Peranan Katalis Dalam Industri Kimia

37
PERAN KATALIS DALAM INDUSTRI KIMIA MAKALAH Disusun oleh 1. Bayu Kresna Adi 08.2013.1.01578 2. Romdoni 08.2013.1.01586 3. Bagus Dwi Susanto 08.2013.1.01588 4. M. Yazid Asy’ariyanto 08.2013.1.01592 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA

description

Beberapa contoh peran katalis dalam industri kimia.

Transcript of Peranan Katalis Dalam Industri Kimia

PERAN KATALIS DALAM INDUSTRI KIMIA

MAKALAH

Disusun oleh

1. Bayu Kresna Adi 08.2013.1.015782. Romdoni 08.2013.1.015863. Bagus Dwi Susanto 08.2013.1.015884. M. Yazid Asy’ariyanto 08.2013.1.01592

JURUSAN TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat limpahan rahmat-Nya

sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai berbagai katalis dan peranannya dalam

dunia industri. Pentingnya katalis dalam suatu reaksi kimia mulai dikembangkan

secara khusus sebagai suatu kajian tersendiri. Penelitian katalis juga telah

berlangsung sejak lama dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu.

Dikarenakan kajian mengenai katalis begitu luas dan waktu penulisan makalah yang

begitu terbatas, sehingga hanya beberapa jenis katalis dalam industri yang penting

saja yang diulas.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengajar mata kuliah Teknologi Katalis,

Ibu Yustia Wulandari. Terima kasih juga kami ucapkan kepada kawan-kawan dan

yang telah turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami

sangat mengharapkan kritik dan saran yang diberikan para pembaca. Di sisi lain,

makalah ini juga dibuat agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan

bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian.

Surabaya, 4 April 2015

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................5

2.1 Definisi Umum.........................................................................................................5

2.2 Peran Penting Katalis...............................................................................................7

2.3 Katalis dalam Industri Kimia....................................................................................7

2.4 Reaksi Katalis di Industri: Beberapa contoh penerapannya.....................................8

2.5 Katalis yang Sering Dipakai....................................................................................13

BAB III PENUTUP...................................................................................................................21

3.1 Kesimpulan............................................................................................................21

3.2 Saran.....................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................22

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

. Istilah katalisator berawal dari penelitian Berzelius (1836) tentang proses

proses pemercepatan laju reaksi dan menjabarkannya sebagai akibat adanya gaya

katalisis. Sebutan “gaya” katalisis ternyata tidak terbukti, tetapi istilah katalisator

tetap digunakan untuk menyebuitkan pengaruh substansi tertentu yang ikut dalam

proses tanpa mengalami perubahan. Senyawa yang menurunkan laju reaksi biasa

disebut sebagai katalisator negatif atau inhibitor, yang saat ini lebih dikenal dengan

istilah katalis.

Definisi katalis pertama kali dikemukakan oleh Ostwalsd sebagai suatu

substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa merubah besarnya energi

yang menyertai reaksi tersebut. Pada tahun 1902 Ostwald mendefinisikkan katalis

sebagai substansi yang mengubah laju reaksi tanpa terdapat sebagai produk pada

akhir reaksi, dengan kata lain katalisator mempengaruhi laju reaksi dan berperan

sebagai reaktan sekaligus produk reaksi. Selanjutnya pada tahun 1941, Bell

menjelaskan substansi yang dapat disebut sebagai katalis suatu reaksi adalah ketika

sejumlah tertentu substansi ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi

bertambah dari laju pada keadaan stoikiometri biasa. Jika substansi tersebut

ditambahkan pada reaksi maka tidak mengganggu kesetimbangan.

Penggolongan katalis dapat didasarkan pada fasenya yaitu katalis homogen

dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda

dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada

dalam fase yang sama. Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih

pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi

membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya.

Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan

katalisnya:

A + C → AC … (1)

B + AC → AB + C … (2)

1

A + B + C → AB + C … (3)

Meskipun katalis (C) bereaksi dengan reaktan oleh reaksi 1, namun katalis

dapat dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya

menjadi reaksi (3).

Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya:

1) Katalis Asam-Basa

Katalis asam-basa sangat berperan dalam perkembangan kinetika kimia.

Awal penelitian kinetika reaksi yang dikatalisis dengan suatu asam atau basa

bersamaan dengan perkembangan teori dissosiasi elektrolit, dimana Ostwald dan

Arrhenius membuktikan bahwa kemampuan suatu asam untuk mengkatalisis reaksi

tersebut adalah tidak bergantung pada sifat asal anion tetapi lebih mendekati dengan

sifat konduktivitas listriknya. Penelitian lain yang menggunakan katalis asam basa

antara lain Kirrchoff yang meneliti hidrolisis pati oleh pengaruh asam encer, Thenard

yang meneliti dekomposisin hidrogen peroksida oleh pengaruh basa dan Wilhelmy

yang meneliti tentang inversi tebu yang dikatalisis dengan asam.

2) Katalis Ziegler-Natta

Katalis Ziegler-Natta ditemukaan poleh Ziegler pada tahun 1953 yang

digunakan untuk polimerisasi etana, yang selanjutnya pada tahun 1955 Natta

menggunakan katalis tersebut untuk polimerisasi propena dan monomer jenuh

lainnya. Katalis Ziegler-Natta dapat dibuat dengan mencampurkan alkil atau aril dari

unsur golongan 11-13 pada susunan berkala, dengan halida sebagai unsur transisi.

Saat ini katalis Ziegler-Natta digunakan untuk produksi masal polietilen

dan polipropilen.

3) Katalis Friedle-Crafts

Pada tahun 1877 Charles Friedel dan James M.Crafts mreakukan penelitian

tentang pembuatan senyawa amil iodida dengan mereaksikan amil klorida dengan

aluminium dan yodium yang ternyata menghasilkan hidrokarbon. Selanjutnya

mereka menemukan bahwa pemakaian aluminium klorida dapat menggantikan

2

alumunium untuk menghasilkan hidrokarbon. Dengan demikian Friedel dan Crafts

merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa keberadaan logam klorida

sangat penting sebagai reaktan atau katalis. Hingga saat ini penerapan kimia Friedel-

Crafts sangat luas terutama di industri kimia.

4) Katalis dalam Reaksi Metatesis

Pada tahun 1970 Yves Chauvin dari Institut Francais du Petrole dan Jean-

Louis Herrison menemukan katalis logam karbena (logam yang dapat berikatan

ganda dengan atom karbon membentuk senyawa), atau dikenal juga dengan istilah

metal alkilidena. Melalui senyawa logam karbena ini, Chauvin berhasil menjelaskan

bagaimana susunan logam berfungsi sebagai katalis dalam suatu reaksi dan

bagaimana mekanisme reaksi metatesis. Metatesis dapat diartikan sebagai pertukaran

posisi atom dari dua zat yang berbeda. Contohnya pada reaksi AB + CD -> AC +

BD, B bertukar posisi dengan C.

5) Katalis Grubbs

Perkembangan penemuan Chauvin dan Schrock terjadi tahun 1992 ketika

Robert Grubbs dan rekannya Grubbs berhasil menemukan katalis metatesis yang

efektif, mudah disintesis, dan dapat diaplikasikan di laboratorium secara baik.

Mereka menemukan tentang logam rutenium tantalum, tungsten, dan molybdenum

(komplek alkilidena) sebagai logam yang paling cocok sebagai katalis. Katalis

menjadi standar pembanding untuk katalis yang lain. Penemuan katalis Grubbs

secara tidak langsung menambah peluang kemungkinan sintesis organik di masa

depan.

6) Sistem Katalis Tiga Komponen

Sebuah sistem katalis dengan tiga komponen berhasil digunakan untuk

membuat polimer bercabang dengan struktur-struktur yang tidak bisa didapat dengan

sebuah katalis tunggal atau sepasang katalis yang bekerja bergandengan. Pada tahun

2002 Guillermo C. Bazan, seorang profesor kimia dan material di University of

California, Santa Barbara; mahasiswa pascasarjana Zachary J. A. Komon; dan rekan

kerja di Santa Barbara dan Symyx Technologies sudah mendemonstrasikan sebuah

3

sistem dengan tiga katalis yang homogen; ketiga campuran bekerja sama mengubah

sebuah monomer tunggal - etilen - menjadi polietilen bercabang. Jumlah dan jenis

cabang yang dihasilkan dapat dikontrol dengan menyesuaikan komposisi campuran

katalisnya. Tiga katalis ini terdiri dari dua persenyawaan organonikel dan sebuah

persenyawaan organotitanium. Satu dari katalis dengan unsur dasar nikel mengubah

etilen menjadi 1-butena, sedangkan yang lainnya mengubah olefin menjadi

penyebaran dari 1-alkena. Persenyawaan titanium menggabungkan etilen dari hasil

reaksi-reaksi lainnya menjadi polietilen

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa rumusan masalah berikut:

1. Apa pengeritan katalis dan cara kerjanya?

2. Apa peranan katalis dalam dunia industri?

3. Katalis apa sajakah yang sering dipakai di dunia industri?

4. Bagaimana mekanisme reaksi katalisis tersebut di industri?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui peranan katalisis di bidang industri.

2. Mengetahui katalis yang sering dipakai di industri.

3. Mengetahui mekanisme katalisis yang sering dipakai di industri.

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Umum

Menurut definisi, katalis adalah suatu senyawa kimia yang dapat

mengarahkan sekaligus meningkatkan kinetika suatu reaksi (jika reaksi tersebut

secara termodinamika memungkinkan terjadi). Namun senyawa tersebut (katalis)

tidak mengalami perubahan kimiawi diakhir reaksi, dan tidak mengubah kedudukan

kesetimbangan kimia dari reaksi.

Dalam kazanah energi reaksi, katalis menurunkan rintangan energi atau

menurunkan besaran energi aktifasi sebuah reaksi melalui aneka mekanisme fisikawi

maupun kimiawi.

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan

katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda

dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada

dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa

katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat)

untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian

sehingga memadai terbentuknya produk baru. katan atara produk dan katalis lebih

lemah, sehingga akhirnya terlepas.

Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk

membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk

akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan

skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:

A + C → AC (1)

B + AC → AB + C (2)

Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan

kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi,

A + B + C → AB + C

5

katalis tidak termakan atau pun tercipta. Enzim adalah biokatalis. Penggunaan

istilah "katalis" dalam konteks budaya yang lebih luas, secara bisa dianalogikan

dengan konteks ini.

beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya katalis

Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen.

Reaksi katalitik yang paling dikenal ialah proses Haber untuk sintesis amoniak, yang

menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik--yang dapat

menghancurkan produk samping knalpot yang paling bandel--dibuat dari platinadan

rodium.

Aktifitas Katalis

Aktifitas katalis didefinisikan sebagai kemampuan katalis untuk mengubah

bahan baku menjadi produk atau aneka produk yang diinginkan (lebih dari satu).

Aktifitas katalis dirumuskan sebagai berikut:

Aktifitas = massa (kg) bahan baku yang terkonversi/(kg atau liter katalis x waktu).

Sedangkan, konversi berarti persentase dari bahan baku mejadi aneka produk.

Aktifitas dapat dinyatakan dalam konsep kinetika. Aktifitas dapat dinyatakan

dari pengukuran kecepatan reaksi dalam jangkauan tertentu suhu dan konsentrasi.

Kecepatan reaksi, r, dihitung sebagai kecepatan perubahan sejumlah zat, nA dari

reaktan A persatuan waktu dan per satuan volume (atau per satuan massa) katalis,

sehingga r ini memiliki unit mol L-1 h-1 atau mol kg-1 h-1.

Aktifitas dapat pula dinyatakan oleh turnover number (TON) yang

didefinisikan sebagai banyaknya molekul reaktan yang terlibat dalam reaksi tiap situs

aktif dan tiap detik.

Dalam prakteknya, sebagai perbandingan aktifitas, ukuran-ukuran berikut ini

dapat pula digunakan:

a) Konversi dalam kondisi reaksi tetap

b) Space velocity untuk konversi tetap yang tertentu

c) Space-time yield

d) Suhu yang dibutuhkan untuk suatu konversi tertentu

6

2.2 Peran Penting Katalis

Katalis sangat penting dalam proses kimia. Pentingnya katalis ditunjukkan

oleh kenyataan bahwa lebih dari 75% proses produksi bahan kimia di industri

disintesis dengan bantuan katalis. Contoh proses kimia yang sangat penting misalnya

sintesis metanol dari syngas (CO dan H2) dikatalisis oleh ZnO/Cr2O3, dan reaksi

water gas shift (WGS), CO + 2H2O == CO2 + H2 dikatalisis oleh besi oksida atau

oksida campuran Zn, Cu maupun Cr.

2.3 Katalis dalam Industri Kimia

Katalis banyak digunakan dalam berbagai macam industri. Biasanya katalis

digunakan dalam industri polipropilena atau bahan-bahan kimia, seperti ammonia.

Polipropilena adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri

kimia dan dapat digunakan menjadi berbagai barang-barang yang bersifat plastic.

Polipropilena dapat dibuat dengan katalis Ziegler-Natta.

Katalis Ziegler-Natta adalah campuran antara senyawa-senyawa titanium

seperti titanium(III) klorida atau titanium(IV) klorida dan senyawa-senyawa

aluminium seperti aluminium trietil. Katalis Ziegler-Natta dapat membatasi berbagai

monomer mendatang ke sebuah orientasi yang spesifik, hanya menambahkan

monomer-monomer itu ke rantai polimer jika mereka menghadap ke arah yang

benar.

Selain dapat memproduksi polipropilena, katalis juga dapat memproduksi

ammonia dengan cara menambahkan katalis oksida besi ke dalam reaksi. Dalam

memproduksi ammonia digunakan suatu proses sintesis yang disebut proses Haber-

Bosch. Proses Haber-Bosch ialah proses pembuatan ammonia (NH3) dengan cara

memadukan antara nitrogen dan hydrogen dengan factor-faktor (tekanan dan suhu)

yang optimal.

Dalam pembuatan ammonia, diperlukan tekanan yang cukup tinggi, yakni

berkisar 200-1000 atm. Apabila tekanan yang digunakan tinggi, maka reaksi akan

bergeser ke kanan dan secara otomatis reaksi menjadi eksoterm.

Selain tekanan yang tinggi, dalam pembuatan ammonia juga diperlukan suhu

yang sesuai. Apabila suhu yang digunakan tinggi ammonia (NH3) akan mengurai dan

7

membentuk nitrogen (N2) dan hydrogen (N2). Dan apabila suhu yang digunakan

rendah, kadar reaksi pembuatan ammonia akan menurun.

2.4 Reaksi Katalis di Industri: Beberapa contoh penerapannya

2.4.1 Pembuatan Amonia menurut proses Haber-Bosch

Dalam proses pembuatannya banyak diterapkan prinsip dalam ilmu

kimia, diantaranya sifat-sifat larutan, kelarutan, kejenuhan larutan, konsentrasi

larutan, dansebagainya. Semua itu termasuk factor yang harus diperrhatikan

dalam proses pembuatan minuman olahraga itu. Dengan mengetahui cara

proses pembuatan yang baik dari minuman-minuman olahraga tersebut serta

kandungan-kandungan yangsebaiknya ada dan ditiadakan di dalamnya maka

siswa dapat memilah produk yanglebih layak untuk dikonsumsi. Lebih jauhnya

ketika mereka terjun ke masyarakat atau berkecimpung di dunia yang

berhubungan dengan produksi minuman sejenis itu maka produk yang

dihasilkan itu akan lebih baik dan berkualitas daripada yang

sebelumnyadikenal olehnya.

Penerapan laju reaksi dalam industry kimia dapat ditemukan pada

penggunaan katalis pada industry pembuatan ammonia menurut proses Haber-

Bosch. Dalam pembuatan gas ammonia dilakukan dengan mereaksikan gas

nitrogen dengan gas hidrogen Nitrogen terdapat melimpah di udara, yaitu

sekitar 78% volume. Walaupun demikian, senyawa nitrogen tidak terdapat

banyak di alam. Satu-satunya sumber alam yang penting ialah NaNO3 yang

disebut Sendawa Chili. Sementara itu, kebutuhan senyawa nitrogen semakin

banyak, misalnya untuk industri pupuk, dan bahan peledak. Oleh karena itu,

proses sintesis senyawa nitrogen, fiksasi nitrogen buatan, merupakan proses

industri yang sangat penting. Metode yang utama adalah mereaksikan nitrogen

dengan hidrogen membentuk amonia. Selanjutnya amonia dapat diubah

menjadi senyawa nitrogen lain seperti asam nitrat dan garam nitrat.

Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hidrogen ditemukan

oleh Fritz Haber (1908), seorang ahli kimia dari Jerman. Sedangkan proses

industri pembuatan amonia untuk produksi secara besar-besaran ditemukan

8

oleh Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari Jerman. Persamaan

termokimia reaksi sintesis amonia adalah :

Berdasarkan prinsip kesetimbangan kondisi yang menguntungkan untuk

ketuntasan reaksi ke kanan (pembentukan NH3) adalah suhu rendah dan

tekanan tinggi. Akan tetapi, reaksi tersebut berlangsung sangat lambat pada

suhu rendah, bahkan pada suhu 500oC sekalipun. Dilain pihak, karena reaksi

ke kanan eksoterm, penambahan suhu akan mengurangi rendemen. Proses

Haber-Bosch semula dilangsungkan pada suhu sekitar 500oC dan tekanan

sekitar 150-350 atm dengan katalisator, yaitu Fe2O3 Katalis ini mempercepat

laju reaksinya dengan cara mengadsorbsi zat-zat pereaksi pada permukaannya,

reaksinya sebagai berikut:

Seiring dengan kemajuan teknologi, digunakanlah tekanan yang jauh

lebih besar, bahkan mencapai 700 atm. Untuk mengurangi reaksi balik, maka

amonia yang terbentuk segera dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen

dan hidrogen dikompresi (dimampatkan) hingga mencapai tekanan yang

diinginkan. Kemudian campuran gas dipanaskan dalam suatu ruangan yang

bersama katalisator sehingga terbentuk amonia.

2.4.2 Dalam industri roti

Katalis yang digunakan dalam pembuatan roti adalah enzim zimase

yang merupakan bio katalis. Penambahan zimase dilakukan pada proses

peragian pengembangan roti.Ragi di tambahkan ke dalam adonan sehingga

glukosa dalam adonanterurai menjadi etil alkohol dan karbon dioksida.

Penguraian berlangsung dengan bantuan enzim zimase yang dihasilkan

ragi.

9

Pada proses ini, CO berfungsi mengembangkan adonan roti.Banyaknya

rongga kecil pada roti membuktikan terjadinya gelembung CO saat peragian

2.4.3 Perengkahan Minyak Bumi ( CRACKING)

Cracking dalam bahasa Indonesia sering juga diterjemahkan sebagai

perengkahan. Secara garis besar reaksi perengkahan adalah reaksi pemutusan

ikatan C-C dari suatu senyawa hidrokarbon. Perengkahan dibagi menjadi dua

jenis yaitu perengkahan termal (Thermal cracking) dan perengakahan katalitik

(Catalytic cracking). Perengakahan termal pemutusan ikatan C-C dapat

berlangsung sebagai akibat kenaikan temperatur yang tinggi, sedangkan pada

perengkahan katalitik, reaksi pemutusan C-C berlangsung dengan peran serta

katalis dalam reaksi.

Sejak 1940 cracking adalah proses penting dalam industri minyak bumi.

Proses ini digunakan untuk memproduksi gasolin (fraksi bensin dan kerosin)

dari minyak berat atau crude oil. Proses dapat berlangsung melalui dua

mekanisme yaitu mekanisme radikal yang dilakukan secara termal (dengan

temperatur tinggi) atau secara katalitik.

Thermal Cracking

Thermal cracking dilakukan pada temperatur bervariasi dari 455oC

hingga 730oC dan tekanan bervariasi dari tekanan normal hingga 1000 psig.

Mekanisme yang terjadi adalah pemutusan ikatan C-C homolitik. Reaksi

bersifat ireversibel endotermis . Thermal cracking dari molekul parafin

umumnya akan menghasilkan rantai dengan ukuran molekul yang lebih rendah

yang umumnya masuk dalam golongan paranin dan olefin.

Sebagai contoh:

R-CH2=CH2-CH2-R → R-CH=CH2-CH3-R

MEKANISME:

Radikal primer mengalami pemutusan pada posisi karbon b (b-

fission) membentuk molekul etena.

-RCH2CH2 → -R + CH2=CH2

10

Radikal primer menyerang molekul parafin membentuk molekul

stabil parafin yang baru dan radikal sekunder

RCH2CH2 + R’-CH2-CH2-CH2-R’’ → R-CH2-CH3 + R’-CH2-CH2-CH2-R”

Dapat terjadi perpindahan posisi hidrogen pada molekul yang sama

bila rantai hidrokarbon poanjang dan membentuk rantai paradin memberntuk

radikal primer yang terdiri dari 5 hingga 6 karbon ( C ).

Radikal sekunder dapat mengalami b-fission membentuk radikal

primer dan a-olefin

R-CH2-CH2-CHR → RCH2 + R’CH=CH2

Perengkahan termal pada umumnya berlangsung pada kondisi

temperatur bervariasi dari 4550C sampai 7300C dan tekanan normal sampai

1000 psig. Pada kondisi reaksi yang sama akan terjadi pemutusan ikatan C-C

(C-C bond scission), dehidrogenasi, isomerisasi dan polimerisasi. Namun

demikian, reaksi yang disebutkan pertama tersebut adalah reaksi yang utama.

Sebagai contoh reaksi:

R-CH2-CH2-CH2-R → R-CH2=CH2 + CH3-R

Reaksi pemutusan ikatan C-C dari suatu molekul parafin akan

menghasilkan molekul lebih ringan jenis parafin dan olefin.Olefin juga akan

dihasilkan melalui dehidrogenasi reversibel dari parafin:

R-CH2-CH3 R-CH=CH2 + H2

Reaksi-reaksi tersebut bersifat endotermis.

11

Olefin yang terbentuk dari kedua reaksi tersebut di atas dapat

mengalami reaksi lebih lanjut:

Isomerisasi : CH3-CH3-CH=CH2 CH3-CH=CH-CH3

Dehidrogenasi : CH3-CH3-CH=CH2 CH2=CH2-CH=CH2

Polimerisasi : 2CH3-CH3-CH=CH2 CH3-C-CH2-C=CH2

Isomerisasi dan dehidrogenasi merupakan reaksi endotermis sedangkan

polmerisasi merupakan reaksi eksotermis.

Beberapa hal yang dapat terjadi:

1. Pada perengkahan termal, naften dengan cincin aromatik tunggal lebih stabil

dibandingkan parafin dan olefin, meskipun pada temperatur tinggi akan

dihasilkan pembukaan cincin.

2. Dehidrogenasi dapat terjadi membentuk cincin aromatik tak jenuh atau

senyawa aromatik.

3. Polimerisasi menghasilkan olefin atau senyawa dengan berat molekul sangat

tinggi

4. Perengkahan lanjutan menghasilkan etena dan propena

Catalytic Cracking

Untuk merngurangi kebutuhan energi yang cukup besar serta

menghasilkan produk dengan selektifitas yang tinggi, digunakan berbagai

katalis termasuk dalam proses perengkahan. Katalis perengkahan dalam

industri minyak bumi umumnya merupakan katalis heterogen atau padatan

dengan luas permukaan dan keasaman yang tinggi serta stabilitas termal yang

cukup besar. Luas permukaan katalis yang digunakan dalam proses ini berkisar

antara 300m2/gram hingga 700 m2/gram. Bahan padatan tersebut antara lain

adalah g-alumina, Aluminium oksida (Al2O3), Silika alumina, zeolit dan clay.

Pada produksi gasolin, dilaporkan penggunaan katalis pada perengkahan

minyak bumi menghasilkan angka oktan yang tinggi. Mekanisme dasarnya

adalah pada pembentukan muatan elektrik suatu molekul yang disebabkan oleh

keasaman padatan katalis.

Dilakukan menggunakan katalis dengan luas permukaan spesifik yang

tinggi (300 higga 700 m2/g), memiliki sifat asam dan stabil pada temperatur

tinggi.

12

Mekanisme :

1) Catalytic Cracking terjadi melalui pembentukan karbokation dari mokekul

yang berlanjut pada penyerangan molkeul yang lain:

Pembentukan karbokation baru dan pemutusan ikatan C-C dari molekul

didasarkan pada kestabilan hiperkonjugasi yang mungkin dalam molekul

Karbokation yang terbentuk bersifat sangat reaktif dan dapat menyerang

parafin atau naften menghasilkan karbokation baru.

RCH2-CH=CH2 + (CH3)3CH -----> (CH3)3C + RCH2-CH2-CH3

2) Senyawa aromatik tersubtitusi alkil dapat bereaksi dalam beberapa

mekanisme , salah satunya pemutusan rantai

3) Aromatik tersubstitusi alkil dapat menghasilkan karbokation dan senyawa

aromatik

4) Perpindahan hidrogen (hidrogen shift) dan perpindahan metil (methyl

shift) dari karbokation dapat terjadi membentuk produk isomer.

5) Dapat terjadi siklisasi pada hidrokarbon rantai panjang

2.5 Katalis yang Sering Dipakai

2.5.1 Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal alumino-silikat terhidrasi

yang mengandung kation alkali dan alkali tanah. Zeolit pertama kali dikenal

sebagai golongan mineral oleh seorang ahli mineral kebangsaan Swedia, Baron

Axel Cronstedt pada tahun 1756. Istilah zeolit berAsal dari bahasa Yunani

yaitu zein yang berarti membuih dan lithus yang berarti batu, yang selanjutnya

dapat diartikan sebagai batu api (boiling stone). Hal ini sesuai dengan sifatnya

yang membuih bila dipanaskan pada 100oC.

Menurut ahli geokimia dan mineralogi, zeolit merupakan produk gunung

berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, sedimen-sedimen dan batuan

metamorfosa yang selanjutnya melalui proses pelapukan akibat pengaruh panas

dan dingin yang terjadi di dalam tanah membentuk mineral-mineral zeolit.

Secara umum zeolit diformulasikan sebagai berikut:

13

M2/nO .{Al2O3. xSiO2}. yH2O

Keterangan :

M = kation alkali atau alkali tanah

n = valensi logam alkali

x = jumlah SiO2 per molekul, nilainya berkisar 2-10

y = jumlah anhidrat per molekul, nilainya berkisar 2-7

Zeolit terdiri dari 3 komponen utama, yaitu: kation yang dipertukarkan,

kerangka alumino silikat, dan fasa air. Ikatan antara Al-Si-O membentuk

struktur kristal, sedangkan logam alkali merupakan sumber kation yang mudah

dipertukarkan.

Struktur Zeolit

Zeolit merupakan struktur berongga yang berisi molekul air dan kation yang

dapat dipertukarkan (ion-ion alkali dan alkali tanah) dan memiliki ukuran pori-

pori tertentu. Struktur bangun dasar zeolit umumnya berupa kerangka tiga

dimensi tetrahedral dari unit silica (SiO4)4- dan alumina (AlO4)5- yang saling

berhubungan melalui atom O. Beberapa contoh struktur bangun dasar zeolit

dari tetrahedral adalah Model bola tongkat, Model padatan, Model

kerangka,.Model bola .

Zeolit memiliki struktur bermacam-macam (Smart dan Moore), yang secara

garis besar struktur zeolit dibentuk oleh empat empat unit bangun utama yaitu

unit bangun primer, sekunder, simetri polyhedral dan struktur zeolit. Kerangka

bangun primer zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral TO4 dengan setiap atom

pusat (T) berikatan dengan empat atom oksigen. Unit bangun sekunder

terbentuk dari tetrahedral TO4 yang bergabung membentuk cincin tunggal atau

cincin ganda. Selanjutnya unit bangun sekunder bergabung membentuk unit

bangun polihedral. Unit struktur zeolit dibentuk dari banyak gabungan unit

bangun sekunder dan unit bangun polihedral.

Sifat-sifat Zeolit

14

Sifat zeolit yang terpenting adalah sebagai penyerap yang selektif, penukar ion,

dan mempunyai sifat katalisis yang tinggi. Sifat-sifat serapan zeolit

dipengaruhi oleh muatan-muatan kation. Kation-kation ini terkoordinasi pada

atom oksigen. Pada zeolit terhidrasi penuh, kation-kation mobil dapat diganti

kation-kation lain tidak harus monovalen. Penggantian kaion dengan kation

lain yang berbeda ukurannya dan muatan listriknya dapat mempengaruhi

ukuran pori-pori yang akhirnya mempengaruhi sifat-sifat serapannya.

Perubahan sifat zeolit tergantung pada sifat-sifat dan ukuran kation,

temperatur, tekanan, konsentrasi larutan, dan struktur zeolit. Kation-kation

yang ada dalam zeolit mempengaruhi sifat fisiknya.

Sifat-sifat zeolit meliputi:

1. Dehidrasi : Sifat dehidrasi zeolit akan berpengaruh terhadap sifat

adsorpsinya. Zeolit dapat melepaskan molekul air dalam rongga permukaan

yang menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan

efektif berinteraksi dengan molekul yang akan diadsorpsi. Jumlah molekul

air sesuai dengan jumlah pori-pori atau volume ruang hampa yang akan

terbentuk bila unit sel kristal zeolit tersebut diaktifkan dengan jalan

pemanasan.

2. Adsorpsi : Dalam keadaan normal ruang hampa kristal zeolit terisi oleh

molekul air bebas yang berada di sekitar kation bila kristal zeolit

dipanaskan pada suhu 3000C sampai 4000 C maka molekul air tersebut

akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau

cairan. Zeolit juga mampu memisahkan molekul zat berdasarkan ukuran

dan kepolarannya, karena adanya pengaruh kutub antara molekul zeolit

dengan zat tersebut. Molekul yang tidak jenuh atau memiliki kutub akan

lebih mudah lolos daripada yang jenuh atau yang tidak berkutub.

Selektivitas adsorbsi zeolit terhadap ukuran molekul tertentu dapat

disesuaikan dengan jalan: penukaran kation, dekationisasi, dealuminasi

secara hidrotermal dan pengubahan perbandingan kadar Si dan Al.

3. Penukar ion : Sifat penukar ion pada zeolit barhubungan dengan ion-ion

yang berada pada rongga-rongga. Ion-ion rongga atau kerangka elektrolit

15

berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas

sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan

maupun jenis zeolitnya. Sifat sebagai penukar ion dari zeolit tergantung

dari sifat kation, suhu, dan jenis anion. Penukaran kation dapat

menyebabkan perubahan beberapa sifat zeolit seperti stabilitas terhadap

panas, sifat adsorpsi, dan aktifitas katalisis.

4. Katalis : Zeolit merupakan katalisator yang baik karena memiliki pori-pori

yang besar dengan permukaan yang maksimum. Zeolit memiliki ciri paling

khusus yang secara praktis akan menentukan sifat khusus di dalam mineral

ini, yaitu adanya ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam

strukturnya. Pada proses penyerapan atau katalisis, pemakaian zeolit akan

mengakibatkan difusi molekul ke dalam ruang bebas atau hampa di antara

kristal, sehingga dimensi dan lokasi saluran sangat penting. Sistem saluran

ada 3 macam, yaitu: satu, dua dan tiga dimensi. Pada saluran satu dimensi

molekul hanya dapat bergerak ke satu arah saja. Saluran dua dimensi

memberikan kemungkinan molekul berdifusi ke dua arah atau dalam satu

bidang datar, sedangkan pada saluran tiga dimensi molekul yang berdifusi

dapat bergerak ke semua arah atau sisi kristal. Saluran tersebut akan

berulang tergantung dari system simetri kristal.

5. Penyaring atau pemisah : Zeolit memiliki kemampuan untuk

memisahkan berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk dan polaritas dari suatu

molekul yang disaring. Zeolit dapat memisahkan suatu zat tau molekul gas

dalam suatu campuran tertentu karena mempunyai ruang hampa yang cukup

besar dengan garis tengah yang bermacam-macam (antara 2Ǻ - 8Ǻ, tergantung

jenis zeolit). Volume dan ukuran garis tengah ruang hampa dala kisi-kisi kristal

menjadi dasar kemampuan zeolit untuk bertindak sebagai penyaring molekul.

Aplikasi di Industri:

1. Industri Petrokimia – kasih contoh

2. Industri Nuklir –kasih contoh

3. Industri Biogas –kasih contoh

16

2.5.2 Nickel Raney

Nikel Raney adalah sejenis katalis padat yang terdiri dari butiran halus aloi

nikel-alumunium yang digunakan dalam berbagai proses industri. Ia

dikembangkan pada tahun 1926 oleh insinyur Amerika Murray Raney[1]

sebagai katalis alternatif untuk hidrogenasi minyak nabati pada berbagai proses

industri. Baru-baru ini, ia digunakan sebagai katalis heterogen pada berbagai

macam sintesis organik, umumnya untuk reaksi hidrogenasi.

Nikel Raney dihasilkan ketika aloi nikel-aluminium diberikan natrium

hidroksida pekat. Perlakuan yang disebut "aktivasi" ini melarutkan keluar

kebanyakan aluminium dalam aloi tersebut. Struktur berpori-pori yang

ditinggalkan mempunyai luas permukaan yang besar, menyebabkan tingginya

aktivitas katalitik katalis ini. Katalis ini pada umumnya mengandung 85% nikel

berdasarkan massa, berkorespondensi dengan dua atom nikel untuk setiap atom

aluminium. Aluminium membantu menjaga stuktur pori katalis ini secara

keseluruhan.

Oleh karena Raney merupakan merek dagang W. R. Grace and Company,

hanya produk-produk yang diproduksi oleh divisi Grace Davison perusahaan

itu saja yang boleh disebut sebagai "Nikel Raney". Nama alternatif "katalis

kerangka" atau "katalis logam-spons" digunakan untuk merujuk pada katalis

yang mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang mirip dengan nikel Raney.

Sifat-sifat:

Secara makroskopis, nikel Raney terlihat sebagai bubuk halus yang berwarna

kelabu. Secara mikroskopis, setiap partikel pada bubuk ini terlihat seperti

jaring tiga dimensi, dengan ukuran dan bentuk pori-pori yang tidak tentu yang

dibentuk selama proses pelindian. Nikel Raney secara struktural dan termal

stabil, serta mempunyai luas permukaan BET yang besar. Sifat-sifat ini

merupakan akibat langsung dari proses aktivasi, yang juga mengakibatkan

aktivitas katalitik katalis yang relatif tinggi.

17

Selama proses aktivasi, aluminium dilindi keluar dari fase NiAl3 dan Ni2Al3

yang terdapat pada aloi, sedangkan aluminium yang tersisa berada dalam

bentuk NiAl. Pengeluaran aluminium pada beberapa fase tertentu dikenal

sebagai "pelindian selektif". Dapat ditunjukkan bahwa fase NiAl berkontribusi

dalam menjaga stabilitas struktural dan termal katalis. Oleh sebab itu, katalis

ini cukup resistan terhadap dekomposisi.[3] Resistansi ini mengijinkan nikel

Raney untuk disimpan dan digunakan kembali untuk beberapa periode waktu;

namun, nikel Raney yang baru dibuat biasanya lebih dipilih untuk digunakan

dalam laboratorium. Karenanya, nikel Raney komersial tersedia dalam bentuk

"aktif" dan "takaktif".

Luas permukaan katalis biasanya ditentukan dengan pengukuran BET

menggunakan gas yang akan secara selektif terserap pada permukaan logam

(misalnya hidrogen). Dengan menggunakan pengukuran ini, ditemukan bahwa

hampir semua luas permukaan yang terpajan (exposed) pada partikel katalis

mempunyai nikel pada permukaannya.[2] Oleh karena nikel merupakan logam

aktif katalis, luas permukaan nikel yang besar mengimplikasikan terdapatnya

luas permukaan yang besar yang tersedia untuk sebuah reaksi untuk berjalan

secara bersamaan, merefleksikan peningkatan aktivitas katalitik. Nikel Raney

yang tersedia secara komersial memiliki luas permukaan rata-rata 100 m² per

gram katalis.[2]

Aktivitas katalitik yang tinggi, diikuti dengan fakta bahwa hidrogen terserap ke

dalam pori-pori katalis selama aktivasi, menjadikan nikel Raney sebagai katalis

yang berguna untuk banyak reaksi hidrogenasi. Stabilitas termal dan

strukturalnya (tidak terurai pada temperatur yang tinggi) mengijinkan

penggunaan katalis ini pada kisaran kondisi reaksi yang luas. Selain itu,

solubilitas nikel Raney boleh diabaikan pada kebanyakan pelarut laboratorium

umum, terkecuali pada asam mineral seperti asam klorida, dan densitasnya

yang relatif tinggi (antara 6 sampai 7 g/cm³) juga memfasilitasi pemisahan fase

cair setelah reaksinya selesai.

18

Aplikasi di Industri

Contoh praktis penggunaan nikel Raney dalam industri ditunjukkan pada reaksi

di bawah ini, di mana benzena direduksi menjadi sikloheksana. Reduksi

struktur heksa cincin benzena sangatlah sulit dicapai jika menggunakan proses

kimia lainnya, namun hal ini dapat dicapai secara efektif menggunakan nikel

Raney. Katalis heterogen lainnya, seperti katalis yang menggunaan unsur-unsur

golongan platinum dapat digunakan untuk mencapai hasil yang sama, namun

penggunaan katalis jenis ini lebih mahal dan lebih sulit diproduksi daripada

nikel Raney. Setelah reaksi ini, sikloheksana dapat digunakan untuk sintesis

asam adipat, bahan baku untuk produksi industri poliamida seperti nilon.

Benzena secara rutin direduksi menjadi sikloheksana menggunakan nikel

Raney untuk produksi nilon.

2.5.3 Katalis Ziegler–Natta

Katalis Ziegler–Natta, dinamakan menurut nama Karl Ziegler dan Giulio

Natta, suatu katalis yang digunakan dalam sintesis polimer 1-alkena (α-

olefin). Dua kelas yang luas dari katalis Ziegler-Natta yang digunakan,

dibedakan oleh kelarutannya:

- Katalis yang didukung secara heterogen berdasarkan pada senyawa yang

digunakan dalam reaksi polimerisasi dalam kombinasinya dengan

kokatalis, senyawa organologam seperti trietilaluminium, Al(C2H5)3.

Kelas katalis ini mendominasi industri.

- Katalis homogen biasanya berdasarkan pada kompleks Ti, Zr atau Hf.

Mereka ini biasanya digunakan dalam kombinasinya dengan kokatalis

organoaluminium yang berbeda, metilaluminoksan (atau metilalumoksan,

MAO). Katalis ini secara tradisional termasuk metalosen tetapi juga fitur

ligan multidentat berbasis oksigen-dan nitrogen.

19

Katalis Ziegler-Natta digunakan untuk mempolimerisasi 1-alkena terminal

(etilena dan alkena dengan ikatan rangkap vinil)

Sekurang-kurangnya ada 10 polimer yang dibuat menggunakan katalis

Zieggler-Natta, yaitu:

- Polietilena

- Polipropilena

- Kopolimer etilena

- Polibutena-1

- Polimetilpentena

- Polisikoolefin

- Polibutadiena

- Poliisoprena

- Poli-alfa-olefin amorf (APAO)

- Poliasetilena

20

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya:

1. Katalis mempunyai peranan penting dalam perkembangan dunia industri.

Cara kerja katalis yang meningkatkan laju reaksi dimanfaatkan dalam

berbagai industri kimia, misalnya: industri petrokimia-gas, industri makanan,

dan industri kimia lainnya.

2. Jenis-jenis katalis yang sering digunakan di industri antara lain: zeolit, nikel,

Ziegler-Natta, Friedle-Crafts, dll

3.2 Saran

.Studi literatur mengenai katalisis dan katalisator perlu dilakukan secara lebih

mendalam. Diperlukan data-data mengenai katalis untuk melakukan percobaan baik

skala laboratorium maupun skala pilot plant.

21

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P W. I994. Physical Chemistry, 5th ed Oxford: Oxford University Press

Arthur A. Frost dan RG. Pearson. 1961. Kinetics and Mechanism 2rd: New York : John Willey and Sons Inc

Oxtoby D W, Gillis, H . P, Nachtrieb N. H, 2001, Principles of Modern Chemistry,

E.M. McCash (2001). Surface Chemistry. Oxford University Press: Oxford

Endang W Laksono I, s anas YL. 2003, Kimia Fisika I. Jakaria: Universitas Terbuka

22