Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan...

32
14 1. Pendahuluan Awalnya konsumen membeli barang hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari hari saja. Hal ini berkembang seiring dengan perkembangan jaman membeli menjadi suatu kegemaran tersendiri. Perilaku membeli didasarkan pada kesenangan individu. Perilaku membeli yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup ini sering dikenal sebagai perilaku boros atau perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif menurut Sumartono (2002) adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi. Konsumen biasanya membeli barang karena barang tersebut bermerek, itu semua disebabkan konsumen ingin menaikkan status dilingkungan sekitar. Tanpa melihat manfaat dari barang yang dimilikinya. Sedangkan menurut Engel dan Miniard (1994), perilaku konsumtif dikaitkan dengan gaya hidup seseorang, tidak hanya dilihat dari sisi materialnya saja. Jadi misalkan seseorang menghabiskan banyak waktu dan uang untuk hal hal yang tidak berguna, maka orang tersebut dapat dimasukkan ke dalam katergori berperilaku konsumtif. Menurut Mangkunegara (dalam Yustisisari, 2009) mengatakan bahwa bagi produsen usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, hal ini dikarenakan pada usia remaja pola konsumsi terbentuk. Pada usia remaja kebanyakan ingin penempilannya menarik dibandingkan dengan yang lain. Menurut Wiguna (2008) mengatakan bahwa mengatur arus uang sebenarnya merupakan hal yang paling penting. Seseorang sulit dalam melakukan pengaturan keuangan dengan baik dan benar pada kehidupannya. Hal ini terjadi pada mahasiswa, mahasiswa merupakan masa peralihan antara remaja menjadi dewasa. Mahasiswa biasanya ingin diakui keberadaanya, tidak jarang mahasiswa membeli barang dilihat dari mereknya bukan dari manfaat yang nantinya akan dia

Transcript of Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan...

Page 1: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

14

1. Pendahuluan

Awalnya konsumen membeli barang hanya untuk mencukupi kebutuhan

sehari – hari saja. Hal ini berkembang seiring dengan perkembangan jaman

membeli menjadi suatu kegemaran tersendiri. Perilaku membeli didasarkan pada

kesenangan individu. Perilaku membeli yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup

ini sering dikenal sebagai perilaku boros atau perilaku konsumtif.

Perilaku konsumtif menurut Sumartono (2002) adalah perilaku yang

tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya

keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi. Konsumen biasanya

membeli barang karena barang tersebut bermerek, itu semua disebabkan konsumen

ingin menaikkan status dilingkungan sekitar. Tanpa melihat manfaat dari barang

yang dimilikinya. Sedangkan menurut Engel dan Miniard (1994), perilaku

konsumtif dikaitkan dengan gaya hidup seseorang, tidak hanya dilihat dari sisi

materialnya saja. Jadi misalkan seseorang menghabiskan banyak waktu dan uang

untuk hal – hal yang tidak berguna, maka orang tersebut dapat dimasukkan ke

dalam katergori berperilaku konsumtif. Menurut Mangkunegara (dalam Yustisisari,

2009) mengatakan bahwa bagi produsen usia remaja adalah salah satu pasar yang

potensial, hal ini dikarenakan pada usia remaja pola konsumsi terbentuk. Pada usia

remaja kebanyakan ingin penempilannya menarik dibandingkan dengan yang lain.

Menurut Wiguna (2008) mengatakan bahwa mengatur arus uang

sebenarnya merupakan hal yang paling penting. Seseorang sulit dalam melakukan

pengaturan keuangan dengan baik dan benar pada kehidupannya. Hal ini terjadi

pada mahasiswa, mahasiswa merupakan masa peralihan antara remaja menjadi

dewasa. Mahasiswa biasanya ingin diakui keberadaanya, tidak jarang mahasiswa

membeli barang dilihat dari mereknya bukan dari manfaat yang nantinya akan dia

Page 2: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

15

nikmati. Mahasiswa lebih rela mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan

barang yang mampu menaikkan kedudukannya atau keberadaanya yang ingin

diakui. Dengan adanya perilaku konsumtif ini sering kali mahasiswa membeli

barang yang sedang trend, mengikuti gaya berpakaian artis idolanya, dan lain

sebagainya. Pada kenyataannya perilaku konsumtif ini membawa dampak negatif,

diantaranya: uang saku yang diberikan oleh orang tua selalu habis dengan cepat,

menyulitkan orang tua, budaya konsumtif ini akan terbiasa seumur hidup, perilaku

konsumtif akan membuat remaja berpikiran bahwa kesenangan dan kebahagiaan

hanya diperoleh melalui materi saja. Menurut Kholilah (dalam Suyasa dan

Fransisca, 2005) secara psikologis perilaku konsumtif menyebabkan seseorang

mengalami kecemasan dan rasa tidak aman. Kecemasan seseorang dapat terjadi jika

seseorang menginginkan barang tapi tidak didukung oleh finansial dia, sehingga

timbul rasa cemas karena keinginannya tidak terpenuhi.

Faktor demografi dapat mempengaruhi seseorang dalam menggunakan

uangnya, seperti diantaranya jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, usia, dan lain

sebagainya. Demografi adalah ilmu yang mempelajari struktur, proses, dan kualitas

sumber daya manusia (Mantra, 2003). Lewat demografi dapat melihat seseorang

berperilaku boros atau tidak. Selain faktor demografi juga terdapat faktor

kepercayaan yaitu money attitude. Faktor ini juga mempengaruhi seseorang dalam

perilaku konsumtif, karena uang yang setiap manusia miliki tidak hanya dilihat

untuk berbelanja saja namun penilaian tersendiri terhadap uang yang mereka miliki.

Money attitude mengcover seseorang dalam kehidupannya (Al-Amoodi, 2006).

Pandangan seseorang terhadap uang merupakan kekuatan dan kesuksesan bagi

dirinya seperti dalam penelitian Yamauchi dan Templer (1982).

Page 3: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

16

Pada penelitian sebelumnya memang sudah ada yang membahas tentang

perilaku konsumtif, namun penelitian tersebut kebanyakan tentang perilaku

konsumtif yang dikaitkan dengan penggunaan kartu kredit maupun kartu ATM.

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Soewanoto dan Supramono (2008)

tentang personality traits terhadap penyalahgunaan kartu kredit pada pegawai di

perguruan tinggi swasta. Serta penelitian tentang gaya hidup dan personality traits

yang dikaitkan dengan pengelolaan uang saku dalam penelitian (Angela, 2009).

Pada penelitian kali ini akan dilihat perilaku konsumtif dalam penggunaan uang

saku dan menambahkan faktor demografi dan money attitude. Bedasarkan

permasalahan yang diuraikan di atas, masalah yang akan diteliti adalah:

a. Apakah terdapat perbedaan perilaku konsumtif bedasarkan faktor

demografi mahasiswa FEB UKSW?

b. Apakah terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan money

attitude mahasiswa FEB UKSW?

Manfaat dalam penelitian kali ini, yaitu:

Dapat membantu seseorang dalam pemahaman akibat dari perilaku konsumtif serta

diharapkan seseorang dapat mengontrol penggunaan uang saku.

Page 4: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

17

2. Telaah Pustaka

Perilaku konsumtif menurut Sumartono (2002) adalah perilaku yang

tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya

keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi. Menurut Dahlan (dalam

Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku

yang ditandai adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal

yang dianggap paling mahal memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar –

besarnya serta adannya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh

suatu keinginan untuk memenuhi kesenangan semata. Sementara Tambunan (2001),

perilaku konsumtif biasanya menunjuk pada perilaku konsumen yang

memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang atau jasa

yang bukan merupakan kebutuhan pokok.

Perilaku konsumtif merupakan perilaku yang memanfaatkan nilai uang

lebih besar tanpa pertimbangan yang rasional untuk mendapatkan barang yang

bukan merupakan kebutuhan pokok serta adanya anggapan hal bahwa barang yang

dianggap paling mahal memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik. Sebenarnya

pola konsumsi seseorang mulai terbentuk dari masa remaja, masa remaja adalah

masa ketika seseorang itu ingin dirinya diakui oleh sekelilingnya. Menurut

Mangkunegara (dalam Yustisisari, 2009), bagi produsen usia remaja adalah salah

satu pasar yang potensial, hal ini dikarenakan pada usia remaja pola konsumsi

terbentuk. Tidak hanya itu remaja juga sering terbujuk oleh iklan, ikut – ikutan

trend, cenderung lebih boros.

Hal ini sering dimanfaatkan oleh produsen untuk menjual barangnya.

Terutama mahasiswa, mereka membeli kebutuhan bukan kebutuhan pokoknya.

Semua itu semata – mata hanya untuk diakui eksistensinya dengan membeli barang

Page 5: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

18

yang sedang trend atau mengikuti gaya artis idolanya. Sekarang ini mahasiswa

lebih banyak memperhatikan merek barang yang dia akan beli dibandingkan

dengan kegunaan dari barang tersebut. Menurut Sumartono (2002) dalam membeli

barang konsumen (mahasiswa) sering memperhatikan hal – hal, seperti membeli

produk karena ada hadiah, kemasan menarik, menjaga penampilan dan gengsi,

adanya penilaian bahwa harga barang yang tinggi akan menimbulkan rasa percaya

diri yang tinggi pula, mencoba menggunakan dua produk yang berbeda, dan

membeli produk hanya sekedar simbol status saja.

Demografi merupakan studi ilmiah tentang kependudukan yang berkaitan

dengan jumlah atau ukuran penduduk, struktur, serta perkembangan penduduk (

United Nations Multilingual Demograhic ). Demografi adalah ilmu yang

mempelajari struktur, proses, dan kualitas sumber daya manusia (Mantra, 2003).

Sedangkan menurut Robb dan Sharpe (2009), demografi adalah suatu studi yang

mempelajari karakteristik, sikap, dan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti jenis kelamin, status pendidikan, dan pendapatan. Hal yang

sama dikemukakan oleh Swastha dan Handoko (1987) yang dikutip oleh

Andrawina (2011) faktor demografi yang mempengaruhi keputusan konsumen

adalah usia, pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat

penghasilan.

Demografi adalah suatu ilmu yang mempelajari karakteristik, sikap,

proses, perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis

kelamin, status pendidikan, dan pendapatan. Dalam penelitian kali ini faktor

demografi yang mempengaruhi perilaku konsumtif, diantaranya:

Page 6: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

19

a. Jenis Kelamin

Menurut Robb dan Sharpe (2009) (dalam Setyawan, 2011) jenis kelamin adalah

suatu konsep karakteristik yang membedakan seseorang antara laki – laki dan

perempuan. Dalam hal berperilaku konsumtif, biasanya perempuan lebih

konsumtif dibandingkan laki – laki. Hal ini terlihat perempuan lebih banyak

membelanjakan uangnya daripada laki – laki untuk keperluan penampilan seperti

pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu (Rosandi, 2004). Dalam perilaku

membeli, laki – laki lebih mudah terpengaruh, sering tertipu karena tidak sabar

dalam memilih, dan kurang menikmati kegiatan berbelanja. Sedangkan

perempuan, lebih tertarik pada warna dan bentuk tanpa melihat kegunaannya,

tidak mudah terpengaruh bujukan penjual, dan senang dalam melakukan

kegiatan berbelanja walaupun hanya window shopping (melihat – lihat saja tanpa

membeli) (Tambunan, 2001).

b. Pendapatan

Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang

dalam suatu periode. Hal ini menitik beratkan pada total kuantitatif pengeluaran

terhadap konsumsi selama satu periode (standart akuntansi keuangan no 23).

Semakin banyak uang yang dimiliki oleh seseorang semakain sering juga

seseorang ingin membelanjakan segala sesuatu yang dilihatnya, hal ini

dikarenakan oleh sifat konsumtif yang dimiliki oleh setiap individu. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Sumaryono (2008) banyaknya uang

akan mempengaruhi perilaku konsumtif seseorang. Menurut Zoero (2006) dalam

penelitian Angela (2009) mengatakan uang saku dianggap tidak penting,

terutama yang biasanya diberi dengan pola pemberian harian. Dalam pemberian

Page 7: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

20

harian, cenderung jumlah uang terlihat sedikit dan mahasiswa justru lebih

konsumtif dalam penggunaan uang saku tersebut.

c. Usia

Menurut McKay, Atkinson, dan Crame (2008) yang dikutip oleh Wiharjo (2012)

menjelaskan bahwa orang tua lebih cenderung melakukan tindakan menabung

dan menggambarkan dirinya bukan sebagai pembeli impulsif. Sedangkan pada

usia remaja, mereka ingin keberadaannya diakui oleh lingkungan tempat dia

bersosialisasi serta usia remaja merupakan sasaran utama bagi produsen untuk

menawarkan berbagai macam produknya (Wagner, 2009). Usia mempengaruhi

pandangan terhadap uang dan berujung pada keputusan keuangan.

Money attitude setiap orang berbeda – beda, dapat dilihat dari cara

pandang orang terhadap uang yang dimiliki. Perubahan cara pendang orang

tergantung dari kebudayaan orang tersebut. Money attitude ini mengcover semua

kehidupan seseorang (Al-Amoodi, 2006). Dengan adanya uang seseorang dibuat

untuk merasa tenang untuk menjalani setiap kegiatan yang ada. Yamauchi dan

Templer (1982) yang mengemukakan tentang Money Attitude Scale (MAS)

menemukan dimensi dalam money attitude, yaitu:

a. Power prestige

Power prestige ini merupakan dimensi yang pertama dari money attitude. Pada

penelitian Yamauchi dan Templer (1982), menunjukan bahwa orang yang

memiliki skor paling tinggi menganggap uang sebagai simbol kesuksesan.

Dalam dimensi ini uang dianggap sebagai alat kekuasaan, yang nantinya uang

tersebut akan digunakan untuk membeli seperti mobil, motor, pakaian, dan lain –

lain. Menurut Walker&Garmin (1992) dalam Wong (2010), uang yang

menjadikan dasar seseorang dalam melihat kekuatan dari orang lain serta

Page 8: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

21

menjadi faktor daya tarik seseorang. Sementara menurut Csikszentmihalyi &

Rochberg-Halton (1981) yang dikutip oleh Al – Amoodi (2006) uang merupakan

simbol dan status bagi orang yang memilikinya dan akhirnya keberadaan orang

tersebut lebih dinilai lingkungannya.

b. Retention – time

Retention – time merupakan dimensi kedua dari money attitude. Retention – time

mengacu pada perilaku membelanjakan uang perlu perencanaan sebelumnya

(Yamauchi dann Templer, 1982). Retention time merupakan perencanaan dalam

penggunaan uang seseorang dan dalam membeli barang harus terencana

sebelumnya (Wong, 2010). Menurut Setyawan (2011) retention – time

merupakan salah satu sikap psikologis seseorang yang mengacu pada perilaku

dimana seseorang tidak ingin menghabiskan uangnya. Dalam menggunakan

uang seseorang akan berhati – hati dan uang harus direncanakan terlebih dahulu

sehingga uang yang dipakai nantinya memberikan manfaat.

c. Distrust

Dimensi yang ketiga adalah distrust. Menurut Yamauchi dan Templer, ciri – ciri

dari dimensi money attitude yang satu ini adalah adanya sikap ragu – ragu dan

curiga. Distrust disebut dengan “price sensitivity”(Yamauchi dan Templer,

1982), karena seorang konsumen sangat sensitif terhadap harga dari suatu barang

yang akan dibelinya. Hal ini biasanya menyebabkan perilaku konsumtif.

Menurut Tokunga (1993) yang dikutip oleh Al – Amoodi (2006), konsumen

yang tergantung pada kartu kredit dalam membeli akan ragu – ragu dalam

membeli barang.

Page 9: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

22

d. Anxiety

Anxiety dianggap sebagai faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam

berbelanja (Yamauchi dan Templer, 1982). Sehingga anxiety memiliki 2

karakteristik, yaitu uang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat memberikan

perlindungan. Namun anxiety yang tinggi dapat menimbulkan kecemasan

kemudian nantinya akan berujung pada perilaku konsumtif (Edward, 1933;

Valence et al, 1988 dalam Al-Amoodi, 2006). Hal ini senada dengan Roberts

dan Jones (2001) perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan untuk

mengurangi kecemasan seseorang terhadap uang. Kebanyakan orang

menganggap uang adalah sumber kecemasan. Dan menurut Wong, dalam

anxiety uang menjadi pemicu stress sehingga orang terdorong dalam melakukan

pembelian.

e. Quality

Suatu kualitas bagi seorang konsumen sangatlah penting, tidak peduli seberapa

mahal barang yang akan dibelinya (Yamauchi dan Templer, 1982 dalam

Setyawan, 2011). Kebanyakan orang ingin agar barang yang berkualitas dapat

mendukung penampilannya. Dalam kenyataanya seseorang dalam membeli

barang akan mempertimbangkan kualitas barang yang akan dibelinya itu, tidak

penting mengenai harga mahal barang tersebut.

2.1 Perumusan Hipotesis

Faktor demografi yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Robb dan

Sharpe (2009) (dalam Setyawan, 2011), yaitu:

Jenis kelamin menurut Robb dan Sharpe ( 2009) yang dikutip oleh

Setyawan (2011) adalah suatu konsep karakteristik yang membedakan antara

laki – laki dan perempuan dalam berperilaku. Dalam penelitian Robb dan Sharpe

Page 10: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

23

(2009) yang dikutip oleh Setyawan (2011) mahasiswa perempuan dibandingkan

laki – laki lebih memungkinkan dalam memiliki kartu kredit, serta mahasiswa

perempuan memiliki pengetahuan yang rendah tentang keuangan. Dalam hal

berperilaku konsumtif jenis kelamin sangat berpengaruh, karena jika

diperhatikan antara perempuan dengan laki – laki, perempuan lebih senang

membelanjakan uang yang ia miliki hanya untuk mengikuti fashion yang sedang

trend. Seorang perempuan tidak ingin dirinya terlihat ketinggalan jaman karena

pakaiannya yang tidak sesuai dengan mode. Kebanyakan laki – laki tidak

menyukai berbelanja seperti yang dilakukan oleh perempuan (Tambunan, 2001).

H1: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan jenis kelamin

mahasiswa.

Besarnya uang saku yang dimiliki mahasiswa dapat mempengaruhi

perilaku konsumtif mereka. Hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi uang saku,

semakin tinggi juga tingkat konsumsinya. Dalam Zoerow (2006) yang dikutip

oleh Angela (2006) mengatakan bahwa uang saku dianggap tidak terlalu penting,

apalagi bagi mahasiswa yang mendapatkan uang saku harian. Dalam pola

pemberian uang saku harian mahasiswa akan menganggap jumlah uang saku

tersebut sedikit dan cenderung akan cepat dalam penggunaannya. Tidak hanya

pada uang saku harian, kebanyakan mahasiswa dalam penggunaan uang saku

sering habis dan meminta uang saku tambahan dengan berbagai macam alasan.

H2: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan uang saku

mahasiswa.

Page 11: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

24

Menurut McKay, Atkinson, dan Crame (2008) yang dikutip oleh Wiharjo

(2012) menjelaskan bahwa orang tua lebih cenderung melakukan tindakan

menabung dan menggambarkan dirinya bukan sebagai pembeli impulsif. Usia

mempengaruhi seseorang dalam membuat keputusan keuangan. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Wiharjo (2012), usia memiliki pengaruh terhadap

penggunaan kredit. Hal ini terlihat pada usia >50 tahun mereka lebih senang

untuk menabung dibandingkan dengan melakukan pembelanjaan ataupun kredit.

Sedangkan pada usia remaja akan cenderung membeli barang yang tidak

dibutuhkan atau tidak bermanfaat hanya untuk menaikan status sosial di

lingkungan dia berada (Wagner, 2009).

H3: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan usia

mahasiswa.

Money attitude dilihat dari money attitude scale menurut Yamauchi dan

Templer (1982) dalam (Al-Amodi, 2006), yaitu:

Power – prestige menjelaskan bahwa uang merupakan simbol dari

kekuasaan atau kekuatan (Yamauchi dan Templer, 1982). Sementara menurut

Csikszentmihalyi & Rochberg-Halton (1981) yang dikutip oleh Al – Amoodi

(2006) uang merupakan simbol dan status bagi orang yang memilikinya, pada

akhirnya keberadaan orang tersebut lebih dinilai lingkungan sekitar. Hal tersebut

mendorong orang berlomba – lomba untuk mendapatkan kekuasaan dan

pengakuan dari masyarakat sekitarnya. Tidak hanya orang yang sudah memiliki

penghasilan tersendiri, mahasiswa pun ingin mendapatkan pengakuan dari

lingkungan sekitarnya walaupun belum memiliki uang sendiri. Dapat dilihat dari

Page 12: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

25

pergaulan dan penampilan mahasiswa, karena ingin diakui keberadaannya

mahasiswa sering kali berperilaku konsumtif untuk membeli barang – barang

yang terlihat mewah tanpa memperhatikan kegunaan dari barang tersebut.

H4: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan power –

prestige mahasiswa.

Retention – time mengacu pada perilaku membelanjakan uang perlu

melakukan perencanaan (Yamauchi dan Templer, 1982). Menurut Setyawan

(2011) retention – time merupakan salah satu sikap psikologis seseorang yang

mengacu pada perilaku dimana seseorang tidak ingin menghabiskan uangnya.

Perencanaan penggunaan uang sebelumnya tidak akan sia – sia dalam

pembelanjaan. Dalam penelitian Setyawan (2011) tentang money attitude scale

terhadap pengguanaan kartu ATM mahasiswa menghasilkan adanya retention –

time yang tinggi dalam penggunaan kartu ATM, dengan kata lain mahasiswa

memiliki perencanaan tentang penggunaan keuangan. Dikarenakan setiap bulan

mahasiswa secara tidak langsung hanya dapat menggunakan uang yang telah

ditransfer atau dianggarkan oleh orang tuanya masing – masing melalui ATM.

Dalam penelitian Setyawan (2011) retention – time tidak memiliki pengaruh

terhadap perilaku konsumtif sehingga mahasiswa cenderung untuk tidak

berperilaku konsumtif.

H5: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan retention -

time mahasiswa.

Page 13: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

26

Distrust merupakan suatu ketidakpercayaan seseorang terhadap harga

yang barang yang telah dibelinya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Robert

dan Jones (2001), distrust tidak mempengaruhi seseorang untuk berperilaku

konsumtif. Namun menurut Tokunga (1993) yang dikutip oleh Roberts dan

Jones (2001) menjelaskan bahwa seseorang yang sangat bergantung pada kartu

kredit cenderung akan selalu melakukan pembelian. Dalam kasus

membelanjakan uangnya, seseorang terlebih dahulu akan mencari barang yang

sama di tempat lain hanya untuk membandingkan harga barang tersebut. Begitu

halnya dengan mahasiswa dalam membelanjakan uangnya akan meneliti harga

barang yang akan dibelinya pada toko yang berbeda. Sensitif tehadap harga akan

mempertimbangkan harga barang yang rendah (Yamauchi dan Templer, 1982

dalam Roberts dan Jones, 2001). Ketika harga rendah mereka akan cenderung

membelanjakan uangnya untuk barang tersebut, tanpa mempertimbangkan

kegunaan barang tersebut.

H6: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan distrust

mahasiswa.

Anxiety menurut Roberts dan Jones (2001) perilaku konsumtif

merupakan suatu tindakan untuk mengurangi kecemasan seseorang terhadap uang.

Dalam penelitiannya terdapat hubungan yang positif antara anxiety dengan

perilaku konsumtif, hal ini dapat dilihat dari seseorang yang memegang uang akan

menimbulkan kecemasan yang tinggi kemudian memilih untuk membelanjakan

uang tersebut. Uang dapat memprovokasi seseorang untuk melakukan tindakan

konsumtif (Edwards, 1993). Perilaku konsumtif ini spontan dilakukan oleh

Page 14: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

27

seseorang untuk mengurangi ketegangan dalam memegang uang. Hal ini diduga

karena seseorang cemas dalam memegang uang yang ada karena tidak terlihat

ujudnya. Namun jika seseorang membelanjakan uangnya untuk barang yang

mereka inginkan, orang tersebut akan dapat memegang barang. Ada juga

kemungkinan jika seseorang memegang uang yang banyak akan terjadi kejadian

negatif, seperti pencurian, penjambretan, dan lain sebagainya. Begitu halnya pada

mahasiswa, mereka akan menghabiskan uang yang dimiliki untuk belanja, karena

dianggap uang sebagai suatu kecemasan. Mahasiswa akan merasa aman jika uang

terlihat wujudnya berupa barang.

H7: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan anxiety

mahasiswa.

Quality, seseorang percaya membeli barang seharusnya dengan kualitas

yang terbaik pula (Yamauchi dan Templer, 1982). Agar keberadaannya diakui

oleh lingkungan sekitar, orang akan memperhatikan kualitas barang yang akan dia

beli tanpa memperhatikan harga barang tersebut. Jika barang yang dibeli dengan

kualitas yang bagus maka orang tersebut akan merasa kalau penampilannya

sempurna. Sebagai contoh seseorang yang akan memebeli barang, akan melihat

barang dari kualitasnya tanpa memandang manfaat dan harga dari barang tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh Wagner (2008) harga barang yang tinggi akan

menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi pula. Sehingga orang yang akan

berbelanja cenderung melihat kualitas dari sebuah barang. Begitu halnya dengan

mahasiswa, mereka akan membeli barang yang dapat mendukung penampilan di

Page 15: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

28

lingkungan sekitarnya. Mereka rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya

untuk mendapatkan barang yang berkualitas.

H8: terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan quality

mahasiswa.

3. Metode Penelitian

Populasi adalah sejumlah individu yang setidaknya mempunyai ciri atau

sifat yang sama (Hadi, 1990). Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan

sebagai unit analisis adalah mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas

Kristen Satya Wacana. Sampel ditentukan dengan menggunakan metode accidental

sampling, di mana penentuan sampel probabilitas menggunakan kuesioner yang

disebarkan kepada responden yang kebetulan ditemui oleh peneliti. Berdasarkan

rumus yang dikemukakan oleh Yamane (1973) yang dikutip oleh Supramono dan

Utami (2004), banyaknya sampel yang diambil dengan menggunakan perhitungan

sebagai berikut:

Populasi yang akan diambil yaitu mahasiswa angkatan 2009, 2010, dan 2011

dengan jumlah populasinya sebesar 1412 mahasiswa dari program studi

Manajemen Perusahaan, Sekretari, Manajemen, Ilmu Ekonomi, dan Akuntansi.

Dengan toleransi tingkat kesalahan 10%, maka didapatkan jumlah sampel dengan

menggunakan rumus diatas sebesar 93,39 sehingga sampel yang diambil minimal

93 responden dari mahasiswa FEB UKSW.

Page 16: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

29

Metode pengukuran data, perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak

lagi berdasarkan pertimbangan yang rasional (Sumartono, 2002). Perilaku

konsumtif itu sendiri akan diukur dengan harga, merek produk, barang mewah,

pembelian yang tidak terencana, iklan menarik, intensitas dalam melakukan

belanja, dan pembelian berulang. Faktor demografi adalah ilmu yang memperlajari

struktur, proses, dan kualitas sumber daya manusia (Mantar, 2003). Faktor

demografi dalam penelitian ini akan diukur dengan jenis kelamin, uang saku, dan

usia. Sedangkan money attitude akan diukur dengan power – prestige, retention –

time, distrust, anxiety, dan quality. Untuk power – prestige akan diukur dengan

menggunakan 7 indikator yang terdiri dari: uang dapat memerintah orang lain, uang

dapat membuat orang terkesan, simbol kesuksesan, kesombongan, rasa hormat,

penilaian orang, dan menimbulkan rasa ingin tahu.

Retention – time akan diukur dengan menggunakan 7 indikator yang

terdiri dari: sisi perencanaan, perencanaan masa depan, menabung, mengkoreksi

ulang, mengikuti rencana keuangan, kehati – hatian dalam penggunaan uang, dan

uang untuk kebutuhan tidak terduga. Distrust akan diukur dengan menggunakan 5

indikator yang terdiri dari: pengeluhan harga, perbandingan barang, adanya keragu

– raguan, kecurigaan, dan perbandingan harga. Anxiety akan diukur dengan

menggunakan 5 indikator yang terdiri dari: mudah tergoda dengan yang dijual,

tergiur dengan adanya diskon, menghabiskan uang, kegugupan, dan kekhawatiran

dalam memegang uang. Sedangkan untuk quality akan diukur dengan

menggunakan 4 indikator yang terdiri dari: membeli dengan mengikuti trend,

barang terbaik, harga mahal, dan produk terkenal. Penelitian ini akan menggunakan

metode perskalaan, yaitu skala likert. Kategori jawaban yang disediakan ada 5,

Page 17: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

30

yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju

(STS).

Metode pengumpulan data dan analisis data menggunakan metode

kuesioner. Dalam penelitian kali ini pembagian kuisioner akan dilakukan dengan

cara masuk ke kelas – kelas. Sebelum masuk ke kelas – kelas, akan dipilih kelas

mata kuliah yang mahasiswanya terdapat angkatan 2009, 2010, dan 2011. Dalam

pengisian kuisioner, responden akan ditunggu agar kuisioner tidak ada yang hilang

atau tidak terisi dengan baik. Teknik analisis yang digunakan adalah uji beda

mean. Karena dalam penelitian ini akan dilihat perbedaan perilaku konsumtif

berdasarkan faktor demografi dan money attitude mahasiswa FEB UKSW.

Sebelum menentukan uji statistik yang akan dipakai, data pertama – tama diuji

reliabilitas dan validitas data. Hasil uji reliabilitas dan validitas menunjukkan

bahwa data tersebut reliabel dan valid (Lampiran 2).

Page 18: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

31

4. Analisis data dan pembahasan

Analisis data

Gambaran umum responden

Dalam penelitiaan ini, karakteristik responden dibagi berdasarkan

angkatan, jenis kelamin, usia, uang saku, suku, dan asal daerah.

Tabel 4.1

Karakteristik responden

Karakteristik Jumlah Persentase

Jenis

kelamin

Perempuan 71 54,62

Laki - laki 59 45,38

Total 130 100

Usia

19-21,5 111 85,38

21,5-24 19 14,62

Total 130 100

Uang saku

≤ 900rb 93 71,54

≥ 900rb 37 28,46

Total 130 100

Suku

Cina 47 36,15

Jawa 70 53,85

Lain - lain 13 10,00

Total 130 100

Asal daerah

Pulau Jawa 114 87,69

Luar Pulau Jawa 16 12,31

Total 130 100 Sumber: data primer 2012

Dalam penelitian ini diambil 130 responden dari 1412 mahasiswa

UKSW, masing – masing untuk jenis kelamin antara responden laki – laki

dan wanita dengan jumlah berbeda. Untuk responden perempuan lebih

banyak dengan persentase 54,62 % (71 responden). Untuk usia responden

yang paling banyak pada range 19 – 21,5 tahun dengan persentase 85,38%

(111 responden) dan range usia 21,5 – 24 memiliki jumlah responden

sebanyak 19 responden dengan persentase 14,62%. Masing – masing

responden memiliki uang saku yang berbeda, uang saku responden ≤ Rp

Page 19: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

32

900.000 memiliki jumlah 93 responden (71,54%) dan untuk uang saku

responden ≥ Rp 900.000 jumlah respondennya sebanyak 37 responden

dengan persentase sebesar 28,46%. Untuk suku jumlah responden yang paling

banyak adalah suku Jawa dengan jumlah responden 70 dan persentase

53,85%. Sedangkan suku terendahnya terdapat pada kelompok suku lain –

lain yaitu 13 responden dengan 10%. Pada asal daerah jumlah responden

terbannyak terdapat pada pulau Jawa dengan jumlah responden 114 dan

persentase 87,69%.

Perilaku konsumtif

Perilaku konsumtif responden dalam penelitian ini, diukur dengan

menggunakan 7 pertanyaan. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.2

Perilaku Konsumtif

No Pernyataan Median Rata - rata Standar

deviasi

1 Tidak mempertimbangkan harga 2 2,18 1,08

2 Memperhatikan merek produk 4 3,84 0,90

3 Barang mewah untuk menjaga

penampilan 2 2,46 1,00

4 Pembelian tidak terencana 3 2,83 1,09

5 Membeli karena iklan menarik 2 2,62 1,02

6 Melakukan pembelian lebih dari

1 kali 3 2,72 1,09

7 Membeli produk baru 2 2,19 1,18

Rata – rata 2,75 2,69 1,05

Sumber: data primer 2012

Keterangan: 1 – 3: kategori tidak konsumtif, 3.01 – 5: kategori konsumtif.

Dalam pengukuran untuk perilaku konsumtif akan dikelompokan

menjadi konsumtif dan tidak konsumtif. Untuk range yang menunjukkan

konsumtif pada 1 – 2,5 orang tersebut akan dikatakan tidak konsumtif dan 2,5

– 5 orang tersebut dapat dikatakan konsumtif. Pada rata – rata total untuk

perilaku konsumtif, responden tergolong konsumtif dengan angka 2,69. Pada

Page 20: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

33

masing – masing pertanyaan perilaku konsumtif ada nilai yang menunjukkan

angka tertinggi sebesar 3,84. Rata – rata tertinggi terletak pada pernyataan

dalam membeli produk, saya akan memperhatikan merek produk tersebut.

Dan rata – rata terendah terdapat pada pernyataan saat saya tertarik membeli

barang elektronik, saya tidak akan mempertimbangkan harganya.

Money attitude

Pengukuran untuk money attitude dengan menggunakan 5 dimensi

berdasarkan penelitian Yamauchi dan Templer (1982) dengan 5, yaitu power

prestige, retention time, distrust, anxiety,dan quality. Hasil pengukurannya

disajikan sebagai berikut:

Page 21: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

34

Tabel 4.3

Money Attitude

Power Prestige

No Pernyataan Median Rata – rata Standar

deviasi

1 Memerintah orang lain 1,00 1,57 0,84

2 Membuat orang lain terkesan 1,00 1,48 0,72

3 Simbol kesuksesan 2,00 2,36 1,11

4 Menyombongkan diri 1,00 1,55 0,73

5 Menghormati orang 3,00 2,53 1,15

6 Penilaian keberhasilan 2,00 2,45 1,13

7 Ingin tahu jumlah uang yang dimiliki

orang lain 2,00 2,22 1,11

Rata – rata 1,71 2,02 0,97

Retention time

1 Perencanaan keuangan 4,00 3,95 0,87

2 Menyisihkan uang untuk masa depan 4,00 3,83 0,86

3 Menabung untuk masa tua 4,00 3,76 0,83

4 Mengecek ulang uang yang digunakan 4,00 3,99 0,83

5 Mengikuti perencanaan keuangan 4,00 3,71 0,87

6 Hati - hati dalam penggunaan uang 4,00 3,77 0,72

7 Kebutuhan tidak terduga 4,00 3,92 0,88

Rata – rata 4,00 3,85 0,84

Distrust

1 Pengeluhan harga 3,00 2,90 0,86

2 Menemukan barang yang lebih baik 4,00 3,77 0,69

3 Ragu - ragu dalam menghabiskan uang 3,00 3,34 0,91

4 Curiga penjual mengambil untung besar 4,00 3,56 0,87

5 Melakukan cek harga 3,50 3,40 0,95

Rata – rata 3,50 3,39 0,86

Anxiety

1 Sulit melewatkan barang murah 3,00 3,14 0,97

2 Terganggu dengan diskon besar 3,00 2,85 1,00

3 Menghabiskan uang agar lebih baik 2,00 1,96 0,94

4 Kegugupan jika tidak ada uang 3,50 3,22 1,13

5 Khawatir dengan uang yang dimiliki 3,00 2,6 0,82

Rata – rata 2,90 2,75 0,97

Quality

1 Membeli produk yang sedang trend 3,00 2,98 0,87

2 Mengeluarkan uang banyak untuk

barang terbaik 3,00

3,02 1,10

3 Membeli barang dengan harga mahal 2,00 2,12 0,88

4 Membeli produk terkenal 3,00 2,83 0,93

Rata – rata 2,75 2,74 0,95

Keterangan: skala 1 – 3 dikategorikan rendah, skala 3,01 – 5 dikategorikan tinggi.

Power prestige memiliki rata – rata total sebesar 2,02 yang berarti

memiliki power prestige rendah. Berarti mahasiswa cenderung tidak menilai

Page 22: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

35

uang sebagai sumber dari kekuasaan, yang disini menunjukkan bahwa

mahasiswa cenderung tidak berperilaku konsumtif. Untuk pernyataan dengan

kategori tertinggi terdapat pada saya meghormati orang yang memiliki uang

yang lebih banyak dari saya (2,53). Dalam indikator power prestige terdapat

rata – rata terendah, yaitu pada pernyataan saya selalu ingin membuat orang

lain terkesan dengan uang yang saya miliki dengan jumlah rata – rata sebesar

1,48.

Retention time rata – rata totalnya adalah 3,85. Jika dilihat dari rata –

rata total dapat dikategorikan masuk dalan retention time yang tinggi. Rata –

rata ini menandakan seseorang tidak ingin menghabiskan uang yang

dimilikinya. Mahasiswa cenderung tidak berperiaku konsumtif, karena

mereka telah melakukan perencanaan sebelum menggunakan uangnya.

Distrust dilihat dari rata – rata total sebesar 3,39 yang berarti

memiliki distrust yang tinggi atau tergolong dalam kategori distrust, yaitu

dapat dikatakan seseorang tidak percaya dengan harga barang yang telah

dibelinya. Dalam hal ini karena tidak mempercayai harga barang yang akan

dibeli, justru tidak melakukan pembelian atau tidak berperilaku konsumtif.

Untuk rata – rata terendah sebesar 2,90 terdapat pada indikator saya

mengeluh dengn harga barang yang telah saya beli.

Anxiety memiliki rata – rata total sebesar 2,75 yang berarti tergolong

dalam kategori anxiety yang rendah. Dengan kata lain mahasiswa akan tidak

melakukan pembelian terhadap barang yang akan mereka beli untuk

menghindari kecemasan dalam memegang uang. Dalam anxiety terdapat rata

– rata terendah yaitu pada pernyataan saya menghabiskan uang agar saya

merasa lebih baik (1,96).

Page 23: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

36

Dilihat dari rata – rata total quality yaitu sebesar 2,74 dapat

digolongkan dalam kategori quality yang rendah. Yang menandakan

seseorang tidak akan membeli suatu produk atau barang dengan

mempertimbangkan kualitas dari produk tersebut sehingga dalam hal ini

mahasiswa tidak akan berperilaku konsumtif. Dapat dilihat pada pernyataan

saya membeli barang dengan harga yang sangat mahal memiliki rata – rata

yang terendah yaitu 2,12.

Uji asumsi klasik

Normalitas

Setelah melakukan pengujian reliabilitas data kemudian diuji

normalitas, untuk menentukan alat uji berikutnya menggunakan parametrik

atau non parametik. Variabel yang diuji normalitas adalah perilaku konsumtif

dan money attitude. Dari hasil uji normalitas, data berdistribusi normal

sehingga alat uji menggunakan parametrik (ttest). Hasil uji normalitas dapat

dilihat pada bagian lampiran 2.

Uji hipotesis

Dalam penelitian kali ini alat uji statistika yang digunakan uji beda

mean yaitu ttest, dikarenakan data berdistribusi normal. Dan hasil ringkas uji

statistikanya sebagai berikut:

Page 24: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

37

Tabel 4.4

Ttest Faktor Demografi dan Money Attitude dengan Perilaku Konsumtif

Faktor Demografi Perilaku konsumtif

Money Attitude Perilaku konsumtif

t/f α t α

Jenis Kelamin 0,938 0,350 Power prestige 0,604 0,547

Jumlah uang saku -2,287 0,024* Retention time 0,82 0,414

Usia 1,104 0, 272 Distrust 0,935 0,352

Suku 0,486 0,617 Anxiety -3,444 0,001*

Asal daerah 1,563 0,12 Quality -4,587 0,000*

Sumber : lampiran 2 Keterangan :* signifikansi 0,05

Dari hasil uji beda mean (ttest) pada tabel diatas faktor demografi

yang memiliki beda dengan perilaku konsumif terdapat hanya pada jumlah

uang saku saja. Sedangkan jenis kelamin, usia, suku, dan asal daerah tidak

memiliki perbedaan dengan perilaku konsumtif. Begitu pula pada money

attitude hanya terdapat dua indikator yang memiliki beda, yaitu anxiety

(0,001) dan quality (0,000). Untuk power prestige (0,547), retention time

(0,414), dan distrust (0,352) tidak memiliki beda dengan perilaku konsumtif.

Pembahasan

Hasil yang didapat yaitu tidak terdapat perbedaan perilaku konsumtif

berdasarkan jenis kelamin baik laki – laki maupun perempuan. Dalam hal ini dapat

diduga karena laki – laki maupun perempuan cenderung tidak memiliki pengaturan

keuangan yang dia miliki. Mereka beranggapan bahwa uang yang dia miliki bukan

dari penghasilan sendiri namun berasal dari pemberian orang tua, laki – laki akan

bersikap mengikuti trend yang ada dan menjaga penampilannya seperti berdandan,

melakukan perawatan rambut, wajah dan tubuh (Wagner, 2009). Begitu halnya

dengan perempuan yang selalu memperhatikan penampilan dan merawat

penampilannya dengan membelanjakan uang untuk pakaian, aksesoris, dan sepatu

Page 25: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

38

(Rosandi, 2004). Hal ini mahasiswa lakukan dimungkinkan untuk menarik lawan

jenisnya. Hal ini berbeda dengan penelitian – penelitian sebelumnya, yaitu dalam

Tambunan (2001) menjelaskan bahwa kebanyakan laki – laki tidak menyukai

menghabiskan uangnya dibandingkan dengan wanita yang senang melakukan

kegiatan belanja. Serta dalam penelitian Utami dan Sumaryono (2008) yang

menjelaskan tentang wanita lebih konsumtif dibandingkan dengan laki – laki.

Terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan jumlah uang saku

yang diterima. Dapat diduga banyak atau sedikit jumlah uang yang dimiliki oleh

mahasiswa akan mempengaruhi pola konsumtifnya. Dalam berperilaku konsumtif

mahasiswa ada kemungkinan menganggap ringan uang saku yang dimilikinya, jika

uang habis mereka akan dengan mudah untuk mendapatkannya lagi dengan cara

meminta kepada orang tua dengan berbagai macam alasan. Hasil penelitian ini

mendukung penelitian sebelumnya, yaitu dalam penelitian Utami dan Sumaryono

(2008) yang menjelaskan semakin banyak uang yang dimiliki oleh tiap – tiap

individu akan mempengaruhi perilaku konsumtif seseorang. Dapat dilihat

mahasiswa UKSW memiliki tingkat uang saku yang berbeda – beda dengan range

Rp 200.000 sampai Rp 3.000.000.

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapat hasil bahwa tidak terdapat

perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan usia mahasiswa. Hal ini dapat diduga

mahasiswa yang berumur 19 – 24 tahun memiliki pola konsumsi sama. Pada

rentang usia 19 – 24 tahun, mahasiswa tidak memikirkan masa depannya.

Mahasiswa cenderung berorientasi pendek yaitu menghabiskan uang saku hanya

untuk membeli barang yang tidak dibutuhkan. Hasil dari penelitian kali ini tidak

mendukung penelitian – penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa semakin

besar usia seseorang semakin konsumtif orang tersebut (Wiharjo, 2012). Terlihat

Page 26: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

39

pada hasil penelitian usia >50 tahun cenderung menabung. Namun berbeda dalam

penelitian Wagner (2009) yang menjelaskan usia remaja merupakan usia dimana

dirinya ingin diakui keberadaannya, menyukai kegiatan – kegiatan di luar rumah

seperti shopping, menonton, dan makan di tempat yang berkelas. Penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wagner (2009).

Sedangkan untuk suku dan asal daerah didapat hasil bahwa tidak terdapat

perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan suku ataupun asal daerah. Diduga

mahasiswa dalam penelitian ini baik yang berada di luar Salatiga maupun Salatiga

cenderung berperilaku konsumtif, karena mahasiswa cenderung mengikuti trend

yang sedang booming di daerah ini. Begitu pula dengan suku, dalam penelitan ini

suku tidak memiliki perbedaan dalam berperilaku kosumtif. Hal ini diduga baik

suku Jawa, Cina, dan lain – lain sama melakukan pembelian yang tidak terencana

atau berperilaku konsumtif untuk penampilannya.

Pada power prestige, tidak terdapat perbedaan perilaku konsumtif

berdasarkan power prestige. Di kalangan mahasiswa tidak dipungkiri lagi bahwa

pada mahasiswa berusaha membuat dirinya semenarik mungkin dari gaya

penampilan baik fasihon maupun barang elektronik. Namun ada kemungkinan

mereka tidak beranggapan semakin banyak uang yang dimiliki akan semakin diakui

oleh lingkungan mereka bersosialisasi atau dengan kata lain mahasiswa tidak

beranggapan uang merupakan simbol kekuasaan. Diduga mahasiswa hanya menilai

penampilan luarnya saja. Hasil berdasarkan Yamauchi dan Templer (1982)

mahasiswa tidak dapat tergolong dalam power prestige. Dalam penelitian kali ini

tidak sependapat dengan Al – Amoodi (2006) yang mengungkapkan uang adalah

simbol dari kesuksesan sehingga orang berlomba – lomba dalam mendapatkan

kekuasaan tersebut.

Page 27: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

40

Tidak terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan retention time.

Diduga untuk kalangan mahasiswa retention time atau perencanaan dalam

membelanjakan uang yang dimilikinya, mereka cenderung melakukan perencanaan

sebelum membelanjakan uang mereka. Ada kemungkinan kebiasaan mereka

shopping tidak bertujuan untuk membeli melainkan hanya window shopping

(Tambunan, 2001). Hal ini tidak sama dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Setyawan (2011) mengenai penggunaan kartu ATM pada

mahasiswa FEB UKSW, adanya retention time yang tinggi dalam penggunaan

kartu ATM. Hal ini dikarenakan setiap bulan mahasiswa hanya dapat menggunakan

uang yang telah ditransfer oleh orang tuanya.

Tidak terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan distrust.

Dalam distrust, mahasiswa kemungkinan akan cenderung mencermati harga barang

yang ingin mereka beli, jadi ada kemungkinan mahasiswa tertarik dan kemudian

melakukan pembelian dengan mempertimbangkan harganya. Walaupun barang

tersebut mendukung penampilannya, mahasiswa akan lebih cermat dalam

memilihnya. Ada kemungkinan juga mahasiswa cenderung membeli barang dengan

model yang sama namun dengan harga lebih rendah. Hasil penelitian ini sejalan

dengan Tokunga (1993) yang dikutip oleh Robert dan Jones (2001) bahwa distrust

tidak memiliki pengaruh dengan perilaku konsumtif seseorang. Yamauchi dan

Templer mengungkapkan bahwa seseorang dalam membelanjakan uang yang

dimilikinya akan mengikuti harga barang yang akan mereka beli, jika harga barang

relatif rendah maka orang akan membelanjakan uangnya.

Terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan anxiety. Hal ini

diduga karena mahasiswa memiliki kecemasan dengan uang yang mereka miliki

sehingga berujung dengan melakukan pembelanjaan tanpa batas atau berperilaku

Page 28: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

41

kosumtif. Ada kemungkinan mahasiswa tergiur dengan barang yang telah diberikan

diskon, karena mereka berpikiran bahwa barang yang telah diberikan diskon harga

barang tersebut telah dinaikkan terlebih dahulu dan juga mahasiswa lebih nyaman

jika uang yang dia miliki dapat dibelanjakan barang yang dapat dilihat bahkan

mendukung penampilannya. Sama dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan

bahwa semakin banyak uang yang dimiliki seseorang, akan memberikan kecemasan

yang tinggi bagi pemiliknya dan memilih untuk membelanjakan uang tersebut

(Roberts dan Jones, 2001). Serta menurut Edwards (1993) uang akan dapat

memprovokasi seseorang untuk berperilaku konsumtif.

Terdapat perbedaan perilaku konsumtif berdasarkan quality mahasiswa.

Diduga mahasiswa FEB UKSW memang branded oriented. Walaupun dari

kalangan mahasiswa sebagian besar memang belum memiliki penghasilan atau

pendapatan sendiri tiap bulannya, mereka selalu ingin membeli barang yang

berkualitas. Jika mahasiswa yang branded oriented akan menilai bahwa harga

barang mencerminkan kualitas dari barang tersebut, maka mahasiswa akan membeli

barang dengan tanpa memperhatikan harga barang yang akan mahasiswa beli. Hal

ini diduga mahasiswa beranggapan jika kualitas barang yang baik terlihat dari

sebuah merek. Dalam pemikiran seperti ini mahasiswa akan membeli barang untuk

mendukung penampilannya dengan kualitas dan tentu saja dengan harga barang

yang relatif lebih tinggi. Mahasiswa FEB UKSW masuk dalam kategori quality

berdasarkan penelitian Yamauchi dan Templer (1982) yang mengatakan orang akan

memperhatikan kualitas produk agar keberadaanya diakui oleh lingkungannya.

Page 29: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

42

5. Penutup

Kesimpulan

Penelitian kali ini, untuk faktor demografi hanya pada bagian jumlah

uang saku yang memiliki beda dengan perilaku konsumtif mahasiswa. Semakin

banyak uang yang dimiliki akan semakin tinggi juga pola konsumsinya. Namun

untuk jenis kelamin, usia, suku, dan asal daerah tidak memiliki beda dengan

perilaku konsumtif. Sedangkan untuk money attitude hanya dua indikator yang

memiliki beda dengan perilaku konsumtif, yaitu anxiety dan quality. Mahasiswa

diduga cemas jika memegang uang dalam jumlah banyak sehingga mahasiswa

cenderung ingin membelanjakan barang – barang yang dinilai dapat mendukung

penampilannya, serta mahasiswa diduga memang branded oriented yang sangat

memperhatikan kualitas dari subuah barang dan menomer duakan harga. Untuk

power prestige, distrust, dan retention time tidak memiliki perbedaan dengan

perilaku konsumtif.

Hasil penelitian ini menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan

antara perilaku konsumtif dengan jumlah uang saku, anxiety, dan quality maka dari

itu:

1) Untuk mencegah perilaku konsumtif yang dikarenakan jumlah uang saku,

sebaiknya dalam pola pemberian uang saku oleh orang tua lebih memperhatikan

jumlah uang saku yang akan diberikan kepada mahasiswa. Hal ini karena

mahasiswa belum dapat bertanggung jawab dengan baik dalam mengelola uang

saku tiap bulannya.

2) Money attitude yang berupa anxiety memiliki beda dengan perilaku konsumtif.

Sebaiknya mahasiswa tidak membelanjakan semua uang yang dimilikinya,

dikarenakan bisa saja ada kebutuhan tidak terduga dan tidak memegang uang

Page 30: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

43

tunai dalam jumlah banyak. Hal ini bisa saja mahasiswa lapar mata dan

membelanjakannya.

3) Pada quality sebaiknya mahasiswa dalam melakukan pembelian melihat harga

barang yang akan mahasiswa beli tidak hanya dilihat dari kualitas barang

tersebut. Biasanya mahasiswa akan langsung membeli barang tanpa

memperhatikan harga maupun kegunaan karena faktor ketertarikan serta

didukung oleh kualitas.

Dalam penelitian ini, tidak memasukkan faktor eksternal seperti lingkungan

serta keluarga. Kebiasaan seseorang dalam membeli barang pada mulanya

terbentuk pada keluraga, biasanya seseorang akan melihat pola pembelanjaan orang

tuanya. Seperti contoh dalam membeli orang tua selalu membeli barang yang

bermerek dan malakukan pembelian berulang walaupun barang yang akan dibeli

telah dimiliki sebelumnya, anak – anak akan cenderung mengikuti kebiasaan yang

terjadi dalam keluarganya tersebut. Tidak dipungkiri pola membeli barang

terbentuk pada lingkungan tempat seseorang beradaptasi. Biasanya seseorang akan

mengikuti lingkungan tempat mereka beradaptasi untuk menyesuaikan diri dalam

melakukan pembelanjaan. Misalkan seseorang yang berada pada lingkungan yang

mewah cenderung akan membeli barang yang bermerek serta mahal, sehingga

orang tersebut akan berpikir dia tidak akan terkucilkan dari lingkungannya. Oleh

karena itu diharapkan dalam penelitian mendatang menambahkan faktor eksternal

khususnya lingkungan serta keluarga . Diduga pola konsumtif dapat diakibatkan

dari lingkungan tempat dia berkembang dan bergaul.

Page 31: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

44

Referensi

Ajizah, E., 2010, Perilaku Konsumtif pada Remaja,

http://shareppba.wordpress.com/2010/01/18/perilaku-konsumtif-pada-remaja/.

Diunduh pada 30 Maret 2013.

Al – Amoodi, S. A. M., 2006, Exploring Money Attitudes and Credit Card Usage in

Compulsive Buying Among (MBA) Executive Students (U.S.M), Research

report submitted in partial fulfillment of requirements for thedegree of Master of

Business Administration.

Andrawina, A. A., 2011, Pengaruh Variabel Demografi Terhadap Minat dan

Perencanaan Keuangan Keluarga di Perumahan Watutelenan Pulisen Boyolali,

Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Angela, Luciana, 2009, Gaya Hidup dan Personality Traits Berkenaan Dengan

Pengelolaan Uang Saku Pada Mahasiswa FE UKSW, Skripsi, Universitas

Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Durvasula, S. dan Steven L., 2007, Money Attitudes, Materialism, and Achievement

Vanity: An Investigation of Young Chinese Consumers Perceptions,

Internasional Marketing Conference on Marketing and Society.

Edwards, E. A. (1993). Development of a New Scale for Measuring Compulsive

Buying Behavior. Financial Counseling and Planning, Vol 4.

Engel, B. dan Miniard, 1994, A socially Hamful Stereotype. In d. C. Reading In

Psychologycal Development Through Live, Holt, York.

Gasiorowska, A., 2008, The Relationship of Income And Money Attitudes To Subjective

Assessment of Financial Situation, Institute of Organization and Management,

Wroclaw University of Technology.

Hadi, S., 1994, Metodelogi Research II, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Hotpascaman, S., 2009, Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Konformitas

Pada Remaja, Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara.

Http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/10/konsep-konsumsikonsumenkonsumtif-dan-

konsumerisme/. Diunduh pada 10 Februari 2013.

Indriani, I. dan Supramono, 2008, Pengaruh Personality Traits erhadap Penyalahgunaan

Kartu Kredit dengan Impulsiveness sebagai Variabel Intevening (Studi pada

Page 32: Perilaku Konsumtif Berdasarkan Faktor Demografi dan …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3674/2/T1_212009073_Full... · sumber daya manusia (Mantra, 2003). ... sering tertipu

45

Pegawai di Suatu Perguruan Tinggi Swasta, di Jawa Tengah), Jurnal Ekonomi

dan Bisnis, Vol XIV No.2, Salatiga.

Mustafa, H., 2000, Teknik Sampling, dinduh pada 22 Oktober 20112.

Roberts, J. A. dan Jones, E., 2001, Money Attitudes, Credit Card Use, and Compulsive

Buying among American College Students, The Journal of Consumer Affairs,

Vol. 35, No. 21.

Robb, C. dan Deanna L. S., 2009, Effect Of Personal Financial Knowledge On College

Student’s Credit Card Behavior, Jurnal Of Financial And Planning, Vol.20.

Rosandi, A. F., 2004, Perbedaan Perilaku Konsumtif Antara Mahasiswa Pria dan

Wanita di Universitas Katolik Atma Jaya, Unika Atma Jaya, Jogjakarta.

Setyawan, Wisnu, 2011, Pengaruh Literasi Keuangan, Variabel Demografi, dan Money

Attitude Scale terhadap Perilaku Penggunaan ATM Mahasiswa, FEB UKSW,

Salatiga.

Sumartono, 2002, Terperangkap Dalam Iklan, Alfabeta, Bandung.

Supramono dan Utami, I., 2004, Desain Proposal Penelitian Akuntansi dan Keuangan,

Andi, Yogyakarta.

Suyasa, T. Y. S dan Fransisca, 2005, Perbandingan Perilaku Konsumtif Berdasarkan

Metode Pembayaran, Jurnal Phronesis.

Tambunan, R. 2001, Remaja dan Perilaku Konsumtif, http://www.e-

psikologi.com/epsi/search.asp. Diunduh pada 16 Maret 2012.

Utami, Fika Ariani dan Sumaryono, 2008, Pembelian Impulsif Ditinjau Dari Kontrol

Diri Dan Jenis Kelamin Pada Remaja, Jurnal Psikologi Proyeksi, UGM, Vol.3

No.1 Februari.

Wiharjo, Katarina Kumalasari, 2012, Faktor Demografis dan Mental Accounting:

Penggunaan Kartu Kredit pada Karyawan Bank Bumi Arta Tbk. Cabang

Surakarta, Skripsi, Universitaas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Wong, Jim, 2010, An Analysis of Money Attitude: Their Relationship & Effects on

Personal Needs, Social Identity and Emotions, Journal Of Leadership,

Accountability And Ethics.

Yamauchi, Kent dan Donald Templer, 1982, The Development Of A Money Attitude

Scale, Journal Of Personality Assesment.

Yustisisari, Tiurma, 2009, Hubungan antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image

Pada Remaja Putri, Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.