Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator...

96
Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management) Kajian pada perikanan di Wilayah Kabupaten Flores Timur Disusun Oleh Donny Bessie FPIK Universitas Kristen Arta Wacana Kupang Dwi Ariyogagautama WWF-Indonesia Juni 2012

Transcript of Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator...

Page 1: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

Penilaian PerformaPengelolaan PerikananMenggunakan Indikator EAFM(Ecosystem Approach to Fisheries Management)Kajian pada perikanan di Wilayah Kabupaten Flores Timur

Disusun Oleh Donny Bessie FPIK Universitas Kristen Arta Wacana Kupang Dwi Ariyogagautama WWF-Indonesia

Juni 2012

Page 2: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

KATA PENGANTAR Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah

diamanatkan oleh Undang-Undang No. 31 tahun 2004 yang ditegaskan kembali pada

perbaikan undang-undang tersebut yaitu pada Undang-Undang No 45 tahun 2009.

Secara alamiah, pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi

yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu (1) dimensi sumberdaya perikanan dan

ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan

sosial ekonomi masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan perikanan itu sendiri.

Dalam konteks ini lah, pendekatan terintegrasi melalui pendekatan ekosistem terhadap

pengelolaan perikanan (ecosystem approach to fisheries management, selanjutnya

disingkat EAFM) menjadi sangat penting.

Kabupaten Flores Timur sebagai salah satu kabupaten perikanan terbesar di

Nusa Tenggara Timur memiliki potensi sumberdaya perikanan ekonomis yang

menjanjikan disepanjang perairan Kabupaten Flores Timur seluas 2.064,65 km² telah

menopang perekonomian daerah. Kebijakan yang berdampak berkelanjutannya sektor

kelautan dan perikanan sudah menjadi urgensi dalam setiap sendi kebijakan daerah.

Melalui kajian EAFM yang bersifat komprehensif, meliputi domain Sumberdaya ikan,

Teknologi Penangkapan, Habitat dan ekosistem, Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan

diharapkan dapat menggambarkan performa pengelolaan perikanan berbasis ekosistem

yang diterapkan di kabupaten Flores Timur.

Laporan Kajian EAFM ini dapat dijadikan salah satu acuan sebagai dasar

pembuatan perencanaan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem di kabupaten Flores

Timur agar lebih efisien dan terfokus. Demikian laporan ini dibuat, semoga dapat

bermanfaat bagi sebesar-besarnya bagi pengembangan sector kelautan dan perikanan di

Kabupaten Flores Timur secara berkelanjutan dan bertanggungjawab.

Larantuka, Juni 2012

Tim Penyusun

Page 3: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

PRAKATA

Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten Flores Timur, sehingga upaya dalam pelestarian perikanan yang berkelanjutan merupakan agenda yang diprioritaskan untuk didorong dalam mendukung pembangun perekonomian di kabupaten ini. Dalam upaya melakukan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, DKP kabupaten Flores Timur, WWF-Indonesia dan Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) bekerjasama dalam melakukan penilaian performace dari pengelolaan perikanan berbasis ekosistem atau Ecosystem Approach To Fisheries Management (EAFM), yang kemudian diverifikasi bersama dengan SKPD terkait di kabupaten Flores Timur, akademisi dan pengusaha perikanan dalam memperkuat analisa laporan studi Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem di kabupaten Flores Timur.

Dalam laporan Studi Pengelolaan Perikanan berbasis Ekosistem ini dilakukan secara komprehensif, dengan mengidentifikasi 33 indikator dari 6 domain, yang meliputi Sumberdaya Ikan, Teknik Penangkapan, Habitat dan ekosistem, Sosial, Ekonomi dan kelembagaan. Berdasarkan hasil laporan studi ini diketahui dengan jelas indikator yang perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan dalam mendukung perikanan yang berkelanjutan.

Saya menyambut baik laporan ini dengan harapan dapat digunakan oleh praktisi dan akademisi dalam dalam memperoleh gambaran terhadap kondisi pengelolaan perikanan yang terkini. Selain itu, diharapkan laporan ini juga dapat digunakan dalam perumusan kebijakan, strategi dan kegiatan pengelolaan perikanan agar sumberdaya ikan lestari dan menghasilkan manfaat optimal untuk sebesar-besar untuk masyarakat Kabupaten Flores Timur sebagai implementasi dari Pasal 33(3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan

Kabupaten Flores Timur

Ir.M.I.Erna Di Silva

Pembina TK.1 NIP. 19620626 199503 2 001

Page 4: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................ 2

Prakata ........................................................................................................................................ 3

Daftar Isi ..................................................................................................................................... 4

Daftar Tabel ................................................................................................................................ 5

Daftar Gambar ............................................................................................................................ 6

I Pendahuluan ........................................................................................................................ 7

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 7

1.2 Tujuan dan Manfaat Studi ........................................................................................... 10

II Sekilas Kondisi Perikanan .................................................................................................. 11

2.1 Kabupaten Flores Timur ............................................................................................. 11

2.1.1Aspek Geografi dan Demografi Kabupaten Flores Timur ........................................... 11

2.1.2Statistik Perikanan Kabupaten Flores Timur ............................................................... 13

III Metode Penilaian Performa Indikator EAFM ..................................................................... 14

3.1 Pengumpulan data ....................................................................................................... 14

3.2 Analisa Komposit ....................................................................................................... 15

IV Analisis Tematik Pengelolaan Perikanan ............................................................................ 17

4.1 Hasil Penilaian PerIndikator Pada Domain Sumberdaya Ikan Kabupaten Flores Timur17

4.1.1 Domain Sumberdaya Ikan .................................................................................... 17

4.1.2 Domain Habitat dan Ekosistem ............................................................................ 27

4.1.3 Domain Teknis Penangkapan Ikan ....................................................................... 39

4.1.4 Domain Sosial ..................................................................................................... 48

4.1.5 Domain Ekonomi ................................................................................................. 53

4.1.6 Domain Kelembagaan .......................................................................................... 60

V Analisis Komposit Pengelolaan Perikanan ......................................................................... 68

VI Kesimpulan dan Rekomendasi ........................................................................................... 72

6.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 72

6.2 Rekomendasi .............................................................................................................. 73

Daftar Pustaka........................................................................................................................... 74

Lampiran .................................................................................................................................. 76

Page 5: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Estimasi potensi sumberdaya ikan pada WPP 573, WPP 713 & WPP 714... 8

Tabel 2. Status tingkat pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Perairan ..................... 9

Tabel 3. Komposisi Alat Tangkap di Kabupaten Flores Timur ............................. 13

Tabel 4. Lokasi Pengambilan Data Survey EAFM ............................................... 15

Tabel 5. Penggolongan Nilai Indeks Komposit dan Visualisasi Model Bendera.... 16

Tabel 6. Analisis Komposit Domain Sumberdaya Ikan.......................................... 17

Tabel 7. Analisis Komposit Domain Habitat dan Ekosistem.................................. 27

Tabel 8. Analisis Komposit Domain Teknis Penangkapan Ikan ........................... 39

Tabel 9. Analisis Komposit Domain Sosial............................................................ . 48

Tabel 10. Analisis Komposit Domain Ekonomi ..................................................... 53

Tabel 11. Analisis Komposit Domain Kelembagaan................................................. 60

Tabel 12. Status dan Performa Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Flores Timur 68

Tabel 13. Elemen Dasar Rencana Pengelolaan Perikanan......................................... 70

Page 6: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan ............................................... 7

Gambar 2. Peta Kabupaten Flores Timur .......................................................... 12

Gambar 3. Grafik CPUE Kabupaten Flores Timur peridoe 2006 – 2010 ........... 20

Gambar 4. Agregat Domain Sumberdaya Ikan .................................................. 25

Gambar 5. Agregat Domain Habitat dan Ekosistem .......................................... 37

Gambar 6. Agregat Domain Teknis Penangkapan Ikan ..................................... 46

Gambar 7. Agregat Domain Sosial.................................................................... 51

Gambar 8. Pendapatan Nelayan Perikanan Pelagis per Jenis Alat Tangkap ....... 55

Gambar 9. Pendapatan Nelayan Perikanan Demersal per Jenis Alat Tangkap.... 56

Gambar 10. Saving Ratio Perikanan Pelagis per Jenis Alat Tangkap ................... 57

Gambar 11. Saving Ratio Perikanan Demersal per Jenis Alat Tangkap ............... 58

Gambar 12. Agregat Domain Ekonomi ............................................................... 58

Gambar 13. Agregat Domain Kelembagaan ........................................................ 67

Page 7: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang beragam dan

melimpah pada lautnya yang mencapai luas sekitar 5,8 juta km2. Estimasi potensi

sumberdaya perikanan laut di Indonesia diperkirakan oleh kementerian Kelautan dan

Perikanan (KKP) tahun 2011 sebesar 6.520.300 ton/tahun. Potensi tersebut terdiri atas

55,9% dari perikanan pelagis kecil,22,3% berasal dari perikanan demersal, 17,6%

perikanan pelagis besar, 2,2% perikanan ikan karang konsumsi, 1,5% bersumber dari

udang Penaeid, 0,4% berasal dari cumi-cumi dan 0,1% berasal dari lobster.

Besarnya potensi perikanan yang tersebar di perairan Indonesia, membuat KKP

membagi perairan di Indonesia menjadi 11 bagian yang sering disebut dengan Wilayah

Pengelolaan Perikanan (WPP), hal ini dilakukan untuk mengefesiensikan pengelolaan

perikanan yang ada. Perhitungan estimasi potensi perikanan, pengkajian stock

assesment hingga kebijakan perikanan selalu berdasarkan 11 WPP tersebut. Berikut

pembagian WPP di Indonesia :

Gambar 1. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan (KepMen No, 45 tahun 2011)

Berdasarkan Kepmen KP 45 Tahun 2011 tentang Estimasi Potensi Sumberdaya

Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara

Page 8: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

Timur (NTT) bersinggungan dengan 3 WPP yang ada, dengan potensi sumberdaya ikan

sebesar 26,1% dari total 1.699,4 Ton pertahunnnya, yang daerah itu berada di WPP 573

mulai dari Perairan Samudera Hindia bagian selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, Laut

Sawu dan Laut Timor bagian barat, WPP 713 yaitu dari Perairan Selat Makasar, Teluk

Bone, Laut Flores dan Laut Bali dan WPP 714 yaitu Perairan Teluk Tolo dan Laut

Banda. Sedangkan Kabupaten Flores Timur, Lembata dan Alor termasuk dalam 2 WPP

yaitu WPP 573 dan WPP 714.

Tabel 1. Estimasi potensi sumberdaya ikan pada WPP 573, WPP 713 dan WPP 714 (KepMen 45 tahun 2011)

Kelompok Sumberdaya Ikan Samudera Hindia

(WPP 573)

Selat Makasar-

Laut Flores (WPP 713)

Laut Banda

(WPP 714)

Total

Ikan Pelagis Besar 201,4 193,6 104,1 499,1 Ikan Pelagis Kecil 210,6 605,4 132,0 948 Ikan Demersal 66,2 87,2 9,3 162,7 Udang Penaeid 5,9 4,8 - 10,7 Ikan Karang konsumsi 4,5 34,1 32,1 70,7 Lobster 1,0 0,7 0,4 2,1 Cumi-Cumi 2,1 3,9 0,1 6,1 Total Potensi (1.000

ton/tahun) 491,7 929,7 278,0 1.699,4

Melalui Kepmen ini, KKP juga sudah mengestimasi besaran pemanfaatan

perikanan berdasarkan WPP yang ada. Pendugaan status pemanfaatan perikanan

tersebut digolongkan menjadi 4 bagian yaitu Over exploited (O), Fully exploited (F),

Moderate (M), dan Moderate to Exploited (M-F).

Namun dalam assessment potensial (KepMen 45 tahun 2011 ) oleh KKP ini,

yang dilakukan hanya mempertimbangkan kondisi pemanfaatan perikanannya saja,

sedangkan aspek ekosistem, aspek sosek dan kelembagaan masih belum terkaji dalam

format yang baku. Untuk itu sejak tahun 2010 hingga saat ini WWF Indonesia dalam hal

ini berinisiasi dalam memfasilitasi pembuatan Indikator pengelolaan perikanan yang

berbasis ekosistem bersama Direktorat Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan

Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan

Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) dengan konsep tersebut dinamakan

Page 9: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM

Ecosystem Approach for Fisheries Management (EAFM).EAFM merupakan indikator

asessment perikanan yang akan dilakukan bertahap di masing-masing WPP yang ada di

Indonesia.

Tabel 2. Status tingkat pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Perairan Indonesia (KepMen 45 tahun 2011)

Kabupaten Flores Timur, Lembata dan Alor merupakan kabupaten kepulauan

yang memiliki 2 WPP yaitu WPP 573 dan 714. Pendataan di kedua kabupaten ini

penting dilakukan mengingat semakin meningkatnya permintaan pasar akan produk

perikanan diwilayah timur Indonesia termasuk ketiga kabupaten ini. Tanpa diimbangi

oleh pendataan dari sisi ekosistem, sosek, teknik penangkapan yang ada dan

kelembagaan yang tergabung dalam EAFM sebagai dasar pengelolaan perikanan

tentunya hal ini akan berdampak semakin tidak terarahnya kebijakan perikanan dalam

mendukung perikanan yang berkelanjutan dalam meningkatkan perekonomian

kabupaten.

Melalui pendataan perikanan berdasarkan indikator EAFM ini, diharapkan dapat

menjadi baseline data bagi pemerintah baik itu di KKP pusat dan Pemerintah masing-

masing kabupaten dan akan menjadi data pendukung untuk dalam pembentukan

kawasan konservasi dan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)

Page 10: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 10

masing-masing kabupaten, untuk mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir dan

sekitarnya.

1.2 Tujuan dan Manfaat Studi

Kegiatan ini memiliki tujuan,antara lain :

1. Mengumpulkan data indikator EAFM di kabupaten Flores Timur

2. Pembaharuan pemetaan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut

3. Mengumpulkan data dasar perikanan didesa yang memiliki aktivitas perikanan

yang tinggi. (Perikanan pelagis besar, pelagis kecil dan demersal).

Page 11: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 11

BAB II. SEKILAS KONDISI PERIKANAN

2.1. Perikanan Berbasis Wilayah Kabupaten Flores Timur

2.1.1 Aspek Geografi dan Demografi Kabupaten Flores Timur

Kabupaten Flores Timur merupakan kabupaten kepulauan yang terdiri dari 17

pulau (3 buah pulau yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni) pulau yang dihuni

antara lain adalah Pulau Flores bagian timur, Pulau Adonara dan Pulau Solor. Luas

wilayah daratan 1.812,85 km² dan luas laut 2.064,65 km² dengan perincian yaitu Flores

Timur daratan 1.066,87 km², Pulau Adonara 519,64 km², Pulau Solor 226,34 km².

Flores Timur memilki 4 gunung berapi, yaitu Gunung Lewotobi Laki-laki, Gunung

Lewotobi Perempuan, Gunung Leraboleng serta Gunung Boleng. Terletak antara 8º40”

- 8º40” LS dan 122º20 “ BT dan berbatasan dengan sebelah utara Laut Flores, sebelah

selatan Laut Sawu, sebelah timur Kabupaten Lembata dan sebelah barat Kabupaten

Sikka. Secara administratif Kabupaten Flores Timur terdiri dari 19 wilayah kecamatan,

229 desa dan 21 kelurahan, yang termasuk dalam desa pesisir tercatat sebanyak 121

desa.

Secara topografi bentangan alam Kabupaten Flores Timur merupakan wilayah

yang topografinya terdiri dari perbukitan dan pegunungan dengan beberapa faktor

lainnya, seperti :

Kemiringan : 0 – 12 % (417.20 km²), 12 – 40 % (799.86 km²) dan > 40 % (615.79

km²)

Ketinggihan : 0 – 12 m (568.81 km²), 100 – 500 m (934.63 km²) dan > 500 m

(291.41 km²)

Tekstur Tanah : Kasar (934.63 km² ), Sedang (856,17 km² ) dan Halus (38.56 km²)

Page 12: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 12

Gambar 2. Peta Kabupaten Flores Timur (Bappeda kabupaten Flotim, 2011)

Iklim Kabupaten Flores Timur terdiri dari dua musim, yaitu musim kemarau

dengan iklim yang kering berlangsung antara bulan Juni - September, serta musim hujan

dengan iklim basa berlangsung antara bulan Desember - Maret. Keadaan tersebut

berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei

dan Oktober-November.Hal ini menjadikan Flores Timur sebagai wilayah yang

tergolong kering, dimana hanya 4 bulan (Januari-Maret dan Desember) yang

keadaannya relatif basah serta 8 bulan sisanya relatif kering.Curah hujan tidak merata

dengan rata-rata 300-2000 mm dengan jumlah hari hujan 60-150 hari / tahun dan

kedalamam 500-2000 mm / tahun (Flores Timur dalam Angka, 2011).

Secara potensi biodiversitas di Kabupaten Flores Timur memiliki 16 jenis bakau

dengan luasan 630,83 ha disepanjang pesisir, sedangkan jenis lamun yang ditemukan

sebanyak 5 jenis dengan luasan padang lamun sebesar 1.639,82 Ha. Tutupan karang

hidup di kabupaten Flores Timur secara umum berkisar 55,13% – 71,97% yang artinya

masih dalam kondisi baik, jenis karang batu yang tercatat sebanyak 345 jenis dari 19

KEC.

Page 13: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 13

suku/famili dansedangkan ikan karang yang tercatat sebanyak 210 jenis yang termasuk

dalam 33 sukudengan densitas sebanyak 952 ekor ikan perluas areal 250m2(WWF,

2009)

2.1.2. Statistik Perikanan Kabupaten Flores Timur

Penduduk Kabupaten Flores Timur berdasarkan registrasi BPS Kabupaten Flores

Timur 2011 sebanyak 232.605 jiwa. Jumlah tersebut 110.976 jiwa (47,71%) laki-laki

dan 121.629 jiwa (52.28 %) perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) 53.969.

Persebaran penduduk tidak merata antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, tingkat

kepadatan rata-rata 128,31 jiwa/km² dan yang terpadat terdapat di Kecamatan

Larantuka, yaitu 492 jiwa/km² dan yang terendah/kurang terdapat di Kecamatan

Tanjung Bunga, yaitu 50,65 jiwa/km².

Terdapat 5 kategori armada yang dapat dijumpai di kabupaten ini yang terhitung

sebanyak2097 armada yang terdiri atas 7,9% (165 armada) merupakan jukung, 9,8%

(206 armada) adalah perahu papan, 32%(672 armada) adalah motor tempel,15,1%(316

armada) adalah kapal motor < 5 GT dan 35,2%(738 armada) adalah kapal motor >5 GT

(Flores Timur dalam Angka, 2011)

Terdapat 9 kategori Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Flores Timur

dengan jumlah sebanyak 1008 buah/set. Berikut tabel jumlah alat tangkap yang

ditemukan di Kabupaten Flores Timur :

Tabel 3. Komposisi Alat Tangkap di Kabupaten Flores Timur ( Data Statistik Perikanan Tangkap Provonsi NTT, 2008)

No Alat Tangkap Jumlah Pesentase (%)

1 Pukat Pantai 70 6,9 2 Pukat Cincin 100 9,9 3 Jaring Insang 160 15,9 4 Bagan 23 2,3 5 Huhate 56 5,6 6 Pancing Tonda 85 8,4 7 Pancing Lainnya 260 25,8 8 Alat Lainnya 254 25,2

Page 14: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 14

BAB III

METODE PENILAIAN PERFORMA INDIKATOR EAFM

3.1. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan untuk Survey EAFM mencakup 6 Indikator, antara lain:

Sumberdaya Ikan, Teknik Penangkapan, Habitat, Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan.

Dalam pengumpulan data dibagi menjadi 2 proses yaitu melalui data primer dan data

sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan denganpengambilan data yang dilakukan

dengan metode interview dan observasi terarah secara kualitatif melalui kuesioner

perikanan pelagis besar, pelagis kecil dan ikan karang (demersal) kepada responden

rumah tangga perikanan.Interview akan dilakukan secara perorangan

Penentuan responden berdasarkan pada hal-hal berikut ini :

a. Nelayan yang telah memiliki pengalaman dalam bidang tersebut minimal 5 tahun

(tentatif), diutamakan lebih dari 10 tahun.

b. Bersedia diwawancarai.

c. Dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu membuat cluster dari populasi

berdasarkan kriteria Klasifikasi alat tangkap dan jenis armada

d. Jumlah sampel tidak terikat, wawancara hanya menargetkan terpenuhinya semua

informasi yang dibutuhkan.

e. Perwakilan terhadap pemilik kapal yang mengoperasikan armada penangkapan,

pemilik kapal yang tidak mengoperasikan kapal dan ABK

Pengambilan data Sekunder dalam survey ini yaitu dengan observasi kajian

ilmiah, dokumen laporan pemerintah dan Kebijakan nasional dan daerah yang

mencakup pengelolaan wilayah pesisir dan laut di kabupaten Flores Timur

Dalam Metode penentuan lokasi, berdasarkan pada hal-hal berikut ini :

a. Dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu membuat cluster dari populasi

berdasarkan kriteria Jumlah RTP, Klasifikasi alat tangkap dan jenis armada

b. Merupakan daerah yang dikelola dalam perrencanaan tata ruang wilayah atau

zonasi

Page 15: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 15

Pemilihan lokasi pendataan perikanan dilakukan pada 3 jenis perikanan tangkap

yang terdapat di kabupaten Flores Timur, yaitu : perikanan Pelagis Besar (Tuna),

Pelagis kecil dan Demersal (Ikan Karang). Desa yang teridentifikasi sebanyak 10 desa

yang terbagi atas 6 Kecamatan di kabupaten Flores Timur. Berikut lokasi survei yang

teridentifikasi:

Tabel 4. Lokasi Pengambilan Data Survey EAFM

No Kecamatan Desa

1 Solor Timur Motonwutun 2 Solor Timur Watobuku 3 Solor Timur Lohayong 1 4 Larantuka Waibalun 5 Adonara Timur Terong 6 Adonara Timur Lamahalajaya 7 Ile Boleng Boleng 8 Witihama Pledo (Mekko) 9 Klubagolit Sagu

10 Klubagolit Adonara

2.2. Analisa Komposit

Domain Sumberdaya Ikan, Teknik Penangkapan Ikan, Sosial, Ekonomi dan

Kelembagaan yang terdapat pada kuesinoer (Terlampir) akan diberikan nilai

berdasarkan status atau kondisi terkini pada saat kajian EAFM dilakukan. Penentuan

nilai status untuk setiap indikator dalam domain habitat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan skoring yang sederhana, yakni memakai skor Likert berbasis ordinal 1,2,3.

Semakin baik status indikator, maka semakin besar nilainya, sehingga berkontribusi

besar terhadap capaian EAFM.

Perkalian bobot dan nilai akan menghasilkan nilai indeks untuk indikator yang

bersangkutan atau dengan rumusan: Nilai Indeks = Nilai Skor * 100 * Nilai Bobot. Nilai

indeks dari indikator ini, nantinya akan dijumlahkan dengan nilai indeks dari indikator

lainnya dalam setiap domain menjadi suatu nilai indeks komposit. Kemudian, nilai

indeks komposit ini akan dikategorikan menjadi 5 penggolongan kriteria dan

ditampilkan dengan menggunakan bentuk model bendera (flag model) seperti terlihat

pada Tabel berikut ini:

Page 16: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 16

Tabel 5. Penggolongan Nilai Indeks Komposit dan Visualisasi Model Bendera

Nilai Agregat Komposit

Model Bendera Deskripsi/Keterangan

100-125 Buruk

126-150 Kurang

151-200 Sedang

201-250 Baik

251-300 Baik Sekali

Page 17: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 17

BAB IV ANALISIS TEMATIK WILAYAH PENGELOLAAN

PERIKANAN

4.1. Analisis Tematik Pengelolaan Perikanan di Kabupaten Flores Timur 4.1.1. Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Sumberdaya Ikan

Domain Sumberdaya ikan terdapat 6 indikator yang dikaji dalam

penentuan status pada kondisi sumberdaya ikan, gambaran mengenai indikator-

indikator yang termasuk dalam domain sumberdaya ikan berdasarkan hasil

analisis EAFM ditampilkan dalam Tabel di bawah ini :

Tabel 6. Analisis Komposit Domain Sumberdaya Ikan

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN

MONITORING/ PENGUMPULAN

KRITERIA SKOR BOBOT (%) NILAI

1. CPUE Baku CPUE adalah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan. Upaya penangkapan harus distandarisasi sehingga bisa menangkap tren perubahan upaya penangkapan.

Logbook, Enumerator, Observer

1 = menurun tajam

1 40 40

2 = menurun sedikit

3 = stabil atau meningkat

2. Ukuran ikan

- Panjang total - Panjang standar - Panjang karapas / sirip (minimum dan maximum size, modus)

Interview, Sampling program secara reguler untuk LFA (Length Frequency Analysis)

1 = trend ukuran rata-rata ikan yang ditangkap semakin kecil;

2 20 40

2 = trend ukuran relatif tetap;

3 = trend ukuran semakin besar

3. Proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap

Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai umur dewasa (maturity).

Interview, Sampling program secara reguler

1 = banyak sekali (> 60%)

2 15 30

2 = banyak (30 - 60%)

3 = sedikit (<30%)

Page 18: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 18

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN

MONITORING/ PENGUMPULAN

KRITERIA SKOR BOBOT (%) NILAI

4. Komposisi spesies

Jenis target dan non-target (discard dan by catch)

Logbook, observasi, interview

1 = proporsi target lebih sedikit

2 10 20

2 = proporsi target sama dgn non-target

3 = proporsi target lebih banyak

5. Spesies ETP Populasi spesies ETP (Endangered species, Threatened species, and Protected species) sesuai dengan kriteria CITES

Survey dan monitoring, logbook, observasi, interview

1= banyak tangkapan spesies ETP;

1 5 5

2= sedikit tangkapan spesies ETP;

3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap

6. "Range Collapse" sumberdaya ikan

SDI yang mengalami tekanan penangkapan akan "menyusut" biomassa-nya secara spasial sehingga semakin sulit / jauh untuk ditemukan/dicari.

Survey dan monitoring, logbook, observasi, interview

1 = semakin sulit; 2 = relatif tetap; 3 = semakin mudah

2 10 20

1 = fishing ground menjadi sangat jauh

2

2= fishing ground jauh

3= fishing ground relatif tetap jaraknya

Agregat 155

4.1.1.1 Indikator CPUE

Sesuai pada tabel indikator Catch Per Unit Effort (CPUE) Baku dalam

domain Sumberdaya Ikan memiliki bobot terbesar dibandingkan indikator

lainnya, yaitu disebut dengan killer indikator sebesar 40 point. Hal ini

dikarenakan kuatnya hubungan antara CPUE dengan status biomass stock ikan,

sehingga indicator ini banyak digunakan sebagai pengganti pada parameter

biomasa, manakala data biomassa tidak tersedia (Modul EAFM, 2012).

Page 19: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 19

CPUE didefinisikan

sebagai laju tangkap

perikanan per tahun yang

diperoleh dengan

menggunakan data time

series, minimal selama 5

tahun. Sedangkap effort atau

upaya penangkapan ikan itu sendiri diartikan jumlah waktu yang dihabiskan untuk

menangkap ikan di wilayah perairan tertentu. Tujuan perlunya menganalisa

indikator ini adalah untuk mengetahui trend perubahan stock perikanan dari waktu

ke waktu. Trend CPUE yang cenderung menurun, dapat dijadikan sebagai indikasi

dampak negatif terhadap stok ikan atau bahkan kecenderungan overfishing. Oleh

karena itu nilai CPUE tertinggi adalah ketika penangkapan ikan yang banyak

namun tetap memberikan ruang ikan untuk bereproduksi dan berkembang untuk

terus mendukung penangkapanyang lestari.

Berdasarkan analisa data statistik perikanan provinsi NTT selama 5 tahun

(tahun 2006 - 2010) di kabupaten Flores TImur bentuk grafik CPUE menunjukkan

tren penurunan dalam 4 tahun terakhir. Hal ini memberikan gambaran mulai

terjadi penurunan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Flores Timur secara

umum baik di sektor perikanan pelagis dan demersal. Pembobotan yang dilakukan

termasuk dalam kategori 1 yaitu CPUE menurun signifikan. Menurunnya

tangkapan ikan pertrip pada perikanan pelagis dan demersal menunjukan bahwa

status penangkapan cenderung tidak efektif, meningkatnya effort atau usaha

penangkapan trip sepanjang tahun tidak diiringi dengan peningkatan produksi

hasil tangkapan yang signifikan.

Penambahan usaha penangkapan seperti menambah armada penangkapan

atau meningkatkan intensitas penangkapan dan waktu penangkapan yang ada

perlu mempertimbangkan laju reproduksi ikan yang berbeda-beda. Kebijakan

perikanan tangkap di Kabupaten Flores Timur kedepannya diharapkan perlu

adanya pengaturan dalam penangkapan, baik berupa pengaturan alat tangkap yang

lebih selektif, pengaturan wilayah tangkap dengan system zonasi, atau juga

pengaturan pada musim penangkapan tertentu.

Page 20: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 20

Gambar 3. Grafik CPUE Kabupaten Flores Timur peridoe 2006 – 2010

4.1.1.2 Indikator Ukuran Ikan

Pengambilan data indikator ukuran ikan hal ini dilakukan bertujuan

mengetahui ukuran panjang ikan sebagai data untuk analisis frekuensi panjang

(length frequency analysis) yang selanjutnya akan dapat diduga laju eksploitasi

dari suatu unit stok ikan. Jika terjadi penurunan nilai ukuran ikan secara temporal

maka mengindaksikan terjadinya kecenderungan tangkap lebih (overfishing) pada

perairan tersebut. (Jackson et al., 2001; Orensanz et al., 1998, dalam Modul

EAFM, 2012). Kedewasaan ikan yang siap bertelur dapat ditentukan melalui

ukuran ikan, oleh karena itu tren mengecilnya ukuran jenis ikan tertentu yang

tertangkap menunjukan terganggunya pola reproduksi ikan tersebut sehingga akan

berdampak pada produktivitas hasil tangkapan diperairan tersebut kedepannya.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 87,64% responden (baik

untuk nelayan ikan pelagis kecil, pelagis besar dan demersal) lebih setuju ukuran

ikan dalam lima tahun terakhir relatif berukuran sama, 7,86% responden

menyatakan ukuran ikan yang ditangkap lebih kecil, 2,25% menyatakan ukuran

ikan lebih besar, dan 2,25% responden menyatakan tidak tahu. Hasil analisa

menunjukan pada status sedang atau kriteria 2 yang menyatakan ukuran ikan yang

didapatkan dalam 5 tahun terakhir relatif tetap, indikator ini menunjukan bahwa

menurut persepsi responden perikanan di Kabupaten Flores Timur cenderung

Page 21: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 21

belum terjadi penangkapan berlebih. Namun jika dibandingkan dengan indikator

CPUE pada domain yang sama, hasil tangkapan per trip semakin menurun dalam

waktu 5 tahun terakhir (2006-2010). Data menunjukan produksi ikan semakin

menurun dengan ukuran ikan yang sama, jika hal ini terus berlangsung hasil

tangkapan ikan yang tertangkap cenderung yang berukuran lebih kecil atau ikan

akan beradaptasi terhadap tekanan penangkapan berlebih dengan bereproduksi

lebih awal. Kajian lebih detil dalam pengukuran ikan hasil tangkapan nelayan

secara langsung kedepannya perlu dilakukan untuk mengakuratkan penentuan

indikator ini.

4.1.1.3 Indikator Proporsi Ikan Yuana (Juvenile)

Indikator selanjutnya adalah mengetahui proporsi ikan yuana (juvenile)

dalam penangkapan nelayan berdasarkan alat tangkapnya.Secara definisi Ikan

yuana (juvenile) merupakan ukuran suatu tahap dalam pertumbuhan ikan yang

belum masuk kategori ukuran dewasa (mature). Unit satuan yang digunakan

untuk indikator proporsi ikan yuana yang ditangkap ialah (ton, kg, % proporsi)

yang dibandingkan dengan biomasa ikan

secara keseluruhan dari hasil tangkapan untuk

setiap alat tangkap pada perairan tertentu yang

diamati. Indikator ini dapat menggambarkan

ukuran mata jarring suatu alat tangkap yang

digunakan. dengan demikian jika ikan ukuran

yuana pada setiap penangkapan memiliki

proporsi yang lebih besar, mengindikasikan

bahwa ukuran mata jaring yang digunakan

terlalu kecil dan perlu disesuaikan kembali

dengan ukuran ikan yang sudah dewasa

(Modul EAFM, 2012).

Indikator proporsi ikan yuwana (juvenile) yang ditangkap diberikan status

sedang (nilai 30) dengan kriteria 2 yaitu terjadi penangkapan ikan belum dewasa

(juvenile) sebanyak 30-60% dari setiap hasil tangkapan. Indikator ini

menyediakan pilihan yang bersifat luas untuk penggolongan keberlanjutan yang

Page 22: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 22

buruk dan baik. Untuk ikan-ikan yang belum dewasa tertangkap lebih dari 60%

dari total tangkapan, maka penggolongan keberlanjutan termasuk buruk karena

penangkapan juvenile berlebih akan berdampak pada reproduksi ikan yang rendah

atau terjadi perubahan pola repoduksi dengan berkurangnya ukuran jenis ikan

yang tertangkap (mengecil), Sebaliknya keberlanjutan termasuk baik, bila yang

belum dewasa tertangkap kurang dari 30% dari total tangkapan. Di Kabupaten

Flores Timur pada musim puncak, sedang, dan paceklik rata-rata ikan yuwana

(juvenile) yang tertangkap 30-60%. Berdasarkan data interview didapatkan

77,78% responden mendapatkan jenis ikan juvenile berkisar 30-60% dan 22,22%

responden tidak menjawab. Spesies ikan juvenile yang sering ditangkap nelayan

pada perikanan demersal yaitu: Kerapu, Kerapu Capan, Kakap (Kaburak,

Kamera), Pahada (Baronang), dan Biji Nangka (Gerot-gerot), sedangkan pada

perikanan pelagis seperti ikan Layang, Selar, Kombong, Tongkol, Tuna,

Cakalang, Sembe, Tuda.

Penangkapan ikan juvenile

yang tergolong banyak di

Kabupaten Flores Timur,

menunjukan bahwa mata jarring

yang digunakan nelayan dalam

penangkapan pelagis dan demersal

masih lebih kecil dibandingkan

jenis ikan target, sehingga ikan

yuana yang belum dewasa juga

turut tertangkap. Jika hal ini terus berlangsung tentunya merupakan suatu

pemborosan sumberdaya ikan, ikan yang belum dewasa untuk bertelur tertangkap

dan tentunya memotong satu siklus reproduksi ikan tersebut. Kebijakan

Pemerintah Daerah yang implementatif dalam mendorong alat tangkap dan cara

tangkap yang selektif dalam perikanan demersal dan pelagis merupakan solusi

yang efektif dalam mengurangi penangkapan ikan yuana.

Page 23: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 23

4.1.1.4 Indikator Komposisi Spesies

Indikator komposisi spesies merupakan ukuran biomassa spesies tertentu

yang menjadi target penangkapan dan spesies yang bukan target penangkapan

terhadap jumlah seluruh hasil tangkapan dari suatu alat tangkap. Tujuan dari

penentuan indeks komposisi spesies ialah untuk mengetahui komposisi spesies

ikan dan non-ikan yang menjadi target penangkapan dan yang bukan target

penangkapan atau dengan kata lain non target (bycatch). Penentuan proporsi

ikan tersebut dilakukan terhadap hasil tangkapan suatu alat tangkap di daerah

yang diamati. Interpretasi indikator untuk nilai komposisi spesies yaitu dengan

melihat tingkat selektifitas alat tangkap yang digunakan untuk menangkap stock

ikan. Jika hasil tangkapan dari suatu alat tangkap didapati spesies non target

(bycatch) proporsinya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang menjadi target

penangkapan, menunjukan bahwa alat tangkap tersebut tidak selektif (Modul

EAFM, 2012).

Dalam analisa indikator komposisi spesies melalui interview terhadap

responden menyatakan hasil tangkapan ikan target sebanding dengan jumlah

tangkapan non target. Responden yang mendapatkan hasil sampingan, 97,6%

menyatakan memanfaatkan dengan cara: 1) Dijual dimana nelayan memperoleh

sejumlah uang dari hasil penjualan, 2) Diolah menjadi ikan olahan atau bentuk

lainnya dimana nelayan memperoleh sejumlah uang dari penjualan ikan olahan

untuk memenuhi kebutuhan keluarga, 3) Dikonsumsi sendiri untuk memenuhi

kebutuhan protein keluarga. Sedangkan 2,4% responden yang melepas hasil

tangkapan non target terutama jenis hewan yang dilindungi seperti lumba-lumba

dan penyu. Penangkapan sampingan perlu disikapi terutama pada jenis-jenis biota

yang dilindungi secara undang-undang atau jenis yang terancam punah dan

stocknya di alam kurang. Pengembangan teknologi yang selektif dan cara

penangkapan yang efisien untuk ikan target perlu dikembangkan. Pembuatan

modul cara tangkap yang ramah lingkungan untuk perikanan demersal dan pelagis

merupakan salah satu media dalam peningkatan kapasitas nelayan di kabupaten

Flores Timur.

Page 24: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 24

4.1.1.5 Indikator Spesies ETP

Indikator spesies Endangered species, Threatened species, and Protected

species (ETP) atau Jenis biota yang terancam punah, rentan dan yang sudah

dilindungi. Menurut kategori IUCN Red List Endangered (EN) atau Genting

species diartikan sebagai jenis biota yang tidak termasuk dalam terancam kritis

(Critically endangered) namun mengalami resiko kepunahan yang sangat tinggi

di alam dan dimasukkan ke dalam kategori Extinct in the Wild jika dalam waktu

dekat tindakan perlindungan yang cukup berarti tidak dilakukan. Sedangkan

peraturan jenis biota yang dilindung dalam perundangan di Indonesia tercakup

dalam lampiran Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa.

Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa di nelayan di desa

target penelitian tidak seluruhnya memahami

jenis-jenis biota yang dilindungi tersebut.

59,2% responden menyatakan jenis biota

yang dilindungi antara lain : paus, lumba-

lumba, penyu, hiu, duyung dan terumbu

karang. 25,5% responden tidak memahami

jenis biota yang dilindungi dan 15,3% tidak

menjawab. Dalam sepanjang tahun 2010, 98

responden menyatakan telah menangkap

jenis ETP setidaknya : Penyu= 59 ekor, Kima= 845 ekor, Lumba-lumba= 33

ekor, Duyung= 3 ekor, Nautilus= 59 ekor, dan Batu Laga= 3 ekor. Prinsip kehati-

hatian berlaku pada indikator ini setidaknya penangkapan ETP lebih dari 3 ekor

sudah tergolong buruk. Hal ini dikarenakan jenis-jenis ETP sebagai bagian

ekosistem dan rantai makanan jika mengalami ketidakstabilan akan berpengaruh

terhadap ekosistem yang ada. Sosialisasi mengenai jenis-jenis biota ETP disetiap

kegiatan kemasyarakat dan penerapan aturan yang tegas dalam perdagangannya

merupakan salah satu solusi dalam mengurangi pemanfaatan biota yang terancam

punah, rentan punah dan diindungi.

Page 25: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 25

4.1.1.6 Indikator Range Collapse

Indikator "Range Collapse" dalam indicator sumberdaya ikan dapat

diartikan suatu fenomena yang umum terjadi pada stok ikan jika stok ikan

yang bersangkutan mengalami kondisi overfishing. Secara teknis, didefinisikan

sebagai yakni pengurangan drastis wilayah/ruang spasial ekosistem laut yang

biasanya dihuni oleh stok ikan tertentu. Untuk menentukan ada tidak range

collapse ini, maka indikator yang paling mudah adalah melihat apakah

terjadi indikasi terhadap semakin sulitnya mencari lokasi penangkapan ikan

(fishing ground), karena secara spasial, wilayah penangkapan ikan menjadi

semakin jauh dari lokasi fishing ground sebelumnya. Unit yang digunakan untuk

indikator range collapse sumberdaya ikan ialah dilihat berdasarkan hasil

tangkapan per upaya (CPUE) secara temporal dari tahun ke tahun serta seberapa

jauh jarak tempuh (mil atau km) untuk setiap kali trip penangkapan ikan

dibandingkan jarak pada tahun-tahun sebelumnya (Modul EAFM).

Berdasarkan hasil analisa interview, responden menyatakan 78,82%

nelayan setuju bahwa lokasi penangkapan responden selalu tersedia stok ikan

dalam jumlah banyak dan dekat dengan fishing base, namun persepsi ini

berbanding terbalik dengan analisa tren CPUE di Kabupaten Flores Timur dalam

4 tahun terakhir yang justru cenderung menurun. Responden juga menyatakan

bahwa pada musim tertentu nelayan ikan demersal dan pelagis menangkap

hingga ke wilayah kabupaten Lembata dan Sikka. Seperti wilayah perairan

Balauring, Waijarang, Loang, Batu Lobang, dan Tanjung Naga pada kabupaten

Lembata dan perairan Paga pada kabupaten Sikka, dan laut Sawu. Oleh karena itu

indicator Range Collapse termasuk dalam kategori Sedang.

Page 26: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 26

Gambar 4. Agregat Domain Sumberdaya Ikan

Berdasarkan nilai komposit di tiap indikator seperti ditunjukan pada

gambar no. 4. Secara keseluruhan domain sumberdaya ikan di Kabupaten Flores

Timur diberikan status sedang atau kuning dengan nilai komposit 155 dari

pengukuran maksimal 300.

Secara umum domain sumberdaya ikan menunjukan kondisi sumberdaya

ikan yang ada, baik dalam perikanan demersal dan pelagis berstatus sedang atau

kuning yang diartikan jika pemanfaatan perikanan tetap pada kondisi yang ada,

maka akan terjadi kecenderungan penurunan sumberdaya ikan, hal ini ditunjukan

pada hasil analisis indikator CPUE Baku sebagai indikator inti dalam domain ini

(Killer Indikator) menunjukkan status buruk atau semakin menurun, begitu juga

dengan indikator spesies ETP yang tertangkap baik target maupun non target.

Upaya dalam meningkatkan sumberdaya ikan demersal dan pelagis di

perairan kabupaten Flores Timur untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sudah

seharusnya menjadi prioritas kebijakan di kabupaten ini. Kebijakan dalam

pengumpulan data primer yang konsisten baik dalam perikanan skala besar dan

tradisional dalam mendukung hasil analisa yang lebih akurat juga perlu

diterapkan. Hal ini bisa didukung dengan pengumpulan data logbook perikanan

tangkap dari private sector atau pengusaha perikanan, pengumpulan data profil

perikanan didesa pesisir dan juga bekerjasama dengan akademisi yang melakukan

riset di kabupaten Flores Timur.

Page 27: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 27

4.1.2. Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Habitat dan Ekosistem

Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain

habitat dan ekosistem berdasarkan hasil analisis EAFM ditampilkan dalam Tabel

di bawah ini.

Tabel 7. Analisis Komposit Domain Habitat dan Ekosistem

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN

MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT

(%) NILAI

1. Kualitas perairan

Limbah yang teridentifikasi secara klinis, audio dan atau visual (Contoh :B3-bahan berbahaya & beracun)

Data sekunder, sampling, monitoring, >> Sampling dan monitoring : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan)

1= tercemar; 2=tercemar sedang; 3= tidak tercemar

0 20 0

Tingkat kekeruhan (NTU) untuk mengetahui laju sedimentasi perairan

Survey, monitoring dan data sekunder, CITRA SATELIT >> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelite (data deret waktu) dan sedimen trap (setahun sekali) => pengukuran turbidity di Lab

1= > 20 mg/m^3 konsentrasi tinggi ; 2= 10-20 mg/m^3 konsentrasi sedang; 3= <10 mg/m^3 konsentrasi rendah Satuan NTU

0

Eutrofikasi >> Survey : 4 kali dalam satu tahun (mewakili musim dan peralihan) >> monitoring : dengan coastal bouy/ water quality checker (continous), Citra satelite (data deret waktu)

1= konsentrasi klorofil a > 10 mg/m^3 terjadi eutrofikasi; 2= konsentrasi klorofil a 1-10 mg/m^3 potensi terjadi eutrofikasi; dan 3= konsentrasi klorofil a <1 mg/m^3 tidak terjadi eutrofikasi

0

2. Status lamun

Luasan tutupan, densitas dan jenis Lamun.

Survey dan data sekunder, monitoring, CITRA SATELIT. >> Sampling dan monitoring : Seagrass watch (www.seagrasswatch.org) dan seagrass net (www.seagrassnet.org)

1=tutupan rendah, 29,9%;

2=tutupan sedang, 30-49,9%; 3=tutupan tinggi,

50%

2 15 30

1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3); 3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3)

2

Page 28: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 28

3. Status mangrove

Kerapatan, nilai penting, perubahan luasan dan jenis mangrove

Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara >> Citra satelite dengan resolusi tinggi (minimum 8 m) - minimal satu tahun sekali dengan diikuti oleh survey lapangan >> Survey : Plot sampling

1=kerapatan rendah, <1000 pohon/ha, tutupan <50%; 2=kerapatan sedang 1000-1500 pohon/ha, tutupan 50-75%; 3=kerapatan tinggi, >1500 pohon/ha, tutupan >75%

3 15 30

1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3); 3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3)

3

1= luasan mangrove berkurang dari data awal; 2= luasan mangrove tetap dari data awal; 3= luasan mangrove bertambah dari data awal

1

1 = INP rendah; 2 = INP sedang; 3 = INP tinggi

1

4. Status terumbu karang

> Persentase tutupan karang keras hidup (live hard coral cover).

Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara >> Survey : Transek (2 kali dalam setahun) >> Citra satelite dengan hiper spektral - minimal tiga tahun sekali dengan diikuti oleh survey lapangan

1=tutupan rendah, <25%; 2=tutupan sedang, 25-49,9%; 3=tutupan tinggi, >50%

1 15 15

1=keanekaragaman rendah (H' < 3,2 atau H' < 1); 2 = kanekaragaman sedang (3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3); 3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3)

1

5. Habitat unik/khusus (spawning ground, nursery ground, feeding ground, upwelling).

Luasan, waktu, siklus, distribusi, larva drift, spill over, dan kesuburan perairan

Fish Eggs and Larva survey, GIS dgn informasi Citra Satelit, Informasi Nelayan, SPAGs (Kerapu dan kakap), ekspedisi oseanografi

1=tidak diketahui adanya habitat unik/khusus; 2=diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik; 3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik

1 15 15

Page 29: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 29

6. Status dan produktivitas Estuari dan perairan sekitarnya

Tingkat produktivitas perairan estuari

Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, foto udara >> Survey : 2 kali dalam setahun >> Citra satelite dengan resolusi tinggi - minimal dilakukan 2 kali setahun dengan diikuti oleh survey lapangan

1=produktivitas rendah; 2=produktivitas sedang; 3=produktivitas tinggi

0 10 0

7. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat

Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat

Survey dan data sekunder, CITRA SATELIT, data deret waktu, monitoring

> State of knowledge level : 1= belum adanya kajian tentang dampak perubahan iklim; 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi; 3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi > state of impact (key indikator menggunakan terumbu karang): 1= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%); 2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%); 3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%)

1

3

10

20

Agregat 110

4.1.2.1 Indikator Kualitas Perairan

Indikator kualitas perairan merupakan indikator dengan bobot terbesar

pada domain habitat ini. Hal dikarenakan indicator ini dievaluasi dalam rangka

mengetahui kualitas dan kesehatan lingkungan perairan, serta mengetahui tingkat

percemaran perairan yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan

berdampak terhadap keseluruhan ekosistem atau habitat laut. Lebih lanjut,

pencemaran perairan ini didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh

yang membayakan) bagi kehidupan biota, sumberdaya, kenyamanan ekosistem

Page 30: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 30

perairan, serta kesehatan manusia, dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan

tersebut. Suatu perairan dikatakan tercemar jika salah satu dari parameter baku

mutu air melebihi ambang batas atau standar pencemaran yang telah ditetapkan.

Standar pencemaran atau baku mutu air di Indonesia ditetapkan berdasarkan

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air

Kualitas perairan mencakup karakteristik fisika, kimia, dan biologi

perairan, yaitu suatu ukuran tentang kondisi relatif suatu perairan terhadap

standar yang ditentukan untuk kesehatan ekosistem di dalamnya. Kualitas perairan

dapat ditentukan oleh keberadaan dan kuantitas kontaminan serta oleh faktor fisik

dan kimia seperti pH, konduktifitas, oksigen terlarut, salinitas dll.

Dalam melakukan kajian EAFM terdapat tiga sub-indikator kualitas

perairan yang penting untuk diukur yaitu keberadaan limbah yang dapat

dideteksi secara klinis dan visual, tingkat kekeruhan perairan, dan eutrofikasi

(Modul EAFM, 2012).

Berdasarkan pengumpulan data sekunder, indikator kualitas perairan

merupakan salah satu dari indikator yang tidak dapat dianalisa dan dibahas dalam

domain ini karena tidak tersedia data atau kajian ilmiah yang mencakup limbah

(B3), tingkat kekeruhan, dan eutrofikasi di perairan Kabupaten Flores Timur.

Oleh karena itu penilaian indikator ini menjadi 0. Pentingnya mengetahui kondisi

perairan laut sebagai barometer kualitas habitat sudah sebaiknya didukung dengan

program pengambilan data secara periodik oleh Dinas yang terkait.

4.1.2.2 Indikator Status Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya

menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Lamun tumbuh subur terutama

di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya

berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati, dengan kedalaman

sampai dengan 4 meter. Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa jenis

lamun bahkan ditemukan tumbuh sampai kedalaman 8 – 15 meter dan 40

meter.

Page 31: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 31

Kajian pada indikator ini bertujuan untuk mengetahui tutupan dan

densitas (kerapatan) lamun, serta keberadaan jenis lamun di suatu wilayah.

Ekosistem padang lamun sangat penting artinya bagi kehidupan penyu hijau dan

dugong, karena tumbuhan ini merupakan sumber makanan bagi kedua jenis

hewan yang dilindungi tersebut. Selain itu, ekosistem padang lamun juga dikenal

sebagai daerah asuhan berbagai juvenil ikan dan sebagai daerah perlindungan dari

predator bagi ikan-ikan kecil. Beberapa studi menyatakan bahwa telah ditemukan

360 soesies ikan yang berasosiasi dengan padang lamun. Spesies yang bernilai

ekonomi dan dominan adalah siganid (Baronang). Berbagai fungsi penting

ekosistem lamun tersebut mendasari bahwa status padang lamun merupakan salah

satu indikator yang penting untuk diketahui dengan tujuan untuk mengetahui

kualitas dan produktivitas ekosistem perairan; untuk mengetahui keberhasilan

rekruitmen suatu biota; dan untuk mengetahui daerah pemijahan dan asuhan

berbagai biota perairan yang dapat mendukung ketersediaan sumberdaya ikan

(Modul EAFM, 2012).

Berdasarkan hasil kajian Survey Ekologi di kabupaten Flores Timur tahun

2009 oleh WWF menunjukan luasan lamun di kabupaten Flores Timur tergolong

sedang yaitu berada pada kisaran angka 30%-49,9% dan berdasarkan analisa Citra

Aster pada tahun 2009 teridentifikasi luasan lamun di Kabupaten Flores Timur

adalah 1,639.82 ha. Dari 13 jenis lamun yang ditemukan di sepanjang perairan

Indonesia (Den Hartog 1970 dalam Modul EAFM, 2012), di perairan kabupaten

Flores Timur teridentifikasi sebanyak 5 (lima) spesies lamun yang dijumpai.

Kelima spesies tersebut yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,

Cymomodocea rotundata, Halophila ovalis, dan Halodule sp. Persen tutupan

lamun tertinggi yaitu di Desa Riang Sungai (Solor Barat) sebesar 45% dan

tutupan terendah di Pulau Knawe sebesar 19,6%. Keberdaaan lamun di perairan

kabupaten Flores Timur perlu dijaga dikarenakan secara alami fungsi fisika-kimia

lamun dapat memperlambat laju abrasi pantai, karena lamun merupakan

perangkap sedimen (sedimen trap) dan fungsi penting lainnya adalah lamun dapat

mengendapkan zat pencemar untuk diolah kembali oleh biota pengurai (detritus),

sehingga mendukung perbaikan kualitas perairan secara alami.

Page 32: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 32

4.1.2.3 Indikator Status Mangrove

Hutan mangrove seringkali disebut dengan hutan pasang surut, hutan

payau, atau hutan bakau. Bila dibandingkan dengan hutan daratan, hutan

mangrove memiliki produktifitas primer yang paling tinggi. Hutan mangrove

dapat memberikan kontribusi besar terhadap detritus organik yang sangat

penting sebagai sumber energi bagi biota yang hidup di perairan sekitarnya.

Secara singkat, mangrove merupakan ekosistem pesisir yang penting bagi

manusia dengan banyak manfaat dan fungsi diantaranya: Sebagai peredam

gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap

sedimen; Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove;

daerah asuhan (nursery

ground); daerah mencari

makan (feeding ground), dan

daerah pemijahan (spawning

ground) berbagai jenis ikan,

udang, dan biota laut lainnya;

pemasok larva ikan, udang,

dan biota laut lainnya dan

juga dapat menjadi tempat

wisata.

Berdasarkan pada berbagai fungsi penting mangrove, maka indikator

mangrove merupakan salah satu indikator yang penting dalam kajian EAFM.

Tingkat kerapatan, nilai penting, keanekaragaman, dan perubahan luasan

mangrove merupakan informasi yang dibutuhkan untuk melihat kualitas dan

kuantitas ekosistem mangrove di suatu wilayah pesisir. Evaluasi atau kajian

kondisi mangrove dilakukan dalam rangka mengetahui kualitas dan produktivitas

ekosistem; untuk mengetahui keberhasilan rekruitmen terutama bagi spesies-

spesies penting yang siklus hidupnya berada pada ekosistem mangrove; dan untuk

mengetahui kondisi daerah pemijahan dan asuhan berbagai jenis ikan yang

berasosiasi dengan ekosistem mangrove (Modul EAFM, 2012).

Penilaian pada indikator status mangrove dapat dianalisa berdasarkan 4

kriteria yaitu : Kerapatan pohon bakau, Keanekaragaman jenis, perbandingan

Page 33: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 33

Luasan bakau, dan Indeks Nilai Penting (INP) direrata berdasarkan analisa di ke 4

kriteria tersebut diberikan status sedang. Berikut analisa per kriteria yang dapat

dianalisa, berdasarkan hasil penelitian WWF (2009), di 13 stasiun di Kabupaten

Flores Timur menunjukkan bahwa kerapatan tingkat pohon terkategori sedang

yaitu dengan rata-rata 10.193 pohon/hektar di 10 stasiun, kerapatan ini

menunjukan kondisi yang cukup baik dalam mendukung pertumbuhan mangrove

didaerah tersebut baik mencakup factor suhu, salinitas dan substrat (Romadhon,

A, 2008), Sedangkan keanekaragaman bakau cukup tinggi dengan hasil sampling

vegetasi bakau di 13 lokasi di Kabupaten Flores Timur ditemukan 16 jenis bakau

(Acrostichum speciosum, Aegialitis annulata, Avicennia marina, Bruguiera

cylindrical, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, Ceriops decandra,

Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Heritiera globosa, Lumnitzera racemosa,

Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia

alba, dan Sonneratia caseolaris), dari 8 family yaitu: Avicenniaceae,

Combretaceae, Euphorbiaceae.

Tercatat juga luasan bakau yang dapat diidentifikasi berdasarkan citra

Aster tahun 2009 seluas 630.83 ha namun hasil wawancara dengan masyarakat

menyatakan bahwa luasan hutan bakau cenderung berkurang dan belum tersedia

data awal (sebelum survey) hutan mangrove di Kabupaten Flores Timur.

Sementara Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300 %, dari 13 lokasi

yang dilakukan sampling di kabupaten Flores Timur didapatkan nilai rata-rata

55,22% yang termasuk dalam kondisi rendah. Adapun jenis-jenis mangrove yang

memiliki INP dominan, antara lain : Sonneratia alba di daerah Weri, Desa

Lewobunga, Lewolaga, Menanga dan Baniona; Rhizopora apiculata didaerah

Watotutu, Halakodanuan, Belogili, Sinamalaka, dan Kolaka; Ceriops decandra

didaerah Tiwatobi dan Kolaka; Aegialitis annulata didaerah Konga (WWF, 2009).

4 Jenis yang memiliki nilai penting dalam ekosistem mangrove tersebut

ditiap stasiun sampling seharusnya lebih diprioritaskan untuk dijaga dan

dilestarikan disamping juga jenis lainnya, karena nilai penting jenis ini

memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis

tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove dan nilai penting dari tiap jenis

Page 34: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 34

mangrove sangat tergantung pertumbuhan mangrove yang didukung oleh

ketersediaan nutrient dan bahan oganik (Supriharyono dalam Romadhon , 2008)

Seperti halnya ekosistem Mangrove dan Padang Lamun, Terumbu karang

juga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi dan ombak

besar, serta sebagai aset pariwisata bahari yang banyak menghasilkan devisa bagi

negara. Ditinjau dari aspek ekonomi, terumbu karang memberikan sumbangan

yang cukup besar untuk sektor perikanan. CAESAR (1996) menyatakan bahwa

terumbu karang yang termasuk dalam kategori sangat baik dapat

menyumbangkan 18 ton ikan per km2/tahun, sedangkan yang termasuk dalam

kategori baik dan cukup adalah sebesar 13 ton/km2 /tahun dan 8 ton/km 2

/tahun. Apabila dikalkulasikan secara ekonomi, nilai terumbu karang yang ada di

perairan Indonesia adalah sebesar 4,2 milyar $US dari aspek perikanan, wisata

dan perlindungan laut. Nilai ini belum termasuk nilai manfaat terumbu karang

sebagai pelindung pantai, bahan bangunan, sumber pangan serta obat-obatan.

Namun demikian, terumbu karang juga merupakan ekosistem yang sangat rentan

terhadap gangguan akibat kegiatan manusia yang tidak terkendali, dan

pemulihannya memerlukan waktu yang lama.

4.1.2.4 Indikator Status Terumbu Karang

Kajian kondisi terumbu karang bertujuan untuk mengetahui persentase

tutupan karang hidup dan keanekaragaman jenis karang di dalam suatu wilayah.

Persentase tutupan karang hidup ini merupakan indikator kondisi terumbu

karang dimana semakin

tinggi tutupan karang hidup

maka semakin baik kondisi

dan produktifitas perikanan,

terutama ikan-ikan yang

secara langsung berasosiasi

dengan terumbu karang.

Sedangkan keanekaragaman

jenis terumbu karang

merupakan indikator kesehatan

Page 35: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 35

lingkungan perairan. Kondisi terumbu karang dievaluasi dalam rangka

mengetahui kualitas dan produktivitas ekosistem. Selain itu, tutupan karang

hidup dan keanekaragaman jenis juga terkait langsung dengan keberhasilan

rekruitmen; dan untuk mengetahui daerah pemijahan dan asuhan di suatu

perairan (Modul EAFM, 2012)

Indikator status terumbu karang diberikan status buruk, hal ini dikarenakan

berdasarkan data terbaru pada survey kesehatan karang atau Reef Health tahun

2012, teridentifikasi terumbu karang Flores Timur berada pada kondisi buruk-

sedang (< 50%), dengan rata-rata 21% terkategori buruk dengan temuan sebagian

besar kerusakan diakibatkan adanya aktvitas destructive fishing terutama

penggunaan bom ikan. Rusaknya terumbu karang secara langsung akan

berdampak pada produktivitas perikanan demersal, dan perikanan pelagis juga

akan berpengaruh selanjutnya sebagai rantai makanan dalam siklus perikanan.

Perlunya upaya dalam menjaga dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang

mutlak dilakukan di Kabupaten Flores Timur untuk meningkatkan produktivitas

perikanan yang semakin menurun.

4.1.2.5 Indikator Habitat Unik atau Khusus

Habitat unik atau khusus didefinisikan sebagai habitat atau spesies

khusus yang mempunyai nilai ekologi dan ekonomi yang sangat tinggi,

sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam pemantauannya. Informasi

tentang lokasi-lokasi spawning ground, nursery ground, feeding ground, dan

upwelling sangat penting untuk menentukan bahwa suatu perairan memiliki

habitat unik/khusus yang berperan dalam mendukung keberlanjutan pemanfaatan

sumberdaya perikanan. Selain itu, spesies endemik, langka, dan terancam punah

adalah beberapa kriteria lain yang dapat dipakai dalam menentukan

habitat/spesies unik/langka. Hal ini penting dikaji karena lokasi-lokasi tersebut

merupakan tempat bagi berbagai jenis ikan tumbuh dan berkembangbiak, yang

pada akhirnya dapat mendukung kegiatan perikanan di sekitarnya.

Indikator habitat/spesies unik/khusus dievaluasi dalam rangka untuk

memberikan dasar yang kuat bagi pengelolaan perikanan yang harus

dilakukan baik melalui Pengaturan dengan system buka tutup berdasarkan musim

Page 36: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 36

(open close area season), pengaturan alat tangkap, penentuan lokasi tangkap

(fishing ground), atau pun dengan pengembangan kawasan konservasi perairan.

Dengan mengetahui habitat-habitat unik/khusus tersebut, maka pengelola

perikanan dapat dengan mudah memetakan dan mengatur bagaimana pengelolaan

perikanan berkelanjutan dapat dijelaskan kepada stakeholders terkait dan

diimplementasikan secara optimal (Modul EAFM, 2012).

Sama halnya dengan indikator kualitas air, kajian ilmiah (riset) terkait

habitat penting seperti lokasi peneluran ikan, lokasi peneluran penyu, feeding

ground penyu, lokasi-lokasi migrasi beberapa ikan endemik, langka, dan terancam

punah seperti paus dan duyung belum teridentifikasi. Wilayah ini sangat penting

sebagai daya dukung sumberdaya perikanan disuatu area dan dengan mengetahui

habitat penting pengelolaan sumberdaya laut akan lebih terfokus dan efisien

dalam wilayah tertentu namun berdampak luas. Dalam mendukung rencana

pengelolaan perikanan disarankan Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan

lembaga penelitian atau akademisi dan LSM dalam melakukan kajian habitat

penting ini.

4.1.2.6 Indikator Produktivitas Estuary

Indikator selanjutnya adalah menganalisa produktivitas estuary dan

perairan sekitarnya. Perlu diketahui bahwa defiisi Estuari adalah suatu perairan

semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan

laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara air tawar dan air

laut. Kebanyakan estuari

didominasi oleh substrat lumpur

yang berasal dari endapan yang

dibawa oleh air tawar maupun air

laut. Karena partikel yang

mengendap kebanyakan bersifat

organik, substrat dasar estuari

biasanya kaya akan bahan organik,

yang menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuaria.

Page 37: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 37

Tujuan dari kajian produktifias estuary dan perairan sekitarnya ini adalah

untuk mengetahui kualitas dan produktivitas perairan yang dihitung dari

konsentrasi klorofil a; Selain itu, indikator ini dapat menjelaskan tentang

pentingnya suatu estuari sebagai daerah asuhan bagi beberapa spesies perikanan

yang bernilai ekonomis (Modul EAFM, 2012).

Indikator status dan produktivitas estuari dan perairan sekitarnya tidak

dapat dianalisis tidak tersedianya data primer dan sekunder menyangkut

produktivitas estuari di Flores Timur oleh karena itu penilaian pada indikator ini

adalah kosong (0). Pentingnya mengetahui informasi indikator ini bagi kabupaten

Flores Timur yaitu produktivitas estuarine menyediakan unsur hara bagi

ekosistem laut. Semakin tinggi produktivitas perairan estuari, maka akan

semakin besar peran estuari dalam mendukung produksi sumberdaya ikan di

perairan sekitarnya.

4.1.2.7 Indikator Perubahan Iklim Terhada Kondisi Perairan dan Habitat

Indikator terakhir pada domain ini adalah pengaruh perubahan iklim

terhadap kondisi perairan dan habitat. Indikator ini perlu diketahui untuk

menunjukan semakin besar dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan

dan habitat, maka keberlanjutan sumberdaya perikanan semakin terancam,

sehingga diperlukan strategi adaptasi dan mitigasi untuk menekan pengaruh

perubahan iklim tersebut. Perubahan iklim dapat menyebabkan kenaikan suhu

udara, kenaikan suhu permukaan laut, dan peningkatan konsentrasi

karbondioksida di udara. Pengaruh perubahan iklim ini sangat mempengaruhi

kondisi perairan, perubahan musim perikanan, kejadian kekeringan dan

kebanjiran, serta degradasi terumbu karang akibat tingginya suhu permukaan laut

yang menyebabkan pemutihan/bleaching.

Pada indikator ini tidak teridentifikasi adanya penelitian yang secara

spesifik terkait dampak perubahan iklim yang terjadi. Namun berdasarkan survey

Reef Health yang dilakukan oleh WWF tahun 2012, turut mengambil data

pemutihan karang sebagai salah satu indikator dampak perubahan suhu laut.long

Hasil pengamatan menunjukan pemutihan karang di 15 titik penyelaman

pemutihan karang < 5% yang tergolong masih rendah. Data kajian ini diperlukan

Page 38: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 38

diketahui untuk kepentingan pengelolaan perikanan baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Beberapa kasus yang terjadi di bidang perikanan adalah

bergesernya musim perikanan pelagis, kondisi cuaca yang sulit diprediksi hingga

menurunnya produktivitas perikanan demersal dikarenakan adanya pemutihan

karang. Informasi dampak perubahan iklim mendukung dalam pembuatan strategi

adapatasi dan mitigasi perubahan iklim dalam sendi-sendi kebijakan pengelolaan

perikanan untuk mengurangi kerentanan masyarakat pesisir yang terkendala

dampak langsung fenomena perubahan iklim.

Gambar 5. Agregat Domain Habitat dan Ekosistem

Berdasarkan nilai komposit di tiap indikator seperti ditunjukan pada

gambar no.5 Secara keseluruhan domain habitat dan ekosistem di Kabupaten

Flores Timur diberikan status buruk atau merah dengan nilai komposit 110 dari

nilai total komposit 300. Hal ini dikarena dari 7 indikator yang dianalisis hanya 5

indikator dengan status sedang dan buruk sementara 2 indikator lainnya tidak

dianalisis karena tidak tersedia data pendukung yaitu pada indikator kualitas

perairan dan produktivitas estuari.

Domain habitat akan sangat menentukan kelimpahan dan keanekaragaman

sumberdaya ikan yang terdapat di dalamnya. Secara umum, semakin baik kondisi

habitat maka kelimpahan dan keanekaragaman sumberdaya semakin baik.

Perlunya upaya Pemerintah Daerah dalam mendorong pengumpulan data

terkait pengecheckan kualitas air dan status produktivitas estuaris perlu diketahui

dan diidentifikasi kondisinya sebagai satu bagian habitat yang tidak bisa

Page 39: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 39

dipisahkan. Baik buruknya kualitas air dan produktivitas estuarine akan

mempengaruhi kesehatan ekosistem didalamnya yang termasuk terumbu karang,

lamun dan bakau yang berpengaruh terhadap produktivitas perikanan disuatu

perairan.

Indikator Terumbu karang juga perlu menjadi perhatian utama dalam

pengelolaan perikanan di kabupaten Flores Timur. Tingginya persentase

kerusakan yang terjadi disepanjang perairan kabupaten ini tidak saja merugikan

produktivitas di sektor perikanan, namun juga disektor pariwisata. Upaya dalam

langkah pencegahan sebaiknya diupayakan peningkatan pengawasan yang efisien

dan tindakan yang tegas terhadap pelaku pengrusak terumbu karang perlu

dilakukan secara bersama, dan juga menindak pembeli jenis ikan-ikan yang

ditangkap dengan cara tidak ramah lingkungan. Sedangkan upaya untuk

melakukan rehabilitasi terumbu karang yang rusak dapat dilakukan dengan

program penanaman terumbu karang buatan.

Page 40: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 40

4.1.3. Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Teknis Penangkapan Ikan

Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain

teknis penangkapan ikan berdasarkan hasil analisis EAFM ditampilkan dalam

Tabel di bawah ini.

Tabel 8. Analisis Komposit Domain Teknis Penangkapan Ikan

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN

MONITORING/ PENGUMPULAN

KRITERIA SKOR BOBOT (%) NILAI

1. Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan atau ilegal

Penggunaan alat dan metode penangkapan yang merusak dan atau tidak sesuai peraturan yang berlaku.

Laporan hasil pengawas perikanan, survey

1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun ; 2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun ; 3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun

1 30 30

2. Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan.

Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI

Sampling ukuruan ikan target/ikan dominan.

1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm ; 2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm 3 = <25% ukuran target spesies < Lm

3 25 75

3. Fishing capacity dan Effort

Besarnya kapasitas dan aktivitas penangkapan

Interview, survey, logbook

1 = R kecil dari 1; 2 = R sama dengan 1; 3 = R besar dari 1

1 15 15

4. Selektivitas penangkapan

Aktivitas penangkapan yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan

Statistik Perikanan Tangkap, logbook, survey

1 = rendah (> 75%) ; 2 = sedang (50-75%) ; 3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang tidak selektif)

3 15 45

5. Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal

Sesuai atau tidaknya fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal

Survey/monitoring fungsi, ukuran dan jumlah kapal.

1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal); 3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal

1 10 10

6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan.

Kualifikasi kecakapan awak kapal perikanan.

Sampling kepemilikan sertifikat

1 = Kepemilikan sertifikat <50%; 2 = Kepemilikan sertifikat 50-75%; 3 = Kepemilikan sertifikat >75%

1 5 5

Agregat 180

Page 41: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 41

4.1.3.1 Indikator Metode Penangkapan Ikan yang bersifat destruktif

dan/atau ilegal

Indikator metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan/atau

illegal dengan bobot terbesar dalam domain teknik penangkapan. Hal ini

dikarenakan penangkapan ikan yang merusak dan atau ilegal merupakan ancaman

yang paling besar bagi kelestarian

ekosistem pesisir dan laut di

Indonesia, terutama ekosistem

terumbu karang. Dampak dari

praktek-praktek penangkapan ikan

yang destruktif dan atau ilegal

tersebut, kini mulai dirasakan oleh

masyarakat nelayan, khususnya

untuk nelayan perikanan karang,

yang semakin sulit untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan.

Secara definisi metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif atau

merusak adalah cara menangkap ikan yang dapat menimbulkan kerusakan

secara langsung, baik terhadap habitat (tempat hidup dan berkembang biak)

ikan maupun terhadap sumber daya ikan itu sendiri. Sementara, yang

dimaksud dengan metode penangkapan ikan yang ilegal adalah cara

menangkap ikan yang melanggar atau bertentangan dengan ketentuan

peraturan yang berlaku, baik ditingkat lokal, nasional, regional maupun

internasional (Modul EAFM, 2012).

Kriteria penilaian baik atau buruknya indikator metode penangkapan ikan

yang bersifat destruktif dan atau ilegal dalam pengelolaan perikanan dengan

pendekatan ekosistem di suatu perairan, adalah dengan melihat jumlah kasus

pelanggaran yang terjadi dalam penggunaan metode penangkapan ikan yang

bersifat destruktif dan atau ilegal tersebut. Dengan demikian, unit yang digunakan

untuk indikator ini adalah jumlah kasus pelanggaran.

Berdasarkan pengumpulan data terhadap responden dan logbook

penangkapan ikan didesa Lamakera, teknik penangkapan dengan cara merusak

terjadi pelanggaran kasus > 10 kasus pertahun, dan hal ini terjadi sejak tahun 1996

Page 42: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 42

hingga saat ini. Analisa data penelitian menunjukkan bahwa, rata-rata 20-30

kasus per tahun untuk aktivitas pemanfaatan yang merusak lingkungan, dimana

62,35% responden menyebut bom ikan sebagai penyebab terbesar dengan lokasi:

Lamantaun, Pulau Mas, Pulau Meko, Arang, Watotena, perairan Laut Sawu,

perairan Desa Boleng, Solor, Tanjung Bunga, Waimana, perairan Lamakera, Laut

Flores, Selat Solor, dan perairan Pantai Selatan, 1,18% akibat potasium, dan

4,71% pengambilan karang. Kondisi kesehatan karang yang sudah teridentifikasi

pada indikator sebelumnya, berada pada kondisi buruk-sedang (< 50%), dengan

rata-rata 21% yang tersisa masih dalam kondisi sehat, jika hal ini terus dibiarkan

perikanan demersal kedepannya akan collapse, dan secara tidak langsung akan

berpengaruh terhadap perikanan pelagis.

Menurut hasil

wawancara pada Survey

Percetion Monitoring di 44 desa

pesisir pada tahun 2010 oleh

DKP Kabupaten Flores Timur

bersama WWF 90,47% atau

1073 responden menyatakan

sudah memahami dan tidak

mengijinkan adanya aktivitas penangkapan yang merusak. Namun upaya dalam

meminimalisir aktivitas merusak masih belum efisien. Adanya dukungan pasar

yang selalu membeli produk hasil bom pada perikanan demersal dan pelagis turut

memicu keberadaan aktivitas merusak ini.

Perlu adanya upaya bersama dari berbagai pihak untuk bersama

meminimalisir aktivitas penangkapan merusak ini. Salah satu media sosialisasi

yang efektif diketahui adalah melalui media tv (televisi) yang setiap hari lebih

dominan diminati dibandingkan dengan membaca majalah/koran dan mendengar

radio setiap harinya. Televisi sebagai media informasi yang ditonton setiap hari

diminati responden sebanyak 53.29% (632 orang). Kegemaran responden dalam

membaca majalah/koran dan mendengar radio setiap harinya berturut-turut

sebanyak 7.25% (86 orang) dan 13.91% (165 orang) (WWF, 2012).

Page 43: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 43

Pengawasan dan jalur informasi yang efektif perlu dilakukan oleh berbagai

pihak mulai dari masyarakat, pengusaha, pemerintah hingga aparat penegak

hukum. Pencabutan izin usaha bagi pengusaha yang membeli produk tidak ramah

lingkungan, pembinaan terhadap papaplele atau pembeli ditingkat pasar dapat

dilakukan sebagai salah satu solusi megurangi permintaan pasar terhadap produk

yang tidak ramah lingkungan.

4.1.3.2 Indikator Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu

penangkapan

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

didefinisikan sebagai penggunaan alat tangkap dan dan alat bantu yang

tidak sesuai dengan peraturan yang dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap sumber daya ikan. Penentuan indikator ini dilakukan karena

modifikasi alat tangkap dan alat bantu yang tidak sesuai dengan peraturan akan

memberikan dampak langsung terhadap kelestarian sumber daya ikan. Umumnya

alat tangkap yang dimodifikasi tanpa memperhatikan peraturan atau panduan

yang telah ditetapkan pemerintah akan berpotensi mengancam kelestarian

sumber daya ikan. Sebagai contoh: penggunaan rumpon yang berlebihan

dengan jarak yang sangat berdekatan. Hal tersebut, tentu akan mengganggu

pola ruaya atau migrasi ikan, sehingga siklus hidup sumber daya ikan akan

terhalangi atau terpotong, yang pada akhirnya menyebabkan sumber daya ikan

akan menipis (depletion) dan bahkan bisa habis atau punah

Berdasarkan pengumpulan data dikabupaten Flores Timur diindentifikasi

modifikasi alat tangkap diberikan status baik. Hal ini ditunjukan dengan < 25%

alat tangkap yang dimodifikasi mendapatkan hasil tangkapan dibawah ukuran

dewasa. Data ukuran ikan target yang dominan tertangkap rata-rata berukuran

layak tangkap, hanya dalam jumlah sedikit ikan pelagis besar (tongkol dan tuna)

yang sering tertangkap dengan ukuran dibawah normal (belum matang gonad).

Untuk jenis alat tangkap dan alat bantu yang dimodifikasi, data penelitian

menunjukkan bahwa hanya 2,35% nelayan yang melakukan modifikasi alat

tangkap jarring insang yang dibuat semakin besar.

Page 44: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 44

Adapun berdasarkan alat tangkap yang digunakan responden yang

mencakup perikanan demersal dan pelagis di kabupaten Flores Timur, secara

keseluruhan terdapat 40 jenis ikan yang umum ditangkap yaitu Banyar, Bawo,

Beduk, Biji Nangka, Cakalang, Gergahing, Hiu, Kakap kuning, Kakap Merah,

Keburak, Kembung, Kemera, Kerapu sosis, Kerapu bebek, Kerapu Capan,

Kerapu Karet Merah, Kerapu Macan, Kerapu Malabar, Kerapu Sue-sue, Kerapu

Sunu, Lamada, Layang, Layar, Mana, Marlin, Matekena, Melus, Pahada, Pari,

Selar, Sembe/Lember, Simba, Sura/Motong, Tembang, Teri/Gele, Tongkol, Tuda,

Tuna Mata Besar, Tuna Sirip Kuning dan Gurita.

4.1.3.3 Indikator Fishing Capacity

Fishing capacity didefinisikan sebagai jumlah hasil tangkapan ikan

maksimum yang dapat dihasilkan pada periode waktu tertentu (tahun) oleh satu

kapal atau armada bila

dioperasikan secara penuh,

dimana upaya dan tangkapan

tersebut tidak dihalangi oleh

berbagai tindakan pengelolaan

perikanan yang menghambatnya.

Satuan unit yang digunakan untuk

fishing capacity adalah ton/tahun.

Fishing capacity menjadi input control dalam manajemen perikanan

tangkap. Input perikanan yang berlebih berpotensi menimbulkan kapasitas yang

berlebih (over capacity). Overcapacity yang berlangsung terus menerus akan

menyebabkan overfishing, sehingga hal ini tentu saja akan dapat menghambat

terwujudnya perikanan yang berkelanjutan dan lestari (Modul EAFM, 2012).

Tujuan penggunaan indikator ini adalah untuk mengetahui tingkat

intensitas penangkapan ikan dan perkiraan dampaknya terhadap kelestarian

sumber daya ikan di suatu wilayah perairan tertentu. Berdasarkan hasil analisa

survey, indikator fishing capacity dan effort diberikan status buruk. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan per unit usaha (CPUE) mengalami

penurunan dalam 4 tahun terakhir, dan berdasarkan interview didapatkan 67,73%

Page 45: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 45

responden yang menyatakan telah terjadi penurunan hasil tangkapan dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir (2008 - 2012), Sedangkan dari ukuran ikan dalam 5 tahun

terakhir 87,64% responden (baik untuk nelayan ikan pelagis kecil/besar dan

demersal) yang menyatakan berukuran relatif sama, sementara trip penangkapan

cukup besar dengan rata-rata trip per alat tangkap yaitu: jaring insang

hanyut/dasar 6-8 jam, pancing 8 jam, purse seine 6-7 jam, long line 10 jam, pole

and line 6-7 jam, bagan apung 8 jam, dan lampara 8 jam.

Hal ini menunjukan bahwa aktifitas penangkapan yang dilakukan oleh

nelayan demersal dan pelagis cenderung meningkat dengan menambahkan effort

dalam penangkapannya, baik melalui lamanya waktu melaut dan frekuensi trip.

Penilaian keberhasilan implementasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan

perikanan dapat diindikasikan dengan meningkat atau menurunnya

kecenderungan fishing capacity dan effort. Bila kecenderungannya relatif

tetap, apalagi menurun, maka pengelolaan perikanannya dapat dianggap

berhasil dalam mengendalikan input perikanan, namun sebaliknya,

pengelolaan perikanan dianggap belum berhasil, bila kecenderungannya selalu

terus meningkat. Oleh karena itu berlebihnya input perikanan (armada

penangkapan ikan) berpotensi menimbulkan degradasi sumber daya ikan.

4.1.3.4 Indikator Selektivitas Penangkapan Ikan

Selektivitas penangkapan didefinisikan sebagai aktivitas penangkapan ikan

yang dikaitkan dengan luasan, waktu dan keragaman hasil tangkapan.Pemilihan

indikator ini dilakukan karena selektivitas penangkapan yang rendah akan

memberikan dampak langsung

terhadap kelestarian sumber daya

ikan. Kriteria penilaian baik atau

buruknya indikator selektivitas

penangkapan dalam pengelolaan

perikanan dengan pendekatan

ekosistem di suatu perairan, adalah

dengan menghitung prosentase

Page 46: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 46

penggunaan alat tangkap yang tergolong tidak atau kurang selektif terhadap

jumlah total alat tangkap yang ada di suatu perairan tertentu.

Alat tangkap yang tergolong memiliki selektivitas tinggi antara lain :

Pancing; jaring insang; alat pengumpul kerang; jaring angkat (bagan perahu,

bagan tancap), pukat cincin (purse seine), perangkap (Sero, Bubu). Sedangkan

yang tergolong selektivitas rendah antara lain : Pukat hela (pukat udang, pukat

ikan); pukat kantong (lampara, pukat pantai);dan muroami (Modul EAFM, 2012).

Indikator selektivitas penangkapan diberikan status baik yaitu alat

tangkap yang kurang selektif berada < 50% berdasarkan proporsi alat tangkap

yang digunakan oleh responden yang diwawancarai. Analisa prosentase

penggunaan alat penangkapan ikan yang tergolong tidak atau kurang selektif (PS')

mendapatkan nilai= 18,75%, karena dari total 16 jenis alat tangkap yang

digunakan (bagan apung, bubu, jaring insang dasar, jaring insang hanyut, kelong,

lampara, long line, panah, pancing dasar, pancing hanyut, pancing tonda, pole and

line, pukat hiu, pukat kombong, purse seine, dan tombak) terdapat 3 alat tangkap

yang berselektivitas rendah yaitu: lampara, pukat hiu, dan pukat kombong,

sedangkan jika menggunakan data statistik perikanan tangkap provinsi NTT tahun

2010. Nilai selektifitas alat tangkap di kabupaten Flores Timur sebesar 17,2%

yang juga digolongkan pada kriteria baik.

4.1.3.5 Indikator Kesesuaian Fungsi dan Ukuran Kapal Penangkapan Ikan

dengan Dokumen Legal

Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen

legal didefinisikan sebagai perbandingan antara dokumen surat legal yang dimiliki

dengan aktivitas nyata dari fungsi dan dimensi ukuran kapal dalam melakukan

operasi penangkapan ikan. Pemilihan indikator ini dilakukan, karena bila antara

surat ijin yang dikeluarkan berbeda dengan aktivitas kenyataan yang ada, maka

hal ini dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar aturan atau illegal fishing,

dan secara tidak langsung tentunya akan berpotensi mengancam kelestarian

sumber daya ikan. Akibat selanjutnya tentu akan sulit atau bahkan tidak akan

mungkin mewujudkan perikanan tangkap yang bertanggungjawab (responsible

fisheries) (Modul EAFM, 2012).

Page 47: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 47

Indikator kesesuaian

fungsi dan ukuran kapal

penangkapan ikan dengan

dokumen legal diberikan status

buruk (nilai 10) dengan kriteria

>50% responden tidak memiliki

kesesuaian fungsi dan ukuran

kapal. Berdasarkan hasil interview 83,8% responden tidak memliki izin, hanya

16,2% saja armada yang memiliki izin. Armada yang memiliki dokumen kesesuai

ukuran kapal adalah armada diatas 5GT, sedangkan mayoritas responden

merupakan armada dibawah 5 GT, sehingga penilaian indikator ini menjadi

rendah. Pemerintah Daerah sebaiknya melakukan pendataan dan pendaftaran

setiap armada kecil (<5GT) yang ada dikabupaten Flores Timur, sehingga selain

mempermudah analisa kesesuain fungsi dan ukuran kapal, informasi ini dapat

digunakan dalam analisa indikator fishing capacity.

4.1.3.6 Indikator Sertifikasi Awak Kapal Perikanan Sesuai dengan Peraturan

Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan dapat

didefinisikan sebagai awak kapal perikanan yang telah memenuhi syarat

kecakapan tertentu untuk bekerja diatas kapal. Sertifikasi awak kapal dilakukan

dengan manfaat untuk penerapan kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung

jawab oleh awak kapal perikanan. Tujuan penggunaan indikator ini adalah untuk

mengestimasi tingkat prosentase sampel kapal penangkapan ikan yang

dioperasikan oleh awak kapal yang bersertifikat sesuai dengan peraturan dan

perkiraan penerapan kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab di suatu

wilayah perairan tertentu (Modul EAFM, 2012).

Tantangan analisa indikator sertifikasi awak kapal perikanan di kabupaten

Flores Timur adalah responden didominasi oleh kapal perikanan dibawah 5 GT

dan terdidentifikasi bahwa tidak memiliki sertifikasi awak kapal. karena tidak bisa

terukur secara formal, hanya berdasarkan pengalaman saja. Oleh karena itu

indikator ini diberikan status buruk. Sebaiknya indikator ini perlu disesuaikan

kembali dengan mempertimbangkan armada kecil yang berada diperairan

Page 48: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 48

kabupaten Flores Timur. Faktor keselamatan pada aktivitas penangkapan (Sea

Safety) di daerah dengan dominasi armada kecil menjadi salah satu indikator yang

perlu dipertimbangkan dalam domain ini.

Gambar 6. Agregat Domain Teknis Penangkapan Ikan

Secara keseluruhan domain teknis penangkapan ikan di Kabupaten Flores

Timur diberikan status sedang atau kuning dengan nilai komposit 180 dari nilai

total nilai komposit 300. 6 indikator yang diuji/dianalisis terdapat 2 indikator yang

berstatus baik yaitu modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

dan selektivitas penangkapan), sedangkan 4 indikator lainnya berstatus buruk.

Tingginya frekuensi destructive fishing merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh besar terhadap rendahnya status domain Teknik penangkapan ikan

dan juga berpengaruh negatif terhadap domain lainnya terutama pada domain

habitat dan ekosistem. Begitu pula dengan indikator Fishing capacity, berlebihnya

kapasitas input perikanan, yakni armada penangkapan ikan yang digunakan untuk

menghasilkan hasil tangkapan ikan cenderung meningkat namun tidak diiringi

dengan peningkatan hasil tangkapan yang signifikan. Oleh karena itu perlunya

kebijakan yang menganut prinsip kehati-hatian dalam upaya penambahan unit

armada pada perikanan tertentu baik untuk perikanan demersal maupun pelagis.

Page 49: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 49

4.1.4. Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Sosial

Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain

sosial berdasarkan hasil analisis EAFM ditampilkan dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 9. Analisis Komposit Domain Sosial

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN

MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT

(%) NILAI

1. Partisipasi pemangku kepentingan

Keterlibatan pemangku kepentingan

Recording partisipasi dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap tahap dan siklus pengelolaan.

1 = kurang dari 50%; 2 = 50-100%; 3 = 100 %

1 40 40

2. Konflik perikanan

Resources conflict, policy conflict, fishing gear conflict, konflik antar sector.

Arahan pengumpulan data konflik adalah setiap semester (2 kali setahun) atau sesuai musim (asumsi level of competition berbeda by musim)

1 = lebih dari 5 kali/tahun; 2 = 2-5 kali/tahun; 3 = kurang dari 2 kali/tahun

1 35 35

3. Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK, traditional ecological knowledge)

Pemanfaatan pengetahuan lokal yang terkait dengan pengelolaan perikanan

Recording pemanfaatan TEK dilaksanakan secara kontinyu sesuai dengan pentahapan pengelolaan perikanan. Evaluasi dari record ini dilakukan setiap siklus pengelolaan dan dilakukan secara partisipatif

1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak efektif; 3 = ada dan efektif digunakan

1 25 25

Agregat 100

4.1.4.1 Indikator Partisipasi Pemangku Kepentingan

Partisipasi pemangku kepentingan merupakan frekuensi keiikutsertaan

pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Jumlah

kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang diikuti oleh pemangku kepentingan

dihitung kemudian dibandingkan dengan seluruh kegiatan pengelolaan

sumberdaya ikan yang pernah dilakukan di lokasi yang diteliti. Pengukuran

partisipasi pemangku kepentingan ini bertujuan untuk melihat keaktifan

pemangku kepentingan dalam seluruh kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan.

Tingkat keaktifan pemangku kepentingan sangat menentukan keberhasilan

kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, semakin aktif pemangku

Page 50: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 50

kepentingan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan, semakin tinggi tingkat

keberhasilan pengelolaan sumberdaya ikan (Modul EAFM, 2012).

Data penelitian menunjukkan bahwa hanya 3% responden yang

menyatakan adanya keterlibatan dan kesepakatan dalam aktivitas pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut, kegiatan dan kesepakatan tersebut antara lain: tetap

menjaga kelestarian sumberdaya laut, tukar pikiran sesama nelayan, dan

sosialisasi terhadap masyarakat tentang habitat dan lingkungan laut. Status buruk

diberikan untuk indikator ini karena dari 100 responden, 97% responden tidak

berpartisipasi dan tidak aktif dalam kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Kabupaten Flores Timur. Pelibatan

masyarakat dalam setiap proses pembangunan mulai dari pembuatan perencanaan,

implementasi, pemantauan hingga evaluasi dalam perlu dilakukan, diketahui

bahwa salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan adalah melalui

kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) baik ditingkat

desa hingga kabupaten.

4.1.4.2 Indikator Konflik Perikanan

Konflik perikanan merupakan pertentangan yang terjadi antar nelayan

akibat perebutan fishing ground (resources conflict) dan benturan alat

tangkap (fishing gear conflict). Konflik perikanan juga dapat terjadi akibat

pertentangan kebijakan (policy conflict) pada kawasan yang sama atau

pertentangan kegiatan antar sektor. Konflik diukur dengan frekuensi terjadinya

konflik sebagai unit indikator. Indikator ini bertujuan untuk melihat potensi

kontra produktif dan tumpang

tindih pengelolaan yang berakibat

pada kegagalan implementasi

kebijakan pengelolaan

sumberdaya ikan. Semakin tinggi

frekuensi konflik perikanan,

semakin sulit pengelolaan

sumberdaya perikanan. Demikian

pula sebaliknya, semakin rendah

Page 51: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 51

frekuensi terjadinya konflik diharapkan semakin mudah implementasi

pengelolaan sumberdaya perikanan (Modul EAFM, 2012).

Hasil analisis data primer (wawancara nelayan) menyatakan bahwa,

konflik wilayah penangkapan terkategori rendah, karena 92% responden

menyatakan tidak terjadi konflik perebutan wilayah penangkapan dan hanya 8%

menyatakan adanya konflik karena perebutan kepemilikan rumpon dan

penggunaan bom ikan. Untuk konflik kategori antar alat tangkap 93% responden

menyatakan tidak terjadi konflik yang dimaksud, sementara kategori konflik antar

kebijakan atau aturan hanya 6% responden yang menyatakan adanya konflik

dikarenakan adanya perebutan lahan penangkapan, dan dari ketiga bentuk konflik

tersebut rata-rata frekuensi kurang dari 2 kali dalam setahun. Namun berdasarkan

hasil pencatatan tangkapan tuna (logbook) teridentifikasi aktivitas pemboman

yang terjadi lebih besar dari 5 kasus per tahun pada musim tuna dan didukung

juga dengan informasi dari nelayan Balauring, Kabupaten Lembata yang telah

dikumpulkan sebelumnya di lapangan terjadi konflik pemanfaatan sumberdaya

ikan di rumpon perairan Balauring antara kapal Pole and Line asal Kabupaten

Flores Timur dengan nelayan tuna didesa ini. Oleh karena itu status konflik pada

indikator tergolong tinggi atau dalam status buruk.

Konflik perikanan terkait wilayah tangkap antara nelayan Pole and Line

pada rumpon nelayan Lembata dan wilayah tangkap perikanan demersal

diwilayah Kabupaten Lembata seperti Loang, Tanjung Naga dan Batu Lobang.

Tantangan pada perikanan dikabupaten kepulauan terutama pada perikanan

pelagis adalah wilayah penangkapan jenis ikan migrasi tidak terpaut dengan

wilayah administrasi kabupaten. Oleh karena perlu adanya kesepakatan bersama

yang mendukung pengelolaan perikanan dengan kabupaten tetangga. Baik

mengatur mengenai pengaturan nelayan, rumpon, pendaratan ikan, investasi

sarana pendukung pasca tangkapan, hingga pencatatan hasil tangkapan.

4.1.4.3 Indikator Pemanfaatan Pengetahuan Lokal dalam Pengelolaan

Sumberdaya Ikan

Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan

merupakan ukuran dari keberadaan serta keefektifan pengetahuan lokal dalam

Page 52: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 52

kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Ada tidaknya pengetahuan lokal dalam

kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang diikuti oleh efektif tidaknya

penerapan pengetahuan lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang

pernah dilakukan di lokasi yang diteliti. Tingkat keefektifan penerapan

pengetahuan lokal sangat menentukan keberhasilan kegiatan pengelolaan

sumberdaya ikan. Oleh karena itu, semakin efektif penerapan pengetahuan lokal

dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan, semakin tinggi tingkat keberhasilan

pengelolaan sumberdaya ikan

Indikator pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya

ikan diberikan status rendah (nilai 25), hal ini dikarenakan dari 98 responden yang

diwawancarai 70% responden menyatakan tidak adanya pengetahuan lokal dalam

pengelolaan sumberdaya ikan dan 30% responden tidak memberikan jawaban.

Kearifan lokal yang telah teridentifkasi adalah adanya prosesi adat dalam

perburuan pari manta di desa Motonwutun dan Watobuku, namun kearifan lokal

tersebut tidak secara spesifik mengatur penangkapan ikan target. Kajian lebih

mendetail di setiap desa pesisir perlu diidentifikasi lebih lanjut, dikarenakan

kearifan lokal yang ada pun masih bisa didorongkan untuk mendukung

pengeloaan perikanan yang lebih selektif dan tetap mengakomodir nilai-nilai

budaya setempat.

Gambar 7. Agregat Domain Sosial

Secara keseluruhan domain sosial di Kabupaten Flores Timur diberikan

status buruk dengan nilai komposit 100 dari nilai total komposit 300, karena dari 3

indikator yang diuji/dianalisis semuanya berstatus buruk. Pentingnya

meningkatkan pemahaman dan mengefisiensikan pelibatan masyarakat dalam

Page 53: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 53

setiap pembangunan terutama dalam pengelolaan wilayah laut sangat dibutuhkan,

adanya kerjasama diantara Pemerintah Daerah kabupaten Flores Timur dan

Kabupaten Lembata dalam pemanfaatan sumberdaya ikan perlu diperjelas, karena

tantangan pada kabupaten kepulauan adalah pemanfaatan perikanan yang sulit

dibatasi dalam wilayah administrasi. Perlunya mengidentifikasi kembali kearifan

lokal diwilayah pesisir dan mendorong hak ulayat terhadap pemanfaatan wilayah

laut yang berkelanjutan perlu menjadi agenda dalam peningkatan perencanaa

pemberdayaan masyarakat kedepannya.

Page 54: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 54

4.1.5. Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Ekonomi

Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain

ekonomi berdasarkan hasil analisis EAFM ditampilkan dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 10. Analisis Komposit Domain Ekonomi

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN

MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT

(%) NILAI

1. kepemilikan aset perubahan nilai/jumlah aset usaha RTP cat :aset usaha perikanan atau aset RT.

Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP adalah menurut musim tangkapan ikan

1 = nilai aset berkurang (lebih dari 50%) ;

2 35 70

2 = nilai aset tetap (kurang dari 50%); 3 = nilai aset bertambah (di atas 50%)

2. Nilai Tukar Nelayan (NTN)

Rasio penerimaan terhadap pengeluaran.

Pengumpulan data NTN menggunakan sumber sekunder (BPS dan PUSDATIN) yang dikumpulkan setiap tahun

1 = kurang dari 100, 1 30 30

2 = 100,

3 = lebih dari 100

3. Pendapatan rumah tangga (RTP)

Pendapatan total RTP yang dihasilkan dari usaha RTP

Arahan frekuensi survey (atau penggunaan note/catatan yang ada di lapangan, mis: pengumpul ikan) dan pengumpulan data pendapatan RTP adalah menurut musim tangkapan ikan

1= kurang dari rata-rata UMR,

3 20 60

2= sama dengan rata-rata UMR, 3 = > rata-rata UMR

4. Saving rate menjelaskan tentang rasio tabungan terhadap income

Arahan frekuensi survey dan pengumpulan data pendapatan RTP adalah menurut musim tangkapan ikan

1 = kurang dari bunga kredit pinjaman; 2 = sama dengan bungan kredit pinjaman; 3 = lebih dari bunga kredit pinjaman

3 15 45

Agregat 205

4.1.5.1 Indikator Kepemilikan Aset

Kepemilikan aset merupakan perbandingan antara jumlah aset produktif

yang dimiliki rumah tangga perikanan saat ini dengan tahun sebelumnya. Bila aset

produktif dari rumah tangga nelayan bertambah maka diberi nilai tinggi dan

sebaliknya. Aset produkstif merupakan aset rumah tangga yang digunakan untuk

kegiatan penangkapan ikan, budidaya ikan, pengolahan ikan, atau perdagangan

ikan, bahkan kegiatan ekonomi lainnya seperti pertanian. Pengukuran

Page 55: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 55

kepemilikan aset ini bertujuan untuk melihat kemampuan rumah tangga

nelayan dalam meningkatkan usaha ekonominya (Modul EAFM, 2012).

Data penelitian menunjukkan bahwa hanya 9,38% responden menyatakan

bahwa terjadi penambahan aset produktif berupa mesin dan alat tangkap,

sementara 90,62% menyatakan tidak terjadi pertambahan (tetap) aset produktif

yang mendukung pekerjaan sebagai nelayan. Aset produktif yang teridentifikasi

berupa alat tangkap, mesin perahu, perahu dan lahan atau rumah, sedangkan aset

non produktif berupa barang elektronik seperti TV, sound system dan VCD. Oleh

Karena itu indikator kepemilikan aset teridentifikasi masih dalam status sedang.

4.1.5.2 Indikator Nilai Tukar Nelayan

Indikator selanjutnya adalah Nilai Tukar Nelayan yang didefinsikan

sebagai rasio perbandingan antara pendapatan dengan pengeluaran rumah tangga

nelayan. Pengukuran nilai tukar ini bertujuan untuk melihat kemampuan

rumah tangga nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan

primer (pangan) maupun kebutuhan sekunder (non pangan) (Modul EAFM,

2012).

Berdasarkan analisa

diberikan status rendah, hal

ini bukan disebabkan karena

pendapatan nelayan lebih

kecil atau pengeluaran besar

dari pendapatan, namun tidak

tersedia data nilai tukar

nelayan dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Flores Timur, yang teridentifikasi

adalah Nilai Tukar Petani. Dengan ketiadaan data indikator NTN, kami

menyarankan kepada kepada instansi yang punya kompeten dalam hal ini BPS

Kabupaten Flores Timur, agar kedepannya data menyangkut NTN perlu

disiapkan, karena NTN merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat

kesejahteraan masyarakat nelayan.

Page 56: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 56

4.1.5.3 Indikator Pendapatan Rumah Tangga Perikanan

Pendapatan rumah tangga perikanan merupakan seluruh pendapatan

yang diterima rumah tangga nelayan, yang bersumber dari pendapatan kepala

rumah tangga serta anggota rumah tangga, baik yang berasal dari bidang

perikanan maupun di luar bidang perikanan. Ukuran pendapatan adalah

rupiah/kepala keluarga/bulan. Indikator pendapatan rumah tangga menggunakan

upah minimum regional (UMR) sehingga bila pendapatan rumah tangga sama

dengan UMR maka rumah tangga perikanan tersebut dapat dikatakan tidak miskin

(Modul EAFM, 2012).

Gambar 8. Pendapatan Nelayan Perikanan Pelagis per Jenis Alat Tangkap

Berdasarkan hasil analisa indikator pendapatan rumah tangga (RTP)

dikabupaten Flores Timur termasuk dalam kategori Baik. Gambar 8 menunjukkan

bahwa dari 8 jenis alat tangkap yang dianalisis pendapatan rumah tangga

perikanan untuk kategori perikanan pelagis, didapatkan nilai rata-rata terendah

sebesar Rp.1.167.398 per bulan untuk alat tangkap jaring insang dan tertinggi

untuk alat tangkap purse seine sebesar Rp. 6.361.555 per bulannya, dengan data

ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Flores Timur

sudah cukup baik berdasarkan nilai UMR Provinsi NTT Rp. 825.000 pada tahun

2011.

Page 57: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 57

Gambar 9. Pendapatan Nelayan Perikanan Demersal per Jenis Alat Tangkap

Demikian juga dengan perikanan demersal pada Gambar 9, dari 4 jenis

alat tangkap yang dianalisis pendapatan rumah tangga perikanan, didapatkan nilai

rata-rata terendah sebesar Rp. 667.000 per bulan untuk alat tangkap bubu dan

tertinggi untuk alat tangkap jaring insang sebesar Rp. 905.915 per bulannya,

dengan data ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten

Flores Timur sudah cukup baik karena kisaran nilai RTP perikanan demersal tidak

terlampau kecil dari nilai UMR Provinsi NTT.

Perkembangan armada dan alat penangkapan ikan di Kabupaten Flores

Timur dalam kurun waktu tahun 2006-2010 cenderung meningkat dan

berorientasi ke penggunaan armada dan alat penangkapan ikan modern.

Peningkatan ini dapat dipahami mengingat rumah tangga perikanan di Kabupaten

Flores Timur cenderung membaik kondisi ekonominya, namun disatu sisi hasil

tangkapan terus menurun (CPUE), berdasarkan hal tersebut peningkatan usaha

penangkapan sumberdaya ikan tidak berbanding lurus terhadap hasil tangkapan

dan kondisi perekonomian, namun nilai (harga) dari hasil tangkapan yang yang

mendorong perbaikan ekonomi masyarakat nelayan. Peningkatan kualitas hasil

tangkapan jauh lebih baik dibandingkan kuantitas penangkapan.

Page 58: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 58

4.1.5.4 Indikator Rasio Tabungan atau Saving Ratio

Rasio tabungan atau saving ratio (SR) merupakan rasio perbandingan

antara selisih pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan dengan

pendapatannya. Pengukuran rasio tabungan (SR) ini bertujuan untuk melihat

potensi rumah tangga nelayan dalam menyimpan kelebihan pendapatannya

(Modul EAFM, 2012)

Berdasarkan hasil analisa pada indikator saving rate pada nelayan pelagis

dan demersal diberikan status baik. Data penelitian menunjukkan nilai tertinggi

saving ratio pada alat tangkap purse seine sebesar Rp. 5.427.735 dan terendah

pada alat tangkap huhate yang mendapatkan nilai minus (Gambar 10). Data ini

memberikan gambaran bahwa potensi nelayan di Flores Timur untuk menabung

cukup baik, sementara untuk SR pada alat tangkap huhate yang mendapatkan nilai

minus bukan berarti penggunaan alat tangkap ini tidak memberikan keuntungan

bahkan tidak punya peluang menabung bagi nelayan huhate, namun lebih

disebabkan responden tidak memberikan informasi yang sesuai. terkait

pengeluaran rumah tangga dan penghasilan tambahan dari rumah tangga

perikanan tersebut.

Gambar 10. Saving Ratio Perikanan Pelagis per Jenis Alat Tangkap

Page 59: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 59

Gambar 11. Saving Ratio Perikanan Demersal per Jenis Alat Tangkap

Untuk saving ratio perikanan demersal (Gambar 11) juga menunjukkan

pola yang hampir sama dengan perikanan pelagis, dimana alat tangkap senapan

dan pancing mendapatkan nilai minus. Hal ini disebabkan juga responden tidak

memberikan informasi yang sesuai.

Gambar 12. Agregat Domain Ekonomi

Page 60: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 60

Berdasarkan perhitungan komposit yang ditunjukan pada gambar 12.

Secara keseluruhan domain ekonomi di Kabupaten Flores Timur diberikan status

baik dengan nilai komposit 205 dari nilai komposit total sebesar 300. Hal ini

dikarenakan 4 indikator yang diuji/dianalisis hanya 1 indikator yang berstatus

buruk yaitu Nilai Tukar Nelayan/NTN, sedangkan 3 indikator lainnya berstatus

baik dan sedang

Kajian lebih lanjut terkait tingkat menabung nelayan masih perlu

dilakukan, dikarenakan Rasio tingkat menabung atau Saving Rate merupakan

salah satu indikator kesejahteraan masyarakat nelayan. Memberikan pemahaman

terhadap management ekonomi rumah tangga dengan memprioritaskan

pengeluaran produktif, pendidikan, dan kesehatan dapat menata kembali

kesejahteraan masyarakat nelayan di Flores Timur dengan tingkat pendapatannya

yang memang sudah baik.

Salah satu solusi dalam menyikapi tren menurunnya produksi perikanan

tangkap adalah melalui budidaya terutama pada komoditi rumput laut, dalam

kajian kelayakan bisnis disektor budidaya rumput laut di kabupaten Flores Timur

tahun 2012, menyebutkan bahwa nilai keuntungan dalam berinvestasi rumput laut

menghasilkan 1,34-3,04 kali dari modal awal dengan kurun waktu 4 bulan hingga

12 bulan. Terutama pada Desa Wure, Kelurahan Ritaebang, Wure dan desa

Waiwuring. Layaknya kondisi perairan disepanjang perairan Kabupaten Flores

Timur turut mendukung sehat sectkr ini. Pengalaman nelayan pembudidaya

mengenai metode budidaya sudah baik, mendorong perbaikan dalam teknis

penanganan hasil panen akan mendorong harga rumput laut yang lebih berkualitas

dan bernilai tinggi. Dalam mendorong pemasaran produk dan nilai ekonomis

produk rumput laut ini ditataran masyarakat perlu juga mempersiapkan Kelompok

Usaha Bersama (KUB) dalam langkah awal dalam pembentukan koperasi nelayan

yang memiliki keunggulan dalam akses permodalan.

.

Page 61: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 61

4.1.6. Hasil Penilaian Per Indikator Pada Domain Kelembagaan

Gambaran mengenai indikator-indikator yang termasuk dalam domain

kelembagaan berdasarkan hasil analisis EAFM ditampilkan dalam Tabel di

bawah ini

Tabel 11. Analisis Komposit Domain Kelembagaan

INDIKATOR DEFINISI/ PENJELASAN

MONITORING/ PENGUMPULAN KRITERIA SKOR BOBOT

(%) NILAI

1. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (Alat)

Tingkat kepatuhan (compliance) seluruh pemangku kepentingan WPP terhadap aturan main baikformal maupun tidak formal

Monitoring ketaatan: 1. Laporan/catatan terhadap pelanggaran formal dari pengawas, 2. Wawancara/kuisioner (key person) terhadap pelanggaran non formal termasuk ketaaatan terhadap peraturan sendiri maupun peraturan diatasnya

1= lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran hukum dalam pengelolaan perikanan; 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum; 3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum

2 25 62.5

Non formal 1= lebih dari 5 informasi pelanggaran, 2= lebih dari 3 informasi pelanggaran, 3= tidak ada informasi pelanggaran

3

2. Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan

Sejauh mana kelengkapan regulasi dalam pengelolaan perikanan

1) Benchmark sesuai dengan Peraturan nasional, 2) membandingkan situasi sekarang dengan yang sebelumnya 3) replikasi kearifan lokal

1 = tidak ada; 2 = ada tapi tidak lengkap; 3 = ada dan lengkap

2 22 44

Elaborasi untuk poin 2 1= ada tapi jumlahnya berkurang; 2= ada tapi jumlahnya tetap; 3= ada dan jumlahnya bertambah

2

Ada atau tidak penegakan aturan main dan efektivitasnya

Survey dilakukan melalui wawancara/ kuisioner: 1) ketersediaan alat, orang 2) bentuk dan intensitas penindakan (teguran, hukuman)

1=tidak ada penegakan aturan main; 2=ada penegakan aturan main namun tidak efektif; 3=ada penegakan aturan main dan efektif

2

1= tidak ada alat dan orang; 2=ada alat dan orang tapi tidak ada tindakan; 3= ada alat dan orang serta ada tindakan

2

1= tidak ada teguran maupun hukuman; 2= ada teguran atau hukuman; 3=ada teguran dan hukuman

2

3. Mekanisme pengambilan keputusan

Ada atau tidaknya mekanisme pengambilan keputusan dalam pengelolaan perikanan

Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner

1=tidak ada mekanisme pengambilan keputusan; 2=ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif; 3=ada mekanisme dan berjalan efektif

2 18 36

Page 62: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 62

1= ada keputusan tapi tidak dijalankan; 2= ada keputusan tidak sepenuhnya dijalankan; 3= ada keputusan dijalankan sepenuhnya

2

4. Rencana pengelolaan perikanan

Ada atau tidaknya RPP untuk wilayah pengelolaan perikanan dimaksud

Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner: 1. Adakah atau tidak RPP disuatu daerah 2. Dilaksanakan atau tidak RPP yang telah dibuat

1=belum ada RPP; 2=ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan; 3=ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya

1 15 15

5. Tingkat sinergisitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan

Semakin tinggi tingkat sinergi antar lembaga (span of control-nya rendah) maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik

Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner

1=konflik antar lembaga (kebijakan antar lembaga berbeda kepentingan); 2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif; 3 = sinergi antar lembaga berjalan baik

3 11 33

Semakin tinggi tingkat sinergi antar kebijakan maka tingkat efektivitas pengelolaan perikanan akan semakin baik

Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga dan analisis stakeholder melalui wawancara/kuisioner

1= terdapat kebijakan yang saling bertentangan; 2 = kebijakan tidak saling mendukung; 3 = kebijakan saling mendukung

3

6. Kapasitas pemangku kepentingan

Seberapa besar frekuensi peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem

Survey dilakukan dengan wawancara/kuisioner terhadap: 1) Ada atau tidak, berapa kali 2) Materi

1=tidak ada peningkatan; 2 = ada tapi tidak difungsikan; 3 = ada dan difungsikan

3 9 27

7. Keberadaan otoritas tunggal pengelolaan perikanan

Dengan adanya single authority akan meningkatkan efektivitas kelembagaan pengelolaan perikanan

Survey dilakukan dengan : analisis dokumen antar lembaga

1= tidak ada single authority ; 2 = lebih dari satu authority; 3 = ada single authority

1

4

4

AGREGAT 221,5

Page 63: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 63

4.1.6.1 Indikator Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang

bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah

ditetapkan baik secara formal maupun non-formal (Alat)

Dalam bidang perikanan, berbagai peraturan baik formal maupun informal

telah banyak dibuat untuk menjamin keberlanjutan perikanan. Beberapa peraturan

formal guna menjamin perikanan berkelanjutan telah dikeluarkan dalam berbagai

skala. Pada lingkup internasional, telah ditetapkan Code of Conduct for

Responsible Fisheries (CCRF) sebagai menjadi asas dan standar internasional

mengenai pola perilaku bagi praktek perikanan yang bertanggungjawab. Pada

level nasional, telah dikeluarkan berbagai perundangan dalam skala tingkat

keputusan yang berbeda-beda mulai dari undang-undang, peraturan

pemerintah, keputusan menteri dan sampai peraturan daerah terkait dengan

pengelolaan wilayah pesisir dan laut.

Demikian halnya di tingkat masyarakat, sebagian masyarakat pesisir

di Indonesia telah mengembangkan aturan dan norma-norma dalam mengelola

sumberdaya perikanan. Hukum adat tersebut terbukti sampai saat ini masih dapat

diterapkan dengan baik karena mengikat masyarakat secara sosial yang ditandai

dengan aspek kepatuhan (comlience) terhadap aturan. Kapatuhan kadangkala

tidak menjadi longgar ketika dibangun dalam bentuk hukum formal. Hukum

positif (formal) seringkali alpa dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk

mentaatinya. Tetapi hukum sosial sebagaimana yang terjadi dalam hukum adat

seringkali justru membangun kesadaran masyarakat untuk mentaatinya (Modul

EAFM, 2012).

Indikator kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung

jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal

maupun non-formal diberikan status sedang. Hasil wawancara dengan pihak DKP

menyebutkan bahwa dalam setahun tercatat 3 pelanggaran, yaitu: 1) Perijinan

tidak lengkap dengan kategori ringan dan dilakukan pembinaan serta melengkapi

dokumen sesuai kebutuhan, 2) Pelanggaran daerah penangkapan dengan kategori

ringan dan dilakukan pembinaan, 3) Cara penangkapan tidak ramah lingkungan

dengan kategori berat dan dilakukan sosialisasi, pembinaan, pemberian sanksi dan

Page 64: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 64

denda sesuai peraturan daerah yang berlaku. Untuk pelangaran terhadap aturan

non formal tidak ada informasi pelanggaran.

Berdasarkan hasil kajian aktivitas pelanggaran penangkapan merusak terus

terulang, terutama ketika musim migrasi tuna. Tidak hanya meningkatkan

frekuensi pengawasan daerah perairan, pengembangan sistem pengawasan melalui

aturan non formal perlu dikembangkan di kabupaten Flores Timur.

Mengembangkan kembali kearifan lokal yang ada dalam mendukung pemanfaatan

perikanan yang lestari dengan hukuman sosial, serta perlunya serangkaian

pendidikan mengenai pemanfaatan dan perlindungan kawasan laut yang

berkelanjutan.

4.1.6.2 Indikator Kelengkapan Aturan Main dalam Pengelolaan Perikanan

Kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan didefinisikan

sebagai tingkat ketersediaan regulasi (peraturan), peralatan, petugas dan

infrastruktur pengelolaan perikanan lainnya dan ada tidaknya penegakan aturan

main serta efektifitasnya dalam pengelolaan perikanan. Peraturan yang lengkap

menjadi dasar dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab.

Kelengkapan peraturan tidak secara otomatis dapat terimplementasi dengan baik.

Oleh karena itu dibutuhkan adanya penegakan aturan tersebut. Ketersediaan

aturan saja tidak cukup dan menjamin terlaksananya aturan dengan baik. Tetapi

harus diikusi dengan penegakan hukum yang nyata. Sehingga aturan yang dibuat

bersifat fungsional (Modul EAFM, 2012).

Indikator kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan diberikan

status sedang. Adanya beberapa peratuan yang mendukung upaya pemanfaatan

dan pelestarian sumberdaya pesisir dan laut di Kabupaten Flores Timur, yaitu:

ketentuan perijinan usaha penangkapan ikan dan Peraturan Daerah Kabupaten

Flores Timur No.4 tahun 2005 tentang retribusi penggantian biaya administrasi.

Dari sisi jumlah aturan formal yang ada terdapat dalam jumlah yang tetap,

sementara jumlah pelanggaran yang tercatat pihak dinas terdapat pelanggaran

yang sudah diproses atau ditetapkan statusnya dan dilakukan penegakan aturan

main serta efektif.

Page 65: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 65

Adanya upaya dan kesadaran masyarakat dalam membantu pengawasan

terhadap tindak pidana di laut dan membantu dalam memberikan informasi

terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di laut. Namun terkait dalam

pengaturan sumberdaya perikanan belum dibakukan dalam bentuk produk hukum

yang ada baik berupa Surat Keputusan hingga Peraturan Daerah di kabupaten

Flores Timur. Perlunya aturan formal dalam mengelola perikanan di perairan

kabupaten Flores Timur perlu dilakukan dan juga perlunya mengadopsi aturan

perikanan nasional guna diterapkan di level kabupaten dengan disesuaikan kondisi

perairan yang ada guna mendukung perikanan berkelanjutan di kabupaten Flores

Timur.

4.1.6.3 Indikator Mekanisme Pengambilan Keputusan

Mekanisme kelembagaan didefinisikan sebagai metode/prosedur

kelembagaan dalam masyarakat dibangun. Kelembagaan itu sendiri menurut

Douglas North, Shaffer (1995) and Coase sebagai peraturan formal dan informal

yang mengatur atau mempengaruhi perilaku masyarakat seiring interaksi mereka

dalam aktivitas politik dan ekonomi. Tujuan penggunaan indikator ini dalam

domain kelembagaan adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas pengambilan

keputusan dalam pengelolaan perikanan. Mekanisme kelembagaan memastikan

bahwa semua sistem pengelolaan telah tersedia. Semua aturan main telah

disepakati dan menjadi prosedur baku dalam pengelolaan perikanan (Modul

EAFM, 2012)

Berdasarkan hasil analisa pada indikator ini di Kabupaten Flores Timur

digolongkan dalam status sedang. Secara spesifik belum tergambar dari rekapan

kuisioner tentang mekanisme pengambilan keputusan dalam pengelolaan

perikanan, namun dapat terlihat bahwa telah terbentuk wadah (kelembagaan

formal) yang mendukung mekanisme kelembagaan ditingkat masyarakat dan

selalu dibina/dipantau DKP Flores Timur yaitu kelompok masyarakat pengawasan

(Pokmaswas) yang sudah terbentuk sebanyak 7 kelompok yang tersebar di 7

kecamatan. Namun terkait implementatif, mekanisme kelembagaan dilevel

masyarakat tersebut kurang berjalan dengan efektif. Oleh karena itu langkah awal

untuk melihat efektifitas suatu mekanisme kebijakan berjalan dengan efektif,

Page 66: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 66

perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap efektivitas kebijakan perikanan yang

tepat guna mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.

4.1.6.4 Indikator Rencana Pengelolaan Perikanan

Berdasarkan UU No.31/2004 tentang perikanan yang diubah menjadi UU

No,45/2009 tentang perikanan pasal 7 ayat 1 huruf a menjelaskan bahwa dalam

rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, menteri menetapkan

rencana pengelolaan perikanan (RPP). RPP merupakan pedoman dan acuan

dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dalam

merencanakan, memanfaatkan dan mengawasi kegiatan perikanan. RPP dapat

dibangun berbasis kawasan perairan (perairan pesisir, perairan umum) atau

berbasis komoditas perikanan (RPP perikanan Bilih, RPP perikanan lemuru, dst).

RPP mutlak diperlukan sebagai stadar operasional dalam melaksanakan tata

kelola perikanan yang bertanggungjawab. Dengan demikian unit kegiatan dari

indikator RPP adalah ada tidaknya RPP dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan

(WPP) yang dimaksud dan sejauhmana RPP tersebut dijalankan (Modul EAFM,

2012) dilevel Pemerinta Daerah identifikasi terkait RPP dapat dilakukan disetiap

kebijakan daerah yang mendukung pengelolaan perikanan berbasis ekosistem,

seperti pada dokumen RTRW, Rencana Induk Kelautan dan Perikanan, Peraturan

Daerah maupun Surat Keputusan Bupati.

Berdasarkan hasil analisa Rencana Pengelolaan Perikanan dari dokumen

perencanaan yang daearh belum teridentifikasi, baik yang meliputi RTRW dan

Renstra. Dokumen yang teridentifikasi hanya berkaitan dengan penegakan aturan

yaitu pembentukan kelompok masyarakat pengawasan (Pokmaswas). Minimnya

perencanaan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dalam pembangunan,

dikhawatirkan pemanfaatan perikanan tidak terarah dengan baik. Penilaian

performa pemanfaatan perikanan melalui Kajian EAFM dapat menjadi dasar

dalam pembuatan Rencana Pengelolaan perikanan yang berkelanjutan baik dalam

jangka pendek (tahunan) hingga jangka panjang yang terakomodir dalam RTRW.

Page 67: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 67

4.1.6.5 Indikator Tingkat sinergisitas antar kebijakan dan lembaga dalam

pengelolaan perikanan

Tingkat sinergisitas antar kebijakan dan lembaga dalam pengelolaan

perikanan dapat diartikan sebagai adanya keterpaduan gerak dan langkah antar

lembaga dan antar kebijakan dalam pengelolaan perikanan sehingga tidak

memunculkan adanya konflik kepentingan dan benturan kebijakan.Adapun

tingkat sinergitas yang diukur meliputi unsur perizinan, unsur operasional

pengelolaan perikanan, dan unsur konservasi dan pemulihan (Modul EAFM,

2012)

Indikator tingkat

sinergisitas kebijakan dan

kelembagaan pengelolaan

perikanan diberikan status baik.

Berdasarkan hasil analisa

interview responden yang

meliputi Bappeda, Dinas

Kelautan dan Perikanan, Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata,

Kantor Lingkungan Hidup, Polaiur, Dinas Kehutanan menyatakan tidak ada

konflik yang tumpang tindih dalam kebijakan terkait pemanfaatan kelautan.

Kajian dokumen kebijakan masih lebih banyak mengadopsi Undang-Undang

nasional, oleh karena itu pendadaran dilevel kebijakan daerah perlu didorong

untuk menjawab permasalahan yang bersifat lokal. Melalui keterlibatan

Pemerintah Daerah dalam mendorong tahapan EAFM kedalam rencana

pengelolaan perikanan merupakan suatu bentuk sinergitas kebijakan yang meliputi

lintas SKPD.

4.1.6.6 Kapasitas Pemangku Kepentingan

Pengelolaan perikanan ditentukan oleh seberapa jauh kapasitas pemangku

kepentingan dalam mengelola perikanan. Ketersediaan peraturan tidak menjamin

dapat ditafsirkan dengan baik tanpa didukung oleh kapasitas pemangku

kepentingan yang memadai. Kapasitas pemangku kepentingan menentukan baik

Page 68: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 68

buruknya kebijakan yang akan dipilih dalam pengelolaan perikanan. Kapasitas

pemangku kepentingan juga terlibat dalam menafsirkan perundangan yang

berlaku terkait dengan pengelolaan perikanan. Oleh karena itu, semakin tinggi

tingkat kompetensi pemangku kepentingan, maka efektifitas pengelolaan

perikanan semakin terjamin (Modul EAFM, 2012)

Berdasarkan hasil analisa indikator kapasitas pemangku kepentingan

diberikan status baik. Semenjak tahun 2009 hingga tahun 2012, telah dilakukan

serangkaian peningkatan kapasitas terkait pengelolaan kelautan dan perikanan

yang dilakukan bersama WWF-Indonesia. Peningkatan kapasitas pemangku

kepentingan ditandai diinisiainya pembentukan tim terpadu Kawasan Konservasi

Perairan Daerah dan tim pengawasan sumberdaya laut (MCS) melalui SK Bupati,

dan turut terlibat aktif dalam kegiatan penelitian ekologi dan perikanan di

kabupaten Flores Timur. Upaya mendorong substansi pengelolaan perikanan

berbasis ekosistem dalam perencanaan daerah merupakan salah satu inisiasi

adanya peningkatan kebijakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di

kabupaten Flores Timur.

4.1.6.7 Keberadaa Otoritas Tunggal Pengelolaan

Indikator keberadaan otoritas tunggal pengelolaan perikanan diberikan

status buruk. Belum ditemukan adanya single authority ditingkat kabupaten

mengacu pada dokumen RTRW yang ada. Pengelolaan perikanan dan mekanisme

pengambilan keputusan atas kebijakan dalam pengelolaan perikanan belum

teridentifikasi didalam dokumen perencanaan daerah. Saling berkaitannya dengan

indikator lainnya dalam domain kelembagaan, suatu produk hukum yang

mengatur pengelolaan perikanan di kabupaten Flores Timur sudah menjadi hal

yang urgensi untuk dilakukan dalam meningkatkan pemanfaatan perikanan yang

berkelanjutan.

Page 69: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 69

Gambar 13. Agregat Domain Kelembagaan

Secara keseluruhan domain kelembagaan di Kabupaten Flores Timur

diberikan status baik dengan nilai komposit 221,5 dari nilai total komposit 300,

karena dari 7 indikator yang diuji/dianalisis hanya 2 indikator yang berstatus

buruk yaitu belum teridentifikasinya rencana pengelolaan perikanan dan adanya

Keberadaan otoritas tunggal pengelolaan perikanan, sedangkan 5 indikator

lainnya berstatus baik dan sedang.

Domain kelembagaan sebagai domain yang mengkaji penataan institusi

(institutional arrangements) yang ditentukan oleh beberapa unsur seperti aturan

operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk

menentukan, menegakan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan

operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi (Modul EAFM,

2012) baik dilevel Pemerintahan dan juga lembaga adat melalui kearifan lokal) .

Kepatuhan terhadap prinsip-prisip perikanan yang bertanggungjawab baik yang

formal maupun berupa hukum adat, menjadi ukuran paling penting dalam

menjamin keberlanjutan perikanan, oleh karena ketegasan rencana pengelolaan

perikanan yang efektif baik berupa dokumen legal hingga hukum sosial perlu

ditingkatkan di kabupaten Floers Timur.

Page 70: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 70

BAB V

ANALISIS KOMPOSIT WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN

Dari hasil analisis komposit tematik yang telah dilakukan untuk setiap

aspek pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan di Kabupaten Flores

Timur, tahapan selanjutnya adalah mengestimasi keragaan agregat wilayah

pengelolaan perikanan dengan menggunakan teknis komposit antar tematik. Hasil

estimasi tematik masing-masing aspek kemudian digabung menjadi satu indeks

dengan asumsi tidak ada perbedaan bobot masing-masing aspek. Dengan kata

lain, dalam analisis agregat seluruh aspek dianggap penting (Adrianto dkk, 2012).

Hasil analisis komposit agregat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut

ini.

Tabel.12 Status dan Performa Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Flores Timur Domain

Nilai Komposit

Deskripsi

Sumberdaya Ikan 155 Sedang

Habitat & ekosistem 110 Buruk

Teknik Penangkapan Ikan 180 Sedang

Sosial 100 Buruk

Ekonomi 205 Baik

Kelembagaan 221.5 Baik

Aggregat 161.92 Sedang

Berdasarkan hasil analisis indeks dekomposit untuk Ecosystem Approach

to Fisheries Management di Kabupaten Flores Timur menunjukan status sedang

dengan flag modeling berwarna kuning dengan nilai akhir agregat sebesar 161,92

dari nilai maksimal 300. Domain yang perlu mendapat mendapat perhatian yaitu:

Domain Sumberdaya Ikan (untuk indikator CPUE Baku dan Spesies ETP),

Domain Habitat & Ekosistem (untuk indikator kualitas perairan, status terumbu

karang, habitat unik/khusus, produktivitas estuary, dan perubahan iklim terhadap

kondisi perairan), Domain Teknik Penangkapan Ikan (untuk indikator metode

Page 71: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 71

penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan/atau illegal, fishing capacity dan

effort, kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen

legal, dan sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan), dan Domain

Sosial (untuk semua indikator).

Dari domain ekonomi, indikator saving rate sudah sangat baik (rata-rata

saving rate perikanan pelagis sebesar Rp. 1.716.337 dan rata-rata saving rate

perikanan demersal sebesar Rp. 244.968), ini menunjukkan bahwa kemampuan

nelayan menabung di Kabupaten Flores Timur terkategori baik. Sebagai salah satu

kabupaten penghasil produk eksport pelagis besar, pengembangan disektor

perikanan sudah selayaknya mentargetkan peningkatan ekonomi masyarakat

nelayan bukan hanya peningkatan kualitas hasil penangkapan dibandingkan

kuantitas untuk meningkatkan posisi tawar harga jual nelayan juga perlunya

kebijakan dalam mengurangi non IUU (Illegal, Unreported and Unregulated).

Melalui pencatatan hasil tangkapan nelayan baik skala besar hingga kecil,

terdaftarnya armada dan alat tangkap ditingkat desa dengan lebih efisien dan

menekan angka kerusakan sumberdaya laut dengan kebijakan pengawasan

perairan yang efisien.

Dari sisi potensi sumberdaya hayati laut, wilayah Laut Flores Timur

merupakan bagian terbesar dari total luas wilayah Flores Timur (69%). Hamparan

wilayah Laut Flores Timur yang terbentang antara pulau-pulau besar dan pulau-

pulau kecil, dengan selat dan teluk-teluk, mengandung potensi perikanan dan

kelautan yang kaya. Selain itu juga telah dibangun sebuah prasarana pendukung

bagi pengembangan usaha perikanan tangkap yaitu Pelabuhan Pendaratan Ikan di

Kota Larantuka. Dengan potensi tersebut, maka pemerintah Kabupaten Flores

Timur telah mengkomodirnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Kabupaten Flores Timur Tahun 2012-2016. Untuk itu

penentuan kebijakan sangat diperlukan, yaitu keterlibatan nelayan dan stakeholder

lainnya, agar kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah Kabupaten

Flores Timur berguna dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

perikanan. Ketersediaan dan peran serta stakeholder merupakan faktor kunci agar

pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Flores Timur dapat dikelola

untuk tujuan berkelanjutan dan lestari.

Page 72: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 72

Potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Flores Timur yang relatif

besar sebagai sumber perekonomi kabupaten, dan didukung dengan kelembagaan

yang baik (analisis kelembagaan EAFM mendapat status baik/flag modeling

hijau). Ini menjadi modal bagi pemerintah daerah dan stakeholder lainnya

merumuskan format pengelolaan perikanan berkelanjutan dan lestari, dalam

bentuk yang baku dan dapat diterapkan, yaitu membuat Dokumen Rencana

Pengelolaan Perikanan (RPP) Kabupaten Flores Timur sebagai acuan dalam

pengelolaan perikanan.

Dalam konteks proses perencanaan RPP di atas, Kusumastanto dkk (2006),

menyarankan agar peran stakeholders selalu muncul dalam setiap tahapan mulai

dari formulasi sampai evaluasi. Dengan demikian, pendekatan partisipatif menjadi

salah satu syarat utama dalam proses penyusunan RPP, karena prinsip dasar dari

RPP adalah sifat komprehensif dan holistik dari sistem perikanan yang akan

menjadi subjek pengelolaannya.

Elemen dasar RPP yang disarankan Kusumastanto dkk (2006) seperti

terlihat pada Tabel 17, yaitu:

Tabel 13. Elemen Dasar Rencana Pengelolaan Perikanan

No Elemen

1 Prinsip-prinsip pengelolaan

1.1 Misi

1.2 Tujuan Pembangunan dan Pengelolaan Perikanan

1.3 Kebijakan dan Perencanaan Perikanan

1.4 Profil Wilayah

2 Profil Perikanan

2.1 Keterkaitan antar Sektor

2.2 Keadaan Umum Perikanan

2.3 Industri Perikanan

3 Pengelolaan Perikanan

3.1 Proses dan Perencanaan Perikanan

3.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir

3.3 Peraturan Perikanan

Page 73: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 73

3.4 Wilayah Perikanan

3.5 Kerangka Organisasi Pengelolaan

3.6 Riset Perikanan dan Statistik

3.7 MCS (Monitoring, Control, and Surveillance) dalam Pengelolaan

Perikanan

3.8 Inspeksi, perizinan, dan Sistem Lisensi

4 Pembangunan Perikanan

4.1 Visi Pemerintah tentang Perikanan

4.2 Visi Sektor Produksi (penangkapan ikan dan budidaya)

4.3 Visi Pengolahan Hasil Perikanan

5 Pengelolaan Perikanan Spesifik

6 Opsi Pengelolaan Perikanan

7 Glosarium

Page 74: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 74

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Analisis indeks dekomposit EAFM di Kabupaten Flores Timur menunjukan

status sedang dengan flag modeling berwarna kuning dan nilai akhir agregat

sebesar 161,92. Domain yang perlu diprioritaskan dalam pengelolaan

perikanan yang berkelanjutan kedepannya yaitu: Domain Sumberdaya Ikan

pada indikator CPUE baku dan Tingkat penangkapan spesies ETP; Domain

Habitat & Ekosistem pada pelengkapan data indikator Kualitas perairan laut,

produktivitas estuari dan perairan sekitarnya, dan habitat khusus; Domain

Teknik Penangkapan Ikan pada indikator metode penangkapan ikan yang

bersifat destructive dan illegal, Fishing capacity, kesesuaian fungsi dan

ukuran kapal dan sertifikasi awak kapal; dan Domain Sosial pada indikator

partisipasi pemangku kepentingan, Konflik perikanan dan pemanfaatan

pengetahuan lokal dalam pengelolaan perikanan.

2. Aktivitas Illegal, Unreported, and Unregulated perikanan (IUU Fishing) di

daerah penelitian, terutama Kabupaten Flores TImur sudah harus segera

ditangani serius oleh aparat penegak hukum dan stakeholder lainnya, karena

akan menghambat upaya-upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan

3. Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Perikanan merupakan hal yang

urgen dan mendesak untuk mendukung upaya-upaya pengelolaan perikanan.

4. Restorasi dan perlindungan ekosistem menjadi faktor kunci dalam pengelolaan

perikanan menuju perikanan yang berkelanjutan

Page 75: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 75

6.2. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diberikan pada hasil penelitian ini, yaitu:

1. Perlu adanya serial diskusi lintas SKPD, akademisi dan masyarakat dalam

membahas peningkatan nilai komposit pada analisa EAFM sebagai dasar

Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP).

2. Penegakan hukum lebih diefisiensikan dengan mengakomodir hukum adat

atau non formal yang berlaku di masyarakat. Perlu adanya kajian lebih lanjut

dalam mengidentifikasi aturan non formal sebagai peluang penegakan hukum

secara sosial.

3. Perlunya membuat mekanisme implementasi pencatatan, pengumpulan dan

analisa hasil tangkapan perikanan perlu diperkuat tidak hanya di tingkat

private sektor namun juga didesa pesisir sebagai data primer yang akurat

dalam pengkajian Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem dan juga

mendukung informasi statistik perikanan kabupaten.

4. Perlunya menindaklanjuti kajian EAFM sebagai basis pengeloalan perikanan

yang berkelanjutan dalam dokumen perencanaan daerah baik jangka pendek

dalam bentuk Renstra dan juga jangka panjang dalam bentuk RTRW.

5. Metode analisa data pada indikator EAFM memiliki tingkatan keakuratan data

yang disesuaikan dengan kondisi yang ada dilokasi survey, terutama pada

Domain Sumberdaya Ikan, Teknik Penangkapan, Habitat dan Ekosistem dan

Ekonomi. Metode pengumpulan data yang diutamakan adalah data primer dan

kajian ilmiah, salah satu yang mendukung hal ini adalah data logbook

perikanan dan kajian ilmiah. Data persepsi masyarakat melalui interview

dilakukan untuk memperkuat justifikasi hal tersebut.

6. Perlunya mendorong upaya perlindungan dan pemulihan sumberdaya laut

dengan mensinergikan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem dengan

kawasan konservasi perairan daerah di Kabupaten Flores Timur

Page 76: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 76

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto L, Abdulah H, Achmad F, Audillah A, Handoko AS, Imam M, Mukhlis K, Sugeng HW, dan Yusli W., 2012. Modul Penilaian Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan (EAFM). Jakarta: Direktorat Sumberdaya Ikan, WWF-Indonesia, dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB.

Adrianto L, Arsyad AM, Ahhmad S, dan Dede IH., 2011. Konstruksi Lokal

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Indonesia. PT Penerbit IPB Press. Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor, 2010. Alor dalam Angka 2010. Kabupaten

Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lembata, 2011. Lembata dalam Angka 2011.

Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur. Badan Pusat Statistik Kabupaten Flores Timur, 2011. Flores Timur dalam Angka

2011. Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur., 2006. Statistik

Perikanan Tangkap Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur., 2007. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur., 2008. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur., 2009. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dinas Kelauatan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur., 2010. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Fauzi A., 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Isu, Sintesis, dan Gagasan. Penerbit PT. Gramedia Utama. Jakarta.

Fauzi A dan Suzy Anna., 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan

untuk Analisis Kebijakan. Penerbit PT. Gramedia Utama. Jakarta. Kusumastanto, T, Luky Adrianto, dan Ario Damar., 2006. Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Laut. Universitas Terbuka. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Page 77: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 77

Lain A. H.,2011. Analisis Ekologi–Ekonomi Pengelolaan Perikanan berbasis Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus Perairan Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara). Tesis Pasca Sarjana, Intitut Pertanian Bogor.

Sumardjono M, Nurhasan I, Ernan R, dan Damai AA., 2011. Pengaturan

Sumberdaya Alam Antara yang Tersurat dan Tersurat. Kajian Kritis Undang-undang Terkait Penataan Ruang dan Sumberdaya Alam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Flores

Timur Tahun 2012-2016. Dokumen Perencanaan Daerah Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Romadhon, A. 2008. Kajian Nilai Ekologi Melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks

Penting (INP) Mangrove Terhadap Perlindungan Lingkungan di Kepulauan Kangean. Embryo Vol.5 No.1

Widodo J dan Suadi., 2008. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta. WWF, 2009. Survei Ekologi Kabupaten Alor. Laporan Kegiatan. Yayasan WWF

Indonesia, Solor-Alor Project. Lembata, NTT. WWF, 2009. Survei Ekologi Kabupaten Lembata. Laporan Kegiatan. Yayasan

WWF Indonesia, Solor-Alor Project. Lembata, NTT. WWF, 2009. Survei Ekologi Kabupaten Flores TImur. Laporan Kegiatan.

Yayasan WWF Indonesia, Solor-Alor Project. Lembata, NTT. WWF, 2012. Survey Reef Health Kabupaten Alor. Laporan Kegiatan. Yayasan

WWF Indonesia, Solor-Alor Project. Alor, NTT. WWF, 2012. Studi Kelayakan Bisnis Perikanan Karang, Budidaya Ikan Karang

dan Rumput Laut di Kabupaten Flores Timur dan Lembata. Laporan Kegiatan. Yayasan WWF Indonesia Solor-Alor Project. Alor, NTT

Page 78: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 78

Lampiran 1. Kuesioner Perikanan Karang dan Pelagis

KUISIONER PERIKANAN KARANG DAN PELAGIS

Interviewer : Tanggal :

Nama Nelayan : ................................. Anggota keluarga : ......orang

Alamat : ................................. Umur : .......Tahun

Pendidikan : ..................................

Lama melakukan pekerjaan sebagai nelayan : ............ Tahun

Alat Tangkap yang digunakan : ............

A. INDIKATOR KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA

1. Jenis dan ukuran ikan apa saja yang paling sering Anda tangkap? Berapa rata-rata jumlah tangkapan ikan setiap trip.

Target Penangkapan

Jenis

Panjang (cm)

Berat/Ekor (Kg)

Jumlah Tangkapan/Trip

(Kg) Harga Ikan (Rp)

Puncak

Sedang

Paceklik

Puncak

Sedang

Paceklik

1. Demersal (Ikan batu)

a. Kerapu......... b. Kerapu......... c. Kerapu.........

a. Kakap........... b. kakap........... c. Kakap...........

2. Pelagis Besar

a. Tuna Sirip Kuning b. Tuna Mata Besar c. Tongkol d. Cakalang

3. Pelagis Kecil

a. Banyar (Kombong) b. Kembung c. Layang/Terbang d. Golok-golok

(Parang) e. Tembang f. Belo-belo g. Sembe/Lember

4. Ikan jenis Lainnya

Page 79: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 79

2. Jenis dan jumlah tangkapan sampingan ikan/hewan lain yang tertangkap tidak

sengaja / bukan target tangkapan.

a. …………………………………………… Jumlah/berat : ………………………………..

b. …………………………………………… Jumlah/berat : ………………………………..

c. …………………………………………… Jumlah/berat : ………………………………..

3. Apakah ada penanganan tangkapan sampingan :

a. Mati dan dibuang b. Diambil untuk dimakan sendiri /dijual c. Masih hidup dan dilepas

Penanganan/perlakuan lain :

4. Dalam 5 tahun terakhir, bagaimana ukuran ikan hasil tangkapan yang diperoleh? a. Lebih besar b. Relatif Sama saja c. Lebih kecil d. Tidak Tahu

5. Dalam 5 tahun terakhir, bagaimana jumlah ikan hasil tangkapan yang anda

peroleh? a. meningkat lebih dari 2 kali lipat d. berkurang tidak sampai setengahnya b. meningkat tidak sampai 2 kali lipat e. berkurang sampai setengahnya c. sama saja f. berkurang sampai lebih dari

setengahnya

6. Apabila jumlah hasil tangkapan meningkat, menurut anda faktor apa yang paling berperan ?

a. Ikannya bertambah banyak d. Tidak Tahu

b. Alat penangkapan ikan bertambah baik e. Lainnya: ...........................................

c. Iklim mendukung (cuaca yang baik) (Sebutkan)

7. Apakah Bapak dapat membedakan anak ikan (Ikan belum dewasa) yang ikut tertangkap ? Ya - Tidak

8. Bagaimana komposisi ikan juvenil (anakan) yang tertangkap dibandingkan ikan dewasa dalam 1-5 tahun sebelumnya :

Kalender Perikanan

Jenis Ikan

Kerapu Kakap Tuna Cakalang Tongkol Layang

Musim Puncak

Musim Sedang

Musim Paceklik

Isi dengan persentase komposisi juvenil yang tertangkap <30% dari hasil tangkapan, 30-60% dari hasil tangkapan, >60% dari hasil tangkapan atau tidak tahu

Page 80: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 80

9. Menurut Anda, Bagaimana jarak lokasi tangkapan anda sekarang dibandingkan 5 – 10 tahun sebelumnya

a. Semakin Jauh b. Semakin dekat c. Sama saja (Pilih Salah satu)

10. Apakah Anda tahu tentang hewan-hewan laut yang tidak boleh ditangkap? Ya Tahu - Tidak Tahu, Jika Tahu, sebutkan apa saja? ......................................

11. Apakah Anda atau nelayan lain pernah menangkap hewan-hewan laut, seperti dibawah ini dan dalam kurun waktu 1-5 tahun dan berapa jumlahnya?

a. Lumba-lumba : .............. ekor e. Kima : ...............ekor b. Paus : ...............ekor f. Batu Laga : ...............ekor c. Duyung : ...............ekor g. Akar Bahar : ...............ekor d. Penyu : ...............ekor h. Nautilus : ...............ekor

12. Jelaskan bagaimana nelayan menentukan Daerah Penangkapan Ikan (DPI)sebelum melakukan operasi penangkapan?

a. Berdasarkan pengalaman

b. Informasi dari nelayan yang lain

c. Informasi dari pelabuhan/dinas kelautan dan perikanan (data arus, pasang surut, suhu permukaan, dll)

d. Lainnya, jelaskan……………………………………

13. Sebutkan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) yang sering didatangi oleh nelayan:

No. Nama Daerah Penangkapan Ikan

Jarak dari FB*) (mil;km;jam)**)

Ikan dominan tertangkap Bulan apa saja

1.

2.

3.

4.

*) FB = Fishing Base; FG = fishing ground

**) Bila satuannya jam, sebutkan kecepatan rata-rata mesin kapal yang digunakan.

14. Daerah penangkapan ikanmana yang paling sering didatangi nelayan? Mengapa?

15. Sebutkan daerah pengkapan ikanterjauh yang pernah dicapai oleh nelayan? Mengapa?

Page 81: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 81

B. INDIKATOR HABITAT - Lingkungan

1. Apakah Anda mengetahui kondisi Ikan bertelur yang tertangkap?

Ya - Tidak. Jika ya, sebutkan:

Jenis Ikan Berat

(Kg)

Panjang

(Cm) Lokasi

Penangkapan Bulan

Tanggal (bulan

purnama/gelap)

Musim Angin

Ciri-Ciri ikan

bertelur/Akan

Kawin

C. INDIKATOR PRAKTEK PENANGKAPAN IKAN

1. Jenis alat tangkap apa yang Anda gunakan:

..............................................................................

2. Konstruksi alat tangkap, ukuran (nomor) dan jenis bahan yang Anda digunakan: ....................

a. Ukuran Mata Kail : b. Jenis dan Ukuran Senar : c. Panjang dan besaran mata jaring :

3. Cara penangkapan ikan dan pemanfaatan sumberdaya laut yang merusak di sekitar lokasi Anda:

No Jenis Pelanggaran Lokasi Aktivitas Asal Pelaku

Frekuensi

/Tahun

(Kali)

Bulan kejadian

1. Bom Ikan

2. Potasium

3. Pengambilan Karang

4 Penangkapan penyu atau telur penyu

5 ………………..

Page 82: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 82

4. Jenis Ikan yang tertangkap berdasarkan alat tangkap yang digunakan:

Alat Tangkap Jenis Ikan

Jenis Umpan

Alat Bantu Penangkapan*

Umpan Hidup

(jenis Ikan)

Umpan Mati

(jenis Ikan)

Umpan buatan

(Bahan)

*Alat Bantu penangkapan : Rumpon, Lampu,dll

5. Apakah ada modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan dilokasi anda?

Ya Ada - Tidak Ada :

Kalau ada, jelaskan dalam tabel berikut

Alat tangkap modifikasi

Bagian yang dimodifikasi

Jenis Tangkapan

Ukuran rata-rata

Jenis non target yang tertangkap

6. Apakah ada modifikasi alat tangkap yang dilakukan nelayan sehingga bisa mengakibatkan kerusakan sumberdaya/lingkungan? Ya ada - Tidak ada.

Kalau Ada, jelaskan modifikasi alat tangkapnya dan akibatnya yang merusak ............................

7. Trip Penangkapan berdasarkan alat tangkapan

No. Alat Tangkap Jumlah Trip* Jumlah hari libur melaut/Tahun

1.

2.

3.

4.

*) jam per hari atau hari per trip.

Page 83: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 83

8. Jika nelayan tidak melaut/libur, apa sebabnya? (istirahat, cuaca, hari besar agama,dll) Sebutkan!

9. Kegiatan apa yang dilakukan jika tidak melaut?

D. INDIKATOR SOSIAL

1. Sebutkan ada atau tidak adanya koperasi nelayan atau asosiasi/kelompok/forum nelayan:

a. Ada (Namanya: ....................................) b. Tidak Ada c. Tidak Tahu

2. Jika ADA, Apakah Anda menjadi Anggota atau Tidak? Apa alasan Anda? a. Jadi Anggota, Alasan: .................................... b. Tidak Jadi Anggota, Alasan: ...................................

3. Sudah berapa lama Anda menjadi Anggota?

a. Kurang dari 1 tahun c. 3 – 6 tahun b. 1 – 3 tahun d. Lebih dari 6 tahun

4. Apa manfaat yang Bapak peroleh dari kelompok tersebut? .....................................

5. Jika TIDAK ADA, Apakah Anda membutuhkan koperasi nelayan atau asosiasi/kelompok/forum nelayan?

a. BUTUH, Alasan: ........................... b. TIDAK BUTUH, Alasan: .........................

6. Apa aktivitas koperasi atau asosiasi/kelompok/forum nelayan di daerah Bapak?

.........................................

Apakah ada aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan Sumberdaya Ikan?

Tidak Ada / Ada, sebutkan .................................

7. Apakah ada kelompok informal seperti masyarakat/pemuka adat atau kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan? a. Tidak ada b. Ada tetapi tidak berhubungan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) c. Ada dan berhubungan dan pengelolaan SDA.

8. Apa saja yang diatur dalam aturan adat tersebut? Sebutkan: ....................................... Sudah berapa lama aturan adat tersebut? a. kurang dari 50 tahun b. 50-100 tahun c. Lebih dari 100 tahun

9. Apakah aturan adat tersebut sudah diformalkan? Ya - Tidak Berupa.............. (Perdes, Perda, Kesepakatan tertulis)

Page 84: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 84

10. Apa manfaat aturan adat tersebut bagi nelayan? Sebutkan: ............................

11. Dalam melakukan pekerjaan menangkap ikan, apakah ada sistem kerja dengan bos/koordinator/ ponggawa tempat menjual ikan? YA / TIDAK

12. Jika YA, bagaimana keterikatan sistem kerja bos/koordinator dengan nelayan? a. Nelayan terikat sepenuhnya b. Ada tetapi nelayan tidak terikat sepenuhnya c. Tidak terikat sama sekali

13. Konflik apa yang pernah/terjadi di daerah Anda terkait dengan pengelolaan

sumberdaya perikanan a. Konflik perebutan wilayah penangkapan di: ...................................…………...

Penyebab: ...................................................................................................... Frekuensi kejadian:

1) setiap melaut 4) Setiap tahun 2) setiap minggu 5) Tidak Pernah 3) setiap bulan

b. Konflik antar jenis alat tangkap yaitu: ...........................................................

Penyebabnya: ................................................................................................. Frekuensi kejadian:

1) setiap melaut 4) Setiap tahun 2) setiap minggu 5) Tidak Pernah 3) setiap bulan

c. Konflik antar peraturan/kebijakan yang ada, yaitu: ........................................ Penyebabnya: .................................................................................................. Frekuensi kejadian:

1) setiap melaut 4) Setiap tahun 2) setiap minggu 5) Tidak Pernah 3) setiap bulan

d. Konflik antar sektor yaitu antara penangkapan ikan, budidaya, pelabuhan/dermaga, kawasan konservasi, pembangunan/reklamasi, jalur pelayaran, pencemaran karena limbah industri, pariwisata, lintas batas negara, dan lain-lain (SEBUTKAN JENIS SEKTOR YANG PERNAH Atau MENGALAMI KONFLIK) Yaitu: ........................................................................................................... Penyebab: ................................................................................................... Frekuensi kejadian: 1) setiap melaut 4) Setiap tahun 2) setiap minggu 5) Tidak Pernah 3) setiap bulan

Page 85: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 85

E. INDIKATOR EKONOMI

1. Anggota keluarga/tanggungan dan penghasilan :

Tanggungan Umur (Tahun) Pendidikan Pekerjaan Penghasilan (Rp/bulan)

Istri

Anak 1

Anak 2

Keponakan

Orang tua

2. Aset apa saja yang Bapak miliki pada 1 tahun yang lalu dibandingkan saat ini

Aset Produktif 2011 2012 Bertambah/

Berkurang Aset Non Produktif 2011 2012

Bertambah/

Berkurang

Perahu Televisi

Mesin Sound system

Alat Tangkap DVD/VCD Player

Sepeda Motor Play station

Lemari es

Generator

HP

Tanah/Lahan

Rumah

3. Unit/Armada Penangkapan

Jumlah armada

Bahan utama kayu/fiber/besi/………..

Ukuran (m) p : l : d : GT :

Tahun & tempat pembelian

Harga : Rp.

Umur ekonomis : tahun

Perijinan Armada Ada / Tidak Ada

Palka Jumlah : (Buah) Volume: (m3/ton)

Dinding terbuat dari : stereofoam/fibre/kayu/…………………

*) Ambil foto kapal/perahu tampak samping (seluruh badan kapal) dan tampak depan (tinggi haluan tepat di depan pandangan)

Page 86: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 86

4. Karakteristik Mesin Kapal/Perahu :

No. Karakteristik Mesin Kapal Ukuran/Satuan 1. Jenis mesin (pilih salah satu) (inboard/outboard) 2. Mesin utama :

- Merk - Kekuatan/daya - Bahan bakar (solar, bensin,…)

Mesin bantu : - Merk - Kekuatan/daya - Bahan bakar (solar, bensin,…)

.............................. .............................. (HP/PK) .............................. .............................. .............................. (HP/PK) ..............................

3. Tempat pembelian .............................. 4. Harga mesin

- Mesin utama - Mesin tambahan

.............................. (Rp.) .............................. (Rp.)

5. Mesin kapal/perahu dibeli dengan cara : tunai/kredit/………..

Jelaskan cara pembayarannya : ………………………………………………………………………………

6. Alat Tangkap

Karakteristik Alat Tangkap

No. Karakteristik Alat Tangkap*) Keterangan (Ukuran/Satuan) 1. Jenis alat tangkap :

- .............................................. - .............................................. - ..............................................

P = .................................................. m P = .................................................. m P = .................................................. m

2. Jumlah piece .............................................. (buah) 3. Ukuran mata jaring**) .............................................. (cm/inc) 4. Jumlah pancing per piece .............................................. buah 5. Tempat pembelian .............................................. 6. Harga alat tangkap siap pakai .............................................. (Rp.) *) buat sketsa alat tangkapnya

**) khusus untuk purse seine/Lampara

7. Bahan/alat tangkap dibeli dengan cara : tunai/kredit/……………

Jelaskan cara pembayarannya ……………………………………………………………………………… 8. Sebutkan komposisi nelayan yang mengoperasikan alat tangkap terdiri dari :

- Nahkoda : orang - Fishing master : orang - ABK : orang

Jelaskan Sistem Bagi Hasil antara pemilik kapal dengan nahkoda, KKM, ABK) :

*) Jika dalam 1 kapal nelayan lebih dari 1 orang

9. Apakah pemilik kapal ikut dalam operasi penangkapan? -Ya - Tidak

Page 87: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 87

10. Biaya Perawatan/Perbaikan

Biaya Perawatan Kapal/Perahu, Mesin kapal dan Alat Tangkap per tahun :

o Kapal : Rp. ............................... per tahun/bulan o Alat Tangkap : Rp. ............................... per tahun/bulan o Mesin Utama : Rp. ............................... per tahun/bulan o Mesin Tambahan : Rp. ............................... per tahun/bulan o Peralatan lain : Rp. ............................... per tahun/bulan

11. Operasi Penangkapan Ikan

Kebutuhan Perbekalan Melaut Tiap Trip:

No Jenis Perbekalan Jumlah *) Harga/satuan*)

1 Solar *)

2 Bensin

3 Minyak Tanah

4 Konsumsi (makanan+rokok)

5 Es

6 Garam

7 Air

8 ……………….…………………

*) Sebutkan satuannya: liter, m3, ton, balok, dst.

12. Bagaimana cara pembayaran bahan perbekalan melaut diatas? Tunai/Kredit/..............

Jelaskan!..................

13. Bagaimana Hasil tangkapan nelayan berdasarkan kalender musim ikan :

Kategori Musim Ikan

Bulan Melaut

Rata-rata produksi per trip (kg/trip)

Jenis ikan dominan

Harga per jenis ikan dominan

Lokasi Penangka

pan

Musim puncak

-

-

-

-

Musim sedang

-

-

-

-

Musim paceklik

-

-

-

-

Page 88: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 88

14. Apakah Anda memiliki sumber pendapatan lain selain menjual hasil tangkapan ikan? Jika ada, sebutkan: .................................................... Berapa pendapatannya: Rp. ............................. Hari – Minggu – Bulan

15. Kebutuhan untuk keperluan keluarga sehari-hari:

o Sekolah anak ......... : Rp. per minggu – bulan – tahun o Listrik/Air : Rp. ......... per minggu – bulan o Belanja dapur : Rp. ......... per hari – bulan – minggu o Pengobatan : Rp. ......... per bulan – tahun o Rekreasi : Rp. ......... per bulan – tahun o Belanja Lain : Rp. ......... per bulan – tahun o Bayar hutang : Rp. ......... per bulan – tahun o Pengeluaran lain : Rp. ......... per bulan – tahun

16. Pendapatan Nelayan & Sistem Bagi Hasil:

Sebutkan perkiraan pendapatan kotorBapak per bulan atau per trip dari kegiatan penangkapan ikan:

Tertinggi : Rp .............................. bulan/trip (Coret yang tidak perlu) Sedang : Rp .............................. bulan/trip (Coret yang tidak perlu) Terkecil : Rp .............................. bulan/trip (Coret yang tidak perlu)

17. Sebutkan perkiraan pengeluaran bapak per bulan atau per trip dari kegiatan

penangkapan ikan:

Tertinggi : Rp .............................. bulan/trip (Coret yang tidak perlu) Sedang : Rp .............................. bulan/trip (Coret yang tidak perlu) Terkecil : Rp . .............................. bulan/trip (Coret yang tidak perlu)

18. Apakah anda punya tabungan ?

a. ya b. tidak

Kalau “ya” berupa apa ?

a. tabungan di bank b. tabungan di koperasi c. tanah d. hewan (seperti sapi, dll) e. lainnya,sebutkan.......................................................

19. Dalam 2-3 tahun terakhir, bagaimana kondisi tabungan ?

a. meningkat b. sama saja c. turun

Page 89: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 89

Lampiran 2. Kuesioner Kelembagaan

INDIKATOR KELEMBAGAAN

Interviewer : ……………………. Tanggal : …………………….

Nama : ................................ Umur : ................................ Pendidikan : ................................ Alamat : ................................ Lembaga / Posisi : ................................ Berapa lama di bidang ini : ................................

Domain Kelembagaan (Kuisioner Khusus Aparat dan atau LSM)

1. Berapa kali pelanggaran dalam 1 (satu) tahun yang dilakukan oleh nelayan?

2. Apa jenis pelanggaran yang biasa dilakukan ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, isikan dalam kolom berikut dengan memberikan chek list ( ) sesuai jawaban.

No Jenis Pelanggaran Kriteria 1) Penindakan 2) Kategori 3)

a b c d e a b c

1) Kriteria pelanggaran apa saja yang ditemukan

a. Kesesuaian fisik dan administrasi untuk kapal b. Penggunaan alat tangkap terlarang c. Perijinan yang tidak lengkap d. Pelanggaran terhadap daerah penangkapan e. Cara/Metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan

2) Bentuk penindakan apa yang dilakukan pada setiap pelanggaran ?

3) Kategori pelanggaran

a. Berat b. Sedang c. Ringan

Page 90: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 90

3. Kebijakan apa saja yang berlaku dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini ?

a.Perijinan usaha penangkapan b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) c. Konservasi dan pemulihan d. ..........................................

4. Bagaimana kelengkapan peraturan nasional yang anda gunakan dalam pengelolaan perikanan ? coba sebutkan ?

No Lingkup peraturan Jenis Peraturan Nasional Kelengkapan

A 1) B 2) C 3)

1 Perijinan usaha penangkapan 1.

2.

3.

2 Operasonalisasi penangkapan (kapal dan alat)

1.

2.

3.

3 Upaya konservasi dan pemilihan

1.

2.

3.

Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada

5. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, maka bagaimana jumlah peraturan nasional tersebut ?

a. Ada tapi jumlahnya berkurang b. Ada tapi jumlahnya tetap c. Ada dan jumlahnya bertambah

6. Bagaimana kelengkapan peraturan daerah (yang sesuai dengan peraturan nasional) yang anda gunakan dalam pengelolaan perikanan selama ini ? coba sebutkan ?

No Lingkup Peraturan Jenis Peraturan Daerah Kelengkapan

A 1) B 2) C 3)

1 Perijinan usaha penangkapan

1.

2.

3.

2 operasonalisasi penangkapan (kapal dan alat)

1.

2.

3.

Page 91: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 91

3 upaya konservasi dan pemulihan

1.

2.

3.

Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada

7. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, bagaimana jumlah peraturan daerah tersebut ?

a. Ada tapi jumlahnya berkurang b. Ada tapi jumlahnya tetap c. Ada dan jumlahnya bertambah

8. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang baru dibuat ?

a. ada, jika ada sebutkan :

- ............................................................................. - ............................................................................. - .............................................................................

b. tidak ada

9. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang dihapuskan ?

a. ada, jika ada sebutkan :

- ............................................................................. - ............................................................................. - .............................................................................

b. tidak ada

10. Peraturan apa lagi yang masih kurang dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini?

Sebutkan .......................................

11. Bagaimana penegakan aturan/hukum terhadap pelanggaran yang terjadi? a. Tidak ada penegakan aturan b. Ada penegakan aturan namun tidak efektif; c. Ada penegakan aturan main dan efektif

12. Bagaimana keberadaan aparat dalam menjalankan penegakan aturan/hukum

terhadap pelanggaran yang terjadi? a. Tidak ada aparat; b. Ada aparat tetapi tidak cukup; c. Jumlah aparat cukup.

13. Jenis alat/sarana (seperti speed boat) menjalankan penegakan aturan/hukum

terhadap pelanggaran yang terjadi?

Page 92: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 92

a. Speedboat/kapal : CUKUP - TIDAK CUKUP b. Biaya operasional : CUKUP - TIDAK CUKUP c. Lainnya: ........................ : CUKUP - TIDAK CUKUP

14. Setelah dilakukan tindakan berupa teguran atau hukuman, apakah pelanggaran yang sama masih terjadi oleh pelaku yang sama? a. Ya masih terjadi, karena...................................

Tidak lagi, karena ...............................

15. Lembaga apa saja yang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan hal-hal berikut terkait dengan pengelolaan perikanan di wilayah anda ?

a. Perijinan usaha penangkapan

1) ........... 2) ........... 3) ...........

b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)

1) ........... 2) ........... 3) ...........

c. Konservasi dan pemulihan

1) ........... 2) ........... 3) ...........

16. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan yang diambil dalam pengelolaan perikanan di instansi/wilayah anda yang terkait dengan hal-hal sebagai berikut : (Gambarkan dengan bagan)

i. Perijinan usaha penangkapan ..............................................................

ii. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) ..............................................................

iii. Konservasi dan pemulihan ..............................................................

17. Bagaimana efektivitas pengambilan keputusannya ?(coret yang tidak perlu)

a. Perijinan usaha penangkapan (efektif / tidak efektif)

Jelaskan :

..............................................................................................................................

b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) (efektif / tidak efektif)

Jelaskan :

..............................................................................................................................

Page 93: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 93

c.Konservasi dan pemulihan (efektif / tidak efektif)

Jelaskan :.............................................................................................................

18. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan perikanan di wilayah Anda ?

a. Ya b. Tidak

19. Jika “Ya”, apakah memiliki kewenangan untuk menentukan/membuat keputusan?

a. Ya b. Tidak

20. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan ?

..............................................................................................................................

21. . Apakah anda (instansi) punya rencana pengelolaan perikanan (RPP) mengenai pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem ?

22. Apakah RPP tersebut dijalankan ?

a. Ya b. Tidak

23. Jika “ya”, bagaimana pelaksanaannya ?

a. Belum sepenuhnya dijalankan

b. Sudah dijalankan sepenuhnya

24. Apakah ada hambatan/permasalahan dalam pelaksanaannya ?

..............................................................................................................................

25. Jika “tidak”, kenapa tidak membuat RPP, apakah ada hambatan ? Jelaskan:

..............................................................................................................................

26. Apakah dalam mengeluarkan perijinan mengadakan koordinasi dengan lembaga lain?

a. ya b. tidak

27. Jika “ya”, lembaga apa saja yang terlibat dalam proses perijinan tersebut ?

..............................................................................................................................

28. Apakah adakah dukungan dari lembaga luar dalam penegakan aturan yang dikeluarkan oleh dinas kelautan dan perikanan ?

a. ya b. tidak

29. Apakah ada aktivitas penegakan aturan yang merupakan aturan lembaga lain yang mendukung kegiatan operasional penangkapan ?

a. ya b. Tidak

Page 94: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 94

30. Jika “ya”, lembaga apa yang melakukan ?

..............................................................................................................................

Apakah ada kegiatan konservasi dan pemulihan di daerah ini ?

a. ya b. tidak

31. Jika “ya”, lembaga apa yang melakukan ?

..............................................................................................................................

32. Apakah ada konflik antar lembaga dalam pengelolaan kawasan konservasi ?

a. ya b. tidak

33. Jika “ya”, lembaga apa saja yang tidak bersinergi/konflik dalam pengelolaan kawasan konservasi ?

..............................................................................................................................

34. Sebutkan kebijakan yang anda keluarkan terkait dengan perijinan, operasional penangkapan, konservasi dan pemulihan dalam pengelolaan perikanan ? Lembaga mana saja yang mengeluarkan? dan bagaimana sifat dari kebijakan tersebut ? (tuliskan jawaban dalam kolom yang disediakan)

No Kebijakan Lembaga yang mengeluarkan Sifat kebijakan

A B C

I Perijinan

1

2

3

II Operasional penangkapan

1

2

3

II Konservasi dan Pemulihan

1

2

3

Ket : A = Kebijakan perijinan saling mendukung

B = Kebijakan perijinan tidak saling mendukung

C = Kebijakan perijinan saling bertentangan

Page 95: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 95

35. Berapa kali anda mendapatkan penyuluhan perikanan tangkap?

a. < 2 kali per bulan c. 5 – 10 kali per bulan b. 2 – 4 kali per bulan d. > 10 kali per bulan

36. Apakah penyuluhan yang dilakukan bermanfaat bagi usaha perikanan tangkap anda?

a. Sangat bermanfaat c. bermanfaat e. tidak bermanfaat b. agak bermanfaat d. kurang bermanfaat 37. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan perikanan tangkap?:

a.Ya b. Tidak

38. Jika Ya, dalam 2-3 tahun terakhir berapa kali anda mengikuti pelatihan?

a. satu kali b. 2 – 4 kali c. lebih dari 4 kali

39.Menurut anda apakah pelatihan yang anda ikuti bermanfaat bagi usaha perikanan tangkap anda?

a. sangat bermanfaat c. bermanfaat e. tidak bermanfaat b. agak bermanfaat d. kurang bermanfaat 40. Apakah pernah mengikuti kegiatan pelatihan terkait dengan pengelolaan perikanan ?

a. ya b. Tidak

41. Program pengembangan kapasitas apa saja yang pernah diikuti untuk meningkatkan kemampuan dalam EAFM ? Sebutkan waktu kapan (bulan apa atau tahun berapa)

a. Pelatihan: ..............................Waktu: ..........................................

b. Workshop: ............................. Waktu:............................................

c. Seminar: .............................. Waktu:...............................................

d. Studi Banding: ....................... Waktu:..............................................

e. Tugas Belajar: ........................ Waktu:.......................................

f. Program lain: .......................... Waktu:..................................

42. Apakah pelatihan yang ada sesuai/cocok atau tidak dengan profesi yang dikerjakan ?

a. ya b. tidak

43. Jika ada, materi apa saja yang diterima ?

........................................................................................................................................

44. Siapa yang memberikan materi ?

......................................................................................................................

45. Bagaimana anda melaksanakan pekerjaan, setelah dan sebelum anda mengikuti pelatihan ?

- Sebelum : ......................................................................................................

- Sesudah : ......................................................................................................

Page 96: Perikanan Indikator EAFM - EAFM Kab...Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM u PRAKATA Sektor perikanan merupakan salah satu komoditi unggulan di kabupaten

Penilaian Performa Pengelolaan Perikanan Menggunakan Indikator EAFM 96

46. Bagaimana tingkat kapasitas stakeholder perikanan yang ada dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan

1) Aparat instansi teknis a. Sangat Paham b. Sedang c. Kurang d. Sangat Kurang

2) Aparat instansi lain a. Sangat Paham b. Sedang c. Kurang d. Sangat Kurang

3) Akademisi/Peneliti a. Sangat Paham b. Sedang c. Kurang d. Sangat Kurang

4) Petugas keamanan a. Sangat Paham b. Sedang c. Kurang d. Sangat Kurang

5) Industri/Pengusaha a. Sangat Paham b. Sedang c. Kurang d. Sangat Kurang

6) Nelayan/Masyarakat a. Sangat Paham b. Sedang c. Kurang d. Sangat Kurang

7) Lainnya......................... a. Sangat Paham b. Sedang c. Kurang d. Sangat Kurang

47. Apakah di wilayah ini ada satu dokumen peraturan yang merangkul semua lembaga terkait dalam pengelolaan perikanan di wilayah Anda? ADA - TIDAK ADA

48. Jika ADA, sebutkan nama dokumen peraturan tersebut: .................................

49. Lembaga yang mengeluarkan dokumen tersebut: ...................................

50. Berdasarkan dokumen tersebut, apakah ada satu lembaga/badan yang memiliki

otoritas tunggal dalam menentukan pengelolaan perikanan di wilayah tersebut?

YA - TIDAK

51. Sebutkan nama lembaganya: .......................

52. Jika YA, apakah otoritas tunggal ini sudah dijalankan? YA - BELUM.

53. Jika YA, Sudah berapa lama dijalankan?

54. Jika TIDAK, lembaga apa saja yang melakukan pengelolaan perikanan di wilayah ini?

55. Sebutkan lembaga/instansi/badan apa saja: ..................................

Lembaga apa yang paling dominan? ...................... Mengapa? .................................