PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI...

41
1 PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN 2004-2008 JURNAL Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dengan Peminatan International Development di Fakultas Ilmu Hubungan Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang OLEH : DEVI RENATHA NIM. 0811240008 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

description

PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIASTUDI KASUS PROGRAM PE-PP(PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR)TAHUN 2004-2008

Transcript of PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI...

Page 1: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

1

PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT

PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA

STUDI KASUS PROGRAM PE-PP

(PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR)

TAHUN 2004-2008

JURNAL

Disusun Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Hubungan Internasional

dengan Peminatan International Development

di Fakultas Ilmu Hubungan Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang

OLEH :

DEVI RENATHA

NIM. 0811240008

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

2

ABSTRACT

UNDP (United Nations Development Program) represents an international

organization with the duty to campaign the development program for the

developing countries. Indeed, UNDP attempts to build a global consensus to

determine policy and program in the development matters. A program

recommended by UNDP is e-development. It is said that e-development based

development program is a program with information and communication

technologies as the device. This program is aimed to open the access of

information and communication for the poor community. UNDP Grant Program

for Indonesia is known as Partnership for e-Prosperity for the Poor (Pre-Poor)

that is implemented in the form of telecenter development.

This program triggers a debate about the benefit and the weakness. E-

development has been implemented in six (6) regions of Indonesia. However, in

majority, its implementation potential is emphasized on the rural. It indicates that

the behavior of epistemic community is important to articulate the program.

Epistemic community is a network of experts to provide important information to

the policy-maker by interpreting a problem of science (knowledge) and offering

the solution to this problem. This network is run through set of strategies of

disseminating idea and value of certain issue.

This final paper is examining how group behavior (epistemic community)

of UNDP in the development sector is influencing the community group through

technology (ICT4PR) in the implementation of Pe-PP.

Keywords: UNDP, ICT4PR, epistemic community, e-development, telecenter,

strategies of disseminating idea and value

1. Masuknya Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis TIK di Indonesia

Dalam sub-bab ini secara khusus akan membahas mengenai garis besar

sejarah masuknya program Pe-PP di Indonesia. Pembahasan tersebut akan dibagi

kedalam 2 (dua) periodesasi yakni sidang Konferensi World Summit on the

Information Society (WSIS) tahun 2003-2005 dan Program Partnership for e-

Page 3: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

3

Prosperity for the Poor (Pe-PP) United Nations Development Programme

(UNDP) tahun 2004-2007. Penjelasan tersebut dimaksudkan agar pembaca lebih

memahami mengenai bagaimana gambaran tentang pembangunan berbasis e-

development atau pembangunan berbasis TIK di Indonesia.

1.a Konferensi World Summit on the Information Society (WSIS) pada

Tahun 2003-2005 Sebagai Landasan Operasional

Periode ini merupakan masa dimana WSIS dianggap sebagai titik awal

mula menyebarnya program e-development atau pembangunan berbasis TIK di

berbagai negara berkembang. WSIS adalah “suatu konferensi tingkat tinggi atau

forum pertemuan sidang puncak para pemimpin negara-negara didunia dalam

rangka membangun masyarakat informasi yang terpusat pada manusia, yang

inklusif dan berorientasi pada pembangunan” (ITU,2005:6).

Dijelaskan oleh UNDP (2007:3) bahwa masyarakat informasi adalah

masyarakat yang demokratis dengan menggunakan proses komunikasi yang

terpusat dan bersifat horizontal. Proses komunikasi tersebut berbasis pada

pengetahuan masyarakat (knowledge based society) dan pemanfaat informasi,

serta pengetahuan secara tepat. Diharapkan pertumbuhan ekonominya nanti akan

berbasis pada informasi dan pengetahuan serta perkembangan teknologi infomasi

(UNDP, 2007:3).

Konferensi tingkat internasional tersebut diatas didasarkan pada

pemikiran, tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip piagam perserikatan PBB, hukum

internasional dan multilateralisme (ITU,2005:6). Tidak hanya itu WSIS juga

Page 4: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

4

didasarkan pada penghormatan dan penjunjungan tinggi terhadap Deklarasi

Universal Hak Azasi Manusia (ITU,2005:7).

Sehingga diharapkan bangsa dimanapun dapat menciptakan, mengakses,

menggunakan dan berbagi informasi dan pengetahuan. Serta mendayagunakan

kemampuan mereka sepenuhnya. Dalam rangka mencapai tujuan dan maksud

pembangunan yang disepakati secara internasional, termasuk tujuan pembangunan

milenium (Millennium Development Goals/MDGs).

Bisa dikatakan bahwa forum WSIS merupakan suatu momen penting di

dunia teknologi dan informasi atau telematika. Sebab dengan adanya forum

tersebut teknologi secara formal (legitimasi) mulai diakui sebagai sarana utama

dalam rangka memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa-bangsa di

dunia.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Nagy Hanna (2009:3) dalam bukunya

From Envisioning to Design e-development atau pembangunan berbasis TIK : The

Experience of Srilanka, bahwa e-development atau pembangunan berbasis TIK

dianggap sebagai wajah baru (inovasi) dalam pembangunan yang ditengarai oleh

konferensi tingkat internasional, khususnya sidang PBB melalui WSIS.

Konferensi internasional inilah yang menjadi konsensus negara anggota untuk

menerapkan program e-development atau pembangunan berbasis TIK di

negaranya. Hal ini menurut Haas (1992:375) merupakan suatu metode kerja dari

epistemic community ICT4PR-UNDP dalam think tank (wadah berfikir) sebagai

upaya pengaruh suatu program yang berbentuk inovasi kebijakan.

Page 5: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

5

Dalam sambutannya (pada WSIS tahun 2003), Kofi Annan

(Moedjiono,2006:9-11) selaku Sekretaris Jenderal PBB menyatakan bahwa

pertemuan atau sidang tersebut bertujuan untuk penyelesaian masalah (summit of

solutions) dalam menjembatani atau merubah masalah-masalah kesenjangan

digital (digital divide) menjadi peluang digital (digital oppotunity). Hal ini selaras

dengan apa yang diungkapkan oleh Jill Steans dan Llyod Pettiford (2009:126-127)

yang berpendapat bahwa interaksi aktor non-negara tersebut menciptakan

masalah-masalah yang membutuhkan kerjasama untuk memecahkannya

diberbagai bidang.

Dalam sidang WSIS tersebut telah disepakati 4 hasil dokumen keluaran

(Moedjiono,2006:15), yaitu dua (2) dokumen keluaran pada tahap I di Geneva,

Swiss dan dua dokumen keluaran pada tahap II di Tunis, Tunisia

(Moedjiono,2006:11).

Dokumen pada keluaran tahap I di Geneva, Swiss adalah Deklarasi

Prinsip-prinsip (Geneva Declaration of Principles) dan Rencana Aksi (Geneva

Plan of Action). Dokumen ini keluar pada tanggal 12 Desember 2003. Geneva

Declaration of Principles adalah deklarasi yang menyatakan keinginan dan

komitmen pemerintah berbagai negara untuk membangun masyarakat informasi

secara menyeluruh(Moedjiono,2006:17-20). Geneva Plan of Action adalah

deklarasi yang menerjemahkan dan mewujudkan keinginan bersama untuk

mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengatasi

„kesenjangan digital‟(Moedjiono,2006:33-35).

Page 6: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

6

Sedangkan dokumen keluaran pada tahap II di Tunis, Pernyatan/

Komitmen Politis Tunisia(Tunis Commitment) dan Agenda untuk mewujudkan

Masyarakat Informasi (Tunis Agenda for the Information Society). Dokumen ini

keluar pada tanggal 18 November tahun 2005. Tunis Commitment adalah

„payung‟ komitmen politik kepala negara dalam mewujudkan masyarakat

informasi (Moedjiono,2006:62-66). Tunis Agenda for the Information Society

merupakan pedoman operasional untuk mewujudkan masyarakat

informasi(Moedjiono,2006:71-77).

Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menandatangani

konvensi internasional tersebut. Sehingga pemerintah Indonesia terikat secara

konsensus untuk merespon (follow-up) untuk memanfaatkan teknologi informasi

dan teknologi sebagai inovasi dalam upaya pembangunan di Indonesia.

Hal inilah yang melatar belakangi Indonesia mau dan harus menerapkan

model pembangunan berbasis TIK atau e-development atau pembangunan

berbasis TIK. Sebab berdasarkan hasil-hasil kesepakatan sesuai dengan dokumen

keluaran tersebut (ITU,2005:6-15), diharapkan masing-masing negara segera

menindaklanjutinya dengan membuat konsep strategis pembangunan telematika

nasional (national e-Strategy), yang melibatkan semua pemangku kepentingan

(stakeholder) dan selalu melaporkan kemajuan hasilnya, yang kemudian akan

dicantumkan dalam Dokumen Buku Emas (Golden Book-Stocktakings).

Gambaran peran masing-masing stake-holders di bidang telematika adalah

sebagai berikut (Moedjiono,2006:6-7)) :

1. Pemerintah (Nasional maupun Lokal)

Page 7: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

7

a. Menciptakan kebijakan dan aturan yang komprehensif (transparan,

pengurangan resiko dan keikutsertaan semua pemangku kepentingan).

b. Mengukur dan memonitor maslah-masalah kesenjangan digital.

c. Mengidentifikasi permaslahan dan menyelenggarakan konsultai terbuka.

d. Mempromosikan e-strategi. Yakni strategi yang didasarkan pada

pembangunan yang memanfaatkan teknologi dan informasi sebagai

alatnya.

e. Mempromosikan kompetisi.

2. Sektor swasta (penyedia barang/perangkat keras, penydia jasa aplikasi

perangkat lunak serta kelompok wirausaha industri telematika):

a. Memperkuat dan memberdayakan hubungan masyarakat.

b. Melatih tenaga kerja yang bersemangat tinggi.

c. Memperluas pasar.

d. Mempromosikan kesadran tentang keuntungan pemberdayaan teknologi

telematika.

e. Mempromosikan penggunaan jasa bidang telematika.

3. Masyarakat madani/ sipil (individu, perorangan, media, lembaga swadaya

masyarakat dan institusi akademis) :

a. Menyampaikan kebutuhan sosial masyarakt yang sangat urgent atau

penting.

b. Responsif terhadap kebutuhan dan batasan-batasan kultural masyarakat.

c. Menyempurnakan legitimasi dan kepemilikan proyek-proyek yang

menjadi lingkupnya.

Page 8: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

8

4. Organisasi internasional :

a. Mendorong terwujudnya koordinasi untuk pembuatan standar-standar

kebijakan bersama.

b. Menyediakan forum –forum untuk saling berbgai pengetahuan,

pengalaman dan sumber daya.

c. Mempromosikan kerjasama.

d. Menyediakan tenaga ahli.

Untuk meyakinkan terlaksananya hasil-hasil kesepakatan ini, sekjen PBB

selalu mendorong dan memantau lancarnya pelaksanaan kerjasama ini dibidang

telematika melalui berbagai kegiatan dan ketentuan yang tercantum dalam

agenda/arahan aksi Action Lines(ITU,2006:6). Masing-masing agenda akan

dimoderatori oleh berbagai pihak yang telah ditunjuk, sebagai moderator

pelaksana, sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen kesepatakan.

Hal tersebut diatas telah mencerminkan adanya pengaruh PBB pada

Indonesia. Pengaruh dapat dilihat dari kesepakatan dan perjanjian Indonesia

dalam Konferensi WSIS. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Gramsci (1971:12),

bahwa pengaruh ditandai dengan adanya power berupa konsensus yang telah

disepakati.

1.b Program Partnership for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP)

United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2004-2007

Periode ini merupakan fokus utama dalam penelitian penulis. Pe-PP adalah

“sebuah program kemitraan dalam stategi pengurangan kemiskinan melalui

Page 9: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

9

pemanfaatan teknologi infomasi dan komunikasi (TIK)” (UNDAF,2002:1).

Program ini merupakan hasil kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (BAPPENAS) dan UNDP. Adapun bantuan yang diberikan oleh UNDP

yakni berupa hibah senilai USD 1.479.795,-. Program bantuan ini dimulai pada

tahun 2004. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah berupaya untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat miskin melalui kemitraan dan pemanfaatan TIK

(UNDP,2004:1-6).

Dalam kerjasamanya, UNDP membentuk kelompok khusus untuk

membahas program-program pengentasan kemiskinan melalui TIK di Indonesia.

Kelompok dibawah naungan UNDP ini di sebut sebagai tim ICT4PR

(UNDP,2004:5). Wujud nyata dari pemanfaatan TIK tersebut berbentuk

pembangunan telecenter. Telecenter merupakan salah satu wadah dari model

pemanfaatan keunggulan TIK yang diarahkan untuk menyediakan pusat

pelayanan akses informasi bagi masyarakat pedesaan. Pelayanan akses tersebut

berbasis internet dan dikelola oleh masyarakat (UNDP:4-6). Kegiatan tersebut

selaras dengan visi dan misi dari WSIS yang dideklarasikan di Geneva, Swiss

pada tahun 2003 (Moedjiono,2006:13). Visi dan misi WSIS tersebut adalah

membangun masyarakat informasi dengan memanfaatkan teknologi dan

informasi teknologi yang ada (UNDP:4-6).

Tujuan dari pendirian telecenter di pedesaan ini adalah untuk

meningkatkan pengetahuan, pendapatan, kualitas sumber daya manusia

masyarakat miskin (petani dan nelayan) terutama dalam hal pengelolaan usaha

dan pemasaran hasil usaha (UNDP,2004:9).

Page 10: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

10

Dalam implementasi program Pe-PP ini, penentuan lokasi pilot project

telecenter di tentukan oleh beberapa syarat. Pertama, kondisi lokasi tersebut

terdiri dari daerah-daerah yang kondisinya 30-40 % adalah miskin. Kondisi

miskin tersebut juga dipertimbangkan oleh tim dari BPDE, Dinas Infokom, Dinas

Pertanian, dan Bapemas. Kedua, komitmen yang kuat dari pemerintah lokal.

Ketiga, terdapat sumber daya potensial dalam proses pembangunan masyarakat

miskin. Dari hasil pertimbangan tersebut akhirnya dipilihlah 6 (enam) kawasan

fokus regional untuk pembangunan pilot project pembangunan telecenter yakni di

provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Jawa Timur, Jawa

Tengah dan Papua (UNDP,2004:9-12).

Menurut Hardjono (2006:419) pendekatan program Pe-PP di Indonesia ini

dititik beratkan pada pembangunan masyarakat informasi yang bersifat bottom-up.

Bottom-up adalah pembangunan masyarakat yang berakar pada kebutuhan

masyarakat itu sendiri(Hardjono, 2006:419).

Selain pendirian telecenter, dalam program Pe-PP juga melakukan

pendekatan partisipasi (partisipatory). Pendekatan tersebut dilakukan melalui

pendampingan intensif selama satu tahun kepada kelompok-kelompok masyarakat

desa. Tujuannya adalah agar mereka dapat menjadi kelompok mandiri yang terus

menerus meningkatkan kapasitas dirinya (Hardjono, 2006:419).

Pendampingan kepada masyarakat pedesaan dan kelompok miskin ini

merupakan proses yang disebut dengan infomobilisasi. Karena dengan

pendampingan ini, maka layanan dan informasi yang diberikan telecenter adalah

benar-benar yang dibutuhkan masyarakat.Kegiatan infomobilisasi inilah yang

Page 11: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

11

kemudian dilakukan oleh para epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP dalam

penyebaran ide pembangunan berbasis e-development atau pembangunan berbasis

TIK.

2. Pola Pengaruh Epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP dalam

Program E-development atau pembangunan berbasis TIK di Indonesia

Dalam sub-bab ini akan membahas bagaimana pengaruh epistemic

community ICT4PR-UNDP UNDP dalam program e-development atau

pembangunan berbasis TIK di Indonesia. Penelitian terhadap kasus ini dilihat dari

pilar pengaruh UNDP, power yang di miliki UNDP, dan strategi pengaruh

epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP dalam program e-development atau

pembangunan berbasis TIK. Pembahasan akan disesuaikan dengan kerangka

pemikiran peneliti, yakni mengenai pola perilaku kelompok UNDP di bidang TIK.

Analisa mengenai hal tersebut akan dibahas secara mendalam sebagai berikut :

2.a Pilar Pengaruh Epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP di

Indonesia

Menurut Gramsci (1976:213-214), terdapat dua (2) pilar penting dalam

pengaruh. Dua pilar tersebut adalah konsesus dan legitimasi. Suatu aktor harus

memiliki dua pilar penting tersebut agar dapat menjalankan tugasnya sebagai

aktor peng-hegemon. Begitu halnya dengan para pakar (epistemic community

ICT4PR-UNDP) UNDP yang tidak serta merta dapat menjadi aktor hegemon

dalam penyebaran ide dan nilai e-development atau pembangunan berbasis TIK.

Page 12: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

12

Konsesus didapatkan dari kesepakatan/konsensus (Memorandum of

Understanding/ MoU) UNDP dan Indonesia melalui program bantuan

pembangunan Pe-PP pada tahun 2004 (UNDP,2004:1). Kesepakatan tersebut

harus diimplementasikan oleh kedua pihak. Agar Indonesia dapat menerapkan ide

dan nilai pembangunan yang di usung oleh UNDP sesuai dengan konsesus yang

ada.

Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menandatangani

konvensi internasional WSIS. Dimana WSIS telah mensyaratkan anggotanya

untuk turut berkontribusi dalam menciptakan masyarakat informasi (ITU,2005:6-

15). Terciptanya masyarakat informasi tersebut diharapkan dapat berkontribusi

pada pencapaian MDG‟s. Sehingga pemanfaatan teknologi informasi dan

teknologi menjadi perhatian utama dalam upaya pembangunan masyarakat di

Indonesia.

Hal inilah yang melatar belakangi Indonesia mau dan harus menerapkan

model pembangunan berbasis TIK atau e-development atau pembangunan

berbasis TIK. Sebab berdasarkan hasil-hasil kesepakatan yang sesuai dengan

dokumen keluaran tersebut (ITU,2005:6-15), diharapkan masing-masing negara

segera menindaklanjutinya. Tindak lanjut yang diharapkan adalah dengan

membuat konsep strategis pembangunan telematika nasional (national e-

Strategy). Konsep strategis yang melibatkan semua pemangku kepentingan

(stakeholder) dan selalu melaporkan kemajuan hasilnya, yang kemudian akan

dicantumkan dalam Dokumen Buku Emas (Golden Book-Stocktakings).

Page 13: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

13

Adapun upaya pengaruh yang dilakukan oleh para pakar UNDP dalam

program tersebut adalah dengan bercermin pada prioritas nasional. Prioritas

nasional tersebut berasal dari United Nation Development Assitance Framework

(UNDAF) for the Republic Indonesia tahun 2002-2005. UNDAF merupakan suatu

framework berdasarkan Common Country Assesment (CCA) untuk mengurangi

kemiskinan dan keadilan sosial yang dapat berkontribusi pada prioritas

pembangunan Indonesia (UNDP,2004:3).

Bantuan UNDP untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh melalui

beberapa hal. Pertama, membangun sebuah strategi nasional. Proses

pembangunan strategi TIK untuk pemberdayaan manusia yang fokus dalam

pengentasan kemiskinan. Dimana pengentasan kemiskinan tersebut tidak terlepas

dari konteks MDG‟s. Kedua, membuat formulasi teknis. Pembuatan sebuah projek

bantuan teknikal ini ditujukan untuk mempermudah implementasi yang

diselaraskan dengan strategi nasional Indonesia.

Seperti halnya yang telah diungkapkan oleh Gramsci(1976:57-58), bahwa

supremasi sebuah kelompok dapat mewujudkan diri dalam dua hal yakni, sebagai

dominasi kepemimpinan intelektual dan moral untuk menundukkan aktor lain

dimana konsesus adalah wujud dari power yang dimiliki aktor tersebut. Dalam

kasus ini, para pakar epistemic community ICT4PR-UNDP dibawah naungan

UNDP bertindak sebagai kelompok yang mendominasi kepemimpinan intelektual

dalam penyebaran ide dan nilai program e-development atau pembangunan

berbasis TIK.

Page 14: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

14

Gramsci (1976:213-214) mensyaratkan bahwa kebijakan yang dikeluarkan

oleh aktor hegemon harus sesuai dengan kepentingan masyarakat. Syarat yang

diberikan oleh UNDP pada pemerintah Indonesia sangat sesuai dengan syarat

yang diajukan oleh Gramsci (1976:213-214). Dimana program e-development

atau pembangunan berbasis TIK merupakan salah satu cara pengentasan

kemiskinan yang menyangkut hidup masyarakat miskin di Indonesia. Agar dapat

mengubah kehidupannya lebih baik dan dapat berkontribusi pada pembangunan

negara serta poin pertama dalam MDGs (UNDP,2004:13-16).

Dalam situasi pengaruhk seperti itulah, konsesus mengambil bentuk

berupa komitmen aktif yang didasarkan secara mendalam pada pandangan bahwa

posisi superior dari kelompok penguasa adalah legitimate. Indonesia yang

memberikan persetujuannya harus benar-benar menganggap bahwa kepentingan

dari kelompok dominan merupakan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Dan bahwa kelompok tersebut berperan untuk mempertahankan tatanan sosial

sebagaimana yang dikehendaki oleh semua orang (Femia,1987:42).

Holub (1992:43) berpendapat bahwa persetujuan tersebut diperoleh

melalui sistem dan struktur kepercayaan, nilai, norma, dan praktik keseharian

yang secara tidak disadari melegitimasi tatanan yang ada. Sehingga apa yang telah

menjadi konsensus bersama dapat menjadi menghasilkan dasar hukum yang

formal di Indonesia, seperti halnya pengesahan UU RI no.11 tahun 2008.

Selain persetujuan (konsensus), aspek penting lainnya adalah legitimasi.

Menurut Gramsci (dalam Masykur,2008:9-10), persetujuan yang diberikan oleh

Page 15: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

15

kelompok atau kelas yang dipimpin sama artinya dengan legitimasi bagi kelas

atau kelompok yang memimpin. UNDP telah mendapatkan legitimasinya melalui

konsesus (persetujuan) dengan pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan

program e-development atau pembangunan berbasis TIK di Indonesia. Legitimasi

yang dihasilkan merupakan jalan bagi para epistemic community ICT4PR-UNDP

untuk menyebarkan persepsi tentang ide dan nilai e-development atau

pembangunan berbasis TIK ke masyarakat.

Cox (dalam Bieler, 2004:87-88) menambahkan bahwa dalam skala global,

pengaruh didasarkan pada koherensi antara konfigurasi kekuatan material, imaji

kolektif tentang tatanan dunia yang ada (meliputi norma-norma tertentu). Serta

seperangkat institusi yang berfungsi untuk mengoperasionalkan imaji tersebut

secara universal. Dalam hal ini UNDP sebagai aktor hegemon berfungsi untuk

mengoperasionalkan norma-norma dan persepsi tentang keefektifan e-

development atau pembangunan berbasis TIK dalam pengurangan kemiskinan

melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Page 16: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

16

2.b Strategi Pengaruh Epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP di

Indonesia

Pada sub-bab ini akan menjelaskan mengenai bagaimana strategi yang

dilakukan oleh epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP dalam penyebaran

ide dan nilai e-development atau pembangunan berbasis TIK di Indonesia. Strategi

ini disebut dengan diffusion of information and learning strategy. Penjelasan lebih

lanjut akan ditinjau dari bagaimana implementasi yang telah dilakukan selama

berjalankan program bantuan Pe-PP dalam kurun waktu 2004-2008. Tinjauan

tersebut dilihat dari metode kerja yang diusung oleh Haas (1992:375), yakni

inovasi kebijakan (policy inovation), difusi kebijakan (policy diffusion), dan

seleksi kebijakan (policy selection).

Dilihat dari sebelumnya program ini berjalan, kondisi teknologi informasi

dan komunikasi (TIK) di Indonesia relatif tertinggal dibanding dengan negara

lain. Bila dilihat dengan menggunakan indeks pengembangan TIK yang

dikembangkan UNCTAD-UNDP tahun 2003, Indonesia menduduki peringkat ke-

77 dari 171 negara (UNCTAD,2003:1). Berlanjut pada survei tahun 2004,

Indonesia menempati peringkat ke-59 dari 64 negara yang disurvei

(UNCTAD,2004:1)..

Ditinjau dari Networked Readiness Index (NRI), yaitu derajat angka

sebuah komunitas siap untuk berpartisipasi dalam Dunia Terhubung Jaringan

(Networked World), Indonesia menempati peringkat ke-59 dari 75 negara yang

disurvei (NRI,2003:7). Dari segi penggunaan komputer, Indonesia menempati

peringkat ke-29 dari 44 negara yang disurvei (NRI,2003:7).

Page 17: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

17

Berdasarkan tinjauan data diatas kesenjangan penggunaan TIK di

Indonesia termasuk pada kelompok rendah, khususnya di negara-negara Asia. Hal

tersebut berarti bahwa distribusi pengguna komputer dan internet belum merata.

Oleh sebab itu, pemanfaatan potensi TIK untuk membantu upaya pemerintah

Indonesia dalam mengentas masyarakat dari kemiskinan menghadapi banyak

hambatan. Salah satunya adalah kondisi infrastruktur Indonesia yang masih

miskin dan terbelakang (UNDP,2006:6).

Dijelaskan oleh UNDP (2004:2), bahwa pada tahun 2004, infrastruktur

Indonesia hanya melayani 1-5% penduduk Indonesia. Akibatnya, pembahasan

TIK banyak berpusat pada pengunaan TIK untuk pengembangan industri, bisnis,

dan pemerintahan. Hal terrsebut yang menyebabkan masih adanya gap

(kesenjangan) informasi pada masyarakat miskin.

Walaupun terdapat hambatan-hambatan tersebut, pemerintah Indonesia

tetap mencoba melaksanakan komitmen hasil sidang WSIS. Dengan

mengimplementasikan ide dan nilai e-development atau pembangunan berbasis

TIK melalui kerjasama anatara UNDP dan pemerintah Indonesia (Bappenas)

dalam program Pe-PP berbentuk pembangunan telecenter. Menurut Santoso

(2011:120) telecenter merupakan TIK dalam bentuk pusat komunitas multimedia

(terutama di pedesaan) yang bertindak sebagai titik akses untuk keterhubungan

komunitas, pengembangan kemampuan lokal, pengembangan materi dan

komunikasi, serta berfungsi sebagai pusat penerapan strategi TIK.

Dipaparkan oleh Hardjono (2006:418-419) bahwa telecenter percontohan

yang didirikan Pe-PP telah memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat dalam

Page 18: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

18

membangun kultur informasi dan komunikasi. Dalam proses ini, terdapat unsur

pemahaman atas kondisi saat ini, pengenalan atas faktor-faktor penunjang, dan.

Strategi Global yang dilakukan oleh epistemic community ICT4PR-UNDP

UNDP ini mengacu pada program ICT for Poverty Reduction (ICT4PR). ICT4PR

( adalah program global yang menjadi kesepakatan negara-negara yang mengikuti

World Summit on the Information Society (WSIS).

Konferensi Internasional yang pertama kali digelar pada tahun 2003 di

Geneva ini menghasilkan Deklarasi Prinsip-prinsip Geneva, Rencana Aksi

Geneva, dan Agenda Tunisia untuk masyarakat Informasi. berdasarkan hasil

kesepakatan itu, diharapkan masing-masing negara menindak lanjuti dengan

membuat konsep strategis telematika nasional (national e-strategy). Konsep e-

strategy tersebut melibatkan semua pemangku kepentingan, yakni pemerintah

(lokal maupun nasional), sektor swasta, masyarakat, dan organisasi internasional.

Pada level nasional, strategi yang dilakukan oleh epistemic community

ICT4PR-UNDP UNDP mengacu pada kebijakan Garis-garis Bantu Haluan

Negara 1999-2004 (GBHN) dan Program Pembangunan Nasional 2000-2004

(PROPENAS). Berdasarkan pada PROPENAS tahun 2000-2004, pengurangan

kemiskinan adalah kunci dari pembangunan. Kunci pembangunan tersebut secara

detail terdiri dari pertumbuhan investasi, sumberdaya manusia, akses yang layak,

dan kesempatan.

Strategi yang dilakukan oleh epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP

didasarkan pada refleksi prioritas nasional (Indonesia) yang tertuang dalam

United Nations Development Assistance Framework (UNDAF) tahun 2002-2005.

Page 19: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

19

Strategi penyebaran ide dan pembelajaran program e-development atau

pembangunan berbasis TIK ini oleh epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP

ini menemui beberapa kendala. Kendala utamanya adalah mengubah persepsi dan

mengenalkan teknologi sebagai alat pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin.

Masyarakat miskin Indonesia (khususnya pedesaan) yang pada awalnya kurang

memahami penggunaan teknologi tersebut, merasa kesulitan dengan adanya

teknologi baru tersebut (Muslim,2007:19).

Para epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP ini bertugas untuk

mengpengaruh dalam memberikan mekanisme bantuan untuk menghadapi

keadilan sosial dan pengurangan kemiskinan. Hal tersebut dilakukan melalui cara

mempromosikan kebijakan-kebijakan yang sensitif terhadap kemiskinan dan

standar kesepakatan pengurangan kemiskinan. Selain itu mereka juga bertugas

untuk mempromosikan kesejahteraan untuk masyarakat miskin melalui akses

informasi. Serta mendukung mobilisasi dan organisasi agar berkontribusi dalam

ketenaga kerjaan, aset produktif, dan pendapatan masyarakat miskin.

Menurut Haas (1992:375), kegiatan promosi tersebut merupakan bentuk

inovasi kebijakan (policy inovation). Dalam metode kerja dari epistemic

community ICT4PR-UNDP, inovasi kebijakan digunakan untuk pembentukan

frame bahwa terdapat permasalahan kemiskinan yang salah satunya disebabkan

oleh kesenjangan akses informasi. Permasalahan tersebut kemudian dipahami

sebagai suatu masalah yang dapat di tangani dengan memberikan peluang digital

bagi masyarakat miskin melalui program e-development atau pembangunan

berbasis TIK.

Page 20: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

20

Epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP menggunakan TIK sebagai

alat yang krusial dalam program Pe-PP. Sehingga dibutuhkan waktu 1 (satu) tahun

persiapan untuk implementasi program bantuan Pe-PP (UNDP,2004:14).

Pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi diarahkan pada pembangunan

manusia (Human Development) bertujuan untuk membangun sebuah strategi

rasional yang fokus pada pengurangan kemiskinan pada konteks MDGs dan

merumuskan sebuah proyek bantuan teknik.

Implementasi dari dilakukannya pengaruh epistemic community ICT4PR-

UNDP UNDP dalam program e-development atau pembangunan berbasis TIK di

Indonesia, dapat gambarkan sebagaimana berikut :

Page 21: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

21

Gambar 1. Implementasi program Pe-PP oleh kelompok ICT4PR-UNDP

dalam di Indonesia

Telecentre 2... Telecentre 1

Regional Consultation for

Selection of pilot location and host organization determining management arrangement

Assesment for Baseline Establishment/ Etnohgraphic Action Research for

Understading local context identifying demands, challenges and opportunities

Info-mobilisation/Telecentre Set –up for Reaching oaut the poor/community matching demand and supply of information system developing local info contents.

Trainings Telecenter management and maintenance Basic computer literacy for community Info-mobilisation/ leadership training Community specific training on demand Training by partners

Support for Community Development Developign or improving income generation activities for the poor improving social service provision

Sustained operation and evolution of telecentre as community development centre

Forging partnership for *Resources *Information/contents *Networking *Social Service Provision *Economic Opportunity

Empowering Community through *Awareness building *Leadership cultivation *Trainings *Community mobilisation *Access to Information *Access to social service * Participating in economic activities

Knowledge Sharing and Networking *Documentation and dissemination of experiences and practices *Building and maintaining the networks of partners and similar initiatives *Advocacy and poolicy up-streaming

Page 22: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

22

Sumber : Diolah dari UNDP. 2004. Partnership for e- Prosperity for the Poor

(Pe-PP) 2004-2007. Diunduh tanggal 15 Februari 2012. Pada :

http://www.undp.or.id/archives/prodoc/ProDoc-Pe-PP.pdf. Hlm. 8

Berdasarkan gambar tersebut para epistemic community ICT4PR-UNDP

melakukan pengaruh melalui serangkaian proyek strategi dalam

mengimplementasikan program e-development atau pembangunan berbasis TIK

ini. Serangkaian proyek strategi ini merupakan bentuk dari difusi kebijakan

(policy diffusion) yang merupakan metode kerja dari epistemic community

ICT4PR-UNDP (Haas,1992;375). Difusi kebijakan tersebut ditempuh melalui

strategi kunci untuk mencapai tujuan program e-development atau pembangunan

berbasis TIK(lihat Schware,2005:1). Strategi kunci tersebut yakni pertama,

demonstrasi pilot (Demonstration Pilots). Demonstrasi pilot ini secara langsung

akan memberikan pengalaman baru yang akan membawa pada pemahaman yang

signifikan tentang bagaimana TIK dapat membantu masyarakat miskin.

Pemahaman tersebut berupa perencanaan dan pembuatan kebijakan TIK untuk

pengurangan kemiskinan (UNDP, 2004:5).

Kedua, melakukan kerjasama yang sinergi (forging partnership for

synergy). Seperti halnya yang diungkapkan oleh Nagy Hanna (2007:4) bahwa e-

development atau pembangunan berbasis TIK membutuhkan yang hubungan yang

sinergi dan holistik antar aktor pembangunan. Dalam MoU (UNDP,2004:6) juga

dijelaskan bahwa program e-development atau pembangunan berbasis TIK

membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, pemerintah, pihak swasta, dan

organisasi non-pemerintah lokal.

Page 23: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

23

Akan tetapi hasil temuan peneliti menyebutkan bahwa UNDP dalam

program ini tidak bekerjasama dengan pihak swasta. Contohnya saja tidak

terjalinnya hubungan kerjasama antara pihak UNDP dan Microsoft (World Bank,

2005:146). Hal tersebut disebabkan oleh pencitraan (branding) dan persepsi

masyarakat (public image) yang akan lebih menguntungkan pihak Microsoft.

Ketiga adalah penguatan komunitas (Community Empowerment).

Epistemic community ICT4PR-UNDP melakukan penguatan terhadap komunitas

miskin untuk keberlanjutan program e-development atau pembangunan berbasis

TIK itu sendiri. Dijelaskan bahwa penguatan komunitas miskin ini merupakan

jalan terbaik dalam mengatasi kemiskinan yang multidimensional (UNDP,

2004:5). Pengutan komunitas tersebut dilakukan oleh epistemic community

ICT4PR-UNDP UNDP melalui serangkaian kegiatan partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat ini didasarkan pada akses kegiatan informasi dan

komunikasi.

Keempat, penyebarluasan ide dan jaringan (Knowledge Sharing and

Networking). Seperti halnya yang diungkapkan oleh Peter M. Haas (1992:3),

bahwa tugas utama dari para epistemic community ICT4PR-UNDP ini adalah

penyebaran ide dan nilai baru pada masyarakat. Penyebaran ide dan pembentukan

jaringan oleh epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP dalam program e-

development atau pembangunan berbasis TIK ini disebut dengan infomobilisasi

(Information Economy Report,2007:277).

Page 24: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

24

Untuk memahami lebih jauh bagaimana infomobilisasi pengaruh epistemic

community ICT4PR-UNDP UNDP dalam program e-development atau

pembangunan berbasis TIK di Indonesia pada tingkat lokal dapat dilihat pada

gambar berikut.

Page 25: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

25

Gambar 2. Manajemen Epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP tingkat

Lokal

Pilot 4..

Pilot 3

Pilot 2

Pilot 1

National and local Partnes for Policy Changes

Advisory Board

KOMINFO TKTI

Menkokesra Menko ekon

Bappenas KPK

Donor working group Programme Manager

National Implementation Team

National Program me Director

Executive Agency

Implementing Agency (host org)

Project Officer

Infomobilisation team (2-3)

Telecenter staf

Steering Commitee

Local Government

DPRD

NGOs

Press/ Academics

Private Sector

Community Leaders

Beneficiary community

Representative from Designated local

from host org. Gov. officer

Page 26: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

26

Sumber : Diolah dari UNDP. 2004. Partnership for e- Prosperity for the Poor

(Pe-PP) 2004-2007. Diunduh tanggal 15 Februari 2012. Pada :

http://www.undp.or.id/archives/prodoc/ProDoc-Pe-PP.pdf. Hlm. 18.

Berdasarkan gambaran di atas, dapat dipahami bahwa program e-

development atau pembangunan berbasis TIK membutuhkan hubungan yang

holistik antar aktor pembangunan. Hal ini menuntut adanya hubungan yang saling

bersinergi antara pemerintah Indonesia, masyarakat, dan pihak lain guna

keberlanjutan program e-development atau pembangunan berbasis TIK. Seperti

yang diungkapkan oleh Nagy Hanna (2007:1) bahwa pembangunan e-

development atau pembangunan berbasis TIK membutuhkan hubungan holistik

yang saling bersinergi antar aktor pembangunan.

Sehingga UNDP memjaring sebuah tim kader epistemic lokal sebagai

aktor difusi kebijakan dalam level nasional. Proses penjaringan tersebut dilakukan

secara ketat oleh UNDP. Penjaringan kader tersebut ditempuh melalui proses

seleksi yang dilakukan oleh UNDP, Bappenas, dan BPDE (sekarang Kominfo).

Kader yang telah dipilih bertugas untuk mensosialisasikan, mempromosikan, dan

mendekatkan program (kegiatan infomobilisasi) e-development atau

pembangunan berbasis TIK pada masyarakat lokal.

Kegiatan infomobilisasi di tingkat lokal melalui badan pemerintah

Indonesia menjadi kegiatan wajib yang dilakukan oleh epistemic community

ICT4PR-UNDP tersebut. Sebab kebanyakan masyarakat miskin (terutama kaum

orang tua) merasa bahwa penggunaan internet itu bukan kebutuhan utama mereka.

Terdapat kecanggungan dalam memanfaatkannya. Hal ini dipicu oleh masih

Page 27: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

27

terdapatnya mayarakat miskin yang buta huruf dan menganggap bahwa untuk

mengoperasikan peralatan TIK itu dianggap terlalu sulit(Suti‟ah,2012:1). Hal

tersebut merupakan metode kerja seleksi kebijakan (policy selection) oleh

epistemic community ICT4PR-UNDP dalam upaya pengaruh program e-

development atau pembangunan berbasis TIK (Haas,1992:375-382).

Jadi inilah merupakan tugas penting bagi tim kader epistemic community

ICT4PR-UNDP lokal untuk mendekatkan program e-development atau

pembangunan berbasis TIK pada masyarakat. Seperti halnya yang diungkapkan

oleh Suti‟ah (2012;1), bahwa untuk mendekatkan program tersebut ditempuh

dengan beberapa jalan yakni membuat radio komunitas dan pendampingan pada

masyarakat. Sedangkan untuk kelompok masyarakat yang berpotensi untuk

belajar akan difasilitasi secara teknis melalui kursus komputer dan pendampingan

untuk mengakses internet. Sehingga masyarakat tidak merasa dipaksa untuk ikut

berpartisipasi dalam program tersebut.

Diharapkan dengan adanya pengaruh di tingkat lokal ini, dapat

mengalihkan proses dan ketrampilan metodologi kepada masyarakat. Sehingga

masyarakat mampu menjadi pelaku dalam proses pemecahan masalah mereka

sendiri. Bukan sekedar konsumen pemecahan masalah yang sudah dikembangkan

oleh suatu lembaga pengembangan masyarakat(Hardjono,2006:420). Masyarakat

difasilitasi oleh epistemic community ICT4PR-UNDP untuk mengidentifikasi

kebutuhan informasi dan komunikasinya, serta diberdayakan agar dapat

mengakses informasi dan berkomunikasi melalui telecenter

Page 28: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

28

Dengan kata lain apa yang dilakukan oleh epistemic community ICT4PR-

UNDP ini adalah membantu masyarakat untuk mengubah persepsi. Persepsi

tersebut mengenai pengidentifikasian masalah. Pengidentifikasian masalah yang

di angkat adalah isu atas apa yang ingin dikehendaki dan dicapai pada masa

mendatang.

Kegiatan epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP yang dilakukan

pada strategi tingkat lokal ini merupakan upaya pengaruh untuk menciptakan

pembangunan yang bersifat bottom-up dan partisipatif. Hal tersebut sangat

penting, sebab pada pendekatan awalnya program ini bersifat top-down. Sehingga

dengan adanya pembangunan yang bersifat bottom-up ini masyarakat diharapkan

dapat mandiri dalam pencapaian kesejahteraan hidupnya.

Dari beberapa literatur yang ada, terdapat temuan masalah dalam

implementasi program tersebut. Berdasarkan Suti‟ah (2012:1) masih terdapat

Ego-Sektoral pada tingkat pemerintahan tinggi. Misalnya, program penggagas

dalam kerjasama UNDP adalah BPDE (sekarang menjadi Kominfo), maka yang

menjalankan hanya BPDE. Sektor lain tidak mau merespon. Contohnya, bila

terdapat kebijakan pembangunan telecenter di Provinsi, maka kabupaten tidak

bertanggung jawab. Permasalahan struktural amat kental dimana kemudian terjadi

pembicaraan mengenai siapa yang memiliki wewenang dalam pengelolaan apakah

itu pusat, provinsi, atau kabupaten. Contohnya, ketika tim epistemic community

ICT4PR-UNDP UNDP mengalami kesulitan untuk dapat diterima dikabupaten,

karena dianggap hal tersebut merupakan project dari pemerintah pusat (Suti‟ah,

2012:1).

Page 29: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

29

Hal tersebut harus dipahami sebagai keterbatasan kemampuan epistemic

community ICT4PR-UNDP untuk menjangkau setiap permasalahan yang ada.

Sebab kembali lagi bahwa program yang di canangkan oleh UNDP ini merupakan

simultan dalam bantuan teknis. Diharapkan dengan adanya program simultan ini

pemerintah Indonesia dapat menangkap substansi dari program e-development

atau pembangunan berbasis TIK untuk direplika menjadi sebuah inovasi program

pembangunan.

3. Implikasi Program Pe-PP UNDP Di Indonesia Tahun 2004-2008

Sub-bab ini akan membahas mengenai implikasi dari implementasi

program e-development atau pembangunan berbasis TIK UNDP di Indonesia.

Pembahasan implikasi ini didasarkan pada data sekunder yang telah diolah oleh

peneliti. Data sekunder tersebut berasal dari berbagai sumber resmi pilihan. Hal

ini bertujuan untuk memberikan data yang valid dan menghindari data yang tidak

dapat dibuktikan kebenarannya.

Program e-development atau pembangunan berbasis TIK merupakan

program yang tidak hanya menekankan pada teknologi saja, akan tetapi lebih

fokus pada pemberdayaan manusia yang memakainya (Schware, 2005:12). Dilihat

dari pengertian tersebut, dampak program e-development atau pembangunan

berbasis TIK dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia. Program e-

development atau pembangunan berbasis TIK di setiap provinsi dilihat dari Indeks

Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional periode tahun 2004-2008

menunjukkan peningkatan secara perlahan di setiap provinsi (BPS,2010:1).

Page 30: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

30

Ditunjukkan oleh Badan Pusat Statistik (2000:1) Indonesia bahwa di Jawa

Timur pada tahun 2004 dari angka 66.80 naik menjadi 70.38 pada tahun 2008. Di

Jawa Tengah, tahun 2004 dari angka 68.90 meningkat menjadi 71.60 di tahun

2008. Indeks angka pembangunan manusia juga meningkat di provinsi Sulawesi

Tengah, pada tahun 2004 indeks menunjukkan angka 67.30 naik menjadi 70.09 di

tahun 2008. Sulawesi Tenggara, pada tahun 2004 dari 66.70 naik menjadi 69.00

pada tahun 2008. Pada tahun 2004 di Gorontalo dari angka 65.40 naik ke angka

69.29 di tahun 2008. Begitu pula di Provinsi Papua, dimana angka indeks

pembangunan manusia pada tahun 2004 dari 60.90 naik menjadi 64.00

(BPS,1996-2010:1). Peningkatan angka itu merupakan suatu bentuk keberhasilan

program e-development atau pembangunan berbasis TIK didasarkan pada Indeks

Pembangunan Manusia.

Peningkatan tersebut sebenarnya tak serta merta program tersebut

dinyatakan berhasil secara menyeluruh. Adapun yang menjadi batu sandungan

dalam implementasi program e-development atau pembangunan berbasis TIK

tersebut. Berikut beberapa hambatan yang telah menjadi temuan peneliti dari

beberapa literatur yang ada.

World Bank (2005: 34-68) dalam Indonesia: Telecenter Evaluation Report

Volume II, dijelaskan bahwa program e-development atau pembangunan berbasis

TIK yang berbentuk telecenter di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Adapun

faktor penyebabnya adalah pemerintah Indonesia yang minim akan pengalaman

tentang pembangunan berbasis e-development atau pembangunan berbasis TIK.

Sehingga pembangunan berbasis e-development atau pembangunan berbasis TIK

Page 31: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

31

tersebut harus dibantu oleh kaum profesional dalam penerapan untuk

pemberdayaan masyarakat miskin, khususnya yang berada di wilayah pedesaan

(World Bank, 2005:56-57).

Selaras dengan laporan World Bank di atas (2005:34-68), Asianti Oetjoyo

(2006:410) selaku Kepala Badan Pengelolaan Data Elektronik Jawa Timur (BPDE

Jatim) menambahkan bahwa terdapat faktor-faktor penyebab dalam hambatan

program e-development atau pembangunan berbasis TIK di Indonesia, khususnya

pembangunan telecenter. Hal tersebut disampaikan beliau pada Konferensi

Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi pada tanggal 3-4 mei 2006 di

Bandung.

Dijelaskan oleh Asianti Oetojo S (2006:410) bahwa faktor pertama adalah

kurang sinerginya program pemerintah kabupaten setempat dengan program

telecenter . Hal tersebut diakibatkan karena mekanisme penyusunan anggaran dan

organisasi pembina telecenter di kabupaten belum tentu instansi/ dinas pengelola

TIK (Oetojo, Asianti. 2006:410).

Kedua, keengganan sebagian anggota masyarakat untuk berkunjung ke

telecenter (Oetojo, Asianti. 2006:410). Hal tersebut diakibatkan karena telecenter

dianggap peralatan yang canggih dan mahal oleh sebagian besar masyarakat

miskin. Sehingga mereka enggan untuk memanfaatkan pelayanan yang ada.

Ketiga, keresahan anggota tani (Oetojo, Asianti. 2006:410). Karena

penanggungjawab (host) telecenter lebih memperhatikan anggota keluarga

Page 32: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

32

dibandingkan dengan kelompok tani dan masyarakat sekitarnya. Akibatnya, para

kelompok tertentu merasa resah bila ingin berkunjung ke telecenter.

Keempat, terbatasnya pemahaman anggota tim pengelola (Oetojo, Asianti.

2006:410). Terbatasnya pemahaman anggota pengelola terhadap

tanggungjawabnya sebagai tim pemberdaya masyarakat. Sehinggan hal tersebut

mengurangi kebersamaan antara tim pengelola dan penanggung jawab telecenter

(host) yang menimbulkan kesan kurang aktifnya pengelola

Kelima, biaya yang disiapkan oleh UNDP terbatas (Oetojo, Asianti.

2006:410). Dalam hal ini, keberlanjutan telecenter berada pada tangan tim

pengelola dan masyarakat. Kemandirian dalam keberlanjutan telecenter amat

diharapkan.

Keenam, belum stabilnya sarana komunikasi (telepon) di pedesaan

(Oetojo, Asianti. 2006:410). Ketujuh, penempatan gedung telecenter berada di

komunitas kelompok tertentu, mengakibatkan komunitas kelompok yang lain

enggan berkunjung ke telecenter (Oetojo, Asianti. 2006:410).

Dari beberapa peneliti sebelumnya banyak temuan yang implikasinya

terfokus terhadap aspek keterkaitan penerapan e-development atau pembangunan

berbasis TIK dalam bentuk telecenter untuk pengentasan kemiskinan. Dari sinilah

peneliti melihat celah implikasi yang belum dikaji secara umum. Implikasi

tersebut adalah kajian mengenai transformasi sosial.

Terlepas dari implikasi positif dan negatif diatas. Sebenarnya apa yang

dilakukan oleh para epistemic community ICT4PR-UNDP UNDP tersebut adalah

Page 33: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

33

menciptakan „kultur informasi dan komunikasi‟ (Hardjono,2006:419-450).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Belger (dalam Haas,1992:2) bahwa apa

yang dilakukan oleh epistemic community ICT4PR-UNDP ini pada realitasnya

adalah melakukan konstruksi sosial. Kontruksi sosial tersebut merupakan hasil

dari penyebaran ide dan pembelajaran kepada masyarakat melalui epistemic

community ICT4PR-UNDP.

Pembangunan kultur informasi dan komunikasi ini dianggap sebagai suatu

jalan untuk menjadikan masyarakat sebagai subjek dan bukan objek

pembangunan. Diharapkan dari pembangunan persepsi dan kultur tersebut

masyarakat dapat mengidentifikasi masalah dan potensi yang mereka hadapi,

merencanakan kegiatan-kegiatan dan melaksanakannya.

Dengan kata lain, kultur informasi dan komunikasi ini tercipta dan

menjadi bagian dari masyarakat dimana mereka secara sadar dan sukarela

memanfaatkan sarana dan prasarana teknologi informasi dan komunikasi untuk

membangun komunitasnya.

4. Kesimpulan

Pola perilaku kelompok ICT4PR-UNDP untuk pencapaian MDG‟s poin

pertama (pengurangan kemiskinan) melalui TIK dalam program Pe-PP di

Indonesia pada tahun 2004-2008 dilakukan melalui pola bottom-up. Pola perilaku

yang bersifat bottom-up tersebut melalui serangkaian penyebaran ide dan nilai,

yakni policy inovation, policy diffusion, policy selection, policy persistence.

Page 34: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

34

Epistemic community ICT4PR-UNDP menggunakan inovasi kebijakan

untuk menentukan suatu forum yang tepat untuk menempatkan isu yang ingin

diangkat. Epistemic community yang merupakan para pakar pembangunan UNDP

di bidang pengentasan kemiskinan melalui TIK memberikan suatu ide yang

inovatif dalam pembangunan. Ide tersebut merupakan pengembangan dari

konferensi tingkat internasional yakni WSIS. Pengembangan dari konferensi

tersebut disebut dengan pembangunan berbasis e-development. Basis

pembangunan tersebut kemudian diimplementasikan di Indonesia dalam program

Pe-PP.

Pada tahap difusi kebijakan (policy diffusion), anggota dari epistemic

community aktif dalam upaya penyebaran kebijakan pada level nasional. Mereka

menyebarkan ide melalui komunikasi dengan kolega dari organisasi-organisasi

lain, selama konferensi, publikasi, dan tempat lain untuk saling bertukar

informasi. Para pakar ICT4PR-UNDP melakukan upaya penyebaran kebijakan

pada level nasional dengan membentuk sebuah tim kader epistemic community

lokal. Tim tersebut di seleksi secara ketat dan melalui penjaringan yang dilakukan

oleh pihak UNDP dan Bappenas. Tim epistemic community lokal ini kemudian

dibagi menjadi beberapa tim untuk menjadi penanggung jawab program di tiap

kawasan di Indonesia. Penjaringan tim epistemic lokal ini diharapkan dapat

mempermudah implementasi dari program pembangunan itu sendiri.

. Pada seleksi kebijakan (policy selection), Epistemic community ICT4PR

bekerja untuk membangun sebuah pengaruh terhadap suatu isu tertentu (upaya

promosi). Jika tidak terdapat kebijakan dan pembuat hukum (lawmakers) tidak

Page 35: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

35

mengenal suatu isu, sebuah epistemic community dapat membingkai isu tersebut

dan menjelaskan pada pembuat kebijakan. Jika pembuat kebijakan (policy

makers) sudah mengenal (familiar) dengan isu tersebut, maka mereka akan

meminta sebuah epistemic community untuk meluruskan isu tersebut untuk

mengesahkannya menjadi kebijakan.

Para pakar UNDP bekerja untuk membangun sebuah frame bahwa salah

satu faktor penyebab kemiskinan adalah kesenjangan informasi. Di Indonesia,

pembangunan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi tersebut

juga telah menjadi komitmen dalam konsesus WSIS dan MDG‟s. Sehingga

pemerintah Indonesia menyetujui adanya program Pe-PP tersebut sebagai bentuk

respon (follow-up) mengurangi kemiskinan dan bentuk kontribusi pada

pencapaian tujuan WSIS dan MDG‟s. Upaya promosi ini dilakukan oleh tim kader

epistemic community lokal melalui pendekatan partisipasi (sosialisasi dan

pendampingan masyarakat).

Sedangkan dalam proses kebijakan persistensi (policy persistence), upaya

pendesakkan pengaruh pada pembuatan kebijakan. Metode ini diartikan sebagai

keberlanjutan konsensus tentang ide dan hasil antar anggota epitemic community.

Ketika konsensus dalam ide dan hasil berkurang, otoritas dari epistemic

community ini akan menyusut dan pembuat hukum akan mengacuhkan saran dari

epistemic community tersebut. Terdapat beberapa kendala dalam implementasi

program Pe-PP yang disebabkan oleh kurang sinerginya aktor pemangku

kepentingan yang ada di Indonesia. Hal ini menyebabkan kurang responsifnya

masyarakat dalam program debutan para pakar pembangunan UNDP tersebut.

Page 36: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

36

Sebab program yang di rasa lebih memihak para korporasi yang bergerak di

bidang TIK.

DAFTAR PUSTAKA

Antoniades, A. 2003. “Epistemic Communities, Epistemes and the Construction

of World Politics.” Global Society.

Aminuddin, Faishal dkk. 2009. Globalisasi dan Neo liberalisme: Pengaruh dan

Dampaknya Bagi Demokratisasi Indonesia. Logung Pustaka.

Anonymous. 2006. Indonesia 2005-2025 : Buku Putih. Jakarta.

--------------. 2004. Partnership for e-Prosperity for the Poor 2004-2007. Diunduh

tanggal 15 Februari 2012. Pada :

http://www.undp.or.id/archives/prodoc/ProDoc-Pe-PP.pdf

-------------. 2005. Information and Communication Technologies for Rural

Development : an Evaluation of Telecenters in Indonesia.

Washington D.C : The World Bank Group.

-------------. 2005. Telecenter dan Masyarakat. Diunduh tanggal 24 November

2011. Pada : http://telecenter.cyberdesa.com/telecenter.html

-------------. 2007. E-Bulletin Telecenter : Partneship for e-Prosperity for the Poor

(Pe-PP). Volume 1, Issue 1.

Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Bieler, Andreas dan David Morton. 2004. A Critical Theory Route to Hegemony,

World Order and Historical Change : Neo-Gramscian Perspective in

International Relations, Capital adn Class. Academic Research

Library.

Page 37: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

37

BPS. 2009. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. Jakarta : BPS Published.

BPS. 2010. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2010. Jakarta : BPS Published.

Clarke, Matthew. 2003. E-Development? Development and the New Economy.

Finlandia.

Cox, Robert W. t,t. Gramci, Hegemony, and International Relations : An Essay in

Method. Diunduh tanggal 15 Maret 2012. Pada :

http://tucnak.fsv.cuni.cz/~plech/Cox_Gramsci.PDF

Elster, Jon. 1983. Explaining Technical Change. Cambridge : Cambridge

University Press.

Faisal, Sanapiah. 1966. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta : Raja Grafindo.

FAO. 2007. Information and Communications Technologies Benefit Fishing

Communities : Policies to Support Improved Communications for

Development. Diunduh tanggal 23 Februari 2012. Pada :

http://www.sflp.org/brief/eng/policybriefs.html

Femia, Joseph V. 1987. Gramci’s Political Thought : Hegemony, Consciousness,

and The Revolutionary Process. New York : Oxford University Press.

Gill. Stephen. 1993. Gramsci, Historical Materialism and International

Relationa. Cambridge : Cambridge University Press.

Gomez, Ricardo dan Hunt, Patrick. 1999. Telecentre Evaluation : Report of an

International Meeting on Telecentre Evaluation. Canada.

Haas, Peter M. 1992. Introduction : Epistemic Communities and International

Policy Coordination. Cambridge University Press.

Page 38: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

38

Hanna, Naggy K. 2007. E-development in Action. Gateway Foundation.

Hanna, Naggy K. 2009. From Envisioning to Designing e-Development : The

Experience of Sri Lanka. Washington : The World Bank.

Holub, Renate. 1992. Antonio Gramsci : Beyond Marxism and Postmodernism.

London : Routledge.

Holzner, Burkhart dan Marx, John H. 1979. Knowledge Application : The

Knowledge System in Society. Boston : Allyn & Bacon.

Lakin, Matthew. 2009. David Owen, New Labour and the Social Market Economy

: The Renewal of Social Democratic Politics. The University of

Nottingham.

Latchem, Colin. 2001. Telecentres : Case Studies and Key Issues. Vancouver :

The Commonwealth of Learning.

Mark, John. H. 1979. Knowledge Application : The Knowledge System in Society.

Boston.

Mc.Celland, Charles. 1990. Ilmu Hubungan Internasional : Teori dan Sistem.

Jakarta : Rajawali.

Mohtar, Mas‟oed. 1990. Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi.

Jakarta: LP3ES

Muhammad Idrus. 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Pendekatan

kualitatif dan kuantitatif). Yogyakarta: UII Press.

Muslim, Acep. 2009. Pengoptimalan Peran Telecenter untuk Pengembangan

Agribisnis di Pedesaan. Bandung : Universitas Padjajaran.

Page 39: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

39

Nye, Joseph S. 2004. Soft Power : The Means to Succes in World Politics-

Wielding Soft Power. Di unduh tanggal 15 Maret 2012. Pada: http://belfercenter.hks.harvard.edu/files/joe_nye_wielding_soft_power.pdf

Oetojo, Asiati. 2006. Dampak yang Dihadapi pada Pengelolaan Program

Kemitraan dalam Strategi Pengurangan Kemiskinan melalui

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Telecenter) di

Pedesaan Jawa Timur. Bandung : Konferensi Nasional Teknologi

Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia.

Pedju, Ary Mochtar. Sains, Pendidikan China Vs Kita.Kolom Opini, Kompas 24

Nov 2005.

Puskowanjati. 2007. Improving Rural Connectivity for Sustainable Livehoods

Project.

Rahayu, Endah Lestianti. 2006. Implementasi Program Partnership For E-

Prosperity For The Poor (Pe-PP) Sebagai Upaya Penanggulangan

Kemiskinan di Pedesaan (Studi Pada Telecenter Semeru di Desa

Kertosari Kecamatan Pasrujambe Kecamatan Lumajang). Malang :

Universitas Brawijaya.

Sanapiah, Faisal. 2005. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Schuurman, Frans J. 2000. Paradigms Lost, Paradigms Regained?Development

Studies in the twenty-first century. Commonwealth of Australia.

Schware, Robert. 2005. E-Development: From Excitement to Effectiveness.

Washington, D.C : The World Bank Group.

Stalker, Peter. 2008. Millenium Development Goals (Cetakan ke-Dua). Di unduh

tanggal 28 Maret 2012. Pada :

http://www.undp.or.id/pubs/docs/Let%20Speak%20Out%20for%20M

DGs%20-%20ID.pdf

Page 40: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

40

Steans, Jill. Dkk. 2009. Hubungan Internasional : Perspektif dan Tema.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

SuaraMerdeka. 2005. Pemerintah Siapkan Sekitar 1.000 Pusat Data. Diunduh

tanggal 12 Oktober 2011. Pada :

http://suaramerdeka.com/cybernews/harian/0512/14/nas2.htm

Sugiono, Muhadi. 1999. Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia

Ketiga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suti‟ah. 2012. Wawancara tentang Telecenter di Jawa Timur. Malang : LPKP.

Syamsudin, Zaenul. 2008. Statistik Potensi Desa. Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Thomas, Jayan Jose dan Parayil, Govindan. 2006. Bridging the Social and Digital

Divides in Andhra Pradesh and Kerala : A Capabilities Approach.

India.

Tulung, Lingkan E.(t.thn). Factors Determining Whether Lessons Drawing

Succeds or Fails. Menado : Universitas Sam Ratulangi.

UNDP. 2008. MDG‟s and e-Development Cluster : Strategic Programme Frame

Work. Diunduh tanggal 5 Januari. Pada :

http://www.undp.org.bd/library/policypapers/MDGs%20and%20e-

Development%20Cluster%20Strategic%20Framework.pdf

Vuving, Alexander L. 2009. How Soft Power Works. Di unduh tanggal 15 Maret

2012. Pada:

http://www.apcss.org/Publications/Vuving%20How%20soft%20powe

r%20works%20APSA%202009.pdf

Wahab, Solichin Abdul. 1993. Analisis Kebijaksanaan : Dari Formulasi Ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.

Page 41: PERILAKU KELOMPOK UNDP (UNITED NATIONS DEVELOPMENT PROGRAMME) DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA STUDI KASUS PROGRAM PE-PP (PARTNERSHIP FOR E-PROSPERITY FOR THE POOR) TAHUN

41

Walsham, Geoff. 2009. ICT The Broader Development Of India : An Analysis Of

The Literature. Cambridge University.