Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di …journal.unair.ac.id/filerPDF/Perawatan...
Transcript of Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di …journal.unair.ac.id/filerPDF/Perawatan...
50
Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten
Sampang
Penulis Shrimarti R. Devy*, Sofiyan Haryanto*,
M. Hakimi**, Yayi Suryo Prabandari**, Totok Mardikanto**. * Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
** Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
ABSTRACT
Based on data from Indonesia Demographic Health Survey (IDHS) in 2002-2003 showed that the Maternal Mortality Rate (MMR) in Indonesia is still high at 307 per 100,000 births, which means there were two maternal deaths every hour. The high MMR in Indonesia linked to maternal health care during pregnancy. The high maternal mortality rate in Indonesia was still able to do prevention, one of them through Health Education. Identify and analyze the Madura culture in society which contribute to the maintenance of pregnancy by the mother during pregnancy.
This study is descriptive and based on the time of this study design included a cross sectional design. Respondents were pregnant women as much as 20 people in the village Tambak and village Rapa laok District Omben Sampang Regency taken by purposive sampling.
Results showed that respondents of low education, high risk pregnancy, and cultural influence is still strong enough. There are three elements of culture that became mandatory in abstinence and pregnancy care that is in the form of ideas, activities, and artifacts. considered in addition to not incriminate the respondent feels calm and safe by taking care of pregnancy in accordance with these cultural elements.
The conclusion in this research that the majority of respondents still believe in and do maintenance of pregnancy in accordance with the form elements Madura culture ideas, activities, and artifacts. Madura culture in the treatment of hereditary pregnancy revealed by their families and communities about the respondents.
Keywords: pregnancy care
PENDAHULUAN Di Indonesia, kesehatan ibu
khususnya ibu hamil masih memerlukan
perhatian. Hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 menyebutkan bahwa Angka
Kematian Ibu (AKI) untuk periode 5
tahun sebelum survei (2003-2007)
sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka kematian ibu di Indonesia
mengalami penurunan, meski demikian
penurunan yang terjadi belum
51
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 50-62
signifikan dan jauh dari harapan.
Tingginya AKI di Indonesia memiliki
kaitan dengan perawatan kesehatan ibu
saat hamil.
Berdasarkan data SKRT pada
tahun 2001 angka kematian ibu yang
terbesar terjadi saat persalinan yaitu
44,7%, saat kehamilan sebesar 28,9%,
dan yang terakhir saat masa nifas
sebesar 26,3%. Penyebab kematian ibu
hamil di Indonesia berdasarkan data
SKRT tahun 2001 antara lain
perdarahan total (34,3%), infeksi
(10,5%), keracunan kehamilan (23,7%),
partus larna (5,3%), obstetrik trauma
(5,3%), emboli obstetrik (2,6%) dan
komplikasi puerperium (7,9%), anemia
(2,6%), dan penyakit lainnya tanpa
disebutkan spesifik sebesar 2,6%.
Sedangkan berdasarkan Profil
Kesehatan Propinsi Jawa Timur tahun
2007, ibu hamil resiko
tinggi/komplikasi ditangani yaitu 3.199
orang (80,30%) dari jumlah total ibu
hamil di Kabupaten Sampang 19.918
orang.
Tingginya Angka Kematian Ibu
di Indonesia sebenarnya masih bisa
dilakukan upaya pencegahan, salah
satunya melalui Health Education.
Sebuah penelitian yang membuktikan
bahwa Health Education merupakan
salah satu kegiatan yang tepat guna
dalam upaya penurunan angka kematian
ibu hamil yaitu “Modifikasi Model
Community Development Guna
Peningkatan Pemeriksaan Kehamilan
dan Persalinan pada Tenaga
Kesehatan”. Berdasarkan penelitian
tersebut, terungkap alasan ibu hamil
lebih memilih melahirkan pada dukun
karena latar belakang budaya. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bila ibu
hamil melakukan persalinan pada bidan
maka persalinannya dianggap sulit yang
dalam bahasa Madura yaitu malarat.
Sehingga ibu hamil cenderung malu bila
persalinannya dikatakan malarat. Selain
karena latar belakang budaya, hasil
penelitian tersebut juga menyatakan
beberapa alasan lain yang menyebabkan
ibu hamil tidak melakukan persalinan
pada bidan, yaitu karena biaya
persalinan bidan mahal, keluarga yang
ikut campur dalam memberi keputusan,
takut operasi dan berobat ke puskesmas,
serta rendahnya pengetahuan kesehatan
ibu hamil (Devi, dkk. 2009).
Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dan teori Dignan tentang
Health Promotion, maka perlu adanya
kegiatan Community analysis sebelum
dilakukan kegiatan Health Education,
agar kegiatan Health Education menjadi
tepat guna dan efektif. Budaya bagi
masyarakat adalah suatu hal yang
penting, bahkan diantaranya dipercaya
dan menjadi pegangan hidup oleh
52
“Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang
” Shrimarti R. Devy
masyarakat. Penelitian akan dilakukan
di Kabupaten Sampang, yang
penduduknya berasal dari etnis Madura.
Masyarakat Madura pada umumnya
masih percaya pada mitos, yang
berkaitan dengan ibu hamil dan
perawatan pada masa kehamilan. Bagi
masyarakat Madura mitos sudah
diyakini kebenarannya karena beberapa
bukti yang terjadi. Masyarakat akan
melakukan apa saja dengan harapan
keselamatan pada ibu dan bayinya.
Kadang kala kepercayaan tersebut
bertentangan dengan nilai-nilai
kesehatan medis modern, sehingga
mengakibatkan permasalahan kesehatan
pada ibu hamil pada masa kehamilan.
Agar kegiatan penyuluhan dapat sesuai
dengan kebutuhan masyarakat sehingga
penyuluhan tersebut menjadi salah satu
solusi yang tepat guna maka harus
mengakomodasi kearifan lokal, salah
satunya yaitu dengan mengetahui
perspektif budaya masyarakat tentang
perawatan kehamilan pada ibu hamil.
Upaya pencegahan angka
kematian ibu yang cenderung tinggi
sebenarnya bisa dilakukan dengan
Health Education berupa kegiatan
penyuluhan yang berkesinambungan
dalam kelompok dasa wisma. Menurut
data Profil Kesehatan Propinsi Jawa
Timur tahun 2007, jumlah kunjungan
baru (cakupan K1) di Kabupaten
Sampang yaitu 18.864 orang (94,71%)
dan jumlah kunjungan ibu hamil
(cakupan K4) di Kabupaten Sampang
yaitu 14.041 orang (70,49%) dari
jumlah total ibu hamil 19.918 orang.
Sedangkan cakupan persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan sebanyak
13.134 orang (71,82%) dari jumlah total
ibu bersalin 18.288 orang. Sedangkan
menurut data Profil Kesehatan Propinsi
Jawa Timur tahun 2008, jumlah
kunjungan baru (cakupan K1)
Kabupaten Sampang yaitu 17.865 orang
(89,67%) dan jumlah kunjungan ibu
hamil (cakupan K4) di kabupaten
Sampang yaitu 13.946 orang (70%) dari
jumlah total ibu hamil 19.923 orang.
Jumlah cakupan K1 dan cakupan K4 di
Kabupaten Sampang pada tahun 2008
mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 2007
menurut Profil Kesehatan Propinsi Jawa
timur. Untuk cakupan persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan sebanyak
13.457 orang (73,56%) dari jumlah total
ibu bersalin 18.293 orang. Persentase
persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan mengalami peningkatan pada
tahun 2008, namun jika dibandingkan
dengan target yang ditetapkan Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Timur sebesar
90%, maka dalam hal pencapaian
persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan di Kabupaten Sampang
53
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 50-62
tergolong masih belum mencapai target
seperti yang diharapkan. Sedangkan
menurut Profil Kesehatan Kabupaten
Sampang tahun 2008 persalinan yang
ditolong tenaga kesehatan di Puskesmas
Omben sebanyak 753 orang (72,47%)
dari jumlah total ibu bersalin yaitu
sebanyak 1.039 orang, dan pada Profil
Kesehatan Kabupaten Sampang tahun
2009 persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan di Puskesmas Omben
sebanyak 846 orang (81,58%) dari
jumlah total ibu bersalin 1.037.
Pencapaian persalinan yang ditolong
oleh tenaga kesehatan di Puskesmas
Omben juga belum mencapai target
yang ditetapkan Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Timur sebesar 90%.
Berdasarkan survei pendahuluan
dengan bidan puskesmas Omben
menyatakan bahwa sebagian besar
pengetahuan ibu hamil di desa Tambak
dan desa Rapa laok tentang kehamilan
dan persalinan masih kurang, keadaan
sosial-ekonomi keluarga yang
menengah ke bawah, dan pengaruh
budaya Madura tentang perawatan
kehamilan sehingga menyebabkan
rendahnya cakupan pemeriksaan
kesehatan ibu hamil dan perawatan
kehamilan ibu hamil pada pelayanan
kesehatan.
Dari uraian diatas tersebut
menunjukkan bahwa kegiatan health
education merupakan salah satu solusi
yang tepat guna untuk mengendalikan
angka kematian ibu. Oleh karena itu,
diperlukan suatu upaya yang harus
melibatkan semua pihak baik petugas
kesehatan, tokoh agama, tokoh
masyarakat, dan masyarakat terutama
para ibu hamil untuk terus-menerus
menumbuhkan kesadaran pada pribadi
masing-masing untuk mensukseskan
dan mengoptimalkan pemeriksaan dan
perawatan kehamilan ke pelayanan
kesehatan. Melalui model Dunn (1976)
dan pertimbangan keterbatasan waktu
dan tenaga peneliti, maka penelitian ini
akan mempelajari perspektif budaya
yang dapat mempengaruhi perilaku ibu
hamil dalam melakukan perawatan pada
masa kahamilan tersebut. Budaya
masyarakat Madura mempengaruhi
individu (ibu hamil) sehingga
menimbulkan suatu perilaku tertentu
dari individu (ibu hamil) tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif yaitu
mendeskripsikan secara mendalam
suatu fenomena budaya dengan
pendekatan kualitatif yang bertujuan
untuk mengidentifikasi tentang suatu
keadaan secara objektif dalam rangka
mengadakan perbaikan dan peningkatan
kesehatan ibu hamil. Berdasarkan
54
“Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang
” Shrimarti R. Devy
waktunya rancangan penelitian ini
termasuk rancangan cross sectional
yaitu pengumpulan data dilakukan
dalam kurun waktu yang bersamaan
(Arikunto,1996).
Dalam penelitian ini penentuan
responden menggunakan teknik
purposive sampling yaitu dengan
menggunakan pertimbangan pribadi
yang sesuai dengan topik penelitian.
Peneliti memilih responden berdasarkan
pada asumsi dan strategi tertentu atau
memerlukan dasar yang obyektif untuk
membuat ketetapan/kriteria. Responden
sebagai unit analisis disesuaikan
berdasarkan kebutuhan penelitian dan
dianggap representatif dalam penelitian
ini (Satori, 2009). Responden yang
digunakan adalah ibu hamil yang ada di
wilayah penelitian (desa Tambak dan
Rapalaok kecamatan omben kebupaten
Sampang, Madura).
Pada penelitian ini responden
yang digunakan adalah ibu hamil
sebanyak 20 orang. 14 orang responden
dari desa Tambak dan yang ditentukan
berdasarkan pada kriteria yaitu:
1. Berdomisili di daerah penelitian
(desa Tambak dan desa
Rapalaok Kecamatan omben
Kabupaten sampang) dan
merupakan warga tetap di
wilayah penelitian.
2. Ibu hamil trimester I, trimester
II, dan trimester III di lokasi
penelitian yaitu desa Tambak
dan desa Rapa Laok kecamatan
Omben Kabupaten Sampang.
3. Bersedia berpartisipasi menjadi
subyek penelitian.
Dalam penelitian ini dibutuhkan
informan sebagai sumber informasi
penting. Informan adalah orang yang
memiliki pengetahuan dan bisa
menyampaikan gagasan, serta dapat
membantu peneliti memahami apa yang
sedang terjadi (Patton, 2006). Dalam
penelitian ini informan yang relevan
yaitu individu yang paham tentang
budaya masyarakat khususnya yang
berkaitan dengan perawatan kehamilan.
Informan dalam penelitian ini antara
lain tokoh masyarakat (PKK, Kader,
dll), dukun bayi, bidan, dan para ibu.
Informan ditentukan dengan
menggunakan teknik snowball
sampling, yaitu pengambilan sampel
yang dilakukan secara berantai. Jumlah
informan dalam penelitian ini sebanyak
15 orang, terdiri dari tokoh masyarakat
(3 orang), kader (7 orang), bidan (3
orang), dan ibu-ibu (2 orang) yang
dianggap paham tentang perawatan
kehamilan dalam budaya Madura.
Penelitian ini dilakukan di desa
Tambak dan desa Rapalaok kecamatan
Omben kabupaten Sampang, Madura
55
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 50-62
pada bulan April sampai dengan bulan
Mei tahun 2010.
Analisis data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari,
dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain (Bogdan
dan Biklen dalam Moleong, 2007).
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Umum Responden
Pelayanan antenatal dan postnatal
merupakan komponen utama dalam
pelayanan kehamilan yang harus
dilakukan oleh ibu hamil selama dia
menjalani proses kehamilan agar
kesehatannya tetap terjaga. Pemeriksaan
kehamilan harus dilakukan oleh
responden secara teratur karena ada
beberapa responden yang dari segi usia,
tergolong kehamilan resiko tinggi.
Kehamilan resiko tinggi adalah ibu
hamil yang mempunyai resiko atau
bahaya yang lebih besar pada
kehamilan/persalinannnya daripada ibu
hamil dengan kehamilan/persalinan
normal (Suririnah,2007). Dari hasil
penelitian terdapat 2 responden yang
hamil pada usia diatas 35 tahun. Ibu
yang hamil pada usia di atas 35 tahun,
kemungkinan akan mengalami
kesulitan ketika melahirkan, hipertensi
dan gangguan kesehatan selama
kehamilan. Hal ini dikarenakan seiring
pertambahan usia maka kondisi fisik
dan ketahanan tubuh akan berkurang.
Menurut Larson (1978), Felton,
dkk.(1984) dalam Ratnawati,
dkk.(2005) bahwa kesehatan fisik pada
usia dewasa erat kaitannya dengan
kesejahteraan emosional dan mental
seseorang
Pendidikan merupakan modal dasar
seseorang untuk menerima dan
memahami suatu informasi yang
disampaikan orang lain baik lisan
maupun tertulis. Menurut Mantra
(1989) dalam Yusantin (2002)
menyatakan bahwa pendidikan
mempengaruhi proses belajar, semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka semakin mudah orang tersebut
untuk menerima informasi baik dari
orang lain maupun media massa.
Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat, termasuk pengetahuan tentang
kesehatan. Dari segi pendidikan,
mayoritas responden tergolong
berpendidikan rendah yaitu tidak pernah
sekolah sebanyak 5 orang, hanya
bersekolah Madrasah 5 orang, SD
56
“Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang
” Shrimarti R. Devy
sebenayak 5 orang, Mts/setingkat SMP
1 orang, SMP 2 orang, tidak tamat
MA/setingkat SMA sebanyak 1 orang,
dan SMA 1 orang. Akibatnya, ketika
disampaikan informasi mengenai
perawatan kehamilan baik melalui
konseling ataupun penyuluhan akan
sulit diterima secara terbuka dan sulit
dipahami. Pada umumnya mereka
masih terbelenggu dengan tradisi dan
menurut terhadap nasehat orang tua atau
perintah sesepuh.
Pekerjaan mayoritas responden
yaitu tidak bekerja atau hanya sebagai
ibu rumah tangga sebanyak 11 orang,
sebagai petani sebanyak 8 orang dan
responden yang berjualan atau
berwiraswata hanya 1 orang. Pekerjaan
sebagai petani merupakan pekerjaan
yang menguras energi dan waktu
sehingga mereka harus lebih pandai
mengatur waktu, kapan harus merawat
kehamilan dan bekerja yang disesuaikan
dengan kondisi fisiknya. Mereka
menganggap, hanya bekerja sebagai
petani yang dapat mereka kerjakan,
karena itu merupakan sumber
penghasilan utama untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Oleh karena
itu, perlu kesadaran dari ibu hamil
untuk terus menjaga kehamilannya agar
tetap sehat dan senantiasa tidak
memaksakan diri bekerja ketika kondisi
tubuh sedang lemah / tidak sehat.
Dikhawatirkan akan terjadi gangguan
terhadap kehamilannya seperti sering
capek, anemia, dehidrasi, perdarahan
dan keguguran. Menurut penelitian
Sutrisno dan Andriani (1997) mengenai
karakteristik kematian maternal di
Kabupaten Timor Tengah Utara,
pekerjaan umum dari ibu-ibu yang
meninggal adalah petani (67,9%) dan
ibu rumah tangga (28,6%). Ini
membuktikan bahwa ibu-ibu dari
kalangan sosial ekonomi rendah kurang
beruntung karena ketidakberdayaan ibu-
ibu terhadap akses terhadap pelayanan
kesehatan yang baik.
Selama masa kehamilan, pola
tempat tinggal responden mayoritas
tergolong keluarga luas dengan alasan
ikut suami, kasihan terhadap orang tua
dan dikarenakan suaminya merantau
untuk bekerja. Diharapkan dengan pola
tempat tinggal tersebut, mereka
mendapat ketenangan, diingatkan dan
mendapat pertolongan dengan cepat dan
segera apabila ada permasalahan
dengan kehamilannya.
2. Budaya Madura dalam
Perawatan Kehamilan
Pengaruh budaya atau adat istiadat
yang terdapat di lingkungan responden
cukup kuat seperti adanya mitos seputar
kehamilan dan persalinan. Ini
dikarenakan pendidikan yang rendah
57
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 50-62
dan budaya generasi sebelumnya serta
kepatuhan terhadap anjuran orang tua.
Mitos atau pantangan yang harus
dilakukan oleh ibu hamil yaitu
pantangan terhadap makanan yang
berasal dari sumber hewani (telur dan
ikan laut) dan nabati (nanas, terong).
Misalnya, nanas tidak boleh dimakan
khawatir menimbulkan rasa panas dan
tidak boleh makan makanan pedas
karena khawatir bayinya sakit mata.
Beberapa responden mempercayai
adanya mitos atau pantangan tersebut
karena khawatir akan mengalami
keguguran dan biasanya anjuran orang
tua sering terkabul. Adanya mitos
seputar kehamilan dan persalinan,
didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Emiliana dan Moh.
Hakimi di Kecamatan Banyuurip bahwa
walaupun kuat dalam beragama dan
tekun beribadah, masyarakat Banyuurip
masih melakukan pantangan-pantangan
makanan tertentu berkenaan dengan
kehamilan[4]. Makanan yang dipantang
yaitu sumber hewani dan nabati. Selain
itu, ibu hamil juga melakukan
pantangan yang lain seperti duduk di
tengah pintu dan duduk di lantai tanpa
alas/ tikar/bangku kecil serta mereka
masih percaya pada adanya gangguan
jin yang dapat mengancam keselamatan
bayi dalam kandungan atau bayi yang
baru saja dilahirkan.
Adanya pengaruh budaya (mitos)
seputar kehamilan yang cukup kuat
mengakibatkan sebagian besar
responden lebih mempercayai budaya
tersebut daripada anjuran tenaga
kesehatan (dokter dan bidan). Mereka
tetap melakukan pemeriksaan
kehamilan ke dukun karena
menganggap bahwa dukun lebih
mengerti posisi bayi dalam kandungan
dan dapat melakukan pemijatan perut
yang mempermudah saat persalinan.
Ketika periksa kehamilan ke pelayanan
kesehatan, mereka hanya ingin
diperiksa dan memastikan bahwa
kondisinya sehat dan diberi obat. Oleh
karena itu, ketika akan bersalin
sebagian responden lebih memilih
bersalin ke dukun daripada bidan,
karena bersalin ke bidan dianggap
persalinan yang susah/sulit sehingga
akan menjadi aib (dilihat dan
dibicarakan banyak orang) bagi ibu
hamil dan keluarga ibu hamil.
3. Tindakan Ibu Hamil Untuk
Melakukan Perawatan
Kehamilan
Dalam mempersepsikan tindakan
apa yang akan diambil atau
memutuskan sesuatu hal yang terkait
pemeriksaan kehamilan, responden
menyatakan akan berembuk atau
berdiskusi dahulu dengan orang lain
58
“Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang
” Shrimarti R. Devy
terutama pihak keluarga (suami, orang
tua, mertua, tante, saudara), tetangga
bahkan bersama kepala dusun.
Mayoritas responden telah melakukan
pemeriksaan kehamilan rutin tiap bulan
ke pelayanan kesehatan terutama
posyandu. Ini dikarenakan pada
pelayanan kesehatan seperti posyandu
responden cenderung ingin
mendapatkan PMT berupa 1 bungkus
mie dan 2 butir telur dan pelayanan
antenatal gratis. Apabila suatu saat
terjadi gangguan kesehatan pada
kehamilannya maka sebagian responden
akan langsung memeriksakan
kehamilannya ke bidan baik Polindes
maupun Bidan Praktek Swasta. Namun,
ada juga responden yang menahan dulu
rasa sakitnya, ketika sudah agak parah
dan tidak kuat lagi menahannya barulah
akan dibawa ke bidan atau dokter.
Selain ke Posyandu, sebagian responden
memeriksakan kehamilannya ke dukun
dengan asumsi bahwa dukun
mengetahui letak posisi bayi dan dapat
melakukan pemijatan untuk
mempermudah saat melahirkan. Jadi,
kegiatan memeriksakan kehamilan
sudah menjadi kegiatan rutin, terutama
di posyandu, akan tetapi belum
dimengerti dengan baik tujuan dari
perawatan kehamilan dengan cara
medis modern. Misalnya, anjuran untuk
minum tablet Fe secara teratur tiap hari
tidak dilakukan oleh sebagian
responden, pekerjaan yang berat tetap
dilakukan selama kondisi tubuhnya
sehat seperti memikul dan menyiram air
ke sawah dan menganggap anemia
sebagai hal yang biasa terjadi pada ibu
hamil karena mereka kurang mengerti
bahaya dari anemia. Menurut Musbikin
(2007), Tujuan pemeriksaan kehamilan
yaitu :
1. Menjaga agar ibu sehat selama
masa kehamilan, persalinan dan
nifas serta mengusahakan bayi
yang dilahirkan sehat
2. Memantau kemungkinan adanya
risiko-risiko kehamilan, dan
merencanakan penatalaksanaan
yang optimal terhadap
kehamilan risiko tinggi
3. Menurunkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan perinatal
Keterikatan mareka pada adat
kebiasaan atau mitos seputar
kehamilan dan persalinan cukup
besar sehingga mereka lebih
mempercayai perkataan dukun
daripada petugas kesehatan.
Akibat dari kurang dipahaminya tujuan
dari pemeriksaan kehamilan oleh
responden menyebabkan terbentuknya
persepsi bahwa selama masa kehamilan,
sebagian responden akan memeriksaan
kehamilan ke pelayanan kesehatan
(terutama Posyandu) secara rutin tiap
59
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 50-62
bulan dan akan melakukan pemeriksaan
kehamilan ke dukun, karena dukun
lebih mengetahui letak atau posisi bayi
dan mendapat pijatan yang akan
mempermudah bayi keluar ketika
persalinan tiba. Adanya pengaruh
budaya (mitos) seputar kehamilan dan
rendahnya pendidikan responden juga
menyebabkan persepsi tersebut
terbentuk dengan kuat sehingga ketika
bersalin, mereka akan lebih memilih
bersalin ke dukun meskipun rutin
memeriksaan kehamilan ke pelayanan
kesehatan. Hal ini ditunjang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno
dan Adriani (1997) di Kabupaten Timor
Tengah Utara, NTT bahwa dari 28
kasus kematian maternal, 53,6%
melakukan antenatal care ke petugas
kesehatan, tetapi saat persalinan mereka
lebih suka bersalin di rumah (75%)
bahkan ada yang bersalin di kebun
(3,6%) dengan penolong dukun terlatih
(25%) dan dukun tidak terlatih/keluarga
(46,4%), dan sisanya (28,6%) yang
minta pertolongan ke petugas
kesehatan.
4. Pola pewarisan budaya Madura
dalam perawatan kehamilan
Budaya Madura dalam
perawatan kehamilan sudah sejak lama,
dipercaya oleh masyarakat pada saat itu,
berkembang dari mulut ke mulut hingga
akhirnya budaya perawatan kehamilan
dilakukan oleh ibu hamil di desa
Tambak dan desa Rapa laok. Perawatan
kehamilan yang berasal dari budaya
tersebut menunjukkan adanya
keterlibatan orang tua atau mertua
dalam mengambil peran selama masa
kehamilan ibu hamil. Proses pewarisan
budaya perawatan kehamilan berasal
dari anjuran orang tua atau mertua yang
akhirnya lingkungan sosial (ibu-ibu
yang pernah hamil) juga ikut
terpengaruh untuk saling berbagi
pengalaman selama masa kehamilan
dan saat melakukan perawatan
kehamilan. Selain dari anjuran keluarga,
ibu hamil juga meniru kebiasaan
keluarganya dalam perawatan
kehamilan sebelumnya, sehingga tidak
sulit bagi ibu hamil untuk
mempraktekkan atau melakukan hal
yang serupa. Budaya perawatan
kehamilan diturunkan secara terus-
menerus ke anak cucunya sehingga
budaya perawatan kehamilan tersebut
tetap terjag dan terus ada hingga kini
walaupun ilmu pengetahuan medis telah
menyentuh ke dalam berbagai aspek
kehidupannya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Karakteristik ibu hamil meliputi
umur responden, tingkat
60
“Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang
” Shrimarti R. Devy
pendidikan, pekerjaan, dan pola
tempat tinggal yaitu sebagian
besar responden berusia 20-35
tahun, tingkat pendidikan rendah
yaitu tidak sekolah, Madrasah dan
hanya sampai pada tingkat SD,
pekerjaan sebagai petani dan pola
tempat tinggal tergolong keluarga
luas. Pengaruh budaya seputar
kehamilan masih cukup kuat
sehingga mereka lebih percaya
dukun daripada anjuran petugas
kesehatan (dokter dan bidan)
dalam prawatan kehamilan. Pada
persalinan, mereka masih memilih
dukun karena bersalin ke bidan
diianggap persalinan yang susah
atau sulit.
2. Perawatan kehamilan yang
dilakukan oleh responden selama
masa kehamilan masih dikaitkan
dengan unsur-unsur budaya
berupa ideas, aktivitas, dan
artifak. walaupun tidak bergua
menurut ilmu pengetahuan medis
modern, namun ibu responden
masih melakukannya karena
responden menganggap budaya
dalam perawatan kehamilan
tersebut terbukti pada orang-orang
sebelum responden.
3. Walaupun perawatan kehamilan
yang dilakukan oleh responden
jauh dari logis dan tidak berguna
untuk perawatan kehamilan
menurut ilmu pengetahuan medis,
responden tetap mempercayai dan
melakukan karena merasa
perawatan kehamilan yang
dilakukan dapat membuat rasa
aman saat masa kehamilan.
Perawatan kehamilan yang jauh
dari segi medis tersebut
diakibatkan karena kurangnya
pengetahuan ibu hamil tentang
perawatan kehamilan yang benar
menurut ilmu pengetahuan medis
modern.
4. Perawatan kehamilan dalam
budaya Madura dianjurkan oleh
keluarga ibu hamil (orang tua,
mertua, nenek, dll) sehingga ibu
hamil tidak berani melanggar
pantangan-pantangan yang ada.
Ibu hamil menganggap bahwa
budaya perawatan kehamilan
tersebut benar dan terbukti manjur
karena telah dilakukan secara
turun-temurun sejak dulu.
Saran
1. Dilakukan sistem deteksi dini ibu
hamil terutama kategori
kehamilan resiko tinggi melalui
kerjasama tenaga kesehatan
dengan pihak terkait yaitu kader
posyandu, dukun, aparat desa dan
tokoh agama (kyai) setempat.
61
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 50-62
2. Melakukan kegiatan health
education dengan dasar-dasar
ilmiah dan dengan memberikan
testimoni atau contoh kasus
dengan sasaran peserta adalah ibu
hamil dan suami, orang
tua/mertua, dan tokoh masyarakat
yang disampaikan oleh tenaga
kesehatan.
3. Hasil tentang budaya yang
dipercaya masyarakat dan
bertentangan dengan medis
modern hendaknya
dijadikan/dimuat sebagai materi
kegiatan health education.
4. Melakukan pendekatan pada ibu
hamil melalui kegiatan-kegiatan
yang melibatkan ibu hamil yang
disisipkan penyuluhan dan
pemberian informasi tentang
perawatan kehamilan yang
disampaikan kader atau tokoh
agama desa setempat.
5. Menjalin kerjasama dengan tokoh
agama dan para dukun di wilayah
desa Tambak dan desa Rapa laok
dalam teknis pelaksanaan
pemeriksaan kehamilan.
Diharapkan tokoh agama
mendorong ibu hamil terutama
yang kehamilan resiko tinggi
untuk melakukan perawatan
kehamilan kepada petugas
kesehatan. Pada saat persalinan,
ibu hamil harus didampingi oleh
dukun dan tenaga kesehatan
(bidan) agar ibu hamil lebih
tenang dan aman dalam bersalin.
6. Adanya pemberian informasi
secara intensif dan jelas melalui
konseling dan penyuluhan
menggunakan bahasa penduduk
setempat dan menggunakan pola
(gambar, tanda, simbol) agar
mudah dipahami.
7. Dilakukan pendekatan kepada
pihak keluarga (terutama suami
dan orang tua) oleh tokoh
masyarakat dan aparat desa
dengan memberikan pemahaman
pentingnya perawatan kehamilan
karena keluarga memegang
peranan penting dalam
memotivasi dan mendorong ibu
hamil untuk melakukan perawatan
kehamilan ke pelayanan
kesehatan dan mematuhi saran
yang dianjurkan petugas
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Devy, dkk. 2009. Modifikasi Model Community Development Guna Peningkatan Pemeriksaan Kehamilan dan Persalinan pada Tenaga Kesehatan.
Musbikin, Imam, 2007. Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
62
“Perawatan Kehamilan dalam Perspektif Budaya Madura di Desa Tambak dan Desa Rapalaok Kecamatan Omben Kabupaten Sampang
” Shrimarti R. Devy
Patton, Michael Quinn, 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Ratnawati, dkk., 2005. Masalah Kesehatan Dalam Kajian Ilmu Sosial-Budaya. Yogyakarta :
Satori, Djam’an, dkk. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : ALFABETA KEPEL Press
Suririnah, 2007. Kategori Ibu Hamil dengan Resiko Tinggi. http://www.infoibu.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=91. (Sitasi Kamis, 12 November 2009).
Yusantin, Liana, 2002. Pengetahuan dan Persepsi tentang HIV/AIDS serta Upaya-upaya Pencegahannya di kalangan PSK Liar (Studi kasus pada PSK Sepanjang Bantaran Rel Kereta Api Stasiun Wonokromo Surabaya). Skripsi. Surabaya : Universitas Airlangga