Perhitungan PPh 21 pada Akhir Tahun · Web viewwajib pajak yang dinyatakan dalam persentase. Tarif...

60
Standar Kompetensi : 2. Memahami APBN dan APBD Kompetensi Dasar : 2.1 Menjelaskan pengertian, fungsi, tujuan APBN dan APBD 2.2 Mengidentifikasi sumber-sumber penerimaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah 2.3 Mendeskripsikan kebijakan pemerintah di bidang fiskal KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG FISKAL i. KEBIJAKAN FISKAL A. PAJAK. Berbagai pungutan dilaksanakan oleh pemerintah, yaitu berupa pajak dan non pajak. Pajak di dasarkan pada undang-undang, sedangkan pungutan non pajak didasarkan pada peraturan pemerintah dan kebijakan menteri dari suatu departemen. Setiap bulan pebruari pemerintah mengumumkan penerimaan pajak terbesar dari masyarakat. - Mengapa pemerintah mengumumkan pembayaran pajak terbesar ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut telitilah uraian berikut ! 1. Landasan Pemungutan Pajak. Untuk menjalankan roda pembangunan diperlukan dana yang bersumber dari masyarakat. Untuk memungut sumber dana ini didasarkan pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 : “Segala pajak untuk keperluan negara 1 Landasan Pemungutan Pajak adalah UUD 1945 pasal 23 ayat 2

Transcript of Perhitungan PPh 21 pada Akhir Tahun · Web viewwajib pajak yang dinyatakan dalam persentase. Tarif...

Perhitungan PPh 21 pada Akhir Tahun

Standar Kompetensi : 2. Memahami APBN dan APBD

Kompetensi Dasar :

2.1 Menjelaskan pengertian, fungsi, tujuan APBN dan APBD

2.2 Mengidentifikasi sumber-sumber penerimaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

2.3 Mendeskripsikan kebijakan pemerintah di bidang fiskal

KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG FISKAL

i.KEBIJAKAN FISKAL

A. PAJAK.

Berbagai pungutan dilaksanakan oleh pemerintah, yaitu berupa pajak dan non pajak. Pajak di dasarkan pada undang-undang, sedangkan pungutan non pajak didasarkan pada peraturan pemerintah dan kebijakan menteri dari suatu departemen.

Setiap bulan pebruari pemerintah mengumumkan penerimaan pajak terbesar dari masyarakat.

Mengapa pemerintah mengumumkan pembayaran pajak terbesar ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut telitilah uraian berikut !

1. Landasan Pemungutan Pajak.

Untuk menjalankan roda pembangunan diperlukan dana yang bersumber dari masyarakat. Untuk memungut sumber dana ini didasarkan pada Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 : Segala pajak untuk keperluan negara

berdasarkan undang-undang. Undang-undang perpajakan yang berlaku saat ini adalah undang-undang no. 16, 17, 18 tahun 2000.

2. Pengertian Pajak.

Setiap anggota masyarakat dalam suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak. Dengan demikian, setiap orang mengetahui segala hak dan kewajibannya yang berhubungan dengan perpajakan.

Dalam artian ekonomi, pajak adalah iuran (pembayaran) wajib yang dibayarkan oleh wajib pajak berdasarkan norma-norma hukum untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran kolektif dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umum, yang balas jasanya tidak diberikan secara langsung. Berdasarkan pengertian diatas, pajak mengandung ciri-ciri :

Merupakan iuran (pembayaran) kepada pemerintah

Di pungut berdasarkan undang-undang.

Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

digunakan untuk kesejahteraan umum;

tanpa imbalan jasa (kontra prestasi) secara langsung.

3. Sistem Pemungutan Pajak.

Pemungutan pajak dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.

a. Official assessment system, yaitu pemungutan dan perhitungan besarnya pajak ditentukan oleh aparatur pemerintah.

b. Self assessment system, yaitu pemungutan dan perhitungan besarnya pajak ditentukan sendiri oleh pembayar (wajib) pajak.

c. Withholding system, yaitu pemungutan dan perhitungan besarnya pajak ditentukan oleh pihak ketiga.

4. Sistem Penetapan Tarif Pajak

Besar pajak yang dipungut dari wajib pajak tergantung dari sistem tarif yang dianut oleh suatu negara. Sistem tarif pajak dapat dibedakan atas empat macam :

a. Sistem tarif progresif, artinya penetapan besarnya tarif pajak yang semakin naik berdasarkan peningkatan pendapatan. Jika pendapatan semakin besar maka tarif pajak semakin besar pula.

b. Sistem tarif sebanding (proporsional), antinya pada sistern ini hanya terdapat satu tarif pajak dan tidak berubah seining dengan perubahan pendapatan.

c. Sistem tarif tetap, artinya besarnya tarif pajak ditetapkan dalam suatu nilai rupiah tertentu dan tidak berubah-ubah berapapun besarnya pendapatan.

d. Sistem tarif degresif, artinya besarnya tarif pajak semakin menurun. Semakin besar penghasilan semakin kecil tarif pajak yang dikenakan.

Agar semakin jelas, perhatikan contoh penerapan sistem tarif pajak pada Tabel 3.1 berikut !

Tarif Pajak

Tarif pajak adalah dasar pengenaan besarnya pajak yang dikenakan kepada

wajib pajak yang dinyatakan dalam persentase. Tarif pajak dibedakan menjadi 4

macam yaitu:

a. Tarif Sebanding (Proporsional)

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap jumlah uang yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

Contoh: tarif PBB adalah sama 0,5

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapa pun jumlah yang dikenai pajak

Contoh: besarnya tarif materai Rp. 2.000,00

c. Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar apabila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar.

Contoh: tarif pajak penghasilan untuk pendapatan kena pajak (PKP)

1. Rp. 0,00 s.d. Rp. 25.000.000,00 = 10%

2. Rp. 25.000.000,00 s.d. Rp. 50.000.000,00 = 15%

3. Rp. 50.000.000,00 ke atas = 30%

d. Tarif Regresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil apabila jumlah yang dikenai

pajak semakin besar

Contoh: Rp. 1.000,00 (10%) = Rp. 100,00

Rp. 2.000,00 (9%) = Rp. 180,00

Rp. 3.000,00 (8,5%) = Rp. 255,00

e. Tarif Degresif

Semakin besar pendapatan semakin besar pula pajaknya, persentase lebih

kecil dari persentase kenaikan pendapatan.

Contoh: Rp. 1.000.000 (4%) = Rp. 40.000

Rp. 2.000.000 (4,8%) = Rp. 96.000

Rp. 3.000.000 (5,4%) = Rp. 162.000

Untuk memudahkan pemahaman dari Penetapan tarif pajak di atas, di bawah ini

disajikan tabel yang merangkum penetapan tarif sebagai berikut:

Bila diperhitungkan dengan nilai uangnya, maka besar pajak yang harus dibayar dalam rupiah, adalah sebagai berikut:

5. Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan pajak dapat dibedakan atas asas domisili, asas sumber, dan asas kebangsaan.

a. Asas Domisili, yaitu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada domisili (tempat tinggal) wajib pajak. Wajib pajak yang bertempat tinggal di Indonesia, dikenakan pajak atas segala pendapatan yang diperoleh di dalam maupun diluar negeri.

Tabel 3.2

Perbedaan Pajak dan Pungutan Non Pajak

Objek Perbedaan

Pajak

Non Pajak

1. Dasar Pemungutan.

2. Imbal Jasa

3. Cara perhitungan

4. Jatuh tempo pembay aran.

5. sifat pemungutan

6. sanksi hukum

Menurut undang-undang.

Tidak di terima secara langsung.

Wajib pajak

Sesuai dengan tahun fiskal

Bayar paksa

Di tentukan dalam un- dang-undang

Menurut peraturan pemerintah, menteri atau kepala daerah.

Diterima secara langsung

Aparatur pemerintah

Sesuai dengan pemakai- an

Sesuai dengan kebijakan

Sesuai dengan kebijakan pemerintah

b. Asas Sumber, yaitu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber pendapatan. misalnya, bila di Indonesia diadakan pertunjukan musik artis luar negeri, maka pemerintah memungut pajak pendapatan tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas Kebangsaan, yaitu cara pemungutan pajak yang tidak tergantung kepada kebangsaan wajib pajak. Misalnya, pajak bangsa asing di Indonesia menetapkan bahwa setiap orang yang tidak berkebangsaan Indonesia tetapi bertempat tinggal di Indonesia dipungut pajak.

B. PUNGUTAN RESMI LAINNYA.

Pungutan resmi lainnya (nonpajak) ditandai dengan adanya imbal jasa secara langsung yang diterima oleh individu. Macam pungutan resmi lainnya misalnya retribusi dan sumbangan. Yang termasuk dalam retnibusi misalnya iuran televisi, iuran pungutan hasil hutan, karcis pasar, dan kancis parkir. Pungutan yang termasuk sumbangan misalnya SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) dan SWPJ (Sumbangan Wajib Perbaikan Jalan).

C. FUNGSI PAJAK

Pajak berfungsi sebagai sumber pendapatan negara, pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pendapatan masyarakat, dan sarana stabilisasi perekonomian.

d. Sumber Pendapatan Negara.

Sumber pendapatan negara yang terbesar adalah dari pembayaran pajak masyarakat. Pajak sebagai sumber pendapatan negara digunakan untuk tambahan pengadaan barang dan jasa publik.

Para ahli ekonomi mengelompokkan barang menjadi barang pribadi serta barang dan jasa publik. Barang pribadi meliputi barang yang dibeli oleh seseorang atau organisasi untuk digunakan sendiri atau dipinjamkan pada orang lain.

Contohnya, seseorang membeli mobil untuk dipakai sendiri atau untuk dipinjamkan ke tetangganya.

Sedangkan barang publik adalah barang-barang yang mernpunyai dua ciri utama berikut:

pengkonsumsian oleh seseorang tidak menyebabkan habisnya barang, dan

pengkonsumsian tidak dapat dibatasi hanya untuk seseorang sekelompok orang tertentu.

Ciri yang pertama menyiratkan bahwa penambahan konsumsi oleh seseorang tidak menurunkan jumlah yang mungkin dikonsumsi oleh orang lain. Contohnya, lampu penerangan jalan yang sudah dipasang, tidak akan bertambah biayanya bila lampu tersebut dinikmati oleh satu orang, dua orang, atau seribu orang. Ciri yang kedua menyiratkan bahwa sulit mencegah seseorang untuk mengkonsumsi barang publik. Dalam contoh di atas, tidak bisa ditetapkan hanya orang kaya yang boleh menikmati lampu penerangan jalan.

Jasa publik adalah sesuatu yang dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dan pemelihanaan kesehatan merupakan contoh jasa publik. Tenaga kerja yang Lebih terdidik dan sehat akan Lebih produktif. Karena besar manfaatnya bagi masyarakat, jasa-jasa publik tertentu diberikan secara gratis atau dengan harga yang disubsidi oleh negara untuk mendorong konsumsi terhadap jasa-jasa tersebut ke tingkat yang optimum, sehingga masyarakat memperoleh manfaat yang maksimum.

e. Pengatur Kegiatan Ekonomi.

Pemerintah berperan mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam masyarakat. Peranan itu dapat terwujud jika penerimaan pajak sesuai dengan yang direncanakan oleh pemerintah.

Pemungutan pajak dapat menyebabkan seseorang mengubah perilakunya di bidang ekonomi. Kurva Laffer pada Peraga 3.2 menunjukkan hubungan antara pendapatan Negara dari pajak clan tingkat tarif pajak.

Bila tidak ada pajak atau tarif pajaknya nol, pendapatan pajak negara juga nol. Sebaliknya, bila tarif pajaknya 100%, pendapatan pajak Negara juga

nol karena kegiatan produksi di seluruh negara akan terhenti kecuali untuk produksi barang-barang yang sangat vital bagi kelangsungan hidup manusia. Tarif pajak 100% akan menghilangkan dorongan masyarakat untuk bekerja. Masalah bagi pemerintah adalah bagaimana menetapkan tingkat pajak yang dapat memaksimumkan pendapatan pajak negara, sekaligus meminimumkan keengganan masyarakat untuk bekerja.

f. Pemerataan Pendapatan Masyarakat.

Pendapatan masyarakat berbeda antara daerah satu dengan lainnya, sehingga rriengakibatkan perbedaan pula pada pertumbuhan ekonomi. Penerimaan pajak daerah maju dapat digunakan untuk mernbangun sarana dan prasarana ekonomi, Pemerintah juga dapat menetapkan sistem perpajakan, di mana orang berpenghasilan tinggi dipungut pajak Lebih besar daripada orang yang berpenghasilan rendah. Selain itu, pemerataan pendapatan dilakukan pula melalui penyediaan barang-barang oleh pemerintah secara gratis atau melalui subsidi. Jadi, perawatan kesehatan di rumah sakit atau pembelian obat-obatan, terutama obat genenik, diberikan subsidi yang besar, yang berasal dari hasil pemungutan pajak terhadap masyarakat berpenghasilan tinggi.

g. Sarana Stabilitas Ekonomi

Kebijakan perpajakan dapat meningkatkan kesempatan kerja maupun stabilitas harga. Tarif pajak penghasilan yang rendah memungkinkan masyarakat mengeluarkan uangnya lebih banyak untuk membeli barang atau jasa. Peningkatan permintaan terhadap barang atau jasa itu menuntut perusahaan melakukan aktifitas lebih tinggi dan pada gilirannya menuntut perusahaan menambah tenaga kerjanya.

Perpajakan juga berpengaruh tenhadap harga barang. Pajak tidak langsung, misalnya cukai tembakau, akan meningkatkan harga rokok. Untuk mencapai stabilitas harga, pemerintah perlu melakukan pemilihan barang apa yang harus dikenakan pajak dan yang harus disubsidi.

5. Alat pengendali inflasi

Sebagai pengedali inflasi, pajak sangat penting, dengan kebijakan fiskal yang diharapkan dapat menstabilkan nilai rupiah, dapat juga mendorong mningkatnya kesempatan kerja. Dengan stabilnya nilai tukar rupiah, menjadi salah satu faktor utamayang mempengaruhi tingkat inflasi dan suku binga dalam negeri.

D. JENIS-JENIS PAJAK.

Berbagai jenis pungutan pajak yang dilakukan pemerintah terhadap warganya dapat dikelompokkan berdasarkan sifat, wewenang, subjek, dan objek pajak.

Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dibagi menjadi:

Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul oleh wajib pajak dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain. Termasuk dalam pajak jenis ini adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak kendaraan bermotor (PKB).

Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang dapat dipindahkan pembebanannya kepada orang lain, misalnya pajak penjualan, pajak pertambahan nilai (PPN), bea balik nama (BBN), dan cukai.

h. Pajak Berdasarkan Wewenang Pemungutan.

Berdasarkan wewenang pemungutannya, pajak dibagi menjadi :

Pajak pusat, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat. Termasuk dalam jenis ini misalnya pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dan pengelolaannya dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Contoh pajak jenis ini adalah PPh, PPN, dan pajak minyak bumi.

Pajak daerah, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II. Termasuk pajak jenis ini misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak tontonan, serta pajak bumi dan bangunan (PBB).

i. Subjek dan Objek Pajak.

Subjek pajak yaitu pihak yang wajib membayar pajak. Dasar pengenaan pajak menurut keadaan diri wajib pajak, misalnya kawin atau belum kawin.

Objek pajak, yaitu dasar pemungutan pajak. Pajak ini dipungut karena kejadian, perbuatan atau keadaan, misalnya:

karena kejadian : lalu lintas barang (bea masuk),

karena perbuatan ( PPN dan BBN),

karena keadaan ( PPh, PBB),

karena pemakaian (cukai rokok).

E. SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA.

Sistem perpajakan di Indonesia selalu disempurnakan agar mencerminkan :

1. adanya jaminan hukum untuk mencapai keadilan bagi negara maupun warganya (syarat yuridis),

2. adanya keseimbangan dalam gerak perekonomian agar dapat meningkatkan produksi dan perdagangan (syarat ekonomi),

3. agar hasil pemungutan pajak dapat menutup pengeluaran pemerintah (syarat finansial).

Undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia bertujuan mengatur setiap orang/lembaga yang terlibat dalam bidang pajak, sehingga memudahkan untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Saat ini, undangundang perpajakan yang berlaku di Indonesia adalah Undang-undang No. 16, 17, 18, tahun 2000.

F. Undang-undang No. 16/2000.

Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Ciri dan corak sistem pajak dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut.

1. Sifat Pajak.

Pemungutan pajak merupakan perwujudan dan pengabdian dan peran serta langsung masyarakat, yang secara bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pemuliaan negara dan pembangunan nasional.

2. Tanggung Jawab Pelaksanaan.

Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan berada pada anggota masyarakat.

3. Pihak Penghitung Pajak

Anggota masyarakat diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri, membayar, dan rnelaporkan (self assessment) pajak yang harus ditanggungnya.

G. Undang-undang No. 17/2000

Undang-undang ini mengatur tentang pajak penghasilan.

Objek Pajak.

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dan luar Indonesia, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama clan dalam bentuk apapun.

1. Wujud Penghasilan

Penghasilan dapat berupa balas jasa yang diterima seperti hadiah, laba usaha, keuntungan, maupun warisan.

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berdasarkan uu no.17/2000 Pph pasal 21 adalah sebagai berikut :

1. Rp 2.880.000,00 (untuk wajib pajak sendiri (bujangan).

2. Rp 1.440.000,00 untuk wajib pajak yang sudah menikah.

3. Rp 2.880.000,00 untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.

4. Rp 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga semenda, dalam garis keturunan lurus serta anak angkat clan anak sendiri, paling banyak 3 (tiga) orang.

3. Tarif Pajak

Tarif pajak adalah jumlah tertentu yang dikenakan atas objek pajak. Tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan kena pajak (PKP) bagi wajib pajak dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Tarif Penghasilan Kena Pajak (PKP)

No.

Lapisan Penghasilan kena Pajak/Tahun

Tarif Pajak

1.

2.

3.

4.

Rp. 25.000.000,00

Rp. 25.000.000,00 - 50.000.000,00

Rp. 50.000.000,00 Rp. 1.000.000.000,00

Lebih dari Rp. 1.000.000.000,00

5%

10 %

15 %

35 %

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

1.Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan dengan benar, lengkap, danjelas, dan menandatanganinya.

2.SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, orang pribadi, atau orang lain bukan Wajib Pajak sepanjang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

3.SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnyadilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-214/PJ./2001.

4.Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan dan menyampaikannya paling lambat 3(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

5.Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melaluiperusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimanadiatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-518/PJ./2001.

6.Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 31 Maret tahun takwin

7.Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan Giro atau bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

Dalam rangka membantu dan memudahkan pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.

2.Bagi Pemotong Pajak yang membayarkan upah kepada pegawai tidak tetap yang seluruh atau sebagian dari PPh Pasal 21 terutangnya ditanggung Pemerintah harus melampirkan

3.Yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 (Formulir 1721) adalah setiap Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terdiri dari:

a.Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap termasuk juga badan atau organisasiinternasional yang tidak dikecualikan

b.Bendaharawan Pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga Pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

c.Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan badan-badan lainyang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua;

d.Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan

f.Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian,olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa,organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan

g.Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;

h.Penyelenggara kegiatan yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

i.Perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, perusahaan swasta sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.

3.Bagi pemotong pajak yang tidak wajib memasukkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (1771) wajib menyampaikan daftar biaya.

4.Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dapat menyampaikan lampiran 1721 A-1 dalam bentuk mediaelektronik

3. Undang-undang no.18/2000

Undang-undang ini mengatur tentang pajak pertambahan nilai barang clan jasa (PPN) serta pajak penjualan atas barang mewah.

Objek Pajak.

Yang menjadi objek pajak dalam undang-undang ini adalah penyerahan barang dan jasa. Penyerahan ini bisa dari produsen ke produsen lain, atau dari produsen ke perantara perdagargan atau ke konsumen.

Pengertian Barang

Barang dalarn pengertian perpajakan terdiri dari barang berwujud, yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud.

Pengertian Jasa.

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum, yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai. Pengertian itu mencakup juga jasa yang menghasilkan barang karena pesanan dengan bahan baku dan pemesan.

Pengertian Menghasilkan

Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang clan bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.

Dasar Pengenaan Pajak.

Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, nilai penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan, yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terhutang.

PPn BM

Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) adalah penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah, yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabeandalarn lingkungan perusahaan atau pekerjaan.

Tarif Pajak

Tarif pajak pertambahan nilai barang clan jasa clan pajak penjualan barang mewah dapat dilihat dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Tarif Pajak PPn dan PPnBM

No.

Jenis Pajak

Sifat

Tarif Pajak

1.

2.

3.

4.

5.

Pertambahan nilai

Pertambahan nilai

Pertambahan nilai atas eksport

Penjualan atas barang mewah

Barang kena pajak barang mewah atas eksport

Umum

Khusus

-

Umum

-

10 %

5 15 %

0 %

10 75 %

0 %

Besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 205/KMK.04/2000, Pasal 3, yaitu: Besarnya nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk setiap daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat

H. Undang-undang No. 13/1985.

Undang-undang ini mengatur tentang bea materai.

1. Objek Pajak.

Objek pajak bea materai adalah bea materai atas dokumen.

2. Pengertian Dokumen

Dokumen dapat berupa surat perjanjian, akte notanis, akte tanah, suratsurat berharga (bernilai satu juta rupiah atau lebih), serta dokumen lainnya yang digunakan sebagai alat pembuktian.

3. Tarif Materai

Tarif bea meterai yang berlaku saat ini didasarkan pada PP No.24/2000. Tarif bea meterai adalah Rp 3.000,00 untuk nilai nominal Rp 250.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000,00 dan Rp 6.000,00 untuk nilai nominal lebih dari Rp. 1.000.000,00.

7. Perhitungan PPh 21 pada Akhir Tahun.

Biasanya yang menjadi perhitungan PPh 21 itu sulit karena tidak mengerti peraturan pajaknya. Sekali kita mengerti semua peraturan pajak PPh 21, menghitung pajak itu mudah.

Sekarang coba kita lihat bagaimana cara menghitung pajak dengan tunjangan kesehatan dan juga menentukan PTKP.

Contoh 1

Bapak Sidik bekerja di Mall dengan gaji Rp. 750.000,- sebagai kepala pembukuan. Dan mendapatkan tunjangan kesehatan setiap bulan Rp. 100.000,- uang transport sebesar Rp. 62.500,-. Setiap bulannya Pak SIDIK sudah menikah dan belum mempunyai anak. Berapa PPh 21 per tahun dan per bulan yang harus dibayarkan oleh Pak Sidik?

Gaji per bulanRp. 750.000,-

Uang transportRp. 62.000,-

Tunjangan kesehatanRp. 100.000,-+

Penghasilan bruto per bulanRp. 912.500,-

Penghasilan bruto per tahun Rp. 912.500,- x 12Rp. 10.950.000,-

Pengurangan

Biaya jabatan 5% x Rp. 10.950.000,-Rp. 547.500,-

Iuran THT Rp. 50.000,- x 12 Rp. 600.000,-

Rp. 1.147.500,-Rp. 1.147.500,-

Penghasilan netto setahun

Rp. 9.802.500,-

PTKP menikah tanpa anakK/-

Rp. 4.320.000,-

PKP

Rp. 5.482.500,-

PKP dibulatkanRp. 5.482.500,-

PPh 21 setahun 5% x 5.482.000,- Rp. 274.100,-

Perhitungan di atas PKP dibulatkan dari Rp. 5.482.500,- menjadi Rp. 5.482.000,-. Adakah aturannya untuk membulatkan?

Peraturan pembulatan ini ada pada Kep. Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000 Pasal 17. Pada peraturan tersebut dikatakan PKP dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh. Jadi, jika PKPnya ada pecahan misalnya Rp. 788.800,- akan dibulatkan menjadi Rp. 788.000,-

Contoh 2

Gunawan mulai bekerja pada bulan Mei sebagai General Manager dengan gaji per bulan sebesar Rp. 3.000.000,- dan mendapatkan uang transport sebesar Rp. 500.000,- per bulan. Sebelumnya Gunawan bekerja pada PT. Makmur Selalu dengan gaji per bulan Rp. 2.000.000,- dan mendapatkan uang makan sebesar Rp. 600.000,- per bulan. Gunawan sudah berkeluarga dan mempunyai 4 orang anak.

Perhitungan PPh 21 di Tempat Lama dari Januari - April

Gaji per bulan Rp. 2.000.000,- x 4Rp. 8.000.000,-

Uang transport Rp. 600.000,- x 4Rp. 2.400.000,-

Penghasilan brutoRp. 10.400.000,-

Pengurangan

Biaya jabatan 5% x 10.400.000,-

Rp. 520.000,-

Penghasilan neto

Rp. 9.968.000,-

PTKP menikah 4 anak K/3

Rp. 8.640.000,-

PKPRp. 1.240.000,-

PPh 21

5% x Rp. 1.240.000,- =Rp. 62.000,-

Contoh 3

Dalam hal Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI, atau Pejabat Negara yang mempunyai gaji Rp.1000,000 dana pensiun Rp.25.000,00 di pindah tugaskan sejak 1Juni 2003 perhitungan PPhnya adalah:

-Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI, atau Pejabat Negara (TK/-)dipindahtugaskan sejak 1 Juni 2003.

-Gaji Januari s.d. Mei 2003 (5 bulan):5 x Rp 1.000.000,00

= Rp 5.000.000,00

-Pengurangan:

1.Biaya jabatan:

5% x Rp 5.000.000,00= Rp. 250.000,00

2.Iuran pensiun:

5 x Rp 25.000,00= Rp 125.000,00

---------------------

Jumlah pengurangan

Rp 375.000,00

------------------------

-Penghasilan netto 5 bulan= Rp 4.625.000,00

-Penghasilan netto disetahunkan:

12/5 x Rp 4.625.000,00= Rp 11.100.000,00

-PTKP (TK/-)

= Rp 2.880.000,00

-------------------------

-Penghasilan Kena Pajak= Rp 8.220.000,00

-PPh Pasal 21 terutang 1 tahun:

5% x Rp 8.220.000,00= Rp 411.000,00

-PPh Pasal 21 terutang 5 bulan:

5/12 x Rp 411.000,00

= Rp 171.250,00

Dengan demikian Pph pasal 21 yang harus dibayarkan setiap bulannya adalah Rp 171.250,00.

Contoh 4

Bendaharawan instansi yang baru, adalah sesuai dengan contoh sebagai berikut:

-Gaji Juni s.d. Desember 2003 (7 bulan)

: 7 x Rp 1.000.000,00

= Rp 7.000.000,00

-Pengurangan:

1.Biaya jabatan

5% x Rp 7.000.000,00= Rp 350.000,00

2.Iuran pensiun

7 x Rp 25.000,00= Rp 175.000,00

---------------------

Jumlah pengurangan

= Rp 525.000,00

------------------------

-Penghasilan netto 7 bulan= Rp 6.475.000,00

-Penghasilan netto di instansi yang lama = Rp 4.625.000,00

------------------------

-Penghasilan netto setahun

= Rp 11.100.000,00

-PTKP (TK/-)

= Rp 2.880.000,00

-------------------------

-Penghasilan Kena Pajak

= Rp 8.220.000,00

-PPh Pasal 21 terutang 1 tahun:

5% x Rp 8.220.000,00

= Rp 411.000,00

-PPh Pasal 21 terutang pada instansi yang baru

Rp 411.000,00 - Rp 171.250,00= Rp 239.750,00

Dengan demikian PPh pasal 21 yang harus dibayarkan adalah Rp 239.750,00.

Contoh 5

Pegawai Negeri Sipil (TK/-) mulai bekerja bulan Juni 2003 dengan gaji Rp 1.000.000,00 sebulan.

-Gaji Juni s.d. Desember 2003 (7 bulan):

7 x Rp 1.000.000,00

= Rp 7.000.000,00

-Pengurangan:

1.Biaya Jabatan

5% x Rp 7.000.000,00

= Rp 350.000,00

2.Iuran Pensiun

7 x Rp 25.000,00

= Rp 175.000,00

---------------------

-Jumlah pengurangan

= Rp 525.000,00

-----------------------

-Penghasilan netto 7 bulan

= Rp 6.475.000,00

-PTKP (TK/-)

= Rp 2.880.000,00

----------------------

-Penghasilan Kena Pajak

= Rp 3.595.000,00

-PPh Pasal 21 terutang:

5% x Rp 3.595.000,00

= Rp 179.750,00

Dengan demikian PPh Ps.21 yang harus dibayarkan adalah Rp 179.750,00

Contoh 6

Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI, atau Pejabat Negara (K/-) pensiun sejak 1 Juli 2003.

-Gaji Januari s.d. Juni 2003 (6 bulan)

6 x Rp 1.000.000,00

= Rp 6.000.000,00

-Pengurangan:

1.Biaya Jabatan

5% x Rp 6.000.000,00

= Rp 300.000,00

2.Iuran Pensiun

6 x Rp 25.000,00

= Rp 150.000,00

---------------------

-Jumlah pengurangan

= Rp 450.000,00

-----------------------

-Penghasilan neto

= Rp 5.550.000,00

-PTKP (K/-)

= Rp 4.320.000,00

-----------------------

-Penghasilan Kena Pajak

= Rp 1.230.000,00

-PPh Pasal 21 terutang:

5% x 1.230.000,00

= Rp 61.500,00

Dengan demikian Angka 18 ini diisi dengan Rp 61.500,00.

F. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Objek PPN.

Yang menjadi objek PPN atau peristiwa atau transaksi yang menyebabkan rakyat harus membayar PPN adalah peristiwa/transaksi berupa:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

2. Penyerahan Jasa Kena Pajak di Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;

3. Impor Barang Kena Pajak;

4. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;

5. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

6. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

7. Kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200 M2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain;

8. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.

Contoh Suatu Kasus Soal Dikenai PPN atau Tidak

Tentukan apakah peristiwa/transaksi berikut dikenai/terutang PPN atau tidak :

Untuk menjawabnya, Anda cukup mengajukan 3 pertanyaan pokok, yaitu:

a. Apakah transaksi/peristiwa itu merupakan penyerahan di dalam negeri, atau impor atau ekspor atau bukan ketiganya ?

b. Apakah yang diserahkan/diimpor/diekspor itu barang/jasa kena pajak atau bukan ?

c. Penyerahan itu dilakukan oleh pengusaha kena pajak atau bukan ?

Suatu transaksi/peristiwa dikenai/terutang PPN, jika ketiga pertanyaan/unsur tersebut dijawab 'ya' atau terpenuhi. Jika salah satu dari tiga pertanyaan/unsur ini tidak terpenuhi (dijawab 'tidak'), maka transaksi/peristiwa itu tidak dikenai/terutang PPN.

1. Hari ini Shinta, mahasiswi di Depok, membeli 1 kg jeruk medan seharga Rp5.000,00 dari Pak Paijo di Jagakarsa, seorang petani jeruk dari Jagakarsa yang omzet jeruknya sebulan rata-rata Rp2.000.000,00.

Peristiwa Shinta di Depok membeli (jual beli) di Jagakarsa adalah penyerahan di dalam negeri; jeruk medan adalah Barang Kena Pajak; Pak Paijo yang menyerakan Barang Kena pajak adalah bukan Pengusaha Kena Pajak (omzet barang setahun kurang dari Rp600 juta). Jadi, karena salah satu unsur dari 3 unsur tidak dipenuhi, maka peristiwa/transaksi itu tidak dikenai/ terutang PPN.

2. Hari ini Astrid dari Depok membeli 1 kg jeruk medan seharga Rp5.000,00 dari Ibu Bejo di Parung, seorang petani jeruk dengan omzet jeruk setahun sekitar Rp700.000.000,00.

Peristiwa Astrid di Depok membeli (jual beli) di Parung adalah penyerahan di dalam negeri; jeruk medan adalah Barang Kena Pajak; Ibu Bejo yang menyerahkan Barang Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak. Jadi, karena semua unsur dari 3 unsur di atas dipenuhi, maka peristiwa/transaksi itu dikenai/terutang PPN.

3. Kemarin Gendul, Mahasiswa di Solo, membeli 1 kg beras seharga Rp.5.000,00 dari Hero Supermakert di Jl Malioboro Jogja.

Peristiwa Gendul di Solo membeli (jual beli) di Jogja adalah penyerahan di dalam negeri; beras bukan Barang Kena Pajak. Jadi, karena salah satu unsur dari 3 unsur tidak dipenuhi, maka peristiwa/transaksi itu tidak dikenai/terutang PPN.

Rumus penghitungan PPN di Faktur Pajak adalah:

PPN terutang = DPP PPN x Tarif PPN

a. Tarif PPN.

(diatur di Pasal 7) Tarif umum =I 0% Tarif khusus atas ekspor BKP = 0%;

Tarif PPN ini bersifat proporsional atau sepadan, tidak progresif (berlapis) seperti tarif PPh.

b. DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur di Pasal 9 ayat (1):

1. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah harga jual. untuk pengimporan BKP DPP-nya adalah Nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1 angka 20 UU PPN); atau

2. untuk pengeksporan BKP DPP-nya adalah Nilai ekspor Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, maka yang menjadi DPP PPN-nya adalah Nilai Lain. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.

c. Contoh Penghitungan PPN Terutang di Faktur Pajak

1. Kalau di dalam harga jual/penggantian/nilai lain belum termasuk PPN :

Misalnya pada tgl 2 Juli tahun ini terjadi transaksi: PKP PT A di Bandung menjual 1 buah TV seharga Rp 5.000.000,00 belum termasuk PPN kepada ibu Wulan di Ciamis.

Transaksi menjual di Bandung adalah penyerahan di dalam Daerah Pabean, TV adalah Barang Kena Pajak, yang menyerahkan TV adalah Pengusaha Kena Pajak. Jadi transaksi/ peristiwa itu dikenai/terutang PPN. Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan. Besarnya PPN terutang atas penyerahan TV pada tgl 2 Juli tahun ini di Bandung dihitung oleh PKP PT A di Bandung untuk ditagih/dipungut dengan

Harga jual/DPP PPN

= Rp. 5.000.000,00

Tarif PPN

= Rp. 10% (X)

PPN terutang

= Rp. 500.000,00

Ibu Wulan harus membayar ke PKP PT A sebesar Rp. 5.500.000,00 yang terdiri dari harga TV Rp. 5.000.000,00 dan PPN Rp. 500.000,00.

2. Kalau di dalam harga jual/penggantian/nilai lain sudah termasuk PPN:

Misalnya pada tgl 8 Oktober tahun ini PKP PT B di Bali menerima tagihan jasa akuntansi termasuk PPN sebesar Rp110.000.000,00 dari PKP PT C di Makasar yang memberikan jasa akuntansi.

Transaksi menagih jasa akuntansi di Makasar adalah penyerahan di dalam Daerah Pabean, jasa akuntansi adalah Jasa Kena Pajak, yang memberikan jasa akuntansi TV adalah Pengusaha Kena Pajak. Jadi, transaksi/peristiwa itu dikenai/ terutang PPN. Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan, sehingga besarnya PPN terutang atas penyerahan jasa akuntansi pada tgl 8 Oktober tahun ini di Makasar dihitung oleh PKP PT C di Makasar untuk ditagih/dipungut dengan Faktur Pajak sebagai berikut:

Harga jual/nilai penggantian termasuk

PPN

= Rp 110.000.000,00

DPP = Rp 110.000.000,00 dibagi 1,1 = Rp 100.000.000,00

Tarif PPN

=

10% (x)

PPN terutang

= Rp10.000.000.00

PPN terutang bisa dihitung secara singkat sebagai berikut: Rp. 110.000.000,00 dibagi 11 = Rp. 10.000.000,00 atau Rp. 110.000.000,00 / 1,1 x 10% = Rp. 10.000.000,00.

Cara Menghitung PPnBM Terutang

Tarif PPnBM :

Rumus : PPnBM terutang = DPP PPnBM x tarif PPn BM

Tarif umum PPnBM yang diatur di Pasal 8 UU PPN/PPnBM antara 10%-75%

Tarif khusus PPnBM atas ekspor BKP tergolong mewah = 0%.

Contoh:

Harga jual sedan diesel 2 tak 1800 CC oleh PKP

Produsennya

= Rp. 275.000.000,00

PPN (10% x Rp. 275 juta)

= Rp. 27.500.000,00

PPnBM (40% x Rp. 275 juta)

= Rp. 110.000.000,00

Total Harga jual termasuk PPN dan PPnBM= Rp. 425.500.000,00

Perhatikan bahwa DPP PPnBM = DPP PPN

Mekanisme pemungutan PPNBM dilakukan dengan Faktur Pajak sebagaimana diisyaratkan dalam pemungutan PPN. Hanya bagi PPNBM tidak di kenal istilah Pajak Masukan, sehingga tidak di kenal sistem pengkreditan seperti dalam PPN.

G. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

1. OBJEK PBB.

PBB dikenakan atas Objek Pajak berupa bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.

Bumi terdiri dari

1. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.

2. Tubuh bumi yang ada dibawahnya.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan, seperti rumah, gedung, kantor, hotel, pabrik, emplasemen, rig, bunker dan lain-lain.

Termasuk dalam pengertian bangunan adalah

1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komples bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut

2. Jalan tol

3. kolam renang

4. pagar mewah

5. tempat olahraga

6. galangan kapal, dermaga

7. taman mewah

8. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak

9. fasilitas lain yang memberikan manfaat

Pengecualian Objek PBB

Bumi dan Bangunan yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB adalah bumi dan bangunan yang

1. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, dan nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, candi atau yang sejenis dengan itu;

2. merupakan hutan lindung, hutang suaka alam, hutan wisata milik negara sesuai Pasal 2 UU No 5/1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kehutanan, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

3. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

4. digunakan oleh badan atau pertivakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menkeu.

2. SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PBB.

Yang menjadi Subjek Pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata.

1. mempunyai suatu hak atas bumi/tanah dan/atau,

2. memperoleh manfaat atau bumi/tanah dan/atau,

3. memiliki, menguasai atau bangunan dan/atau

4. memperoleh manfaat atas bangunan.

TARIF PAJAK PBB

Tabel 3.6

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

No. Urut

Objek Pajak

Tarif

1.

2.

Tanah

Bangunan

0,5 %

0,5 %

3. CARA MENGHITUNG PBB

Dalam praktek penghitungan PBB terutang dilakukan oleh Fiskus di dalam formulir yang dinamai formulir SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) PBB.

Rumus untuk menghitung PBB terutang sebagai berikut:

Rumus Umum : PBB terutang = DPP PBB x Tarif PBB

Tarif PBB adalah 0,5% (setengah persen)

DPP PBB dihitung sebagai berikut :

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan

NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

(-)

NJOP Sebagai Dasar Pengenaan PBB

20% dan 40%

(+)

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) Sebagai Dasar Perhitungan.

Berdasarkan rumus di atas, NJKP adalah suatu jumlah yang akan diterapkan tarif PBB. Dalam literatur perpajakan suatu jumlah yang akan diterapkan tarif pajak dinamakan tax base yang diterjemahkan sebagai dasar pengenaan pajak. Istilah dasar pengenaan pajak biasa kita temukan dalam UU PPh dan UU PPN/PPnBM. Tetapi dalam UU PBB yang dimaksud dengan dasar pengenaan pajak adalah NJOP, sedangkan NJKP diartikan sebagai dasar penghitungan pajak. Ini menunjukkan bahwa pembuat UU PBB tidak menggunakan istilah baku yang berlaku secara internasional. Tetapi dalam buku ini Penulis menggunakan istilah bakunya.

Klasifikasi bumi dan bangunan berdasarkan nilai jualnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap tiga tahun, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun setelah mendengar pertimbangan Gubernur dan memperhatikan asas self assessment. Klasifikasi bumi clan bangunan berdasarkan nilai jual diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 523/Kmk.04/1998 Tanggal 18 Desember 1998 Tentang Penentuan Klasifikasi Dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan. Keputusan ini mulai berlaku sejak tahun pajak 1999.

Berikut ini adalah penentuan klasifikasi dan besarnya nilai jual bumi dan penentuan klasifikasi dan besarnya nilai jual bangunan yang berlaku sejak tahun pajak 1999.

Berlaku mulai tahun pajak 1999 berdasarkan Kepmen no 532/KMK.04/1998.

4. NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)

Nilai jual yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Besarnya persentase termaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.(NILAI JUAL OBYEK PAJAK).

Berdasarkan PP no 46 tahun 2000 Tanggal 26 Juni 2000 Tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Untuk Penghitungan Pajak Bumi Dan Bangunan, maka besarnya persentase NJKP sebagai dasar perhitungan PBB terutang adalah sebagai berikut.

1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP untuk

a. Objek pajak perkebunan;

b. Objek pajak kehutanan;

c. Objek pajak lainnya, apabila NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

2. Sebesar 20% (dua puluh persen) untuk

a. objek pajak pertambangan, dan

b. objek pajak lainnya, apabila NJOP atas bumi dan bangunan lebih kecil dari Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

PP no 46 Tahun 2000 tentang besarnya NJKP tersebut mulai berlaku sejak tahun pajak 2001.

Contoh Penghitungan PBB Terutang

Berdasarkan penjelasan mengenai NJOP, NJKOPTKP, dan NJKP tersebut di atas,maka PBB terutang dihitung sebagai berikut:

NJOP Bumi dan Bangunan

NJOPTKP

(-)

NJOP Sebagai Dasar Pengenaan PBB

20% atau 40%

(x)

NJKP Sebagai Dasar Perhitungan PBB

0,5%

(x)

PBB terutang

Contoh menghitung PBB terutang (dalam rupiah):

1. WP PT A memiliki tanah di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan seluas 1000 m2 dengan NJOP tahun 2001 sebesar Rp12.000.000,00 per m2 (NJOP ini ditentukan oleh Kepala Kanwil PBB). Diatas tanah tersebut didirikan bangunan kantor satu lantai seluas 800 m2 dengan NJOP tahun 2001 sebesar Rp4.000.000,00 per m2.

Berdasarkan data objek pajak tersebut, maka perhitungan PBB terutang tahun 2001 sebagai berikut :

NJOP Bumi

1000 m2 x Rp. 12.195.000,00

= Rp. 12.195.000.000,00

NJOP Bangunan

800 m2 x Rp. 4.200.000,00

= Rp. 3.360.000.000,00 (+)

Jumlah NJOP sebagai dasar Pengenaan PBB= Rp. 15.555.000.000,00

NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

= Rp. (10.000.000,00 (-)

NJOP Untuk penghitungan PBB

= Rp. 15.545.000.000,00

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

40% x 15.545.000.000,00

= Rp. 6.218.000.000,00

Pajak Bumi dan Bangunan Terutang

0,5% x 6.218.000.000,00

= Rp. 31.090.000,00

Keterangan:

NJOP sebesar Rp12.000.000,00 per m2 menurut klasifikasi Nilai Jual yang ditetapkan Menteri Keuangan masuk kelas 36, maka perhitungannya adalah luas bumi harus dikalikan dengan Nilai Jual kelas 36 sebesar Rp 12.195.000,00, bukan dikalikan dengan Rp12.000.000,00.

NJKP dikalikan dengan 40% karena NJOP-nya melebihi Rp 1 milyar.

H. KEBIJAKAN FISKAL

POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL 2005 yang meliputi Kebijakan di bidang Penerimaan, Belanja dan Pembiayaan Anggaran.

Sebelum menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal akan disampaikan kaidah utama yang melatarbelakanginya. Pertama, disadari bahwa pelaksanaan RAPBN 2005 akan dipikul oleh DPR dan Pemerintah baru. Oleh karena itu Pemerintah berpendapat bahwa yang terbaik bagi Pemerintah dan DPR sekarang adalah menyusun sebuah APBN yang merupakan keseimbangan antara kebutuhan untuk melanjutkan konsolidasi fiskal dengan perlunya memberi ruang yang cukup bagi Pemerintah untuk melaksanakan prioritas dan programnya. Penentuan asumsi-asumsi dasar bagi APBN 2005 seyogyanya juga pada kisaran yang benar-benar realistis sehingga tidak menempatkan Pemerintah dan DPR yang akan datang pada posisi sulit seperti penyesuaian-penyesuaian anggaran ke bawah karena asumsi-asumsi dasar yang dipakai terlalu optimis. Kedua, RAPBN 2005 akan menggunakan format baru sesuai Undang-Undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yakni, format anggaran terpadu tanpa memisahkan anggaran rutin dan pembangunan untuk mengurangi adanya tumpang tindih kedua jenis anggaran tersebut. Ke depan, disamping anggaran terpadu, juga akan dilakukan perbaikan efisiensi dan efektifitas pengelolaan belanja negara serta penyempurnaan manajemen belanja negara melalui anggaran berbasis kinerja, rencana anggaran berjangka menengah, standar akuntansi keuangan Pemerintah, reklasifikasi belanja menurut fungsi, organisasi dan jenis.

1. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

Peran penerimaan Perpajakan semakin signifikan dalam pendapatan negara, untuk itu upaya yang sudah dimulai di bidang ini perlu ditingkatkan. Dimaksudkan untuk melanjutkan langkah-langkah pembaharuan kebijakan perpajakan (tax policy reform) dan modernisasi dan reformasi administrasi perpajakan (tax administration reform). Sistem pajak yang sehat dan kompetitif, antara lain: (i) netralitas dan tidak distorsif terhadap pola perilaku ekonomi masyarakat, (ii) berkeadilan (fairness) dalam pengenaan pajak, (iii) sederhana (simplicity) dalam pengadministrasiannya dan compliance cost-nya rendah, (iv) stabil dan mudah diprediksi, (v) transparan dengan peraturan pelaksanaan yang tegas, serta (vi) berdaya saing (competitiveness).

2. Belanja negara

Seperti telah disinggung di depan, UU no. 17 tahun 2003 mengamanatkan dimulainya penerapan sistem penganggaran terpadu yang melebur anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran. Penggabungan belanja rutin (meliputi gaji, pemeliharaan, perjalanan dinas dan belanja barang) dengan belanja pembangunan diharapkan akan mengurangi alokasi yang tumpang tindih.

Kebijakan belanja subsidi, dalam jangka menengah tetap diharapkan adanya penghematan dengan cara mengalihkan pola subsidi harga ke subsidi tepat sasaran. Namun demikian dalam baseline budget RAPBN 2005 kebijakan subsidi dan harga BBM dan Non-BBM akan tetap seperti yang berlaku pada tahun 2004.

3. Pembiayaan Anggaran

Dengan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang disampaikan di depan, RAPBN 2005 masih akan membukukan defisit pada kisaran 0,7 hingga 0,9 persen dari PDB. Rasio antara pokok utang Pemerintah dengan PDB telah menurun pada angka dibawah 60% pada akhir tahun 2005.

Meskipun besaran defisit anggaran lebih rendah dari tahun 2004, akan tetapi tantangan yang dihadapi pada sisi pembiayaan tidak ringan. Pembiayaan yang harus disediakan tidak hanya digunakan untuk menutup defisit APBN semata-mata, akan tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan pembayaran cicilan pokok utang dalam negeri dan utang luar negeri yang akan jatuh tempo dalam tahun 2005 yang jumlahnya besar.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut;

1. Kebijakan fiskal merupakandasar perbaikan efisiensi dan efektifitaspengelolaan belnja negara.

2. Kebijaakan fiskal merupakan kebijakanpemerintah untuk meningkatkan pendaapatan negara sebagai dasar penyusunan APBNdalam melaksaanakan prioritas dan program.

3. Kebijakan fiskal merupaakan perbaikan sistem pajak yang sehat, komprehensifyang berarti : a.netral dan tidak distortif. b. Berkeadilan. c.sederhana. d.stabil. e.transparan dan f. Berdaya saing.

4. Kebijakan fiskal merupakan dasar penetapan anggaranterpadu dan belanja rutin serta kebijakan subsidi.

5. Kebjiakan fiskalmerupakan dasar kebjikaan pembiayaan anggaran.

II. KEBIJAKAN MONETER

Pemerintah merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi. Sebagai pelaku kegiatan ekonomi, pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan ekonomi yang sasarannya antara lain mempertahankan tingkat kesempatan kerja penuh (full employment), mempertahankan tingkat inflasi yang relatif rendah clan stabil, mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai sasaran-sasaran pemerintah menggunakan berbagai kebijakan. Di antara berbagai kebijakan tersebut adalah kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan tingkat kurs dan kebijakan pendapatan.

Peran kebijakan fiskal tampak jelas pada APBN. Dalam kebijakan itu pemerintah menentukan pendapatan dan pengeluaran untuk tahun anggaran yang akan datang. Kebijakan moneter (sering dianggap bagian dari kebijakan fiskal) terdiri dari kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan/atau harga uang, yang disebut tingkat bunga. Kebijakan tingkat kurs berpengaruh pada posisi keseirnbangan neraca pembayar Sementara itu, kebijakan pendapatan biasanya diartikan sebagai kebijakan "tingkat upah". Pada bab ini kita akan membahas secara khusus kebijakan moneter.

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER.

Kestabilan moneter negara sedang berkembang adalah suatu kondisi yang memperlihatkan jumlah uang yang beredar mencukupi untuk mendukung seluruh transaksi dalam perekonomian. Dalam kondisi tersebut jumlah uang yang beredar tidak berlebih ataupun kurang.

Bilamana terjadi kekurangan atau kelebihan uang, maka pernerintah harus mengambil suatu tindakan atau kebijakan sehingga jumlah uang yang beredar kembali stabil.

Kebijakan moneter adalah tindakan penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Perubahan jumlali uang yang beredar itu pada akhirnya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.

Istilah kebijakan moneter banyak dipakai untuk menyebutkan seluruh tindakan yang mempengaruhi jumlah uang beredar dan harga uang (yakni tingkat suku bunga). Sedangkan lembaga yang berwenang untuk menjalankan tindakan mempengaruhi jumlah uang yang beredar adalah bank Sentral (Di Indonesia wewenang itu dipegang oleh Bank Indonesia).

Kebijakan pengontrolan tingkat suku bunga menyiratkan bahwa penawaran uang (money supply) dibiarkan naik turun mengikuti perubahan permintaan rriasyarakat terhadap uang pada tingkat bunga patokan. Bank Indonesia tidak membolehkan penawaran uang naik turun seperti itu, maka kenaikan permintaan uang akan meningkatkan tingkat bunga. Demikian pula sebaliknya.

Dalam prakteknya, penerapan patokan tingkat suku bunga berarti bahwa Bank Indonesia harus mengijinkan bank komersial menaik-turunkan bunga deposito. Caranya adalah dengan menyerap kelebihan atau menambah kekurangan uang kas di pasar uang. Cara itu merupakan peran Bank Indonesia sebagai "banknya central" dalam mempertahankan tingkat bunga di pasar uang.

Berbeda dengan pematokan tingkat suku bunga, penentuan penawaran (jumlah uang beredar) menyiratkan bahwa Bank Indonesia harus menghilangkan kelebihan atau memulihkan kembali kelangkaan uang yang terjadi, tanpa menghiraukan berapa besar tingkat bunga jangka pendek naik atau turun. Berbagai teknik yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai sasaran kebijakan moneter akan dibahas lebih lanjut, setelah kita membahas tujuan kebijakan moneter.

Keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan moneter untuk kestabilan ekonomi dapat diukur dan peningkatan kesempatan kerja, perbaikan kualitas kerja, serta perbaikan neraca perribayaran internasional. Alat kebijakan moneter meliputi operasi pasar terbuka, kebijakan diskonto, rasio cadangan minimum, batas maksimum pemberian kredit, dan moral suasion.

B. UJUAN KEBIJAKAN MONETER.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang, sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha. Tujuan kebijakan moneter meliputi hal-hal berikut.

a. Stabilitas Ekonomi.

Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan di mana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan, Artinya, pertumbuhan arus barang/jasa dan arus uang berjalan seimbang.

b. Kesempatan Kerja.

Kesempatan kerja akan meningkat bila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib Para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan kerja. Perbaikan upah dan keselamatan kerja akan meningkatkan taraf hidup karyawan dan akhirnya kemakmuran dapat tercapai.

c. Kestabilan Harga.

Kestabilan harga ditandai dengan stabilitas harga barang dari waktu ke waktu. Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat harga sekarang sama dengan tingkat harga yang akan datang, atau daya beli uang dan waktu ke waktu adalah sama.

d. Neraca Pembayaran Internasional

Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang bila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk mendapatkan neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan kebijakan moneter. misalnya, dengan melakukan devaluasi.

C. MACAM KEBIJAKAN MONETER.

Bila jumlah uang beredar dalam masyarakat berlebih atau berkurang, penguasa moneter (Bank Indonesia) dapat melakukan tindakan sebagai berikut.

B. Operasi Pasar Terbuka.

Pada politik pasar terbuka (open market policy), bank sentral sebagai penguasa moneter membeli surat-surat berharga di pasar modal jika jumlah uang yang beredar terlalu sedikit. Sebaliknya,

b.Kebijakan Diskonto.

Pada politik diskonto (discount policy), bank sentral menetapkan tingkat suku bunga pada tingkat tertentu.`

i. Menaikkan Suku Bunga.

Suku bunga dinaikkan jika jumlah uang yang beredar dalam masyarakat berlebih. Dengan naiknya suku bunga, masyarakat akan berlomba-lomba menabung uang di bank. Di pihak lain, Para pengusaha mengurangi investasi yang dibiayai dengan pinjaman.

ii. Menurunkan Suku.

Suku bunga diturunkan jika jumlah uang yang beredar dalam masyarakat kurang. Penurunan suku bunga akan mendorong pengusaha mengadakan investasi dengan meminjam uang dari bank.

c. Kebijakan Perubahan Cadangan Minimum.

Cadangan minimum (minimum reserves requirements) adalah perbandingan antara uang tunai yang ditahan perbankan (atau yang tidak dipimjamkan ke nasabah) dengan jumlah simpanan para nasabah. Simpanan nasabah meliputi giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan.

i. Menaikkan cadangan Minimum.

Cadangan minimum dinaikkan bila jumlah uang yang beredar benlebih. Peningkatan cadangan minimum berarti membatasi jumlah uang yang bisa dipinjamkan ke nasabah sehingga kemampuan bank memberi kredit benkurang.

ii. Menurunkan Cadangan Minimum

Cadangan minimum diturunkan apabila jumlah uang yang beredar dianggap tidak mencukupi. Penurunan cadangan minimum berarti memperbesar jumlah uang yang bisa dipinjamkan ke nasabah sehingga kemampuan bank umum memberi kredit bertambah.

d. Batas Maksimum Pemberian Kredit.

Bank sentral menetapkan batas maksimum pemberian kredit kepada nasabahnya. misalnya 80% clan nilai surat-surat berharga yang dibeli oleh pedagang surat-surat berharga dibiayai dengan dana sendiri, sedangkan 20% sisanya dibiayai dengan meminjam dana ke bank. Jika jumlah uang beredar melebihi kemampuan ekonomi, bank menaikkan batas maksimurehendaki penguasa moneter.n pemberian kredit. Sebaliknya, jika jumlah uang beredar kurang, bank sentral menurunkan batas maksimum pemberian kredit.

e. Moral Suasion (Dorongan Moral).

Bank sentral rnelalui media masa mempengaruhi setiap lembaga moneter clan individu yang bengerak dalam bidang moneter melalui pidato, pengumuman, atau surat edaran, supaya mereka bersikap sesuai dengan yang dik

1. Kebijakan Moneter Indonesia.

Kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi makro.

Tujuan kebijakan ekonomi makro umumnya adalah mencapai kemakmuran masyarakat (social welfare).

Peran penting dari kebijakan moneter sebagai salah satu kebijakan ekonomi ;

Mempengaruhi :

a. stabilitas harga.

b. Pertumbuhan ekonomi.

c. Perluasan kesempatan kerja.

d. Keseimbangan neraca pembayaran.

(a) (d) menjadi sasaran akhir (objectives final targets) kebijakan moneter.

Konflik pencapaian sasaran kebijakan :

secara ideal, semua sasaran akhir tersebut (multiple objectives) diatas dapat di capai secara bersamaan. Namun, seringkali pencapaian sasaran-sasaran akhir tersebut, mengandung unsur-unsur yang kontradiktif.

Misalnya : usaha untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja pada umumnya dapat berdampak negatif terhadap kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran.

Dalam perkembangannya dewasa ini semakin disadari bahwa kebijakan moneter semestinya lebih memfokuskan pada sasaran tunggal.

Tujuan Bank Indonesia

Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah"

3 Pilar pencapaian tujuan

Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas:

a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.

b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

c. Mangatur clan mengawasi Bank.

2. Kebijakan Moneter dan pengendalian uang beredar di Indonesia.

a. Kerangka kebijakan moneter.

Target inflasi dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan perimbangan keuangan lainnya.

Dalam rangka mencapai sasaran akhir yang di inginkan, baik multi maupun tunggal, kerangka kebijakan moneter pada umumnya terdiri dari beberapa bagian yaitu : (a) instrumen (b) sasaran operasional dan (c) sasaran antara.

SECARA ILUSTRATIF.

Mengapa Perlu sasaran antara?

Adanya tenggang waktu/lag (tidak instan) antara pelaksanaan kebijakan clan tercapai atau tidak tercapainya sasaran akhir itu. Oleh karena itu, diperlukan adanya indikator-indikator yang lebih segera dapat dilihat untuk mengetahui indikasi kebijakan yang bersifat antara. Sasaran antara dipilih karena memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan otoritas moneter, tersedia relatif cepat, akurat, dan tidak sering direvisi.

Mengapa Perlu Sasaran Operasional ?

Agar proses transmisi dalam rangka mencapai sasaran antara dapat berjalan sesuai dengan rencana, diperlukan sasaran-sasaran yang bersifat operasional.

Sasaran operasional dipilih karena memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran antara, dapat dikendalikan otoritas moneter, tersedia lebih segera daripada sasaran antara, akurat, dan tidak sering direvisi. Penqendalian Moneter Berdasarkan Pendekatan Kuantitaif.

Contoh Instrumen :

Operasi pasar terbuka (OPT) :

BI menjual (melalui lelang) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sesuai dengan target uang beredar (MO) tersedot/berkurang - kembali dalam kisaran target ( M1 terkendali.

Catatan: dalam pelaksanaan OPT dengan tujuan kontraksi moneter, suku bunga SBI dapat arahkan (melalui signalihg) sehingga dapat (cenderung) mengalami peningkatan. Peningkatan suku bunga SBI biasanya diikuti oleh peningkatan suku bunga pasar.

Cadangan wajib minimum:

BI menaikkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) [misal: dari 3% ke 5%] bank-bank meningkatkan jumlah dana cadangan dalam bentuk giro di BI uang beredar (MO) berkurang kembali dalam kisaran target ( M1 terkendali.

OPT tersebut dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara; yaitu :

(i) melalui lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI),

(ii) melalui penggunaan Fasilitas Bank Indonesia (Fashi} di pasar uang rupiah, dan

(iii) melalui sterilisasi/intenrensi di pasar valuta asing.

(i) Lelang SBI.

Besarnya lelang SBI (mingguan) dimaksudkan untuk mencapai besarnya target uang primer yang ditetapkan. Untuk itu, tiap minggu Bank Indonesia akan memperkirakan perkembangan uang primer dan, dengan membandingkan target yang ditetapkan, menentukan besarnya kelebihan likuiditas pasar uang yang harus diserap.

(ii) Fasilitas Bank Indonesia

Selain lelang SBI mingguan (yaitu tiap hari Rabu), Bank Indonesia juga melakukan kegiatan secara langsung di pasar uang rupiah melalui Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi). Hal ini dilakukan terutama apabila terjadi perkembangan di luar pehitungan yang dapat menyebabkan tidak tercapainya target uang primer melalui lelang SBI.

(iii) Sterilisasi/Intervensi valuta asing (valas).

Pada saat-saat tertentu, Bank Indonesia juga melakukan intervensi di pasar valuta asing. Hal ini terutama dilakukan terutama apabila Pemerintah akan membiayai kegiatan suatu proyek (membutuhkan rupiah) dengan cara menggunakan dana valuta asingnya yang disimpan sebagai cadangan devisa di Bank Indonesia.

3. Kebijakan Moneter dengan Sasaran Kestabilan Harga.

Pengaturan institusioal

UU 23(1999 dg amandemen UU 3/2004 memberikan landasan kuat bagi per.erapan inflation targeting framework di Indonesia.

Tujuan BI adalah mer.capai dan memelihara kestabilan Mail uang (inflasi dan nilai tukar). Tetapi karena sistem nilai tukar fleksibel. maka inflasi merupakan tujuan yang diutamakan. BI tetap menjaga stabilitas nilai tukar terutama untuk meminimalkan pass-through effect-nya ke inflasi. Tidak ada target nilai tukar.

1. Sasaran inflasi ditetapkan oleh Remerintah setelah berkoordinasi dengan BI (UU 3/2004). Sebelumnya, dalam UU 23/1999, sasaran inflasi ditetapkan sendiri oleh BI (goal independence).

2. Sasaran inflasi ditetapkan pada awal tahun dengan memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi dan keuangan.

3. BI diberikan kewenangan penuh dim menetapkan dan melaksanakan kebijakan, moneter (instrument independence).

4. BI dilarang memberikan pinjaman kpd pemerintah, termasuk membeli surat utang negara pada pasar primer (no fiscal dominance). Kecuali di pasar sekunder dim rangka OPT,

Proses perumusan kebijakan moneter.

Pada setiap awal tahun (minggu 1 Januari) diiakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk :

1. Evaluasi kebijakan moneter pada tahun sebelumnya.

2. Penentuan sasaran inflasi serta arah kebijakan dan sasaran kebijakan moneter pada tahun yang akan datang.

Pada setiap triwulan diadakan RDG triwulanan (awal April, Juli; Oktober, Januari) untuk menetapkan arah clan sasaran kebijakan moneter triwulanan.

Pada setiap bulanan diadakah RDG bulanan untuk menetapkan sasaran kebijakan clan pedoman operasi moneter bulan ybs.

Pada setiap minggu diadakan RDG mingguan untuk menetapkan operasi moneter pada minggu ybs.

Target inflasi

BI menetapkan sasaran inflasi jangka menengah, dimana strategi penurunan inflasi dilakukan secara gradual utk minimalkan dampak negatif thd pertumbuhan ekonomi.

Misalnya untuk tahun 2003, sasaran inflasi ditetapkan 9% (+/-1%) dengan realisasi inflasi 5,06% menurun dibandingkan dg 10,03% tahun 2002. Inflasi inti juga sedikit menurun, dari 6,96% tahun 2002 menjadi 6,93% tahun 2003. Untuk tahun 2004, inflasi diperkirakan 5,5 % sementara inflasi inti diperkirakan 6,9%.

Sesuai dengan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan BI ditetapkan sasaran inflasi tahun 2005 sebesar 6% (+/-1%), tahun 2006 sebesar 5,5% (+/-1%) dan tahun 2007 5% (+/-1%)

Koordinasi erat BI dan Pemerintah merupakan kunci keberhasilan.

Indikator Kebijakan Moneter

Pada setiap RDG dibahas perkembangan dan prospek berbagai variabel ekonomi-keuangan, utk tentukan arah ekonomi dan inflasi ke depan. Beberapa indikator penting: (a) inflation forecast, (b) headline vs core inflation, (c) leading inflation indicator, (c) output gap.

Sasaran Operasional dan Instrumen Moneter.

Selama dalam program IMF, operating target menggunakan base money. Misalnya, utk tahun 2003 sasaran pertumbuhan uang primer sebesar 13%, didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekanomi 3,5-4%, nilai tukar Rp 8800-9200, dan sasaran inflasi 9% (+/- 1%).

Mulai tahun 2004 ini, operating target secara bertahap akan diaiihkan ke suku bunga jangka pendek (PUAB o/n) dengan suatu kisaran tertentu (upper limit dan lower limit).

Instrumen moneter yang dipergunakan: (a) SBI repa, (b) fasilitas BI untuk absorpsi harian, (c) sterilisasi valas, dan (d) fasilitas pendanaan jangka pendek dengan jaminan sekuritas berkualitas tinggi.

4. Kebijakan Nilai Tukar dan Devisa.

Tujuan Kebijakan Nilai Tukar dan Devisa

Mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Mendukung efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter

Wewenang BI atas Cadangan Devisa

Pengelolaan Cadangan Devisa

Pengembangan Pasar Valuta Asing

Pengelolaan Mai Tukar

Sistem Nilai Tukar dan Lalu Lintas Devisa diatur daiam UU No. 24 24 tahun 1999 - tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

Sejarah Sistem Nilai Tukar

Sistem dan kebijakan Nilai tukar.

Periode Nilai Tukar mengambang Ketat.

Setiap hari mengeluarkan nilai tukar (kurs) tengah harian

Melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menjaga agar nilai tukar berada dalam koridor yang telah ditetapkan.

Sejarah Sistem Devisa

Kebijakan BI Terhadap Nilai Tukar.

Menerapkan kebijakan moneter melalui operasi Pasar terbuka.

Melakukan sterillisasi dengan memasok Valas Ke pasar

Pengawasan Langsung bank pelaku terbesar

Pemantauan rekening vostro.

Non-internasionalisasi Rupiah.

Membatasi aliran rupiah ke luar negeri yang dapat di gunakan untuk spekulasi

Mendorong transaksi antarbank domestik.

PILIHAN GANDA

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1. Kebijakan moneter meliputi . .

1) stabilitas moneter.

2) kesempatan kerja

3) praktek diskonto

4) moral suasion

Yang merupakan tujuan kebijakan moneter adalah . .

a.1 dan 2d. 2 dan 4

b.1 dan 3e. 3 dan 4

c.2 dan 3

2. Kebijakan moneter adalah ....

a. usaha pemerintah mempengaruhi permintaan agregat melalui sarana pengeluaran publik dan pajak.

b. usaha pemerintah mempengaruhi permintaan agregat dengan mengendalikan biaya dan ketersediaan kredit.

c. usaha pemerintah menaikkan tunjangan hari tua

d. usaha pemerintah meratakan pendapatan

e. usaha pemerintah mengurangi pengangguran

3. indakan pemerintah melakukan devaluasi termasuk kebijakan . .

a. ekspor dan impord. fiskal

b. ekonomi

e. moneter

c. produksi

4. Kebijakan untuk mengizinkan penanaman modal asing di Indonesia adalah

a. peningkatan impor negara yang memberikan modal

b. menghemat devisa

c. penggalian sumber alam yang masih terpendam

d. membantu modal dalam negeri

e. mempenluas kesempatan kerja

5. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah bertujuan untuk ...

a. meningkatkan kesejahteraan negara

b. menambah sumber negara

c. mencapai kemakmuran secara adil dan merata

d. meningkatkan kekayaan negara

e. mengatur pemerintahan yang kuat

6. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengendalikan jumlah uang yang beredar diantaranya disebutkan di bawah ini :

1.) Menjual surat berharga

2.) Menaikan suku bunga

3.) Menurunkan suku bunga

4.) Membeli surat benharga

5.) Menurunkan cash ratio di bank

Tindakan untuk mengatasi inflasi adalah ....

a.1, 2, dan 5d. 3, 4, dan 5

b.2, 4, dan 5e. 1, 4, dan 5

c.1, 3, dan 5

7. Tujuan kebijakan fiskal adalah menyeimbangkan anggaran. Maksudnya...

a. anggaran pendapatan sama dengan anggaran biaya.

b. anggaran pembangunan sama dengan anggaran penerimaan pembangunan

c. anggaran pendapatan sama dengan anggaran rutin untuk biaya

d. anggaran rutin sama dengan penerimaan rutin

e. anggaran pendapatan sama dengan anggaran pengeluanan

8. Tujuan pemerintah menurunkan cash ratio bank adalah.....

a. merupakan kebijakan pemerintah di bidang moneter

b. untuk menarik uang yang beredar

c. untuk menahan pemberian kredit agan uang tidak banyak beredar

d. untuk membantu bank dalam pemberian kredit

e. untuk menahan uang yang beredar

II. ESAI

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!

1. Sebutkan dan jelaskan tujuan kebijakan moneter !

2. Sebutkan dan jelaskan macam kebijakan moneter !

3. Apakah tujuan dan menurunkan cadangan minimum?

4. Apakah kegunaan dan menurunkan batas maksimum pemberian kredit?

5. Apakah tujuan dan menaikkan batas maksimum pemberian kredit?

Rangkuman

1. Pajak adalah pungutan resmi yang wajib dibayar oleh wajib pajak tanpa memperoleh imbal jasa secara langsung.

2. Ciri-ciri pajak adalah berupa iuran, dipungut berdasarkan undang-undang, dan untuk membiayai pengeluaran umum demi kesejahteraan umum.

3. Sistem pemungutan pajak meliputi official assesment system, self assessment system, dan withholding system. Indonesia menganut self assessment system, artinya wajib pajak menghitung pajak sendiri.

4. Sistem penetapan tarif adalah suatu sistem penetapan besar pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Tarif terbagi atas sistem progresif, proporsional, tetap, dan sistem degresif.

5. Asas pemungutan pajak : asas domisili, asas sumber, dan asas kebangsaan.

6. Pungutan resmi lainnya adalah pungutan yang dilaksanakan pemerintah dan imbal jasanya diterima langsung oleh wajib pajak.

7. Pajak berfungsi sebagai sumber dana keuangan negara, untuk mengatur kegiatan ekonomi, mempercepat pemerataan pendapatan, dan alat menstabilkan ekonomi,

8. Jenis pajak dibedakan menurut sifat, wewenang, subjek, dan objek pajak.

9. Sistem pajak di Indonesia mencerminkan jaminan hukum, keadilan, dan pemerataan.

10. Undang-undang pajak di Indonesia adalah :

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, mengatur tentang pajak penjualan dan pajak penjualan atas barang mewah.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994, mengatur tentang pajak bumi dan bangunan.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985, mengatur tentang bea materai yang diatur kembali berdasarkan PP No. 7/1995.

11. Pelaksanaan undang-undang perpajakan diatur lebih rinci melalui Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, dan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak

12. Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar.

13. Tujuan kebijakan moneter adalah meningkatkan kapasitas produksi, memperluas kesempatan kerja clan meningkatkan pendapatan, serta memperbaiki posisi neraca pembayaran internasional.

14. Macam kebijakan moneter : operasi pasar tenbuka, kebijakan diskonto, kebijakan perubahan cadangan minimum, batas maksimum pemberian kredit, clan moral suasion.

PILIHAN GANDA

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat !

1. Undang-undang perpajakan yang berlaku sekarang adalah sebagai berikut, kecuali :

a. UU No. 16/2000d.UU No. 12/1994

b. UU No. 17/2000e.UU No. 6/1984

c. UU No. 18/2000

2. Pajak merupakan .

a. iuran wajibd.tanda kebaktian

b. sumbangan sukarelae.tanda terima kasih

c. hadiah

3. Semakin besar pendapatan, semakin besar tarif pajak yang dikenakan, sistem tarif seperti itu adalah .

a. progresifd.degresif

b. sebandinge.prospektif

c. tetap

4. Wajib pajak memungut dan menghitung sendiri pajak yang harus dibayarkan. Sistem pemungutan pajak seperti itu dinamakan .

a. official assessment systemd.economic system

b. self assessment systeme.social system

c. withholding system

5. Seorang warga negara asing yang tinggal di Indonesia dipungut pajak. Asas pemungutan pajak seperti itu dinamakan .

a. asas domisilid.asas kesetiakawanan

b. asas sumbere.asas berdikari

c. asas mufakat

6. Ciri pungutan resmi lainnya (nonpajak) adalah .

a. Imbal jasa dinikmati langsung oleh pembayaran

b. Pembayar tidak mendapatkan tanda terima

c. Pemungutan dilakukan secara liar

d. Tergantung pada jumlah kekayaan yang dimiliki pembayar

e. Dipungut berdasarkan undang-undang

7. Pajak sebagai sumber penerimaan negara dapat dilihat dalam .

a. APBNd.daftar isian proyek

b. GBHNe.sisa hasil usaha

c. lembaran negara

8. Pajak yang dapat dipindahkan pemungutannya kepada orang lain disebut.

a. pajak langsungd.pajak daerah

b. pajak tidak langsunge.pajak tontonan

c. pajak pusat

9. Setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak dan dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak disebut :

a. penghasiland.tarif pajak

b. pajake.objek pajak

c. wajib pajak

10. Pajak atas penyerahan barang dan jasa disebut :

a. pajak pertambahan nilaid.pajak daerah

b. pajak penghasilane.pajak pusat

c. pajak bumi dan bangunan

II. ESAI

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !

1. Apakah perbedaan pajak dan pungutan resmi lainnya ?

2. Apakah perbedaan official assessment system dan self assessment system dalam pemungutan pajak ?

3. Apakah perbedaan tarif pajak progresif dan tarif pajak sebanding ?

4. Apakah perbedaan asa domisili dan asas sumber dalam pemungutan pajak ?

5. Apakah yang dimaksud dengan pajak sebagai sumber pendapatan negara ?

Apa hubungannya dengan APBN ?

6. Dapatkan perpajakan dijadikan sarana pemerataan pendapatan masyarakat ? Jelaskan !

7. Apakah perbedaan pajak pusat dan pajak daerah ? Berikan pula contohnya !

8. Apakah dperbedaan subjek pajak dan objek pajak ?

9. Apakah perbedaan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah ?

Landasan Pemungutan Pajak adalah UUD 1945 pasal 23 ayat 2

Pajak adalah pungutan resmi yang wajib di bayar oleh wajib pajak tanpa memperoleh imbal jasa secara langsung

Tarfi Pajak di tetapkan berdasarkan system.

Tarif Progresif

Tarif proporsional

Tarif tetap

Tarif degresif

Pajak berfungsi sebagai :

sumber pendapatan negara

pemerataan pendap atan masyarakat

sarana stabilitas eko nomi

Pajak dapat di bedakan berdasarkan :

Sifat

Wewenang pemungutan

Subjek dan Objek pajak

Undang-undang No. 16/2000 memuat ketentuan umurm dan tara cara perpajakan di Indonesia

Undang-undang No. 17/2000 mengatur tentang pajak penghasilan di Indonesia

UU No. 18/2000 mengatur tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa (PPn) serta penjualan atas barang mewah

Undang-undang No. 13/1985 yang di sempurnakan oleh PP No. 24/2000 mengatur tentang bea materai

Kebijakan moneter adalah tindakan bank sentra!lmenyangkut penawaran uang (money supply) don tingkat suku bunga (interest rates).

Tujuan kebijakan moneter adalah:

menambah kapa.sitas produksi,

memperluas lapangan usaha.

meningkatkan pendapatan.

menyeimbangkan posisi neraca pembayaran internasional.

Dalam prakteknya, kebijakan moneter di lakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah :

Operasi pasar terbuka.

Kebijakan diskonto

Kebijakan perubahan cadangan minimum

Batas maksimum pemberian kredit.

Dorongan moral

KEBIJAKAN

EKONOMI MAKRO

KEBIJAKAN MONETER

KEBIJAKAN FISKAL

KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEBIJAKAN TENAGA KERJA

KEBIJAKAN LAINNYA

TUJUAN AKHIR : SOCIAL WELFARE

Kerangka Kerja Quantity Targeting

Ultimate

Target

Economic Capacity

Money Supply

Monetary Management

Monetary Instrument

I

N

F

L

A

T

I

O

N

=

=

Y

s

Yd

Md

Ms

Ms = mB

1. Open Mar ket Operation

2. Discount fa cility.

3. Reserve Re quitment

4. Foreign Ex change Inter vation

Economic Activity

Demand For Money

Investment

Consumption

Government

Export

Import

EMBED MSPhotoEd.3

Sistem Nilai Tukar Tetap

(1971 Maret 1983)

Bank Sentral menetapkan nilai tukar terhadap mata uang tertentu sebagai anchor. Dalam system ini, excess demand dan supply akan di penuhi/diserap oleh Bank Indonesia melalaui intervensi.

Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali secara ketat

(April 1983 Sep 1986)

Sistem Nilai Tukar Mengambang Flexible

(Sep. 1986 Agt.1987)

Nilai tukar ditentukan tidak hanya pada mekanisme pasar, tetapi juga di pengaruhi oleh unsure managed dari Bank Sentral melalui intervensi.

Sistem Nilai Tukar Mengambang Flexible

(Sep. 1986 Agt.1987)

Nilai tukar dibiarkan bebas, tergantung pada mekanisme pasar.

Sistem Devisa Kontrol,

UU No. 32 / 1964

Sistem Devisa Semi Kontrol,

PP No. 64/1970

Seluruh Devisa wajib di serahkan kepada negara (cq Bank Indonesia), Devisa di kelompokan :

DHE (Devisa Hasil Export)

DU (Devisa Umum)

Devisa Export wajib diserahkan kepada Bank Indonesia sementara DU bebas di gunakan.

Sistem Devisa Bebas,

PP No. 1/1982

Seluruh Devisa Bebas di gunakan oleh penduduk.

Penegasan Sistem Devisa Bebas,

UU No. 24/1999

Penegasan system devisa bebas dan monitoring lalu lintas devisa.

PAGE

3

_1167289113.bin