Perkebunan Kelapa Sawit Menyumbang Karbondioksida
Transcript of Perkebunan Kelapa Sawit Menyumbang Karbondioksida
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MENYUMBANG KARBONDIOKSIDA
(CO2)
I. PENDAHULUAN
Akumulasi gas rumah kaca, terutama CO2, merupakan ancaman bagi
kehidupan di bumi. Tahun 2006, level CO2 di udara mencapai 384 ppm.
Peningkatan level CO2 di udara mengakibatkan meningkatnya suhu rata-rata
permukaan bumi sebesar 0,74 derajat celcius pada tiga dasawarsa terakhir.
Peningkatan CO2 diudara sebesar enam miliar metrik setiap tahun berasal dari
bahan bakar fosil, selain itu akibat dari terjadinya deforestasi. Peran tumbuhan di
hutan memiliki peranan penting dalam penyerapan CO2 di udara. Oleh karena itu,
jika terjadi deforestasi maka peyerapan CO2 di udara akan berkurang sehingga
terjadilah pemanasan global dan perubahan iklim.
Berbagai jenis tumbuhan dapat menyerap CO2, salah satunya adalah kelapa
sawit, luasnya areal perkebunan kelapa sawit di indonesia pada tahun 2010
mencapai 8.430.026 Ha mampu menyumbangkan penyerapan CO2 sebanyak 2,5
ton/ha/tahun.
II. PEMBAHASAN
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang berfungsi ganda yaitu
selain sebagai tanaman yang bernilai ekonomis tinggi, sumber pendapatan,
lapangan pekerjaan, pendapatan ekspor non migas (nilai ekspor minyak sawit
lebih besar dari nilai ekspor hasil pertanian di luar minyak sawit), dan sebagai
salah satu sembako. Kebun sawit juga sebagai media untuk melestarikan alam dan
lingkungan, antara lain untuk konservasi sumber air tanah, pencegahan tanah
longsor, produksi oksigen (O2), penyerapan emisi karbon dioksida (CO2) dan
permintaan akan bio diesel akan meningkat secara signifikan sebagai
implementasi dari kebijakan energi nasional.Selain itu juga perkebunan kelapa
sawit mempunyai kemampuan penyerapan CO2 yang tinggi (2,5 ton/ha/th) ini
sangat berguna dalam mengurangi konsentrasi CO2 di udara akibat meningkatnya
gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim di bumi.
Kelapa sawit yang berusia tua mampu menghasilkan karbon yang lebih
besar daripada kebun sawit berusia muda, sehingga mempertegas bahwa umur
tanaman kelapa sawit berkorelasi positif terhadap stok CO2 yang dihasilkan.
Dengan kata lain semakin tua suatu tanaman kelapa sawit maka semakin besar
pula stok CO2 yang dihasilkannya (Sanjaya, 2011). Ini berarti bahwa kebun kelapa
sawit terbukti telah menjadi sumber karbon baru ditengah krisis karbon yang
terjadi karena luasan hutan yang terus berkurang.
Stok karbon tahunan yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit
memang tidak sebesar yang dihasilkan oleh hutan sekunder, akan tetapi masih
lebih baik dari pada lahan gambut tersebut dibiarkan terbuka begitu saja (semak).
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lahan rawa gambut yang pemanfaatannya
belum maksimal yang merupakan bagian dari ekosistem rawa hutan. Ini
disebabkan rawa tersebut hanya ditumbuhi tumbuhan kecil seperti semak dan
rumput liar, dimana emisi yang dihasilkan sangat besar tanpa adanya stok karbon
yang dihasilkan dari tegakan/pohon. Pada tahun 2005 dari total luas hutan 131, 65
juta ha, hutan primer hanya tersisa 35,85%, sedangkan hutan sekunder mencapai
32,37% dan tidak berhutan cukup luas yaitu 31,78% (Bahruni, 2010).
III. KESIMPULAN
Perkebunan kelapa sawit ini dapat menyumbangkan penyerapan CO2
sebesar 2,5 juta ton/ha/tahun. Tapi, keberadaan perkebunan hutan tidak sebaik
keberadaan hutan asli. Oleh karena itu hutan asli tidak perlu di alihfungsi kan
menjadi perkebunan kelapa sawit.