PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT...

92
PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT KECAMATAN PANGARENGAN KABUPATEN SAMPANG MADURA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana syariah (SSY) Oleh : Siti Rochmah NIM : 108044100060 PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT...

Page 1: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT

KECAMATAN PANGARENGAN KABUPATEN SAMPANG

MADURA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

Skripsi

diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar sarjana syariah (SSY)

Oleh :

Siti Rochmah

NIM : 108044100060

PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

-\

PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT MADURADITINJAU DARI HUKUM ISLAM

skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu syaratmencapai gelar Sarjana Syariah (S.SV)

Oleh

SITI ROCHMAH

108044100060

Dibawah Bimbingan

(n-

NIP. 19500306197603 1001

KONSENTRASI PERADILAN AGAMAPROGRAM STUDI AHWAL AL.SYAKHSIYAII

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SAYARIF HIDAYATULLAHJAKART A

t432HJ20tl

Page 3: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

PENGESAHAN PA}IITIA SKRIPSI

Skripsi berjudul PERKAWINAN sALEp TARIHA PADA IvL{SYAIL{KATKECAMATAN PANGARENGAN KABUPATEN SAMPANG MADURADITINJAU DARI HUKUM ISLAM telah diujikan dalam sidang MunaqasyahFakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HidauatulahJakarta pada 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai rututt satu syaratmemperoleh gelar Sarjana Syariah (S. sy) pada Program Studi peradilan Agama.

Jakarta, 17 Juni 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Panitia Ujian

1. Ketua Drs. H. A. Basiq Djalil. S.H. M.ANIP. 1 95003061 97603 1001

Hj. Rosdiana. M.ANrP. 1 9690 6102003122001

Drs. H. A. Basiq Djalil. S.H. M.ANIP. 1 95003061 97603 1001

2. Sekretaris

3. Pembimbing

4. Penguji I

5. Penguji II

DR. Moh. Ali Wafa. S.Ag. M. Ag (.....NIP. 150321584

NIP. I 9550505 198203 1 012

p9

Page 4: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

i

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Segala puji, dan syukur diucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Kanjeng

Nabi Muhammad SAW yang telah menuntut umatnya kejalan yang benar.

Begitu juga salam sejahtera semoga senantiasa Allah curahkan kepada keluarga,

para sahabat dan seluruh umatnya hingga akhir zaman

Tidak terasa perjalanan panjang menempuh studi di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta telah berakhir. Satu tahap perjalanan akademis yang

merupakan perjalanan kecil dari balik kehidupan, telah penulis telusuri dengan

segala suka dan duka, bahagia bercampur haru mengiringi rasa syukur atas

karunia ini tidak dapat penulis sembunyikan dari lubuk hati yang paling dalam.

Akhirnya penulis tersadarkan bahwa perjalanan skripsi ini telah

memberikan perjalanan hidup yang akan melekat dalam sanubari, sekecil

apapun pekerjaan yang kita lakukan, apabila kita hadapidengan penuh

penghayatan dan keikhlasan, maka tidak akan menghasilkan kesia-siaan, dan

seberat apapun pekerjaan bila kita nikmati sebagai tahapan pelajaran hidup

yang harus kita lalu, maka tidak akan terasa sulit.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan

karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai

Page 5: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

ii

ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada

Bapak:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MM. selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan

kewenangan yang dimiliki telah memberikan kepercayaan kepada penulis

untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H., MA., selaku ketua Program Study dan

Pembimbing Skripsi. Kemudian Hj. Rosdiana, MA, selaku sekretaris

jurusan Ahwal Syakhsiyyah yang telah banyak memberikan motivasi dan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan, karyawan

yang banyak membantu penulis memfasiltasi dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

4. Teristimewa kepada Ayahanda H. Yusuf Muzahdi dan ibunda Hj. Aisyah,

serta seluruh skeluarga yang sangat saya cintai dan sayangi. Terima kasih

banyak atas bantuan kalian terutama dari segi keuangan, dan dukungan

kalian yang tidak terlupakan. Terima kasih juga atas doa dan pengorbanan

kalian yang tidak terhingga serta senantiasa memberi semangat tanpa jemu

sehingga penulis menyelesaikan belajar disini dengan selamat dan

sempurna.

Page 6: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

iii

5. Terkhusus kepada suami saya yaitu H. Ahmad Romdoni yang telah

membantu dan selalu memberikan semangat serta motivasi dalam proses

penyelesaian skripsi ini. Dan teman-teman angkatan 2007/2008 jurusan

Akhwalu Syakhsiyyah, terima kasih atas kebersamaan kalian dalam

menemani penulis selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan masukan yang

positif kepada para pembaca. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis

akan mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis amat menyadari bahwa dalam

penulisan skripsi ini banyak kekurangan, kekhilafan, dan kesalahan. Maka

kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dalam rangka

perbaikan, dan kesempurnaan tulisan ini.

Kepada Allah SWT penulis memohon dan mendoakan semoga jasa baik

yang telah kalian sumbangkan menjadi ladang amal sholeh dan mendapat

balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin

Jakarta, 17 Juni 2011

Penulis

Siti Rochmah

Page 7: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasl karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Srata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Juni 2011

Penulis

Siti Rochmah

Page 8: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………..….…...i

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………….….......iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..…..vi

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….…1

A. Latar belakang masalah..........................................................................1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah.......................................................6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..............................................................7

D. Metode Penelitian..................................................................................7

E. Review Studi Terdahulu…………………………………………….…9

F. Sistematika Penulisan...........................................................................11

BAB ll PERKAWINAN DALAM ISLAM……………………………………13

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perkawinan…………………………..13

B. Rukun dan Syarat Perkawinan.............................................................20

C. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan..........................................................25

D. Wanita Yang Haram Dinikahi Dalam Islam.........................................28

BAB lll PERKAWINAN DALAM ADAT MADURA……………………… 35

A. Profil Pulau Madura............................................................................35

B. Sistem Perkawinan Dan Adat Istiadat.................................................41

C. Perkawinan Dalam Adat Madura.......................................................45

Page 9: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

vi

BAB IV IMPLIKASI PERKAWINAN SALEP TARJHA………………...….54

A. Aturan Adat Tentang Perkawinan Salep Tarjha................................54

B. Praktik Perkawinan Salep Tarjha.......................................................60

C. Analisa Penulis....................................................................................62

BAB V PENUTUP………………………………………………………………66

A. Kesimpulan......................................................................................66

B. Saran................................................................................................67

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………68

LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………………....72

1. Wawancara Dengan Sesepuh………………………………………..72

2. Wawancara Dengan Ulama………………………………………….73

3. Wawancara Dengan Pelaku Salep Tarjha……………………...……74

4. Surat Permohonan Wawancara…………………………….………..75

5. Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi………….….76

6. Dokumentasi Penelitian……………………………...……………...77

Page 10: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia hanya dua jenis yaitu perempuan dan lelaki

untuk dijadikan pasangan, seperti manusia pertama yang diciptakan Allah yaitu

Adam dan Hawa. Sehingga dari cikal bakal inilah terbentuk istilah perkawinan

yang mana diceritakan bahwa adam menikahkan secara silang antara anak-

anaknya yaitu sesama saudara kembar tidak boleh menikah.1 Allah SWT

menerapkan aturan-aturan tertentu dan melarang hal-hal tertentu pula, karena

justru dengan aturan-aturan dan batasan-batasan tertentu inilah manusia

menjadi makhluk yang mulia dari makhluk yang lain.

Dalam masalah perkawinan misalnya untuk memilih pasangan hidupnya

manusia haruslah melalui suatu ikatan (aqad). Perjanjian atau akad ini

merupakan cerminan kerelaan antara kedua pasangan serta pihak keluarga

sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat. Hal

ini sangat penting bagi manusia itu sendiri agar dapat menjaga kemuliaan dan

kefitrahannya.2

Mengingat betapa besar dan pentingnya arti sebuah perkawinan tidaklah

mengherankan jika berbagai macam aturan muncul demi menjaga tujuan dan

1 Sufiz, “Kumpulan Kisah Teladan Para Sufi”, artikel diakses pada 20 desember 2010 dari

web www.sufiz.com.

2 Sayid Sabiq, Fiqh Sunah (Beirut: Dar Al Kutub 1987), cet-8, jilid 3, h. 68.

Page 11: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

2

eksitensi perkawinan tersebut, baik aturan agama, perundang-undangan Negara,

bahkan aturan adat juga mengatur masalah perkawinan ini sedemikin rupa.

Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat itu

bersumber dari hukum agama atau tidak, namun yang jelas ketiga hukum ini

sangat berperan penting dalam mengatur masyarakat.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, heterogenitas

suku, budaya, agama, dan adat istiadat sangat mempengaruhi dalam

pelaksanaan hukum masyarakat itu sendiri. Keanekaragaman hukum ini akan

sangat lebih terasa jika hukum tersebut berkaitan langsung dengan nilai-nilai

atau prinsip-prinsip keluarga (hukum keluarga), terutama dalam masalah

perkawinan.

Adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu

bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang

bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karena itu, maka tiap bangsa di dunia ini

memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak

sama. Justru oleh karena ketidaksamaan inilah kita dapat mengatakan, bahwa

adat itu merupakan unsur yang terpenting yang memberikan identitas kepada

bangsa yang bersangkutan.3

Dalam aturan adat ataupun aturan agama dijelaskan bahwa dalam masalah

perkawinan, seseorang itu dilarang menikah dengan orang-orang tertentu dan

3 Surojo Wignjodipuro, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat (Jakarta: Pt Gunung Agung,

1982), cet-4, h.13.

Page 12: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

3

anjuran menikah dengan orang tertentu pula. Larangan ini disebabkan karena

adanya hubungan tertentu antara seseorang dengan yang lainnya. Walaupun

antara kedua hukum ini memiliki dasar pertimbangan yang berbeda, namun

baik dalam agama ataupun istiadat, memperoleh keturunan serta menjaga

hubungan kekerabatan merupakan salah satu tujuan penting dari suatu

perkawinan.4

Hidup dalam masyarakat juga memiliki berbagai aturan yang berkaitan

dengan masalah perkawinan, ada aturan adat yang lebih mengutamakan

perkawinan dengan kerabat ada juga yang yang tidak boleh kawin kecuali

dengan seseorang di luar klan atau sukunya. keunikan-keunikan aturan ini tidak

lain adalah demi untuk menjaga prinsip-prinsip adat yang lainnya.

Kendati berbagai macam aturan tentang masalah perkawinan ini telah

ditetapkan adat, namun dalam masyarakat tetap saja ditemukan berbagai bentuk

pelanggaran terhadap aturan tersebut. Permasalahan ini dapat terjadi bukan

hanya karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai fungsi dari larangan

adat ini, akan tetapi juga karena keterkaitan mengenai relevansi aturan adat itu

sendiri dengan pemahaman serta pola fikir masyarakat yang semakin maju.

Perubahan serta perkembangan pola pikir ini akan dapat menyebabkan adanya

interpretasi baru mengenai relevansi aturan adat tersebut dengan perubahan

yang sedang terjadi didalam masyarakat.

4 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Jakarta: Pt Pradya Paramitha 1987), cet-2,

h. 22.

Page 13: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

4

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu bentuk aturan

perkawinan dalam adat adalah bahwa seseorang itu dilarang melangsungkan

perkawinan dengan kerabat. Contoh larangan adat seperti ini terdapat pada

masyarakat Madura yang mana melarang pernikahan Salep Tarjha yakni

pernikahan silang antara 2 (dua) orang bersaudara (sataretanan) putra-putri.5

Contoh : Ali dan Arin adalah dua orang bersaudara (kakak-adik) yang

dinikahkan secara silang dengan Rina dan Rizal yang juga dua orang

bersaudara (kakak-adik). Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa suatu

perkawinan itu akan disebut sebagai perkawinan Salep Tarjha, apabila orang

yang menikah tersebut adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan saudara

kandung yang kemudian keduanya dinikahkan secara silang dengan 2 (dua)

orang saudara kandung juga. Jadi, apabila modelnya tidak seperti ini, maka

tidak disebut dengan perkawinan Salep Tarjha.

Pada dasarnya, larangan terjadinya perkawinan Salep Tarjha berkaitan

erat dengan adanya keyakinan masyarakat akan mitos-mitos yang berkaitan

dengan perkawinan tersebut. Tentunya mitos-mitos tersebut tidak terlepas dari

ajaran dan doktrin yang ditanamkan oleh nenek moyang mereka secara turun

temurun kepada keturunannya. Masyarakat Madura memiliki keyakinan bahwa

perkawinan ini dapat mendatangkan musibah dan bencana bagi pelaku maupun

keluarganya.

5 Myhidayah Weblog, “Perkawinan Salep Tarjha”, artikel diakses pada 24 desember 2010 dari

web myhidayah wordpress.com.

Page 14: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

5

Perkawinan Salep Tarjha dalam Islam dibolehkan hal ini dapat dilihat

dari surat An-Nisa ayat 23 tentang wanita yang haram dinikahi karena

hubungan kerabat. Yang mana dijelaskan bahwa Diharamkan menikah karena

ada hubungan darah, hubungan perkawinan dan hubungan persusuan6

Para ulama di Madura menggunakan ayat tersebut sebagai landasan

bahwa pernikahan Salep Tarjha boleh dilakukan karna pernikahan antara

saudara ipar tidak ada dalam surat An-Nisa ayat 23. menurut ulama Madura

Perkawinan salep tarjha, secara normatif boleh-boleh saja dilakukan, karena di

dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits maupun menurut pandangan para ulama yang

sudah terkodifikasi di dalam kitab-kitab fiqh klasik (kitab kuning) tidak

didapatkan satupun adanya larangan terhadap model perkawinan Salep Tarjha

tersebut. Oleh karenanya, siapapun yang melakukan perkawinan model tersebut

dibenarkan dan tidak dilarang

Dari ayat dan pendapat ulama di atas jelas bahwa hukum perkawinan

Salep Tarjha dalam Islam adalah boleh, oleh karena itu sehubungan dengan

status hukum perkawinan ini terlihat ada pertentangan antara hukum Islam

dengan ketentuan adat masyarakat Madura yang melarang perkawinan.

Untuk mengetahui permasalahan lebih dalam dan detail maka penulis

berkeinginan untuk meneliti permasalahan ini dengan judul: Perkawinan Salep

Tarjha Pada Masyarakat Madura Ditinjau Dari Hukum Islam.

6 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Prenada Media,2007),

h. 110-111.

Page 15: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

6

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini agar dapat dipahami secara mudah dan

diharapkan nantinya dapat memberikan pemahaman yang mendalam penulis

lebih menitik beratkan analisa masalah terhadap norma-norma atau aturan-

aturan adat Madura, yaitu larangan melangsungkan perkawinan bagi mereka

yang melakukan Salep Tarjha. Karena larangan dan segala permasalahan yang

berhubungan dengan perkawinan menurut hukum Islam itu luas, maka penulis

memberi batasan penyusunan skripsi ini adalah pada hal-hal yang hanya

berkaitan dengan larangan perkawinan salep tarjha ditinjau dari segi hukum

Islam.

2. Rumusan Masalah

Masalah dari penelitian ini adalah adanya kesenjangan antara teori (das

sollen) dengan praktek (das sein). Menurut Al-Quran, hadist, Fiqh, dan

Peraturan Perundang-undangan tidak dilarang model perkawinan Salep Tarjha.

Kenyataannya di lapangan pada masyarakat Madura itu di larang.

Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana aturan adat Madura Kecamatan Pangarengan terhadap

perkawinan salep tarjha?

b. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap perkawinan Salep Tarjha?

c. Bagaimana implikasi perkawinan salep tarjha terhadap masyarakat

Kecamatan Pangarengan Madura?

Page 16: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui aturan adat Madura Kecamatan Pangarengan

tentang perkawinan Salep Tarjha.

b. Untuk mengetahui aturan hukum Islam mengenai perkawinan Salep

Tarjha.

c. Untuk mengetahui implikasi perkawinan Salep Tarjha pada

masyarakat Kecamatan Pangarengan Madura.

1. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan

solusi dalam memecahkan permasalahan jika ada pertentangan antara

adat dan hukum Islam. Sekaligus dapat memberikan jawaban yang

memuaskan bagi masyarakat yang masih belum paham tentang kedua

konsep hukum tersebut.

b. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai rujukan yang

memiliki alasan ilmiah berkaitan dengan status hukum perkawinan

tersebut dalam konteks perpaduan antara hukum Islam dan hukum

adat. Sekaligus dapat menambah ilmu pengetahuan tentang adat yang

beraneka ragam di Indonesia.

Page 17: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

8

D. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian empiris atau sering juga disebut

penelitian hukum non doctrinal merupakan penelitian yang bertolak pada data

primer.7 Yakni data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, seperti

masyarakat sebagai sumber pertama dalam suatu penelitian. penulis

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografis. Agus Salim

dalam bukunya yang berjudul teori dan pradigma penelitian sosial mengatakan

bahwa etnografis secara sederhana dapat diartikan sebagai gambaran sebuah

kebudayaan yaitu sebuah gambaran kebudayaan dari sebuah masyarakat yang

merupakan hasil konstruksi peneliti dari berbagai informasi yang diperolehnya

selama melakukan penelitian di lapangan degan fokus permasalahan tertentu.8

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dalam penelitian dimulai pada bulan desember 2010 sampai

dengan selesai. Sedangkan lokasi penelitian ini adalah masyarakat Madura yang

bertempat tinggal di Jakarta.

3. sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah sumber penelitian yang diperoleh secara langsung

dari sumber asli. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan

7 Yayan Sopyan, Metode Penelitian (Jakarta: 2009), h. 27.

8 Agus Salim, Teori Dan Pradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,

2001), cet-1, h. 152.

Page 18: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

9

melalui keterangan dari sesepuh, tokoh agama, pelaku perkawinan

salep tarjha itu sendiri dan orang-orang yang dianggap berkompeten

dalam masalah perkawinan tersebut.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri

pengumpulannya oleh peneliti jadi berasal dari data kedua, ketiga dan

seterusnya. Berkaitan dengan hal ini maka data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini berupa literatur-literatur ilmiah,

dokumen-dokumen, maupun buku-buku yang berkaitan dengan

penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini

adalah melalui wawancara mendalam.Wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

muka antara penulis atau pewawancara dengan informan dengan menggunakan

instrument pengumpulan data yang dinamakan interview guide (panduan

wawancara)9

5. Teknik Penulisan

Adapun pedoman yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah buku

pedoman penulisan skripsi fakultas syariah dan hukum yang diterbitkan tahun

2007.

9 Mohamad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia 1989), h. 234.

Page 19: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

10

E. Review Studi Terdahulu

Dalam rangka perbandingan kajian skripsi yang penulis bahas dengan

beberapa skripsi yang telah dibahas sebelumnya, maka penulis mengambil

skripsi-skripsi yang memiliki kesamaan jenis masalah yang diteliti dari skripsi

yang ada di perpustakaan fakultas Syariah dan perpustakaan umum. Dari kedua

perpustakaan ini, penulis menemukan 3 skripsi yang dapat penulis dijadikan

sebagai Review Studi Terdahulu. Skripsi-skripsi tersebut adalah sebagai

berikut:

Skripsi yang berjudul Larangan Perkawinan Satu Suku Dalam

Masyarakat Kampar Timur-Riau Dilihat Dari Hukum Islam, yang ditulis oleh

Muhammad Nur. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa menurut adat Kampar

perkawinan satu suku bagi orang yang masih dalam satu kenegrian atau satu

adat tidak dibenarkan karena mereka ini saudara yang mempunyai ketunggalan

leluhur. Perkawinan satu suku ini sangat tabu bagi masyarakat kampar bahkan

dianggap dapat mendatangkan malapetaka bagi yang melakukannya. Larangan

perkawinan tersebut juga dinilai masyarakat kampar sebagai perluasan dari

larangan perkawinan dalam Islam.

Skripsi ini tidak jauh beda dengan yang ditulis oleh Muhammad Nur

adalah skripsi Rahmat Hidayat yang berjudul Perkawinan Satu Suku Dalam

Masyarakat Minangkabau Menurut Pandangan Hukum Islam (Studi Kasus Di

Daerah Bamu Hampu). Disini dibahas tentang pelanggaran perkawinan satu

suku didasarkan karena hubungan kekeluargaan, juga akan menimbulkan cacat

Page 20: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

11

atau lemah keturunan, dan demi menjaga keharmonisan hubungan sosial, baik

hubungan antar keluarga maupun dengan masyrakat yang ada di kampong

Bamu Hampu. Perkawinan satu suku pada dasarnya boleh akan tetapi untuk

menghindari kemudharatan yang muncul dari perkawinan satu suku yaitu

menyebabkan lemahnya keturunan maka ada baiknya hal itu ditinggalkan.

Skripsi selanjutnya adalah Kajian Hukum Islam Tentang Perkawinan

Endogamy Pada Masyarakat Kelurahan Kebon Dalem Cilegon Banten yang

ditulis oleh Amarullah. Skripsi ini membahas tentang perkawinan dengan

kerabat (endogamy) ala masyarakat Kelurahan Kebon Dalem.

Setelah melakukan tinjauan terhadap skripsi-skripsi diatas, maka penulis

dapat menemukan perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan dengan skripsi

yang penulis bahas sekarang. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Nur dan

Rahmat Hidayat secara umum membahas larangan perkawinan satu suku

sedangkan skripsi yang ditulis oleh Amarullah membahas tentang kebolehan

perkawinan endogamy yang lebih cenderung dilihat dari konteks kafaah dalam

tinjauan hukum Islam. Skripsi yang penulis bawa sekarang berbeda dengan

yang ditulis oleh skripsi terdahulu. Penulis membawa istilah pernikahan kerabat

dengan istilah Salep Tarjha yaitu perkawinan antara dua orang bersaudara

dengan dua orang bersaudara lainnya yang dinikahkan secara silang sehingga

hanya ada satu mertua. Yang mana diatur dalam adat Madura dilarang

sedangkan dalam hukum Islam dibolehkan pernikahan tersebut. Sehingga

adanya pertentangan antara hukum Islam dan adat.

Page 21: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

12

f. Sistematika Penulisan

Pertama membahas tentang pendahuluan yang berisi tentang latar

belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan

Kedua membahas tentang konsep perkawinan dalam Islam. Yang meliputi

arti perkawinan, dasar hukum ,tujuan perkawinan, rukun dan syarat

perkawinan, wanita-wanita yang haram dinikahi dalam hukum Islam.

Ketiga membahas perkawinan dalam adat Madura yang menjelaskan

sekilas profil pulau Madura, sosial budaya dan adat istiadat, serta perkawinan

dalam adat Madura.

Keempat membahas tentang implikasi perkawinan Salep Tarjha, yang

meliputi aturan adat masyarakat madura tentang perkawinan salep tarjha,

praktek dalam perkawinan salep tarjha pada masyarakat Madura, serta analisis

penulis.

Kelima membahas Penutup yang meliputi tentang Kesimpulan dan Saran.

Page 22: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

13

BAB II

HUKUM PERKAWINAN DALAM ISLAM

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perkawinan

1. Perkawinan Menurut Bahasa

Kata كاذ (nikah) berasal dari bahasa arab كر – كر كسا - كازا –

yang secara etimologi berarti: ص dalam ,(bercampur) اإلخرال ط ,(menikah) انرض

bahasa arab, lafadz nikah bermakna انعقذ (berakad), طء dan (bersetubuh) ان

راع .(bersenang-senang) اإلسر1

Sedangkan Al-Azhari mengatakan akar kata nikah dalam ungkapan

bahasa arab berarti hubungan badan. Sementara itu Al-Farisi mengatakan: “ jika

mereka mengatakan bahwa si fulan menikah maka yang dimaksud adalah

mengadakan akad, akan tetapi, jika dikatakan bahwa ia menikahi isterinya,

maka yang dimaksud adalah berhubungan badan.”2

Definisi yang hampir sama dengan diatas juga dikemukakan oleh rahmat

hakim, bahwa kata nikah berasal dari bahasa arab “nikahun” yang merupakan

mashdar dari “nakaha”, sinonimnya “tazawwaja” kemudian diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan.3

1 Munawwir, Fi Al- Lughoti Wa Al-A’lam, (Beirut: Dar El-Machreq Sarl, 2002), h. 836

2 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, Alih Bahasa, Abdul

Ghoffar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1996), cet ke-1, h. 375

3 Tihami Dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2009), h. 7.

Page 23: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

14

Beberapa penulis juga terkadang menyebut pernikahan dengan

perkawinan. Dalam bahasa Indonesia, “perkawinan” berasal dari kata “kawin”,

yang menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis

melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh”4

2. Perkawinan Menurut istilah

Ada beberapa definisi nikah menurut istilah yang dikemukakan para ahli

Fiqh, namun pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang berarti kecuali pada

redaksinya (phraseologie) saja. Dalam pengertian lain, secara etimologi

pengertian nikah adalah:

a. Menurut ulama Hanafiyah nikah adalah:

رعح قصذا ذ يهك ان 5انكاذ عقذ ف

Artinya: “Nikah adalah akad yang disengaja dengan tujuan mendapatkan

kesenangan”

b. Menurut ulama asy-Syafi„iyah nikah adalah:

ا يعا ح أ ذض كاذ أ طء تهفظ إ يهك انكاذ عقذ رض6

Artinya: “Nikah adalah akad yang mengandung maksud untuk memiliki

kesenangan (wathi‟) disertai lafadz nikah, kawin atau yang

semakna”.

c. Menurut ulama Malikiyah nikah adalah:

4 Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan, 1994), h. 456.

5 Wahbah zuhaili, al-Fiqhu al-Islamy Wa Adillatuhu JUZ 7, (Damaskus: Darul Fikr,

1409M/1989H), h. 29

6 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-’Arba‘ah, cet. ke-1 (Mesir: Daar al-

Irsyad Littiba‟ah Wa Nasyr, 1400H/1979M), juz 4, h. 2

Page 24: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

15

انكاذ عقذ عهى يدشد يرعح انرهزر تاديح7

Artinya: “Nikah adalah akad yang semata-mata untuk mendapatkan

kesenangan dengan sesama manusia”.

d. Menurut ulama Hanabilah nikah adalah:

راع فعح اإلسر ح عهى ي ذض كاذ أ 8انكاذ عقذ تهفظ إ

Artinya: “Nikah adalah akad dengan lafadz nikah atau kawin untuk

mendapatkan manfaat bersenang-senang”.

Dari beberapa pengertian di atas, yang tampak adalah kebolehan hukum

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk melakukan pergaulan

yang semula dilarang (yakni bersenggama). Dewasa ini, sejalan dengan

perkembangan zaman dan tingkat pemikiran manusia, pengertian nikah

(perkawinan) telah memasukkan unsur lain yang berhubungan dengan nikah

maupun yang timbul akibat dari adanya perkawinan tersebut.

Definisi-definisi yang diberikan oleh ulama terdahulu sebagai mana

terlihat dalam kitab-kitab fiqh klasik tersebut diatas begitu pendek dan

sederhana hanya mengemukakan hakikat utama dari suatu perkawinan, yaitu

kebolehan melakukan hubungan kelamin setelah berlangsungnya perkawinan

itu.

Ulama kontemporer memperluas jangkauan definisi yang disebutkan

ulama terdahulu. Diantaranya yang disebutkan Ahmad Ghandur dalam bukunya

7 Ibid., h. 3

8 Ibid., h. 4

Page 25: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

16

Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah Fi Al-Tasyri‟ Al-Islamiy:

سا يذي انطثع اإل ا سقق يا رقاضا شأج ت ان انشخم ذ زم انعششج ت عقذ ف

انساج دعم اخثاخ عه قا قثم صازث ا زق ي

Artinya: “Akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki dan

perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam kehidupan dan

menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan

kewajiban”.9

Sedangkan menurut Sajuti Thalib perkawinan ialah suatu perjanjian yang

suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki

dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun

menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia.10

Adapun pengertian yang dikemukakan dalam Undang-undang

Perkawinan (UU no. 1 tahun 1974), adalah:

“Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.”11

Bunyi pasal 1 UU Perkawinan ini dengan jelas menyebutkan tujuan

perkawinan yaitu membentuk keluarga bahagia dan kekal yang didasarkan pada

ajaran agama. Tujuan yang diungkap pasal ini masih bersifat umum yang

perinciannya dikandung pasal-pasal lain berikut penjelasan Undang-undang

9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat Dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2007), cet ke-2, h. 39.

10

Muhammad Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam,(Jakarta: IND-HILL-CO, 1990), h. 1.

11

Dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, pasal 1.

Page 26: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

17

tersebut dan peraturan pelaksanaannya. Dalam penjelasan ini disebutkan bahwa

membentuk keluarga yang bahagia itu erat hubungannya dengan keturunan,

yang juga merupakan tujuan perkawinan, di mana pemeliharaan dan pendidikan

menjadi hak dan kewajiban orang tua.

3. Dasar Hukum Perkawinan

Pernikahan atau perkawinan itu pada dasarnya adalah suci dan mulia, ia

mengandung manfaat yang banyak dalam kehidupan ini baik untuk dunia

maupun untuk hari akherat kelak.12

Dasar hukum perkawinan banyak disebutkan dalam Al-Quran dan sunnah

rasulullah, diantaranya adalah firman allah dalam surat ar-rum ayat 21 yang

berbunyi:

ف ح إ سز دج كى ي خعم ت ا اخا نرسكا إن فسكى أص أ خهق نكى ي ءار أ ي

رانك نآآخ و رفكش نق

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung

dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa

kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-

benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Dan dari hadits Rasulullah yang menyebutkan :

د قال يسع ت عثذانه ص : ع ل انه ا سس كى )قال ن اسرطاع ي ا يعشش انشثاب ي

ج فإ رض انثاءج فه ن و فإ تا نص نى سرطع فعه ي نهفشج أزص أغض نهثصش

12

Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993) h.

26

Page 27: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

18

(خاء يرفق عه13

Artinya: “Dari Abdullah bin Mas‟ud. Ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw

kepada kami: Hai para pemuda, siapa diantara kamu yang mampu

untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk

menjaga mata dan kemaluan, dan barang siapa tidak kuasa,

hendaklah ia berpuasa sebab puasa itu menjadi penjaga baginya.

Muttafaq Alaih”.

hukum asal nikah itu sendiri adalah :

س : فؤ يا زكى انكاذ فقال اند ب إن ذ ي 14

Artinya: “adapun hukum nikah itu adalah, para ahli ulama berkata: hukum

nikah itu adalah sunnah hukumnya.

Perkawinan merupakan kebutuhan alami manusia. Tingkat kebutuhan dan

kemampuan masing-masing individu untuk menegakkan kehidupan berkeluarga

berbeda-beda, baik dalam hal kebutuhan biologis (gairah seks) maupun biaya

dan bekal yang berupa materi. Dari tingkat kebutuhan yang bermacam-macam

ini, para ulama mengklasifikasikan hukum perkawinan dengan beberapa

kategori.

Yaitu yang biasa disebut dengan ahkamul khamsah, hukum yang lima

macam: wajib sunnah, jaiz, makruh, dan haram bisa diterapkan kepada

seseorang tertentu secara kondisional dalam kaitan melaksanakan nikahnya.15

13

Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram,Terjemah A. Hassan(Bandung: CV

Penerbit Dipenogoro, 2002), h. 431

14

Imam Qadhi Al Qurtubi, Bidayatul Mujtahid Fi Nihayatul Muqtasid, (Semarang: Kuryata

Futara, juz 2) h. 2

15

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1995), h. 27

Page 28: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

19

jadi hukum perkawinan dengan melihat keadaan orang-orang tertentu

sebagai berikut:

Wajib : menikah wajib hukumnya bagi orang-orang yang sanggup

memberi nafkah lahir dan batin dan khawatir akan melakukan perzinahan.

a. Mandub : menikah mandub (sunnah) hukumnya bagi orang-orang yang

menginginkan keturunan tapi tidak pernah khawatir akan berbuat zina jika

tidak menikah, baik orang yang bersangkutan menginginkan atau tidak

menginginkannya, walaupun pernikahan dapat membuatnya

meninggalkan ibadah-ibadah yang tidak wajib.

b. Makruh : menikah makruh hukumnya bagi orang-orang yang tidak ingin

menikah serta tidak menginginkan keturunan, dan jika orang yang

bersangkutan menikah, ternyata pernikahan membuatnya meninggalkan

ibadah-ibadah yang tidak wajib.

c. Mubah : menikah mubah hukumnya bagi orang-orang yang tidak terdesak

oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau tidak khawatir

akan berbuat zina dan jika orang yang bersangkutan menikah, tidak

membuatnya berhenti melakukan ibadah yang tidak wajib.

d. Haram : menikah haram hukumnya bagi orang-orang yang mendatangkan

bahaya bagi isterinya, atau jika menikah ia justru akan memberikan nafkah

lewat jalan haram.16

16

Syekh Imam Abu Muhammad, Qurratul „Uyun Kitab Seks Islam, Penerjemah Fuad

Syaifuddin Nur, (Jakarta: Bismika, 2009), h. 12

Page 29: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

20

B. SYARAT DAN RUKUN PERKAWINAN

Perkawinan dalam islam memiliki lima unsur yang harus dipenuhi secara

kumulatif. Pemenuhan lima rukun itu dimaksudkan agar perkawinan yang

merupakan perbuatan hukum ini dapat berakibat hukum, yakni timbulnya hak

dan kewajiban.17

Dalam upacara pernikahan terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi.

Keduanya terdapat perbedaan. Rukun nikah adalah merupakan bagian dari

hakikat akan kelangsungan perkawinan seperti laki-laki, perempuan, wali, saksi

dan sebagainya.

Sedangkan syarat nikah adalah sesuatu yang pasti atau harus ada ketika

pernikahan berlangsung, tetapi tidak termasuk pada salah satu bagian dari

hakikat pernikahan, misalnya syarat saksi harus laki-laki, dewasa, baligh, dan

sebagainya.18

Dengan demikian rukun perkawinan supaya perkawinan tersebut

dapat dilangsungkan harus ada lima unsur dan setiap rukun harus disertai oleh

syaratnya yang meliputi:

1. Akad Nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang

melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah

17

Lutfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Tanggerang: Cv Pamulang,

2005), h. 4

18

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, (Yogyakarta,

Darussalam, 2004), h. 50.

Page 30: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

21

penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak

kedua.19

syarat-syarat sahnya akad adalah sebagai berikut:

a. Kedua belah pihak yang mengadakan akad harus mumayyiz.

b. Ijab dan kabul dilaksanakan di satu tempat dan waktu.20

c. Akad biasanya harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qabul.

Ijab adalah penyerahan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki.

Qabul adalah penerimaan dari pihak laki-laki.21

d. Materi dari ijab dan qabul tidak boleh berbeda, seperti nama si perempuan

secara lengkap dan bentuk mahar yang di sebutkan

e. Ijab dan qabul harus diucapkan secara bersambungan tanpa terputus

walaupun sesaat.

f. Ijab dan qabul tidak boleh dengan menggunakan ungkapan yang bersifat

membatasi masa berlangsungnya perkawinan, karena perkawinan

ditujukan untuk selamanya

g. Ijab dan qabul mesti menggunakan lafaz yang jelas dan terus terang

UU perkawinan tidak mengatur tentang akad perkawinan, namun KHI

secara jelas mengatur akad perkawinan dalam pasal 27, 28, dan 29.

19

Amir Syarifuddin, Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fikih Munakahat Dan Undang-

Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 20007), cet ke-2, h.61.

20

Mahmud ash-shabbagh, Keluarga Bahagia Dalam Islam, Penerjemah Yudian Wahyudi

Asmin, Zaenal Muhtadin, (Yogyakarta: cv. Pustaka mantiq, 1993), cet 5, h.75-76

21

Amir Syarifuddin, Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fikih Munakahat Dan Undang-

Undang Perkawinan, h. 62

Page 31: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

22

2. Laki-Laki Dan Perempuan Yang Kawin

Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dan

tidak boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesama perempuan,

karena ini yang tersebut dalam Al-Quran. Adapun syarat-syarat yang mesti

dipenuhi untuk laki-laki dan perempuan yang akan kawin adalah sebagai

berikut:22

a. Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya,

baik menyangkut nama, jenis kelamin, keberadaan, dan hal lain yang

berkenaan dengan dirinya.

b. Keduanya sama-sama beragama Islam.

c. Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan. Seperti

larangan karena hubungan nasab, musaharah dan persusuan.

d. Kedua belah pihak setuju untuk kawin dan setuju pula dengan pihak yang

akan mengawininya.

e. Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan

perkawinan.

3. Wali

Wali memegang peranan penting terhadap kelangsungan suatu

pernikahan. Menurut Maliki dan Syafii, bahwa keberadaan wali termasuk salah

satu rukun nikah. Maka jika perikahan tanpa dihadiri oleh wali dari pihak

perempuan adalah batal atau tidak sah.

22

Ibid., h. 64.

Page 32: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

23

Sedangkan menurut Hanafi dan Hanbali bahwa wali merupakan syarat

nikah. Maka wali hanya dikhususkan untuk perempuan yang masih kecil dan

belum baligh. Sedangkan perempuan dewasa yang sudah bisa mencari nafkah

sendiri boleh menikahkan dirinya sendiri dan tanpa wali.23

syarat-syarat wali

a. Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang gila

tidak berhak menjadi wali.

b. Laki-laki. Tidak boleh perempuan menjadi wali.

c. Muslim tidak sah orang yang tidak beragama Islam menjadi wali untuk

muslim.

d. Orang merdeka.

e. Tidak berada dalam pengampunan atau mahjur alaih.

f. Berpikiran baik

g. Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar.

h. Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.

4. saksi

Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi supaya ada

kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnya sanggahan dari pihak-pihak

yang berakad di belakang hari.

Dasar hukum kesaksian saksi dalam akad pernikahan ada yang dalam

bentuk ayat Al- Quran dan hadis.

23

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, h. 59-63

Page 33: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

24

Adapun ayat Al-Quran adalah surat At-Thalaq ayat 2:

كى ي عذل ي ا ر ذ أش ف عش ت فاسق ف أ عش ت فؤيسك أخه فإرا تهغ

ادج نه ا انش أق

Artinya : "Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah

mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan

persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan

hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah".

Adapun hadis nabi adalah dari Muslim Ibnu Khalid dan Sa‟id telah

menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Abdullah Ibnu Usman Ibnu

Khaitsam, dari Said Ibnu Jubair dan mujahid, dari Ibnu Abbas yang

mengatakan:24

يششذ ن ذي عذل ال كاذ إال تشا

Artinya : "tiada nikah kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil dan

seorang wali yang mursyid."

Saksi dalam pernikahan mesti memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Saksi itu berjumlah paling kurang dua orang.

b. Kedua saksi itu adalah beragama Islam.

c. Kedua saksi itu adalah orang yang merdeka.

d. Kedua saksi itu adalah laki-laki.

e. Kedua saksi itu bersifat adil dan tidak pernah melakukan dosa besar.

f. Kedua saksi itu dapat mendengar dan melihat.

24

Syekh Muhammad Abid As-Sindi, Musnad Syafii, Penerjemah Bahrun Abu Baker,

(Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2006, cet 3, juz 2, h. 980

Page 34: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

25

C. HIKMAH DAN TUJUAN PERNIKAHAN

1. Tujuan Perkawinan

Sebagai lembaga hukum, perkawinan sudah tentu memiliki tujuan yang

diatur oleh pranata hukum. Karena hakikat perkawinan pada dasarnya bukan

hanya sebagai media pemenuhan kebutuhan biologis semata, tetapi lebih dari

pada itu yakni pemenuhan hak dan kewajiban antar kedua belah pihak (suami-

isteri).25

Adapun tujuan perkawinan adalah sebagai berikut:

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan, hidup seseorang akan

seperti makanan tanpa garam terasa hambar dan tidak nyaman jika selama

hidupnya tidak mempunyai keturunan.

b. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan

kasih sayangnya.

c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan yang ada di muka bumi ini.

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak

serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta

kekayaan yang halal.

e. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan

menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat

dan pembawaan seseorang.

25

Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, h. 3

Page 35: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

26

f. Membangun rumah tangga untuk membangun masyarakat yang tentram

atas dasar cinta dan kasih sayang. 26

g. Menciptakan ketenangan jiwa bagi suami dan isteri karena telah ada

seseorang yang diharapkan dapat menjadi teman dalam suka maupun

duka dalam mengarungi kehidupan di dunia sampai akhirat.

h. Pendewasaan diri bagi pasangan suami isteri sehingga melalui pernikahan

diharapkan suami dan isteri makin mandiri dan makin berprestasi karena

keduanya saling mendukung bagi kemajuan masing-masing.

i. Melahirkan generasi yang jauh berkualitas daripada pasangan suami-isteri

itu sendiri. Suami dan isteri dapat sama-sama belajar hal-hal positif dari

orang tua masing-masing.27

2. Hikmah Perkawinan

Sesungguhnya pernikahan tidak sekedar memadukan dua orang manusia

berbeda jenis kelamin. Ada banyak hikmah yang terkandung dalam pernikahan.

Hikmah seperti tertera dibawah ini terkait dengan kemaslahatan suatu umat atau

masyarakat.

a. Melestarikan spesies manusia melalui proses reproduksi yang elegan,

yaitu dengan jalan yang halal dan diridhoi Allah.

26

Zakiah Darajat Dkk, Ilmu Fikih (Jakarta: Depag RI, 1985) jilid 3 h. 64.

27

Sururin, Masfufah, Najib, Nur Rofiah, Muzainah Zaen, Panduan Fasilitator & Pelatih

Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Calon Pengantin, (Jakarta: Pucuk Pimpinan Fatayat Nadhlatul

Ulama, 2006), h. 45.

Page 36: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

27

b. Menyalurkan hasrat libido kepada lawan jenis secara halal sehingga

kehormatan manusia terpelihara dengan baik.

c. Mengatur hubungan antara laki-laki dan wanita sesuai dengan prinsip-

prinsip syariah sehingga terjalin kerja sama yang produktif dalam sebuah

paying bernama keluarga.

d. Bahu-membahu mendidik anak-anak sehingga terbentuklah generasi

pelanjut yang lebih baik.

Selain itu masih ada lagi hikmah pernikahan yang lain. Hikmah

pernikahan ini akan dirasakan langsung oleh yang bersangkutan (suami-istri).

Adams, seorang pakar psikologi, mengungkapkan beberapa hikmah pernikahan

bagi suami dan istri sebagai berikut.28

a. Usia orang menikah lebih panjang daripada orang yang tidak menikah.

Disebabkan semua hormon yang ada di tubuh manusia berfungsi dengan

baik, karena kalau tidak nikah hormon testoron tidak berfungsi.

b. Kemungkinan orang yang menikah menjadi gila jauh lebih kecil daripada

orang yang membujang.

c. LP (lembaga pemasyarakatan) lebih banyak dihuni oleh orang yang

membujang daripada orang yang menikah.

d. Kasus bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh orang yang membujang

daripada orang yang menikah.

28

Mohammad zaka al-Farisi, when I love you Menuju Sukses Hubungan Suami Istri, (Jakarta,

Gema Insani, 2008), h. 15.

Page 37: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

28

D. WANITA YANG HARAM DINIKAHI DALAM ISLAM

Dalam Islam ditetapkan bahwa laki-laki tidak bebas memilih perempuan

untuk dijadikan isteri. Ada ketentuan yang baku tentang perempuan yang boleh

dinikahi dan yang tidak. Perempuan yang boleh dinikahi adalah perempuan

yang bukan muhrim bagi laki-laki yang bersangkutan seperti saudara

perempuan, anak tiri, anak sendiri, dan sebagainya.29

Perempuan-perempuan yang haram dinikahi dikatagorikan ke dalam dua

bagian. yaitu mahram muabbad (larangan perkawinan untuk selamanya) dan

mahram muaqqat (larangan perkawinan untuk sementara).

1. Bagian Pertama Adalah Perempuan Yang Haram Dinikahi Untuk

Selama-lamanya:

a. Hubungan Nasab

keharaman ini didasarkan pada firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 23

yang berbunyi:

خد اخ ا ت ش تآخ ا خآذكى آذكى ع اخآذكى تآذكى كى ايآذكى زشيـد عه

Artinya : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu anak-anakmu yang

perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara

bapakmu yang perempuan Saudara-saudara ibumu yang perempuan;

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-

anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan”.

Berdasarkan ayat diatas, dapat diuraikan perempuan yang haram dikawini

karena hubungan nasab adalah:

29

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, h. 118

Page 38: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

29

1) Ibu: yaitu perempuan yang ada hubungan darah dalam garis lurus ke atas,

yakni, ibu, nenek, baik dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya keatas.

2) Anak perempuan: yaitu perempuan yang mempunyai hubungan darah

dalam garis lurus ke bawah, yakni anak perempuan, cucu perempuan dari

anak laki-laki maupun anak perempuan dan seterusnya kebawah.

3) Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu saja.

4) Bibi: yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik sekandung seayah atau

seibu dan seterusnya ke atas.

5) Kemenakan perempuan: yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau

saudara perempuan dan seterusnya kebawah.30

b. Hubungan Susuan

Hubungan didasarkan pada lanjutan surat An-Nisa ayat 23 di atas:

انشضآعح اخآذكى ي ذ اسضعكى ايآذكى ا

Artinya: “Ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan”.

Hadis Bukhari Muslim yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra:

انث ص ا أ اهلل ع عثاط سض إت ضج فقال. و.ع ح ز ذ عه إت اال ذسم ن: اس أ

ح اخ ا إت انشضاعح أ انسة , ي انشضاعح يا سشو ي (يرفق عه)سشو ي

Artinya: “dari Ibnu Abbas r.a, bahwa sesungguhnya nabi di ingini oleh anak

perempuan (pamannya Hamzah). Maka nabi mengatakan (kepada

30

Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tiggi Agama Iain Jakarta, Direktorat

Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, Ilmu Fiqih, (Jakarta: Cv Yulina, 1984), h. 84-

92

Page 39: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

30

Ibnu Abbas) bahwa sesungguhnya dia tidak halal bagiku karena dia

adalah saudara perempuanku sepersusuan, dan diharamkan karena

saudara sepersusuan hal-hal yang diharamkan karena saudara

kelahiran (seketurunan)”. (HR. Muttafaqun Alaihi).31

Oleh karena itu, pada hakikatnya, wanita wanita yang diharamkan karena

sebab satu susuan ini sama dengan wanita-wanita yang diharamkan karena

faktor keturunan. Hanya saja, dalam sebab satu susu ini ditambahkan bahwa

wanita yang menyusui posisinya sama dengan ibu kandung.32

Dengan demikian, wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi lantaran satu

susu ini adalah sebagai berikut:

1) Ibu susuan termasuk dalam ibu susuan ini adalah : ibu yang menyusukan,

yang melahirkan ibu susuan, dan seterusnya garis lurus keatas.

2) Anak susuan ialah: anak yang disusukan isteri, anak yang disusukan anak

perempuan, anak yang disusukan isteri anak laki-laki, dan seterusnya

dalam garis lurus ke bawah.

3) Saudara susuan ialah : yang dilahirkan ibu susuan, yang disusukan ibu

susuan, yang dilahirkan isteri ayah susuan, anak yang disusukan isteri

ayah susuan, yang disusukan ibu, yang disusukan isteri dari ayah.

4) Paman susuan ialah : saudara dari ayah susuan, saudara dari ayahnya ayah

susuan.

31

Sayid Imam Muhammad ibn Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, (Mesir: Darussalam) juz 3,

h. 217.

32

Asep Saepullah, Serial Fiqh Munakahat, Diakses Pada Minggu 24-04-2011, Dari Www.Indonesianschool.org

Page 40: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

31

5) Bibi susuan ialah : saudara dari ibu susuan, saudara dari ibu dari ibu

susuan.

6) Anak saudara laki-laki atau perempuan ialah: anak dari saudara susuan,

cucu dari saudara susuan, dan seterusnya ke bawah. Orang-orang yang

disusukan oleh saudara sesusuan, yang disusukan oleh anak saudara

sesusuan, yang disususkan oleh saudara perempuan, yang disusukan oleh

isteri saudara laki-laki, dan seterusnya garis lurus kebawah dalam

hubungan nasab dan susuan.33

c. Hubungan Mushaharah.

Keharaman itu disebutkan dalam lanjutan ayat 23 surat An-Nisa:

ا نى ذك فإ ذ دخهرى ت سائكى ا سكى ي ستآئثكى االذ ف زد أيآخ سائكى

أصتكى ي ائكى انز زئم أت فال خاذ عهكى دخهرى ت

Artinya: “Ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam

pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika

kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu

ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan

diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu)”

Adapun perempuan yang diharamkan menurut Al-Qur‟an sebab ada

hubungan mushaharah34

ada empat orang, ialah:

1) Isteri ayah, terus keatas.

33

Amir Syarifuddin, Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fikih Munakahat Dan Undang-

Undang Perkawinan, h. 120-121

34

Hubungan mushaharah adalah bila seorang laki-laki melakukan perkawinan dengan seorang

perempuan, maka terjadilah hubungan antara si laki-laki dengan kerabat si perempuan.

Page 41: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

32

2) Ibu isteri terus keatas, baik sebab hubungan nasab atau satu susuan, baik

si suami sudah menjimak isterinya atau belum.

3) Anak tiri, yakni anak perempuan sang isteri, jika memang sudah

menjimak ibunya.

4) Isteri anak laki-laki atau perempuan, terus kebawah.35

2. Mereka Yang Haram Dikawini Dalam Waktu Tertentu, Tidak Untuk

Selama-Lamanya.

a. Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang lelaki

dalam waktu yang bersamaan. Maksudnya mereka haram dimadu.

Apabila perempuan itu meninggal dunia atau dicerai maka boleh

suami menikahi saudara isterinya.36

Keharaman mengumpulkan wanita dalam satu waktu perkawinan

itu disebutkan dalam lanjutkan ayat 23 surat An-Nisa:

خر ا ا ت ع ذد أ

Artinya: “dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu

(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua

perempuan yang bersaudara sekaligus”.

Keharaman mengumpulkan dua wanita dalam satu ikatan

perkawinan, juga diperlakukan sama terhadap dua wanita yang

mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. Larangan ini

35

Syekh Muhammad Bin Qasim Al-Ghazy, Terjemah Fathul Qarib Jilid 2, Penerjemah

Achmad Sunarto, (Surabaya: Alhidayah, 1992), h. 41

36

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, h. 119

Page 42: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

33

dinyatakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan

Muslim dari Abu Hurairah:

انث صه اهلل عه سهى قال شج أ ش ات ال: ع ا ر ع شأج ان ع ت ال د

ا خانر شأج ان ت

Artinya: “dari Abu Huraira, sesungguhnya rasulullah saw. Berkata :

janganlah mengumpulkan seorang perempuan (sebagai istri)

dengan pamannya dan bibinya.” (HR. muttafaqun alaihi)37

b. Perempuan yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain. Haram

dinikahi oleh seorang laki-laki. Keharaman ini disebutkan dalam

surat an-Nisa ayat 24:

انساء سصآخ ي ان

Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang

bersuami”

c. Perempuan yang sedang berada dalam masa iddah, baik iddah cerai

maupun iddah ditinggal mati berdasarkan firman allah surat al-

baqarah ayat 228 dan ayat 234.

d. Perempuan yang ditalak tiga, haram kawin lagi dengan bekas

suami, kecuali mantan isteri tersebut sudah kawin lagi dengan orang

lain dan telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami

terakhir itu dan telah habis masa iddahnya berdasarkan firman Allah

SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 229-230.

37

Sayyid Imam Muhammad Ibn Ismail Al-Kahlani, Subul Al-Salam, (Mesir: Darussalam), Juz

3, h. 124.

Page 43: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

34

e. Perempuan yang sedang melakukan ihram, baik umrah maupun

haji, tidak boleh kawin atau dikawini.

Hal ini berdasarkan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam

Muslaim dari Usman bin Affan:

قال اهلل ع عفا سض إت عث ل اهلل ص: ع سشو. و.قال سس كر ان ال

ال خطة كر ال (سا يسهى)

Artinya: “orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh

menikahkan, dan tidak pula boleh meminang”.38

f. Perempuan musyrik. Maksudnya ialah wanita yang menyembah

selain allah. Ketentuan ini kita dapati pada surat Al-Baqarah ayat

24. adapun berdasarkan surat Al-Maidah ayat 5, wanita ahli kitab

yakni nashrani dan yahudi yang boleh dikawini.

g. Perempuan haram dinikahi oleh seseorang yang telah mempunayi

isteri empat orang. Dalam surat An-Nisa ayat 3, seorang laki-laki

boleh mempunyai istri maksimal empat orang saja. Haram kawin

lagi dengan wanita yang kelima dan seterusnya kecuali salah satu

dari mereka itu diceraikan dan telah habis masa iddahnya.

38

An-Nawawi, Shoheh Muslim, (Iskandaria: Dar-Al-Riyan, 1989 M/1407 H),juz 5, h.193.

Page 44: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

35

Page 45: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

35

BAB III

PERKAWINAN DALAM ADAT MADURA

A. Profil Pulau Madura

1. Identifikasi

Pulau Madura terletak pada parallel 6‟ 45‟ LS – 7‟ 15‟ LS dan pada

meridian 112‟ 15‟ BT – 114‟ 05‟ BT, membujur dari arah barat ke timur

ditambah dengan 77 buah pulau-pulau. Pulau itu dipisahkan dari jawa oleh selat

madura, yang menghubungkan laut jawa dengan laut bali.1

Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa

Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil daripada

pulau Bali), dengan penduduk sekitar 4 juta jiwa.2

Suku Madura merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia,

jumlahnya sekitar 20 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-

pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu,

orang Madura tinggal di bagian timur Jawa biasa disebut wilayah Tapal kuda,

dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di

Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo, Jember, jumlahnya paling

banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara,

serta sebagian Malang.

1 Hub De Jonge, Madura Dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan, Ekonomi Dan

Islam, Seri Terjemahan KITLV-LIPI, Jakarta: PT Gramedia, 1989, h.3.

2 M. Subhan Zamzami, “Profil Madura”, artikel diakses pada 17 april 2011 dari

http://madurastudies.wordpress.com/

Page 46: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

36

Disamping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang

bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan

Tengah, serta ke Jakarta,Tanggerang, Depok, Bogor, Bekasi, dan sekitarnya,

juga Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Orang Madura pada

dasarnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang

tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang, terutama besi tua

dan barang-barang bekas lainnya. Selain itu banyak yang bekerja menjadi

nelayan dan buruh, serta beberapa ada yang berhasil menjadi, Tekonokrat,

Biokrat, Mentri atau Pangkat tinggi di dunia militer.3

Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta

sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi mereka juga

dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura

sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan

naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat.

2. Gambaran umum Kecamatan Pengarengan Kabupaten Sampang

Kabupaten Sampang secara administrasi terletak dalam wilayah Propinsi

Jawa Timur yang secara geografis terletak di antara 113o08‟ - 113o39‟ Bujur

Timur dan 6o 05‟ - 7o13‟ Lintang Selatan. Kabupaten Sampang terletak ± 100

Km dari Surabaya. Batas-batas wilayah Kabupaten Sampang adalah : • Sebelah

3 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Pulau Madura”, artikel diakses 17 april 2011 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Madura

Page 47: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

37

Utara : Laut Jawa • Sebelah Selatan : Selat Madura • Sebelah Barat : Kabupaten

Bangkalan. • Sebelah Timur : Kabupaten Pamekasan.4

Untuk menyesuaikan penelitian ini maka peneliti mengambil lokasi

penelitian di Kecamatan Pengarengan Kabupaten Sampang Madura.

Masyarakat Pengarengan merupakan sekelompok masyarakat yang memegang

teguh prinsip hukum-hukum Islam dan norma hukum adat-istiadat

a. Kondisi Penduduk dan Jenis Pekerjaan Atau Mata Pencaharian

Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 Kabupaten data agregat per

kecamatan oleh badan pusat statistik Kabupaten Sampang luas wilayah

Kecamatan Pengarengan adalah dengan luas hanya 42,7 Km2 atau (3,46 %)

dari luas Sampang yang berbatasan dengan Kecamatan Torjun disebelah Utara,

sebelah Timur Kecamatan Sampang, sebelah Selatan Selat Madura dan sebelah

Barat Kecamatan Jrengik.

Sedangkan jumlah penduduk menurut badan pusat statistik Sampang

2010 bisa dilihat pada tabel dibawah ini sebagai berikut.

Tabel. 1

Jumlah Penduduk Kecamatan Pangarengan Kabupaten Sampang

No

kecamatan

Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

1 Pangarengan 10.350 10.752

Jumlah Penduduk 21102

4 Wikipidea Ensiklopedia Bebas, “Kabupaten Sampang” artikel diakses 19 juni 2011 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten Sampang

Page 48: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

38

Dari tabel di atas dapat di simpulkan Sex ratio Kecamatan Pangarengan

adalah jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada jumlah penduduk

laki-laki sebesar 402 orang lebih banyak perempuan.5

Sedangkan jenis pekerjaan atau mata pencaharian Kecamatan

Pangarengan terdiri dari pertanian, perternakan, perikanann, perdagangan,

angkutan, industry, penggalian, pertukangan dan jasa. melihat dari kondisi

masyarakat Pengarengan secara agraris mereka mengandalkan sawah dan

tambak sebagai mata pencahariannya meskipun tanahnya tandus dan sulit untuk

ditanami. Adapun masyarakat yang bertani itu masih mengandalkan air hujan

sebagai salah satu faktor yang membuat tanamannya hidup.

Sedangkan tambak digunakan sebagai produksi garam di musim kemarau

dan memasang ikan pada waktu musim penghujan. Suasana kemarau sinar

matahari di desa Pengarengan sangat panas karena pohon-pohon sulit untuk

tumbuh besar dan bertahan lama..

b. Kondisi Sosial Keagamaan

Desa Pangarengan dengan jumlah penduduk sebagaimana yang telah

dipaparkan di atas, dapat dikategorikan sebagai desa yang agamis. Hal ini

terlihat dari data yang telah diperoleh, bahwa sekitar 41,44 % dan tidak

ditemukan agama lain selain agama Islam.

5 Djukdjuk widhilaksana, “hasil sensus penduduk 2010 Kabupaten data agregat per

kecamatan oleh badan pusat statistik Kabupaten Sampang” Artikel diakses pada 19 juni 2011 dari web

http://docs.google.com

Page 49: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

39

sosial masyarakat Desa Pangarengan, seperti yang terlihat dalam cara

mereka berpakaian dan berinteraksi. Agama dianggap hal yang suci atau sakral

yang harus dibela dan merupakan pedoman hidup bagi manusia. Mereka

menganggap, kiyai merupakan sosok seseorang yang harus dihormati setelah

orangtua.

Di Desa Pangarengan, fanatisme terhadap kiyai sebagai orang lebih

memahami agama daripada orang biasa, sehingga hal itu menjadi simbol-

simbol yang digunakan untuk menaikkan status sosial seseorang. Seorang kiai

(keyae) biasanya dianggap memiliki kelebihan magis spiritual dan sangat dekat

dengan Tuhan karena ketakwaan dan ketaatannya dalam menjalankan ibadah.

Peranan dan fungsi kiai (keyae), selain sebagai pembina umat atau disebut

juga sebagai penerus para nabi, juga mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam

kepada para santri dalam suatu lembaga pondok pesantren. Peran Kiai (keyae)

adalah pemimpin informal di desa ini, semua masalah keluarga dan masyarakat

yang sulit dipecahkan diserahkan padanya untuk diselesaikan.6

c. Kondisi Pendidikan

Kesadaran masyarakat Pengarengan tentang pentingnya arti sebuah

pendidikan semakin bertambah dari waktu ke waktu. pendidikan orang-

orangtua dahulu tidak sekomplit sekarang, sebab itu pentingnya pendidikan

untuk masa depan anak mereka agar mengenyam pendidikan lebih tinggi.

6 Abdur Rozaki, “Peran Kiyai”, artikel diakses pada 19 juni 2011 pada web

http://rukib.wordpress.com

Page 50: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

40

Bertambahnya sektor pendidikan di desa masyarakat dewasa ini,

menandakan tingkat pendidikan formal yang ada dan ditempuh oleh masyarakat

Desa Pangarengan semakin berkembang, mulai dari tingkat pendidikan

TamanKanak-kanak (TK)/Taman Pendidikan al-Qur‟an, Sekolah Dasar

(SD)/Madrasah diniyah/Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS), dan

Madrasah Aliyah (MA).

Bagi keluarga yang menginkan anaknya mengerti tentang agama Islam

maka mereka mewakilkan pada lembaga pendidikan non formal seperti

memondokkan di pesantren, yang berada diluar Desa Pengarengan.

Sedangkan bagi mereka yang hanya menempuh pendidikan seperti ngaji

dimushalla secara non formal dengan cara nyolok7 menganggap lebih bisa

mengawasi keberadaan anaknya dan juga bisa membentu orangtuanya

sewaktuwaktu.

B. Sistem perkawinan dan Adat istiadat

1. Sistem kekerabatan

Dalam antropologi istilah “kekerabatan” sering dipergunakan dalam arti

kerabat dan perkawinan, akan tetapi kedua hal itu dapat dibedakan. Kerabat

merupakan hubungan darah sedangkan hubungan perkawinan diberi istilah

7 Nyolok adalah istilah yang digunakan untuk santri yang belajar dan mengikuti kegiatan di

pondok pesantren atau dimushalla namun tidak menetap (mukim) di asrama pondok pesantren tersebut

(pulang-pergi)

Page 51: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

41

affinity. Dengan demikian, orang tua dengan anak adalah kerabat sedangkan

suami dan istri adalah affines.8

Sistem kekerabatan suku Madura adalah parental yaitu sistem

kekerabatan yang menarik garis keturunan dari garis laki-laki (ayah) dan

perempuan (ibu). Sekalipun orang-orang madura menganut prinsip kekerabatan.

bilateral/parental (tiap individu dalam masyarakat termasuk kerabat kedua

orang-tuanya), tetapi pada umumnya di Madura sepasang suami isteri setelah

kawin hidup berkumpul di lingkungan kerabat isteri (uxorilokal).

Dalam sistem kekerabatan masyarakat Madura dikenal tiga kategori sanak

keluarga atau kerabat, yaitu taretan dalem (kerabat inti atau batih), taretan

semma‟ (kerabat dekat), dan taretan jauh (kerabat jauh). Di luar ketiga kategori

ini disebut sebagai oreng lowar (orang luar) atau "bukan saudara".9

Keluarga batih atau keluarga inti orang-orang Madura adalah terdiri dari

sepasang suami-isteri beserta dengan anak-anaknya, yang belum kawin. Dalam

keluarga batih orang Madura, suami adalah pemimpin dan penanggung

jawabnya. Sedangkan isteri adalah yang mengendalikan, memelihara merawat

rumah tangga serta anak-anaknya. Taretan semma (kerabat dekat) orang-orang

Madura terdiri dari ayah dan putra, saudara laki-laki dan saudara perempuan,

kakek dan nenek, paman dan bibi keponakan laki-laki dan keponakan

8 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1983), cet-

2, h.42. 9 Latif wiyata, “modal rekonsiliasi orang madura”artikel diakses pada 18 april 2011 dari

http://kabarmadura07.blogspot.com/2008/07/modal-rekonsiliasi-orang-madura.html

Page 52: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

42

perempuan. Dan yang dimaksud taretan jauh (kerabat jauh) adalah terdiri dari

sepupu laki-laki dan sepupu perempuan, termasuk kerabat dari hubungan

perkawinan seperti ipar dan lain-lain.10

2. Sistem Perkawinan

Menurut paham ilmu bangsa-bangsa (ethnologi) dilihat dari keharusan

dan larangan mencari calon isteri bagi setiap pria, maka perkawinan dapat

berlaku dengan sistim endogamy (harus kawin satu suku) dan sistim exogamy

(harus kawin dengan kerabat luar atau beda suku) yang kebanyakan dianut oleh

masyarakat adat bertali darah, dan dengan sistim eleutherogami (terserah mau

nikah dengan dalam atau luar suku) sebagaimana yang berlaku pada

kebanyakan masyarakat adat terutama yang banyak dipengaruhi hukum islam.11

Sehingga sistem perkawinan yang dianut adat madura adalah eleutherogami

karena masyarakat madura yang mayoritas beragama islam. Dan dalam

melakukan sesuatu harus berlandaskan ajaran islam, walaupun dalam

kebiasaannya masih endogamy, yaitu harus sesama orang madura. Agar mudah

dalam berkomunikasi dan tahu adat.

3. Sopan Santun Pergaulan

Di samping agama Islam, orang Madura sangat mengutamakan adat.

Lebih-lebih dalam adat pergaulan, bahwa yang muda wajib hormat dengan

10

Helene Bouvier, Seni Musik Dan Pertunjukan Dalam Masyarakat Madura, Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia 2002, Perpustakaan Nasional h. 364

11

Hilman hadikusuma, hukum perkawinan adat, Bandung, PT Citra Aditiya Bakti,1990, cet

4, h. 68

Page 53: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

43

bersopan santun dengan yang lebih tua, telah diadatkan dikalangan orang

Madura. Didalam pergaulan di lingkungan kerabat, derajat tingkat yang lebih

rendah wajib hormat kepada yang lebih tua seperti (orangtuanya, paman bibi

dari pihak ibu atau bapaknya, nenek-kakeknya dan pada juju‟nya).12

Sikap hormat ini di wujudkan dalam bentuk pakaian yang dipakainya,

sikap waktu menghadap termasuk mimic dan tutur bahasa. Dilengkapi dengan

sembah tata krama khusuz dan dulu kerabat yang lebih rendah harus duduk di

bawah lantai melepas alas kaki menyungguhkan makanan dan minuman tidak

boleh berdiri tegak tapi harus barsimpuh di lantai. Lebih-lebih kepada Ulama,

di kalangan masyarakat Madura di anggap sebagai pemimpin non Formil sebab

para Ulama tersebut dianggap menyelamatkan mereka di akhirat, Perasaan lebih

hormat kepada yang lebih tua lebih tinggi pangkatnya, sering disertai perasaan

sungkan. Makin ke bagian barat Madura keketatan dalam adat Sopan santun

pargaulan makin mengendor.

4. Bahasa

Bahasa Madura sekalipun satu, tapi terbagi dalam 3 dialek bahasa Madura

dialèk Sumenep, dialek Pamekasan/Sampang dan dialek bangkalan misalnya

orang Sumenep menyebut celana dengan “salebbar” Orang

pamekasan/Sampang mengatakan “Slebbar”dan orang Bangkalan mengatakan

“lebbar”. Untuk bahasa Madura didaerah Sumenep dalam pengucapannya

12

Adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur, h. 103-104.

Page 54: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

44

berirama, karenanya ke dengarannya halus. Bahasa Madura mengenal tingkat-

tingkat bahasa yaitu:13

1. tingkat bahasa tertinggi, yaitu bahasa Madura”Keraton‟atau istana

sekarang masih banyak dipakai dan divariasi oleh kalangan bangsawan.

bahasa ini adalah bahasa yang terhalus.

2. tingkat bahasa enggi-bunten”yaitu bahasa halus.

3. tingkat bahasa enggi-enten yaitu bahasa setengah halus

4. tingkat bahasa iyyah-enje yaitu bahasa tingkat bawah

Penggunaan bahasa Madura yang terhalus (bahasa Madura Kraton).

umunmya diergunakan oleh para keluarga bangsawan, digunakan untuk orang

yang lebih tua dan lebih tinggi derajatnya. Bahasa Madura halus “enggi-

bunten” digunakan dikalangan priyayi,orang biasa yang sederajat atau. kepada

orang yang lebih tua dan lebih tinggi derajat dalam kerabatnya. Bahasa enggi-

enten‟ biasanya dipakai debagai bahasa sopan oleh orang yang lebih Tua lebih

tinggi derajatnya kepada yang lebib muda/lebih rendah derajatnya atau kawan-

kawan yang akrab.

Sedangkan penggunaan bahasa tingkat “iyyah- enja‟” diantara penduduk

kebanyakan, digunakan oleh orang tua/lebih tinggi derajatnya kepada yang

lebih muda dan lebih rendah derajatnya. Atau digunakan antara sahabat karib.

Dengan orang yang baru dikenalnya, dipergunakan bahasa “enggi-bunten”.

13

Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Bahasa Madura”, artikel diakses pada 19 april 2011 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Madura

Page 55: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

45

C. PERKAWINAN DALAM ADAT MADURA

1. Adat Sebelum Perkawinan

a. Pemilihan Jodoh

Sebelum menikah harus memilih pasangannya yang benar-benar cocok

dan dapat membimbingnya di dunia dan di akherat agar terciptanya perkawinan

yang ideal. Sehingga dalam adat Madura tidak sembarangan dalam menentukan

pasangannya. Cara memilih jodoh untuk Perkawinan yang ideal menurut adat

Madura apabila:

1) Seagama (Islam) dan taqwa

2) Satu suku agar dipermudah dalam berkomunikasi dan beradat.

3) Menurut pertimbangan bibit, bebet-bobot sudah tepat. Dan harus

anak syah, bukan hasil zina, serta tahu adat.

4) Dalam lingkungan kerabat sendiri, mencegah incest, menghindari

umur wanitanya lebih tua.

5) Usia yang pantas bagi anak perempuan kawin ialah setelah akil

baliq (sebab bila agak tua sedikit belum mendapatkan jodoh sudah

dipergunjingkan orang sebagai “peraben towa ta‟paju

alake”(perawan tua gak laku).

6) Menurut orang Madura si laki-laki harus “lanceng kepanceng”

(Jejaka) dan si perempuan harus “peraben” (perawan).14

14

adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur”, buku diambil dari rumah anjungan jawa

timur di taman mini Indonesia indah, h. 120

Page 56: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

46

b. Prosesi Pertunangan Ngangene

Kalau sudah ada kecocokan mengenai calonnya maka mulailah ada

seorang dua orang kerabat keluarga pemuda “ngangene”(mencari berita) atau

“nyalabar” atau “re-sarean” mencari-cari ) apa si gadis tersebut sudah punya

tunangan apa belum. Tapi informasi ini tidak langsung dari orang tua si gadis,

tapi tetangga si gadis atau kerabat si gadis.15

a. Prosesi Pertunangan Nerabas Pagar

Bila ternyata si gadis belum ada yang punya, maka tahap kedua yaitu

“Nerabas Pagar” (Menerobos Pagar) dilaksanakan oleh utusan keluarga si

pemuda datang menanyakan sendiri kepada orang tua si gadis, apa anak

gadisnya sudah ada yang punya artinya apa sudah “abakalan”(tunangan). Dan

apabila orang tua si gadis berkenan pada si pemuda anak gadisnya, maka

hubungan itu dikonkritkan dengan “Nale‟e Pagar” (mengikat pagar).

d. Prosesi Pertunangan Nale‟e Pagar

Acara “nale‟e pagar” ini di tandai dengan dikirimkan utusan resmi pihak

keluarga pemuda dengan membawa surat. Sedangkan isi surat adalah

menginginkan anak gadisnya untuk dijodohkan dengan anaknya. Bilamana

dalam acara “nale„a pagar” pihak keluarga pemuda tidak berpesan minta

balasan, maka pihak keluarga si gadis akan datang ke pihak keluarga pemuda

15

Ibid., h. 123

Page 57: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

47

untuk mengantarkan hantaran balasan berupa seperangkat pakaian bagi pemuda

serta kue-kue Hal ini disebut “tongkebban” (artinya ditengkurapkan).16

e. Prosesi Pertunangan Lamaran

Setelah acara nale‟e pagar dilanjutkan dengan meresmikan pertunangan

yang disebut oleh orang madura dengan lamaran. Pertunangan ini menjadi

resmi Kalau orang tua si pemuda mengirimkan “penyengset” (bahasa tinggi

Madura yang berarti ikat pinggang).17

Biasanya dalam penyengset berupa

pisang susu maka pihak pemuda minta agar segera (kesusu) disusul dengan

perkawinan. Jumlah dari pisang tersebut menandakan jumlah bulan (bila 3 sisir

berarti 3 bulan) Sedangkan kue-kue tak boleh lupa disertai kue “ tettel”18

Hal di

atas dijalankan oleh keluarga-keluarga madura yang masih berpegang pada adat

dan terutama di desa-desa. Kalau di kota-kota sering disertai dengan resepsi

pertunangan yang mempertemukan kedua muda-mudi tersebut, lengkap dengan

saling mempertukarkan cincin.

f. Nyeddek Temo

Setelah resmi bertunangan jika beberapa bulan kemudian pihak laki-laki

ingin ingin melangsungkan perkawinan maka pihak pemuda mengirimkan

16

Tongkebban adalah Upacara balasan berupa kunjungan dari pihak wanita kepada pihak

keluarga pria.

17

Penyengset adalah pengikat dalam ikatan tunangan berupa hantaran atau seserahan pihak

laki-laki kepada pihak perempuan yang terdiri dari seperangkat pakaian dan beraneka ragam kue dan

buah. 18

tettel” makanan dari beras ketan yang sifatnya rekat yang melambangkan agar hubungan

yang rekat atau lengket.

Page 58: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

48

utusan yang terdiri dari kaum laki-laki saja guna mengadakan “nyeddek‟ temo”

(mendesak pertemuan) untuk membicarakan hari perkawinan kedua muda-mudi

itu. Para utusan keluarga pemuda dan pihak si gadis haruslah orang yang ahli

dalam perhitungan hari perkawinan yang baik. Masih umum dalam hal ini

kedua keluanga tersebut minta pertimbangan Ulama.

Setelah hari dan tanggal pernikahan telah ditentukan, sang calon

pengantin perempuan akan melakukan persiapan kecantikan di rumahnya.

Persiapan kecantikan tubuh dalam adat Madura dilakukan 40 hari sebelum

waktu pesta pernikahan. Selama 40 hari, sang calon pengantin perempuan

dipingit dirumah. Dipingit berarti tidak boleh keluar rumah selama waktu yang

ditentukan untuk perawatan kecantikan kulit sang perempuan.

2. Upacara-upacara pelaksanaan perkawinan

Penyelenggaraan perkawinan dulu di Madura berlangsung selama 3 hari 3

malam sekarang hanya cukup sehari semalam saja, sekalipun ada beberapa

daerah dan adat yang harus berlangsung selama 3 hari. 19

Pada hari pertama biasanya dilangsungkan aqad nikah, dan terdapat 3

bentuk akad nikah yaitu:

Ada upacara aqad nikah yang diselenggarakan beberapa hari sebelum

resepsi perkawinan,

19

Lilik rosida irmawati, “media budaya madura dalam adat pernikahan”, artikel diakses pada

1mei 2011 dari http://budayamadura.blog.com/

Page 59: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

49

ada juga yang melangsungkan “kabin moso” yaitu sébelum bersanding

dipelaminan, calon mempelai yang baru masuk ruang resepsi

melaksanakan aqad nikah dulu,

dan ada juga Apabila pagi harinya melaksanakan aqad nikah maka

malam hari nya diselenggarakan resepsinya.

Di rumah keluarga calon mempelai laki-laki sebelum melangsungkan

upacara aqad nikah, maka diadakan rasol kabin (tumpeng untuk selamatan

kawin) yang berbentuk pembacaan do‟a dan makan barsama. Peserta upacara

tersebut hanya kaum pria, terutama mereka yang akan mengantar calon

mempelai laki-laki untuk aqad nikah. Setelah makan bersama rombongan

pengantar calon mempelai laki-laki teresebut, dilepas menuju keluarga calon

mempelai perempuan.

Waktu penyelenggaraan aqad nikah di rumah keluarga calon mempelai

perempuaan umumnya pagi hari. sekitar jam O90.O-1O.OO atau setelah

sembahyang Dhuhur. Penghulu umumnya diundang ke rumah keluarga

mempelai perempuan untuk menikahkan. Penghulu menikahkan si anak gadis

dengan calon suaminya sesuai dengan ketentuan agama dan perundang-

undangan. Akhir dari akad nikah selalu disertai dengan doa dan khotbah

nikah.20

20

Adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur, hal. 129

Page 60: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

50

Menjelang resepsi malam yang pertama mempelai perempuan di paras

oleh penghias. Dulu “pangennyas” (juru rias pengantin) sebelum merias

pengantin berpuasa dan bersembahyang hajad untuk memohon kepada Tuhan

Yang Maha kuasa agar mampu memberikan “pangabar” (kemantin yang

diriasnya menjadi cantik bercahaya).21

Hiasan di “tarop” selalu ada hiasan lambang-lambang seperti. Janur

kuning lambang keperawanan (peraban sonte), dan pohon pisang yang sedang

“nongkol” (jantung pisang ) sebagai lambang “lanceng kapaceng” ( jejaka ).

Juga hiasan daun beringin sebagai lambang “ rampa„naong baringen korong “

(kehendak mengayomi dan membantu keluarga yang tak punya).

Pada resepsi malam yang kedua kesibukan perayaan berpindah ke rumah

keluarga pengantin laki-laki Malam kedua tersebut adalah malam “mantan

amaen” artinya berkunjung ke rumah keluarga pihak kemantin laki-laki.

Kerabat dari kedua pihak hadir ikut meramaikan. Kedua pengantin bersanding

di pelaminan dengan berpakaian kraton Pada malam kedua tersebut keduanya

masih tidur terpisah dengan pengawasan orang tua. 22

Pada resepsi malam ketiga kedua pengantin bersanding dipelaminan

dengan berpakaian bangsawan. Pada malam itu “nangga mamaca”.23

Pada

21

Wawancara pribadi dengan perias manten, afiah, Jakarta 16 mei 2011

22

Adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur, h. 130

23

(nangga mamaca) mengundang hiburan panggung dangan cerita-cerita percintaaan, hal ini

memang dibuat begitu agar kedua pengantin makin dimabuk asmara

Page 61: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

51

malam itu untuk kedua pengantin tidak diadakan lagi kamar yang terpisah atau

tempat tidur yang terpisah, tapi cukup satu kamar dan satu tempat tidur

beralaskan seprai putih bersih, harum oleh bau dupa dan bunga melati. Malam

itu harus sudah jadi hubungan seks antara kedua pengantin tersebut.

Pagi harinya diadakan selamatan “nase ponar “ (nasi kuning dan beras

ketan), “asambel Nye‟or” (sambal kelapa) ada kue-kue berbentuk kelamin laki-

laki dan perempuan diantaranya diantar-antarkan kepada kerabat dan tetangga,

seakan-akan suatu pemberitahuan dengan lambang, bahwa kedua pengantin

tersebut sudah melaksanakan hubungan seks sebagai suami isteri dengan

Sempurna.

Sekarang acara tiga malam tersebut dijadikan satu malam saja, tapi

berganti pakaian tiga kali, dan “ngonjong mantu”24

yang terpisah beberapa hari

dari acara resepsi perkawinan dipihak keluarga pengantin perempuan.

3. Upacara-Upacara Sesudah Perkawinan.

Setelah selesai upacara-upacara perkawinan kedua pengantin baru itu

yang hidup dilingkungan keluarga isterinya melaksanakan tugas sehari-hari.

Dulu pengantin baru itu kira-kira 2 sampai 3 bulan tidak boleh bekerja dan

belanja sendiri. Semuannya di tanggung orang tua isterinya. Baru setelah orang

tua isterinya menganggap kedua pengantin itu sudah bisa berdiri sendiri mulai

dilepas untuk bertanggung jawab sendiri.

24

Ngonjong manto adalah kegiatan silaturrahmi yang wajib dilakukan beberapa hari setelah

resepsi oleh pengantin baru untuk mengunjungi semua kerabatnya baik pihak suami atau istri.

Page 62: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

52

Mengenai hidup perorangan yang segera melibatkan kedua pengantin

baru itu terbagi dalam beberapa tahap sesuai dengan kejadian penting dalam

usia-usia tertentu yang hanya dijalani sekali saja dalam hidupnya. Tahap-tahap

tersebut adalah: 25

a. Pellet kandung (jawa tingkepan),

Pellet kandung yaitu apabila usia kandungan pertama si isteri mencapai 7

bulan. maka perawatan atas diri si isteri itu ditangani oleh orang tuanya.

Upacara ini diselenggarakan waktu malam hari, di tempat kerabat isterinya.

Yang di undang selain kerabat isterinya, juga kerabat suaminya.

Didalam rumah ada acara memijat kandungan untuk membetulkan letak

bayinya yang dilakukan oleh nyi dukun bayi, diluar para undangan pria atau

wanita (tempat-terpisah) membaca surah Yasin (agar ganteng seperti Nabi

yusuf) bila laki-laki dan surah maryam (agar cantik dan baik seperti maryam).

Si isteri terus dibawa ke “pakeban‟ (kamar mandi) untuk dimandikan air

“kom-koman” (air bunga) ditempatkan dibelanga (penay)26

oleh suaminya dan

para“Seppo”.. Semuanya ditujukan untuk kemudahan melahirkan, selamat dan

agar bayi adalah calon manusia yang berbudi luhur, taqwa dan berguna.

b. Upacara Kelahiran

Begitu bayi lahir maka segera dibersihkan dan dimandikan, Bapaknya

atau kakeknya membisikkan adzan di te1inga kanan bayi dan iqamath di telinga

25

Adat dan upacara perkawinan daerah jawa timur, h. 132 26

(“penay”) adalah wadah tradisional dari tanah, yang melambangkan kesederhanaan

Page 63: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

53

kirinya. Ari-ari dan tali pusar yang telah di potong diberi ramuan rempah-

rempah diberi tu1isan arab dimasukkan kedalam “polo” (periuk kecil bertutup

di tanam di belakang rumah) kalau bayi perempuan (agar tidak suka keluar

rumah dan betul-betul menjadi ibu rumah tangga) di tanam dimuka rumah kalau

bayi laki-laki (agar menjadi penjaga rumah yang baik). Di atas pendaman ari-ari

tersebut, ditanam pandan duri dan selama 7 malam diberi lampu.27

27

Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Timur, h. 134

Page 64: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

54

BAB IV

IMPLIKASI PERKAWINAN SALEP TARJHA

A. ATURAN ADAT TENTANG PERKAWINAN SALEP TARJHA

Masyarakat Madura di satu sisi merupakan masyarakat yang agamis

dengan menjadikan Islam sebagai agama dan keyakinannya, Hal ini tercermin

dalam ungkapan “Abhantal syahadat, asapo’ iman, apajung Allah”1, yang

menggambarkan bahwa orang Madura itu berjiwa Agama Islam.

Akan tetapi di sisi lain mereka juga masih mempertahankan adat dan

tradisi yang terkadang bertentangan dengan ketentuan Syari’at Islam, karena

adat dan tradisi yang dipertahankan tersebut hanya berlandaskan pada mitos-

mitos yang tidak dapat dirasionalisasikan dan cenderung bertentangan dengan

Aqidah Islamiyah, seperti larangan untuk melakukan perkawinan dengan model

Salep Tarjha ini salah satunya.

Salep Tarjha ini merupakan salah satu model perkawinan yang benar

secara syariat Islam dan ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia,

akan tetapi dilarang berdasarkan ketentuan adat-istiadat dan tradisi masyarakat

Madura. Karena diyakini dapat membawa bencana dan musibah seperti

mengalami sakit-sakitan (ke’sakean), kesulitan dalam mencari rezeki dan akan

selalu melarat dalam kehidupannya, atau bahkan bisa meninggal dunia (pendek

omor).

1Abhantal syahadat, asapo iman, apajung Allah adalah ungkapan dalam bahasa Madura yang

memiliki arti berbantalkan syahadat, berselimutkan iman, berpayungkan Allah. Ungkapan ini

menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang sudah mendarah daging dalam masyarakat

Page 65: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

55

Dalam hal ini, selama penulis melakukan penelitian di lingkungan orang

madura yang berada di Jakarta, mendapatkan informasi dari tokoh agama, tokoh

adat/sesepuh2(seperti kakek,nenek) dan beberapa orang masyarakat yang

menjadi informan, menerangkan dan menjelaskan kepada penulis bahwa yang

dimaksud Salep Tarjha adalah sebagai berikut.

1. Pengertian Perkawinan Salep Tarjha

menurut bahasa madura Salep Tarjha jika diartikan kedalam bahasa

Indonesia maka dapat diartikan sebagai berikut: saling tarik menarik atau,

Saling tendang atau, saling mendahului atau, menerobos.

Sunarmi yang kerap dipanggil embah endu’ sebagai salah seorang

sesepuh Madura mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Salep Tarjha itu

apabila ada seorang laki-laki dan perempuan bersaudara/kakak adik yang

menikah dengan seorang laki-laki dan perempuan yang juga bersaudara. Jadi,

laki-laki dan perempuan tersebut menjadi menantu satu orang, seperti Rohimah

dan Mad’sehri yang keduanya menjadi menantu Pak Misnali. Rohimah dan

Mad’sehri itu adalah dua orang bersaudara, laki-laki dan perempuan. 3

Dari paparan dan penjelasan tokoh sesepuh Madura di atas, mengenai

pengertian Salep Tarjha maka dapat disimpulkan bahwa suatu perkawinan akan

disebut sebagai perkawinan Salep Tarjha apabila orang yang menikah tersebut

2 Sesepuh adalah orang yang paling tua di keluarganya seperti kakek atau nenek yang masih

memegang teguh adat istiadat madura. dan menjadi penasehat perkawinan agar selamat semua

turunannya berdasarkan adat istiadat madura.

3Sunarmi, wawancara pribadi, Jakarta, tanggal 12 mei 2011.

Page 66: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

56

adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan saudara kandung yang

kemudian keduanya dinikahkan secara silang dengan 2 (dua) orang saudara

kandung juga.

Kisah perkawinan Salep Tarjha ini mengingatkan penulis tentang cerita

kisah anak nabi adam yaitu Qabil dan Habil. Menurut aturan hukum

perkawinan yang berlaku kala itu, Qabil boleh mengawini Labuda, dan Habil

harus kawin dengan Iqlima. Dan perkawinan itu harus disilang, antara yang

lahir kembar terdahulu dengan yang lahir kembar sesudahnya, asal jangan

dengan yang sama-sama lahir atau kembarannya. Namun karena di mata Qabil,

wajah Labuda tidak secantik Iqlima, ia menolak aturan itu. Sehingga terjadilah

peristiwa pembunuhan pertama yang terjadi di muka bumi.

2. Pendapat Yang Melarang Salep Tarjha

Pada dasarnya, larangan terjadinya perkawinan Salep Tarjha berkaitan

erat dengan adanya keyakinan masyarakat akan mitos-mitos4 yang berkaitan

dengan perkawinan tersebut. Masyarakat Madura memiliki keyakinan bahwa

perkawinan ini dapat mendatangkan musibah dan bencana bagi pelaku maupun

keluarganya, berupa: rezekinya akan sulit, sakit-sakitan (ke’sakean) atau

bahkan meninggal dunia. Kenyataan ini kami pahami dari hasil wawancara

yang dilakukan dengan sejumlah sesepuh Madura, dimana para sesepuh ini

membenarkan hal tersebut, disamping juga menjelaskan bahwa adanya

4 Mitos adalah semacam tahayyul sebagai akibat ketidaktahuan manusia, tetapi bawah

sadarnya memberitahukan tentang adanya sesuatu kekuatan yang menguasai dirinya.

Page 67: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

57

keyakinan masyarakat tentang mitos-mitos tersebut tidak terlepas dari ajaran

dan doktrin yang ditanamkan oleh nenek moyang mereka terima secara turun

temurun.5

Salah seorang sesepuh Madura yang bernama Halimatussya’diyeh

mengatakan Sesungguhnya Salep Tarjha itu dilarang karena biasanya orang

yang melakukan perkawinan Salep Tarjha itu ada yang kalah salah satu dari

kedua pasangan tersebut, bisa salah satunya meninggal atau rezekinya

melarat/sulit, dan Halimatussya’diyeh tidak tahu kepastiannya karena ini cuma

kata orang-orang dulu (nenek moyang). Tapi, menurutnya apa yang dikatakan

orang-orang dulu itu benar.6

Dari pemaparan dan penjelasan tentang mitos-mitos Salep Tarjha di atas,

dapat dipahami bahwa mitos itu adalah sebuah cerita yang memberikan

pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Dalam perkawinan Salep

Tarjha ini, adanya mitos-mitos yang diyakini oleh masyarakat terkait dengan

perkawinan tersebut, pada dasarnya telah memberikan pedoman dan petunjuk

kepada masyarakat untuk melarang keluarganya melakukan perkawinan Salep

Tarjha karena kekhawatiran atau ketakutan mereka akan dampak negatif yang

ditimbulkan akibat pelanggaran terhadap mitos-mitos yang telah diyakini secara

turun temurun dari nenek moyang mereka. Dan diantara fungsi mitos itu adalah

5Nurima, Rohimah, Ummi Kultsum, maulana, embah endu, Rifa’I, Halimatussya’diyeh,

wawancara terpisah, Jakarta, 12-15 mei 2011

6 Halimatussya’diyeh, wawancara pribadi, Jakarta 12 mei 2011

Page 68: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

58

menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib yang mempengaruhi

dan menguasai manusia. Adanya kekhawatiran dan ketakutan masyarakat akan

dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelanggaran terhadap mitos-mitos

Salep Tarjha tersebut, merupakan bentuk kesadaran masyarakat akan adanya

kekuatan-kekuatan ajaib yang mempengaruhi dan menguasai mereka.7

3. Pendapat Yang Membolehkan Salep Tarjha

Kebudayaan sebagai suatu hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)

manusia, selalu menarik untuk dikaji dan dipelajari. Dalam hal ini, dilarangnya

perkawinan Salep Tarjha berdasarkan ketentuan adat istiadat masyarakat

Madura, sangat menarik untuk dikaji dan ditelusuri berdasarkan pandangan dan

pemahaman para tokoh agama menjadi penting untuk diwawancarai kerena

mereka merupakan representasi masyarakat yang selalu menjadi panutan dan

rujukan masyarakat Madura.

Setelah dilakukan penelusuran melalui wawancara dengan para tokoh

agama setempat, dapatlah dipahami bahwa pada dasarnya model perkawinan

Salep Tarjha menurut mereka boleh-boleh saja karena di dalam al-Qur’an dan

al-Hadits maupun menurut pandangan para ulama yang sudah terkodifikasi di

dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak didapatkan satupun adanya larangan

terhadap model perkawinan Salep Tarjha tersebut.

7 C.A. van Peursen, “Cultuur in Stroomversnelling - een geheel bewerkte uitgave van

Strategie Van De Cultuur”, diterjemahkan Dick Hartoko, Strategi Kebudayaan (Cet. IV; Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 1993), hal. 37.

Page 69: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

59

Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh salah seorang tokoh

agama Pangarengan Sampang Madura, yaitu KH. Zainal Abidin. Pada waktu

peneliti mewawancarainya di sela-sela kesibukan aktifitas beliau yang sedang

melakukan perjalanan wali songo di Jakarta yang mengatakan Istilah Salep

Tarjha itu hanyalah ucapan para sesepuh yang tidak perlu dipercayai karena

tidak ada sama sekali pembahasannya di dalam kitab-kitab fiqh, dalam Islam

larangan perkawinan karena hubungan kekerabatan telah diatur dalam surah

annisa ayat 23. dan model perkawinan seperti salep tarjha ini di bolehkan. Oleh

karena itu, para ulama, para alim, para kiai (keyae) di Madura banyak yang

melakukan perkawinan Salep Tarjha ini dalam rangka memberikan contoh dan

membuktikan kepada masyarakat bahwa mitos itu tidak boleh dipercayai, sebab

apabila percaya terhadap mitos-mitos seperti mitos Salep Tarjha tersebut,

rezekinya melarat/sulit, cepat meninggal dunia dan lain sebagainya, maka hal

ini bisa merusak terhadap aqidah.8

Demikianlah pandangan dan penjelasan para tokoh agama yang berkaitan

dengan perkawinan Salep Tarjha, dimana keseluruhan dari tokoh agama yang

menjadi informan dalam penelitian ini sepakat bahwa pada dasarnya istilah

Salep Tarjha itu secara normatif boleh-boleh saja karena tidak ada satupun

ketentuan hukum baik dari al-Qur’an, al-Hadits, kitab-kitab fiqh maupun

pendapat para ulama yang melarang seseorang untuk melakukan perkawinan

8 KH. Zainal Abidin, wawancara pribadi, jakarta 15 mei 2011.

Page 70: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

60

dengan model Salep Tarjha. Oleh karena itu, kepercayaan terhadap mitos-

mitos yang berkenaan dengan hal tersebut tidak dibenarkan menurut ketentuan

agama Islam dan dapat merusak aqidah.

B. PRAKTIK PERKAWINAN SALEP TARJHA

Penjelasan mengenai Salep Tarjha telah diterangkan dengan jelas di atas.

Bahwa perkawinan Salep Tarjha, itu perkawinan yang dibenarkan menurut

hukum Islam dan dilarang oleh adat madura. Walaupun sudah dibenarkan oleh

hukum Islam akan tetapi masih banyak yang menghindari dan percaya akan

musibah yang ditimbulkan oleh perkawinan Salep Tarjha. Berdasarkan

pengetahuan penulis dari beberapa kasus yang ada, serta ditambah dengan

keterangan dari para informan, praktik perkawinan Salep Tarjha dapat

dikisahkan sebagai berikut

Kasus pertama ialah perkawinan Mad dei dengan Salma dan adiknya Ma

de’i menikah dengan kakaknya Salma. Keterangan ini penulis dapatkan dari

sepupu Mad’dei yang menjelaskan bahwa perkawinan mereka sempat dilarang

oleh orang tua dan embahnya dikarenakan adiknya telah menikah dengan

kakaknya Salma sehingga perkawinan tersebut Salep Tarjha. Walaupun tidak

direstui oleh orang tua dikarenakan sudah saling mencintai mereka tetap

melangsungkan perkawinan. Beberapa bulan kemudian tersiar kabar kehidupan

Mad de’i dan Salma melarat dan isterinya sakit-sakitan.9

9 Muhammad kholid, wawancara pribadi, Jakarta, 5 mei 2011.

Page 71: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

61

Kasus kedua penulis mendapatkan informasi dari pak Sarip salah seorang

orang tua pelaku (pelanggar) perkawinan Salep Tarjha, beliau menjelaskan

keadaan anaknya yang mendapatkan rizki yang cukup, dan waktu pertama kali

menikah anaknya sempat sakit-sakitan agak lama, kalau menurut orang Madura

sakit anaknya itu disebabkan Salep Tarjha, akan tetapi pak Sarip tidak percaya

sama sekali akan adanya salep tarjha, ia hanya memasrahkan diri pada yang

maha kuasa Allah SWT dan selalu berdoa agar anaknya diberi kesembuhan.

Sebab pak Sarip mempunyai keyakinan bahwa kalau memang sudah waktunya

sakit, ya tetap sakit, kalau sudah waktunya mati, ya tetap mati, siapapun itu,

sebab yang menentukan hal tersebut adalah tuhan. Sekarang anaknya sudah

sehat dan bisa pergi naek haji.10

Kasus ketiga penulis langsung mendapatkan informasi dari pelaku Salep

Tarjha itu sendiri yaitu oleh Hasan, salah seorang pelaku perkawinan Salep

Tarjha . Hasan tidak percaya sama sekali dengan perkawinan Salep Tarjha,

walupun Hasan menikahi saudara ipar adiknya yang kata orang-orang disebut

salep tarjha, keadaan Hasan hingga saat ini tidak apa-apa dan tidak ada masalah

dalam kesehatan maupun rizkinya, karena menurutnya semua hal di dunia ini

sudah diatur oleh yang maha kuasa Allah SWT.11

Menurut hemat penulis praktik perkawinan Salep Tarjha dari tiga kasus

yang telah dijelaskan diatas dapat menghapus mitos Salep Tarjha yang

10

Sarip, wawancara pribadi, Jakarta 5 mei 2011

11

Hasan, wawancara pribadi, Jakarta, 6 mei 2011

Page 72: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

62

berkembang di masyarakat Madura karena dampak negatif Salep Tarjha tidak

terbukti benar. Dari ketiga kasus diatas terdapat penerimaan dan penolakan

dalam adat dan tradisi lama. Penerimaan tradisi lama dilakukan dengan

mempercayai dampak negatif dari perkawinan salep tarjha. Sedangkan

penolakan tradisi lama ditandai dengan tidak percaya akan dampak negatif

salep tarjha. Penerimaan tradisi lama disebabkan kurangnya pengetahuan

agama maupun umum serta kuatnya adat Madura dalam mematuhi sesepuhnya.

Sedangkan penolakan akan tardisi lama disebabkan mengikuti berkembangnya

zaman dan ilmu pengetahuan.

C. Analisis Penulis

Skripsi yang diteliti oleh penulis yaitu perkawinan Salep Tarjha pada adat

Madura ditinjau dari hukum Islam. Penulis menekankan pada deskripsi dan

interpretasi perilaku budaya. Dalam mengumpulkan data menggunakan

pendekatan partisipasi terlibat, hidup bersama dengan kelompok yang diteliti

dalam waktu yang relatif lama.

Masyarakat Madura di satu sisi merupakan masyarakat yang agamis

dengan menjadikan Islam sebagai agama dan keyakinannya, Hal ini tercermin

dalam ungkapan “Abhantal syahadat, asapo’ iman, apajung Allah”12

, yang

menggambarkan bahwa orang Madura itu berjiwa Agama Islam.

12

Abhantal syahadat, asapo iman, apajung Allah adalah ungkapan dalam bahasa Madura yang

memiliki arti berbantalkan syahadat, berselimutkan iman, berpayungkan Allah. Ungkapan ini

menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang sudah mendarah daging dalam masyarakat

Page 73: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

63

Akan tetapi di sisi lain mereka juga masih mempertahankan adat dan

tradisi yang terkadang bertentangan dengan ketentuan syari’at Islam, karena

adat dan tradisi yang dipertahankan tersebut hanya berlandaskan pada mitos-

mitos13

yang tidak dapat dirasionalisasikan dan cenderung bertentangan dengan

aqidah Islamiyah, seperti larangan untuk melakukan perkawinan dengan model

Salep Tarjha ini salah satunya.

Istilah Salep Tarjha merupakan sebuah istilah yang diberikan oleh

sesepuh/nenek moyang masyarakat Madura bagi perkawinan silang antara 2

(dua) orang bersaudara (sataretanan) putra-putri. Contoh : Andi dan Andini

adalah dua orang bersaudara (kakak-adik) yang dinikahkan secara silang

dengan Rizka dan Rifki yang juga dua orang bersaudara (kakak-adik).

Dalam perkawinan Salep Tarjha ini, adanya mitos-mitos yang diyakini

oleh masyarakat terkait dengan perkawinan tersebut, pada dasarnya telah

memberikan pedoman dan petunjuk kepada masyarakat Madura untuk melarang

keluarganya melakukan perkawinan Salep Tarjha karena kekhawatiran atau

ketakutan mereka akan dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelanggaran

terhadap mitos-mitos yang telah diyakini secara turun temurun dari nenek

moyang mereka.

Oleh karena itu penulis mengambil kesimpulan penyebab sebagian

masyarakat Madura melarang terhadap perkawinan salep tarjha dilatar

13

Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada

sekelompok orang

Page 74: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

64

belakangi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Perkawinan Salep Tarjha ini diyakini dapat membawa bencana atau

musibah bagi pelaku maupun keluarganya, yakni berupa sulit/melarat

rezekinya, sakit-sakitan (ke’sakean), anak/keturunan pelaku perkawinan

tersebut lahir dengan kondisi tidak normal (cacat) dan lain sebagainya.

2. Perkawinan Salep Tarjha merupakan istilah yang diberikan oleh sesepuh

(kakek/nenek) yang mana dalam adat pergaulan Madura sangat

diwajibkan menghormati yang lebih tua dan sesepuhnya. Jika membantah

dikhawatirkan mendapat bala’.

3. Karena faktor kultur adat istiadat yang di warisi turun temurun oleh

leluhur/ nenek moyang mereka dari zaman dahulu sampai sekarang.

Dan penulis juga mengambil kesimpulan dari hasil penelitian dari tokoh

agama dan kitab-kitab mengenai perkawinan Salep Tarjha dalam pandangan

hukum Islam sebagai berikut:

1. Larangan perkawinan salep tajha penulis artikan dengan larangan

menikahi saudara ipar. Yang mana jika diqiyaskan kedalam hukum Islam

menjadi larangan perkawinan karena hubungan kekerabatan.

2. Sebagaimana dalam Al-Qur’an diatur mengenai larangan karena

hubungan kerabat terdapat dalam surat an-Nisa ayat 23. Dalam surat

tersebut tidak terdapat akan larangan menikahi saudara ipar.

Page 75: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

65

3. Kemudian kepercayaan sebagian masyarakat madura terhadap salep tarjha

itu bisa mendatangkan musibah hanyalah sebuah mitos yang tidak boleh

dipercayai apalagi diyakini sebab sudah cukup jelas bahwa yang

mengatur rizki dan sakit hanyalah Allah SWT yang tak satu orangpun

mengetahuinya apalagi bisa menentukan.

4. Dari tiga paparan di atas penulis memasukan hal-hal tersebut kedalam

kaidah kaidah hukum Islam. Yang mana perkawinan salep tarjha itu

dikategorikan pada Urf Fasid yaitu suatu adat yang bertentangan dengan

syara’ atau menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.14

5. Jadi perkawinan Salep Tarjha itu termasuk mengharamkan yang halal

yaitu perkawinan Salep Tarjha yang benar secara syariat Islam dan

ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia akan tetapi dilarang

berdasarkan ketentuan adat istiadat masyarakat madura.

6. perkawinan Salep Tarjha sarat akan kandungan mitos-mitos yang masih

bertahan dalam kehidupan sebagian masyarakat Madura yang terkenal

religius itu. Penerimaan terhadap tradisi lama biasanya berwujud dalam

tindakan partisipatif dalam mematuhi dan mempercayai berbagai aturan

adat. Sedangkan penolakan dalam tradisi lama biasanya berwujud dalam

percobaan melanggar untuk membuktikan bahwa kepercayaan tersebut

tidaklah benar adanya.

14

Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqh, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada,2002), cet.kedelapan, h. 131.

Page 76: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

66

Page 77: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan adalah jawaban masalah berdasarkan data yang diperoleh

dari masalah yang diteliti dan harus menampakkan konsistensi kaitan antara

rumusan masalah dan tujuan penelitian. Jadi penelitian mengenai perkawinan

Salep Tarjha pada masyarakat Madura ditinjau dari hukum Islam dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam adat masyarakat Pangarengan Madura dikenal dengan istilah Salep

Tarjha yang diberikan oleh sesepuh atau nenek moyang secara turun

temurun bagi perkawinan silang antara 2 (dua) orang bersaudara putra-

putri yang dinikahkan secara silang dengan putra putri yang juga dua

orang bersaudara. Masyarakat Madura memiliki keyakinan bahwa

perkawinan ini dapat mendatangkan musibah dan bencana bagi pelaku

maupun keluarganya.

2. Dalam hukum Islam perkawinan Salep Tarjha boleh-boleh saja

dilakukan, karena di dalam al-Qur’an dan al-Hadits maupun menurut

pandangan para ulama yang sudah terkodifikasi di dalam kitab-kitab fiqh

klasik (kitab kuning) tidak didapatkan satupun adanya larangan terhadap

model perkawinan Salep Tarjha tersebut. Oleh karenanya, siapapun yang

melakukan perkawinan model tersebut dibenarkan dan tidak dilarang.

Page 78: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

67

3. Adanya perbedaan pemahaman antara para kiai (keyae) dan sesepuh

masyarakat tentang kepercayaan terhadap mitos perkawinan Salep Tarjha

tersebut pada akhirnya berimplikasi pada terkotaknya masyarakat ke

dalam 2 (dua) golongan, yaitu yang melarang dan membolehkan

perkawinan Salep Tarjha

a. Saran-saran

1. Bagi para ulama/kiai (keyae)

Diharapkan kepada para ulama/kiai (keyae) untuk menanamkan

pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang aqidah Islamiyah

dengan cara melakukan pendekatan persuasif secara intens kepada

masyarakat, khususnya kepada sesepuh masyarakat.

2. Bagi sesepuh masyarakat

Bagi sesepuh masyarakat diharapkan untuk senantiasa melakukan dialog

dengan para ulama/kiai (keyae) dalam rangka mengkaji dan memahami

budaya perspektif agama Islam sehingga jelaslah mana budaya yang perlu

dilestarikan dan mana budaya yang harus ditinggalkan

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan untuk arif dan bijaksana dalam mengikuti tradisi

atau adat-istiadat yang diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang

(bengaseppo). Oleh karenanya perlu melakukan kajian budaya secara

lebih intensif dan mendalam sehingga dapat memahami mana budaya

yang harus diikuti dan mana budaya yang tidak harus diikuti.

Page 79: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

67

Page 80: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

68

DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rozaki, “Peran Kiyai”, artikel diakses pada 19 juni 2011 pada web

http://rukib.wordpress.com

Abid As-Sindi, Syekh Muhammad. Musnad Syafii Juz 2, cet.III. Penerjemah Bahrun

Abu Baker. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006.

Abidin, Zainal. Wawancara pribadi. Jakarta, 15 mei 2011

Abu Muhammad, Syekh Imam. Qurratul ‘Uyun Kitab Seks Islam. Penerjemah Fuad

Syaifudiin Nur. Jakarta: Bismika.

Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Timur. Buku Diambil Dari Rumah

Anjungan Jawa Timur Di Taman Mini Indonesia Indah.

Al-Farisi, Mohammad Zaka. When I Love You Menuju Sukses Hubungan Suami Istri.

Jakarta, Gema Insani, 2008.

Al-Ghazy, Syekh Muhammad Bin Qasim. Terjemah Fathul Qarib Jilid 2. Penerjemah

Achmad Sunarto. Surabaya: Alhidayah, 1992.

Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-’Arba‘ah juz 4, cet.1.

Beirut: Darul kutub al-Ilmiyah, 1988.

al-Kahlani, Sayid Imam Muhammad ibn Ismail. Subul al-Salam Juz 3. Mesir:

Darussalam.

Al Qurtubi, Imam Qadhi. Bidayatul Mujtahid Fi Nihayatul Muqtasid juz 2,

Semarang: Kuryata Futara.

al-Asqalani, Al-Hafidh Ibnu Hajar. Bulughul Maram, Terjemah A. Hassan. Bandung:

CV Penerbit Dipenogoro, 2002.

An-Nawawi. Shoheh muslim juz 3. Iskandaria: dar-al-riyan, 1989 m/1407.

Anonimous. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan, 1994.

Ash-shabbagh, Mahmud. Keluarga Bahagia Dalam Islam. Penerjemah Yudian

Wahyudi Asmin, Zaenal Muhtadin. Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq.

Page 81: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

69

Asmawi, Mohammad. Nikah dalam Perbincangan Dan Perbedaan. Yogyakarta,

Darussalam, 2004.

Bakri, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1993.

Bouvier, helene. “Seni Musik Dan Pertunjukan Dalam Masyarakat Madura”. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia 2002, perpustakaan nasional.

C.A. van Peursen, “Cultuur in Stroomversnelling - een geheel bewerkte uitgave van

Strategie Van De Cultuur”, diterjemahkan Dick Hartoko, Strategi

Kebudayaan, Cet. IV. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993.

Darajat, Zakiah dkk. Ilmu Fikih jilid 3. Jakarta: Depag RI, 1985.

Djukdjuk widhilaksana, MM. “hasil sensus penduduk 2010 Kabupaten data agregat

per kecamatan oleh badan pusat statistik Kabupaten Sampang” Artikel

diakses pada 19 juni 2011 dari web http://docs.google.com

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat. Bandung, PT Citra Aditiya

Bakti,1990.

Hub de Jonge. Madura Dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan, Ekonomi

Dan Islam. seri terjemahan KITLV-LIPI. Jakarta: PT Gramedia, 1989.

Idris Ramulyo, Muhammad. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: IND-HILL-

CO, 1990.

Irmawati, Lilik Rosida. “Media Budaya Madura Dalam Adat Pernikahan”, artikel

diakses pada 1 mei 2011 dari

http://budayamadura.blog.com/2011/01/07/adat-pernikahanmadura

Khallaf, Abdul Wahab. Kaidah-Kaidah hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqh, cet.VII.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002.

Kusuma , Hilman hadi. hukum perkawinan adat. Jakarta: PT Pradya Paramitha, 1987,

cet2.

Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1995.

Munawwir. Fi Al-Lughoti Wa Al-A’lami. Beirut: Dar el-Machreq Sarl, 2002.

Nazir, Mohamad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989

Page 82: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

70

Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tiggi Agama Iain Jakarta,

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag. Ilmu

Fiqih. Jakarta: CV Yulina, 1984.

Sabiq, sayyid. Fiqh Sunah. Beirut: Dar Al Kutub 1987, cet-8, jilid 3 Zamzami,

Subhan. “profil Madura”, artikel diakses pada 17 april 2011 dari

http://madurastudies.wordpress.com/

Saepullah, Asep. “Serial Fiqh Munakahat”. Diakses Pada Minggu 24-04-2011, Dari

www.Indonesianschool.org

Salim, Agus. teori dan pradigma penelitian social. Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogyakarta, 2001, cet 1.

Semangat Pesmaba UMM, “Letak Madura’, artikel diakses pada 17 april 2011 dari

http://eeyie.student.umm.ac.id/2010/08/18/letak-madura/

Slamet, Eddy Juwono. “Madura Masa Lalu Kini Dan Masa Yang Akan Datang”,

artikel diakses pada 18 april 2011, dari

http://www.scribd.com/doc/43036095/Madura-Masa-Lalu-Kini-Dan-

Masa-Yang Akan-Datang

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

1983.

Sopyan, Yayan. Metode penelitian. Jakarta, 2009 cet 1

Sufiz. kumpulan kisah teladan para sufi. artikel diakses pada 20-12-2010 dari web

www.sufiz.com

Surkalam, Lutfi. Kawin kontrak dalam hukum nasional kita. Tanggerang: CV

Pamulang, 2005.

Sururin, Masfufah dkk. Panduan Fasilitator &Pelatih Pendidikan Kesehatan

Reproduksi Bagi Calon Pengantin. Jakarta: Pucuk Pimpinan Fatayat

Nadhlatul Ulama, 2006.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat

Dan Undang-Undang Perkawinan, cet.II. Jakarta: Prenada Media, 2007.

Tihami dan Sahrani, Sohari. Fiqh Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Page 83: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

71

Uwaidah, Syaikh kamil muhammad. Fiqih Wanita Edisi Lengkap, cet.1. Alih Bahasa,

Abdul Ghoffar. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1996.

weblog, Myhidayah. “perkawinan salep tarjha”. artikel diakses pada 24-12-2010 dari

web myhidayah wordpress.com.

Wignjodipuro, Surojo. Pengantar dan asas-asas hukum adat. Jakarta: PT Gunung

Agung, 1982, cet4.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Bahasa Madura”, artikel diakses pada 19 april 2011

dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Madura.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Pulau Madura”, artikel diakses pada 17 april 2011

dari http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Madura

Wikipidea Ensiklopedia Bebas, “Kabupaten Sampang” artikel diakses 19 juni

2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten Sampang

Wiyata, Latif. “modal rekonsiliasi orang madura”artikel diakses pada 18 april 2011

dari http://kabarmadura07.blogspot.com/2008/07/modal-rekonsiliasi-

orang-madura.html

Zuhaili, Wahbah. al-Fiqhu al-Islamy Wa Adillatuhu JUZ 7, cet.III. Damaskus: Darul

Fikr, 1409M/1989H

.

.

Page 84: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

72

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Wawancara Dengan Sesepuh

Nama : Endu’ / Ibu Sunarmi

Jabatan : Sesepuh perempuan Madura

Tanggal : 12 Mei 2011

Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan perkawinan Salep Tarjha?

Jawaban : Yang dimaksud dengan Salep Tarjha itu bing, apabila ada seorang

laki-laki dan perempuan bersaudara/kakak adik yang menikah

dengan seorang laki-laki dan perempuan yang juga bersaudara. Jadi,

laki-laki dan perempuan tersebut menjadi menantu satu orang.

Pertanyaan : Mengapa perkawinan Salep Tarjha dilarang?

Jawaban : perkawinan Salep Tarjha itu menurut orang-orang dulu, “jelek”

sebab biasanya berakibat negatif terhadap harta bendanya (hartanya

cepat habis dll), kadangkala salah satu dari kedua pasangan yang

melakukan perkawinan Salep Tarjha itu cepat meninggal dunia. Oleh

karena itulah, perkawinan Salep Tarjha sampai masa sekarang tetap

tidak diperbolehkan/dilarang karena dikhawatirkan akan tertimpa

musibah tersebut.).

Pertanyaan : Apa saja factor yang melarang perkawinan Salep Tarjha

Jawaban : tidak tahu kepastiannya karena ini cuma kata orang-orang dulu. Tapi,

menurutnya apa yang dikatakan orang dulu itu benar.

Page 85: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

73

2. Wawancara Dengan Ulama

Nama : KH.Zainal Abidin

Jabatan : Ulama Besar Madura

Tanggal : 15 Mei 2011

Pertanyaan : Apa yang dimaksud dengan perkawinan Salep Tarjha

Jawaban : istilah Salep Tarjha itu hanyalah perkataan nenek moyang yang tidak

boleh di percayai.

Pertanyaan : Apa hukum perkawinan salep tarjha menurut hukum Islam?

Jawaban : perkawinan Salep Tarjha hukumnya menurut agama Islam itu boleh

dilakukan karena tidak bertentangan dengan perkawinan yang

dilarang dalam hukum Islam. Dan musibah yang akan terjadi jika

melakukan salep tarjha tidak boleh dipercayai. Karena jodoh, rizki,

sehat dan mati sudah ditentukan oleh allah.

Pertanyaan : Bagaimana mitos perkawinan Salep Tarjha menurut anda

Jawaban : para ulama, para alim, para kiai (keyae) di Madura banyak yang

melakukan perkawinan Salep Tarjha ini dalam rangka memberikan

contoh dan membuktikan kepada masyarakat bahwa mitos itu tidak

boleh dipercayai, sebab apabila percaya terhadap mitos-mitos seperti

mitos Salep Tarjha tersebut, rezekinya melarat/sulit, cepat meninggal

dunia dan lain sebagainya, maka hal ini bisa merusak terhadap

aqidah.

Page 86: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

74

3. Wawancara Dengan Pelaku Salep Tarjha

Nama : Hasan

Jabatan : Pedagang (pelaku Perkawinan Salep Tarjha)

Tanggal : 6 Mei 2011

Pertanyaan : Apa alasan anda melakukan perkawinan Salep Tarjha?

Jawaban : karena saya mencintai isteri saya dan isteri saya mencintai saya dan

mau menerima apa adanya. Saya tidak percaya sama sekali dengan

perkawinan Salep Tarjha. Itu kan hanya perkataan-perkataan orang

dulu, setahu saya ketika belajar di madrasah dulu kata guru saya

perkawinan Salep Tarjha itu boleh dan mitos-mitos seputar Salep

Tarjha tidak boleh dipercayai.

Pertanyaan : Apa dampak perkawinan Salep Tarjha setelah anda menikah?

Jawaban : Walau saya dan adik saya kata orang-orang (masyarakat) termasuk

Salep Tarjha karena adik saya dinikahi kakaknya istri saya, kok tidak

ada apa-apa/tidak ada masalah, semua hal di dunia ini tergantung

menurut ketentuan tuhan).

Jakarta, 06 Mei 2011

Hasan

Page 87: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NE,GEITT (UIN)S YARJF' HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN IIUKUMJrn. rr. H. Juanda No. e5 ciputat Jakarta 154i2, rndonesia il?lt;.1P"t;,,i),ll1rtlf3l:,Jr3],"1:i iil,ffrfrJl"t6?lf;Al "."

Lampiran : -

Perihal : Mohon Kesediaan MeniadiPqmbimbinq SIripsi

Kepada Yang Terhormat,Drs.H.A.Basiq Djalil, SH, MA(Dosen Fakultas syariah dan Hukum urN syarif Hidayatullah, Jakarta)Di-

JAKARTA

Assalamu' alaikum Wr. Wb.

Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakartamengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa :Nama : Siti Rochmah

NIMProdi/KonsentrasiJudul Skripsi

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut :'1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan danpenyempurnaan.

2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya llmiah di UIN SyarifHidayatullah Jakarta"

Demikian atas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih

Wassalamu'alaikum W. W.

:108044100060: Ahwal al Syakhshiyah/peradilan Agama', Perkawinan Sa/ep Tarjha pada Masyarakat Maduraditinjau d ari Hukum I siam

'An. DekanKetua Prodi

( r..

Fakultas Syariah dan HukumAhw.4l Syakhshiyah

NIP=195003 0 6 i97 603 7001. '. ' :.. ,:./

: ..1 ,..,.-r, ;..: '. . .:t-''"

';:]..;.- .'1:-i;1/Tembusa n :

1. Kasubag Akademik2. Sekretaris Program3. Arsip

&kemahasiswaan Fakultas Syariah dan HukumStudi Ahwal al Syakhshiyah

Basio D MA

Page 88: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

KEIVIENTERIAN AGA1\4AL]NIVERSITAS ISLAM NEGERI (LIIN)SYARTF TTTDAyATTJLLArI JAKAirra-

FAKIJLTAS SYARIAII DAN ITf]KU1VIJln- lr. H. Juanda No. 95 Ciprrtat Jakarta 15412 lndonesia Tetp. (62-21 ) 7 47 1 1 537 . 7 4O1 925 F ax t6z-21 ) 7 4g1 A21

WebsrLe : www. uin jkt.ac.id b.- mail : [email protected]

NorrrorLarnpiranFIal

Un.O1 / Fa / KM.00.02l 36 9F-t / 2011

Perrnohon an D at a / Wawancara

Kepada YthBpk. KH. Zainal AbidinDi-

Ternpat

A s s slnrru' nlailonn IN r.VW.

rrrenerarrgkan bahr,rra :

NarnaNorrror PokokTempat/Tanggal LahirSerrrester'Ju rusan/ Korrserr I r.rsiAlair-rat

Telp /I{p

Ternbusan:1.Ytir. L)ekan Fakultas syariah clar-r Hukurrr uIN Jaktrrtrr.2.Arsip.

Jakarta, Jurri 2071

Pimpinan Fakultas Svariah cian Hukurn UIN Syarif Hiclayatullal-r Jakarta

Siti Rochmah108044100060|akarta, 28 Februart 7989VIII (Delapan)SAS / PAJl.Kayu Tinggi Cempaka Ir-Ldah Rt.03/09 No.og Cakur-rg fak.rrraTirnur081807215005

adalai-r benar neahasiswa Fakultas Svariah clarr Hukurr-r UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang sedang rnenvelesaikan skripsi dengan Topik/ Judul :

" Perlcawinan Salep'farjhcr Pada Masqarakat Madura Ditinjau Dari Hulcum Islcrm,,

untuk rnelengkapi bahan/data yangberkaitan clengarn penulisan/perrrbahasan topik /iudul di atas, dirnohon kiranya Bapak/ Ibu/ Saucl ara/'i clapat rnerrbantu/ ,r-,er-re.ir-n.-1yang bersangkutan untuk berwawancara.

Atas kesecliaan Bapak/ Ibu / Sauclara / i, karni ucapkan banyak terima kasih.

WnssnLant tt' nhiku rrL Wr.Wb.

A.n DEKAN,Pernban id. Akaclernik

"1: ,. "' r:,.1 :. l,r r

M.A. t5

Page 89: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

77

Dokumentasi Penelitian

01

Wawancara Dengan saudara Hasan

02

Rumah Tanean Lajang rumah adat Madura

Page 90: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

78

03 04

Musik tradisional Daoll Combo Karapan Sapi Madura di Kecamatan

Pangarengan

05

Memasuki Kabupaten Sampang

06 07

Page 91: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

79

Tugu Monumen Sampang Tempat Bersejarah Sampang

08

Batik Madura

09

Gladak’ (tambak garam) di Pangarengan, Sampang Madura

10

Page 92: PERKAWINAN SALEP TARJHA PADA MASYARAKAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4525/1/SITI... · Terlepas dari permasalahan apakah perundang-undangan atau aturan adat

80