Perbedaan Akuntansi n Akp

download Perbedaan Akuntansi n Akp

of 9

Transcript of Perbedaan Akuntansi n Akp

PERBANDINGAN AKUNTANSI KOMERSIAL DAN PEMBUKUAN MENURUT KETENTUAN PERPAJAKANA. PENGERTIAN Pengertian Akuntansi menurut Kieso, Weigandt dan Kimmel : Akuntansi adalah suatu sIstem informasi yang meliputi pengidentifikasian, pencatatan dan pengkomunikasian kejadian-kejadian ekonomi dari suatu organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Pengertian Pembukuan Menurut Pasal 1 angka 29 UU KUP : Pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keunangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba-rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. UU KUP menggunakan istilah pembukuan dan bukan akuntansi karena terdapat perbedaan prinsip yang substansif antara akuntansi dan pembukuan, yakni bawa akuntansi mengikuti prinsip dan tata cara yang telah baku dilaksanakan dan diterima secara umum (Generally Accepted Accounting Principles) yang di Indonesia menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sementara itu, pembukuan memiliki pengertian yang lebih luas karena tidak saja meliputi akuntansi itu sendiri tetapi juga proses pencatatan-pencatatan lain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang mungkin tidak mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk kepentingan fiskal, Wajib Pajak tidak dibebani untuk menyelenggarakan pembukuan lain yang berbeda dengan yang dibuat untuk kepentingan komersial. Wajib Pajak hanya perlu melakukan rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan komersialnya untuk menghasilkan laporan keuangan fiskal. B. DASAR Dasar Penyelenggaraan Akuntansi Komersial adalah Standard Akuntansi Keuangan (SAK) yang dibuat oleh Ikatan AKuntan Indonesia (IAI). Dasar Penyelenggaraan Pembukuan Fiskal Dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 7 UU KUP, Pembukuan dapat berdasarkan Standard Akuntansi Keuangan (SAK). Pembukuan berdasarkan : SAK berlaku umum dan menghasilkan Laporan Keuangan Komersial (LKK) Untuk tujuan menghitung penghasilan neto fiskal/ rugi fiskal dilakukan penyesuaian fiskal positif (negatif). Secara umum, dasar penyelenggaraan pembukuan fiskal adalah Standard Akuntansi Keuangan yang disesuaikan dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Peraturan perpajakan ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah (UU, PP, Kep Men, Kep Dirjen Pajak, SE Dirjen Pajak). C. TUJUAN Tujuan Akuntansi Komersial Menurut SAK No.1 Paragraf 7, Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat

bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi: a) aset; b) liabilitas; c) ekuitas; d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian; e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan f) arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas. Tujuan Penyelengaraan Pembukuan menurut Perpajakan adalah untuk menghitung penghasilan neto fiskal berdasarkan UU-Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya, yaitu: a. Peraturan Pemerintah (PP) b. Keputusan Presiden (KEPRES) c. Keputusan atau Peraturan Menteri Keuangan d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak, atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak. e. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak f. Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding dari Pengadilan Pajak, hanya untuk WP yang bersangkutan. Sirkuler SE-50/PJ.71/1989 menyebutkan tiga arti penting pembukuan untuk perpajakan, yaitu : 1. Mempermudah Wajib Pajak dalam mengisi SPT-nya; 2. Mempermudah perhitungan besarnya penghasilan kena pajak (atau dasar pengenaan pajak untuk PPN); 3. Menyajikan informasi tentang posisi financial dan hasil usaha (pekerjaan bebas wajib pajak) untuk bahan analisis maupun pengambilan keputusan ekonomis perusahaan. Selain itu, pembukuan beserta bukti pendukungnya amat diperlukan sebagai alat pembuktian dalam pemeriksaan pajak (baik untuk penerbitan ketetapan pajak, tujuan lain, maupun pemeriksaan bukti permulaan), penyidikan, pengajuan keberatan, banding, peninjauan administrative/ kembali atas ketetapan pajak (Pasal 36 UU KUP) dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. D. PRINSIP 1. Kesatuan Usaha Konsep entitas bisnis merupakan prinsip dasar akuntansi yang juga dianut oleh perpajakan. Sebuah entitas bisnis adalah individu unit ekonomi yang memberikan informasi yang diperlukan. Dalam mengidentifikasi sebuah usaha maka seharusnya dapat diperhitungkan data dan aktivitas ekonomi yang dapat dianalisis, dicatat dan diikhtisarkan untuk kemudian disusun menjadi sebuah laporan keuangan. 2. Kelangsungan Usaha (Going Concern) Akuntansi Komersial

Dalam PSAK No.1 Paragraf 23 : Dalam menyusun laporan keuangan, manajemen membuat penilaian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Entitas menyusun laporan keuangan berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bertujuan untuk melikuidasi entitas atau menghentikan perdagangan, atau tidak mempunyai alternatif lainnya yang realistis selain melakukannya. Pembukuan Fiskal Dalam perpajakan, prinsip kelangsungan usaha dapat dilihat contoh penerapannya pada pembebanan atas harta melalui penyusutan (UU PPh Pasal 11) dan amortisasi (UU PPh Pasal 11 A). 3. Transaksi yang Wajar (Arms-length Transaction) Akuntansi Komersial Dalam SAK No.1 Paragraf 13: Laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas suatu entitas. Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur dampak dari transaksi, peristiwa dan kondisi lain sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, liabilitas, pendapatan dan beban yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan. Penerapan SAK, dengan pengungkapan tambahan jika diperlukan, dianggap menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar." Pembukuan Fiskal UU PPh Pasal 9 tentang pengeluaran yang tidak boleh dikeluarkan dari penghasilan bruto termasuk transaksi yang tidak memenuhi prinsip arms-length transaction, yang tercantum dalam UU PPh Pasal 9 (1) f, jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.. 4. Satuan Moneter (Monetary Unit) Akuntansi Komersial SAK ETAP paragraph 25.5 yang menyatakan mata uang yang digunakan oleh entitas di Indonesia adalah mata uang rupiah . Pembukuan Fiskal UU KUP Pasal 28 ayat 4 : Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. UU KUP Pasal 28 ayat 8 : Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. 5. Dasar akrual (Accrual basis). Akuntansi Komersial Dalam SAK No.1 Paragraf 24 : Entitas harus men yusun laporan keuangan dengan dasar akrual, kecuali laporan arus kas. Pembukuan Fiskal

Dalam Pasal 28 ayat 5 UU KUP : Permbukuan harus diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Stelsel Akrual adalah suatu metode akuntansi yang mencatat atau mengakui beban maupun pendapatan pada saat terjadinya, yaitu beban dicatat pada saat barang-barang atau jasa diterima, sedang pendapatan dicatat pada saat barang-barang atau jasa diserahkan tanpa menghiraukan saat pengeluaran atau penerimaan kas atau setara kas dari yang bersangkutan. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benarbenar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu. Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar. Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut. 1) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan. 2) Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. 3) Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga dinamakan stelsel campuran.

6. Netralitas Akuntansi Komersial Akuntansi komersial bersifat netral terhadap seluruh pemakai produk akuntansi. Pembukuan Fiskal

Pembukuan fiskal bertujuan untuk kepentingan perpajakan, yaitu menghitung pajak yang terutang, baik PPh, PPN dan pajak-pajak lainnya.

7. Penandingan Akuntansi Komersial Mempertemukan beban dengan pendapatan yang paling tepat (proper matching cost and revenue) melibatkan pengakuan penghasilan dan beban atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersamasama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama. Pembukuan Fiskal Mempertemukan antara biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan (proper matching taxable income and deductible expense) sesuai dengan prinsip 3M (mendapatkan, menagih dan memelihara) penghasilan, beban (expense) yang dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak (taxable income) adalah beban yang timbul dalam hubungannya dengan penghasilan (match and link). Dalam suatu transaksi akan melibatkan lebih dari satu pihak lainnya akan membukukan sebagai beban. Misalnya, pada transaksi pembayaran gaji, pihak pemebri kerja akan membukukannya sebagai beban gaji sedangkan karyawan/pegawai akan memperlakukan imbalan gaji tersebut sebagai penghasilan. Sebaliknya, bila pihak yang satu tidak membukukan sebagai penghasilan kena pajak maka pihak lawan transaksinya akan membukukan sebagai bukan beban (non deductible expenses). Misalnya pada transaksi pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefits) kepada karyawan/pegawai, dianggap bukan sebagai penghasilan kena pajak (non objek pajak) bagi karyawan/pegawai dan tidak dapat dibebankan oleh pemeberi kerja. 8. Konsisten (Taat Asas) Akuntansi Komersial SAK No.1 Paragraf 42 : Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode dilakukan secara konsisten kecuali . Pembukuan Fiskal Dalam Pasal 28 ayat 5 UU KUP : Permbukuan harus diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Dalam Pasal 28 ayat 6 UU KUP : Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Untuk mengevaluasi kinerja bisnis dari tahun ke tahun, diperlukan penerapan suatu metode akuntansi secara taat asas (dari tahun ke tahun). Namun, perubahan metode akuntansi masih dapat dimungkinkan dengan alasan dan bukti yang cukup kuat dan harus melaporkan akibat perubahan dalam laporan keuangan. Dalam hal perubahan metode pembukuan menurut perpajakan, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak dan melaporkan akibat dari perubahan tersebut. Pada dasarnya, konsistensi yang dianut oleh akuntansi maupun perpajakan lebih menekankan pada penyandingan vertikal (dari tahun ke tahun), dapat saja terjadi, misalnya atas berbagai kelompok persediaan dipakai metode penilaian dan pembukuan

yang berbeda. Pelaporan fiskal pada dasarnya juga menganut pandangan konsistensi itu. Namun, dalam konteks konsepsional, ketentuan perpajakan dapat menentukan lain, misalnya pengakuan hasil operasi bisnis mancanegara (dengan penolakan terhadap konsolidasi kerugian berdasarkan Penjelasan Pasal 4 UU PPh telah terjadi inkonsistensi antara pengakuan laba bisnis di luar negeri tanpa mengakui kerugiannya).

9. Asas Konservatif (Conservative) dibanding Asas Realisasi (Realization) Akuntansi Komersial Akuntansi komersial bersifat konservatif terhadap sesuatu transaksi yang belum menjadi suatu fakta. Dalam praktik akuntansi, sifat demikian direalisasikan dengan pembentukan penyisihan atas resiko kerugian yang mungkin akan di derita (misalnya penghapusan piutang dan cadangan kerugian), tanpa pengakuan atas suatu klaim atau potensi keuntungan yang belum terealisasi. Pembukuan Fiskal Tidak seperti akuntansi komersial, pembukuan fiskal tidak bersifat konservatif. Karena administrasi perpajakan tidak tertarik pada estimasi dan penghitungan angka-angka yang belum terjadi nyata, tetapi lebih cenderung menganut realitas (keadaan nyata) dengan meneliti secara saksama tiap elemen pengurang basis pengenaan pajak. Dalam Pasal 9 (1) c UU PPh , tidak boleh membentuk atau memupuk dana cadangan, kecuali diatur dengan KMK No.681/KMK.04/1999 : Cadangan Piutang Tak Tertagih untuk usaha bank atau SGU dengan hak opsi Cadangan untuk perusahaan asuransi Cadangan Reklamasi untuk usaha pertambangan. 10. Substansi Mengesampingkan Bentuk Formal (Substance over the Form) Akuntansi Komersial Dalam akuntansi komersial, substansi mengesampingkan bentuk formal adalah pandangan yang lebih menitikberatkan pada substansi (hakikat) ekonomis daripada bentuk formal tiap transaksi atau fakta bisnis. Pembukuan Fiskal Ketentuan perpajakan juga mengikuti pandangan substansi mengesampingkan bentuk formal. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 ayat 3 UU KUP : Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.. Namun, ketentuan pajak, dalam kasus tertentu (misalnya leasing), kadang kala mengutamakan bentuk formal dibandingkan dengan substansi ekonominya.

E. STRUKTUR DAN ISI LAPORAN KEUANGAN Akuntansi Komersial Dalam SAK No.1 Paragraf 7 : Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi: a) aset; b) liabilitas;

c) ekuitas; d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian; e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan f) arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas. Dalam SAK No.1 Paragraf 8 : :Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponenkomponen berikut ini: a) laporan posisi keuangan pada akhir periode; b) laporan laba rugi komprehensif selama periode; c) laporan perubahan ekuitas selama periode; d) laporan arus kas selama periode; e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya; dan f) laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan Pembukuan Fiskal Dalam UU KUP Pasal 28 (7) : Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Artinya, laporan keuangan menurut pembukuan fiskal meliputi neraca, laporan laba rugi, koreksi fiskal dan SPT Tahunan. Neraca terdiri atas harta, kewajiban dan modal. Laporan laba rugi terdiri dari penjualan, pembelian dan biaya. F. JANGKA WAKTU PELAPORAN Akuntansi Komersial SAK No.1 Paragraf 34 : Entitas menyajikan laporan keuangan lengkap(termasuk informasi komparatif) setidaknya secara tahunan. Jika akhir periode pelaporan entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari periode satu tahun, sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan keuangan, maka entitas mengungkapkan: a) alasan penggunaan periode pelaporan yang lebih panjang atau lebih pendek; dan b) fakta bahwa jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan tidak dapat diperbandingkan secara keseluruhan. Pembukuan Fiskal Dalam Pasal 1 ayat 8 UU KUP : Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. G. PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN Akuntansi Komersial Para Manajer, Direksi, Pemegang Saham dan Pihak dari luar lainnya (Pajak, Pemberi Pinjaman, Investor, dll).

Pembukuan Fiskal Dirjen Pajak, sebagai sarana untuk mengawasi kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. H. PENYIMPANAN DOKUMEN Akuntansi Komersial SAK tidak mengatur mengenai lama penyimpanan dokumen pembukuan, namun dalam Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) disebutkan Pengusaha harus menyimpan neraca dan segala hal yang berkaitan selama 30 tahun.. Pembukuan Fiskal Dalam UU KUP Pasal 28 (11) : Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Jangka waktu penyimpanan dokumen menurut UU KUP adalah 10 tahun, lebih pendek dari jangka waktu penyimpanan dokumen yang diatur oleh KUHD. Hal ini bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam pengelolaan arsip. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Pasal 28 (11) UU KUP, tampaknya ada hubungannya dengan lampaunya waktu (daluwarsa) penyidikan pajak, walaupun lebih panjang dari masa daluwarsa penerbitan ketetapan pajak dan penagihan pajak yang berdasarkan UU No.28 tahun 2007 diperpendek menjadi 5 tahun. I. AKIBAT PENYIMPANGAN Akuntansi Komersial Akibat dari penyimpangan dari laporan keuangan komersial, misalnya : pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen, adanya opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan langsung dengan kreditor, investor dan pemilik perusahaan. Pembukuan Fiskal Akibat penyimpangan dari laporan keuangan fiskal adalah dikenakannya sanksi di bidang perpajakan antara lain : sanksi administrasi yang berupa denda, bunga atau kenaikan sedangkan sanksi pidananya berupa kurungan atau penjara.