Perangkat
Transcript of Perangkat
Makalah Seminar Kerja Praktek
POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE
RUAS SEMARANG-SOLO Dudik Hermanto (L2F 008 027)
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Pada 30 tahun belakangan ini, telah dikembangkan sebuah teknologi baru yang menawarkan kecepatan data yang
lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh dengan harga yang lebih rendah daripada sistem kawat tembaga. Teknologi baru
ini adalah serat optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan informasi (data). Cahaya yang membawa
informasi dapat dipandu melalui serat optik berdasarkan fenomena fisika yang disebut total internal reflection
(pemantulan sempurna). Secara tinjauan cahaya sebagai gelombang elektromagnetik, informasi dibawa sebagai kumpulan
gelombang-gelombang elektromagnetik terpandu yang disebut mode. Serat optik terbagi menjadi 2 tipe yaitu single mode dan multi mode. Sebagai sumber cahaya untuk sistem komunikasi serat optik digunakan LED atau Laser Diode (LD).
Salah satu teknologi dari teknik transmisi menggunakan serat optik adalah DWDM (Dense Wavelength
Division Multiplexing) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-
kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat
ditransmisikan melalui sebuah serat optik. Teknologi DWDM adalah teknologi yang memanfaatkan sistem SDH
(Synchronous Digital Hierarchy) yang sudah ada dengan memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada.
Kata Kunci : Serat optik, DWDM, multiplexing.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi telekomunikasi yang
semakin pesat membawa akibat tingginya tuntunan
masyarakat pengguna jasa telekomunikasi untuk mendapatkan layanan yang mudah dan cepat, terlebih
dalam dunia bisnis dengan persaingan yang ketat.
Perusahaan-perusahaan maju akan berkembang dengan pesat apabila ditunjang dengan teknologi
telekomunikasi yang handal. Bagi PT Telkom
keadaan ini merupakan tantangan untuk semakin meningkatkan kemampuan perusahaan.
Pembangunan sarana telekomunikasi yang
telah dilaksanakan PT Telkom dari tahun ke tahun
telah menghasilkan suatu jaringan telekomunikasi yang tersebar ke seluruh Indonesia.
Perkembangan Teknologi dalam bidang
Telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana Telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu
pelayanan yang tinggi, cepat, aman, mempunyai
kapasitas yang besar dalam menyalurkan informasi.
Seiring dengan perkembangan Telekomunikasi digital maka kemampuan sistem transmisi dengan
menggunakan Teknologi serat optik semakin
dikembangkan dengan cepat, sehingga dapat menggeser penggunaan sistem transmisi
konvensional dimasa mendatang, terutama untuk
media transmisi jarak jauh (long distance circuit). Dampak dari perkembangann Teknologi digital
adalah perubahan jaringan analog menjadi jaringan
digital baik dalam sistem Switching maupun dalam
sistem Transmisinya. Katerpaduan ini akan meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi yang
dikirim, serta biaya operasi dan pemeliharaan lebih
ekonomis. Teknologi DWDM (Dense Wavelength
Division Multiplexing) memberi terobosan baru
dalam sistem transmisi serat optik dimana beberapa panjang gelombang dapat dibawa
dalam sehelai serat optik. Teknologi DWDM
beroperasi dalam sinyal dan domain optik dan
memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan kapasitas
transmisi yang besar dalam jaringan.
Kemampuan ini diyakini akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin
banyaknya jumlah panjang gelombang yang
mampu untuk ditransmisikan dalam satu fiber.
1.2 Tujuan
Tujuan dari Kerja Praktek di Divisi
Transport PT TELKOM Netre IV Semarang adalah :
a. Mengetehui tentang teknologi DWDM
(Dense Wavelength Division Multiplexing) pada Sistem Komunikasi
Serat Optik
b. Mengetahui Cara menghitung power
ideal dari perangkat DWDM
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penyusunan laporan kerja praktek ini, agar pembahasan menjadi
terarah, penulis akan membatasi kajian
mengenai masalah yang dibahas. Adapun pembahasan yang penulis angkat adalah
teknologi DWDM dan power kalkulasi
perangkat DWDM
2. DENSE WAVELENGTH DIVISION
MULTIPLEXING
2.1 Sejarah Perkembangan WDM (Wavelength
Division Multiplexing)
Pada mulanya, teknologi WDM, yang merupakan cikal bakal lahirnya DWDM, berkembang
dari keterbatasan yang ada pada serat optik, dimana
pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone
mengalami percepatan yang tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut dengan cepatnya terisi. Hal ini
menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan
jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru.
Konsep ini pertama kali dipublikasikan pada
tahun 1970, dan pada tahun 1978 sistem WDM telah
terealisasi di laboratorium. Sistem WDM pertama hanya menggabungkan 2 sinyal. Pada perkembangan
WDM, beberapa sistem telah sukses
mengakomodasikan sejumlah panjang-gelombang dalam sehelai serat optik yang masing-masing
berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun
penggunaan WDM menimbulkan permasalahan baru, yaitu ke-nonlinieran serat optik dan efek dispersi
yang kehadirannya semakin signifikan yang
menyebabkan terbatasnya jumlah panjang-
gelombang 2-8 buah saja di kala itu. Pada perkembangan selanjutnya, jumlah
panjang-gelombang yang dapat diakomodasikan oleh
sehelai serat optik bertambah mencapai puluhan buah dan kapasitas untuk masing-masing panjang
gelombang pun meningkat pada kisaran 10 Gbps,
kemampuan ini merujuk pada apa yang disebut DWDM.
Teknologi WDM pada dasarnya adalah
teknologi transport untuk menyalurkan berbagai jenis
trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang gelombang (λ) yang
berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara
bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun
untuk aplikasi short haul (jarak dekat).
WDM sistem dibagi menjadi 2 segment, dense
and coarse WDM. Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu
menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya
pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda pada spacing panjang
gelombangnya, jumlah kanal, dan kemampuan untuk
memperkuat sinyal pada medium optik.
2.2 Pengertian DWDM
Dense Wavelength Multiplexing (DWDM) merupakan sutu teknik transmisi yang memanfaatkan
cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-
beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang
gelombang tersebut dapat ditransmisikan
melalui sebuah serat optik.
MU
X
DE
MU
X
λ1
λ3
λ2
λ4
λn
.
.
.
.
.
.
.
.
λ1
λ3
λ2
λ4
λn
.
.
.
.
.
.
.
.
Fiber Optik
Gambar 1 Prinsip dasar sistem WDM
Teknologi DWDM adalah teknologi
yang memanfaatkan sistem SDH (Synchronous
Digital Hierarchy) yang sudah ada dengan memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang
ada. Menurut definisi, teknologi DWDM
dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transport yang memiliki kemampuan untuk
membawa sejumlah panjang gelombang dalam
satu fiber tunggal. Artinya, apabila dalam satu fiber itu dipakai empat jenis panjang
gelombang, maka kecepatan transmisinya
menjadi 4 X 10 Gbps (kecepatan
menggunakan teknologi SDH). Teknologi DWDM beroperasi dalam
sinyal dan domain optik dan memberikan
fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan kapasitas transmisi
yang besar dalam jaringan. Kemampuan ini
diyakini akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin banyaknya jumlah panjang
gelombang yang mampu untuk ditransmisikan
dalam satu fiber.
2.3 Alasan Pemilihan DWDM
Dengan memperhatikan faktor
ekonomis, fleksibilitas dan kebutuhan pemenuhan kapasitas jaringan jangka panjang,
maka solusi untuk mengimplementasikan
DWDM merupakan cara yang paling cocok,
terutama jika dorongan pertumbuhan trafik dan proyeksi kebutuhan trafik masa depan terbukti
sangat besar. Secara umum ada beberapa
faktor yang menjadi landasan pemilihan teknologi DWDM ini, yaitu:
1. Menurunkan biaya instalasi awal, karena
implementasi DWDM berarti kemungkinan besar tidak perlu
menggelar fiber baru, cukup
menggunakan fiber eksisting (sesuai
ITU-T G.652 atau ITU-T G.655) dan mengintegrasikan perangkat SDH
eksisting dengan perangkat DWDM
2. Dapat dipakai untuk memenuhi permintaan yang berkembang, dimana
teknologi DWDM mampu untuk melakukan
penambahan kapasitas dengan orde n x 2,5
Gbps atau n x 10 Gbps (n = bilangan bulat) 3. Dapat mengakomodasikan layanan baru
(memungkinkan proses rekonfigurasi dan
transparency ). Hal ini dimungkinkan karena sifat dari operasi teknologi DWDM yang
terbuka terhadap protokol dan format sinyal
(mengakomodasi format frame SDH).
2.4 Keunggulan DWDM
Secara umum keunggulan teknologi DWDM
adalah sebagai berikut:
tepat untuk diimplementasikan pada
jaringan telekomunikasi jarak jauh (long
haul) baik untuk sistem point-to-point
maupun ring topologi
lebih fleksibel untuk mengantisipasi pertumbuhan trafik yang tidak
terprediksi
transparan terhadap berbagai bit rate
dan protokol jaringan
tepat untuk diterapkan pada daerah
dengan perkembangan kebutuhan badwidth sangat cepat.
2.5 Komponen-Komponen pada DWDM
Pada teknologi DWDM, terdapat beberapa
komponen utama yang harus ada untuk
mengoperasikan DWDM dan agar sesuai dengan standar channel ITU sehingga teknologi ini dapat
diaplikasikan beberapa jaringan optik seperti
SONET, dan yang lainnya. Komponen-komponen dari DWDM adalah
sebagai berikut:
1. Transmitter
merupakan komponen yang menjembatani antara sumber sinyal informasi dengan
multiplekser pada sistem DWDM. Sinyal dari
transmitter ini akan dimultipleks untuk dapat ditransmisikan.
2. Receiver
merupakan komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplekser untuk kemudian
dipilah berdasarkan macam-macam informasi.
3. DWDM terminal multiplekser
terminal mux sebenarnya terdiri dari transponder converting wavelength untuk
setiap sinyal panjang gelombang tertentu yang
akan dibawa. Transponder converting wavelength menerima sinyal input optik
(sebagai contoh dari sistem SONET atau yang
lainnya), mengubah sinyal tersebut menjadi
sinyal optik dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menggunakan pita laser 1550 nm.
Terminal mux terdiri dari multiplekser optikal
yang mengubah sinyal 1550 nm dan
menempatkannya pada suatu fiber.
4. Amplifier Komponen ini merupakan amplifier
jarak jauh yang menguatkan sinyal
dengan banyak panjang gelombang yang ditransfer sampai sejauh 140 km atau
lebih. Diagnosa optik dan telemetri
dimasukkan di sekitar daerah amplifier
ini untuk mendeteksi adanya kerusakan dan pelemahan pada fiber. Pada proses
pengiriman sinyal informasi pasti
terdapat atenuasi dan dispersi pada sinyal informasi yang dapat
melemahkan sinyal. Oleh karena itu
harus dikuatkan. Sistem yang biasa
dipakai pada fiber amplifier adalah EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier),
namun karena bandwidth dari EDFA ini
sangat kecil yaitu 30 nm (1530 nm – 1560 nm). Kemudian digunakan DBFA
(Dual Band Fiber Amplifier) dengan
bandwidth 1528 nm sampai 1610 nm. Kedua jenis amplifier ini termasuk jenis
EBFA (Extended Band Filter Amplifier)
dengan penguatan yang tinggi, saturasi
yang lambat dan noise yang rendah. Teknologi amplifier pada optik yang
lain adalah sistem Raman Amplifier
yang merupakan pengembangan dari sistem EDFA.
5. DWDM Terminal Demux
Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak panjang gelombang menjadi
sinyal dengan hanya 1 panjang
gelombang dan mengeluarkannya ke
dalam beberapa fiber yang berbeda untuk masing-masing client untuk
dideteksi. Teknologi terkini dari
demultiplekser ini yaitu Fiber Bragg Grating dan dichroic filter untuk
menghilangkan noise dan crosstalk.
2.6 Channel Spacing Channel spacing merupakan perbedaan
frekuensi antara 2 kanal yang berdekatan.
Channel spacing menentukan kinerja dari DWDM. Standar channel spacing dari ITU
adalah 50 GHz sampai 200 GHz. Interval 50
GHz digunakan untuk multipleksing 8 panjang gelombang, 100 GHz untuk multipleksing
16/32/40 panjang gelombang dan 200 GHz
untuk multipleksing 80 panjang gelombang.
Pada perkembangan selanjutnya, sistem DWDM berusaha untuk menambah kanal
sebanyak-banyaknya untuk memenuhi
kebutuhan lalu lintas data informasi. Salah
satunya adalah dengan memperkecil channel spacing
tanpa adanya suatu interferensi pada sinyal pada satu
serat optik tersebut. Dengan demikian, hal ini sangat bergantung pada sistem yang digunakan. Salah satu
contohnya adalah pada demultiplekser DWDM yang
harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya adalah bahwa demux harus stabil pada setiap waktu dan
pada berbagai suhu, harus memiliki penguatan yang
relatif besar pada suatu daerah frekuensi tertentu dan
dapat tetap memisahkan sinyal informasi sehingga tidak terjadi interferensi antar sinyal. Sistem yang
sebelumnya sudah dijelaskan yaitu FBG (Fiber
Bragg Grating) mampu memberikan channel spacing tertentu seperti pada gambar berikut:
Gambar 2 Channel spacing DWDM Fiber Bragg Grating
3. POWER KALKULASI PERANGKAT
DWDM ZTE
3.1 Latar Belakang Sejak lebih kurang 6 (enam) tahun yang lalu
perangkat Backbone Jawa DWDM ZTE beroperasi,
lebih tepatnya sejak bulan Januari 2005, untuk meningkatkan layanan sekaligus kinerja perangkat
tersebut sudah beberapa kali piranti software maupun
hardware diupgrade dari tipe M900 ke M920 dan 318
ke 319-R.1, 319-R.2. Untuk teknologinya yang semula masih menggunakan DWDM yang
konvensional menjadi sedikit lebih pintar menjadi
DWDM ROADM (Reconfigurable Optical Add / Drop Multiplexer).
Mengingat begitu pentingnya fungsi perangkat tersebut yaitu untuk melayani transport
backbone di Pulau Jawa ini. Maka dipandang perlu
untuk melakukan strategi pemeliharaan preventive
pada perangkat tersebut. Salah satunya adalah harus memperhatikan nilai output/input power ideal pada
masing-masing modul, seperti: OBA (Optical
Booster Amplifier), OPA (Optical Pre Amplifier), OMU(Optical Multiplexer Unit) dan ODU (Optial
Demultiplexer Unit) harus sesuai dengan
rekomendasi pabrikan. Oleh karena pentingnya mengetahui nilai
power ideal untuk perangkat DWDM terutama modul
OBA (Optical Booster Amplifier), maka
diperlukan adanya perhitungan power ideal
untuk perangkat DWDM yang terpasang sebagai acuan untuk melakukan adjustment
pada modul tersebut.
3.2 Konfigurasi Perangkat DWDM ZTE
Ruas Semarang-Solo
OTU
ch.1
OTU
ch.2
OTU
ch.8
Ch.1
Ch.2
Ch.8
OMU
attenuator
OBA 2520
71 KM
OPA 1412
attenuator
OBA 2520
78 KM
attenuator
OPA 1712 OBA 2520
attenuator
Ch.1
Ch.2
Ch.8
ODU
Ch.1
Ch.2
Ch.8
OMU
OTU
ch.1
OTU
ch.2
OTU
ch.8
attenuator
OBA 2530
78 KM
OPA 1412
attenuator
OBA 2520
71 KM
attenuator
OPA 1412LACT
OBA 2530Ch.1
Ch.2
Ch.8
ODU
SEMARANG PURWODADI SOLO
Gambar 3 Konfigurasi perangkat DWDM ZTE
ruas Semarang-Solo
Keterangan gambar: 1. OTU (Optical Tranponder Unit)
OTU atau Optical Transponder Unit
merupakan perangkat yang mengkonversi sinyal listrik menjadi
sinyal optik dalam panjang gelombang
tertentu.
2. OMU (Optical Multiplexer Unit) OMU atau Optical Multiplexer Unit
merupakan perangkat yang
menggabungkan sinyal optik pada setiap channel menjadi satu berkas gelombang
optik.
3. OBA (Optical Booster Amplifier)
OBA atau Optical Booster Amplifier merupakan jenis penguat yang dipasang
pada sisi pemancar. OBA digunakan
untuk menguatkan sinyal yang dipancarkan dengan tujuan agar bisa
menempuh jarak yang jauh. Terdapat
berbagai tipe OBA, salah satunya adalah OBA2520 (artinya gain maksimal
adalah 25dB dan output maksimalnya
adalah 20 dBm).
4. OPA (Optical Pre Amplifier) OPA atau Optical Pre Amplifier
merupakan penguat yang digunakan
untuk menguatkan kembali sinyal yang diterima. Sinyal yang melalui sebuah
saluran akan mengalami pelemahan
seiring dengan meningkatnya jarak, oleh karena itu sinyal perlu dikuatkan dan
diregenerasi kembali.
5. LACT (Line Attenuator Control Terminating)
LACT merupakan jenis attenuator yang dapat
diubah-ubah nilai atenuasinya. Penggunaan LACT bisa menghemat biaya untuk pembelian
serta pemasangan attenuator biasa.
6. ODU (Optical Demultiplexer Unit) ODU atau Optical Demultiplexer Unit
merupakan perangkat yang bekerja
berkebalikan dengan OMU. Jika OMU
menggabungkan beberapa sinyal optik pada beberapa kanal menjadi satu berkas gelombang
optik maka ODU berfungsi memecah kembali
sinyal yang telah dimultiplex.
3.3 Langkah-Langkah Power Kalkulasi
Perangkat DWDM
1. Mencari daya perangkat OBA untuk satu
channel
Ps = Pmax – 10 log (N) dimana:
Ps = daya untuk satu channel
Pmax = Daya keluaran maksimum N = Tipe OMU yang dipasang
2. Mencari Daya untuk N channel
Pn = Ps + 10 log (N) dimana:
Pn = Daya untuk N channel
N = Jumlah lambda yang beroperasi
3. Mencari daya masukan OBA
Pi = Pn – gain dimana:
Pi = daya masukan OBA
4. Mencari daya keluaran OMU
Pn OMU = Pi OMU + 10 log N – IL dimana: N = jumlah lambda yang beroperasi
IL = insertion loss (biasanya 6 dB)
Pi OMU = daya masukan OMU (biasanya -3dBm)
5. Mencari nilai attenuator Dikarenakan daya keluaran OMU biasanya
lebih besar dibanding daya masukan OBA
maka perlu dipasang attenuator. Besarnya nilai
attenuator adalah sebagai berikut:
Att = Pn OMU – Pi OBA
6. Mencari Loss Fiber Optik
Loss FO = jarak x loss FO per km (0,3 dB
per km)
7. Mencari Daya Masukan dan keluaran
OPA
Pi OPA = Pn OBA SM-I – Loss FO
Pn OPA = Pi OPA + gain OPA
dimana:
Pi OPA = daya masukan OPA Pn OPA = daya keluaran OPA
3.4 Hasil Perhitungan Power Kalkulasi
Ruas Semarang –Solo
Dari hasil perhitungan, didapat nilai
power ideal dari modul OBA dan OPA yang terpasang di ruas Semarang-Solo adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Power ideal modul OBA dan OPA hasil
perhitungan ruas Semarang-Solo
LOKASI NE
POWER IDEAL
Input
Power
Output
Power
Semarang OBA2520 -12dBm 13dBm
OPA1412 -8,3dBm 5,7dBm
Purwodadi
OBA2520 (1) -12dBm 13dBm
OBA2520 (2) -12dBm 13dBm
OPA1412 (1) -8,3dBm 5,7dBm
OPA1412 (2) -0,4dBm 13,6dBm
Solo
OBA2530 -2dBm 23dBm
OPA1712 -10,4dBm 6,6dBm
3.5 Current Performance Modul OBA dan
OPA Current performance dari modul OBA
dan OPA yang terpasang di ruas Semarang -
Solo dapat diketahui dengan bantuan software NMS (Network Monitoring System) . Berikut
merupakan tampilan software NMS :
Gambar 4 Tampilan software NMS
Berikut merupakan current performance
modul OBA dan OPA di lokasi Semarang,
Purwodadi dan Solo:
Tabel 2 Current Performance Modul OBA dan OPA
LOKASI NE
Current Performance
Input Power Output
Power
Semarang OBA2520 -12,57 dBm 12,43 dBm
OPA1412 -10,87 dBm 3,13 dBm
Purwodadi
OBA2520 (1) -10,13 dBm 14,87 dBm
OBA2520 (2) -9,23 dBm 15,77 dBm
OPA1412 (1) -13,35 dBm 0,65 dBm
OPA1412 (2) -4,83 dBm 9,17 dBm
Solo OBA2530 -11,1 dBm 13,9 dBm
OPA1712 -4,21 dBm 12,79 dBm
3.6 Analisa Perbandingan Current Performance
dengan Power ideal
Tabel 3 Perbandingan Current performance dan power
ideal modul OBA dan OPA
LOKA
SI NE
Current
Performance Power Ideal
Input
Power
Output
Power
Input
Power
Output
Power
SMG
OBA
2520
-12,57
dBm
12,43
dBm
-12
dBm
13
dBm
OPA
1412
-10,87
dBm
3,13
dBm
-8,3
dBm
5,7
dBm
PWD
OBA
2520
(1)
-10,13
dBm
14,87
dBm
-12
dBm
13
dBm
OBA
2520
(2)
-9,23
dBm
15,77
dBm
-12
dBm
13
dBm
OPA
1412
(1)
-13,35
dBm
0,65
dBm
-8,3
dBm
5,7
dBm
OPA
1412
(2)
-4,83
dBm
9,17
dBm
-0,4
dBm
13,6
dBm
SOLO
OBA
2530
-11,1
dBm
13,9
dBm
-2
dBm
23
dBm
OPA
1712
-4,21
dBm
12,79
dBm
-10,4
dBm
6,6
dBm
Dari Tabel 3 di atas, terlihat bahwa
untuk modul OBA2520, OPA 1412 yang
terpasang di Semarang dan OBA2520 yang terpasang di Purwodadi, nilai current
performance hampir sama dengan power ideal
dari perangkat tersebut. Untuk modul lain yang terpasang di
Purwodadi dan Solo, nilai current performance
memang jauh berbeda dengan power ideal tapi
nilainya masih di bawah power ideal. Nilai current performance yang berada di bawah
power ideal berarti input power dari modul
tersebut belum dimaksimalkan. Jika nilai current performance berada di atas nilai power
ideal berarti input power modul harus
diturunkan karena hal ini bisa membuat modul
rusak.
4. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dense Wavelength Multiplexing (DWDM) merupakan sutu teknik transmisi yang
memanfaatkan cahaya dengan panjang
gelombang yang berbeda-beda sebagai
kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh
panjang gelombang tersebut dapat
ditransmisikan melalui sebuah serat optik.Sumber cahaya yang biasa
digunakan dalam Serat Optik adalah LD
(Laser Diode) dan LED (Light Emithing Diode).
2. Keunggulan dari teknologi DWDM
adalah sebagai berikut:
tepat untuk diimplementasikan
pada jaringan telekomunikasi jarak jauh (long haul) baik untuk sistem
point-to-point maupun ring
topologi
lebih fleksibel untuk
mengantisipasi pertumbuhan trafik
yang tidak terprediksi
transparan terhadap berbagai bit
rate dan protokol jaringan
tepat untuk diterapkan pada daerah
dengan perkembangan kebutuhan
badwidth sangat cepat.
3. Power kalkulasi pada suatu jaringan
DWDM bertujuan untuk mengetahui power ideal dari suatu perangkat DWDM.
4. Pada jaringan DWDM ruas Semarang -
Solo, perangkat yang terpasang adalah OBA2520, OPA1412. OBA2530, dan
OPA1712.
5. Dari hasi power kalkulasi pada perangkat
DWDM dan pengamatan nilai current
performance perangkat, diketahui bahwa input power dari perangkat masih belum sesuai
dengan hasil power kalkulasi.
6. Nilai input power perangkat yang nilainya di bawah nilai power ideal menunjukkan bahwa
input power belum dimaksimalkan sehingga
perlu dilakukan adjustment agar kinerja
perangkat lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mulyono, Dwi Agus. 2010. Formula Power
Kalkulasi pada Perangkat BB Jawa DWDM ZTE, PT. TELKOM
[2] Andika, Gilang. 2006. Teknologi WDM pada
Serat Optik.
[3] Bass, Michael. ” Fiber Optic Handbook”, Mc Graw-Hill,2002
[4] Alwayn, Vivek. ”Optical Network Design and
Implementation”, Cisco Press, 2004 [5] http://en.wikipedia.org/wiki/ Wavelength-
division multiplexing
BIODATA
Dudik Hermanto
(L2F008027). Lahir di Temanggung, 22
November 1990.
Menempuh pendidikan di SDN I Jumo, SMPN
1 Jumo, SMAN 1
Temanggung, dan
sekarang tercatat sebagai Mahasiswa
Teknik Elektro UNDIP,
Angkatan 2008, Konsentrasi Elektronika dan Telekomunikasi..
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Yuli Christyono, S.T., M.T.
NIP. 196807111997021001