Perawatan Paliatif Dalam Kedokteran Keluarga (Revisi)

download Perawatan Paliatif Dalam Kedokteran Keluarga (Revisi)

of 32

description

Dokter Keluarga

Transcript of Perawatan Paliatif Dalam Kedokteran Keluarga (Revisi)

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIORFAMILY MEDICINE

PERAWATAN PALIATIF DALAM KEDOKTERAN KELUARGA

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Oleh:ARINDA CALVINE SANTOSO, S.Ked1307101030027

BAGIAN FAMILY MEDICINEFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM BANDA ACEH AGUSTUS 2015

1. Latar Belakang

Salah satu masalah kesehatan utama dewasa ini adalah meningkatnya jumlah penderita kanker yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Oleh karena itu, diskusi mengenaiend of live care(akhir hidup pasien) menjadi sangat penting. Beberapa tahun terakhir terjadi kemajuan pada perawatan akhir pasien, khususnya pada pasien- pasien dengan kanker. Perawatan akhir hayat tersebut diharapkan bisa memberikan kenyamanan secara fisik, mental , emosional dan dukungan sosial pada pasien- pasien yang berada pada tahap lanjut. Dukungan pada pasien-pasien ini dinilai merupakan suatu komponen yang sangat panting untuk meningkatkan kualitas hidup dan keperdulian sosial terhadap mereka. Pertanyaan yang paling menggelitik adalah tugas perawatan akhir pasien ini menjadi tanggung jawab siapa? Apakah Dokter Onkologi di rumah sakit? Apakah Dokter Layanan Primer? atau malah diserahkan pada paramedik? Pengalaman yang pernah ditemui dimana ada seorang pasien yang terdiagnosis kanker usia 70 tahun sudah tidak dapat dioperasi lagi, ketika rumah sakit sudah tidak melakukan tindakan medis apapun, akhirnya lebih banyak menghubungi dokter keluarga untuk perawatan ini hingga kematian menjemput mereka. Rata-rata pasien seperti ini akhirnya dirawat di rumah. 1Selama ini peran dokter keluarga didalam pelayananpalliative caremasih dianggap terlalu kecil bahkan dokter layanan primer sering mengganggap tidak punya peran yang cukup besar /do nothing, padahal sebenarnya mereka sudah melakukan banyak hal /do everything. Di Inggris sejak tahun 2000 telah dikembangkan pelayananpaliatif caredi dokter layanan primer. Disana Dokter Keluarga yang disebutGeneral Practitionerspunya daftar pasien-pasien yang berada di akhir kehidupan. (2,4)Dokter keluarga memegang peranan yang penting dalam perawatan akhir pasien. Apalagi di Indonesia, seorang dokter masih dianggap sebagai suatu profesi yang mulia dan dihormati sehingga tak jarang diikutsertakan kedalam masalah-masalah keluarga, misalnya: dalam menentukan siapa wali dari pasien atau setelah meninggal mungkin dalam pembagian hak waris, dan masih banyak lagi. Hal tersebut tentunya sangatlah sulit dihindari. 5Sebagai dokter keluarga, dokter berkewajiban menjagaquality of careselama akhir hidup pasien dengan harapan pasien bisa mendapatkanquality of dead(Kematian yang indah). Dimana harapan pasien setelah kematian dia bisa tenang dan tidak meninggalkan masalah-masalah baru. Dalam sebuah peneliatian di US disebutkan bahwa berdiskusi dengan pasien tentangend of live caremerupakan tanggung jawab profesional dokter. Dengan diskusi ini mereka menganggap mereka bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk pasien. 6

II. Tinjauan Pustaka2.1Kedokteran KeluargaDokter keluarga adalah dokter yang terutama bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada setiap individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan jika diperlukan. Dokter keluarga merawat individu dalam konteks di keluarga, dan keluarga dalam konteks di masyarakat, tanpa memandang ras, kultur, atau kelas sosial. Dokter keluarga secara klinis berkompeten untuk menyediakan pelayanan yang lebih, dengan mempertimbangkan latar belakang budaya, sosial ekonomi dan psikologis. Sebagai tambahan, dokter keluarga secara personal bertanggung jawab untuk pelayanan yang komprehensif dan kontinyu kepada pasiennya. Dokter keluarga menjalankan profesionalitasnya dengan menyediakan perawatan kepada pasien atau melalui pelayanan yang lain sesuai kebutuhan kesehatan dan sumber yang tersedia. 2Banyak negara, terutama negara maju, telah menjadikan dokter praktik umum sebagai pemberi pelayanan lini terdepan. Misalnya huisarts di Belanda, hausartz di Jerman, GPs (general practitioners) di negara Commonwealth seperti Inggris, Singapura dan Australia serta family physician di Amerika. Beberapa dasawarsa yang lalu terbentuk WONCA, yaitu organisasi federasi perkumpulan dokter keluarga sedunia yang didukung WHO. WHO menganjurkan agar dokter keluarga merupakan pemberi pelayanan kesehatan utama di tingkat pelayanan kesehatan strata primer. WHO juga mencanangkan konsep Five Star Doctor sesuai konsepdokter keluarga yang mencakup kompetensi dokter untuk mampu bertindak sebagai:31. Care provider2. Decision maker3. Communicator/educator4. Community leader5. ManagerSejauh ini, berbagai kebijakan dalam bidang kesehatan di Indonesia seperti SKN telah menetapkan dokter keluarga sebagai pemberi pelayanan dokter strata pertama karena pembangunan kesehatan dikaitkan dengan pembangunan keluarga. Juga karena keluarga merupakan unit terkecil masyarakat yang sangat penting fungsinya dan strategis sekali dalam pembangunan sosial. Dalam SKN tahun 2004 disebutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan individu menerapkan konsep dokter keluarga kecuali di daerah yang sangat terpencil yang masih dipadukan dengan pelayanan puskesmas. Hal itu juga sudah dituangkan dalam Peraturan Presiden No 27/2005 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009) Bab 28, D point 4: Program upaya kesehatan perorangan (individu) yang harus dilakukan ialah pengembangan pelayanan dokter keluarga. Selain itu, terdapat pula perubahan konotasi sesuai UU 40/2004/UU SJSN: Sejalan dengan pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan, pemerintah tidak lagi menyelenggarakan pelayanan kesehatan individu melalui puskesmas. 4Kebutuhan masyarakat dari sistem pelayanan kesehatan telah disampaikan diWHO-WONCA Working Paper, Making Medical Practice and Education More Relevant to Peoples Needs: The Contribution of the Family Doctor, kemudian dari hasil konferensi Ontario, Kanada tahun 1994 dan WHO Eropa pada tahun 1998 membuat Framework for Development of FP/GP.Kedokteran keluarga dengan kompetensi intinya dapat membantu sistem kesehatan dalam memenuhi kebutuhan orang untuk:31. Menyelesaikan masalah kesehatan umum2. Meningkatkan akses untuk pelayanan dan keadilan3. Mengintegrasikan prevensi dan pelayanan, fisik dan psikologi, penyakit akut dan kronis4. Pelayanan kolaborasi dan koordinasi dengan tim pelayanan kesehatan lebih efisien dan efektifitas biaya5. Pelayanan integrasi individu, keluarga dan komunitas6. Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter Keluarga Dunia yaituWorld Organization of National Colleges, Academies and Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician(WONCA) telah merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisanMaking Medical Practice and Education More Relevant to Peoples Needs: The Role of Family Doctor.7. Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi, menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia sepatutnya diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter komunitas atau dokter Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi pelayanan dokter keluarga.8. Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan MasyarakatKedokteran keluarga sebagai jembatan dan bukan solusi. Pada tahun 1994Conference Paperdi Ontario, Kanada menyatakan Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, perubahan mendasar harus terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan, dalam profesi kedokteran dan dalam sekolah kedokteran dan institusi pendidikan lainnya. Dokter keluarga harus memiliki peran sentral dalam pencapaian kualitas, efektifitas biaya dan keadilan dalam sistem pelayanan kesehatan. Dokter keluarga adalah jembatan yang baik antara pelayanan rumah sakit dengan kesehatan masyarakat.3

2.2 Karakteristik Dokter KeluargaKarakteristik dari disiplin kedokteran keluarga adalah sebagai berikut: 5 Biasanya kontak pertama dengan sistem pelayan kesehatan yang melayani akses terbuka dan tidak terbatas untuk pasien, berurusan dengan semua masalah kesehatan terlepas dari umur, jenis kelamin atau karakteristik lain dari orang yang bersangkutan Membuat efisien penggunaan sumber daya kesehatan dengan pelayanan koordinatif, bekerja sama dengan profesional lainnya dalam layanan primer dan dengan mengelola komunikasi dengan spesialis, berperan memberikan advokasi kepada pasien jika diperlukan. Melakukan pendekatanpersoncentreddan berorientasi kepada individu dan keluarganya, dan komunitasnya Mempunyai proseskonsultasi yang berbeda, dimana dikembangkan hubungan dari waktu ke waktu, melalui komunikasi efektif antara dokter-pasien. Bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan berkesinambungan yang longitudinal yang sesuai kebutuhan pasien Dalam pengambilan keputusan berdasarkan prevalensi dan insidensi penyakit dalam komunitas Mengelola penyakit secara simultan baik akut maupun masalah kesehatan yang kronis pada pasien Mengelola penyakit yang memberikan gejalaundifferentiatedpada tahap awal perkembangannya, yang membutuhkan intervensi secepatnya Promosi kesehatan dan kesejahteraan dengan intervensi yang tepat dan efektif Memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat Siap dengan masalah kesehatan pasien dalam dimensi fisik, psikologis, sosial, kultural dan eksistensial .

2.3 Kompetisi Dokter Keluarga Dalam penerapan SPDK, seorang Dokter Keluarga (DK) yang sejatinya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang kewenangan praktiknya sebatas pelayanan primer harus menggunakan prinsip pelayanan dokter keluarga yang terdiri atas sembilan butir yaitu:61. Menyelenggarakan pelayanan komprehensif dengan pendekatan holistik2. Menyelengarakan pelayanan yang bersinambung (kontinu) 3. Menyelenggarakan pelayanan yang mengutamakan pencegahan4. Menyelenggarakan pelayanan yang bersifat koordinatif dan kolaboratif5. Menyelenggarakan pelayanan personal (individual) sebagai bagian integral dari keluarganya6. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan 7. Menjunjung tinggi etika, moral dan hukum8. Menyelenggarakan pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu9. Menyelenggarakan pelayanan yang dapat diaudit dan dipertangungjawabkan

EURACT membagi dalam 6 kompetensi inti kedokteran keluarga, dengan aspek utama adalah sebagai berikut: 5 Primary care management: kemampuan untuk memanajemen kontak pertama dengan pasien; melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pelayanan primer dan spesialis; menguasai kondisi kesehatan secara keseluruhan;menguasai perawatan yang sesuai dan penggunaan sumber daya yang efektif; pemberian pelayanan kesehatan yang sesuai kepada pasien dalam system kesehatan; mampu menjadipendamping pasien. Person-centred care: kemampuan untuk menciptakan hubungan baik dokter-pasien, dan mampu mengembangkan pendekatanpatient-centreddalam menghadapi permasalahan kesehatan pasien, mampu mengaplikasikan model konsultasi yang bersifatpatient-centred, berkomunikasi dan bertindak dalam hubungan dokter-pasien ; dapat memberikan prioritas dalam komunikasi dan hubungan dokter pasien ; menyediakan perawatan kesehatan yang kontinue Specific problem solving: kemampuan untuk menghubungkan pembuatan keputusan yang spesifik sesuai dengan prevalensi dan insidensi kasus dalam komunitas; membuat efektifdan efisien penggunaan intervensi diagnostik dan terapeutik;dapat mengumpulkan, menginterpretasi dan menyimpulkan informasi dari anamnesis,pemeriksaan fisik dan tambahan kemudian mengaplikasikan dalam rencana medis kepada pasien; menyadari ketidaksesuaian data, investigasi, toleransi dan waktu; dapat memberikan intervensi yang urgen bila dibutuhkan; memanajemen kondisi yang tidak menentu . Comprehensive approach: untuk memanajemen bermacam keluhan yang bersifat akut maupun kronis pada seorang individu; memberikan pelayanan promotif dan preventif; mampu mengkoordinasikan berbagai elemen perawatan preventif, kuratif, rehabilitative pada pasien Community orientation:kemampuan untuk merekonsialisasikan kebutuhan kesehatan individu pasien dan masyarakat secara seimbang dengan memanfaatkan sumber daya yang ada Holistic approach; kemampuan untuk menggunakan model pendekatan bio-psiko-sosial dalam dimensi kultural dan eksistensial.

2.4 Perawatan PaliatifBerdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,stroke, Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.7Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik,, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. 8Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 5 (lima) ibu kota propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien, jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif juga masih terbatas. Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif. 7

a. PengertianPerawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. 7Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. Dimensi dari kualitas hidup. Dimensi dari kualitas hidup yaitu gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas), kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri, fungsi dalam bekerja. Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif. Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri. Sarana (fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara medis bagi masyarakat. (7,9)

b. Penyakit TerminalPenyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. 10

c. Tujuan dan Sasaran Kebijakan Tujuan umum kebijakan palliative sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya adalah terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh Indonesia, tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif, tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih, tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif adalah seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia. Untuk pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya. Sedangkan Institusi-institusi terkait, misalnya:sDinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota, Rumah Sakit pemerintah dan swasta, Puskesmas, Rumah perawatan/hospis, Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain. (7,8)

d. Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social, dukungan kultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement) rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan /rawat rumah. 7

e. Kebutuhan Anak yang Terminal Pertama, komunikasi, dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi atau berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua karena dengan orang tua mengajak anak berkomunikasi /berbicara anak merasa bahhwa ia tidak sendiri dan ia merasa ditemani. Kedua, memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi penyakit tersebut. Ketiga, berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau ikut berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat, Keempat, sosial suport meningkatkan koping. 10

f. Menjelaskan Kematian pada AnakKebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur merupakan strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar tingkat kematangan anak dalam mengartikan kematian. Pada anak pra sekolah ,anak mengartikan kematian sebagai : kematian adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak inap, rawat jalan, dan kunjungan /rawat rumah. 7Kebanyakan anak- anak( anak yang menderita penyakit terminal ) membutuhkan keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di tinggalkan. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife dan simpati, mendukunng apa yang anak rasakan. (7,10)

g. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan`Paliatif Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif: pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif melalui, komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien. Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif. 7Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama. Resusitasi/ Tidak resusitasi pada pasien paliatif. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif..Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut. 9Perawatan pasien paliatif di ICU: Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-supporting. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif: Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara. 7

h. Dukungan Dukungan sangat diperlukan dan sangat dibutukan oleh anak yang mengidap penyakit terminal, siapa saja yang terlibat harus mendukung disini yaitu orang tua, teman- teman , orang tua yang lainnya (kakek,nenek, tante,paman), dan grife suport group. 8

i. Sumber Daya Manusia Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan, keluarga relawan. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat. Pelatihan dilaksanakan dengan modul pelatihan . Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis. Pelatih dalam pelatihan adalah Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran. Dalam pelatihan ini Sertifikasi dikeluarkan dari Departemen Kesehatan Pusat Pelatihan dan Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan. 7

j. Tempat dan Organisasi Perawatan Paliatif Tempat perawatan paliatif yaitu Rumah sakit , Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan. Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh keluarga. (8,9)Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana kesehatannya adalah : Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan kelas B non pendidikan. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B Pendidikan dan kelas A. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan melibatkan semua unsur terkait. 7

k. Pembinaan dan Pengawasan Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang dengan melibatkan perhimpunan profesi/keseminatan terkait. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif diperlukan pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan., pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan/Continuing Professional Development untuk perawatan paliatif (SDM) untuk jumlah, jenis dan kualitas pelayanan, menjalankan program keselamatan pasien/patient safety. Pendanaan yang diperlukan untuk perawatan Palliative adalah Pengembangan sarana dan prasarana, Peningkatan kualitas SDM/pelatihan, Pembinaan dan pengawasan, Peningkatan mutu pelayanan. Sumber pendanaan dapat dibebankan pada APBN/APBD dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat. Untuk perawatan pasien miskin dan PNS dapat dimasukan dalam skema Askeskin dan Askes. 7

l. Prinsip dari Keperawatan PaliatifMenghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan keluarga pasien, Dukungan untuk caregiver, Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet, Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care, Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan 11

m. Peran Spiritual dalam Perawatan PaliatifBeberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan. Studi pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah menunjukkan insiden tinggi depresi dan gangguan mental lainnya. Dimensi lain adalah bahwa tingkat depresi adalah sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan hilangnya fungsi agunan. Sumber depresi seperti sering berbaring dalam isu-isu yang berkaitan dengan spiritualitas dan agama. Pasien di bawah perawatan paliatif dan dalam keadaan seperti itu sering mempunyai keprihatinan rohani yang berkaitan dengan kondisi mereka dan mendekati kematian. 11Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasa bergumul dengan isu-isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dengan orang tua dan mereka yang menghadapi kematian yang akan datang. Kekhawatiran semacam itu telah diamati bahkan pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit untuk serius tetapi non-terminal penyakit. Studi lain telah menunjukkan bahwa persentase yang tinggi dari pasien di atas usia 60 menemukan hiburan dalam agama yang memberi mereka kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi, sampai batas tertentu, dengan kehidupan. Kekhawatiran di sakit parah mengasumsikan berbagai bentuk seperti hubungan seseorang dengan Allah, takut akan neraka dan perasaan ditinggalkan oleh komunitas keagamaan mereka. Sering menghormati dan memvalidasi individu dorongan agama dan keyakinan adalah setengah pertempuran ke arah menyiapkan mereka untuk suatu 'baik' kematian (6,11)

2.5Pelayanan Paliatif pada Kedokteran KeluargaMayoritas pasien denganend live caremerasa mereka ingin berdiskusi tentang akhir kehidupan mereka dan mereka juga menginginkan diskusi yang lebih awal sebelum jatuh ke dalam kondisi yang kurang baik sehingga sudah tidak bisa berpikir dengan logis. Namun, tenaga kesehatan kadang masih merasa enggan untuk berdiskusi dalam waktu yang masih dini takut merusak harapan mereka. Di US pasien berhak menentukan nasibnya sendiri dan diatur dengan Undang-Undang, dimana professional kesehatan wajib memberikan informasi mengenai penyakitnya sehingga pasien bisa mengambil keputusan. 7Tantangan kita adalah bagaimana kita mulai melakukan diskusiend of live care. Kita harus bisa menentukan waktu yang tepat untuk itu. Diskusiend of live caremerupakan hak dari pasien namun demikian kita juga harus menghormati jika pasien enggan untuk berdiskusi. Kita harus bisa menjelaskan kondisi pasien tetap memberikan dorongan hidup tapi tidak memberikan harapan palsu. Tantangan kadang kala datang dari keluarga pasien menolak diskusi yang beralasan untuk menghindarkan orang yang dicintainya dari percakapan yang kurang menyenangkan. Bahkan di masyarakat seringkali penyakit yang diderita pasien disembunyikan oleh keluarganya padahal dengan demikian sama saja merenggut hak pasien untuk melakukan hal-hal yang ingin dia lakukan di akhir kehidupannya ataupun mengutarakan harapan-harapannya diamana waktu yang tersisa akan sangat berharga. Komunikasiend of live carepada bulan-bulan terakhir pasien sangatlah penting dan berharga. Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan kanker membahas pilihan terapi mereka sejak dini ternyata bisa mengurangi tingkat stress mereka. Beberapa study menunjukkan bahwa mereka lebih memilih jujur dan terbuka dan mendiskusikanend of live care. Dalam diskusi ini sangatlah penting pasien mengambil keputusan dan hendaknya bisa didokumentasikan misalnya seperti menunjuk wali siapa yang berhak mengambil keputusan akan dirinya apabila sudah jatuh dalam kondisi koma ini yang biasanya kita sebutadvance directive. 12Sebagai Dokter Keluarga tentunya sudah tau posisi kita ada dimana, dimana kita diharapkan memandang individu sebagai suatu kesatuan bio-psiko- sosial kultural, bahkan dalam kondisi ini sudut pandang secara spiritual juga menjadi sangatlah penting. Keluarga bisa menangani keluhan-keluhan secara fisik yang mungkin muncul pasien hendaknya dibuat merasa nyaman walaupun dia sakit. (8,10)Secara Psikologis pasien pasien dalam kondisi seperti ini sangat membutuhkan dukungan secara, salah satunya dengan cara berdiskusi dan bersedia mendengarkan. Cobalah untuk memberikan kesempatan pasien untuk bisa mengespresikan ketakutan dan kekawatiran tentang kematian, bagaimana dia akan meninggalkan keluarga yang dicintanya jadi bersikaplah untuk mendengar. Begitu pula dengan dukungan sosial dan spiritual misalnya dorong pasien untuk berdoa sesuai dengan keyakinannya dan tanyakan apakah ada sesuatu yang bisa anda lakukan. 11Dukungan sosial pada keluarga juga sangatlah penting karena merawat orang sakit menyebabkan kelelahan secara fisik dan emosional menyebabkan stess, depresi dan kecemasan. Setelah melihat fakta-fakta tersebut diatas kita bisa melihat peran Dokter Keluarga dalam perawatan akhir pasien ini. Tentunya peran aktif dalam proses ini sangatlah diperlukan sebagai wujud tanggung jawab professional kita khusunya sebagai Dokter Keluarga yang diharapkan sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan. 10

2.6Pedoman Kurikulum yang Direkomendasikan untuk Pelayanan Paliatif Kedokteran Keluarga Merawat pasien yang sekarat tidak terlepas dari upaya kita sebagai dokter untuk memperbaiki kehidupan pasien . Angka-angka pasien yang menua semakin besar bersama dengan kemajuan teknologi membuatnya sangat penting untuk meningkatkan dan memperbaiki perawatan paliatif pada akhir kehidupan.13Salah satu misi pengobatan yang paling penting adalah untuk memungkinkan pasien yang sakit parah untuk mati dengan martabat, kenyamanan, dan kontrol sebaik mungkin. Menyadari bahwa pengobatan paliatif difokuskan pada menghilangkan dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien untuk mereka yang tidak bisa lagi di berikan terapi, masih ada sejumlah besar perawatan dan dukungan yang dapat dan harus disediakan untuk pasien dan keluarga mereka. Banyak dari prinsip yang terkandung dalam kedokteran keluarga sangat penting dalam perawatan pasien sekarat. Pendekatan holistik untuk fisik dan psikososial kesejahteraan pasien, fokus pada keluarga, kontinuitas perawatan, dan penekanan pada kualitas hidup, empat prinsip penting yang membuat dokter keluarga cocok untuk merawat sakit yang parah. 14,15

a. Kompetensi Dokter Keluarga dalam Perawatan PaliatifMenurut American Academy of Family Physicians (AAFP) Kompetensi Dokter Keluarga dalam Perawatan Paliatif adalah sebagai berikut : 131. Mampu meng identifikasi rencana perawatan untuk pasien yang sakit parah, yang didasarkan pada penilaian interdisipliner yang komprehensif dari pasien dan keluarga mengungkapkan nilai-nilai, tujuan dan kebutuhan, dan dapat berkomunikasi secara efektif rencana untuk pasien dan keluarga. (Perawatan Pasien, Pengetahuan Medis, Interpersonal dan Komunikasi)2. Mampu mengenali bahwa kualitas hidup adalah apa yang didefinisikan oleh pasien dan bukan oleh dokter. (Perawatan Pasien, Interpersonal dan Komunikasi Keterampilan, pembelajaran Praktik berbasis dan Peningkatan, Profesionalisme)3. Mampu mengidentifikasi pembuat keputusan utama ketika pasien tidak mampu untuk berkomunikasi dan / atau membuat keputusan medis, dan menyadari masalah etika dan hukum yang preferensi sakit parah dan pilihan mungkin didasarkan pada dan / atau terbatas pada pasien. (Praktek berbasis Belajar dan Peningkatan, Interpersonal dan Keterampilan Komunikasi, Praktek Sistem berbasis, Profesionalisme)4. Mampu memfasilitasi otonomi pasien, akses informasi, serta pilihan, dan dapat memberikan perawatan paliatif di seluruh kontinum penyakit sambil menanggapi kebutuhan fisik, emosional, sosial, dan spiritual. (Perawatan Pasien, Pengetahuan Medis, Interpersonal dan Komunikasi Keterampilan, Profesionalisme)5. Kenali tanda dan gejala, serta mengantisipasi kebutuhan, pasien waktu dekat sekarat. (Pengetahuan Medis, Perawatan Pasien. Interpersonal dan Komunikasi Keterampilan)6. Menunjukkan pengakuan sistematis, penilaian, dan pengelolaan sindrom nyeri memanfaatkan kedokteran berbasis bukti. Ini harus mencakup baik farmakologis (opiat dan non-opiat) dan perawatan non-farmakologis dan efek samping yang mungkin. (Perawatan Pasien, Pengetahuan Medis, Praktek berbasis Belajar dan Peningkatan)

b. Sikap Dokter Keluarga dalam Perawatan Paliatif Dokter Keluarga dalam Perawatan Paliatif dituntut untuk memiliki sikap sebagai berikut: 151. Kemampuan untuk penuh kasih dan empati menyampaikan berita buruk.2. Pemahaman tentang masalah psikososial dan dinamika keluarga yang mempengaruhi pasien yang sakit parah.3. Pemahaman tentang isu-isu spiritual dan agama mempengaruhi pasien sakit parah serta anggota keluarga.4. Sebuah sehubungan dengan kepercayaan budaya dan kebiasaan pasien dan keluarga dalam konteks kematian dan sekarat.5. Pemahaman tentang kebutuhan pasien sekarat untuk perawatan paliatif, nyeri, kontrol, dan martabat.6. Pemahaman tentang isu-isu khusus yang terkait dengan anak-anak, baik sebagai tersembuhkan pasien sakit atau sebagai anggota keluarga dari pasien yang sakit parah.7. Pemahaman tentang proses berkabung untuk pasien sekarat dan anggota keluarga selama kontinum penyakit dan setelah kematian.

c. Pengetahuan Dokter Keluarga dalam Perawatan PaliatifDalam pengaturan yang sesuai, dokter keluarga harus menunjukkan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan 14,15:1. Paliatif dan End of Life Carea. Misi Meningkatkan kualitas hidup Meringankan penderitaan Otonomi pasien Perawatan yang Berpusat Pasien-keluarga 1) 8 Domain Kualitas Hospice dan Perawatan Paliatifa) Struktur dan proses perawatanb) Aspek fisik dari perawatanc) Aspek psikososial dan psikiatris perawatand) Aspek sosial perawatane) Spiritual, agama, dan eksistensial aspek perawatanf) Aspek budaya perawatang) Perawatan pasien sekarat waktu dekath) Aspek Etika dan hukum 2) Konsep total nyeri, termasuk spiritual, fisik, dan komponen eksistensial3) Transisi dari perawatan paliatif untuk perawatan rumah sakit 2. Peran tim Hospicea) Dokteri. Identifikasi pasien yang tepat untuk perawatan rumah sakit1. Kanker terkait2. nonkanker terkait paru Kardiovaskular Neurologis Infeksi Hati Ginjalii. Proses rujukan dan kriteriaiii. Asuransi dan Medicare cakupan di berbagai pengaturanb. Perawatc. Keluargad. Apotekere. Pembantu rumah perawatan kesehatanf. Pekerja sosialg. Relawan3. Prognostika. Akurasi prognosisb.Karnofsky Indeksc. Skala ECOGd. Paliatif Skala prognosis4. Kontrol Nyeria. Opiat (reaksi panjang dan pendek)b. Konversi opiat (tabel equianalgesic)c. Nonopiatesd. Kecanduan, pembiasaan, dan ketergantungane. Dosis awal dan penyelamatanf. Pengobatan komplementer dan alternatifg. Langkah-langkah pengendalian nyeri non-farmakologish. Efek samping dari tindakan pengendalian nyeri5. Penyebab dan pengobatan gejala non-nyeria. Mualb. Sesak napasc. Kehilangan selera makand. Muntahe. Insomniaf. Depresig. Kegelisahanh. Batuki. Sembelitj. Diarek. Xerostomial. Sekresim. Kejangn. Inkontinensiao. Encopresis 6. Nutrisi dan hidrasi dalam sakit parah a. Makanan buatanb. Cairan intravenac. Makan dan cairan witholding7.Lokasi Perawatana. Gawat daruratb. Rawat Inapc. Rawat Jaland. Fasilitas perawatan diperpanjange. Rumah8. Data terkait untuk end of life care di Amerika Serikata. Populasi Lansia b. Kebanyakan penyakit kronis umumc. Penyebab paling umum kematian berdasarkan usiad. Biaya perawatan untuk sakit parah di berbagai pengaturane. Dimana orang meninggal (rumah vs di rumah sakit)9. Proses berkabunga. Reaksi kesedihan yang normalb. Mengidentifikasi / membedakan karakteristik dari proses berduka disfungsional, termasuk depresi, kecemasan, rasa bersalah, penyalahgunaan zat, dan hubungan yang didamaikan10. Masalah Legala. Kompetensi pasienb. Arahan langsungc. Permintaan tidak di resusitsid. Durable Power of Attorney untuk perawatan kesehatane. Harapan Hidup f. Perencanaan untuk pasien dan keluargag. Dukungan kehidupanh. Pernyataan kematiani. Penyelesaian sertifikat kematian d. Keterampilan Dokter Keluarga dalam Perawatan PaliatifDalam pengaturan yang sesuai dokter keluarga harus menunjukkan kemampuan untuk mandiri dalam melakukan atau tepat merujuk 131. Melakukan penilaian fisik yang akurat, dengan memperhatikan temuan umum pasien sakit parah2. Memfasilitasi pertemuan keluarga menggunakan kata-kata yang tepat dan mempertanyakan dan memahami dampak dari proses ini pada pasien dan keluarga3. Menyesuaikan dengan peraturan yang berkaitan dengan penggunaan zat yang dikendalikan pada pasien yang sakit parah dan perawatan rumah sakit di luar4. Mengembangkan rejimen analgesik awal dan berkelanjutan untuk menyertakan penggunaan dosis morfin-setara dan setara narkotika lainnya5. Efektif menggunakan rute alternatif analgesiaa. Melalui duburb. Topikal (misalnya, krim, gel, patch)c. Nasald. Subkutane. Sublingual6. Rujuk ke layanan sosial yang tersedia untuk kedua pasien dan keluarga7. Efektif menasihati keluarga dan lain-lain selama proses berkabung8. Membantu keluarga dalam memberikan perawatan diri, dan mencari dukungan ketika pasien meninggal

2.7Pelayanan Paliatif Dokter Keluarga Berkaitan dengan BPJS IndonesiaPenanganan pasien kanker, khususnya pada pasien anak, di Indonesia hingga saat ini masih diliputi banyak persoalan. Mulai dari penemuan kasus, pengobatan hingga layanan medisnya.Menurut Trevino A. Pakasi dari Divisi Kedokteran Keluarga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia persoalan yang kompleks itu bisa dipangkas dari berbagai sisi. Pertama yang penting adalah menemukan kasus sedini mungkin, agar diterapi pada fase awal dan bisa sembuh. Cara ini menurut Trevino lebih efektif daripada sekadar mencari penyebab kenapa anak mengidap kanker.Untuk menemukan kasus secara dini ini diperlukan peran dokter layanan primer dengan kemampuan yang memadai. Dalam hal ini adalah para dokter di tingkat Puskesmas. Mereka inilah yang menemukan sejak awal, memberi rujukan ke rumah sakit saattreatment. Termasuk didalamnya mengkomunikasikannya pada pasien dan keluarga.Kemudian, jika pasien pulang ke rumah setelah penanganan dan mengalami efek samping, dokter keluarga juga harus bisa menangani. Sehingga pasien tidak harus ke rumah sakit lagi untuk efek samping pengobatan ini.16Tak hanya sampai menangani, para dokter puskesmas atau dokter keluarga ini diharapkan juga bisa menangani rehabilitasi pasien, bahkan juga terapi paliatif. Terminologi dokter keluarga ini memang belum menjadi isu nasional dan masih dibicarakan dalam diskusi-diskusi. Intinya adalah menyediakan dokter yang sudah diedukasi lebih lanjut untuk jadi dokter layanan primer, termasuk saat menangani pasien kanker. 17Karena kanker di masyarakat kita punya stigma yang pasti dianggapbad news, kemampuan mengkomunikasikan ini yang harus dikuasai dokter se tiap pasien berhak atas layanan pencegahan hingga rehabilitasi atau paliatif. Apalagi kini ada Badan Pelayanan Jamunan Sosial (BPJS) Kesehatan. Jika dulu hanya yang punya uang bisa mendapat akses kesehatan. Semestinya sekarang dengan sistem ini semua bisa dikover .Idealnya dengan sistem baru ini tidak lantas akan memunculkan anggapan beban para dokter jadi bertambah. Masalahnya anggapan muncul karena selama ini pelayanan konprehensif tidak dilakukan.Dengan pembatasan jumlah pasien, jumlah kapitasi atau metode pembayaran layanan kesehatan dengan jumlah tetap per pasien, dan penambahan jumlah pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas akan membuat tenaga medis merasa jam kerjanya tidak bertambah.16

III. Kesimpulan

Perawatan Palliative adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah menyerah dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. Agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan.Akhir dari hidup adalah salah satu saat yang paling penting dalam hubungan dokter-pasien. Obat paliatif dapat dikombinasikan dengan perawatan atau modalitas lain dengan tujuan terapi, atau mungkin menjadi fokus lengkap seperti dalam perawatan rumah sakit. Seorang dokter keluarga menyediakan dan mengkoordinasikan rumah sakit atau perawatan tim lain untuk pasien sekarat dan dapat meringankan gejala fisik dan memberikan dukungan sosial, emosional, dan spiritual. Waktu dan perawatan seputar kematian orang yang dicintai dapat memiliki dampak yang berlangsung seumur hidup. Edukasi yang sesuai dan pengalaman dalam perawatan paliatif tidak hanya akan memberikan pengetahuan yang diperlukan untuk membantu rasa sakit dan penderitaan kemudahan, tetapi juga akan menginspirasi dokter keluarga untuk berpartisipasi dalam kelangsungan akhir perawatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Witjaksono, Maria. Hospis: Rumah bagi Pasien Stadium Terminal. CDK-210/ vol. 40 no. 11 ; 20132. Danasari. 2008.Standar Kompetensi Dokter Keluarga. PDKI : Jakarta3. WHO-WONCA. Making medical practice and education more relevant to peoples needs: the contribution of the family doctor, 1998.4. Lubis, Firman. Dokter Keluarga Sebagai Tulang Punggung dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. Maj Kedokteran Indonesia, Volume: 58, Nomor: 2, Pebruari 20085. Qomariah. 2000.Sekilas Kedokteran Keluarga.FK-Yarsi : Jakarta6. Wonodirekso, Sugito. Sistem Pelayanan Dokter Keluarga Meningkatkan Kadar Kesejawatan dan Profesionalisme. Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor: 1, Januari 20097. KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia 8. Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford Medical Publications (OUP) 3 rd edn 2003 9. Nur ,Cemy. Palliative Care pada Penderita Penyakit Terminal. GASTER, Vol. 7 No. 1; 201010. White,PG,2002 , Word Hospice Palliative Care The Loss of Child Day, Pediatric Heart Network, www.hospiceinternational.com, diambil pada tanggal 12 januari 201011. Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed. New York, NY: Oxford University Press 12. Booth S, Edmonds P, Kendall M. Palliative Care in the Acute Hospital Setting. New York, NY: Oxford University Press; 2010. 13. American Academy of Family Physicians (AAFP), the Association of Departments of Family Medicine (ADFM), the Association of Family Medicine Residency Directors (AFMRD), and the Society of Teachers of Family Medicine (STFM).Palliative and End-of-Life Care.; 2011. 14. American Academy of Hospice and Palliative Medicine. Primer of Palliative Care. 5th ed. Glenview, Il: AAHPM; 2010. 15. Meier D, Isaacs SL, Hughes RG, eds. Palliative Care: Transforming the Care of Serious Illness. San Francisco, Ca: Jossey-Bass; 2010.16. http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20140820154451-255-1505/dokter-keluarga-dan-bpjs-bisa-ringankan-pasien-kanker/ diakses pada tanggal 4 Agustus 201517. Lynn J, Schuster JL, Wilkinson AM, et al. Improving Care for the End-Of-Life: A Sourcebook for Health Care Managers and Clinicians. 2nd ed. New York, NY: Oxford University Press; 2008.

DISKUSI

1. Ely Rahmayani Sirait (1307101030097)P: Apakah palliative care hanya untuk terminal disease?J: Ya. Perawatan paliatif hanya ditujukan pada pasien pasien end of life pada penyakit terminal. Menurut White, penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah menyerah dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematianSelain itu tujuan dari perawatan paliatif adalah lebih mementingkan kualitas hidup pasien dibnding kesembuhannya yang secara keilmuan kedokteran sangat sedikit kemungkinannya.

P: Aplikasi palliative care itu sendiri apakah sama dengan dokter keluarga atau tidak? J: Ya, sama. Menurut Sugito dalam penerapan SPDK, seorang Dokter Keluarga (DK) yang sejatinya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang kewenangan praktiknya sebatas pelayanan primer harus menggunakan prinsip pelayanan dokter keluarga yaitu menyelenggarakan pelayanan komprehensif dengan pendekatan holistik. Perawatan paliatif merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan oleh dokter keluarga. Walaupun untuk sekarang ini masih banyak yang belum bisa diaplikasikan keseluruhan di Indonesia karena beberapa hambatan.

2.Ari Bandana Tasrif ( 1307101030146)P: Paliative care di Indonesia sudah diaplikasikan dimana saja?J: Dalam KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif, Perawatan paliatif di Indonesia sudah di aplikasikan di lima kota besar yaitu Surabaya, Jakarta, Yogjakarta, Denpasar dan Makassar

3. Hendra (1307101030148)P: Seberapa penting peran dokter keluarga pada palliative care ini?J: Sangat penting. Aspek perawatan paliatif menurut Cemy dalam Palliative Care pada Penderita Penyakit Terminal, meliputi kesehatan fisik, spiritual, sosial, psikologis, kultural dan etik lainnya, Aspek kesehatan fisik itu yang membuat dokter keluarga biasanya menjadi pemimpin dalam sebuah tim perawatan paliatif, walaupun tidak menutup kemungkinan tenaga medis lain bisa melakukan tugas tersebut. Dokter keluarga juga harus memahami aspek lainnya, selain aspek kesehatan fisik.

4. Cut Risya Firlana ( 1207101030069 )P: Aplikasi palliative care di lima kota besar di Indonesia tadi seperti apa? Kemudian bagaimana indikator keberhasilannya? J: Aplikasi palliative care di kelima kota tersebut dilakukan di rumah sakit. Masih belum ada yang seperti di lakukan di luar negeri, yaitu di rumah-rumah. Hampir sama dengan yang sudah kita lakukan di rumah sakit RSUDZA Bnada Aceh, semua ruangan terkadang dikunjungi oleh rohaniawan untuk memberikan pelayanan spiritual. Seperti itu juga yang di lakukan di lima kota tadi, hanya saja mereka sudah lebih sering dan lebih banyak meakukannya.

Indikator keberhasilannya adalah kualitas hidup pada pasie. Menurut Ceny, Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. Dimensi dari kualitas hidup. Dimensi dari kualitas hidup yaitu gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas), kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan, kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri, fungsi dalam bekerja. Pasien merasa kualitas hidupnya di akhir hidup merasa tidak terlalu terbebani dengan penyakitnya, disitulah keberhasilan dari perawatan paliatif.5.Atika Musfirah ( 1307101030070)P: Apakah perbedaan palliative care dan hospice care?J: Menurut Maria Dalam jurnalnya yang berjudul Hospis: Rumah bagi Pasien Stadium Terminal, berbeda dari segi tempat perawatan. Pasien hospice care adalah pasien yang seharusnya di rawat di rumah sakit, karena penyakitnya membutuhkan perawatan rumah sakit, tetapi pasien memilih untuk pulang ke rumah dan di rawat di rumah. Pada palliative care, pasien adalah pasien yang memungkinkan di rawat di rumah.