMP/M.Ts.

30 Sikap adalah kompetensi yang dihasilkan suatu proses pembelajaran. Sikap terdiri atas

nilai-nilai dan nilai meliputi pengetahuan tentang nilai (ngerti=knowledge), perasaan moral

(ngerasa=moral feeling), dan tindakan (nglakoni = act). Pengetahuan tentang nilai dalam

domain afektif Bloom dkk. masuk pada jenjang penerimaan (receiving), penanggapan

(responding) kemudian dilanjutkan dengan penilaian (valueing) oleh individu siswa, Apabila

nilai tersebut dimengerti dan disetujui maka peserta didik memasukkannya dalam sistem

nilai yang sudah ada (organizing), menjadi kecenderungan bersikap

(predisposisi=ngerasa=moral feeling), dan kemudian membentuk tindakan-tindakan dan

menjadi perilaku (characterization=ngelakoni=act). Oleh karena itu sikap peserta didik dapat

dilihat dalam perilaku sehari-hari sedangkan dalam penelitian, karena keterbatasan

metodologis, diartikan sebagai kecenderungan (predisposisi). 31 Dalam sejarah kurikulum di Indonesia dikenal adanya Kurikulum 1947, Kurikulum 1954,

Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994,

Kurikulum 2002/2004, Kurikulum 2006 dan terakhir pada saattulisan ini diselesaikan

Kurikulum2013.

Page 162: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 146 -

Kurikulum tersebut dinyatakan berlaku sejak tahun ajar 2013-2014 untuk kelas VII.

2. Perubahan Kebijakan Pengembangan Kurikulum

Pada pertengahan tahun awal tahun 2012, berdasarkan berbagai pertimbangan, pengembangan kurikulum baru yang diamanatkan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010 – 2014, kementerian mengambil manajemen pengembangan kurikulum baru (Kurikulum 2013). Kebijakan tersebut menempatkan posisi pengembangan kurikulum sebagai salah satu kegiatan utama kementerian, menempatkan Puskurbuk sebagai lembaga utama dan melibatkan seluruh unsur pimpinan kelembagaan, sampai ke tingkat eselon II dan III. Kebijakan ini menjadikan Kurikulum 2013 sebagai kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan dari dapur kementerian.

Untuk melibatkan unsur yang banyak terebut maka dibentuk tim pengembang kurikulum yang terdiri atas tim nara sumber, tim pengarah, dan tim teknis atau terkadang disebut tim inti. Tim nara sumber terdiri atas tokoh-tokoh nasional yang memperlihatkan kepeduliannya dan aktif dalam pendidikan. Nama-nama tersebut, seperti Prof. Dr. Yuwono Sudarsono (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), Prof Dr Magis Suseno, Prof. Aries Baswedan, Prof. Megawangi, Gunawan Muhammad, Dr.Mukhlis (dosen matematika ITB) adalah mereka yang diangkat sebagai Tim Narasumber. Tim Pengarah terdiri atas Menteri Muhammad Nuh, Wakil Menteri Musliar Kasim, semua Direktur Jenderal, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (Balitbangdikbud), dan Ketua Badan Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, dan Balitbangdikbud di luar Puskurbuk. Tim Teknis terdiri dari pimpinan Puskurbuk, para pakar kurikulum yang terdiri dari Prof Dr. Said Hamid Hasan, MA (UPI), Prof Dr. Udin Sjarifuddin Winataputra (UT), Prof Dr. Ivana Lie, Prof. Dr. Anna Suparno (UNJ), Dr. Wahono (Unesa) dan pengamat pendidikan yang aktif Drs. Dharmaningtyas, seorang pengamat pendidikan yang produktif. Seluruh staf Puskurbuk menjadi anggota Tim Teknis.

Tim Teknis bekerja mengembangkan ide kurikulum, desain kurikulum dan struktur kurikulum. Setelah ketiga aspek penting pengembangan Kuriuum Sebagai Rencana (Curriculum as a plan), dilakukan sosialisasi yang meluas di DPR, kota-kota besar antara lain Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Padang, Palembang, Makassar. Selain tatap muka,

Page 163: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 147 -

sosialisasi dilakukan juga melalui jaringan internet yang menghasilkan puluhan ribu masukan dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari sosialisasi ini adalah perubahan nama mata pelajaran Pendidikan Kewarga negaraan (PKn) menjadi Pancasila dan Pendidikan Kewarga negaraan (PPKn), Pendidikan Agama menjadi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, dan beberapa perubahan pada ide dan struktur kurikulum. Desain kurikulum yang integratif tetap dengan perubahan pada label Kompetensi Inti 1 Sikap Beragama diganti menjadi Sikap Religius sedangkan Kompetensi Inti 2 Sikap Sosial, Kompetensi Inti 3 Pengetahuan dan Kompetensi Inti 4 Penerapan tidak mengalami perubahan. Demikian pula fungsi Kompetensi Inti sebagai pengikat (organizing element) dan sekaligus menjadi tujuan dari setiap mata pelajaran tidak mengalami perubahan.

Pengembangan kurikulum berikutnya adalah pengembangan Kompetensi Dasar. Setiap Kompetensi Inti (KI) memiliki Kompetensi Dasar (KD)32 yang merupakan kompetesi yang harus dicapai dan substansi (materi) untuk mengembangkan kompetesi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan ketetapan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Kegiatan pengembangan ini adalah suatu pekerjaan yang sangat besar dan memerlukan organisasi besar serta partisipasi banyak pihak. Secra teknis, pekerjaan ini dilakukan melalui koordinasi Pusat Kurikulum dan Perbukuan yang sudah memiliki pengalaman puluhan tahun, sejak Kurikulum 1975.

Pekerjaan mengembangkan Konpetensi Dasar (KD) menuntut partisipasi para guru bidang yang terkait mata pelajaran, dosen dari berbagai perguruan tinggi, dan staf Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Para guru besar, lektor kepala, lektor dan guru bekerja sama dalam mengembangkan KD setiap mata pelajaran. Staf dari Puskurbuk yang memiliki latar belakang bidang studi sesuai dengan mata pelajaran memiliki kontribusi yang sangat besar dalam merumuskan KD sesuai dengan pengertian kompetensi, prinsip kurikulum, dan konten setiap KD. Kerja sama ketiga unsur ini bukan sesuatu yang baru dan oleh karena itu, solusi untuk hal-hal yang berbeda secara konseptual dapat diselesaikan dengan baik dan memenuhi kaidah keilmuan dari suatu mata pelajaran dan prinsip kurikulum.

Hasil awal dari pekerjaan tim pengembang KD disosialisasikan ke guru dan dosen yang terkait dengan mata pelajaran dalam struktur kurikulum. Perbedaan visi dan persepsi yang terkadang menyebabkan perbedaan dalam merumuskan suatu KD didiskusikan dan kesepakatan antara peserta menghasilkan KD-KD yang dianggap memenuhi berbagai kriteria tersebut.

32 Dalam revisi yang dilakukan kemudian, tahun 2015-2016, KD untuk KI-1 dan KI-2 untuk

mata pelajaran selain Agama dan Budi Pekerti ditiadakan sedangkan KD untuk KI-2 untuk

mata pelajaran PPKN. Mata pelajaran lain hanya memiliki KD untuk KI-3 dan KI-4.

Page 164: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 148 -

3. Tantangan Kehidupan Abad ke 21

Pertimbangan lain yang menyebabkan perubahan kurikulum adalah perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, ilmu pendidikan terutama kurikulum, kenyataan sosial-budaya, dan tak kalah pentingnya adalah prediksi perkembangan ekonomi dan penduduk Indonesia di masa mendatang dalam mempersiapkan warga negara untuk kehidupan berbangsa pada abad ke-21.

a. Kompetensi Abad ke-21

Kehidupan abad ke-21 ditandai oleh kehidupan berbangsa yang tidak lagi tertutup dari pengaruh kemajuan ilmu, teknologi, dan putusan politik yang bersifat internasional. Perkembangan kehidupan global di mana Indonesia akan segera memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada tahun 2017 dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2020. Perkembangan-perkembangan tersebut menyebabkan adanya kebutuhan perlunya kurikulum baru yang mampu menjawab tantangan bagi kehidupan individual, masyarakat, dan bangsa Indonesia di masa mendatang. Untuk menghadapi kehidupan masa depan yang diwarnai persaingan pasar bebas serta implikasinya, diperlukan sikap dan keterampilan yang dapat menjawab tantangan tersebut.

Tantangan kemampuan kehidupan abad ke 21 seperti yang dinyatakan dalam 4 C (creative, critical thinking, collaborative, dan communicative). Selain itu, tantangan abad ke 21 adalah kemampuan dan kebiasaan belajar sepanjang hayat, kemampuan beradaptasi, pemanfaatan teknologi, dan karakter. Kemampuan ini merupakan tantangan bagi pendidikan dalam mempersiapkan generasi muda bangsa yang akan menjadi pemimpin dan pengembang kehidupan berbangsa dan bernegara, warga negara yang produktif, dan insan yang berakhlak mulia. Tugas pendidikan tersebut secara langsung menjadi tugas kurikulum karena kurikulum adalah terjemahan langsung dan esensial dari pikiran dan rancang pendidikan.

Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu Kompetensi Personal dan Kompetensi Sosial. Kompetensi Personal meliputi jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, estetika, percaya diri, kemampuan inovatif dan kreatif, berpikir kritis, belajar sepanjang hayat, menahan diri/emosi, rasa ingin tahu (curiosity), patriotik, keinginan berprestasi dan menghargai prestasi, kebiasaan hidup sehat, religius, mandiri, kerja keras dan ulet, dan menggunakan teknologi. Kompetensi Sosial meliputi kemampuan kerja sama, komunikasi, toleransi, musyawarah, demokratis, nasionalistis, kepedulian sosial, kepedulian global, menciptakan kehidupan aman dan cinta perdamaian, dan menghargai hak orang lain. Kompetensi Personal dan

Page 165: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 149 -

Komptensi Sosial merupakan suatu kesatuan yang dimiliki oleh seorang warga negara dan karenanya kedua kelompok kompetensi tersebut harus dimiliki setiap warga negara, dan dikembangkan dalam suatu proses belajar yang terintegrasi. Dalam kemasan Kurikulum 2013, kemampuan empat C (critical, creative, collaborative, dan communicative) merupakan bagian dari kemampuan abad ke 21 bangsa Indonesia.

b. Perkembangan dalam Ilmu, Teknologi dan Pendidikan

Perkembangan dalam dunia ilmu, teknologi dan pendidikan merupakan faktor lain yang melandasi Kurikulum 2013. Perembangan ilmu terutama dalam neuro-science dan pemanfaatan teknologi informasi telah mengubah kehidupan manusia dalam suatu lingkungan yang berbeda dari masa sebelumnya. Melalui temuan-temuan dalam neuro-science pendidikan berpikir pada usia dini mendapatkan dukungan fakta yang lebih kuat. Kemampuan berpikir pada usia dini yang menjadi dasar pemikiran para ahli PAUD telah memiliki dasar empirik ilmiah yang lebih kuat. Kemampuan berpikir sudah harus dibangun untuk menyambung neuron menjadi rangkaian synapse dalam jumlah yang sangat besar (Samiawan, 2010). Menurut Garret (2014) mengatakan ada 125 milliar sambungan synapse dan 1 synapse terdiri dari 1000 molecular-scale switches.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mencapai tingkat pemakaian yang sangat tinggi. Di samping komputer yang telah dimiliki oleh banyak penduduk Indonesia dan banyak sekolah di Indonesia, dari sebuah sumber dikatakan bahwa jumlah telepon genggam (handphone) di tangan pemakai melebihi jumlah penduduk Indonesia, 250 juta telepon genggam untuk 220 juta penduduk Indonesia. Teknologi komputer dan telepon genggam yang semakin canggih menyebabkan kecepatan dan keluasan komunikasi menjadi tinggi, dan keterbukaan terhadap berbagai sumber informasi dapat dikatakan tak terbatas. Teknologi ini mempengaruhi perilaku bangsa Indonesia, dan informasi yang diperoleh dapat berupa yang sangat positif sampai ke sangat negatif. Ini merupakan gejala sosial di mana pendidikan harus peduli dalam membangun sikap baru manusia Indonesia mengendalikan pemakaian teknologi dan bukan dikendalikan oleh teknologi. Manusia harus tetap pada posisinya kemanusiaannya, yaitu pengendali kehidupan.

Perkembangan dalam dunia pendidikan yang terjadi pada awal abad ke 21 cukup mendasar. Konsepsi kurikulum sebagai daftar mata pelajaran semakin ditinggalkan dan gerakan integrated curriculum atau Kurikulum Terpadu semakin kuat. Munculnya filosofi transdisciplinary dan melemahnya pengaruh pandangan esensialisme memerlukan peninjauan ulang kurikulum yang ada, untuk meningkatkan relevansi kurikulum yang beralih dari

Page 166: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 150 -

pengembangan intelektual semata. Untuk kurikulum berbasis kompetensi, sebagaimana yang digunakan dalam Kurikulum 2013, yang dinyatakan bahwa suatu kompetensi berpikir dan sosial tidak mungkin dikebangkan hanya oleh satu mata pelajaran. Penguatan-penguatan vertikal tidak lagi dianggap cukup dan diperlukan penguatan horizontal33. Artinya, untuk mempersiapkan generasi muda yang hidup pada abad ke-21, penguasaan kompetensi yang komprehensif merupakan suatu persyaratan yang tak bisa dihindari. Pendekatan Kurikulum Terpadu (integrated curriculum)

Perkembangan lain dalam dunia pendidikan adalah perubahan taksonomi pendidikan dari taksonomi Bloom (1956) ke taksonomi Andersen (2001) dan Taksonomi Kendall dan Marzano (2007). Taksonomi Andersen dkk (2001) merupakn revisi terhadap ranah kognitif taksonomi Boom dkk. (1956), antara lain adalah memisahkan pengetahuan secara tegas dari kemampuan berpikir kognitif. Pengetahuan adalah yang diolah oleh kognitif dan pengetahuan empat dimensi, yaitu faktual, konseptual, procedural, dan metakognitif. Dalam ranah kognitif, Andersen dkk. mengubah posisi sintesis Bloom dari jenjang kelima sebelum evaluasi menjadi posisi tertinggi, seudah evaluasi. Andersen dkk. juga mengubah kata benda yang digunakan Bloom dkk (knowledge, comprehension, application, analysis,synthesis, evaluation) menjadi kata kerja (remember, understand, apply, analyze, evaluate, create) karena kerja kognitif lebih tepat dinyatakan dalam kata kerja.

Perubahan jenjang kognitif yang dilakukan Andersen dkk. yang menempatkan mengevalusi pada jenjang kelima dan mencipta pada jenjang keenam adalah sesuatu yang penting dalam pendidikan. Dengan perubahan jenjang tersebut maka kemampuan tertinggi dalam berpikir adalah mencipta yang merupakan kreativitas seseorang. Kreativitas itu berupa suatu pemikiran baru yang orisinal dan secara akademik dimungkinkan melalui sintesis dari berbagai buah pikir (ide) sehingga menghasilkan hipotesis baru, konsep baru, teori baru, prosedur baru untuk penyelesaian suatu masalah. Kemampuan sintesis hanya dapat dilakukan setelah melakukan evaluasi terhadap hipotesis, konsep, teori, pendekatan, dan prosedur yang pernah

33 Penguatan horizontal dilakukan oleh suatu mata pelajaran di mana kompetensi yang telah

dicapai di tingkat rendah diperkuat dan dikembangkan dalam tingkat yang lebih complicated

di kelas di atas. Semakin tinggi jenjang pendidikan dan semakin tinggi kelas/tahun yang

diikuti peserta didik semakin mahir dan komprehensif tingkat kompetesi yang dipelajari dan

dikuasai peserta didik. Dalam perkembangan terakhir ditemukan bahwa suatu untuk

menguasai penerapan kompetensi secara komprehensif diperlukan penguatan horizontal

yaitu penguatan melalui berbagai konten berbeda dari berbagai mata pelajaran. Melalui

penguatan horizontal, peserta didik dilatih menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam

berbagai mata pelajaran sehingga mereka mampu menghadapi dan terampil memechkan

masalah yang terkadang tidak terduga kemunculannya. Persoalan kehidupan abad ke-21

mengandung karakter yang multi facet sehingga memerlukan penyelesaian yang bersifat

komprehensif.

Page 167: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 151 -

dikembangkan. Hasil dari evaluasi memperlihatkan bagian yang sama/sejenis, bagian yang berbeda, bagian yang masih relevan/kurang/tidak, yang memberikan pengetahuan tentang mana yang mana disintesiskan untuk menghasilkan sesuatu yang “baru”. Oleh karena itu, perubahan posisi jenjang sintesis menjadi tertinggi adalah sesuatu yang tepat. Hasil suatu sintesis selalu merupakan sesuatu yang “baru” dan mengandung makna sesuatu yang diciptakan menurut kaidah ilmu. Lagipula, penempatan posisi mencipta sebagai posisi tertinggi sejajar dengan posisi karakterisasi dalam ranah afektif dan posisi original dalam ranah psikomotor Simpson (1964)

Berdasarkan pertimbangan empirik taksonomi Kendall dan Mazano (2007) tidak digunakan untuk Kurikulum 2013. Secara filosofis dan teoretik, taksonomi ini yang mereka namakan A New Taxonomy of Educational Objectives memang baru dan sangat berbeda dari filosofi dan teori pendidikan yang mendasari taksonomi Bloom atau pun Andersen. Perbedaan filosofi dan teoretik taksonomi Kendall dan Mazano ini menghendaki pemahaman yang mendalam dan perubahan cara berpikir yang sangat besar sehingga akan sangat rumit dan sulit untuk mengubah cara berpikir dan wawasan guru yang sudah membeku dengan taksonomi Bloom. Lagipula, tingkat tertinggi Taksonomi Kendall dan Marzano adalah self yang berada di atas jenjang sistem metakognitif (metacognitive system) dan metakognitif sistem berada di atas 4 jenjang sistem kognitif (cognitive system). Meskipun demikian, penerapan pengetahuan (knowledge utilization) yang merupakan kemampuan kognitif level tertinggi dari Taksonomi Kendall dan Marzano, digunakan sebagai kemampuan yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran. Oleh karena itu, digunakan untuk Kompetensi Inti 4 (KI-4)dalam desain Kurikulum 2013.

Perkembangan baru lain dalam dunia pendidikan adalah kemampuan belajar untuk menghasilkan pembelajar mandiri (independent learner) sepanjang hayat. Untuk itu, dikembangkan pengalaman belajar (learning experiences) yang mencakup berbagai kompetensi belajar mandiri sepanjang hayat. Pengalaman belajar ini terdiri atas kemampuan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi/konseptualisasi, dan mengomunikasi. Kelimanya secara popular diistilah dengan 5 M dan secara resmi disebut dengan istilah pendekatan saintifik. Nama saintifik menunjukkan bahwa pendekatan ini, selain untuk mengembangkan keterampilan belajar mandiri sepanjang hayat, juga dapat digunakan untuk keterampilan melakukan kegiatan yang ilmiah untuk berbagai disiplin ilmu (ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial, ilmu humaniora). Lebih lanjut, kelima kemampuan tersebut mampu menjawab kemampuan yang dicanangkan

Page 168: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 152 -

sebagai empat C kemampuan abad ke-21 atau pun Kemampuan personal dan Sosialsebagai kemampuan abad ke-21 bangsa Indonesia.34

Perubahan lain dalam dunia pendidikan yang diterapkan dalam Kurikulum 2013 adalah teori tentang sikap. Sikap sebagai kompetensi dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 dan oleh karena itu, diperlukan persyaratan kompetensi, yaitu kemampuan yang ditunjukkan dalam suatu perbuatan (ability to perform). Teori sikap yang dinyatakan sebagai predisposisi (kecederungan) sudah tidak memenuhi kepentingan pendidikan. Predisposisi belum berbentuk perilaku dan belum mencapai tingkat tertinggi pengembangan afektif Krathwohl, dan kawan-kawan yang digunakan dalam dunia pendidikan Indonesia yaitu karakterisasi berupa pembiasaan (habitual) yang tiada lain adalah perilaku. Pandangan Lickona (2001) dan Ki Hajar Dewantara (1947) yang menyatakan bahwa pengembangan nilai menjadi bagian dari karakter terdiri atas ngerti/moral knowledge, ngerasa/moral feeling, dan ngelakoni/act. Pandangan yang saling mendukung ini menyebabkan para pengembang Kurikulum 2013 memberikan makna sikap sebagai suatu perilaku yang ditunjukkan dalam kegiatan peserta didik sehari-hari.

Komponen kurikulum yang tak kalah pentingnya adalah penilaian hasil belajar. Posisi ini sedemikian penting sehingga secara empirik kualitas hasil belajar peserta didik ditentukan atau diukur dari penilaian. Oleh karena itu, kualitas pertanyaan, tugas, dan bentuk lain yang digunakan sebagai alat untuk mendapatkan informasi dari peserta didik amat menentukan hasil belajar yang diinginkan. Sejak tahun 1975, dunia pendidikan Indonesia telah mengenal bentuk soal objektif dan yang paling banyak digunakan adalah bentuk soal pilihan ganda. Bentuk Pilihan Ganda memiliki konstruksi yang hanya menyediakan satu jawaban benar (key) dan jawaban itu disediakan oleh pengembang butir soal. Siswa memilih mana jawaban benar tersebut diantara beberapa jawaban pengecoh (distracters) yang juga disediakan oleh pengembang butir soal.

Konstruksi soal yang demikian tentu saja hanya terkait dengan pengetahuan fakta dan sesuatu yang sudah dibahas di kelas. Kemampuan untuk menggunakan apa yang sudah diajarkan (knowledge utility) atau pun

34 Pikiran dasar kemampuan belajar mandiri sepnjang hayat tersebut berasal dari tulisan

Dyer, Gregersen, dan Christensen (2011) berjudul The Innovator’s DNA: Mastering the Five

Skills of Disruptive Innovators. Kelima keterampilan yang dimaksudkan dikembangkan dari

hasil penelitian mereka terhadap dunia business terdiri atas associating, questioning,

observing, networking, dan experimenting. Penyesuaian keterampilan tersebut untuk

pendidikan dan mengingat karakter dari berbagai mata pelajaran serta Tujuan Pendidikan

Nasional Indonesia maka dihasilkan Pendekatan Saintifik atau 5 M: observing sebagai

observasi, questioning sebagai menanya, experimenting sebagai mencari informasi,

associating sebagai mengolah informasi/menalar, dan networking sebagai mengomunikasi.

Page 169: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 153 -

mengembangkan pendapat sendiri tidak mungkin teruji oleh bentuk soal Pilihan Ganda. Kemampuan abad ke-21 seperti kreativitas, bekerja sama, berkomunikasi yang menghendaki siswa mampu menyelesaikan masalah atau situasi baru yang dihadapinya tidak dapat teruji dengan Pilihan Ganda. Kemampuan berpikir kritis sampai jenjang memilah jawaban benar di antara jawaban yang tersedia masih teruji jika bentuk soal meminta memilih jawaban yang paling benar di antara pengecoh yang semuanya benar.

Tradisi lain dalam penilaian yang diubah adalah Penilaian Berdasarkan Norma menjadi Penilaian Berdasarkan Kriteria. Dalam Penilaian Berdasarkan Norma (norms-referenced assessment) di mana siswa dianggap sebagai suatu kumpulan populasi dan terbagi atas kelompok tinggi/cerdas, sedang, dan kurang. Upaya pendidikan tidak boleh mengubah komposisi siswa dalam distribusi kurva normal tetapi hanya berupa peningkatan dalam rata-rata pencapaian hasil belajar dan standar deviasi yang semakin kecil (homogeneous). Setiap tahun siswa diranking berdasarkan kelas dan sekolah. Siswa yang berprestasi tinggi (ranking teratas) diberi penghargaan yang tinggi, diumumkan dalam setiap kesempatan terbuka, dan dinyatakan sebagai siswa cerdas, walaupun hanya dalam aspek intelektual tradisional (mathematico-logic intellectual). Secara prinsipiil, pendidikan dinyatakan tidak bisa/boleh mengubah distribusi normal dan proses pendidikan dianggap sebagai wilayah pertandingan. Pikiran baru mengenai penilaian menempatkan siswa sebagai subjek dan penilaian bersifat membantu siswa dalam belajar (assessment for learning) tidak semata penilaian dari apa yang sudah dipelajari (assessment of learning). Siswa merupakan subjek yang mengembangkan jawaban mereka sehingga tersedia jawaban benar dalam jumlah yang banyak, mungkin sebanyak jumlah siswa di suatu kelas. Kemampuan memahami dan menggunakan fakta, konsep, teori sangat diunggulkan. Oleh karena itu, siswa dapat mengembangkan kemampuan menggunakan pengetahuannya sampai pada tingkat tertinggi jenjang kognitif yaitu mencipta.

Pendekatan Penilaian Berdasarkan Kriteria (criteria-referenced assessment) merupakan alternatif yang digunakan Kurikulum 2013. Selain sesuai dengan hakikat pendidikan kompetensi, siswa tidak lagi dianggap sebagai populasi yang terdistribusi dalam kurva normal tetapi setiap individu adalah pribadi yang melalui proses pendidikan berubah dalam banyak aspek intelegensi (multiple intelligences), yaitu dalam beragama, kehidupan sosial, berpikir, berkomunikasi, gerak/kinestetik, berbahasa, pengendalian diri, hidup sehat dan pengembangan lingkungan.

Kurikulum 2013 menggunakan bentuk asesmen yang dikenal dengan nama Penilaian Autentik (authentic assessment). Dalam Penilaian Autentik problem yang digunakan bersifat autentik untuk dapat menguji kemampuan siswa dalam berbagai aspek sebagaimana yang diinginkan Kurikulum 2013.

Page 170: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 154 -

Kemampuan yang dikenal dengan istilah Kemampuan Kognitif Tinggi (HOTS) dapat teruji dengan baik, demikian pula dengan kemampuan hidup beragama, berinteraksi sosial, berkomunikasi, bergerak, berbahasa, pengendalian diri, hidup sehat, pengembangan lingkungan. Instrumen yang digunakan beragam dari observasi, penugasan, sampai kepada laporan diri (self-report). Melalui penerapan penilaian autentik siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan jawaban yang sepenuhnya berasal dari hasil pemikiran dan kemampuan metakogitif dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa tidak lagi dituntut untuk menentukan satu jawaban benar yang ditentukan oleh guru,dan menutup kemungkinan jawaban alternatif lain yang mungkin juga benar. Ketika soal satu jawaban benar tersebut, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh konstruksi soal Pilihan Ganda, berkenaan dengan fakta siswa memang harus memiliki hanya satu jawaban benar dan untuk menguji pengetahuan yang banyak dalam waktu singkat maka bentuk Piligan Ganda sangat bermanfaat. Akan tetapi ketika hal tersebut terkait dengan kemampuan memahami (C2), menenerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) apalagi mencipta (C6) maka yang dimita pendidikan adalah kemampuan yang harus ditunjukkan oleh siswa bukan kemampuan yang membuat soal. Menghadapi tantangan abad ke-21 dalam kemampuan yang dikenal sebagai 4 C (creative thinking, critical thingking, collaboration, communication) Kurikulum 2013 menggunakan Penilaian Autentik.

c. Mempersiapkan Generasi Emas Indonesia

Kurikulum selalu berorientasi ke masa depan, semakin jauh masa depan yang menjadi orientasi suatu kurikulum semakin lamban suatu kurikulum menjadi aus, menjadi tidak lagi ade kuat dan relevan untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda masa kini untuk kehidupan masa depan. Untuk kehidupan masa depan yang selalu harus menjadi perhatian dan kepedulian pengembang kurikulum adalah kehidupan dan kepentingan bangsa, masyarakat dan individu siswa sebagai basis untuk kehidupan berbangsa. Pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dikembangkan pada masa pada proses pendidikan bagi setiap siswa adalah untuk mempersiapkan mereka hidup sebagai dirinya, bagian dari keluarga, masyarakat, bangsa. Kehidupan bangsa pada masa global yang sedang terjadi menghendaki setiap warga bangsa dan bangsa selalu terkait dengan kehidupan bangsa lain dan oleh karenanya kemampuan kehidupan yang perlu dimiliki setiap anggota bangsa meliputi kemampuan hidup sebagai bagian dari ummat manusia.

Dalam perkembangan kurikulum Indonesia, kurikulum dipersiapkan untuk kehidupan antara 7 – 10 tahun. Proyeksi ini mungkin tepat ketika Wajib Belajar Indonesia masih 6 tahun sehingga setelah 10 tahun kurikulum baru perlu disiapkan. Sejak 2003 ketika UU Sisdiknas menetapkan Wajib Belajar

Page 171: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 155 -

9 Tahun, masa prediksi kehidupan 7 – 10 tahun sudah tidak dapat dipertahankan. Kurikulum harus mempersiapkan generasi muda untuk kehidupan bangsa, masyarakat, dan indivisu untuk masa yang lebih panjang.

Prediksi untuk suatu kehidupan yang lebih panjang bukanlah sesuatu yang mudah tetapi kemajuan ilmu, teknologi, dan dunia pendidikan telah melahirkan berbagai prediksi yang lebih adekuat dan juga lebih jelas. Prediksi mengenai struktur penduduk Indonesia di masa yang lebih panjang yaitu 2045 memberikan informasi yang cukup jelas tentang kelompok usia produktif yang lebih besar dari kelompok yang belum (0 – 15 tahun) dan kelompok yang sudah tidak produktif (65 - …. tahun). Sementara itu, berbagai kajian dalam dunia pendidikan telah menyimpulkan berbagai keterampilan yang perlu dimiliki pada abad ke-21 seperti 4 C (creative, critical thinking, collaboration, communication), kemampuan intrapersonal dan interpersonal, berbagai sikap seperti jujur, patriotism, toleran, disiplin, dan sebagainya.

Gambar 3 Proyeksi Komposisi Penduduk Indonesia 2045

Sumber: slides presentasi Menteri Pendidkan dan Kebudayaan

Prediksi penduduk Indonesia di atas jelas menunjukkan bahwa dari tahun 2010 – 2035 terjadi peningkatakan jumlah penduduk usia produktif (usia kerja, umur 15- 64) menjadi di atas 70% dan dependency ratio mendekati 80%. Pada waktu Indonesia merayakan hari kemerdekaan ke 100 dependency rasio tersebut sedikit menurun tetapi masih di atas 70%. Ini berarti bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun kesejahteraan rakyat karena jumlah mereka yang bekerja dan menjadi sumber penghasil negara lebih besar dari mereka yang harus menjadi tanggungan negara.

Potensi itu tentu saja akan menjadi suatu kesempatan besar bagi bangsa jika potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi kompetensi. Keberhasilan

Page 172: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 156 -

akan menjadikan bonus demografi tersebut sebagai generasi emas Indonesia. Jika gagal, sebaliknya yang akan terjadi dan bangsa Indonesia akan menjadi negara penghutang yang besar untuk memberi kehidupan kepada bangsanya. Usia produktif yang tidak bekerja, tidak produktif, merupakan suatu musibah. Tentu saja pendidikan hanya mampu mengubah potensi menjadi kompetensi dan dunia ekonomi yang harus mengembangkan kesempatan kerja bagi mereka.

Persyaratan awal untuk menjadikan bonus demografi tersebut adalah menyediakan kesempatan kepada setiap warga yang berusia 7- 15 tahun untuk mendapatkan pendidikan, tidak boleh ada di antara mereka yang tidak bersekolah. Suatu kenyataan, kebijakan kurikulum tidak terkait dengan penyediaan akses penduduk usia sekolah terhadap sekolah tetapi harus mampu mengembangkan proses pendidikan untuk memberi kesempatan kepada setiap siswa mencapai tingkat minimal kompetensi yang diperlukan. Kedua, kurikulum baru harus mampu mengembangkan kemampuan universal yang diperlukan untuk abad ke 21 dan untuk hidup sebagai warga negara Indonesia.

Kurikulum 2013 dirancang untuk mampu menjawab kebutuhan bangsa dalam mempersiapkan warga negaranya sehingga bonus demografi tersebut menjadi modal bangsa dalam membangun kehidupan bangsa yang sejahtera di abad ke 21. Untuk itu, kualitas untuk tetap menjadi bangsa Indonesia dan berkarakter Indonesia seperti kehidupan beragama yang baik dan berakhlak mulia, cinta tanah air/patriotik, nasionalistik, demokratik, jujur, kerjakeras, toleran, sabar, berilmu, percaya diri, inovatif, bertanggung jawab serta menjadi teladan dalam kehidupan internasional. Selain itu, kemampuan berkolaborasi, berkomunikasi, berpikir kritis, menyinta dan peduli terhadap lingkungan alam, produktif, menghargai prestasi dan menyenangi keindahan dan mencipta kehidupan yang aman. Karakter bangsa yang berdasarkan kehidupan kebangsaan berdasarkan Pancasila, bineka tunggal ika, dan kemajemukan budaya, sosial, suku bangsa, dan agama menjadi karakter utama yang dikembangkan Kurikulum 2013.

Kualitas lain yang perlu dimiliki generasi emas bangsa Indonesia adalah kemampuan berkontribusi untuk membangun kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia yang lebih baik, serta kemampuan mengembangkan diri sepanjang hayat. Kedua kemampuan ini memberi landasan bagi perkembangan dan keberlanjutan kemampuan yang telah mereka terima di sekolah atau pun lembaga pendidikan lainnya.

Persentase penduduk usia produktif yang diproyeksikan bersifat akumulatif, mulai dari masa yang paling dekat. Dalam prediksi tersebut masa itu dimulai tahun 2010 tetapi Kurikulum 2013 baru mampu memulainya pada tahun 2013. Memang sedikit terlambat dan itu sudah merupakan suatu kenyataan yang tak dapat diubah. Kurikulum 2013 harus mampu mengurangi dampak

Page 173: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 157 -

negatif akibat keterlambatan tersebut dan seharusnya melalui proses implementasi yang intensif dan ekstensif. Program implementasi perlu dikembangkan dan dilakukan secara sistematis, terencana dan memberikan kesempatan kepada ide, desain, dan struktur kurikulum segera menunjukkan dampaknya dalam hasil belajar peserta didik.

B. TUJUAN KURIKULUM 2013

Berdasarkan ketetapan yang tercantum dalam Permendikbud, Tujuan Kurikulum 2013 dirumuskan sebagai berikut:

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Tujuan tersebut menunjukkan bahwa Kurikulum 2013 dikembangkan untuk mengembangkan potensi kemanusiaan peserta didik dan meliputi berbagai ranah dan tidak terbatas pada pengembangan intelektual semata sebagaimana dikehendaki oleh Tujuan Pendidikan Nasional. Manusia beriman, produktif, kreatif, inovtif dan memiliki sikap sosial yang dinyatakan dalam istilah afektif memberikan arahan kepada pengembangan potensi kemanusiaan peserta didik seutuhnya. Kemampuan-kemampuan tersebut diarahkan agar selama dan setelah dari pendidikan, manusia yang dihasilkan pendidikan mampu memberikan kontribusinya kepada masyarakat, bangsa, negara, dan peradaban dunia.

Tujuan tersebut menyatakan bahwa kepedulian kurikulum terhadap peserta didik bersifat total baik sebagai dirinya sebagai individu maupun sebagai warga negara. Pendidikan tidak hanya peduli pada pengembangan potensi-potensi pribadi untuk kehidupan pribadi, tetapi juga pendidikan memiliki fungsi untuk mengembangkan kehidupan bangsa sebagai suatu peradaban unggulan, bermartabat dan cerdas. Peradaban unggulan, bermartabat dan cerdas oleh pendidikan dibina dan ditumbuhsuburkan melalui potensi-potensi pribadi, sosial dan budaya peserta didik. Untuk itu, dirancang agar tamatan peserta didik memiliki kemampuan berkontribusi bagi kehidupan masyarakat dan bangsanya.

Rumusan mengenai kontribusi ini pernah hilang dalam khasanah pendidikan di Indonesia. Kemampuan berkontribusi bagi kehidupan masyarakat dan bangsa dicetuskan oleh para pejuang kemerdekaan dalam rapat-rapat Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sayangnya, pikiran itu tidak berkembang karena kurikulum terfokus pada intelektualitas dalam pengembangan potensi pribadi peserta didik dan difokuskan untuk dirinya. Fokus penilaian sampai hari ini masih menekankan pada kemampuan

Page 174: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 158 -

intelektual peserta didik dan mengabaikan kemampuan berkonstribusi bagi masyarakat. Pendidikan masih mengarahkan kepada warga negara yang individualistis dan belum pada warga negara yang peduli pada kehidupan masyarakat dan bangsa. Kenyataan tersebut yang menyebabkan Kurikulum 2013 merumuskan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan bangsa secara eksplisit sebagai kualitas tamatan yang ingin dikembangkan melalui Kurikulum 2013.

Sebelumnya, pada masa Pemerintahan Orde Baru, TAP MPR mensyaratkan kepedulian sosial sebagai kualitas manusia seutuhnya tetapi tidak dijadikan rumusan tujuan dan fungsi pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai tujuan dan fungsi pendidikan nasional secara tegas menyatakan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab” (Bab II Pasal 2).

C. PENDIDIKAN KARAKTER LANDASAN IDE DAN DESAIN KURIKULUM 2013

Kurikulum 2013 dikembangkan sebagai kurikulum berbasis karakter dan berbasis kompetensi. Basis karakter dan kompetensi ini dikembangkan dalam bentuk ide dan desain Kurikulum 2013. Karakter yang dibangun adalah karakter sebagai warga negara yang syarat dengan kehidupan berakar pada budaya dan kehidupan kebangsaan Pancasila yang tercermin di dalam kelima silanya yang merupakan suatu kesatuan karakter. Kelima sila tersebut diwujudkan dalam bentuk Olah Pikir, Olah Hati, Olah Rasa, dan Olah Jasmani.

Karakter diartikan sebagai perilaku baik yang dinyatakan dalam ucapan, tindakan, dan kebiasaan sehari-hari. Pendidikan karakter didasari oleh sejumlah nilai, kebiasaan, sopan-santun, etika, dan pengetahuan yang berasal dari nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan pernah dikembangkan dalam Pendidikan Pangamalan dan Penghayatan Pancasila (P4) memberi dasar pengembangan nilai-nilai religius, sosial (interpersonal), dan diri (intrapersonal) peserta didik dan tidak hanya dalam kehidupan berbangsa tetapi juga dalam kehidupan bermayarakat. Nilai-nilai sosial-budaya dan nilai-nilai Pancasila memiliki perwujudan perilaku yang saling menyilang (tumpeng-tindih), saling memperkuat, dan saling mengarahkan pada perilaku seorang warga negara.

Page 175: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 159 -

Nilai-nilai yang sudah tersaring oleh Puskurbuk ketika mengembangkan Pendidikan Karakter digunakan dan disesuaikan dengan pikiran dengan pendidikan nilai, dijadikan nilai-nilai dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL)35. Nilai-nilai tersebut adalah beriman, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun), rasa ingin tahu, estetika, percaya diri, motivasi internal, toleransi, gotong royong, kerja sama, musyawarah, pola hidup sehat, ramah lingkungan,patriotic, dan cinta perdamaian. Nilai-nilai yang tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan diramu dengan pengetahuan tentang manusia, bangsa, negara, tanah air, dan dunia, dan keterampilan membaca, menulis, menghitung, menggambar, mengarang, berpikir, menggunakan pengetahuan, membuat atau mencipta. Keseluruhan kualitas yang dinyatakan dalam SKL menjadi karakter warga negara Indonesia yang ingin dikembangkan Kurikulum 2013.

Sesuai dengan model pendidikan berbasis standar yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan standar yang ditetapkan, yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses (SP), dan Standar Penilaian (SPn). Sesuai dengan kedudukannya, standar tersebut digunakan dalam mengembangkan ide kurikulum, komponen kompetensi (Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar), desain, proses pembelajaran, dan penilaian Kurikulum 2013.

1. Ide Kurikulum 2013

Secara rinci, Ide Kurikulum2013 dirumuskan sebagai berikut (Naskah Akademik Kurikulum 2013).

a. Kurikulum berakar pada agama, budaya lokal dan bangsa (Dewantara, 1936). Kurikulum harus selalu didasarkan pada apa yang dimiliki suatu bangsa dari budaya lokal di mana peserta didik hidup sampai kepada budaya nasional di mana peserta didik menjadi salah satu anggota bangsa. Berdasarkan pandangan filosofi ini maka kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai yang penting, dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan nasional menjadi nilai budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka dan menjadi nilai yang dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan di masa depan. Filosofi ini memberikan arah

35 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63 Tahun 2013 Tentang Standar

Kompetensi Lulusan

Page 176: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 160 -

dan proses pendidikan sebagai cultural transmission and cultural development. Nilai-nilai ini adalah dasar dari nilai bangsa yang menjadi nilai yang wajib dikembangkan oleh kurikulum.

b. Kurikulum dikembangkan berdasarkan filosofi eksperimentalisme yang mengatakan bahwa proses pendidikan adalah upaya untuk mendekatkan apa yang dipelajari di sekolah dengan apa yang terjadi di masyarakat baik dalam bentuk menjadikan apa yang terjadi di masyarakat sebagai sumber konten kurikulum maupun mengembangkan potensi peserta didik sebagai agent of change dalam berpartisipasi meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Manusia yang demokratis dalam sistem kehidupan bernegara, politik dan sosial adalah tujuan pendidikan yang harus menjadi kepedulian kurikulum.

c. Filosofi yang dikenal dengan nama rekonstruksi sosial memberikan dasar bagi pengembangan kurikulum untuk menempatkan peserta didik sebagai subjek yang peduli pada lingkungan sosial, alam, dan lingkungan budaya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan filosofi bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi intelektual, berpikir rasional, dan kemampuan membangun masyarakat demokratis peserta didik menjadi suatu kemampuan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Sekolah tidak boleh terpisah dari kehidupan masyarakat dan kompetensi peserta didik harus pula berkaaitan dengan kepentingan masyarakat. Berdasarkan filosofi ini juga sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Bersinergi dengan kedua filosofi di atas maka kurikulum harus memberi kesempatan kepada peserta didik mengenal lingkungannya, mempedulikan lingkungannya, menjadikan lingkungan sebagai sumber dan fokus kajian dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah dipelajari di sekolah. Melalui kajian tersebut peserta didik dapat mengembangkan kompetensi berpikir, bersikap, dan berkarya. Kemampuan 4 C (creative, critical thinking, collaboration, communication) dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan di sekitarnya sebagai sumber dan fokus kajian.

d. Filsofi esensialisme (essentialism) dan perenialisme (perennialism) yang menempatkan kemampuan intelektual dan berpikir rasional sebagai aspek penting yang harus menjadi kepedulian kurikulum untuk dikembangkan. Manusia cerdas dan intelektual adalah

Page 177: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 161 -

manusia yang terdidik dan sekolah harus menjadi centre for excellence, di mana kurikulum memiliki tugas mengembangkan potensi manusia dalam aspek intelektual dan rasional semata. Filsafat esensialisme dan perenialisme merupakan filsafat yang banyak digunakan dalam mengembangkan kurikulum di berbagai negara di berbagai belahan dunia dan penerapannya secara ekslusif akan menghasilkan manusia cerdas secara akademik tetapi kurang memiliki kepedulian sosial dan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dua filosofi ini, yakni progresifisme (progressivism) (Brameld, 1965) yang mempersyaratkan agar kurikulum dapat mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan , dalam makna kemampuan atau potensi intelektual jamak manusia atau multiple intelligence (Gardner:2002), sesuai dengan usia dan lingkungannya. harus digunakan bersama-sama filosofi lain yang diungkapkan di atas agar kurikulum dapat mengembangkan potensi intelektual jamak manusia.

e. Kurikulum dikembangkan berdasarkan filosofi eksistensialisme (existentialism) dan romantik naturalisme (romantic naturalism) bahwa proses pendidikan adalah untuk mengembangkan rasa kemanusiaan yang tinggi, kemampuan berinteraksi dengan sesama dalam mengangkat harkat kemanusiaan, dan kebebasan berinisiatif serta berkreasi. Pandangan filsafat ini memberikan arahan bahwa setiap individu peserta didik adalah unik, memiliki kebutuhan belajar yang unik, serta perlu mendapatkan perhatian secara individual. Mereka adalah subjek dalam pendidikan yang memiliki kebebasan untuk menentukan kehidupan mereka. Kehidupan abad ke 21 menghendaki pengembangan kompetensi yang tidak hanya pada kemampuan berpikir tetapi juga kualitas kemanusiaan lainnya yang tercermin dalam perilaku keseharian seperti jujur, kerja keras, patriotik, nasionalistis, toleran, menghargai prestasi dan memiliki rasa ingin tahu yang kuat.

f. Kurikulum dikembangkan dengan model kurikulum berbasis kompetensi (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Sebagai suatu kurikulum yang berbasis kompetensi maka Kurikulum 2013 mengartikan kompetensi sebagai berikut. Competency is knowledge, skills, and abilities that a person can learn and develop, which become parts of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behavior (MaAsham, 1981). Pengertian ini diperkuat dengan pengertian yang menyatakan competencies as the ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find solutions and to realize them in work situations. Lebih lanjut these

Page 178: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 162 -

qualifications should be expressed in terms of knowledge, skills, and attitude".

Kurikulum Berbasis Kompetensi Terintegrasi (KBTI) atau integrated competency-based curriculum digunakan sebagai model kurikulum berdasarkan prinsip bahwa suatu kompetensi tidak dapat dikembangkan oleh suatu mata pelajaran atau pun dalam suatu pertemuan pembelajaran. Suatu kompetensi harus dikembangkan dengan penguatan horizontal (antarmata pelajaran) dan peningkatan vertikal (melalui jenjang-jenjang kemampuan yang dinyatakan dalam Standar Isi). Model kompetensi kurikulum melepaskan keterbatasan pengertian konten kurikulum hanya pada pengetahuan (fakta, konsep, teori, prosedur) yang sejak lama mentradisi dalam dunia pendidikan. Model kompetensi kurikulum memperluas pengertian konten kurikulum meliputi keterampilan dan sikap, dan menjadi materi pembelajaran (apa yang dipelajari peserta didik) dengan ketiga aspek konten tadi.

2. Desain Kurikulum 2013

Sejalan dengan sistem kurikulum berbasis karakter, berbasis standar, model kurikulum berbasis kompetensi, dan Ide Kurikulum maka Kurikulum 2013 mengembangkan desain kurikulum yang relatif baru bagi dunia pendidikan Indonesia, yaitu desain integratif berbasis karakter. Sebagaimana karakter diartikan dan diterjemahkan di SKL dalam bentuk sikap, keterampilan dan pengetahuan maka desain Kurikulum 2013 menggunakan ketiga dasar bagi pendidikan karakter tersebut sebagai Kompetensi Inti (KI), yaitu unsur pengikat komponen Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran, penentu rambu-rambu proses pembelajaran, dan patokan penilaian hasil belajar. Fungsi KI menjadikan Kurikulum 2013 sebagai kurikulum dengan desain khusus Indonesia.

Kompetensi Inti terdiri atas Kompetensi Inti 1 (KI-1), yaitu Sikap Religius, Kompetensi Inti 2 (KI-2), yaitu Sikap Sosial/Intra dan Pribadi/Inter), Kompetensi Inti 3 (KI-3), yaitu Pengetahuan dan Kompetensi 4 (KI-4) Penerapan atau Penggunaan Pengetahuan. Semua mata pelajaran berfungsi untuk mengembangkan sikap religius, sikap sosial, pengetahuan dan penerapan pengetahuan. KI-1 yaitu Sikap Religius memiliki KD-1 untuk mata pelajaran agama tetapi tidak mata pelajaran lain. KD-1 untuk Sikap Religius pada mata pelajaran Agama dan Budi Pekerti dikembangkan dalam pembelajaran langsung sebagai pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan keseharian. Bagi mata pelajaran lain, KI-1, yaitu Sikap religius tidak memiliki KD-1, tetapi perilaku beragama menjadi kepedulian setiap mata pelajaran, dikembangan melalui contoh dan keteladanan guru. Dalam istilah yang digunakan di Kurikulum 2013, pengetahuan diajarkan secara

Page 179: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 163 -

langsung (pembelajaran langsung = direct teaching) sedangkan perilaku dikembangkan melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching).

Kompetensi Inti 2, yaitu Sikap Sosial dan Pribadi memiliki KD-2 untuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarga negaraan (PPKn) dan menjadi KD-3, yaitu Pengetahuan bagi mata PPKN. Sedangkan untuk perilaku Sosial dan pribadi dari KI-2 dan KD-2 dikembangkan melalui setiap langkah pembelajaran setiap mata pelajaran dalam bentuk pembelajaran tidak langsung. Dengan desain tersebut setiap mata pelajaran bertanggung jawab dalam pengembangan Sikap Religius, Sikap Sosial dan Pribadi dan dengan kedudukan KI sebagai pengikat, pengarah pembelajaran, penentu patokan penilaian maka setiap guru harus mengembangkan KI-1 dan KI-2 dalam rancangan pembelajaran dan penilaian mata pelajaran yang mereka bina.

Tabel 9.1. Desain Kurikulum 2013: Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti 1 Sikap Religius (KI-1) Kompetensi Dasar 1 (KD-1)

Kompetensi Inti 2 Sikap Sosial dan Pribadi (KI-2)

Komptensi Dasar 2 (KD-2)

Kompetensi Inti 3 Pengetahuan (KI-3) Kompetensi Dasar 3 (KD-3)

Kompetensi Inti 4 Penerapan (KI-4) Kompetensi Dasar 4 (KD-4)

Selanjutnya, dalam desain tersebut ditentukan bahwa KD-3 dan KD-4 selalu berkaitan. KD-4 merupakan penerapan dari KD-3 dalam bentuk penerapan pengetahuan yang dipelajari di KD-3. Implikasinya nomor identitas KD-3 dan KD selalu sama, misalnya KD-3.1 penerapannya adalah KD-4.1, KD-3.2 penerapannya KD-4.2, demikian seterusnya.

Adanya KI dan KD 4 adalah untuk menghapus verbalisme yang sudah berakar dalam pendidikan di Indonesia di mana siswa hafal berbagai fakta, konsep, teori, prinsip, dan prosedur tetapi mereka tidak mampu menggunakannya. Adanya KI dan KD 4 sebagai penerapan dari KI dan KD 3 menyebabkan peserta didik memiliki kesempatan untuk mengerjakan apa yang sudah mereka pelajari (saya hafal saya tahu, saya lakukan saya paham).

Posisi lain dari KI dan KD 4 adalah memberi peluang bagi peserta didik untuk mengenal lingkungan sosial, budaya, fisik sekitarnya. Penerapan pengetahuan dalam mengkaji lingkungan sekitarnya merupakan suatu pengalaman belajar yang sangat bermakna karena ilmu bukan sesuatu yang ada dalam dunia abstrak saja tetapi memiliki kenyataan empirik yang ada di kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar yang berkaitan dengan lingkungan sekitarnya merupakan aplikasi dari prinsip belajar kontekstual di mana peserta didik belajar dari lingkungan terdekatnya.

Page 180: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 164 -

Peran lain yang tak kalah pentingnya dari KI dan KD 4 merupakan penerapan diversifikasi kurikulum yaitu perbedaan antarsatu wilayah dengan wilayah lain dalam sumber dan materi pembelajaran. Peserta didik yang tinggal di daerah pertanian, industri, pantai, kota, pegunungan masing-masing memiliki sumber dan materi pelajaran berbeda untuk mempelajari konsep yang sama. Dengan desain ini, Kurikulum 2013 memiliki kemampuan mengembangkan diversifikasi kurikulum yang sangat besar, selain yang dikembangkan melalui KD dan mata pelajaran muatan lokal.

Selain yang disebutkan di atas, materi pembelajaran yang dikembangkan melalui KI dan KD 4 bersama-sama KI dan KD 3 memberi kesempatan untuk menyerap perkembangan baru dalam dunia ilmu, sosial, budaya, ekonomi, seni dan teknologi. KD 3 untuk KI 3 memang bersifat perennial dan umum tetapi materi pembelajaran untuk kedua KD tersebut selalu berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat dalam aspek ilmu dan teknologi serta pemanfaatannya, sosial, budaya, ekonomi, dan komunikasi.

D. STRUKTUR KURIKULUM 2013

Struktur Kurikulum 2013 SMP/M.Ts memiliki perbedaan dengan Kurikulum 2006 SMP/M.Ts. Perbedaan utamanya adalah Struktur Kurikulum 2013 SMP/MTs terdiri dari 2 kelompok, yaitu A dan kelompok B.

Selanjutnya, Struktur Kurkulum 2013 SMP/M.Ts diungkapkan dalam gambar berikut.

Tabel 9.2 Struktur Kurikulum 2013 SMP

MATA PELAJARAN

ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU

VII VIII IX

Kelompok A

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarga

negaraan

3 3 3

3. Bahasa Indonesia 6 6 6

4. Matematika 5 5 5

5. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

7. Bahasa Inggris 4 4 4

Kelompok B

Page 181: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 165 -

1. Seni Budaya (termasuk muatan lokal) 3 3 3

2. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan

Kesehatan

(termasuk muatan lokal)

3 3 3

3. Prakarya (termasuk muatan lokal) 2 2 2

Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 38 38 38

Struktur Kurikulum 2013 di atas lebih sederhana dibandingkan kurikulum sebelumnya. Kelompok A adalah kelompok sepenuhnya dikembangkan pada tingkat nasional. Kelompok B adalah kelompok mata pelajaran yang terbuka untuk diperkaya dengan KD muatan lokal. Dengan 3 mata pelajaran tersebut maka berbagai permainan lokal, seni lokal, aspek budaya lokal, dan kerajinan lokal yang semakin mendekati kepunahan dapat dilestarikan dan dikembangkan lebih lanjut. Kurikulum membuka kesempatan kepada para pendidik dan pemimpin masyarakat setempat untuk menyelamatkan bentuk-bentuk permainan, olahraga, seni, dan kerajinan lokal untuk diwariskan kepada generasi muda.

Dalam konteks muatan lokal ketika KD muatan lokal sudah tidak mungkin dimasukkan sebagai bagian dari mata pelajaran yang ada, dapat dikemas sebagai mata pelajaran sendiri dengan beban belajar 2 jp perminggu. Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat dikembangkan atas persetujuan pemerintah daerah baik berdasarkan keputusan gubernur maupun keputusan bupati/wali kota. Keputusan itu diperlukan sesuai dengan ketetapan tentang wewenang pengembangan bahasa daerah yang dinyatakan dalam undang-undang tentang lambang, dan bahasa.

Beban beajar perminggu lebih besar dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Jika sebelumnya beban belajar 32/34 jp per minggu, Kurikulum 2013 yang memberikan jam belajar yang lebih lama yaitu 38 jam perminggu. Dengan penambahan jam belajar ini diharapkan guru memiliki kesempatan yang baik untuk mengembangkan proses pembelajaran siswa aktif (active students learning) dalam bentuk 5 kompetensi belajar, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi/menalar, dan mengomunikasi.

Page 182: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 166 -

BAB X

PENUTUP

Perkembangan kurikulum SMP di Indonesia memperlihatkan adanya pengaruh kekuasaan (power). Pengaruh ini merupakan sesuatu yang wajar dan tidak hanya berlaku di Indonesia tetapi terjadi di setiap negara. Kepentingan negara dalam mengembangkan generasi muda bangsa dan dalam menjaga kepentingan bangsa menyebabkan pengaruh tersebut menjadi sesuatu yang tak dapat dihindari. Kurikulum sebagai suatu kebijakan publik (public policy) menyangkut kepentingan nasional, masyarakat dan peserta didik.

Pengaruh politik terhadap kurikulum sudah tampak pada asa Pemerintahan Hindia Belanda di mana siswa harus belajar Bahasa Belanda, Geografi dan Sejarah Belanda. Pada masa pendudukan militer Jepang pengaruh tersebut tidak saja pada perubahan nama sekolah tetapi juga terhadap kurikulum, bahasa Belanda diganti dengan Bahasa Jepang, Geografi Belanda diganti dengan Geografi Jepang dan Bahasa Indonesia sedangkan Sejarah Belanda diganti dengan Sejarah Jepang, dan diperkenalkan adanya acara senam pagi yang menghormat Kaisar Jepang. Pada masa awal kemerdekaan pengaruh politik berupa politik nasional, yaitu perubahan nama sekolah, bahasa Jeang diganti dengan bahasa Indonesia dan Sejarah Jepang diganti dengan Sejarah Indonesia. Pengaruh kepentingan politik semakin menonjol pada masa akhir Pemerintahan Orde Lama, yaitu dengan pendidikan yang diarahkan kepada pembentukan manusia yang berdasarkan Manipol-Usdek dan adanya mata pelajaran Civics (Manusia Baru Indonesia) di mana ideologi Pancasila, Manipol-Usdek (Manifestasi Politik dan Undang-Undang Dasar 45, Sosalisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) menjadi materi pembelajaran wajib. Di masa Orde Baru pengaruh tersebut menjadi semakin kuat dan terlembaga dalam bentuk Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dapat dikatakan setiap ada Tap MPR yang baru maka kurikulum berubah. Setelah zaman Orde Baru digantikan oleh Pemerintahan Reformasi, pengaruh politik terhadap kurikulum dilakukan melalui keputusan berupa Rancangan Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan diterjemahkan dalam rancangan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kepentingan masyarakat di lingkungan setempat mendapatkan tempat yang semakin menguat sejak 1984 dengan kebijakan adanya muatan lokal.

Page 183: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 167 -

Kebijakan muatan lokal ini pada mulanya terfokus pada bahasa daerah. Kebutuhan lain untuk menyelamatkan budaya, permainan, seni, dan kerajinan lokal menyebabkan kebijakan muatan lokal tidak lagi terbatas pada bahasa daerah. Untuk daerah-daerah tertentu kehadiran bahasa daerah sangat menonjol sedangkan di daerah-daerah lain kedudukan bahasa daerah sebagai muatan lokal tidak menonjol.

Perkembangan ilmu pada mulanya merupakan landasan utama pengembangan kurikulum. Pengaruh pandangan filosofi esensialisme dan perenialisme yang menekankan pada pengembangan intelektual dan kemampuan berpikir rasional sebagai ciri manusia terpelajar menjadi tujuan pendidikan yang utama. Walaupun harus diakui bahwa pada masa penjajahan Hindia Belanda dan masa pendudukan militer Jepang kepentingan akan tenaga terdidik didasarkan pada tenaga kerja yang menguasai kemampuan dasar baca, tulis, hitung, dan kemudian baru pada kemampuan berpikir intelektual yang tinggi.

Sejalan dengan perkembangan pendidikan dan terutama sejak Indonesia merdeka para pemikir pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara telah memberikan kepedulian lebih luas dari kemampuan berpikir intelektual filsafat esensialisme dan perenialisme. Kualitas manusia yang harus dikembangkan meliputi berbagai dimensi kemanusiaan seperti sikap, agama, dan juga padat dengan nilai-nilai budaya. Manusia paripurna menjadi istilah yang menonjol pada masa pemerintahan Orde Baru.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Indonesia mengenal model pendidikan yang berdasarkan standar dan kurikulum ditetapkan dikembangkan berdasarkan model kurikulum berbasis kompetensi. Dengan model pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menetapkan ada delapan standar yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses (SP), Standar Penilaian (SPn), Standar Tenaga Pendidikan, Standar Pembiayaan, Standar Sarana dan Prasarana, dan Standar Pengelolaan. Empat standar pertama adalah dijadikan dasar untuk pengembangan kurikulum sebagai rencana/dokumen sedangkan empat standar berikutnya untuk mengembangkan proses implementasi kurikulum.

Perkembangan kurikulum untuk SMP mengalami tiga masa otoritas pengembangan kurikulum. Sebelum tahun 1975, kurikulum SMP dikembangkan oleh Direktorat SMP. Sejak tahun 1975 kurikulum SMP dikembangkan oleh Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak 2003 kurikulum SMP dikembangkan oleh BSNP yang menghasilkan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang isinya adalah kurikulum, dan Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan. Pada tahun 2012 pengembangan kurikulum dilakukan langsung di bawah koordinasi

Page 184: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 168 -

kementerian dengan Pusat Kurikulum dan Perbukuan sebagai unsur utama, menghasilkan Kurikulum 2013.

Lembaga pendidikan yang sekarang dikenal dengan nama SMP lahir sebagai MULO pada masa Hindia Belanda sebagai hasil perjuangan para kaum terdidik tamatan HIS. Lembaga ini pada masa pemerintahan Militer Jepang berubah namanya menjadi Shoto Chu Gakko. Pada masa kemerdekaan dikenal adanya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan SMP. Nama SMP memiliki kepanjangan yang berbeda, yaitu Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama dan kemudian menjadi Sekolah Menengah Pertama.

Page 185: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 169 -

DAFTAR BACAAN

Andersen,L.W. dkk (2001)(eds). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Abridges Edition. New York: Longman

Apple, M.W. (1979). Ideology and Curriculum. London: Routledge and Kegan Paul.

Bradjanegara, S. (1956). Sedjarah Pendidikan Indonesia. Yogyakarta

Benjamin, H. (1939). The Saber-tooth Curriculum, dalam The Curriculum: Context, Design & Development.(1971)( Editor Richard Hooper). Bungay, Suffolk: The Open University

Depdikbud (1965). 20 tahun Indonesia Merdeka. VIII. Jakarta

Depdikbud (1976). Pendidikan Indonesia 1900 – 1970. Jakarta: Balitbang

Depdikbud (1983). Hasil Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1983. Jakarta: Depdiknas

Depdikbud (1989). Statistik Pendidikan Menengah Umum: Sekolah, Murid, Guru dan Pembina SMP dan SMA seluruh Indonesia. Jakarta: Ditjen Dikdasmen

Depdikbud (1996). Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Dinas Sejarah TNI – AD (1976). Sumbangan TNI Angkatan Darat Dalam Pemantapan Orde Baru. Bandung: Angkasa Offset

Djumhur, I dan Danasaputra (1976). Sedjarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu Bandung

Garret, M.D. (2014). Complexity of Our Brain. Posting Feb 25, 2014. Available at www.psychologytoday.com/basics/neuscience200

Gay, G. (2000). Culturally Responsive Teaching: Theory, Research, and Practice. New York and London: Teachers College, Columbia University

Giroux, H.A. (1981). Ideology, Culture, and the Process of Schooling. Philadelphia: Temple University Press

Gunawan, A.H. (1986). Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara

Hasan, S.H. (2009). The Use of Project-Based Learning in the Implementation of the Senior Secondary Social Studies Curriculum. Makalah dipresentasi pada Seminar International tentang Social Studies Education, PPS-UPI, Bandung, January 15, 2009

Henderson, J.G. dan Kesson, K.R. (2004). Curriculum Wisdom: Educational Decisions in Democratic Society. New Jersey: Prentice-Hall

Henderson, J.G. dan Gornik, R. (2007). Transformative Curriculum Leadership. Third edition. Columbus, Ohio: Pearson Prentice-Hall.

Page 186: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 170 -

Jorgensen, C. G. (2014).Social Studies Curriculum Migration: Confronting Challenges in the 21th Century, dalam Ross, E.W. (ed)(2014). The Social Studies Curriculum: Purposes, Problems, and Possibilities, 4th edition. New York: State University of New York

Kartodirjo, S. dkk. (1977). Sejarah Nasional Indonesia. VI. Jakarta: Balai Pustaka

Ki Hadjar Dewantara (1977). Karya Ki Hadjar Dewantara. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa

Kliebard, H.M. (1965). Structure of the Disciplines as an Educational Slogan, dalam Readings in Curriculum. (Second edition).(editor Glen Hass, Kimball Wiles, dan Joseph Bondi)

Klein, M.F. (1989). Curriculum Reform in the Elementary School: Creating Your Own Agenda. New York and London: Teachers College, Columbia University.

Lickona, T. (1992). Educating for Character: How Our School can Teach Respect and Responsibility. Bantam Book

Longstreet,W.S. dan Shane, H.G. (1993). Curriculum for a New Millennium. Needham Heights. MA: Allyn & Bacon.

Mestoko, S. (1979). Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Depdikbud

Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung: Jenmars

NIER (1999): An International Comparative Study of School Curriculum. Tokyo: NIER

O’Donnell, S. dkk. (2002) (Eighth ed.). International Review of Curriculum and Assessment Frameworks: Comparative tables and factual summaries – 2002. London: National Foundation for Educational Research

Poerbakawatja, S. (1970). Pendidikan Dalam Alam Terbuka. Jakarta: Gunung Agung

Poeze, H.A. (1982). Politiek-Politioneele Overzichten van Nederlandsch-Indie. Deel I 1927 – 1928. The Hague: Martinus Nijhoff

Post, T.R. dkk. (1997). Interdisciplinary Approaches to Curriculum: Themes for Teaching. Columbus, Ohio: Prentice Hall, Inc.

Said, M. (1981). Pendidikan Abad Ke Duapuluh dengan Latar Belakang Kebudayaannya. Jakarta: Mutiara

Said, M. dan Dahlan Mansyur (1953). Pendidikan dari Zaman ke Zaman. Jakarta: Pustaka Rakyat

Santoso, Slamet Imam (1987). Pendidikan di Indonesia dari Masa ke Masa. Jakarta: CV Haji Masagung

Saylor, J.G. dan Alexander, W.M. (1974). Planning Curriculum for Schools. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc

Sekertariat Negara (1984). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: PT Tira Indonesia

Simandjuntak, I.P. (1972). Perkembangan Pendidikan di Indonesia. Banddung: Angkasa

Sjamsuddin, H., Kosoh Sastradinata, Said Hamid Hasan (1993). Sejarah Pendidikan di Indonesia: Zaman Kemerdekaan (1945-1966). Jakarta: Manggala Bhakti

Page 187: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 171 -

Smith, B.O., Stanley,W.O. dan Shores, J.H. (1957). Cultural Roots o the Currciulum, dalam The Curriculum: Context, Design & Development.(1971)( Editor Richard Hooper). Bungay, Suffolk: The Open University

Soedarsono, S. (2002).Character Building: Membentuk Karakter. Jakarta: PT Gramedia

Soemanto, W. (1983). Landasan Historis Pendidikan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional

Taba, H. (1962). The Development of Curriculum: Theory into Practice. New York: Hardcourt Brace and World

Tanner, D dan Tanner, L.N (1980). Curriculum Development: Theory into Practice. New York: Macmillan Publishing Co.,Inc.

Tilaar, H.A.R (2012). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Unruh, G.G. dan Unruh, A. (1984). Curriculum Development: Problems, Processes, and Progress. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation.

Yamin, Muhd (1954). Dasar Pendidikan dan Pengadjaran.

Yunus, M. (1992). Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya

Waring, M. (1979). Social Pressures and Curriculum Innovation: A Study of the Nuffield Foundation Science Teaching Project. London: Methuen

Page 188: PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

- 172 -

DAFTAR DOKUMEN

1. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengadjaran di Sekolah

2. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengadjaran Disekolah untuk Seluruh Indonesia

3. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

4. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

5. Dokumen Kurikulum 1964

6. Dokumen Kurikulum 1968

7. Dokumen Kurikulum 1975

8. Dokumen Kurikulum 1984

9. Dokumen Kurikulum 1994

10. Dokumen Kurikulum 2004

11. Dokumen Kurikulum 2006

12. Dokumen Kuurikulum 2013

13. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983

14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2005

15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2005

16. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005

17. TAP MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966

18. TAP MPR Nomor IV/MPR/1973

19. TAP MPR Nomor II/MPR/1978

20. TAP MPR Nomor IV/MPR/1978

21. TAP MPR Nomor II/MPR/1983

22. TAP MPR Nomor II/MPR/1988

23. Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô, Kurasawa 1991