PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

download PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

of 29

Transcript of PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    1/29

    PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE

    LINGKUNGAN HIDUP

    OLEH:

    SYAIFUL RAMADHAN H, S.Pi, M.Si

    Sebuah Telaah Tentang Peranan Perempuan Sebagai Faktor Penentu Kual itas Li ngkungan

    H idup Menurut Perspekti f E tika dan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang

    Perl indungan dan Pengelolaan L ingkungan Hidup

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI

    TEMBILAHAN

    2015

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    2/29

    i

    KATA PENGATAR

    Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah SWT

    atas segala karunia-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan. Makalah ini

    merangkum dan membahas topik yang berkaitan dengan perempuan sebagai agent

    of change lingkungan hidup sebagai sebuah telaah tentang peranan perempuan

    sebagai faktor penentu kualitas lingkungan hidup menurut perspektif etika dan

    Undang-Undang No. 32 Tahun 2009.

    Semoga makalah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

    dan dapat dijadikan tambahan informasi bagi seluruh stakeholderyang berkaitan

    dengan pelibatan peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

    Pekanbaru, Januari 2015

    Penulis

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    3/29

    ii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGATAR.......................................................................................... i

    DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

    I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

    1.1.Latar Belakang ........................................................................................ 1

    1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 3

    1.3. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 5

    II. PEMBAHASAN........................................................................................... 6

    2.1. Manusia dan Lingkungan ........................................................................ 6

    2.2. Pengrusakan dan Kerusakan Lingkungan Hidup .................................... 7

    2.3. Etika Lingkungan .................................................................................... 8

    2.4. Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup ................................ 8

    2.5. Hak Asasi Perempuan Atas Pengelolaan Lingkungan Hidup ................. 11

    2.6.Peranan Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

    menurut Perspektif Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 ....................... 13

    2.7.

    Ekofeminisme Sebagai Perspektif Pandangan Etika Perempuan

    dalam Usaha Penyelamatan Lingkungan Hidup ..................................... 18

    2.8.

    Pembangunan Responsif Gender Sebagai Upaya PeningkatanPeranan Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup .................. 21

    III. PENUTUP................................................................................................... 25

    DAFTAR PUSTAKA

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    4/29

    1

    I. PENDAHULUAN

    1.1.

    Latar Belakang

    Peningkatan pembangunan melalui kegiatan investasi baik penanaman

    modal dalam negeri maupun asing mulai jaman orde baru sampai era reformasi

    telah mempunyai dampak positif bagi peningkatan perekonomian di Indonesia.

    Peningkatan pembangunan tidak serta merta memberikan dampak positif pada

    lingungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup adalah salah satu bentuk dampak

    negatif dari kegiatan pembangunan.

    Indonesia adalah Negara yang menganut paradigma pembangunanberbasis Negara (state based development) dimana pemerintah menguasai dan

    mengeksploitasi kekayaan alam untuk meningkatkan pendapatan dan devisa

    Negara. Implementasi paradigma pembangunan tersebut selanjutnya diiringi

    dengan kebijakan pembangunan instrument hukum yang bercorak represif,

    mengabaikan hak-hak masyarakat, dan menggusur keberadaan hukum yang hidup

    dalam masyarakat.

    Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga

    Negara. Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-Undang

    Dasar 1945. Terjadinya kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi telah

    mengabaikan hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan yang sehat.

    Perempuan dan anak adalah bagian warga Negara yang mempunyai dampak

    secara langsung akibat pencemaran. Perempuan yang terganggu kesehatannya

    akibat lingkungan hidup yang tidak sehat akan berakibat secara tidak langsung

    terhadap kesehatan anak sebagai generasi penerus bangsa.

    Realita menunjukkan bahwa dalam kasus-kasus kerusakan lingkungan,

    perempuan dan anak-anak menjadi kelompok dan golongan yang lebih berisiko

    dan berpotensi mengalami penderitaan lebih dibandingkan dengan kelompok dan

    golongan yang lain (Simatauw, 2001). Kelompok dan golongan tersebut lebih

    rentan menjadi korban karena secara tradisional mereka telah menjadi sasaran

    proses dan perlakuan diskriminasi. Doktrin hukum Hak Asasi Manusia (HAM)

    mengkategorisasikan kelompok dan golongan ini dengan sebutan kelompok

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    5/29

    2

    rentan dan tidak beruntung (vulnerable and disadvantage groups) (Economic,

    Social, and Cultural Committee United Nations, 2001).

    Dinamisasi pembangunan di sisi lain mengakibatkan pencemaran

    lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan. Perempuan dan anak adalah

    bagian warga negara yang memeroleh dampak secara langsung terjadinya

    pencemaran. Perempuan yang terganggu kesehatannya akibat lingkungan

    hidup yang tidak sehat akan berakibat secara tidak langsung terhadap

    kesehatan anak sebagai generasi penerus bangsa.

    Agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan

    terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

    sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem,

    selanjutnya pemerintah mengubah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997

    tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang No. 32 Tahun

    2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang

    No. 32 Tahun 2009 telah memberikan perubahan yaitu bersifat demokratis,

    memberikan kewenangan luas kepada pemerintah daerah dan lebih

    mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam memberikan kontrol terjadinya

    kerusakan lingkungan hidup. Peran perempuan secara implicit dijelaskan dalam

    pasal 70 tentang peran masyarakat.

    Peran perempuan dalam perlindungan lingkungan hidup menurut Undang-

    Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat berupa

    pengawasan sosial dan peran perempuan dalam pembuatan kebijakan Lingkungan

    Hidup melalui lembaga legislative. Kuota perempuan 30 persen dalam

    DPR/DPRD memberikan peluang keikutsertaan perempuan dalam Rencana

    Penyusunan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) dan Kajian LingkunganHidup Strategis (KLHS). Namun, pengawasan sosial yang dilakukan perempuan

    idealnya tidak hanya dilakukan melalui lembaga legislatif, tetapi yang lebih

    penting adalah di masyarakat. Persoalan ketimpangan antara kepentingan

    pembangunan dan dampaknya terhadap lingkungan hidup itu banyak terjadi. Hal

    inilah yang menarik perhatian penulis dalam menyusun makalah ini, yaitu dengan

    mengangkat tema tentang isu mengenai peranan perempuan dalam pengelolaan

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    6/29

    3

    lingkungan hidup menurut perspektif etika dan Undang-Undang No. 32 tahun

    2009.

    1.2. Perumusan Masalah

    Manusia di dalam kehidupannya sangat mengandalkan sumberdaya berupa

    air, lahan, energi, keanekaragaman hayati dan ekosistem yang sehat untuk

    menjamin kelangsungan penghidupan mereka dan asset alam sangat penting untuk

    keluar dari kondisi pemiskinan. Banyak isu lingkungan yang tadinya berdiri

    sendiri sebagai isu lingkungan seperti perubahan iklim dan bencana, sekarang

    bergeser menjadi isu pembangunan secara umum dan politik karena luasnya

    dampak yang ditimbulkan semakin masif dan mempengaruhi hampir semua sektor

    kehidupan. Salah satu kelompok penerima dampak terbesar, jika kita bicara

    tentang lingkungan dan menurunnya fungsi layanan aset alam adalah perempuan.

    Perempuan dan pembedaan peran perempuan dalam masyarakat di Indonesia

    membuat beban yang lebih bagi perempuan. Perempuan sering mengalami

    ketidakadilan akibat pembedaan gender tersebut.

    Begitu banyak permasalahan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan

    yang terjadi di Indonesia. Kelangkaan air terus menerus menjadi krisis rutin di

    Indonesia, bencana kekeringan dan tingkat pencemaran industri yang tinggi,

    mengakibatkan perempuan semakin sulit untuk bisa mengakses air bersih dan

    menjaga ketahanan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di

    kota, perempuan semakin ditekan dengan menjamurnya budaya konsumtif yang

    didorong oleh industrialisasi pusat perbelanjaan. Budaya ini kemudian

    menghasilkan timbunan sampah, pencemaran air tanah dan menciutnya ruang

    terbuka publik. Ditambah lagi dengan ancaman solusi teknologi yang justruberdampak buruk bagi kesehatan, seperti teknologi incenerator.

    Ironisnya, ketika bencana ekologis terus menerus terjadi karena kesalahan

    pendekatan pembangunan, pemerintah pun tidak mampu memberikan

    perlindungan yang layak kepada jutaan perempuan yang tinggal di berbagai

    wilayah yang rentan terhadap bencana. Pemerintah melakukan pengabaian hak

    rakyat, khususnya perempuan, dalam pemenuhan hak-hak dasarnya pada pasca

    bencana terutama pada tahap tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    7/29

    4

    Bencana-bencana yang secara beruntun melanda negeri ini, menjadi cermin retak

    yang menggambarkan betapa lambannya pemerintah menangani masalah tersebut.

    Pada kondisi ini, perempuanlah yang paling dirugikan karena dalam bencana

    korban terbesar adalah perempuan dan anak.

    Perumusan masalah ini dapat mengidentifikasi adanya beberapa kesamaan

    antara isu lingkungan dan isu perempuan yang terjadi di tanah air. Dimana dari

    identifikasi yang dirangkum terdapat kesamaan isu yang menjadi fokus

    permasalahan yang dialami kaum perempuan dan lingkungan hidup seperti yang

    disajikan pada tabel berikut.

    Tabel 1. Identifikasi Kesamaan Isu/Permasalahan Perempuan dan

    Lingkungan

    NoIdentifikasi Isu/Permasalahan

    Perempuan Lingkungan

    1. Semakin banyak masalah Semakin banyak masalah

    2. Banyak yang kurang berpendidikan Banyak yang belum diketahui

    3. Masih kurang mendapat perhatian Masih kurang mendapat perhatian

    4. Terus dieksploitasi Terus dieksploitasi

    5. Sering dianggap komoditi atau objek Memang komoditi, selalu menjadi objek

    6. Semakin banyak diperjualbelikan Memang diperjualbelikan, dicuri

    7. Mempunyai beban lebih berat Mempunyai banyak tekanan

    8. Mainstreamuntuk pembangunannasional yang berkelanjutan

    Mainstreamuntuk pembangunannasional yang berkelanjutan

    9. 12 isu pemberdayaan perempuan 12 isu pengelolaan lingkungan

    10. Sering dikalahkan dalam pengadilan Sering dikalahkan dalam pengadilan

    11. Harus dijaga dan diperhatikan Harus dijaga dan diperhatikan

    12. Perempuan tiang negara Lingkungan sumber kekuatan

    13. Mempunyai menteri negara Mempunyai menteri negara

    14. Deklarasi Johannesburg a.1 perbaikan

    kualitas hidup perempuan

    Deklarasi Johannesburg a.1 perbaikan

    kualitas lingkungan hidup

    15. Perempuan banyak mengalami tindak

    kekerasan atau penganiayaan

    Sering terjadi eksploitasi lingkungan

    yang berlebihan

    Sumber : Irwan (2009).

    Selama ini, kerusakan lingkungan dan aset alam belum merefleksikan sisi

    pandang perempuan. Budaya patriarki yang telah menggeser kedaulatan

    perempuan dalam mengelola dan menentukan pangan telah membuat pandangan

    perempuan tentang kehidupan menjadi kabur, tidak dipahami oleh laki-laki,

    bahkan oleh perempuan sendiri. Perempuan juga masih ditinggalkan dalam proses

    pengambilan kebijakan. Jika melihat bahwa persoalan lingkungan hidup dan aset

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    8/29

    5

    alam sebagai sebuah proses politik, perempuan banyak ditinggalkan dalam proses

    pengambilan keputusan politik untuk dapat mengakses sumber-sumber

    kehidupannya.

    Padahal, perempuan menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian

    lingkungan hidup dimulai dari tingkatan keluarganya, hingga mengambil peran

    penting dalam mengelola aset alam. Fenomena isu gender yang muncul dalam

    pelaksanaan pembangunan di Indonesia dilatarbelakangi oleh struktur dan budaya

    masyarakat yang membuat pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan,

    yang dalam hal ini perempuan menjadi termarginalkan.

    Persoalannya, pembedaan tersebut kemudian cenderung menjadikan laki-

    laki dan perempuan sebagai korbannya. Beban laki-laki dalam ruang publik

    menjadi lebih besar sekaligus lebih berat, sementara potensi yang dimiliki

    perempuan tidak mampu berkembang karena perannya di ruang publik menjadi

    terbatas. Makalah ini akan menguraikan tentang permasalahan peranan perempuan

    dalam pengelolaan lingkungan hidup menurut perspektif etika dan Undang-

    Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

    Hidup.

    1.3. Tujuan Penulisan

    Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan dan menguraikan

    posisi peranan perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup menurut

    perspektif etika dan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

    Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    9/29

    6

    II. PEMBAHASAN

    2.1. Manusia dan Lingkungan

    A. Manusia

    Manusia adalah makhluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan

    potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,

    pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi

    dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik positif

    maupun negatif. Manusia adalah makhluk yang terbukti berteknologi tinggi. Ini

    karena manusia memiliki perbandingan massa otak dengan massa tubuh terbesardiantara semua makhluk yang ada di bumi. Walaupun ini bukanlah pengukuran

    yang mutlak, namun perbandingan massa otak dengan tubuh manusia memang

    memberikan petunjuk dari segi intelektual relatif. Manusia atau orang dapat

    diartikan dari sudut pandang yang berbeda-beda, baik itu menurut biologis,

    rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. secara biologis, manusia

    diklasifikasikan sebagai homo sapiens (bahasa latin untuk manusia) yang

    merupakan sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak

    berkemampuan tinggi. Manusia juga sebagai mahkluk individu memiliki

    pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya baik dan sesuai dengan

    tindakan-tindakan yang akan diambil. Manusia pun berlaku sebagai makhluk

    sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat

    tinggalnya.

    B. Lingkungan Hidup

    Lingkungan hidup pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang saling

    berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga pengertian lingkungan hidup

    hampir mencakup semua unsur ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa di bumi ini.

    Itulah sebab lingkungan hidup termasuk manusia dan perilakunya merupakan

    unsur lingkungan hidup yang sangat menentukan.

    Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

    Pengelolaan Lingkungan Hidup, Definisi lingkungan hidup adalah kesatuan ruang

    dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    10/29

    7

    perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,

    dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

    Lingkungan hidup saat ini oleh sebagian kalangan dianggap tidak bernilai,

    karena lingkungan hidup hanya sebuah benda yang diperuntukkan bagi manusia.

    Dengan kata lain, manusia merupakan penguasa lingkungan hidup sehingga

    lingkungan hidup hanya dipersepsikan sebagai objek dan bukan sebagai subjek.

    2.2. Pengrusakan dan Kerusakan Lingkungan Hidup

    Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup menjabarkan bahwa pengrusakan lingkungan hidup adalah

    tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung

    terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui

    kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan pengertian kerusakan

    lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap

    sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria

    baku kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup terjadi karena

    adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat

    fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam

    menunjang pembangunan berkelanjutan. Kerusakan lingkungan hidup terjadi di

    darat, udara, maupun di air (KLH, 2002).

    Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman :

    "Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan

    tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)

    perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS. Ar

    Ruum:41).

    Dalam ayat yang mulia ini Allah SWT menyatakan bahwa semua

    kerusakan yang terjadi di muka bumi, dalam berbagai bentuknya, penyebab

    utamanya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan manusia. Maka ini

    menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah inti "kerusakan" yang sebenarnya

    dan merupakan sumber utama kerusakan-kerusakan yang tampak di muka bumi.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    11/29

    8

    2.3. Etika Lingkungan

    Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat

    langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang nir-etik. Artinya, manusia

    melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran

    etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi

    umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang

    peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang

    seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri.

    Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu "ethikos" yang berarti

    "timbul dari kebiasaan" adalah cabang utamafilsafat yang mempelajarinilai atau

    kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika

    mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah,baik,buruk, dan

    tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi

    konsep etika),etika normatif (studi penentuan nilai etika), danetika terapan (studi

    penggunaan nilai-nilai etika).

    Etika Lingkungan adalah kajian moralitas yang berkaitan dengan usaha

    mencapai suatu kearifan lingkungan. Di dalamnya mencakup moralitas dalam

    pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan

    pengembangan lingkungan hidup. Penekanannya pada masalah tanggung jawab

    manusia atas usahanya terhadap pelestarian lingkungan hidup, baik lingkungan

    fisik, hayati maupun sosial budaya.

    2.4. Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Perempuan memiliki arti penting dalam menjaga kelangsungan

    pembangunan secara berkelanjutan. Jumlah perempuan hampir separuh darijumlah seluruh penduduk di Indonesia (BPS, 2007). Dilihat dari jumlahnya

    perempuan sebagai sumberdaya manusia merupakan modal potensial sebagai

    dasar pelaksanaan pembangunan. Perempuan selayaknya ditempatkan sebagai

    subyek tidak hanya menjadi obyek pembangunan seperti yang selama ini

    berlaku.

    Disadari bahwa pelaksanaan pembangunan yang dicanangkan selama ini

    justru kurang berpihak pada perempuan bahkan cenderung meminggirkan

    http://id.wikipedia.org/wiki/Yunani_Kunohttp://id.wikipedia.org/wiki/Filsafathttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nilai&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Benar&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Salah&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Baik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Buruk&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tanggung_jawab&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Meta-etika&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Etika_normatif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Etika_terapan&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Etika_terapan&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Etika_normatif&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Meta-etika&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tanggung_jawab&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Buruk&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Baik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Salah&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Benar&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Moralhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nilai&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafathttp://id.wikipedia.org/wiki/Yunani_Kuno
  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    12/29

    9

    perempuan mulai perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat mikro

    hingga makro. Marjinalisasi perempuan secara sadar maupun tak sadar diterima

    saja oleh perempuan sebagai kodrat perempuan. Perempuan tersisihkan dari

    kesempatan memperoleh peningkatan pengetahuan, keterampilan, pendidikan,

    modal, serta pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas sumberdaya perempuan

    karena kesempatan yang tak dimiliki perempuan untuk meningkatkan kualitas,

    menjadi cara untuk pembenaran betapa ketidakberdayaan perempuan. Alasan

    mengenai ketidakberdayaan perempuan telah menempatkan perempuan kurang

    dilibatkan dalam berbagai kegiatan di masyarakat. Perempuan dianggap kurang

    mampu diberi tanggung jawab di masyarakat.

    Meningkatkan peran serta perempuan merupakan langkah yang perlu

    mendapat perhatian agar perempuan mampu untuk berperan sebagaimana lawan

    jenisnya dalam setiap kegiatan di masyarakat. Perempuan selama ini banyak

    dilibatkan pada kegiatan domestik mulai dari penyediaan air bersih, pengelolaan

    tugas- tugas rumah tangga seperti memasak, mencuci, berbelanja kebutuhan

    rumah tangga. Tugas-tugas yang kurang memiliki makna ekonomi sehingga

    perempuan menjadi kelompok yang terikat dalam ketergantungan dengan laki-

    laki.

    Laki-laki yang banyak bergerak pada kegiatan produktif dan mempunyai

    nilai ekonomi. Sejak disadari betapa pentingnya melibatkan perempuan untuk

    mengelola lingkungan karena sifat yang dimiliki perempuan yakni ketelatenan,

    ketekunan, dan memiliki kegiatan yang terkait langsung dengan lingkungannya

    maka muncul gagasan untuk melibatkan perempuan dalam pengelolaan

    lingkungan. Pengelolaan lingkungan mulai dari lingkup mikro sampai lingkup

    makro.Masalah lingkungan masih menjadi issue hangat dari lingkup lokal hingga

    global. Kerusakan lingkungan pada skala mikro dapat mempengaruhi lingkungan

    secara makro. Perilaku manusia dalam mengelola lingkungan pada tingkat

    lokal ikut menyumbang kondisi lingkungan global. Persoalan akibat perilaku

    manusia yang kurang memperhatikan betapa pentingnya lingkungan bagi

    kelangsungan kehidupan manusia di planet bumi ini serta kurang kepedulian

    manusia akan lingkungannya. Perilaku tersebut berdampak pada tertekannya

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    13/29

    10

    lingkungan sebagai sumber daya pendukung bagi kelangsungan hidup manusia

    secara berkelanjutan. Kesenjangan, kesalahan managemen, eksploatasi terhadap

    sumber daya lingkungan menjadikan kerusakan lingkungan terjadi. Laju

    pertumbuhan penduduk yang tinggi akan semakin menambah beban yang

    lebih berat dan semakin terbatas bagi lingkungan sebagai daya dukung guna

    memenuhi berbagai kebutuhan manusia yang meningkat kualitas dan

    kuantitasnya. Dampak dari kekeliruan pengelolaan lingkungan seperti terjadinya

    banjir, erosi, kekeringan, dan degradasi lingkungan.

    Perempuan kurang dilibatkan untuk pengelolaan lingkungan. Kemajuan

    diberbagai sektor yang dimotori dengan kemajuan iptek merupakan tantangan

    yang krusial bagi perempuan untuk senantiasa mampu mengelola lingkungan.

    Arus informasi yang begitu deras dengan pembaharuan yang sedemikian cepat

    memerlukan keterlibatan seluruh komponen masyarakat termasuk perempuan.

    Agar perempuan mampu mengelola lingkungan secara benar dan tepat sesuai

    dengan fungsinya. Berkaitan dengan upaya tersebut maka dilaksanakan program

    peningkatan kemampuan guru dalam penguasaan materi yang terkait dengan

    kependudukan dan lingkungan hidup. Program tersebut adalah melalui

    peningkatan peran serta perempuan dalam melakukan kegiatan sehari- hari dalam

    hal ini pengelolaan lingkungan.

    Persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan secara struktural, berakar

    dari sistem budaya patriarkis yang membuat hubungan laki-laki dan perempuan

    tidak setara. Hal ini sangat nampak pada kebijakan yang tidak berpihak pada

    perempuan dan semakin lemahnya peran Negara untuk melindungi warganya

    akibat tekanan globalisasi. Dalam sector ekonomi, Negara lebih memberikan

    perlindungan kepada pemilik modal daripada menjaga sumber daya alam danmensejahterakan perempuan. Perempuan secara sistematis telah dikondisikan

    untuk tidak berpeluang memikirkan wilayah publik dan mengambil keputusan

    yang sebenarnya juga menentukan keberlangsungan hidupnya, serta tidak

    mempunyai posisi sebagai pengambil keputusan bersama untuk sektor publik.

    Berdasarkan persoalan-persoalan perempuan tersebut, maka berkumpullah

    perempuan dalam Temu Nasional Aktivis Perempuan Indonesia pada tanggal 31

    Agustus 2006 di Asrama Pondok Haji Jakarta, sebagai ajang konsolidasi gerakan

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    14/29

    11

    perempuan untuk menciptakan sinergi antar organisasi perempuan sebagai

    peneguhan terhadap apa yang telah diperjuangkan selama ini. Temu Nasional

    Aktivis Perempuan Indonesia telah menghasilkan 12 Agenda khusus gerakan

    perempuan. Salah satu agenda yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup

    adalah agenda tentang perempuan dan Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi

    (Anonim, 2006) :

    1. Mengintegrasikan isu SDA dalam gerakan sosial lain

    2. Mengkampanyekan hak asasi perempuan dalam pengelolaan SDA

    3. Pengelolaan SDA berbasis komunitas yang responsive gender (misalnya

    petani, nelayan,dll)

    4.

    Menuntut tanggung jawab Negara dan korporasi yang merusak lingkungan

    hidup dan melanggar hak asasi perempuan dan adab.

    5. Menolak pembayaran utang luar negeri yang bersumber dari eksploitasi

    SDA.

    6.

    Advokasi kebijakan dan kasus pengelolaan SDA.

    Menurut Shiva dalam Amiruddin (2005) menyatakan bahwa dalam

    perjuangan menyelamatkan lingkungan, perempuan adalah korban sekaligus

    tokoh penggeraknya yang langsung berhadapan dengan kelompok penguasa

    (penindas). Konsep ecofeminismeShiva yaitu menawarkan pandangan atau jalan

    keluar tentang masalah kehidupan manusia dan alam di masa mendatang.

    Ekofeminisme seperti dalam buku Reclaim The Earthmenawarkan analisis relasi

    perempuan dan alam dan bagaimana perempuan sepanjang masa telah melindungi

    alam. Bagi Indonesia sebuah Negara yang tingkat kemiskinan dan kerusakan

    potensi alamnya sama-sama luar biasa pada satu dimensi, dan lemahnya posisi

    perempuan terutama pada dimensi kemiskinan, gagasan Shiva akan menjadiwacana bagi pengambil kebijakan untuk memperhatikan peran perempuan dalam

    pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam.

    2.5. Hak Asasi Perempuan Atas Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Kesadaran mengenai hubungan antara HAM dengan lingkungan dipicu

    oleh tingginya laju perusakan lingkungan secara global yang diakibatkan oleh

    pertumbuhan industri yang cepat di bidang kehutanan, kelautan, energi, dan

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    15/29

    12

    pertambangan. Perusakan ini pada gilirannya memustahilkan penikmatan atau

    pemenuhan HAM, yang tidak hanya terbatas pada hak-hak ekonomi, sosial, dan

    budaya, tetapi juga mencakup hak-hak sipil dan politik (Saleh, 2005).

    Berdasarkan doktrin hukum HAM internasional, menurut Karel Vasak,

    hak atas lingkungan hidup merupakan salah satu hak yang termasuk dalam

    kategori generasi ketiga di mana yang mendapatkan perlindungan tidak hanya hak

    yang bersifat individu tetapi juga hak-hak kolektif. Paul Sieghart mengidentifikasi

    sedikitnya 6 (enam) golongan hak-hak kolektif, yaitu : (i) hak atas penentuan

    nasib sendiri; (ii) hak atas perdamaian dan keamanan internasional; (iii) hak untuk

    menggunakan kekayaan dan sumber daya alam; (iv) hak atas pembangunan; (v)

    hak kaum minoritas, dan (vi) hak atas lingkungan hidup (Saleh, 2005).

    Perkembangan terkini, berdasarkan Konvensi HAM Wina 1993 dalam

    Kasim (2004), tidak terdapat lagi perbedaan kategorisasi HAM berdasarkan

    perkembangan generasi, kepentingan yang dilindungi, maupun dikotomi antara

    hak-hak sipil dan politik dengan hak-hak ekonomi, social, dan budaya karena

    HAM pada prinsipnya saling terkait (interdependence)dan tidak dapat dipisahkan

    (indivisible). Draft Deklarasi HAM dan Lingkungan Hidup Pasal 2, bagian 1

    menyatakan :

    All persons have the right to secure, healthy, and ecologically sound

    environment. This right and other human rights, including civil, cultural,

    economic, political, and social rights, are universal, interdependent, and

    indivisible.

    Meskipun hak atas lingkungan tidak secara spesifik dirumuskan secara

    hukum dalam instrument internasional HAM, oleh karena itu keberadaan hak atas

    lingkungan dihadirkan dengan membuat penafsiran yang luas terhadap isi dari hak

    atas hidup (right to life) dengan merujuk pada survey R.G. Ramcharan yang

    mencoba melihat keterkaitan antara hak atas hidup dengan hak atas lingkungan :

    Threats to the environment or serious environmental hazard my threaten the

    lives of large groups of people directly; the connection between the rights to life

    and the environment is an obvious one A discussion of the interrelationship

    between the two rights should, however, go beyond this(and) may be

    summarized in the following proposition : (i) There is a strict duty upon States, as

    well as upon the international community as a whole, to take effective measures to

    prevent and safeguard of human being; (ii) every states, as well as the UN,

    should establish and operate adequate monitoring and early-warning sistem to

    detect hazard or threats before actually occur; (iii) the right to life, as an

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    16/29

    13

    imperative norm, takes priority above economic considerations and should, in all

    circumstances, be accorded priority; (iv) States and other responsible entities

    (corporations or individuals) may be criminally or civilly responsible under

    international law for causing serious environmental hazard posing grave risks to

    life.

    Dalam kerangka pemenuhan dan perlindungan hak perempuan, maka

    instrument hukum HAM internasional menjadi pijakan karena hak asasi

    perempuan merupakan bagian dari HAM secara umum (CEDAW, 2006).

    Keberadaan hak atas lingkungan sebagai salah satu hak sudah tercakup pada pasal

    28 Deklarasi Universal HAM dan Pasal 12 (b) Kovenan Hak-Hak Ekonomi,

    Sosial, dan Budaya. Meskipun formulasinya terbilang sangat abstract (Kasim,

    2004).Untuk itu hak atas lingkungan harus diinterpretasikan secara luas sebagaihak untuk memperoleh mutu atau kondisi lingkungan yang baik dan sehat, dalam

    arti tidak dibatasi hanya menyangkut obyek ruang berupa bumi, air, dan udara.

    Namun hak atas lingkungan hidup harus menegaskan pula penjaminan yang

    meliputi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan bagi subyek lingkungan

    hidup (Saleh, 2005).

    Meskipun hak atas lingkungan hidup dalam instrument hukum HAM

    tidak diatur dan diformulasikan secara khusus, namun hukum nasional telah

    mengakui hak atas lingkungan hidup secara expressive verbis, malahan telah

    menjadi bagian hak konstitusional setiap warga Negara Indonesia. Pasal 28 H

    UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan

    hidup yang baik dan sehat (UU No. 39 Tahun 1999). Karena hak atas lingkungan

    telah mendapatkan tempat secara yuridis baik di tingkat internasional maupun

    nasional, maka hak atas lingkungan merupakan hak yang justiciable dan

    enforceability. Artinya hak ini merupakan hak hukum yang apat dieksaminasi

    melalui prosedur institusi peradilan baik di level domestik maupun internasional.

    2.6. Peranan Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut

    Perspektif Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

    Peranan perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana

    menjadi agenda tahun 2006-2011 temu nasional perempuan, maka diharapkan ada

    keikutsertaan perempuan dalam pengambilan kebijakan terkait masalah

    pengelolaan lingkungan hidup.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    17/29

    14

    Seiring dengan berkembangnya isu hak asasi manusia, demokrasi,

    lingkungan hidup, dan kesetaraan gender, maka sedikit banyak telah

    mempengaruhi pemikiran pemerintah dan kalangan organisasi non pemerintah di

    Negara maju maupun di Negara berkembang untuk meningkatkan manajemen

    pengelolahan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mengedepankan

    prinsip-prinsip keadilan, demokrasi, dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam

    dan lingkungan hidup.

    Prinsip keadilan merujuk pada kebijakan pengelolaan sumber daya alam

    harus direncanakan, dilaksanakan, dimonitoring, dan dievaluasi secara

    berkelanjutan, agar dapat memenuhi kepentingan pelestarian dan keberlanjutan

    fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup dan juga kepentingan inter antar

    generasi maupun untuk keadilan gender. Prinsip inilah yang ingin dipenuhi oleh

    pemerintah melalui perubahan undang-undang lingkungan hidup yaitu Undang-

    Undang No. 32 tahun 2009.

    Jika kita meninjau UU No. 32 Tahun 2009, maka tidak ada pasal yang

    menunjukkan pasal yang secara langsung menyebutkan perempuan sebagai

    subyek dalam lingkungan hidup. Peran perempuan dalam lingkungan hidup dapat

    ditunjukan tersirat di dalam pasal 70 tentang peran masyarakat, yang

    menyebutkan bahwa:

    1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan pemikiran yang sama dan

    seluas-luasnya

    untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

    2) Peran masyarakat dapat berupa:

    a.pengawasan sosial;

    b.

    pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atauc.

    penyampaian informasi dan/atau laporan.

    3) Peran masyarakat dilakukan untuk:

    a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan

    lingkungan hidup;

    b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;

    c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    18/29

    15

    d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk

    melakukan pengawasan sosial; dan

    e.

    mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka

    pelestarian fungsi lingkungan hidup.

    Berdasarkan pasal tersebut, maka beberapa hal yang dapat dilakukan

    perempuan adalah sebagai berikut:

    1. Peran Perempuan dalam Pengawasan Sosial

    Perempuan sebagai bagian dari masyarakat harus mampu ikut berperan

    dalam pengawasan timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dapat

    mengganggu kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan oleh pihak-pihak

    yang tidak bertanggung jawab harus juga menjadi perhatian kaum perempuan.

    Pemahaman perempuan tentang lingkungan hidup merupakan pengetahuan yang

    wajib dimiliki oleh perempuan, sehingga perempuan dapat tanggap terhadap

    lingkungannya. Perempuan diharapkan dapat proaktif jika telah terjadi

    ketidakadilan dalam bentuk pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Melalui

    kelompok di luar pemerintah seperti NGO, perempuan dapat aktif mengawasi

    terjadinya kerusakan lingkungan hidup.

    Perempuan adalah bagian dalam keluarga yang mempunyai peran untuk

    menjadi pendidik sekaligus pelaku pertama yang memahami bagaimana menjaga

    kwalitas hidup melalui terciptanya lingkungan hidup yang sehat di lingkungan

    keluarga. Oleh sebab itu pemberdayaan perempuan tentang lingkungan hidup

    perlu diberikan kepada perempuan.

    Berdasarkan beberapa penelitian tentang lingkungan (environmental

    sustainability) perempuan dapat berperan sebagai agent of change yang dapat

    merespons perubahan lingkungan dengan lebih baik daripada laki-laki karena sifat

    memeliharayang dimiliki perempuan.

    Perempuan yang berposisi sebagai decision makers atau leader berperan

    penting untuk mendorong pengintegrasian perspektif perempuan dalam berbagai

    kebijakan terkait dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Penyataan akan

    pentingnya perspektif gender telah muncul dalam the Hyogo Framework of Action

    sebagai hasil dari the World Conference on Disaster Reduction States yang

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    19/29

    16

    diselenggarakan PBB pada tahun 2005. Terdapat pernyataan yang menyebutkan

    bahwa :

    a gender perspective should be integrated into all disaster risk management

    policies, plans and decision-making processes, including those related to riskassessment, early warning, information management, and education and

    training.

    Bentuk komitmen kaum perempuan adalah aktivitas kepedulian dalam

    menyelamatkan dan melestarikan fungsi lingkungan hidup, dengan mencegah

    pencemaran dan perusakan yang diakibatkan oleh kegiatan eksplorasi dan

    eksploitasi sumber daya alam. Di mana kegiatan tersebut secara langsung

    berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Beberapa perubahan

    perilaku dapat dilakukan misalnya, upaya mitigasi terhadap pemanasan global

    dengan penurunan emisi gas rumah kaca dan peningkatan kapasitas penyerapan

    karbon, melalui gerakan penanaman pohon, penyelamatan ozon melalui

    penggunaan kosmetik yang alami tanpa gas pendorong seperti misalnya hair

    spraydan parfum.

    2. Peran Perempuan dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di

    Daerah

    Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan

    Undang-undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol), kuota

    keterlibatan perempuan dalam dunia politik adalah sebesar 30 persen, terutama

    untuk duduk di dalam parlemen. Kuota tersebut dapat membantu perempuan di

    dalam perannya ikut serta dalam pengambilan kebijakan.

    Kuota perempuan dalam legislative telah memberi kesempatan pada

    perempuan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan. UUPPLH

    menunjukkan penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses

    partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam

    perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan pada penguatan

    demokrasi tersebut, maka perempuan dapat ikut berperan di dalam menentukan

    kebijakan lingkungan hidup melalui lembaga legislatif di daerah.

    Melalui Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    (RPPLH) bagian III UUPPLH dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (pasal 15

    UU No.32 tahun 2009), perempuan dapat berperan ikut memastikan bahwa setiap

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    20/29

    17

    kebijakan pembangunan di daerah harus didasarkan pada prinsip pembangunan

    berkelanjutan dan tidak berpotensi menimbulkan dampak risiko lingkungan hidup.

    Berikut ini Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur

    dalam pasal 10 (4) UUPPLH:

    RPPLH memuat rencana tentang:

    a.

    pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;

    b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup;

    c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber

    daya alam; dan

    d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

    Sedangkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) diatur di dalam

    pasal 16 UU No. 32 tahun 2009, KLHS memuat kajian antara lain:

    a. kapasitas daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup untuk

    pembangunan;

    b.

    perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

    c. kinerja layanan/jasa ekosistem;

    d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

    e.

    tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan

    f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

    Pasal tersebut menjadi pedoman bagi kebijakan lingkungan hidup di

    daerah dan dasar penyusunan rencana pembangunan. Peran perempuan dalam hal

    ini tentunya mampu ikut berperan dalam penyusunan rencana, program, atau

    kebijakan yang mengutamakan keselamatan masyarakat, kelestarian lingkungan

    hidup, dan responsive gender. Jumlah perempuan sebanyak 30 % di dalam

    DPR/DPRD diharapkan mampu memberikan suara dan melakukan monitoringterhadap kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah yang harus terintegrasi

    dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan sesuai dengan RPPLH dan KLHS

    .yang sudah dibuat oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    21/29

    18

    2.7. Ekofeminisme Sebagai Perspektif Pandangan Etika Perempuan dalam

    Usaha Penyelamatan Lingkungan Hidup

    Ekofeminisme pertama kali diperkenalkan feminis Prancis, Francoise

    dEaubonne, pada 1974, lewat bukuLe Feminisme ou La Mort. Melalui bukunya

    itu, Francoise dEaubonne menggugah kesadaran manusia, khususnya kaum

    perempuan, untuk melakukan sebuah revolusi ekologis dalam menyelamatkan

    lingkungan hidup. Dia menawarkan cara pandang holistik, pluralistis, dan

    inklusif, yang lebih memungkinkan lelaki dan perempuan membangun relasi

    setara, untuk mencegah kekerasan, menentang perang, dan menjaga keseimbangan

    alam-lingkungan di mana mereka hidup.

    Kelompok ini lahir dari sebuah situasi di mana Bumi yang dipandang

    sebagai ibu telah dieksploitasi, dijarah dan dirusak oleh sistem kapitalisme yang

    melanggengkan budaya patriarkhi dan feodalisme. Lahir untuk menjawab

    kebutuhan penyelamatan Bumi, dengan berbasiskan pada kekhasan perempuan

    yang memiliki pengetahuan pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan sumber

    daya alam secara berkelanjutan. Karena, bagi perempuan, Bumi adalah ibu yang

    harus diselamatkan dari ancaman kerusakan yang telah dilakukan oleh korporasi

    dan pengurus negara.

    Ekofeminisme bersepakat bahwa tekanan terhadap Bumi dan tekanan

    terhadap perempuan mempunyai kesamaan titik, yaitu adanya ketidak-berdayaan,

    ketidakadilan perlakuan. Ekofeminisme juga mengajarkan pendekatan yang

    bertumpu pada sifat-sifat feminin seperti rela berkorban, kasih sayang, dan lemah

    lembut yang bila dikedepankan justru akan mengubah dunia; bukan dengan

    pendekatan maskulin seperti dilakukan pendukung feminisme corak lain.

    Kelompok ini menilai bahwa dengan masuknya perempuan ke sektor publik justruterpengaruh menjadi berjiwa maskulin juga. Sehingga jangankan merubah

    struktur patriarkhat, mereka malah menjadi pendukung-nya. Perempuan boleh saja

    masuk ke dunia publik, tetapi harus tetap dengan kualitas femininnya, tetap

    bangga sekalipun ia memilih berperan di sektor domestik (menjadi ibu/istri,

    merawat anak dan sebagainya).

    Pada tataran ekologi, Ekofeminisme berarti sebuah teori dan gerakan etika

    lingkungan yang ingin mendobrak etika pada umumnya, yakni yang bersifat

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    22/29

    19

    antroposentrisme (manusia adalah satu-satunya pertimbangan moral dan etis).

    Paham ini juga mengkritik androsentrisme, yaitu teori etika lingkungan yang

    berpusat pada laki-laki. Menurut Warren dalam Khatimah (2008), logika

    konseptual androsentrisme memiliki tiga ciri utama: pertama, berpikir tentang

    nilai secara hierarkis. Kedua, dualisme nilai, yang melakukan penilaian moral

    dalam kerangka dualistis (laki-laki dilawankan dengan perempuan, manusia vs

    alam). Ketiga, logika dominasi, yaitu struktur dan cara berfikir yang cenderung

    membenarkan dominasi dan subordinasi. Mereka juga mengkritik ekosentrisme,

    khususnya deep ecology, yang masih saja melihat antroposentrisme sebagai sebab

    dari krisis ekologi. Bagi ekofeminisme, krisis ekologi tidak sekadar disebabkan

    oleh cara pandang dan perilaku yang antroposentris, tetapi juga oleh cara pandang

    dan perilaku yang androsentris: cara pandang dan perilaku yang mengutamakan

    dominasi, manipulasi, dan eksploitasi terhadap alam.

    Kelebihan ekofeminisme bukan hanya karena mampu menerangkan latar

    belakang subordinasi perempuan, tetapi juga latar belakang kerusakan lingkungan

    hidup secara global. Ekofeminisme melihat masalah sosial, kultural dan struktural,

    yang berupa dominasi yang sangat kuat dalam relasi antarkelompok manusia (ras,

    etnik, negara, bangsa, agama, seks, gender) dan relasi antarmanusia dengan

    alam/lingkungannya yang mengakibatkan banyaknya penderitaan bagi manusia

    itu sendiri, yang berupa perang maupun kehancuran lingkungan hidup.

    Ekofeminisme menggambarkan betapa energi feminitas sangat berpotensi

    menjaga kelestarian lingkungan hidup, kelestarian planet Bumi.

    Dengan sangat baik, Ekofemnisme juga mampu menerangkan betapa

    hipermaskulinisme ternyata juga berperan terhadap kerusakan ekosistem.

    Ekofeminisme secara lebih kuat mampu menerangkan mengapa kesetaraan genderpada akhirnya bukan hanya menguntungkan kaum perempuan, tetapi juga kaum

    lelaki. Bila alam-lingkungan rusak, bukankah semua manusia, lelaki maupun

    perempuan, pada akhirnya akan menderita? Sebaliknya, bila alam-lingkungan

    lestari dan terjaga, bukankah manusia (lelaki dan perempuan) akan lebih

    sejahtera? Terlepas dari corak feminisme yang mereka kembangkan, dari sisi

    spiritualitas yang memang berbeda, semangat yang dilakukan kaum perempuan

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    23/29

    20

    dalam turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup kita, patut kiranya

    diberikan apresiasi.

    Tokoh ekofeminisme yang populer lainnya adalah Vandana Shiva, seorang

    ahli ilmu fisika dan pertanian organik, asal India. Era 1970-an Vandana Shiva

    adalah nama yang tidak asing bagi kelompok pecinta lingkungan di negaranya,

    bahkan di dunia. Peluklah pohon-pohon kita. Selamatkan mereka dari

    penebangan. Kekayaan bukit-bukit, kita selamatkan dari penjarahan

    Demikian Vandana Shiva berseru, seraya memobilisasi perempuan-perempuan

    sembari memeluk pohon yang bakal ditebang dan menyanyikan potongan puisi

    tersebut. Perjuangannya yang gigih akhirnya berhasil menggagalkan eksploitasi

    hutan secara massal di India.

    Dalam pandangan Shiva, realitas yang menimpa jutaan perempuan

    Indonesia dan belahan dunia ketiga lainnya, sesungguhnya memperlihatkan

    dengan jelas betapa skenario globalisasi lewat politik pengelolaan lingkungan

    yang patriarkhis meminggirkan dan menyebabkan ketidakadilan bagi kaum

    perempuan. Pembangunan tidak lain adalah bentuk dari ideologi (negara-negara

    maju) patriarkhis yang mengakibatkan penderitaan kaum perempuan dan merusak

    lingkungan di dunia ketiga. Dan karena itu, sangat penting untuk melihat

    keterkaitan yang sangat kuat antara perempuan dan lingkungan, serta membangun

    kehidupan dengan nilai-nilai ekologis, feminis, dan sosialis (Shiva dalam

    Khatimah, 2008).

    Shiva juga menggulirkan gagasan demokrasi Bumi yang berasal dari salah

    satu pemikiran India kuno, yang dalam bahasa India disebut vasudhaiva

    kutumbkam atau keluarga Bumi. Gagasan ini mirip seperti yang dikatakan oleh

    Ketua Seattle tentang jaringan di Bumi. Kosmologi orang India tak pernahmemisahkan manusia dari non-manusia - yang merupakan rangkaian kesatuan.

    Shiva memperjuangkan kedaulatan terhadap biodiversitas (keanekaragaman

    hayati) yang merupakan produk kearifan alam di India, ketika isu tentang

    pematenan kehidupan muncul. Dalam aksinya, 200 penduduk desa di India, di

    sebuah perdesaan di pegunungan tinggi dekat anak Sungai Gangga berseru:

    Kami telah memperoleh tumbuh-tumbuhan obat, benih-benih,

    hutan-hutan dari alam melalui nenek moyang kami; kami berhutang

    kepada alam untuk memeliharanya demi masa depan. Kami berjanji

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    24/29

    21

    kami tidak akan pernah membiarkan erosi pencurian terhadap alam.

    Kami berjanji kami tidak akan pernah menerima pematenan,

    modifikasi genetis, atau membiarkan biodiversitas kami dicemari

    dalam segala bentuknya, dan kami berjanji bahwa kami akan

    berlaku sebagai manusia-manusia dalam biodiversitas tersebut.

    Dalam aksi yang menolak pematenan kehidupan ini, beberapa kelompok

    menulis surat kepada Mike Moore, Direktur Jenderal WTO, yang berbunyi:

    Kami perhatikan anda telah meloloskan sebuah hukum yang

    bernama Trade-Related Intellectual Property Rights. Kami juga

    perhatikan bahwa di bawah undang-undang ini anda ingin

    memonopoli seluruh kehidupan. Sayangnya, sumber-sumber daya ini

    berada di luar wilayah hukum anda, dan anda telah bertindak

    melampaui batas.

    Surat serupa disampaikan kepada Perdana Menteri India:

    Anda adalah Perdana Menteri di negeri ini, tetapi kamilahpenjaga

    biodiversitas. Ini bukan wilayah hukum ada. Anda tak bisa menjual

    kekayaan alam ini. Kekayaan alam ini bukan milik anda. Kami tak

    pernah memberikan mandat kepada anda.

    Jika faktanya adalah bahwa korporasi globalisasi berkaitan dengan

    privatisasi yang agresif terhadap air, biodiversitas, dan sistem pangan di Bumi,

    maka ketika komunitas-komunitas itu mendeklarasikan kedaulatan dan bertindak

    untuk mempertahankan kedaulatan itu, berarti mereka telah membangun sebuah

    respon yang tangguh terhadap globalisasi. Dan sudah sepatutnya jika hal itu

    memberikan inspirasi bagi kita untuk juga bertindak memperbaiki diri dan kondisi

    lingkungan hidup kita.

    2.8. Pembangunan Responsif Gender Sebagai Upaya Peningkatan Peranan

    Perempuan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud

    untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat

    bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Seringkali

    orang mencampuradukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah)

    dengan yang bersifat non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah.

    Perbedaan peran gender ini juga menjadikan orang berpikir kembali tentang

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    25/29

    22

    pembagian peran yang dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun

    laki-laki.

    Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara

    laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat

    berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Seks adalah perbedaan jenis

    kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat

    reproduksi. Oleh karena itu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan

    sehingga bersifat permanen dan universal.

    Dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman gender,

    ada beberapa istilah yang perlu diketahui:

    a.

    Buta Gender (gender blind), yaitu kondisi/keadaan seseorang yang tidak

    memahami tentang pengertian/konsep gender karena ada perbedaan

    kepentingan laki-laki dan perempuan.

    b. Sadar Gender (gender awareness), yaitu kondisi/keadaan seseorang yang

    sudah menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan

    laki-laki.

    c. Peka/Sensitif Gender (gender sensitive), yaitu kemampuan dan kepekaan

    seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek

    kehidupan lainnya dari perspektif gender (disesuaikan kepentingan yang

    berbeda antara laki-laki dan perempuan).

    d. Mawas Gender (gender perspective), yaitu kemampuan seseorang

    memandang suatu keadaan berdasarkan perspektif gender.

    e. Peduli/Responsif Gender (gender concern/responcive), yaitu

    kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang sudah dilakukan dengan

    memperhitungkan kepentingan kedua jenis kelamin.Untuk memahami gender lebih lanjut, perlu diperhatikan juga mengenai

    terjadinya ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender atau diskriminasi gender

    merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial dimana salah satu jenis

    kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban. Hal ini terjadi karena

    adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban

    manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua belah pihak,

    walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami oleh perempuan.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    26/29

    23

    Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga

    dan masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu:

    a.

    Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin

    yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan

    terjadinya ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan dianggap ramah,

    lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman

    Kanak-kanak; kaum perempuan ramah dianggap genit; kaum laki-laki

    ramah dianggap perayu.

    b. Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah satu

    jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya

    dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Contoh: Sejak dulu,

    perempuan mengurus pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap

    sebagai orang rumah atau teman yang ada di belakang.

    c. Marginalisasi/Peminggiran, adalah kondisi atau proses peminggiran

    terhadap salah satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama yang

    berakibat kemiskinan. Misalnya, perkembangan teknologi menyebabkan

    apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih

    oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki.

    d. Beban Ganda/Double Burden, adalah adanya perlakuan terhadap salah

    satu jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih

    banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.

    e. Kekerasan/Violence, yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun

    psikologis seseorang, sehingga kekerasan tersebut tidak hanya

    menyangkut fisik (perkosaan, pemukulan), tetapi juga nonfisik (pelecehan

    seksual, ancaman, paksaan, yang bisa terjadi di rumah tangga, tempatkerja, tempat-tempat umum.

    Akibat Diskriminasi berbagai bentuk diskriminasi merupakan hambatan

    untuk tercapainya keadilan dan kesetaraan gender atau kemitrasejajaran yang

    harmonis antara perempuan dan laki-laki, karena dapat menimbulkan:

    a. konflik

    b. stres pada salah satu pihak

    c.

    relasi gender yang kurang harmonis

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    27/29

    24

    Dengan mengetahui dan memahami pengertian gender dan seks, seseorang

    diharapkan tidak lagi mencampuradukkan pengertian kodrat (ciptaan Tuhan) dan

    non-kodrati (buatan masyarakat yang bisa berubah sepanjang jaman). Konstruksi

    sosial dapat terjadi karena pada dasarnya sikap dan perilaku manusia dipengaruhi

    oleh faktor internal dan eksternal, yaitu konstruksi biologis, konstruksi sosial, dan

    konstruksi agama.

    Pemahaman tentang perbedaan seks dan gender sangat penting karena

    keduanya merupakan kunci untuk tidak terjadinya kesalahan analisis, baik dalam

    keluarga maupun dalam masyarakat yang seringkali menimbulkan ketidakadilan

    gender. Ketidakadilan gender dapat dihilangkan apabila masyarakat memahami

    dan mawas diri serta bertekad mengubah perilaku ke arah yang responsif gender

    dalam setiap kegiatan. Dengan demikian, perlu adanya kesepakatan dalam hal

    pembagian peran, sehingga laki-laki dan perempuan dapat menjadi mitra yang

    setara dan seimbang dalam kehidupan di keluarga, masyarakat, dan pemerintahan.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    28/29

    25

    III. PENUTUP

    Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup bersifat menyempurnakan dari undang-undang sebelumnya.

    Undang-Undang ini berorientasi pada peran seluruh elemen termasuk masyarakat

    untuk memandang kasus lingkungan sebagai problem bersama yang subtansial.

    Pemberian kewenangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

    hidup kepada pemerintah daerah, telah memberikan peluang kepada masyarakat

    untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sudah tidak lagi

    bersifat sentralistik.Perempuan sebagai bagian dari masyarakat tentunya secara tidak langsung

    diberikan kesempatan untuk ikut terlibat dalam perlindungan dan pengelolaan

    lingkungan hidup. Melalui partisipasi masyarakat, perempuan dapat menjadi

    pelopor dalam menjaga lingkungan dan kritis terhadap kebijakan pembangunan di

    daerah yang bersifat merusak lingkungan. Selain pengawasan social, melalui

    kuota 30 % perempuan dalam lembaga legislatif juga dapat ikut berperan dalam

    penyususan RPPLH dan KLHS. Demikian pula undang-undang PPLH mengatur

    peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Meskipun tidak

    disebutkan secara jelas, namun melalui peran masyarakat perempuan dapat

    berpartisipasi baik mulai dari perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan dan

    evaluasi kebijakan lingkungan hidup.

    Pemahaman terhadap tentang peran perempuan dalam pengelolaan

    lingkungan hidup, strategi penguatan kelembagaan, HAM dan lingkungan serta

    pemahaman tentang UU lingkungan hidup dengan pola perspektif ekofeminisme

    dapat mendorong kaum perempuan untuk melakukan evaluasi terhadap

    kepedulian dan peran kaum perempuan di wilayahnya. Sehingga kaum perempuan

    juga menjadi faktor penting dalam peranannya sebagai penentu kebijakan

    pengelolaan dan kualitas lingkungan.

  • 7/24/2019 PEREMPUAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE LINGKUNGAN HIDUP

    29/29

    26

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2006. Pengetahuan Perempuan. Jurnal Perempuan No. 48.

    Amiruddin, M. 2005. Pembangunan melahirkan Tunawisma di Kampung Dunia.

    Jurnal perempuan No.42. Hal 128.

    CEDAW. 2006. Convention on the Elimination of Discrimination Against

    Women.

    Irwan, Z.D. 2009. Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan di Indonesia :

    Siapa Bilang Bisa Mengendalikan Penyulutnya. Elex Media

    Komputindo. Jakarta.

    Kasim, I. 2004. Hak atas Lingkungan Hidup dan Tanggung Gugat Korporasi

    Internasional. Jurnal SUAR. Vol 5 No. 10 dan 11. Hal 25.

    Khatimah, H. 2009. Perempuan dan Penyelamatan Lingkungan. Tabloid

    Suplemen Edisi 05. No. 24 Th. VIII. Swara Rahima. Jakarta.

    Kompas. 2010. UU PPLH No.32 tahun 2009: Tonggak Baru Keberlanjutan LH.

    Cetakan 14 Agustus 2010.

    Saleh, M.R. 2005. Ecoside : Politik Kejahatan lingkungan dan Pelanggaran Hak

    Asasi Manusia. Walhi. Jakarta.

    Simatauw, M., L. Simanjuntak., P.T. Kuswardono. 2001. Gender & Pengelolaan

    Sumber Daya Alam : Sebuah Panduan Analisis.Yayasan PIKUL.

    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

    Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.

    Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik.

    Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup.