Percobaan Vi
-
Upload
silvia-cahya-wibawa -
Category
Documents
-
view
8 -
download
1
description
Transcript of Percobaan Vi
PERCOBAAN
KECEPATAN DISOLUSI
Tanggal Percobaan: Mei 2015
A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan kecepatan disolusi suatu zat
2. Menggunakan alat-alat untuk menentukan kecepatan disolusi suatu zat
3. Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu zat
B. Dasar Teori
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke
dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu
obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut
sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk
padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep.
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam cairan pada
tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet
atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada
suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat
tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan
berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut
disolusi.
Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut
mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi
polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-
granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi
dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk
dimana obat tersebut diberikan.
Mekanisme disolusi, tidak dipengaruhi oleh kekuatan kimia atau reaktivitas partikel-
partikel padat terlarut ke dalam zat cair, dengan mengalami dua langkah berturut-turut:
1. Larutan dari zat padat pada permukaan membentuk lapisan tebal yang tetap atau film
disekitar partikel
2. Difusi dari lapisan tersebut pada massa dari zat cair.
Langkah pertama,. larutan berlangsung sangat singkat. Langka kedua, difusi lebih lambat
dan karena itu adalah langkah terakhir.
Adapun mekanisme disolusi dapat digambarkan sebagai berikut :
Difusi layer model (theori film)
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul obat pada
permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu lapisan jenuh obat-larutan
yang membungkus permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai
lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang
melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-
molekul obat terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan
obat yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut berlanjut.
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat
diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang
terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus menembus
pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya
mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya
sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan
obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut
mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi
setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat bisa tinggal dalam
lambung atau saluran usus halus.
Pemikiran awal dilakukannya uji hancurnya tablet didasarkan pada kenyataan bahwa
tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan berhubungan dengan tersedianya obat di dalam
Massa larutan dengan konsentrasi = Ct
Kristal
Lapisan film (h) dgn konsentrasi = Cs
cairan tubuh. Namun sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk
hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji ini
tidak memberi jaminan bahwa partikel-partilkel tersebut akan melepas bahan obat dalam
larutan dengan kecepatan yang seharusnya. Untuk itulah sebabnya uji disolusi dan ketentuan
uji dikembangkan bagi hampir seluruh produk tablet.
Monografi bahan yang digunakan sebagai berikut ini:
a. Parasetamol
Nama resmi : Asetaminofen
Nama lain : Parasetamol
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol ( 95% ) P,
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan
dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali
hidroksida.
Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
b. Aquadest
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai
rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
c. HCL
Nama resmi : Acidum chloridum
Nama lain : Asam klorida
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika
diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.
Kegunaan : Sebagai pemberi suasana asam
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
C. Alat dan Bahan
a. Alat
Gelas ukur
Labu ukur 1 liter dan 10 ml
Corong
Piper ikur
Alat disolusi
Spindel
spuit 10ml
vial
tabung L
Pam
Spektrofotometer
kuvet
b. Bahan
Tablet parasetamol
serbuk parasetamol
HCl
Aquadest
D. Prosedur
a. Pengujian kecepatan disolusi tablet dan serbuk parasetamol
Add dengan aquades 1Liter
Ambil 100 ml dan 900 ml berikutnya
masukkan ke dalam tabung termostat
Masukkan secara bersamaan tabung
kedalam alat
Atur suhunya hingga suhunya
37oC
Masukkan secara bersamaan ke dalam tabung yang berbda
antara serbuk parasetamol dan
tablet parasetamol
Nyalakan alat dengan kecepatan
50 Rpm
Ambil 10 ml dalam selang waktu 5,10,15 dan 30 menit setelah pengocokan dan ganti dengan 20 ml HCl 1N
Saring sample parasetamol
Masukan ke dalam wadah
tertutup
Pipet 8,3 ml HCl pekat
Ambil 2 ml sample
b. Uji kadar tablet dan serbuk parasetamol
Masukan ke dalam
labu ukur 10 ml
Add dengan 10 ml HCl 1N
Masukan ke dalam kuvet hingga tanda
batas
Masukan ke dalam spectofotometri untuk di ukur absorbansinya
dengan λ 242,5
Melakukan prosedur yang sama pada sample lainnya
Liat nilai absorbansi dengan kisaran yang
baik 0,2 – 0,8Setelah diproleh nilai absorbansi dari masing –
masing sample buat grafik pengaruh lama pengadukan terhadap kecepatan disolusi.
Bandingkan antara serbuk parasetamol dengan tablet
parasetamol
E. Data Pengamatan
1. Tablet Paracetamol
No. Waktu Absorbansi Pengenceran Rpm Ppm
1 5 0,620 50 x 472,25 472,25
2 10 0,655 50 x 500,48 505,72
3 15 0,665 50 x 508,54 519,34
4 30 0.675 50 x 516,61 533,06
0 5 10 15 20 25 30 350.58
0.6
0.62
0.64
0.66
0.68
0.620000000000001
0.655000000000001
0.665000000000001
0.675000000000001
Gravik disolusi tablet parasetamol
AbsorbansiLinear (Absorbansi)
waktu
abso
rban
si
Perhitungan
a. Pengenceran
1.100,2
=50kali
2.100,2
=50kali
3.100,2
=50kali
4.100,2
=50kali
b. Rpm
1. C ¿( 0,620−0,03440,620 )× 50=572,25
2. C ¿( 0,655−0,03440,620 )× 50=500,48
3. C ¿( 0,665−0,03440,620 )× 50=508,54
4. C ¿( 0,675−0,03440,620 )× 50=516,61
c. Ppm
1. 472,25
2. 500,48+( 10900
× 472,25)=505,72
3. 508,54+( 10900 )×(472,25+500,48)=¿
4. 516,61+( 10900 )× (472,25+500,48+508,54 )=533,06
900 mL1000 mL
× 533,06 mg1000 mL
=479,75 mg
Q 30 = harus 80 %
80100
×500 mg=400 mg
2. Serbuk Paracetamol
No. Waktu Absorbansi Pengenceran Rpm Ppm
1 5 0,510 50 x 383,54 383,54
2 10 0,576 50 x 436,77 441,03
3 15 0,621 50 x 473,06 482,17
4 30 0.684 50 x 523,84 538,24
0 5 10 15 20 25 30 350
0.20.40.60.8
0.510.576000000
0000010.621000000
0000010.684
Gravik disolusi serbuk parasetamol
absorbansiLinear (absorbansi)
waktu
Abso
rban
si
Perhitungan
d. Pengenceran
1.100,2
=50kali
2.100,2
=50kali
3. 100,2
=50kali
4.100,2
=50kali
e. Rpm
1. C ¿( 0,510−0,03440,620 )× 50=383,54
2. C ¿( 0,576−0,03440,620 )× 50=436,77
3. C ¿( 0,621−0,03440,620 )×50=473,06
4. C ¿( 0,684−0,03440,620 )×50=523,87
f. Ppm
1. 383,54
2. 436,77+( 10900
×383,54)=441,0 3
3. 473,06+( 10900 )× (383,54+436,77 )=¿ 482,17
4. 523,87+( 10900 )× (383,54+436,77+473,06 )=538,24
Hitung dengan Q Paracetamol ≠ ≤ 80%
900 mL1000 mL
× 538,24 mg1000 mL
=484,42mg
Q 30 = harus 80 %
80100
×500 mg=400 mg
F. Pembahasan
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan
padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena
ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam
media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Pada percobaan ini ingin ditentukan konstanta kecepatan disolusi suatu zat. Zat
yang akan diukur kecepatan atau laju disolusinya adalah tablet dan serbuk parasetamol
dan dibandingkan dengan ketetapan yang telah ada yaitu di Farmkope Indonesia, dimana
medium disolusi yang digunakan adalah HCl. Kemudian ditentukan kadarnya dengan
menggunakan spektro uv-vis. Sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu
parasetamol 500 mg, HCl sebagai medium disolusi dan parasetamol p.a sebagai
pembanding. Adapun 2 alat yang digunakan yaitu alat uji disolusi (tablet dissolution test
apparatus) tipe 2 (dayung)dan spektrofotometer.
Prinsip kerja dari tablet dissolution test apparatus yaitu pada saat tablet
dimasukkan ke dalam medium disolusi maka tablet akan mengalami proses disolusi
sesuai dengan lama waktu disolusi tablet tersebut. Digunakan HCl sebagai media disolusi
karena HCl merupakan pelarut yang dapat melarutkan parasetamol. Adapun volume dari
labu disolusi yang digunakan adalah 900 ml. Hal ini dianalogikan terhadap suatu
gelembung udara, maka gelembung udara tersebut akan masuk ke pori-pori dan bekerja
sebagai barier pada interfase sehingga mengganggu disolusi obat. Adapun suhu yang
digunakan, dipertahankan 37° C, dengan maksud agar sesuai dengan suhu fisiologis suhu
tubuh manusia. Hal ini sebagai pembanding jika obat tersebut berada dalam tubuh
manusia. Selain itu alat disolusi juga diatur kecepatan putarannya sebesar 50 rpm karena
ini diumpamakan sebagai kecepatan gerak peristaltik lambung. Waktu yang digunakan
yaitu 30 menit karena waktu yang digunakan paracetamol untuk dapat terdisolusi adalah
30 menit.
Pada percobaan ini, mula-mula diisi bak disolusi dengan HCl suling hingga ¾
volumenya. Kemudian diatur suhunya 37ºC dan setelah tercapai suhu tersebut maka
dimasukkan obat parasetamol tablet dan pasasetamol serbuk ke dalam labu disolusi.
Diambil 10 ml pada menit ke 5, 10, 15 dan 30, hal ini dilakukan untuk mengetahui pada
menit ke berapa parasetamol tersebut dapat terdisolusi dengan baik pada medium
pelarutnya. Setiap pengambilan, volume HCl dalam labu disolusi dicukupkan 900 ml.
Pengambilan dilakukan dengan pipet volume yang telah diikat dengan kertas saring. Ia
bertujuan untuk mengelakkan molekul-molekul parasetamol yang tidak larut turut sama
diambil. Kemudian larutan yang diambil tersebut dilakukan uji spektrofotometer untuk
menentukan kadar parasetamol yang terdisolusi. Prinsip kerja dari spektrofotometer yaitu
sinar/cahaya yang datang melalui sampel sebagian akan diserap terhitung sebagai
absorban (A) dan sebagian lagi dipantulkan terhitung sebagai transmitan (% T). pada uji
ini dilakukan pengenceran sampel 50 kali yaitu 2 ml sampel yang diadd dengan 10 ml
HCl. Setelah dilakukan uji spektro diperoleh nilai absorbansi dari masing-masing sampel
yakni makin lama mengadukan makin tinggi nilai absorbansinya bias terlihat dalam
gravik pengamatan. Dengan kisaran nilai absorbansi 0,6- 0,7 dan dianggap baik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak waktu yang dibutuhkan oleh suatu
obat untuk berdisolusi maka semakin tinggi pula konsentrasi (Kadar) zat tersebut dalam
cairan (media pelarut).
Selanjutnya dilakukan perhitungan mencari ppm yaitu dengan memasukan nilai
absorbansi dikurangi b dibagi a standar parasetamol. Adapun persamaan baku standar
parasetamolnya yaitu Y= 0,62x + 0,034 dan dikali dengan pengencern. Setelah diperoleh
hasil ppm dari masing-masing sampel selanjutnya dihitung ppm komulatif hal ini
dilakukan dengan alasan setiap pengambilan sampel pada selang waktu yang berbeda
kadar parasetamol semakin berkurang sehingga dilakukan perhitunagn komulatif sebagai
faktor koreksi.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar parasetamol dengan membandingakn
standar yang berada pada Farmakope Indonesia Ed. IV. Berdasarkan hasil percobaan dan
perhitungan diperoleh kadar tablet parasetamol 479,75 mg yang tidak kurang dari 90%
dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Sehingga tablet
parasetamol dengan nama dagang DAPYRIN telah memenuhi syarat dan boleh diedarkan
dipasaran. Sedangkan pada serbuk parasetamol percobaan yang dilakuka mengandung
484,42 mg kuarng dari 98% yang seharusnya tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari
101% . Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesalahan yang terjadi pada
percobaan di atas misalnya suhu larutan disolusi yang tidak konstan, ketidaktepatan
jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa ml, terjadi kesalahan pengukuran
pada waktu pengambilan sampel menggunakan pipet volume, kekeliruan praktikan dalam
menentukan volume titrasi dan titik akhir titrasi, kekeliruan prosedur penentuan, suhu
yang dipakai tidak tepat.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa serbuk parasetamol
memilikin kecepatan lebih tinggi dibandingkan tablet parasetamol. Hal tersebut terjadi
karena pada tablet parasetamol mengandung beberapa zat tambahan yang digunakan agar
zat aktif parasetamol tepat terdisolusi pada reseptor yang dituju. Sedangkan pada serbuk
yang tidak mengandung zat tambahan mudah terdisolusi sehingga akan cepat terdisolusi
sebelum sampai reseptor yang dituju.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh dapat disimpulkan:
1. Kadar tablet parasetamol (Dapyrin) 479,75 mg yang tidak kurang dari 90% dan tidak
lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Sehingga tablet parasetamol
dengan nama dagang dapyrin telah memenuhi syarat dan boleh diedarkan dipasaran.
2. Serbuk parasetamol percobaan yang dilakuka mengandung 484,42 mg kuarng dari
98% yang seharusnya tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101% .
3. Serbuk parasetamol memilikin kecepatan lebih tinggi dibandingkan tablet
parasetamol
H. Daftar Pustaka
Ansel, Howard C.(1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, Jakarta : UI Press
Martin, Alfred, dkk. (1993). Farmasi Fisika: Dasar-dasar farmasi fisika dalam ilmu
farmasetika, diterjemahkan oleh Yoshita , edisi III , jilid II. Jakarta: Penerbit UI.
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Press.