Peran Prior Knowledge Dalam Problem Based Learning

12
PERAN PRIOR KNOWLEDGE DALAM PROBLEM BASED LEARNING pengantar Manusia pada saat mengerjakan sesuatu, baik berpikir maupun bekerja secara fisik, selalu menggunakan berbagai macam daya ingat yang tersimpan di dalam otaknya (residuals) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), keahlian (expertise), dan pengalaman (experience). Elemen-elemen tadi sangat berpengaruh terhadap jenis interaksi yang berlangsung secara alamaiah.1 Sementara itu, saling tukar gagasan, fakta dan perasaan merupakan inti aktivitas kesadaran kita. Hilangnya kemampuan untuk mengingat dan/atau memahami sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi antarpersonal akan mengganggu proses belajar. Banyak jenis komunikasi yang melibatkan riwayat/cerita, percakapan maupun perbincangan/diskusi terjadi di masa lampau.2 Pengetahuan yang telah dimiliki seseorang (prior knowledge atau PK) dan cara “memanggil kembali” PK tadi sangat berperan dalam konteks komunikasi dan belajar.3 PK yang dimiliki mahasiswa (peserta didik) banyak yang bersifat fragmentaris dan lokal, dan sering berisi tentang miskonsepsi yang dapat mengganggu kecermatan belajar.4 Tempat kedudukan PK

description

Peran Dalam PBL

Transcript of Peran Prior Knowledge Dalam Problem Based Learning

PERAN PRIOR KNOWLEDGE DALAM PROBLEM BASED LEARNING

PERAN PRIOR KNOWLEDGE DALAM PROBLEM BASED LEARNING

pengantar

Manusia pada saat mengerjakan sesuatu, baik berpikir maupun bekerja secara

fisik, selalu menggunakan berbagai macam daya ingat yang tersimpan di dalam otaknya

(residuals) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), keahlian (expertise), dan pengalaman

(experience). Elemen-elemen tadi sangat berpengaruh terhadap jenis interaksi yang

berlangsung secara alamaiah.1 Sementara itu, saling tukar gagasan, fakta dan perasaan

merupakan inti aktivitas kesadaran kita. Hilangnya kemampuan untuk mengingat

dan/atau memahami sesuatu yang berkaitan dengan komunikasi antarpersonal akan

mengganggu proses belajar. Banyak jenis komunikasi yang melibatkan riwayat/cerita,

percakapan maupun perbincangan/diskusi terjadi di masa lampau.2 Pengetahuan yang

telah dimiliki seseorang (prior knowledge atau PK) dan cara memanggil kembali PK

tadi sangat berperan dalam konteks komunikasi dan belajar.3 PK yang dimiliki

mahasiswa (peserta didik) banyak yang bersifat fragmentaris dan lokal, dan sering berisi

tentang miskonsepsi yang dapat mengganggu kecermatan belajar.4

Tempat kedudukan PK

Rangkaian informasi naratif tentang PK terdapat di anterior medial

parietal/posterior cingulate cortex. Ventromedial orbitofrontal cortex bersifat responsif

terhadap peningkatan pemahaman. Peningkatan aktivitas di polus temporalis terjadi

selama perangkaian proposisi untuk mengembangkan narasi. Proses memori umum atau

retrieval system terjadi di posterior parietal cortex, prefrontal cortex, dan mungkin pula

di medial temporal lobe misalnya hipokampus.2

Karakteristika PK

Dalam klasifikasi aturan pembelajaran terdapat dua kategori pembelajaran, ialah

program pembelajaran secara empirik dan sistem pembelajaran secara analitik. Program

pembelajaran secara empirik menggunakan aturan-aturan yang disepakati oleh

sekelompok peserta didik. Sistem pembelajaran secara analitik menggunakan PK untuk

menjelaskan klasifikasi contoh-contoh materi dan untuk membangun deskripsi umum

tentang klasifikasi contoh materi dengan penjelasan yang sama. Banyak sistem

menggunakan kombinasi metoda pembelajaran secara empirik dan analitik. Dalam sistem

kombinasi ini PK digunakan untuk membuat peserta didik mempunyai kecondongan

memilih, konsep manakah yang konsisten dengan PK.5

Kecondongan tadi dimaksudkan untuk membuat peserta didik membuat deskripsi

konsep yang lebih tepat dan teliti tentang original prior knowledge (sebagai input pada

sistem pembelajaran secara analitik) maupun berbagai aturan yang akan muncul apabila

digunakan program pembelajaran secara empirik.5 Strategi mempelajari materi baru

Peserta didik memerlukan waktu yang banyak untuk membaca teks. Di lain pihak

banyak pendidik yang beranggapan bahwa peserta didik mampu untuk mengintegrasikan materi baru dengan PK mereka secara efisien dan tepat. Dalam kenyataannya tidaklah

selalu demikian.3

Untuk mempelajari materi baru ada 5 strategi, sebagai berikut:6

a. Overreliance on the sufficiency of prior knowledge: para peserta didik melaporkan

bahwa materi yang mereka pelajari telah mereka ketahui sebelumnya, dan mereka

mengatakan bahwa mereka mengulang (membaca) kembali bahan yang pernah

mereka terima/pelajari.

b. Overreliance on text vocabulary: para peserta didik menemukan (dan kemudian

mengisolasinya) kata-kata baru dari konteks yang mereka pelajari dan

menyamakan pengertian kata-kata baru tadi dengan perbendaharaan kata yang

mereka miliki secara tidak hati-hati.

c. Overreliance on factual information: peserta didik yang memahami bahwa belajar

merupakan kegiatan pengumpulan fakta-fakta mungkin mampu mengingat

kembali informasi yang pernah diperolehnya secara tepat tanpa mengintegrasikan

hal-hal yang diingat kembali tadi.

d. Overeliance on existing beliefs: ketika peserta didik mengintegrasikan

pengetahuan dengan PK yang dimiliknya maka mereka menggunakan teks untuk

konfirmasi pengetahuan yang ada daripada memodifikasikannya, bahkan hal ini

terjadi pula ketika informasi baru tidak konsisten dengan kerangka pikir yang

tengah mereka miliki.

e. Conceptual-change students: peserta didik mempunyai pengertian bahwa materi

yang mereka pelajari merupakan wahana untuk mengintegrasikan gagasan/teori

lama dengan pengetahuan baru. Mereka tidak hanya mempejalari gagasan utama

dalam teks tetapi mereka mampu untuk mengutarakan pendapatnya ketika materi

yang mereka pelajarai tidak sesuai (conflicted) dengan pengetahuan yang ada.

Mereka berkinginan untuk merevisi pengertian lama menjadi suatu pemahaman

baru.

Untuk menghindari terjadinya strategi a s/d d, cara yang paling baik adalah

dengan mencari tahu apakah peserta didik sudah mengerti tentang konsep baru yang

sedang dikenalkan kepada mereka. Apabila waktu mengizinkan maka perlu dilakukan

wawancara individual di laboratorium, seminar, atau di kelompok kecil. Apabila

wawancara individual tidak memungkinkan maka dapat dilakukan diskusi kelompok

kecil dan exposing event; kedua cara tadi merangsang peserta didik untuk mengutarakan

PK mereka dan cara ini akan menggugah instruktur/fasilitator membantu peserta didik

untuk membuat konstruksi baru dan pola pikir yang lebih tepat atau sesuai dngan konteks

yang sedang mereka hadapi.7

Peran PK dalam proses belajar

PK merupakan langkah penting di dalam proses belajar, dengan demikian setiap

pengajar/instruktur/fasilitator perlu mengetahui tingkat PK yang dimiliki para peserta

didik. Dalam proses pemahaman, PK merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi

pengalaman belajar bagi para peserta didik. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa

lingkungan belajar memerlukan suasana stabil, nyaman dan familiar atau menyenangkan.

Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus memberikan suasana yang mendukung

keingintahuan peserta didik, semangat untuk meneliti atau mencari sesuatu yang baru,

bermakna, dan menantang. Menciptakan kesempatan yang menantang para peserta didik untuk memanggil kembali PK merupakan upaya yang esensial. Dengan cara-cara

tersebut maka pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk mengubah

pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang

penuh makna dan memulai perjalanan untuk menghubungkan berbagai jenis

kejadian/peristiwa dan bukan lagi mengingat-ingat pengalaman yang ada secara terpisah-

pisah. Dalam seluruh proses tadi, PK merupakan elemen esensial untuk menciptakan

proses belajar menjadi sesuatu yang bermakna.8

Dalam proses belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta didik menyaring

informasi baru dan mencari makna tentang apa yang sedang dipelajari olehnya. Proses

membentuk makna melalui membaca didasarkan atas PK di mana peserta didik akan

mencapai tujuan belajarnya.9

Mengaktifkan PK

Belajar merupakan proses penambahan gagasan dan pengetahuan baru terhadap

yang lama. Pengajar perlu mengerti tentang pentingnya PK dalam proses belajar dan

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengingat kembali tentang apa saja

yang mereka pahami atau ketahui. Pada umumnya tingkat PK yang dimiliki peserta didik

dibagi ke dalam 3 kategori, ialah much (superordinate concepts, definisi, analogi,

linking), some (contoh, attributes, mendefinisikan cirri-ciri tertentu), dan little (asosiasi,

morphemes, suara, pengalaman pertama).8 Cara-cara untuk mengaktifkan PK antara

lain:10,11

Brain storming: ini merupakan teknik yang familiar bagi siapa saja. Peserta didik

diberi suatu topik dan mengajak mereka untuk mengeluarkan pendapatnya tentang

topik tadi. Apapun pendapat mereka diterima oleh kelompok, dan pengajar

mencatat kata-kata, gagasan, maupun ungkapan mereka. Diperlukan waktu

tertentu bagi para peserta didik untuk berpikir, berproses, dan mengingat kembali.

Apabila tanggapan dari para peserta didik sudah mulai slow down maka proses

brain storming harus dihentikan.

Know, Want, Learn (KWL): buatlah 3 kolom dalam satu lembar kertas. Kolom

kiri (K=know) adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis tentang apa saja

yang telah mereka ketahui tentang topik yang sedang mereka hadapi. Kolom

tengah (W=want) adalah tempat bagi peserta didik utnuk menulis beberapa

gagasan tentang apa yang mereka ingin ketahui/pelajari sehubungan dengan topik

tadi. Untuk proses penulisan ini, fasilitator/tutor boleh merangsang peserta didik

dengan mengajukan pertanyaan ringan yang relevan dengan topik. Kolom kanan

(L=learn) adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis rencana aktivitas

belajar mereka sesuai dengan topik yang mereka pelajari, Pada akhir session maka

peserta didik diminta untuk membuat refleksi tentang apa saja yang telah mereka

peroleh dalam konteks knowledge dan skills. KWL chart dapat dirinci sebagai

what I know, what I want to know dan what I learn.

Cognitive mapping: ini sangat penting dalam tahap definisi masalah,

pengembangan gagasan, dan pemilihan proses rancangan belajar. Dalam konteks

cognitive mapping, peserta didik membangun pengetahuan melalui penafsiran

pengalaman perseptual, dalam hal ini adalah PK, kompetensi, kontrol kognitif,

gaya kognitif, gaya belajar, dan sebagainya. Apa yang dipahami oleh peserta didik

secara internal didorong secara individual dan bukan dari sumber luar. Cognitive

mapping sebagai alat kognitif bersifat konstruktivistik karena cognitive mapping

membawa peserta didik masuk ke dalam creation of knowledge yang

merefleksikan pemahaman dan konsepsi informasi dan bukan pemusatan pada

adanya pengetahuan yang obyektif. Cognitive mapping strategy mengubah a

teacher-centered instructional design methodology menjadi a leaner-centered

methodology. Cognitive mapping merangsang aktivasi kemampuan meta-

cognitive dan menginduksi self-reflection pada struktur kognitif individu. Meta-

cognitive knowledge adalah pengetahuan tentang kognisi, pengetahuan tentang

proses berpikir secara umum, dan tentang kekuatan dan kelemahan kognitif

individu.

Cognitive map adalah suatu grafik yang menggambarkan model mental individu

atau sekelompok individu. Cognitive map tersusun atas berbagai gagasan dan hubungan

antara gagasan-gagasan tadi. Sebagian besar hubungan antargagasan tadi bersifat

hubungan sebab-akibat.12

Peran PK dalam problem-based learning

Di dalam problem-based learning (PBL) para peserta didik mencari dan menggali

pengetahuan baru melalui diskusi kelompok kecil di bawah bimbingan tutor/fasilitator

(tutorial). Tutorial merupakan jantung PBL; apabila jantung ini berhenti berdenyut

(tutorial terhenti atau macet) maka PBL tidak akan mencapai tujuannya. Kunci utama

tutorial adalah PK yang dimiliki oleh para peserta didik. PK ini akan keluar dari

simpanan para peserta didik apabila ada trigger atau pemicu. Trigger dalam PBL dikenal

sebagai skenario yang merupakan subtopik dari topik tertentu. Skenario dibuat

sedemikian rupa untuk mengarahkan para peserta didik agar dapat mencapai tujuan

belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. PK akan keluar dari memori peserta dan

kemudian akan mengalam organisasi melalui langkah-langkah terstruktur yang dikenal

sebagai seven-jump. Sementara itu, salah satu peran pokok tutor/fasilitator adalah

mengaktifkan PK sesuai dengan misi yang terkandung dalam skenario dan sekaligus

sesuai dengan tujuan belajar.

PK mempunyai implikasi yang sangat kuat dalam interaksi dengan tugas-tugas

dan pembelajaran. Hal ini sangat sesuai dengan proses pembelajaran dalam PBL. Hal lain

yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan PK dan PBL adalah adanya lingkungan

yang kondusif, termasuk kemampuan fasilitator dalam mengendalikan tutorial.1 Ringkasan

PK merupakan modal utama dalam proses diskusi kelompok. Penyusun skenario

untuk PBL harus memperhatikan PK yang dimiliki oleh para peserta didik; apabila tidak

maka para peserta didik akan mengalami kesulitan selama mereka melakukan diskusi. PK

juga harus diperhatikan oleh setiap fasilitator agar dinamika kelompok dapat berjalan

dengan baik.

Kepustakaan

1. Hansberger JT, Holt RW. The effects of prior knowledge on goal variability &

learning: the more goals the merrier. Proceedings of the 46th Annual meeting of

the Human Factors & Ergonomics Society 2002; Baltimore.

2. Maguire EA, Frith CD, Morris RGM. The functional neuroanatomy of

comprehension and memory: the importance of prior knowledge. Brain

1999;122:1839-50.

3. Wilkes G. How prior knowledge impacts new learning. Available on: URL

http://www.utc.arizona.edu/tact/tact2-5.html. Citation 2/10/2003.

4. Bruer J. Schools of thought: a science in the classroom. Cambridge: MIT

Press;1993.

5. Pazzani M. When prior knowledge hinders learning. AAAI workshop on

Constraining learning with prior knowledge 2002; San Jose California.

6. Roth KJ. Conceptual change learning and student processing of science texts.

Proceeding of Annual meeting of the American Educational Research Association

1985; Chicago.

7. Bruning R, Schraw G, Ronning R. Cognitive psychology and instruction. 2nd ed.

1995;Merril; New Jersey.

8. Christen WL, Murphy TJ. Increasing comprehension by activating prior

knowledge. Available from URL

http://www.indiana.edu/~eric_rec/ieo/digests/d6l.html. Citation 2/10/2003.

9. Anonymous. The role of prior knowledge in learning. Available from URL

http://www.pasd.com/PSSA/reading/prior.htm. Citation 2/10/2003.

10. Social Studies Center for Educator Development. Strategies to teach social

studies: activating prior knowledge. Available from URL

http://www/tea/state.tx/us/resources/ssce/instass/3.htm.

11. Stoyanov S. Cognitive mapping as a learning method in hypermedia design. J

Interact Learn Res 1997;8(3/4):309-23.

12. Rodhain F. Tacit to explicit: transforming knowledge through cognitive mapping

an experiment. Centre de Recherch En Gestion des Organisations, University

of Montpellier II, France; 2002.