“Perbandingan Prestasi Belajar Siswa Antara Model Quantum Teaching di Jurusan Audio Video Dengan...
-
Upload
dadang-sujatmiko -
Category
Documents
-
view
50 -
download
1
description
Transcript of “Perbandingan Prestasi Belajar Siswa Antara Model Quantum Teaching di Jurusan Audio Video Dengan...
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2. Kajian Teoritis
2.1 Hakikat Prestasi Belajar
Banyak definisi tentang belajar yang dikemukaan para ahli, dan
perumusannya berbeda-beda. Namun demikian pengertian – pengertian
yang di kemukakan para ahli mempunyai kesamaan dalam satu hal, yaitu
bahwa belajar itu merupakan suatu proses pembentukan atau perubahan
tingkah laku pada diri seseorang. Salah satu definisi yang dapat
dikemukakan disini adalah seperti apa yang dirumuskan dalam teori
behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Prestasi belajar menurut Nasution (1996 : 17) “prestasi belajar adalah
kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat”.
Sedangkan menurut Winkel (1996 : 17) “prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”. Prestasi belajar yang
dicapai oleh seorang siswa ataupun siswi akan memberikan gambaran
tentang tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap sejumlah materi
pelajaran yang tersususun dalam tiga tingkatan kemampuan yaitu
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
Tingkat keberhasilan siswa dalam studi ini dibatasi pada kemampuan
pengetahuan dan ketrampilan. Khususnya tiga tingkatan kemampuan yang
pertama yaitu penguasaan pengetahuan yang terbentuk dalam asosiasi
hafalan. Aspek ini merupakan seperangkat ingatan mengenai sesuatu
sebagai hasil dari pengamatan melalui asosiasi tentang fakta. Dan pada
tingkatan kemampuan yang kedua yaitu penguasaan kemampuan yang
terbentuk melalui tindakan – tindakan pengajaran.
4
Untuk lebih jelasnya pencapaian prestasi belajar di sekolah dapat
dilihat dari perolehan angka nilai yang didapat melalui tes. Angka nilai yang
dipakai disini mempunyai rentangan 1 – 10 ( satu sampai sepuluh), dengan
bobot nilai maksimum untuk setiap item adalah 1 (satu). Untuk menjadikan
nilai maksimum yang diperoleh siswa dari suatu tes kedalam nilai yang
mempunyai rentangan 1 – 10, maka digunakan suatu rumus :
Nilai = Jumlahnilai maksimum
jumah itemx 10
Contoh : Item tes terdiri dari 20 item, setiap item yang dijawab dengan betul
dijumlahkan menjadi nilai maksimum. Kalau si A menjawab item dengan
betul 16 item, maka nilai yang diperoleh si A adalah 16/20 x 10 = 8
(dibulatkan sampai satuan).
2.2 Hakikat Mata Pelajaran Dasar-Dasar Elektronika
Mata Pelajaan dasar-dasar elektronika merupakan dasar-dasar dari
ilmu elektronika yang mempelajari alat listrik arus lemah yang doperasikan
dengan cara mengontrol aliran electron atau partikel bermuatan listrik dalam
suatu alat elektronik. Sebenarnya, ilmu yang mempelajari alat elektronik ini
merupakan bagian atau cabang dari Ilmu Fisika, sementara bentuk desain
dan pembuatan sirkuit elektroniknya adalah bagian dari teknik elektro,
teknik komputer, dan ilmu atau teknik elektronika dan instrumentasi.
Teknik dasar elektronika ini dibagi ked alam dua komponen, yaitu :
Komponen Aktif, yaitu komponen yang tidak dapat bekerja tanpa adanya
sumber tegangan listrik. Komponen aktif terdiri dari diode dan transistor.
Komponen Pasif, merupakan komponen yang dapat bekerja tanpa adanya
sumber tegangan listrik. Komponen ini terdiri dari resistor, kapasitor atau
kondensator, induktor atau kumparan dan transformator.
2.3 Hakikat Model Quantum teaching
Quantum adalah sebuah temuan yang telah menyelamatkan manusia
dari bencana ultraviolet, Quantum training telah menyelamatkan manusia
5
dari bencana ’ultrasekolah’ dan ’ultrabelajar’ Quantum pertama kali
ditemukan oleh Max Planck pada akhir abad ke -19. Ia menemukan sebuah
rumus fisika yang sahih yang dapat menanggulangi bencana ultraviolet.
Sejak saat itu istilah Quantum digunakan pada banyak aspek kehidupan
yang antara lain digunakan pada bidang pendidikan dan pembelajaran. Di
abad ke-20 ini orang ‘dipaksa’ belajar di ruang kelas yang disusun secara
kaku dan terdiri dari meja dan kursi.
Nilai dan Ijasah/Sertifikat menjadi ukuran keberhasilan yang pada
akhirnya pembelajar merasa bahwa belajar dan sekolah merupakan beban.
Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah
pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum teaching, Quantum
teaching bahkan menggugat cara mengajar yang selama ini dilakukan secara
‘turun temurun’. quantum teaching dikembangkan oleh seorang guru dalam
pembelajaran. quantum teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr.
Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan
Suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil
belajar. Kata quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi
menjadi cahaya. Jadi quantum teaching menciptakan lingkungan belajar
yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan
lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.Bila
model ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil
dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru
mengoptimalkan berbagai model. Apalagi dalam quantum teaching ada
istilah ‘bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke
dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan quantum
teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi
jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan
emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Persamaan quantum teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Fisika
quantum yaitu:
E = mc2
6
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses
pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas
dan antusiasme belajar pada peserta didik.
2.3.1 Asas Quantum Teaching
Quantum teaching bersandar pada konsep ini:
“Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia
Mereka”. Maksudnya yaitu mengingatkan kita pada pentingnya memasuki
dunia murid sebagai langkah pertama. Untuk mendapatkan hak mengajar,
pertama-tama kita sebagai pengajar harus membangun jembatan autentik
memasuki kehidupan murid. Sertifikat mengajar atau dokumen yang
mengizinkan mengajar atau melatih hanya berarti bahwa memiliki wewenang
untuk mengajar. Hal ini tidak berarti bahwa mempunyai hak mengajar.
Mengajar adalah hak yang harus diraih, dan diberikan oleh siswa, bukan oleh
Departemen Pendidikan. Belajar dari segala definisinya adalah kegiatan full-
contact. Dengan kata lain belajar melibatkan semua aspek pribadi manusia-
pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh di samping pengetahuan, sikap, dan
keyakinan sebelumnya serta persepsi masa mendatang. Dengan demikian,
karena belajar berurusan dengan orang secara keseluruhan, hak untuk
memudahkan belajar tersebut harus diberikan oleh pelajar dan diraih oleh
guru. Jadi masuki dahulu dunia mereka. Mengapa? Karena tindakan ini akan
memberi seorang guru izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan
perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.
Bagaimana caranya? Dengan mengaitkan apa yang diajarkan dengan sebuah
peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial,
atletik, musik, seni,rekreasi, atau akademis mereka.
Setelah kaitan itu terbentuk baru dapat membawa mereka kedalam dunia
guru, dan memberi mereka pemahaman anda mengenai isi dunia itu. Di
7
sinilah kosakata baru, model mental, rumus, dan lain-lain dibeberkan. Seraya
menjelajahi kaitan dan interaksi, baik siswa maupun guru mendapatkan
pemahaman baru dan “Dunia Kita” diperluas mencakup tidak hanya para
siswa, tetapi juga guru. Akhirnya, dengan pengertian yang lebih luas dan
penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka
pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.
2.3.2 Metdode Quantum Teaching
Model quantum teaching hampir sama dengan sebuah simfoni. Jika
anda menonton sebuah simfoni, ada banyak unsur yang menjadi faktor
pengalaman musik anda. Kita dapat membagi unsur-unsur tersebut menjadi
dua kategori :
A. Konteks (Context) adalah latar untuk pengalaman anda. Konteks
merupakan keakraban ruang orkestra itu sendiri (lingkungan),
semangat konduktor dan para pemain musiknya (suasana),
keseimbangan instrument dan musisi dalam bekerja sama (landasan),
dan interpretasi sang maestro terhadap lembaran musik (rancangan).
Unsur-unsur ini berpadu dan kemudian, menciptakan pengalaman
bermusik yang menyeluruh.. Konteks menata panggung mempunyai
empat aspek :
I. Suasana, semangat konduktor dan pemain musiknya, maksudnya
suasana kelas mencakup bahasa yang di pilih, cara menjalin rasa
simpati dengan siswa, dan sikap guru terhadap sekolah serta belajar.
Suasana yang penuh kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam
belajar.
II. Landasan, keseimbangan instrumen dan musisi, maksudnya adalah
kerangka kerja: tujuan, prinsip, keyakinan, kesepakatan, kebijakan,
prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah
pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar.
8
a. tujuan, di kelas tujuan yang sama bagi seluruh siswa adalah
mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran, menjadi pelajar
yang lebih baik dan berinteraksi sebagai pemain tim, serta
megembangkan keterampilan lain yang dianggap penting.
Misalnya, pada akhir tahun ini, semua orang di sini akan bisa
berbahasa jepang cukup baik untuk melakukan percakapan
panjang.
b. prinsip, gambaran tentang cara yang dipilih para anggotanya untuk
menjalani kehidupan ini. Prinsip ini mirip dengan kesadaran
bersama yang akan menuntun perilaku dan membantu tumbuhnya
lingkungan yang saling mempercayai dan mendukung. Agar
prinsip melekat, setiap orang di kelas harus setuju bahwa prinsip
tersebut penting dan harus dijunjung tinggi.
c. keyakinan, yakinlah dengan kemampuan mengajar dan
kemampuan siswa belajar.Bertindak seolah-olah menjadi guru
terhebat di dunia, dengan bersikap penuh percaya diri. Suatu saat
guru akan percaya akan kemampuannya sendiri
d. kesepakatan, lebih formal daripada peraturan, dan merupakan
daftar cara sederhana dan konkret untuk melancarkan jalannya
pelajaran.
e. kekebijakan, mendukung tujuan komunitas belajar dan
menjelaskan urutan tindakan untuk situasi tertentu. Misalnya, jika
siswa tidak dapat hadir, mereka meminta tugas yang terlewat dari
guru.
f. prosedur memberi tahu siswa apa yang diharapkan dan tindakan
apa yang diambil. misalnya berbaris di depan pintu sebelum
masuk, tempat mengumpulkan pekerjaan rumah, dsb
g. peraturan, lebih ketat daripada kesepakatan atau kebijakan.
Melanggar peraturan harus menimbulkan konsekuensi yang jelas.
Melanggar peraturan menimbulkan konsekuensi yang jelas.
Misalnya, karena kita saling mendukung, maka tidak ada kata ejek-
9
ejekkan, jika ada yang melanggar, konsekuennsinya bisa berupa
peringatan, setrap, dsb.
III. Lingkungan, Ruang Orkestra, yaitu adalah cara anda menata ruang
kelas : pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman,
musik, semua hal yang mendukung proses belajar.
a. Lingkungan sekeliling, lingkungan yang ada di sekeliling
membantu daya ingat, seperti sebuah gambar lebih berarti daripada
seribu kata. Bias juga dengan menciptakan poster ikon (gambar-
gambar yang nantinya akan dipajang pada dinding), poster afirmasi
(poster motivasi dengan pesan-pesan yang membuat siswa
semangat)
b. Alat Bantu, benda yang dapat mewakili suatu gagasan. Seperti
boneka untuk mewakili tokoh dalam karya sastra.
c. Pengaturan Bangku, pengaturan bangku disesuaikan dengan jenis
interaksi yang akan digunakan. Seperti setengah lingkaran untuk
diskusi kelompok. Jika bangku sulit dipindahkan bias dengan
membalikkan badan dengan berinteraksi kelompok kecil, atau
duduk di lorong antara bangku.
d. Tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya.
Tumbuhan menambah keadaan estetika, binatang dapat
menenangkan dan mengeluarkan sifat penyanyang, aroma memicu
respon seperti ketenangan, depresi, kelaparan, kecemasan,
seksualitas.
e. Musik, bisa digunakan untuk menata suasana hati, mengubah
keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar.
IV. Rancangan, interpretasi sang maestro terhadap lembaran musik,
maksudnya adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang bisa
menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki
postur tukar-menukar informasi.
10
Jika ke empat aspek ini ditata dengan cermat, suatu keajaiban akan
terjadi. Konteks itu sendiri benar-benar menciptakan rasa saling
memiliki, yang kemudian akan meningkatkan rasa memiliki dan
penghargaan. Kelas akan menjadi komunitas belajar, tempat yang
dituju para siswa dengan senang hati, bukan karena keterpaksaan.
B. Isi (Content) anggaplah sebagai lembaran musik. Not-not nyata pada
semua halaman, yang lebih dari sekedar not-not pada sebuah halaman.
Salah satu unsur isi adalah bagaimana tiap frase musik dimainkan
(penyajian). Isi juga meliputi fasilitas ahli sang maestro terhadap
orkestra, memanfaatkan bakat setiap pemain musik dan potensi setiap
instrument.
I. Presentasi, seperti Isi dalam simfoni, yaitu bagian kurikulum yang
ringkas dan bergairah, anggun tapi menarik, penyaji yang piawai, baik
seorang guru TK atau penKontekstual motivasional, memiliki strategi
dan teknik yang jelas untuk memastikan bahwa sajian mereka
memiliki dampak.
Guru adalah salah satu factor yan paling berarti dan berpengaruh
dalam kesuksesan siswa sebagai pelajar. Berikut adalah empat
komunikasi ampuh, yaitu :
a. munculkan kesan, manfaatkanlah kemampuan otak untuk
menyediakan asosiasi yang kaya. Susunlah perkataan yang
menimbulkan citra yang dapat memacu belajar siswa. Misalnya
“Bagian ini sangat menantang, maka simaklah baik-baik, supaya
kalian memahaminya”. Janganmengatakan hal “anak-anak, bagian
bab ini paling sulit dan membosankan jadi kalian harus waspada
kalau tidak mau gagal”
b. arahkan fokus, memanfaatkan kemampuan otak yang mampu
memilih dari banyaknya input indrawi, dan memusatkan perhatian
otak. Maksudnya seorang guru harus bisa memusatkan perhatian
siswa pada bahasan yang akan seorang guru bahas. Misalnya
11
jangan menggunakan “jangan dekati perlengkapan seni saat kalian
pindah ke kelompok kalian”. Hal itu justru menarik perhatian ke
perlengkapan seni, arahkan fokus dengan “cari tempat berkumpul
ke kelompok kalian. Pindahlah langsung ke tempat itu, dan bawa
buku kalian”. Tanpa menyebutkan perlengkapan seni dan
menyebutkan fokus yang jelas, kita bisa mengarahkan siswa agar
tidak mendekati perlengkapan seni tersebut.
c. Inklusif (bersifat mengajak), di dalam perkataan seorang guru
harus menimbulkan asosiasi yang positif. Misalnya, “Bapak ingin
kalian mengeluarkan buku kalian”.”yang harus kalian lakukan
berikutnya adalah mengeluarkan pekerjaan rumah kemarin”.”bapak
minta kalian mengumpulkan bahan-bahan kalian”. Pesan di balik
kalimat itu mengesankan “saya pegang kendali dan kalian harus
melakukan apa yang saya perintahkan”. Sebaiknya “Mari kita
keluarkan buku”. “sekarang keluarkan pekerjaan rumah
kalian”.”sudah waktunya mengumpulkan bahan-bahan kita”.
Perubahan sederhana dalam kata dapat meningkatkan hubungan
kerja sama yang menyeluruh, setiap orang diajak.
d. Spesifik (bersifat tetap sasaran), katakanlah apa yang perlu
dikatakan dengan kejelasan sebanyak mungkin dan jumlah kata
sedikit mungkin. Inilah yang disebut hemat bahasa. Misalkan para
siswa bersiap-siap untuk istirahat. Jadi guru berkata.”anak-anak,
bersiap-siaplah untuk istirahat”. Seharusnya.”anak-anak,
kembalikan bahan ke tempatnya dengan rapi, masukkan sampah ke
tempat sampah, dan simpan kertas kalian dalam rak berkabellalu
kalian boleh istirahat” hemat bahasa diosini bukan berarti sedikit
bicra, namun kejelasan tujuan yang akan guru sampaikan kepada
siswanya.
II. Fasilitasi, dengan memfasilitasi keadaan siswa untuk meningkatkan
kemampuan mereka untuk memahami, berpartisipasi, berfokus, dan
menyerap informasi.
12
a. KEG, membantu membungkus dan menyampaikan penghargaan
guru kepada muridnya.
i. Know it (ketahui hasilnya), pahamilah semua yang akan anda
sampaikan, rupa (table yang berisi tiga faktor untuk kejadian
dan akibatnya), bunyi (siswa saling berdiskusi melengkapi
tabel), rasa hasil (siswa dengan tenang pergi ke rak buku untuk
mencari informasi), sejauh mana guru mengetahui rupa, bunyi,
rasa hasil, guru dapat mengkomunikasikannya dengan jelas dan
mendapatkan hasil yang diinginkan.
ii. Explain It (Jelaskan Hasilnya), setelah mengetahui dengan jelas
rupa, bunyi, dan rasa hasil. Jelaskan kepada siswa bayangan
tentang hasil itu, beberkan secara terbuka, gunakan rumus yang
spesifik. Misalnya “tantangan ini sederhana, kualitasnya pasti
luar biasa. Begini caranya, gambarkan dengan jelas, boleh
menggunakan media…, pastikan siklusnya berwarna, dinamai
dengan benar,….seterperinci mungkin.”
iii. Get it (Dapatkan hasilnya), perhatikan dan dengarkan siswa
memulai, jika tidak mematuhi beri tahu mereka dan beri umpan
balik, hentikan sesaat dan katakan mutu pekerjaan mereka.lebih
baik lagi katakan perbaikan yang perlu siswa lakukan, lalu
lanjutkan kembali.
b. Menciptakan strategi berpikir, menyingkapkan bagaimana siswa
mencapai suatu jawaban dan mendukung waktu berpikir. Misalnya
dengan melontarkan pertanyaan memberikan kesempatan kepada
kita untuk menghargai dan mengakui partisipasi dan pengambilan
resiko siswa. Atau dengan bertanya memberi guru kesempatan
untuk mengasah dan membuka pikiran siswa; gerakkan pikiran
mereka hingga memperoleh jawaban.
III. Keterampilan Belajar, dengan keterampilan belajar yang tepat, semua
siswa dapat memahami sebagian besar informasi dalam waktu yang
13
guru perlukan untuk menjelaskan informasi. Lima keterampilan yang
merangsang belajar :
a. konsentrasi terfokus
b. cara mencatat
c. organisasi dan persiapan tes
d. membaca cepat
e. teknik mengingat
IV. Keterampilan hidup, sebagaimana seorang konduktor piawai
menyuarakan musik yang indah dari setiap musisinya, guru juga
mengorkestrasi ketulusan dan keefektifan siswa melalui keterampilan
pribadi, dikenal pula dengan sebutan keterampilan hidup,
keterampilan sosial, kemampuan ini memberdayakan setiap orang
untuk membina dan memelihara hubungan dengan orang lain.
Keajaiban pengalaman menjadi terbuka karena konteksnya
tepat, dan membuat musik menjadi hidup. Saat Anda menggubah
kesuksesan siswa, unsur-unsur yang sama tersusun dengan baik:
suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian ,fasilitas,
keterampilan belajar dan keterampilan hidup.
2.4 Hakikat Model Konstektual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism), bertanya (Questioning), mencmukan (Inquiry),
masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
14
Lima elemen belajar yang kontrusktivistik menurut Zahorik (1995:14-22)
ada lima elemen yang harus dperhatkan dalam praktek pembelajaran
konstektual :
A. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
B. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan
detailnya.
C. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan
cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan
sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas
dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
D. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge).
E. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan tersebut.
Dalam menerapkan model kontekstual (CTL) ada tujuh hal yang harus
diperhatikan :
A. Konstruktivisme
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir
(filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya didtperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-
konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep, atau
kaidah yang slap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemu-
kan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ideide.
Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
15
sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke
situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik
mereka sendiri.
B. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil
dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang
merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Topik mengenai adanya dua jenis binatang rnelata, sudah seharusnya
ditemukan sendiri oleh siswa, bukan `menurut buku'. Siklus inkuiri:
1. Observasi (Observation)
2. Bertanya (Questioning)
3. Mengajukan dugaan (Hipotesis)
4. Pengumpulan data (Data gathering)
5. Penyimpulan (Conclussion)
C. Bertanya ( Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari `bertanya'.
Sebelum tahu kota Palu, seseor ng bertanya "Mana arah ke kota Palu?"
Questioning (bertanya) merupakaan strategi
Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Karya siswa di pajang di dinding-dinding, lorong-lorong, dan dimana
saja di sekolah Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat
diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa,
antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang
didatangkan ke kelas, dsb utama pembelajaran yang berbasis CTL.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
16
Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali
informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
D. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembe-
lajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang
anak baru belajar meraut pinsil dengan peraut elektronik, ia bertanya
kepada temannya "Bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku!" Lalu
temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat
itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat-belajar
(learning community).
Hasil belajar diperoleh dari `sharing' antara teman, antar
kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di
kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua
adalah anggota masyarakat-belajar.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pem-
belajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya hiterogen. Yang pandai
mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang
cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai
gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa
sangat bervariasi bentuknya, balk keanggotaan, jumlah, bahkan bisa
melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi
dengan mendatangkan seorang `ahli' ke kelas. Misalnya tukang sablon,
petani jagung, peternak susu, teknisi komputer, tukang cat mobil,
tukang reparasi kunci, dan sebagainya.
"Masyarakat-belajar" bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua
arah. "Seorang guru yang menga)ari siswanya" bukan contoh
masyarakatbelajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu
17
informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus
informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa.
Dalam contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam
masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam
kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh
teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang
diperlukan dari teman belajarnya.
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak
yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan
untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua
pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa
setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau ketrampilan
yang berbeda yang perlu dipelajari.
E. Pemodelan (Modeling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya,
dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu,
ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan
sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara
melafalkan bahasa Inggeris, dan sebagainya. Atau, guru memberi
contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model
tentang `bagaimana cara belajar'.
Guru dapat memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu,
sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata
kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru
mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan
menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata
(scanning). Ketika guru mendemontrasikan cara membaca cepat
tersebut, siswa mengamati guru membaca dan membolak-balik teks.
Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian utama
18
siswa. Dengan begitu siswa tahu bagaimana gerak mata yang efektif
dalam melakukan scanning. Kata kunci yang ditemukan guru
disampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran
menemukan kata kunci secara cepat. Secara sederhana, kegiatan itu
disebut pemodelan. Artinya, ada model yang bisa ditiru dan diamati
siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus
itu, guru menjadi model.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model
dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk
untuk memberi contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika
kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau
memenangkan kontes berbahasa Inggeris, siswa itu dapat ditunjuk
untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa `contoh' tersebut
dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model
tersebut sebagai `standar' kompetensi yang harus dicapainya.
Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli ber-
bahasa Inggeris sekali waktu dapat dihadirkan di kelas untuk men-jadi
`model' cara berujar, cara bertutur kata, gerak tubuh ketika berbicara,
dan sebagainya.
F. RefleksiI (Reflection)
Refleksi juga bagian penting dalam pembela) aran dengan
pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita
lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung
"Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya!
19
Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer saya
lebih tertata."
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan
dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian
diperluas sedikit-demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu
siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa
merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa
yang baru dipelajarinya.
Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan itu
mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari
dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi.
G. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
menberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran
perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa
memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan
benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan
bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera
bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari
kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu
diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak
dilakukan di akhir periode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada
kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti UAN/UAS), tetapi dilakukan
bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan
pembelajaran.
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment)
bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran
20
yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu
siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan
ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir
periode pembelajaran.
Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data
yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan
siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin
mengetahui perkembangan belajar Bahasa Inggris bagi para siswanya
harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa
menggunakan bahasa Inggris, bukan pada saat para siswa mengerjakan
tes bahasa Inggris. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa
melakukan kegiatan berbahasa Inggris balk di dalam kelas maupun di
luar kelas itulah yang disebut data autentik.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil. Ketika
guru mengajarkan sepak bola, siswa yang tendangannya paling bagus,
dialah yang memperoleh nilai tinggi. Dalam pembelajaran bahasa
asing (Bahasa Inggris), siapa yang ucapannya cas-cis-cus, dialah yang
nilainya tinggi, bukan hasil ulangan tentang grammarnya. Penilaian
autentik menilai pengetahuan dan ketrampilan (performansi) yang
diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain
atau orang lain.
2.5 Kerangka Berfikir
Dalam mencari perbedaan prestasi belajar antara model quantum
teaching dengan model Kontekstual maka perlu kiranya lebih dulu
membedakan karakteristik dari masing-masing model tersebut. Dengan
membedakan karakteristik kita dapat menemukan apakah ada perbedaan
atau tidak. Seandainya ada kita dapat memilih mana yang lebih baik di
antara kedua model tersebut.
Dalam model quantum teaching Segalanya berbicara, lingkungan
kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan
21
tentang belajar. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka
mempelajari materi yang kita ajarkan.
Pengalaman sebelum pemberian nama, otak kita berkembang pesat
dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin
tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah
mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang
mereka pelajari. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa
pun. Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar dari
kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini. Mereka patut
mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Jika
layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada
siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan
memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
Lebih jauh, dunia pendidikan akan semakin maju ke depannya.
Sebab, quantum teaching akan membantu siswa dalam menumbuhkan
minat siswa untuk terus belajar dengan semangat. Apalagi quantum
teaching juga sangat menekankan pada pentingnya bahasa tubuh. Seperti
tersenyum, bahu tegak, kepala ke atas, mengadakan kontak mata dengan
siswa dan lain-lain. Humor yang bertujuan agar KBM tidak membosankan.
Guru juga perlu memiliki Emotional Intelligence, yaitu kemampuan kita
untuk matang mengelola emosi.
Sementara proses belajar mengajar melalui model Kontekstual,
pada pokoknya dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi
apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Penerapan CTL
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya, melaksanakan sejauh mungkin
kegiatan inkuiri untuk semua topik, mengembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya, menciptakan `masyarakat belajar' (belajar dalam
kelompokkelompok), menghadirkan `model' sebagai contoh pembelajaran,
22
melakukan refleksi di akhir pertemuan, serta melakukan penilaian yang
sebenarnya dengan berbagai cara.
Namun demikian untuk lebih mengarahkan acuan kita, maka perlu
diperlihatkan bahwa tidak ada sebuah model mengajar yang paling baik
untuk digunakan dalam semua situasi. Kebaikan model itu tergantung pada
ketepatan penerapannya dalam kaitan dengan kondisi belajar, keadaan
siswa, bahan pelajaran yang disajikan dan kemampuan guru untuk
menggunakannya. Peryataan ini berarti tidak selalu model yang satu lebih
baik dan model yang lain itu lebih jelek.
Untuk menjelaskan suatu definisi yang sederhana maka model
Kontekstual akan jauh lebih baik dan lebih tepat digunakan dibanding
dengan model apabila guru mengkehendaki penyampaian informasi
faktual tentang dasar-dasar elektronika. Sebaliknya model quantum
teaching merupakan model yang tepat untuk mengembangkan daya pikir
siswa secara intelektual dan mengembangkan apresiasi siswa terhadap
mata pelajaran dasar-dasar elektronika. Namun demikian manfaat setiap
model mengajar itu tetap ditentukan oleh keberartian proses belajar
mengajar bagi siswa dan turut sertanya siswa secara aktif. Peran serta
siswa dalam berbagai kegiatan belajar mengajar secara aktif akan
meningkatkan keterlibatan mental siswa yang bersangkutan. Ketertiban
mental yang optimal tersebut berarti peningkatan motivasi yang optimal
pula pada diri siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara optimal dalam arti
guru aktif mengajar secara intensional dan siswa aktif belajar secara
intensional juga maka hasil yang diperoleh pun akan optimal pula.
2.6 Hipotesis Penelitian
Berpangkal dari landasan dan kerangka berfikir, maka dapatlah
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : “ Terdapat perbedaan
prestasi belajar menggunakan model quantum teaching dengan
menggunakan kontekstual yang dimana model quantum teaching lebih
23
baik dibanding model kontekstual untuk mata pelajaran Dasar-dasar
Elektronika ”.
24