peranan pembiayaan mudharabah terhadap perkembangan usaha ...
Transcript of peranan pembiayaan mudharabah terhadap perkembangan usaha ...
PERANAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH
TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA
MIKRO DARI ANGGOTA DAN CALON
ANGGOTA KOPERASI BMT MU’AMALAH
SYARI’AH TEBUIRENG JOMBANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
DIAH AYU WIGATI NIM. 12020110110019
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2014
ii
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun : Diah Ayu Wigati
Nomor Induk Mahasiswa : 12020110110019
Fakultas/ Jurusan : Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan
Judul Usulan Skripsi : PERANAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH
TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA
MIKRO DARI ANGGOTA DAN CALON
ANGGOTA KOPERASI BMT MU’AMALAH
SYARI’AH TEBU IRENG JOMBANG
Dosen Pembimbing : Achma Hendra Setiawan, S.E, M.Si
Semarang, 2 Desember 2014
Dosen Pembimbing
(Achma Hendra Setiawan, S.E, M.Si) NIP. 196905101997021001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Mahasiswa : Diah Ayu Wigati
Nomor Induk Mahasiswa : 12020110110019
Fakultas / Jurusan : Ekonomika dan Bisnis / IESP
Judul Skripsi : PERANAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH
TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA
MIKRO DARI ANGGOTA DAN CALON
ANGGOTA KOPERASI BMT MU’AMALAH
SYARIAH TEBUIRENG JOMBANG
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 17 Desember 2014
Tim Penguji
1. Achma Hendra Setiawan, SE, M.Si
(................................................)
2. Prof. Dr. H. Purbayu Budi Santosa, MS (................................................)
3. Darwanto, SE, M.Si (........................
Mengetahui,
Pembantu Dekan I
Anis Chariri, SE, M.Com, Ph.D, Akt.
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini saya Diah Ayu Wigati, menyatakan
bahwa skripsi dengan judul : Peranan Pembiayaan Mudharabah Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro Dari Anggota dan Calon Anggota Koperasi BMT
Mu’amalah Syariah Tebu Ireng Jombang, adalah hasil tulisan saya sendiri.
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak
terdapat keseluruhan atau sebagaian tulisan orang lain yang saya ambil dengan
cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang
menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya
akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau
keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau saya ambil dari tulisan orang lain
tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut
di atas baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi
saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah
hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah yang telah diberikan oleh
universitas batal saya terima.
Semarang, 22 Desember 2014
Yang menbuat pernyataan,
(Diah Ayu Wigati)
NIM :12020110110019
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“wa man jaahada fa-innamaa yujaahidu linafsihi.” “Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah
untuk dirinya sendiri.” (QS Al-Ankabut [29]: 6)
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.
- Andrew Jackson -
“Learn from the mistakes in the past, try by using a different way, and always hope for a successful future”.
KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI KEPADA ALMARHUMAH IBUNDAKU YANG TERCINTA
vi
ABSTRACT
Micro enterprise is the greatest agent in the economic sectors that
engaged in trade and services. In general, the problems that faced by micro
enterprise agents in Jombang is the problem of capital, where a small and micro
entrepreneurs do not have sufficient capital to run the business.
The purpose of this study is to analyze the differences and the development
of micro-enterprises between before and after obtaining financing from BMT
Mu'amalah Syariah including venture capital, sales turnover and profit. The
object of the research are member of the micro businesses of BMT Mu'amalah
Syariah and BMT Mu'amalah Syariah prospective members with a sample of 100.
The type of data are primary data and secondary data. Analysis methods which
used in this study include the validity, reliability, and the Wilcoxon sign rank test.
Based on calculations of Wilcoxon sign rank test to obtain sales turnover -
p value of 0.000 (0.000 <0.05), which means that there are different variables
before and after obtaining capital of BMT Mu'amalah Syariah financing an
increase in working capital amounted to 100% after getting financing BMT
Mu'amalah of Sharia Tebuireng Jombang. For variable operating profit obtained
p value of 0.000 (0.000 <0.05), which means that there are different variables
before and after obtaining capital of BMT Mu'amalah Sharia financing an
increase in working capital amounted to 100% after getting financing from BMT
Mu'amalah of Syariah Tebuireng Jombang. For variable hours of work obtained
p value of 0.000 (0.000 <0.05), which means that there are different variables
before and after obtaining capital of BMT Mu'amalah Syariah financing an
increase in working capital amounted to 37% after getting financing from BMT
Mu'amalah Syariah Tebuireng Jombang. For variable inventory obtained p value
of 0.000 (0.000 <0.05), which means that there are different variables before and
after obtaining capital of BMT Mu'amalah Syariah financing an increase in
working capital amounted to 42% after getting financing from BMT Mu'amalah of
Syariah Tebuireng Jombang. Thus the presence of BMT Mu'amalah of Syariah
Tebuireng Jombang, the turnover of sales, operating income, working hours and
inventory have increased significantly.
vii
Keywords: Micro enterprise, Financing Mudharabah Jombang, Turnover of
Sales, Operating Income, Working Hours, and Inventory
ABSTRAKSI
Usaha Mikro merupakan pelaku terbesar pada sektor ekonomi yang bergerak di bidang perdagangan maupun jasa. Pada umumnya masalah yang dihadapi oleh para pelaku usaha mikro di Jombang adalah masalah permodalan, dimana pengusaha mikro kecil tidak memiliki modal usaha yang cukup untuk menjalankan usaha.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perbedaan dan perkembangan usaha mikro antara sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan dari BMT Mu’amalah Syariah yang meliputi modal usaha, omzet penjualan dan keuntungan. Objek penelitiannya yaitu usaha mikro yang menjadi anggota BMT Mu’amalah Syariah dan calon anggota BMT Mu’amalah Syariah dengan sampel sebanyak 100. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji validitas, uji reliabilitas dan uji pangkat tanda wilcoxon.
Berdasarkan perhitungan uji pangkat tanda wilcoxon untuk variabel omzet penjualan didapatkan nilai -p sebesar 0,000 (0,000<0,05) yang berarti ada beda variabel modal sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan dari BMT Mu’amalah Syariah terjadi peningkatan omzet usaha sebesar 100% setelah medapatkan pembiayan dari BMT Mu’amalah Syariah Tebu Ireng Jombang. Untuk variabel laba usaha didapatkan nilai -p sebesar 0,000 (0,000<0,05) yang berarti ada beda variabel modal sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan dari BMT Mu’amalah Syariah terjadi peningkatan keuntungan usaha sebesar 100% setelah medapatkan pembiayan dari BMT Mu’amalah Syariah Tebu Ireng Jombang.Untuk variabel jam kerja didapatkan nilai -p sebesar 0,000 (0,000<0,05) yang berarti ada beda variabel modal sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan dari BMT Mu’amalah Syariah terjadi peningkatan jam kerja sebesar 37 % setelah medapatkan pembiayan dari BMT Mu’amalah Syariah Tebu Ireng Jombang.Untuk variabel persediaan barang didapatkan nilai -p sebesar 0,000 (0,000<0,05) yang berarti ada beda variabel modal sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan dari BMT Mu’amalah Syariah terjadi peningkatan persediaan barang sebesar 42% setelah medapatkan pembiayan dari BMT Mu’amalah Syariah Tebu Ireng Jombang. Dengan demikian dengan adanya pembiayaan dari BMT Mu’amalah Syariah Tebu Ireng Jombang maka omzet penjualan, laba usaha, jam kerja dan persediaan barang mengalami peningkatan yang sangat berarti.
Kata Kunci : Usaha Mikro, Pembiayaan Mudharabah, Omzet penjualan, Laba Usaha, Jam Kerja, dan Persediaan Barang.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya skripsi yang
berjudul “Peranan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Perkembangan Usaha
Mikro Dari Anggota dan Calon Anggota Koperasi BMT Mu’amalah Syariah
Tebuireng Jombang”. sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program
Sarjana Strata 1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat doa, dukungan, bantuan,
dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Mohamad Nasir, M.Si, Akt., Ph.D selaku Dekan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
2. Bapak Achma Hendra Setiawan, S.E, Msi selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan arahan serta kesabaran selama proses
bimbingan skripsi.
3. Bapak Darwanto, S.E, Msi selaku dosen wali yang telah memberikan
motivasi dan arahannya selama menempuh pendidikan di S1
Universitas Diponegoro
4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang
bermanfaat.
5. Pimpinan dan seluruh staf Koperasi BMT Mu’amalah Syariah serta
para responden yang telah memberikan bantuan serta informasi untuk
penelitian ini.
ix
6. Untuk Almarhumah Bunda dan Bapak tercinta serta para Kakak dan
keluarga yang telah memberikan untaian doa, dukungan, curahan
kasih sayang, dan motivasi yang tiada henti untuk terselesaikannya
skripsi ini.
7. Untuk Julian Prasetyo terima kasih atas doa, bantuan, dukungan,
motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
8. Buat Mbak Indah terima kasih untuk memotivasinya dan
dukungannya selam ini.
9. Sahabat-sahabat terbaik GG Bias ku, Riana, Wida, Rahmi, Rosi, Ika,
Yani, Anggraeni dan Devi terima kasih atas doa, dukungan, motivasi
dan kenangan persahabatan yang telah terjalin selama ini.
10. Saudara-saudara di Semarang terima kasih atas doa dan dukungannya
selama ini.
11. Temen-temen kost Delviera, Eki, dan Mbak Wulan terima kasih atas
doanya dan motivasinya.
12. Teman-teman seperjuangan IESP angkatan 2010 atas kebersamaan
dan kerjasamanya selama ini.
13. Teman-teman KKN 2013 Desa Tersan Gege Kabupaten Magelang
atas kebersamaan dan kenangannya.
14. Seluruh karyawan dan staf Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro serta kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi
ini.
x
Skripsi ini tentu tidak terlepas dari segala kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangatlah diharapkan untuk
memperbaiki hal tersebut. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak terkait.
Semarang, 22 Desember 2014
Penulis,
Diah Ayu Wigati
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN ..................... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................. v
ABSTRACT .................................................................................... vi
ABSTRAKSI .................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ..................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 11
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................... 12
1.4 Sistematika Penulisan ....................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ................................................................. 16
2.1.1 Koperasi ................................................................... 16
2.1.2 BMT ......................................................................... 17
2.1.2.1 Pengertian ......................................................... 17
2.1.2.2 Azaz dan Badan Hukum BMT ........................... 17
2.1.2.3 Ciri-ciri BMT .................................................... 19
2.1.2.4 Produk pembiayaan BMT .................................. 21
2.1.3 Anggota BMT ........................................................... 44
2.1.4 Usaha Mikro ............................................................. 46
2.1.4.1 Pengertian ......................................................... 46
2.1.4.2 Kendala Usaha Mikro ........................................ 48
2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................... 49
2.3 Kerangka Pemikiran ......................................................... 52
2.4 Hipotesis .......................................................................... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ...... 55
3.1.1 Variabel Penelitian .................................................... 55
xii
3.1.2 Definisi Operasional Variabel ................................... 55
3.2 Populasi dan Sampel ........................................................ 57
3.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................... 61
3.4 Metodologi Pengumpulan Data ........................................ 62
3.5 Metode Analisis ............................................................... 63
3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ............................... 63
3.5.2 Uji Statistik Pangkat Wilcoxon ................................. 67
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
4.1 Deskriptif Objek Penelitian .............................................. 69
4.1.1 Kondisi Wilayah Jombang ........................................ 69
4.1.1.1 Kondisi Geodrafis Jombang ............................... 69
4.1.1.2 Kondisi Demografis Jombang ............................ 72
4.1.2 Karakteristik Responden ........................................... 72
4.1.2.1 Jenis Kelamin .................................................... 73
4.1.2.2 Jenis Usaha ........................................................ 74
4.1.2.3 Tingkat Pendidikan ............................................ 75
4.1.2.4 Umur ................................................................. 77
4.1.2.5 Jumlah pembiayaan yang di pinjam ................... 78
4.1.3 Profil Koperasi .......................................................... 79
4.1.3.1 Sejarah Koperasi................................................ 79
4.1.3.2 Struktur Pengurus .............................................. 79
4.2 Analisis Data .................................................................... 81
4.2.1 Uji Validitas .............................................................. 82
4.2.2 Uji Reliabilitas .......................................................... 82
4.2.3 Uji Tanda Pangkat Wilcoxon .................................... 83
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...................................................................... 90
5.2 Keterbatasan ..................................................................... 92
5.3 Saran ................................................................................ 93
Daftar Pustaka............................................................................... 94
Lampiran ....................................................................................... 97
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah BMT di Jombang .......................... 3
Tabel 1.2 Perkembangan Modal dan Volume Usaha Koperasi
BMT Mu’amalah Syari’ah Tahun 2009 – 2012 ................ 4
Tabel 1.3 Jumlah BMT Di Jombang ................................................. 6
Tabel 1.4 Perbedaan Koperasi Konvensional dan KJKS ................... 7
Tabel 1.5 Dana Bantuan Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro
Koperasi BMT Mu’amalah Syari’ah Tahun 2009 – 2014 .. 10
Tabel 2.1 Perbedaan Ijarah dan Leasing ........................................... 39
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................... 50
Tabel 3.1 Perhitungan Jumlah Sampel Anggota dan
Calon Anggota .................................................................. 58
Tabel 3.2 Perhitungan Jumlah Sampel dari Calon Anggota .............. 59
Tabel 3.3 Perhitungan Jumlah Sampel dari Anggota ........................ 60
Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Desa / Kelurahan
di Kabupaten Jombang ....................................................... 70
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas ............................................................ 82
Tabel 4.3 Hasil Reliabilitas Statistik ................................................. 83
Tabel 4.4 Item Total Statistic ........................................................... 83
Tabel 4.5 Hasil Uji Tanda Pangkat Wilcoxon ................................... 84
Tabel 4.6 Perkembangan Variabel Setelah Pembiayaan .................... 8
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Akad Musyarakah ............................................................ 24
Gambar 2.2 Akad Mudharabah ............................................................ 29
Gambar 2.3 Akad Jual – Beli ............................................................... 37
Gambar 2.4 Akad Wakalah .................................................................. 40
Gambar 2.5 Akad Kafalah ................................................................... 41
Gambar 2.6 Akad Hawalah .................................................................. 42
Gambar 2.7 Akad Rahm ...................................................................... 44
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran ......................................................... 40
Gambar 4.1 Peta Administratif Kabupaten Jombang ............................ 71
Gambar 4.2 Karakteristik Responden Anggota dan Calon Anggota BMT
Mu’amalah Syariah Berdasarkan Jenis Kelamin ............... 73
Gambar 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha ........... 74
Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan ........................................................................ 76
Gambar 4.5 Karakterisitik Responden Berdasarkan Umur ................... 77
Gambar 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah
Pembiayaan ...................................................................... 78
Gambar 4.7 Strukutr Organisasi KoperasiBMT Muamalah
Syariah Tebuireng Jombang .............................................. 80
Gambar 4.8 Perkembangan Omzet Penjualan Setelah Pembiayaan....... 86
Gambar 4.9 Perkembangan Laba Usaha Setelah Pembiayaan ............... 87
Gambar 4.10 Perkembangan Jam Kerja Setelah Pembiayaan ............... 88
Gambar 4.11 Perkembangan Persediaan Barang Setelah
Pembiayaan .................................................................... 89
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner ....................................................................... 94
Lampiran 2 Profil Responden ............................................................ 98
Lampiran 3 Pembiayaan Mudharabah ................................................ 103
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas .......................................................... 106
Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas ....................................................... 109
Lampiran 6 Hasil Uji Tanda Pangkat Wilcoxon ................................. 111
Lampiran 7 Dokumentasi ................................................................... 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan lembaga keuangan syariah memiliki peranan yang signifikan
pada pertumbuhan lembaga keuangan Indonesia. Peranan ini dibuktikan oleh
partisipasi masyarakat menggunakan lembaga keuangan syariah untuk
mengembangkan usahanya. Lembaga keuangan syariah sebagai bagian dari sistem
ekonomi syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari
jaringan Syariah. Oleh karena itu, Lembaga keuangan syariah tidak akan mungkin
membiayai usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang diharamkan,
proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas. Bisnis syariah
ditunjukan untuk memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian tujuan
sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik. Bisnis secara syariah dijalankan untuk
mencapai iklim bisnis yang baik dan lepas dari praktik kecurangan.
Lembaga keuangan secara umum dibagi ke dalam dua jenis yaitu lembaga
keuangan perbankan dan lembaga keuangan non bank. Lembaga perbankan
merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara antara pihak yang
kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Pada praktiknya, bank–bank
ini menghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit. Sementara itu lembaga keuangan non bank
melakukan aktivitas salah satu dari fungsi bank, yaitu melakukan penghimpun
2
dana saja dari masyarakat atau menyalurkan saja kepada masyarakat. Ciri-ciri
sebuah lembaga keuangan syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut: (1)
dalam menerima titipan dan investasi, lembaga keuangan syariah harus sesuai
dengan fatwa dewan pengawas syariah; (2) hubungan antara investor (penyimpan
dana), pengguna dana, dan lembaga keuangan syariah sebagai intermediary
institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur; (3) bisnis
lembaga keuangan syariah bukan hanya berdasarkan profit oriented, tetapi juga
falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat; (4) konsep
yang digunakan dalam transaksi lembaga syariah berdasarkan prinsip kemitraan
bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-
meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial; (5) lembaga keuangan syariah
hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta
tidak merugikan syiar Islam.
Di Indonesia lembaga keuangan syariah yang pertama kali muncul adalah
Bank syariah. Bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank
muamalat syariah. Adiwarman (2006) menjelaskan berdasarkan data Bank
Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 2013 diperkirakan cukup baik.
Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat
pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika posisi November 2012, volume usaha
perbankan syariah telah mencapai 15,0 triliun rupiah, dengan tingkat pertumbuhan
yang terjadi pada tahun 2012 sebesar 83,3 %, volume usaha perbankan syariah
diakhir tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 20 triliun rupiah. Dengan volume
tersebut, diperkirakan industri perdagangan syariah akan mencapai pangsa pasar
3
sebesar 1,6 % dari industri perbankan nasional dibandingkan sebesar 1,3% pada
akhir tahun 2012. Perkembangan yang pesat Bank syariah mendorong munculnya
Lembaga keuangan syariah non bank, misalnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
BMT adalah salah satu produk dari lembaga kuangan syariah yang saat ini
telah mampu memberikan pembiayaan untuk usaha anggota dan calon anggota
agar usahanya dapat berkembang. Koperasi Simpan Pinjam dan BMT memiliki
badan hukum yang sama yakni koperasi. Oleh karena berbadan hukum koperasi,
maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian dan UU no. 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro (LKM). Selama ini BMT harus juga dijalankan berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KepMen) no. 91 tahun
2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (KJKS).
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah BMT di Jombang
Sumber : BPS 2013, diolah
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah BMT di Jombang
mengalami kenaikkan. Hal ini dapat membantu meratakan pembiayaan untuk
kemajuan usaha mikro di Jombang. Semakin banyak BMT yang muncul maka
Tahun Jumlah BMT
2009 9 Unit
2010 10 Unit
2011 10 Unit
2012 11Unit
2013 11 Unit
4
akan mampu meningkatkan jumlah permodalan usaha anggota usaha mikro.
Faktor penting dalam sebuah badan usaha adalah modal. Modal adalah
sumber dana untuk membiayai aktivitas-aktivitas usaha. Sumber modal dalam
koperasi adalah modal sendiri dan modal pinjaman. Penggunaan modal sendiri
lebih baik dibandingkan modal pinjaman, karena penggunaan modal sendiri
tidak akan menimbulkan beban bunga yang sangat besar
Adapun yang menjadi sumber utama modal sendiri dalam koperasi adalah
setoran pokok, modal penyertaan, dan simpanan. Ukuran untuk menilai
keberhasilan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) bukan terletak pada besarnya laba
yang dihasilkan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) tetapi lebih ditekankan pada
efisiensi pengelolaan modal Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang digunakan untuk
membiayai usaha anggotanya.
Tabel 1. 2 Perkembangan Modal dan Volume Usaha
Koperasi BMT Mu’amalah Syariah Tahun (2009-2012)
Sumber: BPS 2012, diolah
Tahun Jumlah Modal (juta) Volume Usaha
2009 367.718 626.725
2010 400.7 626.725
2011 514.226 453.408
2012 580.648 453.408
5
Koperasi muncul sebagai solusi atas keresahan penduduk kalangan ekonomi
lemah untuk memajukan usahanya karena keterbatasan modal yang dimiliki.
Namun koperasi konvensional masih menerapkan sistem bunga/riba, sedang
dalam Islam hal tersebut dilarang. Hal itu menjadi salah satu faktor berdirinya
koperasi yang berlandaskan syariah. Koperasi lebih menekankan konsep
perbankan (sistem bunga) dalam pengelolaan simpanan dan pinjaman untuk
nasabah. Sedangkan BMT lebih menekankan pada konsep syariah Islam dengan
sistem bagi hasil tanpa adanya riba. Keuntungan bagi hasil didasarkan pada
kemampuan pengeloalaan usaha yang dilakukan, baik bagi BMT maupun bagi
nasabah. Besar kecilnya keuntungan dilakukan dengan sistem tawar menawar
yang selanjutnya dilakukan perjanjian bagi hasil dengan Akad.
Akad syariah yang digunakan biasanya menggunakan akad mudharabah
muthlaqah. Nasabah menyerahkan investasinya dalam bentuk deposito kepada
pihak-pihak bank dan bank boleh memutarkan dana tersebut secara bebas sesuai
kebijakan bank. Akad Mudharabah deposito menggunakan prinsip bagi hasil
sebagi return investasinya melalui nisah atau prosi presentasi antara nasabah dan
pihak bank. BMT sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat dan memiliki
prospek yang baik karena mayoritas penduduk muslim, sehingga bisa dikatakan
lembaga keuangan syariah mengalami kemajuan yang pesat dari tahun ke tahun.
6
Tabel 1.3 Jumlah BMT Di Jombang
No Nama BMT Jumlah Anggota Modal ( juta )
1 BMT Al Ikhlas 25 5.707
2 BMT Al Madjid 34 2.140
3 BMT Al Ittihal 31 200
4 BMT Al Arifin 49 11.442
5 BMT Al Hasan 29 1.450
6 BMT Al Faiz 33 2.120
7 BMT Bina Artha Mulia 25 14.495
8 BMT Surya Sejahtera 30 163.196
9 BMT Mu’amalah Syariah 771 367.718
10 BMT An Nur 26 154.423
11 BMT Surya Amanah 3
Sumber : BPS, 2010
Mekanisme bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang baik
antara shahibul maal dengan mudharib. Kerjasama atau partnership merupakan
karakter dalam masyarakat ekonomi Islam. Kerjasama ekonomi harus dilakukan
dalam semua kegiatan ekonomi yaitu : produksi, distribusi barang maupun jasa.
Salah satu bentuk kerjasama dalam bisnis atau ekonomi Islam adalah qirad atau
mudharabah. Qirad atau mudhrabah adalah kerjasama antara pemilik modal atau
uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau tenaga dalam
pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui qirad atau
mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga,
7
tetapi mendaptkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek ekonomi
yang disepakati bersama( Muhammad, 2001).
Tabel 1.4 Perbedaan koperasi konvensional dan KJKS
Perbedaan KJKS Koperasi
Konvensional
Investasi Melakukan investasi yang halal saja Investasi yang halal dan haram
Bunga Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa
Memakai perangkat bunga
Profit Profit dan falah oriented (mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat)
Profit Oriented
Pengawas Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat dewan sejenis
Sumber : Antonio, 2001
Antonio (2001) mengatakan riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan).
Dalam pengertian lain, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Menurut istilah
teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil
atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Koperasi BMT Mu’amalah Syariah adalah salah satu lembaga keuangan yang
terdapat di Jombang. Perkembangan BMT Mu’amalah syariah sangat cepat hal ini
dikarenakan Koperasi BMT ini memiliki modal yang tinggi dibandingkan dengan
lembaga keuangan syariah yang lainnya. Modal adalah salah satu komponen yang
8
penting untuk menjalankan suatu usaha. BMT memberikan pinjaman untuk usaha
anggotanya agar lebih berkembang. Di Jombang terdapat beberapa BMT yang
menawarkan modal usaha atau disebut juga dengan sistem pembiayaan
mudharabah.
Pada Peraturan Bank Indonesia No.10/16/PBI/2008 dijelaskan tentang
pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan syariah. Karakteristik pembiayaan mudharabah meliputi
ketentuan, syarat dan rukun pembiayaan serta ketentuan bagi hasilnya diatur
dalam Fatwa MUI No.7/DSN/IV/2000. Dalam standar akuntansi, pembiayaan
mudharabah diatur dalam PSAK No.59 tentang perlakuan akuntansi Bank
syariah. Secara hukum BMT masih berbadan hukum pada koperasi akan tetapi
sistem operasionalnya tidak jauh berbeda dengan bank syariah sehingga
produk–produk yang berkembang dalam BMT sama halnya yang terdapat pada
bank syariah.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia usaha mikro selalu digambarkan
sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar
jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil
baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi
bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang
dikelola oleh dua departemen yakni: (1) Departemen Perindustrian dan
Perdagangan; (2) Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, namun
demikian usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan
hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan usaha kecil menengah sangat kecil
9
dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar. Pelaksanaan
kebijaksanaan usaha kecil menengah oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit
saja yang dilaksanakan lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga
hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha
besar hampir disemua sektor, antara lain : perdagangan, perbankan, kehutanan,
pertanian dan industri (Sartika, 2004).
Perkembangan usaha mikro di Pedesaan pada awalnya tidak bisa berkembang
karena permodalan mereka sangat terbatas. Sebagian lembaga keuangan
perbankan belum bisa menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah.
Sebelum adanya lembaga simpan pinjam syariah, masyarakat kecil dan
menengah menambah modal usahanya dengan cara meminjam kepada rentenir
atau lembaga simpan pinjam konvensional. Selain peminjam harus
mengembalikan dana sejumlah pinjaman pokok, peminjam juga harus
membayar beban bunga yang tinggi. BMT tidak menempuh cara transaksi
simpan pinjam berbunga. BMT mencari keuntungan usaha melalui kegiatan yang
bebas riba. Salah satu ruang lingkup kegiatan operasional BMT adalah
kerjasama bagi hasil berupa pembiayaan mudharabah.
10
Tabel 1.5 Dana Bantuan Alokasi Pembiayaan Usaha Mikro
Koperasi BMT Mu’amalah Syari’ah Tahun 2009-2014 ( Dalam juta rupiah)
Sumber : Data Keuangan BMT Mu’amalah Syari’ah 2014, diolah
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa dana alokasi yang diberikan kepada
Koperasi BMT Mu’amalah Syariah kepada pelaku usaha mikro tiap tahunnya
mengalami kenaikan disetiap jenis usaha per sektor. Sektor jasa memperoleh
pembiayaan paling besar dibandingkan sektor perdagangan karena masyarakat
sekitar Jombang khususnya daerah Kecamatan Diwek memiliki usaha konveksi
yang besar. Permintaan akan souvenir baju para penziarah makam KH.
Abdurrahman Wahid yang cukup besar mengakibatkan berkembangnya usaha
konveksi di Kecamatan Diwek.
Mengingat fenomena diatas cukup menarik untuk dibahas, penulis tertarik
untuk mengkaji permasalahan dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi
dengan judul. “Peranan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Perkembangan Usaha
Mikro Dari Anggota dan Calon Anggota Koperasi BMT Mu’amalah Syariah
Tebuireng Jombang”.
Jenis Usaha (Per Sektor)
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Perdagangan 13 13.5 13 14 15 15
Pertanian 2 2 1.5 2 3 5
Jasa 5 5 5 5 10 10
Peternakan 2 2 3 3 4 4
Perikanan 2 2 2 2 3 3
11
1.2 Rumusan Masalah
Banyak kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha mikro, salah satunya adalah
modal. Padahal modal merupakan unsur pertama dalam mendukung
peningkatan produksi. Dengan adanya modal, usaha akan lebih berkembang.
Namun di Jombang khususnya daerah Kecamatan Diwek yang memiliki pelaku
usaha mikro terbesar di Jombang ternyata susah mendapatkan modal untuk
usahanya. Mereka telah mengenal lembaga keuangan formal untuk mendapatkan
modal seperti Bank. Tetapi kenyataannya tidak mudah mendapatkan pembiayaan
dari Bank, karena persyaratan yang terlalu rumit sehingga para pelaku usaha
mikro enggan meminjam di Bank. Usaha mikro di Kabupaten Jombang terdiri dari
berbagai macam jenis usaha misalnya pertanian, perikanan, jasa dan perdagangan.
Dengan adanya Koperasi BMT Mu’amalah dapat menjadi jalan alternatif
untuk dapat membantu memenuhi kebutuhan modal sektor usaha mikro.
Koperasi BMT Mu’amalah syariah menerapkan sistem pembiayaan mudharabah
yang tidak memiliki bunga. Kuncoro (2005) menjelaskan mudharabah adalah
kerjasama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian
atau keterampilan atau tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek
usaha. Melalui mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan
mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing
dari proyek ekonomi yang disepakati bersama. Hal ini akan menarik untuk dikaji
sehingga timbul penelitian sebagai berikut:
12
1. Bagaimana perbedaan omzet penjualan usaha mikro antara sebelum
dan sesudah mendapat bantuan pembiayaan mudharabah di Koperasi
BMT Mu’amalah Syariah?
2. Bagaimana perbedaan keuntungan usaha mikro antara sebelum dan
sesudah mendapat bantuan pembiayaan mudharabah di Koperasi BMT
Mu’amalah Syariah?
3. Bagaimana perbedaan jam kerja usaha mikro antara sebelum dan
sesudah mendapat bantuan pembiayaan mudharabah di Koperasi BMT
Mu’amalah Syariah?
4. Bagaimana perbedaan jumlah persediaan barang usaha mikro antara
sebelum dan sesudah mendapat bantuan pembiayaan mudharabah di
Koperasi BMT Mu’amalah Syariah?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk menganalisis perbedaan omzet penjualan usaha mikro antara
sebelum dan sesudah mendapat bantuan pembiayaaan mudharabah di
Koperasi BMT Mu’amalah Syariah.
2. Untuk menganalisis perbedaan keuntungan usaha mikro antara
sebelum dan sesudah mendapat bantuan pembiayaaan mudharabah di
Koperasi BMT Mu’amalah Syariah.
13
3. Untuk menganalisis perbedaan jam kerja usaha mikro antara sebelum
dan sesudah mendapat bantuan pembiayaaan mudharabah di Koperasi
BMT Mu’amalah Syariah.
4. Untuk menganalisis perbedaan jumlah persediaan barang usaha mikro
antara sebelum dan sesudah mendapat bantuan pembiayaaan
mudharabah di Koperasi BMT Mu’amalah Syariah.
Kegunaan Penelitian ini adalah :
1. Untuk Koperasi BMT Mu’amalah Syariah Jombang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi
serta masukan bagi manajemen Koperasi BMT Muamalah Syariah
Jombang dalam mengelola pembiayaan mudharabah sehingga dapat
meningkatkan kemajauan Koperasi BMT Muamalah Syariah Pondok
Pesantren Tebuireng.
2. Untuk Masyarakat
Memberikan informasi yang berguna bagi semua masyarakat bahwa
pembiayaan mudharabah merupakan salah satu alternatif untuk
peningkatan modal usaha tanpa adanya riba.
3. Untuk Peneliti
Dapat menambah perbendaharaan pengetahuan praktis bagi penulis
dalam rangka menerapkan teori yang diperoleh sebelumnya.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk kejelasan dan ketetapan arah pembahasan dalam skripsi ini
penulis menyusun sistematika sebagai berikut :
14
BAB I : Pendahuluan
Menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Menguraikan tentang landasan teori yang berkaitan dengan topik
penelitian, pembahasan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
menjadi acuan dalam penyusunan skripsi ini, kerangka pemikiran
yang menerangkan secara ringkas hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat yang akan diteliti, serta hipotesis penelitian
yang menjadi pedoman dalam analisis data.
BAB III : Metode Penelitian
Menguraikan tentang variabel penelitian dan definisi operasional
variabel, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini.
BAB IV : Hasil dan Analisis
Menguraikan tentang deskriptif objek penelitian yang menjelaskan
secara umum obyek penelitian dan hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian ini, serta proses pengintepretasian data yang diperoleh
untuk mencari makna dan implikasi dari hasil analisis.
15
BAB V : Penutup
Mencakup uraian yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian serta saran-saran.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 pasal 1 ayat 1. Koperasi
adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum
koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Koperasi
merupakan kumpulan orang dan bukan kumpulan modal. Koperasi harus
mengabdi kepada kepentingan masyarakat. Kerjasama dalam koperasi didasarkan
pada rasa persamaan derajat, dan kesadaran para anggotanya. Koperasi merupakan
wadah demokrasi ekonomi dan sosial. Koperasi adalah milik bersama para
anggota, pengurus maupun pengelola. Usaha tersebut diatur sesuai dengan
keinginan para anggota melalui musyawarah rapat anggota.
Koperasi melaksanakan prinsip koperasi yang meliputi :
a) keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka; b) pengawasan oleh
Anggota diselenggarakan secara demokratis; c) anggota berpartisipasi aktif dalam
kegiatan ekonomi Koperasi; d) koperasi merupakan badan usaha swadaya yang
otonom, dan independen; e) koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan
informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan
17
koperasi; f) koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan
koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal,
nasional, regional, dan internasional; dan g) koperasi bekerja untuk pembangunan
berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang
disepakati oleh anggota
2.1.2 Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
2.1.2.1 Pengertian BMT
BMT adalah singkatan dari istilah Baitul Mal wa Tamwil. Secara
singkat, bait al-mal merupakan lembaga pengumpulan dana masyarakat yang
disalurkan tanpa tujuan profit. Sedangkan bait at-tamwil merupakan lembaga
pengumpulan dana (uang) guna disalurkan dengan orientasi profit dan
komersial. Sumiyanto (2008) mengatakan bahwa, BMT merupakan salah satu
jenis lembaga keuangan bukan bank yang bergerak dalam skala mikro
seperti koperasi simpan pinjam (KSP).
2.1.2.2 Azas Dan Badan hukum BMT
BMT berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta
berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/
koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara hukum BMT
masih berbadan hukum pada koperasi, hal ini dikarenakan BMT masih belum
memiliki status dan perundang-undangan yang jelas walaupun mendapat
dukungan dari pemerintah. Solusinya hingga saat ini BMT masih menginduk pada
perundang-undangan walaupun secara mekanisme kerja berbeda. Efek dari
18
berbadan hukum koperasi, BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 17
tahun 2012 tentang perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaa
usaha simpan pinjam oleh koperasi, juga dipertegas oleh KEP. MEN Nomor 91
tahun 2004 tentang Koperasi jasa keuangan syariah. Undang-undang tersebut
sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga keuangan mikro syariah).
Secara prinsip BMT dan bank syariah sama-sama menjunjung asas
ekonomi Islam dalam sistem maupun operasionalnya. Namun, BMT memiliki
beberapa perbedaan dengan bank syariah. Modal awal BMT tidak sebesar bank
syariah, karena salah satu syarat berdirinya bank adalah mencapai modal awal
sebesar yang telah ditentukan dalam undang–undang perbankan, demikian juga
dengan bank syariah harus memenuhi syarat tersebut. Pangsa pasar BMT lebih
kecil dari pada bank syariah yaitu seputar Kabupaten, khususnya bagi masyarakat
dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Pada nisbah bagi hasil produk
tabungan Bank Syariah dan BMT cenderung memiliki perbedaan dimana BMT
menentukan nisbah yang lebih kecil bagi nasabah. Hal ini disebabkan karena
pertimbangan modal BMT yang lebih kecil, system profit dan lost sharing yang
berbeda dengan Bank syariah (revenue sharing) dan tidak adanya pembebasan
biaya administratif bagi nasabah. Pada produk pembiayaan, BMT tidak
menentukan nisbah tertentu. Presentase bagi hasil tersebut ditentukan melalui
kesepakatan antara pihak BMT dengan calon peminjam secara personal. Hal ini
disebabkan karena BMT tidak tunduk kepada regulasi BI (Bank Indonesia)
sehingga lebih leluasa dalam menerapkan konsep bagi hasil yang sesungguhnya.
19
2.1.2.3 Ciri-ciri BMT
Menurut A. Djazuli (2002:184) mengemukakan empat ciri utama dan ciri
khas BMT yaitu :
Ciri utama BMT :
1. Mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak
untuk anggota.
2. Bukan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan
penggunaan zakat, infak dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyrarakat di
sekitarnya.
4. Milik bersama masyarakat kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan
milik seorang atau orang dari luar masyrakat itu.
Ciri khas BMT adalah :
1. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif, dinamis, berpandangan produktif,
tidak menunggu tetapi menjemput nasabah, baik penyetor dana maupun
sebagai penerima pembiayaan usaha.
2. Kantor dibuka dalam waktu tertentu dan ditunggu oleh sejumlah staf yang
terbatas, karena sebagian staf harus bergerak ke lapangan untuk
mendapatkan nasabah penyetor dana, memonitor dan mensupervisi usaha
nasabah.
20
3. Manajemen BMT diselenggarakan secara profesional dan islami.
Selanjutnya Muhammad (2003:136) mengemukakan ciri BMT sebagai
lembaga keuangan informal, yaitu :
1. Modal awal lebih kurang Rp 5 juta s.d. Rp 10 juta.
2. Memberikan pembiayaan kepada anggota relatif lebih kecil, tergantung
perkembangan modalnya.
3. Calon pengelola atau manajer dipilih yang beraqidah, komitmen tingggi
pada pengembangan ekonomi umat, amanah, jujur, dan jika mungkin
lulusan D3 atau S1.
4. Menerima titipan zakat, infaq dan sadaqah dari bazis.
5. Dalam operasi menggiatkan dan menjemput berbagai simpanan
mudharabah, demikian pula terhadap nasabah pembiayaan tidak
menunggu.
6. Manajemen profersional dan Islami.
7. Administrasi pembukuan dan prosedur perbankan
8. Aktif, menjemput,berprakarsa.
9. Berprilaku ansahu’amalan : service excellent
21
2.1.2.4 Produk Pembiayaan BMT
Dalam pembiayaan produktif, baik yang diperuntukkan sebagai modal
kerja maupun investasi, masyarakat dapat memilih empat model pembiayaan
BMT. Pola pembiayaan ini merupakan kontrak yang mendasari berbagai produk
layanan masyarakat BMT dalam usahanya. Ascarya mengklasifikasikan
pembiayaan BMT kepada empat kategori umum, yaitu (2008: 140):
a. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Syirkah dalam bahasa Arab berarti pencampuran atau interaksi atau
membagi sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang
ada. Di dalam terminology Fikih Islam, Syirkah dibagi dalam dua jenis :
1. Syirkah al – milk atau syirkah kepemilikan yaitu kepemilikan bersama
dua pihak atau lebih dari suatu properti.
2. Syirkah al-aqd atau syirkah akad yaitu berarti kemitraan yang terjadi
karena adanya kontrak bersama atas usaha komersil bersama.
Akad dalam lembaga keuangan syariah seperti bank syariah dan BMT
yang utama dan paling penting disepakati oleh para ulama adalah akad
dengan pola bagi hasil dengan prinsip mudharabah (trustee profit sharing) dan
musyarakah (joint venture profit sharing).
1) Musyarakah
22
Merupakan kerjasama dalam usaha oleh dua pihak. Ketentuan umum
dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut :
a) Semua modal disatukan untuk menjadi modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama.
b) Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan
usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha.
c) Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah
dengan tidak boleh melakukan tindakan seperti; seperti
menggabungkan dana proyek dengan dana pribadi, mejalankan
proyek dengan pihak lain tanpa seizing pemilik modal lainnya,
memberi pinjaman kepada pihak lain.
d) Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan
oleh pihak lain.
e) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama bila menarik
diri dari perserikatan, meninggal dunia, menjadi tidak cakap hukm.
Biaya yang timbul dari pelaksanaan proyek jangka waktu proyek
harus diketahui bersama dan proyek yang dijalankan harus
disebutkan dalam akad.
Menurut Muhammad Syafi’i (2001), macam-macam musyarakah :
23
a. Syirkah al-‘inan
Syirkah al-‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dan dan
beroartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan
dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan
tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja
atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan
kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-
musyarakah ini.
b. Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang
atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan
dana dan secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-
musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja,
tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing
pihak.
c. Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan
dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk
menggarap sebuah proyek atau kerja sama dua orang penjahit
untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-
24
musyarakah ini kadang-kadang disebut usyarakah abdan atau
sanaa’i
d. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual
barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan
dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang
disediakan oleh tiap mitra. Jenis al-musyarakah ini tidak
memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada
jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai
musyarakah piutang.
Gambar 2.1 Akad Musyarakah
Sumber : Antonio, 2011
Masalah Parsial
Asset Value
Bank Syariah Parsial
Pembiayaan
Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal
(nisbah)
KEUNTUNGAN
PROYEK USAHA
25
2) Mudharabah
a. Pengertian mudharabah
Menurut Ascarya (20011: 60), mudharabah adalah akad bagi hasil
ketia pemilik dana/modal (pemodal), biasanya disebut shahibul
mal/ rabbul mal, menyediakan modal (100 persen) kepada
pengusaha sebagai pengelola, biasanya disebut mudharib, untuk
melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan
yang dihasilkan akan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan
yang ditentukan sebelumnya dalam akad (yang bsarnya juga
dipengaruhi olek kekuatan pasar)
b. Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah
(1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksanana usaha)
Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak
pertama bertindak sebagai pelaksana pemilik modal (shahib
almal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha
(mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad
mudharabah tidak ada.
(2) Objek mudaharabah (modal dan kerja)
Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah,
sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek
mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau
26
barang yang dirinci berapa nilai uangnya. sedangkan kerja yang
diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill,
management skill, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad
mudharabah pun tidak akan ada.
(3) Persetujuan kedua belah pihak (ija-qabul) Faktor ketiga, yakni
persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari
prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Di sini kedua belah
pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam
akad mudharabah. Pemilik dana setuju dengan perannya untuk
mengkontribusikan dana, sementara pelaksana usaha pun setuju
dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.
(4) Nisbah Keuntungan
Menurut Karim (2011), penentuan nisbah didasarkan pada:
a. Prosentase, nisbah keuntungan yang harus dinyatakan dalam
bentuk prosentas eantara kedua belah pihak, bukan dinyatakan
dalam nilai nominal.
b. Bagi Untung dan Bagi Rugi, ketentuan itu merupakan
konsekuensi logis dari karakteristik akad mudharabah itu sendiri,
yang tergolong kedalam kontrakinvestasi (natural uncertainty
contracs). Dalam kontrak ini return tergantung kepada kinerja
sektor riilnya, bila laba bisnisnya besar kedua belah pihak
mendapat bagian yang besar pula akan tetapi bila labanya kecil
27
maka bagiannya kecil juga, jadi filosofi ini hanya dapat berjalan
jika nisbah laba ditentukan dalam bentuk prosentase, bukan dalam
bentuk nominal.
c. Jaminan tujuan pengenaan jaminan dalam akad mudharabah
adalah untuk menghindari moral hazard mudharib bukan untuk
“mengamankan” nilai investasi kita jika terjadi kerugian karena
faktor risiko binis. Bila kerugian yang timbul disebabkan karena
faktor risiko bisnis, jaminan mudharib tidak dapat disita oleh
shohibul maal.
d. Menentukan besarnya nisbah, besarnya nisbah ditentukan
berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak.
Jadi, angka besaran nisbah ini muncul sebagi hasil tawar menawar
antara shohibul maal dengan mudharib.
e. Cara Menyelesaikan Kerugian. Jika terjadi kerugian, cara
menyelesaikannya adalah:
1. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena
keuntungan merupakan pelindung modal.
2. Bila kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari
pokok modal.
28
c. Ketentuan Kerjasama Mudharabah
Kerjasama shahibul maal dalam memberikan dana 100%
kepada mudharib adalah :
(1) jumlah modal yang diserahkan kepada anggota selaku
pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang
atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang.
(2) hasil dari pengelolaan pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan dengan dua cara yaitu : pertama; hasil usaha
dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada bulan
atau waktu yang ditentukan. BMT selaku pemilik modal
menanggung seluruh kegiatan kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak pengusaha, kedua; BMT berhak
melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak
berhak mencampuri urusan pekerjaan anggota.
d. Bentuk-bentuk akad mudharabah antara lain :
(1) Mudharabah Bilateral (Sederhana)
Mudharabah bilateral adalah bentuk mudhrabah antara satu pihak
sebagai shahibul mal dan satu pihak lain sebagai mudharib.
29
Gambar 2.2 Akad Mudharabah
Sumber : Antonio, 2011
b. Prinsip Jual Beli (Tijarah)
Jual beli secara entimologi berarti menukar harta dengan harta, sedangkan
secara terminologis artinya adalah transaksi penukaran selain fasilitas dan
kenikmatan. Dalam Fikih Islam dikenal berbagai macam jual beli. Dari sisi
objek yang diperjual-belikan, jual beli dibagi tiga, yaitu :
1) Jual beli mutlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan
uang.
Nasabah
(Mudharib)
Bank (Syahibul Maal)
PROYEK / USAHA
PEMBAGIAN
KEUNTUNGAN
MODAL
PERJANJIAN
BAGI HASIL
KEAHLIAN/
KETERAMPILAN
MODAL
100%
NISBAH
X%
NISBAH
Y%
Pengambilan
Modal Pokok
30
2) Jual beli sharf, yaitu jual beli atau pertukaran anatara satu mata uang
dengan mata uang lain.
3) Jual beli muqayyadah, yaitu jual beli di mana pertukaran terjadi antara
barang dengn barang (barter), atau pertukaran antara barang dengan
barang yang dinilai dengan valuta asing (counter trade).
Dari sisi cara menetapkan harga, jual beli dibagi empat, yaitu :
1) Jual beli musawamah (tawar menawar), yaitu jual beli biasa ketika
penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang
didapatnya.
2) Jual beli amanah, yaitu jual beli di mana penjual memberitahukan
modal jualnya (harga perolehan barang). Jual beli amanah ada tiga,
yaitu :
(a) Jual beli murabhahah, yaitu jual beli ketika penjual menyebutkan
harga pembelian barang (termasuk biaya perolehan) dan keuntungan
yang diinginkan.
(b) Jual beli muwadha’ah (discount), yaitu jual beli dengan harga di
bawah modal dengan jumlah kerugian yang diketahui, untuk
penjualan barang atau aktiva yang nilai bukunya sudah sangat
rendah.
(c) Jual beli tauliyah, yaitu jual beli dengan harga modal tanpa
keuntungan dan kerugian.
31
3) Jual beli dengan harga tangguh, Bai’ bitsaman ajil, yaitu jual beli
dengan penetapan harga yang akan dibayar kemudian. Harga tangguh
ini boleh lebih tinggi daripada harga tunai dan bisa dicicil (concern
pada cara menetapkan harga, bukan pada cara pembayaran).
4) Jual beli muzayadah (lelang), yaitu jual beli dengan penawaran dari
penjual dan para pembeli berlomba menawar, lalu penawar tertinggi
terpilih sebagai pembeli. Kebalikannya, disebut jual beli munawadhah,
yaitu jual beli dengan penawaran pembeli untuk membeli barang
dengan spesifikasi tertentu dan para penjual berlomba menawarkan
dagangannya, kemudian pembeli akan membeli dari penjual yang
menawarkan harga termurah.
Dari sisi cara pembayaran, jual beli dibagi empat, yaitu :
1) Jual beli tunai dengan penyerahan barang dan pembayaran langsung.
2) Jual beli dengan pembayaran tetunda, bai’ muajjal (deferred payment),
yaitu jual beli dengan penyerahan barang secara langsung (tunai), tetapi
pembayaran dilakukan kemudian dan bisa dicicil.
3) Jual beli dengan penyerahan barang tertunda (deferred delivery), yaitu
meliputi :
(a) Bai’ as salam, yaitu jual beli ketika pembeli membayar tunai di
muka atas barang yang dipesan (biasanya produk pertanian) dengan
spesifikasinya yang akan diserahkan kemudian; dan
32
(b) Bai’ al istishna, yaitu jual beli di mana pembeli membayar tunai
atau bertahap atas barang yang dipesan (biasanya produk
manufaktur) dengan spesifikasinya yang harus diproduksi dan
diserahkan kemudian.
4) Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama
tertunda.
Beberapa syarat pokok jual beli menurut Usmani (1999), antara lain
a) Barang yang akan diperjualbelikan harus ada pada saat transaksi
dilakukan. Oleh karena itu, barang yang belum ada tidak dapat
diperjualbelikan. Jika terjadi transaksi semacam ini, meskipun atas dasar
saling ridha, maka jual beli tersebut tidak sah secara Syariah. Misalnya,
penjualan anak sapi yang masih dalam kandungan.
b) Barang yang akan diperjualbelikan harus merupakan milik dari penjual.
Jika terjadi jual beli barang yang belum dimiliki penjual pada saat
transaksi, maka jual beli tersebut tidak sah secara syariah. Misalnya, A
menjual ke B sebuah mobil milik C yang akan dibeli A, dan setelah itu
baru diserahkan ke B. jual beli tersebut batal Karen mobil belum dimiliki
oleh A pada saat transaksi dengan B.
c) Barang yang akan diperjualbelikan harus berada dalam kekuasaan
konstruktif (constructive possession) dari penjual. Hak milik konstruktif
adalah situasi ketika barang secra fisik belum di tangan penjual, tetapi
33
sudah dalam kendalinya, dan semua hak dan kewajiban dari barang
tersebut sudah dipindahkan, termasuk risiko kerusakan barang.
d) Jual beli harus langsung dan mutlak. Ini berarti, jual beli untuk waktu yang
akan datang atau jual beli dengan syarat kejadian di waktu yang akan
datang tidak sah. Jika para pihak ingin jual beli menjadi efektif, mereka
harus melakukannya dengan jual beli baru setelah sampai pada waktu yang
akan datang tersebut, atau suatu peristiwa terjadi.
e) Objek yang diperjualbelikan harus merupakan barang yang memiliki nilai.
Jadi, barang yang tidak memiliki nilai perdagangan tidak dapat dijual atau
dibeli.
f) Objek yang diperualbelikan harus bukan barang haram, seperti minuman
keras, daging babi, dan sebagainya.
g) Objek yang diperdagangkan harus dapat diketahui dan diindentifikasi
secara spesifik oleh pembeli.
Obejk yang diperdagangkan dapat diidentifikasi dengan cara penunjukan
atau dengan spesifikasi rinci yang dapat dibedakan dari barang lain yang
tidak dijual.
h) Penyerahan barang kepada pembeli harus tertentu dan tidak bergantung
pada suatu syarat atau kemungkinan.
i) Kepastian harga barang merupakan syarat yang diperlukan (necessary
condition) agar jual beli sah. Jika harga belum pasti, jual beli tidak sah.
34
j) Jual beli harus tanpa syarat (unconditional). Jual beli dengan syarat tidak
sah, kecuali syarat tersebut dikenal sebagai bagian dari transaksi sesuai
dengan penggunaannya dalam perdagangan.
Namun demikian, bentuk jual beli yang diadopsi dalam perbankan
syariah dalam pemberian pembiayaan secara luas ada tiga, yaitu bai’ al-
murabhahah (biasa disebut murabhahah saja), bai’ as salam (biasa disebut
salam saja), dan bai’ al istishna (biasa disebut istishna saja). Sedangakan, bai’
al sharf (biasa disebut sharf saja) diterapkan dalam jasa pertukaran uang
(Karim, 2013).
1. Murabhahah
Munurut (Antonio, 2011) Murabhahah adalah jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam
murabhahah, penjual harus member tahu harga produk yang ia beli
dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan.
Syarat dalam murabhahah adalah :
a) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c) Kontrak harus bebas dari riba.
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembeli.
35
Ketentuan umum dalam murabhahah adalah :
a) Jaminan
Jaminan bukan satu rukun atau syarat yang mutlak dipenuhi
dalam murabhahah. Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar
si pemesan tidak main-main dengan pesanan.
b) Utang dalam murabhahah kepada pemesan pembelian
Secara prinsip, penyelesain utang pemesan dalam transaksi
murabhahah kepada pemesan pembelian tidak ada kaitannya
dengan transaksi lain yang dilakukan pemesan kepada pihak
ketiga atas barang pesanan tersebut. Jika pemesan menjual
barang tersebut sebelum masa angsurannya berakhir, pemesan
tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
c) Bangkrut
Jika pemesan yang beruntung dianggap pailit dan gagal
menyelesaikkan utangnnya karena benar-benar tidak mampu
secara ekonomi dan bukan karena lalai sedangkan pemesan
mampu,kreditur harus menunda tagihan utang sampai pemesan
menjadi sanggup kembali.
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
36
Manfaat murabhahah adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih
harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem
murabhahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya di bank syariah. Beberapa kemungkinan risiko yang harus
diantisipasi antara lain sebagai berikut.
a. Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fuktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik
setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah
harga jual beli tersebut.
c. Penolkan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah
karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga
nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan
asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang
tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani
kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik
bank. Dengan demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada
pihak lain.
d. Dijual; karena bai’ al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka
ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah
bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk
menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.
37
c. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Objek transaksi
dalam ijarah adalah jasa. Pada akhir masa sewa, BMT dapat saja menjual
barang yang disewakan kepada anggota. Karena dalam kaidah syariah
dikenal dengan nama ijarah mutahiyah bit tamlik (sewa yang diikuti dengan
perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
Gambar 2.3 Akad Ijarah
Sumber: Karim,2013
Keterangan :
1. Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syariah
2. Bank syariah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh
nasabah
Bank Syariah Nasabah
Supplier / Penjual / Pemilik Objek Ijarah
Permohonan
pembiayaan ijarah
Menyewa / membeli
objek ijarah Ijarah
38
3. Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai
barang objek ijarah, tarif ijarah, periode ijarah dan biaya
pemeliharaannya, maka akad pembiayaan ijarah ditandatangani.
Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.
4. Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang
disepakati. Setelah periode ijarah berakhir, nasabah
mengembalikan objek ijarah tersebut kepada bank.
5. a. Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai wal ijarah),
setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut disimpan oleh
bank sebagai aset yang dapat disewakan kembali.
b. Bila bank menyewa objek ijarah tersebut ( al-ijrah wal ijarah
atau ijarah parallel) setelah periode ijarah berakhir objek ijarah
tersebut dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik.
Ada dua jenis ijarah dalam hukum islam (ascarya,2011) yaitu:
1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkejakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang
mempekerjakan disebut musta’jir, piha pekerja disebut ajir, upah yang
dibayarkan disebut ujrah.
2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu
memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada
orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan
39
leasing ( sewa) pada sistem keuangan di bisnis konvensional karena
keduanya terdapat pengalihan sesuatudari satu pihak kepada pihak lain
atas dasar manfaat. Pihak yang menyewa (lessee) disebut musta’jir,
pihak yang menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir, sedangkan
biaya sewa disebut ujrah. Namun karakter keduanya berbeda seperti
tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbedaan Ijarah dan Leasing
No Item Ijarah Leasing
1 Objek Manfaat barang dan jasa
Manfaat barang saja
2 Metode Pembayaran
1. Tergantung pada kinerja objek sewa
2. Tidak tergantung pada kinerja objek sewa
Tidak tergantung pada kinerja objek sewa
3 Alih Kepemimpinan
Jelas :
1. Ijarah - tidak ada
2. IMBT – ada
Tidak semuanya jelas :
1. Operating lease – tidak ada
2. Financial lease - ada pilihan untuk membeli atau tidak pada akhir periode
4 Sewa beli Tidak boleh karena ada unsur gharar (tidak jelas) antara sewa dan beli
Boleh
5 Sale and Lease Back
Boleh Boleh
Sumber : Ascarya, 2011
40
d. Prinsip Jasa
Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah
ta’awuni atau tolong-menolong. Berbagai pengembangan dalam akad ini
meliputi:
1) Al Wakalah
Wakalah berarti BMT menerima amanah dari investor yang akan
menanam modalnya kepada anggota, investor menjadi percaya kepada
anggota karena adanya BMT yang akan mewakilinya dalam penanaman
investasi. Atas jasa ini, BMT dapat menerapkan management fee yang
besarnya tergantung kesepakatan para pihak.
Gambar 2.4 Akad wakalah
Sumber : Antonio, 2001
NASABAH
(MUWAKIL)
INVESTOR
(MUWAKIL)
AGENCY
ADMINISTRATI
ON
COLLECTION
PAYMENT
CO ARRANGER
DLL
(TAUKIL)
BANK (WAKIL)
KONTAK +FEE
KONTAK +FEE
41
2) Kafalah
Kafalah berarti pengalihan tanggung jawab seseorang yang dijamin
kepada orang lain yang menjamin. BMT dapat berperan sebagai penjamin
atas transaksi bisnis yang dijalankan oleh anggotanya. Rekan bisnis
anggota dapat semakin yakin atas kemampuan anggota BMT dalam
memenuhi atau membayar sejumlah dana yang terhutang. Atas jasa ini,
BMT dapat menerapkan management fee sesuai kesepakatan.
Gambar 2.5 Akad Kafalah
Sumber: Ascarya, 2011
Jenis kafalah ada tiga (Ascarya, 2011) yaitu:
1. Kafalah bit taslim yaitu jaminan pengembalian barang yang disewa
2. Kafalah al-munjazah yaitu jaminan mutlak tanpa batas waktu
3. Kafalah al-mualaqah yaitu jaminan yang dibatasi jangka waktu
tertentu.
BANK (PENANGGUNG)
KAAFIL
JASA/OBJEK (TERTANGGUNG)
MAKFUL’ALAIH
NASABAH (DITANGGUNG)
MAKFUL
42
3) Hawalah
Hawalah atau hiwalah berarti pengalihan hutang dari orang yang
berhutang kepada si penanggung. Hawalah dapat terjadi kepada :
a) factoring atau anak piutang, yaitu anggota yang mempunyai piutang
mengalihkan piutang tersebut kepada BMT dan BMT membayarnya
kepada nasabah, lalu BMT akan menagih kepada orang yang berhutang.
b) post date check, yaitu BMT bertindak sebagai juru tagih atas piutang
nasabah tanpa harus mengganti terlebih dahulu.
c) bill discounting, secara prinsip transaksi ini sama dengan hawalah pada
umumnya
Gambar 2.6 Akad Hawalah
Sumber : ascarya, 2011
Manfaat hawalah (Antonio, 2001) yaitu:
a) Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan
simultan
b) Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan
BANK (AMBIL ALIH)
MUHAL’ALAIH
PENYUPLAI (PIUTANG)
MUHIL
PEMBELI (UTANG)
MUHAL
1.Suplai Barang
3.Bayar 4.Tagih
2.Invoice 5.Bayar
43
c) Dapat menjadi salah satu fee-based income/ umber pendapatan non-
pembiayaan bagi bank syariah.
4) Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan
atas pembiayaan yang diterimanya. Barang yang ditahan adalah barang-
barang yang memiliki nilai ekonomis sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Dalam sistem ini orang yang menggadaikan barangnya tidak
akan dikenai bunga tetapi BMT dapat menetapkan sejumlah fee atau biaya
atas pemeliharaan, penyimpanan dana dministrasi. Besarnya fee sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya masa gadai dan jenis barangnya.
Manfaat rahn yaitu :
1. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan
fasilitas pembiayaan yang diberikan bank
2. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito
bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam
ingkar janji karena ada suatu aset atau barang( marhun) yang dipegang
oleh bank
3. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu
akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di
daerah-daerah (Antonio, 2001).
Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan
sebagai produk:
44
1. Resiko tak terbayarkannya utang nasabah (wanprestasi)
2. Resiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
Gambar 2.7 Akad Rahn
Sumber: Antonio, 2001
2.1.3 Anggota BMT
Seperti halnya koperasi koperasi BMT juga memiliki badan hukum yang
sama dengan koperasi konvensional oleh sebab itu keanggotaan koperasi BMT
juga sama dengan keanggotaan koperasi. Namun Anggota Koperasi atau koperasi
BMT Adalah orang-orang/ badan hukum koperasi yang mempunyai kepentingan
ekonomi yang sama sebagai pemilik yang sekaligus pengguna jasa, berpartispasi
aktif untuk mengembangkan usaha dan syarat-syarat lain yang ditentukan dalam
anggaran dasar koperasi serta terdaftar dalam buku daftar anggota.
Keanggotaan Koperasi BMT Terdiri dari :
1. Anggota Penuh adalah anggota yang mempunyai suara, artinya telah
memenuhi syarat-syarat keanggotaan sesuai yang ditentukan dalam
Marhun Bih Pembiayaan
Marhun Jaminan
Murtahin Bank
Rahin Nasabah
1 c
2 Permohonan Pembiayaan
3 Akad Pembiayaan
4 Utang + Mark Up
1 a
1 b Titipan / Gadai Pembiayaan
45
AD/ART serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan telah
membubuhkan tanda tangannya dalam Buku Daftar Anggota.
2. Calon anggota adalah orang-orang yang belum melunasi pembayaran
simpanan pokok, secara formal belum sepenuhnya melengkapi persyaratan
admininstrasi sebagaimana ditentukan dalam AD/ART, sehingga belum
bisa diterima sebagai anggota penuh. Memiliki hak bicara tetapi tidak
memiliki hak memilih dan dipilih untuk menjadi pengurus ataupun
pengawas. Memperoleh pelayanan yang sama. Calon anggota mempunyai
kewajiban: a) Membayar simpanan wajib sesuai dengan ketetuan yang
diputuskan rapat anggota; b) Berpartisipasi dalam kegiatan usaha koperasi;
c) Mentaati ketentuan AD/ART, keputusan rapat anggota dan ketentuan
lainnya; d) Memelihara nama baik dan kebersamaan Koperasi.
3. Anggota dilayani adalah warga masyarakat yang mendapat pelayanan
secara teratur dari koperasi, namun belum mengajukan permohonan
menjadi anggota koperasi.
4. Anggota luar biasa adalah seseorang dapat menjadi anggota luar biasa,
bilamana yang bersangkutan adalah warga Negara yang mampu
melakukan tindakan hukum, tetapi belum sepenuhnya dapat memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam AD/ART kopersi. Selain itu warga
Negara asing yang telah memiliki kartu ijin menetap yang ingin mendapat
pelayanan dalam koperasi, namun tidak memiliki persyaratan untuk
menjadi anggota koperasi. Anggota luar biasa mempunyai hak bicara,
tetapi tidak memiliki hak memilih dan dipilih untuk menjadi pengurus atau
46
pegawai koperasi. Anggota luar biasa berhak atas sisa hasil usaha (SHU)
sesuai dengan keputusan rapat anggota.
5. Anggota pendiri adalah orang-orang yang mendirikan koperasi, yang hadir
dalam rapat pembentukan/pendirian dan telah memenuhi persyaratan
keanggotaan serta menyatakan diri menjadi anggota
2.1.4 Usaha Mikro
2.1.4.1 Pengertian Usaha Mikro
Ada beberapa pengertian usaha mikro menurut para ahli atau pihak yang
langsung berhubungan dengan usaha mikro, antara lain:
1. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 UMKM memiliki kriteria
sebagai berikut :
1. Usaha Mikro, yaitu usaha produktif milik`orang perorangan atau badan
usaha milik perorangan yang memenuhi kriteria yakni :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga
ratus juta rupiah)
2. Usaha Kecil yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria yakni :
47
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Usaha Menengah, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil
atau usaha besar yang memenuhi kriteria :
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000 (lima ratus
juta`rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).
2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi usaha mikro berdasarkan
kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga
kerja 5 orang sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan
usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 orang sampai dengan 99 orang.
3. Menurut Kementrian Keuangan
48
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK 016/1994
tanggal 27 Juni 1994 bahwa Usaha Kecil sebagai perorangan/badan usaha yang
telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun
setinggi-tingginya Rp. 600.000.000 atau asset (aktiva) setinggi-tingginya
Rp.600.000.000 (diluar tanah dan bangunan yang ditempati). Contohnya Firma,
CV, PT, dan Koperasi yakni dalam bentuk badan usaha. Sedangkan contoh dalam
bentuk perorangan antara lain pengrajin industri rumah tangga, peternak, nelayan,
pedagang barang dan jasa dan yang lainnya. Dari berbagai pendapat diatas,
pengertian usaha mikro dilihat dari berbagai aspek, baik dari segi kekayaan yang
dimiliki pelaku, jumlah tenaga kerja yang dimiliki atau dari segi penjualan/omset
pelaku usaha mikro.
2.1.4.1 Kendala Usaha Mikro
Kendala dan permasalahan antara lain dari aspek permodalan,
kemampuan manajemen usaha, dan kualitas sumberdaya manusia pengelolanya.
Kendala dan permasalahan usaha kecil dan informal lainnya juga disebabkan
karena sulitnya akses terhadap informasi dan sumber daya produktif seperti
modal dan teknologi, yang berakibat menjadi terbatasnya kemampuan usaha kecil
untuk berkembang.
Besarnya modal bagi setiap usaha adalah merupakan masalah yang
sangat penting, modal yang terlalu besar dari apa yang dibutuhkan akan
menambah beban pembiayaannya, terlebih lagi bila modal tersebut bukan modal
sendiri. Akan tetapi modal yang terlalu sedikit (dari kebutuhannya) juga akan
menyulitkan jalannya usaha yang akan dilakukan.
49
Pada usaha mikro dan usaha kecil sering kali belum ada pemisahan
antara keuangan keluarga dengan keuangan usaha, sehingga masalah besarnya
modal ini bisa menghambat keberhasilannya. Mengingat peran strategis usaha
mikro dan masih terbatasnya kemampuan usaha mikro untuk berkembang, maka
saat ini pengembangan usaha kecil merupakan salah satu strategi yang diambil
Pemerintah dalam rangka pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka pengembangan
usaha kecil ini diperlukan informasi yang lengkap, mudah dan cepat dapat di
akses, terutama informasi potensi suatu sektor usaha ekonomi atau komoditas
untuk dikembangkan pada suatu wilayah (Kecamatan) tertentu, faktor - faktor
yang mempengaruhi pengembangannya, serta prospek pengembangan program
kemitraan terpadu untuk sektor usaha atau komoditas tersebut.
2.2 Penelitian Terdahulu
Selain tinjaun teoritis mengenai pengertian dari variabel penelitian, pada
penelitian ini juga dilakukan tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang sejenis.
Penelitian mengenai pengaruh pengaruh pembiayaan mudharabah pada koperasi
BMT telah beberapa kali dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan diberbagai
lokasi di Indonesia. Dengan penelusuran penelitian ini akan dapat dipastikan sisi
ruang yang akan diteliti yang dapat diteliti dalam ruangan ini, dengan harapan
penelitian ini tidak tumpang tindih dan tidak terjadi penelitian ulang dengan
penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang berhasil dipilih untuk
dikedepankan dapat dilihat pada table 2.1:
50
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian/ Peneliti/
Tahun Metode Penelitian dan Alat Analisis
Hasil
1 Analisis Usaha Mikro Monel Yang Memperoleh Kredit Dari Dinas UMKM Kabupaten Jepara (Studi Kasus : Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara) Indah Yuliana Putri, 2010
Analisis Pangkat Tanda Wilcoxon
Hasil penelitian adalah ada perbedaan modal, produksi, omset penjualan, jumlah tenaga kerja, keuntungan sebelum dan sesudah mendapatkan kredit dari Dinas UMKM
2 Analisis Perkembangan Usaha Mikro Dan Kecil Setelah Memperoleh Pembiayaan Mudharabah Dari BMT At Taqwa Halmahera Di Kota Semarang Fitra Ananda, 2011
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji validitas, uji reliabilitas dan uji pangkat tanda wilcoxon
Hasil penelitian adalah ada perbedaan modal, omset penjualan , keuntungan sebelum dan sesudah mendapatkan kredit dari BMT At Taqwa Halmahera Di Kota Semarang
3 Pengaruh Tingkat Pembiayaan Mudharabah Terhadap Tingkat Rasio Profitabilitas Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Manfaat Surabaya Aji Prasetyo, 2013
analisis data menggunakan regresi dan uji T sederhana untuk mengetahui pentingnya pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap rasio profitabilitas pada KJKS Manfaat Surabaya
Hasil penelitian adalah bahwa Mudharabah berpengaruh positif terhadap Rasio Profitabilitas
4 Pengaruh Pembiayaan Teknik analisis data Hasil
51
Mudharabah BMT Binamas Terhadap Perkembangan Usaha Dan Pendapan Nasabah Mudrabah Di BMT Binamas Purworejo Suryati, 2012
menggunakan: analisis statistik deskriptif melalui perhitungan mean (M), median (Me), modus (Mo), dan standar deviasi (SD); analisis konfirmatori SEM (Structural Equation Modeling)
penelitian adalah terdapat pengaruh pemberian pembiayaan mudharabah terhadap peningkatan pendapatan nasabah mudharabah melalui perkembangan usaha
6 Pendampingan Perempuan Pedagang Pasar Tradisioanal Melalui Kredit Mikro (Studi Kasus Bagor Semarang) Piet Budjono, 2005
Teknik analisis deskritif dan uji pankat tanda wilcoxon dan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan kesejahteraan keluarga, meningkatkan keuntungan usaha, dan meningkatkan kemandirian perempuan pedagang pasar Tradisional
6 Pendampingan Perempuan Pedagang Pasar Tradisioanal Melalui Kredit Mikro (Studi Kasus Bagor Semarang) Piet Budjono, 2005
Teknik analisis deskritif dan uji pankat tanda wilcoxon dan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan kesejahteraan keluarga, meningkatkan keuntungan usaha, dan meningkatkan kemandirian perempuan pedagang pasar tradisional
Lanjutan
52
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha mikro di Jombang
sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan mudharabah dari Koperasi
BMT Mu’amalah Syariah. Analisis tersebut akan dapat dilihat perbedaan
besarnya modal usaha, omzet penjualan, keuntungan dan jumlah jam kerja
pada usaha mikro sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan
mudharabah dari Koperasi BMT Mu’amalah Syariah di Jombang. Berikut
dibawah ini gambar kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 2. 8 Kerangka Pemikiran
53
2.4 Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti dibawah dan thesa yang
berarti kebeneran. Hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban sementara yang
kebenarannya masih harus diuji atau dirangkum simpulan teoritis yang diperlukan
dari tinjaun pustaka. Hipotesis juga merupakan proporsi yang akan di uji
keberlakuannya atau merupakan suata jawaban sementara atas pertanyaan
penelitian (Martuno,2014)
Menurut Nawawi (2001) mengatakan hipotesis adalah dugaan pemecahan
masalah yang bersifat sementara yakni pemecahan masalah yang mungkin benar
dan mungkin salah. Dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis guna
memberi arah dan pedoman dalam melakukan penelitian. Dasar pengambilan
keputusan adalah:
H0 = Tidak ada beda variabel yang diuji antara sebelum dan sesudah
pembiayaan mudhrabah terhadap perkembangan usaha mikro di
Kabupaten Jombang.
H1 = Ada beda variabel yang diuji antara sebelum dan sesudah
pembiayaan mudhrabah terhadap perkembangan usaha mikro di
Kabupaten Jombang
Dengan adanya dasar pengambilan keputusan maka hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
54
1. Diduga omzet penjualan berbeda antara sebelum dan sesudah pembiayaan
mudharabah dari Koperasi BMT Muamalah Syariah Tebuireng Jombang.
2. Diduga laba berbeda antara sebelum dan sesudah pembiayaan
mudharabah dari Koperasi BMT Muamalah Syariah Tebuireng Jombang.
3. Diduga jam kerja berbeda antara sebelum dan sesudah pembiayaan
mudharabah dari Koperasi BMT Muamalah Syariah Tebuireng Jombang.
4. Diduga jumlah persediaan berbeda antara sebelum dan sesudah
pembiayaan mudharabah dari Koperasi BMT Muamalah Syariah
Tebuireng Jombang.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah konsep yang memiliki bermacam-macam nilai, sebuah
konsep dapat diubah bentuknya dengan cara menempelkan nilai pada konsep
tersebut dan menurut Sugiyono (2010:58) menerangkan
bahwa variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut
kemudian ditarik kesimpulannya.
3.1.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan
kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan mengukur
konstrak atau variabel tersebut (Vera, 2013). Definisi masing-masing variabel
yaitu :
a. Omzet Penjualan
Adalah jumlah jumlah total hasil produksi yang dapat dijual dalam
sekali bakulan/penjualan yang dihasilkan oleh pengusaha UMK.
56
Adapun omzet penjualan ini dapat dihitung dengan mengalikan total
jumlah yang terjual dengan harga. Satuan untuk omzet penjualan
ditetapkan dalam bentuk nominal uang setiap bulannya (Rupiah)
b. Keuntungan
Dalam penelitian ini yang disebut keuntungan adalah perbandingan antara
pendapatan dengan beban. Laba berasal dari semua transaksi atau kejadian
yang terjadi pada badan usaha dan akan mempengaruhi kegiatan
perusahaan pada periode tertentu dan laba di dapat dari selisih antara
pendapatan dengan beban, apabila pendapatan lebih besar dari pada beban
maka perusahaan akan mendapatkan laba apabila terjadi sebaliknya maka
perusahaan mendapatkan rugi. Adapun satuan untuk keuntungan
ditetapkan dalam bentuk nominal uang setiap bulannya (Rupiah).
c. Jam Kerja
Dalam penelitian ini yang dimaksud jam kerja adalah lama bekerja para
pelaku usaha untuk menghasilkan hasil output produksi biasanya jam kerja
karyawan umumnya ditentukan oleh pemimpin perusahaan berdasarkan
kebutuhan perusahaan, peraturan pemerintah, kemampuan karyawan
bersangkutan. Adapun satuan untuk Jam kerja ditetapkan dalam waktu
(setiap jamnya).
57
d. Persediaan Barang
Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk
digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan
terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi, dan
persediaan barang jadi. persediaan merupakan unsur utama dari modal kerja
(aktiva lancar). Persediaan merupakan investasi yang sangat berarti pada
banyak perusahaan. Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi
modal dalam persediaan merupakan masalah yang penting bagi perusahaan,
karena persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan
perusahaan. Adapun satuan dalam mengukur persediaan barang adalah
dalam rupiah (nominal)
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah usaha mikro dan kecil yang
memperoleh pembiayaan dari Koperasi BMT Mu’amalah Syariah. Dipilihnya
BMT ini karena banyak usaha mikro dan kecil yang telah berhasil menjadi sumber
pendapatan bagi masyarakat banyak. Metode sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah proposional proposional sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha mikro di Jombang
yang memperoleh pembiayaan mudharabah dari Koperasi BMT Mu’amalah
Syariah. Keanggotaan pada Koperasi BMT Mu’amalah syariah terdiri dari
anggota dan calon anggota. Jumlah anggota Koperasi BMT Mu’amalah syariah
pada tahun 2013 adalah 65 orang sedangkan calon anggota adalah 271 orang.
58
Tabel 3.1 Perhitungan Jumlah Sampel Anggota dan Calon Anggota
Sub Kelompok Jumlah Populasi Sampel
( Secara Proporsional)
Anggota 65 19
Calon Anggota 271 81
Jumlah 336 100
Sumber : Data Koperasi BMT Mu’amalah Syariah, diolah
Dari tabel diatas dapat disimpulkan dalam pengambilan sampel penelitian
adalah 19 orang dari anggota Koperasi BMT Mu’amalah Syariah dan 81 orang
dari calon anggota Koperasi BMT Mu’amalah Syariah. Pada calon anggota
koperasi terdiri dari berbagai macam sektor usaha. Menurut data keuangan
Koperasi BMT Mu’amalah Syariah terdiri dari berbagai sektor usaha. Misalnya,
sektor perdagangan, jasa, perikanan, peternakan, pertanian serta kerajinanan. Pada
tahun 2013 jumlah calon anggota dari seluruh sektor berjumlah 85 orang. Oleh
sebab itu dalam pengambilan sampel dari calon anggota harus dilakukan secara
stratified sampling.
59
Tabel 3.2 Perhitungan Jumlah Sampel Dari Calon Anggota
Sumber: Data Koperasi Mu’amalah syariah 2013, diolah
Dari tabel diatas dapat disimpulkan sampel penelitian dari calon anggota
sebesar 81 orang, dimana pada sektor perdagangan 54 orang dari jumlah populasi
57 orang, sektor jasa 8 orang dari jumlah populasi 8 orang, pertanian 14 orang
dari jumlah populasi 14 orang, peternakan 2 orang dari jumlah populasi 2 orang,
kerajinan 2 orang dari jumlah populasi 2 orang dan perikanan 1 orang dari jumlah
populasi 1 orang. Dari perhitungan tersebut akan mendapatkan jumlah sampel
responden yang proporsional sehingga mampu membuat penelitian yang relevan.
Sektor Usaha Jumlah Populasi Sampel
(Secara Proporsioanal)
Dagang 57 54
Jasa 8 8
Tani 14 14
Ternak 2 2
Kerajinan 2 2
Perikanan 1 1
Jumlah 85 81
60
Tabel 3.3
Perhitungan Jumlah Sampel Dari Anggota
Sumber : Data Koperasi BMT Mu’amalah Syariah, diolah
Dari tabel diatas dapat disimpulkan sampel penelitian dari anggota sebesar
81 orang, dimana pada sektor perdagangan 54 orang dari jumlah populasi 57
orang, sektor jasa 8 orang dari jumlah populasi 8 orang, pertanian 14 orang
dari jumlah populasi 14 orang, peternakan 2 orang dari jumlah populasi 2
orang, kerajinan 2 orang dari jumlah populasi 2 orang dan perikanan 1 orang
dari jumlah populasi 1 orang. Dari perhitungan tersebut akan mendapatkan
jumlah sampel responden yang proporsional sehingga mampu membuat
penelitian yang relevan.
Sektor Usaha Jumlah Populasi Sampel
(Secara Proporsioanal)
Dagang 35 9
Jasa 20 6
Tani 3 1
Ternak 3 1
Kerajinan 2 1
Perikanan 2 1
Jumlah 65 19
61
3.3 Jenis dan Sumber data
Penelitian ini merupakan studi kasus di Koperasi BMT Mu’amalah Syariah.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh bahan-
bahan yang relevan dan akurat. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Untuk mendukung penelitian
diperlukan data yang aktual. Berdasarkan sumbernya, data-data yang diperoleh
dibedakan menjadi :
1. Data Primer
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh secara langsung dengan memberikan kuesioner atau daftar
pertanyaan kepada usaha mikro dan kecil anggota Koperasi BMT
Mu’amalah Syariah. Kuesioner atau daftar pertanyaan yang diajukan
disusun berdasarkan variabel yang diteliti dengan menyediakan
jawaban alternatif yang dipilih oleh responden sesuai dengan kondisi riil
atas persepsi, pendapat dan opini tersebut, sehingga diharapkan didapat
data yang akurat atas penelitian ini.
2. Data Sekunder
62
Data ini dapat diperoleh dari dokumen dan laporan tahunan yang
diperlukan dalam penelitian ini di Koperasi BMT Mu’amalah Syariah,
sumber literatur, internet, dokumentasi dan data pendukung lainnya.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam
sebuah penelitian. Metode pengumpulan data pada prinsipnya berfungsi
untuk mengungkapkan variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
1. Kuesioner
Adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara
memberi daftar pertanyaan tertutup kepada objek penelitian (responden) yang
selanjutnya responden diminta untuk mengisi daftar pertanyaan tertutup
tersebut. Daftar pertanyaan ini disusun berdasarkan acuan indikator-indikator
yang telah ditetapkan.
2. Metode dokumentasi
Yaitu metode yang bertujuan untuk mendapatkan data terkait dengan variabel
penelitian yaitu variabel pembiayaan, modal usaha, omzet penjualan dan
keuntungan. yang diperoleh langsung dari usaha mikro dan kecil di
Kabupaten Jombang.
63
3. Wawancara
Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung
kepada responden dan jawaban-jawaban responden dicatat secara
sistematis (Hasan, 2002). Wawancara dilakukan secara berstruktur
dimana peneliti menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman saat
melakukan wawancara.
3.5 Metode Analisis
Metode analisis data meliputi analisis kualitatif dimana digunakan untuk
menilai objek penelitian berdasarkan sifat tertentu dimana dalam penilaian
sifat dinyatakan tidak dalam angka-angka dan digunakan untuk menjelaskan
analisis data yang diolah. Sebelum data di analisis, maka kuesioner (instrument
penelitian) di uji terlebih dulu dengan Uji Validitas dan Reliabilitas. Setelah itu
data dianalisis dengan Uji Statistik Pangkat Tanda Wilcoxon untuk
mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan
BMT Mu’amalah Syariah yang meliputi perkembangan usaha mikro seperti
modal usaha, omzet penjualan dan keuntungan.
3.5.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Sebelum pengambilan data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan
pengujian validitas dan reabilitas terhadap daftar pertanyaan yang digunakan.
1. Uji Validitas
64
Uji validitas dari penelitian ini digunakan untuk menguji kevalidan
kuesioner Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Suatu
kuesioner dikatakan valid jika memiliki muatan faktor lebih besar dari
0,32 (muatan faktor > 0,32) dan memiliki pearson correlation kurang dari
0,05 (pearson correlation < 0,05).
Menurut Ferdinand (2006), untuk mengukur validasi terdapat beberapa
istrumen yang dapat digunakan antara lain :
a) Construct validity
Dalam penelitian, construct adalah sebuah bangunan variabel yang tidak
dapat diamati secara langsung tetapi harus dikonstrukah/dibangun dari
beberapa amatan yang relevan. Validasi konstruk menggambarkan
mengenai kemampuan sebuah alat ukur untuk menjelaskan sebuah konsep
“ to represent the underlying construct (concept)”.
b) Content validity
Validasi konten disebut juga validasi muka (face validity) menggambarkan
kesesuaian sebuah pengukuran data dengan apa yang akan diukur. Validasi
konten juga menunjukkan kebocoran sebuah instrument menjelaskan
konten atau isi dari sebuah konsep yang akan diteliti. Dalam penelitian
banyak kali orang menggunakan panel ahli untuk memastikan varidasi
konten dari instrument yang digunakan. Dapat juga dilakukan dengan
merujuk publikasi-publiksi hasil penelitian yang ada yang mengukur hal
65
sama sehingga dengan demikian dipastikan bahwa instrument yang
digunakan memenuhi kriteria validasi.
c) Convergent validity
Sebuah instrument mampu mengumpulkan data yang menghasilkan
validasi konvergen yang baik bila instrument itu mendapatkan data
mengenai sebuah konstruk memiliki pola yang sama dengan yang
dihasilkan oleh instrument yang lain untuk mengukur konstruk yang sama
itu. Dua alat ukur digunakan untuk mengukur hal yang sama dari orang
yang sama disebut kedua alat ukur itu memenuhi convergent validity yang
baik.
d) Predictive validity
Validasi prediktif dari sebuah instrument adalah kemampuan dari
instrument itu untuk memprediksi sesuatu yang akan terjadi di waktu yang
akan datang.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana hasil
suatu pengukuran dapat dipercaya ( Azwar, 2000). Menurut Sugiyono
(2000), pengujian reliabilitas instrument dapat dilakukan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-
retest, equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas
66
instrument dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang
ada pada instrument dengan teknik tertentu.
a) Test-retest
Instrument penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest
dilakukan dengan cara mencobakan instrument beberapa kali pada
responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, respondennya sama, dan
waktunya berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif
dan signifikan maka instrument tersebut sudah dinyatatakan reliable.
Pengujian cara ini sering juga disebut stability.
b) Ekuivalen
Instrument yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda,
tetapi maksudnya sama. Pengujian reliabilitas dengan cara ini cukup
dilakukan sekali tetapi instrumennya dua, pada responden yang sama,
waktu sama, instrument berbeda. Reliabilitas instrument dihitung dengan
cara mengkorelasikan antara data instrument yang satu dengan data
instrument yang dijadikan ekuivalen. Bila korelasi positif dan signifikan,
maka instrument dapat dinyatakan reliabel.
c) Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua
instrument yang ekuivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama. Jadi
67
cara ini merupakan gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrument
dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrument, setelah itu
dikorelasikan pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara
silang. Jika dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda, akan
dapat dianalisis enam koefisien reliabilitas. Bila keenam koefisien korelasi
itu semuanya positif dan signifikan, maka dapat dinyatakan bahwa
instrument tersbut reliabel.
d) Internal consistency
Pengujian dengan internal consistency, dilakukan dengan cara
mencobakan instrument sekali saja, kemudian yang data diperoleh
dianalisis dengan teknik tertentu.
3.5.2. Uji Statistik Pangkat Wilcoxon
Uji statistik pangkat tanda Wilcoxon menurut Ferdinand (2006), adalah
penyempurnaan dari uji tanda. Kalau pada uji tanda besarnya selisih angka antara
positif dan negatif tidak diperhitungkan, maka dalam uji wilcoxon besarnya
selisih tanda itu diperhatikan. Menurut Supranto (2001), uji statistik ini termasuk
jenis statistik non parametrik dipakai apabila peneliti tidak mengetahui
karakteristik kelompok item yang menjadi sampelnya. Pengujian non
parametrik bermanfaat untuk digunakan apabila sampelnya kecil dan lebih
mudah dihitung daripada metode parametrik.
Uji pangkat wilcoxon digunakan sebagai uji beda dengan alasan data
yang diteliti berasal dari sejumlah responden yang sama dan berkaitan
68
dengan periode waktu pengamatan yang berbeda (sebelum dan sesudah
memperoleh pembiayaan mudharabah dari Koperasi BMT Mu’amalah Syariah
untuk usaha mikro yang menjadi anggotan dan calon anggota).
Dengan uji ini, dijelaskan penelitian ini akan menguji apakah
penelitian ini mengalami perubahan saat variabel ini diamati pada awal periode
maupun pada akhir periode. Adapun variabel-variabel yang diamati dan diuji
adalah pendapatan, modal usaha, omzet penjualan dan keuntungan dalam
usaha mikro. Setelah uji tanda Wilcoxon dilakukan akan muncul nilai Z dan
nilai probabilitas (p).
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
H0 = Tidak ada beda variabel yang diuji antara sebelum dan sesudah
pembiayaan Mudharabah terhadap perkembangan usaha mikro Di
Kabupaten Jombang.
H1 = Ada beda variabel yang diuji antara sebelum dan sesudah pembiayaan
Mudharabah terhadap perkembangan usaha mikro Di Kabupaten
Jombang.
Jika probabilitas (p) > 0,05 maka H0 diterima, jika probabilitas (p)< 0,05
maka H1 diterima. Pengambilan keputusan dengan membandingkan Zhitung dan
Ztabel. Jika Zhitung > Ztabel maka H0 diterima, jika Zhitung < Ztabel maka H1
diterima (Singgih, 2004). Dengan tingkat signifikansi α=5% dengan uji dua sisi
maka nilai kritis yang bersesuaian dari tabel adalah Z0.025 = 1,96 dan -Z0.025 = -
1,96. Daerah kritis adalah Zhitung > 1,96 atau Zhitung < -1,96.