PERBANDINGAN TINGKAT KEPOSITIFAN ANTARA PEWARNAAN … · Tujuan : Untuk mengetahui perbandingan...

93
PERBANDINGAN TINGKAT KEPOSITIFAN ANTARA PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM KONVENSIONAL METODE ZIEHL- NEELSEN DENGAN PENAMBAHAN BLEACH 2% UNTUK MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA SPESIMEN SPUTUM Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH Eneng Siti Nur Azizah NIM: 11151030000020 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018M/ 1440H

Transcript of PERBANDINGAN TINGKAT KEPOSITIFAN ANTARA PEWARNAAN … · Tujuan : Untuk mengetahui perbandingan...

  • PERBANDINGAN TINGKAT KEPOSITIFAN ANTARA

    PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM KONVENSIONAL METODE

    ZIEHL-NEELSEN DENGAN PENAMBAHAN BLEACH 2%

    UNTUK MENDIAGNOSIS TUBERKULOSIS PADA SPESIMEN

    SPUTUM

    Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

    OLEH

    Eneng Siti Nur Azizah

    NIM: 11151030000020

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2018M/ 1440H

  • v

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Segala puji dan rasa syukur saya panjatkan kepada Allah subhanahu wa

    ta’ala atas segala limpahan rahmat-Nya saya dapat menyelesasikan penelitian ini.

    Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad

    shallalahu alaihi wa sallam beserta keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya.

    Alhamdulillah penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai

    pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

    1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. dr. Erike Anggraini Suwarsono,M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah

    Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing I dan pembimbing II saya yang

    senantiasa memberi arahan, nasihat, dan bantuan dalam penyusunan

    penelitian ini.

    3. Ayahanda Drs. Idin Rosidin. M.Si dan Ibunda Dra. Tuti Suryati, M.Si ,

    kedua orang tua saya yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasihnya,

    serta memberi semangat dan doa untuk kebaikan saya dalam menjalani

    pendidikan dan keseharian saya hingga saat ini. Kakak kandung tersayang

    Ns. Euis Salsabila Izati, S.Kep yang selalu menaburkan kebahagiaan dan

    keceriaan dalam keseharian saya. Terima kasih atas kebaikan tanpa

    mengenal pamrih yang selalu diberikan kepada saya sampai kapan pun.

    4. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul

    riset FK 2015, Yuliati, M. Biomed selaku PJ laboratorium Mikrobiologi.

    5. Teman-teman kelompok riset saya, Sarwan, Rafi, Bima, Bardah, dan

    Navis yang berjuang bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.

    6. Teman 24/7 saya Amelia, Salma Maulidiyah, Nur Fajrina, Rahayu Sri

    Wahyuni, Siti Abidah Farhani, Sisy Marfani, Kenyo Sembodro, Ahmad

    Iim, dan Muhammad Fajri Ramadhan yang senantiasa mendengarkan

    keluh kesah selama penelitian dan supporting system ketika semangat

    turun untuk mengerjakan penelitian ini.

    7. Teman-teman angkatan saya Harum Dzati Fitria, Niken Syahdian, Inayah

    Ulfa, Safira Belarizkiya, Latifa Syifa, Wahyuning Hapsari, Nesya Alifah,

  • vi

    Latifa An-Nada, Syifa Sukma yang senantiasa memberi dukungan dan

    motivasi.

    8. Seluruh teman angkatan saya yaitu Amigdala 2015

    9. Mbak Novi selaku laboran Mikrobiologi. Mas irul selaku OB laboratorium

    Mikrobiologi.

    10. Seluruh pihak yang membantu, memberi semangat, serta motivasi dalam

    penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

    Saya menyadari dalam laporan penelitian ini masih banyak terdapat

    kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya

    harapkan agar laporan penelitian ini menjadi lebih baik.

    Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan

    banyak manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

    Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

    Ciputat, 15 November 2018

    Eneng Siti Nur Azizah

  • vii

    ABSTRAK

    Eneng Siti Nur Azizah. Fakultas Kedokteran. Perbandingan tingkat

    kepositifan antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional metode Ziehl-

    Neelsen dengan penambahan Bleach 2% untuk mendiagnosis tuberkulosis

    pada spesimen sputum

    Latar Belakang : Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang

    disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah pasien

    TB BTA positif yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin

    dalam bentuk percikan dahak. Salah satu cara untuk mendiagnosis TB adalah

    dengan pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen. Sebagai pembanding untuk

    tingkat kepositifannya dengan penambahan bleach. Bleach merupakan larutan

    desinfektan yang juga bermanfaat untuk mengencerkan sputum.

    Tujuan : Untuk mengetahui perbandingan tingkat kepositifan antara pewarnaan

    Basil Tahan Asam konvensional metode Ziehl-Neelsen dengan penambahan

    bleach 2% dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis pada spesimen sputum.

    Metode : Pada penelitian ini menggunakan studi analitik uji komparatif kategorik

    berpasangan. Sejumlah 33 sampel sputum dari pasien yang memiliki gejala TB

    paru dan belum pernah mengkonsumsi obat TB di Puskesmas Kali Baru Bekasi.

    Dilakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan penambahan bleach 2% kemudian

    diamati dibawah mikroskop. Basil yang ditemukan berwarna merah menunjukkan

    positif BTA. Kemudian data dilakukan analisis univariat (distribusi frekuensi),

    dan analisis bivariat dengan uji Mc.Nemar.

    Hasil : Tingkat kepositifan dari pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen 48,5%

    sedangkan tingkat kepositifan dengan ditambahkan bleach 69,7%. Hasil bivariat

    menunjukkan nilai p pada uji statistik penelitian ini didapatkan hasil 0,039 yang

    artinya ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah spesimen positif BTA

    dengan penambahan bleach 2% (P

  • viii

    ABSTRACT

    Eneng Siti Nur Azizah. Medical Studies Program. Comparison of positivity

    level between ZN method vs added 2% Bleach to diagnose tuberculosis in

    sputum specimens

    Background : Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by

    Mycobacterium tuberculosis. The source of transmission is a positive smear TB

    patients who spread germs into the air when coughing or sneezing in the form of

    sputum. One way to diagnose TB is by Ziehl-Neelsen stain method. As a

    comparison for the level of positivity with the addition of bleach. Bleach is a

    disinfectant solution which is also useful for diluted sputum.

    Purpose : To know comparison of the positivity level between AFB Ziehl-

    Neelsen stain method with the addition of 2% bleach to diagnose tuberculosis in

    sputum specimens.

    Methode : in the study using test analysis categorical comparative in pairs. 33

    sputum sample from patients who had symptoms of pulmonary tuberculosis and

    had never taken tuberculosis medication at Kali Baru Bekasi Health Center. Ziehl-

    Neelsen staining was done and the addition of 2% bleach was then observed under

    a microscope. Basil wchich was found in red showed positive AFB. Then the data

    was was carried out by univariate analysis (frequency distribution), and bivariate

    analysis with the Mc.Nemar test

    results : The positivity level of the AFB staining of the Ziehl-Neelsen method

    was 48.5% while the positivity level was added with bleach 69.7%. The bivariate

    results showed that the p value in the statistical test of this study was 0.039 which

    means that there was a significant difference in the number of AFB positive

    specimens with the addition 2% of bleach (p

  • ix

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... i

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................................. iii

    KATA PENGANTAR .......................................................................................................iv

    ABSTRAK ........................................................................................................................ vii

    ABSTRACT ..................................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI...................................................................................................................... ix

    DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xii

    DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xiii

    DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................. xv

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvi

    BAB I .................................................................................................................................. 1

    PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3

    1.3 Hipotesis ............................................................................................................. 4

    1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4

    1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................... 4

    1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 4

    1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4

    1.5.1 Bagi Peneliti ............................................................................................... 4

    1.5.2 Bagi Institusi .............................................................................................. 5

    1.5.3 Bagi Masyarakat ....................................................................................... 5

    BAB II ................................................................................................................................ 6

    TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 6

    2.1 Tuberkulosis ...................................................................................................... 6

    2.1.1 Pengertian ......................................................................................................... 6

    2.1.2 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis.............................................................. 6

    2.1.3 Cara Penularan dan Patogenesis Tuberkulosis ............................................ 8

    2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis .................................................................................. 10

    2.2 Mycobacterium Tuberculosis......................................................................... 20

  • x

    2.2.1 Morfologi ........................................................................................................ 20

    2.2.2 Sifat Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis ....................................... 21

    2.2.3 Daya Tahan ..................................................................................................... 22

    2.2.4 Klasifikasi medik Mycobacterium ................................................................ 22

    2.2.5 Komponen ....................................................................................................... 24

    2.2.6 Biakan untuk bakteri Mycobacterium ......................................................... 26

    2.3 Pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam) ........................................................... 26

    2.4 Bleach / Natrium Hipoklorit .......................................................................... 33

    2.5 Kerangka Teori ............................................................................................... 38

    2.6 Kerangka Konsep ............................................................................................ 39

    2.7 Definisi Operasional ........................................................................................ 40

    BAB III ............................................................................................................................. 41

    METODE PENELITIAN ............................................................................................... 41

    3.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 41

    3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 41

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 41

    3.3.1 Kriteria Sampel .............................................................................................. 41

    3.4 Identifikasi Variabel ....................................................................................... 44

    3.4.1 Variabel Bebas (Independen) ........................................................................ 44

    3.4.2 Variabel Terikat (Dependen) ........................................................................ 44

    3.5 Besar dan Pengambilan sampel ..................................................................... 44

    3.6 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 44

    3.7 Cara kerja penelitian ...................................................................................... 44

    3.7.1 Teknik Pengambilan Sampel ........................................................................ 44

    3.7.2 Persiapan Alat dan Bahan ............................................................................. 45

    3.7.3. Pembuatan preparat sputum tanpa bleach 2% ......................................... 46

    3.7.4 Pembuatan larutan bleach 2% ..................................................................... 47

    3.7.5 Penambahan larutan bleach 2% kedalam sputum ..................................... 47

    3.7.6. Pewarnaan BTA ............................................................................................ 49

    3.7.7 Pemeriksaan Mikroskopik ............................................................................ 50

    3.8 Pengolahan dan Analisis data ........................................................................ 50

    3.9 Alur Penelitian ................................................................................................ 51

    BAB IV ............................................................................................................................. 52

  • xi

    HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 52

    4.1 Analisis Univariat ............................................................................................ 52

    4.1.1 Karakteristik Sampel ..................................................................................... 52

    4.1.2 Hasil Pewarnaan BTA Konvensional dan Penambahan Bleach 2% ......... 53

    4.2 Analisis Bivariat .............................................................................................. 53

    4.2.1 Pengaruh Pemberian Bleach 2% dalam Pewarnaan BTA Konvensional

    Terhadap Tingkat Kepositifan .............................................................................. 53

    4.3 Pembahasan ..................................................................................................... 54

    4.4 Keterbatasan ................................................................................................... 58

    4.5 Aspek Keislaman ............................................................................................. 58

    BAB V .............................................................................................................................. 61

    KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 61

    5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 61

    5.2 Saran ..................................................................................................................... 61

    BAB VI ............................................................................................................................. 62

    KERJASAMA PENELITIAN ....................................................................................... 62

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 63

    Lampiran ......................................................................................................................... 69

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Skala International Union Againts To Lung Disease (IUATLD)..........13

    Tabel 2.2 Daftar Mycobacterium berdasarkan kecepatan pertumbuhan................21

    Tabel 2.3 Mycobacteria yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia..........23

    Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok (Kinyoun-

    Gabbet)...................................................................................................................28

    Tabel 2.5 Ukuran sediaan dahak............................................................................33

    Tabel 2.6 Definisi Operasional..............................................................................40

    Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Sampel.............................................................52

    Tabel 4.2 Hasil Pewarnaan BTA Konvensional dan Penambahan Bleach

    2%.......53

    Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Pewarnaan BTA Konvensional dengan

    Penambahan Bleach 2%........................................................................................54

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Penyebaran tuberkulosis.......................................................................9

    Gambar 2.2 Pathogenesis of Tuberculosis.............................................................10

    Gambar 2.3 Alur Pemeriksaan Tuberkulosis Paru.................................................19

    Gambar 2.4 Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dengan panjang 1-4

    μm dan lebar 0,3-0,56 μm.....................................................................................20

    Gambar 2.5 Diagram skematik dinding sel Mycobacterium tuberculosis.............25

    Gambar 2.6 Mycobacterium tuberculosis berwarna merah dapat tersusun tunggal

    atau bergerombol....................................................................................................30

    Gambar 2.7 Pewarnaan BTA tampak adanya sisa zat warna, endapan kristal......30

    Gambar 2.8 Kualitas background pewarnaan BTA...............................................31

    Gambar 2.9 Lekosit PMN ≥ 25 per LP pada perbesaran 10 x 10..........................32

    Gambar 2.9.1 Makrofag pada perbesaran 10 x 100..............................................32

    Gambar 2.9.2 Kerangka teori penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan

    Asam konvensional dengan bleach 2%............................................38

    Gambar 2.9.3 Kerangka konsep penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan

    Asam konvensional dengan Bleach 2%.................................................................39

    Gambar 3.1 pembuatan preparat sputum tanpa bleach 2%....................................46

    Gambar 3.2 pembuatan preparat sputum ditambah bleach 2%..............................48

    Gambar 3.3 pewarnaan BTA..................................................................................49

    Gambar 3.4 Alur Penelitian....................................................................................51

    Gambar 7.0 sampel penelitian................................................................................70

    Gambar 7.1 Sampel Sputum dibagi 2....................................................................70

    Gambar 7.2 homogenisasi sputum setelah penambahan bleach 2%.....................70

    Gambar 7.3 sputum digoreskan ke object glass dengan lidi membentuk jaring

    laba-laba.................................................................................................................70

  • xiv

    Gambar 7.4 fiksasi preparat diatas bunsen (lewatkan 3 kali) dilakukan luar

    BSC…………………………………………………………………………….71

    Gambar 7.5 bahan pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen...................................71

    Gambar 7.6 pemberian Carbol fucshin 0,3% sambil dipanaskan dengan api

    dibawah slide selama 5 menit................................................................................71

    Gambar 7.7 dicuci bersih dengan air mengalir......................................................71

    Gambar 7.8 warnai methylene-blue 0,3% biarkan menggenang 1 menit..............72

    Gambar 7.9 pengamatan preparat dengan mikroskop cahaya................................72

    Gambar 8.0 Pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen.............................................73

    Gambar 8.1 pewarnaan BTA metode Ziehl-Neelsen di tambah bleach 2%..........73

  • xv

    DAFTAR SINGKATAN

    BSC : Bio Safety Cabinet

    BTA : Basil Tahan Asam

    BTA + : Basil Tahan Asam Positif

    HIV / AIDS : Human Immunodeficiency Virus Acquired Immuno

    Deficiency Syndrome

    IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung

    Diseases

    MAC : Mcobacterium avium complex

    MTB : Mycbacterium tuberculosis

    MOTT / NTM : Mycobacteria Other Than Tuberculosis

    Nontuberculous Mycobacteria

    N : Jumlah / frekuensi

    n : Besar minimal sampel masing-masing kelompok

    NaCl : Natrium Klorida

    NaOCl : Natrium Hipoklorit

    NaOH : Natrium Hidroksida

    P : Proporsi

    Sig. : Signifikan

    SPS : Sewaktu-Pagi-Sewaktu

    V : Volume

    WHO : World Health Organization

    Zα : Deviat Baku Alfa

    Zβ : Deviat Baku Beta

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Perizinan pengambilan sampel...........................................................69

    Lampiran 2 Proses penelitian.................................................................................70

    Lampiran 3 Hasil pengamatan preparat mikroskop...............................................73

    Lampiran 4 Riwayat penulis..................................................................................74

    Lampiran 5 Data Penelitian....................................................................................75

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menjadi perhatian

    serius, menurut data World Health Organization (WHO) 2018 Indonesia

    menjadi negara dengan prevalensi tuberkulosis kedua tertinggi di dunia

    setelah India. Sebesar 80% kejadian tuberkulosis terjadi di 10 negara,

    terdapat tiga teratas yaitu India 26%, Indonesia 11%, dan Nigeria 9%. Pada

    tahun 2017, kematian akibat tuberkulosis sebanyak 1,3 juta orang dari

    sekitar 10 juta orang penderita tuberkulosis dan diperkirakan 82% kasus

    multidrug-resistant TB (MDR-TB). Populasi pada pria dewasa sekitar 5,8

    juta orang, pada wanita dewasa sekitar 3,2 juta orang, dan pada anak-anak

    sekitar 1 juta orang.1

    Berdasarkan semua negara dan kelompok usia, keseluruhan 90%

    adalah orang dewasa (usia ≥15 tahun), 9% orang yang hidup dengan HIV

    (72% di Afrika).1 Angka kejadian tuberkulosis yang terjadi pada kelompok

    usia produktif (15-50 tahun) secara ekonomis sekitar 75%. Penderita

    tuberkulosis dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan.

    Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan pendapatan tahunan rumah

    tangganya sekitar 20-30%. Jika penderita tersebut meninggal akibat

    penyakit tuberkulosis, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

    tahun. Tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya berupa stigma

    sosial, bahkan bisa juga dikucilkan oleh masyarakat.2

    Saat ini, di perkirakan

    54 juta orang telah sembuh dan selamat karena program diagnosis dan

    pengobatan tuberkulosis dari tahun 2000-2017.1

    World Health Organization (WHO) telah mengadakan pertemuan

    tingkat tinggi pertama tentang tuberkulosis di kantor pusatnya di New York

    dengan judul pertemuan “The Goal of ending the TB epidemic by 2030”.

    World Health Organization (WHO) telah mengadaptasi Sustainable

    Development Goals (SDGs) pada tahun 2030, dengan membentuk program

  • 2

    “the End TB Strategy” sejak 2015. Target 2030 adalah mengurangi angka

    kematian tuberkulosis hingga 90% dan kejadian tuberkulosis hingga 80%

    dibandingkan dengan tahun 2015.1

    Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium

    tuberculosis. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran

    pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.3 Namun,

    kebanyakan infeksi bakteri terjadi melalui udara dalam bentuk droplet

    (percikan) pada saat penderita batuk atau bersin.4

    Mycobacteria merupakan kuman tahan asam. Derajat ketahanannya

    tertinggi pada mycobacteria. Dengan demikian pewarnaan BTA dengan cara

    Ziehl-Neelsen ataupun auramin juga akan mendeteksi spesies mycobacteria

    lain. Namun karena prevalensi infeksi oleh mycobacteria yang bukan

    Mycobacterium tuberculosis (MOTT/ NTM) saat ini sangat rendah, maka

    hasil positif lebih mengarah pada Mycobacterium tuberculosis.5

    Mycobacterium tuberculosis tidak diklasifikasikan sebagai Gram

    positif maupun Gram negatif karena dinding sel bakteri ini tidak memiliki

    karakteristik membran luar bakteri Gram negatif. Namun, Mycobcterium

    tuberculosis memiliki struktur peptidoglikan-arabinogalaktan-asam mikolat

    sebagai barier permeabilitas eksternal.6 maka Mycobacterium tuberculosis,

    diklasifikasikan sebagai bakteri acid fast. Jika pewarnaan Gram dilakukan

    pada Mycobacterium tuberculosis, warna Gram positif yang muncul

    sangatlah lemah atau tidak berwarna sama sekali. Namun ketika terwarnai,

    sebagai bakteri acid-fast maka Mycobacterium tuberculosis akan

    mempertahankan pewarna saat dipanaskan dan diberi komponen asam

    organik. Mycobacterium tuberculosis bersifat non motile, berbentuk batang

    dan sedikit melengkung, tahan terhadap asam dan alkohol setelah

    pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pada penggunaan metode Ziehl-Neelsen terhadap

    bakteri ini akan menunjukkan warna merah.7

    Pewarnaan BTA pada

    spesimen merupakan metode diagnosis yang paling murah, cepat, mudah

    dalam pengerjaannya serta dapat dikerjakan di laboratorium sederhana yang

    memiliki mikroskop.8

  • 3

    Acid-fastness menjadi karakteristik terpenting mikobakteri. Acid-fast

    adalah kemampuan sel mikobakteri untuk tidak mengalami dekolorisasi

    (perusakan warna secara buatan) pada penggunaan asam. Sifat ini

    disebabkan karena kandungan lipid dalam kadar tinggi di dinding sel

    sehingga mikobakteri bersifat waxy, hidrofobik dan sulit terwarnai.6

    Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja

    dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

    menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Untuk kepentingan diagnosis

    dengan cara pemeriksaan dahak mikroskopik langsung, terduga pasien TB

    diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Sehingga

    ditetapkan sebagai positif TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan

    contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.9

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh WA Githui, et al. menyatakan

    bahwa bleach tersedia murah dan meningkatkan sensitivitas mikroskopik.

    Bleach merupakan desinfektan yang efektif membunuh basil TB sehingga

    membantu mengurangi resiko infeksi kepada petugas laboratorium sebagai

    langkah pertama dalam pengolahan sampel dan mengurangi kemungkinan

    infeksi selama transfer sampel.10

    Pada penelitian yang dilakukan oleh

    Suwarsono, E.A dari penambahan bleach pada pewarnaan BTA

    konvensional didapatkan hasil perbaikan tingkat kepositifan pada spesimen

    sputum dalam mendiagnosis tuberkulosis.11

    Selain itu, pernyataan yang

    selaras diungkapkan oleh Hepple P. Pada tahun 2010, penambahan larutan

    bleach dengan konsentrasi 2,6% pada proses pewarnaan BTA mampu

    meningkatkan hasil positif dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis.12

    Berdasarkan penjelasan di atas, penulis ingin melakukan penelitian ini

    lebih lanjut untuk menguji tingkat kepositifan BTA pada pemeriksaan

    mikroskopik dengan konsentrasi bleach yang sama yaitu 2% dalam proses

    pewarnaan BTA konvensional metode Ziehl-Neelsen.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah : bagaimana perbandingan tingkat kepositifan

    antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional metode Ziehl-Neelsen

  • 4

    dengan penambahan bleach 2% dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis

    pada spesimen sputum ?

    1.3 Hipotesis

    Terdapat perbedaan hasil kepositifan dalam mendiagnosis penyakit

    Tuberkulosis antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional metode

    Ziehl-Neelsen dengan penambahan bleach 2% .

    1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah :

    1.4.1 Tujuan Umum

    Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan

    tingkat kepositifan antara pewarnaan Basil Tahan Asam konvensional

    metode Ziehl-Neelsen dengan penambahan bleach 2% dalam mendiagnosis

    penyakit tuberkulosis pada spesimen sputum.

    1.4.2 Tujuan Khusus

    Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

    a. Mendeskripsikan tingkat kepositifan BTA dengan teknik pewarnaan

    Ziehl-Neelsen pada spesimen sputum.

    b. Mendeskripsikan tingkat kepositifan BTA dengan teknik pewarnaan

    Ziehl-Neelsen pada spesimen sputum yang ditambahkan bleach 2%.

    c. Menganalisis perbandingan tingkat kepositifan antara pewarnaan BTA

    konvensional dengan penambahan bleach 2% pada spesimen sputum

    1.5 Manfaat Penelitian

    1.5.1 Bagi Peneliti

    1. Mendapatkan pengalaman serta pengetahuan dalam melakukan

    penelitian terutama dibidang mikrobiologi pewarnaan BTA

    2. Pelaksaan penelitian ini sebagai sarana belajar dalam meningkatkan

    kemampuan dibidang penelitian dan untuk pengembangan penelitian

    selanjutnya.

    3. Menambah wawasan dalam mengkaji cara diagnosis TB diindonesia

    yang masih menjadi masalah.

  • 5

    4. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana Kedokteran di

    Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    1.5.2 Bagi Institusi

    1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

    pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai

    bahan referensi untuk melanjutkan penelitian berikutnya.

    2. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

    1.5.3 Bagi Masyarakat

    1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan

    modifikasi dari pewarnaan BTA dengan metode Ziehl-Neelsen yang

    ditambahkan bleach 2%.

    2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

    masyarakat terkait mendesinfeksi dengan bahan yang murah dan

    terjangkau pada hal ini yaitu Bleach 2% untuk meningkatkan tingkat

    kepositifan BTA pada spesimen sputum.

    3. Masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang TB lebih dini

    untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dengan

    pemeriksaan BTA ketika pasien sudah mengalami gejala batuk

    selama 2-3 minggu, sehingga meningkatkan kewaspadaan

    (awareness) terhadap bahayanya penyakit TB.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tuberkulosis

    2.1.1 Pengertian

    Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

    bakteri Mycobcaterium tuberculosis dan bersifat menular. Tempat masuk

    kuman adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka

    pada kulit. Sebagian besar infeksi tuberkulosis yang menyerang jaringan

    paru-paru yang merupakan satu-satunya bentuk dari tuberkulosis yang

    mudah menular dengan penularan secara airborne transmission, yang

    berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.3 Pada

    dasarnya penyakit tuberkulosis menyerang semua organ tubuh (multiorgan)

    misalnya mengenai organ tubuh lainnya seperti pleura, kelenjar limfe,

    persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat dan

    abdomen.13

    Apabila penyakit ini tidak diobati atau pengobatannya tidak

    tuntas maka dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya yaitu bisa

    sampai meninggal. Tuberkulosis ini diperkirakannya sudah ada di dunia

    sejak 5000 tahun sebelum masehi.14

    2.1.2 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis

    Situasi Tuberkulosis di dunia semakin memburuk, sebagian besar

    negara di dunia yang dikategorikan sebagai High Burden Countries,

    jumlah kasus tuberkulosis semakin tidak terkendali dengan banyaknya

    pasien Tuberkulosis yang tidak berhasil disembuhkan. Mensikapi hal

    tersebut, pada tahun 1993 WHO mencanangkan tuberkulosis sebagai

    kedaruratan dunia (global emergency).2

    Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden

    Countries di wilayah Asia Tenggara yang mampu mencapai target global

    tuberkulosis untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun

    2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus tuberkulosis telah

    ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213

    diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate

  • 7

    untuk tuberkulosis BTA+ adalah 73% per 100.000 (Case Detection Rate

    73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun

    terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%.

    Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program

    pengendalian tuberkulosis nasional yang utama.13

    Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan

    kematian akibat tuberkulosis menjadi setengahnya di tahun 2015 jika

    dibandingkan dengan data tahun 1990. Angka prevalensi tuberkulosis

    yang pada tahun 1990 sebesar 443 per 100.000 penduduk, pada tahun

    2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000 penduduk. Berdasarkan hasil

    survei prevalensi tuberkulosis tahun 2013, prevalensi tuberkulosis paru

    smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257.14

    Berdasarkan Kemenkes RI 2017 angka kejadian tuberkulosis

    sebanyak 351.893 kasus pada tahun 2016, meningkat bila dibandingkan

    semua kejadian tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang

    sebesar 330.729 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan sebesar

    44% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia terdapat di provinsi

    dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan

    Jawa Tengah. Pada masing-masing provinsi di seluruh indonesia jumlah

    kasus yang lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu sekitar 1,4 kali

    dibandingkan pada perempuan.15

    Prevalensi tuberkulosis berdasarkan gejala batuk ≥ 2 minggu

    sekitar 3,9% lebih tinggi kejadiannya dibandingkan gejala batuk darah

    sebesar 2,8%. Sekitar 75% dari jumlah pasien tuberkulosis merupakan

    kelompok usia yang produktif antara 15-50 tahun,16

    maka semakin tinggi

    kelompok umur semakin tinggi pula prevalensi tuberkulosis, kecuali untuk

    kelompok umur 1-4 tahun dengan prevalensi yang cukup tinggi 0,4%. Jika

    di lihat berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan

    maka semakin rendah prevalensi tuberkulosis. Prevalensi tuberkulosis

    pada penduduk di perkotaan 0,4% lebih tinggi dibandingkan dengan

    penduduk di perdesaan 0,3%.17

  • 8

    2.1.3 Cara Penularan dan Patogenesis Tuberkulosis

    Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara yaitu ketika

    penderita tuberkulosis paru aktif (BTA positif dan foto rontgen positif)

    batuk, bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar dari

    paru-paru menuju udara. Bakteri ini akan berada dalam gelembung cairan

    bernama droplet nuclei. Partikel kecil ini dapat bertahan di udara selama

    beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata karena memiliki diamter

    sebesar 1-5 μm. Penularan penyakit tuberkulosis terjadi ketika seseorang

    menghirup droplet nuclei tersebut yang nantinya akan melewati

    mulut/saluran hidung, saluran pernafasan atas, brokus kemudian menuju

    alveolus. Setelah tubercle bacillus sampai dijaringan paru-paru, kemudian

    akan memulai memperbanyak diri. Lambat laun akan menyebar ke

    kelenjar limfe. Proses ini disebut sebagai primary TB infection. Ketika

    seseorang dikatakan penderita primary TB infection, tubercle bacillus

    berada di tubuh orang tersebut. Seseorang dengan primary TB infection

    tidak dapat menyebarkan penyakit ke orang lain dan juga tidak

    menunjukkan gejala penyakit.18

    Dosis penularan droplet nuclei dilaporkan

    diantara 1 hingga 200 bacilli per orang, dimana satu droplet dapat

    mengandung 1 hingga 400 bacilli, namun belum jelas anggapan dosis

    relevan ini.19

    Walaupun tuberkulosis biasanya tidak ditularkan saat kontak

    singkat, siapa saja berbagi udara dengan penderita tuberkulosis paru pada

    tahap infeksius maka dia berisiko tinggi tertular.18

  • 9

    Gambar 2.1 Penyebaran tuberkulosis

    Tuberkulosis menyebar dari satu orang ke orang lain melalui udara. Titik

    merah di udara menggambarkan droplet nuclei yang mengandung

    tubercle bacilli

    Sumber : CDC, 2016

    Setelah infeksi pertama, sel pertahanan tubuh orang sehat

    (makrofag) akan bergerak menuju tempat infeksi dan memakan bacilli.

    Namun, tubercle bacilli sangatlah kuat karena struktur dinding selnya.

    Perlindungan ini membuat tubercle bacilli dapat bertahan meskipun

    makrofag memakannya. Setelah makrofag memakan tubercle bacilli,

    bacilli kemudian menginfeksi makrofag. Bacilli hidup di dalam makrofag

    hidup yang tumbuh seperti biasa. Setelah makrofag ditaklukkan oleh

    tubercle bacilli, sistem imun tubuh mencoba strategi pertahanan lain.

    Sejumlah sel pertahanan sampai di kelenjar limfa dan mengelilingi area

    infeksi. Sel-sel ini membentuk gumpalan sel keras dengan sebutan

    tubercle. Sel ini membantu untuk membunuh bacilli melalui

    pembentukkan dinding pencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Pada

    beberapa kasus, sel pertahanan dapat merusak semua tubercle bacilli

    secara permanen. Pada beberapa kasus, sel pertahanan tidak mampu

    untuk merusak semua tubercle bacilli. Tubercle bacilli yang bertahan

    masuk ke dalam status dormant dan dapat bertahan lama. Sepanjang

    waktu ini, bakteri tertidur. Pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak

    dapat menularkannya ke orang lain. Kondisi tersebut dikenal dengan

    tuberkulosis laten. Bakteri dormant dapat bangun kembali dan merusak

    dinding sel pertahanan dalam suatu proses. Proses tersebut dikenal

  • 10

    sebagai Secondary TB infection. Secondary TB infection dapat terjadi

    ketika sistem imun tubuh menjadi lemah dan tidak mampu melawan

    bakteri, atau ketika bakteri mulai untuk memperbanyak diri dan

    melimpah. Secondary TB infection biasanya terjadi dalam 5 tahun dari

    primary infection. Secondary TB infection sering di anggap sebagai onset

    penyakit tuberkulosis aktif (kondisi ketika bakteri mulai memenangkan

    perlawanan terhadap sistem pertahanan tubuh dan mulai menyebabkan

    gejala).18

    Gambar 2.2 Pathogenesis of Tuberculosis

    (Alexander et al., 2015)20

    2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis

    Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

    pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan serologi.21

    a. Gejala Klinis Tuberkulosis

    Pada tuberkulosis dibagi menjadi gejala respirasi dan sistemik.

    Gejala respirasi yang timbul seperti batuk >2 minggu, batuk darah, sesak

    nafas, nyeri dada.21

  • 11

    Batuk

    Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah

    timbul peradangan berubah menjadi produktif (menghasilkan dahak). Sifat

    batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul

    peradangan berubah menjadi produktif (menghasilkan dahak).22

    Batuk darah

    Keadaan lebih lanjut dapat berupa batuk darah karena terdapat pembuluh

    darah kecil yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi

    pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi iritasi pada ulkus dinding bronkus.22

    Sesak nafas

    Pada penyakit tuberkulosis paru ringan belum dirasakan adanya sesak

    nafas, tetapi sesak nafas akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis paru

    yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian

    paru-paru.22

    Nyeri dada

    Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang

    sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

    kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.22

    Sedangkan untuk gejala sistemik yang timbul seperti demam, malaise,

    keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.21

    Demam subfebris

    menyerupai influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat

    mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

    kemudian dapat timbul kembali.22

    Malaise

    Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

    ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri

    otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan

    terjadi hilang timbul secara tidak teratur.22

    Berat badan menurun

  • 12

    Biasanya pasien tidak merasakan berat badannya turun. Sebaiknya

    ditanyakan berat badan sekarang dan beberapa waktu sebelum pasien

    sakit.22

    b. Pemeriksaan Fisik

    Untuk pemeriksaan fisik kelainan yang didapat tergantung dari luas

    kelainan struktur paru. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah

    lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah

    apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain

    suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda‐

    tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.21

    c. Pemeriksaan Bakteriologi

    1. Bahan pemeriksaan

    Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,

    cairan pleura, liqour cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

    kurasa bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses, dan

    jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH).21

    2. Cara pengambilan dan pengiriman bahan

    Pada pemeriksaan mikroskopik sputum diambil sebanyak 3 kali

    (SPS),yaitu pada saat sewaktu (sputum sewaktu kunjungan), pagi

    (keesokan harinya), dan sewaktu (pada saat mengantarkan sputum

    pagi).

    Bahan pemeriksaan / spesimen ditampung dalam pot yang

    bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir,

    tidak mudah pecah dan tidak bocor.23

    3. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen sputum

    Dapat dilakukan dengan cara mikroskopik, makroskopik, dan

    molekuler. Pada mikroskopik digolongkan menjadi 2 golongan yaitu :

    -mikroskopik biasa (pewarnaan Ziehl-Neelsen, Kinyoun Gabbet).

    -mikroskopik fluoresens (pewarnaan auramin-rhodamin).23

  • 13

    Pelaporan hasil pemeriksaan mikroskopik dengan mengacu kepada

    skala International Union Against To Lung Disease (IUATLD)

    Tab

    el

    2.1

    Skal

    a

    Inte

    rnat

    iona

    l

    Uni

    on

    Agai

    nts

    To

    Lun

    g Disease (IUATLD)2

    Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB. 2012. hlm 1-

    71

    Makroskopik dengan cara pemeriksaan biakan / kultur bakteri

    Mycobacterium tuberculosis dengan metode konvensional terdiri dari

    media berbahan dasar telur (Lowenstein-Jensen) dan media berbahan

    dasr agar (Middle brook).23

    kedia media tersebut merupakan media

    Yang terlihat Hasil Keterangan

    Tidak ditemukan BTA dalam 100

    lapang pandang

    Negatif Negatif

    Ditemukan 1-9 BTA dalam 100

    lapang pandang

    Scanty tuliskan jml BTA yang

    ditemukan

    ditemukan 10 – 99 BTA dlm 100

    lapang pandang

    1+ 1+

    ditemukan 1 – 10 BTA setiap 1

    lapang pandang (periksa minimal

    50 lapang pandang)

    2+ 2+

    ditemukan ≥ 10 BTA dalam 1

    lapang pandang (periksa minimal

    20 lapang pandang)

    3+ 3+

  • 14

    padat dan memerlukan 3-8 minggu untuk masa inkubasi. Media cair

    lebih cepat menimbulkan pertumbuhan kuman. Pada dasarnya metode

    biakan merupakan kombinasi antara media cair dan media padat.

    Manfaat media padat untuk memaksimalkan sensitifitas deteksi

    kuman. Saat ini cara tersebut merupakan standar baku emas untuk

    biakan kuman.24

    Dalam beberapa tahun terakhir mulai dikembangkan beberapa cara

    untuk mengetahui pertumbuhan kuman yang lebih cepat. Beberapa

    diantaranya adalah :24

    BACTEC

    Dikembangkan berdasarkan generasi karbon dioksida

    radioaktif yang berasal dari substrat asam palmitat. Cara ini

    telah banyak digunakan karena pertumbuhan kuman dapat

    dideteksi dalam 5-10 hari. Dengan menambahkan NAP (β

    nitro α acetylamine β hidroxy propiophenone) dapat

    membedakan kuman Mycobacterium tuberculosis dari

    mikobakteri lain.24

    MGIT (Mycobacteria Growth Indicator Tube) berdasarkan

    fluoresensi pada pertumbuhan kuman. Tabung gelas berisi

    media Middelbrook 7H9 yang telah dimodifikasi bersama

    dengan fluoresense quenching-based oxygen sensor dan

    ditanam di dasar tabung. Pertumbuhan kuman dengan cara

    ini dapat dideteksi dalam 7 – 12 hari. Telah dibuat sistem

    baru yang sepenuhnya otomatis, yaitu BACTEC MGIT 960

    system.24

    Molekuler dengan cara pemeriksaan PCR (Polymerase chain

    reaction) merupakan teknologi canggih yang dapat mendeteksi

    Deoxyribonucleic Acid DNA, pada pemeriksaan PCR untuk

    mendiagnosis penyakit tuberculosis DNA dari Mycobacterium

    tuberculosis dideteksi dengan menggunakan alat PCR.23

    pada pemeriksaan PCR untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis

    DNA dari Mycobacterium tuberculosis dideteksi dengan

  • 15

    menggunakan alat PCR Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik

    ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah

    cukup banyak dipakai, tetapi masih memerlukan ketelitian dalam

    pelaksanaannya. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan

    data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis tuberkulosis,

    maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk

    diagnosis tuberkulosis. Pada pemeriksaan deteksi Mycobacterium

    tuberculosis, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru

    maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.23

    d. Pemeriksaan Radiologi

    Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah foto toraks PA

    dengan atau tanpa fotolateral. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis

    dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).21

    Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi tuberkulosis aktif :21

    o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus

    atas paru dan segmen superior lobus bawah.

    o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

    berawan atau nodular.

    o Bayangan bercak milier

    o Efusi pleura unilateral (umumnya), atau bilateral (jarang).

    Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :23

    o Fibrotik

    o Kalsifikasi

    o Schwarte atau penebalan pleura

    e. Serologi

    Uji serologi merupakan teknik imunodiagnostik yang diharapkan

    dapat meningkatkan sensitivitas dengan tidak mengurangi nilai spesifisitas

    dari pemeriksaan diagnostik. Beberapa uji serologi yang digunakan antara

    lain uji Enzym linked immunosorbent assay (ELISA), uji Mycodot, uji

    peroksidase anti peroksidase (PAP), uji serologi yang baru / IgG TB, dan

    uji ICT.25

    1. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

  • 16

    Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat

    mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

    Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan

    antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.23

    2. Immunochromatographic Tuberculosis (ICT)

    Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)

    adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi Mycobacterium tuberculosis

    dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang

    menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma

    Mycobacterium tuberculosis, diantaranya antigen Mycobacterium

    tuberculosis 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4

    garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen

    diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang

    akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru,

    kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum

    mengandung antibodi IgG terhadap Mycobacterium tuberculosis, maka

    antobodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna

    merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis

    kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.23

    3. Mycodot

    Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh

    manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang

    direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini

    kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum

    tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai

    sesuai dengan aktivitas penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada

    sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.23

    4. Peroksidase Anti Peroksidase (PAP)

    Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi

    serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi

  • 17

    yang diperoleh, para klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang

    mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.23

    5. Uji serologi yang baru / IgG TB

    Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara

    mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium

    tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan

    seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan

    tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang dapat diterima untuk diagnosis.

    Diluar negeri, metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis

    tuberkulosis ekstra paru.23

    6. Pemeriksaan Penunjang lain

    I. Pemeriksaan darah

    Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang

    spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan

    kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED

    sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal

    tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik.23

    II. Uji Tuberkulin

    Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat

    untuk menunjukkan sedang / pernah terinfeksi Mycobacterium

    tuberculosis dan sering digunakan dalam “screening tuberkulosis” pada

    anak. Efektifitas dalam menemukan infeksi tuberkulosis dengan uji

    tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur

  • 18

    2. Pembengkakan (indurasi) : 5-9 mm, uji mantoux meragukan.

    Hal ini bisa karena kesalahan tehnik, reaksi silang dengan Mycobacterium

    atypikal atau pasca vaksinasi BCG.

    3. Pembengkakan (indurasi) : 10-15 mm, uji mantoux positif. Arti

    klinis : Mantoux posotif = golongan normal sensitivity, disini peran kedua

    antibodi seimbang

    4. Pembengkakan (indurasi) : > 15 mm, uji mantoux positif. Arti

    klinis : Mantoux positif kuat = sedang atau pernah terinfeksi

    Mycobacterium tuberculosis. Disini peran antibodi seluler paling

    menonjol.

    Uji tuberkulin positif, tanpa ada gejala umum dan / atau spesifik dan

    radiologi: infeksi tuberkulosis (tuberkulosis laten)

    Uji tuberkulin positif, ditambah gejala umum dan/ atau spesifik serta

    radiologi : sakit tuberkulosis

    III. Interferon Gamma Release Assay (IGRA)

    Pemeriksaan IGRA adalah pemeriksaan darah yang dapat

    mendeteksi infeksi tuberkulosis di dalam tubuh. Hasil tes yang positif

    menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi kuman ini, bila hasil negatif

    menunjukkan bahwa seseorang tidak terinfeksi. IGRA bekerja dengan

    mengukur respon imunitas selular atau sel T terhadap infeksi

    tuberkulosis. Hasilnya pun spesifik sebab sensitivitasnya tinggi. Sel T

    dalam individu yang terinfeksi tuberkulosis akan diaktivasi sebagai

    respon terhadap sensitisasi antigen berupa peptida spesifik

    Mycobacterium tuberculosis, yaitu Early Secretory Antigenic Target-6

    (ESAT-6) dan Culture Filtrate Protein-10 (CFP-10) yang ada didalam

    sistem reaksi. Sel T akan menghasilkan Interferon Gamma (IFN-γ) yang

    diukur dalam pemeriksaan. Protein yang digunakan dalam reaksi

    pemeriksaan IGRA tidak terdapat dalam vaksin BCG (Bacille Calmette-

    Guerin) dan MOTT (kecuali M. kansasii, M. Marinum, dan M. Szulgai).

    Alhasil pemeriksaan menjadi sangat spesifik dan tidak terpengaruh oleh

    vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin). Oleh karena itu, pemeriksaan

    IGRA dengan hasil positif lebih akurat hingga 6 kali lipat dibandngkan

  • 19

    tes tuberkulin.23

    Keuntungan dari tes IGRA adalah hasil dapat tersedia

    dalam waktu 24 jam, tidak meningkatkan respon terhadap pemeriksaan

    berikutnya, sebelum vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guerin) tidak

    menyebabkan hasil tes IGRA positif palsu. Kerugian dan keterbatasan tes

    IGRA berupa sampel darah harus diproses dalam waktu 8-30 jam setelah

    pengumpulan sementara sel-sel darah putih yang masih layak dan

    pemeriksaan tes IGRA ini mahal.23

    Kesalahan dalam mengumpulkan atau mengambil spesimen darah

    atau dalam menjalankan dan menginterpretasikan hasil tes dapat

    menurunkan keakuratan tes IGRA. Data yang terbatas pada penggunaan

    tes IGRA untuk memprediksi siapa yang akan berkembang menjadi

    penyakit tuberkulosis di masa yang akan datang. Data yang terbatas ini

    pada penggunaan tes IGRA yaitu anak-anak yang berusia kurang dari 5

    tahun, orang yang baru terkena Mycobacterium tuberculosis, dan orang

    dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah (HIV).23

    Gambar 2.3 Alur Pemeriksaan Tuberkulosis Paru

    Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011

  • 20

    2.2 Mycobacterium Tuberculosis

    Klasifikasi Mycobacterium tuberculosis :26

    Kingdom : Bacteria

    Phylum : Actinobacteria

    Ordo : Actinomycetales

    Sub Ordo : Corynebacterineae

    Family : Mycobacteriaceae

    Genus : Mycobacterium

    Spesies : Mycobacterium tuberculosis

    2.2.1 Morfologi

    Mycobacterium tuberculosis bersifat non-motil yang merupakan

    basil tuberkel yang berbentuk batang lurus atau agak melengkung dengan

    ujung membulat yang panjangnya sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 – 0,5 µm

    yang bergabung membentuk rantai. Bakteri ini merupakan bakteri aerob

    obligat yang berarti membutuhkan oksigen untuk tumbuh. karena itu pada

    penderita tuberkulosis paru bakteri ini selalu ditemukan di daerah lobus

    atas paru yang banyak udaranya.27

    Dan memiliki ciri khusus yakni adanya

    lapisan lilin di dinding selnya.26

    Gambar 2.4 Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dengan panjang 1-4 μm dan

    lebar 0,3-0,56 μm

  • 21

    Sumber : Velayati dan Parissa, 2016

    2.2.2 Sifat Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis

    Bakteri ini merupakan fakultatif intraseluler di dalam makrofag

    dengan masa generasi lambat (slow generation time) yaitu 15-20 jam.28

    Sehingga pembelahan diri bakteri Mycobacterium tuberculosis terjadi

    sangat lambat, yaitu sekitar 15 jam setelah infeksi terjadi.26

    Jenis Mycobacterium berdasarkan kecepatan pertumbuhannya

    dapat dilihat pada Tabel 2.1 Ziehl-Neelsen stain atau acid fast stain adalah

    metode deteksi acid-fast bacilli (AFB) yang paling jelas untuk identifikasi

    mikobakteria dengan cepat.7

    Tabel 2.2 Daftar Mycobacterium berdasarkan kecepatan pertumbuhan7

    Kecepatan pertumbuhan Takson atau Spesies

    Cepat M. africanum, M. aurum,

    M. chelonae, M. chitae,

    M. cluvalii, M. farcinogenes,

    M. flavescens,

    M. fortuitum, M. gadium,

    M. gilvum, M. komossense,

    M. vaccae, M. thermoresistibile,

    M. smegmatis, M. senegalense,

    M. phlei,

    M. parafortium, M. neoaurum,

    Lambat M. asiaticum, M. avium, M. bovis,

    M. gastri, M. gordonase,

    M. haemophilum, M. intracellulare,

    M. kansasii, M. leprae,

    M. lepraemurium, M. malmoense,

    M. marinum, M. microti,

    M. nonchromogenicum,

    M. paratuberculosis,

    M. scrofulaceum, M. simiae,

  • 22

    M. szulgai, M. terrae, M. triviale,

    M. tuberculosis, M. ulcerans,

    M. xenopi

    Velayati, A.A. & Parissa, F., 2016, Atlas of Mycobacterium Tuberculosis, Academic Press, London, United

    Kingdom

    2.2.3 Daya Tahan

    Sifat dan daya tahan bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki

    sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C selama 15-20 menit.

    Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama

    2 jam. Dalam dahak, kuman ini dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil

    yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.

    Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup di udara kering maupun

    dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es.

    Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur).

    Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan memungkinkan

    untuk berkembang, kuman tuberkulosis ini dapat bangkit kembali.29

    2.2.4 Klasifikasi medik Mycobacterium

    Untuk keperluan diagnosis dan pengobatan, diklasifikasi menjadi

    beberapa kelompok, antara lain :30

    M.tuberculosis complex, Menyebabkan tuberculosis :

    M.tuberculosis, M.bovis, M.africanum, M.canetti, dan M.microti.

    Mycobacterium tuberculosis adalah penyebab tuberkulosis pada

    manusia.

    Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan bakteri ini.

    Mycobacterium bovis merupakan penyebab tuberkulosis pada sapi

    dan kadang-kadang manusia juga terinfeksi. Baik sapi maupun

    manusia dapat menjadi sumber infeksi. Infeksi pada manusia terjadi

    karena minum susu sapi yang tidak dipasteurisasi sehingga

    menimbulkan tuberkulosis ekstrapulmoner.30

    M.avium complex : (MAC) : adalah kumpulan spesies mycobacteria

    yang dapat menyebabkan infeksi pada berbagai jaringan tetapi tidak

    menyerang paru, dan dapat menjadi penyebab kematian pada

  • 23

    penderita AIDS. Dalam kelompok ini antara lain termasuk :

    M.avium, M.avium paratuberculosis, M.avium silvaticum, M.avium

    hominissuis, M. colombiense dan M. Indicus pranii.30

    Ungrouped mycobacterium : termasuk dalam kelompok ini adalah

    M.leprae dan M.lepromatosis yang menjadi penyebab penyakit lepra

    atau penyakit Hansen.30

    Mycobacteria nontuberculosa (NTM): semua mycobacteria lainnya

    yang dapat menyebabkan penyakit paru yang menyerupai

    tuberkulosis, limfadenitis, penyakit kulit atau penyakit menular

    lainnya.30

    Tabel 2.3 Mycobacteria yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia5

    Mycobacteria Habitat Organ yang umum

    Diserang

    Mycobacterium

    tuberculosis

    complex

    M. tuberculosis

    M. bovis

    M. canetti

    Manusia

    Manusia,ternak

    Hewan

    Semua organ

    Usus dan jaringan

    lunak

    Kelenjar limfe

    Photochromogen

    M. kansasii

    M. marinum

    M. simiae

    M. asiaticum

    Air,ternak

    Ikan,air

    Primata

    Primata

    Tulang

    Kulit dan jaringan

    lunak

    Bronkopulmonal

    Paru

    Scotochromogen

    M. scrofulaceum

    M. szulgai

    M. gordonae

    M. fl avescens

    M. xenopi

    Tanah,air,ternak,burung

    Tak jelas

    Air

    Air,tanah

    Air

    Kelenjar limfe

    Bronkopulmonal

    Paru

    Paru

    Bronkopulmonal

    Non photochromogen Paru, kel limfe ,

  • 24

    M. avium-intracellulare

    M. ulcerans

    M. gastri

    M. terrae

    Tanah,air,ternak,burung

    Tidak jelas

    Tanah,air

    Tanah,air

    sistemik

    Kulit & jaringan

    lunak

    Paru

    Paru

    Rapid grower

    M. fortuitum

    M. abcessus

    M. chelonae

    M. smegmatis

    Tanah,air,hewan darat

    dan laut

    Tanah,air,hewan darat

    dan laut

    Tanah,air,hewan darat

    dan laut

    Permukaaan lembab,

    Flora urogenital

    Kulit, jaringan lunak,

    sistemik

    Kulit, jaringan lunak,

    sistemik

    Kulit, jaringan lunak,

    sistemik

    Paru

    M. leprae Manusia Kulit, jaringan lunak,

    sistemik.

    Petunjuk teknis pemeriksaan biakan, identifikasi dan Uji Kepekaan Miycobacterium tuberculosis

    pada media padat. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat Jenderal Pengendalian

    Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementerian Kesehatan RI, 2012 : 10

    2.2.5 Komponen

    1. Lipid

    Mycobacterium tuberculosis tahan terhadap asam dan alkohol

    setelah pewarnaan metode Ziehl-Neelsen.7 Acid-fastness adalah

    kemampuan sel Mycobacterium tuberculosis untuk tidak mengalami

    dekolorisasi (perusakan warna secara buatan) pada penggunaan asam. Sifat

    ini disebabkan karena kandungan lipid dalam kadar tinggi di dinding sel

    sehingga kuman ini bersifat waxy, hidrofobik dan sulit terwarnai.6

    Dinding

    sel Mycobacterium tuberculosis terdiri dari kerangka dinding sel, molekul

    penyusun dinding sel, lipid dan polipeptida. Kerangka dinding sel

    memiliki komponen kimia berupa peptidoglikan, arabinogalaktan dan

    asam mikolat rapat.7

    2. Asam mikolat

  • 25

    Mycobacterium tuberculosis memiliki struktur dinding sel dengan

    kandungan asam mikolat. Asam mikolat adalah penentu utama

    permeabilitas dinding sel mikobakteria karena sifat hidrofobiknya yang

    kuat. Asam mikolat merupakan suatu asam lemak α-alkil, β hidroksi

    dengan rantai yang sangat panjang (C30-C90). Kurang lebih 40% berat

    kering mikobakteri adalah asam mikolat. Akibat struktur tersebut,

    Mycobacterium tuberculosis memiliki perlindungan efisien dan kapasitas

    luar biasa untuk menahan berbagai tekanan dari luar. Komposisi dan

    jumlah asam mikolat mempengaruhi virulensi (keganasan), kecepatan

    pertumbuhan, morfologi koloni dan permeabilitas Mycobacterium

    tuberculosis. Kuman ini lebih mirip dengan Gram negatif daripada Gram

    positif dimana sitoplasmanya dikelilingi oleh membran plasma dan

    peptidoglikan tebal. Selain itu komponen ini melindungi bakteri dari

    serangan protein kationik, lisozim dan radikal oksigen di dalam granul

    fagositik. Komponen ini juga melindungi mikobakteria ekstraseluler dari

    serangan di serum.7

    Gambar 2.5 Diagram skematik dinding sel Mycobacterium tuberculosis. Seperti

    membrane luar dari dinding sel bakteri gram negatif, porin diperlukan untuk transport

    molekul hidrofilik kecil melalui membrane luar. PIM (phospatidilinositol mannoside)

  • 26

    Sumber : Velayati dan Parissa, 2016

    2.2.6 Biakan untuk bakteri Mycobacterium

    Biakan Mycobacterium terdiri dari medium nonselektif dan

    medium selektif. Media selektif berisi antibiotik untuk mencegah

    pertumbuhan kontaminan bakteri dan fungi yang berlebihan.31

    Terdapat tiga medium yang dapat digunakan sebagai medium

    selektif dana nonselektif yaitu media semisintetik (middlebrook 7H10 dan

    7H11), media telur inspisasi (Lowenstein-jensen) media kaldu (broth

    media).31

    2.3 Pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam)

    Mycobacterium tuberculosis tidak diklasifikasikan sebagai Gram

    positif maupun Gram negatif karena dinding sel bakteri ini tidak memiliki

    karakteristik membran luar bakteri Gram negatif. Namun, Mycobcterium

    tuberculosis memiliki struktur peptidoglikan-arabinogalaktan-asam

    mikolat sebagai barier permeabilitas eksternal.6 Jika pewarnaan Gram

    dilakukan pada Mycobacterium tuberculosis, warna Gram positif yang

    muncul sangatlah lemah atau tidak berwarna sama sekali. Namun ketika

    terwarnai, sebagai bakteri acid-fast maka Mycobacterium tuberculosis

    akan mempertahankan pewarna saat dipanaskan dan diberi komponen

    asam organik. Pada penggunaan metode Ziehl-Neelsen stain terhadap

    bakteri ini akan menunjukkan warna merah.7

    Secara garis besar sebelum memulai melakukan pewarnaan

    sediaan, siapkan peralatan dan reagen yang dibutuhkan agar proses

    pewarnaan tidak terhambat. Peralatan, reagen yang bermutu harus

    dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan.2

    Pewarnaan BTA pada

    spesimen merupakan metode diagnosis yang paling murah, cepat, mudah

    dalam pengerjaannya serta dapat dikerjakan di laboratorium sederhana

    yang memiliki mikroskop. Dala strategis DOTS (Direct Observed

    Treatment Shortcourse Chemotherapy) yang direkomendasikan WHO dan

    telah dilakukan di Indonesia digunakan cara pewarnaan BTA metode

    Ziehl-Neelsen untuk penentuan dimulainya pengobatan Obat Anti

    Tuberkulosis (OAT).8

  • 27

    Pada dasarnya prinsip pewarnaan BTA adalah memanfaatkan

    panas dan phenol agar bisa menembus lapisan lemak atau lilin yang ada di

    dinding sel sehingga lapisan lemak itu akan tertembus dengan zat warna

    dasar yaitu carbol fuchsin. Setelah terwarnai dengan carbol fuchsin dan

    dicuci dengan air mengalir, maka lapisan lilin yang terbuka akan kembali

    tertutup karena pendinginan saat dicuci. Sewaktu dituang dengan asam dan

    alkohol, warna merah dari carbol fuchsin pada BTA tidak akan lepas.

    Bakteri yang tahan asam melepaskan warna merah sehingga akan menjadi

    berwarna pucat dan tidak berwarna. Akhirnya pada waktu dicat dengan

    methylene-blue, BTA tidak akan menyerap warna tersebut sedangkan

    bakteri yang tidak tahan asam akan mengambil warna biru dari methylene-

    blue.32

    Mycobacteria, Nocardia dan Rodococcus merupakan kuman tahan

    asam. Derajat ketahanannya tertinggi pada mycobacteria. Dengan

    demikian pewarnaan BTA dengan cara Ziehl-Neelsen ataupun auramin

    juga akan mendeteksi spesies mycobacteria lain. Namun karena prevalensi

    infeksi oleh mycobacteria yang bukan Mycobacterium tuberculosis

    (MOTT/ NTM) saat ini sangat rendah, maka hasil positif lebih mengarah

    pada Mycobacterium tuberculosis. Yang perlu diwaspadai adalah BTA

    lingkungan yang banyak mencemari air.33

    Ada beberapa cara pewarnaan BTA, yaitu : Zhiel-Neelsen, Tan

    Thiam Hok (Kinyoun-Gabbet), dan Fluorokrom. Pewarnaan BTA ini

    memiliki nilai spesifisitas dan sensitivitas. Spesifisitas ketiga pewarnaan

    memberikan nilai yang hampir sama, yaitu Tan Thiam Hok (Kinyoun-

    Gabbet) (92,9%), Ziehl-Neelsen (91,6%), dan fluorokrom (91,1%). Jika

    dilihat dari nilai sensitivitasnya pewarnaan fluorokrom memberikan nilai

    sensitivitas yang paling tinggi (92,6%) dibanding 2 metode pewarnaan

    lainnya dan metode tersebut memerlukan peralatan yang sangat mahal

    sehingga sulit dilaksanakan di sarana kesehatan dengan fasilitas sederhana.

    Oleh karena itu metode pewarnaan Ziehl-Neelsen merupakan pilihan

    metode yang cukup sederhana dan memberikan sensitivitas yang cukup

    tinggi.8

  • 28

    Perbedaan Ziehl-Neelsen dengan Kinyoun-Gabbet terletak pada

    tahapan/cara, zat warna dan lama waktu pemberian pewarnaan BTA pada

    sputum. Di antaranya yaitu :

    Tabel 2.4 Perbedaan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan Tan Thiam Hok

    (Kinyoun-Gabbet).8

    Pewarnaan Ziehl-Neelsen2

    Pewarnaan Kinyoun-Gabbet8

    1. Letakkan sediaan diatas rak

    dengan jarak minimal 1 jari

    telunjuk.

    (yang sudah difksasi)

    1.Letakkan sediaan diatas rak

    dengan jarak minimal 1 jari

    telunjuk .

    (yang sudah difksasi)

    2. Tuangkan Carbol Fuchsin

    0,3% menutupi seluruh

    permukaan sediaan

    2. Larutan Kinyoun (fuchsin basis

    4g, fenol 8ml, alkohol 95% 20 ml,

    H20 destilata 100 ml) dituang

    pada permukaan sediaan.

    2 Panaskan sediaan dengan

    sulut api sampai keluar uap

    (jangan sampai mendidih),

    kemudian dinginkan selama

    5 menit.

    3.Dibiarkan selama 3 menit

    3 Bilas dengan air mengalir 4.Kelebihan zat warna dibuang

    dan dicuci dengan air mengalir

    perlahan.

    4 Tuangkan asam alcohol 3%

    pada sediaan biarkan

    beberapa saat lalu bilas

    dengan air sampai bersih,

    tidak tampak sisa zat warna

    merah. Bila masih tampak

    warna merah lakukan

    5.Larutan Gabbet (methylene-blue

    1g, H2S04 96% 20ml, alkohol

    absolut 30ml, H20 destilata 50ml)

    dituang pada permukaan sediaan

  • 29

    decolorisasi beberapa kali.

    5 Tuangkan 0.3% methylene-

    blue hingga menutupi

    seluruh sediaan dan biarkan

    10-20 detik

    6. Dibiarkan selama 1 menit

    6 Bilas dengan air mengalir 7. kelebihan zat warna dibuang

    dan dicuci dengan air yang

    mengalir perlahan

    7 Keringkan sediaan 8. Keringkan sediaan

    -Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB. 2012. hlm 1-

    71.

    -Karuniawati, A., dkk 2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen dan Fluorokrom Sebagai Metode

    Pewarnaan Basil Tahan Asam untuk Pemeriksaan Mikroskopik Sputum. Makara, Kesehatan, Vol. 9, No. 1 : 29-

    33.

    Perbedaan antara kedua pewarnaann tersebut adalah pada Kinyoun-

    Gabbet lebih praktis karena hanya memerlukan waktu 4,5 menit dan 4

    langkah. Sedangkan pewarnaan Ziehl-Neelsen membutuhkan waktu yang

    lebih lama.8

  • 30

    A. Kualitas preparat mikroskopik dengan metode pewarnaan Ziehl-

    Neelsen

    Pada pewarnaan yang baik, apabila diperiksa di bawah

    mikroskopis akan tampak kuman Mycobacterium tuberculosis yang

    berwarna merah baik sendiri atau bergerombol dengan warna latar biru

    dan terlihat jelas gambaran leukosit.2

    Bakteri tahan asam akan berwarna merah karena tidak mengalami

    dekolorisasi oleh asam alkohol sehingga masih mengikat warna pertama

    carbol fucshin dan tidak menyerap methylene blue. Sementara itu, pada

    bakteri tidak tahan asam, larutan asam alkohol akan melakukan reaksi

    dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna

    lalu menyerap methylene blue sehingga berwarna biru pada saat di amati

    dengan mikroskop.2

    Gambar 2.6 Mycobacterium tuberculosis berwarna merah dapat tersusun

    tunggal atau bergerombol

    Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.

    Pada pewarnaan yang jelek, apabila diperiksa di bawah mikroskop

    masih tampak adanya sisa zat warna, endapan kristal sehingga kuman

    Mycobacterium tuberculosis tidak tampak dengan jelas.2

    Gambar 2.7 Pewarnaan BTA tampak adanya sisa zat warna, endapan kristal

  • 31

    Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012

    B. Kualitas background pewarnaan BTA

    Pada sediaan yang baik tampak jelas kontras antara BTA dan

    warna latar, bersih dan tidak tampak sisa zat warna. Pada waktu dilihat di

    bawah mikroskop akan terlihat seperti di bawah ini:

    Kualitas yang baik

    dekolorisasi yang kurang

    Latar belakang gelap, terlalu lama pemberian Metilen Blue

    Gambar 2.8 Kualitas background pewarnaan BTA

    Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.

  • 32

    C. Kebersihan pada pewarnaan

    Penilaian kebersihan pada pewarnaan dilakukan secara makroskop

    dan mikroskop. Sediaan yang baik terlihat bersih, tidak tampak sisa zat

    warna, endapan kristal. Sediaan yang kurang bersih akan mengganggu

    pembacaan secara mikroskopik.2

    D. Penilaian kualitas sediaan dahak

    Sediaan dahak yang baik adalah sediaan yang memenuhi 6 syarat

    kualitas sediaan yang baik yaitu kualitas contoh uji, ukuran, ketebalan,

    kerataan, pewarnaan dan kebersihan.2

    Kualitas contoh uji ( spesimen)

    Spesimen dahak berkualitas baik apabila ditemukan:

    Gambar 2.9 Lekosit PMN ≥ 25 per LP pada perbesaran 10 x 10

    Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.

  • 33

    Gambar 2.9.1 Makrofag pada perbesaran 10 x 100

    Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.

    Ukuran sediaan dahak

    Sediaan dahak yang baik berbentuk oval berukuran panjang 3 cm

    dan lebar 2 cm

    Tabel 2.5 Ukuran sediaan dahak

    Contoh :

    sediaan dahak yang baik

    Contoh :

    sediaan yang terlalu kecil,

    tidak rata.

    Sumber : Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI, 2012.

    2.4 Bleach / Natrium Hipoklorit

    Penggunaan bleach yang mengandung natrium hipoklorit (NaOCl),

    kebanyakan digunakan untuk pencairan sputum sebagai prosedur

    pewarnaan, pemutih akan membuat mikroskopis jelas yang membuat Mtb

    bacilli mudah dikenali.34

    Rumus molekul natrium hipoklorit adalah NaOCl :

    Na+ sodium kation + OCl

    - hipoklorit anion → NaOCl sodium hipoklorit

    Metode yang paling umum untuk memproduksi natrium hipoklorit

    adalah bereaksi klorin dengan natrium hidroksida (NaOH). Hasil samping

    reaksi adalah natrium klorida (garam, NaCl) dan air (H2O).35

    Bleach secara efektif membunuh mikroorganisme. Mekanisme

    bleach dalam membunuh mikroorganisme adalah dengan menginisiasi

    reaksi stress oksidatif terhadap protein. Reaksi stress oksidatif tersebut

    menstimulasi agregasi protein bakteri sehingga bakteri mengalami

    kematian.36

  • 34

    Konsentrasi zat kimia dari bleach sebagai dekontaminan dan waktu

    kontak dengan bacilli adalah faktor yang sangat penting untuk pemulihan

    Mycobacterium tuberculosis.37,38

    Semakin tinggi konsentrasi, semakin

    beracun bagi basil TB.37,39

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dr.

    Suwarsono E.A,2018 didapatkan hasil penggunaan bleach 1% lebih baik

    dibanding 4% NaOH dan NALC-NaOH sebagai larutan dekontaminan.41

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwarsono E.A,2017

    didapatkan hasil konsentrasi 1% bleach dan 10 menit inkubasi adalah

    konsentrasi optimum untuk dekontaminasi sputum sehingga kedua kondisi

    ini tidak hanya dapat mencegah pertumbuhan kontaminan tetapi juga

    mendukung pemulihan basil TB.40

    a. Kegunaan Bleach di Puskesmas

    Bleach banyak digunakan di Fasilitas Layanan Kesehatan yang

    penggunaannya sebagai desinfektan. Selain itu juga sebagai penggunaan

    lokal untuk dekontaminasi tumpahan lingkungan dari bahan yang

    berpotensi menular seperti darah, cairan tubuh tertentu, atau bahan

    mikrobiologi seperti desinfeksi peralatan pasien (misalnya : tangki

    hidroterapi, implan gigi), dan dekontaminasi limbah medis sebelum

    dibuang. Bleach juga digunakan untuk menyediakan air minum yang di

    desinfeksi.42

    Beberapa penggunaan bleach di puskesmas diantaranya :

    1. Potable water

    Tujuannya sebagai kontrol patogen waterborne. Patogen tersebut

    yang sering dikaitkan adalah Giardia, Cryptosporidium, Shigella,

    Salmonella, Campylobacter, and Yersinia spp, hepatitis A virus, Norwalk

    agent, and rotavirus.42

    2. Hiperklorinasi dari air potable sebagai Pengobatan untuk Kolonisasi

    Legionella spp.

    Kontrol Legionella spp. dalam situasi wabah42

    3. Penggunaan Klorin dalam Hemodialisis

  • 35

    Hiperklorinasi yang menyediakan air untuk mesin dialisis telah

    digunakan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dan mencegah

    terjadinya sepsis bakteri.42

    4. Dekontaminasi air vas bunga

    Bunga segar yang ada di vas bunga berfungsi sebagai reservoir

    bakteri patogen gram negatif. Sekitar 10 ml dalam 1% hipoklorit

    mengurangi bakteri gram negatif tanpa melukai bunga. Contoh bakteri

    gram negatif yang ada adalah Pseudomonas aeruginosa.42

    5. Peralatan gigi

    Mendesinfeksi peralatan gigi yang terkontaminasi untuk mencegah

    transmisi penyakit kepada pekerja pelayanan kesehatan gigi dan transmisi

    ke pasien lain.42

    6. Tonometer

    Menggunakan tonometer dengan rutin maka akan terkontaminasi,

    kontaminasi yang dikhawatirkan adalah transmisi dari virus. Terutama

    virus adenovirus tipe 8, dan virus herpes simplex.42

    Maka penggunaan bleach ini untuk mencegah transmisi mikroorganisme

    tersebut.42

    7. Tangki hidroterapi

    Pengurangan risiko transmisi silang terkait dengan penumpahan

    patogen ke dalam air mandi42

    8. Manikins

    Pencegahan potensi penularan virus herpes simpleks dan patogen

    lainnya pada peserta pelatihan yang berlatih resusitasi mulut ke mulut.42

    9. Jarum suntik dan jarum yang digunakan untuk pemberian obat

    Pengurangan risiko penularan HIV ke pengguna narkoba yang

    tidak mau atau tidak bisa menggunakan jarum suntik dan sekali pakai yang

    steril.42

    10. Dekontaminasi tumpahan darah

  • 36

    Meminimalkan resiko penyakit yang diakibatkan oleh pekerja

    kesehatan jika terjadi tumpahan darah di lingkungan, cairan tubuh yang

    berdarah, atau cairan tertentu lainnya(misal : cairan cerebrospinal) dalam

    hal ini jika terjadi luka benda tajam atau kontak dengan kulit yang tidak

    terbakar, didesinfeksi dengan menggunakan bleach. Sehingga mencegah

    patogen yang ditularkan melalui darah tersebut, terutama HIV, virus

    hepatitis B dan C.42

    11. Permukaan lingkungan dikamar

    Pengurangan risiko transmisi silang C. difficile dalam situasi

    wabah melalui tangan personel perawatan kesehatan.

    C. difficile telah dikaitkan dengan wabah diare dan kolitis pada orang

    dewasa yang dirawat di rumah sakit, terutama mereka yang menerima

    terapi antimikroba.42

    12. laundry

    Pengurangan risiko potensial transmisi silang patogen dan akuisisi

    oleh pekerja laundry.42

    13. Pengendalian limbah medis

    Pengurangan beban mikroba yang terkait dengan limbah medis

    yang diatur.42

    14. Antisepsis

    Pengurangan risiko penularan patogen melalui tangan personel

    perawatan kesehatan.42

    15. Terapi Gigi

    Prosedur saluran akar gigi umumnya dilakukan untuk

    menyelamatkan gigi yang sakit. Bleach umumnya digunakan sebagai

    saluran akar irigasi untuk mendisinfeksi saluran sebelum pengisian dan

    penempatan tutup.42

    16. Perawatan kesehatan di rumah

    Dengan munculnya perawatan kesehatan yang dikelola, semakin

    banyak pasien yang sekarang dirawat oleh layanan kesehatan rumah.

    Pasien yang dirawat dirumah ini mungkin memiliki penyakit menular,

    kondisi immunocompremaise, atau perangkat invasif. Oleh karena itu,

  • 37

    desinfeksi yang memadai dalam pengaturan rumah diperlukan untuk

    menyediakan lingkungan pasien yang aman. Pada pasien yang dirawat

    dirumah yang perawatannya menggunakan benda yang dapat digunakan

    kembali yang menyentuh selaput lendir (misal tabung trakeostomi),

    didesinfeksi dengan bleach agar tidak tertular ke orang rumah ataupun ke

    tenaga medis yang merawat pasien tersebut.42

  • 38

    2.5 Kerangka Teori

    Udara tercemar

    Mycobacterium tuberculosis

    Basil TB terhirup lewat

    saluran nafas

    Menembus mekanisme

    pertahanan sistem nafas

    diagnosis

    Berkolonisasi di saluran

    nafas bawah

    Bleach sebagai

    dekontaminan paling baik

    Dikumpulkan dalam

    pot steril

    Sekret di sal. nafas

    Mengaktifkan respon imun

    BTA mudah di temukan

    dan jumlah BTA

    meningkat per bidang

    Sekret keluar mengandung

    Mycobacterium

    tuberculosisa

    inflamasi

    Penambahan

    bleach2%

    Background lebih jernih

    batuk

    Ketidakefektifan

    bersihan jalan nafas

    Pemeriksaan bakteriologis

    Linuefikasi

    (mengencerkan) sputum

    molekuler makroskopik

    Pemeriksaan fisik

    Gejala

    Kinyoun-

    Gabbet

    Ziehl-Neelsen

    Pewarnaan

    BTA

    mikroskopik

    Spesimen sputum

    Fluorokrom

    Tingkat kepositifan

    Aman bagi

    pemeriksa

    kultur PCR (Polymerase

    Chain Reaction)

  • 39

    Gambar 2.9.2 Kerangka teori penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan

    Asam konvensional dengan bleach 2%

    2.6 Kerangka Konsep

    Keterangan : tidak diteliti

    Diteliti

    Gambar 2.9.3 Kerangka konsep penelitian perbandingan pewarnaan Basil Tahan

    Asam konvensional dengan Bleach 2%

    Sputum

    Pemeriksaan mikroskopik

    Pewarnaan BTA

    Konvensional metode

    Ziehl-Neelsen)

    Diagnosis

    Tuberkulosis

    keruh

    Pewarnaan BTA

    Konvensional metode Ziehl-

    Neelsen ditambah Bleach 2%

    Background

    jernih

    Tingkat kepositifan

    tinggi rendah

  • 40

    2.7 Definisi Operasional

    Tabel 2.6 Definisi Operasional

    No Variabel Definisi

    Operasional

    Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

    1. Tingkat

    kepositifan

    pewarnaan

    BTA yang

    ditambahkan

    bleach 2%

    Nilai positif

    atau negatif

    pewarnaan

    BTA yang

    ditambahkan

    bleach 2%

    Dengan

    menggunakan

    mikroskop lalu

    dikategorikan

    kedalam skala

    IUATLD

    mikroskop Tabel berupa

    skala IUATLD

    yang akan

    dikelompokkan

    sebagai positif

    dan negatif

    Kategorik

    2. Tingkat

    kepositifan

    pewarnaan

    BTA

    konvensional

    Nilai positif

    atau negatif

    pewarnaan

    BTA

    konvensional

    Dengan

    menggunakan

    mikroskop lalu

    dikategorikan

    kedalam skala

    IUATLD

    mikroskop Tabel berupa

    skala IUATLD

    yang akan

    dikelompokkan

    sebagai positif

    dan negatif

    kategorik

  • 41

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimen komparatif

    kategorik berpasangan yaitu komparasi 2 kelompok dengan membandingkan

    antara penggunaan bleach 2% dengan BTA konvensional dengan 1 kali

    pengujian pewarnaan BTA dengan metode Ziehl-Neelsen untuk mendiagnosis

    penyakit tuberkulosis.

    3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2018 sampai bulan Agustus

    2018 di lingkungan Pusat Kesehatan Masyarakat Kalibaru Kota Bekasi.

    Pengambilan sampel dilakukan di Puskesmas Kalibaru Kota Bekasi.

    Pemeriksaan sampel dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

    Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode

    pewarnaan Ziehl-Neelsen. Setelah itu dilakukan pengolahan data.

    3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang diduga menderita

    penyakit Tuberkulosis di Puskesmas Kali Baru Bekasi selama periode bulan

    Februari 2018 sampai bulan Agustus 2018.

    3.3.1 Kriteria Sampel

    pada penelitian ini sampel yang diambil memiliki beberapa kriteria, yaitu :

    1. Kriteria Inklusi

    a. Pasien yang diduga menderita penyakit TB paru

    b. Pasien baru BTA yang belum pernah mendapatkan terapi OAT di

    puskesmas Kalibaru kota Bekasi.

    c. Bersedia diambil sputumnya dan menjadi subyek untuk peneltian

    ini

    d. Pasien dalam keadaan sadar penuh dan melakukan prosedur

    pengambilan sputum dengan benar

  • 42

    2. Kriteria Eksklusi

    a. Sampel pasien pada saat pengambilan sputum, sputumnya kering.

    Sehingga tidak dijadikan sebagai bahan penelitian.

    Sampel yang diambil dalam penelitian yang digunakan selama

    penelitian adalah sputum yang diperoleh dari spesimen yang berkualitas baik

    yaitu sputum