Percobaan IV
description
Transcript of Percobaan IV
PERCOBAAN IV
STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN TEMBAGA
I. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah menentukan rumus
kompleks ammin-tembaga.
II. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/ Tanggal : Jumat, 1 November 2013
Waktu : 07.15 – selesai
Tempat : Laboratorium Kimia Lanjut FKIP Untad
III. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini
dalah sebgaai berikut.
a. Alat
Erlenmeyer 250 mL
Corong pisah
Pipet tetes
Gelas ukur 10 mL dan 50 mL
Buret 50 mL
Klem dan statif
Gelas kimia 10 mL
b. Bahan
Larutan indikator phenolftalein
Larutan indikator metil orange
Larutan H2C2O4 0,1 M
Larutan CuSO4
Larutan NH4OH
Aquades
Larutan NaOH
Larutan HCl
kloroform
IV. Hasil pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini
adalah sebagai berikut.
N
oPerlakuan Hasil
1. Standarisasi larutan
a. 10 mL larutan H2C2O4 0,1
M + indikator PP + dititrasi
dengan larutan NaOH
b. 10 mL larutan NaOH
dititrasi dengan larutan HCl
c. 25 mL larutan HCl dititrasi
dengan larutan NH3
- Larutan berwarna
merah muda
V NaOH 1 = 13,2 mL
V NaOH 2 = 19,1
mL
- Larutan bening
V HCl 1 = 19,1 mL
V HCl 2 = 18,1 mL
- Larutan berwarna
merah muda
V NH3 1 = 3,7 mL
V NH3 2 = 4,5 mL
2. Penentuan koefisien distribusi
ammonia air dan kloroform
- 10 mL NH3 + 10 mL
aquades + dikocok 5 menit
- 10 mL NH3 + 10 mL
aquades + 25 mL kloroform
+ dikocok 30 menit
- 10 mL larutan NH3 dalam
- Larutan
bercampur dan
bening
- Larutan memisah,
larutan NH3 dalam
air berada di atas
dan larutan NH3
dalam kloroform
berada di bawah
kloroform + 10 mL aquades
+ 3 tetes MO + dititrasi
dengan HCl
- Larutan berwarna
merah
V HCl = 1,8 mL
3. Penentuan rumus kompleks
Cu2+ + xNH3
[Cu(NH3)5]2+
- 10 mL NH3 + 10 mL CuSO4
0,1 M + dikocok 5 menit
- 10 mL NH3 + 10 mL CuSO4
0,1 M + 25 mL kloroform +
dikocok 30 menit
- 10 mL larutan NH3 dalam
kloroform + 10 mL aquades
+ 3 tetes MO + dititrasi
dengan HCl
- Larutan
bercampur dan
berwarna biru tua
- Larutan memisah,
larutan NH3 dalam
CuSO4 berada di
atas dan larutan
NH3 dalam
kloroform berada
di bawah
- Larutan berwarna
merah
V HCl = 2,95 mL
V. Perhitungan
a. Standarisasi larutan
Standarisasi larutan NaOH
Dik : V H2C2O4 = 10 mL
[H2C2O4] = 0,1 M = 2 x 0,1 M
= 0,2 N
V1 NaOH = 13,2 mL
V2 NaOH = 13,3 mL
Dit : N NaOH = ……?
Penyelesaian.
Untuk V1 = 13,2 mL
Untuk V2 = 13,3 mL
Standarisasi HCl
Dik : V NaOH = 10 mL
[NaOH] = 0,151 N
V1 HCl = 19,1 mL
V2 HCl = 18,1 mL
Dit : N HCl = ….?
Penyelesaian.
Untuk V1 = 19,1 mL
Untuk V2 = 21,9 mL
Standarisasi NH3
Dik : V HCl = 25 mL
[HCl] = 0,081 N
V1 NH3 = 3,7 mL
V2 NH3 = 4,5 mL
Dit : N NH3 = …..?
Penyelesaian.
Untuk V1 = 1,9 mL
Untuk V2 = 1,6 mL
b. Penentuan koefisien distribusi NH3 dalam kloroform
Dik : [HCl] = 0,081 N
V NH3 = 10 mL
V HCl = 1,8 mL
Dit : KD = ….?
Penyelesaian.
Normalitas NH3 dalam kloroform
Normalitas NH3 dalam air
Koefisien distribusi
c. Penentuan rumus kompleks Cu-ammin
Dik : [HCl] = 0,081 N
V NH3 = 10 mL
V HCl = 2,95 mL
Dit : Rumus kompleks Cu-Ammin yang terbentuk = ….?
Penyelesaian.
Normalitas NH3 dalam kloroform
Normalitas NH3 dalam CuSO4
Koefisien distribusi
Rumus kompleks Cu-Ammin
Jadi rumus molekul kompleks Cu-Ammin adalah [Cu(NH3)5]2+
VI. Pembahasan
Dalam percobaan ini bertujuan untuk menetukan rumus molekul dari amiin-
tembaga, dan dasar pemikiran dari percobaan ini yaitu bahwa apabila ammonia
berlebihan ditambahakan ke dalsam larutan garam Cu(II) yang telah diketahui jumlahnya
maka kompleks berikut ini akan terbentuk:
Cu2+ + xNH3 [Cu(NH3)2]2+
Karena menggunakan ammonia berlebihan maka kebolehjadian ion kompleks ion-ion
yang lebih sederhana seperti [Cu(NH3)x-1]2+, [Cu(NH3)x-2]2+ dan seterusnya
berkurang(Penanggung Jawab Mata Kuliah, 2013).
a. Standarisasi larutan
Perlakuan pertama yang dilakukan adalah menstandarisasi
larutan NaOH dengan menggunakan larutan H2C2O4 0,1 M. Jenis
titrasi pada perlakuan ini adalah Asidimetri yaitu analisis volumetrik yang
menggunakan larutan baku asam untuk menentukan jumlah basa yang ada. Dalam
hal ini NaOH merupakan larutan standar primer yaitu larutan baku
yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan jalan menghitung dari berat zat terlarut
yang dilarutkan dengan tepat dimana NaOH bersifat higroskopis dan tidak stabil
sedangkan H2C2O4 bertindak sebagai larutan standar sekunder adalah
larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui
secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk
menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui(Paramita, 2012).
Tujuan dari standarisasi ini adalah untuk mengetahui
konsentrasi NaOH secara akurat. Langkah pertama memasukkan
10 mL larutan H2C2O4 0,1 M ke dalam erlenmeyer kemudian
menambahkan beberapa tetes indikator PP. Fungsi indikator
adalah untuk menunjukkan titik akhir titrasi dan titik ekivalen yang
ditandai dengan perubahan warna. Titik akhir titrasi adalah
perubahan warna dari larutan asam oksalat, pada saat itu titrasi harus dihentikan
sedangkan titik ekivalen yaitu titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat
habis bereaksi. Digunakan indikator PP karena mempunyai trayek pH 8,3-
10,6 ketika berada dalam keadaan basa dengan. Selanjutnya dititrasi dengan
menggunakan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna. Yang bertindak
sebagai titrat adalah H2C2O4 dan sebagai titran adalah NaOH. Setelah dititrasi larutan
berubah menjadi merah mudah dan volume NaOH yang digunakan adalah 13,2 mL
diperoleh konsentrasi 0,151 N. Kemudian mengulangi perlakuan tersebut dan
volume NaOH digunakan adalah 19,1 mL diperoleh konsentrasi 0,150 N. sehingga
diperoleh konsentrasi rata-rata NaOH sebesar 0,151 N. Tujuan dilakukannya
standarisasi sebanyak dua kali yaitu untuk mendapat konsentrasi yang lebih
akurat(Pursitasari, 2012).
Perlakuan kedua adalah menstandarisasi larutan HCl dengan menggunakan
larutan NaOH hasil standarisasi. Jenis titrasi pada perlakuan ini adalah Alkalimetri
yaitu analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa untuk menentukan
jumlah asam yang ada. Langkah pertama memasukkan 10 mL NaOH hasil
standarisasi ke dalam Erlenmeyer dan menambahkan beberapa tetes indikator PP.
selanjutnya menitrasi dengan menggunakan larutan HCl sampai terjadi perubahan
warna. Larutan yang semula berwarna merah muda ketika diberi indikatot PP,
setelah dititrasi berubah menjadi bening. Hal itu karena larutan NaOH yang bersifat
basa sehingga setelah ditetesi dengan indikator pp larutan akan menunjukan warna
merah muda sesuai dengan trayek pH indikator pp yaitu 8,3-10.6 sedangkan HCl
bersifat asam sehingga memberi suasana asam sehingga larutan berwarna bening.
Volume HCl yang digunakan adalah 19,1 mL diperoleh konsentrasi 0,079 N
kemudian mengulangi perlakuan dan diperoleh volume HCl 18,1 mL dengan
konsentrasi 0,083 mL, sehingga diperoleh konsentrasi rata-rata HCl sebesar 0,081
N(Purawisastra, 2007).
Perlakuan ketiga adalah menstandarisasi larutan NH3 dengan menggunakan
larutan HCl yang telah distandarisasi sebelumnya. Jenis titrasi pada perlakuan ketiga
ini adalah Asidimetri. Langkah pertama adalah memasukkan 10 mL larutan HCl ke
dalam Erlenmeyer dan menambahkan beberapa tetes indikator PP. selanjutnya
menitrasi dengan menggunakan larutan NH3 sampai terjadi perubahan warna.
Setelah dititrasi larutan berubah menjadi merah muda yang menandakan larutan
berada pada suasana basa setelah titik akhir titrasi. Volume NH3 yang digunakan
adalah 3,7 mL diperoleh konsentrasi 0,547 N kemudian mengulangi perlakuan dan
diperoleh volume NH3 4,5 mL dengan konsentrasi sebesar 0,450 N, sehingga
diperoleh konsentrasi rata-rata NH3 sebesar 0,498 N(Purawisastra, 2007).
b. Penentuan koefisien distribusi NH3 antara air dan CuSO4
Pada dasarnya stoikiometri kompleks ammin-tembaga (II) menggunakan
prinsip proses ekstraksi pelarut. Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari
campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak
dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut
yang lain dimana dalam prinsip ini berlaku hukum distribusi yang menyatakan
apabila suatu sistem yang terdiri dari dua lapisan campuran (solvent) yang tidak
saling bercampur satu sama lain, ditambahkan senyawa ketiga (zat terlarut), maka
senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam dua lapisan tersebut, dengan
syarat Nerst bila zat terlarut nya tidak menghasilkan perubahan pada kedua pelarut
(solvent) atau zat yang terlarut yang terbagi (terpartisi) dalam dua pelarut tidak
mengalami asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan pelarut(Kurnia, 2010).
Koefisien distribusi merupakan perbandingan konsentrasi zat terlarut didalam
dua fasa yaitu fasa organik dan fasa air. Menurut hukum Nernst, suatu zat terlarut
akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa
sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah kosntanta pada
temperatur tertentu. Metode yang digunakan dalam percobaan adalah metode
ekstraksi cair-cair yaitu Ekstraksi cair-cair adalah proses pemindahan suatu
komponen campuran cairan dari suatu larutan ke cairan yang lain (yaitu pelarutnya)
dan prinsip dari metode ini yaitu distribusi zat terlarut yang merupakan zat cair ke
dalam dua pelarut cair yang tidak daling bercampur, dengan mengetahui
perbandingan konsentrai zat terlarut tersebut ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur tersebut(Anita, 2011).
Perlakuan pertama adalah menyiapkan corong pisah yang bersih dan kering.
Kemudian memasukkan 10 mL NH3 dan 10 mL aquades ke dalam corong pisah.
Selanjutnya mengocoknya selama 5 menit. Tujuan pengocokan ini adalah untuk
menghomogenkan larutan. Setelah itu menambahkan 25 mL kloroform dan
mengocoknya selama 30 menit. Dalam hal ini NH3 bertindak sebagai zat
terlarut(solvent) yang akan didistribusikan ke dalam ke pelarut yaitu air dan
kloroform dimana air dan kloroform merupakan dua pelarut yang tidak saling
bercampur. Fungsi dari pengocokan ini adalah untuk menditrsibusikan zat terlarut ke
dalam kedua pelarut. Setelah 30 menit dikocok, selanjutnya didiamkan selama
beberapa menit yang bertujuan agar proses distribusi larutan NH3 dalam air dan
kloroform berjalan maksimal atau sempurna sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu NH3
dalam air dan NH3 dalam kloroform. Yang menyebabkan kedua larutan tersebut
memisah karena air dan kloroform merupakan pelarut yang tidak dapat
bercampur(Anita, 2011).
Dapat dilihat dua lapisan tersebut dapat diketahui lapisan atas yaitu NH3
dalam air sedangkan lapisan bawah yaitu NH3 dalam kloroform, hal ini dikarenakan
densitas larutan kloroform lebih besar dibandingkan air, yaitu 1,47 kg/L, sedangkan
air yaitu 1 kg/L, sehingga yang berada pada lapisan bawah yaitu NH3 dalam
kloroform. Selanjutnya mengambil 10 mL NH3 dalam kloroform dan memasukkan
ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 10 mL aquades. Selanjutnya ditambahkan
beberapa tetes indikator metil orange. Fungsi dari indikator metil orange yaitu untuk
sebagai penanda bahwa larutan tersebut berada pada suasana asam karena trayek pH
indikator metil orange yaitu 3,1 – 4,4, selain itu metil orange digunakan karena pada
proses titrasi digunakan larutan HCl dimana larutan HCl bersifat asam. Kemudian
dititrasi dengan mengunakan larutan HCl. Dalam hal ini NH3 dalam kloroform yang
diambil dan dititrasi karena NH3 dalam kloroform yang berada pada lapisan bawah
sehingga memudahkan saat pengambilan. Setelah dititrasi larutan berubah menjadi
berwarna merah dan volume HCl yang digunakan adalah 1,8 mL, dari volume ini
didapatkan konsentrasi NH3 dalam kloroform yaitu 0,015 M. dari konsentrasi
tersebut dapat diketahui konsentrasi NH3 dalam air yaitu 0,483 M. sehingga
koefisien distribusi yang diperoleh yaitu 0,013(Anita, 2011).
Dari nilai Kd tersebut dapat disimpulkan proses distribusi NH3 dalam
kloroform dan air tidak berjalan sempurna, hal ini dapat dilihat bahwa konsentrasi
NH3 dalam air lebih besar dibandingkan dengan kloroform, hal ini dapat disebabkan
oleh proses pengocokan yang kurang sempurna dan kecepatan pengocokan tidak
konstan, sehingga konsentrasi zat terlarut lebih besar dalam pelarut air, jika nilai Kd
lebih dari 1 maka konsentrasi zat terlarut lebih banyak pada pelarut organik, dan jika
nilai Kd yang didapatkan sama dengan 1 maka zat terlarut terdistribusi sempurna
artinya konsentrasi zat terlarut pada pelarut air sama dengan konsentrasi zat terlarut
dalam perlarut organik(Anita, 2011).
c. Penentuan rumus kompleks Cu-Ammin
Perlakuan terakhir yaitu menentukan rumus kompleks Cu-Ammin. Pertama-
tama memasukkan 10 mL NH3 ke dalam corong pisah kemudian menambahkan 10
mL larutan CuSO4, selanjutnya dikocok selama 5 menit yang bertujuan untuk
menghomogenkan kedua larutan tersebut. Setelah itu menambahkan 10 mL larutan
NH3 dan mengocoknya kembali selama 30 menit. Tujuan pengocokan ini adalah
untuk mendistribusikan larutan NH3 ke dalam pelarut air dan CuSO4. Larutan CuSO4
sebelum di kocok berwarna biru muda dan setelah dikocok berubah menjadi biru
tua, hal itu disebabkan karena di dalam CuSO4 terdistribusi zat terlarut NH3
sehingga mengalami perubahan warna. Setelah itu didiamkan selama beberapa menit
dimana larutan memisah menjadi dua lapisan. Pendiaman bertujuan agar proses
distribusi larutan NH3 dalam air dan kloroform berjalan maksimal atau sempurna.
Lapisan atas merupakan NH3 dalam CuSO4 sedangkan pada lapisan bawah yaitu
NH3 dalam kloroform(Kurnia, 2010).
Selanjutnya mengambil 10 mL larutan NH3 dalam kloroform dan
memasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian menambahkan 10 mL aquades dan
beberapa tetes indikator metil orange. Setelah itu dititrasi dengan menggunakan
larutan HCl. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna yaitu larutan
menjadi berwarna merah. Dari hasil ini didapatkan volume HCl yang digunakan
yaitu 2,95 ml dan konsentrasi NH3 dalam kloroform yaitu 0,024 M, dari hasil
konsentrasi ini didapatkan konsentrasi NH3 dalam CuSO4 yaitu 0,471 M. Setelah
konsentrasi NH3 dalam kloroform dan NH3 dalam CuSO4 didapatkan dapat diketahui
koefisien distribusi, dengan cara mebandingkan konsentrasi NH3 dalam kloroform
dan dalam CuSO4 dan didapatkan nilai KD nya yaitu 0,051(Anita, 2011).
Dari nilai Kd tersebut dapat disimpulkan proses distribusi NH3 dalam
kloroform dan air tidak berjalan sempurna, hal ini dapat dilihat bahwa konsentrasi
NH3 dalam air lebih besar dibandingkan dengan kloroform, hal ini dapat disebabkan
oleh proses pengocokan yang kurang sempurna dan kecepatan pengocokan tidak
konstan, sehingga konsentrasi zat terlarut lebih besar dalam pelarut air, jika nilai Kd
lebih dari 1 maka konsentrasi zat terlarut lebih banyak pada pelarut organik, dan jika
nilai Kd yang didapatkan sama dengan 1 maka zat terlarut terdistribusi sempurna
artinya konsentrasi zat terlarut pada pelarut air sama dengan konsentrasi zat terlarut
dalam perlarut organik(Anita, 2011).
Kemudian untuk menentukan rumus kompleks dari dari Cu-ammin yaitu dengan cara
mencari mol dari Cu2+ dengan mengalikan konsentrasi Cu2+ dengan volume Cu2+ yang
diguanakan dan didapatkan yaitu 1 mmol dan kemudian menentukan mol dari NH3 dalam
Cu2+ yaitu dengan mengalikan konsentrasi NH3 dalam Cu2+ dengan volume NH3 yang
digunakan sehingga didapatkan nilai yaitu 4,71 mmol. Dari mol Cu2+ dan mol NH3 dalam
Cu2+ yang telah didapatkan dapat diperoleh perbandingannya yaitu 1 : 5. Sehingga rumus
kompleks Cu-Ammin yang terbentuk adalah [Cu(NH3)5]2+ (ion tembaga pentaamina)
(Zulaiha, 2011).
Berdasarkan litertur senyawa kompleks Cu-Ammin adalah [Cu(NH3)2]2+,
[Cu(NH3)3]2+, dan [Cu(NH3)4]2+. Yang bertindak sebagai ligan adalah NH3, atom pusat adalah
Cu dan bilangan koordinasinya adalah 5. Proses pembentukan senyawa kompleks
koordinasi adalah perpindahan satu atau lebih pasangan elektron dari
ligan ke ion logam. Jadi, ligan bertindak sebagai pemberi elektron dan ion
logam sebagai penerima elektron. Bilangan koordinasi menyatakan
jumlah ruangan yang tersedia disekitar atom atau ion pusat dalam apa
yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masingnya dapat dihuni
satu ligan (monodentat). Bilangan koordinasi Cu sesuai litertur adalah
6(Zulaiha, 2011).
VII. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan percobaan dapat disimpulkan bahwa untuk
menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II) dapat
dilakuakn dengan penambahan ammonia berlebih. Dan pada
percobaan ini diperoleh perbandingan antara mmol Cu2+ dan mmol NH3 adalah 1 :
5 sehingga rumus kompleks ammin tembaga yang diperoleh pada percobaan ini adalah
[Cu(NH3)5]2+.
DAFTAR PUSTAKA
Anita. (2011). Koefisien distribusi. Diakses dari : http://anitabintiakhamad.blogspot.com/2011/12/praktikum-kimia-fisika_27.html.
Kurnia, Rizky. (2010). Ekstraksi Pelarut. Diakses dari : wordpress.com/2010/02/17/ekstraksi-pelarut/Rizky Kurnia-ITP UB
Paramita.(2012). Percobaan Alkalimetri. Diakses dari : http://mrblogc.blogspot.com/2012/02/laporan-praktikum-percobaan-alkalimetri.html.
Penanggung Jawab Mata Kuliah. (2013). Penuntun Praktikum Kimia Anorganik Fisik. UNTAD. Palu.
Purawisastra, Suryana.(2007). KIMIA untuk SMA dan MA kelas XI. Jakarta : Widya Utama.
Pursitasari, indarini dwi. (2012). Buku Ajar kimia Analisis Kuantitatif. Universitas tadulako: Press Palu
Zulaiha, zila. (2011). Stoikiometri kompleks amin-tembaga (II). Diakses dari : http://zilazulaiha.blogspot.com/2011/12/laporan-hasil-praktikum-kimia-anorganik_6124.html.