PERFORMANCE BOND DALAM PROYEK KONSTRUKSI · di Indonesia yang difokuskan kepada aspek hukum dalam...
Transcript of PERFORMANCE BOND DALAM PROYEK KONSTRUKSI · di Indonesia yang difokuskan kepada aspek hukum dalam...
i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANPRESTASI KLAIM
PERFORMANCE BOND DALAM PROYEK KONSTRUKSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
JUWITA DANINGTYAS
NIM : 1112048000006
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437H/2016M
v
ABSTRAK
Juwita Daningtyas. NIM 1112048000006. PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP WANPRESTASI KLAIM PERFORMANCE BOND DALAM
PROYEK KONSTRUKSI. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum
Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016 M. Isi: x + 70 halaman + 36 halaman lampiran.
Skripsi ini membahas tentang masalah wanprestasi terhadap klaim performance
bond, dimana titik utama permasalahan terletak pada pihak surety company yang
tidak mencairkan klaim dari pihak obligee sehingga obligee menggugat surety
company dengan gugatan wanprestasi. Selain pembahasan contoh kasus dalam
perkara wanprestasi klaim performance bond, skripsi ini juga menjelaskan
mengenai performance bond dalam surety bond, serta penjelasan mengenai
wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian performance bond.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi kepustakaan
(library research) yang bersifat yuridis normatif yakni mengacu pada norma-
norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literature hukum,
pendapat ahli hukum, serta karya ilmiah di bidang hukum.
Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
surety company merupakan pelanggaran dan juga dapat digugat sebagai tindakan
wanpretasi, karena kewajiban pembayaran klaim performance bond harus
dilaksanakan oleh surety company berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dan juga Peraturan
Menteri Keuanga No. 124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha
Asuransi Kredit dan Suretyship, selain itu kewajiban pembayaran klaim
performance bond didasarkan pada sifat unconditional yang dimiliki oleh
perjanjian tersebut, yaitu pencairan klaim dilakukan tanpa syarat tertentu.
Kata Kunci : Jaminan, Performance Bond, Surety Bond, Wanprestasi,
Klaim.
Pembimbing : 1. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM.
2. Dewi Sukarti, MA.
Daftar pustaka : Tahun 1979 s.d. Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT
karena atas berkat nikmat dan kesempatanNya, penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan berbagai jalan yang yang diberikan olehNya. Shalawat serta
salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberi
syafaat kepada umatnya dari setiap lafadz shalawat yang terucap.
Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari
dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa
syukur penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum beserta
jajaran dan staf Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Drs. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH.,
dan Sekretaris Program Studi Drs. Abu Tamrin, SH., M.Hum, serta Dr.
Djawahir Hejazziey selaku Dosen Pembimbing Akademik
3. Dra. Hafni Muchtar, SH., MH., MM. dan Dewi Sukarti, MA., selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya
untuk memberikan saran-saran yang hebat, arahan dalam menulis, dan selalu
membimbing penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
vii
4. Staf Perpustakaan Universitas Islam Negeri Jakarta, Fakultas Syariah dan
Hukum, dan Universitas Indonesia untuk sumber referensi dalam penulisan
skripsi ini.
5. Papa dan Mama, Darun dan Yuni Supriati, orang tua hebat yang telah
memberikan segalanya untuk penulis. Terima kasih, semoga ini menjadi salah
satu hadiah yang dapat membahagiakan Mama dan Papa. Tak lupa untuk
Mbah tersayang Sri Suharti yang selalu memberikan kasih sayangnya.
6. Iwan Dani Sugiharto, Feni Arista Daniati, Ardi Darmawan, dan Sonia Garda,
kakak-kakak penulis yang selama ini selalu memberikan dukungan, semangat,
bantuan dan kasih sayang untuk penulis.
7. Tiara Agustavia, Sahar Afra Fauziyyah, Tiffany Ratna Suri, sahabat-sahabat
super yang selalu mendukung dan memberikan semangat di titik terendah
dalam kehidupan penulis. Terima kasih atas bantuan, saran, kenangan indah,
dan segalanya. Semoga persahabatan kita selalu utuh. Amelia Indah Sari,
sahabat SMA yang selalu menjadi tempat yang tepat untuk menuangkan
segala cerita dan perasaan penulis. Yuri Nadia, sahabat SMP sampai sekarang
yang membantu penulis dalam mencari referensi untuk skripsi, terima kasih
atas bantuan dan waktunya.
8. Kawan-kawan Ilmu Hukum Angakatan 2012, serta semua pihak yang
memberikan dukungan semangat, saran serta bantuannya dalam proses
penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan maaf kepada para pembaca
apabila dalam membaca skripsi ini dirasakan ada kekurangan. Penulis berharap
viii
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan juga semua
pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 21 September 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Judul Skripsi………………………………………………………………….……i
Lembar Persetujuan Pembimbing….……………………………………………...ii
Lembar Pengesahan……………………….……………………………………...iii
Lembar Pernyataan………………………………..………………………………iv
Abstrak………………………………………….…………………………………v
Kata Pengantar…………………………………….……………………………...vi
Daftar Isi………………………………………………..…………………………ix
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….…………………...1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………….……1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………………...6
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………………...6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………..7
E. Kerangka Konseptual………………………………………………….8
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu………………………………...11
G. Metode Penelitian………………………………………………….…12
H. Sistematika Penulisan……………………………………………...…16
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN DAN SURETY
BOND………………………………………………………………………………………17
A. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Jaminan………………………...17
1. Pengertian Jaminan………………………………………………17
2. Jenis-Jenis Jaminan………………………………………………18
3. Penanggungan Utang (Borgtocht)………………………………..21
B. Tinjauan Umum Mengenai Surety Bond……………………………...…24
1. Pengertian Surety Bond……………………………………………..25
2. Sejarah dan Dasar Hukum Surety Bond……………………………..27
3. Sifat-Sifat Surety Bond………………………………………………...29
4. Jenis-Jenis Surety Bond………………………………………………..31
BAB III POLA WANPRESTASI DALAM PERFORMANCE BOND…………...35
A. Performance Bond dalam Surety Bond di Indonesia………………...35
1. Pengertian Performance Bond………………………………………..36
2. Hubungan Hukum Antara Para Pihak……………………………36
3. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Performance Bond……………..38
4. Berakhirnya Performance Bond…………………………………...…40
B. Pola Wanprestasi dalam Performance Bond…………………………….41
BAB IV WANPRESTASI TERHADAP KLAIM PERFORMANCE BOND
DALAM BENTUK SURETY BOND DI
INDONESIA………………………………………………………………………….…..46
A. Wanprestasi Terhadap Klaim Performance Bond…………………....46
B. Perlindungan Hukum Bagi Pihak yang Dirugikan…………………...48
1. Perlindungan Hukum Berdasarkan Peraturan
x
Perundang-Undangan…………………………………………….48
2. Perlindungan Hukum Berdasarkan Perjanjian Performance
Bond……………………………………………………………………...53
BAB V PENUTUP……………………………………………………………….64
A. Kesimpulan…………………………………………………………...64
B. Saran……………………………………………………………….…65
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………67
LAMPIRAN……………………………………………………………………...70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia terus berkembang seiring meningkatnya
perekonomian Indonesia. Pembangunan pun sudah beraneka ragam, dari
pembangunan skala kecil hingga skala besar.
Demikian pula dengan dunia konstruksi, seiring perkembangan
pembangunan, dunia konstruksi berkembang cepat dan selalu berubah bentuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang sesuai dengan tingkat kompleksitas
sasaran, tingkat pengamanan mencapai sasaran waktu dan kualitas, dan tingkat
efektifitas dalam konteks komersil, ekonomis, dan cost effectiveness.1
Dengan banyaknya pembangunan yang ada, baik dalam skala kecil dan
besar. Begitu juga dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam suatu proyek
konstruksi memerlukan adanya pengaturan baik dari segi yuridis dan juga
pengaturan secara teknisnya.
Peraturan-peraturan tersebut dapat digolongkan dalam dua bagian.
Bagian pertama mengenai peraturan-peraturan yang bersifat hukum publik
yang bertalian dengan prosedur pelelangan (aanvestedingsprosedure), yaitu
ketentuan-ketentuan yang berlaku sebelum terjadinya kontrak
(precontractuele fase). Ketentuan-ketentuan ini di Indonesia ditetapkan oleh
pemerintah dan berlaku bagi perjanjian pemborongan pekerjaan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah maupun swasta yang terjadi melalui
1 Hamid Shahab, Aspek Hukum dalam Sengketa Bidang Konstruksi, (Jakarta: Djambatan,
1996), h. 1.
2
pelelangan. Bagian yang kedua dari peraturan tersebut menyangkut peraturan-
peraturan yang bersifat keperdataan.2
Sebuah proyek pembangunan yang membutuhkan dana besar pasti
diikuti pula dengan resiko yang besar pula. Pemilik proyek tidak akan
menginvestasikan dananya untuk melakukan proyek pembangunan jika
merasa kontraktor tersebut tidak dapat melakukan kewajibannya dengan baik.
Hal inilah yang menimbulkan suatu kebutuhan bagi pemilik proyek untuk
mendapatkan suatu bentuk jaminan bagi dirinya agar ia mendapatkan
kepercayaan untuk memberikan kesempatan bagi kontraktor untuk
melaksanakan kegiatan konstruksi.
Bentuk jaminan yang diperlukan dalam kegiatan pekerjaan konstruksi
berupa bank garansi dan surety bond. Bank garansi adalah jaminan yang
diberikan oleh bank, maksudnya bank menyatakan suatu pengakuan tertulis
yang isinya menyetujui mengikat diri kepada penerima jaminan dalam jangka
waktu dan syarat-syarat tertentu, apabila dikemudian hari ternyata terjamin
tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan.3 Surety bond mulai
diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1980 dengan dikeluarkannya
Keputusan Presiden No. 14A/80/1980 Tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan
Bantuan Luar Negeri pada tanggal 18 April 1980. Surety bond itu sendiri
memiliki arti sebagai suatu bentuk perjanjian antara dua pihak yaitu antara
2 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan
Bangunan, cet 1, (Yogyakarta: Liberty, 1982), h. 3. 3 Thomas Suyatno, et al, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1993), h. 59.
3
pemberi jaminan (surety) yaitu perusahaan asuransi yang memberikan jaminan
untuk pihak kontraktor atau pelaksana proyek (principal) untuk kepentingan
pemilik proyek (obligee). Bahwa apabila pihak yang dijamin yaitu principal
yang oleh suatu sebab lalai atau gagal melaksanakan kewajibannya dalam
menyelesaikan pekerjaan yang diperjanjikan kepada obligee, maka pihak
surety sebagai penjamin akan menggantikan kedudukan hukum pihak
principal untuk membayar ganti rugi kepada obligee maksimum sampai
jumlah yang diberikan surety.4
Surety bond dan bank garansi memiliki karakteristik yang berbeda.
Pada bank garansi, principal harus memberikan agunan senilai 100% dari nilai
bank garansi yang dikeluarkan oleh bank. Sedangkan dalam surety bond pihak
asuransi tidak selalu mengharuskan pihak yang mengajukan permohonan
jaminan untuk memberikan agunan (collateral), jika perusahaan asuransi
berpendapat bahwa proyek yang dijalankan prospektif serta principal yang
mengajukan permohonan dianggap mempunyai modal, kemampuan dan
kapasitas untuk melaksanakan proyek tersebut. Dengan adanya dua alternatif
pilihan jaminan dalam proyek konstruksi. Perusahan kontraktor yang belum
memiliki modal besar pun dapat ikut serta dalam memajukan pembangunan di
sektor pemerintahan ataupun swasta. Sehingga menciptakan iklim persaingan
usaha yang sehat di dunia bisnis konstruksi.
Dalam dunia bisnis, tidak mungkin tidak ditemukan permasalahan.
Maka dari itu hukum hadir sebagai suatu bentuk penyelesaian konflik.
4 J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, Surety Bond Sebagai Alternatif Dari Bank
Garansi, (Jakarta: CV. Dharmaputera, 2003), h. 11.
4
Performance bond sebagai suatu bentuk perjanjian/kontrak, masalah yang
muncul umumnya berawal dari principal yang melakukan wanprestasi,
sehingga menimbulkan kewajiban bagi pihak surety untuk membayarkan
klaim sesuai dengan perjanjian. Sebagai salah satu contoh riil yaitu kasus
antara PT. Indominco Mandiri melawan PT. Asuransi Andika Raharja Putera
dan PT. Trans Tek Engineering-Shandong Machinery & Equipment, penulis
menemukan hal-hal yang menarik untuk ditinjau lebih dalam.
Pada awalnya terjadi kontrak bisnis proyek pembangunan antara PT.
Indomnico Mandiri dan PT. Trans Tek Engineering-Shandong Machinery &
Equipment, PT. Indomnico Mandiri selaku bouwheer (pemilik proyek)
mensyaratkan performance bond sebagai jaminan dalam pelaksanaan proyek.
Proyek berjalan normal sampai pada akhir masa kontrak kontraktor yaitu PT.
Trans Tek Engineering-Shandong Machinery & Equipment tidak dapat
menyelesaikan kewajibannya, yang mana hal ini menimbulkan kewajiban bagi
pihak surety yaitu PT. Asuransi Andika Raharja Putera untuk mengganti
kerugian sesuai apa yang diperjanjikan dalam perjanjian performance bond
kepada PT. Indomnico Mandiri.
Lalu permasalahan utama yang juga menjadi pokok pembahasan dalam
skripsi ini adalah PT. Indominco Mandiri menuntut tergugat, yaitu PT.
Asuransi Andika Raharja Putera untuk membayar ganti rugi atas tindakan
wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Asuransi Andika Raharja Putera karena
tergugat tidak kunjung mencairkan performance bond atas proyek yang gagal
dilaksanakan oleh turut tergugat, yaitu PT. Trans Tek Engineering-Shandong
5
Machinery & Equipment. Akan tetapi, PT. Asuransi Andika Raharja Putera
merasa gugatan tersebut tidak tepat karena seharusnya yang menjadi tergugat
adalah PT. Trans Tek Engineering-Shandong Machinery & Equipment. Dalam
kasus ini seolah-olah Perusahaan Surety ingin melepaskan tanggung jawab
untuk melunasi kewajibannya dan meletakkan tanggung jawab kepada
Kontraktor, yang mana seharusnya sebagai pihak surety perusahaan asuransi
harus menanggung tanggung jawab dengan membayarkan kerugian sejumlah
besarnya jaminan performance bond, karena esensi dari adanya jaminan
pelaksanaan (performance bond) adalah adanya jaminan pertanggungan oleh
pihak surety yang mana disini adalah PT Asuransi Andika Raharja Putera
bilamana terjadi wanprestasi dari pihak principal.
Dengan adanya permasalahan itu maka penulis mengangkat penelitian
yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Wanprestasi Klaim
Performance Bond dalam Proyek Konstruksi”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi masalah
dari penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pengaturan mengenai surety bond di Indonesia khususnya
mengenai performance bond?
b. Bagaimanakah aspek hukum dalam perjanjian performance bond dalam
bidang konstruksi?
c. Apa hubungan hukum antara para pihak dalam performance bond?
6
d. Manfaat apa yang didapatkan oleh para pihak dengan adanya performance
bond?
e. Apa saja perbedaan antara performance bond dalam bank garansi dan
surety bond?
f. Masalah apa yang sering timbul dalam perjanjian performance bond?
g. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak jika terjadi wanprestasi
dalam perjanjian performance bond dalam proyek konstruksi?
h. Pengadilan mana yang berwenang untuk memutuskan perkara menyangkut
perkara performance bond?
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sesuai latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka skripsi ini hanya membahas tentang hukum jaminan dan pengaturan
tentang surety bond khususnya performance bond dalam bidang konstruksi
di Indonesia yang difokuskan kepada aspek hukum dalam perjanjian
performance bond dan perlindungan hukum bagi para pihak jika terjadi
wanprestasi dalam perjanjian performance bond.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pola wanprestasi dalam performance bond?
b. Bagaimana perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan atas
wanprestasi terhadap klaim pencairan performance Bond?
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan penelitian secara umum dan tujuan penelitian secara khusus.
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui perjanjian
jaminan performance bond dalam bidang proyek konstruksi di Indonesia.
Sedangkan tujuan penelitian khusus adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pola-pola wanprestasi dalam performance bond.
b. Mengetahui perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan atas
wanprestasi terhadap klaim pencairan performance bond
2. Manfaat Penelitian
Tiap Penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan
masalah yang diteliti. Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi
yang saling berkaitan yakni dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan
adanya penelitian ini penulis sangat berharap akan dapat memberikan
manfaat:
a. Manfaat Akademis
1) Untuk memperkaya referensi dalam penelitian mengenai
performance bond dalam surety bond di Indonesia.
2) Untuk mengetahui secara mendalam mengenai jaminan
performance bond di Indonesia dalam bidang konstruksi.
3) Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat
digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya.
8
b. Manfaat Praktis
1) Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada
umumnya dan pada khususnya tentang perjanjian performance
bond di Indonesia.
2) Memberikan masukan dan informasi bagi pelaku usaha konstruksi,
perusahaan asuransi, dan juga pemilik proyek konstruksi tentang
jaminan dalam proyek konstruksi.
E. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep
khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah
yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.5 Dengan demikian
kerangka konseptual merupakan pedoman agar tidak terjadi perbedaan dalam
mengartikan kata-kata dalam skripsi ini. Berikut adalah uraian definisi:
1. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal.6
2. Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.7
3. Jaminan adalah suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan
atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam
suatu perikatan.8
5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h.132.
6 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005), h. 1.
7 Subekti, Hukum, h. 1.
9
4. Surety bond adalah suatu perjanjian dua pihak yaitu antara surety dan
principal, dimana pihak pertama (surety) memberikan jaminan untuk
pihak kedua (principal) bagi kepentingan pihak ketiga (obligee) bahwa
apabila principal oleh sebab sesuatu hal lalai atau gagal melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan dengan obligee, maka
surety akan bertanggung jawab terhadap obligee untuk menyelesaikan
kewajiban-kewajiban principal tersebut.9
5. Performance bond atau Jaminan Pelaksanaan adalah bentuk penangungan
yang diberikan oleh Bank atau perusahaan asuransi untuk menanggung
pelaksanaan pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemborong
(Kontraktor/obligee).
6. Principal yaitu pihak yang berkewajiban memberikan prestasi serta
merupakan pihak yang dijamin dengan jaminan surety bond, yang mana
adalah rekanan/kontraktor/penyalur/supplier barang/dsb.
7. Obligee yaitu pihak yang berhak atas prestasi serta merupakan pihak
dilindungi dengan jaminan surety bond terhadap suatu kerugian, yang
mana adalah instansi pemberi pekerjaan/pemilik proyek/owner/bouwheer.
8. Surety yaitu pihak yang memberikan jaminan dalam bentuk surety bond,
yang mana adalah perusahaan asuransi.
8 Marium Darus Badrulzaman, Permasalah Hukum Hak Jaminan, Hukum Bisnis
(Volume 11, 2000), h. 12. 9 Dody Dalimunthe, Surety Bond, (Jakarta: Jakarta Insurance Institue, 2009), h. 1.
10
9. Wanprestasi adalah tidak terlaksananya perjanjian karena kelalaian salah
satu pihak.10
10. Perlindungan Hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap
subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif
maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi
hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.11
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Pada penulisan skripsi ini, penulis banyak menggunakan sumber
kepustakaan yang berkaitan dengan skripsi penulis. Dari kajian dibawah ini
lah, penulisan mendapatkan berbagai informasi baru dan juga dapat
mengamati pemikiran para penulisnya. Kajian tersebut ialah:
1. Tesis yang berjudul Surety Bond Sebagai Alternatif Jaminan dalam
Pembangunan Infrastruktur di Indonesia karya Uyung Adhitia, mahasiswa
Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Studi Hukum Ekonomi
pada tahun 2011. Dalam tesisnya, Uyung Adhitia memfokuskan
pembahasan pada perbandingan surety bond dan bank garansi,
menjelaskan mengenai infrasturuktur termasuk di dalamnya terdiri dari
aspek hukum dan arah kebijakan pembangunan, pembiayaan
pembangunan dan juga kendala dalam pembangunan infrastruktur.
10
R. Djokomartono, dkk, Hukum Kontrak Konstruksi dan Non Konstruksi, (Jakarta:
Kerukunan Pensiunan Departemen Keuangan Pusat, 2007), h. 52. 11
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manuasia, Pengkajian Hukum Tentang
Perlindungan Hukum Bagi Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beragama, (Jakarta: BPHN, 2011),
h. 44-45.
11
Sehingga karyanya berbeda dengan skripsi ini dari segi materi yang
dianalisis karena penulis memfokuskan wanprestasi terhadap klaim
performance bond, sedangkan tesis Uyung Adhitia memfokuskan analisis
surety bond sebagai alternatif jaminan dalam pembangunan infrastruktur.
2. Tesis yang berjudul Tinjauan Hukum Tentang Surety Bond Sebagai
Jaminan dalam Perjanjian Pemborongan karya Helsi Yasin, mahasiswa
Universitas Hukum Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan pada
tahun 2002. Dalam tesisnya Helsi Yasin memfokuskan pembahasan
mengenai perjanjian pemborongan, penjaminan, bank garansi serta surety
bond. Disamping itu Helsi Yasin juga membahas tentang praktek
pelaksanaan surety bond pada PT Jasaraharja Putera. Perbedaan dengan
skripsi penulis terletak pada materi analisis, Helsi Yasin memfokuskan
pembahasan tentang praktek pelaksanaan surety bond pada PT Jasaraharja
Putera sedangkan penulis memfokuskan analisis mengenai permasalahan
yang terjadi dalam performance bond serta perlindungan hukum dalam
wanprestasi yang dilakukan surety company terhadap pihak obligee.
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif (law in book).
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan mengacu
pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan
12
keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau
juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.12
2. Pendekatan Masalah
Berhubungan tipe penelitian tersebut menggunakan penelitian
yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statutory approach), pendekatan kasus (case
approach), dan pendekatan konsep (conseptual aproach).
Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengkaji semua
peraturan yang berkaitan dengan performance bond dalam surety bond
serta perlindungan hukum dalam kasus wanprestasi atas pencairan klaim
performance bond.
Pendekatan kasus digunakan sebagai referensi saat menganalisis
masalah wanprestasi atas pencairan klaim performance bond yang telah
diputuskan oleh hakim untuk memahami konsep wanprestasi dalam
performance bond, sehingga tidak menimbulkan kesalahan dan penulis
juga mempunyai dasar yang kuat dalam mengutarakan pendapat.
Pendekatan konsep digunakan penulis sebagai dasar teori yang
mendasari pendapat-pendapat penulis dalam skripsi ini. Agar apa yang
dijelaskan dalam pembahasan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
3. Sumber Data
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di
dalam Penelitian Hukum, (Jakarta:Pusat Dokumen Universitas Indonesia, 1979), h.18
13
Untuk menyelesaikan isu mengenai masalah hukum dan sekaligus
memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, peneliti
memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum, baik
bahan hukum primer maupun sekunder.13
a. Bahan Primer
Bahan primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas.14
Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan suatu peraturan
perundang-undangan, putusan hakim. Dalam skripsi ini bahan hukum
primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan jaminan yang membahas tentang surety bond dan usaha
perasuransian. Berikut peraturan perundang-undangan yang terkait:
a) Putusan Nomor 3053k/Pdt/2011.
b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313-1456, 1820-
1850.
c) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
d) Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian.
e) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang
Penyelengaraan Usaha Perasuransian.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), h.141. 14
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.47.
14
f) Peraturan Menteri Keuangan No. 124/PMK.010/2008 tentang
Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship yang
merupakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan sebelumnya yaitu
Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.6/2003 tentang
Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
b. Bahan sekunder
Bahan sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa, memahami,
dan menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum yang paling
banyak digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku hukum,
skripsi, tesis, jurnal hukum, serta artikel-artikel internet.
c. Bahan tersier
Bahan tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan atau bahan hukum primer dan sekunder, misalnya
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan Black’s Law Dictionary.
4. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan
data secara library research (studi kepustakaan) dalam hal ini penulis
menggunakan Putusan Mahkamah Agung yang diunduh (download)
lewat web online Mahkamah Agung serta buku-buku yang berkaitan
dengan Performance Bond dalam Surety Bond.
b. Pengolahan dan Analisa Data
15
Dari bahan yang telah terkumpul tersebut baik bahan primer,
bahan sekunder, maupun bahan tersier diklasifikasikan sesuai dengan
masalah yang dibahas. Setelah itu dengan menggunakan metode
analisis data bahan tersebut diuraikan dan dianalisa sehingga dapat
membantu dalam menjawab rumusan masalah dan sebagai dasar teori
dalam analisa kasus pada skripsi ini.
5. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum” yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
H. Sistematika Penulisan
Untuk menjaga kesistematisan dalam skripsi ini, maka penulis
membagi skripsi ini kedalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
BAB I Berisikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, kerangka konseptual, studi terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan umum mengenai hukum jaminan dan surety bond.
pada sub bab tinjauan umum mengenai hukum jaminan akan dijabarkan
mengenai pengertian jaminan, jenis jaminan, dan penanggungan utang
(borgtocht). Pada sub bab tinjauan umum mengenai surety bond akan
16
dijabarkan mengenai pengertian surety bond, sejarah dan dasar hukum surety
bond, sifat-sifat surety bond, serta jenis-jenis surety bond.
BAB III Pola wanprestasi dalam performance bond. dalam bab ini
pembahasan akan dibagi menjadi dua yaitu pertama mengenai performance
bond dalam surety bond di Indonesia yang berisikan mengenai pengertian
performance bond, hubungan hukum antara para pihak, hal-hal yang berkaitan
dengan performance bond, serta berakhirnya performance bond. Sub bab
kedua akan menjelaskan mengenai pola wanprestasi dalam performance bond.
BAB IV Bab ini membahas mengenai wanprestasi terhadap klaim
performance bond dalam bentuk surety bond di Indonesia. Sub bab akan
dibagi menjadi dua yaitu penjelasan mengenai wanprestasi terhadap klaim
performance bond dan perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan.
BAB V Penutup dan kesimpulan
17
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN DAN SURETY
BOND
A. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Jaminan
1. Pengertian Jaminan
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling
atau dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan security of law. Hukum
jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan
piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.1 Marium Darius
Badrulzaman memberikan pengertian jaminan sebagai suatu tanggungan
yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur
untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.2
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian jaminan (security)
sebagai:
The term is usualy applied to an obligation, pledge, mortgage,
deposit, lien, etc. Given by a debtor in order to make sure the
payment or performance of his debt, by furnishing the creditor with
a resource to be used in case of failure in the principal obligation.
The name is also sometimes given to one who becomes surety or
guarantor for another.3
1 J. Satrio, Hukum Jaminan. Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1991), h. 3. 2 Marium Darus Badrulzaman, Permasalah Hukum Hak Jaminan, Hukum Bisnis
(Volume 11, 2000), h. 12. 3 Bryan A.Garner, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, (USA: West Publishing Co,
2004), h.1314-1315.
18
2. Jenis-Jenis Jaminan
Menurut sifatnya jaminan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
jaminan umum dan khusus. Jaminan umum merupakan jaminan yang
diberikan bagi kepentingan semua kreditor dan menyangkut semua harta
debitor sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1131 KUH Perdata.4
Jaminan umum adalah jaminan dari pihak debitor yang terjadi by
the operation of law dan merupakan mandatory rule: setiap barang
bergerak ataupun tidak bergerak milik debitur menjadi tanggungan
utangnya kepada kreditur. Dengan demikian, apabila seorang debitur
dalam keadaan wanprestasi, maka lewat kewajiban jaminan umum ini
kreditur dapat minta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta
debitur, kecuali jika atas harta tersebut ada hak-hak lain yang bersifat
preferensial.5
Jaminan khusus timbul karena adanya perjanjian yang khusus
diadakan antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang
bersifat kebendaan ataupun jaminan yang bersifat perorangan.6
a. Jaminan Kebendaan
Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu adanya benda tertentu
yang dipakai sebagai jaminan. Jaminan kebendaan selalu mengikuti
4 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2003), h. 11. 5 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 8.
6 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta, 2001), h. 46.
19
bendanya, kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan, serta
dapat dialihkan kepada dan dapat dipertahankan terhadap siapapun.7
Jaminan kebendaan dilakukan dengan atau tanpa penyerahan
kekuasaan dan hak menikmati hasil dari barang objek jaminan
tersebut, yang umumnya memberikan hak untuk dibayarkan utang
terlebih dahulu kepada kreditur dengan beberapa pengecualian, di
mana pembayaran utangnya diambil dari hasil penjualan barang-
barang jaminan utang tersebut. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
1131 KUH Perdata, semua benda milik kreditur yang mana bergerak
atau tidak bergerak, sudah ada atapun akan ada menjadi tanggungan
atas utang yang dibuatnya. Jaminan kebendaan yang berlaku saat ini,
antara lain hipotek, hak tanggungan, gadai, gadai tanah, fidusia. 8
b. Jaminan Perorangan
Jaminan yang bersifat perorangan merupakan jaminan yang
menimbulkan hubungan hukum antara kreditur langsung dengan orang
yang menjamin, dalam arti bahwa kreditur mempunyai hak menuntut
pemenuhan piutangnya selain kepada debitur utama juga kepada
penjamin jika debitur utama tidak memenuhi kewajibannya.9 Jaminan
yang bersifat perorangan yaitu adanya orang tertentu yang sanggup
7 Munir Fuady, Hukum, h. 10.
8 Munir Fuadi, Hukum, h. 10.
9 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum Dagang: Bentuk Jaminan (Surety-Bond,
Fidelity-Bond) dan Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance), (Yogyakarta: Liberty Offset
Yogyakarta, 1986) h. 2.
20
membayar atau memenuhi prestasi jika debitur wanprestasi.10
Jaminan
perorangan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1) Garansi pribadi (personal guarantee)
2) Jaminan perusahaan (corporate guarantee)
3) Garansi bank (bank guarantee)
Perbedaan diantara ketiga jenis jaminan peorangan di atas
adalah tentang siapa yang menjadi subjek pemberi garansi. Subjek
pemberi jaminan garansi pribadi adalah orang secara pribadi, garansi
perusahaan dikeluarkan oleh pihak perusahaan yang berbentuk badan
hukum contohnya surety bond yaitu jaminan yang diterbitkan oleh
Perusahaan asuransi atau jaminan perusahaan lainnya11
, sementara
jaminan dalam bank garansi diberikan oleh suatu bank, yang biasanya
tidak dimaksudkan sebagai jaminan kredit tetapi hanya jaminan atas
pembayaran sejumlah uang tertentu (performance guarantee). Dalam
praktiknya, garansi bank kadang-kadang dikenal juga dalam bentuk
standby letter of credit.12
Subekti mengartikan jaminan perorangan sebagai suatu
perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga,
yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia
bahkan dapat diadakan diluar (tanpa) si berhutang tersebut.13
10
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan, h. 80. 11
Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia,
2002), h. 16. 12
Munir Fuady, Hukum, h. 11. 13
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004), h. 217-218.
21
Subekti mengkaji jaminan perorangan dari dimensi kontraktual
antara kreditur dengan pihak ketiga. Selanjutnya ia mengemukakan,
bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan kewajiban
si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai
suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat
disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi
putusan pengadilan.14
3. Penanggungan Utang (Borgtocht)
Pada dasarnya pemenuhan terhadap suatu kewajiban dilakukan
oleh debitur sendiri, akan tetapi dapat pula diberikan atau dijamin untuk
dipenuhi oleh pihak ketiga orang pribadi atau badan hukum. Jaminan yang
dapat diberikan oleh debitur kebanyakan berupa jaminan kebendaan,
sedangkan jaminan yang dapat diberikan oleh pihak ketiga dapat berupa
jaminan perorangan, yaitu borgtocht akan tetapi dapat pula berupa jaminan
kebendaan. Borgtocht atau penanggungan utang dalam praktek di lapangan
lebih dikenal dengan istilah personal guarantee atau corporate
guarantee.15
Berdasarkan Pasal 1820 KUH Perdata, penanggungan adalah suatu
persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan kreditur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya debitur manakala orang
14
Salim HS, Perkembangan, h. 218. 15
Indrawati Soewarso, Aspek, h. 17.
22
ini sendiri tidak memenuhinya. Dari rumusan tersebut dapat diketahui
bahwa suatu penanggungan utang meliputi beberapa unsur, yaitu:16
a. Penanggungan utang adalah suatu bentuk perjanjian, berarti sahnya
penanggungan utang tidak terlepas dari sahnya perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata;
b. Penanggungan utang melibatkan keberadaan suatu utang yang telah
ada. Hal ini berarti tanpa keberadaan utang yang ditanggung tersebut,
maka penanggungan utang tidak pernah ada;
c. Penanggungan utang dibuat semata-mata untuk kepentingan kreditur,
dan bukan untuk kepentingan debitur;
d. Penanggungan utang hanya mewajibkan penanggung memenuhi
kewajibannya kepada kreditur manakala debitur telah terbukti tidak
memenuhi kewajiban atau prestasinya.
Adanya perjanjian penanggungan ini didasari oleh karena si
penanggung mempunyai persamaan kepentingan ekonomi dalam usaha
dari peminjam (ada hubungan kepentingan antara penjamin dan
peminjam).17
Sifat perjanjian penanggungan utang adalah bersifat assesoir
(tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit atau
perjanjian pinjam uang antara debitur dengan kreditur.18
16
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan: Penanggungan Utang
dan Perikatan Tanggung Menanggung, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 13-14. 17
Salim HS, Perkembangan, h. 219. 18
Salim HS, Perkembangan, h. 219.
23
Pada prinsipnya, penanggung utang tidak wajib membayar utang
debitur kepada kreditur, kecuali jika debitur lalai membayar utangnya.
Untuk membayar utang debitur tersebut, maka barang kepunyaan debitur
harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya. Namun
penanggung tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih
dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya, jika:19
a. Ia (penanggung utang) telah melepaskan hak istimewanya untuk
menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual;
b. Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur utama
secara tanggung menanggung; dalam hal itu akibat-akibat perikatannya
diatur menurut asas-asas utang tanggung menanggung;
c. Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya
sendiri secara pribadi;
d. Debitur dalam keadaan pailit;
e. Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim.
Hubungan hukum antara penanggung dengan debitur adalah erat
kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran hutang debitur kepada
kreditur. Untuk itu, pihak penanggung memenuntut kepada kreditur
supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penanggung kepada
kreditur. Disamping itu penanggung utang juga berhak untuk menuntut:
a. Pokok dan bunga;
b. Penggantian biaya, kerugian, dan bunga
19
Salim HS, Perkembangan, h. 220.
24
B. Tinjauan Umum Mengenai Surety Bond
Surety bond merupakan garansi yang diterbitkan perusahaan asuransi
mengandung konsep yang sama dengan penanggungan utang atau garansi
yang diterbitkan oleh bank. Jenis ini mulai dikenal luas di Indonesia sejak
Pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk mempergunakan garansi bank
atau surety bond dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Jadi surety bond merupakan bentuk alternatif yang diterbitkan oleh
perusahaan asuransi kerugian. Disamping garansi bank, produk ini cukup
dikenal dikalangan para kontraktor, semula hanya diterbitkan oleh perusahaan
asuransi tertentu saja yaitu Jasa Raharja, namun saat ini sudah meluas dan
memperkenankan hampir semua perusahaan asuransi kerugian
menyelenggarakan usaha surety bond. Sama halnya dengan penanggungan
utang pada umumnya suretyship juga terjadi apabila suatu pihak berjanji untuk
memberikan jaminan kepada pihak lain bagi kepentingan pihak ketiga, dalam
hal pihak yang dijamin lalai atau tidak dapat melaksanakan kewajiban yang
diperjanjikan dengan pihak ketiga. Dalam hal demikian penanggung utang
perusahaan asuransi yang menerbitkan surety bond bertanggung jawab kepada
pihak ketiga yang berkepentingan. Penerbitan surety bond ini, sama halnya
dengan bank garansi merupakan perjanjian yang bersifat assesoir.20
1. Pengertian Surety Bond
Surety bond adalah suatu bentuk perjanjian antara dua pihak
dimana pihak yang ialah pemberi jaminan (surety) yang memberikan
20
Indrawati Soewarso, Aspek, h. 36-37.
25
jaminan terhadap pihak kedua yaitu principal (kontraktor) untuk
kepentingan obligee (pemilik proyek). Bahwa apabila pihak yang dijamin
yaitu principal (kontraktor) yang oleh karena suatu sebab lalai atau gagal
melaksanakan kewajibannya menyelesaikan pekerjaan yang
diperjanjikannya kepada obligee (pemilik proyek), maka pihak surety
sebagai penjamin akan menggantikan kedudukan pihak yang dijamin
untuk membayar ganti rugi maksimum sampai dengan batas jumlah
jaminan yang diberikan surety.21
The Lexicon Webster Dictionary memberikan pengertian surety
bond sebagai a written statement guaranteeing execution of a contraction
or agreement, yaitu merupakan suatu pernyataan tertulis dari seorang yang
menjamin pelaksanaan atau pemenuhan suatu perjanjian.22
Surety bond merupakan perikatan tambahan dan bersifat assesoir
terhadap perikatan pokok, begitu pula dengan sifat bank garansi.23
Dalam
surety bond dikenal tiga pihak, yaitu:
a. Obligee yaitu pihak yang berhak atas prestasi serta merupakan pihak
dilindungi dengan jaminan surety bond terhadap suatu kerugian, yang
mana adalah instansi pemberi pekerjaan/pemilik
proyek/owner/bouwheer.
21
J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, Surety Bonds Sebagai Alternatif Dari Bank
Garansi, (Jakarta: CV. Dharmaputera, 2003), h. 9. 22
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum, h. 7. 23
Fx. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 40.
26
b. Principal yaitu pihak yang berkewajiban memberikan prestasi serta
merupakan pihak yang dijamin dengan jaminan surety bond, yang
mana adalah rekanan/kontraktor/penyalur/supplier barang/dsb.
c. Surety yaitu pihak yang memberikan jaminan dalam bentuk surety
bond, yang mana adalah perusahaan asuransi.
Hubungan tiga pihak tersebut dapat digambarkan dalam skema
sebagai berikut:24
Surety bond sebagai suatu perjanjian harus tunduk pada peraturan-
peraturan yang mengatur tentang perjanjian, yaitu buku ke tiga KUH
Perdata. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1319 KUH Perdata
yang menyatakan:
“Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun
yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab
yang lalu.”
24
J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, Surety, h. 13.
27
Sebagai suatu perjanjian surety bond juga harus memenuhi Pasal
1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
c. Mengenai hal atau objek tertentu
d. Suatu sebab yang halal
2. Sejarah dan Dasar Hukum Surety Bond
Dasar pelaksanaan surety bond di Indonesia berawal dari
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 14A/80/1980 pada tanggal 18
April 1980 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dan Bantuan Luar Negeri.
Dalam Pasal 18 ditentukan bahwa uang muka bagi para kontraktor sebesar
20% dari nilai kontrak proyek hanya boleh diberikan apabila ada jaminan
dari lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan non bank yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Lalu lahirlah Keputusan Menteri Keuangan No.
271/KMK.011/1980 pada tanggal 7 Mei 1980 tentang penunjukkan 53
lembaga keuangan bank yang dapat memberikan jaminan berupa bank
garansi dan satu lembaga keuangan non bank yaitu Asuransi Jasa Raharja
yang dapat memberikan jaminan berupa surety bond.25
Namun peraturan
tersebut diubah lewat Keputusan Menteri Keuangan No.
25
J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, Surety, h. 9.
28
233/MK.011/1984 yang mengubah jumlah bank yang dapat mengeluarkan
bank garansi dari 53 menjadi 87 bank.
Dalam hukum perasuransian, surety bond diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan No. 124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini
Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship yang merupakan pengaturan lebih
lanjut dari peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan No.
422/KMK.6/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
Surety bond juga masuk ke dalam salah satu bentuk jaminan yang
tertuang dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Pasal 1 angka 35 yang menyebutkan bahwa surat
jaminan yang selanjutnya disebut jaminan, adalah jaminan tertulis bersifat
mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional) baik dikeluarkan oleh
bank umum, perusahaan penjaminan, perusahaan asuransi yang diserahkan
oleh penyedia barang/jasa untuk menjamin terpenuhinya kewajiban
penyedia barang/jasa.
Lalu Pasal 67 ayat 2 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjelaskan jenis-jenis
jaminan untuk pengadaan barang/jasa, yaitu Jaminan penawaran, Jaminan
pelaksanaan, Jaminan uang muka, Jaminan pemeliharaan, Jaminan
sanggahan banding.
Selanjutnya surety bond juga diatur dalam Pasal 67 ayat 3
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
29
Pemerintah yang menyebutkan bahwa jaminan dapat dicairkan tanpa
syarat (unconditional) sebesar nilai Jaminan dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari kerja, setelah surat pernyataan wanprestasi dari Pejabat
Pembuat Komitmen diterima oleh Penerbit Jaminan.
3. Sifat-Sifat Surety Bond
Surety bond merupakan suatu perjanjian pemberian jaminan yang
dalam sistem hukum dikenal sebagai perjanjian penanggungan
(borghtochten), maka dasar hukum surety bond diatur dalam Pasal 1820-
1850 KUH Perdata.26
Perjanjian penanggungan mempunyai sifat sebagai
berikut:27
a. Bersifat assesoir
Perjanjian penanggungan bersifat sebagai perjanjian assesoir
yaitu perjanjian yang adanya tergantung pada adanya perjanjian pokok.
Oleh karena itu perjanjian penanggungan tidak mungkin dapat timbul
tanpa adanya perjanjian pokok, dan sebaliknya kalau perjanjian pokok
itu hapus, hapus pula perjanjian penanggungan itu.28
b. Perjanjian penanggungan merupakan jaminan yang bersifat perorangan
Pemenuhan prestasi hanya dapat dipertahankan terhadap orang-
orang tertentu yaitu debitur atau penjaminnya.
c. Tidak memberikan hak preferen
26
J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, Surety, h. 13. 27
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2001), h.
144-149. 28
Hartono Hadisoeprapto, Seri Hukum Perdata: Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan
Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Liberty, 1984), h. 54.
30
Apabila penjamin tidak bisa/gagal melunasi hutang debitur
yang dijaminnya maka harta kekayaan penjamin itu yang harus
dieksekusi. Akan tetapi bukan untuk semata-mata untuk menjamin
hutang debitur kepada kreditur saja tapi atas semua hutang penjamin
kepada kreditur.
d. Besarnya penjaminan tidak boleh melebihi atau lebih berat dari
perikatan pokok
Pasal 1822 KUH Perdata menentukan bahwa penjamin tidak
boleh mengikatkan dirinya dengan syarat yang lebih berat dari
perikatan si berutang. Penjamin boleh mengikatkan diri untuk
menjamin sebagian hutang.
e. Penjamin memiliki hak istimewa dan hak tangkisan
Undang-undang memberikan hak istimewa kepada penjamin
sebagaimana tercantum dalan Pasal 1832 KUH Perdata, yaitu untuk
menuntut agar harta kekayaan debitur disita dan dieksekusi terlebih
dahulu untuk melunasi hutangnya, baru kemudian harta kekayaan
penjamin yang dieksekusi. Penjamin mempunyai hak untuk
mengajukan tangkisan. Hak mengajukan tangkisan merupakan hak
penjamin yang lahir dari perjanjian penanggungan yang tercantum
dalam Pasal 1847 KUH Perdata.
f. Kewajiban penjamin bersifat subside
Dari sudut pemnuhan kewajiban penjamin bersifat subside
artinya bahwa pejamin memenuhi hutang debitur manakala debitur
31
tidak dapat memenuhi hutangnya. Bila debitur dapat memenuhi
kewajiban hutangnya maka penjamin tidak perlu memenuhi
kewajibannya. Hal ini tertuang dalam Pasal 1820 KUH Perdata.
g. Perjanjian penanggungan bersifat tegas dan tidak dipersangkakan
Penjamin harus menyatakan secara tegas untuk menjamin
hutang seorang debitur.
h. Penjaminan beralih kepada ahli waris
Kewajiban seorang penjamin akan beralih kepada ahli warisnya
manakala penjamin tersebut meninggal dunia.
4. Jenis-Jenis Surety Bond
Jenis-jenis surety bond dibedakan menjadi lima, yaitu Construction
Contract Bonds (Jaminan Kontrak Konstruksi), Bonds Involved in
Construction Contract (Jaminan yang terkait pada kontrak konstruksi),
Custom Bonds (Jaminan Pembayaran Bea Masuk), License and Permit
Bonds (Jaminan lisensi dan perizinan), dan Court Bonds (Jaminan perkara
di Pengadilan). 29
Maka dalam pembahasan ini hanya akan dijelaskan
mengenai jaminan yang terkait dalam bidang konstruksi, yaitu
Construction Contract Bonds dan Bonds Involved in Construction
Contract.
a. Construction Contract Bonds (Jaminan Kontrak Konstruksi)
1) Bid or Tender Bond (Jaminan Penawaran)
29
J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, Surety, h. 28.
32
Jaminan penawaran adalah jaminan yang berperan sebagai
langkah pertama yang dipersyaratkan oleh obligee kepada para
kontraktor yang ingin mengikuti pelelangan pekerjaan sesuai
dengan desain, spesifikasi, dan sebagainya mengenai proyek yang
akan direncanakan untuk dibangun/dikerjakan. Fungsi jaminan
penawaran adalah untuk menjamin itikad baik dari penawar yaitu,
jika penawar memenangkan lelang maka dalam waktu yang
ditentukan ia akan menandatangani kontrak pelaksanaan dengan
melengkapi persyaratan dari obligee untuk menyediakan jaminan
pelaksanaan (performance bond) dari pemberi jaminan.
2) Performance Bond (Jaminan Pelaksanaan)
Jaminan ini diterbitkan oleh pemberi jaminan (surety)
kepada kontraktor sebagai kelanjutan dari ditunjuknya yang
bersangkutan sebagai pemenang lelang/tender. Dengan jaminan ini
berarti mereka sanggup melaksanakan pekerjaan dengan baik
sampai selesai sesuai dengan yang diperjanjikan.
3) Advance Payment Bond (Jaminan Pembayaran Uang Muka)
Dibuatnya kesempatan memberi uang muka pada
kontraktor dalam Keputusan Presiden No. 14 A Tahun 1980
dimaksudkan untuk membantu pengusaha yang secara teknis
bagus tetapi finansial masih lemah agar bisa ikut melaksanakan
pembangunan yang bersifat kontruksi. Jaminan uang muka diberi
oleh pemberi jaminan (surety) apabila dalam kontrak kerja ada
33
pengaturan ketentuan tentang pemberian uang muka dari obligee
kepada kontraktor. Pemberi jaminan (surety) menjamin kontraktor
akan mengembalikan uang muka yang diterimanya sesuai dengan
yang diperjanjikan dalam kontrak kerja.
4) Maintenance Bond (Jaminan Pemeliharaan)
Setelah pekerjaan selesai biasanya obligee menahan 5%
dari pembayaran kontrak, jumlah mana disebut sebagai uang
retensi dan cadangan untuk biaya perbaikan apabila ada kerusakan
yang timbul sesudah serah terima yang pertama. Jaminan ini
diterbitkan oleh pemberi jaminan (surety) untuk menjamin obligee
bahwa kontraktor akan memperbaiki kerusakan-kerusakan
pekerjaan yang terjadi setelah pelaksanaan pekerjaan selesai sesuai
kontrak. Jangka waktu pemeliharaan dimulai pada saat pekerjaan
telah selesai dilaksanakan oleh kontraktor dan telah
diserahterimakan pada obligee. Periode lamanya jangka waktu
pemeliharaan tergantung ketentuan tersebut dalam kontrak yang
lazimnya antara 3 bulan sampai dengan 12 bulan.
b. Bonds Involved in Construction Contract (Jaminan yang terkait pada
kontrak konstrukci)
Jaminan ini merupakan jaminan yang berkaitan dengan kontrak
konstruksi, tergantung dari keperluan dan kesepakatan para pihak yang
terkait apakah jaminan ini akan dimasukkan dalam kontrak konstruksi
atau tidak. Jaminan tersebut ialah:
34
1) Supply bonds (Jaminan pengadaan)
Jaminan yang diterbitkan oleh surety dalam hal pengadaan
material/bahan-bahan untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan oleh
kontraktor.
2) Labour and material payment bond (Jaminan pembayaran upah
pekerja dan material)
Jaminan ini diterbitkan untuk menjamin bahwa kontraktor
atau pihak lainnya akan membayar upah pekerja dan material yang
diperjanjikan digunakan dalam melaksanakan pekerjaan.
3) Instalment sales bond (Jaminan penjualan dengan pembayaran
angsuran)
Jaminan ini diterbitkan oleh surety atas perjajian
pembayaran angsuran atas pengadaan bahan-bahan konstruksi yang
dipakai dalam penyelesaian pekerjaan. Apabila pembayaran
angsuran dan bahan-bahan yang dibeli tidak dipenuhi maka surety
akan membayar ganti rugi maksmimum sampai batas jumlah
jaminan.
35
BAB III
POLA WANPRESTASI DALAM PERFORMANCE BOND
A. Performance Bond dalam Surety Bond di Indonesia
1. Pengertian Performance Bond
Performance Bond merupakan bagian yang umum ada pada
perdagangan international dan kontrak konstruksi.1 Di Indonesia
performance bond dikeluarkan oleh bank dalam bentuk bank garansi dan
juga dikeluarkan oleh perusahaan asuransi yang sudah memenuhi
persyaratan dan disebutkan dalam peraturan resmi dalam bentuk surety
bond.
Jaminan Pelaksanaan adalah bentuk penangungan yang diberikan
oleh Bank atau Perusahaan Asuransi untuk menanggung pelaksanaan
pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemborong (Kontraktor/principal).
Dalam pemborongan bangunan (konstruksi), jaminan pelaksanaan hanya
diberikan kepada kontraktor yang telah diluluskan dalam pelelangan
pekerjaan setelah kontraktor menyetorkan sejumlah persentase tertentu
dari nilai pemborongan.2
Untuk menjamin pelaksanaan ditentukan bahwa penal sum/nilai
jaminan minimum adalah 5% dari nilai kontrak dan nilai maksimum
1 Peter S. O’Driscoll, “Performance Bonds, Bankers’ Guarantees, and the Mareva
Injunction”, Northwestern Journal of International Law and Business vol. 7 Issue 2, (Fall 1985), h.
380. 2 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Peorangan, (Yogyakarta: Liberty Offset, 2001), h. 109.
36
jaminan adalah 20% dari nilai kontrak.3 Jangka waktu jaminan ini dimulai
sejak tanggal penandatanganan Surat Perintah Kerja (SPK) atau Surat
Penunjukan Pemenang Pelelangan dan Berakhir pada tanggal saat
principal selesai melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan kontrak.4
Fungsi jaminan pelaksanaan adalah apabila principal mengalami
kegagalan di dalam memenuhi kewajibannya dalam melaksanakan
pekerjaan sesuai perjanjian. Bila kegagalan principal tersebut dinyatakan
oleh obligee dalam suatu Berita Acara atau Surat Pemutusan Hubungan
Kerja, maka surety berkewajiban membayar ganti rugi kepada obligee.
Dalam hal principal tidak memenuhi kewajibannya, maka surety company
sebagai penjamin akan mengganti kerugian yang diderita oleh obligee
maksimum sebesar nilai jaminan.5
2. Hubungan Hukum Antara Para Pihak
Pada perjanjian surety bond, surety company bersama-sama dengan
principal berjanji dan mengikatkan dirinya kepada obligee untuk
membayar atau memenuhi suatu prestasi tertentu terhadap obligee apabila
principal wanprestasi artinya pihak ketiga berjanji akan membayar atau
memenuhi suatu prestasi kepada obligee jika principal tidak melaksanakan
prestasinya seusai isi kontraknya dengan obligee. Jelas antara principal
3 Fx. Djumialdji, Perjanjian, h. 47.
4 Helsi Yasin, “Tinjauan Hukum Tentang Surety Bond Sebagai Jaminan Dalam
Perjanjian Pemborongan”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2002), h. 36. 5 Helsi Yasin, Tinjauan Hukum, h. 35-36.
37
dan obligee terikat perjanjian dan untuk menjamin pemenuhan prestasi dan
perjanjian ini pihak ketiga muncul sebagai penanggung.6
Karena surety bond termasuk dalam perjanjian penanggungan,
maka timbullah hak dan kewajiban dari perikatan tersebut, yaitu:
a. Surety Company7
Kewajiban surety company muncul dari kegagalan principal
melaksanakan perjanjian pokok dengan obligee. Jika benar ada
wanprestasi yang dilakukan oleh principal, maka surety berkewajiban
untuk membayar kerugian sampai batas penalty sum, meminta
principal untuk melanjutkan pekerjaannya dengan biaya dari pihak
perusahaan surety sejumlah maksimum penalty sum, meminta pada
obligee agar melanjutkan pekerjaan itu kepada kontraktor baru. Disini
pun pihak perusahaan surety hanya berkewajiban membiayai sejumlah
maksimum penalty sum.8 Sedangkan surety company memiliki hak
atas pembayaran premi (service charge) segera setelah surat jaminan
surety bond ditandatangani oleh principal dan surety company,
menentukan persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh
principal, yang diperlukan bagi penerbitan surat jaminan, memeriksa
dan meneliti dokumen-dokumen dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan kewajiban atau perjanjian/kontrak yang dijamin
serta meminta penjelasan yang diperlukan mengenai dokumen-
dokumen tersebut baik kepada principal ataupun kepada obligee,
6 Helsi Yasin, Tinjauan Hukum, h. 67-68.
7 Fx. Djumialdji, Perjanjian, h. 52.
8 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum, h. 63.
38
menerima pemberitahuan dari obligee bahwa principal melakukan
wanprestasi, dan memiliki hak subrogasi
b. Principal
Principal berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian pokok
yang dibuat oleh principal dan obligee, memenuhi persyaratan yang
dibutuhkan untuk mendapatkan surety bond, melakukan pembayaran
kembali kepada pihak surety atas ganti rugi yang telah dibayarkan oleh
pihak surety, membayar service charge pada surety company.
Sedangkan hak yang dimiliki oleh principal adalah mendapat jaminan
dari surety company berupa surety bond yang menjamin bahwa
principal dapat melaksanakan isi dari perjanjian pokok yang dibuat
anatara principal dan obligee.
c. Obligee
Obligee berkewajiban untuk memberitahukan kepada surety
company apabila principal melakukan wanprestasi. Sedangkan hak
yang dimiliki oleh obligee adalah mendapatkan ganti rugi dari surety
company berupa pencairan klaim apabila principal melakukan
wanprestasi, mendapatkan jaminan dari surety bahwa principal dapat
melaksanakan pekerjaan dengan baik.
3. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Performance Bond
a. Penalty Sum
39
Penalty sum atau banyak yang menyebutnya dengan penal sum
adalah jumlah maksimum yang menjadi tanggung jawab surety dalam
hal terjadi kerugian yang disebabkan kegagalan principal. 9
b. Service Charge
Merupakan balas jasa dalam bentuk yang harus dibayar
sekaligus oleh principal kepada perusahaan surety sebagai akibat
pemberian surety bond. service charge dapat dikatakan sebagai biaya
pelayanan, dan besaran service charge untuk performance bond adalah
0,5% dari nilai jaminan.
c. Indemnity Agreement
Suatu perjanjian yang diadakan antara principal dan surety
dimana dalam perjanjian ini pihak surety mensyaratkan adanya
indemnitor (penjamin tambahan) dari principal.
Kesanggupan indemnitor untuk menjadi penjamin tambahan
dituangkan dalam Agreement of Indemnity yang ditandangani oleh
indemnitor dan principal. Hal ini untuk memperkuat kesanggupan
principal untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh surety
jika principal melakukan wanprestasi.10
d. Subrogasi
Subrogasi merupakan penggantian kedudukan seseorang
sebagai orang yang berhak oleh orang lain yang telah memenuhi hak-
hak tersebut kepada orang yang berhak. Jika seorang penanggung telah
9 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum, h. 24.
10 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum, h. 44.
40
memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian penanggungan kepada
tertanggung yang menderita kerugian akibat perbuatan orang ketiga
maka menurut Pasal 284 KUH Dagang si penanggung mendapat
semua hak yang ada pada si tertanggung terhadap orang ketiga
mengenai kerugian itu. Luasnya hak yang diperoleh penanggung itu
adalah seluas tanggung jawab yang telah dipenuhinya terhadap
tertanggung berdasarkan perjanjian pertanggungan.11
4. Berakhirnya Performance Bond
Surety bond akan berakhir dalam hal-hal sebagai berikut:12
a. Principal telah menyelesaikan atau memenuhi kewajibannya sesuai
dengan isi perjanjian pokok. Hal ini sesuai dengan sifat lembaga
jaminan yaitu bersifat assesoir terhadap perjanjian pokok. Jika
perjanjian pokok sudah dipenuhi atau hapus maka hapus pula perikatan
jaminan.
b. Pihak surety telah memenuhi klaim ganti rugi kepada pihak obligee.
Menurut pasal 1845 KUH Perdata yang sifatnya sebagai
ketentuan umum bagi lembaga penjaminan pada umumnya, perikatan
yang diterbitkan dari penjaminan hapus karena sebab yang sama
sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan
lainnya. Dengan demikian ketentuan Pasal 1381 KUH Perdata yang
mengatur tentang hapusnya perikatan adalah juga berlaku atas
penjaminan dan oleh karena surety bond adalah salah satu bentuk
11
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Seri Hukum, h. 34. 12
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Bentuk Jaminan, h. 64.
41
khusus dari lembaga penjaminan maka Pasal 1381 juga berlaku atas
surety bond, terutama mengenai hapusnya perikatan karena
pembayaran. Pada surety bond, kedua hal yang disebutkan di atas
sebagai sebab berakhirnya tanggung jawab surety company adalah
sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 1381 yaitu hapusnya
perikatan jaminan karena pembayaran.13
B. Pola Wanprestasi dalam Performance Bond
Perikatan melahirkan kewajiban yang disebut sebagai prestasi yang
dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu
perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan yang
mana sesuai dengan term dan condition sebagaimana disebutkan dalam
perjanjian tersebut. Sesuai Pasal 1234 KUH Perdata prestasi dapat berbentuk:
1. Memberikan sesuatu,
2. Melakukan suatu perbuatan tertentu,
3. Tidak melakukan suatu tindakan tertentu.
Apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak melakukan apa yang
dijanjikannya atau tidak melakukan kewajibannya maka dikatakan ia
melakukan wanpretasi (default atau non fulfilment atau breach of contract).
Wanprestasi atau kelalaian seorang debitur dapat berupa:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya,
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan,
13
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Bentuk Jaminan, h. 65.
42
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat,
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.14
Berdasarkan ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata, akibat hukum dari
wanprestasi, kreditur dapat menuntut kepada debitur sebagai pihak yang wajib
memenuhi prestasi, untuk melaksanakan:
1. Pemenuhan prestasi
2. Pemenuhan prestasi dan ganti rugi
3. Ganti rugi
4. Pembatalan perjanjian
5. Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi
Dalam hal performance bond, perjanjian mengikat pihak surety dan
principal, yang mana pihak surety akan memberikan suatu jaminan kepada
pihak ketiga (obligee) ketika principal melakukan wanprestasi terhadap
perjanjian pokoknya dengan obligee. Wanprestasi dalam perjanjian
performance bond dapat terjadi karena beberapa alasan.
Wanprestasi atau kegagalan yang terjadi dalam proyek konstruksi
menimbulkan kewajiban bagi surety untuk mencairkan klaim. Kegagalan
tersebut adalah pekerjaan tidak selesai pada waktunya, pekerjaan sama sekali
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, pemberian atau pemakaian bahan-
bahan yang tidak seperti diperjanjikan, perusahaan principal jatuh pailit.15
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa subyek-subyek
dalam suatu perjanjian performance bond terdiri dari principal, obligee dan
14
Subekti, Hukum, h. 45. 15
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Bentuk Jaminan, h. 62.
43
surety company. Pihak obligee merupakan pihak yang berhak atas pemenuhan
prestasi, sedangkan principal adalah pihak yang berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan prestasi dari pihak obligee. Oleh karena itulah maka pihak
obligee merupakan pihak yang sangat menghendaki agar perikatan itu dapat
dipenuhi secara sempurna dengan sukarela sesuai dari isi kontrak yang
disetujui oleh para pihak.
Namun harapan itu tidaklah dapat berjalan sebagaimana yang
dikehendaki, sebab kemungkinan dapat terjadi cidera janji yang dilakukan
oleh principal untuk memenuhi kewajibannya itu. Alasan mengapa seorang
principal tidak dapat memenuhi kewajibannya dapat disebabkan oleh dua hal,
yaitu:
1. Adanya kesalahan dari principal
Dalam keadaan seperti ini, principal tidak dapat memenuhi
kewajiban untuk berprestasi karena memang ada kesalahan. Keadaan
dimana seorang principal tidak dapat memenuhi prestasi kepada kreditur
karena kesalahan principal disebut wanprestasi.
Akibat dari adanya wanprestasi ada tiga hal, yaitu jika perikatan
timbul dari perjanjian yang timbal-balik maka kreditur dapat menuntut
pemecahan perjanjian itu, benda yang dijadikan obyek dalam perikatan
sejak saat kelalaiannya menjadi tanggungan debitur, dan kreditur dapat
minta pengganti kerugian.16
2. Adanya overmacht
16
Hartono Hadisoeprapto, Seri Hukum Perdata: Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan
Hukum Jaminan, (Yogyakarta: Liberty, 1984), h. 44.
44
Overmacht atau disebut juga force majeur atau keadaan memaksa
yaitu suatu keadaan yang dapat menyebabkan seorang debitur/principal
tidak dapat memenuhi prestasi kepada kreditur/obligee, dimana keadaan
tersebut merupakan keadaan yang tidak dapat diketahui oleh debitur pada
waktu membuat perjanjian atau dengan kata lain bahwa keadaan itu terjadi
diluar kekuasaan principal.
Pola tindakan wanprestasi terhadap pencairan klaim dapat berupa dua
hal, yaitu memperlambat pembayaran klaim hingga itikad tidak baik yang
dimiliki oleh surety company untuk berusaha lepas dari tanggung jawabnya
untuk melakukan pembayaran klaim. Penundaan pembayaran dapat dikatakan
sebagai wanprestasi karena salah satu bentuk wanprestasi adalah melakukan
sesuatu tetapi terlambat.
Mengacu pada Pasal 25 Keputusan Menteri Keuangan No.
422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi dan juga penjelasan Pasal 31 ayat 4 Undang-Undang
No. 40 Tahun 2010 tentang Perasuransian maka tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai memperlambat penyelesaian pembayaran klaim adalah
sebagai berikut:
1. Memperpanjang proses penyelesaian klaim dengan meminta penyerahan
dokumen tertentu, yang kemudian diikuti dengan meminta penyerahan
dokumen lain yang pada dasarnya berisi hal yang sama;
2. Menunda penyelesaian dan pembayaran klaim dengan mengaitkannya
pada penyelesaian dana tau pembayaran klaim reasuransinya;
45
3. Tidak melakukan penyelesaian klaim yang merupakan bagian dari
penutupan asuransi dengan mengaitkannya pada penyelesaian klaim yang
merupakan bagian lain dari penutupan asuransi dalam satu polis yang
sama;
4. Memperlambat penunjukan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, apabila
jasa Penilai Kerugian Asuransi dibutuhkan dalam proses penyelesaian
klaim; atau
5. Menerapkan prosedur penyelesaian klaim yang tidak sesuai dengan
praktek usaha asuransi yang berlaku umum.
Peraturan Menteri Keuangan No. 124/PMK.010/2008 Pasal 8 ayat (2)
tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship juga
memberikan penjelasan bahwa Perusahaan Asuransi Umum dilarang menunda
dan/atau tidak memenuhi kewajiban pembayaran jaminan dengan alasan
apapun termasuk alasan:
1. Pembayaran klaim bagian reasuransi belum diterima dari reasuradur
2. Sedang dilakukan upaya oleh Perusahaan Asuransi Umum agar pihak
debitur atau principal dapat memenuhi kewajibannya, tanpa adanya
persetujuan dari kreditur atau obligee
3. Pembayaran imbal jasa belum dipenuhi oleh debitur atau principal.
46
BAB IV
WANPRESTASI TERHADAP KLAIM PERFORMANCE BOND DALAM
BENTUK SURETY BOND DI INDONESIA
A. Wanprestasi Terhadap Klaim Performance Bond
Pengajuan klaim berdasar dari terbuktinya wanpretasi yang dilakukan
oleh principal sehingga menimbulkan kerugian bagi obligee. Namun ada
kerugian yang tidak dijamin dengan surety bond, yaitu kerugian yang
diakibatkan oleh force majeur dan juga kerugian yang terjadi setelah adanya
perubahan kontrak yang sebelumnya tidak diberitahukan kepada perusahaan
surety.1 Pengajuan klaim atas performance bond dapat terjadi apabila:
2
1. Principal mengundurkan diri dari pekerjaan
2. Principal tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak,
seperti:
a. Pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak atau Surat
Perintah Kerja.
b. Pekerjaan disub-kan kepada kontraktor lain.
c. Pekerjaan tidak dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan dalam
kontrak.
Pembayaran klaim performance bond dapat dilakukan apabila telah
memenuhi prosedur sebagai berikut:
1 Atty Hermiati, Surety Bond dan Prinsip-Prinsip Underwriting, (Jakarta: PT (Persero)
Asuransi Kerugian Jasa Raharja, 1992), h. 4. 2 Haerun Inayah, “Pelaksanaan Penyelesaian Klaim dan Subrogasi Atas Klaim Yang
Telah Dibayarkan Oleh Perusahaan Surety Dalam Perjanjian Surety Bond di PT Jasaraharja
Putera Cabang Mataram”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 2006), h. 64.
47
1. Klaim harus diajukan secara tertulis dengan menyebutkan alasan/sebab-
sebabnya serta dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. Surat pengunduran diri dari principal
b. Surat Pemutusan Hubungan Kerja
c. Berita Acara Pengakuan prestasi principal pada saat terjadi pemutusan
hubungan kerja yang telah ditandatangani oleh obligee dan principal.
d. Perhitungan besarnya hak dan kewajiban obligee dan principal
berkenaan dengan Pemutusan Hubungan Kerja
e. Copy kontrak baru dan/atau perhitungan obligee (yang nilainya dapat
dipertanggungjawabkan) untuk menyelesaikan sisa/bagian yang tidak
terselesaikan
f. Pengembalian asli performance bond
2. Klaim harus diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak
tanggal berakhirnya masa berlaku performance bond
Besarnya pembayaran klaim ntuk proyek yang pelaksanaannya
mengikuti ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Keppres No. 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, maka
jumlah klaim yang dibayarkan adalah sebesar kerugian yang diderita oleh
obligee dengan maksimum sebesar penal sum. Sedangkan proyek-proyek yang
pelaksanaannya tidak mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Keppres
No. 80 Tahun 2003, klaim yang dibayarkan adalah sebesar kerugian yang
diderita oleh obligee dengan maksimum sebesar penal sum tetapi
pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dari obligee. Karena setiap
48
pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan surety harus ditagih
kembali dari principal/indemnitor, maka apabila masih ada tagihan principal
pada obligee atas prestasi pekerjaannya supaya meminta persetujuan obligee
dan principal untuk menahannya dan menyerahkannya kepada perusahaan
surety maksimum sebasar klaim yang telah dibayar oleh perusahaan surety. 3
Hal yang telah dijelaskan diatas menjadi hak yang dimiliki oleh
obligee. Namun jika hal diatas tidak berjalan seperti seharusnya, yang mana
dalam hal ini pembahasan difokuskan terhadap adanya wanprestasi terhadap
klaim pencairan performance bond yang dilakukan oleh pihak surety,
mengakibatkan obligee tidak dapat mendapatkan haknya sebagai pihak yang
seharusnya menerima benefit dari adanya performance bond.
B. Perlindungan Hukum Bagi Pihak yang Dirugikan
1. Perlindungan Hukum Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua
hak-hak yang diberikan oleh hukum.4 Perlindungan hukum berfungsi sebagai
jaminan pemenuhan hak-hak dari pihak yang merasa haknya telah dilanggar
oleh pihak lain.
Secara teoritis, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu perlindungan yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan
hukum preventif merupakan perlindungan hukum yang sifat pencegahan.
3 Haerun Inayah, Pelaksanaan Penyelesaian, h. 64-65.
4 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 54.
49
Perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan
sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan
bertindak. Lalu perlindungan hukum represif berfungsi untuk menyelesaikan
apabila terjadi sengketa. Di Indonesia terdapat berbagai badan yang secara
parsial menangani perlindungan hukum bagi rakyat, yang dikelompokkan
menjadi dua badan, yaitu Pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum, dan
Instansi Pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi.5
Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi pihak yang
dirugikan atas terjadinya tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh surety
company atas tidak dibayarkannya klaim pencairan performance bond, maka
pihak yang haknya perlu dilindungi dan harus dipenuhi disini tentu saja adalah
pihak obligee. Obligee adalah pihak penerima manfaat atas adanya
performance bond yang diserahkan oleh principal kepada obligee sebagai
syarat pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang mana dapat dicairkan jika
principal melakukan wanprestasi terhadap perjanjian pokok yaitu perjanjian
pelaksanaan konstruksi.
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dilarang melakukan
tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau
tidak melakukan tindakan, yang seharusnya dilakukan yang dapat
mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim. Hal tersebut
diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang
5 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1987), h. 2.
50
Perasuransian, 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Kewajiban untuk menyelesaikan pembayaran klaim kembali
ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No.
124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan
Suretyship yang menyatakan bahwa:
“Perusahaan Asuransi Umum wajib melakukan pembayaran ganti rugi
kepada kreditur atau obligee akibat ketidakmampuan atau kegagalan atau tidak
terpenuhinya kewajiban debitur atau principal sesuai dengan perjanjian
pokok.”
Performance Bond dalam surety bond dan bank garansi memiliki
perbedaan yang salah satunya mengenai tentang sifat dari jaminan tersebut.
Dalam bank garansi sifat jaminannya adalah unconditional (tanpa syarat),
sedangkan dalam surety bond sifatnya conditional yang artinya penyelesaian
klaim pada prinsipnya perlu pembuktian atas kerugian yang terjadi atau
terdapat lost situation serta telah dilakukan pemutusan hubungan kerja secara
resmi.6
Namun dalam prakteknya, perjanjian performance bond dalam surety
bond dapat bersifat unconditional dan berlaku sah bila ditegaskan dalam
klausula perjanjian performance bond yang disepakati para pihak. hal tersebut
menimbulkan konsekuensi hukum yaitu klaim dapat dicairkan tanpa syarat
dan surety company dilarang menunda dan/atau tidak memenuhi kewajiban
6 J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, Surety Bond Sebagai Alternatif Dari Bank
Garansi, (Jakarta: CV. Dharmaputera, 2003), h. 19.
51
untuk melakukan pembayaran ganti rugi dengan cara mencairkan klaim
performance bond dengan alasan apapun termasuk alasan sebagai berikut yang
ditegaskan dalam Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No.
124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asurasi Kredit dan
Suretyship:
a. Pembayaran klaim bagian reasuransi belum diterima dari reasuradur;
b. Sedang dilakukan upaya oleh Perusahaan Asuransi Umum agar pihak
debitur atau principal dapat memenuhi kewajibannya, tanpa adanya
persetujuan dari kreditur atau obligee; dan/atau
c. Pembayaran imbal jasa belum dipenuhi oleh debitur atau principal.
Alasan penundaan pembayaran juga disebutkan dalam penjelasan Pasal
31 ayat 4 Undang-Undang No. 40 Tahun 2010 tentang Perasuransian.
Tindakan yang dapat dikategorikan sebagai memperlambat penyelesaian
pembayaran klaim adalah sebagai berikut:
1. Memperpanjang proses penyelesaian klaim dengan meminta penyerahan
dokumen tertentu, yang kemudian diikuti dengan meminta penyerahan
dokumen lain yang pada dasarnya berisi hal yang sama;
2. Menunda penyelesaian dan pembayaran klaim dengan mengaitkannya
pada penyelesaian dana tau pembayaran klaim reasuransinya;
3. Tidak melakukan penyelesaian klaim yang merupakan bagian dari
penutupan asuransi dengan mengaitkannya pada penyelesaian klaim yang
merupakan bagian lain dari penutupan asuransi dalam satu polis yang
sama;
52
4. Memperlambat penunjukan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, apabila
jasa Penilai Kerugian Asuransi dibutuhkan dalam proses penyelesaian
klaim; atau
5. Menerapkan prosedur penyelesaian klaim yang tidak sesuai dengan
praktek usaha asuransi yang berlaku umum.
Adanya kewajiban yang dibebankan peraturan perundang-undangan
terhadap surety company, membawa sanksi jika kewajiban tersebut tidak
dipatuhi oleh surety company, sanksi yang pada awalnya disebutkan dalam
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian ada tiga yaitu sanksi peringatan yang diberikan sebanyak tiga
kali berturut-turut dengan jangka waktu satu bulan, setelah 30 hari dari
terbitnya peringatan terakhir yang tidak dipatuhi dengan melaksanakan
kewajibannya, perusahaan asuransi dapat diberi sanksi pembatasan izin usaha,
yang berlaku selama 12 bulan, jika dengan pembatasan izin usaha perusahaan
asuransi tetap tidak melaksanakan kewajibannya dalam rentang waktu 12
bulan tersebut maka perusahaan asuransi dapat dicabut izin usahanya oleh
Menteri Keuangan.
Lalu setelah terbitnya Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian yang mengalihkan pengawasan kepada Otoritas Jasa Keuangan,
maka sanksi administratif tersebut diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Berdasarkan Pasal 71 ayat (2) sanksi tersebut berupa:
1. Peringatan tertulis
2. Pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha
53
3. Larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi
syaraiah untuk lini usaha tertentu
4. Pencabutan izin usaha
5. Pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan
publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan
Perasuransian
6. Pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atau asosiasi
7. Denda administratif
Penjelasan diatas sifatnya hanya sebagai sanksi administratif atas tidak
terpenuhinya kewajiban oleh surety company, yang berakibat pada
perusahaannya. Lalu bagi obligee sebagai pihak yang dirugikan atas
terlambatnya atau tidak terlaksananya penyelesaian pembayaran klaim, dapat
mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri dengan gugatan wanprestasi.
Karena diantara obligee dan surety company timbul hubungan hukum saat
terjadi kegagalan pemenuhan prestasi oleh principal dalam perjanjian
pokoknya.
2. Perlindungan Hukum Berdasarkan Perjanjian Performance Bond
Mengingat sifat dari perjanjian performance bond adalah perjanjian
assesoir yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa perjanjian pokoknya, dan juga
sengketa dalam masalah ini dalam ranah perdata, maka obligee dapat
mengajukan gugatan wanprestasi terhadap surety company dengan tujuan
untuk mendapatkan ganti rugi atas tindakan surety company yang
54
menimbulkan kerugian bagi obligee, dan mendapatkan haknya sebagaimana
disebutkan dalam perjanjian performance bond.
Untuk memudahkan pemahaman maka penulis memakai kasus riil
yang juga menjadi latar belakang penulisan skripsi ini, yaitu kasus antara PT
Indominco Mandiri sebagai obligee (Penggugat), PT Trans Tek Engineering-
Shandong Machinery & Equipment I/E Group Corporation Joint Operation
sebagai principal (Turut Tergugat), dan PT Asuransi Andika Raharja Putera
sebagai surety company (Tergugat).
PT. Indomnico Mandiri adalah sebuah perusahaan pertambangan
batubara yang ingin membangun pembangkit tenaga listrik (power plant)
untuk meningkatkan efisiensi dan produksi kegiatan penambangan. Dengan
itu PT. Indomnico Mandiri selaku obligee menunjuk kontraktor yaitu PT.
Transtek Engineering-Shandong Manchinery & Equipment I/E Group
Corporation Joint Operation (TTE-SDMECO Joint Operation) dan
menandatangani kontrak pada 31 Januari 2007 yang terdiri dari:
a. Condition of Contract for EPC/Turnkey Project General Conditions, 1st
Edition 1999 ISBN 2-88432-021-0 yang diterbitkan oleh Federation
Internationale Des Ingenieurs-Conseils (FIDIC) (selanjutnya disebut
sebagai “FIDIC EPC/Turnkey General Conditions”);
b. Volume 1 (Conditions of Contract);
c. Volume 2 (Employer’s Requirements); dan
d. Volume 3 (Schedule)
55
Berdasarkan kontrak PT. Transtek Engineering-Shandong Manchinery
& Equipment I/E Group Corporation Joint Operation (TTE-SDMECO Joint
Operation) selaku principal wajib menyerahkan performance security,
sehingga principal memberikan jaminan berupa performance bond pada 16
Februari 2007 dengan jumlah sampai dengan USD 1,400,000 (satu juta empat
ratus ribu Dollar Amerika Serikat) yang diterbitkan oleh PT. Asuransi Andika
Raharja Putera selaku surety.
Seiring waktu berjalan, principal tidak dapat melaksanakan
kewajibannya sesuai kontrak, walau demikian obligee beritikad baik
memberikan perpanjangan waktu penyelesaian (Time for Completion) proyek
hingga tanggal 1 Agustus 2008 dan disetujui oleh principal. Dengan
diperpanjangnya masa penyelesaian, maka principal wajib memperpanjang
jangka waktu performance bond sampai selesainya seluruh pembanguan
proyek dan semua kekurangan atau kerusakan yang terjadi juga telah
dilengkapi dan diperbaiki, dan principal pun menyerahkan performance bond
baru yang diterbitkan oleh PT. Asuransi Andika Raharja Putera masih dengan
jumlah yang sama dengan masa berlaku sampai dengan 16 Agustus 2008 dan
masa pengajuan klaim tiga puluh hari sejak akhir masa berlaku performance
bond.
Meski sudah diberikan masa perpanjangan waktu penyelesaian,
principal tetap tidak dapat menyelesaikan proyek hingga batas waktu yang
ditentukan yaitu 1 Agustus 2008. Dan principal pun tidak memperpanjang
performance bond yang masa berlakunya habis pada 16 Agustus 2008.
56
PT. Indominco Mandiri tetap beritikad baik dengan memanggil
principal untuk mendiskusikan tentang perpanjangan waktu penyelesaian
proyek, dengan syarat principal wajib memberikan atau memperpanjang
performance bond sebagai jaminan atas pelaksanaannya atas kewajibannya.
Hasil dari pertemuan tersebut adalah principal menyanggupi untuk
memperpanjang masa berlaku performance bond hingga 30 September 2008
sambil menunggu principal menyiapkan rencana konkrit yang jelas untuk
disampaikan kepada obligee, apabila masa berlaku performance bond tidak
juga diperpanjang maka obligee akan mencairkan performance bond pada
tanggal 15 September.
Pada 12 September 2008 obligee telah mengingatkan kembali
principal lewat surat untuk memperpanjang masa berlaku performance bond,
namun principal tidak pernah memperpanjang masa berlakunya performance
bond. Hal ini mengakibatkan obligee dapat mencairkan klaim performance
bond dengan jumlah maksimum sesuai dengan isi kontrak tanpa perlu
membuktikan terlebih dahulu kepada surety mengenai perihal wanprestasinya
principal karena ditegaskan dalam kontrak bahwa perjanjian tersebut bersifat
unconditional dan surety setuju dengan tanpa syarat untuk melakukan
pembayaran jika principal melakukan wanprestasi.
Pengajuan klaim dapat dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah
lewatnya jangka waktu performance bond, karena masa berlaku performance
bond sampai tanggal 16 Agustus 2008 maka pengajuan klaim dapat dilakukan
paling lambat tanggal 15 September 2008. Obligee pun mengajukan klaim
57
pencairan dana pada tanggal 15 September 2008. Namun surety dan principal
tidak memberikan kepastian kapan akan mencairkan dana tersebut. Sehingga
obligee mengirimkan somasi. Barulah surety menanggapi dan menjamin akan
melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal 17
Desember 2008.
Lalu surety company melakukan survey mengenai jalannya proyek
tersebut dan menunjuk PT. Bahtera Arung Persada untuk menilai proyek
tersebut. Namun tiba-tiba surety menyatakan tidak dapat melakukan
pembayaran dengan alasan proyek masih berjalan dan kontrak antara principal
dan obligee telah berakhir pada tanggal 1 Agustus 2008. Sedangkan pada 1
Agustus 2008, principal dan obligee telah sepakat untuk memperpanjang
waktu penyelesaian proyek. Sampai pada permohonan kasasi diajukan surety
belum melaksanakan kewajibannya yaitu mencairkan klaim performance
bond, sehingga dapat dikatakan bahwa surety melakukan wanprestasi.
Dengan dibuatnya perjanjian performance bond dalam suatu kontrak,
maka berlakulah asas kebebasan berkontrak sesuai dengan pasal 1338 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat dengan
sah dan telah disepakati oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi
para pembuatnya. Maka analisis dapat difokuskan dengan isi kontrak tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat dianalisis dari adanya kasus ini, yaitu
pertama mengenai perjanjian pokok yang dianggap telah daluwarsa oleh
Tergugat PT Asuransi Andika Raharja Putera (selanjutnya disebut “PT
Asuransi ARP”), kedua mengenai wanprestasi yang dilakukan PT. Transtek
58
Engineering-Shandong Manchinery & Equipment I/E Group Corporation Joint
Operation (TTE-SDMECO Joint Operation) (selanjutnya disebut “PT Trans
Tek”) terhadap pelaksanaannya proyek konstruksi, ketiga mengenai
pembuktian apakah benar-benar terjadi wanprestasi seperti yang dituduhkan
oleh Penggugat PT Indominco Mandiri kepada PT Asuransi ARP, dan
keempat mengenai akibat hukum dan juga upaya hukum yang dapat dilakukan
dalam kasus wanprestasi atas tidak dicairkannya klaim performance bond ini.
Pertama, mengenai perjanjian pokok yang dianggap telah daluwarsa
oleh Tergugat. Suatu perjanjian disebut dengan perjanjian pokok, jika
perjanjian tersebut merupakan suatu perjanjian yang berdiri sendiri, dan tidak
memiliki ketergantungan, baik dalam bentuk pelaksanaannya, maupun
keabsahannya dengan perjanjian lain.7 Perjanjian pokok dalam kasus ini
adalah perjanjian pembangunan power plant antara PT Indominco Mandiri
dan PT Trans Tek. Dalam perjanjian yang menggunakan model kontrak FIDIC
dijelaskan bahwa principal harus menyerahkan performance bond sebagai
persyaratan kontrak. Dengan demikian munculah perjanjian assesoir berupa
perjanjian performance bond. Sebuah perjanjian assesoir tidak dapat berdiri
sendiri, dan Perjanjian assesoir tidak dapat dan tidak mungkin berdiri sendiri.
Demikian pula batalnya suatu perjanjian pokok secara hukum akan
membatalkan perjanjian assesoir yang mengikuti perjanjian pokok tersebut.
Mengenai apakah perjanjian pokok dalam kasus ini daluwarsa atau
tidak, menurut penulis perjanjian pokok masih berlaku sampai saat dimana
7 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan, h. 51.
59
pemutusan hubungan kontrak dilakukan yaitu pada tanggal 6 Oktober 2008.
Hal itu dibuktikan dengan adanya perjanjian perpanjangan waktu penyelesaian
yang dapat diartikan sebagai suatu addendum (perjanjian tambahan).
Bahwasanya PT Indominco Mandiri dapat mengajukan pencairan klaim
performance bond saat pertama kali PT Trans Tek gagal menyelesaikan
proyek sesuai waktu yang telah ditentukan. Namun PT Indominco beritikad
baik dengan memberikan perpanjangan waktu penyelesaiaan dengan maksud
PT Trans Tek selaku kontraktor/principal dapat menyelesaikan kewajibannya
sehingga menghindarkan dari sengketa lebih lanjut. Tetapi dengan adanya
perpanjangan waktu penyelesaian pun sebenarnya tidak menghambat jika
obligee ingin mencairkan klaim performance bond karena hal itu tertuang
dalam klausul angka 4 Performance Bond nomor 91PB00169/0805020/B yang
berbunyi:
“If the Principal grants a time extension to the Contractor for its
performance or allows the Contractor to deviate from any terms and
conditions of the Agreement without knowledge of the Surety, such
time extension or deviation of the therms and conditions of the
Agreement shall not in any way effect the unconditional obligation of
the Surety to make this immediate payment under this performance
bond”
Terjemahan bebasnya adalah Jika principal memberikan perpanjangan
waktu pelaksanaan kepada kontraktor atau mengijinkan Kontraktor untuk
menyimpang dari ketentuan dan syarat-syarat dalam Kontrak tanpa
memberitahukan hal tersebut kepada Penjamin, maka adanya perpanjangan
waktu atau penyimpangan ketentuan dan syarat-syarat dalam kontrak tersebut
tidak akan dalam hal apapun, memberikan pengaruh atas kewajiban tanpa
60
syarat dari Penjamin untuk segera melakukan pembayaran berdasarkan
performance bond ini.
Kedua, mengenai wanprestasi yang dilakukan oleh PT Trans Tek.
Wanprestasi adalah tidak terlaksananya perjanjian karena kelalaian salah satu
pihak.8 Wanprestasi atau kegagalan yang terjadi dalam proyek konstruksi
menimbulkan kewajiban bagi surety untuk mencairkan klaim. Kegagalan
tersebut adalah pekerjaan tidak selesai pada waktunya, pekerjaan sama sekali
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, pemberian atau pemakaian bahan-
bahan yang tidak seperti diperjanjikan, perusahaan principal jatuh pailit.9
Dengan tidak selesainya proyek sesuai waktu yang telah ditentukan dalam
kontrak maka dengan ini PT Trans Tek benar telah terbukti melakukan
wanprestasi. Dimana hal ini menimbulkan akibat pihak surety wajib
mencairkan klaim performance bond kepada obligee seperti yang sudah
ditegaskan dalam kontrak FIDIC. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1243 KUH
Perdata yang berbunyi:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu
perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan
lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah
ditentukan.”
Ketiga, mengenai pembuktian apakah benar-benar terjadi wanprestasi
seperti yang dituduhkan oleh Penggugat PT Indominco Mandiri kepada PT
Asuransi ARP. Menurut penulis, PT Asuransi ARP benar telah melakukan
8 Usman Samad, dkk, Hukum Kontrak Konstruksi, h. 52.
9 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Bentuk Jaminan, h. 62.
61
wanprestasi karena tidak mencairkan klaim performance bond sebagai
kewajibannya selaku surety yang memberikan jaminan atas pelaksanaan
proyek ini. Dengan dalil-dalil yang disampaikan dalam jawabannya sebagai
tergugat di Pengadilan, menunjukkan bahwa PT Asuransi ARP tidak beritikad
baik karena melarikan diri dari tanggung jawabnya dan melemparkan
tanggung jawabnya kepada PT Trans Tek. Bahwa PT Asuransi ARP berdalih
bahwa pihak yang melakukan wanprestasi adalah PT Trans Tek adalah salah,
karena gugatan yang diajukan oleh PT Indominco Mandiri adalah atas tidak
dicairkannya klaim performance bond, yang mana ini adalah suatu kewajiban
karena PT Asuransi ARP bertindak sebagai penjamin jika PT Trans Tek tidak
dapat memenuhi kewajibannya dalam proyek ini.
Pembuktian mengenai PT Asuransi ARP melakukan wanprestasi
diperkuat dengan adanya perjanjian perdamaian (akta van dading) pada
tanggal 1 April 2010 yang berisikan bahwa PT Asuransi ARP bersedia
melaksanakan 60% dari besarnya klaim yang dikabulkan oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Hal ini membuktikkan bahwa PT Asuransi mengakui
bahwa ia telah melakukan wanprestasi karena tidak mencairkan klaim
performance bond namun sampai proses kasasi PT Asuransi ARP tidak
kunjung memenuhi kewajibannya.
Keempat, mengenai akibat hukum dan juga upaya hukum atas
wanprestasi yang dilakukan oleh PT Asuransi ARP. Dengan adanya pengajuan
klaim performance bond oleh PT Indominco Mandiri, berdasarkan
Performance Bond Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008 PT
62
Asuransi ARP wajib untuk mencairkan klaim tanpa syarat tertentu, yang
ditegaskan oleh klausul mengenai maksud diterbitkanya performance bond ini
yang berbunyi:
“Now, therefor, by this performance bond, the Surety hereby provide
an irrevocable and unconditional commitment and guarantee in favor
of the Principal that:…”
Terjemahan bebasnya adalah Saat ini, karena itu, dengan performance
bond ini, penjamin dengan ini memberikan komiten dan jaminan yang tidak
dapat dicabut kembali dan tanpa syarat. Lalu dijelaskan kembali dalam angka
2 yaitu:
“if the Contractor fails to satisfy any of its obligations under the
Agreement, the Surety hereby agrees unconditionally to make a prompt
payment up to the amount stated in Clause 1 above to the Principal
after receipt of the written demand from the Principal without
necessity or requirement for the Principal to make any proof of the
legitimacy of the claim made to the Surety or to the Contractor, or to
make any prior demand or claim to the Contractor for payment of the
same, notwithstanding whatsoever rights of objection on the part of the
Contractor; The Surety shall deem the written demand from the
Principal as a conclusive evidence of the claim against the Surety for
the payment under this Performance Bond”
Terjemahan bebasnya adalah apabila Kontraktor gagal memenuhi salah
satu dari kewajiban-kewajibannya berdasarkan kontrak, Penjamin dengan ini
setuju tanpa syarat untuk melakukan pembayaran dengan segera sampai
sejumlah nilai yang tercantum dalam Pasal 1 tersebut di atas kepada principal
setelah menerima permintaan tertulis dari principal tanpa diperlukannya atau
disyaratkannya principal untuk memberikan bukti keabsahan klaim/tuntutan
kepada Penjamin atau kepada Kontraktor, atau untuk menyampaikan
permintaan atau klaim sebelumnya kepada Kontraktor atas pembayaran untuk
63
hal yang sama, terlepas adanya hak-hak penolakan dalam bentuk apapun dari
sisi Kontraktor; Penjamin akan mempertimbangkan permintaan tertulis dari
Principal sebagai bukti utuh atas tuntutan/klaim kepada Penjamin untuk
pembayaran sesuai dengan performance bond.
Maka, PT Asuransi ARP tidak dapat berdalih untuk menghindari
kewajibannya mencairkan klaim karena perjanjian Performance Bond Nomor
91PB00169/0805020/B mengikat PT Asuransi ARP dan juga PT Trans Tek,
dan juga kewajiban menyelesaikan pembayaran klaim telah ditegaskan dan
menjadi larangan bagi surety company untuk tidak mematuhinya.
Mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh PT Indominco
Mandiri adalah dengan menggugat PT Asuransi ARP untuk membuktikan di
depan hukum bahwa PT Indominco Mandiri melakukan wanprestasi dan
meminta penetapan hakim untuk menghukum PT Asuransi ARP mencairkan
performance bond. Hal ini sudah diputuskan lewat Putusan Nomor
29/Pdt.G/2009/PN.Jak.Sel, namun telah dilakukan Perjanjian Perdamaian pada
tanggal 1 April 2010 yang menghasilkan keputusan bahwa PT Asuransi ARP
menyatakan bahwa akan melaksanakan kewajibannya sebesar 60% dari total
klaim dan juga keputusan ini kembali dikuatkan oleh Hakim pada perkara No.
3053k/Pdt/2011. Menurut penulis hal tersebut adalah suatu solusi yang bijak
untuk masalah ini karena hal tersebut sama-sama meringankan beban PT
Asuransi ARP dan juga suatu hal yang baik bagi PT Indominco Mandiri
bahwa PT Asuransi ARP sudah mengakui wanprestasinya dan bersedia
memberikan klaim.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari analisis hukum yang dibahas dan diuraikan pada bab-
bab sebelumnya, maka penulis memberikan kesimpulan dari penelitian skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) adalah bentuk penanggungan
yang diberikan oleh Bank atau Perusahaan Asuransi untuk menanggung
pelaksanaan pekerjaan kepada obligee bahwa principal akan dapat
menyelesaikan pekerjaan yang diperjanjikan dengan obligee sesuai dengan
persyaratan perjanjian, dan bilamana principal gagal memenuhi
kewajibannya Bank atau Perusahaan Asuransi sebagai surety company
wajib mengganti rugi kepada obligee sebesar jumlah klaim yang tercantum
dalam perjanjian performance bond. Performance bond sebagai suatu
perjanjian pun tak luput dari kegagalan, munculnya wanprestasi dalam
performance bond dapat dikarenakan pihak surety yang memperlambat
dan juga bahkan tidak melaksanakan pembayaran.
2. Pihak yang dirugikan dalam kasus wanprestasi terhadap klaim pencairan
performance bond adalah obligee, karena obligee adalah pihak yang
seharusnya menerima manfaat dari performance bond. Sebagai
perlindungan hukum jika terjadi wanprestasi terhadap klaim performance
bond, obligee dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan
Negeri karena tidak dibayarkannya klaim performance bond melanggar
65
perjanjian yang telah disepakati oleh principal dan surety company yang
mana memenuhi unsur wanprestasi. Selain itu, Perusahaan Asuransi yang
melakukan wanprestasi pun dapat dikenakan sanksi administratif yang
diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan berupa peringatan tertulis,
pembatasan kegiatan usaha untuk sebagaian atau seluruh kegiatan usaha,
larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah
untuk lini usaha tertentu, pencabutan izin usaha, pembatalan pernyataan
pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak
lain yang memberikan jasa bagi Perusahaan Perasuransian, pembatalan
persetujuan bagi lembaga mediasi atau asosiasi dan/atau denda
administratif.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis bermaksud memberikan saran
terkait mengenai permasalahan dan kasus yang menjadi pokok pembahasan
dalam skripsi ini:
1. Ditambahkannya pasal dalam peraturan perundang-undangan mengenai
tata cara pelaporan Perusahaan Asuransi yang memperlambat dan juga
tidak menjalankan kewajiban penyelesaian pembayaran klaim, agar
penerapan sanksi dapat lebih cepat dan tepat, sehingga menciptakan iklim
bisnis yang sehat.
2. Menghimbau Perusahaan Asuransi untuk lebih meningkatkan pengawasan
mengenai pihak yang sedang atau akan melakukan perjanjian surety bond,
dengan cara melakukan background check dan juga memastikan apakah
66
kontraktor yang akan dijamin memiliki prospek yang bagus, untuk
mengurangi tingkat terjadinya wanprestasi. Untuk mengurangi loss cost,
Perusahaan Asuransi dapat saling membagi risiko dengan satu atau
Perusahaan Reasuransi, sehingga jika ada klaim performance bond yang
nilainya cukup besar Perusahaan Asuransi tidak mengalami collapsed.
67
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2013
Badrulzaman, Marium Darus. Surety Bond. Jakarta: Jakarta Insurance Institute,
2009
Djokomartono, R. et al. Hukum Kontrak Konstruksi dan Non Konstruksi. Jakarta:
Kerukunan Pensiunan Departemen Keuangan Pusat, 2007
Djumialdji, FX.. Perjanjian Pemborongan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995
Fuady, Munir. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga, 2013
Garner, Bryan A. Black’s Law Dictionary. Eighth Edition. USA: West Publishing
Co, 2004
Hadisoeprapto, Hartono Seri Hukum Perdata: Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan
Hukum Jaminan. Yogyakarta: Liberty, 1984
Hadjon, Philipus M.. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1987
Hermiati, Atty. Surety Bond dan Prinsip-Prinsip Underwriting. Jakarta: PT
(Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja, 1992
HS, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pengkajian Hukum Tentang
Perlindungan Hukum Bagi Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beragama.
Jakarta: BPHN, 2011
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2007
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000
Samad, Usman. Dkk. Hukum Kontrak Konstruksi dan Non Konstruksi. Jakarta:
Kerukunan Pensiunan Departemen Keuangan Pusat Bekerja sama dengan
Badan Kajian dan Pengembangan Pengadaan Jasa Konstruksi/Tanah,
68
Pengadaan Barang, Jsa Pelelangan serta Sistem Pengelolaan Keuangan dan
Investasi.
Satrio, J.. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 1991
Shahab, Hamid. Aspek Hukum dalam Sengketa Bidang Konstruksi. Jakarta:
Djambatan, 1996
Sianipar, J. Tinggi dan Jan Pinontoan. Surety Bond Sebagai Alternatif Dari Bank
Garansi. Jakarta: CV. Dharmaputera, 2003
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. Seri Hukum Dagang: Bentuk Jaminan (Surety-
Bond, Fidelity Bond) dan Pertanggungan Kejahatan (Crime Insurance).
Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta, 1986
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji. Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di
dalam Penelitian Hukum. Jakarta: Pusat Dokumen Universitas Indonesia,
1979
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986
Soewarso, Indrawati. Aspek Hukum Jaminan Kredit. Jakarta: Institut Bankir
Indonesia, 2002
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok
Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan. Yogyakarta: Liberty Offset
Yogyakarta, 2001
______. Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan. Yogyakarta:
Liberty, 1982
Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, 2005
Sutarno. Aspek-Aspek Hukum Pekreditan Pada Bank. Bandung: Alfabeta, 2001
Suyatno, Thomas. Et al. Kelembagaan Perbankan/ Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1993
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2003
Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi. Seri Hukum Perikatan: Penanggungan
Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2003
69
B. Karya Ilmiah:
Badrulzaman, Marium Darus. “Permasalahan Hukum Hak Jaminan”. Volume 11.
Hukum Bisnis. 2000
Inayah, Haerun. “Pelaksanaan Penyelesaian Klaim dan Subrogasi Atas Klaim
Yang Telah Dibayarkan Oleh Perusahaan Surety Dalam Perjanjian Surety
Bond di PT Jasaraharja Putera Cabang Mataram”, Tesis S2 Fakultas
Hukum, Universitas Diponegoro 2006
O’Driscoll, Peter S.. “Performance Bonds, Bankers’ Guarantees, and the Mareva
Injuction”. Vol. 7 Issue 2. Fall, 1985
Yasin, Helsi. “Tinjauan Hukum Tentang Surety Bond Sebagai Jaminan dalam
Perjanjian Pemborongan”. Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia, 2002
C. Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian.
Peraturan Menteri Keuanga No. 124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan
Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship.
Keputusan Menteri Keuangan No. 422/KMK.6/2003 tentang Penyelenggaraan
Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
D. Internet:
http://putusan.mahkamahagung.go.id/
70
LAMPIRAN
1. Putusan Nomor 3053k/Pdt/2011.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A NNomor 3053 K/Pdt/2011
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai
berikut dalam perkara :
PT. INDOMINCO MANDIRI, suatu Perseroan Terbatas yang
didirikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia,
berkedudukan di Ventura Building, 8th Floor, Jalan R.A. Kartini
Nomor 26, Cilandak, Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa
kepada MARSELINUS K. RAJASA, S.H., LL.M., IGNATIUS
SUPRIYADI, S.H., HARTANTO, S.H., HERTANTO, S.H.,
ELSIANA INDA PUTRI MAHARANI, S.H., para Advokat,
berkantor di Gedung Setiabudi Atrium Lantai 2, Suite 206 B,
Jalan H.R. Rasuna Said Kav. 62, Jakarta ;
Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding ;
M e l a w a n :
1. PT. ASURANSI ANDIKA RAHARJA PUTERA,
berkedudukan di Jalan Raya Pasar Minggu Nomor 5, Jakarta
Selatan ;
Termohon Kasasi I dahulu Tergugat/Pembanding I ;
2. PT. TRANS TEK ENGINEERING-SHANDONG
MACHINERY & EQUIPMENT I/E GROUP CORPORATION
JOINT OPERATION (TTE-SDMECO Joint Operation),
berkedudukan di Ventura Building, 5th Floor, Jalan R.A. Kartini
Nomor 26 Cilandak, Jakarta ;
Termohon Kasasi II dahulu Turut Tergugat/Pembanding II ;
Mahkamah Agung tersebut ;
Membaca surat-surat yang bersangkutan ;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Pemohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang para
Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat dan Turut Tergugat dimuka
persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pokoknya atas dalil-dalil:
Hal. 1 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa Penggugat adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan batu-bara berdasarkan Perjanjian Kerjasama Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) yang berkantor pusat di Jakarta dan
mempunyai lokasi penambangan batu bara di Bontang, Kalimantan Timur ;
Bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan produksi, Penggugat berencana
untuk membangun pembangkit tenaga listrik (power plant) untuk keperluan
kegiatan penambangan Penggugat. Untuk mewujudkan rencana tersebut
Penggugat menunjuk kontraktor yaitu Turut Tergugat berdasarkan Joint
Operation Agreement tanggal 13 Desember 2006 sebagai Kontraktor untuk
proyek tersebut. Proyek ini bernama Bontang Coal Fired Power Station
(selanjutnya disebut “Proyek”) ;
Bahwa antara Penggugat dan Turut Tergugat saling sepakat dan
mengikatkan diri untuk melaksanakan proyek tersebut dengan menandatangani
Kontrak tertanggal 25 Januari 2007 dan ditandatangani pada tanggal 31 Januari
2007 yang terdiri dari :
i) Condition of Contract for EPC/Turnkey Project General Conditions, 1st
Edition 1999 ISBN 2-88432-021-0 yang diterbitkan oleh Federation
Internationale Des Ingenieurs-Conseils (FIDIC) (selanjutnya disebut
sebagai “FIDIC EPC/Turnkey General Conditions”) ;
ii) Volume 1 (Conditions of Contract) ;
iii) Volume 2 (Employer’s Requirements) ; dan
iv) Volume 3 (Schedules) ;
(secara keseluruhan selanjutnya disebut “Kontrak”) dimana Penggugat
berkedudukan sebagai Employer/Prinsipal ;
Bahwa sebagai jaminan pelaksanaan pekerjaan yang akan dilakukannya,
berdasarkan Pasal 4.2. paragraf 1 dan paragraf 2 FIDIC EPC/Turnkey General
Conditions, Turut Tergugat wajib menyerahkan Performance Security, sehingga
Turut Tergugat memberikan jaminan berupa Performance Bond Nomor
91PB00342/0702035/BE02 tanggal 16 Pebruari 2007 dengan jumlah sampai
dengan USD 1,400.000.00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika Serikat)
selanjutnya disebut : “Performance Bond awal”) yang diterbitkan oleh Tergugat ;
Bahwa seiring dengan berjalannya waktu ternyata Turut Tergugat tidak
dapat melaksanakan kewajibannya sesuai Kontrak, walau demikian Penggugat
selaku Employer/Prinsipal dengan itikad baik memberikan perpanjangan waktu
2
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penyelesaian (Time for Completion) Proyek hingga tanggal 1 Agustus 2008
melalui surat Penggugat kepada Turut Tergugat Nomor 1152/LIMM/BD/4/2008
tertanggal 16 April 2008 dan perpanjangan ini telah disetujui pula oleh Turut
Tergugat ;
Bahwa sesuai dengan Pasal 4.2 paragraf 3 FIDIC EPC/Turnkey General
Conditions Turut Tergugat wajib memperpanjang jangka waktu Performance
Bond sampai selesainya seluruh pembangunan Proyek dan semua kekurangan
atau kerusakan yang terjadi juga telah dilengkapi dan diperbaiki ;
Bahwa sehubungan dengan perpanjangan waktu penyelesaian hingga
1 Agustus 2008, Turut Tergugat selanjutnya menyerahkan Performance Security
berupa Performance Bond yang diterbitkan oleh Tergugat Nomor
91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008 untuk menggantikan Performance
Bond Awal dengan jumlah jaminan yang sama yaitu sampai dengan USD
1.400.000,00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika Serikat) (selanjutnya
disebut “Performance Bond”) dengan masa berlaku hingga tanggal 16 Agustus
2008 dan masa pengajuan klaim tiga puluh hari sejak akhir masa berlaku
Performance Bond ;
Bahwa faktanya walaupun Penggugat telah memberikan perpanjangan
waktu penyelesaian Proyek ternyata Turut Tergugat tetap tidak dapat
menyelesaikan Proyek hingga batas waktu yang ditentukan yaitu 1 Agustus
2008 ;
Bahwa oleh karena Turut Tergugat masih tetap terikat untuk
menyelesaikan proyek , maka Turut Tergugat wajib memperpanjang jaminannya
(Performance Bond) sesuai ketentuan Pasal 4.2 paragraf 3 FIDIC EPC/Turnkey
General Conditions, hingga selesainya Proyek dan semua kekurangan/
kerusakan telah dilengkapi/diperbaiki. Namun sampai tanggal 16 Agustus 2008
yang merupakan batas akhir berlakunya Performance Bond, Penggugat belum
mendapatkan pengganti dari Performance Bond tersebut ;
Bahwa Penggugat dengan itikad baik masih memberikan waktu kepada
Turut Tergugat untuk melaksanakan kewajibannya dengan memanggil Turut
Tergugat pada tanggal 11 September 2008 untuk mendiskusikan perpanjangan
waktu penyelesaian Proyek, dengan syarat Turut Tergugat wajib memberikan
atau memperpanjang Performance Bond sebagai jaminan atas pelaksanaan
kewajibannya ;
3
Hal. 3 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa pertemuan antara Turut Tergugat dengan Penggugat pada
tanggal 11 September 2008 di kantor Penggugat, diperoleh kesepakatan
sebagai berikut :
i) Turut Tergugat menyanggupi untuk memperpanjang masa keberlakuan
Performance Bond hingga tanggal 30 September 2008 sambil
menunggu Turut Tergugat menyiapkan rencana konkrit yang jelas untuk
disampaikan kepada Penggugat ; dan
ii) Apabila masa berlakunya Performance Bond tersebut tidak juga
diperpanjang maka Penggugat akan mencairkan Performance Bond
yang ada pada tanggal 15 September 2008 ;
Bahwa pada tanggal 12 September 2008 Penggugat melalui surat
kembali mengingatkan Turut Tergugat untuk memperpanjang masa berlakunya
Performance Bond hingga 30 September 2008. Namun Turut Tergugat tidak
pernah memperpanjang masa berlakunya Performance Bond tersebut ;
Bahwa kegagalan Turut Tergugat tersebut untuk memperpanjang
Performance Bond ini memberikan hak kepada Penggugat untuk mengajukan
klaim secara penuh (full amount) atas jaminan yang termuat di dalam
Performance Bond. Hal ini telah diatur dalam Pasal 4.2 paragraf 4 FIDIC EPC/
Turnkey General Conditions yang menyatakan :
“failure by the Contractor to extend the validity of the Performance Security
as describe in the preceding paragraph in which event the Employer may
claim the full amount of the Performance Security” ;
Terjemahan bebas :
“apabila Kontraktor gagal untuk memperpanjang keberlakuan Performance
Security sebagaimana dideskripsikan dalam paragraf sebelumnya, maka
Employer dapat menuntut pencairan Performance Security dengan jumlah
maksimum yang terdapat didalamnya” ;
Bahwa lebih lanjut di dalam Performance Bond, Tergugat sendiri telah
menyatakan bahwa Penggugat selaku Prinsipal berhak untuk mengajukan klaim
pencairan tanpa perlu membuktikan terlebih dahulu kepada Tergugat mengenai
perihal wanpresatasinya Turut Tergugat (at sight claim) sebagaimana
ditegaskan dalam butir 2 yang menyatakan bahwa:
“If the Contractor fails to satisfy any of its obligations under the Agreement,
the Surety hereby agrees unconditionally to make a prompt payment up to
4
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
the amount stated in clause 1 above to the Principal after receipt of the
written demand from the Principal without necessity or requirement for the
Principal to make any proof of the legitimacy of the claim made to the Surety
or to the Contractor, or to make any prior demand or claim to the Contractor
for payment of the same, notwithstanding whatsoever rights of objection on
the part of the Contractor ;
The Surety shall deem the written demand from the Principal as a
conclusive evidence of the claim against the Surety the payment under this
Performance Bond” ;
Terjemahan bebas :
“Apabila Kontraktor gagal memenuhi salah satu dari kewajiban-
kewajibannya berdasarkan Kontrak, Penjamin dengan ini setuju dengan
tanpa syarat untuk melakukan pembayaran dengan segera hingga sejumlah
nilai yang tercantum dalam Pasal 1 di atas kepada Prinsipal setelah
menerima permintaan tertulis dari Prinsipal tanpa diperlukannya atau
disyaratkannya Prinsipal memberikan bukti legitimasi klaim kepada
Penjamin atau kepada Kontraktor, atau untuk menyampaikan permintaan
atau klaim sebelumnya kepada Kontraktor atas pembayaran untuk hal yang
sama, terlepas adanya hak-hak penolakan dalam bentuk apapun dari sisi
Kontraktor ;
Bahwa pengajuan klaim dapat dilakukan dalam jangka waktu 30 hari
setelah lewatnya jangka waktu Performance Bond. Dengan demikian oleh
karena Performance Bond berlaku sampai tanggal 16 Agustus 2008 maka
pengajuan klaim dapat dilakukan paling lambat tanggal 15 September 2008 ;
Bahwa Penggugat telah mengajukan klaim pencairan pada tanggal 15
September 2008 sesuai jangka waktu terakhir yang ditentukan dalam
Performance Bond, yang dilakukan secara resmi melalui surat dan diterima
langsung oleh Technical Manager Tergugat yang bernama Yosua Yudi Pan ;
Bahwa oleh karena Penggugat tidak menerima dana pencairan
Performance Bond dan Tergugat juga tidak memberikan kepastian mengenai
kapan akan dilakukan pembayaran, akhirnya Penggugat mengirimkan surat
teguran (somasi) kepada Tergugat pada tanggal 10 Oktober 2008, 14 Oktober
2008 dan 5 Desember 2008 untuk segera mencairkan klaim Penggugat sebesar
USD 1,400.000.00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika Serikat) dengan
5
Hal. 5 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
cara melakukan transfer langsung ke rekening Penggugat, namun hingga
gugatan ini diajukan Tergugat belum juga mencairkan Performance Bond
dimaksud ;
Bahwa somasi kepada Tergugat akhirnya ditanggapi dengan pertemuan
tanggal 17 Desember 2008 di Kantor Tergugat dimana saat itu Tergugat juga
menjamin akan melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal pertemuan berdasarkan suratnya Nomor P/274/ARP/XII/2008
tertanggal 17 Desember 2008 ;
Bahwa sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, Tergugat berinisiatif
untuk melihat sendiri kondisi Proyek dengan mengirimkan surat permohonan ijin
Nomor P/282/ARP/XII/2008 tertanggal 22 Desember 2008 untuk masuk area
Proyek. Tergugat juga menunjuk PT. Bahtera Arung Persada untuk melakukan
penilaian terhadap Proyek yang sudah dikerjakan ;
Bahwa pada tanggal 24 Desember 2008 PT. Bahtera Arung Persada
telah selesai melakukan survey atas Proyek yang telah dikerjakan dengan
membuat Minuta Rapat yang ditandatangani oleh Penggugat dan PT. Bahtera
Arung Persada ;
Bahwa tiba-tiba Tergugat menyatakan tidak dapat melakukan
pembayaran sebagaimana dinyatakan dalam suratnya tanggal 22 Desember
2008 Nomor P/006/ARP/I/2009 dengan alasan Proyek masih berjalan dan
Kontrak antara Penggugat dan Turut Tergugat telah berakhir pada tanggal 1
Agustus 2008 ;
Bahwa alasan Tergugat untuk tidak melakukan pembayaran tersebut
sangat mengada-ada dan tidak masuk akal karena tanggal 1 Agustus 2008
tersebut hanya merupakan tanggal perpanjangan waktu penyelesaian (time for
completion) Proyek yang diberikan oleh Penggugat kepada Turut Tergugat.
Oleh karena Turut Tergugat tetap tidak melakukan kewajibannya walaupun telah
diberikan perpanjangan waktu akhirnya Penggugat terpaksa memutuskan
hubungan Kontrak pada tanggal 6 Oktober 2008, yang berlaku efektif tanggal 20
Oktober 2008 ;
Bahwa dengan demikian Tergugat telah dengan nyata mencoba
menyesatkan dan membelokkan permasalahan dengan mencampur adukkan
pengertian masa berlakunya Kontrak dengan perpanjangan waktu penyelesaian
(time for completion) ;
6
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa Tergugat selalu mengulur-ulur waktu dan mempermainkan
Penggugat padahal Penggugat telah beberapa kali memberi kesempatan yang
cukup kepada Tergugat untuk melakukan pencairan Performance Bond,
termasuk menunggu realisasi dari janji yang diberikan Tergugat untuk
melakukan pembayaran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana
suratnya tanggal 17 Desember 2008 ;
Tergugat melakukan wanprestasi dengan tidak mencairkan Performance Bond;
Bahwa Penggugat telah beritikad baik untuk memberikan jangka waktu
dan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan supaya Tergugat dapat segera
mencairkan Performance Bond, walaupun hal tersebut tidak diwajibkan, namun
sampai dengan gugatan ini didaftarkan Tergugat belum juga melakukan
kewajibannya bahkan menolak untuk melakukan pencairan Performance Bond ;
Bahwa Tergugat telah terbukti melakukan wanprestasi karena tidak
mencairkan Performance Bond sesuai permintaan Penggugat karena pencairan
Performance Bond merupakan kewajiban bagi Tergugat berdasarkan
Performance Bond apabila Turut Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
berdasarkan Kontrak. Apalagi berdasarkan Performance Bond juga telah
dinyatakan secara tegas bahwa Penggugat tidak perlu membuktikan terlebih
dulu wanprestasi nya Turut Tergugat baik kepada Tergugat maupun Turut
Tergugat dan tidak ada kewajiban Penggugat untuk meminta persetujuan atau
pemberitahuan terlebih dulu kepada Turut Tergugat ;
Tindakan Tergugat telah menyebabkan kerugian bagi Penggugat ;
Bahwa oleh karena Tergugat hingga gugatan ini diajukan belum juga
mencairkan Performance Bon dimaksud telah menyebabkan kerugian baik
secara materiil maupun immaterial kepada Penggugat dengan uraian sebagai
berikut :
• Kerugian Materiil :
1. Berupa USD 1,400.000.00 (satu juta empat ratus Dollar Amerika Serikat)
sesuai dengan nilai Performance Bond yang tidak dicairkan oleh
Tergugat ;
2. Penggugat berhak menerima pencairan sejak berakhirnya jangka waktu
klaim yaitu tanggal 16 September 2008, namun hingga gugatan ini
diajukan (tanggal 16 Januari 2009), Tergugat belum menerima pencairan
7
Hal. 7 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dimaksud, dengan demikian Penggugat telah menderita kerugian karena
dana tersebut dapat diinvestasikan oleh Penggugat atau setidak-tidaknya
dimasukkan ke deposito bank dengan bunga sebesar 1 % setiap
bulannya yang dihitung sejak tanggal 16 September 2008 sampai adanya
putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap ;
• Kerugian immateriil :
Bahwa selain dari kerugian materiil, Penggugat juga menderita kerugian
immateriil mengingat Penggugat harus mengorbankan waktu, tenaga dan
pikiran untuk mengurus dan melakukan mediasi dan upaya hukum terhadap
Tergugat, yang apabila dinilai dengan uang adalah sebesar Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar Rupiah) ;
Bahwa dengan tidak dicairkannya Performance Bond tersebut telah
menyebabkan kerugian bagi Penggugat, dengan demikian Penggugat berhak
menuntut ganti rugi, denda dan bunga kepada Tergugat sesuai ketentuan Pasal
1243 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut :
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan
lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang
seharusnya diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat
dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya” ;
Bahwa selain tuntutan kerugian materiil dan immateriil juga telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 1246 KUHPerdata, yang menyatakan sebagai berikut :
“Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan
penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya
dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya…” ;
Bahwa untuk melindungi kepentingan Penggugat sehubungan dengan
gugatan ini serta demi menghindari adanya upaya-upaya Tergugat untuk
mengalihkan aset-aset miliknya, sehingga gugatan ini menjadi sia-sia (illusionir)
dan menjamin pelaksanaan ganti rugi yang harus dilakukan Tergugat, maka
sangat beralasan hukum apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan meletakkan sita jaminan/persamaan atas aset milik
Tergugat yang jumlah dan letaknya akan Penggugat uraikan dalam Surat
Permohonan Sita Jaminan/Persamaan tersendiri ;
8
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa, oleh karena gugatan Penggugat didasarkan kepada bukti-bukti
yang akurat, dengan berpedoman kepada Ketentuan Pasal 180 (1) HIR maka
Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan
putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada verzet,
banding, kasasi (uitvoerbaar bij voorraad) ;
Bahwa itikad buruk Tergugat untuk menunda-nunda pembayaran klaim
yang diajukan Penggugat maka mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat
menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) untuk setiap hari lalai melaksanakan
putusan dalam perkara ini ;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar terlebih dahulu meletakkan sita jaminan
atas aset milik Tergugat dan selanjutnya menuntut kepada Pengadilan Negeri
tersebut supaya agar memberikan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu
sebagai berikut :
Primair :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi ;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat
sebesar USD 1,400.000.00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika
Serikat) ;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil kepada
Penggugat sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar Rupiah) ;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga sebesar 1% setiap bulan dari
total kerugian yang diderita Penggugat dihitung sejak tanggal 16 September
2008 sampai dengan adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde) ;
6. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan terhadap aset milik Tergugat ;
7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada
bantahan, banding atau kasasi dan upaya hukum lainnya (uitvoerbaar bij
voorraad) ;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) untuk setiap hari kelalaian dalam
melaksanakan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap ;
9
Hal. 9 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
9. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi seluruh isi putusan ;
10.Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara ;
Atau :
Apabila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpendapat lain, mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) ;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan
eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut :
Bahwa Tergugat menyangkal dan menolak semua dalil-dalil yang
dikemukakan Penggugat, kecuali apa yang secara tegas diakuinya ;
Bahwa gugatan Penggugat adalah error in persona, yaitu tidak tepat
karena gugatan seharusnya ditujukan langsung kepada PT. Trans Tek
Engineering-Shandong Machinery & Equipment I/E Group Corporation Joint
Operation (TTE-SDMECO Joint Operation) (selanjutnya disebut sebagai “PT.
Trans Tek”), karena jelas sekali terlihat dalam dalil-dalil gugatan tersebut bahwa
Penggugat telah banyak menyatakan PT. Trans Tek (Turut Tergugat) telah
melakukan wanprestasi terhadap Kontrak/Perjanjian yang dibuat antara
Penggugat dengan Turut Tergugat, sehingga Tergugat tidaklah dalam posisi
dapat menanggapi dalil-dalil gugatan Penggugat tersebut, sehingga sudah
selayaknya kalau PT. Trans Tek yang merupakan Tergugat bukan hanya
sebagai Turut Tergugat ;
Bahwa gugatan Penggugat juga adalah kabur (obscuur libel) atau tidak
jelas karena dalam dalil-dalil gugatannya, Penggugat jelas-jelas menyatakan
PT. Trans Tek (Turut Tergugat) tidak dapat melaksanakan kewajibannya sesuai
Kontrak, sehingga PT. Trans Tek (Turut Tergugat) telah melakukan wanprestasi
akan tetapi selanjutnya Penggugat juga menyatakan kalau Tergugat juga telah
melakukan wanprestasi kepada Penggugat, padahal dalam gugatannya,
Penggugat jelas sekali menempatkan PT. Trans Tek hanya sebagai Turut
Tergugat walaupun dalam dalil-dalil gugatannya, Penggugat secara jelas
menyatakan PT. Trans Tek telah melakukan wanprestasi terhadap Kontrak
diantara mereka, sehingga sudah selayaknya demi hukum gugatan yang kabur
dan tidak jelas tersebut seharusnya ditolak ;
Berdasarkan alasan tersebut di atas, Tergugat mohon agar Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan menolak gugatan Penggugat
untuk seluruhnya atau menyatakan gugatan ini tidak dapat diterima ;
10
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
telah mengambil putusan, yaitu putusan Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel
tanggal 18 Agustus 2009 yang amarnya sebagai berikut :
A. Dalam Eksepsi:
• Menolak eksepsi dari Tergugat untuk seluruhnya ;
B. Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi terhadap
Penggugat ;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat
sebesar USD 1,400.000.00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika
Serikat) ;
4. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi seluruh isi putusan ;
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya ;
6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam
perkara ini sebesar Rp 401.000,00 (empat ratus satu ribu Rupiah) ;
Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat
dan Turut Tergugat putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh
Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan Nomor 494/PDT/2010/PT.DKI
tanggal 21 Maret 2011 yang amarnya sebagai berikut :
• Menerima permohonan banding dari Pembanding II semula Turut
Tergugat tersebut ;
• Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 29/
Pdt.G/ 2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Agustus 2009, yang dimohonkan
banding ;
MENGADILI SENDIRI :
Dalam Eksepsi :
• Menerima Eksepsi Pembanding II semula Turut Tergugat ;
Dalam Pokok Perkara :
• Menyatakan menerima pencabutan banding tertanggal 6 April 2010
Nomor 032/LO-WS/IV/2010 antara Pembanding I semula Tergugat dan
Terbanding semula Penggugat ;
11
Hal. 11 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Menyatakan gugatan Terbanding semula Penggugat tidak dapat
diterima ;
• Menghukum Terbanding semula Penggugat untuk membayar biaya
perkara pada kedua tingkat pengadilan, yang dalam tingkat banding
sebesar Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu Rupiah) ;
Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada
Penggugat/Terbanding pada tanggal 14 Juli 2011 kemudian terhadapnya oleh
Penggugat/Terbanding (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan surat
kuasa khusus tanggal 20 Juli 2011) diajukan permohonan kasasi secara lisan
pada tanggal 26 Juli 2011 sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi
Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan permohonan tersebut diikuti oleh memori kasasi yang
memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
tersebut pada tanggal 8 Agustus 2011 ;
Bahwa setelah itu oleh Turut Tergugat/ Pembanding II yang pada tanggal
20 September 2011 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Penggugat/
Terbanding diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 4 Oktober 2011;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam
tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka
oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ;
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Penggugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :
A. Judex Facti Tingkat Banding telah salah menerapkan atau melanggar
Hukum yang berlaku ;
A.1. Judex Facti Tingkat Banding telah salah menerapkan atau melanggar
ketentuan Pasal 118 HIR dan Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 1 angka 1 dan
angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (“Undang-Undang Arbitrase”) dalam
memberikan pertimbangan hukum terkait lembaga yang berwenang
menyelesaikan perkara a quo ;
1. Bahwa dengan hanya mempertimbangkan Memori Banding/
Permohonan Banding dari Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/
12
12
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Turut Tergugat) tanpa mempertimbangkan pokok perselisihan/
sengketa secara keseluruhan dalam perkara a quo, akibatnya
Judex Facti Tingkat Banding dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta halaman 5-6 telah memberikan pertimbangan hukum yang
salah serta melanggar hukum terkait dengan ketentuan yang
mengatur mengenai lembaga yang berwenang mengadili perkara a
quo sebagaimana ditentukan dalam Pasal 118 HIR dan Pasal 9
ayat (1) jo Pasal 1 angka 1 dan angka 3 Undang-Undang Arbitrase,
dimana pertimbangan hukum dalam Putusan Pengadilan Tinggi
DKI Jakarta dimaksud, dapat dikutip secara lengkap sebagai
berikut:
“Dalam Eksepsi:
Menimbang, bahwa Pembanding II semula Turut Tergugat
dalam eksepsinya mengemukakan bahwa berdasarkan Kontrak,
khususnya Pasal 20.4 FIDIC Conditions (bukti P-1a), apabila
terjadi perselisihan antara para pihak yang terkait dengan kontrak,
maka para pihak telah sepakat akan membawa perselisihan
tersebut kepada DAB (Dispute Adjudication’s Board) dan pada
intinya apabila para pihak tetap tidak puas dengan putusan DAB,
maka berdasarkan Pasal 20.6 FIDIC Conditions akan diselesaikan
melalui Arbitrase (dalam hal ini, Badan Arbitrase Nasional
Indonesia/BANI) ;
Menimbang, bahwa eksepsi Pembanding II semula Turut
Tergugat tersebut beralasan dan berdasar hukum, maka Majelis
Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa yang berwenang
mengadili perkara a quo adalah Badan Arbitrase Nasional
Indonesia oleh karenanya keberatan yang diajukan oleh
Pembanding II semula Turut Tergugat baik dalam eksepsi maupun
dalam Memori Banding dinyatakan dapat diterima ;
“Dalam Pokok Perkara:
Menimbang, bahwa eksepsi Pembanding II semula Turut
Tergugat dapat diterima, oleh karenanya gugatan Terbanding
semula Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima untuk
Pembanding II semula Turut Tergugat ;
13
Hal. 13 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut,
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 29/Pdt.G/
2009/PN.Jkt.Sel. tanggal 18 Agustus 2009, yang dimohonkan
banding tersebut harus dibatalkan dan Majelis Hakim Tingkat
Banding akan mengadili sendiri yang amar selengkapnya
sebagaimana tercantum dalam putusan di bawah ini ;
2. Bahwa dari pertimbangan hukum sebagaimana dikutip di atas,
pada intinya Judex Facti Tingkat Banding menyatakan bahwa yang
berwenang untuk mengadili perkara ini adalah Dispute Ajudication’s
Board (DAB) dan/atau Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey
General Conditions (Kontrak) ;
3. Bahwa pertimbangan hukum dari Judex Facti Tingkat Banding
tersebut adalah nyata-nyata salah dan keliru akibat tidak
mempertimbangkan secara lengkap keseluruhan pokok sengketa
dalam perkara a quo, dimana pokok perselisihan/sengketa dalam
perkara a quo adalah hanya mengenai perselisihan tentang
pelaksanaan Performance Bond Nomor 91PB00169/0805020/B
tanggal 16 April 2008 antara Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat) dengan Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/
Tergugat) dimana Performance Bond tersebut merupakan jaminan
pelaksanaan kerja Proyek dalam Kontrak antara Pemohon Kasasi
(dh. Terbanding/ Penggugat) dengan Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat). Dengan demikian, pokok sengketa
dalam perkara a quo bukan perselisihan langsung terkait
pelaksanaan Kontrak antara Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat) dengan Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) ;
Dengan kata lain Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat)
hanya meminta Pengadilan untuk menyatakan Termohon Kasasi I
(dh. Pembanding I/Tergugat) terbukti melakukan perbuatan
wanprestasi karena tidak memenuhi janjinya untuk mencairkan
Performance Bond Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April
2008 setelah adanya permintaan tertulis dari Pemohon Kasasi (dh.
14
14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Terbanding/Penggugat) dalam hal Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) tidak memenuhi kewajibannya
sesuai Kontrak. Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat)
sama sekali tidak meminta Pengadilan dalam perkara a quo untuk
menyatakan Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) dinyatakan melakukan wanprestasi terhadap
Performance Bond tersebut, dan/atau untuk menyatakan para
Termohon Kasasi (dh. Pembanding I/Tergugat dan Pembanding II/
Turut Tergugat) telah melakukan wanprestasi terhadap Kontrak
yang bukan menjadi dasar hukum gugatan wanprestasi dari
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/ Pembanding) ;
4. Bahwa apabila Judex Facti Tingkat Banding benar-benar
mempertimbangkan dan memperhatikan inti pokok sengketa
perkara a quo, hal-hal tersebut di atas sebenarnya telah terlihat
jelas khususnya dalam surat gugatan dan isi dari Performance
Bond yang menjadi dasar gugatan tersebut, yaitu sebagai berikut:
• Bahwa dalam gugatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi
(dh. Terbanding/Penggugat) di pengadilan tingkat pertama,
hanya menuntut agar Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/
Tergugat) dinyatakan wanprestasi karena tidak bersedia
melaksanakan kewajibannya untuk mencairkan Performance
Bond Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008
dengan jumlah nilai jaminan sebesar USD 1,400.000.00 (satu
juta empat ratus ribu Dollar Amerika Serikat) padahal
Performance Bond dimaksud diterbitkan dengan sifat
“irrevocable”/tidak dapat dicabut kembali dan “unconditional”/
tanpa syarat, dalam arti “untuk pencairannya tidak diperlukan
adanya syarat-syarat tertentu, misalnya harus terlebih dahulu
didahului dengan tuntutan/pernyataan wanprestasi terhadap
Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat),
melainkan cukup dengan adanya permintaan pencairan dari
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat)”, serta menuntut
Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) agar
membayar nilai jaminan yang tertuang dalam Performance
15
Hal. 15 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bond Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008
yaitu sebesar USD 1,400.000.00 (satu juta empat ratus ribu
Dollar Amerika Serikat) ;
Dalam Performance Bond tersebut ditegaskan bahwa:
“Now, therefore, by this Performance Bond, the Surety
hereby provide an irrevocable and unconditional
commitment and guarantee in favor of the Principal that:
…” ;
Terjemahan bebasnya:
“Saat ini, karena itu, dengan Performance Bond ini,
Penjamin (dalam hal ini Termohon Kasasi I (dh.
Pembanding I/Tergugat)) dengan ini memberikan
komitmen dan jaminan yang tidak dapat dicabut kembali
dan tanpa syarat bahwa: …” ;
Selanjutnya dalam Performance Bond tersebut ditegaskan
kembali makna unconditional/tanpa syarat tersebut
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 Performance Bond
Nomor 91PB00169/ 0805020/B tanggal 16 April 2008, yaitu
sebagai berikut:
“2. If the Contractor fails to satisfy any of its obligations
under the Agreement, the Surety hereby agrees
unconditionally to make a prompt payment up to the
amount stated in clause 1 above to the Principal after
receipt of the written demand from the Principal without
necessity or requirement for the Principal to make any
proof of the legitimacy of the claim made to the Surety or to
the Contractor, or to make any prior demand or claim to
the Contractor for payment of the same, notwithstanding
whatsoever rights of objection on the part of the Contractor
;
The Surety shall deem the written demand from the
Principal as a conclusive evidence of the claim against the
Surety for the payment under this Performance Bond.” ;
Terjemahan bebas:
16
16
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“2. Apabila Kontraktor (dalam hal ini Termohon Kasasi II
(dh. Pembanding II/Turut Tergugat) gagal memenuhi salah
satu dari kewajiban-kewajibannya berdasarkan Kontrak,
Penjamin dengan ini setuju tanpa syarat untuk melakukan
pembayaran dengan segera sampai sejumlah nilai yang
tercantum dalam Pasal 1 tersebut di atas kepada Principal
(dalam hal ini Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat)) setelah menerima permintaan tertulis dari
Prinsipal tanpa diperlukannya atau disyaratkannya
Prinsipal untuk memberikan bukti keabsahan klaim/
tuntutan kepada Penjamin atau kepada Kontraktor, atau
untuk menyampaikan permintaan atau klaim sebelumnya
kepada Kontraktor atas pembayaran untuk hal yang sama,
terlepas adanya hak-hak penolakan dalam bentuk apapun
dari sisi Kontraktor ;
Penjamin akan mempertimbangkan permintaan tertulis dari
Prinsipal sebagai bukti utuh atas tuntutan/klaim kepada
Penjamin untuk pembayaran sesuai dengan Performance
Bond.” ;
Berdasarkan isi angka 2 Performance Bond Nomor
91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008 ini, Termohon
Kasasi I (dh Pembanding I/Tergugat) memiliki kewajiban tanpa
syarat (unconditional) untuk melakukan pembayaran kepada
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) sebagaimana
nilainya tercantum dalam Performance Bond setelah menerima
permintaan tertulis dari Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat) dalam kedudukannya sebagai Prinsipal. Dengan
demikian, Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) -
apalagi Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) - tidak dapat berdalih dengan dalil apapun untuk
mencegah pembayaran tersebut kepada Pemohon Kasasi,
termasuk dengan menyatakan tuntutan pembayaran belum
sah karena masih ada sengketa/perselisihan yang harus
17
Hal. 17 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
diselesaikan di Dispute Ajudication’s Board (DAB) dan/atau
BANI berdasarkan isi Kontrak ;
Lebih lanjut dalam angka 4 Performance Bond Nomor
91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008 ditentukan
bahwa:
“4. If the Principal grants a time extension to the
Contractor for its performance or allows the Contractor to
deviate from any terms and conditions of the Agreement
without knowledge of the Surety, such time extention or
deviation of the terms and conditions of the Agreement
shall not in any way affect the unconditional obligation of
the Surety to make this immediate payment under this
Performance Bond.” ;
Terjemahan bebas:
“4. Jika Prinsipal memberikan perpanjangan waktu
pelaksanaan kepada Kontraktor atau mengijinkan
Kontraktor untuk menyimpang dari ketentuan dan syarat-
syarat dalam Kontrak tanpa memberitahukan hal tersebut
kepada Penjamin, maka adanya perpanjangan waktu atau
penyimpangan ketentuan dan syarat-syarat dalam Kontrak
tersebut tidak akan, dalam hal apapun, memberikan
pengaruh atas kewajiban tanpa syarat dari Penjamin untuk
segera melakukan pembayaran berdasarkan Performance
Bond ini.” ;
Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) juga dalam
Performance Bond tersebut telah melepaskan hak istimewa-
nya selaku Penjamin, yaitu melepaskan haknya untuk meminta
terlebih dahulu ditagih dan disitanya harta benda Kontraktor
[dalam hal ini Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat)] sesuai dengan Pasal 1831 KUHPerdata, sehingga
jelas-jelas Performance Bond diterbitkan tanpa syarat dan
mewajibkan kepada Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/
Tergugat) untuk segera melakukan pembayaran begitu
18
18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menerima klaim/permintaan tertulis dari Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/Penggugat) ;
Angka 6 Performance Bond Nomor 91PB00169/0805020/B
tanggal 16 April 2008, menyebutkan:
“6. With reference to Article 1832 of Indonesia Civil
Code (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), we agree to
waive and relinquish the special rights of claim on assets
belonging to the Contractor and/or the seizure and sale of
such assets for the discharge of his debts as require in
Article 1831 of the Indonesia Civil Code.” ;
Terjemahan Bebas:
“6. Merujuk pada Pasal 1832 KUHPerdata, kami
(Penjamin) setuju untuk melepaskan dan meniadakan hak-
hak istimewa untuk menuntut asset milik Kontraktor dan/
atau penyitaan dan penjualan atas asset tersebut untuk
pelepasan/pembebasan hutangnya sesuai dengan yang
diatur dalam Pasal 1831 KUHPerdata.” ;
5. Bahwa karena perselisihan dalam perkara a quo bukan perselisihan
langsung antara Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/ Penggugat)
dengan Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat)
terkait Kontrak pembangunan Proyek, akan tetapi perselisihan
terkait tidak dicairkannya Performance Bond oleh Termohon Kasasi
I (dh. Pembanding I/Tergugat), maka proses penyelesaian
sengketanya bukan melalui Dispute Ajudication’s Board (DAB) dan/
atau BANI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.6 FIDIC EPC/
Turnkey General Conditions, melainkan melalui Peradilan Umum
mengingat dalam Performance Bond tidak ditentukan adanya
pilihan forum yang akan ditempuh dalam hal terjadi sengketa/
perselisihan terkait dengan Performance Bond Nomor
91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008 tersebut ;
6. Bahwa Performance Bond tidak mengatur secara khusus mengenai
lembaga penyelesaian sengketa mana yang dapat menyelesaikan
sengketa jika Performance Bond dimaksud tidak dicairkan oleh
Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat), maka secara
19
Hal. 19 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hukum penyelesaian sengketanya harus melalui gugatan perdata
biasa di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat)
sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR yaitu dalam hal ini adalah
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dimana Pasal 118 ayat (1) HIR
dengan jelas menyebutkan bahwa “Gugatan perdata, yang pada
tingkat pertama masuk kekuasaan Pengadilan Negeri, harus
dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
Penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123, kepada Ketua
Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa Tergugat bertempat
diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal
sebetulnya” ;
7. Bahwa pengajuan gugatan melalui forum lain selain pengadilan,
misalnya BANI, hanya dapat dilakukan apabila ada perjanjian yang
mendasari-nya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (4)
HIR, yang menyebutkan: “Bila dengan surat syah dipilih dan
ditentukan suatu tempat berkedudukan, maka Penggugat, jika ia
suka, dapat memasukkan surat gugat itu kepada Ketua Pengadilan
Negeri dalam daerah hukum siapa terletak tempat kedudukan yang
dipilih itu”. Selain itu, untuk dapat mengajukan gugatan melalui
Arbitrase (BANI), harus dipenuhi syarat adanya perjanjian tertulis
sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Jo Pasal 1 angka 1 dan
angka 3 UU Arbitrase, dimana bunyi dari pasal Undang-Undang
Arbitrase tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Arbitrase:
“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di
luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa” ;
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Arbitrase:
“Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa” ;
20
20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Arbitrase:
“Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui
arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal
tersebut haruslah dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak.” ;
8. Bahwa berdasarkan uraian di atas, telah jelas dan tegas bahwa
tidak ada perjanjian tertulis (baik sebelum maupun setelah
sengketa timbul) tentang penunjukan BANI sebagai lembaga untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul antara Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/Penggugat) dengan Termohon Kasasi I (dh.
Pembanding I/Tergugat) terkait dengan pencairan Performance
Bond Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008.
Sengketa yang timbul terkait dengan Performance Bond tersebut
tidak dapat dan tidak boleh menurut hukum dikaitkan
penyelesaiannya melalui BANI sebagaimana diatur dalam Kontrak
antara Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) dengan
Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat), karena (i)
sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 1 angka 1 dan
angka 3 Undang-Undang Arbitrase untuk dapat diajukannya suatu
sengketa melalui lembaga arbitrase haruslah dipenuhi syarat
berupa adanya perjanjian tertulis mengenai hal tersebut, dan (ii)
penyelesaian sengketa dalam Performance Bond tidak tunduk pada
ketentuan penyelesaian sengketa yang diatur dalam Kontrak ;
9. Bahwa dengan demikian, Judex Facti Tingkat Banding di dalam
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah salah menerapkan
atau melanggar hukum yang berlaku, dalam hal ini khususnya
Pasal 118 HIR dan Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 1 dan angka
3 Undang-Undang Arbitrase, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 huruf (b) Undang-Undang Mahkamah Agung, sehingga sudah
seharusnya Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dibatalkan ;
A.2. Judex Facti Tingkat Banding Telah melanggar ketentuan Pasal 1340
jis. 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata terkait dengan Kontrak antara
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) dan Termohon Kasasi (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) ;
21
Hal. 21 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
10.Bahwa sebagaimana telah disinggung dalam uraian tersebut di
atas, Kontrak hanya ditandatangani oleh dan di antara Pemohon
Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) dan Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Tergugat II), oleh karenanya segala ketentuan yang
ada dalam Kontrak mengikat untuk kedua belah pihak tersebut ;
11.Bahwa perkara aquo merupakan sengketa yang timbul sebagai
akibat tidak dicairkannya Performance Bond oleh Termohon Kasasi
I (dh. Pembanding I/Tergugat), bukan sebagai akibat dari
pelaksanaan Kontrak, oleh karenanya tidak tunduk pada ketentuan
Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions (bagian dari
Kontrak) yang menentukan penyelesaian sengketa yang timbul
terkait pelaksanaan Kontrak melalui DAB yang kemudian
dilanjutkan kepada BANI apabila melalui DAB tidak dapat
diselesaikan ;
12.Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1340 jis. Pasal 1338 dan
Pasal 1320 KUHPerdata, maka ketentuan Pasal 20.6 FIDIC EPC/
Turnkey General Conditions hanya mengikat dan berlaku terhadap
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) dan Termohon
Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat) sebagai pihak yang
membuat dan menandatangani Kontrak, akan tetapi ketentuan
Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions tersebut sama
sekali tidak berlaku atau mengikat Termohon Kasasi I (dh.
Pembanding I/Tergugat) dan Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat) terkait dengan penerbitan dan pencairan Performance
Bond ;
13.Bahwa ketentuan Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General
Conditions akan berlaku dan digunakan dalam hal Pemohon Kasasi
(dh. Terbanding/Penggugat) mengajukan tuntutan wanprestasi
terhadap Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat)
terkait dengan pelaksanaan Kontrak. Misalnya keterlambatan
dalam penyelesaian Proyek yang menyebabkan kerugian bagi
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.7 sehingga Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/Penggugat) dapat menuntut ganti kerugian sampai
22
22
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dengan maksimal 20% (dua puluh persen) dari Nilai Kontrak final
kepada Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat) jika
yang bersangkutan tidak bersedia membayar ganti rugi sesuai
dengan yang disepakati dalam Kontrak. Tuntutan terkait dengan hal
ini tentu harus diajukan melalui DAB kemudian ke BANI jika melalui
DAB tidak dicapai penyelesaian. Jadi, ketentuan Pasal tersebut
hanya berlaku terhadap sengketa yang timbul sebagai akibat
pelaksanaan Kontrak antara Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat) dengan Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) ;
14.Bahwa dengan menentukan forum untuk menyelesaikan gugatan/
perkara a quo (terkait penerbitan dan pencairan Performance Bond
Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008) berdasarkan
ketentuan Pasal 20.6 FIDIC EPC/Turnkey General Conditions,
maka Judex Facti Tingkat Banding telah melanggar hukum,
khususnya Pasal 1340 jis. 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata dan
oleh karenanya Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menurut
hukum haruslah dibatalkan ;
A.3. Judex Facti Tingkat Banding telah salah menerapkan hukum terkait
dengan Posisi/Status Termohon Kasasi (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) yang hanya sebagai Turut Tergugat dalam Perkara Aquo ;
15.Bahwa Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat)
diikutsertakan dalam perkara a quo hanyalah sebagai Turut
Tergugat, sehingga keberadaan Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) tidak memiliki pengaruh atau
peranan dalam perkara a quo, dimana sebagai Turut Tergugat,
keberadaan Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) dimaksudkan untuk memenuhi formalitas gugatan dan
oleh karenanya hanya dituntut untuk tunduk dan taat pada putusan
hakim semata-mata, tidak untuk dihukum melakukan atau tidak
melakukan sesuatu ;
16.Bahwa oleh karena status/posisinya hanya sebagai Turut Tergugat,
maka keberadaan Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) tidak dapat menyebabkan atau mengakibatkan atau
23
Hal. 23 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mempengaruhi pokok sengketa yang timbul antara Pemohon
Kasasi (dh.Terbanding/Penggugat) dengan Termohon Kasasi I (dh.
Pembanding I/Tergugat), karena pokok sengketa dalam perkara a
quo sesungguhnya hanya sengketa yang timbul antara Pemohon
Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) dengan Termohon Kasasi I
(dh. Pembanding I/Tergugat). Oleh karena itu, pokok sengketa
tersebut hanya dapat diselesaikan di antara keduanya ;
17.Bahwa Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) dengan
Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) telah sepakat
untuk menyelesaikan pokok sengketa yang timbul terkait dengan
pencairan Performance Bond Nomor 91PB00169/0805020/B
tanggal 16 April 2008 sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
Perdamaian tanggal 1 April 2010, yang telah disampaikan kepada
Judex Facti Tingkat Banding dan dijadikan alasan bagi Termohon
Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) untuk mencabut pernyataan/
permohonan banding dalam perkara a quo, dimana atas
pencabutan tersebut Judex Facti Tingkat Banding telah
menerimanya sebagaimana tertuang dalam pertimbangan Judex
Facti Tingkat Banding pada halaman 5 Putusan Pengadilan Tinggi
DKI Jakarta, namun dengan begitu saja Judex Facti Tingkat
Banding mengesampingkan Perjanjian Perdamaian dimaksud
dengan tetap memeriksa dan mempertimbangkan permohonan
banding dari Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat), tanpa mempertimbangkan lebih jauh status atau posisi
dari Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat) yang
hanya sebagai Turut Tergugat dan dimohon hanya mematuhi/taat
pada putusan. Apalagi pertimbangan Judex Facti Tingkat Banding
terkait dengan permohonan banding dari Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Tergugat II) tersebut adalah salah dan melanggar
hukum sebagaimana telah diuraikan di atas ;
18.Bahwa apabila Judex Facti Tingkat Banding berpandangan bahwa
dengan tidak diikutsertakannya Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) dalam Perjanjian Perdamaian
perkara a quo, maka proses pemeriksaan di tingkat banding tetap
24
24
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
harus diperiksa dan diputus, maka seharusnya Judex Facti Tingkat
Banding memperhatikan dengan seksama dan cermat adanya
Perjanjian Perdamaian yang menyelesaikan pokok sengketa yang
timbul dan selanjutnya mendudukkan posisi/status Termohon
Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat) pada posisinya
sebagai Turut Tergugat sehingga Judex Facti Tingkat Banding
seharusnya mengabulkan gugatan Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/Penggugat) karena pokok sengketa telah diakui dan
diterima sebagai kebenaran oleh Termohon Kasasi I (dh.
Pembanding I/Tergugat) yang memang menjadi pihak yang
bersengketa secara langsung dengan Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/Penggugat) terkait dengan pencairan Performance
Bond Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008 ;
19.Bahwa terkait dengan keberadaan Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) sebagai Turut Tergugat,
sebenarnya tidak akan mempengaruhi apapun dalam perkara a quo
karena status/posisinya tersebut hanya dimaksudkan untuk
kelengkapan/ formalitas gugatan, sesuai dengan kaidah hukum
yang diberikan dalam beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
dan Doktrin, sebagai berikut:
a. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 663K/Sip/1971 tanggal
6 Agustus 1971 jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1038K/
Sip/1972 tanggal 1 Agustus 1973, yang pada intinya menyatakan
“Turut Tergugat adalah seseorang yang tidak menguasai sesuatu
barang akan tetapi demi formalitas gugatan harus dilibatkan guna
dalam petitum sebagai pihak yang tunduk dan taat pada putusan
hakim perdata” ;
b. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 201K/Sip/1974,
tanggal 28 Januari 1976, yang pada intinya menyatakan “Dalam
hukum Acara Perdata tidak dikenal pengertian Turut Penggugat,
yang dikenal adalah sebutan Turut Tergugat, yaitu orang-orang,
bukan Penggugat dan bukan pula Tergugat, akan tetapi demi
lengkapnya pihak-pihak harus diikutsertakan sekedar untuk tunduk
dan taat terhadap putusan Pengadilan”;
25
Hal. 25 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
c. Doktrin, yaitu pendapat dari Retnowulan Sutantio, S.H., yang
menyatakan bahwa “Dalam Praktek istilah turut Tergugat
dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang
sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu,
namun hanya demi lengkapnya suatu gugatan maka harus
diikutsertakan” [vide halaman 2, Hukum Acara Perdata Dalam
Teori dan Praktek, Ny. Retnowulan Sutantio, S.H. dan Iskandar
Oeripkartawinata, S.H., Cetakan Ke-9, Penerbit: CV. Mandar
Maju, Bandung Januari 2002] ;
20.Bahwa dengan demikian, telah ternyata Judex Facti Tingkat
Banding telah salah menerapkan hukum terkait dengan status/
posisi Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat), oleh
karenanya menurut hukum Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
haruslah dibatalkan ;
B. Judex Facti Tingkat Banding dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta telah lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya Putusan yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal
30 Huruf (C) Undang-Undang Mahkamah Agung ;
B.1. Judex Facti Tingkat Banding telah lalai memberikan pertimbangan
yang cukup, oleh karenanya sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 03 Tahun 1974 tanggal 23 Nopember 1974 tentang
Putusan Yang Harus Cukup Diberi Pertimbangan/Alasan (selanjutnya
disebut “SEMA Nomor 3/1974”) Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
haruslah dibatalkan ;
21.Bahwa Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang
Peradilan Ulangan (Banding), pada intinya menegaskan bahwa
fungsi Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding adalah memeriksa
ulang perkara secara keseluruhan, hal mana ditegaskan dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 194 K/Sip/1975 yang
pada pokoknya menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi harus
memeriksa ulang seluruh perkara dalam tingkat banding, termasuk
meliputi seluruh bagian Konpensi dan Rekonpensi yang telah
diputus oleh Pengadilan Negeri ;
26
26
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
22.Bahwa di samping itu, Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan
SEMA Nomor 3/1974, yang pada intinya menentukan bahwa suatu
putusan yang tidak atau kurang memberikan pertimbangan/alasan
atau memberikan pertimbangan/alasan yang kurang jelas, sukar
dimengerti atau bertentangan satu sama lain, dapat dipandang
sebagai suatu kelalaian dalam acara (“vormverzuim”) oleh
karenanya putusan dimaksud dapat dibatalkan dalam tingkat
kasasi ;
23.Bahwa selanjutnya ahli hukum yang juga mantan Hakim Agung
yaitu M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya Kekuasaan
Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata dalam
Tingkat Banding, Penerbit Sinar Grafika. Jakarta; Cetakan Kedua
Nopember 2006; halaman 161-162, memberikan penjelasan yang
pada pokoknya bahwa: ruang lingkup atau cakupan makna
memeriksa ulang perkara secara keseluruhan di tingkat Banding
meliputi tidak boleh hanya mempertimbangkan memori banding,
tidak dibenarkan hanya sebatas mempertimbangkan memori
banding saja, tetapi harus meliputi seluruh perkara. Pengadilan
Tinggi boleh mempertimbangkan memori banding, namun objek
pemeriksaan tidak boleh terbatas pada memori banding saja, harus
dikaitkan secara keseluruhan dengan perkara ;
24.Bahwa penjelasan Doktrin yang disampaikan oleh M. Yahya
Harahap, S.H. tersebut didukung dengan adanya Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI Nomor 4299 K/Sip/1970 yang pada pokoknya
memberikan kaidah hukum bahwa: Putusan Pengadilan Tinggi
dinyatakan Onvoldoende Gemotiveerd karena hanya
mempertimbangkan hal-hal keberatan yang dikemukakan dalam
memori banding tanpa memeriksa perkara kembali perkara secara
keseluruhan dan juga tidak memeriksa hal yang berkenaan dengan
penerapan hukum sehingga harus dibatalkan ;
25.Bahwa selain itu, dalam praktek peradilan sebelumnya, telah
terdapat pula Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 46K/
Sip/1969 tanggal 9 Juni 1971 yang memberikan kaidah hukum
sebagai berikut:
27
Hal. 27 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Majelis Hakim Tingkat Pertama telah memberikan
putusannya. tiga orang Tergugat menolak putusan ini dan
mengajukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi. Dari
permohonan banding ini, secara formil, hanya seorang
Pemohon Banding yang dapat diterima, sedang Pemohon
yang lain tidak dapat diterima ;
Majelis Hakim Banding dalam memeriksa dan mengadili
perkara ini, seharusnya memeriksa perkara ini secara
keseluruhan terhadap semua kepentingan para Pembanding,
termasuk Pembanding yang permohonan bandingnya
dinyatakan tidak dapat diterima” ;
26.Bahwa dalam perkara ini terdapat suatu kondisi dimana antara
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) telah mengadakan
perdamaian dengan Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/
Tergugat), yang ditindaklanjuti dengan adanya pencabutan banding
oleh Termohon Kasasi I (dh. Pembanding/Tergugat) melalui
suratnya Nomor 032/LO-WS/IV/2010 tertanggal 6 April 2010 ;
27.Bahwa dengan bertitik tolak pada kaidah hukum yang diberikan
dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 46K/Sip/1969
tanggal 9 Juni 1971 di atas, seandainya Perdamaian antara
Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/Penggugat) dengan Termohon
Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) secara hukum dianggap
belum dapat menghentikan proses pemeriksaan di tingkat banding
karena tidak mengikutsertakan Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) yang juga telah mengajukan
permohonan banding, sedangkan secara hukum permohonan
pencabutan banding oleh Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/
Tergugat) tetap diterima sehingga dianggap tidak ada permohonan
Banding dari Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat),
secara hukum Judex Facti tingkat banding dalam perkara a quo
tidak boleh hanya memeriksa permohonan Banding dan/atau
Memori Banding yang disampaikan oleh Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) akan tetapi harus juga memeriksa
secara keseluruhan semua kepentingan dari Termohon Kasasi I
28
28
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(dh. Pembanding I/Tergugat) yang telah mencabut permohonan
Bandingnya maupun kepentingan Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/Penggugat) yang telah mengadakan perdamaian
dengan Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) ;
28.Bahwa namun demikian dalam perkara a quo, ternyata dalam
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Judex Facti tingkat
Banding hanya mempertimbangkan Memori Banding atau
permohonan banding dari Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/
Turut Tergugat), hal mana secara jelas disebutkan dalam paragraf
ke-3 halaman 5 Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang
dapat dikutip sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Tingkat Banding
meneliti dengan seksama ternyata Perjanjian Perdamaian
(Akta Van Dading) masih terdapat pihak yang tidak ikut dalam
Perjanjian Perdamaian (Akta Van Dading) tersebut, yaitu
Pembanding II semula Turut Tergugat, oleh karenanya dalam
tingkat Banding Majelis hanya mempertimbangkan mengenai
permohonan Pembanding II semula Turut Tergugat” ;
29.Bahwa dengan demikian, secara mudah telah terlihat jelas dan
nyata bahwa Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta a quo hanya
mempertimbangkan Memori Banding/permohonan Banding dari
Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat) yang
artinya telah tidak mempertimbangkan perkara ini secara
keseluruhan sehingga sesuai dengan kaidah yang ditegaskan/
diatur dalam (i) SEMA Nomor 3/1974, (ii) Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI Nomor 46K/Sip/1969 tanggal 9 Juni 1971 dan (iii)
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 4299 K/Sip/1970
sebagaimana disebutkan di atas, Putusan Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta a quo mengandung kurang cukup pertimbangan hukum
(onvoldoende gemotiveerd) yang oleh karenanya Judex Facti
Tingkat Banding telah lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan sehingga Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
haruslah dibatalkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf
(c) Undang-Undang Mahkamah Agung ;
29
Hal. 29 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
B.2. Judex Facti Tingkat Banding telah memberikan pertimbangan yang
mengandung pertentangan dengan Amar Putusannya ;
30.Bahwa Putusan yang mengandung adanya pertentangan antara
pertimbangan hukum dan amar putusan, sehingga dapat
dikategorikan sebagai suatu kelalaian dalam memenuhi syarat-
syarat yang mengancam batalnya putusan dimaksud sesuai
dengan SEMA Nomor 3/1974 dan ketentuan Pasal 30 huruf (c)
Undang-Undang Mahkamah Agung ;
31.Bahwa dalam pertimbangan hukum pada bagian Dalam Pokok
Perkara Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta halaman 6, Judex
Facti Tingkat Banding menyatakan sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara
Menimbang, bahwa eksepsi Pembanding II semula Turut
Tergugat dapat diterima, oleh karenanya gugatan Terbanding
semula Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima untuk
Pembanding II semula Turut Tergugat ;
“Bahwa kalimat pertimbangan hukum “gugatan Terbanding semula
Penggugat dinyatakan tidak diterima untuk Pembanding II semula
Turut Tergugat” secara hukum diartikan bahwa gugatan Penggugat
yang tidak diterima adalah gugatan Penggugat untuk atau yang
ditujukan terhadap Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat), sedangkan untuk gugatan yang ditujukan terhadap
Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) haruslah diartikan
tetap dapat diterima ;
32.Bahwa jika diperhatikan kembali isi pokok tuntutan (petitum) dalam
surat gugatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/Penggugat) telah jelas, bahwa Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) hanya dituntut untuk dihukum
mematuhi seluruh isi putusan (vide Petitum Gugatan butir 9
halaman 10 “Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi seluruh
isi Putusan”) ;
Begitu pula dalam diktum atau amar Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan yang hanya menjatuhkan hukuman bagi Termohon
Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat) untuk mematuhi
30
30
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
seluruh isi putusan (vide Amar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan Bagian Dalam Pokok Perkara butir 4 halaman 38 yang
dimuat kembali dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
halaman2 “Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi seluruh isi
putusan”) ;
33.Bahwa oleh karena itu, dengan pertimbangan hukum sebelumnya
pada bagian Dalam Pokok Perkara halaman 6 Putusan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan “Menimbang, bahwa eksepsi
Pembanding II semula Turut Tergugat dapat diterima, oleh
karenanya gugatan Terbanding semula Penggugat dinyatakan tidak
dapat diterima untuk Pembanding II semula Turut Tergugat”,
seharusnya secara hukum yang dinyatakan tidak dapat diterima
hanyalah sepanjang tuntutan terhadap Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat) sebagaimana tertuang dalam
Petitum Gugatan butir 9 halaman 10 ;
Selain itu isi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga tidak
dapat dibatalkan seluruhnya melainkan hanya isi Putusan yang
ditujukan terhadap Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat), dalam hal ini isi Petitum butir 4 halaman 38 yang
menyebutkan “Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi
seluruh isi putusan” saja ;
34.Bahwa namun demikian, ternyata dalam perkara a quo, Judex Facti
tingkat Banding di dalam Amar Putusan Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta telah membatalkan seluruh Amar Putusan PN Jakarta
Selatan dimana bunyi Amar Putusan PT DKI Jakarta tersebut
bunyinya dapat dikutip sebagai berikut: “Membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 29/Pdt.G/2009/
PN.Jkt.Sel. tanggal 18 Agustus 2009, yang dimohonkan banding” ;
35.Bahwa dengan demikian telah jelas terbukti adanya pertentangan
antara pertimbangan hukum dan amar putusan dalam Putusan
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dimana dalam pertimbangan hukum
hanya menyatakan gugatan Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat) tidak diterima untuk Termohon Kasasi II (dh.
Pembanding II/Turut Tergugat), akan tetapi dalam amarnya telah
31
Hal. 31 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
membatalkan seluruh isi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan yang di dalamnya terdapat amar putusan yang
mengabulkan tuntutan dalam gugatan yang ditujukan terhadap
Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/Tergugat) atau di luar amar
yang menghukum Termohon Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut
Tergugat) ;
36.Bahwa oleh karena itu sudah seharusnya Putusan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta harus dibatalkan, hal mana sejalan pula dengan
kaidah hukum dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor
3648 K/Pdt/1994 tanggal 27 Maret 1997 yang pada intinya
menyatakan bahwa:
Putusan Judex Facti mengandung pertentangan antara
pertimbangan hukum dan amar putusan dimana pertimbangan
hukumnya Judex Facti menyimpulkan bahwa Penggugat telah
terbukti membayar hutangnya sebesar Rp 42.296.400,00 dari
hutang pokok Rp 72.000.000,00 namun Judex Facti menolak
gugatan Penggugat seluruhnya, hal tersebut menurut
Mahkamah Agung adalah keliru karena seharusnya Judex
Facti tetap mengabulkan sebagian dari gugatan Penggugat
sepanjang jumlah yang telah terbukti dibayar oleh Penggugat ;
Putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi) yang mengandung pertentangan antara pertimbangan
hukum dengan amar putusannya atau amar putusan yang
tidak sesuai dengan pertimbangan hukumnya harus dibatalkan
Mahkamah Agung dalam pemeriksaan tingkat kasasi ;
37.Bahwa selain itu, seandainya Judex Facti Tingkat Banding
membatalkan seluruh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dengan alasan bahwa selain karena gugatan untuk Termohon
Kasasi II (dh. Pembanding II/Turut Tergugat) tidak dapat diterima,
juga terdapat perdamaian antara Pemohon Kasasi (dh. Terbanding/
Penggugat) dengan Termohon Kasasi I (dh. Pembanding I/
Tergugat), maka hal tersebut juga merupakan pertimbangan hukum
yang salah. Adanya perdamaian antara Pemohon Kasasi (dh.
Terbanding/ Penggugat) dengan Termohon Kasasi I (dh.
32
32
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pembanding I/Tergugat) tidak menyebabkan Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan menjadi batal, melainkan Putusan tersebut
tetap eksis, akan tetapi pelaksanaan isi putusan tersebut
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan perdamaian ;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung
berpendapat :
Mengenai alasan-alasan kasasi :
• Bahwa dari fakta yang terungkap dipersidangan berupa Surat
Perjanjian (bukti P-1a, P-1b, P-2a dan P-2b), pihak-pihak yang
mengikatkan diri dalam Perjanjian tersebut adalah antara
Penggugat/PT. Indominco Mandiri dengan pihak Turut
Tergugat/PT. Trans Tek Engineering ;
• Bahwa secara hukum konsekuensinya adalah hanya kedua
belah pihak tersebutlah yang terikat dalam kesepakatan
tersebut (azas pacta sunt servanda) ;
• Bahwa pihak Tergugat telah mengeluarkan Performance Bond
Nomor 91PB00169/0805020/B tanggal 16 April 2008, dengan
demikian perkara a quo adalah merupakan sengketa yang
timbul sebagai akibat tidak dicairkannya Performance Bond
oleh Tergugat, bukan sebagai akibat dari pelaksanaan
Perjanjian antara Penggugat dengan Turut Tergugat ;
• Bahwa pihak Tergugat bersedia membayar klaim asuransi yang
dituntut oleh Penggugat dan telah dituangkan dalam suatu
Perjanjian Perdamaian (Akta Van Dading) tanggal 1 April 2010
yang intinya pihak Tergugat telah bersedia melaksanakan 60%
dari besarnya klaim yang dikabulkan dalam putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, oleh karena itu penyelesaian damai
antara kedua belah pihak tersebut adalah merupakan
penyelesaian yang terbaik dalam menangani perkara ini dan
akan memberikan keadilan serta kemanfaatan bagi kedua
belah pihak sehingga azas kepastian hukum dapatlah
dilenturkan, karena kedua belah pihak secara sukarela telah
menempuh jalan terbaik dan hal ini harus dihormati ;
33
Hal. 33 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa setelah memeriksa dan mempelajari dengan
seksama pertimbangan dan putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama,
Mahkamah Agung berpendapat bahwa pertimbangan dan putusan Majelis
Hakim Tingkat Pertama tersebut telah benar dan tepat sehingga dapat diambil
alih sebagai pertimbangan dan putusan Mahkamah Agung sendiri ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, menurut pendapat
Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. INDOMINCO MANDIRI dan membatalkan
putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 494/PDT/2010/PT.DKI tanggal 21
Maret 2011 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Agustus 2009 serta Mahkamah
Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana
disebutkan dibawah ini ;
Menimbang, bahwa oleh karena para Termohon Kasasi berada di pihak
yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar ongkos perkara dalam
semua tingkat peradilan ;
Memperhatikan pasal - pasal dari Undang - Undang Nomor 48 Tahun
2009, Undang - Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang - undangan
lain yang bersangkutan ;
M E N G A D I L I :
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT.
INDOMINCO MANDIRI tersebut ;
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 494/PDT/2010/
PT.DKI tanggal 21 Maret 2011 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor 29/Pdt.G/2009/PN.Jkt.Sel tanggal 18 Agustus 2009 ;
MENGADILI SENDIRI :
A. Dalam Eksepsi:
• Menolak eksepsi dari Tergugat untuk seluruhnya ;
B. Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi terhadap
Penggugat;
34
34
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat
sebesar USD 1,400.000.00 (satu juta empat ratus ribu Dollar Amerika
Serikat) ;
4. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi seluruh isi putusan ;
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya ;
6. Menghukum para Termohon Kasasi/Tergugat dan Turut Tergugat
untuk membayar ongkos perkara dalam semua tingkat peradilan yang
dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus
ribu Rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2012 oleh H. MUHAMMAD
TAUFIK,SH.,MH. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Majelis, SOLTONI MOHDALLY,SH.,MH. dan Dr. NURUL
ELMIYAH,SH.,MH. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis
beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh BAMBANG HERY
MULYONO,SH. Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Hakim-Hakim Anggota : Ketua Majelis, ttd./ SOLTONI MOHDALLY,SH.,MH. ttd./ Dr. NURUL ELMIYAH,SH.,MH.
Oleh karena Hakim Agung H. Muhammad Taufik, SH., MH., sebagai
Ketua Majelis telah meninggal dunia pada hari Senin, tanggal 17 Desember
2012, maka putusan ini ditandatangani oleh Hakim Agung/Pembaca I: Soltoni
Mohdally, SH., MH. dan Hakim Agung/Pembaca II: Dr. Nurul Elmiyah,SH., MH.;
Jakarta, 10 April 2013
Ketua Mahkamah Agung RI,
ttd./
35
Hal. 35 dari 36 hal. Put. No.3053 K/Pdt/2011
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dr. M. Hatta Ali, SH., MH.
Ongkos-Ongkos : Panitera Pengganti,1. M e t e r a i …………. Rp. 6.000,00 ttd./2. R e d a k s i ………… Rp. 5.000,00 BAMBANG HERY
MULYONO,SH3. Administrasi kasasi ... Rp. 489.000,00
Jumlah Rp. 500.000,00
Untuk salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
a.n. Panitera
Panitera Muda Perdata,
PRI PAMBUDI TEGUH, S.H. M.H.
NIP. 19610313 198803 1003
36
36
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36