Perawatan Halitosis (Bau Mulut) Menggunakan Ekstrak Cengkeh Sebagai Bahan Aktif Dalam Obat Kumurx
-
Upload
octavina-sitorus -
Category
Documents
-
view
129 -
download
2
description
Transcript of Perawatan Halitosis (Bau Mulut) Menggunakan Ekstrak Cengkeh Sebagai Bahan Aktif Dalam Obat Kumurx
-
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PERAWATAN HALITOSIS (BAU MULUT) MENGGUNAKAN EKSTRAK
CENGKEH SEBAGAI BAHAN AKTIF DALAM OBAT KUMUR
BIDANG KEGIATAN:
PKMGAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
Octavina 110600046/2011
Khaera Cameliya 110600044/2011
Julia Maharani 110600100/2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
-
1
-
2
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan................................................................................... 1
Daftar Isi..................................................................................................... 2
Ringkasan................................................................................................... 3
Pendahuluan.............................................................................................. 4
Gagasan..................................................................................................... 5
Halitosis dalam masyarakat. 5
Perawatan Halitosis 6
Penggunaan Obat Kumur 7
Pemanfaatan Cengkeh Sebagai Bahan Aktif Obat Kumur..... 9
Realisasi Gagasan.. 11
Kesimpulan............................................................................................... 13
Daftar Pustaka................................................................................... 14
Lampiran
Lampiran 1......................................................................................... 15
Lampiran 2......................................................................................... 18
Lampiran 3. 19
-
3
PERAWATAN HALITOSIS (BAU MULUT) MENGGUNAKAN EKSTRAK
CENGKEH SEBAGAI BAHAN AKTIF DALAM OBAT KUMUR
Ringkasan
Halitosis atau bau mulut merupakan masalah yang kerap dikeluhkan
masyarakat dan dapat menurunkan kepercayaan diri seseorang. Survei yang
dilakukan American Dental Association (ADA) pada tahun 2003 menemukan
sekitar 50% populasi orang dewasa dengan masalah halitosis. Masyarakat pada
umumnya menggunakan obat kumur untuk perawatan bau mulut yang terjadi.
Obat kumur dapat memberikan rasa segar dan juga menyembuhkan infeksi ringan
di dalam rongga mulut, bahkan beberapa orang menggunakan obat kumur secara
rutin untuk mendapatkan rasa segar serta percaya diri. Namun, penggunaan obat
kumur dalam jangka panjang dapat mengakibatkan efek samping bagi
penggunanya. Untuk itu dapat digunakan alternatif ekstrak cengkeh sebagai bahan
aktif dalam obat kumur yang lebih alami. Gagasan ini dilatarbelakangi
penggunaan cengkeh yang sejak dulu telah digunakan sebagai ramuan tradisional
penghilang bau mulut. Pemanfaatan cengkeh ini juga bertujuan memperkenalkan
cengkeh sebagai tanaman identitas khas Indonesia yang memiliki nilai guna tinggi
dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan aktif obat kumur karena efek antimikrobial
dan sensasi segarnya.
Gagasan dituangkan dengan metode penulisan berupa tinjauan pustaka dan
diskusi. Tinjauan pustaka dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
yang berhubungan dengan halitosis, obat kumur, dan penelitian terdahulu
mengenai pemanfaatan ekstrak cengkeh dalam obat kumur. Selain itu dilakukan
pula diskusi mengenai bidang terkait dengan narasumber yang kompeten.
Kandungan minyak cengkeh pada tanaman cengkeh bervariasi jumlahnya,
namun yang tertinggi terdapat pada bagian bunga yaitu sekitar 14 21%, sedangkan pada batang cengkeh yaitu sekitar 5 6%. Minyak cengkeh dapat dijadikan ekstrak dan dipakai sebagai bahan aktif obat kumur karena sifatnya
sebagai antimikroba. Kemampuan minyak cengkeh dalam menghambat
pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya kandungan eugenol yang tinggi.
Karakteristik eugenol yang terpenting sebagai antibakteri adalah sifat
hydrophobicity, yaitu sifat eugenol yang mampu masuk ke dalam lipopolisakarida
yang terdapat pada membran sel bakteri dan merusak struktur selnya sehingga
dapat membunuh bakteri. Hasil penelitian Universitas Brawijaya menunjukan
bahwa formula obat kumur yang dihasilkan dapat menghambat tumbuhnya bakteri
Streptococcus mutans dan Streptococcus viridians yang dapat menyebabkan
terjadinya plak gigi. Penelitian lain menunjukan bahwa ekstrak cengkeh juga
dapat digunakan sebagai bahan antimikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella enteridis, Escherichia coli, dan Staphylcoccus
aureus.
Manfaat penulisan makalah ini adalah mendapatkan alternatif perawatan
halitosis yang efektif dengan memanfaatkan tanaman khas Indonesia. Cengkah
memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan aktif obat kumur.
Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas dan
biokompabilitas penggunaan ekstrak cengkeh sebagai bahan aktif obat kumur
tersebut.
-
4
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Halitosis atau bau mulut dikenal pula dengan nama fetor oris atau fetor ex
ore. Halitosis merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan
ketidaknyamanan atau adanya bau yang tidak enak dalam pernafasan. Halitosis
kerap menjadi masalah yang dikeluhkan dalam masyarakat dan dapat
mengakibatkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Halitosis disebabkan
oleh faktor-faktor fisiologis dan patologis yang dapat berasal dari kondisi lokal
atau intra oral maupun kondisi sistemik atau ekstra oral. Penyebab utama halitosis
adalah bakteri anaerob negatif yang memecah protein menjadi asam amino dan
menghasilkan senyawa sulfur yaitu Volatile Sulfur Compound ( VSC). VCS
terdiri dari hidrogen sulfida (H2S), mercaptan, dan sulfur dimetil mercaptan yang
mengeluarkan aroma busuk.
Setiap orang selalu berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sosial
sehari-hari. Kepercayaan diri yang tinggi akan sangat membantu seorang individu
untuk berinteraksi dekat dengan banyak orang. Salah satu hal yang mengganggu
rasa percaya diri ini adalah masalah halitosis atau bau mulut. Halitosis
menyebabkan rasa malu dalam bersosialisasi sehingga memberikan dampak
psikologis yang berakibat timbulnya rasa rendah diri dan hilangnya citra diri.
Keluhan halitosis adalah masalah yang dialami pada setiap zaman dan budaya dan
dapat dialami oleh semua orang baik tua, muda, wanita, pria, golongan sosio
ekonomi rendah maupun tinggi.
Tujuan dan Manfaat
Dari masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari gagasan ini adalah
menggunaan ekstrak cengkeh sebagai alternatif bahan aktif dalam obat kumur
untuk menangani masalah halitosis. Penggunaan ekstrak cengkeh diharapkan
dapat menjadi solusi untuk mendapatkan nafas yang segar. Dengan nafas yang
segar diharapkan obat kumur ini dapat mengembalikan rasa percaya diri penderita
halitosis.
-
5
URAIAN GAGASAN
Halitosis Dalam Masyarakat
Halitosis didefinisikan sebagai bau tidak enak yang keluar dari rongga
mulut, tanpa melihat sumber bahan odorus dalam nafas baik dari oral maupun
non-oral. Halitosis sudah dikenal sejak zaman dahulu. Di dalam Alkitab juga
dituliskan bahwa orang-orang Mediteranian telah menggunakan Ladanum
(Mastic) sebagai penyegar nafas (Kejadian 37:25).
Survei yang dilakukan American Dental Association (ADA) pada tahun
2003 menemukan sekitar 50% populasi orang dewasa dengan masalah halitosis.
Pada tahun 2004 penelitian menemukan bahwa seperempat populasi di seluruh
dunia menderita halitosis dan biasanya penderita tidak menyadari kondisi tersebut.
Beberapa dekade terakhir masalah bau mulut ini mendapat banyak perhatian di
kalangan masyarakat dan dokter gigi. Di Amerika Serikat, hampir satu miliar
dolar dihabiskan setiap tahun untuk obat kumur, permen penyegar nafas, dan
bahan serta obat-obatan lain yang dapat mengatasi halitosis.
Berdasarkan penyebabnya, halitosis dapat dikelompokkan menjadi
intraoral atau faktor lokal dan ekstraoral atau faktor sistemik. Secara intraoral, bau
mulut biasanya disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk, gingivitis,
periodontitis, soket gigi yang terinfeksi, sisa darah pasca bedah, debris yang
melekat, ulser mulut, dan xerostomia. Rongga mulut merupakan tempat hidup
yang baik bagi banyak spesies seperti bakteri, jamur, maupun virus, namun pada
pasien halitosis intraoral, lebih banyak ditemukan variasi bakteri dari kokobasilus
batang gram negatif dan batang gram positif.
Kebanyakan komponen odor berasal dari dekomposisi protein dimana
terdapat sepuluh komponen organik volatil pada pasien halitosis oral. Apabila
diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil yaitu methylbenzene, 2,2-
dimethyldecane, 2,2,3,3-tetramethylbutane, 2-propanone, 3-methyl-5-
propylnonane, methylcyclohexane, 3-methylhexane, 2-methyl-1-propene, etanol
dan methylcyclopentane. Bahan odor oral yang dihasilkan oleh mikroorganisme
antara lain komponen sulfur volatil (terutama metil merkaptan [CH3SH], hidrogen
-
6
sulfida [H2S] dan dimetil sulfida [CH3SCH3]), poliamin (putresin dan kadaverin)
dan asam lemak rantai pendek (asam butirat, asam valerat dan asam propionik).
Komponen sulfur volatil menempati 90% dari total udara dalam rongga mulut.
Dalam penelitian yang menganalisis hubungan bakteri penghasil odor dan jenis
odor, ditemukan bahwa Prevotella intermedia, Prevotella nigrescens dan
Treponema denticola berkorelasi dengan kadar hidrogen sulfida; Porphyromonas
gingivalis, P. intermedia, dan Tannerella forsythensis berkorelasi dengan kadar
metil merkaptan. Selanjutnya, metil merkaptan merupakan penyebab utama
halitosis dibandingkan hidrogen sulfida dan dimetilsulfida; dimana metil
merkaptan dan hidrogen sulfida berasal dari intraoral, sedangkan dimetilsulfida
diduga berasal dari ekstraoral.
Penyebab ekstraoral dari halitosis ekstraoral antara lain sinusitis kronik,
faringitis, laringitis, tonsilitis dan tonsiloliths. Penggunaan obat-obatan seperti
kloral hidrat, isorbid dinitrat, dimetil sulfoksida, dilsulfiram, bahan sitotoksik,
paraldehid, dan triamteren dapat menjadi penyebab ekstraoral halitosis. Selain itu,
penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit pada sistem respiratorius atau
gastrointestinal, gagal organ hepar atau renal, dan gangguan metabolik
trimetilamin juga berperan dalam timbulnya halitosis. Pada halitosis ekstraoral,
90% substansi penyebab dalam saluran gastrointestinal adalah asam lemak (asam
asetat, asam propionik dan asam butirat), 6,5% amoniak dan sisanya adalah
komponen sulfur (hidrogen sulfida, dan metil merkaptan) dan komponen nitrogen
(indol, skatol, piridin, pirol, amonia, trimetilamin).
Perawatan Halitosis
Halitosis dapat dirawat dengan melakukan kontrol terhadap kebersihan
mulut, kesehatan jaringan lunak dan keras mulut faktor-faktor pendukung
timbulnya halitosis, menggunakan bakteri lain untuk menekan bakteri anaerob
gram negatif, dan terapi antimikrobial. Upaya menghilangkan faktor lokal dapat
dilakukan secara mekanis dengan cara penyikatan lidah dan gigi dan secara
kimiawi melalui penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet. Selain itu,
-
7
secara sistemik dapat dilakukan kontrol diet dan terapi biologis dengan
menggunakan probiotik.
Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis bertujuan untuk mengurangi
jumlah mikroba patogen dari biofilm dan tongue coating, sehingga pembentukkan
karies dihambat, kadar halitosis menjadi rendah dan risiko penyakit sistemik dapat
berkurang. Secara kimiawi, penggunaan obat kumur klorheksidin diglukonat juga
memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya halitosis. Bahan lain yang juga
dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc chloride dan sodium chloride,
TCF (triclosan, copolimer dan NaF), oxygen release device, oxohalogen oxidant
(campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) serta minyak esensial.
Kombinasi terapi mekanik dan kimiawi ternyata dapat memperbaiki
kondisi halitosis oral, ditandai dengan penurunan kadar komponen sulfur volatil
dan organoleptik. Dahulu permen karet sering digunakan untuk menghilangkan
bau mulut, tetapi ternyata permen karet tidak bergula justru aka meningkatkan
kadar metil merkaptan. Rasa mint dalam permen, tidak menurunkan konsentrasi
metil merkaptan, tetapi hanya menutupi malodor oral saja.
Modifikasi faktor pendukung timbulnya halitosis, dapat dilakukan dengan
mengurangi diet protein. Adanya keseimbangan diet protein dan karbohidrat akan
mengurangi pembentukan bahan odor. Daging yang masih berdarah, daging ikan,
susu fermentasi, dapat meningkatkan metabolisme protein sehingga bahan odor
yang terbentuk akan meningkat pula. Makanan yang banyak mengandung mineral
sulfat, juga dapat menimbulkan halitosis. Berdasarkan penelitian, jika makanan
yang banyak mengandung bahan odor dianginkan pada udara kering maka akan
mengurangi jumlah mikroorganisme anaerob yang ada didalamnya.
Penggunaan Obat Kumur
Obat kumur digunakan untuk memberikan kesegaran mulut dan nafas serta
menghilangkan dan membersihkan mulut dari organisme penyebab yang dianggap
sebagai pencetus kelainan atau penyakit di dalam mulut, serta mengobati lesi-lesi
mukosa mulut. Bahan kimia yang terkandung di dalam masing-masing produk
obat kumur sangat beragam, tergantung tujuan yang ingin dicapai. Secara umum
-
8
obat kumur berbentuk cair dan sebagian besar mengandung etil alkohol. Bahan
dasar yang terdapat di dalam sebuah larutan obat kumur diantaranya adalah air,
alkohol, zat pemberi rasa, dan bahan pewarna. Kandungan lainnya dapat berupa
humektan, astringen, zat pengemulsi, bahan-bahan terapeutik, dan bahan-bahan
antimikrobial.
Obat kumur, sama hal nya dengan pasta gigi, memiliki fungsi yang dapat
dikategorikan sebagai kosmetik, terapeutik, atau keduanya. Obat kumur kosmetik
digunakan dengan tujuan membantu menyingkirkan oral debris sebelum dan
sesudah menyikat gigi, setelah flossing atau setelah prosedur kontrol plak.
Kemudian obat kumur kosmetik dapat memberikan rasa yang menyenangkan
pada rongga mulut, memberikan rasa yang nyaman dan segar pada mulut dan
nafas, mencegah dengan cepat jumlah bakteri atau flora normal rongga mulut dan
mengurangi bau mulut. Obat kumur kosmetik terdiri atas air, alkohol, penyegar,
pewarna dan minyak esensial seperti cinnamon atau peppermint.
Fungsi kedua dari obat kumur adalah fungsi terapeutik, dimana obat
kumur ini memiliki kandungan bahan aktif tambahan yang dapat mencegah,
menghentikan atau membantu menyembuhkan proses penyakit atau lesi-lesi di
dalam mulut. Contoh obat kumur dengan fungsi terapeutik ini adalah
klorheksidin. Obat kumur ini memiliki kombinasi antara aktivitas antimikrobial
dan memiliki masa perlekatan yang panjang ke permukaan gigi. Obat menjadi
aktif di dalam saliva bahkan setelah 24 jam, sehingga klorheksidin mampu
mencegah pembentukan plak dan gingivitis pada rongga mulut yang sehat untuk
batas waktu tertentu tanpa melakukan prosedur kontrol plak secara mekanis. Obat
kumur terapeutik dapat memiliki keuntungan kosmetik, tapi juga mengandung
tambahan bahan aktif yang dapat membantu melindungi dari beberapa penyakit
mulut.
Obat kumur paling umum digunakan untuk menghilangkan halitosis atau
bau mulut. Obat kumur kosmetik dapat membantu menyingkirkan oral debris
sebelum atau sesudah menggosok gigi dan secara bertahap menekan bau mulut,
serta mengurangi bakteri di dalam mulut dan menyegarkan kembali mulut dan
nafas dengan rasa yang menyenangkan. Perasaan bersih dan menyenangkan ini
-
9
dihasilkan oleh minyak esensial, bahan pemberi rasa dan alkohol yang terkandung
di dalam obat kumur. Selain itu minyak cinnamon yang ditambahkan ke dalam
obat kumur juga dapat berfungsi sebagai bahan pengharum untuk meningkatkan
kesegaran berbagai jenis obat kumur. Bahan antibakterial seperti setilpiridin
klorida, klorheksidin, minyak esensial, senyawa amonium kuartener, hidrogen
peroksida dan lain sebagainya telah dipertimbangkan dengan pendekatan mekanik
untuk mengurangi bau mulut. Obat kumur yang mengandung 0,1% heksetidin
terbukti dapat mengurangi bau mulut untuk beberapa jam karena heksetidin dapat
memperpanjang efek antibakteri dengan menghambat metabolisme
mikroorganisme di permukaan mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh
adanya ikatan dengan protein mukosa. Selain itu obat kumur yang mengandung
senyawa fenol seperti listerine juga banyak dipakai untuk penyegar nafas atau
penghilang bau mulut. Namun, tanpa perawatan dental dan prosedur oral hygiene
yang adekuat setiap hari, masalah halitosis akan tetap sulit diatasi.
Pemanfaatan Cengkeh Sebagai Bahan Aktif Obat Kumur
Cengkeh merupakan tanaman khas Indonesia. Dalam jurnal tanaman obat
Indonesia tahun 2005 disebutkan bahwa cengkeh memiliki kandungan minyak
atsiri (15-20%) dan eugenol (60%). Minyak cengkeh mampu mengurangi
peradangan pada rongga mulut dan mengurangi bakteri yang menjadi sebagai
salah satu pemicu timbulnya bau mulut.
Secara tradisional, cengkeh telah dikenal untuk mengatasi masalah bau
mulut. Salah satu caranya adalah dengan menyeduh 3-5 bunga cengkeh selama 5
menit dengan air secukupnya, kemudian gunakan seduhan tersebut untuk
berkumur. Adapun cara lain dengan menggunakan beberapa butir cengkih kering
yang ditumbuk sampai hancur, kemudian direndam dalam segelas air hangat dan
setelah 30 menit kemudian airnya dapat digunakan untuk berkumur.
Dari pengobatan tradisional tersebut munculan gagasan untuk
mengekstrak cengkeh dan memanfaatkannya sebagai obat kumur. Tanaman
cengkeh memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi. Setiap bagian pohon
mengandung minyak, mulai dari bunga, daun, gagang hingga akar. Kandungan
-
10
minyak cengkeh pada tanaman cengkeh bervariasi jumlahnya, namun yang
tertinggi terdapat pada bagian bunga yaitu sekitar 14 21%, sedangkan pada
batang cengkeh yaitu sekitar 5 6%. Minyak cengkeh dapat dipakai sebagai
bahan aktif atau pembuatan obat kumur karena sifatnya sebagai antimikroba.
Hasil penelitian menunjukan bahwa formula obat kumur yang dihasilkan
dapat menghambat tumbuhnya bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus
viridians yang dapat menyebabkan terjadinya plak gigi. Penelitian lain
menunjukan bahwa ekstrak cengkeh juga dapat digunakan sebagai bahan
antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella enteridis,
Escherichia coli, dan Staphylcoccus aureus.
Pada penelitian efektivitas ekstrak bunga cengkeh (Eugenia aromaticum)
sebagai antimikroba terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus oleh Sumarno,
dkk., dari Universitas Brawijaya, ekstrak bunga cengkeh terbukti memiliki efek
sebagai antimikroba. Hal ini ditunjukkan dari adanya zona hambat yang terbentuk
pada penelitian pendahuluan. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan adanya
perbedaan jumlah koloni pada tiap konsentrasi ekstrak bunga cengkeh yang
digunakan.
Perbedaan jumlah koloni pada tiap konsentrasi ekstrak bunga cengkeh ini
disebabkan kemampuan yang berbeda pada setiap konsentrasi ekstrak dalam
membunuh bakteri, semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga cengkeh maka
kemampuan ekstraknya sebagai antimikroba juga akan semakin besar.
Kemampuan ekstrak bunga cengkeh dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Lactobacillus acidophilus disebabkan adanya bahan aktif yang memiliki daya
antimikroba, khususnya eugenol yang merupakan senyawa yang paling banyak
terdapat dalam ekstrak bunga cengkeh. Mekanisme kerja antimikroba secara
umum adalah merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas sel, dan
menghambat sintesis protein dan asam nukleat, namun mekanisme kerja dari agen
antimikroba juga dipengaruihi oleh tipe bakteri yang terpapar oleh antimikroba
tersebut.
Burt (2004), menyatakan bahwa kemampuan minyak cengkeh dalam
menghambat pertumbuhan bakteri disebabkan karena adanya kandungan eugenol
yang tinggi. Karakteristik eugenol yang terpenting sebagai antibakteri adalah sifat
-
11
hydrophobicity, yaitu sifat eugenol yang mampu masuk ke dalam lipopolisakarida
yang terdapat pada membran sel bakteri dan merusak struktur selnya. Rusaknya
membran sel pada bakteri menyebabkan pengurangan sintesa protein karena
adanya kebocoran pada dinding dan membran sel sehingga terjadi gangguan
fungsi sel bakteri. Hasil resultan dari efek antibakteri itu kemudian menyebakan
bakteri mengalami lisis.
Corn dan Stumpf (1976), menyatakan bahwa dinding sel bakteri gram
positif akan bermuatan negatif sebagai akibat dari ionisasi gugus fosfat dari asam
teikoat pada struktur dinding selnya, sedangkan eugenol yang merupakan senyawa
turunan fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam lemah. Sebagai asam
lemah, senyawa-senyawa fenolik dapat terionisasi melepaskan ion H+ dan
meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Kondisi yang bermuatan
negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri gram positif yang secara alami
juga bermuatan negatif. Kondisi yang asam pada minyak cengkeh menyebabkan
fenol dapat bekerja menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Senyawa
fenol pada pH rendah akan bermuatan positif, sehingga fenol tidak akan
terionisasi. Perbedaan muatan ini menyebabkan terjadinya tarik menarik antara
fenol dengan dinding sel, sehingga fenol secara keseluruhan akan lebih mudah
melewati dan merusak dinding sel bakteri gram positif.
Realisasi Gagasan
Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk merealisasikan
gagasan ini adalah dengan memulai penelitian mengenai pemanfaatan cengkeh ini
dengan kolaborasi antara bidang-bidang ilmu terkait, yaitu kedokteran gigi dan
farmasi. Pemanfaatan cengkeh sebagai bahan aktif obat kumur ini dilakukan
dengan cara mengekstrak cengkeh dan mencampurkannya dengan bahan-bahan
lain yang umum digunakan sebagai obat kumur. Obat kumur ini nantinya dapat
dibuat dengan beberapa variasi rasa. Perlu diperhatikan keamanan dalam
penggunaan obat kumur ini nantinya dan pemasaran yang tepat agar obat kumur
ini digunakan oleh masyarakat secara luas.
Pengembangan gagasan ini akan menciptakan perkembangan baru dalam
mengatasi masalah halitosis atau bau mulut pada masyarakat. Pemanfaatan
-
12
ekstrak cengkeh ini tidak hanya menjadi gagasan baru dalam bidang kedokteran
gigi namun juga akan menjadi inovasi kebanggaan Indonesia karena di mata
internasional cengkeh memang telah dikenal sebagai flora identitas Provinsi
Maluku Utara, Indonesia.
-
13
KESIMPULAN
Pemanfaatan ekstrak cengkeh sebagai bahan aktif dalam obat kumur
merupakan gagasan baru yang memiliki nilai manfaat yang besar bagi masyarakat
dengan masalah halitosis atau bau mulut. Realisasi gagasan dilakukan dengan
mengesktrak cengkeh dan menjadikannya bahan aktif dalam obat kumur. Gagasan
dapat menjadi alternatif pilihan obat kumur baru yang berbeda dengan obat yang
telah ada di pasaran, merupakan pemanfaatan tanaman asli Indonesia, herbal dan
diharapkan memiliki efek samping minimal dalam penggunaan jangka panjang.
-
14
DAFTAR PUSTAKA
Ayoola GA, dkk. 2008. Chemical Analysis and Antimicrobial Activity of
the Essential oil of Syzigium aromaticum (Clove). African J. of Microbiology
Research.
Babu AJ, Sundari AR, Indumathi J. 2011. Study on the antimicrobial
activity and minimum inhibitory concentration of essential oils of spices. Vet
World 2011.
Burket WL. 1971. Oral Medicine Diagnosis and Treatment, 8th
ed.
Philadelphia: JB Lippincott Company.
Guenther E. 1990. Minyak Atsiri Jilid IV B. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Nurdjannah N. 2004. Diversifikasi Penggunaan Cengkeh. Bogor:
Indonesian Center for Agricultural Postharvest Research and Development.
Rahayu WP. 2000. Aktivitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional
Hasil Olahan Industri terhadap Bakteri Pathogen dan Perusak. Buletin Teknologi
dan Industri Pangan.
-
15
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
-
16
-
17
-
18
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Kegiatan
No Nama / Nim Program
Studi
Bidang
ilmu
Alokasi
Waktu
Uraaian
Tugas
1 Octavina /
110600046
Pendidikan
Dokter Gigi
Terapan - -
2 Khaera Cameliya /
110600044
Pendidikan
Dokter Gigi
Terapan - -
3 Julia Maharani /
110600100
Pendidikan
Dokter Gigi
Terapan - -
-
19