Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata de Coco Di Tingkat Petani Studi Kasus Di Lokosi Primatani Desa...

download Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata de Coco Di Tingkat Petani Studi Kasus Di Lokosi Primatani Desa Ongkaw Minahasa Selatan

of 14

description

Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata de Coco Di Tingkat Petani Studi Kasus Di Lokosi Primatani Desa Ongkaw Minahasa Selatan

Transcript of Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata de Coco Di Tingkat Petani Studi Kasus Di Lokosi Primatani Desa...

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 520

    PERBAIKAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN NATA DE COCO DI TINGKAT PETANI

    (Studi Kasus di Lokosi Primatani Desa Ongkaw Minahasa Selatan)

    Payung Layuk, H. Salamba, R. Djuri,

    Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara Jl. Kampus Pertanian Kalasey, Sulut

    ABSTRAK

    Kelapa banyak diusahakan oleh masyarakat secara turun temurun. Hampir semua bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan dan mampu memberikan nilai tambah secara ekonomis. Namun sampai saat ini masih terdapat bagian-bagian kelapa yang belum dimanfaatkan seperti air kelapa yang masih dianggap limbah oleh petani kelapa lainnya. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan nata de coco, yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Proses pembuatannya sederhana dan dapat diusahakan dalam skala kecil maupun skala besar. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil bahwa nata de coco yang dibuat oleh para petani di pedesaan masih beragam dan kadang kala banyak yang gagal atau tidak berlanjut. Hal ini disebabkan tidak diperhatikannya faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengolahan antara lain bahan baku air kelapa masih sering tercampur dengan air biasa, penambahan nitrogen belum dilaksanakan atau kalau dilaksanakan tidak sesuai dengan anjuran, penambahan unsur karbon (gula) terlalu boros, kualitas bibit nata de coco yang digunakan belum sesuai dengan anjuran, sanitasi alat, bahan dan ruangan fermentasi masih kurang, kondisi air yang digunakan untuk sanitasi peralatan maupun penanganan pasca panen tidak higienis dan pasteurisasi /sterilisasi alat tidak sepenuhya dilaksanakan. Hasil analisis nata de coco terhadap produksi memperlihatkan teknologi anjuran lebih tinggi atau hampir dua kali lipat di banding dengan teknologi petani. Demikian dengan kualitas yang dihasilkan sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk nata de coco kemasan. Hasil uji organoletik terhadap warna, bau, rasa dan tekstur, untuk teknologi anjuran nilai berkisar 3,78 4.02 ( suka sangat suka) dan teknologi petani 2,90 - 3.41 (cukup suka suka). Hasil analisa ekonomi memperlihatkan bahwa usaha nata de coco layak diusahakan dimana B/C ratio yang diperoleh lebih dari satu, yaitu 1,21 (teknologi petani) dan 2,43 (teknologi anjuran).

    Kata Kunci : Pengolahan, Air kelapa, nata de coco

    PENDAHULUAN

    Produk utama dari tanaman kelapa adalah buah kelapa, yang terdiri dari sabut 33%, tempurung 15%, air kelapa 22% dan daging buah kelapa 30% (Sumaatmadja, 1984). Di Desa Ongkaw yang merupakan lokasi Primatani di Sulawesi Utara terdapat luas lahan kelapa 1030 Ha, dengan produksi rata-rata

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 521

    di tingkat petani sebesar 1,3 ton kopra per tahun, setara dengan 334,75 ton air kelapa yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Jika air kelapa yang tersedia ini diolah menjadi nata de coco akan diperoleh produksi sebanyak 217,59 ton. Air kelapa mengandung nutrisi yang cukup baik antara lain , kadar air, karbohidrat, vitamin (C dan B kompleks) dan mineral, serta kalori (Sumaatmadja, 1984). Air kelapa masih berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan minuman ringan, alkohol, asam cuka dan nata de coco. Nata de coco dapat digolongkan sebagai produk buah-buahan seperti kolang kaling. Oleh karena itu nata de coco dapat dijadikan subtitusi buah kaleng atau dikonsumsi dengan buah-buahan lainnya sebagai makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert) yang dapat digolongkan pada dietary yang memberikan andil untuk kelangsungan fisiologi secara normal. Nata de coco juga tidak terbatas sebagai bahan makanan tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai satu material untuk industri elektronik. Proses pembuatan nata de coco diperlukan bantuan bakteri Acetobacter xylinum untuk mensintesis kandungan gula dalam media air kelapa menjadi selulosa. Untuk memperoleh hasil yang baik, media air kelapa harus disesuaikan dengan syarat tumbuh bakteri tersebut. Untuk menghasilkan natade coco dengan produksi dan kualitas yang tinggi, sifat fisikokima air kelapa harus sesuai dengan syarat tumbuh dari bakteri A.xylinum. Menurut Rosario (1982), nata de coco yang diperoleh dari fermentasi Acetobacteri xylinumdipengaruhi oleh konsentrasi gula, lama fermentasi, sumber nitrogen, kandungan nutrien dalam media pertumbuhan yang bersangkutan. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan A. Xylinum antara lain sumber karbon, Nitrogen, tingkat keasaman (pH 3 4), temperatur optimal (28oC 31 oC) dan oksigen. Kandungan karbon dan nitrogen pada air kelapa belum cukup dipakai oleh A.Xylinum untuk merombak glukosa menjadi selulosa, sehingga perlu ditambahkan karbon (dari gula) dan Nitrogen (ZA atau Urea) , bertujuan untuk mencapai rasio Karbon dan Nitrogen ( C/N) dalam cairan media hingga menjadi 20. Bila rasio menyimpang jauh dari 20, tekstur nata akan cendrung sulit digigit atau mudah hancur (Pambayun, 2002). Hal yang sama dilaporkan oleh Sutarminimgsih (2004), penggunaan ZA sebagai sumber N sebesar 0,3 % akan memberikan rendemen yang tinggi yaitu 93,3%. Penambahan ZA dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk. Namun penambahan ZA yang terlalu tinggi ( lebih dari 1%) dapat menyebabkan penurunan rendeman dan penurunan derajat putih pada nata yang dihasilkan. Alaban (1982), menyatakan bahwa penambahan gula 2% menghasilkan nata de coco yang tidak berbeda dengan penambahan gula 5%. Hal yang sama dilaporkan oleh

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 522

    Layuk dkk. (2007), bahwa penambahan gula 3% tidak berbeda dengan penambahan gula 5%. Hasil ini jika diterapkan di tingkat petani dapat menghemat penggunaan gula sampai 50%, dimana ditingkat petani menggunakan gula sebanyak 10%. Selain penghematan gula juga dapat mempersingkat waktu fermentasi 1 - 3 hari ( 6 7 ) yang bisanya ditingkat petani (7 - 10 hari). Air kelapa yang akan diolah menjadi nata de coco dapat disimpan selama 6 hari pada suhu ruangan 28 320C (Layuk, dkk. 2007 dan Kiswanto dkk, 2004). Pada umumnya lahan petani jauh dari pemukiman, sehingga air kelapa ditampung dalam jirgen-jirgen dan selanjutnya di angkut ke tempat usaha nata de coco. Anggapan petani selama ini bahwa air kelapa yang diolah menjadi nata de coco adalah dari air kelapa seger. Kondisi demikian yang menyebabkan usaha nata de coco gagal di tengah jalan, bahkan air kelapa yang ditampung yang tidak langsung diolah dibuang begitu saja. Selain itu beberapa faktor yang mempengaruhi produksi nata de coco masih kurang diperhatikan. Melihat permasalahaan ini maka perlu dilakukan perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani, dengan memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas nata de coco serta efisien . Tujuan pengkajian adalah untuk memperbaiki teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani, dalam rangka meningkatkan produksi yang tinggi, kualitas yang baik dan efisien dalam biaya produksi.

    METODOLOGI

    Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi Primatani di Desa Ongkaw Kabupaten

    Minahasa Selatan, mulai Agustus Desember 2007. Sedangkan analisa di Laboratorium BPTP Kalasey dan Balai POM Manado.

    Bahan dan AlatBahan yang dibutuhkan adalah Air Kelapa, cuka 25 %, gula pasir,

    cairan bibit (starter) A.xylinum, ZA , garam inggris dan asam sitrat. Sedangkan alat yang dibutuhkan adalah loyang plastik, kain saring, saringan, pengaduk kayu, panci email, gelas ukur, kertas lakmus/ pH meter. Kertas Koran, tali rafiah, timbangan, jangka sorong dan peralatan lainnya untuk analisis.

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 523

    Posedur Pembuatan nata de coco- Persiapan bahan baku Air kelapa disaring dengan menggunakan saringan halus ataupun bantuan

    kain saring halus yang dirangkap. - Pemasakan dan penambahan bahan pembantu Air kelapa hasil penyaringan kemudian dipanaskan hingga mendidih dan

    dibiarkan mendidih selama 30 menit. Selama proses ini berlangsung, bahan-bahan pembantu yang terdiri atas pupuk ZA atau urea, garam inggris, asam sitrat, dan gula pasir dimasukkan sambil terus diaduk agar dapat larut dengan cepat dan rata. Sebelum pemanasan diakhiri, ditambahkan asam cuka hingga pH mencapaii + 3,2. Jika tingkat pH ini sudah tercapai, pemanasan harus segera diakhiri untuk mencegah penguapan asam secara berlebihan.

    - Pewadahan dan pendinginanNampan plastik yang akan digunakan sebagai wadah media dibersihkan terlebih dahulu dan didesinfeksi (disterilisasi). Sterilisasi dilakukan dengan membasahi nampan dengan air panas ataupun dengan dijemur di bawah terik matahari selama 2 jam (antara pukul 09.00 10.00) hingga rata dan kering. Setelah itu, nampan ditutup dengan kain saring atau kertas koran dan diikat dengan karet/elastik untuk menjaga kesterilannya. Kain saring atau koran dan diikat dengan karet/elastik untuk menjaga kesterilannya. Kain saring atau koran yang digunakan terlebih dahulu disterika untuk desinfeksi. Media fermentasi hasil pendidihan dituangkan ke dalam nampan plastik, sebanyak 1,2 1,3 liter untuk setiap nampan. Nampan berisi media fermentasi tersebut kemudian segera ditutup kembali dengan kain saring atau koran dan diikat dengan karet atau elastik. Selanjutnya, didinginkan hingga mencapai suhu kamar selama 5 - 7 jam.

    - Penambahan bibit atau starter Setiap nampan yang berisi media fermentasi ditambah bibit atau starter sebanyak 130 ml (10%). Penambahan bibit dilakukan dengan cara membuka sedikit kain saring atau penutup koran dan kemudian segera menutupnya kembali.

    - Pemeraman (fermentasi) Media fermentasi (sebagai bahan induk) telah diberi bibit selanjutnya diperam selama 6 - 7 hari. Nampan-nampan yang berisi media fermentasi dan bibit disusun dalam rak fermentasi secara vertikal dan saling-silang agar posisinya lebih kuat dan stabil.

    - Panen dan Pascapanen Setelah 6 - 7 hari pemeraman, lapisan atau lembaran nata de coco segera dipanen lapisan ini kemudian diangkat dan lendirnya dibuang melalui

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 524

    pencucian. Selanjutnya, nata dipotong-potong dalam bentuk kubus dengan ukuran 1 x 1 x 1 cm dan direndam dalam air bersih selama 3 hari. Air rendaman setiap hari harus diganti agar bau dan rasa asam hilang. Selanjutnya nata dicuci kembali dan direbus untuk mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses penghilangan bau dan rasa asam

    - Pengemasan dan Penyimpanan nata de coco tawar dilakukan dengan merendammya dalam air bersih. Dan air rendamannya terus diganti dengan air rendaman yang baru. Nata de coco yang akan dipasarkan dalam keadaan manis, nata direbus lagi dalam larutan gula atau sirup lalu dikemas dengan menggunakan plastik .

    Pengamatan dan Analisis Pengamatan dilakukan pada teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani, mulai dari pengambilan bahan baku sampai proses akhir. Parameter yang diamati adalah rendemen (dihitung berdasarkan perbandingan berat nata de coco dengan berat air kelapa di kali 100%, ketebalan menggunakan jangka sorong, Tekstur / Kekerasan (Herrchdoerfer, 1996), kadar air, kadar lemak, Totala Karbohidrat, dan kadar kalsium (AOAC,1990). Uji organoleptik menggunakan skala hedonik (Soekarto, 1985) dan analisa ekonomi (Soekartawi, 1995)

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pengusahaan nata de coco skala kecil oleh petani di Desa Ongkaw dirasakan masih kurang sempurna sehingga banyak kali gagal dalam membuat nata de coco. Hasil Pengamatan pembuatan nata de coco di Desa Ongkaw yang berhasil dibuat hanya sekitar 50 - 60%. Pada Tabel 1, dapat dilihat kondisis pengolahan nata de coco di tingkat petani dan teknologi perbaikan.

    Tabel 1. Kondisi Pengolahan nata de coco oleh masyarakat/Petani di Desa Ongkaw dan perbaikan yang dianjurkan.

    No Faktor yang berpengaruh

    Tingkat Petani Perbaikan/Anjuran

    1

    2

    Bahan Baku (air kelapa)

    Bahan Tambahan (pembantu)

    Air kelapa segar

    Gula pasir lokal (tinggi 10%) Asam cuka biasa tanpa memperhatikan kadarnya

    Air kelapa umur 0 -6 hari

    - Dosis ZA/Urea 0,1 0,25%

    - Gula pasir putih 5%

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 525

    No Faktor yang berpengaruh

    Tingkat Petani Perbaikan/Anjuran

    3

    4

    5

    6

    Penyediaan bibit

    Sanitasi

    Pasteurisasi/Sterilisasi

    Wadah Fermentasi

    - Proses kurang steril - Masih menggunakan bibit

    yang terkontaminasi - Bibit yang digunakan lewat

    dari 6 hari sejak diinokulasi

    Sanitasi alat, bahan, dan tempat pengolahan , pekerja kurang terjaga

    Tidak dilakukan Jika dilakukan kurang sempurna

    Wadah tidak seragam

    - Asam glasial atau asam cuka kadar 25%.

    - Asam sitrat 0, 2- 0,5 %

    - Proses lebih steril - Bila terjadi kontaminasi

    tidak boleh digunakan - Bibit yang digunakan

    umur 3-5 hari

    Sanitasi mutlak harus dilakukan

    Harus dilakukan secara sempurna

    Wadah sebaiknya seragam , segi empat dengan ukuran ( 30 x 20 x 5 cm)

    Sumber : Data primer hasil pengamatan di lapangan Agustus Desember 2007

    Bahan Baku (air kelapa) Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata de coco harus murni, tidak tercampur air atau kotoran lainnya. Air kelapa tidak harus segar, hasil penelitian Sutarminingsih (2004) dan Layuk dkk., (2007) melaporkan bahwa penyimpanan air kelapa 2 - 6 hari akan memberikan rendemen nata de cocoyang lebih tinggi dari pada yang tidak disimpan (segar). Penyimpanan juga dapat menghemat pemakaian asam cuka pekat karena selama penyimpanan telah terjadi fermentasi yang menghasilkan asam sehingga menurunkan pH air kelapa. Namun penyimpanan yang terlalu lama akan memberikan hasil yang tidak baik karena air kelapa sudah berubah sifatnya adanya fermentasi dan kontaminasi bakteri.

    Penambahan Unsur Nitrogen Nitrogen merupakan salah satu bahan yang dapat merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Nitrogen yang yang biasa digunakan adalah amonium fosfat ( ZA ) atau Urea, karena mudah

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 526

    diperoleh dan relatif murah. Menurut Sutarminingsih (2004), penggunaan amonium sulfat sebesar 0,5%, menghasilkan rendemen nata de coco sebesar 70,64% dengan warna putih, penggunaan ekstrak khamir menghasilkan rendemen 64,54% dengan warna kuning, dan penggunaan ZA sebesar 0,3% akan memberikan rendemen yang tinggi yaitu 93,3%. Penambahan konsentrasi ZA dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, namun penambahan yang terlalu tinggi (lebih dari 1% dapat menyebabkan penurunan rendemen dan penurunan derajat putih pada nata yang dihasilkan. Hal tersebut diduga karena konsentrasi yang tertinggi justru akan menurunkan pH medium, yang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan bakteri. Selain itu ion-ion hasil hidrolisanya akan menghasilkan warna gelap.

    Penambahan Unsur Karbon Gula dalam pembuatan nata de coco berfungsi sebagai sumber karbon atau energi. Menurut Pambayun (2002), sumber karbon yang digunakan dapat berupa berbagai jenis gula, misalnya glukosa, sukrosa, maupun maltosa. Adapun jumlah gula yang ditambahkan ke dalam bahan baku adalah adalah sebanyak 2% - 7,5%. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan gula sebesar 2% akan menghasilkan rendemen nata de coco tidak jauh berbeda dengan penambahan 5%. Menurut Sutarminingsih (2004), peningkatan penggunaan gula akan menurunkan tingkat kekerasan nata de coco, namun penggunaan yang terlalu tinggi juga tidak ekonomis. Jenis gula pasir yang digunakan harus yang berwarna putih bersih dan kering.

    Starter (bibit) nata de coco Tersedianya starter yang baik merupakan faktor yang paling penting dalam produksi nata de coco karena kualitas starter sangat menentukan hasil nata de coco yang diperoleh. Pengadaan dan pemeliharaan starter merupakan masalah yang sering dihadapi oleh industri nata de coco skala kecil (di pedesaan) karena harus dilakukan dalam kondisi steril dan dengan perlakuan khusus. Biasanya yang digunakan oleh masyarakat adalah starter yang berasal dari kultur cair Acetobacter xylinum yang telah disimpan selama 3 - 4 hari sejak diinokulasi, pada penyimpanan itu jumlah bakteri akan mencapai maksimal. Secara umum, umur starter untuk produksi minimal 3 hari dan maksimal 12 hari pada penyimpanan suhu kamar atau rata-rata berumur 4 - 6 hari. Jumlah starter yang ditambahkan berkisar antara 10 - 20% dari volume media fermentasi (Alaban, 1961). Starter yang berkualitas baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut ; sehat dan aktif, mempunyai sifat yang sesuai, dapat digunakan dalam jumlah yang rendah, tersedia cukup, bebas kontaminasi, dapat membatasi kemampuannya untuk memproduksi produk

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 527

    akhir karena tujuannya adalah untuk memproduksi sel setinggi-tingginya (Pambayun, 2002). Dan secara visual , pada starter akan muncul lapisan menyerupai nata di permukaan botol. Lapisan ini berwarna putih, permukaan rata, tidak keriput dan tidak bernoda/terkontaminasi sedikit pun.

    Wadah fermentasi Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi sebaiknya digunakan wadah berbentuk segi empat (nampan) dengan tinggi 5 - 10 cm sehingga permukaannya cukup luas. Biasanya wadah yang digunakan berukuran (30 x 20 x 5) cm. Dengan wadah yang demikian, pertukaran oksigen dapat berlangsung dengan baik, mengingat bakteri Acetobacter xylinum bersifat aerob (membutuhkan oksigen).

    Pemeliharaan sanitasi Kerbersihan semua peralatan dan bahan serta lingkungan merupakan syarat mutlak untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Menurut Alaban. (1961), bakteri A. xylinum sangat sensitif terhadap perubahan sifat-sifat fisik dan kimia lingkungannya. Semua peralatan yang digunakan secara langsung dalam proses produksi, misalnya nampan yang digunakan fermentasi dan botol bibit, harus benar-benar berada dalam kondisi bersih dan kering. Setelah dicuci bersih dengan sabun, alat harus dijemur di bawah sinar matahari hingga kering, dan selanjutnya dioles atau dibilas dengan alkohol teknis agar steril. Kontaminasi yang biasanya timbul dan mengganggu pertumbuhan bakteri nata antara lain miselium kapang atau lapisan keriput pada permukaan nata atau adanya perubahan warna cairan menjadi merah (Khak, 1999). Ruangan tempet fermentasi juga harus selalu dibersihkan dan tidak terkena matahari secara langsung. Lingkungan tempat penuangan bibit disetrilkan dengan menyalakan kompor atau lampu speritus pada saat penuangan bibit tersebut dilakukan.

    Kondisi Air Proses produksi nata de coco membutuhkan air dalam jumlah banyak, baik untuk sanitasi peralatan maupun penanganan pasca panen, yang meliputi perendaman, pencucian, dan pembuatan sirup. Khusus untuk pembuatan sirup, air yang digunakan harus jernih dan tidak membentuk endapan sehingga tidak mempengaruhi kenampakan. Apabila air yang tersedia di lingkungan sekitar keruh, harus dilakukan proses penjernihan dengan penyaringan secara bertingkat, yaitu penyaringan melalui lapisan-lapisan sabut, pasir, arang, dan tawas yang ditempatkan dalam bak/drum penampung air.

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 528

    Pasteurisasi/Sterilisasi Pasteurisasi atau sterilisasi dilakukan terhadap nata de coco yang sudah dikemas, yaitu dengan perebusan pada suhu titik didih atau lebih selama 30 menit, dengan tujuan untuk memenuhi bakteri patogen. Pemasukan atau pewadahan nata de coco dalam wadah atau pengemas dilakukan dalam keadaan panas. Di tingkat petani hal ini belum dilakukan, jika dilakukan belum sempurna, menyebabkan cairan air kelapa yang sudah difermentasi tidak jadi karena tercemar oleh mikroba lainnya.

    Produksi dan Kualitas nata de coco Standar kualitas untuk nata de coco hingga saat ini belum ada, Namun secara umum, nata de coco yang dikehendaki adalah yang mempunyai rendemen tinggi, bertekstur agak kenyal namun renyah, berwarna putih bersih, dan berdaya simpan tinggi. Produksi dan kualitas nata de coco yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4. Tabel 2. Rata-rata rendemen dan ketebalan nata de coco Uraian Teknologi Patani Teknologi Anjuran Rendemen (%) Ketebalan ( cm)

    56,612,2

    90,202,5

    Sumber : Data primer hasil analisis TH 2007

    Pada Tabel 2, dapat dilihat, bahwa baik rendeman maupun ketebalan nata de coco lebih tinggi pada teknologi anjuran dari pada teknologi petani. Hal ini disebabkan pada teknologi petani tidak memperhatikan penambahan gula dan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum . Menurut Pambayun ( 2002) bahwa bakteri A. xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Carbn (C) dan Nitrogen (N) melalui proses yang terkontrol. Rasio karbn dan nitrogen (C/N) dalam cairan media yang baik adalah 20 . Demikian pula dengan komponen dan kualitas nata de coco yang dihasilkan, lebih tinggi pada teknologi anjuran dari pada teknologi petani (Tabel 3). Rata-rata total mikroba nata de coco sebelum dikemas pada teknologi petani 4,15 x 102 dan teknologi anjuran 2 x 102 masih sesuai dengan stndar Industri natade coco dalam kemasan yang berlaku (Tabel 3). Kualitas nata de coco selain ditentukan oleh komponen yang dikandung juga dapat ditentukan oleh tingkat penerimaan konsumen.

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 529

    Tabel 3. Hasil analisis komponen dan total mikroba nata de coco Uraian Teknologi Petani Teknologi

    AnjuranKadar air (%) Total Karbohidrat (%) Total Lemak (%) Total Protein (%) Serat (%) Kadar Abu (%)Kalsium (%) Total Mikroba

    74,5824,420,110,010,280,540,006

    4,15 x 102

    80, 02 19,35

    00

    0,230,310,09

    2 x 10 2

    Sumber : Data primer hasil analisis TH 2007

    Hasil uji organoleptik nata de coco, memperlihat bahwa tingkat penerimaan konsumen terhadap warna, bau , rasa dan tekstur untuk teknologi anjuran lebih tinggi dari pada teknologi petani. Dimana nilai rata-rata untuk teknologi anjuran 3,78 4.02 ( suka sangat suka) dan teknologi petani 2,90 - 3.41 (cukup suka suka) (Tabel 4).

    Tabel 4. Rata-rata nilai Organoleptik ( Warna, bau, rasa dan tekstur) nata de coco.

    Uraian Teknologi Petani Teknologi Anjuran Warna BauRasaTekstur

    3,413,242,932,90

    3,863, 78 4,024,02

    Sumber : Data analisis uji organoleptik ( nilai rata-rata dari 20 panelis) Keterangan : 5 (sangat suka ), 4 ( suka), 3 ( cukup suka) 2 ( netral) dan 1 ( tidak suka)

    Analisa Kelayakan Usaha Pembuatan Nata De Coco

    Analisa usaha nata de coco dilakukan dengan cara membuat perhitungan sederhana untuk beberapa biaya seperti pada Tabel 5. Dengan mengetahui besar kecilnya pemasukan dan pengeluaran tersebut, kita dapat menilai apakah usaha tersebut secara finansial layak untuk dikembangkan atau tidak.

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 530

    Tabel 5. Analisis Finansial Pembuatan Nata de Coco Selama Satu Tahun

    No Uraian Harga satuan

    Teknologi Petani

    Teknologi Perbaikan

    A

    B

    C

    D

    E

    F

    Investasi: Sewa ruangan (3x4) ith Rak fermentasi ( 2 x3 x 2) 4 buah Nampan 200 buah Kompor minyak 1 buah Ketel Aluminium 40 ltr 3 buah Ember perendam 5 buah Ember bahan 5 buah Timbangan plastik 1 buah Timbangan elektrik Listrik dan air (12 bln) Total Investasi

    Biaya Tidak tetap Air kelapa 100 ltr x288 hari ZA/Urea (Kg) Gula pasir (kg) Asam cuka 25% (750 ml) Asam sitrat (kg) Natrium Benzoat ( kg) Garam inggeris (kg) Minyak tanah /kayu bakar Biaya tenaga kerja 3 org x 288 hari Total Biaya tak tetap

    Biaya tidak tetap (susut alat)

    Total biaya

    Produksi/penjualan- 16128 kg - 23040 kg

    Keuntungan B/C ratio

    3000000 200000 10000

    125000 75000 50000 50000 50000

    500000 200000

    100 3000 7000

    12000 45000 45000 25000

    2300 10000

    5000 5000

    3000000 800000

    2000000 125000 225000 250000 250000 50000

    500000 2400000

    9.600.000

    2880000- -

    20160000 580000

    ---

    6624000 25920000 56164000

    450000

    66214000

    80640000

    14426000 1,21

    3000000 800000

    2000000 125.000 225000 250000 220000 50000

    500000 2400000

    9.600.000

    2.880.000 864000

    10080000 480000 288000 288000

    720.000 6624000

    25920000 48144000

    450000

    58194000

    115200000

    57060000 2,43

    Sumber : Data primer, perhitungan didasarkan pada harga bahan kotaManado Oktober 2007.

    Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa pada teknologi yang diperbaiki/ anjuran keuntungan yang diperoleh lebih tinggi dari pada teknologi petani. Berdasarkan analisis finansial menunjukkan bahwa usaha nata de coco

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 531

    di tingkat petani baik teknologi petani maupun teknologi anjuran layak diusahakan dimana B/C ratio lebih dari satu yaitu masing-masing 1,21 dan 2, 43. Pendapatan yang diperoleh pada teknologi anjuran dua kali lebih tinggi dari pada teknologi petani.

    Usaha Pengembangan Nata De Coco di Pedesaan Usaha nata de coco di lokasi primatani Desa Ongkaw dilakukan

    secara berkelompok oleh masyarakat, dianjurkan satu kelompok terdiri dari 10 - 15 orang. Diutamakan bagi kelompok masyarakat yang membuat VCO dan berada pada wilayah yang mudah untuk mendapatkan bahan baku air kelapa. Proses pembuatan nata de coco untuk setiap anggota rumah tangga hanya sampai tahap panen dalam bentuk lembaran nata de coco. Proses pengolahan selanjutnya dari lembaran nata de coco sampai pengemasan dilakukan oleh salah satu kelompok. Tujuannya untuk mendapatkan keseragaman mutu produk akhir. Nata de coco dapat disajikan dalam bentuk kemasan sederhana, diantaranya dalam bentuk kemasan plastik dengan ukuran 250 g, 500 g dan 1 kg dan kemasan gelas plastik (cup) baik ukuran kecil maupun yang besar. Efektifnya Pengembangan produk nata de coco perlu wadah permanen, yakni kelompok tani dan unit pengolahannya. Peran petani menyadiakan bahan baku, mengolah dan memasarkan produk yang dihasilkan, dengan bimbingan teknis dan manajemen usaha dari instansi teknis sehingga petani secara bertahap termotivasi mengembangkan usaha dengan pola pikir bisnis komersial. Dalam pemasaran produk perlu dilakukan kemitraan dengan pasar swalayan atau dengan badan usaha lainnya

    KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Nata de coco yang dibuat oleh para petani di pedesaan masih beragam dan kadang kala banyak yang gagal atau tidak berlanjut, disebabkan tidak diperhatikannya faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya nata de coco. Selain itu petani belum terampil dalam membuat bibit nata/starter sehingga kehabisan bibit.

    2. Bahan tambahan yang digunakan seperi gula, ZA/urea sebagai sumber Nitrogen dan karbon belum sesuai dengan anjuran. Sanitasi alat, bahan dan lingkungan kurang terjaga sehingga nata de coco yang dibuat tingkat keberhasilannya hanya sekitar 50 - 60%.

    3. Perbaikan teknologi (teknologi anjuran) baik produksi, kualitas dan tingkat penerimaan konsumen lebih tinggi dari pada teknologi petani dan

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 532

    sudah memenuhi standar SNI nata de coco dalam kemasan dibanding dengan teknologi petani.

    4. Hasil analisis kelayakan usaha (finansial) memperlihatkan bahwa usaha nata de coco layak diusahakan dimana B/C ratio yang diperoleh lebih dari satu, yaitu 1,21 untuk teknologi petani dan 2,43 untuk teknologi anjuran.

    5. Jika teknologi anjuran ini diterapkan oleh industri rumah tangga di pedesaan maka akan diperoleh pendapatan dua kali lipat dari pada teknologi petani yang ada

    6. Supaya usaha nata de coco berkelanjutan, sebaiknya petani atau pengrajin harus mengetahui perbanyakan dan cara mengaktifkan bibit nata de coco.

    DAFTAR PUSTAKA

    AOAC. 1990. Assoc Offic. Anal. Chem., Washington DC.

    Alaban, C. A. 1961. Studies on the optimum conditions for nata de coco bacterium or nata formation in coconut water. Dalam Jurnal of the College Agriculture and Cultural Experimentation. University of The Phillippines (XLV): 490 511.

    Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius Yokyakarta

    Layuk, P. M. Lintang, dan G.H. Yoseph 2007. Pengaruh lama penyimpanan air kelapa terhadap produksi dan kualitas nata de coco. Makalah belum dipublikasikan.

    Khak, 1999. Teknologi Produksi Nata de Coco (sari air kelapa) dalam Makalah Pelatihan program Pengembangan Budaya Kewirausahaan di perguruan tinggi. Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.

    Sutarminingsih, L. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Kanisius Yogyakarta.

    Soekartawi. 1995. Analisa Usahatani. UI-Press. Jakarta

  • Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara

    Perbaikan teknologi pengolahan nata de coco di tingkat petani 533

    Soekarto, T. S. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bratara Aksara. Jakarta

    Kiswanto Y. Dan S. Satyanto, 2004. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Air Kelapa Terhadap Produksi Nata De Coco.