Perdirjen Kayu Energi

download Perdirjen Kayu Energi

of 8

description

sk

Transcript of Perdirjen Kayu Energi

  • PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

    PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

    Nomor : P.3/VI-SET/2015

    TENTANG

    PENERAPAN JENIS TANAMAN DAN POLA TANAM DALAM KEGIATAN HUTAN

    TANAMAN INDUSTRI

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI,

    Menimbang : bahwa dalam rangka optimalisasi pemanfaatan ruang kelola hutan tanaman industri untuk penyediaan bahan baku

    industri primer hasil hutan, bioenergi dan ketahanan pangan, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor

    P.12/Menlhk-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari tentang Penerapan Jenis

    Tanaman dan Pola Tanam dalam Kegiatan Hutan Tanaman Industri;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

    167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-

    Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

    Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

    Nomor 4412);

    2. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan

    Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

    3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

    4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

    Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

    /5. Peraturan...

  • 5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang

    Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147; Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 4453);

    6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

    Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

    16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

    7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

    Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48; Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833).

    8. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2001; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4947);

    9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48; Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 5285);

    10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang

    Berlaku Pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 36);

    11. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

    12. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran

    Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17);

    13. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

    14. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja 2014-2019;

    15. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi;

    16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu;

    17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.11/Menhut-II/2009

    tentang Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

    Kehutanan Nomor P.65/Menhut-II/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1311);

    /18. Peraturan...

  • 18. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.39/Menhut-II/2013

    tentang Pemberdayaan Masyarakat setempat melalui Kemitraan Kehutanan (Berita Negara Repulik Indonesia

    Tahun 2013 Nomor 958);

    19. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2014 tentang Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dan

    Rencana Kerja Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (Berita Negara Republik Indonesia

    Tahun 2014 Nomor 687);

    20. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.21/Menhut-II/2014 tentang Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Kegiatan

    Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 508);

    21. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2014

    tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin

    Atau Pada Hutan Hak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 883) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.95/Menhut-II/2014

    (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1992);

    22. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 472);

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI TENTANG PENERAPAN JENIS

    TANAMAN DAN POLA TANAM DALAM KEGIATAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI.

    BAB I PENGERTIAN

    Pasal 1

    Dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan :

    1. Agroforestri dalam areal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HTI) adalah optimalisasi pemanfaatan lahan hutan

    di areal izin usaha hutan tanaman dengan pola tanam kombinasi antara tanaman hutan yang berupa pohon dengan tanaman selain pohon dan/atau

    hewan untuk meningkatkan produktifitas lahan hutan tanaman dengan tidak mengubah fungsi pokok usaha pemanfaatan hasil hutan kayu.

    2. Agroforestri pola berblok adalah budidaya hutan mozaik dalam satu blok yang

    terdiri dari areal berpohon dan satu areal selain pohon yang dapat diusahakan secara komersial.

    3. Agroforestri pola jalur (selang seling) adalah budidaya hutan mozaik dalam

    satu blok yang terdiri dari minimal dua jalur areal berpohon dan satu jalur atau lebih areal selain pohon.

    /4. Tumpangsari...

  • 4. Tumpangsari adalah pola agroforestri yang membudidayakan tanaman selain

    pohon diantara larikan tanaman hutan berkayu atau tanaman budidaya tahunan berkayu berupa pohon.

    5. Wanaternak (silvopastura) adalah pola agroforestri yang mengusahakan ternak di dalam kawasan hutan.

    6. Wanamina (silvofisheries) adalah pola agroforestri yang mengusahakan ikan/udang di dalam kawasan hutan yang terdiri dari pola empang parit,

    komplangan, dan jalur/Kao-Kao.

    7. Apiculture adalah pola agroforestri berupa usaha budidaya lebah madu di dalam kawasan hutan.

    8. Sericulture adalah pola agroforestri yang mengusahakan pakan ulat sutera di dalam kawasan hutan.

    9. Masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan sebagai kesatuan komunitas sosial yang mata pencaharian

    utamanya bergantung pada hutan dan hasil hutan.

    10. Kelompok Tani Hutan yang selanjutnya disingkat KTH adalah kumpulan individu petani di desa sekitar kawasan hutan yang membentuk wadah

    organisasi, tumbuh berdasarkan kebersamaan, kesamaan profesi dan kepentingan untuk bekerjasama mengembangkan usaha hutan tanaman rakyat untuk mencapai kesejahteraan anggota dan kelompoknya.

    11. Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil

    hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan.

    BAB II

    MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

    Pasal 2

    (1) Maksud penerapan jenis tanaman dan pola tanam pada hutan tanaman industri yaitu untuk optimalisasi pemanfaatan ruang kelola hutan tanaman

    industri dalam rangka peningkatan produktifitas pada hutan produksi.

    (2) Tujuan penerapan jenis tanaman dan pola tanam pada hutan tanaman industri yaitu: a. peningkatan produktivitas lahan pada areal IUPHHK-HTI baik untuk

    produk hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu; b. mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dan energi;

    c. sebagai alternatif solusi konflik sosial dan lahan serta merupakan salah satu bentuk peran serta kehutanan; dan/atau

    d. peningkatan pendapatan perusahaan dan masyarakat setempat.

    (3) Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal ini meliputi:

    a. penanaman jenis tanaman; b. penerapan agroforestri;

    c. pola tanam agroforestri; dan d. pola dan kegiatan agroforestri;

    /BAB III...

  • BAB III

    PENANAMAN JENIS TANAMAN

    Pasal 3

    (1) Penanaman jenis tanaman dalam hutan tanaman industri, meliputi:

    a. tanaman sejenis; dan/atau b. tanaman berbagai jenis;

    (2) Penanaman tanaman sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa penanaman tanaman hutan berkayu yang hanya terdiri dari satu jenis (species) beserta varietasnya.

    (3) Penanaman tanaman berbagai jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa:

    a. penanaman tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan dengan tanaman budidaya tahunan yang berkayu; atau

    b. penanaman jenis tanaman lainnya.

    Pasal 4

    (1) Tanaman hutan berkayu yang dikombinasikan dengan tanaman budidaya tahunan yang berkayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a,

    diarahkan untuk mendukung: a. penyediaan bahan baku industri primer hasil hutan berupa industri

    penggergajian kayu, industri panel kayu, industri barang setengah jadi

    dan barang jadi berbasis kayu; b. penyediaan bahan baku bioenergi; dan/atau

    c. ketahanan pangan.

    (2) Jenis tanaman lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b, diarahkan untuk mendukung:

    a. penyediaan bahan baku bioenergi; dan/atau b. ketahanan pangan.

    BAB IV PENERAPAN AGROFORESTRI

    Pasal 5

    (1) Tanaman yang dapat diusahakan dalam areal IUPHHK-HTI untuk penyediaan penghasil pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dan

    ayat (2) huruf b, menerapkan agroforestri berdasarkan azas kelestarian secara bersamaan dan/atau berurutan serta bersifat temporal.

    (2) Penerapan agroforestri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didominasi jenis

    tanaman berkayu.

    Pasal 6

    (1) Penerapan agroforestri, dilakukan pada areal:

    a. tanaman pokok; dan/atau b. tanaman kehidupan.

    (2) Pada areal tanaman pokok dan/atau tanaman kehidupan sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1), terdapat masyarakat setempat.

    /(3) Penerapan...

  • (3) Penerapan agroforestri dilaksanakan dengan pemberdayaan masyarakat

    setempat melalui kemitraan kehutanan antara pemegang IUPHHK-HTI dan masyarakat setempat.

    (4) Ketentuan pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    BAB V

    POLA TANAM AGROFORESTRI

    Pasal 7

    (1) Areal tanaman pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a,

    untuk penanaman tanaman hutan berkayu dan/atau tanaman budidaya

    tahunan yang berkayu, dengan pola berblok atau berselang seling.

    (2) Areal tanaman kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, untuk penanaman tanaman hutan berkayu, tanaman budidaya

    tahunan yang berkayu, dan/atau tanaman jenis lainnya, dengan pola jalur atau petak secara berselang seling.

    (3) Penanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), didasarkan pada hasil penelitian kesesuaian lahan yang dilakukan oleh Lembaga

    Penelitian bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Perguruan Tinggi kompeten.

    (4) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat melibatkan lembaga penelitian lain yang terkait dengan koordinasi oleh Badan Penelitian

    dan Pengembangan yang membidangi Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

    BAB IV POLA DAN KEGIATAN AGROFORESTRI

    Pasal 8

    (1) Pemilihan pola agroforestri disesuaikan dengan kesesuaian lahan/kondisi

    tapak dan kebutuhan masyarakat setempat.

    (2) Pola agroforestri dapat dipilih melalui: a. Wanatani/tumpang sari;

    b. Wanaternak/Silvopasture; c. Wanamina/Silvofisheries;

    d. Budidaya lebah madu/Apiculture; dan/atau e. Budidaya pakan ulat sutera/Sericulture.

    Pasal 9

    (1) Pola wanatani/tumpang sari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan pola berblok, jalur (selang-seling) atau tanaman di bawah tegakan pada areal IUPHHK-HTI.

    (2) Tahapan pelaksanaan pola wanatani/tumpang sari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan perencanaan penanaman, pengaturan pola tanaman, persiapan lapangan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan

    tanaman, pemanenan dan pemasaran.

    /(3) Jenis...

  • (3) Jenis tanaman wanatani/tumpang sari sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

    yang dapat dikembangkan antara lain jenis rumput camellina, king grass, rape seed, ubi kayu, pinang, sorghum, jagung, padi, tebu, jarak pagar dan jenis lain yang direkomendasikan oleh Lembaga Penelitian Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Perguruan Tinggi kompeten.

    Pasal 10 (1) Pola wanaternak/silvopasture sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)

    huruf b, dilakukan pada areal IUPHHK-HTI di lahan kering dan datar.

    (2) Tahapan pelaksanaan pola wanaternak/silvopasture sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan perencanaan penanaman, pengaturan pola

    tanaman, persiapan lapangan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, pembuatan kandang ternak, pemeliharaan ternak, dan pemasaran.

    (3) Jenis hewan/ternak wanaternak/silvopasture sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kondisi tapak dan kesepakatan IUPHHK-HTI dan masyarakat setempat antara lain sapi, kambing, domba, kerbau, kuda.

    Pasal 11

    (1) Pola wanamina/silvofisheries sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c, dilakukan pada areal IUPHHK-HTI di lahan basah baik berupa lahan

    gambut maupun mangrove dengan penentuan jenis ikan dan pola aplikasi wanamina/silvofisheries berupa komplangan, empang parit atau jalur (Kao-Kao) yang disesuaikan dengan kondisi tapak.

    (2) Tahapan pelaksanaan pola wanamina/silvofisheries sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan pola wanamina, persiapan bibit ikan/udang, penanaman, pemeliharaan ikan/udang,

    pemanenan dan pemasaran.

    (3) Pengembangan wanamina/silvofisheries sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada:

    a. kanal-kanal yang dibuat pada pengelolaan IUPHHK-HTI lahan basah; b. disela-sela tanaman pokok pada IUPHHK-HTI mangrove; atau c. tambak yang terdiri dari tiga tipe yaitu pola empang parit, pola

    komplangan, dan pola jalur (Kao-Kao).

    (4) Penerapan pola wanamina/silvofisheries sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan kondisi tapak, kebutuhan masyarakat setempat dan

    IUPHHK-HTI.

    Pasal 12

    (1) Pola Apiculture sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d, diterapkan pada areal IUPHHK-HTI disesuaikan dengan jenis tanaman pakan lebah.

    (2) Tahapan pelaksanaan pola apiculture sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan perencanaan penanaman, pengaturan pola tanaman, persiapan bibit tanaman, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemeliharaan

    lebah, pemanenan madu, dan pemasaran.

    (3) Penerapan pola apiculture sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada areal tanaman pokok dan tanaman kehidupan.

    /Pasal 13...

  • Pasal 13

    (1) Pola Sericulture sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e,

    diterapkan pada areal IUPHHK-HTI disesuaikan dengan jenis tanaman pakan ulat sutera.

    (2) Tahapan pelaksanaan pola sericulture sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan perencanaan penanaman, pengaturan pola tanaman, persiapan bibit tanaman, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemeliharaan

    ulat sutera, pemanenan, dan pemasaran.

    (3) Penerapan pola sericulture sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pada areal tanaman pokok dan tanaman kehidupan.

    Pasal 14

    Pemegang IUPHHK-HTI yang telah melaksanakan pola agroforestri sebelum

    ditetapkannya Peraturan ini, selanjutnya menyesuaikan sebagaimana di atur dalam Peraturan ini.

    Pasal 15

    Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 19 Juni 2015

    November DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN

    HUTAN PRODUKSI LESTARI, ttd.

    IDA BAGUS PUTRA PARTHAMA

    Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth : 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Pejabat Eselon I Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

    3. Gubernur di Seluruh Indonesia; 4. Bupati/Walikota di Seluruh Indonesia;

    5. Kepala Dinas Provinsi yang membidangi Kehutanan di Seluruh Indonesia; 6. Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi di Seluruh Indonesia.

    Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan KST Setditjen BUK,

    ttd. IMAM SETIOHARGO, SH,MH

    NIP. 19630125 199203 1 003