peringatan qurban.docx

17
BAB I PENDAHULUAN Peringatan Hari raya kurban benar-benar menyimpan sejuta makna yang sangat berharga bagi kita dan kaum Muslimin di mana pun berada yang takkan pernah hilang dimakan rentang waktu. Berkurban tidaklah semata-mata hanya persoalan menyembelih hewan pada waktu Idul Qurban. Tetapi, lebih jauh dari hal itu yaitu menunaikan dan mewujudkan misi tauhid dan keikhlasan semata untuk Allah saja. Namun demikian tak bisa dipungkiri bahwa kini banyak sekali umat Islam yang berqurban hanya dimotivasi oleh pahala yang dijanjikan semata dan meninggalkan makna sesungguhnya yaitu makna solidaritas dan jiwa sosial. Banyak hadis nabi yang ditemukan tentang ganjaran yang diberikan kepada orang yang berqurban. Di antaranya menurut hadits Riwayat Ahmad, pernah suatu ketika para sahabat bertanya tentang qurban kepada Rasulullah saw, beliau menjawab qurban adalah sunnah Bapakmu, Ibrahim. Mereka bertanya lagi, apa hikmahnya, dan beliau menjawab, setiap rambutnya akan mendatangkan satu kebaikan. Mereka bertanya, bahwa apabila binatang itu berbulu, Beliau menjawab pada setiap rambut dari bulunya akan mendatangkan kebaikan. 1

description

999999999999999999999999999999999999999999999999999999999jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj

Transcript of peringatan qurban.docx

Page 1: peringatan qurban.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Peringatan Hari raya kurban benar-benar menyimpan sejuta makna yang

sangat berharga bagi kita dan kaum Muslimin di mana pun berada yang takkan

pernah hilang dimakan rentang waktu. Berkurban tidaklah semata-mata hanya

persoalan menyembelih hewan pada waktu Idul Qurban. Tetapi, lebih jauh dari hal

itu yaitu menunaikan dan mewujudkan misi tauhid dan keikhlasan semata untuk

Allah saja. Namun demikian tak bisa dipungkiri bahwa kini banyak sekali umat

Islam yang berqurban hanya dimotivasi oleh pahala yang dijanjikan semata dan

meninggalkan makna sesungguhnya yaitu makna solidaritas dan jiwa sosial.

Banyak hadis nabi yang ditemukan tentang ganjaran yang diberikan

kepada orang yang berqurban. Di antaranya menurut hadits Riwayat Ahmad,

pernah suatu ketika para sahabat bertanya tentang qurban kepada Rasulullah saw,

beliau menjawab qurban adalah sunnah Bapakmu, Ibrahim. Mereka bertanya lagi,

apa hikmahnya, dan beliau menjawab, setiap rambutnya akan mendatangkan satu

kebaikan. Mereka bertanya, bahwa apabila binatang itu berbulu, Beliau menjawab

pada setiap rambut dari bulunya akan mendatangkan kebaikan.

Jika ibadah qurban hanya didasari oleh keinginan untuk memperoleh

pahala saja, maka tak pelak ibadah qurban ini hanya akan berdampak kepada

kepuasan psikologis seseorang secara individual. Sementara pengaruhnya

terhadap kehidupan sosial hanya sebatas ritual memberikan daging di hari itu saja.

Oleh karena itu pemahaman akan hakikat sesungguhnya akan ibadah qurban perlu

diluruskan. Pahala yang dijanjikan memang perlu diketahui dan menjadi motivasi

bagi umat untuk melaksanakan perintah tersebut. Akan tetapi hakikat ibadah

qurban jauh lebih penting untuk dipahami.

Dalam Islam ibadah kurban mengandung dua dimensi. Pertama adalah

dimensi spiritual transendental sebagai konskuensi dari kepatuhan kepada Allah.

Sehingga, melakukan kurban (dalam arti yang lebih luas) semestinya tidak hanya

pada saat Idul Adha. Melainkan di setiap saat kita harus dapat mengurbankan apa

yang kita milikisebagai upaya taqarrub kita kepada Allah. Sifat demikian secara

1

Page 2: peringatan qurban.docx

konkrit mempunyai dampak positif horizontal yakni terpenuhinya kesejahteraan

sosial. Dimensi kedua adalah dimensisosial humanis yang nampak dalam pola

pendistribusian hewan kurban yang secara khusus diperuntukkan bagi mereka

yang berhak (mustahiq). Namun, demensi ini akan bernilai manakala disertai

dengan refleksi ketakwaan kepada Allah. Artinya melalui melakukan kurban

dalam bingkai niat karena Allah mampu mengaplikasikan solidaritas sosial.

Dalam hal inilah terdapat hubungan pengaruh qurban terhadap aspek kesehatan

jiwa Islami yang akan dibahas dalam makalah ini.

2

Page 3: peringatan qurban.docx

BAB II

PERINGATAN QURBAN DARI ASPEK KESEHATAN JIWA ISLAMI

2.1 Pengertian dan Makna Qurban

Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya

pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak

sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam

sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu

kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang

disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak

yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban)

kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).

Kurban dalam bahasa Arab sendiri disebut dengan qurbah yang berarti

mendekatkan diri kepada Allah. Dalam ritual Idul Adha itu terdapat apa yang

biasa disebut udlhiyah (penyembelihan hewan kurban). Pada hari itu kita

menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau, guna memenuhi

panggilan Tuhan.

Idul Adha juga merupakan refleksi atas catatan sejarah perjalanan

kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang perjuangan monoteistik dan

humanistik yang ditorehkan Nabi Ibrahim. Idul Adha bermakna keteladanan

Ibrahim yang mampu mentransformasi pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan

kemanusiaan ”berkurban”.

Dalam konteks ini, mimpi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Ismail,

merupakan sebuah ujian Tuhan, sekaligus perjuangan maha berat seorang Nabi

yang diperintah oleh Tuhannya melalui malaikat Jibril untuk mengurbankan

anaknya. Peristiwa itu harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang

menunjukkan ketakwaan, keikhlasan, dan kepasrahan seorang Ibrahim pada titah

sang pencipta.

Bagi Ali Syari’ati (1997), ritual kurban bukan cuma bermakna bagaimana

manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya, akan tetapi juga mendekatkan diri

kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Sementara bagi

Jalaluddin Rakhmat (1995), ibadah kurban mencerminkan dengan tegas pesan

3

Page 4: peringatan qurban.docx

solidaritas sosial Islam, mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang

kekurangan.

Berqurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak

manusia ada. Ketika putra-putra nabi Adam AS diperintahkan berqurban. Maka

Allah SWT menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak

qurban yang buruk. Allah SWT berfirman:

�ا ب ذ� ق�ر� �ح�ق� إ ال �ي� ء�اد�م� ب �ن اب� �أ �ب �هم� ن �ي �ل� ع�ل و�ات

ل� من� �ق�ب$$� �ت �م� ي دهم�ا و�ل �ح$$� ل� من� أ �ق�ب$$� ا ف�ت �ان$$. ب ق�ر�

ه� من� ل� الل$$� �ق�ب$$� �ت �م�ا ي ن �ك� ق�ال� إ �ن �ل �ق�ت اآلخ�ر ق�ال� أل

�قين� �م�ت ال

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).

Qurban lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga

Ibrahim AS, saat beliau diperintahkan Allah SWT untuk mengurbankan anaknya,

Ismail AS. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102: “Maka tatkala anak itu

sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:

“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku

menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai

bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan

mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban ditetapkan

oleh Rasulullah SAW sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada

Allah SWT sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan.

4

Page 5: peringatan qurban.docx

2.2 Qurban Ditinjau dari Aspek Kesehatan Jiwa Islami

Dengan berkurban, kita akan mendekatkan diri kepada mereka yang fakir.

Bila kita memiliki kenikmatan, kita wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang

lain. Ibadah kurban mengajak mereka yang mustadh’afiin (lemah) untuk

merasakan kenyang seperti kita.

Atas dasar spirit tersebut, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki

tiga makna penting sekaligus.

Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban

adalah simbol penyerahan diri manusia secara utuh kepada sang pencipta,

sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat dikasihi seperti

pada kisah Nabi Ibrahim as. Hal ini akan menumbuhkan kesehatan jiwa spiritual

yang menjunjung tinggi ketaqwaan kepada Allah sang Pencipta, dan

menumbuhkan rasa tenang untuk beribahda kepada-Nya.

Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin

mendekati orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki, akan tetapi tidak

menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik

umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban

adalah media ritual, selain zakat, infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk

mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu. Kesehatan jiwa Islami dalam hal

ini juga akan terpenuhi, yaitu hablun minannaas atau hubungan horizontal

terhadap sesama manusia. Manusia akan dianggap memiliki jiwa yang sehat jika

ia sehat secara sosial, yang dalam bidang kesehatan jiwa perilaku dissosial adalah

perilaku jiwa yang menyimpang. Maka dalam hal ini qurban sangat mendukung

aktivitas dan perasaan sosial seorang muslim.

Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat

tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius,

suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum dan norma-

norma sosial menuju hidup yang hakiki. Dalam hal ini juga akan dilatihnya

kesehatan jiwa Islami yang saling menyayangi, tidak sombong, tidak suka

menindas serta melakukan hal yang bisa merugikan diri sendiri dan orang lain.

Dalam kesehatan jiwa juga membahas tentang sifat perilaku seseorang yang

5

Page 6: peringatan qurban.docx

sering tidak suka akan kesenangan orang lain dan suka berperilaku sombong dan

melukai orang lain. Dengan adanya qurban, maka hal tersebut akan dihilangkan

dan menumbuhkan sifat seseorang yang peduli pada sesama manusia.

Bagi Syari’ati, kisah penyembelihan Ismail, pada hakikatnya adalah

refleksi dari kelemahkan iman, yang menghalangi kebajikan, yang membuat

manusia menjadi egois sehingga manusia tuli terhadap panggilan Tuhan dan

perintah kebenaran. Ismail adalah simbolisasi dari kelemahan manusia sebagai

makhluk yang daif, gila hormat, haus pangkat, lapar kedudukan, dan nafsu

berkuasa. Semua sifat daif itu harus disembelih atau dikorbankan.

Pengorbanan nyawa manusia dan harkat kemanusiaannya jelas tidak

dibenarkan dalam ajaran Islam dan agama mana pun. Untuk itu, Ibrahim tampil

menegakkan martabat kemanusiaan sebagai dasar bagi agama tauhid, yang

kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad dalam ajaran Islam. Ali Syari’ati

mengatakan Tuhan Ibrahim itu bukan Tuhan yang haus darah manusia, berbeda

dengan tradisi masyarakat Arab saat itu, yang siap mengorbankan manusia

sebagai “sesaji” para dewa.

Ritual kurban dalam Islam dapat dibaca sebagai pesan untuk memutus

tradisi membunuh manusia demi “sesaji” Tuhan. Manusia, apa pun dalihnya, tidak

dibenarkan dibunuh atau dikorbankan sekalipun dengan klaim kepentingan

Tuhan. Lebih dari itu, pesan Iduladha (Kurban) juga ingin menegaskan dua hal

penting yang terkandung dalam dimensi hidup manusia (hablun minannas).

Pertama, semangat ketauhidan, keesaan Tuhan yang tidak lagi

mendiskriminasi ras, suku atau keyakinan manusia satu dengan manusia lainnya.

Di dalam nilai ketauhidan itu, terkandung pesan pembebasan manusia dari

penindasan manusia lainnya atas nama apa pun. Kedua, Idul Adha juga dapat

diletakkan dalam konteks penegakan nilai-nilai kemanusiaan, seperti sikap adil,

toleran, dan saling mengasihi tanpa dilatarbelakangi kepentingan-kepentingan di

luar pesan profetis agama itu sendiri.

Masalahnya, spirit kemanusiaan yang seharusnya menjadi tujuan utama

Islam, dalam banyak kasus tereduksi oleh ritualisme ibadah-mahdah. Seakan-akan

agama hanya media bagi individu untuk berkomunikasi dengan Tuhannya, yang

lepas dari kewajiban sosial-kemanusiaan. Keberagamaan yang terlalu teosentris

6

Page 7: peringatan qurban.docx

dan sangat personal itu, pada akhirnya terbukti melahirkan berbagai problem

sosial dan patologi kemanusiaan.

Alquran menganjurkan kita agar mengikuti agama Ibrahim yang hanif,

lurus dan tidak menyimpang. Selain hanif, agama Ibrahim juga agama yang

samaahah, yang toleran terhadap manusia lain. Pesan kurban harus mampu

menjawab persoalan nyata yang dihadapi umat, seperti perwujudan kesejahteraan,

keadilan, persaudaraan, dan toleransi. Sulit membayangkan jika banyak umat

yang saleh secara ritual, khusyuk dalam berdoa, dan rajin berkurban, tetapi justru

paling tak peduli pada tampilnya kemungkaran.

Sekaranglah saatnya kita mewujudkan penegakan solidaritas dan keadilan

sosial sebagaimana diajarkan Nabi Ibrahim, dan membumikan ajaran Ismail

sebagai simbol penegakan nilai-nilai ketuhanan di tengah-tengah kehidupan umat

manusia yang kian individual, pragmatis, dan menghamba pada materi. Karena,

seperti kata Rabindranath Tagore (1985), Tuhanmu ada di jalan di mana orang

menumbuk batu dan menanami kebunnya, bukan di kuil yang penuh asap dupa

dan gumaman doa para pengiring yang sibuk menghitung lingkaran tasbih.

2.3 Qurban sebagai Pembangun Jiwa Sosial

Peringatan qurban benar-benar menyimpan sejuta makna yang sangat

berharga bagi kita dan kaum Muslimin di mana pun berada yang takkan pernah

hilang dimakan rentang waktu. Berkurban tidaklah semata-mata hanya persoalan

menyembelih hewan pada waktu Idul Qurban. Tetapi, lebih jauh dari hal itu yaitu

menunaikan dan mewujudkan misi tauhid dan keikhlasan semata untuk Allah saja.

Namun demikian tak bisa dipungkiri bahwa kini banyak sekali umat Islam yang

berqurban hanya dimotivasi oleh pahala yang dijanjikan semata dan meninggalkan

makna sesungguhnya yaitu makna solidaritas dan jiwa sosial.

Jika ibadah qurban hanya didasari oleh keinginan untuk memperoleh

pahala an sich, maka tak pelak ibadah qurban ini hanya akan berdampak kepada

kepuasan psikologis seseorang secara individual. Sementara pengaruhnya

terhadap kehidupan sosial hanya sebatas ritual memberikan daging di hari itu saja.

Oleh karena itu pemahaman akan hakikat sesungguhnya akan ibadah qurban perlu

diluruskan. Pahala yang dijanjikan memang perlu diketahui dan menjadi motivasi

7

Page 8: peringatan qurban.docx

bagi umat untuk melaksanakan perintah tersebut. Akan tetapi hakikat ibadah

qurban jauh lebih penting untuk dipahami.

Dalam Islam ibadah kurban mengandung dua dimensi. Pertama adalah

dimensi spiritual transendental sebagai konskuensi dari kepatuhan kepada Allah.

Sehingga, melakukan kurban (dalam arti yang lebih luas) semestinya tidak hanya

pada saat Idul Adha. Melainkan disetiap saat kita harus dapat mengurbankan apa

yang kita milikisebagai upaya taqarrub kita kepada Allah. Sifat demikian secara

konkrit mempunyai dampak positif horizontal yakni terpenuhinya kesejahteraan

sosial.

Dimensi kedua adalah dimensi sosial humanis yang nampak dalam pola

pendistribusian hewan kurban yang secara khusus diperuntukkan bagi mereka

yang berhak (mustahiq). Namun, demensi ini akan bernilai manakala disertai

dengan refleksi ketakwaan kepada Allah. Artinya melalui melakukan kurban

dalam bingkai niat karena Allah mampu mengaplikasikan solidaritas sosial.

Ini berarti pendistribusian daging kepada yang berhak yakni fakir miskin

mengandung makna dan nilai upaya pengentasan mereka ke dalam taraf hidup

yang lebih baik, dan wujud kongkrit kepedulian kepada para fakir miskin sebagai

solidaritas sosial. Oleh karena itu pemaknaan ibadah kurban kiranya menjadi

sangat perlu dikontekstualisasikan dalam rangka mencapai tujuan pensyariatan

Islam (maqashidus syari'ah) yakni tercapainya kemaslahatan dunia akhirat. Dalam

kaitan ini kontekstualisasi ibadah kurban dipandang sangat perlu. Agar tidak

menjadi out of date disamping upaya pencapaian tujuan adanya syariat Islam

yakni kemaslahatan dunia akhirat.

Dalam kajian fiqh hukum berkurban adalah sunnah tidak wajib. Imam

Malik, Asy Syafi'i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm,

dan lainnya berkata, "qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu

(kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim),

dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji" (Matdawam, 1984).

Sedangkan ukuran "mampu" berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran

kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah

terpenuhinya kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) --yaitu sandang, pangan, dan

papan, dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim

8

Page 9: peringatan qurban.docx

bagiseseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah

qurban (AlJabari, 1994).

Di antara dasar-dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :

"maka dirikanlah (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah" (TQS Al

Kautsar: 2). "Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang

qurban itu bagi kamu adalah sunnah" (HR. At Tirmidzi).

Sementara itu, bagi orang-orang yang sebenarnya mampu berqurban tapi

tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW: "barangsiapa yang

mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia

menghampiri tempat shalat kami" (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari

Abu Hurairah RA Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus

Salam IV/91).

Sementara itu perihal hewan yang dikurbankan biasanya berupa seekor

kambing yang berlaku untuk satu orang. Tak ada qurban patungan (berserikat)

untuk satu ekor kambing Sedangkan untuk seekor unta atau sapi boleh patungan

untuk tujuh orang (HR Muslim).

Lebih utama, satu orang berqurban satu ekor unta atau sapi. Namun

demikian bila terdapat keinginan untuk berkurban dengan konsep berjama’ah

semisal murid-murid sebuah sekolah, atau para anggota sebuah jamaah pengajian

yang mengumpulkan iuran uang untuk dibelikan kambing maka hukumnya boleh-

boleh saja.

Namun, belum dapat dikategorikan qurban, tapi hanya dimasukkan dalam

kategori latihan qurban. Sembelihannya sah jika memenuhisyarat-syarat

penyembelihan. Namun, tidak mendapat pahala Qurban tetapi mendapat pahala

sedekah saja. Melihat betapa besarnya nilai besar yang terkandung di balik makna

Qurban maka seharusnyalah kita dapat mendorong seluruh ummat yang mampu

untuk melaksanakan perintah Allah SWT ini. Sementara itu bagi yang belum

mampu maka dibutuhkan upaya membiasakan diri dengan melakukan kurban

secara berjamaah. Semua itu dilakukan demi mendidik kita agar memiliki jiwa-

jiwa pengorbanan untuk kemaslahatan sosial masyarakat luas.

9

Page 10: peringatan qurban.docx

BAB III

PENUTUP

Qurban adalah binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan

niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu

(Syarh Minhaj).

Berkurban tidaklah semata-mata hanya persoalan menyembelih hewan

pada waktu Idul Qurban. Tetapi, lebih jauh dari hal itu yaitu menunaikan dan

mewujudkan misi tauhid dan keikhlasan semata untuk Allah saja. Namun

demikian tak bisa dipungkiri bahwa kini banyak sekali umat Islam yang

berqurban hanya dimotivasi oleh pahala yang dijanjikan semata dan meninggalkan

makna sesungguhnya yaitu makna solidaritas dan jiwa sosial.

Atas dasar spirit tersebut, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki

tiga makna penting sekaligus. Pertama adalah makna ketakwaan manusia atas

perintah sang Khalik, kedua adalah makna sosial dan ketiga adalah makna bahwa

apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang

ada dalam diri manusia.

10

Page 11: peringatan qurban.docx

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1990. Hukum Qurban, ‘Aqiqah, dan Sembelihan. Cetakan Pertama.

Bandung : Sinar Baru.

Ad-Dimasyqi, Muhammad bin Abdurrahman Asy-Syafi’i. 1993. Rohmatul

Ummah (Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafil A`immah). Terjemahan oleh Sarmin

Syukur dan Luluk Rodliyah. Cetakan Pertama. Surabaya : Al Ikhlas.

Al-Jabari, Abdul Muta’al. 1994. Cara Berkurban (Al Udh-hiyah Ahkamuha wa

Falsafatuha At Tarbawiyah). Terjemahan oleh Ainul Haris. Cetakan Pertama.

Jakarta: Gema Insani Press.

Lestari, N. 2010. Menyelami Makna Qurban Dan Hakekat Islam. Artikel.

Matdawam, M. Noor. 1984. Pelaksanaan Qurban dalam Hukum Islam. Cetakan

Pertama. Yogyakarta: Yayasan Bina Karier.

PDM Bontang. 2009. Qurban dan Jiwa-jiwa Sosial. Artikel Penyejuk Iman.

Bontang: Muhammaddiyah Bontang.

Rasjid, H.Sulaiman. 1990. Fiqh Islam. Cetakan Keduapuluhtiga. Bandung: Sinar

Baru.

Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah). Jilid 13. Cetakan Kedelapan.

Terjemahan oleh Kamaluddin A. Marzuki. Bandung: Al Ma’arif.

Shalahuddin, H. 2012. Konsep Kurban dalam Islam. Diakses dari

http://hidayatullah.com/read/25470/18/10/2012/konsep-kurban-dalam-

islam.html.

11