PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata....

91
PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA Oleh: IIS SUPRIYATNA 9933216582 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006

Transcript of PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata....

Page 1: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA

Oleh: IIS SUPRIYATNA

9933216582

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2006

Page 2: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA

Oleh: IIS SUPRIYATNA

9933216582

Dibawah bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sya’ban Muhammad Dra. Haniah Hanafie, M. Si 150 316 239 150 299 932

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2006

Page 3: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Ilahi, yang telah memberikan rahmat-Nya kepada

kita semua, sehingga kita diberikan nikmat yang tak terhingga. Atas sifat pemurah-

Nya pula, penulis dapat merampungkan penulisan skripsi yang merupakan salah satu

syarat untuk memnuhi gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) di Universitas Negri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam tak lupa tetap tercurahkan kepada sang

revolusioner dunia, Nabi Muhammad saw, yang telah merekonstruksi umat dari

zaman kejumudan menuju era pencerahan.

Selanjutnya, perkenankanlah penulis untuk dapat mencurahkan terima kasih

yang terkira kepada segenap pihak, seperti penulis paparkan di bawah ini, yang telah

banyak membantu dalam upaya penyelesaian skripsi ini. Sebab penulis menyadari,

tanpa bimbingan dan motivasi dari semua pihak, terasa sangatlah penulis mampu

melewati rintangan ini.

Dengan penuh hormat, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.

Azyumardi Azra, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana

penulis mencoba menggapai cita-cita dari tempat yang mulia ini. Penulis sampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Amsal Bachtiar, MA.,

selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Juga kepada Bapak Agus Darmadji,

M. Fil., dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan

Pemikiran Politik Islam, yang selalu memberi motivasi dan semangat. Juga kepada

Bapak Dadi Darmadi, MA., selaku pembimbing akademik.

Page 4: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Dengan penuh hormat, penulis haturkan terima kasih kepada Bapak Dr.

Sya’ban Muhammad dan Ibu Dra. Haniah Hanafie, M.Si., yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis ditengah aktifitas yang sangat padat.

Untaian terima kasih yang setulus hati penulis haturkan kepada ayah dan ibu,

yang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan

kesabaran beliau selalu menyertai penulis di setiap waktu, yang tak henti-hentinya

untuk selalu mendorong dan memberi semangat agar tegar menghadapi hidup. Juga

kepada adik-adikku yang penulis cintai dan sayangi: Widi, Mutia, Yus dan Yudi.

Keluarga adalah pemberi semangat dan inspirator bagi penulis.

Ucapan terima kasih, juga penulis haturkan kepada para pengasuh, para

ustadz, dan keluarga besar Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang,

khususnya kepada KH. M. Sholeh Abdul Hamid, “matur nuwun atas do’anya”, serta

Nyai Hj. Mahfudhoh Aly Ubaid dan Nyai Hj. Munjidah Wahab, yang telah memberi

pencerahan kepada penulis. Juga kepada Bapak Ali Muttaqin, M.Ag, atas

kerjasamanya. Tak lupa untuk kawan-kawan seperjuangan di Pondok, yang kini

sedang sedang menapaki karir, “Yak opo kabare?”

Dengan penuh khidmat penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat

seperjuangan di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Ciputat. Tak

lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kawan-kawan PPI selama

menempuh studi di kampus ini: Anshori, Ayuk, Bejo, Arif, Singgih, Helmi, Toriq,

Bajigur, dll. Juga kepada kawan-kawan di “Istana Kerinduan”: Dzay, Dicky, Rika,

Sabri&Ika, Doni&Rifki, Uncle Sam, Heru, Tanjung, Dede, Aziz, Lulu, dll. Khususon

Page 5: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

penulis haturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada kepada Wawan “wsb

syah” Saepul Bahri, Ricky Haryanto dan Sayyid Nur Fattah yang telah banyak

berkorban dan memberi semangat serta dukungan, demi kemajuan penulis. Jasa

kalian takkan pernah sirna oleh masa. Kepada Pak Wawan Djunaedi dan Mba Iklilah

MDF yang begitu peduli terhadap masa depan penulis. Juga untuk Rachel, Kaka, dan

Umar yang selalu membuat penulis tersenyum dengan kemungilannya. Tak lupa

penulis sampaikan kepada “@nhoy” yang telah memberi warna dalam hidup penulis,

melalui semangat dan kasih sayangnya.

Penulis ucapkan terima kasih kepada M. Afifuddin, Ali Saban, Syifa, Robi,

Gunawan, Sukma, Kholilah, dan sahabat-sahabat BEM UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta periode 2002-2003, bersama mereka bersatu untuk mengharumkan nama

almamater. Juga kepada kawan-kawan di Himpunan Mahasiswa Alumni Bahrul

‘Ulum Ibukota (HIMABI), PERMALA, Koridor~195, Piramida Circle, dll.

Tak lupa penulis haturkan terima kasih yang teramat dalam kepada para dosen

di Fakultas Ushuluddin, yang telah memberikan pencerahan pikiran kepada penulis

sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih baik.

Demikian secercah pengantar skripsi ini penulis sampaikan, atas kerja

samanya, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penulis berharap,

gerak dan langkah kita dalam “mengais” ilmu tak pernah lekang oleh zaman.

Amin….

Ciputat, Februari 2006

Penulis

Page 6: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 9

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9

D. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan .............................. 9

E. Sistematika Penyusunan ............................................................... 10

BAB II BIOGRAFI KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH ...................... 12

A. Masa Kecil, Remaja dan Dewasa ................................................. 12

B. Pengalaman Belajar ...................................................................... 16

C. Pengalaman Intelektual ................................................................ 18

D. Landasan Pemikiran Politik ......................................................... 24

Page 7: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

BAB III KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH DAN PENGALAMAN

POLITIK ........................................................................................... 28

A. Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama .................................................. 28

B. Kiprah dan Usaha Merestrukturisasi NU menjadi Organisasi ...... 36

C. Tanggapan Kaum Penjajah terhadap Organisasi NU ................... 42

BAB IV NU vis a vis NEGARA; PERGULATAN POLITIK PRAKTIS

KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH ........................................... 50

A. NU dan Masyumi ......................................................................... 50

B. NU Mendirikan Partai Politik ....................................................... 55

C. Dinamika Partai NU pada Pemilu ................................................ 60

D. Akomodasi Demokrasi Terpimpin ............................................... 66

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 76

Kesimpulan ........................................................................................ 76

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 80

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Page 8: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara geografis, kondisi umum dari masyarakat Indonesia mayoritas

beragama Islam, meskipun bila ditinjau dari aspek budaya, antara daerah satu dengan

daerah yang lain memiliki watak dan adat istiadat yang berbeda. Kultur yang

majemuk ini pada akhirnya membuat Islam dapat menjadi alat pemersatu. Hal itu

terbukti dari perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia. Fenomena ini tidak lepas

dari tradisi dan kebiasaan orang Indonesia yang masih memiliki kepercayaan sebelum

masuknya Islam.

Sejarah mencatat, dalam mempersatukan Indonesia yang majemuk ini, para

tokoh-tokoh nasional merumuskan suatu konsep yang dapat dijadikan alat sebagai

pemersatu. Maka terciptalah Pancasila yang dianggap sebagai miniatur budaya

bangsa Indonesia, dan diakui sebagai dasar negara. Namun dalam perjalanannya, ide

Pancasila sebagai dasar negara dipertanyakan kembali oleh kalangan yang pro

terhadap penerapan negara berdasarkan syari’at Islam. Dan pada akhirnya persoalan

ini menjadi semakin tidak terarah dan menimbulkan polemik yang berkepanjangan

hingga kini.

Membicarakan hubungan antara agama dan kekuasaan jelas tak pernah sepi

dari perdebatan, dan selalu menjadi wacana menarik di kalangan pemerhati agama

maupun akademisi. Jika agama diperlakukan sebagai alat yang konstruktif, maka

Page 9: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

dengan sendirinya agama dapat dijadikan sarana untuk mengontrol segala kebijakan

yang dilakukan penguasa. Bahkan di masa kolonial, agama dijadikan sebagai sarana

dalam mengusung “ideologi jihad” untuk melawan ekspansi penjajah, meskipun pada

mulanya agama hanya bersifat sosio-kultural. Dari konteks ini, perkembangan agama

Islam memang sudah menjadi bagian integral dari sejarah Indonesia.1

Secara eksplisit, Islam dalam kancah keindonesiaan memiliki andil yang

cukup besar dalam membentuk Indonesia, meskipun di satu sisi tidak pada posisi

hegemonik. Ketika euforia nasionalisme terasa kuat dan menjalar ke semua wilayah,

Islam sebagai suatu agama ikut berperan aktif dalam melepaskan diri dari kunkungan

penjajah. Fenomena ini tercermin dari gerakan organisasi Islam seperti Sarekat Islam

(SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persis dan organisasi keagamaan

lainnya.

Dinamika gerakan Islam dalam mencapai kemerdekaan dengan segala macam

polemik yang diakibatkan tidak terlepas dari kiprahnya dalam dunia politik. Implikasi

yang muncul dari pergulatan politik itu pada akhirnya berimbas pada perpecahan

kelompok, meskipun pada awalnya perbedaan tersebut hanya berkisar pada persoalan

syara’.2 Berangkat dari polemik inilah, persoalan mengenai Islam dan negara telah

sampai pada klimaksnya, dimana upaya-upaya untuk mengimplementasikan cita-cita

tersebut. Meskipun masing-masing kelompok berangkat dari semangat nasionalisme,

1 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di

Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998), hal. 21. 2 Din Syamsudin membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu : Tradisionalis, modernis dan

fundamentalis. Lihat, Din Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 116.

Page 10: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

namun pada faktor-faktor tertentu memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat

mendasar dan menjadi polemik yang berkepanjangan.

Hal ini sangatlah lumrah, karena masing-masing kelompok memiliki acuan

yang berlainan. Bagi kelompok tradionalis, yang dipercaya sebagai Islam otentik,

tradisi-tradisi harus dipertahankan dan mengikuti norma-norma hukum Islam yang

sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah secara tekstual, sehingga relasi Islam dan negara

lebih ditekankan pada model Islam klasik. Bagi kelompok modernis, yang anti

terhadap paradigma tradisionalisme dan mengalami akulturasi dengan budaya barat,

lebih responsif terhadap sistem modern dengan mengakomodasi model barat dengan

memformulasikan konsep tersebut dalam usaha menjawab tantangan zaman.

Sedangkan kelompok fundamentalis, yang sangat anti terhadap sistem barat, lebih

menekankan pada model negara Islam teokratis seperti pada masa awal munculnya

agama Islam.3

Dari konteks ini, dapat diambil kesimpulan, bahwa dalam menerapkan sistem

pemerintahan di Indonesia, ada dua spektrum pemikiran politik Islam yang

kontradiksi. Pertama, agama dipandang sebagai landasan utama dalam idealisme

politik dan dilegitimasi oleh dasar hukum negara. Hal ini pada umumnya terlihat dari

upayanya dalam menerapkan syari’ah di dunia politik. Kedua, agama hanya bersifat

substantif, tanpa menekankan aspek legalitas formal. Konsep ini tercermin dari nilai-

nilai yang terkandung didalamnya, seperti: keadilan, egaliter, musyawarah dan

3 Syamsudin, Islam dan Politik Era Orde Baru, hal. 117-151.

Page 11: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

partisipatif. Sehingga lebih fleksibel dalam menerima pengaruh dari sistem politik

modern.

Gerakan yang berorientasi pada corak tradisionalis, salah satunya adalah

Nahdlatul Ulama. Sebagai sebuah gerakan yang berorientasi pada disiplin keagamaan

yang notabene sangat kuat dalam mempertahankan tradisi-tradisi Islam klasik, NU

memiliki peran yang cukup signifikan dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Selain itu, NU juga termasuk sebagai organisasi yang memiliki semangat

nasionalisme yang tinggi. Diskursus ini tidak terlepas dari hubungan yang istimewa

diantara tokoh-tokohnya dengan kalangan nasionalis. Yang menarik dalam organisasi

ini, setiap kebijakan yang diambil selalu bercorak “akomodatif”, dan hal ini identik

dengan pola tradisi jawa, tempat lahirnya organisasi ini.4 Meskipun para

pemimpinnya sering terjadi perbedaan yang tajam, namun NU selalu menjaga

hubungan yang harmonis dengan penguasa. Karenanya NU sering mendapat tuduhan

sebagai organisasi oportunis.5

Ciri khas dari organisasi ini adalah peran sentral dari tokoh-tokoh yang

terlibat dalam gerakan organisasi ini, yaitu kiai. Sejak awal berdiri, NU memang

sebagai wadah yang mengayomi lembaga-lembaga pesantren yang ada di Indonesia,

karenanya organisasi ini tidak bisa dipisahkan dari tradisi pesantren. Hal ini

dilakukan sebagai upaya menanggulangi wabah reformasi atau pembaharu yang

menentang adat istiadat yang dilakukan oleh kaum tradisionalis. Polemik ini semakin

4 Andree Feilard menyebutnya dengan politik “jalan tengah”, lihat. Andree Feilard, NU vis-à-

vis Negara; Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hal. 413. 5 Effendy, Islam dan Negara, hal. 42.

Page 12: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

pelik sejak munculnya organisasi-organisasi pembaharu, yang pada substansinya

berkisar pada seputar persoalan syara’. Konflik yang terjadi antara NU dengan

kalangan pembaharu tersebut akhirnya merambat kepersoalan politik.

Ketika NU mulai beralih ke persoalan politik, dengan munculnya sejumlah

kaum muda dalam memegang memegang kendali NU di tingkat tanfidziah, berbagai

polemik di tubuh NU mulai muncul. Benih-benih perseteruan tersebut akibat

ketidaksepahaman dari kelompok tua yang berusaha mempertahankan tradisi dengan

kelompok muda yang menginginkan adanya dinamika baru di tubuh NU.6 Sejak saat

itu NU mulai merambah pesoalan kenegaraan, meskipun disatu sisi berbagai kalangan

yang mayoritas kaum tua berusaha untuk bertahan dari rel.

Berbagai kemelut yang terjadi di tubuh NU tidak membuat NU pecah,

meskipun dalam sikap mengambil garis secara tegas. Justru yang terjadi adalah

kekokohan NU dari kebijakan-kebijakannya yang notabene selalu bersifat

akomodatif. Kondisi ini tidak terlepas dari peran ulama yang tetap memiliki perhatian

besar terhadap kemaslahatan anggotanya dalam menyikapi berbagai persoalan,

terlebih lagi persoalan kebangsaan.

Pada substansinya, NU merupakan sebuah organisasi yang diatur oleh

sejumlah kecil ulama dan aktifis yang memiliki pengaruh yang luas di masyarakat,

dan ini menjadi kekuatan utama dalam pengaruhnya di tingkat arus bawah. Selain itu,

6 Abdurrahman Wahid, “NU dan Politik”, dalam Slamet Efendy Yusuf, dkk., Dinamika Kaum

Santri; menelusuri Jejak dan Pergolakan Internal NU, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hal. 159.

Page 13: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

sikap fleksibilitas NU tercermin dari sikap yang lebih suka dekat dengan penguasa

dibanding golongan modernis.7

Bila berbicara mengenai NU tentunya tidak terlepas dari para pendirinya yang

telah membuat organisasi memiliki basis massa terbesar di Indonesia. Salah satu

tokoh yang memiliki pengaruh dari mulai berdiri hingga masa-masa Islam menjadi

wacana umum seputar kenegaraan adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah. Beliau

adalah tokoh yang membidani organisasi tersebut. Semangat Kiai Wahab dalam

usaha mendirikan suatu jam’iyah bagi ulama tradisionalis yang dikenal dengan NU

ini, merupakan cerminan dari pentingnya tokoh Kiai Wahab. Selain itu kedekatanny

dengan para tokoh-tokoh nasionalis seperti HOS. Cokroaminoto, Soekarano adalah

indikasi dari seorang tokoh tradisionalis yang dekat dengan kelompok nasionalis.

Sejak berdirinya hingga pasca kemerdekaan, Kiai Wahab termasuk orang

yang mempengaruhi perjalanan NU selama setengah abad. Hal ini terlihat dari

gigihnya usaha beliau dalam mengembangkan NU diawal berdirinya jam’iyah ini.

Keterlibatan beliau dalam Islamic Studie Club, Kongres al-Islam, maupun MIAI serta

Masyumi, menunjukkan bahwa Kiai Wahab termasuk seorang tokoh memiliki

pengetahuan yang luas dan pandangannya jauh menembus kedepan, baik dibidang

politik maupun keagamaan KH. Abdul Wahab Hasbullah yang berusaha

mengakomodir segala persoalan seputar polemik keagaman antara kelompok

tradisionalis dengan kelompok reformis.

7 Feilard, NU vis-à-vis Negara, hal. 46-47.

Page 14: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Dalam memimpin NU yang dimulai pasca kemerdekaan hingga awal-awal

Orde Baru, beliau sangat menaruh perhatian besar terhadap politik dan nasionalisme.

Dalam pandangannya, antara agama dan negara tidak bisa dipisahkan. Sebagai orang

yang perhatian terhadap dinamika umat Islam, beliau ikut serta dalam urusan politik,

bahkan hingga akhir hayatnya. Dari semua kalangan ulama pendiri NU, hanya

beliaulah yang paling giat dan keras usahanya dalam mendirikan dan

mengembangankan NU.8

Sebagai orang yang besar di dunia pesantren, KH. Abdul Wahab Hasbullah

telah lebih maju dalam berfikir kedepan. Hal ini terlihat dari aktifitasnya di Taswirul

Afkar, sebuah forum diskusi hasil inisiatif dan merupakan cikal bakal berdirinya NU.

Gebrakan yang dilakukannya merupakan suatu upaya untuk mempertemukan aspirasi

masyarakat Islam pesantren dengan aspirasi masyarakat lain dengan dilandasi

kepentingan bersama dalam menghadapi politik kolonial.9 Forum yang didirikan

bersama KH. Mas Mansur ini merupakan suatu apreasiasi dari keprihatinan beliau

terhadap umat Islam di Indonesia yang telah disusupi oleh pemikiran-pemikiran baru

yang cenderung menentang tradisi yang sudah sejak lama.

Dalam mengendalikan NU, KH. Abdul Wahab Hasbullah memandang bahwa

dalam mengambil setiap kebijakan yang relevan terhadap kepentingan negara

haruslah sesuai dengan sendi-sendi Islam, dan yang terpenting adalah persaudaraan

nasional antar sesama. Selain itu, beliau juga berpendapat bahwa Islam berguna bagi

8 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1980), hal.

250. 9 Yusuf, dkk., Dinamika Kaum Santri, hal. 8.

Page 15: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

negara sebagai satu jaminan atas ketertiban dalam masyarakat, dan beliau juga tidak

memaksakan negara harus berdasarkan syari’at Islam.10 Pandangan beliau

diimplementasikan dalam setiap kebijakannya ketika menghadapi persoalan

kenegaraan. Di saat Masyumi menghadapi konflik mengenai persoalan perlu tidaknya

masuk dalam kabinet Hatta, yang salah satu programnya adalah melaksanakan

Persetujuan Renville yang ditolak Masyumi, Kiai Wahab tampil memecahkan

persoalan disertai joke-joke jitu. Kiai Wahab mengusulkan agar Masyumi terlibat

dalam Kabinet Hatta. Pertimbangannya jika Masyumi terlibat di dalam, akan lebih

mudah menentang kebijaksanaan kabinet tersebut. Forum ternyata menyetujui usul

itu setelah melalui perdebatan seru,11 dengan menawarkan usulan agar masuk

kabinet, demi kemaslahatan umat. Begitu juga ketika NU menghadapi posisi

dilematis dalam persoalan Demokrasi Terpimpin, Kiai Wahab dengan keluwesannya,

berusaha mengajak para penentang Demokrasi Terpimpin untuk mencoba meyakini

segi positif dari sistem tersebut.12

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk membahas

lebih mengenai perjalanan Nahdlatul Ulama dan kiprahnya di dunia politik.

Karenanya penulis membuat skripsi ini dengan judul: “Pergulatan Politik KH.

Abdul Wahab Hasbullah; Studi Analisa terhadap Hubungan NU dan Negara”.

10 Feilard, NU vis-à-vis Negara, hal. 55. 11 Saifuddin Zuhri, Berangkat dari Pesantren, (Jakarta: Gunung Agung, 1987), h. 354-355. 12 Saifullah Ma’shum, ed., KH. Abdul Wahab Chasbullah; Perintis, Pendiri dan Penggerak

NU, (Jakarta: Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah, 1999), h. 132-136.

Page 16: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mengantisipasi agar tulisan ini tidak terlalu melebar maka penulis

hanya membatasi pada pergulatan politik KH. Abdul Wahab Hasbullah yang

relevansinya terhadap NU dan negara.

Sebagai rumusan masalah penulis merangkumnya dalam suatu pertanyaan:

1. Bagaimana kiprah KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam usaha

mengembangkan NU yang didirikannya?.

2. Bagaimana pergulatan politik KH. Abdul Wahab Hasbullah yang terkait

dengan NU dengan negara?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan pemahaman utuh mengenai pergulatan politik KH. Abdul

Wahab Hasbullah dengan menganalisa hubungan NU dengan negara.

2. Untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat dan kewajiban bagi

setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi tingkat Sarjana program

Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Dalam membahas permasalahan di atas, penulis dalam menyusun skripsi ini

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), dengan jalan

Page 17: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

mencari dan mengumpulkan data-data tertulis melalui buku-buku maupun literatur

lain yang relevan dengan pembahasan ini.

Dari penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis.

Deskriptif digunakan agar mampu memahami dan memberikan gambaran yang

obyektif mengenai permasalahan yang terkait dengan isi skripsi ini. Analitis dipakai

agar penulis dapat menyusun skripsi ini dalam bentuk yang sistematis sehingga

mengena pada inti permasalahan.

Dari segi teknis penulisan, skripsi ini merujuk pada Buku Pedoman Akademik

Tahun 2005/2006, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penyusunan

Merujuk pada apa yang dituliskan di atas dan untuk mempermudah

pembahasan, skripsi ini disusun sistematis melalui bab dan sub bab dengan membagi

pembahasan menjadi empat bab yang secara garis besar diuraikan sebagai berikut:

Bab pertama, berisikan latar belakang masalah, Alasan Pemilihan Judul,

Tujuan Penelitian, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Metode Penelitian dan

Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab kedua, memaparkan tentang biografi singkat KH. Abdul Wahab

Hasbullah dengan sub bab membahas riwayat hidup, pengalaman belajar, pengalaman

intelektualnya, dan Landasan Pemikiran Politik.

Page 18: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Bab ketiga, mengupas tentang peran KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam

pengalaman politiknya tahun 1926-1947, dengan sub bab: tokoh pendiri NU, kiprah

dan usaha merestrukturisasi NU menjadi organisasi, dan tanggapan kaum penjajah

terhadap organisasi NU.

Bab keempat, membahas tentang Pergulatan politik KH. Abdul Wahab

Hasbullah; Studi Analisa terhadap Hubungan NU dan Negara dengan sub bab: NU

dan Masyumi, NU mendirikan partai politik, dinamika partai NU pada pemilu, dan

Akomodasi Demokrasi Terpimpin.

Bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan yang diambil

berdasarkan perumusan masalah dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta

daftar pustaka.

BAB II

BIOGRAFI KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH

F. Masa Kecil, Remaja dan Dewasa

KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah figur ulama dan tokoh masyarakat yang

memiliki andil yang cukup besar dalam perjuangan bangsa, khususnya dalam

mencapai kemerdekaan. Selain sebagai tokoh bangsa, beliau juga termasuk panutan

bagi santri-santri di pondok pesantren yang dipimpinnya, yaitu di Pondok Pesantren

Bahrul ‘Ulum, tepatnya di desa Tambak beras, kabupaten Jombang-Jawa Timur.

Beliau juga termasuk orang yang pertama mendirikan madrasah di pondok pesantren

Page 19: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

tersebut. Sebuah lembaga pendidikan yang tergolong baru dilingkungan pesantren,

karena saat itu umumnya di pesantren menerapkan sistem sorogan dan bandungan.13

Kiai Wahab (Panggilan sehari-hari KH. Abdul Wahab Hasbullah) termasuk

dari golongan bangsawan (ningrat jawa) dan keturunan ulama. Dari silsilahnya, Kiai

Wahab masih ada keturunan dengan Raja Brawijaya IV (Lembu Peteng) dilihat dari

garis ayahnya. Sedang dari silsilah ibunya, memiliki garis keturunan yang sama

dengan ayahnya yang pertemuan nasabnya pada Jaka Tingkir (Karebet), yang

merupakan putra Raja Brawijaya IV.14 Jaka Tingkir menikah dengan putri Sultan

Treggono, raja ketiga dari Kerajaan Demak, dan melahirkan putra yang bernama

Pangeran Banawa. Selama hidupnya Pangeran Banawa tinggal di daerah Kudus

dengan menjadi guru tarekat. Banawa memiliki putra yang bernama Muhammad yang

lebih dikenal dengan Pangeran Sambo. Cicit Pangeran Sambo, setelah dua keturunan,

bernama Kiai Sikhah yang dikenal dengan Kiai Abdus Salam.15

Kiai Abdus Salam dikaruniai dua orang putri, yaitu Nyai Latifah dan Nyai

Layyinah. Dari pernikahan antara Nyai Latifah dengan Kiai Said, murid dari Kiai

Abdus Salam, dikaruniai empat orang anak, Kiai Syafi’i, Kiai Chasbullah (ayahanda

Kiai Wahab), Kiai Hasyim, dan Nyai Kasminah. Dari pernikahan Nyai Layyinah

13 Sorogan adalah mengajar secara perorangan, guru mengajar beberapa murid yang berbeda-

beda mata pelajarannya secara bergantian. Bandungan adalah sejumlah murid yang setingkat pengetahuannya belajar secara bersama-sama mengikuti satu macam mata pelajaran sambil menyimak kitab yang dibaca guru. Lihat, Saifuddin Zuhri, Berangkat dari Pesantren, (Jakarta: Gunung Agung, 1987),.h. 30.

14 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996), h. 250.

15 Saifullah Ma’sum, ed., Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, (Bandung: Mizan, 1998), h. 71-72.

Page 20: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

dengan Kiai Utsman, murid Kiai Abdus Salam juga, dikaruniai seorang putri bernama

Nyai Halimah yang biasa disebut dengan Winih (bibit), yang merupakan ibunda K.H.

Hasyim Asy’ari.

Dari silsilah tersebut, Kiai Wahab termasuk masih memiliki hubungan

kekerabatan dengan ulama yang paling masyhur di awal abad ke-20 yang sama-sama

dari Jombang, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari. Nasab keduanya bertemu dalam satu

keturunan dengan Kiai Abdus Salam yang biasa dikenal dengan Kiai Sikhah yang

berasal dari Tuban. Bahkan dalam silsilahnya ke atas, konon masih memiliki garis

keturunan dengan Siti Fatimah binti Nabi Muhammad saw.16

Dalam buku-buku yang menjelaskan tentang biografi Kiai Wahab, tercatat

bahwa Kiai Wahab lahir pada bulan Maret tahun 1888,17 di Tambakberas, Jombang,

Jawa Timur. Dalam gambaran orang yang mengaguminya, Kiai Wahab dilukiskan

sebagai orang gesit, penuh semangat, dan berwibawa. Kulitnya sedikit hitam, tetapi

tidak mengurangi sinar wajahnya yang menyimpan sifat kasih. Konon, kiai ini sulit

sekali untuk marah dan dendam, karena sifatnya yang humoris.18

Selain itu, Kiai Wahab digambarkan juga sebagai orang yang berpengetahuan

yang sangat luas, tidak terbatas pada bidang agama saja. Orang-orang yang pernah

16 Saifullah Ma’sum, ed., KH. Abdul Wahab Chasbullah; Perintis, Pendiri dan Penggerak

NU, (Jakarta: Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah, 1999), h. 201.

17 Greg Fealy berpendapat, Kiai Wahab diperkirakan lahir antara tahun 1883 atau 1884, lihat, Greg Fealy, Wahab Chasbullah: Tradisionalis dan Perkembangan Politik NU, dalam Greg Fealy dan Greg Barton, ed., Tradionalisme Radikal Persinggahan Nahdlatul Ulama-Negara, (Yogyakarta: LkiS, 1999) h. 2.

18 Ma’sum, Karisma Ulama, h. 142-143.

Page 21: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

dekat dengannya tidak pernah jemu mendengarkan uraian kata-katanya yang serba

baru dan mengandung nilai-nilai kebenaran yang mempesona.

Kiai Wahab menikah dengan Nyai Maemunah binti Kiai Musa Kertopaten

Surabaya pada tahun 1916, dan dikaruniai seorang anak bernama K.H. Muhammad

Wahib Wahab, yang merupakan salah Mentri Agama pada zaman Orde Lama. Nyai

Maemunah meninggal ketika sedang melaksanakan ibadah haji tahun 1921.

Sepeninggal istri pertamanya, Kiai Wahab menikah dengan Nyai Alawiyah binti Kiai

Tamim, dan memperoleh seorang anak yang bernama Nyai Khadijah. Pernikahan ini

tidak berlangsung lama, karena istrinya meninggal lagi. Setelah meninggalnya istri

yang kedua, Kiai Wahab menikah dengan Nyai Asna binti Sa’id, ayahnya seorang

sorang pedagang dari Surabaya. Dari pernikahan ini dikaruniai seorang anak yang

bernama K.H. Muhammad Nadjib Wahab, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum

Tambak Beras.

Pernikahan inipun tidak berlangsung lama, karena ditinggal mati oleh istrinya.

Setelah meninggalnya Nyai Asnah, Kiai Wahab menikah dengan Fatimah binti

Burhan, seorang janda beranak satu yang bernama K.H. Ahmad Sjaichu (salah satu

tokoh NU dan mantan ketua DPR-GR), dan tidak dikaruniai anak. Kemudian Kiai

Wahab menikah lagi dengan Nyai Fatimah binti Ali dari Mojokerto dan Nyai

Askanah binti M. Idris dari Sidoarjo. Dari kedua istrinya juga tidak dikaruniai anak.

Kemudian Kiai Wahab menikah kembali dengan Nyai Masmah, sepupu Nyai

Asnah binti Sa’id, dan dikaruniai seorang putra yang bernama K.H. Muhamad Adib

Wahab. Setelah meninggalnya Nyai Masmah, Kiai Wahab menikah lagi dengan Nyai

Page 22: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Ashikhah binti Abdul Majid, dan dikaruniai dua orang putri, diantaranya Nyai

Djumiatun, dan Nyai Mu’tamaroh. Setelah meninggalnya Nyai Ashikhah disaat

kembali dari ibadah haji, Kiai Wahab menikah lagi untuk yang terakhir kalinya, yaitu

dengan kakak kandung Nyai Ashikhah, yaitu Nyai Halimatus Sa’diyah, dan

dikaruniai lima orang anak, yaitu Nyai Hj. Mahfudhoh Ali ubaid (anggota DPR),

Nyai Hj. Chisbiyah, Nyai Hj. Munjidah, K.H. Hasib Wahab dan K.H. Moh. Roqib

Wahab.19

G. Pengalaman Belajar

Sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di pesantren, maka Wahab kecil

dibekali pendidikan utama langsung dari orang tuanya. Oleh ayahnya diajari

pendidikan agama tingkat dasar, seperti membaca al-Qur’an, Tauhid, Fiqh, bahasa

Arab, dan Tasawuf.20

Setelah dididik selama tiga belas tahun dan dirasa cukup, Kiai Wahab

berkelana ke berbagai pondok pesantren. Di beberapa pesantren tersebut, Kiai Wahab

memperdalam bermacam-macam ilmu dengan spesifikasi yang berbeda. Pesantren

Langitan merupakan pilihan pertama untuk belajar. Setelah setahun belajar, Kiai

Wahab pindah ke Pesantren Mojosari Nganjuk dibawah bimbingan Kiai Sholeh dan

19 Ma’sum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 30. 20H. Aboebakar (Atjeh), ed., Sedjarah Hidup K.H. A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar,

(Jakarta: Panitia Buku Peringatan Alm. K.H.A. Wahid Hajim, 1957), h. 6.

Page 23: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Kiai Zainuddin, di sana Kiai Wahab mempelajari kitab-kitab fiqh, khususnya kitab

Fath’ul Mu’in selama empat tahun. Kemudian Kiai Wahab melajutkan studinya ke

Pesantren Cepoko yang hanya bertahan selama empat bulan. Kemudian pindah ke

Pesantren Tawangsari Surabaya, di sana Kiai Wahab mempelajari hukum Islam

dibawah bimbingan oleh Kiai Ali selama satu tahun.

Dari Pesantren Tawangsari, pindah ke Pesantren Branggahan Kediri dibawah

bimbingan Kiai Faqihuddin selama satu tahun. Di sana Kiai Wahab belajar Tafsir dan

Tasawuf. Setelah menamatkan pelajarannya di Branggahan, Kiai Wahab kemudian

melanjutkan ke Pesantren Kademangan Bangkalan dibawah bimbingan Kiai Cholil,

seorang ulama tradisionalis yang cukup terkenal di masanya. Selama tiga tahun Kiai

Wahab memperdalam tata Bahasa Arab. Dari pesantren Kademangan kemudian Kiai

Wahab oleh Kiai Cholil disarankan agar melanjutkan studinya di Pesantren Tebuireng

dibawah bimbingan K.H. Hasyim Asy’ari. Di pesantren ini, Kiai Wahab

mendapatkan bimbingan selama empat tahun. Bahkan oleh Kiai Hasyim, Kiai Wahab

diangkat sebagai lurah pondok, suatu jabatan tertinggi di kalangan santri.

Di berbagai pesantren inilah, kehidupan Kiai Wahab ditempa dan mempelajari

banyak kitab penting hingga mahir. Namun dengan begitu banyaknya pesantren yang

dikunjungi dan segudang kitab yang dipelajarinya, tidak membuat Kiai Wahab puas,

bahkan semakin membuat dirinya haus oleh ilmu. Melihat semangat Kiai Wahab

dalam mencari ilmu begitu menggebu-gebu, maka disarankan oleh Kiai Hasyim

Asy’ari untuk melanjutkan studi ke Makkah. Akhirnya pada tahun 1912 Kiai Wahab

Page 24: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

berangkat ke Makkah dengan mengajak KH. Bisri Syansuri ikut serta.21 Di kota suci

ini, selain menyempurnakan rukun Islam yang kelima, Kiai Wahab bertemu dan

berguru dengan beberapa ulama terkenal. Di antaranya: Kiai Machfudz Termas, Kiai

Muhtarom Banyumas, Syaikh Ahmad Chotib Minangkabau, Kiai Bakir Yogyakarta,

Kiai Asy’ari Bawean, Syaikh Said al-Yamani, dan Syaikh Said Ahmad ibn Bahri

Syatha, Syaikh Umar Bajened dan Syaikh Abdul Karim al-Daghistani.22 Kesempatan

selama di Makkah dipergunakan sebaik mungkin untuk memperkaya khasanah

keilmuannya dengan langsung belajar pada ulama-ulama yang sudah termasyhur

hingga ke seluruh penjuru dunia. Setelah mengenyam pendidikan selama lima tahun

di Makkah, Kiai Wahab kembali ke tanah air.

Pendidikan yang diperolehnya dengan tanpa mengenal lelah ini semakin

menambah wawasan sosial dan peningkatan pengetahuan keagamaan Kiai Wahab.

Dari riwayat pendidikannya, tidak heran jika di kalangan ulama dan para pejuang

sebayanya, Kiai Wahab tampak paling menonjol dari segi pemikiran dan

keilmuannya.

H. Pengalaman Intelektual

Bakat kepemimpinan dan kecerdasan Kiai Wahab sudah menonjol sejak di

menempuh pendidikan di pesantren. Terkadang disela-sela belajar, Kiai Wahab

sering mengadakan kelompok belajar dan diskusi secara rutin. Dalam diskusi

21 Ma’sum, Karisma Ulama, h. 128. 22 Ma’sum, Karisma Ulama, h. 144.

Page 25: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

kelompok tersebut, dibahas berbagai macam persoalan mulai dari keagamaan

hingga sosial kemasyarakatan. Karenanya, sepulangnya dari pesantren, Kiai

Wahab tidak canggung sama sekali ketika terjun ke masyarakat untuk

mempraktekkan ilmunya. Di pesantren Tebuireng misalnya, Kiai Wahab terlibat

dalam “kelas musyawarah” yang merupakan forum diskusi yang terdiri dari santri

senior yang telah memiliki pengalaman mengenyam pendidikan pesantren minimal

selama sepuluh tahun di berbagai pesantren. Dalam forum “kelas musyawarah”

dibahas berbagai persoalan keagamaan yang berkaitan dengan fenomena yang

terjadi di masyarakat, dengan kitab kuning sebagai rujukannya. Dalam forum

tersebut, yang terlibat selain Kiai Wahab adalah: K.H. Bisri Syansuri Jombang,

K.H. As’ad Syamsul Arifin Situbondo, K.H. Manaf Abdul Karim Lirboyo, K.H.

Abbas Cirebon, dan lain-lain.

Selama belajar di Makkah, Kiai Wahab juga terlibat dalam organisasi, diantaranya

bersama Kiai Abbas dari Jember, Kiai Asnawi dari Kudus, membentuk Sarikat

Islam cabang Makkah,23 bahkan keterlibatannya di SI terus dilakukannya ketika

kembali ke tanah air. Bahkan keterlibatannya di SI semakin mendekatkan

hubungan Kiai Wahab dengan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia yang menjadi

23 Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926, (Jakarta: Penerbit

Erlangga, 1992), h. 17.

Page 26: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

pemimpin politik saat itu, seperti H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, W.

Wondoamiseno, Alimin, Soekarno dan lain sebagainya.24

Sepulangnya dari Makkah pada tahun 1914, Kiai Wahab tidak langsung mengabdi

ke pesantrennya. Umumnya jika seorang santri atau putra Kiai yang memiliki

pesantren, sepulang dari menempuh pendidikan, langsung mengabdi di pesantren

tersebut. Kiai Wahab justru tinggal di Surabaya, salah satu kota terbesar ke dua di

masa Hindia Belanda, bahkan di kota ini dikenal sebagai pusat perdagangan dan

aktifitas politik dan sosial dari berbagai organisasi.25

Kenyataan sosial yang terjadi pada waktu itu adalah masyarakat dalam tekanan

penjajah Belanda dengan segala bentuk akibatnya, karenanya Kiai Wahab

mencoba mencari cara bagaimana dapat menyumbangkan pikirannya yang

progresif agar dapat memperbaiki keadaan. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa

Kiai Wahab tidak kembali untuk mengabdi di pesantren ayahnya.

Kiai Wahab segera melibatkan dirinya dalam berbagai aktifitas. Aktifitas pertama

yang dilakukannya, setibanya di Surabaya, adalah mengajar di Madrasah al-

Qur’an milik mertuanya dari istri pertamanya, Kiai Musa. Di sela-sela

kesibukkanya mengajar, Kiai Wahab mencoba melakukan kontak dengan teman-

teman belajarnya, baik di waktu menuntut ilmu di pesantren maupun di Makkah

untuk membicarakan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Akhirnya pada

24 Zamakhsyari Dhofier, “K.H. Hasyim Asy’ari: Penggalang Islam Tradisionalis”, dalam Humaidi Abdussani dan Ridwan Fakla, A.S, ed., Biografi 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Ltn-NU, 1995), h. 31.

25 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 51.

Page 27: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

tahun 1916 bersama K.H. Mas Mansur, kawan mengaji di Makkah, Kiai Wahab

membentuk madrasah yang bernama Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah

air).26 Madrasah ini mendapat dukungan penuh dari ulama-ulama pesantren seperti

K.H. Bisri Syansuri, K.H. Abdul Halim Laimunding, K.H. Alwi Abdul Aziz, K.H.

Ma’shum, Abdullah Ubaid, dan beberapa ulama terkenal lainnya. Karenanya

dalam menjalankan roda organisasi, banyak dibantu oleh ulama-ulama tersebut.

Dalam organisasi inilah Kiai Wahab, yang menjabat Kepala Dewan Guru, mulai

memimpin dan menggerakkan perjuangan pemikiran berdasarkan keagamaan dan

nasionalisme. Selain Mas Mansur yang menjabat sebagai Kepala Sekolah, tokoh-

tokoh besar lain, seperti HOS Cokro Aminoto, Soendjata, R. Panji Suroso, juga

membantu mendirikan madrasah ini.27

Dua tahun kemudian, tahun 1918, Kiai Wahab mendirikan Nahdlatut Tujjar

(Kabangkitan Para Saudagar). Lembaga yang bergerak di bidang perekonomian ini

adalah sebuah koperasi dagang yang pemegang sahamnya terdiri dari para ulama.

Di organisasi ini Kiai Wahab memegang jabatan sebagai bendahara sekaligus

penasehat dengan ketuanya KH. Hasyim Asy’ari. Sebagai seorang pengusaha,

tidaklah mengherankan jika waktu itu Kiai Wahab sudah memiliki mobil mewah

buatan Amerika dan sepeda motor Harley Davidson yang kerap digunakan untuk

berkeliling Surabaya dan Jombang dengan tetap mengenakan pakaian

26 Aboebakar berpendapat bahwa Nahdlatul Wathan kemungkinan lahir pata tahun 1914, namun baru bisa diakui secara yuridis oleh pemerintah Belanda tahun 1916. lih. Aboebakar, Sedjarah Hidup, h. 489.

27 Andrre Feilard, NU vis-à-vis Negara; Pencarian Isi,Bentuk dan Makna, (Yogyakarta: LKiS, 1999), h. 9.

Page 28: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

“kebesarannya” berupa sarung dan serban putih serta sepatu.28 Fenomena ini

merupakan gambaran unik dari seorang “Kiai desa” ditengah tradisi Kiai yang

identik dengan kesederhanaan.29

Diawal tahun 1919, bersama seorang ulama senior dari Surabaya, KH. Ahmad

Dahlan Kebondalem, Kiai Wahab mendirikan forum diskusi yang bernama

Taswirul Afkar (Pergolakan Pemikiran),30 Mula-mula kelompok ini mengadakan

kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir

dan berpendapat yang diterapkan serta topik-topik yang dibicarakan mempunyai

jangkauan kemasyarkatan yang cukup luas, dalam waktu singkat kelompok ini

menjadi sangat populer dan menarik minat kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam

dari berbagai kalangan bertemu dalam forum ini untuk memperdebatkan dan

memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.

Agaknya Kiai Wahab bermaksud ingin mempertemukan aspirasi masyarakat Islam

tradisionalis dengan aspirasi masyarakat Islam pembaharu dalam suatu wadah

menuju satu kepentingan bersama yaitu menghadapi politik kolonial Belanda yang

ingin umat Islam menjadi terpecah belah.31

28 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 45-46. 29 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 201-202. 30 Versi lain mengatakan Taswirul Afkar berdiri pada tahun 1914 bersama KH. Mas Mansur.

Lih. Slamet Effendy Yusuf, dkk, Dinamika Kaum Santri; menelusuri Jejak dan Pergolakan Internal NU, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), h. 6-7.

31 Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Yamunu, 1972), h. 607

Page 29: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Forum ini menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh

nasional. Selain itu, menjadi jembatan antara generasi tua dengan generasi muda.

Dengan semakin populernya forum ini, akhirnya Taswirul Afkar yang mulanya

hanya bertempat di Surabaya, kemudian menjalar ke seluruh kota di Jawa Timur.

Bahkan gemanya sampai ke daerah-daerah lain di seluruh Jawa. Forum ini tidak

hanya mendiskusikan masalah-masalah kemasyarakatan yang sedang marak, tetapi

juga dimaksudkan untuk menggalang kaum intelektual dari tokoh-tokoh

pergerakan. Selain itu dalam upaya rekrutmennya, Kiai Wahab lebih

mementingkan progresifitas berfikir dan bertindak, sehingga forum ini juga

menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran

keilmuan dan dunia politik.32

Namun, seiring dengan meruncingnya perdebatan antara golongan tradisionalis

dengan golongan pembaharu, hal ini berimbas pula perbedaan pendapat pada

persoalan khilafiyah antara Kiai Wahab yang lebih condong kepada kaum

tradisionalis dengan KH. Mas Mansur yang lebih dekat dengan pemikiran

kalangan pembaru. Karena perbedaan inilah, akhirnya hubungan antara Kiai

Wahab dan Mas Mansur menjadi retak. Akhirnya pada tahun 1922, KH. Mas

Mansur menyatakan keluar dari Nahdlatul Wathan, dan kemudian menjadi anggota

Muhammadiyah.33

32 Ma’sum, Karisma Ulama, h. 145-146. 33 Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam, h. 606.

Page 30: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Dengan keluarnya Mas Mansur tidak menjadikan Kiai Wahab patah semangat dari

upaya penggalangan pemikiran di kalangan pemuda saat itu. Jiwanya yang bebas

dan selalu ingin mencari penyelesaian masalah menjadikan ia terus melakukan

kontak dengan tokoh-tokoh pergerakan dan tokoh keagamaan lainnya. Dengan

pendiri al-Irsyad, Syaikh Ahmad Syurkati, misalnya, Kiai Wahab seringkali

melakukan diskusi mengenai masalah keagamaan. Begitu juga dengan pendiri

Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, Kiai Wahab sering bertandang ke rumahnya

di Yogyakarta untuk bertukar pikiran dengannya.34 Ketika di Surabaya kaum

terpelajar mendirikan Islamic Studie Club yang banyak dihadiri oleh kaum

pergerakan, Kiai Wahab pun ikut terlibat dan menggunakan kesempatan tersebut

untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, bahkan Kiai Wahab berkawan akrab

dengan Dr. Soetomo dan lain-lainnya.

Dengan dibantu oleh K.H. Mas Alwi selaku Kepala Sekolah, menggantikan K.H.

Mas Mansur, Kiai Wahab membentuk cabang-cabang baru, diantaranya: Akhul

Wathan di Semarang, Far’ul Wathan di Gresik, Hidayatul Wathan di Jombang,

Far’ul Wathan di Malang, Ahlul Wathan di Wonokromo, Khitabatul Wathan di

Pacarkeling, dan Hidayatul Wathan di Jagalan.35

Selain sebagai tokoh intelektual dan tokoh politik, Kiai Wahab juga termasuk

sebagai seorang advokat. Beliau menjadi pengacara sejak masih muda. Seperti

34 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 55. 35 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, (Solo: Jatayu Sala,

1985), h. 25.

Page 31: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

yang dikisahkan oleh Hj. Mafudhoh Aly Ubeid, salah satu putri Kiai Wahab “ada

seorang pengusaha punya kapal, kapal tersebut dikuasai Belanda, ketika mau

diambil susah. Kiai Wahab berusaha mengambil kapal tersebut, dan berhasil

ditanganinya”.36 Sebagai seorang pengusaha yang memiliki pabrik yang diberi

nama PT. Sri Gula, beliau juga kerap menangani orang-orang yang ingin pergi

haji. Sebagai ulama, Kiai Wahab juga tak lupa untuk menyempatkan waktunya

untuk mengajar dan memberi ceramah, baik di pondok maupun di luar.

I. Landasan Pemikiran Politik

Kerangka berfikir para tokoh NU tidak terlepas dari yurisprudensi Islam yang

berasal dari abad pertengahan. Karenanya, pandangan politik NU dipengaruhi oleh

para pemikir Islam klasik yang bercorak pada pemahaman ahlus sunnah wal jama'ah

dengan menganut mazhab empat. Dari empat mazhab ini, kalangan tradisionalis lebih

menekankan pada mazhab Syafi'iyah, ketimbang ketiga mazhab lainnya. Paham ahlus

sunnah wal jama'ah merupakan pendekatan multidimensional dari suatu gagasan

konfigurasi aspek kalam, fiqh dan tasawwuf.37 Dengan penjabarannya sebagai

berikut:

1. Dalam bidang Fiqh, menganut salah ajaran dari empat mazhab yaitu : Mazhab

Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hambali

36 Hj. Mahfudhoh Aly Ubeid, wawancara pribadi, Jakarta, 16 Maret 2006 37 Ridwan, M.Ag., Paradigma Politik NU; Relasi Sunni-NU dalam Pemikiran Politik,

(Yogyakarta: STAINU Purwokerto dan Pustaka Pelajar, 2004), h.201.

Page 32: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

2. Dalam bidang tauhid atau akidah, menganut paham Imam Abu Hasan al-

Asy'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi

3. Dalam bidang tasawwuf, menganut pada imam Abu Qosim al-Junaidi dan

Imam al-Ghozali.38

Ketiga aspek ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan. Namun

umumnya para pelaku NU lebih menekankan pada dimensi fiqh dibanding aspek

yang lainnya.

Keakraban masyarakat NU terhadap corak pemikiran yang mengacu pada

mazhab Syafi'iyah yang dikenal sebagai imam moderat menjadikan pola pikir NU

lebih akomodatif, khususnya dalam merespon persoalan politik dan saat memberikan

treatment kepada kekuasaan. Sebagai organisasi yang umumnya keluaran pesantren,

kaidah fiqh merupakan kerangka utama dalam menetapkan suatu kebijakan. Bagi

kalangan tradisionalis fiqh merupakan "ratu ilmu pengetahuan".39

Saifuddin Zuhri berpendapat, salah satu strategi yang diterapkan NU dalam

setiap perjuangannya, berpegang pada kaidah yang dirumuskan oleh Imam Syafi'i,

yaitu: dar al-mafasid muqaddam 'ala jalb al-masalih (menghindari bahaya

diutamakan daripada melaksanakan kebaikan).40 Anjuran menghindari bahaya

seringkali dikaitkan dengan dua prinsip yang lebih luas cakupannya, yaitu amar

ma'ruf nahi munkar dan maslahat.

38 Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926, (Jakarta: Erlangga,

1992), h. 21-22. 39 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama; Sejarah NU 1952-1967, (Yogyakarta: LKiS, 2003), h.

68. 40 Ridwan, Paradigma Politik NU, h. 204.

Page 33: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Pola yang diterapkan oleh Kiai Wahab, pun tidak terlepas dari jalur di atas.

Dalam setiap kebijakan yang dilakukan oleh Kiai Wahab lebih menekankan pada

upaya menghindari bahaya ketimbang berkonfrontasi dengan kekuasaan. Karenanya,

sikap NU cenderung bersifat akomodatif dengan lebih mengutamakan stabilitas

politik dan harmonisasi kehidupan sosial.

Bagi Kiai Wahab, Al-Qur’an dan Hadis adalah landasan dasar yang harus

diutamakan, selain dari kaidah-kaidah yang telah ditetapkan NU dalam Qonun Asasi-

nya.41 Namun dalam satu sisi, Kiai Wahab juga menegaskan, bahwa hukum agama

tidak harus didasarkan pada kaidah tekstual, hukum agama juga harus peka terhadap

realitas sosial.42

Hal ini terlihat dari beberapa langkah politik yang dilakukan oleh Kiai Wahab

selama hidupnya. Salah satu contoh adalah pemberian gelar waliyul amri dlaruri

bisy-syaukah kepada Presiden Soekarno. Kiai Wahab membenarkan gelar tersebut

yang berlandaskan pada kaidah fiqh dengan meng-qiyas-kan seorang wanita Islam

yang tidak mempunyai seorang wali nasab, disyaratkan untuk menikah dengan wali

hakim. Dan wali hakim diangkat atau ditunjuk oleh penguasa atau sultan yang sedang

berkuasa (dzu syaukah). Karena Soekarno termasuk seorang penguasa, maka

pemberian gelar tersebut untuk memenuhi keabsahan dalam kaidah fiqh.

Dari konteks ini dapat ditegaskan bahwa kerangka berfikir Kiai Wahab tidak

terlepas dari masalah yang berkaitan dengan kepentingan umat. Sikap fleksibilitas

41 Hj. Mahfudhoh Aly Ubeid, Wawancara pribadi 42 Fealy, Wahab Chasbullah, h. 4

Page 34: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

beliau dalam menghadapi masalah umat menjadikan Kiai Wahab dikenal sebagai

seorang pemimpin dan kiai yang akomodatif.

Prinsip ini tidak hanya diterapkan dalam lingkup umum an sich, dalam

persoalan yang berkaitan dengan keluarga, beliau lebih mementingkan orang lain

dibandingkan keluarganya. Sebagai seorang pemimpin dalam keluarga beliau lebih

mengutamakan kepentingan kerabatnya dibanding anak-anaknya.43 Bahkan dalam

menentukan kebijakan-kebijakan NU, beliau lebih mementingkan orang lain. Untuk

dapat mengupayakan terealisasinya perjuangan tersebut, beliau berprinsip bila

mempunyai usaha yang lancar, maka nilai perjuangan akan lebih baik.44 Dengan kata

lain beliau sangat memperhatikan kebutuhan umat untuk kesejahteraan.

43 Hj. Mahfudhoh Aly Ubeid, wawancara pribadi, Jakarta, 16 Maret 2006 44 Hj. Munjidah Wahab, wawancara pribadi, Jakarta, 16 Maret 2006

Page 35: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

BAB III

KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH DAN PENGALAMAN POLITIK

J. Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

Pada tahun 1869 M terjadi suatu peristiwa yang memiliki pengaruh yang besar

terhadap perkembangan dunia Islam di Timur Tengah. Peristiwa tersebut adalah

pembukaan Terusan Suez. Sejak itu arus pelayaran yang pada mulanya sepi menjadi

ramai. Akibat yang muncul tidak hanya pada bidang perdagangan semata. Bagi umat

Islam di Indonesia, pembukaan Terusan Suez memberikan implikasi yang tidak

sedikit, khususnya dalam masalah haji. Tercatat setiap tahun terjadi peningkatan

dalam menunaikan ibadah haji.45 Selain fenomena tersebut, di Timur Tengah sedang

merebak gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad Abdul

Wahab yang dikenal dengan gerakan Wahabiyah-nya, maupun Jamaluddin al-

Afghani dan Muhammad Abduh dengan gerakan Pan Islamisme-nya. Imbas dari

gerakan tersebut dalam konteks ke-Indonesiaan, terjadi kontak pemikiran intensif

antara jama’ah haji Indonesia dengan gerakan ini dan banyak para jama’ah haji yang

sambil menuntut ilmu itu terpengaruh oleh faham gerakan tersebut. Tak pelak lagi,

ketika para jama’ah haji kembali ke tanah air, mereka membawa faham pembaharuan

itu untuk disosialisasikan di daerahnya masing-masing.

45 Umumnya para jama’ah haji tidak hanya sekedar melakukan ritual ibadah. Banyak yang

menetap selama beberapa tahun untuk berguru kepada para syeikh di sana. Lihat, Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926, (Jakarta: Erlangga, 1992), h. 2.

Page 36: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Namun tidak semua kalangan menerima faham tersebut secara bulat-bulat,

khususnya kalangan ulama pesantren yang pernah belajar di Mekkah. Mereka

menilai bahwa pembaharuan Islam tidak mesti dilakukan secara frontal seperti yang

difahami oleh para penganut faham pembaharuan. Mereka berpendapat, bahwa

pembaharuan Islam dapat direlevansikan terhadap tradisi lokal. Bila purifikasi ajaran

Islam ini dilakukan secara radikal, akan berdampak pada psikologis masyarakat.46

Dengan munculnya gerakan ini, praktis sejak awal 1910-an di kalangan

masyarakat Islam Indonesia, khususnya di Jawa, berkembang polarisasi antara

kelompok tradisional dan kelompok modernis dan sering menimbulkan perdebatan-

perdebatan di antara dua kubu itu. Rivalitas dua kubu tersebut, semakin memuncak

seiring dengan dukungan yang kian meningkat dari kalangan modernis dalam wilayah

kaum tradisional di sepanjang pesisir utara dan timur Jawa.47

Sebagai upaya sosialisasi gerakan pembaharuan ini, di kalangan modernis,

berdiri dua organisasi yang berlainan visi di wilayah Jawa. Pertama, Sarikat Islam,48

organisasi ini bercorak politik. Organisasi ini lahir, selain karena faktor gerakan Pan

Islamamisme, juga karena situasi ekonomi umat Islam yang didominasi Cina. Kedua,

46 A. Gaffar Karim, Metamorfosis NU dan Politisasi Islam di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS,

1995), h. 47. 47 Saifullah Ma’shum, ed., KH. Abdul Wahab Chasbullah; Perintis, Pendiri dan Penggerak

NU, (Jakarta: Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah, 1999), h. 65-66.

48 Sarikat Islam berdiri pada 11 November 1912 di Solo oleh Samanhudi. Pada mulanya dinamakan Sarikat Dagang Islam. Mengenai perkembangan SI, lihat, Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996), h. 115.

Page 37: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

adalah Muhammadiyah, Persis, Jami’atul Khoir dan al-Irsyad,49 yang bergerak di

bidang keagamaan, sosial dan pendidikan. Muhammadiyah mendapat dukungan besar

dan mengalami kemajuan pesat. Diantara keempat organisasi tersebut,

Muhammadiyah termasuk organisasi yang paling keras menentang perilaku tradisi

lokal yang dianut oleh kalangan tradisionalis.

Menghadapi ancaman serius dari kaum modernis ini, KH. Abdul Wahab

Hasbullah tampil sebagai figur yang membela kaum tradisionalis. Langkah awal yang

dilakukan adalah bersama KH. Mas Mansur, membentuk Madrasah Nahdlatul

Wathan. Tak lama kemudian mendirikan Taswirul Afkar yang dikenal dengan

sebagai forum diskusi, dan Nahdlatul Tujjar. Figur Kiai Wahab semakin lama

semakin populer seiring dengan penampilannya dalam setiap forum diskusi maupun

debat publik dengan kalangan modernis. Terlebih lagi, setelah hubungannya dengan

Mas Mansur retak dan kemudian hengkang dari Nahdlatul Wathan.

Sebagai seorang yang piawai dalam diskusi dan pendebat ulung, Kiai Wahab

juga tak segan-segan berhadapan dengan tokoh-tokoh nasional kala itu. Tokoh-tokoh

terkemuka seperti: KH. Ahmad Dahlan, Syeikh Ahmad Soorkati, KH. Mas Mansur,

dan tokoh lainnya, merupakan lawan debat yang sering menjadi langganan Kiai

Wahab.50

49 Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta.

Sedangkan Persatuan Islam (Persis) pada tahun 1923 di Bandung. Jami’atul Khoir pada 17 Juli 1905, dan al-Irsyad pada 11 Agustus 1915 di Jakarta. Namun kedua organisasi yang disebutkan terakhir ini, tidak bertahan lama. Lihat, Noer, Gerakan Modern, h. 68-97.

50 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 68.

Page 38: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Diskusi-diskusi dengan kalangan modernis, yang pada mulanya hanya bersifat

berdebatan semata, menjadi semakin meruncing. Untuk mengantisipasi pertikaian

yang umumnya berkisar pada persoalan khilafiyah itu, maka dibentuklah upaya

untuk mencari penyelesaian permasalahan dengan membentuk Kongres al-Islam

yang dipelopori oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, H.O.S. Cokro Aminoto, KH.

Ahmad Dahlan, Haji Agus Salim, dan KH. Mas Mansur. Kongres pertama

dilaksanakan di Cirebon pada tanggal 31 Oktober – 2 November 1922. Kongres ini

dimaksudkan untuk menampung seluruh aspirasi umat.

Namun karena dalam kongres tersebut membicarakan tentang persoalan agama,

dimana al-Irsyad dan Muhammadiyah disatu pihak dan golongan tradisi di pihak

lain, maka sering menimbulkan perdebatan. Mereka sepakat memilih wakil dari SI

sebagai pimpinan. Namun dengan dipilihnya wakil SI sebagai pemimpin tidak

menjadikan persoalan selesai. buntut dari persoalan tersebut, semakin menurunnya

kepercayaan kalangan tradisi terhadap SI, terlebih lagi Muhammadiyah dan al-

Irsyad.51

Alih-alih mencari titik temu di kalangan umat Islam yang sedang berselisih,

ternyata menjadi ajang hujat menghujat di kedua belah pihak. Alasan yang diambil

sangatlah wajar, karena kalangan tradisi mendapat perlakuan kurang mengenakkan

dengan kata-kata pedas dan memojokkan terhadap mazhab yang menjadi

pegangan para ulama tradisional selama ini. Kaum tradisionalis yang diwakili oleh

51 Noer, Gerakan Modern, h. 144.

Page 39: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Kiai Wahab dan KH. R. Asnawi, meninggalkan kongres itu dengan menyimpan

kecurigaan yang kuat terhadap kaum pembaharu.52

Ketika Raja Fu’ad dari Kairo bermaksud mengadakan kongres tentang khilafat,

yang ramai dibicarakan pada masa itu, pada bulan Maret 1924. Sebagai jawaban

dari undangan tersebut, maka dibentuk komite khilafat di Surabaya yang di ketuai

oleh Wondoamiseno dari SI, dengan wakilnya K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Pada

kongres al-Islam ketiga di Surabaya bulan Desember 1924 memutuskan mengirim

delegasi ke kongres Kairo, yang terdiri dari Surjopranoto (SI), Haji Fachruddin

(Muhammadiyah) dan K.H. A. Wahab Hasbullah (kalangan tradisional), namun

kongres tersebut di tunda.53

Setelah Ibnu Saud berhasil mengusir Syarif Husein dari Makkah dengan dukungan

kaum Wahabi, dan terjadinya perebutan kedudukan khilafah antara Kairo dan

Makkah, maka Ibnu Sa’ud berinisiatif untuk mengadakan Kongres di Makkah.

Sebagai jawabannya, Kongres al-Islam keempat diselenggarakan di Yogyakarta

pada tanggal 21-27 Agustus 1925 dan kongres al-Islam di Bandung pada tanggal 6

Februari 1926. Dalam kongres tersebut peran golongan pembaharu begitu

dominan, sehingga aspirasi kaum tradisionalis terabaikan.

Hal ini terlihat dari keputusan-keputusan yang diambil kongres ternyata

representasi dari rapat organisasi-organisasi pembaharu di Cianjur pada tanggal 8-

52 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama; Sejarah NU 1952-1967, (Yogyakarta: LKiS, 2003), h.

31. 53 Noer, Gerakan Modern, h. 242-243.

Page 40: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

10 Januari 1926, satu bulan sebelum kongres ke lima. Karena pihak tradisional

tidak mendapat peran dalam utusan delegasi, maka kiai Wahab sebagai wakil dari

kaum tradisionalis hanya bisa mengusulkan agar tradisi keagamaan yang telah

lama dilakukan oleh kalangan tradisional agar diberi jaminan kebebasan oleh raja

Sa’ud. Namun usulan Kiai Wahab tersebut sama sekali tidak dihiraukan oleh kaum

pembaharu.

Akibat dari perlakuan tersebut, kalangan tradisional yang diwakili Kiai Wahab

menyatakan keluar dari kongres tersebut dan kemudian mencoba menggalang

kekuatan tradisional, untuk mengadakan musyawarah yang dikhsususkan bagi

ulama sependirian. Setelah mendapat restu dari KH. Hasyim Asy’ari, maka

bersama sahabat karib sekaligus iparnya, KH. Bisri Syansuri, Kiai Wahab

berkeliling pulau Jawa menghubungi kiai-kiai pesantren untuk memperoleh

dukungan.54 Perjalanan keliling Jawa, mulai dari Banyuwangi di ujung timur

hingga Menes di ujung barat, berhasil menghadirkan sejumlah ulama ternama di

Jawa pada awal Januari 1926.55 Mereka sepakat membentuk suatu panitia khusus

yang disebut dengan Komite Hijaz yang diketuai oleh H. Hasan Gipo. Komite ini

direspon dengan sangat antusias oleh kalangan ulama terkemuka di Jawa.

54 Mulanya ide Kiai Wahab yang ditawarkan sejak pra Kongres al-Islam tidak disetujui oleh

KH. Hasyim Asy’ari, meskipun sudah mendapat dukungan oleh para kiai-kiai yang lain. Lihat, Saifullah Ma’shum, ed., Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, (Bandung: Mizan, 1998), h. 68.

55 Slamet Effendi Yusuf, dkk, Dinamika Kaum Santri; menelusuri Jejak dan Pergolakan Internal NU, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), h. 18.

Page 41: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Pada tanggal 31 Januari 1926 M, bertepatan dengan 16 Rajab 1334 H, bertempat

di rumah Kiai Wahab, telah berkumpul sejumlah ulama dari seluruh pulau Jawa

untuk merumuskan sikap para ulama yang akan disampaikan pada Raja Sa’ud.

Untuk dapat disetujui oleh Raja Sa’ud, maka dibentuklah jam’iyah yang bernama

Nahdlatul Ulama. Dalam musyawarah tersebut disepakati lima hal penting:

1. Meminta kepada Raja Sa’ud untuk tetap memberlakukan kebebasan bermazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

2. Memohon tetap diresmikannya tempat-tempat bersejarah karena tempat-tempat tersebut telah diwakafkan untuk masjid, seperti tempat kelahiran Siti Fatimah, bangunan Khaizyran, dll.

3. Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji mengenai hal ihwal haji, baik ongkos haji, perjalanan keliling Mekkah maupun tentang Syeihk.

4. Memohon hendaknya semua hukum yang berlaku di negri Hijaz, ditulis sebagai UU, supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum tertulisnya UU tersebut.

5. Jam’iyyah NU memohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa utusan sudah menghadap Raja Sa’ud dan sudah pula menyampaikan usul-usul tersebut.56

Komite Hijaz juga sepakat mengirim delegasi ke Saudi, yaitu adalah KH. R.

Asnawi dan KH. Bisri Syansuri, untuk menyampaikan hasil keputusan

musyawarah kepada Raja Sa’ud. Namun utusan tersebut gagal berangkat ke Saudi,

akhirnya hasil keputusan rapat dikirimkan lewat kawat. Setelah dua tahun tidak

ada respon dari Raja Sa’ud, kemudian dikirim utusan untuk menghadap Raja

Sa’ud yang diwakili oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah dan Syeikh Ahmad

Ghonaim al-Mishri. Delegasi tersebut berhasil mendapat jaminan dari Raja Sa’ud

56 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, (Solo: Jatayu, 1985), h.

54-55.

Page 42: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

mengenai kebebasan bermazhab yang dikirimkan melalui surat.57 Setelah misi

yang diemban Komite Hijaz berhasil, kemudian mereka mengadakan rapat

kembali untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah Belanda.58

Meskipun Kiai Wahab adalah pencetus ide dan pelopor utama dalam pembentukan

NU, ia tidak bersedia menduduki jabatan Ra’is Akbar yang merupakan jabatan

tertinggi. Jabatan itu diserahkan oleh gurunya, KH. Hasyim Asy’ari dan KH.

Ahmad Dachlan Kebondalem sebagai wakilnya. Baginya dengan menduduki

jabatan Katib ‘Am Syuriah, ia merasa cukup puas.

Keputusan Kiai Wahab dengan menolak jabatan tersebut, sangatlah beralasan.

Meskipun Kiai Wahab sangat gigih dalam memperjuangkan berdirinya NU,

namun peran KH. Hasyim Asy’ari sangatlah besar sakali. Untuk memuluskan

rencana membujuk para kiai ini, perlu dukungan Kiai Hasyim yang memang telah

diakui secara luas sebagai kiai karismatik, khususnya di pulau Jawa. Tanpa

dukungannya, sangat sulit mendirikan sebuah organisasi kiai yang solid.

Dari konteks ini sangat jelas sekali bahwa perjalanan hidup Kiai Wahab tidak

terlepas dari NU, demikian pula sebaliknya. Bagi Kiai Wahab, NU adalah segala-

galanya. Karena melalui NU, ia bisa mengagungkan Allah swt dan mengabdikan diri

kepada-Nya dengan seluruh jiwa raga. Sebagai penggerak pertama dalam wadah NU,

Kiai Wahab sangat kreatif, dengan memprakarsai perkumpulan para ulama seluruh

57 Marijan, Quo Vadis NU, h. 16. 58 NU baru memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah Belanda pada tanggal 6 Februari

1930. lihat, Andree Feilard, NU vis-à-vis Negara; Pencarian Isi,Bentuk dan Makna, (Yogyakarta: LKiS, 1999), h. 12.

Page 43: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Jawa dan mengakomodir ulama secara formal.59 Sebagaimana diutarakan oleh KH.

Idham Chalid, Kiai Wahab juga ingin menjadikan NU sebagai sebuah pesantren

dalam skala besar yang dapat dijadikan sebagai tempat beribadah, menuntut ilmu,

bergotong royong dan mengabdikan diri kepada masyarakat dengan menyumbangkan

karya-karya yang bermanfaat.60 Karenanya, tidaklah mengherankan jika dikatakan,

Kiai Wahab adalah NU dalam praktek, suatu kombinasi integral antara iman, ilmu

dan amal yang disertai akhlak yang mulia untuk mengabdi kepada Allah swt serta

mendedikasikan diri hanya kepada agama, nusa dan bangsa.

K. Kiprah dan Usaha Merestrukturisasi NU menjadi Organisasi

Sebagai perintis yang membidani organisasi para kiai ini, Kiai Wahab

berjuang keras untuk mengembangkan organisasi baru ini. Ia berkeliling pulau Jawa,

dari masjid ke masjid, surau ke surau, tanpa kenal lelah. Jerih payah yang dilakukan

Kiai Wahab dan pengurus lainnya, membuahkan hasil yang gemilang. Setiap

muktamar yang diadakan, selalu mengalami peningkatan anggota. Tercatat pada

muktamar pertama (1926) dihadiri oleh 96 kiai, muktamar kedua (1927) sebanyak

146 kiai dan 242 peserta biasa. Setahun kemudian, pada muktamar ketiga dihadiri

oleh 260 kiai dan telah terbentuk 35 cabang. Pada tahun berikutnya dalam muktamar

59 Hj. Mahfudhoh Aly Ubeid, Putri KH. Abdul Wahab Hasbullah, wawancara pribadi, Jakarta,

16 Maret 2006. 60 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 77.

Page 44: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

keempat, dihadiri oleh 1450 peserta dengan 63 cabang yang telah terbentuk.61 Tahun-

tahun berikutnya NU mengalami kemajuan pesat dengan anggota yang tersebar di

hampir seluruh pulau Jawa dan di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku dan

Sumatra Utara.62

Melihat perkembangan yang cukup signifikan, maka tidak mengherankan jika

dalam dasawarsa pertama, 1926-1936, jumlah cabang NU telah mampu mengimbangi

Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan Muhammadiyah.63 Dengan berkembangnya

NU dalam waktu relatif singkat, maka NU menjadi organisasi besar yang berskala

nasional.64

Sosialisasi yang dilakukan untuk pengembangan NU tidak hanya dilakukan

melalui media dakwah dan tabligh semata. Salah satu strategi yang dilakukan Kiai

Wahab adalah merintis tradisi jurnalistik. Dengan bermodalkan sebuah mesin

percetakan dan sebuah gedung sekaligus sebagai kantor PBNU di Jalan Sasak 23

Surabaya, Kiai Wahab mulai merintis penerbitan media massa yang dinamakan

Swara Nahdlatul Ulama, dengan langsung dipimpin oleh Kiai Wahab sendiri. Tujuh

tahun kemudian, karena kesibukannya di NU, Kiai Wahab digantikan oleh KH.

Mahfudz Siddiq dan berganti nama menjadi Berita Nahdlatul Ulama.

61 Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 75-81, lihat juga, Fealy, Ijtihad Politik Ulama,

h. 39. 62 Noer, Gerakan Modern, h. 252. 63 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 83. 64 Pada mulanya banyak yang menganggap organisasi ini hanya berkembang di tingkat lokal

Surabaya, hampir tidak jauh berbeda dengan perkembangan Nahdlatul Wathan maupun Taswirul Afkar. Lihat, Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 38.

Page 45: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Meningkatnya grafik pertumbuhan NU tidak hanya dari segi kuantitas an sich,

tetapi sangat kompleks. Bidang yang ditangani NU juga mencakup pada sektor

pendidikan, perdagangan, kepemudaan, gender, dll. Hal ini mendorong dibentuknya

departemen baru untuk lebih terkoordinir. Diantara semua sektor, yang cukup

berhasil adalah bidang pendidikan. Tercatat dari tahun ke tahun banyak pesantren-

pesantren baru dan madrasah baru yang ikut bergabung.65

Meluasnya pengaruh NU dari waktu ke waktu agaknya sangat beralasan jika

ditinjau dari ikatan emosional yang terjadi antara sesama kiai. Tidak dapat dipungkiri

bahwa dalam kemajuan NU, kiai merupakan unsur utama terhadap pesatnya

perkembangan dan perluasan pengaruh NU. Salah satu faktor yang sangat

mendukung perkembangan NU adalah kedudukan KH. Hasyim Asy’ari sebagai Ra’is

Akbar, meskipun dalam aktifitasnya di organisasi tidak begitu aktif, tetapi kedudukan

tersebut memberi warna tersendiri dalam menarik minat orang-orang untuk masuk

NU.66 Faktor lain yang berpengaruh adalah rasa solidaritas sesama golongan

tradisional yang dalam posisi terancam oleh golongan pembaharu.

Menurut Abdurrahman Wahid, perjalanan pada masa dasawarsa awal tahun,

NU memposisikan diri sebagai organisasi keagamaan murni dengan orientasi

perjuangan dibidang pendidikan dan dakwah. Namun menginjak tahun berikutnya,

orientasi NU mengalami perubahan. Hal itu terjadi saat muktamar NU ke-11 di

Banjarmasin tahun 1936. Dalam muktamar tersebut, NU memutuskan bahwa “Negara

65 Dibidang ditangani oleh lembaga pendidikan Ma’arif yang dibentuk pada tahun 2938. lihat,

Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 41. 66 Noer, Gerakan Modern, h. 249.

Page 46: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

dan tanah air wajib dilestarikan, wajib menurut fiqh”.67 Persoalan ini timbul dari

pertanyaan mengenai status negara Indonesia dalam pandangan syari’at Islam. Dalam

keputusan tersebut, Indonesia atau tanah Jawa merupakan negara Islam, karena

pernah dikuasai oleh ummat Islam dalam bentuk kerajaan Islam. Meskipun Indonesia

dipimpin oleh pemerintah non-Islam namun mayoritas penduduk negara ini adalah

muslim dan tetap diberi kebebasan menjalankan syari’at Islam.

Pada substansinya, kecenderungan yang mengarah pada persoalan politik

telah muncul sejak awal berdirinya. Hal ini tercermin dalam dua sasaran

perjuangannya. Pertama, memperkuat dan mengembangkan amal ibadah dan aqidah

serta pengembangan amal-amal sosial, baik bidang pendidikan maupun ekonomi.

Kedua, berjuang untuk melawan kolonial Belanda dengan pola perjuangan yang

bersifat kultural.68

Bagi Kiai Wahab, tujuan mendirikan NU tidak hanya sekedar

mengembangkan pendidikan dan ekonomi semata, tetapi sebagai upaya melepaskan

diri dari belenggu penjajahan. Ketika ada yang menanyakan mengenai kemerdekaan,

sehari sebelum NU lahir, Kiai Wahab menjawab:

“Itu syarat nomor satu, umat Islam menuju ke jalan itu, umat Islam kita tidak leluasa sebelum merdeka.... kita jangan putus asa, kita harus yakin tercapai negri merdeka.”69

67 M. Masyhur Amin, NU dan Ijtihad Politik Kenegaraannya, (Yogyakarta: al-Amin Press, 1996), h. 63-66.

Ridwan, M.Ag., Paradigma Politik NU; Relasi Sunni-NU dalam Pemikiran Politik, (Yogyakarta: STAINU Purwokerto dan Pustaka Pelajar, 2004), h.191-192.

68 Ridwan, Paradigma Politik NU, h. 189. 69 Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 32-33, lihat juga, Feilard, NU vis-à-vis

Negara, h. 15-16.

Page 47: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Sebagai langkah kongkrit, pasca muktamar di Banjarmasin, NU

mengupayakan rekonsiliasi terhadap kaum modernis yang memang sejak awal selalu

berseteru dengan NU. Gayung bersambut, ajakan tersebut diterima golongan

modernis. Setahun kemudian, 1937, dibentuklah Majelis Islam ‘Ala Indonesia

(MIAI). Organisasi ini merupakan gabungan beberapa organisasi Islam yang

bertujuan menggalang kekuatan umat Islam menghadapi penjajah, maka kedudukan

organisasi ini menjadi sangat penting.70

Berdirinya MIAI, lagi-lagi tidak terlepas dari peran Kiai Wahab. Pada tanggal

21 September 1937, ia memainkan peranan penting dalam pembentukan MIAI

tersebut. Pertemuan pertama dilaksanakan di rumahnya sendiri, dan dihadiri oleh

rekannya dari NU, KH. Ahmad Dachlan Kebondalem, KH. Mas Mansur dari

Muhammadiyah, dan Wondoamiseno dari SI. Inisiatif dari keempat tokoh yang

berbeda haluan ini, sepakat membentuk badan federasi bernama MIAI untuk

dijadikan tempat “Permusyawaratan, suatu badan perwakilan yang terdiri dari wakil-

wakil atau utusan-utusan dari beberapa perhimpunan-perhimpunan yang berdasar

agama Islam di seluruh Indonesia.”71

Meskipun Kiai Wahab dan KH. Ahmad Dachlan mewakili NU, namun secara

organisatoris, NU baru masuk pada tahun 1939 setelah merasa yakin kaum modernis

70 M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia; Pendekatan Fiqh dalam Politik,

(Jakarta: Gramedia, 1996), h. 96, lihat juga, Marijan, Quo Vadis NU, h. 50-51. 71 Noer, Gerakan Modern, h. 262.

Page 48: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

tidak mendominasi federasi ini,72 sebagaimana yang terjadi pada saat pembentukan

Kongres al-Islam pada tahun 1920-an.

Syafi’i Ma’arif berpendapat ada dua alasan pokok kenapa MIAI dipandang

penting. Pertama, usaha politik Islam masih jauh dari harapan, karena persatuan umat

Islam belum kokoh. Kedua, landasan spiritual, sebagaimana termaktub dalam al-

Qur’an dalam surat al-Imron : 103 yang menjelaskan tentang larangan bertikai.73

Dalam menjalankan roda organisasi, Kiai Wahab selalu melibatkan kader

muda, karenanya muncullah tokoh-tokoh muda yang tampil dalam skala nasional,

sepreti : KH. Wahid Hasyim, KH. Mahfudz Siddiq, KH. Abdullah Ubaid, KH.

Masykur, KH.Ilyas, KH. Muhammad Dachlan, dll.74 Mengingat begitu pentingnya

peran pemuda dalam memajukan NU, kader muda membentuk wadah tersendiri pada

tahun 1934 dan mendapat dukungan dari Kiai Wahab, meskipun harus beberapa kali

mengajukan usul dan beberapa kali pula ditolak.75

Upaya yang dilakukan Kiai Wahab ini, mengantarkan kader-kader muda ikut

menentukan arah kebijakan politik Indonesia. Di MIAI misalnya, Kiai Wahab dan

Kiai Ahmad Dachlan, digantikan oleh Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Mahfudz Siddiq

sebagai wakil utama NU.76

72 Noer, Gerakan Modern, h. 264, lihat juga, Feilard, NU vis-à-vis Negara, h. 17. 73 Syafi’i Ma’arif, Islam dan Politik di Indonesia, (Jakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988),

h, 17-18. 74 Saifuddin Zuhri, Berangkat dari Pesantren, (Jakarta: Gunung Agung, 1987), h. 35 75 Organisasi ini kurang disetujui oleh ulama konservatif, karena gerakan pemuda cenderung

meniru cara berpakaian ala barat, seperti: celana panjang, sepatu, dan dasi. Lihat, Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 43-44.

76 KH. Wahid Hasyim dan KH. Mahfudz Siddiq masuk dalam MIAI sebagai wakil utama NU pada tahun 1941. lihat, Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 94-95.

Page 49: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Sikap NU setelah beralih ke persoalan politik membuat gerah pemerintah

kolonial Belanda, sebab beberapa kali NU membuat ulah. Tercatat NU berani

menentang kebijakan Guru Ordonantie 1925 (peraturan guru) yang merugikan

Islam.77 Tuntutan itu mengejutkan banyak pihak, khususnya Belanda. NU juga

mendukung dibentuknya GAPI (Gabungan Politik Indonesia) agar “Indonesia

berparlemen”,78 dan beberapa tuntutan lain seperti: mencabut pembatasan bagi guru

dan juru dakwah Islam, penghapusan subsidi bagi sekolah Kristen. Pada tahun 1941

NU mencalonkan Soekarno sebagai pemimpin presiden bila kemerdekaan Indonesia

sudah dideklarasikan.79

Tanggapan Kaum Penjajah terhadap Organisasi NU

Selama tiga setengah tahun, di bawah pendudukan Jepang, merupakan masa

yang sangat menentukan dalam perjalanan NU selanjutnya. Jika dimasa-masa

pengembangan di masa Belanda, NU cenderung sangat hati-hati memasuki kancah

perpolitikan. Sejak tahun 1940-an NU mulai menampakkan jati dirinya, dan sebagai

titik awal pekembangan NU adalah masuknya Jepang ke Indonesia.80 Tercatat dalam

sejarah, Jepang menyerbu Belanda dengan menduduki Indonesia pada bulan Februari

142. Mula-mula rakyat menerima kedatangan Jepang dengan antusias. Dengan dalih

77 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 49. 78 GAPI lahir pada tanggal 12 Mei 1939 di Jakarta. Kemudian GAPI Membentuk Kongres

Rakyat Indonesia (KRI) tanggal 25 Desember 1939. Tujuan utamanya adalah Indonesia Raya. Lihat, Marwati Djoened dan Nugroho Noto Susanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta: Depdikbud dan Balai Pustaka, 1990, h. 230-232.

79 Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 112. 80 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 50. lihat juga, Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 194.

Page 50: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

memberi jaminan kemerdekaan bagi Indonesia, bangsa Indonesia berhasil di”nina

bobo”kan oleh Jepang.81

Namun, sikap terlena tersebut tidak berlangsung lama, rakyat mulai sadar,

bahwa kita telah ditipu oleh kelicikan Jepang. NU mulai menentang tindakan Jepang

yang semena-mena dan memaksakan “ajaran baru”, seperti saikere yang dalam

pandangan ulama adalah haram.82 Melihat gelagat yang kurang baik ini, akhirnya

Jepang menangkap KH. Hasyim Asy’ari pada bulan April 1942.83 Kejadian yang

menggemparkan ini menimbulkan reaksi keras dari kalangan kiai. Melihat gentingnya

suasana yang terjadi saat itu, Kiai Wahab langsung mengambil alih seluruh tanggung

jawab NU.

Tindakan yang berani dan beresiko ini tidak lain adalah untuk menyelamatkan

perjuangan NU. Bersama KH. Wahid Hasyim, Kiai Wahab bekerja keras mengurus

pembebasan KH. HasyimAsy’ari. Hampir lima bulan Kiai Wahab berjuang dan

akhirnya membuahkan hasil dengan bebasnya KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Mahfudz

Siddiq. Setelah itu, Kiai Wahab berkeliling Jawa untuk mencoba membebaskan

ulama-ulama yang lain.84

81 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press,

1981), h. 300-301 82 Saikere adalah membungkukkan badan sampai 90 derajat (seperti ruku’) selama beberapa

detik menghadap ke arah Tokyo dengan maksud menghormat kepada Tenno Heika (Raja Jepang). Lihat, Saifuddin Zuhri, Guruku Orang-Orang dari Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 225-226

83 Selain itu KH. Mahfudz Siddiq juga ditangkap. Dan tak lama kemudian terjadi penangkapan terhadap beberapa ulama dan tokoh-tokoh NU di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Lihat, Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 96-97

84 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 199-201

Page 51: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Satu bulan sebelum penangkapan Kiai Hasyim, tepatnya tanggal 20 Maret

1942, Jepang melarang semua kegiatan yang bersifat politik dan membubarkan

seluruh organisasi yang ada di Indonesia dan diganti dengan gerakan Tiga A,85 yang

diketuai oleh Syamsudin, bekas pemimpin Parindra.86 Gerakan yang ditawarkan

Jepang ini tidak mendapat sambutan dari rakyat.

Karena gagal mencapai tujuannya, Jepang membubarkan Gerakan Tiga A dan

mendekati tokoh-tokoh nasional. Kemudian terbentuklah PUTERA (Pusat Tenaga

Rakyat) yang dipimpin oleh empat serangkai: Sukarno, Muhammad Hatta, Ki Hajar

Dewantara, dan KH. Mas Mansur.87 Namun, organisasi ini juga kurang mendapat

simpati

Selain mendekati kalangan nasionalis, Jepang juga merangkul golongan Islam

modern, namun Jepang merasa kecewa, karena golongan Islam modern cenderung

reaktif. Akhirnya Jepang lebih suka bekerja sama dengan golongan tradisionalis

pedesaan.

Karena dianggap gagal, kemudian Putera diganti menjadi Jawa Hokokai

(Perhimpunan Layanan Jawa) pada bulan Januari 1944,88 dengan mendudukkan KH.

Hasyim Asy’ari sebagai penasehat utama. Selain itu Kiai Hasyim juga menduduki

85 Nama itu berasal dari slogan bahwa Jepang adalah pemimpin Asia, pelindung Asia dan

cahaya Asia. 86 Deliar Noer, Partai Islam Dipentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Pustakan Utama Grafiti,

1987), h. 22. 87 Ricklef, Sejarah Indonesia Modern, h. 306. 88 Selain itu Jepang juga membentuk PETA (Pembela Tanah Air) pada bulan Oktober. PETA

merupakan organisasi pemuda yang disiapkan menjadi tentara sukarela. Dibulan yang sama, Jepang juga membentuk Romusha (serdadu ekonomi) yang diprioritaskan sebagai pekerja paksa.

Page 52: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

jabatan sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (Shumubu) yang dwakilkan oleh

anaknya KH. Wahid Hasyim.89

Meskipun pemerintah membubarkan seluruh organisasi, namun kegiatan NU

tetap berjalan. Para ulama juga berusaha agar organisasi NU diizinkan kembali.

Setelah Jepang menyadari bahwa jalan menuju rakyat melalui Islam hanya bisa oleh

NU. Maka setelah menempuh berbagai usaha, akhirnya pada tanggal 10 September

1943 NU diresmikan kembali.90 Hal yang sama juga dialami oleh Muhammadiyah,

karena Jepang melihat bahwa kedua organisasi ini pada dasarnya bersifat non politis.

Tak lama kemudian Perserikatan Umat Islam (PUI) dan Perserikatan Umat Islam

Indonesia (PUII) ikut diizinkan kembali.91

Usaha mengembalikan NU sebagai organisasi tidak terlepas dari peran Kiai

Wahab bersama KH. Wahid Hasyim. Kiai Wahab yang selama pendudukan Jepang

menjabat sebagai Shu Sangi Kai (Dewan Penasehat Daerah) Surabaya, mencoba

melakukan negosiasi agar peran NU dilibatkan dalam setiap kebijakan yang berkaitan

dalam bidang keagamaan. Jepang akhirnya merespon usaha Kiai Wahab tersebut.

Satu bulan setelah NU disahkan kembali, MIAI dibubarkan dan diganti

dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dengan anggota-anggota hanya

terdiri dari organisasi yang diakui pemerintah, yaitu NU dan Muhammadiyah. KH.

Hasyim Asy’ari diangkat sebagai ketua umum, namun sebagian tugasnya

89 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 204-205. 90 Noer, Partai Islam Dipentas Nasional, h. 23-24. 91 Didin Syafruddin, ed., Mentri-Mentri Agama RI; Biografi Sosial Politik, (Jakarta: Balitbang

Depag RI dan PPIM IAIN Jakarta, 1998), h. 128.

Page 53: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

dilaksanakan oleh KH. Wahid Hasyim,92 sedang Kiai Wahab ditunjuk sebagai dewan

penasehat. Kesempatan emas ini tidak disia-siakan. Meskipun secara teoritis

Masyumi merupakan organisasi non politik, namun kenyataanya organisasi ini juga

bersifat setengah politik. Posisi-posisi penting yang diperoleh NU digunakan untuk

menggerakkan rakyat sebagai langkah persiapan mencapai kemerdekaannya bersama-

sama dengan kekuatan nasionalis lainnya.

Ketika Jepang merekrut pasukan sebanyak-banyaknya dengan membentuk

PETA, untuk meraih kemenangan akhir melawan sekutu dalam perang Asia Timur,

kesempatan ini juga juga tidak disia-siakan oleh Kiai Wahab dan KH. Wahid Hasyim.

Melalui Masyumi, Kiai Wahid mengusulkan kepada Jepang untuk memberikan

latihan militer khusus bagi para santri. Akhirnya beberapa minggu setelah PETA

dibentuk, Kiai Wahab dan Kiai Wahid membentuk laskar Hisbullah.93 Laskar ini

disiapkan ke arah kemerdekaan. Selain membentuk laskar Hizbullah, Kiai Wahab

juga memelopori terbentuknya Barisan Mujahidin dan Barisan Kiai. Barisan yang

dipimpin Kiai Wahab ini didirikan dengan dalih untuk mempersiapkan perlawanan

terhadap Jepang maupun sekutu.

Dalam mempersiapkan kemerdekaan, tokoh-tokoh NU juga terlibat dalam

badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Badan yang dibentuk

bulan Maret 1945 ini, melibatkan tokoh-tokoh dari kalangan nasionalis dan kalangan

Islam. Dari NU terdiri dari KH. Hasyim asy’ari, KH. Masykur, dan KH. Wahid

92 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 50. 93 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 222.

Page 54: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Hasyim. Bahkan KH. Wahid Hasyim masuk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI),94 suatu badan yang merumuskan pernyataan kemerdekaan yang

kemudian dibacakan saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal

17 Agustus 1945.

Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus

1945, tak lama kemudian sekutu mendarat di Jakarta pada akhir September. Pasukan

yang ditunggangi oleh Belanda ini, berusaha mengambil kekuasaan kembali.

Menghadapi ancaman ini, NU mengadakan pertemuan pada tanggal 21-22 Oktober

1945 di Surabaya. Pertemuan tersebut memutuskan bahwa perjuangan kemerdekaan

adalah jihad. Keputusan ini dikenal dengan “Resolusi Jihad”.95 Deklarasi ini

menyebar dengan cepat, dan tak lama kemudian Laskar Hizbullah yang belum lama

dibentuk melakukan perlawanan terhadap sekutu, meskipun pemerintah republik

menahan diri tidak melakukan perlawanan. Agaknya pemerintah masih percaya

bahwa penyelesaian secara diplomatik masih bisa diharapkan.

Tak lama setelah Indonesia merdeka, Sukarno mengangkat Kiai Wahab

sebagai anggota Dewan Pertimbangan Partai (DPA).96 Ketika revolusi meletetus,

Kiai Wahab terjun dalam gerakan gerilya. Dimasa genting tersebut, Kiai Wahab

menunjukkan kepiawaiannya dalam melakukan langkah strategis. Kiai Wahab

menjelajahi hampir seluruh pelosok daerah pulau Jawa, untuk menggembleng

94 Saifuddin Zuhri, KH. Abdul Wahab Hasbullah; Bapak dan Pendiri Nahdlatul Ulama, (Jakarta: Yamunu, 1972), h. 51.

95 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 108-109 96 Tokoh lain diantaranya: Ki Hajar Dewantara, Dr. Douwes Dekker, Dr. Rajiman

Wedyodiningrat, dan tokoh pergerakan lainnya. Lihat, Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 148.

Page 55: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

semangat juang para pemuda dan para kiai dengan mengobarkan semangat jihad

menghadapi musuh yang ingin menghalangi kemerdekaan Indonesia. Dalam

mengobarkan semangat juang, Kiai Wahab selalu menekankan ucapan yang sangat

populer, “Kalau mau keras harus mempunyai keris”,97 artinya, kita dapat bertindak

jika kita telah mempunyai kekuatan, baik kekuatan politik, militer maupun kekuatan

batin. Bahkan dalam pertempuran di Surabaya pada 10 Nevember 1945, Kiai Wahab

mempunyai andil yang sangat besar.98 Ia juga menyumbangkan hartanya untuk

sarana militer, mengadakan kontrol dengan unit gerilya, membentuk pelaksanaan

rekrutmen dan pelatihan santri di Jawa Timur.99

Selama awal-awal kemerdekaan, NU menjadi basis utama dalam melakukan

perlawanan fisik menentang penjajah. Kegigihan NU berjuang melawan sekutu yang

jauh lebih unggul dari segi teknologi, tidak menyurutkan langkah NU dalam

melakukan perlawanan. Tidak dapat dipungkiri, “Resolusi Jihad” memberi dampak

yang cukup besar bagi massa NU, yang selama ini cenderung kooperatif kepada

pemerintahan kolonial, baik pada penjajahan Belanda maupun Jepang.

Dimasa berlangsungnya revolusi fisik tersebut, KH. Hasyim Asy’ari yang

biasa dipanggil dengan Hadrotus syeikh, wafat pada tanggal 27 Juli 1947. Kiai

Hasyim wafat setelah mendengar kabar jatuhnya kota Malang di tangan sekutu.100

97 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 104 98 Hj. Mahfudhoh Aly Ubeid, wawancara pribadi 99 Zuhri, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 59. 100 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 349.

Page 56: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Sebagai ulama paling senior, Kiai Wahab tampil menggantikan kedudukan

KH. Hasyim Asy’ari sebagai Ro’is Akbar NU. Namun dengan rendah hati Kiai

Wahab tidak bersedia menyandang gelar tersebut. Baginya gelar tersebut hanya

pantas disandang oleh Hadrotus Syeikh, Kiai Wahab lebih suka menggunakan nama

Ra’is Am (Ketua Umum).101 Selain di NU, Kiai Wahab juga menggantikan

kedudukan KH. Hasyim Asy’ari dalam Masyumi. Sejak itu peran Kiai Wahab

semakin dominan dalam perjalanan NU pada periode selanjutnya.

BAB IV

PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB HASBULLAH; STUDI ANALISA TERHADAP NU DAN NEGARA

NU dan Masyumi Kedudukan umat Islam dalam permulaan kemerdekaan sangat tidak menguntungkan di bidang politik, meskipun di tingkat arus bawah, umat Islam adalah penentu kemerdekaan Indonesia. Dominasi kekuatan nasionalis menyulitkan pihak Islam untuk andil sebagai penentu kebijakan. Sisi lain, kedudukan Islam juga lemah di BPUPKI maupun PPKI. Kondisi ini semakin tidak menguntungkan ketika presiden membentuk Komite Nasional Indoensia Pusat (KNIP), yang merupakan badan perwakilan rakyat transisi. Umat Islam hanya mendapat kursi sebanyak 11% dari jatah yang diberikan.

Ketika pemerintah mengumumkan agar masyarakat yang terdiri dari berbagai

aliran membentuk partai politik pada 3 Oktober 1945, hal ini direspon positif oleh

kalangan umat Islam. Maka, diadakanlah Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta,

tanggal 7 dan 8 November 1945 bertempat di Yogyakarta yang dihadiri seluruh

101 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 165-166.

Page 57: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

wakil-wakil dari berbagai organisasi Islam.102 Setelah melalui perdebatan panjag,

terbentuklah Partai Masyumi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari pada Masjlis

Syuro, dan Badan Eksekutifnya dipimpin oleh Sukiman Wirjo Sandjojo. Sedang Kiai

Wahab menjabat anggota Majelis Syuro.

Di awal perjalanannya Masyumi lebih memusatkan pada perjuangan

kemerdekaan Indonesia yang masih di rongrong oleh penjajah. Setelah perjanjian

KMB (Konferensi Meja Bundar) ditanda tangani antara pihak Belanda dan

Indonesia,103 perjuangan ini telah berakhir. Di masa perjuangan tersebut, dapat

disebutkan persoalan internal partai hampir tidak ada.104

Dengan masuknya NU dalam wadah partai Masyumi, semakin membuka

peluang bagi NU dalam politik praktis. Sikap antusias ini diperlihatkan ketika

muktamar NU ke-16 pada tahun berikutnya di Purwokerto. Dalam keputusannya, NU

medorong para anggotanya untuk “berbondong-bondong masuk partai Masyumi”.105

Sebagai orang nomor satu di Nahdlatul Ulama dan sekaligus di Masyumi,

Kiai Wahab yang menggantikan kedudukan KH. Hasyim Asy’ari setelah wafat,

melakukan gebrakan-gebrakan baru. Langkah pertamanya adalah mengusulkan agar

102 Penamaan Masyumi semata-mata karena nama tersebut memang sudah cukup populer di

masa itu. Namun, Masyumi di sini, bukan hasil representasi dari Masyumi di masa Jepang. Nama ini juga tidak memiliki singkatan apapun.Syafi’i Ma’arif, Islam dan Politik di Indonesia, (Jakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 31.

103 Perjanjian yang diadakan di Den Haag pada 29 Desember 1949 ini, telah memberikan legitimasi kepada Indonesia aebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Lihat, Deliar Noer, Partai Islam Dipentas Nasional 1945-1965, (Jakarta: Pustakan Utama Grafiti, 1987), h. 194-195.

104 Ma’arif, Islam dan Politik di Indonesia, h. 34. 105 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama; Sejarah NU 1952-1967, (Yogyakarta: LKiS, 2003), h.

53-54.

Page 58: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

NU dan Masyumi menerima ajakan Bung Hatta dalam Kabinetnya.106 Sebagaimana

kita ketahui, Bung Hatta menggantikan Kabinet Amir Syarifuddin yang hanya

berumur 6 bulan. Singkatnya usia kabinet Amir akibat dari penandatanganan

“Persetujuan Renville” yang dilakukan antara pihak Indonesia dan Belanda.

Persetujuan ini merugikan posisi Indonesia, dan imbasnya, anggota-anggota kabinet

dari seluruh partai, seperti : PNI dan Masyumi, kecuali Front Demokrasi Rakyat

(cikal bakal PKI), mengundurkan diri.107

Sebagai kabinet baru, Bung Hatta mengajak Masyumi ikut bergabung.

Tawaran tersebut sangat menarik minat tokoh-tokoh masyumi. Namun mereka ragu,

karena dalam salah satu programnya adalah melaksanakan persetujuan Renville.

Suatu program yang sangat ditentang oleh Masyumi.108

Usulan Kiai Wahab dalam suatu rapat DPP Masyumi ini, tidak diterima begitu

saja oleh peserta yang pada umumnya menolak tawaran Bung Hatta. Namun Kiai

Wahab, yang menyetujui tawaran tersebut, beralasan:

“Kita tidak hendak melaksanakan perkara munkar, bahkan sebaliknya kita hendak melenyapkan munkar…. dengan perbuatan dengan jalan duduk dalam Kabinet Hatta. Kalau kita berdiri di luar kabinet, kita cuma bisa teriak-teriak thok. Mungkin bahkan dituduh sebagai pengacau…!”109

106 Andree Feilard, NU vis-à-vis Negara; Pencarian Isi,Bentuk dan Makna, (Yogyakarta:

LKiS, 1999), h. 43. 107 M.C. Ricklef, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press,

1981), h. 340. 108 Dalam kabinet, Indonesia merupakan negara federasi (Republik Indonesia Serikat) yang

menerima pengembalian kedaulatan dari pihak Belanda tanggal 27 Desember 1949. lihat, Noer, Partai Islam, h. 199.

109 Saifuddin Zuhri, Berangkat dari Pesantren, (Jakarta: Gunung Agung, 1987), h. 354-355.

Page 59: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Akhirnya perdebatan sengit yang berlangsung hingga dua hari ini selesai

dengan keputusan yang sesuai dengan usulan Kiai Wahab. Dalam kebinet tersebut

pihak NU hanya memperoleh satu kursi dari 4 kursi yang ditawarkan kepada

Masyumi.

Diawal berdirinya, Masyumi merupakan partai Islam yang berwadah tunggal,

karenanya seluruh komponen Islam melebur dalam partai tersebut. Posisi ulama juga

mendapat tempat mulia. Namun menjelang tahun 1950-an, Masyumi, yang

merupakan partai Islam multi kompleks, mulai terlihat keretakannya. Hal ini bermula

dari perubahan AD/ART partai Masyumi tentang Majelis Syuro.110 Perubahan

AD/ART yang dilakukan pada Muktamar IV Masyumi tanggal 15-19 Desember

1949, membatasi peran politik ulama dalam memberikan fatwa. Sebagai Ketua

Majelis Syuro, Kiai Wahab menolak keras anggaran dasar tersebut. penolakan Kiai

Wahab yang tidak ditanggapi ini, semakin memperumit persoalan dalam stuktur

partai. Selain itu, faktor yang semakin memperlebar jurang antara ulama, yang nota

bene didominasi oleh NU, dengan Masyumi adalah sikap kalangan modernis yang

cenderung memandang rendah ulama. Hal ini membuat golongan tradisionalis

menjadi tersinggung dan melakukan walk out.111

Perubahan tersebut tidak terlepas dari dominasi kelompok Natsir yang

menggantikan Sukiman. Selama ini NU bergandengan erat kelompok Sukiman, sebab

110 Noer, Partai Islam , h. 80-81. 111 Saifullah Ma’shum, ed., KH. Abdul Wahab Chasbullah; Perintis, Pendiri dan Penggerak

NU, (Jakarta: Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah, 1999), h. 117.

Page 60: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

kelompok Sukiman lebih mengakomodasi kepentingan NU dibanding Natsir.112

Namun sejak Muktamar tahun 1949, kelompok Sukiman tersingkir dan kelompok

Natsir memainkan peran politiknya. Bahkan Natsir juga menggusur angkatan tua

kaum tradisionalis. Sejak itu hubungan NU dengan Masyumi tidak pernah pulih.

Tindakan Natsir menimbulkan kemarahan yang meluas di kalangan NU dan mulai

muncul kampanye tentang penarikan diri dari Masyumi.

Menanggapi sikap Masyumi, Kiai Wahab sebagai politisi dan ulama, merasa

bahwa peran NU dalam politik di Masyumi sudah tidak menguntungkan. Kiai Wahab

yakin, potensi massa NU sangat besar jika menjadi kekuatan politik. Karena didalam

Masyumi sudah tidak dapat dicapai, maka NU harus membuat partai sendiri.113

Maka, dalam Muktamar NU ke-18 berlangsung di Jakarta pada tahun 1950, Kiai

Wahab yang terpilih lagi sebagai Ra’is ‘Am, menegaskan dalam pidato pertamanya:

“Banyak pemimpin-pemimpin NU di daerah-daerah dan juga di pusat yang tidak yakin akan kekuatan NU, mereka lebih meyakini kekuatan golongan lain. orang-orang ini terpengaruh bisikan orang lain yang menghembuskan propaganda agar NU tidak yakin akan kekuatan yang dimilikinya. Kekuatan NU itu ibarat senjata adalah merima, betul-betul meriam. Tapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar yang menghasut seolah-olah senjata itu bukan meriam, tetapi hanya…gelugu alias batang kelapa sebagai meriam tiruan…! Pemimpin NU yang tolol itu tidak sadar akan siasat lawan dalam menjatuhkan NU melalui cara membuat NU ragu-ragu akan kekuatan sendiri.”114

Pidato tersebut jelas mengindikasikan sikap mengancam terhadap Masyumi.

Meskipun di sana sini muncul dukungan terhadap usulan Kiai Wahab tersebut, NU

112 Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 100. 113 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 107-108. 114 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 390.

Page 61: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

tetap mencoba menempuh jalan kompromi dengan melakukan negosiasi agar peran

ulama dalam Masyumi diperhatikan sebagaimana yang telah dilakukan di awal-awal

berdirinya Masyumi.115 Jalan damai tersebut tidak ditanggapi oleh Masyumi.

Melihat sikap Masyumi yang tidak merespon usulan NU, maka NU pada

tanggal 3 September 1951, membentuk suatu badan yang bernama Majelis

Pertimbangan Politik (MPP) PBNU.116 Majelis ini bertugas mengikuti perkembangan

politik di tanah air, menganalisa dan menyimpulkan untuk diserahkan kepada PBNU,

sebagai suatu saran atau usul. Namun substansinya MPP dipersiapkan untuk kperan

politik yang lebih besar dan menyusun rencana untuk menjadi partai politik.117

NU Mendirikan Partai Politik Konflik yang terjadi antara NU dengan Masyumi semakin tajam tatkala DPP

Masyumi, pada bulan Februari 1952, menolak usulan NU mengenai jabatan Mentri

Agama yang sudah lama dipegang oleh NU dalam kabinet baru tersebut.118 Ada

kecenderungan Masyumi ingin mengambil jabatan itu dan menyingkirkan tokoh NU

dalam pengambilan keputusan politik.119 Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan

di kalangan warga NU. Kiai Wahab mengancam, jika DPP Masyumi tetap

bersikukuh, maka NU akan memisahkan diri dari partai. Usulan Kiai Wahab yang

115 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 118-119. 116 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 396. 117 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 104. 118 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 397. 119 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 120.

Page 62: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

disampaikan melalui tiga surat pribadinya kepada DPP Masyumi, tidak mendapat

respon.

Dalam surat pertamanya, di awal Maret 1952, Kiai Wahab melancarkan

tekanan langsung terhadap DPP Masyumi. Surat tersebut juga dibeberkan kepada

pers.120 Dalam suratnya, Kiai Wahab mengusulkan kabinet koalisi di bawah pimpinan

Sukiman dengan KH. Wahid Hasyim sebagai Mentri Agama. Secara tegas Kiai

Wahab mengingatkan bahwa tanggapan Masyumi sangat menentukan keanggotaan

NU selanjutnya dalam Masyumi. Tindakan Kiai Wahab berhasil merusak posisi

Masyumi dalam pembentukan kabinet yang memang berambisi dalam posisi-posisi

strategis dan menutup peluang Natsir untuk menduduki jabatan Perdana Mentri.

Satu minggu kemudian, 15 Maret, Kiai Wahab mengirimkan surat yang

kedua. Dalam surat tersebut, Kiai Wahab mengingatkan, jika Sukiman tidak

ditempatkan dalam kabinet,

“Tidak diragukan lagi bahwa Masjumi akan mengalami perpecahan besar-besaran… bahwa bila ternjata peringatan saja setjara gedoran ini senantiasa tidak mendapat perhatian, maka pertjajalah, bagaimana hasilnya nanti, mari kita sama-sama melihatnja.”121

Tuntutan Kiai Wahab dalam surat kedua, pun tidak diterima oleh Masyumi,

meskipun Masyumi menanggapinya dengan mengundang Kiai Wahab dalam

pertemuan dengan DPP Masyumi, dua hari kemudian.

120 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 109. 121 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 111-112.

Page 63: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Karena pembentukan kabinet yang dipimpin oleh Prawoto Mangkusasmito

(Masyumi) dan Sidik Djojosukanto (PNI) gagal dalam menyusun kabinet, akhirnya

formatur mengembalikan mandat kepada Presiden Sukarno pada tanggal 17 Maret

1952.122 Kemudian formatur dipercayakan pada Wilopo dari PNI.

Dalam surat terakhir yang termasuk resmi mengatasnamakan pimpinan NU,

tertanggal 20 Maret 1952, Kiai Wahab kembali mengajukan tuntutan kepada

Masyumi. Tuntutan Kiai Wahab disertai alasan mengapa NU harus memegang

jabatan Menteri Agama. Di bagian akhir suratnya, Kiai Wahab memberi ultimatum

dengan tenggat waktu selama dua hari. Jika tidak dijawab, “maka saja minta maaf

beribu-ribu maaf, saja akan berdjuang (sic) untuk mentjapae tuntutan tersebut tiada

melalui Masjumi lagi”.123 DPP Masyumi menaggapi surat tersebut dengan

mengundang Kiai Wahab dalam rapat DPP Masyumi tiga hari kemudian. Namun,

lagi-lagi sikap DPP Masyumi selalu berujung kekecewaan.

Menghadapi sikap Masyumi yang memang sudah tidak bisa diajak kompromi,

Kiai Wahab merespon dengan menunjukkan salinan surat-suratnya kepada formatur

kabinet Wilopo. Kiai Wahab berharap, pada detik-detik terakhir pembentukan

kabinet, NU tidak tersingkir dalam kabinet. Tindakan Kiai Wahab membuat geram

DPP Masyumi dan pada tanggal 26 Maret Masyumi menetapkan KH. Faqih Utsman

dari Muhammadiyah sebagai Mentri Agama dan disetujui oleh kabinet Wilopo.124

122 Noer, Partai Islam, h. 82. 123 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 113. 124 Noer, Partai Islam, h. 86.

Page 64: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Beberapa hari kemudian, tanggal 5 April 1952 di Surabaya, diadakan

Konferensi PBNU. Dalam konferensi tersebut, Kiai Wahab mendesak kepada PBNU

untuk memberikan arahan yang jelas pada muktamar berikutnya. Konferensi tersebut

akhirnya memutuskan keluar dari Masyumi dan menyerahkan cara pelaksanaan

kepada Muktamar NU ke-19 di Palembang.125

Tiga minggu kemudian, tepatnya tanggal 26 April – 1 Mei 1952, Muktamar

NU ke-19 diselenggarakan. Acara ini merupakan muktamar terbesar yang pernah

diadakan. Dalam muktamar tersebut diputuskan bahwa NU keluar dari Masyumi dan

menjadi partai politik sendiri.126

Tindakan spekulatif yang sangat berani ini masih menyisakan keraguan di

kalangan NU sendiri. keraguan tersebut sangatlah beralasan, mengingat sumber daya

NU sangat minim, kalau tidak dikatakan langka. Sebagai seorang yang mempelopori

penarikan NU dari Masyumi, Kiai Wahab berusaha meyakinkan kalangan NU yang

ragu dengan menegaskan sikapnya.

“Kalau tuan-tuan ragu dengan kebenaran sikap yang kita ambil, nah silakan saja tuan-tuan tetap duduk dalam Masyumi. Biarlah saya sendiri pimpin NU sebagai partai politik yang memisahkan diri dari Masyumi. Saya cuma minta ditemani satu orang pemuda, cukup satu orang, sebagai sekretaris saya. Tuan-tuan boleh lihat nanti…!.”127

Bagi Kiai Wahab, peran NU sebagai basis massa terbesar seharusnya

memiliki peran penting dalam kancah perpolitikan. Namun, dalam Masyumi peran

125 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 119. 126 Keputusan keluar dari Masyumi didukung oleh 61 suara berbanding 9 suara dengan 7

suara abstain. Lihat, Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 198. 127 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 399.

Page 65: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

NU justru terpinggirkan sejak kelompok Natsir mendominasi partai. Struktur DPP

Masyumi justru diborong oleh orang-orang yang tidak mempunyai basis massa.

Terlepas dari persoalan kursi Mentri Agama dan struktur partai, persoalan etika juga

menjadi pemicu retaknya hubungan NU dan Masyumi. DPP Masyumi dengan

dominasi kelompok Natsir terkesan meremehkan para ulama. Bahkan salah satu

tokoh Masyumi, Mohammad Saleh, berseloroh bahwa politik merupakan bidang yang

kompleks, tidak dapat ditangani oleh ulama yang hanya berkutat di sekitar pesantren,

dan politik “tidak bisa dibicarakan sambil memegang tasbih”.128

Disaat NU sedang menggalang kekuatan pasca penarikan diri dari Masyumi

dan membentuk partai sendiri, salah satu tokoh Masyumi, Isa Anshori, bertanya

kepada Kiai Wahab:

“Kiai, kalau NU menjadi partai politik, apakah sudah menyiapkan tokoh-tokoh untuk calon mentri, duta besar, gubernur, dsb. Berapa NU memiliki Mr, Dr, Ir?”

Kiai Wahab kontan menimpali:

“Kalau saya akan membeli mobil baru, dealer mobil itu tidak akan bertanya ‘apa tuan bisa memegang kemudi?’ pertanyaan serupa itu tidak perlu, sebab andaikata saya tidak bisa mengemudikan mobil, saya bisa memasang iklan: ‘mencari sopir’. Pasti nanti akan datang pelamar-pelamar sopir antre di muka pintu rumah saya…!”129

Untuk merealisasikan keputusan Muktamar di Palembang, NU membentuk

delegasi yang bertugas merundingkan teknis pelaksanaan secara organisatoris kepada

Masyumi. Namun perundingan yang berlangsung selama tiga bulan ini, tidak

128 Noer, Partai Islam, h. 88. 129 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 399.

Page 66: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

menghasilkan keputusan yang berarti, bahkan terkesan mengadili NU seolah-olah

sebagai terdakwa.130

Sikap mangkir NU dari Masyumi sangatlah beralasan, hal ini seperti

diutarakan oleh Hj. Mahfudhoh Aly Ubeid, salah satu putri Kiai Wahab :

“Pada saat itu NU memang harus berpolitik, kalau tidak maka tidak akan bisa menjadi pemegang policy. Kalau saat itu masih menjadi ormas saja maka NU tidak akan berkembang. Jadi supaya menunjukkan posisi NU, bagaimana NU bisa mewarnai, maka harus berpolitik. Ternyata ketika berpolitik NU memang berkembang”.131

Keluarnya NU dari Masyumi merupakan episode penting dalam karir Kiai

Wahab yang menggambarkan seorang yang tampil secara total dan penuh keyakinan

terhadap kebenaran pandangannya. Meskipun dalam sikap politik Kiai Wahab yang

cenderung menyerempet bahaya ini sering menggunakan otoritasnya sebagai Rais

Am dan salah satu pendiri NU, namun itu semua untuk kepentingan NU sendiri

melalui jalur politik.

Dinamika Partai NU dalam Pemilu Setelah berubah menjadi partai politik, NU kemudian menggalang kekuatan

Islam dengan mengumpulkan organisasi-organisasi Islam. Maka, pada 30 Agustus

1952, berdiri suatu badan federasi umat Islam yang bernama Liga Muslimin

Indonesia (LMI).132 NU sebagai pemrakarsa badan ini, mendapat respon dari partai-

partai Islam, seperti Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarekat Indonesia

130 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 399-401. 131 Hj. Mahfudhoh Aly Ubeid, wawancara pribadi, Jakarta, 16 Maret 2006 132 Noer, Partai Islam, h. 94.

Page 67: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

(Perti), Dar al-Da’wah wal Irsyad (DDI),133 dan Persarikatan Tionghoa Islam

Indonesia (PTII) yang bergabung setahun kemudian. Sedangkan Masyumi

menanggapi dengan dingin.

Dalam merekrut massa NU yang selama ini berkiblat ke Masyumi, NU

menginginkan cabang-cabang Masyumi membubarkan diri. Namun Natsir menolak

usulan tersebut, karena khawatir terjadi eksodus besar-besaran di kalangan

tradisionalis.134 Akhirnya NU dan Masyumi sepakat memberi kesempatann kepada

anggota NU untuk memilih dengan batas waktu paling lambat tanggal 31 Oktober

1952. Usaha merekrut massa yang “keluyuran” di Masyumi membawa hasil. Terjadi

peningkatan cabang-cabang NU, sedang Masyumi mengalami penurunan drastis,

khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Saat Kabinet Wilopo jatuh pada 2 Juni 1953, terjadi perdebatan sengit yang

berlarut-larut karena terdapat ketidaksepahaman dalam pembentukan formatur

kabinet.135 Dimasa kritis itu, Kiai Wahab kembali memainkan kepiawaiannya

sebagai politisi ulung. Disaat perundingan dalam “Front Gabungan”,136 menemui

jalan buntu dan Masyumi keluar, NU justru masuk dalam kabinet yang dipimpin oleh

133 PSII adalah pecahan Masyumi. Mengenai Perti dan PSII serta DDI, lihat, Noer, Partai

Islam, h. 72-79, dan 94-95. 134 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 127. 135 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 157. 136 Front Gabungan terdiri atas PNI, NU dan Masyumi.

Page 68: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Ali Sastroamijoyo dari PNI.137 Kemudian NU mendapat tiga jabatan mentri di

pemerintahan.138

Sikap NU dimata Masyumi dianggap sebagai pengkhianat. Namun bagi Kiai

Wahab tindakan tersebut didasarkan pada pertimbangan amar ma’ruf nahi munkar

dan maslahat, demi menghindari bahaya yang lebih besar akibat perundingan yang

berkepanjangan dan menemui jalan buntu serta melindungi kepentingan NU dan

muslim lainnya.139 Kiai Wahab menjamin, jika susunan kabinet tidak memuaskan,

NU akan menarik dukungannya.140

Yang menarik dari sikap NU dalam relasinya terhadap negara adalah

kejadian yang menghebohkan pada tahun berikutnya. Pada tanggal 2-7 Maret 1954

diselenggarakan Konferensi Alim Ulama se-Indonesia di Cipanas Jawa Barat. Dalam

konferensi tersebut diputuskan memberi gelar Waliyul amri dlaruri bisy-syaukah

kepada Sukarno. Pemberian gelar tersebut diprotes oleh Masyumi yang dianggap

kurang tepat dan sebagai bencana bagi perjuangan Islam sebab negara Indonesia

hingga sekarang tidak berasaskan Islam.141

Kejadian ini bermula dari diskusi pra konferensi di Jakarta pada tanggal 2

Maret 1954 yang dihadiri oleh wakil-wakil organisasi Islam baik dari NU,

137 Sikap NU besar kemungkinan atas intervesi Sukarno yang menginginkan partai Islam

dapat masuk dalam kabinet setelah Masyumi menolak. Lih. Noer, Partai Islam, h. 228. 138 Diantaranya: Zainul Arifin menjabat Wakil Perdana Mentri, KH. Masykur menjabat

Mentri Agama, dan Mohammad Hanafiah menjabat Mentri Pertanahan. Lihat, Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 159.

139 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 128. 140 Tindakan tersebut betul-betul dibuktikan ketika kabinet Ali benar-benar jatuh NU berperan

penting dengan mengusulkan agar kabinet tersebut dibubarkan. Lihat, Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h.171-175.

141 Feilard, NU vis-à-vis Negara, h. 47.

Page 69: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Muhammadiyah, Perti dll. Dalam diskusi membahas masalah-masalah status

kementrian agama sebagai wali hakim dalam pernikahan,142 kemudian melebar

menjadi status presiden dalam kapasitasnya sebagai pemegang kekuasaan. Pertemuan

tersebut akhirnya sepakat memberi gelar waliyul amri dlaruri bisy-syaukah. Namun

Muhammadiyah menolak kesepakatan tersebut dan keluar dari pertemuan itu.

Kiai Wahab membenarkan pemberian gelar tersebut di depan parlemen pada

tanggal 29 Maret 1954. Menurutnya yang berhak menetapkan wali hakim adalah

kepala negara yang diwakili oleh pejabat yang terkait. Jika rakyat tidak mengakui

keabsahan kepala negara dari sudut agama, niscaya akan muncul waliyul amri-

waliyul amri yang lain. Sedang imam yang sempurna sudah tidak ada lagi, yang ada

adalah imam dloruri.143 Selain itu, keputusan tersebut untuk memberikan legitimasi

kepada pemerintah yang dipimpin Sukarno dalam menindak DI/TII, mengingat sikap

Masyumi yang cenderung simpati terhadap gerakan tersebut.144

Sebetulnya keputusan konferensi di Cipanas adalah kelanjutan dari pertemuan

tahun sebelumnya di Bogor, pada tanggal 4-5 Mei 1953. Pertemuan yang dipimpin

oleh Mentri Agama KH. Faqih Usman dari Muhammadiyah itu, memutuskan hal

yang sama dengan keputusan Cipanas. Perbedaanya hanya pada pemberian gelar.

Keputusan Bogor, yang berhak mendapat gelar adalah presiden an sich. Sedang

142 Kasus ini berkaitan dengan pengangkatan wali hakim yang bukan dari KUA di Sumatra

Barat. Dalam adalah tersebut, wali hakim dipilih oleh pemangku adat, bukan pejabat negara. Lihat, Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 179.

143 Feilard, NU vis-à-vis Negara, h. 48. 144 Einar Martahan Sitompul, NU dan Pancasila; Sejarah dan Peran NU dalam Perjuangan

Umat Islam di Indonesia dalam Rangka Penerimaan Pancasila Sebagai Satu-satunya Asas, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989), h. 136, lihat juga, Fealy. Ijtihad Politik Ulama, h. 183.

Page 70: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

keputusan Cipanas adalah presiden beserta kabinet dan parlemen.145 Anehnya,

keputusan Bogor tidak pernah dikritik.

Setelah kabiner Ali mengundurkan diri pada 24 Juli 1955, dalam

pembentukan kabinet tersebut, NU yang pada masa kabinet sebelumnya berkoalisi

dengan PNI, kini berbalik mendukung Masyumi yang mendominasi kebinet yang

dipimpin oleh Burhanuddin Harahap, setelah PNI tidak setuju dalam penyusunan

tersebut. Tindakan tersebut untuk mengantisipasi tertundanya pelaksanaan Pemilu,

karena dapat berakibat buruk.146

Tahun 1955 merupakan tahun yang menjadi bukti bahwa NU adalah basis

massa besar yang selama ini diremehkan oleh kelompok lain. Perjuangan NU yang

dipimpin oleh Kiai Wahab, mengejutkan banyak pihak. Tidak sedikit yang mengakui,

“sesumbar” Kiai Wahab bukanlah isapan jempol belaka. Hasil pemilu untuk parlemen

yang diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 menunjukkan NU sebagai

kekuatan besar dan masuk dalam jajaran empat partai besar.147 NU memperoleh 45

kursi di parlemen, PNI dan Masyumi masing-masing 57 kursi, serta PKI 39 kursi.148

Dalam pemilihan Majelis Konstituante, yang dilaksanakan pada 15 Desember 1955,

145 Feilard, NU vis-à-vis Negara, h. 49. 146 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 204. 147 PNI memperoleh 8,5 juta suara (22,3 %), Masyumi mendapat 8 juta suara (20,9 %), NU

memperoleh 7 juta suara (18,4 %) dan PKI 6,1 juta suara (16,4 %). Lihat, Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 208.

148 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 433.

Page 71: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

posisi NU naik sebanyak 0,5%.149 Selain menjadi anggota perlemen, Kiai Wahab

juga termasuk anggota Majelis Konstituante.150

Kemenangan NU dalam meraih kekuasaan tidak terlepas dari peran Kiai

Wahab dalam menggerakan NU menuju politik praktis. Kecerdasan dan kejelian Kiai

Wahab menempatkan posisi NU sebagai partai yang patut di perhitungkan. Tindakan

Kiai Wahab yang terkesan nekat saat keluar dari Masyumi bukanlah tanpa

perhitungan. Hal ini dibuktikan dalam perolehan suara di pemilu 1955 yang menurut

banyak kalangan cukup demokratis.

Naiknya KH. Idham Chalid sebagai Ketua Umum Tanfidziyah pada

Muktamar NU ke-21 bulan Desember 1956 di Medan, semakin memperkukuh posisi

Kiai Wahab dalam mendominasi langkah NU selanjutnya. Di bawah bimbingan Kiai

Wahab, popularitas Idham Chalid semakin menanjak. Naiknya Idham Chalid tidak

terlepas dari peran campur tangan Kiai Wahab yang sejak awal memang berencana

memilihnya.151

Setelah berhasil menempatkan NU sebagai salah satu partai besar, NU

mendapat 5 kursi dalam kabinet Ali babak II.152 Namun dalam kabinet tersebut tidak

mengikutsertakan PKI, meskipun Sukarno mendesak.153 Kabinet ini tidak dapat

149 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 220. 150 Majelis ini bertugas menyusun Undang-Undang Dasar. 151 KH. Mohammad Dachlan yang merupakan rival Idham Chalid dalam Muktamar, kurang

disukai oleh Kiai Wahab. Lih. Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 230. 152 Kelima orang itu adalah: Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Mentri I, Mr. Soenarjo

sebagai Mentri Dalam Negri, KH. Fatah Yasin sebagai Mentri Sosial, KH. Ilyas sebagai Mentri Agama dan Mr. Burhanudin sebagai Mentri Perekonomian. Lihat, Noer, Partai Islam, h. 251.

153 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 227.

Page 72: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

bertahan lama, akibat gejolak politik yang dapat meruntuhkan stabilitas negara.154

Suasana menjadi genting tatkala Muhammad Hatta mengundurkan diri dari Wakil

Presiden.155 Muhammad Hatta merasa kecewa terhadap kinerja parlemen yang yang

tidak memiliki wibawa, dan sikap pemerintah yang mengesampingkan kesejahteraan

rakyat, serta sikap Sukarno yang sering bertindak ekstra konstitusional.156 Kondisi

ini semakin memperparah keadaaan dan kudeta terjadi di daerah-daerah, seperti:

Medan, Padang, Sulawesi, dan beberapa daerah lainnya.157 Dalam situasi genting

itulah NU mengadakan muktamar di Medan dengan lancar.

Pada tanggal 9 Januari 1957, Masyumi mengundurkan diri dari kabinet,

disusul oleh Perti seminggu kemudian. Kiai Wahab merasa prihatin dengan

mundurnya Masyumi dari kabinet.

“Sekiranya saya mengetahui niatan untuk menarik mentri-mentrinya, saya akan meyakinkan Masyumi bahwa hal itu amat merugikan situasi perjuangan kita. Sebagai partai-partai Islam yang mayoritas dalam kabinet, menjadi tanggung jawab kita untuk memecahkan kemelut di dalam negri secara bermusyawarah.”158

Kekhawatiran Kiai Wahab terbukti setelah tahun-tahun berikutnya, PKI

semakin merajalela, sedangkan Masyumi akhirnya hancur setelah dibubarkan oleh

Sukarno pada tahun 1960.

154 Noer, Partai Islam, h. 254. 155 Muhammad Hatta mundur pada 1 Desember 1957. NU berusaha menyatukan dwi tunggal,

namun gagal. Lihat, Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 483. 156 Deliar Noer, Muhammad Hatta, Biografi Politik, (Jakarta: LP3ES, 1990), h. 482-484. 157 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 442. 158 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 444.

Page 73: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Akomodasi Demokrasi Terpimpin Periode tahun 1957-1960 merupakan masa pergolakan politik yang mengubah

wajah Indonesia dari sistem parlementer yang selama 7 tahun dipergunakan menjadi

sistem presidentil. Perubahan sistem ini semakin memperkuat posisi Sukarno, dan

menjadi otoriter. Tindakan yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia ini,

dianggap sangat aneh menurut tokoh-tokoh partai, termasuk PNI sendiri.159 Di tubuh

NU masa-masa transisi menuju Demokrasi Terpimpin memunculkan ketegangan

serius, khususnya dalam melihat NU ke depan. Hal ini berimplikasi pada ambivalensi

dalam menentukan sikap NU.

Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap NU yang mendua. Pertama,

peralihan sistem dari parlementer mengarah ke eksekutif dengan dominasi Sukarno.

Kedua, peran Masyumi yang termarginalkan akibat dari pemberontakannya terhadap

sistem yang diterapkan Sukarno. Ketiga, dominasi peran PKI dan sayap kiri di

pemerintah.160 Ketiga faktor ini memunculkan dua kubu dalam tubuh NU.

Ketika kabiner Ali II gagal dalam mempertahankan kedudukannya pada 14

Maret 1957 dengan menyerahkan mandatnya kepada Sukarno. Ditengah susasana

yang kacau, Sukarno mengambil alih kendali kekuasaan dengan memberlakukan

keadaan bahaya.161 Kesemrawutan yang terjadi dalam kabinet dan kekecewaan

masyarakat terhadap partai politik membuat Sukarno gerah. Dalam pidatonya bulan

Oktober 1956, Sukarno mengecamnya sebagai “penyakit partai” dan sesegera

159 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 446. 160 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 132-233. 161 Didin Syafruddin, ed., Mentri-Mentri Agama RI; Biografi Sosial Politik, (Jakarta:

Balitbang Depag RI dan PPIM IAIN Jakarta, 1998), h. 147. lihat juga, .Noer, Partai Islam, h. 256.

Page 74: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

mungkin agar para pimpinan partai “bergabung untuk bersama-sama mengubur

partai”.162 Sukarno menginginkan agar seluruh partai bergabung dengan membentuk

kabiner gotong royong, konsep tersebut diperkenalkan dengan menamakannya

sebagai Demokrasi Terpimpin.163

Tindakan Sukarno tersebut menimbulkan pro kontra di kalangan partai.

Hampir semua partai menolak usulan tersebut, kecuali PKI. Sedangkan PNI dan PSII

tidak bereaksi. Selain menolak gagasan Dewan Nasional, NU juga melihat bahwa

keterlibatan PKI dalam kabinet tidak akan menolong penyelesaian masalah

nasional.164 Akhirnya Sukarno mencoba membujuk NU untuk ikut serta dalam

kabinet dan menyetujui Dewan Nasional.

Menghadapi kondisi yang dilematis ini, lagi-lagi Kiai Wahab memainkan

peran kunci dalam penyelesaian persoalan NU. Dalam rapat PBNU pada tanggal 9-10

Maret 1957 mengenai persoalan tersebut, Kiai Wahab dengan tegas menyatakan agar

NU ikut serta dalam kabinet dan meyetujui Dewan Nasional, meskipun tidak sesuai

dengan konstitusi. Menurut Kiai Wahab, NU akan rugi jika menolak permintaan

Sukarno, bahkan bisa membahayakan NU jika menempatkan diri sebagai oposisi.165

162 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 242. 163 Selain itu Sukarno juga mengusulkan gagasan agar perlunya Dewan Nasional yang

bertugas memberi nasihat kepada kabinet. Lihat, Noer, Partai Islam, h. 352-353. 164 Sukarno merasa kecewa dengan sikap NU, sebab bagi Sukarno sikap NU sangat

menentukan jalannya konsepsi ini. Sukarno berharap, jika NU setuju, maka partai-partai lain mungkin akan ikut jejak NU. Lih. Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 244.

165 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 254.

Page 75: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Dalam pandangan Kiai Wahab, Sukarno terlalu berambisi untuk

mempersatukan “kabinet berkaki empat” yang terdiri dari PNI, Masyumi, NU dan

PKI. Dalam salah satu rapat Kiai Wahab mengatakan:

“Bung Karno kelewat gandrung persatuan hingga termakan oleh ambisinya mempersatukan partai-partai yang sejak semula mempunyai unsur-unsur yang berbeda, yang mustahil bisa dipersatukan”.166

Dalam rapat tersebut, akhirnya diputuskan, PBNU mendukung keputusan

Sukarno mengenai Dewan Nasional dan tetap menolak keikursertaan PKI dalam

kabinet. Ada dua alasan kuat yang mendukung kebijakan Kiai Wahab. Pertama,

faktor kemaslahatan demi menyelamatkan umat. Kedua, mempertahankan demokrasi

dan menghalangi komunis, partai yang selama ini tidak disukai oleh golongan

Islam.167

Setelah dua kali gagal membentuk kabinet, akhirnya Sukarno membentuk

kabinet tersebut dengan menamakanya sebagai kabinet ekstra parlementer (kabinet

zaken) yang dipimpin oleh Dr. Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Mentri. NU

mendapat empat kursi mentri di kabinet yang dikenal dengan Kabinet Karya.

Pasca pemilu tahun 1958, kondisi perpolitikan di Indonesia semakin runyam.

Terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh golongan yang menentang sikap

Sukarno, seperti: PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang

didukung oleh politisi dari Masyumi, Permesta dan Darul Islam.168 Yang menarik,

166 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 445. 167 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 255. 168 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 269.

Page 76: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

NU justru menyatakan agar pemberontakan tersebut segera ditumpas.169 Kiai Wahab

beralasan bahwa sikap NU merupakan bentuk kekecewaan atas keterlibatan Masyumi

didalamnya dan pemberontakan ini dapat menjerumuskan negara dan bangsa kepada

kehancuran. Tindakan tersebut sama saja dengan memberi kesempatan kepada PKI

untuk berkuasa dan pupusnya harapan terhadap perjuangan Islam.170 Akibat dari

pemberontakan tersebut, akhirnya dua partai yang menentang keras Demokrasi

Terpimpin, yaitu Masyumi dan PSI di bubarkan pada bulan Agustus 1960.171

Perjuangan Islam semakin jauh dari harapan setelah keluarnya Dekrit Presiden

pada tanggal 5 Juli 1959 dan Majelis Konstiante dibubarkan. Keluarnya dekrit itu,

semakin memperkuat dominasi Sukarno yang didukung PKI melalui sistem

Demokrasi Terpimpin. Menanggapi kondisi ini, NU lebih memilih “berdamai”

dengan lebih bersikap akomodatif. Kiai Wahab menegaskan dalam sidang terakhir

Majelis Konstituante, bahwa partai Islam telah menggunakan haknya secara

demokratis di dalam Konstituante, “Terserah pemerintah, mau menempuh ‘dekrit’

bahkan mau ‘junta militer’ sekalipun, silahkan!”.172

Ketika Sukarno membentuk DPR GR dan kabinet Karya, dan membubarkan

parlemen hadil pemilu 1955, Masyumi dan PSI tidak diikutsertakan.173 Sedang di

tubuh NU sendiri terjadi konflik yang berkepanjangan. Di saat-saat yang genting

seperti itu, Kiai Wahab kembali menjadi penentu dalam situasi yang tidak

169 Saifuddin Zuhri, Agama Unsur Mutlak dalam Nation Building, (Jakarta: Lembaga Penggali dan Penjebar “Api Islam”, 1965), h. 482.

170 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 270. 171 Feilard, NU vis-à-vis Negara, h. 62. 172 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 452. 173 Ma’arif, Islam dan Politik di Indonesia, h. 61.

Page 77: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

menguntungkan bagi NU. Dalam suatu rapat yang berlangsung panas, Kiai Wahab

menekankan terhadap bahayanya jika NU menentang.

“Kita putuskan sekarang ini saja karena waktunya sangat mendesak. Menunggu berlangsungnya Musyawarah Antar Wilayah bisa ketinggalan kereta api…. kita masuk saja dulu dalam DPR GR, setelah itu kita minta penegasan Musyawarah Antar Wilayah. Kalau Musyawarah Antar Wilayah memutuskan kita harus masuk, kita sudah berada di dalam. Tetapi jika musyawarah memutuskan menolak DPR GR, apa sulitnya kita keluar… kalau sekarang ini kita menolak…. lalu Musyawarah Antar Wilayah memutuskan kita harus masuk kedalam DPR GR, kita sudah terlambat, pintu masuk sudah ditutup.”174

Kiai Wahab berhasil meyakinkan kelompok anti Demokrasi Terpimpin yang

dikenal dengan golongan garis keras. Dalam kabinet NU mendapat jatah dua kursi,

meskipun kecewa NU tetap legowo, karena jabatan Mentri Agama masih

dipercayakan kepada NU.

Mengenai Demokrasi Terpimpin, Kiai Wahab bependapat:

“Demokrasi Terpimpin tentulah demokrasi, dalam arti bahwa rakyat mempunyai kedaulatan yang dilindungi hukum dalam mengeluarkan pendapat dan cita-cita. Demokrasi memang harus terpimpin, yakni terpimpin oleh norma dan moral. Tanpa kepemimpinan itu akan menjurus kepada anarkhi. Demokrasi Terpimpin titik beratnya pada kata demokrasinya. Sebaliknya, kepemimpinan tanpa demokrasi akan menjurus kepada diktatur. Baik anarkhi maupun diktatur bertentangan dengan demokrasi itu sendiri”.175

Bahkan Saifuddin Zuhri menegaskan, bahwa NU telah mempraktekkan sistem

Demokrasi Terpimpin sejak awal berdirinya. Hal itu bisa dilihat dari susunan

kepemimpinan yang dikenal dengan Syuriah dan Tanfidziyah. Karenanya sistem ini

174 Saifuddin Zuhri, KH. Abdul Wahab Hasbullah; Bapak dan Pendiri Nahdlatul Ulama,

(Jakarta: Yamunu, 1972), h. 51. 44 175 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 475.

Page 78: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

bukan lagi barang baru bagi warga NU.176 Terlepas dari pembelaannya terhadap

Sukarno, sikap tersebut jelas memberikan legitimasi yang kuat terhadap Sukarno

dengan Demokrasi Terpimpinnya.

Pada 18 Mei 1963, dalam suatu sidang, MPRS menetapkan Sukarno sebagai

presiden seumur hidup, suatu keputusan yang bertentangan dengan UUD 1945.

Keputusan yang diterima secara aklamasi oleh anggota MPRS ini, juga didukung oleh

NU yang ditegaskan oleh Kiai Wahab. Kiai Wahab berpendapat, ketetapan MPRS

tersebut merupakan suatu keputusan rakyat. Dalam tinjauan hukum Islam, “Presiden

Sukuarno harus menerima keputusan tersebut dengan kesungguhan hati, bahkan

jikalau rakyat telah memutuskan demikian, maka wajib bagi Presiden Sukarno untuk

menerima keputusan tersebut”.177

Akomodasi NU terhadap Demokrasi Terpimpin bukanlah kesepakatan

bersama yang telah didukung oleh mayoritas ulama, tidak sedikit yang menentang

sistem tersebut. Tokoh yang dipelopori oleh KH. Bisri Syansuri ini, melihat bahwa

sistem tersebut tidak demokratis dan tidak memberi kesempatan kepda golongan

oposisi.178 Jika NU terlibat dalam DPR GR, berarti sama dengan memaafkan

ghashab.179 Dalam pandangan kelompok garis keras ini, Sukarno telah melanggar

hak-hak para pemilih dengan membubarkan parlemen secara sewenang-wenang.

Walaupun Kiai berusaha meyakinkan, namun kelompok ini tetap bersikukuh.

176 Zuhri, Agama Unsur Mutlak, h. 485. 177 Ma’arif, Islam dan Politik di Indonesia, h. 114. 178 Zuhri, Berangkat dari Pesantren, h. 483. 179 Ghashab adalah suatu istilah hukum yang artinya merampas hak atau milik orang lain.

Page 79: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Akhirnya untuk menengahi dua kubu ini, PBNU mengadakan sidang paripurna pada

23-24 Juni. Hasil paripurna memutuskan “memberi kebebasan kepada warga N.U.

jang ditundjuk sebagai anggota DPRGR untuk menerima atau menolak penundjukan

tersebut”.180

Sikap akomodatif terjadap Demokrasi Pemimpin merupakan cermin dari

kemenangan besar bagi kubu Kiai Wahab. Bagi Kiai Wahab sendiri, kemenangan ini

adalah puncak dari karir yang panjang. Sejak memimpin NU dari tahun 1947, Kiai

Wahab telah menjadi tokoh NU yang paling mendukung sikap moderat. Jika

membaca gerak langkah Kiai Wahab dalam menentukan kebijakan, tidak terlepas dari

tradisi pesantren. Menurut Abdurrahman Wahid, dominasi kiai merupakan hierarki

kekuasaan yang diakui oleh dunia pesantren, karena kiai memiliki otoritas moral yang

besar di kalangan satri. Karenanya kekuasaan kiai adalah kekuasaan mutlak.181

Dunia pesantren yang lebih dikenal dengan budaya feodal ini, ketika masuk

dalam politik, menjadi sistem integral yang tak dapat dipisahkan. Budaya ini

tercermin dari kebijakan Kiai Wahab dengan mengatasnamakan NU. Bagi kalangan

yang mengaguminya, dominasi Kiai Wahab di NU justru menunjukkan

kemampuannya yang luar biasa dalam menentukan kebijakan politik. Selain itu

pandangan yang luas baik dalam masalah politik maupun agama serta kecerdikannya,

semakin membuat dirinya disegani orang. Saifuddin Zuhri menggambarkan peran

Kiai Wahab sebagai tokoh tidak dapat dipisahkan dengan NU, gerak langkah NU

180 Fealy, Ijtihad Politik Ulama, h. 293-294. 181 Abdurrahman Wahid, “Pesantren sebagai Subkultur” dalam M. Dawan Raharjo, ed.,

Pesantren dan Pembaharuan, ( Jakarta: LP3ES, 1974), h. 88-89.

Page 80: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

merupakan gerak juang NU. Tanpa mengabaikan peran tokoh lain, peran Kiai Wahab

sangat menentukan. Bahkan, “….apabila seluruh pimpinan bergabung tetapi minus

Kiai Wahab maka keputusan tak dapat diambil, tanpa Kiai Wahab bukan lagi NU”.182

Meminjam istilah Syafi’i Ma’arif, dalam melakukan kebijakan untuk

kemaslahatan umat dengan bergumul dengan realitas politik, Kiai Wahab selalu

menggunakan “logika pesantren”. Sebuah logika yang terkadang cenderung

mengarah kepada sikap pragmatis. Dengan kata lain, jika tidak dapat mencapai 100%,

janganlah ditinggalkan hasil yang hanya sebagian.183 Hal inilah yang menjadi

landasan dasar masuknya NU dalam Demokrasi Terpimpin.

Pembelaannya terhadap Sukarno betul-betul ditunjukkan hingga akhir

hayatnya, bahkan Kiai Wahab termasuk orang yang paling terakhir di NU yang

menarik dukungannya terhadap Sukarno tatkala kepemimpinan Sukarno runtuh dan

digantikan oleh Orde Baru. Sebagai tokoh nasional yang cenderung akomodatif,

akibat pembelaanya terhadap pemerintah, Kiai Wahab tidak terlepas dari sasaran

kritik. Beliau dianggap sebagai oportunis, Kiai Orla dan Kiai Nasakom. Menghadapi

kecaman ini, Kiai Wahab tidak merasa risau. Justru Kiai Wahab menanggapi,

“Ejekan itu masih belum apa-apa dibanding dengan ejekan terhadap Nabi

Muhammad saw yang dianggap gila. Saya kan masih belum dianggap gila”.184

182 Zuhri, KH. Abdul Wahab Hasbullah, h. 69 183 Haniah Hanafie, Dinamika Kekuatan Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: FISIP

Universitas Muhammadiyah Jakarta, 1999), h. 49. lihat juga, Ma’arif, Islam dan Politik di Indonesia, h. 57.

184 Ma’shum, KH. Abdul Wahab Chasbullah, h. 49.

Page 81: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Hampir sepanjang hayatnya, perhatian, pemikiran, harta dan tenaganya

dicurahkan untuk mewujudkan cita-cita Islam dan bangsa melalui Nahdlatul Ulama.

Karenanya, tidak heran jika Kiai Wahab tidak pernah absen selama 25 kali Muktamar

NU. Saat sakit dan menjelang wafatnya, Kiai Wahab masih berkeinginan bisa

menghadiri Muktamar ke-25 di Surabaya dan berharap bisa ikut memberikan

suaranya bagi partai NU dalam pemilu tahun 1971. Keinginan itu dikabulkan Tuhan.

Dan, sekali lagi dalam Muktamar Surabaya, Kiai kondang ini terpilih sebagai Rois

'Am, meskipun dalam pemilihan tersebut yang menang adalah KH. Bisri Syansuri,

tetapi sebagai rasa penghormatan terhadap sosok kiai yang disegani itu, KH. Bisri

Syansuri tidak bersedia menerima jabatan itu.

Dalam pidatonya yang terakhir sebagai Rois ‘Am, Kiai Wahab masih sempat

berharap, “Supaya NU tetap menemukan arah jalannya di dalam mensyukuri nikmat

karunia Allah SWT, sebagai suatu partai terbesar (dalam arti besar amal saleh dan

hikmahnya kepada bangsa dan negara), melalui cara-cara yang sesuai dengan akhlak

Ahlussunnah wal Jama’ah”. Diingatkan pula agar kaum Nahdliyin kembali pada jiwa

Nahdlatul Ulama tahun 1926. Dan sekarang ini NU telah kembali ke khittah 1926.

Mengikuti harapan Kiai Wahab.

Empat hari kemudian setelah Muktamar Surabaya, ulama yang banyak berjasa

terhadap bangsa ini dipanggil Tuhan. Dia wafat di rumahnya yang sederhana, di

Kompleks Pesantren Tambakberas, Jombang pada 29 Desember 1971.

BAB V PENUTUP

Page 82: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Kesimpulan

Mencermati sejarah pergulatan politik KH. Abdul Wahab Hasbullah, agaknya

sulit untuk mencari kata-kata yang tepat dan mengena bagi beliau. Meminjam istilah

KH. Abdul Wahid Hasyim yang menyebut Kiai Wahab sebagai "Kiai merdeka",

mungkin sebagai gambaran dari sosoknya yang cenderung berjiwa bebas dan tidak

terikat oleh pengaruh apapun. Berpendirian tegas dan memiliki prinsip adalah salah

satu cerminan Kiai Wahab.

Berbicara mengenai perjalanan hidup Kiai Wahab pada prinsipnya sejajar

dengan sejarah Nahdlatul Ulama mulai dari awal berdirinya hingga awal Orde Baru.

Kiai yang hidup di tiga zaman ini, di mata warga NU, tidak hanya sekadar bapak dan

pendiri organisasi Islam yang berbasis massa terbesar di Indonesia, melainkan

sebagai simbol dalam banyak hal, dari tradisi intelektual di kalangan ulama pesantren

sampai lambang pemersatu. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika orang menyebut

Kiai Wahab adalah ruh sekaligus motor penggerak NU, sejak NU berwujud

kelompok kecil yang tidak diperhitungkan orang sampai menjadi partai politik dan

jam'iyah Islam terbesar di Indonesia.

Lahir dari lingkungan pesantren semakin membentuk karakter Kiai Wahab

melalui transmisi keilmuan dan penyerapan nilai-nilai keislaman secara natural,

karena sejak awal Kiai Wahab sudah dididik oleh ayahnya yang berpengetahuan luas.

Penyerapan ilmu dan tradisi semakin kental, tatkala Kiai Wahab mulai menapaki

langkah dengan nyantri di berbagai pesantren di masa remajanya. Mencari ilmu

dengan berpindah-pindah kelak menjadi faktor penunjang dalam menyusun barisan

Page 83: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

untuk menggalang kekuatan NU. Kepergiannya ke Mekkah semakin memperkokoh

wawasan keilmuannya dan pergaulannya yang semakin luas.

Pengembaraan intelektual Kiai Wahab mempunyai benang merah yang jelas

dan bisa ditelusuri melalui berbagai aktivitas beliau sepanjang hidupnya. Dimulai

dengan mendirikan kelompok diskusi Tashwirul Afkar, mendirikan pergerakan

Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Tujjar, memprakarsai pembentukan Komite Hijaz,

sampai memberikan inspirasi dan sekaligus membidani lahirnya Nahdlatul Ulama.

Kerjasama dengan Dr. Soetomo di dalam Islam Studie Club adalah cikal bakal

munculnya pemikiran yang memberikan arah bagi kerjasama antara kekuatan Islam

dan nasionalis menuju terciptanya tatanan masyarakat maju dan modern tanpa

mengesampingkan nilai-nilai keagamaan. Ini merupakan sumbangan terbesar yang

diberikan seorang ulama kepada bangsa. Bukanlah seorang intelektual jika Kiai

Wahab tidak bisa memecahkan persoalan-persoalan pelik dengan spontan, cerdas dan

memiliki joke-joke dan humor yang tinggi. Dalam hal yang satu ini Kiai Wahab

adalah jagonya.

Sejak NU masih cikal bakal hingga tahun 1960-an, Kiai Wahab selalu berada di

depan dalam pasang surut organisasi yang didirikannya ini. Ketika ulama sudah mulai

termarginalkan dalam Masyumi, NU menyatakan kelur dari Masyumi dan menjadi

partai politik. Peran Kiai Wahab sangat menonjol dalam keputusan tersebut. Bahkan

ketika banyak yang merasa atas tindakan NU keluar dari Masyumi, Kiai Wahab

kembali meyakinkan bahwa NU adalah kelompok besar.

Page 84: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Hidup dalam suasana yang penuh dengan dinamika intelektual dan perjuangan

ideologi yang selalu bergolak, semakin memperlihatkan sosok Kiai Wahab sebagai

seorang ulama, cendekiawan, sekaligus politisi.

Dari wacana yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, perjalanan Kiai

Wahab yang hidup di tiga dekade ini, dapat diklarifikasi menjadi dua faktor. Pertama,

Abdul Wahab muda merupakan sosok cendekiawan yang mampu memberikan

inspirasi dalam perkembangan intelektual sunni ditengah-tengah kaum santri dalam

suatu perkembangan zaman yang selalu berubah. Wahab muda juga mampu

berinteraksi dengan kalangan nasionalis dan modernis. Kedua, Abdul Wahab sebagai

seorang tokoh tua yang disegani kawan maupun lawan atas kiprahnya dalam politik.

Sebagai tokoh politisi berskala nasional, Kiai Wahab tetap dengan

kesedehanaannya. Baju kesayangannya sejak zaman revolusi adalah potongan safari

lengan panjang berwarna khaki dengan kemeja putih yang lehernya dikeluarkan,

persis tokoh-tokoh muda zaman sekarang. Tetapi ini yang penting, tetap mengenakan

sarung dan serban. Pakaian semacam itu dikenakan pada waktu berada di parlemen,

Istana Presiden atau di front pertemuan. Pendirian politiknya maupun pendirian

hukum agamanya dikemukakan tanpa ragu-ragu, jelas dan terbuka. Tidak gentar

menghadapi reaksi dari mana pun. Jika menurut keyakinannya sesuai dengan hukum

Islam, dikemukakan tanpa tedeng aling-aling.

Sebagai tokoh yang dekat dengan Sukarno sejak mudanya, Kiai Wahab selalu

menjaga hubungan baik dengannya. Sikap terus terangnya ketika menyatakan

ketidaksetujuan atas sikap Sukarno, tidak membuat Kiai Wahab berkonfrontasi

Page 85: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

dengannya. Kiai Wahab tetap menjaga hubungan ini hingga akhir hayatnya. Bahkan

Kiai Wahab termasuk tokoh paling akhir di kalangan NU yang menarik dukungannya

terhadap Sukarno.

Dipenghujungnya usianya, beliau tetap menempati posisi sebagai Ra’is Am,

meskipun pada muktamar Kiai Wahab kalah dalam pemilihan. Sebagai rasa

hormatnya terhadap Kiai Wahab, KH. Bisri Syansuri sebagai Ra’is Am tidak bersedia

menerima jabatan.

Namun sejak kondisinya melemah dan sering sakit-sakitan, dominasi Kiai

Wahab berangsur-angsur menurun sejak tahun 1960-an hingga wafat. Tetapi jabatan

Ra’is Am tetap dipegang hingga beliau wafat.

Page 86: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

PROFIL SINGKAT PENULIS

Iis Supriyatna, adalah nama yang diberikan oleh kedua orang

tuanya Wardi Suparman dan Kasirah, di sebuah desa terpencil di

Lampung Selatan, pada 27 September 1979 silam. Pemuda

blasteran Sunda-Jawa ini, memulai karir pendidikannya di MI al-

Wathoniyah 17 Jakarta Timur (lulus tahun 1985-1991). Lalu di

MTs al-Wathoniyah 17 Jakarta Timur (lulus tahun 1991-1994). Kemudian

melanjutkan pendidikannya di MAN Tambak Beras Jombang sembari nyantri di

Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambak Beras Jombang (lulus tahun 1994-1997).

Kemudian ia mencoba beralih ke dunia kerja selama dua tahun. Namun,

karena keinginannya yang besar untuk menuntut ilmu, akhirnya ia bosan, dan

kemudian kembali ke dunia pendidikan dengan menempuh studi di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1999.

Semasa perkuliahan, sempat aktif di beberapa organisasi, diantaranya: Forum

Kajian Koridor~195 sebagai Koordinator Kajian Sosial Politik (2000-2001),

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai Koordinator Departemen

Pengkaderan & Pengembangan Organisasi PMII KOMFUSPERTUM Cabang Ciputat

(2001-2002); Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LP2M)

PMII Cabang Ciputat (2001-2002); Sekretaris Bidang II PMII Cabang Ciputat (2002-

2003), Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Alumni Bahrul ‘Ulum (HIMABI)

Jakarta (2001-2002), Ketua Lembaga Pers dan Penerbitan Persatuan Mahasiswa

Page 87: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Lampung (PERMALA) Jakarta (2001-2003), Sekretaris Menteri Hubungan Antar

Perguruan Tinggi (HAPT) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta (2002-2003).

Liku-liku perjalanan hidupnya yang pahit dan getir tidak menyurutkan

semangatnya untuk mempersembahkan yang terbaik bagi kedua orang tua yang

sangat dicintainya itu. Dengan menempuh studi yang cukup panjang dan melelahkan,

pemuda yang memiliki motto “Hidup adalah Perjuangan” ini, akhirnya dapat

mempersembahkan gelar sarjana sebagai hadiah bagi kedua orang tua pada tanggal 25

Maret 2006.

Page 88: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

DAFTAR PUSTAKA Abdul, Halim, KH. Sejarah Perjuangan Kyai Abdul Wahab Chasbullah. Bandung:

Penerbit Baru, 1970. Abdulgani, Roeslan, Dr. H. Indonesia Menatap Masa Depan. Jakarta: Pustaka

Merdeka, 1987. Abdullah, Taufik. Islam dan Politik di Indonesia; Sebuah Tinjauan dari Pengalaman

Historis. Jakarta: Proyek Studi Politik Dalam Negeri, LIPI, 1982. Abdussani, Humaidi dan Fakla A.S., Ridwan, ed. Biografi 5 Rais ‘Am Nahdlatul

Ulama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Ltn-NU, 1995. Aboebakar (Atjeh), H., ed. Sedjarah Hidup K.H. A. Wahid Hasyim dan Karangan

Tersiar. Jakarta: Panitia Buku Peringatan Alm. K.H.A. Wahid Hajim, 1957. Alfian. Sekitar Lahirnya Nahdlatul Ulama (NU). Jakarta: Leknas LIPI, 1979. Amin, M. Masyhur. NU dan Ijtihad Politik Kenegaraannya. Yogyakarta: al-Amin

Press, 1996. Anam, Choirul. Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama. Surabaya:

Jatayu Sala, 1984. Aziz, Abdul Ghafar, Dr. Islam Politik; Pro dan Kontra. Jakarta: Pustaka Firdaus,

1993. Dhofier, Zamaksyari. Tradisi Pesantren; Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai.

Jakarta: LP3ES, 1982. Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik

Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1998. Fatah, Eep Saefulloh. Zaman Kesempatan; Agenda-Agenda Besar Demokratisasi

Pasca Orde Baru. Bandung: Mizan, 2000. Fealy, Greg dan Barton, Greg, ed. Tradionalisme Radikal Persinggahan Nahdlatul

Ulama-Negara. Yogyakarta: LKiS, 1999.

Page 89: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

-------. Ijtihad Politik Ulama; Sejarah NU 1952-1967. Yogyakarta: LKiS, 2003. Feilard, Andree. NU vis-à-vis Negara; Pencarian Isi,Bentuk dan Makna. Yogyakarta:

LKiS, 1999. Ghozali, Abdur Rohim, ed. Dua yang Satu; Muhammadiyah dalam Sorotan

Cendekiawan NU. Bandung: Mizan, 2000. Haidar, M. Ali. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia; Pendekatan Fiqh dalam

Politik. Jakarta: Gramedia, 1996. Hanafie, Haniah. Dinamika Kekuatan Politik Islam di Indonesia. Jakarta: FISIP

Universitas Muhammadiyah Jakarta, 1999. Karim, A. Gaffar. Metamorfosis NU dan Politisasi Islam di Indonesia. Yogyakarta:

LKiS, 1995. Leirissa, R.Z. Terwujud Suatu Gagasan Sejarah Indonesia 1900-1950. Jakarta:

Akdemika Pressindo, 1985. Ma’arif, Syafi’i, Dr. Islam dan Politik di Indonesia. Jakarta: IAIN Sunan Kalijaga

Press, 1988. Ma’shum, Saifullah, ed. Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU.

Bandung, Mizan, 1998. -------. KH. Abdul Wahab Chasbullah; Perintis, Pendiri dan Penggerak NU. Jakarta:

Panitia Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah, 1999.

Maksum, ed. Mencari Pemimpin Umat; Polemik tentang Kepemimpinan Islam di

Tengah Pluralitas Masyarakat. Bandung: Mizan, 1999. Marijan, Kacung. Quo Vadis NU Setelah Kembali ke Khittah 1926. Jakarta: Penerbit

Erlangga, 1992. Nasution, Harun. Islam di Tinjau dari Berbagai Aspek. Jakarta: UI Press, 1986. Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1980. -------. Muhammad Hatta, Biografi Politik. Jakarta: LP3ES, 1990.

Page 90: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

-------. Partai Islam Dipentas Nasional 1945-1965. Jakarta: Pustakan Utama Grafiti, 1987.

Notosoetardjo, H.A. Sejarah Ringkas NU. Jakarta: Panitia Harlah 40 Tahun NU,

1966. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Susanto, Nugroho Noto. Sejarah Nasional

Indonesia V. Jakarta: Depdikbud dan Balai Pustaka, 1990. Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity

Press, 1981. Ridwan, M.Ag. Paradigma Politik NU; Relasi Sunni-NU dalam Pemikiran Politik.

Yogyakarta: STAINU Purwokerto dan Pustaka Pelajar, 2004. Sanjoto, Prandrajta Dirdjo. Memelihara Umat; Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa.

Yogyakarta: LKiS, 1999. Shihab, Alwi. Membendung Arus; Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap

penetrasi Misi Kristen di Indonesia. Bandung: Mizan, 1998. Siddiq, Ahmad. Khittah Nadliyah. Surabaya: Balai Buku, 1979. Sitompul, Einar Martahan. NU dan Pancasila; Sejarah dan Peran NU dalam

Perjuangan Umat Islam di Indonesia dalam Rangka Penerimaan Pancasila Sebagai Satu-satunya Asas. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989.

Suryanegara, Ahmad Mansur. “Gerak Langkah Jam’iyah dan Partai Politik Nahdlatul

Ulama.” Panji Masyarakat, No. 336, 1981. -------. Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung:

Mizan, 1981. Syafruddin, Didin, ed. Mentri-Mentri Agama RI; Biografi Sosial Politik. Jakarta:

Balitbang Depag RI dan PPIM IAIN Jakarta, 1998. Syamsudin, Din. Islam dan Politik Era Orde Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

2001. Wahid, Abdurrahman. Membangun Demokrasi. Bandung: Rosdakarya, 1999. -------. Kiai Nyentrik Membela Pemerintah. Yogyakarta, LKiS, 1997.

Page 91: PERGULATAN POLITIK KH. ABDUL WAHAB … fileyang tidak dapat dilukiskan dengan rangkaian kata-kata. Kasih sayang, ketabahan dan ... sebagai jalan untuk menatap masa depan yang lebih

Yusuf, Slamet Efendy. Dinamika Kaum Santri; menelusuri Jejak dan Pergolakan Internal NU. Jakarta: CV. Rajawali, 1983.

Zuhri, Saifuddin. Agama Unsur Mutlak dalam Nation Building. Jakarta: Lembaga

Penggali dan Penjebar “Api Islam”, 1965. -------. Berangkat dari Pesantren. Jakarta: Gunung Agung, 1987. -------. Guruku Orang-Orang dari Pesantren. Yogyakarta: LKiS, 2001. -------. KH. Abdul Wahab Hasbullah; Bapak dan Pendiri Nahdlatul Ulama. Jakarta:

Yamunu, 1972. -------. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:

Yamunu, 1972.