Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

24
0 PERAN DAN TELADAN WALI KELAS DALAM MENDIDIK KARAKTER SISWA KELAS BINAAN DISUSUN DALAM RANGKA IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Oleh : N a m a : Drs. Nur Kholiq N I P : 19630108 198703 1004 PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA

description

by Drs. Nur Kholiq

Transcript of Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

Page 1: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

PERAN DAN TELADAN WALI KELASDALAM MENDIDIK KARAKTER SISWA

KELAS BINAAN

DISUSUNDALAM RANGKA IMPLEMENTASI

PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Oleh :N a m a : Drs. Nur KholiqN I P : 19630108 198703 1004

PEMERINTAH KABUPATEN JEPARADINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA

UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS

SMA NEGRI 1 KEMBANGJl. Bangsri – Keling, Km 6 Kembang 59453, Telp. (0291) 7730048

Page 2: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

Abstrak

Kejujuran, kedisiplinan, sopan santun, etika, budaya menyapa, saling mengasihi, saling menyayangi, mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, berbicara dengan bahasa yang baik adalah nilai-nilai positif yang harus ditanamkan dalam diri siswa. Nilai-nilai baik ini sering dikenal dengan istilah “karakter”.

Pendidikan hendaknya tidak hanya terfokus pada penyampaian ilmu pengetahuan dan teknologi semata melainkan menggabungkan unsur kognitif (pengetahuan dan keterampilan), afektif (minat, bakat, kemampuan menyesuaikan diri), psikomotor (keterampilan motorik), dan penanaman karakter positif.

Wali kelas adalah guru yang mendapat tugas sampiran untuk mendampingi sebuah kelas tertentu. Wali kelas seperti halnya orang tua bagi siswa kelas binaan. Wali kelas harus mengenal detail berbagai karakter siswa yang menjadi binaannya. Komunikasi dan kedekatan emosional harus dibangun dan karena kedekatan inilah, wali kelas dapat berperan lebih dalam menanamkan sikap-sikap dan nilai-nilai baik (karakter positif) kepada siswa kelas binaan. Keberhasilan penanaman karakter positif ini tidak terlepas dari keteladanan yang tercermin dalam perilaku wali kelas itu sendiri. Penanaman karakter positif yang dibarengi dengan keteladanan akan lebih banyak keberhasilannya.

Kata kunci: Wali kelas, keteladanan, dan pendidikan karakter.

Page 3: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Siswa tuntas dalam belajar adalah harapan semua pihak, baik guru,

siswa yang bersangkutan, maupun sekolah secara umum. Permasalah yang

kemudian muncul adalah manakala siswa menempuh segala cara untuk

mencapai ketuntasan. Siswa setelah selesai ulangan umum, menceritakan

kepada teman bahwa saat ulangan umum berhasil membuka contekan yang

telah dipersiapkan. Perasaan menang dan puas telah berhasil mencontek tanpa

diketahui pengawas (Ulangan/Tes). Ulangan harian membuka buku,

mengerjakan tugas hanya tinggal menyalin pekerjaan teman, membeli kunci

jawaban ujian nasional, izin ke kamar mandi saat ujian untuk meninggalkan

kode-kode kepada teman, dan sebagainya. Bahkan saat nilai Ujian Nasional

(UN) suatu daerah menempati rating bawah secara nasional, berbagai

statement dilontarkan untuk bahan evaluasi dan perbaikan, tetapi

mengkhawatirkan apabila mempersalahkan pelaksanaan Ujian Nasional yang

jujur sehingga hasil ujian menjadi hancur. Terbiasa mengutamakan hasil dan

mengesampingkan proses inilah yang menghiasi ranah pendidikan karena

disadari atau tidak realita ini terjadi di beberapa tempat. Melemahnya

penanaman kejujuran dan penanaman sikap menghargai proses kepada

peserta didik merupakan latar belakang dari permasalahan ini.

Kondisi yang sangat mencengangkan dilapangan adalah tingginya

ketidakhadiran siswa tanpa keterangan (alpha) baik di sekolah negeri maupun

sekolah swasta. Penerapan poin pelanggaran tidak begitu memiliki andil besar

dalam mengurangi tingkat alpha siswa. Siswa tenang saja dan merasa hal ini

sebagai sesuatu yang biasa dan tidak membuat malu. Demikian juga dengan

orang tua siswa saat diberikan informasi data alpha siswa dari sekolah, tidak

sedikit dari orang tua siswa yang tidak melakukan tindak lanjut. Siswa

terlambat hadir secara berturut-turut, berseragam tidak semestinya,

kelengkapan seragam tidak terpenuhi, dan beberapa pelanggaran lainnya,

Page 4: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

dilakukan siswa dengan sadar dan apabila diberikan perlakuan (ditegur atau

diingatkan) siswa hanya melakukan reaksi pada saat itu. Budaya malu jika

tidak tertib dan tidak disiplin inilah yang tidak nampak sekarang walaupun

tidak disemua sekolah.

Kelas merupakan organisasi kecil bagian dari sekolah dengan anggota

beberapa siswa yang memiliki keunikan dan karakteristik berbeda. Kegiatan

sekolah yang diperuntukkan bagi kelas baik agenda tahunan maupun kegiatan

insidentil dilakukan untuk memupuk rasa gotong royong, kerjasama, dan rasa

memiliki terhadap kelas, seperti lomba-lomba di hari ulang tahun sekolah,

lomba untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, lomba di

hari Kartini, jumat bersih, class meeting, dan lain sebagainya. Menyambut

kegiatan yang diperuntukkan bagi kelas, terdapat anak-anak yang tak acuh,

tidak peduli, tetapi ada juga anak yang sangat mendukung dan aktif

mengoordinir kelas untuk menyukseskan kegiatan kelas. Masih terdapatnya

anak-anak yang kurang peduli terhadap kegiatan kelas menunjukkan rasa

memiliki terhadap kelas rendah. Tujuan sekolah memupuk rasa gotong

royong dan kerjasama antarsiswa dalam kelas belum sepenuhnya tercapai.

Menjelang kegiatan, biasanya kelas akan melakukan koordinasi sepulang

sekolah. Siswa yang kurang merespon terkadang pulang awal dan tidak

mengikuti koordinasi maupun pembagian tugas di kelas atau bahkan

membuat gaduh suasana koordinasi. Rasa mengutamakan kepentingan

kelompok di atas kepentingan pribadinya, rasa memiliki terhadap kelas, dan

rasa gotong royong tidak lagi terasa di kelas.

Berkaitan dengan sikap dan sopan santun siswa di sekolah, terdapat

beberapa sikap yang kurang mencerminkan kearifan lokal. Siswa berpapasan

dengan bapak atau ibu guru tetapi tidak menyapa ataupun sekedar tersenyum;

berbicara dengan guru di kelas menggunakan bahasa campuran bahasa Jawa

dan bahasa Indonesia; saat melihat guru kerepotan membawa alat ataupun

media, siswa tidak dengan sukarela menawarkan bantuan; siswa tidak hafal

dengan nama bapak atau ibu guru yang membimbingnya dan bahkan

menyebutnya dengan Ibu PPKn, Bapak IPA, dan seterusnya; bercanda secara

Page 5: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

berlebihan (sampai terlontar bahasa Jawa kasar/ “ngoko”), dan lunturnya

budaya cium tangan. Hal-hal seperti inilah yang membuat sangat prihatin dan

apabila tidak ditangani dari sekarang maka anak-anak didik akan semakin

jauh dari kearifan lokal.

B. Masalah

Berdasrkan pokok masalah pada latar belakang ini adalah tentang melemahnya

penanaman nilai-nilai kejujuran dan bagaimana cara penanaman sikap

menghargai proses kepada peserta didik ?.

Page 6: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

BAB IIKAJIAN TEORI

Doni Koesoema Albertus (2007 : 247) menyatakan bahwa wali kelas

memiliki peranan yang sangat besar bagi pembentukan karakter siswa. Wali

kelas sesungguhnya menjadi semang bagi perkembangan kemajuan di dalam

kelas. Mereka bertanggung jawab atas berhasil tidaknya komunitas kelas

yang menjadi tanggung jawabnya. Hasil kinerja wali kelas ini terutama bisa

dilihat bagaimana ia dapat menjadi animator bagi kelas sebagai sebuah

komunitas pembelajaran bersama. Wali kelas biasanya juga menjadi guru

bidang studi tertentu namun mereka mendapat tugas lain sebagai penanggung

jawab dinamika pembelajaran di dalam kelas tertentu. Peranan wali kelas

yang paling menonjol adalah menjadi semacam kepala keluarga dalam kelas

tertentu, ini berarti ia bertanggung jawab terutama menciptakan kondisi dan

lingkungan yang kondusif satu sama lain sehingga kelas itu menjadi

komunitas belajar dapat maju bersama dalam proses pembelajaran.

Kesimpulannya tugas utama wali kelas adalah membuat kelas itu secara

bersama-sama berhasil menjalankan fungsi pembelajaran yang kriterianya

adalah semua siswa di kelas itu dapat naik kelas dengan nilai yang baik pada

akhir tahun. Wali kelas bekerjasama dengan pihak sekolah untuk

merencanakan program pendampingan bagi kelas perwaliannya. Program ini

harus terstruktur dalam kebijakan sekolah sehingga setiap program perwalian

wali kelas memiliki visi dan misi yang sama. Wali kelas secara periodik perlu

melakukan evaluasi terhadap kelasnya melalui pertemuan yang tidak formal

dan lebih rileks agar komunikasi lebih bisa terbangun. Momen pembinaan

perwalian kelas inilah yang sesungguhnya menjadi tempat penting bagi

penanaman nilai dan pembentukan karakter siswa.

Pendidikan menurut Niccolo Machiavelli dalam buku Doni Koesoema

Albertus, merupakan proses penyempurnaan diri manusia secara terus

menerus karena secara kodrati manusia memiliki kekurangan dan

ketidaklengkapan.

Page 7: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh

menekankan pentingnya pendidikan karakter sebagai bagian dari upaya

membangun karakter bangsa sehingga pendidikan karakter mendesak untuk

diterapkan. Peringatan hari Pendidikan Nasional tahun 2010 mengangkat

tema “Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa”.

Mohammad Nuh menyampaikan “diantara karakter yang ingin kita bangun

adalah karakter yang berkemampuan dan berkebiasaan memberikan yang

terbaik, giving the best, sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai

kejujuran”.

Howard Gardner, penulis buku "Multiple Intelligence" dalam

Suparlan.com, menjelaskan bahwa keberhasilan seseorang dipengaruhi oleh

Intelligence Quotient (IQ) hanya dua puluh persen, sementara delapan puluh

persen ditentukan oleh Emotional Intelligence (EI) dan Spiritual Intelligence

(SI). Karakter merupakan bagian dari kecerdasan ganda yang dijelaskan

Howard Gardner. Kecerdasan ganda meliputi tujuh macam kecerdasan yang

sering disingkat SLIM n BIL, yaitu: 1) spatial (keruangan), 2) language

(bahasa), 3) intrapersonal (intrapersonal), 4) music (musik), 5) naturalist

(naturalis – sayang kehidupan alam), bodily kinesthetics (olahraga – gerak

badan), logical mathematics (logikal –matematis).

Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof.

Suyanto, Ph.D dalam Suparlan.com menjelaskan bahwa karakter adalah cara

berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup

dan bekerjasama, baik dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat,

bangsa, dan negara. Prof. Suyanto, Ph.D juga menyebutkan sembilan pilar

karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia. Sembilan pilar

karakter itu adalah 1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 2) kemandirian

dan tanggung jawab; 3) kejujuran/ amanah; 4) hormat dan santun; 5)

dermawan, suka tolong-menolong, gotong royong/ kerjasama; 6) percaya diri

dan pekerja keras; 7) kepemimpinan dan keadilan; 8) baik dan rendah hati; 9)

toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Page 8: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

Dr. Martin Luther King, tokoh spiritual kulit hitam di Amerika Serikat,

dalam Suparlan.com menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk

melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat atau intellegence plus

character, ”that is the goal of true education”. Itulah tujuan pendidikan yang

sebenarnya, yakni menciptakan manusia yang cerdas secara komprehensif

dari keseluruhan aspek kecerdasan ganda.

Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis spiritual

dalam proses pembentukan pribadi ialah seorang pedagog berkebangsaan

Jerman yaitu FW Foerster (1869-1966). Disebutkan oleh FW Foerster dalam

Jambi Ekspres bahwa pada hakekatnya tujuan pendidikan adalah untuk

pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek

dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Bagi Foerster, karakter

merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Ada empat ciri dasar

dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior dimana setiap

tindakan diukur berdasar hierarki nilai. Kedua, koherensi yang memberi

keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-

ambing pada situasi baru atau takut risiko. Ketiga, otonomi. Hal ini berarti,

seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai

bagi pribadi. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya

tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik.

Ungkapan Dr. G.J. Nieuwenhuis dalam bataviase.co.id, "suatu bangsa

tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka

berkorban untuk keperluan bangsanya". Menurut rumus ini, dua kata kunci

kemajuan bangsa adalah guru dan pengorbanan. Maka itu, awal kebangkitan

bangsa harus dimulai dengan mencetak guru-guru yang suka berkorban. Guru

adalah teladan. Guru adalah digugu (didengar) dan ditiru (dicontoh). Guru

bukan sekadar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional,

tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya. Ratna

Megawangi (2007), dunia pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki

masa-masa yang sangat pelik. Kucuran dana besar disertai berbagai program

terobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam

Page 9: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang

unggul, beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter. Menurut Ratna

Megawangi pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui

proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yakni, suatu

proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga

akhlak mulia bisa terukur menjadi habit of the mind, heart, and hands.

Banyak program pendidikan gagal, karena memang tidak serius untuk

diamalkan dan lebih penting lagi karena tidak ada contoh.

Page 10: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

BAB III

PEMBAHASAN

Nilai-nilai kejujuran, senantiasa menghargai proses dan tidak semata-

mata berorientasi pada hasil, disiplin, merasa malu apabila melanggar aturan/

tidak tertib, sopan santun, budaya saling membantu, mengutamakan

kepentingan kelompok di atas kepentingan pribadi, gotong royong, mengasihi

sesama teman, budaya cium tangan, mulai luntur dalam kehidupan remaja

sekarang. Remaja tentu saja berkaitan dengan anak usia sekolah menengah

pertama sampai dengan menengah atas. Nilai-nilai luhur dan baik tidak lagi

kental menghiasi perilaku remaja, tentu saja hal ini dipengaruhi oleh faktor

yang sangat kompleks mulai dari pendidikan dalam keluarga, masyarakat

lingkungan tempat tinggal, dan pendidikan di sekolah. Pemaparan dalam

tulisan ini hanya akan dibatasai pada sisi pendidikan di sekolah.

Kenyataan yang membuat prihatin ini akan terus tumbuh subur apabila

kalangan pendidik tidak merubah pola pendidikannya. Pendidikan seharusnya

tidak semata-mata berorientasi pada aspek kognitif saja melainkan dilakukan

terpadu menyangkut tiga dimensi taksonomi pendidikan yaitu kognitif

(intelektual meliputi pengetahuan, keterampilan); afektif (aspek perasaan dan

emosi berupa minat, sikap, apresiasi, cara penyesuaian diri); dan psikomotor

(aspek keterampilan motorik); serta berbasis pada karakter positif.

Pendidikan bertujuan untuk membangun insan cerdas yang berkarakter

kuat seperti halnya disampaikan oleh Dr. Martin Luther King, tokoh spiritual

kulit hitam di Amerika Serikat. Guru semua mata pelajaran hendaknya

memasukkan unsur pendidikan karakter secara kontinue dalam mata pelajaran

yang diampunya.

Sekolah adalah rumah kedua bagi anak-anak usia sekolah. Selain bapak

dan ibu guru, di sekolah ada orang yang dianggap sebagai orang tua bagi

siswa di suatu kelas yang sering dikenal dengan nama wali kelas. Peran

sebagai orang tua bagi kelas perwalian atau kelas binaan seharusnya

menjadikan wali kelas tidak semata-mata menjalankan tugas sampiran sama

Page 11: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

seperti yang tertuang dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) wali kelas tetapi

wali kelas bekerja dengan profesional sesuai tupoksi, mengerjakannya tulus

dari hati, dan yang lebih penting lagi menjalin komunikasi dan kedekatan

personal emosional dengan warga kelas. Wali kelas harus mengetahui

karakter, ciri pribadi, kelebihan, dan kekurangan dari masing-masing anak

binaan di kelas. Wali kelas dapat bertindak sebagai guru, orang tua, teman,

yang bisa mengelola dan memanage kelas dalam suasana yang semestinya

(saat serius, kelas dikondisikan untuk bisa membawa diri, dan saat santaipun

kelas dapat menyesuaikannya).

Pada awal ketugasan sebagai wali kelas, merupakan bagian paling

penting, karena kesan pertama bagaimanapun juga akan berdampak bagi

kalangsungan hubungan berikutnya. Pada pertemuan awal, diskusikan dengan

kelas binaan, kelas kondusif seperti apa yang ingin diwujudkan bersama,

kemudian tetapkan visi dan misi kelas serta perangkat organisasi kelas.

Sepakati aturan main berkaitan dengan penanaman nilai misal tanamkan

kepada kelas binaan mengenai kedisiplinan hadir. Sampaikan kepada warga

kelas bahwa setiap individu di kelas punya keberartian bagi kelas sehingga

kalau tidak hadir wajib menginformasikan kepada wali kelas baik melalui

pesan singkat telepon genggam maupun melalui telepon, dan baru setelah

masuk di kemudian hari, siswa melengkapi izin dengan menyerahkan surat

izin langsung kepada wali kelas. Aturan main yang ditetapkan di awal ini

harus secara konsisten dilaksanakan. Apabila ditengah-tengah perjalanan

terdapat anak binaan yang alpha, harus dilakukan pendekatan sehingga

diketahui penyebabnya, dan harus telaten membina baik untuk siswa yang

bersangkutan maupun pembinaan klasikal. Biasakan pula wali kelas untuk

izin atau menginformasikan kepada kelas apabila wali kelas berhalangan

tidak dapat mendampingi siswa pada pertemuan kelas yang disepakati.

Sederhana tetapi ini akan dicontoh siswa.

Wali kelas biasanya adalah guru mata pelajaran tertentu bagi kelas

binaannya. Pada mata pelajaran yang diampunya tersebut, tanamkan

kebiasaan menghargai proses dan tidak semata-mata berorientasi hasil. Saat

Page 12: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

nilai ulangan anak jelek, sampaikan betapa rasa bangga itu luar biasa karena

anak-anak telah berusaha sungguh-sungguh dan jujur, sebaliknya jika

menjumpai ketidakjujuran, tunjukkan bahwa hal itu benar-benar

mengecewakan, dan anak didik apabila memiliki kedekatan emosional

dengan wali kelasnya, ia akan merasa bersalah dan menyesal telah

mengecewakan orang yang mereka sayangi. Penanaman kejujuran ini juga

dilaksanakan dalam pembimbingan wali kelas setiap saat, dipantau, serta di

ingatkan terus menerus. Wali kelas ataupun guru juga harus jujur mengakui

bahwa belum bisa menjawab pertanyaan siswa dan baru akan mencari

referensi terlebih dahulu, jujur mengakui pada pertemuan kemarin terdapat

materi yang terlewatkan, dan sebagainya, hal ini secara tidak langsung

mengajari kepada anak untuk jujur mengakui kekurangan dan kesalahannya.

Senyum, menyapa, jabat tangan, cium tangan, adalah suatu kebiasaan

yang baik dan sangat indah apabila dapat tertanam dan menjadi bagian dari

hidup anak-anak. Hal ini tidak akan terbentuk dengan sendirinya. Mengharap

anak menjadi baik, tentu saja harus diajarkan dengan hal yang baik. Guru

berpapasan dengan siswa biasakan senyum dan menyapa atau mengucap

salam, maka di hari-hari seterusnya siswa akan otomatis senyum dan

menyapa saat berpapasan dengan guru. Ajak siswa berjabat tangan terlebih

dahulu maka di hari berikutnya pasti siswa yang akan mengulurkan

tangannya terlebih dahulu. Hal sederhana tetapi berdampak anak merasa

dihargai dan keberadaannya diakui adalah mengenal namanya. Guru ataupun

wali kelas penting untuk mengenal dan menghafal nama siswa, selain

membawa kedekatan tersendiri juga memudahkan di dalam komunikasi. Guru

yang mengenal dengan baik nama siswanya pasti akan dikenal juga oleh

siswanya. Siswa akan peduli dengan guru atau wali kelas tersebut sehingga

tidak akan ada siswa memanggil dengan Bapak IPA atau Ibu PPKn. Jika kita

amati, sebetulnya apa yang kita kehendaki dilakukan oleh siswa lebih baik

kita lakukan terlebih dahulu kepada siswa, maka siswa akan mengikuti.

Bimbing kelas binaan dengan kasih sayang, dekat, namun tetap disiplin, maka

anak-anak kelas binaan akan tumbuh menjadi anak-anak yang tidak brutal,

Page 13: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

tidak keras hati, namun tumbuh menjadi anak yang dewasa, punya empati,

dan mampu mengembangkan kreatifitasnya dengan baik. Di kelas anak-anak

nyaman karena melihat kesabaran wali kelasnya dalam mengoordinir kelas,

sehingga mereka akan tumbuh menjadi remaja yang mampu mengendalikan

emosi. Jika wali kelas melihat perilaku yang tidak semestinya, semisal siswa

kelas binaan berbicara dengan bahasa Jawa “ngoko” kepada salah satu guru

maka seperti layaknya orang tua, memiliki tanggung jawab moral yang besar

untuk mengingatkan, namun cara mengingatkannya adalah dilain waktu dan

hanya dengan siswa yang bersangkutan (tidak didepan umum). Tidak pernah

berhenti untuk mengingatkan manakala melihat anak-anak melakukan

kesalahan baik kecil maupun besar.

Koordinasi dengan kelas harus sering dilakukan. Saat kelas ada

kegiatan lomba, sesibuk apapun wali kelas, alokasikan waktu untuk

mendampingi kelas binaan dalam koordinasi kelas. Tanamkan kepada kelas

binaan utamakan kepentingan kelas dari pada kepentingan pribadi, sehingga

di setiap pertemuan kelas, anak-anak wajib mengikuti, dan jika

berkepentingan wajib izin kepada wali kelas. Wali kelaspun mengutamakan

kepentingan kelas dari pada kepentingan pribadinya, karena seharusnya

pulang di akhir jam kerja tetapi bergabung dengan kelas dan melakukan

koordinasi. Akan berbeda apabila wali kelas tidak terlibat langsung dalam

setiap koordinasi kelas, pasti anggota kelas tidak lengkap dalam koordinasi

tersebut. Pertemuan pertama dan kedua kelas, mungkin menjadi suatu

keterpaksaan bagi salah satu atau sekelompok anak, akan tetapi jika di

biasakan untuk wajib hadir lengkap kecuali siswa berkepentingan maka ini

akan menjadi suatu kebiasaan positif untuk selalu terlibat dengan urusan

kelas.

Wali kelas adalah orang yang paling dekat dengan anak-anak kelas

binaan sehingga paling mudah untuk menanamkan suatu sikap dan nilai yang

baik kepada anak. Sikap nilai yang baik inilah yang sering dikenal dengan

pendidikan karakter. Syarat keberhasilannya adalah ketulusan, kedekatan,

konsistensi, dan keteladanan dari diri wali kelas itu sendiri.

Page 14: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

BAB IVPENUTUP

a. Simpulan

Pendidikan akan lebih bermakna jika tidak semata mata berada

pada ranah kognitif saja. Pengetahuan dan keterampilan didukung dengan

sikap dan perilaku yang positif akan menjadi sosok pribadi yang

berkarakter. Wali kelas sebagai orang tua bagi siswa di kelas binaan

memiliki hubungan kedekatan yang lebih sehingga dapat berperan yang

lebih pula dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan di kelas binaannya.

Penanaman nilai akan efektif apabila diteladani atau diberikan contoh.

Keteladanan akan jauh lebih bermakna dari seribu perkataan.

b. Saran

Bagi wali kelas jalinlah kedekatan emosional dengan kelas binaan

sehingga mudah untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan untuk siswa di

kelas binaan. Selain menanamkan nilai, yang tidak kalah penting adalah

melaksanakan terlebih dahulu nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada

siswa.

Bagi pembaca, pergunakan tulisan ini sebagai bahan inspirasi untuk

tulisan ilmiah yang lain.

Page 15: Peran wali-kelas dlm membentuk karakter siswa

0

DAFTAR PUSTAKA

Koesoema Albertus, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. PT Grasindo: Jakarta.

Megawangi, Ratna. 2007. Semua Berakar pada Karakter. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.

Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: dari Konsepsi sampai dengan Implementasi. Hikayat Publising: Yogyakarta.

www.bataviase.co.id. Pendidikan Karakter. Opini republika. Diposting 14 Juni 2010.

www.penapendidikan.com. Mendiknas: Pendidikan Karakter Mendesak Diterapkan. Sumber Media Center Diknas. Diposting 5 Mei 2010.

www.suparlan.com. Pendidikan Karakter dan Kecerdasan. Diposting 18 Juni 2010.