PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGGUNAAN KATALIS … · KOH dalam mengkatalisis reaksi...

48
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGGUNAAN KATALIS HETEROGEN BERBASIS ZINC OXIDE (ZnO) UNTUK PRODUKSI BIODIESEL BIDANG KEGIATAN: PKMP Diusulkan Oleh: Wakid Yuniarto / 13005048 / 2005 Agus Heri Hoerudin / 13005021 / 2005 Hanny/ 13006028/ 2006 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2008

Transcript of PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGGUNAAN KATALIS … · KOH dalam mengkatalisis reaksi...

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PENGGUNAAN KATALIS HETEROGEN BERBASIS ZINC

OXIDE (ZnO) UNTUK PRODUKSI BIODIESEL

BIDANG KEGIATAN:

PKMP

Diusulkan Oleh:

Wakid Yuniarto / 13005048 / 2005

Agus Heri Hoerudin / 13005021 / 2005

Hanny/ 13006028/ 2006

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2008

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Penggunaan Katalis Heterogen Berbasis Zinc Oxide (ZnO) untuk Produksi Biodiesel

2. Bidang kegiatan : PKMP 3. Bidang Ilmu : Teknologi dan Rekayasa 4. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap : Wakid Yuniarto b. NIM : 13005048 c. Program Studi/Fakultas : Teknik Kimia / Fakultas Teknologi Industri d. Perguruan Tinggi : ITB (Institut Teknologi Bandung) e. Alamat Rumah : Jl. Sekeloa Utara I/8, Bandung, 40134 f. No Telp/HP : (022) 2502966 / 08563626867 g. Email : [email protected]

5. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang 6. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap : Dr. Melia Laniwati Gunawan b. NIP : 131661121 c. Alamat Rumah : Jl. Sukamenak Indah No.IV-26 Kopo

Bandung d. No Telp/HP : 08164866215

7. Biaya Penelitian yang diusulkan : Rp 5.996.250 8. Jangka Waktu Pelaksanaan : 5 bulan

Bandung, 23 September 2008 Mengetahui

Menyetujui Ketua Program Studi

Ketua Pelaksana Penelitian

Dr. IGBN Makertihartha NIP. 131835241

Wakid Yuniarto NIM.13005048

Deputi WRM Bidang

Pengembangan Kegiatan Non-Kulikuler

Pembimbing,

Dr. Ir. Nanang T. Puspito NIP. 131476575

Dr. Ir. Melia Laniwati G, M.Sc. NIP. 131661121

ii

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA 2008 Penggunaan Katalis Heterogen Berbasis Zinc Oxide (ZnO) untuk Produksi

Biodiesel Program Studi Teknik Kimia

Wakid Yuniarto (13005048), Agus Heri Hoerudin (13005021), dan Hanny (13006028)

Pembimbing Dr. Ir. Melia Laniwati Gunawan, M.Sc.

ABSTRAK

Biodiesel yang merupakan salah satu jenis biofuel telah dipertimbangkan sebagai salah satu jenis energi alternatif yang menjanjikan. Biodiesel dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol menjadi Fatty Acids Methyl Ester (FAME). Selama ini, biodiesel diproduksi dengan menggunakan katalis homogen seperti NaOH dan KOH. Dengan menggunakan katalis homogen, konversi yang dihasilkan mencapai 97,7% dengan waktu tinggal selama 18 menit (Knothe,2004). Akan tetapi, penggunaan katalis homogen memberikan beberapa kendala yaitu perlu pemisahan produk dari katalis yang larut di dalamnya, perlu treatment lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan, dan katalis tidak cukup ekonomis jika didaur ulang. Oleh karena itu, perlu dikembangkan katalis heterogen yang membuat proses produksi menjadi lebih ekonomis, bisa diterapkan, dan ramah lingkungan. Ba-ZnO adalah kandidat katalis padat yang sangat menjanjkan. Penggunaan katalis ini pada temperatur 65 oC menghasilkan konversi sebesar 95,2 % dengan waktu reaksi 1 jam (Kawashima et all,2008). Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas Ba-ZnO, Ca-ZnO, K-ZnO, Mg-ZnO, dan Na-ZnO dalam mengkatalisis reaksi transesterifikasi dan melakukan karakterisasi terhadap katalis tersebut. Katalis-katalis tersebut dibuat dengan metode impregnasi dan kalsinasi. Reaktan yang digunakan adalah minyak kedelai dan metanol sebagai reaktan utama. Aktivitas katalis-katalis tersebut dibandingkan dengan aktivitas NaOH atau KOH dalam mengkatalisis reaksi transesterifikasi.

Percobaan yang dilakukan meliputi sintesis katalis, karakterisasi katalis, dan uji aktivitas katalis. Pembuatan katalis Ba-ZnO dilakukan dengan mencampurkan larutan Ba(NO3)2 dengan serbuk ZnO. Sebelum impregnasi, ZnO (sebagai penyangga) dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 393 K (120 oC) selama 1 malam. Karakterisasi yang dilakukan adalah penentuan luas permukaan katalis dengan metode Brunauer-Emmet-Teller (BET). Uji aktivitas dilakukan pada reaktor batch skala laboratorium dengan mengukur konversi reaksi yang terjadi.

Kata kunci : Ba-ZnO, katalis heterogen, transesterifikasi.

iii

STUDENTS CREATIVITY PROGRAM 2008 Zinc Oxide (ZnO) as Based Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Production

Department of Chemical Engineering Wakid Yuniarto (13005048), Agus Heri Hoerudin (13005021), dan

Hanny (13006028) Advisor

Dr. Ir. Melia Laniwati Gunawan, M.Sc.

ABSTRACT Biodiesel as the biofuel has been considered as the most promised alternative energy. Biodiesel is produced from transesterification of vegetable oil using methanol to be Fatty Acids Methyl Ester (FAME). Nowadays, the production of biodiesel is using homogenous catalyst, sodium hydroxide (NaOH) and potassium hydroxide (KOH). Homogenous catalyst yield exceeded 97.7% at 18 minutes (Knothe, 2004). However, homogenous catalyst has many disadvantages, such as: need separation unit to separate catalyst from the product, need further treatment in order not to cause environment pollution, and it is considerably more costly to recycle the used catalyst. Therefore, it is important to develop the heterogeneous catalyst to make the biodiesel production become more economic, applicable, and environmentally benign. Ba-ZnO is one of the potential and promised heterogeneous catalyst candidates. The experiment result showed that the using Ba-ZnO catalyst at temperature of 65 oC yield the conversion of 95.2% at 1 hour (Kawashima et all, 2008). The purpose of this research are to test the activity of Ba-ZnO, Ca-ZnO, K-ZnO, Mg-ZnO, and Na-ZnO in transesterifucation reaction and to characterize to those catalyst. Those catalyst is made by impregnation and calcination method. The reseach use soybean oil as the reactant at the presence of methanol. The catalysts activity will be compared with the activity of sodium hydroxide (NaOH) or potassium hydroxide (KOH). The research conduct of catalyst synthesis, catalyst characterization, and catalyst activity test. The synthesis of Ba-ZnO catalyst is conducted by mixing the solution of Ba(NO3)2 with ZnO (powder). Before the impregnation process, ZnO (as the support) is heated at 393 K (120 oC) for a night. Catalyst characterization is conducted by the measurement of catalyst surface area using Brunauer-Emmet-Teller (BET) method. Catalyst activity is tested in the batch reactor by measuring the reaction conversion.

Keywords: Ba-ZnO, Heterogeneous catalyst, transesterification.

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul

Penggunaan Katalis Heterogen Berbasis Zinc Oxide (ZnO) Untuk Produksi

Biodiesel. Proposal penelitian ini penulis ajukan untuk mengikuti Program

Kreativitas Mahasiswa 2008.

Penulisan proposal penelitian ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah

membantu. Untuk itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih kepada:

1. Dr. Melia Laniwati, Dr. IGBN Makertihartha, dan Dr. Subagjo atas

bimbingan dan arahannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian ini dengan baik.

2. Seluruh peserta lab Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis, Program Studi

Teknik Kimia atas segala bantuan dan kerjasamanya.

3. Seluruh anggota divisi Workshop Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia

(HIMATEK) ITB yang telah membantu mensosialisasikan ajang ini dan

mengatur pengumpulan serta administrasi di Program Studi.

4. Semua pihak yang telah membantu penyusunan karya tulis ini yang tidak

bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal penelitian ini masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan

penyusunan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap bahwa proposal penelitian

ini bisa menjadi usulan solusi bagi permasalahan bangsa.

Bandung, September 2008

Penulis

1

I. Judul Penelitian

‘Penggunaan Katalis Heterogen Berbasis Zinc Oxide (ZnO) Untuk Produksi

Biodiesel’.

II. Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan industri dunia saat ini memberikan konsekuensi logis

terhadap peningkatan permintaan pasokan energi dalam jumlah yang besar.

Selama ini energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil yang jumlahnya terbatas

dan terus berkurang. Kekhawatiran akan terjadinya krisis energi menjadi

tantangan baru bagi semua negara-negara di dunia. Bagaimanapun juga, tanpa

adanya energi yang cukup segala bentuk aktivitas manusia (termasuk dunia

industri) akan terhambat. Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif

sebagai solusi dalam memecahkan tantangan tersebut.

Biodiesel yang merupakan salah satu jenis biofuel (minyak tumbuh-

tumbuhan) telah dipertimbangkan sebagai salah satu jenis energi alternatif yang

menjanjikan. Biodiesel dihasilkan dari reaksi transesterifikasi minyak nabati

dengan alkohol menjadi Fatty Acids Methyl Ester (FAME). Selain karena berasal

dari sumber yang terbarukan, biodiesel menghasilkan emisi gas buang yang jauh

lebih baik daripada bahan bakar fosil, yaitu mengurangi emisi CO hingga 46 %

dan CO2 hingga 78 % serta memiliki kadar sulfur yang rendah (Miller, 2007).

Manfaat lain dari biodiesel adalah tidak perlu adanya modifikasi pada mesin,

meningkatkan umur mesin, biodegradable, nontoksik, dan aman untuk disimpan.

Beberapa tahun mendatang bahan bakar ini akan diproduksi secara besar-

besaran hampir di seluruh dunia. Jika pada tahun 2007 sudah terdapat 20 negara

penghasil minyak untuk memenuhi kebutuhan 200 negara yang lainnya, maka

pada tahun 2010 mendatang diperkirakan lebih dari 200 negara menjadi produsen

dan pemasok biodiesel (www.emerging-markets.com,2008). Memang dunia saat

ini tengah memasuki era transisi global dalam produksi bahan bakar. Pada tahun

2008, produksi biodiesel meningkat tajam menjadi 11,1 juta ton per tahun

dibanding empat tahun sebelumnya yang hanya mencapai 2,8 juta ton/tahun

(www.emerging-markets.com,2008).

2

Gambar 1 Produksi Biodisel Dunia Tahun 2002-2008

(www.emerging-markets.com,2008)

Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam ini, kini tengah

meningkatkan volume produksi biodiesel. Sampai dengan September 2006,

terdapat 3 industri produsen biodiesel dengan total produksi sebesar 142 ribu ton

per tahun. Pada tahun 2007 terdapat pembangunan pabrik biodiesel dengan

kapsitas total sebesar 435 ribu ton per tahun. Dengan angka itu, Indonesia telah

mencapai sepertiga produksi biodiesel Jerman (produsen terbesar di dunia), lebih

besar daripada Perancis, Italia, dan negara tetangga kita (Malaysia dan

Singapura). Pada tahun 2008 ini tengah dibangun pabrik biodiesel terbesar di

dunia yakni dengan kapsitas 3 x 330 ribu ton per tahun di Pelintung, Dumai, Riau

(Triharyo Susilo,2006).

Tabel 1 Total Produksi Biodiesel Indonesia per September 2006

(Triharyo Susilo,2006).

No Produsen Volume Produksi (per

tahun)

1 PT EterindoWahanatama 100.000 ton

2 PT Sumiasih 36.000 ton

3 PT Ganesha Energy 6.000 ton

Total Produksi 142.000 ton

3

Perkembangan Industri biodiesel Indonesia yang cukup pesat ini perlu

diimbangi dengan perkembangan teknologi proses. Selama ini, biodiesel

diproduksi dengan menggunakan katalis homogen seperti NaOH dan KOH.

Dengan menggunakan katalis homogen, konversi yang dihasilkan mencapai

97,7% dengan waktu tinggal selama 18 menit (Knothe,2004). Konversi yang telah

dicapai ini sudah sangat memuaskan, namun penggunaan katalis homogen

membuat proses produksi menjadi kurang ekonomis karena produk harus

dipisahkan terlebih dahulu dari katalis yang larut di dalamnya. Pemisahan katalis

homogen dari produknya memerlukan unit operasi tambahan dengan investasi

yang tidak sedikit.

Di samping itu pada pengunaan katalis homogen, katalis tidak cukup

ekonomis jika didaur ulang, sehingga diperlukan biaya untuk pengadaan katalis

baru dalam setiap siklus produksi. Dari segi lingkungan, limbah sisa pengolahan

biodiesel yang masih mengandung katalis perlu treatment lebih lanjut agar tidak

mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dikembangkan katalis heterogen

yang membuat proses produksi menjadi lebih ekonomis, bisa diterapkan, dan

ramah lingkungan.

III. Perumusan Masalah

Pada umumnya, produksi biodiesel dilakukan melalui proses transesterifikasi

dengan bantuan katalis basa homogen (larutan NaOH dan KOH). Penggunaan

katalis basa homogen membuat reaksi dapat berjalan pada kondisi lunak (P =

atmosferik, T = 69 oC) dan menghasilkan konversi yang tinggi (97,7%) dengan

waktu tinggal selama 18 menit (Knothe,2004). Dengan alasan yang dikemukakan

pada latar belakang, maka penggunaan katalis padat untuk sintesis biodiesel kini

tengah diteliti.

Katalis basa heterogen yang pernah diteliti adalah Ba-ZnO dengan logam

Barium yang merupakan logam golongan IIA. Penggunaan katalis ini sebanyak

6% berat katalis dengan molar ratio metanol dengan minyak 12:1 dan waktu

rekasi 1 jam menghasilkan konversi sebesar 95,2 % pada temperatur 65 oC

(Kawashima et all,2008). Pada penelitian ini akan diuji reaksi transesterifikasi

dengan menggunakan katalis Ba-ZnO, Ca-ZnO, K-ZnO, Mg-ZnO, dan Na-ZnO.

4

Dengan demikian, masalah yang akan diteliti adalah seberapa besar konversi

reaksi transesterifikasi jika digunakan katalis-katalis tersebut, dan seberapa layak

katalis ini digunakan. Pembanding pada penelitian ini adalah katalis homogen

berupa NaOH atau KOH.

IV. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang disebutkan di atas,

maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menguji unjuk kerja katalis Ba-ZnO, Ca-ZnO, K-ZnO, Mg-ZnO, dan Na-ZnO

dalam reaksi transesterifikasi biodiesel dengan pembanding unjuk kerja katalis

homogen (NaOH atau KOH).

2. Melakukan karakterisasi terhadap katalis tersebut.

V. Luaran yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari kegiatan penelitian ini berupa artikel tentang

penelitian ini yang tentunya sangat berguna bagi perkembangan indusri biodisel

tanah air bahkan dunia. Disamping artikel, luaran dari penelitian ini dapat berupa

paten.

VI. Kegunaan Penelitian

Kegiatan Penelitian ini bermanfaat terutama bagi industri biodiesel tanah air

maupun dunia. Jika selama ini industri biodisel menggunakan katalis homogen

(cair) yang prosesnya membutuhkan biaya yang lebih mahal, maka dengan

penggunaan katalis heterogen yang akan diteliti, diharapkan industri biodiesel

dapat berkembang pesat. Semakin pesat industri biodiesel berkembang maka

kebutuhan energi nasional akan terjamin terutama di sektor transportasi dan

industri. Disamping itu, pesatnya industri biodiesel akan mendukung terciptanya

pembangunan berkelanjutan (Sustainable Depelopment) di Indonesia dan

memungkinkan negara mmendapat dana tunai dari proyek CDM (Clean

Depelopment Mechanism).

5

VII. Tinjauan Pustaka

7.1 Biodiesel

7.1.1 Pengenalan Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkil

ester yang terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati atau lemak hewan

dan dipakai sebagai energi alternatif bahan bakar pada mesin diesel. Untuk itu,

minyak atau lemak harus melewati berbagai tahapan proses yaitu esterifikasi,

transesterifikasi, pemurnian dan netralisasi. Biodiesel memiliki sifat pembakaran

yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya

dalam banyak kasus. Namun demikian, biodiesel lebih sering digunakan sebagai

campuran untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni

ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan

bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena

biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel

petrol pada mesin dan dapat diangkut serta dijual dengan menggunakan

infrastruktur yang ada sekarang ini. Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar

memiliki banyak keuntungan:

1. Merupakan bahan bakar terbarukan dan ramah lingkungan (mengurangi emisi

kendaraan).

2. Mampu melumasi mesin sekaligus sebagai bahan bakar sehingga bahan bakar

ini bisa meningkatkan umur kendaraan.

3. Aman untuk disimpan dan ditransportasikan karena bahan bakar ini bersifat

nontoxic dan biodegreable.

4. Bisa mengurangi ketergantungan Indonesia yang kini resmi bersatus net oil

importir terhadap bahan bakar impor.

Ide untuk menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel

sudah ada sejak tahun 1895. Pencetus ide ini adalah Rudolf Diesel (1858-1913).

Pengujian dilakukan dengan cara menjalankan mesin diesel yang dimodifikasi

dengan bahan bakar minyak nabati. Salah satu mesin hasil modifikasi Rudolf

Diesel kemudian ditunjukkan dalam World’s Exhibition di Paris pada tahun 1900.

Mesin modifikasi ini dijalankan dengan bahan bakar dari minyak kacang. Mesin

6

ini dapat bekerja dengan cukup baik, sehingga orang- orang mulai tertarik dengan

ide ini. Sejak tahun 1930-an sampai 1940-an, bahan bakar dari minyak nabati

mulai sering digunakan, namun hanya dalam keadaan darurat saja (Mittelbach,

2004).

Pada tanggal 27 Oktober 2003 Perdana Menteri Uni Eropa kemudian

mengadopsi peraturan baru pan-EU yang berisi detaxation of biodiesel and

biofuels. Setelah dikeluarkannya peraturan ini, kemudian mulai dilakukan

produksi biodiesel secara besar-besaran, terutama di Eropa, dengan jumlah

produksi melebihi 4 juta ton per tahun. Pada tanggal 9 Februari 2004, pemerintah

Filipina menginstruksikan agar menambahkan biodiesel dari minyak kelapa

sebanyak 1% ke dalam bahan bakar minyak yang digunakan pada kendaraan

pemerintah. Pada tahun 1995, sebanyak 10 % dari kendaraan federal di Amerika

Serikat sudah mulai menggunakan bahan bakar alternatif ini (Mittelbach,2004).

7.1.2 Standar Mutu Biodiesel

Agar biodiesel hasil produksi bisa digunakan dengan baik tanpa

menimbulkan gangguan baik selama proses pembakarannya maupun terhadap

mesin kendaraannya maka diperlukan standar baku mutu. Standar ini berbeda

antara suatu negara dengan negara lain karena kondisi lingkungan yang juga

berbeda. Di Indonesia standar baku mutu biodiesel diatur dalam SNI (standar

Nasional Indonesia). Data standar kualitas Biodiesel menurut SNI dan ASTM

ditampilkan pada tabel 2.

7.1.3 Potensi Pengembangan Biodiesel di Indonesia

Negara kita, dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia ini setelah

Cina, India, dan Amerika Serikat, berada pada posisi ke-20 pada tingkat konsumsi

energi dunia dengan total konsumsi sebesar 1,1% dari total energi dunia (Triharyo

Soesilo). Sampai saat ini ketergantungan hampir seluruh negara di dunia tidak

terkecuali Indonesia terhadap energi fosil tersebut masih sangat tinggi padahal

pasokannya sudah jelas terbatas. Cadangan minyak Indonesia tidaklah melimpah,

yang dapat dibuktikan keberadaannya hanyalah sekitar 4.7 miliar barrel (BP

Statistical Review of World Energy 2005).

7

Tabel 2 Standar Mutu Biodiesel Menurut ASTM 6751-02 dan SNI (Soerawidjaja, 2006)

Parameter dan satuannya Spesifikasi

SNI-04-7182-2006 ASTM 6751-02

Massa jenis pada 40 oC, kg/m3 850 – 890 -

Viskositas kinematik pada 40 oC, mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0 1,9-6,0

Angka setana min. 51 min. 47

Titik nyala (mangkok tertutup), oC min. 100 min. 130

Titik kabut, oC maks. 18 -

Korosi bilah tembaga ( 3 jam, 50 oC) maks. no. 3 maks. no. 3

Residu karbon, %-berat,

- dalam contoh asli

- dalam 10 % ampas distilasi

maks. 0,05

(maks 0,03)

maks. 0,05

Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 maks. 0,05

Temperatur distilasi 90 %, oC maks. 360 maks. 360

Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 maks. 0,02

Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 maks. 500

Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 maks. 10

Angka asam, mg-KOH/g maks. 0,8 maks. 0,8

Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 maks. 0,02

Gliserol total, %-berat maks. 0,24 maks. 0,24

Kadar ester alkil, %-berat min. 96,5 -

Angka iodium, g-I2/(100 g) maks. 115 -

Uji Halphen negatif -

Indonesia memiliki segudang potensi alam yang bisa dimanfaatkan

sebagai biofuels. Bersyukurlah kita karena Tuhan telah menganugerahkan

keakayaan alam yang begitu melimpah. Negeri ini merupakan negara dengan

keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil dan peringkat

pertama dunia untuk keanekaragaman laut. Jelas ini suatu potensi yang harus kita

kembangkan.

8

Sejauh ini produksi biodiesel masih menggunakan bahan baku minyak

jarak pagar dan CPO. Sebetulnya masih banyak lagi bahan baku yang bisa

dimanfaatkan yakni minyak jagung, kedelai, dan microalgae penghasil minyak

nabati. Sumber yang terakhir ini jauh lebih menjanjikan dengan nilai produksi

sebesar 136.900 Liter per tahun per hektar lahan. Nilai ini Lima puluh kali lebih

besar dibanding CPO yang hanya sekitar 5830 Liter per tahun per hektar lahan

yang selama ini dinilai paling menjanjikan (Triharyo Soesilo,2006) .

7.2 Produksi Biodisel

Biodiesel dibuat dari minyak dan lemak baik yang berasal dari tumbuhan

maupun hewan. Proses pengolahannya dinamakan transeterifikasi. Pada proses ini

terjadi pertukaran gugus alkoksi pada senyawa ester dengan gugus alkohol. Proses

transesterifikasi ini merupakan salah satu metode untuk mengurangi tingginya

viskositas minyak lemak. Di samping itu terdapat metode lain seperti

pencampuran dengan petrodiesel, pirolisis, dan mikroemulsifikasi (cosolvent

blending). Namun demikian, proses transesterifikasi merupakan proses yang

umum digunakan di Industri. Diagram proses produksi biodiesel disajikan pada

gambar 2 berikut.

Gambar 2 Skema Proses Produksi Biodiesel (Mittelbach,2004)

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa pembuatan biodiesel di

industri memiliki tahapan sebagai berikut :

1. Transesterifikasi.

Proses transesterifikasi ditunjukkan seperti persamaan reaksi (1), merupakan

reaksi pengolahan lemak atau minyak (trigliserida) dengan alkohol (umumnya

metanol, etanol, propanol dan butanol) membentuk gliserol (by product) dan

9

mono alkil ester (biodiesel). Proses ini diawali dengan mencampurkan alkohol dan

katalis sehingga membentuk suatu zat aktif. Katalis yang digunakan bisa berupa

asam, basa, logam dan bahkan enzim. Namun katalis basa sejauh ini masih

diminati karena bisa memberikan reaksi yang lebih cepat dalam kondisi yang

lunak.

Agar perolehan monoalkilester meningkat, maka kesetimbangan reaksi

haruslah digeser ke sebelah kanan, dengan demikian perlu ditambahkan alkohol

berlebih. Cara ini banyak diterapkan di pabrik biodiesel komersial. Dari alkohol

berberat molekul rendah tadi, metanol jauh lebih banyak digunakan karena

kemampuan bercampur yang sangat tinggi dengan produk reaksi (gliserol dan

biodiesel) sehingga bisa membentuk lapisan pemisah antara gliserol dan biodiesel

(Mittelbatch, 2004). Hal ini tentu lebih ekonomis karena gliserol dapat dengan

mudah dipisahkan. Selain itu, pemakaian alkohol lain seperti etanol dan

isopropanol dapat membentuk sistem azeotrop dengan air pada bagian

Metanol/water rectification, padahal sejumlah besar air dalam alkohol pada

bagian itu perlu dihilangkan agar alkohol dapat dikembalikan ke dalam proses

utama.

……..(1)

Pada gambar 3 tampak bahwa alkohol, minyak, dan katalis dimasukkan

secara bersama-sama ke dalam suatu rekator berpengaduk pada suhu 60 oC.

Industri kecil biasanya menggunakan reaktor batch, sedangkan kebanyakan

industri besar (>4 juta liter/tahun) menggunakan CSTR dan plug flow reaktor.

Reaksi esterifikasi tadi biasanya diselenggarakan dalam dua tahap, yakni 80%

campuran (minyak, metanol, dan katalis) direkasikan di awal, lalu masuk ke

10

dalam unit pemisahan gliserol. Tahap selanjutnya, 20 % sisa campuran

ditambahkan pada hasil reaksi pertama. Metode ini memberikan reaksi yang

lengkap dengan potensi menggunakan metanol yang lebih sedikit di tahap

pertama.

2. Esterifikasi.

Proses ini merupakan reaksi antara asam lemak bebas (free fatty Acid, FFA)

dengan suatu alkohol (biasanya alkohol berberat molekul rendah seperti metanol,

etanol, propanol dan butanol) untuk menghasilkan biodiesel (mono alkil ester )

dan molekul air. Proses khusus ini dipilih jika sumber minyak/lemak mengandung

FFA yang tinggi. Kadar FFA yang tinggi sebetulnya tidak diinginkan dalam

feedstock karena akan bereaksi dengan katalis basa (proses trasesterifikasi)

menghasilkan sabun dan air, seperti reaksi di bawah ini:

R-COOH + KOH � R-COOK + H2O

Fatty acid Katalis sabun air …..(2)

Pada kadar FFA sekitar 5% pemakaian katalis basa masih bisa dilakukan

namun perlu ditambahkan katalis lain untuk mengkompensasi terbentuknya

sabun. Pada kadar FFA diatas 5 % sabun yang terbentuk menjadi inhibitor

pemisahan gliserol dari biodiesel serta membetuk emulsi pada bagian water wash.

Pada kasus ini perlu ditambahkan suatu katalis asam (asam sulfat) untuk

mengesterifikasi FFA seperti rekasi di bawah ini:

R-COOH + CH3OH � R-COOCH3 + H2O ……..(3)

Fatty acid Methanol biodiesel air

Proses-proses di atas umum digunakan di indutri dalam suatu unit yang

dinamakan Pretreatment unit seperti yang digambarkan di gambar 3. Pada bagian

ini terdapat separator untuk memisahkan air. Ini bertujuan untuk mengurangi

kadar air yang terbentuk selama proses esterifikasi karena jika dibiarkan

terakumulasi akan menghentikan reaksi. Selain air, alkohol juga dipisahkan pada

bagian ini. Dengan demikian minyak/lemak dengan kadar FFA lebih rendah bisa

11

langsung dimasukkan ke dalam reaktor 2 untuk esterifikasi lebih lanjut. Campuran

air-metanol keluaran separator masih mengandung FFA dan minyak terlarut yang

tentunya perlu di-recovery dan diproses kembali. Biaya untuk recovery alkohol

menentukan kelayakan suatu proses esterifikasi ini.

Gambar 3 Preatreatment unit pada Industri biodiesel (Mittelbach,2004)

3. Pemisahan.

Proses ini terdiri terdiri dari dua tahap, yaitu:

1) Tahap pemisahan ester dari gliserol.

Setelah reaksi esterifikasi, hasil berupa biodiesel (metil ester) dan gliserol

dipisahkan. Karena kelarutan gliserol dalam metil ester rendah, maka pemisahan

umumnya berlangsung cepat dan dapat diselesaikan baik dengan tangki pemisah

dan sentrifugasi. Beberapa industri melakukan pemisahan ester dari gliserol

dengan metoda ekstraksi. Prinsip dari metode ini adalah pemisahan karena adanya

perbedaan kepolaran antara gliserol dengan ester. Pada proses ekstraksi digunakan

larutan heksan yang cenderung bersifat non- polar. Gliserol yang cenderung

bersifat non-polar akan mudah larut dalam heksan dan akhirnya dapat dipisahkan

dari ester yang cenderung bersifat polar.

2) Tahap pemurnian ester dari sisa-sisa katalis dan sabun.

Pemisahan ester dari katalis menjadi perhatian kalangan industri sekarang ini

mengingat fasanya yang sama dengan ester sehingga memerlukan cost yang lebih

tinggi. Penelitian mengenai katalis heterogen mulai gencar dilakukan di berbagai

institusi pendidikan dan penelitian. Proses pemisahan yang selama ini dilakukan

12

adalah proses sentrifugasi. Akan tetapi, kecepatan sentrifugasi harus diatur dengan

baik agar tidak terbentuk sabun. Ester juga dapat dimurnikan dari sisa- sisa katalis

dan sabun dengan menggunakan air panas. Pada industri- industri biodiesel

tertentu, ester yang telah melewati proses ini didistilasi lagi agar tidak berwarna.

4. Netralisasi

1) Nertalisasi Metil ester

Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester selanjutnya dinetralisasi karena

masih mengandung sedikit katalis basa. Untuk itu ditambahkanlah suatu asam ke

dalamnya. Penambahan asam juga bertujuan untuk memisahkan sabun yang

terbentuk selama reaksi. Sesuai reaksi dibawah ini:

R-COONa + HAc � R-COOH + NaAc …..(4)

Sodium soap acid Fatty Acid salt

2) Netralisasi Gliserol

Gliserol atau gliserin merupakan hasil samping reaksi transesterifikasi. Kedua

senyawa ini tentu masih bernilai ekonomi sehingga perlu perlakuan khusus.

Gliserol yang terkandung dalam campuran keluaran separator yakni 50 % sisanya

masih mengandung katalis, metanol dan sabun. Oleh karena itu, perlu dilakukan

pemurnian terhadap gliserol, sehingga kualitas gliserol ini menjadi lebih baik.

Proses netralisasi dilakukan dengan menambahkan asam ke dalam fasa gliserol

(asidulasi) sehingga diperoleh FFA (reaksi 4). FFA yang dihasilkan kemudian

dipisahkan karena kelarutannya kecil dalam gliserol. Selanjutnya sisa alkohol dan

katalis dihilangkan dari gliserol dengan vacuum flash process. Pada kondisi ini

dihasilkan gliserol dengan kemurnian 85%.

5. Pencucian

Tahap pencucian bertujuan untuk menghilangkan garam yang terbentuk dari

bagian sebelumnya. Garam dipisahkan dari campuran metil ester dengan

menggunakan air karena kelarutannya besar. Selain itu penambahan air ini

bertujuan untuk menghilangkan sisa katalis, sabun, metanol dan gliserol bebas.

13

Proses netralisasi yang diadakan sebelumnya berguna untuk mengurangi jumlah

air yang harus digunakan. Air ini dipisahkan dari biodiesel dengan vacuum flash

process.

6. Pemurnian alkohol.

Pada tahap ini dilakukan proses pemurnian alkohol yang dikeluarkan dari unit

netralisasi baik netralisasi gliserol ataupun metil ester. Proses pemurnian dapat

dilakukan dengan distilasi. Metanol hasil pemurnian ini disimpan dalam tangki

penyimpan yang nantinya akan dipakai kembali untuk reaksi transeserifikasi.

7.3 Katalis

7.3.1 Pengenalan Katalis

Katalis adalah zat kimia yang dapat meningkatkan laju reaksi dengan

menurunkan energi aktivasi dan mengarahkan reaksi untuk mencapai

kesetimbangan, tanpa terkonsumsi. Sampai dengan saat ini belum ada definisi

yang pasti mengenai katalis. Reaksi kimia yang menggunakan bantuan katalis

disebut katalitik. Beberapa ciri dan manfaat kehadiran katalis dalam suatu reaksi

kimia adalah:

a. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi.

b. Katalis dapat mempercepat reaksi untuk mencapai kesetimbangan.

c. Katalis bersifat spesifik (membentuk produk tertentu).

d. Katalis mengantarkan reaktan melalui jalan baru yang lebih mudah untuk

berubah menjadi produk.

e. Katalis tidak mengubah kesetimbangan tetapi katalis hanya berpengaruh

pada sifat kinetik.

f. Hanya diperlukan jumlah sedikit katalis untuk reaktan dalam jumlah yang

besar.

7.3.2 Karakteristik Katalis

a. Struktur Katalis

Katalis diproduksi dalam bentuk serbuk, kemudian dibuat menjadi partikel

yang bentuknya disesuaikan dengan penggunaannya. Misalnya, dalam bentuk

pellet, extrudates, bulatan seperti bola (sphere), granula, serpihan (flake), dan ada

14

juga yang langsung digunakan dalam bentuk bubuk (powder). Karakteristik dari

berbagai macam bentuk katalis tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Bentuk Umum Partikel Katalis

Tipe Karakterisitik

Pellet - Dibuat dengan tekanan yang tinggi.

- Bentuk: silinder, cincin, semua uniform

- Ukuran diameter: 2-10 mm

- Penggunaan: reactor isian (packed), reaktor tubular

Extrudates - Dicetak dengan menggunakan lubang cetakan

- Bentuk: tidak teratur, penampang berbentuk bintang atau

cuping

- Penggunaan: reactor isian (packed), reaktor tubular, unggun

Bola

(sphere)

- Dibuat dengan liquid drop dalam waktu yang lama

- Ukuran: 1-20 mm

- Penggunaan: reaktor tubular, unggun bergerak

Granula - Dibuat dengan fusing (menggabungkan partikel kecil menjadi

partikel yang lebih besar) dan crushing (memecah partikel

besar menjadi partikel yang lebih kecil)

- Ukuran: 8-14 sampai dengan 2-4 mesh

- Penggunaan: reaktor tubular isian (packed tubular reactor)

Serpihan (flake) - Bubuk dibuat kapsul dengan menggunakan lilin (wax)

- Penggunaan: reaktor yang berfase liquid (cairan)

Bubuk (powder) - Ukuran diameter: < 100 µm

- Penggunaan: reaktor unggun bergerak, slurry reactor

Meskipun beberapa katalis tersusun oleh satu komponen saja, namun

kebanyakan katalis tersusun dari 3 jenis komponen yang berbeda, yaitu komponen

aktif, penyangga, dan promoter.

1. Komponen aktif yang merupakan tempat utama terjadinya reaksi kimia.

2. Penyangga (support, carrier) berfungsi agar luas permukaan untuk

komponen aktif katalis tetap tinggi. Dengan permukaan yang luas maka

15

kontak antara katalis dengan reaktan akan semakin banyak. Tabel 4

menunjukkan berbagai jenis penyangga yang mempunyai titik leleh tinggi.

Tabel 4 Bentuk Umum Partikel Katalis

Tipe Oksida Titik leleh (oC)

Basa MgO CaO

Ca2SiO4 Ca3SiO5

3073 2853 2407 2196

Amfoter ThO2 ZrO2 CeO2 Cr2O3 La2O3 α-Al 2O3

TiO2

2323 2988 2873 2708 2588 2318 2113

Netral MgAl2O4 MgCr2O4 ZnCr2O4 ZnAl2O4 CaSiO3

2408 2300 2173 2100 1813

Asam γ-Al 2O3 SiO2

SiO2-Al 2O3

2318 1973 1818

Sedangkan penyangga yang paling banyak digunakan karena

permukaannya yang luas adalah γ-Al 2O3, SiO2, C, tanah liat, SiO2-Al 2O3.

3. Promoter, biasanya ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit.

Promotor dapat mempengaruhi aktivitas, selektivitas, dan stabilitas katalis

sesuai dengan yang diinginkan.

b. Deaktivasi Katalis

Seharusnya, katalis dapat digunakan tanpa mempunyai batas waktu. Tetapi

pada kenyataannya katalis tidak dapat digunakan secara terus menerus. Ada

katalis yang berumur dalam hitungan menit, tetapi juga ada katalis yang berumur

sampai dengan puluhan tahun. Berkurangnya aktivitas katalis ini disebut dengan

16

deaktivasi katalis. Terjadinya deaktivasi katalis ini disebabkan oleh beberapa

faktor sebagai berikut:

a. Sisi aktif katalis teracuni oleh zat-zat pengotor yang masuk melalui

reaktan. Misalnya sulfur.

b. Karena pengerakan (fouling) yang disebabkan oleh deposit yang bersifat

korosif.

c. Pengurangan (reduksi) sisi aktif katalis.

d. Pembentukan komponen (senyawa) tertentu pada ruang kosong antar

katalis juga menyebabkan berkurangnya keaktifan katalis. Misalnya,

kenaikan temperatur dapat menyebabkan katalis nikel beserta

penyangganya menghasilkan nikel alumina dan silikat. Fenomena ini dapat

dengan mudah diamati dengan menggunakan difraksi sinar-x.

e. Kenaikan temperatur juga dapat menyebabkan hilangnya komponen aktif

pada katalis atau promoter karena terjadi perubahan fasa (menguap). Oleh

karena itu, seluruh komponen katalis harus bisa dijaga pada kondisi yang

ideal untuk menjaga keaktifan katalis.

7.3.3 Karakterisasi Katalis

Karakter suatu katalis dibedakan menjadi dua, yaitu karakter fisik dan

karakter kimia. Karakter fisik katalis mencakup luas permukaan katalis, ketahanan

mekanik ,volume partikel, volume pori, distribusi ukuran pori, dan distribusi

ukuran partikel. Sedangkan, karakter kimia katalis mencakup keaktifan katalis,

deaktivasi katalis dan umur katalis.

a. Pengukuran Luas Permukaan Katalis

Luas permukaan katalis merupakan parameter yang dapat digunakan untuk

membedakan jenis katalis satu dengan katalis yang lain. Katalis yang mempunyai

luas permukaan yang besar, mempunyai permukaan kontak yang luas dengan

reaktan, sehingga reaksi kimia akan berlangsung lebih baik. Luas permukaan total

katalis mempunyai satuan Sgm2g-1.

Pengukuran luas permukaan katalis secara umum dapat dilakukan dengan

dua metode, yaitu metode statik dan metode dinamik. Metode statik mencakup 2

cara yakni volumetri dan gravimetri sedangkan metode dinamik mencakup single

17

flow technique, pulse technique, dan metode kromatografi. Pada umumnya

metode dinamik lebih banyak digunakan karena lebih cepat dan mudah. Kesulitan

dalam metode statik yakni digunakannya sistem vakum yang relatif sulit untuk

dikendalikan.

Metode kromatografi merupakan metode yang banyak digunakan dalam

studi adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Metode ini dilakukan dengan melewatkan

pulsa adsorbat melalui sebuah kolom adsorben sehingga didapatkan waktu retensi

serta kurva elusi. Dengan memvariasikan temperatur terhadap waktu retensi yang

diperoleh didapat evaluasi nilai entalpi adsorpsi dari suatu bahan dan analisis

kurva elusi memungkinkan penyediaan informasi mengenai keadaan isoterm

adsorpsi bahan (Haber, J. et.al , 1995)

Metode lainnya adalah metode BET (Brunauer, Emmett, Teller). Prinsip

kerja metode BET tersebut adalah dengan mengukur seberapa banyak nitrogen

(atau uap senyawa inert yang dapat dikondensasikan) yang teradsorpsi oleh

sampel katalis ketika berada dalam kesetimbangan.

b. Volume Pori

Penentuan volume total pori-pori dalam sebuah katalis dilakukan dengan

mengukur peningkatan massa yang terjadi ketika pori-pori katalis tersebut terisi

oleh cairan yang diketahui densitasnya. Syarat dari cairan yang digunakan adalah

memiliki ukuran molekul dan nilai tegangan permukaan yang kecil. Syarat ini

memungkinkan cairan dapat masuk ke dalam pori terkecil dari katalis dan mengisi

sebagian besar volum kosong dalam katalis. Dengan mengetahui pertambahan

massa dari partikel katalis maka volume pori katalis dapat dihitung dengan

memanfaatkan data densitas cairan. Air ataupun berbagai senyawa hidrokarbon

dapat digunakan sebagai cairan pengisi pori dan dapat memberikan hasil yang

cukup memuaskan.

c. Distribusi Ukuran Pori

Ukuran partikel rata-rata dan distribusi ukuran partikel dapat mempengaruhi

karakteristik fluidisasi dalam reaktor unggun terfluidakan, dan juga

mempengaruhi karakteristik pengendapan dan filtrasi dalam reaktor slurry. Selain

itu, ukuran partikel juga dapat mempengaruhi besarnya luas permukaan aktif

18

katalis. Pengukuran fraksi ukuran partikel dapat dilakukan dengan metode ayakan

berseri, misalnya metode pengayakan standar Tyler, yaitu mengayak secara

berturutan dengan ukuran lubang ayakan mulai dari yang besar hingga ke ukuran

yang lebih kecil.

d. Kekuatan Mekanik

Kekuatan mekanik merupakan sifat yang penting bagi suatu katalis karena

menyatakan daya tahan dan umur katalis tersebut terhadap lingkungan kerja yang

akan mempengaruhi kinerja dari suatu katalis. Partikel-partikel katalis dibuat agar

tahan terhadap tegangan-tegangan mekanik yang dapat disebabkan oleh:

1. Abrasi, yaitu kehilangan bagian dari material karena adanya kontak (gesekan)

antara partikel dengan lingkungan, dalam hal ini dinding reaktor ataupun

fluida.

2. Tumbukan antara partikel-partikel katalis ketika pengisian katalis ke dalam

reaktor sehingga mengakibatkan pecahnya katalis.

3. Tegangan internal akibat perubahan fasa selama proses aktivasi dan

regenerasi.

4. Tegangan eksternal yang diakibatkan oleh aliran fluida, hilang tekan, berat

unggun katalis, dan siklus termal.

5. Kehilangan partikel-partikel akibat tumbukan (aus), khususnya terjadi pada

katalis unggun terfluidakan.

Proses uji kekuatan fisik katalis dilakukan melalui simulasi pengadukan

untuk menghitung persentase hilang atrisi, dan melalui pengaplikasian beban

statis hingga katalis mengalami patah atau pecah. Hasil yang didapat dari tes di

laboratorium dapat berbeda jauh dari hasil uji di industri. Hal ini disebabkan

kondisi operasi di pabrik yang jauh berbeda, seperti misalnya pada tekanan

operasi ataupun temperatur.

7.3.4 Penyiapan Katalis

a. Metode Presipitasi

Presipitasi adalah proses pembentukan katalis di dalam larutan melalui suatu

mekanisme reaksi kimia tertentu. Pemisahan padatan yang terbentuk dapat

19

dilakukan dengan cara filtrasi, dekantasi, ataupun sentrifugasi. Proses presipitasi

ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4 Metode Penyiapan Katalis dengan Impregnasi

b. Impregnasi

Metode penyiapan katalis secara impregnasi dibedakan menjadi dua macam,

yaitu metode basah dan metode kering. Metode kering dilakukan dengan cara

menyemprotkan katalis ke permukaan penyangga secara merata. Sedangkan

metode basah dilakukan dengan cara melarutkan bahan yang berbentuk padatan

ke dalam larutan sampai tercampur secara sempurna sehingga terbentuk lumpur.

c. Kalsinasi

Kalsinasi adalah proses penyiapan katalis yang berbentuk padatan dengan

cara memanaskan katalis pada temperatur tinggi. Metode kalsinasi menyebabkan

terjadinya dekomposisi padatan secara termal, perubahan fasa, atau penghilangan

zat-zat yang bersifat mudah menguap. Kalsinasi terjadi pada temperatur yang

menyebabkan energi bebas Gibbs sama dengan nol, yaitu pada atau di atas

temperatur dekomposisi (untuk proses dekomposisi dan penguapan) atau

temperatur transisi (untuk perubahan fasa). Secara umum, kalisinasi melibatkan

beberapa proses berikut:

a. Dekomposisi mineral-mineral hidrate (xH2O) menjadi uap.

b. Dekomposisi mineral-mineral karbonat (CO3) menjadi CO2.

c. Dekomposisi zat-zat yang mudah menguap yang terkandung dalam coke

minyak (padatan-padatan karbon).

d. Panas yang menyebabkan terjadinya transformasi fasa.

20

7.4 Katalis Untuk Sintesis Biodiesel

Pada dasarnya reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel dapat

berlangsung tanpa menggunakan katalis, akan tetapi reaksi ini harus berlangsung

pada tekanan dan temperatur yang sangat tinggi, serta berlangsung dalam waktu

yang cukup lama. Jika diterapkan dalam dunia industri, kondisi ini tidak

ekonomis. Oleh karena itu diperlukan bantuan katalis agar reaksi berlangsung

pada kondisi lunak dan dalam waktu yang relative singkat. Untuk memenuhi

tujuan tersebut, beberapa katalis yang sering digunakan adalah katalis yang

berasal dari golongan: alkali, asam, senyawa-senyawa logam transisi, silikat, dan

lipase (enzim).

Katalis juga dapat digolongkan berdasarkan fasanya menjadi dua kelompok,

yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang

fasanya sama dengan reaktan dan produknya (biasanya berbentuk cair semua).

Sedangkan katalis padat adalah katalis yang fasanya berbeda dengan reaktan dan

produk (biasanya katalis berbentuk padat, sedangkan reaktan dan produk

berbentuk cairan).

7.4.1 Katalis Golongan Alkali (IA) dan Alkali Tanah (IIA)

Sejauh ini, katalis golongan alkali merupakan katalis yang paling banyak

digunakan. Katalis ini memberikan konversi yang sangat tinggi meskipun pada

kondisi operasi yang lunak, dan memerlukan waktu yang relative singkat. Logam

alkali menghasilkan katalis basa (pH > 7). Selain menjadikan reaksi berjalan lebih

cepat (4000 kali) jika dibandingkan dengan katalis asam, katalis basa memberikan

efek korosi yang jauh lebih sedikit terhadap peralatan pabrik (reaktor).

Keuntungan lain yang diperoleh jika menggunakan katalis alkali adalah kebutuhan

akan methanol (ethanol) relatif sedikit sehingga ukuran reaktor akan semakin

kecil. Dengan demikian, katalis ini menjanjikan kondisi operasi yang ekonomis.

Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis golongan alkali

ditunjukkan pada Gambar 5. Reaksi transesterifikasi dimulai dengan serangan

nukleus pada molekul trigliserida yang menghasilkan produk antara berbentuk

tetrahedral. Selanjutnya produk antara ini dipecah menjadi 2 bagian menjadi metil

21

ester dan anion digliserida. Tahap akhir dari proses transesterifikasi ini adalah

reaksi antara metanol dan digliserida yang menghasilkan monogliserida, gliserol,

dan ion metoksida yang selanjutnya digunakan untuk siklus reaksi yang baru.

OH- + R'OH R'O

- + H2O

C

O

OR1 R2

+ R'O-

C

O-

OR1

OR' -

R2

C

O-

OR1

OR' -

R2R2O

- +

C

O

R1 OR' -

R2O-

+ OHH R2OH + OH-

Gambar 5 Mekanisme Transesterifikasi dengan Katalis Basa (Golongan Alkali)

a. Katalis Alkali Homogen

Pada saat ini, mayoritas pabrik biodiesel komersial menggunakan katalis

homogen dari golongan logam alkali, terutama Natrium hidroksida (NaOH) dan

Kalium Hidroksida (KOH). Ion alkoksi yang digunakan untuk proses

transesterifikasi dapat diperoleh melalui salah satu mekanisme berikut ini:

a. Melarutkan alkohol alkali (RONa) dalam larutan alkohol:

RONa � RO- + Na+

b. Mereaksikan alkohol dengan logam alkali murni:

Na + ROH � RO- + Na+ + ½H2 (g)

c. Dengan menambahkan hidroksi alkali:

NaOH + ROH ↔ RO- + Na+ + H2O

Katalis logam alkali dan alkohol, tanpa diragukan lagi dapat menghasilkan

konversi yang tinggi (Knothe,2004). Hidroksi alkali juga merupakan katalis yang

cukup menjanjikan karena selain harganya yang murah, juga tidak menimbulkan

resiko yang tinggi selama beroperasi. Jika KOH dan NaOH dilarutkan dalam

alkohol, akan menghasilkan ion alkoksi dan hidroksi. Besarnya ion alkoksi yang

dihasilkan bergantung pada konsentrasi katalis yang direaksikan. Jika

menggunakan katalis KOH, pengurangan konsentrasi katalis akan mengurangi

22

kecenderungan pembentukan sabun. Namun demikian, kondisi ini juga akan

menyebabkan jumlah metil ester yang dihasilkan juga akan berkurang.

Konsentrasi optimum untuk katalis yang berasal dari golongan alkali

berkisar antara 0.5 – 1.0 %-berat dari jumlah minyak yang akan direaksikan

(Mittelbach,2004).

b. Katalis Alkali Heterogen

Meskipun katalis homogen mempunyai banyak keuntungan untuk diterapkan

dalam reaksi pembuatan biodiesel, akan tetapi katalis ini mempunyai beberapa

kelemahan. Katalis homogen hanya bisa digunakan sekali pakai dan diperlukan

satu unit pemisahan untuk memisahkan katalis dari produk. Adanya unit

pemisahan ini akan meningkatkan biaya produksi atau dengan kata lain proses

produksi menjadi kurang ekonomis. Kelemahan dalam penggunaan katalis

homogen ini bisa diatasi dengan menggunakan katalis heterogen. Jika

menggunakan katalis heterogen, katalis bisa dipisahkan dari produknya dengan

cara dekantasi (penuangan) atau dengan cara filtrasi.

Sekarang ini katalis heterogen yang sering digunakan berasal dari

golongan logam alkali (IA) dan alkali tanah (IIA) dalam bentuk karbonat, oksida,

maupun logam murni. Selain konversi yang dihasilkan, yang harus

dipertimbangkan dalam pemilihan katalis adalah kondisi operasi yang diperlukan.

Kondisi operasi yang lunak (temperatur dan tekanan rendah) akan mengurangi

biaya produksi dan tidak terlalu berisiko, sehingga proses akan lebih ekonomis.

7.4.2 Katalis Asam

Katalis asam biasa digunakan dalam produksi biodiesel untuk material yang

mengandung lemak asam (acidic fatty) yang sangat tinggi. Selain itu katalis asam

dapat memproduksi ester baik yang berantai panjang maupun ester yang

bercabang yang sulit dibentuk jika menggunakan katalis golongan alkali (alkali

tanah). Selain itu, reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam

berlangsung dalam waktu yang relatif lebih lama. Kondisi operasi yang diperlukan

jauh lebih tidak ekonomis, yaitu pada temperatur dan tekanan yang tinggi (lebih

dari 100 oC dan lebih dari 5 bar). Reaksi transesterifikasi dengan menggunakan

23

jenis katalis ini, memerlukan jumlah alkohol yang lebih banyak. Selain itu, katalis

asam juga mempunyai kekurangan lain yaitu terjadinya pembentukan produk

samping yang tidak diinginkan seperti dialkilether dan gliserol ether.

Kehadiran air dalam reaksi transesterifikasi yang menggunakan katalis

asam perlu mendapatkan perhatian karena dapat mengurangi konversi.

Penambahan 0,5% air dapat menurunkan konversi dari 95% menjadi hanya 90%.

Sedangkan penambahan air sebesar 5% dapat menurunkan konversi hingga 5,6%.

Gangguan yang muncul dengan adanya kehadiran air ini dapat dijelaskan dengan

mekanisme sebagai berikut:

R1 OR2

OH

R1 OR2

O

HO

R'

I

R1 OR2

OH

C

OH

R1

OR2

O

R'

H

II

R1 OR2

OH

III

R1 OR'

O

IV

+- H

+ / R2OH

H+

Gambar 6 Mekanisme Transesterifikasi dengan Katalis Asam

Katalis asam jarang digunakan untuk produksi biodiesel di dalam dunia

industri. Katalis asam hanya digunakan pada tahap awal saja, yaitu digunakan

untuk mengurangi keasaman material. Selanjutnya proses berlangsung dengan

menggunakan katalis golongan logam alkali. Katalis asam juga dibagi menjadi 2

golongan, yaitu katalis asam homogen dan katalis asam heterogen.

a. Katalis Asam Homogen

Di antara berbagai jenis katalis asam homogen, asam sulfat terkonsentrasi

merupakan katalis yang paling sering digunakan. Keuntungan yang diperoleh jika

menggunakan katalis tersebut adalah karena harganya yang murah dan sifat

higroskopisnya yang dapat menyerap air yang dihasilkan selama proses reaksi

berlangsung. Namun demikian, katalis asam homogen bersifat sangat korosif,

24

mempunyai aktivitas katalis yang rendah, dan produk yang dihasilkan berwarna

gelap.

b. Katalis Asam Heterogen

Dari sekian banyak jenis katalis asam heterogen, logam phospat merupakan

katalis yang paling menjanjikan karena menghasilkan konversi yang sangat tinggi.

Akan tetapi, karena reaksi hanya bisa berlangsung pada kondisi operasi yang tidak

lunak (temperatur dan tekanan) yang tinggi dan waktu tinggal yang lama, maka

katalis ini menjadi tidak begitu menarik untuk diterapkan dalam dunia industri

untuk produksi biodiesel secara komersial.

7.4.3 Katalis Logam Transisi

Paten-paten mengenai berbagai jenis katalis dari senyawa logam transisi,

baik senyawa unorganik maupun organologam, tersedia cukup melimpah. Akan

tetapi belum ada satupun dari katalis tersebut yang bisa diterapkan dalam produksi

biodiesel skala industri. Hal ini disebabkan karena katalis yang berasal dari logam

transisi tersebut mempunyai harga yang sangat mahal dan perolehan produk yang

sangat kecil.

7.4.4 Katalis yang berasal dari Silikat (SiO2)

Pada awalnya, banyak penelitian diarahkan untuk menguji katalis yang

berbahan dasar silikat. Kondisi ini dilandasi karena katalis yang berasal dari

silikat mempunyai harga yang relatif murah, tersedia melimpah di alam sehingga

mudah untuk didapatkan, dan dapat digunakan sebagai katalis heterogen. Namun

demikian, hasil penelitian yang pernah ada belum menunjukkan hasil yang baik.

Jika reaksi transesterifikasi menggunakan katalis berbahan dasar silikat, reaksi

harus berlangsung pada temperatur dan tekanan yang sangat tinggi, waktu tinggal

yang lama, dan perolehan produk yang tidak terlalu tinggi.

7.4.5 Katalis Enzim

25

Enzim merupakan biokatalis, yaitu katalis yang berasal dari makhluk hidup.

Penggunaan enzim dalam reaksi transesterifikasi membuat reaksi dapat

dilangsungkan pada temperatur, tekanan, dan pH yang rendah. Produk yang

berupa ester dan produk samping gliserol dapat dipisahkan dengan mudah. Jika

dibandingkan dengan katalis yang berbahan logam, enzim merupakan katalis yang

sangat ramah lingkungan.

Selain berbagai macam keunggulan tersebut, enzim juga mempunyai

beberapa kelemahan. Enzim cenderung tidak efisien jika diterapkan dalam dunia

industri karena waktu tinggal reaksi yang lama dan konsentrasi katalis yang

dibutuhkan harus besar. Kelemahan yang paling utama adalah harganya yang

mahal.

26

VIII. Metode Pelaksanaan Program

8.1 Metodologi

Untuk menguji unjuk kerja dan karakterisasi katalis padat L-ZnO ( L adalah

logam barium, kalsium, kalium dan natrium) dalam reaksi transesterifikasi

biodiesel dilakukan dalam tiga tahap. Unjuk kerja katalis tersebut dibandingkan

dengan unjuk kerja katalis homogen (NaOH atau KOH) yang selama ini banyak

digunakan. Tahap penelitian yang dilakukan yaitu pembuatan katalis, karakterisasi

katalis, dan pengujian aktivitas katalis. Katalis Ba- ZnO, Ca- ZnO, K- ZnO, Mg-

ZnO, dan Na-ZnO yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan metode

impregnasi dan kalsinasi. Karakterisasi katalis dilakukan dengan cara pengukuran

luas permukaan katalis. Sedangkan uji aktivitas katalis dilangsungkan pada

temperatur 65oC dan tekanan ruang dengan menggunakan reaktor skala

laboratorium.

8.2 Percobaan

8.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan terdiri dari dua bagian yaitu bahan untuk membuat

katalis dan bahan untuk uji aktivitas katalis. Untuk melakukan sintesis katalis

digunakan serbuk ZnO yang dicampurkan dengan larutan Ba(NO3)2, KNO3,

NaNO3, Ca(NO3)2 dan Mg(NO3)2 masing-masing dengan konsentrasi 2 M

sebanyak 500 mL. Sedangkan untuk uji aktivitas katalis menggunakan methanol

sebagai sumber alkohol dan minyak kedelai sebagai sumber asam lemak.

8.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan selama penelitian ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu

peralatan yang digunakan untuk membuat katalis, peralatan untuk melangsungkan

reaksi transesterifikasi, dan peralatan untuk pengujian karakterisasi katalis.

a. Peralatan yang digunakan untuk membuat katalis

Dalam pembuatan katalis, digunakan gelas kimia 250 mL sebanyak dua buah

untuk melakukan pencampuran serbuk ZnO dan larutan Ba(NO3)2, KNO3, NaNO3,

Ca(NO3)2 dan Mg(NO3)2. Agar berlangsung sempurna, maka pencampuran

dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer. Setelah itu digunakan cawan

27

penguapan sebanyak 5 buah yang dimasukkan ke dalam oven untuk proses

kalsinasi katalis. Adapun untuk pengukuran dan pemindahan cairan digunakan

gelas ukur, neraca digital, dan pipet.

b. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan biodiesel

Pembuatan biodiesel diselenggarakan di dalam labu leher tiga yang

dilengkapi dengan vertical stirer (pengaduk elektrik), pengambil sampel

(dilengkapi filler ), termometer, dan kondensor. Rangkaian alat tersebut ditopang

menggunakan statif. Selain itu, digunakan gelas kimia, gelas ukur, dan erlemeyer

untuk penyiapan reaktan. Pengukuran pH sistem dilakukan menggunakan pH

meter.

c. Peralatan yang digunakan untuk menguji produk yang dihasilkan

Untuk menguji produk biodiesel yang dihasilkan digunakan metode

iodometri-asam periodat dengan peralatan yang digunakan yaitu buret 50 mL,

pembesar meniskus, labu takar 1 L bertutup gelas, pipet volimetrik 5, 10, dan 100

mL, gelas piala 400 mL, gelas ukur 100 dan 1000 mL, dan labu erlenmeyer 250

dan 1000 mL.

d. Peralatan yang digunakan untuk menguji karakterisasi katalis

Untuk karakterisasi katalis yaitu penentuan luas permukaan katalis digunakan

seperangkat alat NOVA 1000 Gas Sorption Analyzer.

8.2.3 Prosedur

1. Pembuatan Katalis

Kelima katalis yang akan diuji, dibuat dengan cara yang sama, yaitu dengan

metode impregnasi. Misalnya untuk katalis Ba-ZnO dibuat dengan menggunakan

Ba(NO3)2 + ZnO. Sebelum impregnasi, ZnO (sebagai penyangga) yang berbentuk

serbuk dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 393 K (120 oC) selama 1

malam (24 jam). Larutan yang berisi Ba(NO3)2 diaduk dengan ZnO selama 2 jam.

Slurry yang dihasilkan dikeringkan selama 1 malam pada temperaur 393 K

(120oC).

Sebelum digunakan dalam reaksi, katalis yang sudah dihasilkan harus

dikalsinasi terlebih dahulu untuk menghilangkan NO2 pada temperatur 873 K

(600oC) selama 5 jam. Perbandingan yang digunakan adalah 2.5 mmol Ba(NO3)2

28

per gram ZnO. Prosedur yang sama diterapkan untuk keempat jenis katalis yang

lain, yaitu dengan menggunakan Ca(NO3)2, KNO3, Mg(NO3)2, dan NaNO3

masing-masing untuk katalis Ca-, K-, Mg-, dan Na-(ZnO). Prosedur pembuatan

katalis selengkapnya di jelaskan pada gambar 7 berikut.

Gambar 7 Prosedur pembuatan Katalis

Siapkan segala

peralatan dan bahan

Mulai

Panaskan serbuk ZnO sebanyak

40 gr pada T=120oC selama 1

ZnO aktif

Ba(NO3)2 2

M (v=500

Campurkan ZnO

aktif dan

Aduk secara merata dengan

menggunakan magnetic stirrer

Dibiarkan mongering selam 1

malam (24 jam) pada T= 120

oC

Slurry

kering

Katalis dikalsinasi pada T= 600 oC selama 5 jam

Selesa

i

29

2. Karakterisasi Katalis (penentuan luas permukaan katalis)

Luas permukaan aktif katalis sangat berpengaruh terhadap kinerja katalis.

Pengukuran luas permukaan katalis perlu dilakukan untuk mempelajari pengaruh

luas permukaan aktif katalis terhadap kinerja proses. Luas permukaan katalis

ditentukan dengan menggunakan metode BET (Brunauer-Emmet-Teller), melalui

pengukuran volume gas inert yang ter-adsorb oleh sampel katalis. Prinsip dari

metode ini adalah proses adsorpsi dan desorpsi dari permukaan padatan terhadap

partikel gas inert. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah NOVA 1000

Gas Sorption Analyzer yang terdapat di laboratorium instrumentasi dan analisis

Program Studi Teknik Kimia ITB.

3. Pembuatan Biodiesel

Karena reaksi dapat berjalan pada kondisi lunak (65oC dan 1 Atm), maka

reaktor yang digunakan pada penelitian ini adalah reaktor gelas biasa. Semua

reaktan (minyak, katalis, dan methanol) dimasukkan pada reaktor secara

bersamaan. Reaktor dilengkapi dengan termometer untuk mengetahui temperatur

sistem. Karena pada temperatur 65oC methanol telah menguap (titik didih

methanol 64,7 oC) maka diperlukan kondensor yang berfungsi untuk

mengembunkan methanol dan mengembalikan lagi ke dalam reaktor (agar terjadi

refluks). Agitator berfungsi untuk mengaduk reaktan agar bercampur secara

sempurna. Sedangkan filler berfungsi untuk mengambil sampel setiap selang

waktu tertentu (30 menit). Prosedur pembuatan biodiesel (uji aktivitas katalis)

selengkapnya dijelaskan pada gambar 3.2 berikut.

30

Gambar 8 Prosedur Uji Aktivitas Katalis

Siapkan segala peralatan dan

bahan yang dibutuhkan

Mulai

Rangkai alat yang diperlukan

Alat terangkai

250 mL minyak kedelai

3,167 mol methanol

13,8 gram katalis

Masukkan semua bahan

kedalam labu

Konversi reaksi

Aduk secara merata dengan menggunakan agitator

sambil dipasankan dalam water bath pada T= 65 oC

Ambil sampel untuk dianalisis setiap

selang waktu 30 menit

Selesai

6 kali

Kurva Konversi terhadap

waktu

31

4. Uji biodiesel

Setiap sampel yang diambil selanjutnya diuji menggunakan metode

iodometri-asam periodat.

8.2.4 Variasi

Untuk memperoleh katalis padat dengan performa yang terbaik untuk reaksi

transesterifikasi asam lemak menjadi biodiesel dilakukan dengan memvariasikan

logam L pada katalis L-ZnO. Logam yang akan digunakan pada penelitian ini

adalah logam alkali dan alkali tanah yaitu logam barium, kalsium, kalium,

natrium, dan magnesium.

8.3 Interpretasi Data

1) Penentuan Luas Permukaan Katalis

Luas permukaan katalis dicari dengan menggunakan metoda BET, yaitu

dengan mengalurkan data antara 1/(ν[(Po/P)-1] sebagai sumbu-y terhadap P/Po

sebagai sumbu-x.

( )1 1 1

/ 1 m o mo

c P

c P cP P υ υυ −= +

Dengan :

P : tekanan saat kesetimbangan

Po : tekanan jenuh adsorbat pada temperatur yang digunakan

V : volume gas yang teradsorp

Vm : volume gas yang teradsorp pada lapisan pertama

C adalah konstanta BET yang dapat dicari dari persamaan :

1exp LE Ec

RT

− =

Dengan:

E1 : panas adsorpsi dari lapisan pertama

EL : panas adsorpsi dari lapisan kedua atau selanjutnya

(sebanding dengan panas likuefaksi)

R : konstanta gas

32

T : temperatur yang digunakan

Luas permukaan katalis total didapatkan melalui persamaan berikut :

Dengan :

N = bilangan Avogadro, 6.02x1023

s = luas penampang adsorpsi

V = volume molar adsorben gas

a = massa padatan sampel

Stotal = luas permukaan total

S = luas permukaan spesifik

2) Penentuan Komposisi Keluaran Reaktor

Penentuan komposisi keluaran reaktor menggunakan alat kromatografi gas.

Prinsip dari alat ini ialah perbedaan tingkat adsorpsi dari zat volatil dalam sampel

terhadap larutan atau padatan dalam kolom kromatografi. Zat yang teradsorp kuat

akan meninggalkan kolom lebih lama dan sebaliknya untuk zat yang teradsorp

lebih lemah akan meninggalkan kolom dalam waktu yang lebih cepat. Perbedaan

tingkat adsorpsi ini dapat diketahui dari waktu retensinya (waktu tinggal). Tiap

komponen akan mempunyai waktu retensi yang berbeda-beda, tergantung pada

sifat komponen itu sendiri.

Sebelum digunakan, alat kromatografi gas harus dikalibrasi terlebih dahulu

dengan menggunakan campuran umpan yang telah diketahui kandungan dan

komposisi molnya. Volume sampel yang akan diinjeksikan perlu ditetapkan

terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui waktu retensi dari masing-masing

komponen dan mencegah agar zat-zat yang terdapat dalam sampel tidak

mempunyai waktu retensi yang terlalu berdekatan. Setelah waktu retensi

diketahui, selanjutnya dilakukan penghitungan komposisi dari luas area suatu zat

33

dibandingkan dengan luas area total. Hasil pengukuran dibandingkan dengan

komposisi mol campuran hasil reaksi.

3) Penentuan Konversi Reaksi dan Selektifitas Katalis

Aktivitas katalis dapat dinyatakan sebagai jumlah trigliserida yang

terkonversi melalui reaksi transesterifikasi. Perhitungannya adalah sebagai

berikut:

awaltgmol

akhirtgmolawaltgmolX tg

−=

Mol trigliserida pada masukan dan keluaran dapat diketahui dari hasil

kromatografi gas sampel yang diambil pada saat sebelum reaksi dan setelah

reaksi. Hasil analisis alat kromatografi gas memberikan hasil dalam bentuk % luas

puncak yang terbentuk pada kromatogram. Nilai persen tersebut kemudian

dikonversi menjadi nilai %-mol untuk mengetahui besarnya mol trigliserida.

Sebelum digunakan untuk mengukur besarnya luas puncak dari trigliserida,

alat kromatografi gas harus dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan

standar yang telah diketahui komposisinya sehingga faktor kalibrasi dari masing-

masing komponen dapat diketahui. Persamaan kalibrasi ini dapat diketahui

dengan membandingkan % luas dengan data komposisi mol yang sebenarnya.

Kemudian persamaan ini dapat digunakan untuk mengetahui komposisi mol pada

saat awal dan akhir reaksi.

Selektifitas katalis ditentukan dengan menggunakan perbandingan antara mol

biodiesel yang terbentuk terhadap mol trigliserida yang bereaksi. Perhitungannya

adalah sebagai berikut:

( )( )

1

2tg

x mol biodiesel hasil reaksiS

x mol tg awal mol tg akhir

υυ

=−

34

IX. Jadwal Kegiatan Program

Tabel 5 Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi Pustaka

Penyiapan Alat dan Bahan

Tahap I

Pembuatan Katalis *)

Tahap II

Karakterisasi Katalis*)

Tahap III

Pengujian Katalis pada reaksi

Pengolahan data

Penyusunan Laporan

Cadangan

Ket : *) Ba-ZnO, Ca-ZnO, Mg-ZnO, K-ZnO, dan Na-ZnO.

35

X. Nama dan Biodata Ketua serta Anggota Kelompok

1. Ketua Pelaksana

Nama Lengkap : Wakid Yuniarto

NIM : 13005048

Fakultas/Program Studi : Fakultas Teknologi Industri/ Teknik Kimia

Perguruan Tinggi : ITB

Waktu Untuk Kegiatan : 6-8 jam/minggu

2. Anggota Pelaksana I

Nama Lengkap : Agus Heri Hoerudin

NIM : 13005021

Fakultas/Program Studi : Fakultas Teknologi Industri/ Teknik Kimia

Perguruan Tinggi : ITB

Waktu Untuk Kegiatan : 5-6 jam/minggu

3. Anggota Pelaksana II

Nama Lengkap : Hanny

NIM : 13006028

Fakultas/Program Studi : Fakultas Teknologi Industri/ Teknik Kimia

Perguruan Tinggi : ITB

Waktu Untuk Kegiatan : 5-6 jam/minggu

XI. Nama dan Biodata Dosen Pembimbing

1. Nama Lengkap : Dr. Ir. Melia Laniwati Gunawan, M.Sc.

2. NIP : 131661121

3. Golongan Pangkat : III/d

4. Jabatan Fungsional : Lektor

5. Jabatan Struktural : Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FTI-ITB

6. Fakultas/Program Studi : Fakultas Teknologi Industri/Teknik Kimia

7. Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Bandung

8. Bidang Keahlian : Kinetika dan Katalisis

9. Waktu untuk Kegiatan : 2 jam/minggu

36

XII. Biaya

12.1 Biaya Bahan Habis Pakai

Tabel 6 Biaya Bahan Habis Pakai*)

No Bahan Jumlah Harga Satuan Harga 1 ZnO 600 gr Rp 1784 Rp 1,070,400 2 Ba(NO3)2 375 gr Rp 2410 Rp 903,750 3 KNO3 150 gr Rp 1000 Rp 150,000 4 NaNO3 150 gr Rp 1056 Rp 158,400 5 Ca(NO3)2 225 gr Rp 1076 Rp 242,100 6 Mg(NO3)2 225 gr Rp 1436 Rp 323,100 7 Minyak Kedelai 3 Liter Rp 40000 Rp 120,000 8 Methanol 2000 mL Rp 796 Rp 1,592,000 9 Indikator Universal 1 set Rp 75000 Rp 75,000

Jumlah Rp 4,634,750 *) Harga-harga bahan kimia yang dicantumkan berdasarkan harga yang dibuat

oleh distributor PT Yala Mulya Mandiri (Jakarta) dengan bahan kimia buatan MERCK

12.2 Biaya Peralatan Penunjang Penelitian

Tabel 7 Biaya Peralatan Penunjang Penelitian

No Alat Status Jumlah Harga 1 Gelas Kimia 250 mL Sewa 2 Rp 1,000 2 Gelas kimia 500 mL Sewa 1 Rp 2,000 3 gelas ukur (5,10,25,100 mL) Sewa 1 Rp 100,000 4 Cawan penguapan Sewa 5 Rp 1,000 5 Pipet Beli 5 Rp 2,000 6 Thermometer Sewa 1 Rp 5,000 7 labu leher 3 Sewa 1 Rp 10,000 8 Condenser Sewa 1 Rp 5,000 9 statif + klem Sewa 1 Rp 3,000

10 labu Erlenmeyer Sewa 1 Rp 1,000 11 Water bath Sewa 1 Rp 10,000 12 Magnetic stirrer Sewa 1 Rp 7,500 13 Vertical stirrer Sewa 1 Rp 7,500 14 Propeller Sewa 1 Rp 3,000 15 Pengmabil sampel Beli 1 Rp 15,000 16 Selang Beli 4 Rp 5,000 17 Kertas label Beli 1 Rp 2,500 18 Kertas saring Beli 10 Rp 1,000 19 Sarung tangan Beli 3 Rp 5,000

Jumlah Rp 186,500

37

12.3 Biaya Pengujian

Tabel 8 Biaya Pengujian

No Jenis Pengujian Frekuensi Harga satuan

Harga

1 Pengukuran A katalis 5 Rp 100000 Rp 500,000 2 Pengukuran konversi 5 Rp 50000 Rp 250,000 3 Pengukuran Selektivitas 5 Rp 50000 Rp 250,000

Jumlah Rp 1,000,000

12.4 Biaya Pelaporan dan Dokumentasi

Tabel 9 Pelaporan dan dokumentasi

No Kegiatan Harga 1 Laporan Rp 150,000 2 dokumentasi Rp 25,000

Jumlah Rp 175,000

12.5 Total Biaya

Tabel 10 Total Biaya Penelitian

No Jenis Biaya Jumlah Biaya 1 Bahan Habis Pakai Rp 4,634,750 2 Peralatan Penunjang Penelitian Rp 186,500 3 Pengujian Rp 1,000,000 4 Pelaporan dan dokumentasi Rp 175,000

Total Biaya Rp 5,996,250

38

XIII. Daftar Pustaka

[1] Knothe G, Gerpen J.V., Krahl J. 2004.The Biodiesel Handbook. AOCS

Press.

[2] Mittelbach M,Remschmidt C.2004. Biodiesel: The comprehensive

Handbook. Graz.

[3] Richardson J.T. 1982.Priciples of Catalyst Development. Plenum Press.

[4] Satterfield C.N. Heterogeneous Catalyst in Industrial Pactise 2nd. McGraw-

Hill, Inc.

[5] Liu X, He H, Wang Y, Zhu S, Piao X. Transesterification of Soybean Oil to

Biodiesel Using CaO as a Solid Base Catalyst. 87(2008) 216-221

[6] Kouzu M, Kasuno T, Tajika M, Sugimoto Y, Yamanaka S, Hidaka J.

Calcium Oxide as a Solid Base Catalyst for Transesterification of Soybean

Oil and its Application to Biodiesel Production. 2007

[7] Shu S, Yang B, Yuan H, Qing S, Zhu G. Synthesis of Biodiesel Soybean Oil

and Methanol Catalyzed by Zeolite Beta Modified with La3+. 8 (2007)

2159-2165

[8] Arzamendi G, Campo I, Arguinarena E, Sanchez M, Montes M, Gandia

L.M. Synthesis of Biodiesel with Heterogeneous NaOH/Alumina Catalyst:

Comparison with Homogenous NaOH. 134 (2007) 123-130

[9] Albuquerque M.C.G., dkk. X. CaO Supported on Mesoporous Silicas as

Basic Catalyst for Transesterification Reactions. 334 (2008) 35-43

[10] Kawashima A, Matsubara K, Honda K. Development of Heterogeneous

Base Catalyst for Biodiesel Production. 99 (2008) 3439-3443.

[11] Garcia C.M, Teixeira S, Marciniuk L.L, Schuchardt U. Transesterification

of Soybean Oil Catalyzed by Sulfated Zirconia. 2007

[12] Xie W, Yang Z. Ba-ZnO Catalysts for Soybean Oil Transesterification. 117

(2007) 159-165

[13] Xie W, Huang X. Synthesis of Biodiesel from Soybean Oil Using

Heterogeneous KF/ZnO Catalyst. 107 (2006) 53-59.

[14] Li H, Xie W. Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel with Zn/I2

Catalyst. 107 (2006)25-30

39

[15] Susilo, Triharyo. Simposium Biodiesel Indonesia: Status perkembangan

Industri Biodiesel pada September 2006. 5& 6 September 2006.

[16]

Soerawidjaja, Tatang H. ”Fondasi-fondasi ilmiah dan keteknikan dari

teknologi pembuatan biodiesel”. Handout Seminar Nasional

“Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan” UGM

Yogyakarta. 2006.

[17] www.emerging-markets.com

[18] Soesilo, Triharyo. Produksi Biodiesel dari Microalgae. 2006

[19] BP Statistical Review of World Energy 2005

[20] Michael, P. Miller.Biodiesel Development and Progress.

http://www.mygreenproducts.com.2007 (tanggal 31 mei 2008)

40

Lampiran

4. Nama dan Biodata Ketua serta Anggota Kelompok

A. Riwayat Hidup Ketua Kelompok

Nama :Wakid Yuniarto

NIM :13005048

Tempat, tanggal lahir :Magetan, 02 Juni 1986

Alamat Asal :Sidomukti, 15/03, Plaosan

Kab. Magetan, Jawa Timur

Alamat Bandung :Jalan Sekeloa Utara I/8

Coblong, Bandung

Telp/HP :08563626867

e-mail :[email protected]

Progam Studi : Teknik Kimia

Semester :7 (tujuh)

Riwayat pendidikan :SDN Sidomukti II (1993-1999)

SLTPN 2 Plaosan (1999-2002)

SMAN 1 Magetan (2002-2005)

Institut Teknologi Bandung (2005- ... )

Prestasi :

- Juara II Olimpiade Kimia Jawa Timur 2004

- Perempatfinalis Liga Matematika se Jawa-Madura 2004

- Juara II Olimpiade Matematika (IMO) Kab Magetan 2004

- Juara II siswa teladan Kab Magetan 2004

- Juara III Pelajar Pelopor Lalu Lintas Jawa Timur 2004

- Juara I Pelajar Pelopor Lalu Lintas Kab Magetan 2004

- Semifinalis ‘Mathematic Competition’ Jawa Timur 2003

41

B. Riwayat Hidup Anggota Kelompok

Nama : Agus Heri Hoerudin

NIM : 13005021

Tempat, tanggal lahir : Garut, 13 Agustus 1987

Alamat Asal : Kp. Sukawening RT 04/RW 01 Desa Karangmulya

Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut.

Alamat Bandung : Jl. Tubagus Ismail XVII no. 57 Bandung

Telp/HP : 081 322 5858 67

e-mail : [email protected]

Progam Studi : Teknik Kimia

Semester : 7 (tujuh)

Riwayat pendidikan : SDN Rancasalak II, Garut (1993-1999)

SLTPN 1 Kadungora, Garut (1999-2002)

SMUN 1 Tarogong Kidul , Garut (2002-2005)

Institut Teknologi Bandung (2005- ... )

Prestasi : - Finalis KKTM Nasional Tahun 2008

- Juara 1 KKTM Tingkat Wilayah B (Jabar,

Jateng, DIY, Kalimantan) 2008

- Juara 1 KKTM Tingkat ITB 2008

- Finalis Lomba Inovasi Sains, Teknologi dan

Seni ITB 2007

- Proposal didanai Program Kreativitas

Mahasiswa 2006

42

C. 10.3 Riwayat Hidup Anggota Kelompok

Nama : Hanny

NIM : 13006028

Tempat, tanggal lahir : Sei Bamban, 1 April 1988

Alamat Asal : Jl. PWS Gg. Sepakat 50H/I Medan

Alamat Bandung : Jl. Cisitu Baru 42

Telp/HP : 085222197687

e-mail : [email protected]

Progam Studi : Teknik Kimia

Semester : 5 (lima)

Riwayat pendidikan : SDN 102036, Hapol Tahan Nauli (1994-2000)

SMPN 2, Kp.Pon (2000-2001)

SMP Ir.H.Djuanda, Tebingtinggi (2001-2003)

SMA St.Thomas 1, Medan(2003-2006)

Institut Teknologi Bandung (2006- ... )

Prestasi : Juara I Lomba Cerdas Cermat Kota Tebingtinggi

Tingkat SMP (2002)

Juara I Lomba News Reader ,Matra English

Course (2003)