“Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA

8
Judul : “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA (Aglaonema Multiplication in Murashige Skoog Media Using Some NAA Concentration)” PENDAHULUAN Aglaonema adalah tanaman hias dengan nama ilmiah Aglaonema sp. Yang beberapa varietasnya adalah asli tanaman Indonesia. Aglaonema berasal dari bahasa Yunani, yaitu aglos yang berarti sinar dan nema yang berarti benang, secara harfiah Aglaonema berarti benang yang bersinar, misalnya terlihat pada Aglaonema costatum yang mempunyai tulang daun putih cerah membelah permukaan daun yang hijau (Subono & Andoko, 2004). Untuk mendapatkan bibit Aglaonema yang banyak maka dilakukan perbanyakan secara invitro yaitu dengan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan(Tissue culture) adalah membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat sama dengan induknya. Juga Merupakan metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplas, sel, jaringan dan organ (daun,batang, akar, biji, bunga,buah)dan menumbuh kan dalam kondisi aseptik(Rahardja, 1989). Bagian tanaman yang akan dikulturkan disebut eksplan. Jadi eksplan bisa berupa mata tunas, anthera, batang, daun dan akar yang masih muda dan terdiri dari sel-sel meristematis, yang mana sel-selnya masih aktif membelah-belah dan apabila dikulturkan pada media tumbuh yang sesuai secara invitro, maka eksplan tersebut akan tumbuh dan berkembang biak menjadi banyak( Nugroho dan Sugito, 2004).

Transcript of “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA

Page 1: “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA

Judul : “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA (Aglaonema Multiplication in Murashige Skoog Media Using Some NAA Concentration)”

PENDAHULUAN

Aglaonema adalah tanaman hias dengan nama ilmiah Aglaonema sp. Yang beberapa

varietasnya adalah asli tanaman Indonesia. Aglaonema berasal dari bahasa Yunani, yaitu aglos

yang berarti sinar dan nema yang berarti benang, secara harfiah Aglaonema berarti benang yang

bersinar, misalnya terlihat pada Aglaonema costatum yang mempunyai tulang daun putih cerah

membelah permukaan daun yang hijau (Subono & Andoko, 2004). Untuk mendapatkan bibit

Aglaonema yang banyak maka dilakukan perbanyakan secara invitro yaitu dengan teknik kultur

jaringan. Kultur jaringan(Tissue culture) adalah membudidayakan suatu jaringan tanaman

menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat sama dengan induknya. Juga Merupakan metode

untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplas, sel, jaringan dan organ (daun,batang, akar,

biji, bunga,buah)dan menumbuh kan dalam kondisi aseptik(Rahardja, 1989). Bagian tanaman

yang akan dikulturkan disebut eksplan. Jadi eksplan bisa berupa mata tunas, anthera, batang,

daun dan akar yang masih muda dan terdiri dari sel-sel meristematis, yang mana sel-selnya

masih aktif membelah-belah dan apabila dikulturkan pada media tumbuh yang sesuai secara

invitro, maka eksplan tersebut akan tumbuh dan berkembang biak menjadi banyak( Nugroho dan

Sugito, 2004).

Media Dasar Murashige Skoog (MS) termasuk media kultur yang komposisi unsurnya

lebih lengkap disbanding kan media dasar lainnya, walaupun demikian perlu ditambah suplemen

seperti air kelapa untuk mendorong pertumbuhan jaringan. Indeks Keasaman (pH) media adalah

5,6. Komposisi dalam media Murashige Skoog meliputi unsur-unsur makro,mikro, vitamin, gula,

asama mino dan zat pengatur tumbuh (ZPT), yang penting untuk differensiasi sel. Penggunaan

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang merupakan senyawa organik dengan konsentrasi rendah dapat

mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan

tanaman (Abidin, 1990). ZPT atau hormon pada kadar rendah dapat mendorong pertumbuhan,

sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan, menjadi racun bahkan

dapat mematikan. Auksin adalah hormone tumbuhan, terdapat dalam biji-bijian, tepungsari

Page 2: “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA

dan bunga yang sedang aktif. Auksin dihasilkan juga pada pucuk-pucuk batang, cabang dan

ranting dan meyebar luas keseluruh bagian tanaman. Penyebaran auksin dari atas ke bawah

hingga titik tumbuh. Golongan auksin sintetik antara lain asam 2,4dikhlorofenoksi asetat (2,4D),

Indol Asam Asetat (IAA), Naftalen Asam Asetat ( NAA) dan Indol asam Buterik (IBA). Peran

fisiologi Auksin adalah pemanjangan sel yang berakibat pemanjangan batang (Heddy,1986).

Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam pembibitan tanaman karena

berperan penting dalam pembelahan sel pada jaringan dan mendorong differensiasi jaringan

dalam pembentukan tunas. Menurut Hartman dan Kester (1983) bahwa Sitokinin merupakan

ZPT yang merangsang pembentukan tunas dan pembelahan sel terutama jika diberikan bersama-

sama Auksin.

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan media MS dengan konsentrasi NAA yang

sesuai untuk induksi dan differensiasi kalus Aglaonema.

METODE DAN BAHAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Ja ringan Fakultas Manajemen Agribisnis

Universitas Mercu Buana Jakarta dari bulan Februari 2006 sampai dengan Januari 2007.

Bahan dan Alat

Pembibitan Aglaonema dengan teknik kultur jaringan dengan biji atau tunas muda

tanaman. Jika menggunakan biji, maka biji disterilkan dengan merendam larutan alcohol 70%

selama 15 menit dan kemudian direndam dalam clorox 30% selama 30 menit, kemudian dicuci

dengan aquadest steril 3 kali(Gunawan, 1995).

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) satu faktor dengan 5

perlakuan dan 3 ulangan. Adapun 15 perlakuan yang diujikan adalah pemberian NAA dengan

berbagai konsentrasi pada media dasar MS terhadap pertumbuhan Aglaonema rotundum. Adapun

perlakuan tersebut adalah sbb.:

K1 :Media MS + NAA 10-4 g/l

Page 3: “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA

K2:Media MS + NAA 10-5 g/l

K3:Media MS + NAA 10-6 g/l

K4:Media MS + NAA 10-7 g/l

K5:Media MS + NAA 10-8 g /l

Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap eksplan yang sudah

tumbuh. Peubah yang diukur adalah

a. Banyaknya kalus yang terbentuk dari eksplan. Kalus merupakan jaringan yang tumbuh pada

eksplan akibat adanya luka, biasanya berupa bola-bola kecil yang menempel pada eksplan

tersebut.

b. Jumlah daun Daun pertama kalus berwarna hijau dan masih kecil. Selanjutnya data-data

tersebut dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analisis of Varians)Apabila dalam ANOVA

atau Sidik Ragam ternyata Fhit. > Ftab. dengan signifikansi5% maupun 1% maka dilakukan uji

lanjut dengan uji Duncan sehingga dapat diketahui lebih jelas perbedaan antar perlakuannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap Induksi kalus

Hasil penanaman biji Aglaonema rotundum, A. cochin dan A donacarmen pada media induksi

kalus Miller’s menunjukkan bahwa ada tanda-tanda per tumbuhan setelah 2 minggu yaitu mulai

terbentuk kalus berwarna hijau. Setelah 1 bulan terlihat lebih jelas. Hal ini disebabkan adanya

unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan tercukupi apa lagi ditambah zat pengatur

tumbuh auksin(2,4D) yang konsentrasinya cukup kecil yaitu 10-5 g/l yang mana merupakan

hormone yang memacu pembelahan sel-sel. Menurut Kusumo (1990), pada kadar rendah tertentu

zat pengatur tumbuh akan memacu pertumbuhan, sedangkan pada kadar yang tinggi akan

menghambat pertumbuhan, bahkan bias menjadi racun dan mematikan.

Page 4: “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA

Tahap Differensiasi

Setelah 2 bulan, biji yang sudah mulai tumbuh dipindahtanamkan pada Media MS yang

merupakan media differensiasi, maka mulailah tumbuh akar, batang dan daun, hal ini disebabkan

karena dalam media MS terdapat ekstrak yeast dan Casein hydrolysat yang merupakan vitamin.

Disamping itu juga adanya NAA yang memacu pembesaran sel-sel sehingga terbentuklah akar,

batang dan daun. Setelah 3 bulan dari penanaman, tanaman hasil pertumbuhan dari biji

Aglaonema dipotong-potong dan ditanam pada Media MS sesuai dengan perlakuan. Kemudian

ditaruh pada rak inkubasi sesuai dengan tata letak perlakuan. Hasil pengamatan dari potongan

organ tanaman yang ditanam, setelah 2 minggu ada yang tumbuh kalus, tetapi ada juga yang

tidak tumbuh kalus bahkan ada yang berjamur sehingga tidak ada data pada salah satu ulangan.

Kalus yang berjamur kemungkinan disebabkan terjadi kontaminasi pada waktu penanaman atau

bias juga spora jamur tidak mati pada waktu sterilisasi, sehingga setelah 1 bulan spora jamur

tumbuh menjadi hyfe dan mampu menghancurkan eksplan. Setelah 1 bulan dari tanam terlihat

tanda-tanda kalus menghijau kemudian setelah 2 bulan terlihat ada yang tumbuh menjadi daun(1

– 2 helai daun). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Labasano dan Saileng (2005) bahwa media

MS + NAA 5 ppm dapat menghasil kan 2 helai daun Aglaonema. Tetapi ada juga yang belum

tumbuh. Hal ini juga sesuai dengan peran fisiologi auksin antara lain adalah pemanjangan sel dan

pemanjangan batang pada konsentrasi yang sangat rendah, disamping itu juga akan memacu

pertumbuhan akar. Davies (1995) menyatakan bahwa keberhasilan zat pengatur tumbuh

tergantung pada jenis zat pengatur tumbuh, konsentrasi dan takaran yang tepat saat pemberian,

lokasi, musim dan varietas. Hasil dari pengamatan tersebut kemudian dianalisis menggunakan

ANOVA dan menunjukkan hasil bahwa pemberian NAA dengan berbagai konsentrasi pada

media MS tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap ratarata jumlah kalus dan rata-rata

jumlah daun, seperti disajikan pada

Tabel 2.

Page 5: “Perbanyakan bibit Aglaonema dalam bibit media Murashige skoog dengan Berbagai Konsentrasi NAA

Pada Tabel 2 terlihat bahwa hasil rata-rata jumlah kalus terbanyak dihasilkan oleh pemberian

NAA 10-6 begitu juga terhadap rata-rata jumlah daun walaupun tidak berpengaruh nyata

terhadap perlakuan lainnya. Hasil ini didukung oleh penelitian Agustiansyah (2002) yang

menyatakan bahwa konsentrasi Auksin tanpa Sitokinin akan menurunkan presentase

pembentukan tunas. Kalus yang dihasilkan oleh eksplan bukan merupakan kalus embrionik yang

berpotensi untuk perbanyakan masal tetapi sebagian terbentuk dari jaringan eksplan yang

terpotong dan membentuk kalus menutup luka. Walaupun tidak berpengaruh nyata, tetapi

pemberian NAA 10-6g/l memberikan hasil kalusterbanyak ( 2 kalus) dan rata-rata jumlah daun

terbanyak ( 3 helai daun) di bandingkan perlakuan lainnya. Tidak berpengaruhnya pemberian

NAA tersebut kemungkinan disebabkan juga oleh perlakuan beda konsentrasi NAA yang

diberikan terlalu kecil.

KESIMPULAN

1. Kultur Aglaonema pada media MS dengan berbagai konsentrasi tidak menunjukkan pengaruh

yang nyata.

2.Media MS + NAA 10-6g/l mampu menghasilkan rata-rata kalus dan helai daun terbanyak

dibandingkan perlakuan lainnya.