PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

68
LAPORAN KUNJUNGAN KE MUSEUM SRI BADUGA BANDUNG PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI INGEU WIDYATARI HERIANA 180110110055 SATRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PADJADJARAN

description

Laporan Kunjungan Ke Museum Sri Baduga Bandung

Transcript of PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

Page 1: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

LAPORAN KUNJUNGAN KE MUSEUM SRI BADUGA BANDUNG

PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU

DALAM KAJIAN FILOLOGI

INGEU WIDYATARI HERIANA

180110110055

SATRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Page 2: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

KATA PENGANTAR ii-iii

BAB I: PENDAHULUAN 1-5

I.1 Latar Belakang 1-2

I.2 Maksud dan Tujuan 2

I.3 Landasan Teori 3-5

BAB II: PEMBAHASAN 6-3

II.1 Profil Museum Sri Baduga, Bandung 6-12

II.2 Koleksi Museum Sri Baduga 13-30

II.3 Telaah Naskah 31

BAB III: PENUTUP 32-45

III.1 Kesimpulan 32

III.2 Kata Penutup 33

III.3 Lampiran 34-45

DAFTAR PUSTAKA 46-47

i

Page 3: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

KATA PENGANTAR

Assalammu ‘alaikum W. W.

Bismillaahirmaanirrahiimi.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala karena berkat

rahmat dan karunia-Nya saya bisa dengan ulet dan semangat menyusun dan membuat

“Laporan Kunjungan ke Museum Sri Baduga Bandung Peranan Museum sebagai

Sumber Ilmu dalam Kajian Filologi” ini dengan baik. Penyusunan “Laporan Kunjungan

ke Museum Sri Baduga Bandung Peranan Museum sebagai Sumber Ilmu dalam Kajian

Filologi” dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam proses perkuliahan,

khususnya dalam meningkatkan penguasaan kompetensi kurikulum sesuai dengan

bidangnya dan meningkatkan semangat belajar mahasiswa yang sesungguhnya.

“Laporan Kunjungan ke Museum Sri Baduga Bandung Peranan Museum

sebagai Sumber Ilmu dalam Kajian Filologi” saya susun dan buat dengan bahasa yang

sederhana agar mudah dipahami mahasiswa secara mandiri. “Laporan Kunjungan ke

Museum Sri Baduga Bandung Peranan Museum sebagai Sumber Ilmu dalam Kajian

Filologi” disusun dan dibuat berdasarkan pengamatan menggunakan teknik penelitian

observasi lapangan dan materi kuliah dari proses perkuliahan yang dikembangkan

sesuai dengan silabus perkuliahan sebagaimana tertuang dalam kurikulum tingkat

satuan pendidikan tinggi.

Saya menggunakan sumber dari kunjungan langsung ke tempat, dunia maya,

dan mata kuliah Filologi yang dibimbing oleh Djarlis Gunawan, M.Hum dan Yudi

Permadi, M.Pd .

Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu

penyelesaian “Laporan Kunjungan ke Museum Sri Baduga Bandung Peranan Museum

sebagai Sumber Ilmu dalam Kajian Filologi” ini. Tanpa materi perkuliahan Filologi

yang dibimbing oleh Djarlis Gunawan, M.Hum dan Yudi Permadi, M.Hum, situs dunia

maya, dan pengarahan petugas tempat wisata, “Laporan Kunjungan ke Museum Sri

Baduga Bandung Peranan Museum sebagai Sumber Ilmu dalam Kajian Filologi” ini

tidak akan berhasil saya susun dan buat dengan baik.

ii

Page 4: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

Saya berharap “Laporan Kunjungan ke Museum Sri Baduga Bandung Peranan

Museum sebagai Sumber Ilmu dalam Kajian Filologi” ini dapat bermanfaat untuk

meningkatkan penguasaan kompetensi mahasiswa sesuai dengan standar kompetensi

kelulusan atau penilaian yang diharapkan dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Jatinangor, 1 Mei 2012

Penulis

iii

Page 5: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Lemahnya pengetahuan, hak paten, nasionalisme atau rasa memiliki bersama atas

segala kekayaan milik Nusantara, sejak zaman kolonialisme banyak kekayaan

Indonesia yang diambil oleh para penjajah namun, dibiarkan begitu saja oleh rakyat

Indonesia. Contohnya naskah-naskah kuno, benda-benda pusaka, hasil alam, makanan

dan minuman tradisional, kesenian dan kebudayaan tradisional asli Indonesia yang

punya nilai sejarah, cerita-cerita, dan makna luar biasa untuk dimanfaatkan bagi rakyat

kita sendiri.

Hingga sekarang masyarakat luar negeri lebih menghargai dan mempelajari

kebudayaan kita untuk mendalami bagaimana rahasia-rahasia kebudayaan, kekayaan,

dan kehidupan rakyat kita. Mereka menyimpan baik-baik layaknya curian itu seutuhnya

milik mereka agar tidak ada yang merebutnya kembali. Atau mungkin suatu saat

mereka memanfaatkan pengetahuan yang telah didapat untuk membodohi lalu menjajah

kita lagi. Mengerikan bukan?

Masyarakat Indonesia khususnya generasi muda sebagai penanggung jawab nasib

bangsa selanjutnya, masih sedikit pengetahuan mengenai warisan buadaya sendiri.

Mereka masih canggung, terkejut, atau pun kagum ketika diperlihatkan hal-hal yang

baru mengenai kebudayaan yang padahal sudah lama ada di negeri kita sendiri.

Contohnya, kebanyakan generasi penerus lupa dengan tokoh-tokoh pahlawan daerah,

tokoh-tokoh masyarakat pejuang, tanggal-tanggal penting bersejarah, tempat-tempat

bersejarah, terkejut saat melihat benda-benda pusaka yang belum diketahui

sebelumnya, dan lain-lain. Hal tersebut memalukan jika persoalan-perseolan itu

ditanyakan dan tidak bisa terjawab.

Mengenai peninggalan berupa benda pustaka yang menyimpan nilai sejarah

perjuangan bangsa, generasi penerus tidak acuh. Benda-benda bersejarah dinilai hanya

sebagai pajangan tanpa mengetahui hal-hal istimewa yang dimiliki. Hal tersebut karena

lemahnya kegiatan publikasi di masyarakat dan sulitnya menjangkau daerah yang

bersangkutan karena warisan budaya Nusantara dan peninggalannya tersebar di seluruh

Indonesia.

1

Page 6: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

Semakin kuatnya pengaruh globalisasi menyebabkan rakyat Indonesia sendiri

kurang dominan memperhatikan apa yang telah kita miliki. Alih-alih melestarikan.

Rakyat Indonesia zaman sekarang lebih mengaggumi benda-benda buatan Luar negeri

daripada hasil bumi pertiwi.

I.2 Maksud dan Tujuan

Langkah yang Saya lakukan adalah memperkenalkan terlebih dahulu bukti-bukti

fisik perjuangan rakyat Indonesia terdahulu sebagian yang berhasil terjaga di Museum

berupa naskah, benda-benda pusaka, seperti kris, tombak, meriam, pedang, alat dapur,

perhiasan, pakaian, kendaraan, dan lain-lain. Agar kita mengenal fungsi, wujud, cara

memakai benda-benda luar biasa tersebut yang dipakai untuk berjuang melawan

penjajah. Sehingga muncul hasrat juang, ingin memiliki bersama, dan ingin merebut

kembali milik kita.

Cerita sejarah mengenai kehidupan masyarakat Jawa Barat, masyarakat terdahulu

dalam naskah kuno, dan peninggalan benda pusaka diuraikan agar timbul rasa

nasionalisme ingin seperti para pejuang yang bersikap tangguh tidak mudah putus asa.

Musyawarah anggota masyarakat terdahulu memunculkan semangat kita untuk

menjaga kesatuan bangsa. Agar muncul rasa kagum dalam diri kita terhadap rakyat

Indonesia terdahulu yang berjuang sampai titik darah penghabisan hingga

menghasilkan kisah sejarah yang luar biasa untuk kita miliki bersama dan kita amalkan

dalam kehidupan sehari-hari.

“Laporan Kunjungan ke Museum Sri Baduga Bandung Peranan Museum sebagai

Sumber Ilmu dalam Kajian Filologi” ini disusun dan dibuat untuk mempublikasikan

sebagian kecil dari warisan budaya yang ada karena sulitnya menjangkau daerah yang

memiliki warisan budaya Nusantara dan peninggalannya. Dengan laporan ini,

masyarakat Indonesia bisa membaca lantas mengetahui tanpa mendatangi daerah yang

bersangkutan. Dengan gambar-gambar yang dicantumkan pada bagian lampiran laporan

pun pembaca bisa melihat bagaimana wujud peninggalan dan ikut merasakan

berkunjung ke tempat yang bersangkutan.

Studi terhadap naskah lama akan mengungkap budaya lama yang dapat

membantu menyelesaikan permasalahan masyarakat masa kini dan mendatang. Amin.

2

Page 7: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

I.3 Landasan Teori

I.3.1 Pengertian Filologi

Secara etimologi Filologi berasal dari bahasa Yunani terdiri atas dua kata, yaitu

philein yang artinya cinta dan logos yang artinya kata, ilmu. Bentukan kedua kta

tersebut manjadi cinta kata atau senang bertutur.

Menurul istilah Filologi adalah ilmu yang mempelajari naskah-naskah kuno, tua,

atau lama. Dapat juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari naskah-naskah

manuskrip dari zaman kuno. Selai itu juga kata manuskrip sendiri memiliki arti, antara

lain manu yang artinya tangan dan skrip yang artinya tulisan.

Secara umum filologi adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian

sesuatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan

bahasa dan kesusatraan.

Ilmu lain yang berdamingan dengan ilmu Filologi, yaitu Kodilogi yang

merupakan sub bagian dari ilmu Filologi yang mempelajari asal-usul atau seluk-beluk

naskah. Biasanya membahas isi, wujud, kertas, bentuk gulungan, asal teks didapat, dan

sebagainya. Tekstologi adalah ilmu yang mempelajari tentang teksnya.

3

Page 8: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

I.3.2 Kedudukan Filologi di Antara Ilmu-Ilmu Lain

I.3.2.1 Ilmu Bantu Filologi

- Linguistik, Ilmu yang mempelajari bahasa. Di _deolo Barat atau Amerika Linguistik

dipandang sebagai kelanjutan dari ilmu Filologi. Jadi, sebenarnya tidak ada lagi ilmu

Flologi:

Etimilogi, ilmu yang mempelajari asal-usul kata. Contohnya membahas asal-usul nama

suatu tempat

Sosiolinguistik, Hubungan bahasa dengan perilaku masyarakat. Contohnya bahasa

masyarakat Banten yang kasar

Stilistika, mengenai gaya bahasa yang _deo membantu mengetahui usia suatu naskah.

Contonya naskah berbahasa Arab pada Zaman Nabi

- Paleografi, paleo artinya tua, grafi artinya tulisan. Jadi, paleografi adalah ilmu yang

mempelajari tulisan-tulisan lampau, lama, atau tua:

Epigrafi, tulisan yang ada pada prasasti.

- Ilmu Sastra, pendekatan bagaimana sastra dipelajari:

Pendekatan Mimetik, pendekatan dengan cara meniru-niru kenyataan (_deolog) dengan

hal-hal yang mempelajarinya. Contohnya Kitab Negarakertagama yang berisi bahwa

Nusantara bahkan Asia pernah dikuasai Maja Pahit.

Pendekatan Pragmatik, Pendekatan yang membahas karya sastra dengan pembacanya.

Naskah kuno disebarkan dengan cara membaca tulisan tetapi lebih banyak mendengar

karena banyak yang tidak mengerti atau mengenal aksara. Contohnya Kitab zaman

stratifikasi _deolo hanya kaum Brahmana yang hanya _deo membaca.

Pendekatan Ekspresif, Pendekatan yang membahas karya sastra dengan pujangganya

atau penulisnya (penciptanya). Contohnya katya-karya Romantisisme dan Hiperbola.

4

Page 9: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

Pendekatan Objektif, pendekatan yang membahas karya sastra diperlakukan sebagai

struktur yang otonom tidak melihat siapa yang menulis, siapa pembaca, tetapi hanya

sebagai objek. Contohnya hubungan sosiologi dalam masyarakat.

- Ilmu Agama, selalu dipakai sebagai sumber, Patokan, acuan, asal dari semua aspek.

- Ilmu Sejarah, segala penamuan harus dicerna, tidak _deo dipercaya sepenuhnya karena

sesungguhnya fakta harus dicari.

- Imu Antropologi, mengenai asal-usul manusia (aspek folk) karena manusia

menghasilkan kebiasaan atau kebudayaan (aspek lor).

- Ilmu Filklor, ilmu yang mempelajari suatu tradisi yang dihasilkan kelompok

masyarakat (kolektif) yang memiliki cirri fisik sehingga dapat dibedakan dari kelompok

lainnya kemudian diwariskan terus-mnerus secara turun-temurun.

I.3.2.2 Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu-Ilmu Lain

- Filsafat, naskah lama diambil sebagai filsuf suatu _deolo atau bangsa sebagai sumber.

Contohnya _deology, konstitusi, Infrastruktur, dan lain-lain.

5

Page 10: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Profil Museum Sri Baduga, Bandung

(Sumber: www.sribadugamuseum.com)

6

Page 11: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

II.1.1 Sejarah / Latar Belakang

Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah yang sebagian besar dihuni oleh orang

Sunda, maka sering disebut Tatar Sunda atau Tanah Sunda. Dari perjalanan sejarah dan

lingkup geografis Budaya Jawa Barat secara umum berada pada lingkup budaya Sunda,

sebagai budaya daerah yang menunjang pembangunan kebudayaan nasional.

Tinggalan budaya yang bernilai tinggi banyak tersebar di kawasan Jawa Barat,

baik yang hampir punah maupun yang masih berkembang hingga kini. Perkembangan

budaya Jawa Barat berlangsung sepanjang masa sesuai dengan pasang surut pola

kehidupan. Dalam garis perkembangnnya tidak sedikit pengaruh budaya luar yang

masuk. Hal ini disebabkan wilayah Jawa Barat berada pada posisi yang strategis dari

berbagai aspek mobilitas penduduk yang cukup tinggi. Pengaruh budaya luar cenderung

mempercepat proses kepunahan budaya asli Jawa Barat. Kehawatiran terhadap

ancaman erosi budaya di Jawa Barat, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk

mendirikan museum di Jawa Barat, yang kini dikenal “Balai Pengelolaan Museum

Negeri Sri Baduga.”

Pembangunan gedung dirintis sejak tahun 1974 dengan mengambil model

bangunan tradisional Jawa Barat, berbentuk bangunan suhunan panjang dan rumah

panggung yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern. Gedung dibangun di atas

tanah bekas areal kantor kewedanaan Tegallega seluas 8,415,5 m. Bangunan bekas

kantor Kewedanaan tetap dipertahankan, sebagai Bangunan Cagar Budaya yang

difungsikan sebagai salah satu ruang perkantoran.

Pembangunan tahap pertama selesai pada tahun 1980, dengan nama Museum

Negeri Jawa Barat, diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI , Dr.

DAUD JOESOEF didampingi oleh Gubernur Jawa Barat H. Aang Kunaefi (1975-1985)

tanggal 5 Juni 1980. Pada tanggal 1 April 1990 terjadi penambahan nama Sri Baduga,

diambil dari gelar seorang raja Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 Masehi.

Dengan demikian nama lengkap museum waktu itu adalah Museum negeri {ropinsi

Jawa Barat “Sri Baduga.” Pada era Otonomi Daerah (OTDA) berdasarkan Peraturan

Daerah No.5 Tahun 2002 sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) bergabung dengan

Dinas Kebudayaan Provinsi Jawa Barat dengan nama Balai Pengelolaan Museum

Negeri Sri Baduga hingga sekarang.

7

Page 12: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 64 Tahun 2002 tentang

Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas pada UPTD di lingkungan Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata struktur organisasi Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga terdiri

atas Kepala, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Perlindungan, Seksi Pengembangan, Seksi

Pemasaran, dan Pejabat Fungsional. Pada tahun 2010 terjadi perubahan struktur

organisasi melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 43 tahun 2010, yaitu

Kepala, Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Perlindungan, Seksi Pemanfaatan dan Kelompok

Pejabat Fungsional.

Berdasarkan jenis kegiatan yang dilaksanakan unsur organisasi non teknis dan

teknis. Kegiatan non teknis bersifat administratif dilaksanakan oleh Subbag Tata Usaha.

Sedangkan yang bersifat teknis dilaksanakan oleh pejabat fungsional Pamong Budaya

yang dikukuhkan melalui SK Gubernur No. 821.27/Kep.3-C/Peg/2004 tetang

Pengangkatan Kembali Jabatan Fungsional Pamong Budaya di Museum Sri Baduga.

Dalam melaksanakan pekerjaannya, para Pejabat Fungsional berkoordinasi dengan

Kepala Seksi yang berkaitan dengan bidang kerjanya.

(Sumber: www.sribadugamuseum.com).

II.1.2 Tupoksi dan Visi Misi

Tugas Pokok dan Fungsi :

Melaksanakan pengunpulan, perawatan, penelitian, penyajian dan bimbingan edukatif.

Visi:

Museum sebagai pusat dokumentasi, informasi dan media pembelajaran serta objek

wisata budaya unggulan Jawa Barat.

Misi:

1) Mengumpulkan, meneliti, melestarikan dan mengkomunikasikan benda tinggalan

budaya Jawa Barat kepada masyarakat.

2) Mengembangkan/memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas

apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai luhur budaya daerah.

3) Meningkatkan fungsi museum sebagai laboratorium budaya daerah dan filter

terhadap pengaruh buruk budaya global.

4) Menanamkan nilai-nilai luhur budaya daerah.

5) Menata museum sebagai salah satu aset wisata budaya.

(Sumber: www.sribadugamuseum.com).

8

Page 13: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

II.1.3 Struktur Organisasi

- Kepala Museum: Memimpin mengkoodinasikan dan mengendalikan pelaksanaan

kegiatan pengetahuan museum.

- Subbag Tata Usaha: Melaksanakan penyusunan rencana kerja pengelolaan

administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan, umum dan pelaporan.

- Kelompok Jafung: Adalah pegawai museum yang diberi tanggung jawab,

wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan

kegiatan pembinaan kebudayaan.

- Seksi Perlindungan: Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan pemeliharaan,

penyimpanan dan pengamanan koleksi.

- Seksi Pengembangan: Menyusun dan melaksanakan rencana pengembangan dan

pendayagunaan koleksi museum.

- Seksi Pemasaran: Melaksanakan penyusunan rencana peningkatan promosi

museum.

(Sumber: www.sribadugamuseum.com).

9

Page 14: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

II.1.4 Koleksi Museum

Koleksi yang disajikan pada pameran tetap museum Sri Baduga ditata

menyajikan benda benda bukti kebudayaan Jawa Barat. Kondisi geografis dan

kekayaan alam berpengaruh pada tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Jawa

Barat. Fase-fase perkembangan tersebut dikelompokkan dalam bentuk pameran

dalam tiga lantai ruang pameran tetap museum.

Museum Sri Baduga yang memiliki jumlah koleksi sebanyak 6600 koleksi

terdiri dari 6346 buah, 220 set, 23 stel dan 11 pasang yang kemudian dikelompokan

menjadi 10 klasifikasi.

1. Geologika / Geografika : 79 buah, 3 set, 0 stel, 0 pasang.

2. Biologika : 180 buah, 1set, 0 stel, 0pasang.

3. Etnografika : 2420 buah, 179 set, 20 stel, 9 pasang.

4. Arkeologika : 953 buah, 3 set, 0 stel, 0 pasang.

5. Historika : 16 buah, 6 set, 3 stel, 0 pasang.

6. Numismatika / Heraldika : 1705 buah, 0 set, 0 stel, 0 pasang.

7. Filologika : 145 buah, 0 set, 0 stel, 0 pasang.

8. Keramologika : 599 buah, 1 set, 0 stel, 0 pasang.

9. Seni rupa : 134 buah, 0 set, 0 stel, 2 pasang.

10. Teknologika : 115 buah, 27 set, 0 stel, 0 pasang.

(Sumber: www.sribadugamuseum.com).

10

Page 15: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

II.1.5 Lokasi

Museum Sri Baduga merupakan museum pemerintah Pripinsi Jawa Barat yang

berdomisili di Ibukota Propinsinya Bandung. Dari sisi Geografi kota ini terletak

diantara 1070 36' Bujur Timur dan 600 55' Lintang Selatan. Selain kota ini menjadi

kota yang bersejarah pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia juga

memiliki posisi geografis yang sangatlah strategis baik dari sisi, komunikasi,

perekonomian dan transportasi berada dalam poros jalan raya nasional dan poros jalan

raya wisata.Kota yang berada pada ketinggian 791 m dpl yang dikelilingi perbukitan

dan gunung disekitarnya sangat potensial secara ekosistem dan lingkungan. Ditambah

lagi dengan kondisi iklim kota yang lembab dan sejuk dengan temperatur rata rata

23,1o C dan curah hujan rata rata 204,11 mm / tahun memungkinkan orang untuk

nyaman beraktifitas dan berekreasi.

(Sumber: www.sribadugamuseum.com).

11

Page 16: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

II.1.6 Denah- Lantai 1: Batuan(geologi), Flora, Fauna, Manusia Purba (Homo Erectus) dan

Prasejarah (Homo Sapiens), Cekungan Danau Bandung Purba. Religi masyarakat

dari masa Prasejarah sampai Hindu-Budha.

- Lantai 2: Religi masyarakat ( masa Islam, Kong Hu Cu, Teoisme dan Kristen)

system pengetahuan, Bahasa, Peralatan Hidup.

- Lantai 3: Mata pencaharian, Teknologi, Kesenian, Pojok Sejarah Perjuangan

Bangsa, Pojok Wawasan Nusantara dan Pojok Bandung Tempo Dulu.

(Sumber: www.sribadugamuseum.com)

12

Page 17: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

II.2 Koleksi Museum Sri Baduga

1. Geologika / Geografika

TEODOLIT

Ukuran : Ukuran P: 90 cm, T: Kaki 120 cm, d: 10 cm

Asal : Pangalengan, Kab. Bandung

Teodolit adalah alat ukur sudut yang biasa digunakan oleh Juruh ukur tanah. Terbuat

dari besi dan pada kedua ujung pipa ber-diameter 10 cm dengan panjang 90 cm ditutup

tabung kuningan berbentuk kotak. Pada sisi belakang batang pipa tertera plat kuningan

bertuliskan nomor dan negara pemegang hak paten. Sedang pada sisi depan terdapat

dua buah lubang berkaca untuk membidik sudut sasaran. Pada bagian tengah terdapat

dua buah gelang kuningan tempat mengikatkan besi hitam sebagai pegangan tangan

untuk mengatur posisi teodolit. Pada sisi belakang pipa antara kedua gelang kuningan

terdapat tiga buah lubang bertutup kaca, masing-masing ber-fungsi sebagai teropong

untuk membidik sasaran, yang layarnya dilengkapi angka-angka dan jarum pengukur

sudut.Teodolit ini diletakkan pada dua buah besi bercabang yang terdapat pada

permukaan standar besi berkaki tiga. Alat ukur sudut dibuat pada abad ke-19 di negara

Jerman.

13

Page 18: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

2. Biologika

FOSIL RUAS TULANG BELAKANG IKAN PAUS PURBA

Ukuran : T: 21 cm, P: 17cm, d: 30 cm

Asal : Surade, Sukabumi

Fragmen fosil ruas tulang belakang seluruh-nya berjumlah 6 buah berwarna putih

bercampur tanah, salah satu fragmen tidak utuh (sompel). Pada sisi samping kiri dan

kanan atas ruas terdapat ba?gian mencuat di permukaan tulang rusuk yang telah patah.

Menurut Yan Rizal seorang Paleontolog dari ITB, fosil tulang-tulang tersebut

diperkirakan ruas tulang punggung binatang purba se-jenis ikan paus yang diperkirakan

hidup sekitar 8 juta tahun yang lalu. Lokasi temuan yang termasuk ke dalam zona

pegunungan selatan Jawa Barat, dan diper?kirakan dulunya merupakan zona laut.

14

Page 19: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

TENGKORAK KEPALA KERBAU PURBA

Ukuran : Fosil, ukuran P: 183 cm; L: 36 cm

Asal : Jakarta

Fosil tengkorak kerbau purba (Bubalus Paleo Kerabau) ini terdiri dari tengkorak kepala

bagian atas serta kedua tanduk, tulang rahang bawah dengan gigi bawah dan beberapa

potongan tulang lainnya. Hewan ini diperkirakan pernah hidup di Pulau Jawa kurang

lebih 1,8 juta tahun yang lalu (masa Plestosen akhir).Fosil hewan ini ditemukan di desa

Sukadami, Kabupaten Bekasi.

15

Page 20: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

3. Etnografika

ANGKLUNG GUBRAG

Ukuran : T: Besar 183 cm, L: Besar 91 cm

Asal : Jakarta

Angklung Gubrak adalah angklung khas suku Baduy selain sebagai sarana hiburan juga

dipakai sebagai sarana upacara.Angklung Gubrak merupakan kesenian pusaka,karena

dipertunjukan pada saat tertentu,yaitu waktu melaksanakan upacara mnyongsong

musim tanam(nyesek) dan musim kemarau sebagai syarat untuk musim hujan.Menurut

kepercayaan bunyi-bunyian yang ditimbulkan dapat membangunkan Dewi Sri untuk

menjaga ladang agar tetap subur.Dalam satu perangkat terdiri 6 (enam) buah yiitu :

Angklung gunjing (2 buah), Engklok(2 buah), dan roel 2 buah.Setiap angklung

memiliki tiga buah rumpung dengan ukuran berbeda.Bahan terbuat dari bambu

berdiameter besar dan tinggi.Bentuk setiap rumpung dicowak membentuk resonator

dan bumbung peredam suara serta kaki di letakan pada cowakan hingga dapat

digetarkan tiang atas dihiasi jumbai-jumbai daun yang dibentuk kepang.

16

Page 21: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

KAIN PANJANG BATIK MERAK NGIBING

Ukuran : Kain, ukuran P: 240 cm; L: 106 cm

Asal : Tasikmalaya

Kain panjang atau samping kebat batik ini dibuat dengan tehnik tulis, di atas bahan

mori primisima. Warna dasar pulas gumading (soga/krem kekuningan) ciri khas warna

kain batik Garutan. Motif latar rereng/rereng apel, sedang motif utama burung merak

sedang bercengkrama saling memamerkan ekornya yang indah sehingga para perajin

batik Garut menyebutnya merak ngibing. Kain panjang ini biasanya digunakan sebagai

pelengkap busana tradisional yang dipadukan dengan kebaya.

17

Page 22: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

4. Arkeologika

REPLIKA PRASASTI CIARUTEUN

Ukuran : Fiber qlass, T: 168 cm, L: 130 cm

Asal : Bandung

Benda asli terbuat dari batu andesit, ditemukan dialiran sungai Ciaruteun. Kini prasasti

tersebut dipindahkan kedarat dan diberi cungkup ( Pelindung ). Prasasti ini sebagai bukti

hadirnya Kerajaan Tarumanagara (+ abad 5 Masehi ) di Jawa Barat dan sekaligus awal

dikenalnya tradisi tulis. Pada prasati ini terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar laba-

laba dan empat baris tulisan dalam aksara pallawa dan bahasa sansakerta, berbunyi:

vikrantasya vanipateh

srimatah purnnavarmmanah

tarumanagarendrasya

visnor iva padadvayam

Artinya : Ini ( bekas ) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu

ialah kaki yang mulia Purnawarman

raja di negeri Taruma

raja yang gagah berani di dunia.

18

Page 23: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

PATUNG ARGASURYA

Ukuran : L dan T: 30 cm, d: 25 cm

Asal : Cirebon Timur Jawa Barat

Pembuatan patung nenek moyang ini masih kasar,berwarna kemerah-merahan.

Bentuknya gemuk pendek,muka bundar dan agak gepeng,kepala gundul,mata sebelah

kanan bundar.sebelah kiri sipit,hidung pesek,bibir tebal,telinga agak ke belakang dan

tebal serta pipi kembung.Posisi patung dalam keadaan duduk dengan berpangku tangan.

19

Page 24: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

5. Historika

KERETA KENCANA PAKSINAGALIMAN

Ukuran : Kayu, P: 430 cm, L: 175 cm, T: 170 cm

Asal : Cirebon

Merupakan Kereta Kencana Kesultanan Cirebon, bentuk kereta memadukan 3 unsur

binatang yakni: Paksi = Burung, Naga = Ular, dan Liman = Gajah. Badan kereta

sebagai tempat duduk penunggangnya berbentuk badan gajah. Sisi kiri dan kanannya

dihiasi sayap burung garuda, dibagian ekor, dan leher, naga sedangkan profil wajah

mencerminkan naga dan gajah. Pada leher tertera angka tahun dalam huruf Jawa 1530

Saka ( 1608 M ). Diperkirakan dibuat pada Masa pemerintahan Panembahan Ratu.

Kereta ini diduga sebelumnya hanyalah sebuah jampana atau tandu tampak pada bagian

badan yang merupakan kesatuan yang utuh. Kontruksi putaran roda dibagian depan

mengadopsi dari kebudayaan Cina. Sedangkan bentuk roda belakang seperti payung

dengan kemiringan as 400 dan ukuran dalam satuan sentimeter merupakan pengaruh

budaya Eropa. Sejak tahun 1930 kereta kencana yang asli tidak lagi digunakan dan

disimpan di museum keluarga kanoman. Awalnya kereta kencana ini dipakai kirab

pengantin keluarga sultan. Kereta kencana yang ada di Museum Sri Baduga merupakan

replika, bentuk dan ukurannya dibuat sesuai asli.

20

Page 25: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

REPLIKA MAHKOTA BINOKASIH SANGHYANG PAKE

Ukuran : Alpaka lapis emas, T: 28 cm, d: 18cm, P: 35cm

Asal : Jogyakarta

Mahkota ini dibuat oleh Sanghyang Bunisora Suradipati untuk penobatan Raja

Galuh bernama Prabu Niskala Wastukencana pada tahun 1371. Ketika Kerajaan

Pajajaran runtuh, mahkota diserahkan Prabu Geusan Ulun (Raja Sumedanglarang)

dan menjadi benda pusaka leluhur Bupati Sumedang Pangeran Soeria Koesoema

Adinata (Pangeran Sugih). Pada masa pemerintah bupati Pangeran Soeria

Koesoema Adinata Pangeran Sugih (1937-1946), mahkota tersebut dipakai untuk

hiasan kepala pengantin keluarga dan keturunan leluhur Sumedang. Mahkota

terbuat dari emas 18 karat, berat 1,3kg meniru mahkota Batara Indra. Bagian utama

dari mahkota adalah kuluk atau tarbus (sejenis kopiah bentuk bundar tinggi) Ragam

hias meliputi : kuncup bunga teratai pada bagian puncak kuluk, turida jamang

sadasaeler, menyerupai kelopak bunga berhiaskan permata hijau (jamrud), terleytak

di bagian depan, jamang susun dua di atas turida, ?ron? hiasan tumpal bersusun 3 di

sisi kiri-kanan kuluk (bagian pelipis ). Sumping Prabu Ngayun berbentuk seperti

sayap bersusun 3, pada bagian ?jungkat penaras? berbentuk helai-helai daun dan

garuda menghiasi bagian belakang mahkota. Mahkota Binokasih Sanghyang Pake

yang disimpan di Museum Sri Baduga merupakan replikanya.

21

Page 26: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

6. Numismatika / Heraldika

UANG KERTAS GUNTING SAFRUDIN

Ukuran : Kertas, P: 7,8 cm, L: 7,4 cm

Asal : Bandung

Untuk mengurangi peredaran uang asing dan menekan devaluasi maka pada tanggal 20 Maret

1950 Mentri keuangan RIS (Republik Indonesia Serikat), Mr. Sjafruddin Prawiranegara

dengan surat keputusan Mentri keuangan Pemerintah Republik Indonesia Serikat (Kabinet

Hatta) No. PU/1 tanggal 20 Maret 1950 mengeluarkan kebijakan dramatis yaitu melakukan

pengguntingan uang yang dikeluarkan De Javansche Bank, dan Hindia Belanda pecahan

bernilai 5 rupiah (gulden) ke atas.

Potongan uang bagian kanan ditukar dengan obligasi Negara jaminan biaya 3 % pertahun

dalam jangka 40 tahun, sedangkan bagian kiri dinyatakan masih berlaku sebagai alat

pembayaran yang syah dengan nilai 50 % dari nilai sebelumnya dan berlaku hingga tanggal 8

April 1950 jam 18.00.

22

Page 27: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

KELUHUkuran : Logam, d: 1,3 cm

Asal : Bandung

Benda-benda dari bahan perunggu yang menyerupai perhiasan ini diperkirakan pernah

digunakan masyarakat prasejarah sebagai alat tukar kurang lebih 1000 tahun yang

lalu.Benda-benda berbentuk terompet, binatang dan anting serta cincin ini banyak

ditemukan di daerah Jawa Timur dan masyarakat setempat menyebutkan Keluh atau di

dalam istilah Numismatik disebut Dumblee Ring atau Interapted Ring.

23

Page 28: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

7. Teknologika

TELEPONUkuran : P: 0 cm, L: 0 cm, Tb: 0 cm, T: 0 cm, B: 0 cm, d: 0 cm

Asal : Pangalengan, Bandung

Terdiri dari tiga bagian kotak sebagai badan telepon, tempat penyangga dan gagang

telepon. Kotak kayu berwarna coklat berfungsi sebagai wadah perangkat receiver

penerima dan transever yang pendek terdapat engkol pemutar untuk mengirim tanda ke

Telepon lain. Di atasnya kotak kayu terdapat dua tiang sejajar dilengkapi dudukan

menyerupai tanduk kerbau yang bisa turun naik, bila ditekan untuk meletakan gagang

Telepon. Gagang Telepon berbentuk panjang agak melengkung dengan kedua ujungnya

membulat dan berlubang-lubang baik pada permukaannya, satu bagian untuk

mendengar dan bagian yang lain untuk pembicaraan. Antara gagang dan kotak

dihubungkan dengan seutas kabel. Untuk menerima Telepon masuk dihubungkan

dengan kabel ke sentral yang berbentuk bundar.

24

Page 29: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

GAMBAR TOONGUkuran : Kayu dan Kaca, T: 135 cm, L: 78 cm Asal : Tasikmalaya

Gambar toong sejenis tontonan anak-anak berupa gambar disimpan dalam sebuah

kotak dengan alat penerang lampu semprong/lampu minyak melalui lensa teropong

yang dipasang pada sisi dindingnya. Anak-anak yang menonton duduk diatas bangku

yag telah disediakan. Selama gambar di dalam kotak ditampilkan, pengamen/pemilik

tontonan anak-anak ini berceritera sesuai gambar yang ditayangkan sambil memainkan

akordeon.

Bagian kotak pipih dibagian atas berfungsi sebagai wadah gambar yang

dilengkapi tali-tali berbandul uang kepeng pada dinding depan dan belakang untuk

menaik-turunkan gambar dan membuka-menutup layar lensa. Kotak cembung di bagian

tengah berisi lensa dan lampu semprong. Kotak tinggi ramping paling bawah berdaun

pintu untuk menyimpan akordeon dan pakaian ganti. Tontonan anak-anak ini dijajakan

ke kampung-kampung. Pada saat berpindah tempat kotak gambar toong dan peralatan

lainya diangangkut dengan cara dengan cara dipikul.

Teknologi gambar toong merupakan cikal bakal teknologi playstation di zaman

modern saat ini.

25

Page 30: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

8. Keramologika

WASTAFELUkuran : Tanah liat, Wadah air bersih T: 18,5 cm, d: 25 cm

Wadah air kotor T: 16,5 cm, d: 36 cm

Asal : Majalengka

Wastafel atau tempat cuci tangan berasal dari Eropa dibuat awal abad 20 Masehi.

Wadah berbentuk setengah belahan tong/drum untuk air bersih, sedangkan wadah

berbentuk waskom untuk menampung air kotor bekas cuci tangan. Baik wadah

penampung air bersih maupun air kotor tidak dilengkapi dengan saluran air untuk

mengisi maupun untuk membuang. Ragam hias dua buah ban berisi motif meander dan

sebuah buket bunga mawar.

26

Page 31: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

9. Seni rupa

LUKISAN KANVAS `PANGERAN KORNELUkuran : Kanvas, Cat minyak P: 340 cm, L: 210 cm

Asal : Bandung

Lukisan ini dibuat oleH seni rupa asal Bandung bernama Hendra Gunawan dengan

gaya lukisan naturalis dengan ciri khas kaki digambarkan lebih kecil dari aslinya dan

sapuan cat dilakukan pada kanvas hanya dilakukan sekali. Menggambarkan bagian dari

sejarah pembuatan jalan raya Anyer-Panarukan, pada saat membuka hutan dan

meratakan cadas (bukit batuan) di daerah Sumedang yang kemudian terkenal dengan

sebutan Cadas Pangeran. Pembuatan jalan dikerjakan secara paksa (rodi) oleh rakyat

Sumedang, yang kemudian ditentang oleh Bupati Sumedang yang dikenal dengan

julukan Pangeran Kornel. Pada saat Daendels meninjau lokasi pembuatan jalan,

Pangeran Kornel menyalami Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu, dengan tangan

kirinya. sementara tangannya memegang keris untuk menunjukan sikap menentang

kerja paksa terhadap rakyatnya.

27

Page 32: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

TEMPAT BUMBUUkuran : Kristal & Alpaka, d: nampan 17 cm, T: Botol 27 cm

Asal : Sumedang

Seperangkat tempat bumbu yang terbuat dari Kristal ini terdiri dari 5 buah botol untuk

menyimpan merica, garam, kecap dll. Botol-botol tadi disimpan di atas nampan perak

dan biasa disimpan di atas meja makan sebagai tempat bumbu atau hanya sebagai

hiasan di rumah-rumah para bangsawan. Diperkirakan dibuat sekitar abad 19 M.

28

Page 33: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

10. Filologika

NASKAH SANGHYANG RAGA DEWATAUkuran : Lontar, P: 21,5 cm, L: 6,5 cm

Asal : Sukaraja Tasikmalaya

Terdiri dari 25 lempir atau 25 halaman. Aksara Pranagari Bahasa Sunda kuno. Bentuk

gubahan prosa lirik berisi mythos pencipta alam semesta yang diawali dengan

dibangunkannya siang dari kegelapan oleh kekuatan sang bayu. Setelah itu diciptakan

bumi, bulan, matahari, dan bintang-bintang di bawah naungan angkasa. Dari bumi

dijadikanlah sebutir telur sekepal tanah dan menjelma menjadi Batara Guru yang

ditempatkan di gunung kahyangan. Manusia dipandang sebagai mikrokosmosnya jagat

raya yang seluruh kehidupannya harus selalu menjalankan siksa (ajaran) Sanghyang

Darma. Manusia yang dapat menjalankan ajaran tersebut kelak dapat mencapai surga

abadi.

29

Page 34: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

NAHWU SHOROFUkuran : P: 19,5cm, L: 31,4 cm, 274 hal

Asal : Majalengka

Keadaan naskah cukup baik, lengkap, dan masih dapat dibaca. Naskah ini berukuran

19,5 x 31,4 cm dengan ukuran ruang tulisan 12,5 x 17 cm, jumlah baris per halaman 14

s.d. 15 baris, beberapa halaman hanya terdiri 5 baris. Naskah ini teksnya berbentuk

prosa, tulisan jelas karena hurufiiya besar serta tintanya berwarna hitam, jarak antar

baris sekitar 1,7 cm. Naskah ini berasal dari Majalengka, disalin oleh 1 orang penyalin,

berupa naskah keagamaan sehingga sering digunakan dalam pengajian.

Isi Kandungan Naskah

Isi teks naskah ini berisi tata cara atau kaidah-kaidah dalam membaca Al-Quran,

sehingga disebut Naskah Nahwu Shorof. Selain itu, naskah ini berisi pula tafsirAl-

Quran. Teks naskah ini terdiri dari beberapa teks (judul) yang berisi tentang:

KitabSarafAl-Kailani

Kitab AI-Awamil

Kitab Jurumiah

Syarah Mukhtashar Al-Awamil

30

Page 35: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

II.3 Telaah Naskah

Pada kunjungan ke Museum Sri Baduga, Bandung, saya mendatangi

perpustakaan museum tersebut. Di sana terdapat sumber-sumber ilmu yang dapat

dipelajari dari koleksi-koleksi museum. Salah satunya Kitab Al Awamil dari bagian

Naskah kuno Nahwu Sharaf yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai koleksi

filologika Museum Sri Baduga, Bandung. Berikut rincian identitas kitab Al Awamil

yang saya telaah dari buku sumber yang sudah berhasil menerjemahkan naskah kuno

aslinya.

1. Judul Naskah : Kitab Al-Awamil.

2. Nomor naskah : 07.04.02

3. Asal naskah : Tidak diketahui

4. Keadaan naskah : Masih baik dan semua tulisannya masih jelas.

5. Bahan naskah : Daluang, kertas tradisional yang terbuat dari

kulit pohon paper mulberry (Sd. Saeh) yang

diproses secara tradisional.

6. Ukuran naskah : 20x31 cm

7. Ruang naskah : 9x10 cm

8. Tebal naskah : 47 halaman

9. Jumlah baris perhalaman : Tiga baris perhalaman baik di awal, tengah,

maupun akhir.

10. Aksara naskah : Aksara Arab.

11. Tinta yang digunakan : Tinta berwarna hitam.

12. Bentuk teks : Prosa.

31

Page 36: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

BAB III

PENUTUP

III.1 Simpulan

Cara untuk melestarikan warisan budaya berupa peninggalan benda-benda pusaka

atau pun tradisi kegiatan orang-orang terdahulu bisa dimulai dengan membaca. Hal

yang paling penting adalah bagaimana masyarakat bisa mendapatkan bacaan untuk

menambah wawasan dan pengetahuan. Melalui “Laporan Kuliah Kerja Lapangan

Wrisan Budaya Sebagai Teladan Masyarakat Pewaris dalam Kajian Filologi” ini saya

sangat berharap bahwa masyarakat tergugah rasa memiliki, cinta tanah air, dan ingin

tahunya, lalu menerapkannya dengan melakukan kegiatan pelestarian.

Melalui penjabaran-penjabaran mengenai suatu benda, lokasi, dan identitas yang

menarik, pembaca meningkatkan semangatnya untuk melestarikan warisan budaya

yang diperlakukan tak acuh oleh masyarakat Indonesia dan meningkatkan rasa

memiliki bersama.

Naskah kuno yang berhasil diterjemahkan dan ditelaah hingga menjadi buku

dapat dengan mudah dibaca oleh masyarakat mengenai isinya, sehingga dapat

menambah pengetahuan pembaca. Hal tersebut meningkatkan pemahaman masyarakat

mengenai warisan budaya, lalu mereka secara perlahan dapat melestarikan dan

mengembangkan harta Nusantara yang telah ada. Karena sesungguhnya apabila tidak

mengenal, maka tidak menyayangi.

32

Page 37: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

III.2 Kata Penutup

Alhamdulillaahirrabbil ‘alamin.

Laporan “Laporan Kunjungan ke Museum Sri Baduga Bandung Peranan Museum

sebagai Sumber Ilmu dalam Kajian Filologi” ini telah selesai saya susun dan buat

dengan baik.

Kritik dan saran yang bersifat membangun saya harapkan sebagai upaya

penyempurnaan penyusunan dan pembuatan laporan selanjutnya.

Wassalammu ‘alaikum W. W.

Jatinangor, Mei 2012

Penulis

33

Page 38: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

III.3 Lampiran

III.3.1 Brosur Museum Sri Baduga, Bandung

34

Page 39: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

35

Page 40: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

35

Page 41: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

37

Page 42: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

III.3.2 Katalog Naskah

38

Page 43: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

III.3.3 Terjemahan Naskah Nahwa Shoraf dalam Katalog

39

Page 44: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

40

Page 45: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

III.3.3 Buku Sumber Hasil menerjemahkan Kitab Al-Awamil

41

Page 46: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

III.3.4 Ringkasan Isi Kitab Al-Awamil

42

Page 47: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

43

Page 48: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

44

Page 49: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

45

Page 50: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

DAFTAR PUSTAKAhttp://www.facebook.com/ingeu.heriana

http://www.sribadugamuseum.com/

“Sejarah / Latar Belakang” dalam http://www.sribadugamuseum.com/profil.php?req=2

(diakses pada 1 Juni 2012 pukul 17:00)

“Lokasi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/profil.php?req=5 (diakses pada 1

Juni 2012 pukul 17:00)

“Denah” dalam

http://www.sribadugamuseum.com/view.php?a=assets/profil/denah.png&w=480&h=29

8&b=/profil.php?req= (diakses pada 1 Juni 2012 pukul 17:58)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/viewket.php?

kat=kol&nid=3&b=/koleksi_det.php?req= , (diakses pada 1 Juni 2012 pukul 18:54)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=3 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 18:55)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=5 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 19.00)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/viewket.php?

kat=kol&nid=14&b=/koleksi_det.php?req= (diakses pada 1 Juni 2012 pukul 19:02)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=6 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 19:03)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=10 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 19.06)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=8(diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 19.07)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=9 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 19.07)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=7 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 19.09)

46

Page 51: PERANAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER ILMU DALAM KAJIAN FILOLOGI

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi.php (diakses pada 1 Juni

2012 pukul 20.11)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=1 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 20.11)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/viewket.php?

kat=kol&nid=32&b=/koleksi_det.php?req= (diakses pada 1 Juni 2012 pukul 20.11)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=4 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 20.18)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/koleksi_det.php?req=2 (diakses

pada 1 Juni 2012 pukul 20.20)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/ (diakses pada 1 Juni 2012 pukul

10.11)

“Koleksi” dalam http://www.sribadugamuseum.com/profil.php?req=1 (diakses pada 1

Juni 2012 pukul 10.11)

“Koleksi” dalam

http://www.sribadugamuseum.com/view.php?a=assets/profil/sej1.jpg&w=640&h=468

&b=/profil.php?req= (diakses pada 1 Juni 2012 pukul 10.13)

47