PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

19
1 Universitas Indonesia PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI: STUDI KASUS INDUSTRI OTOMOTIF KOREA SELATAN DI BAWAH PARK CHUNG HEE (1962-1979) Zikry Auliya Ghifary dan Donni Edwin Program Sarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Abstrak Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol dalam pembangunan industri dengan mengambil studi kasus industri otomotif di Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif dan menganalisa mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol untuk berpartisipasi dalam industri otomotif. Sebagaimana yang umumnya berlaku di negara industri baru yang belum tumbuh, para pebisnis besar di negara industri baru berada dalam kondisi kurang secara modal dan teknologi, peran negara yang besar dengan demikian menjadi sentral sebagai inisiator industrialisasi. Temuan penulis menunjukan bahwa daripada bermotif semata-mata ekonomis, untuk mempromosikan ekspor dan membangun sektor industri ini sebagai garda depan industri, tujuan pengembangan sektor otomotif lebih didasarkan pada faktor ekonomi politik. Begitu juga dengan kondisi para Chaebol yang berpartisipasi dalam industri otomotif, meskipun negara telah memberi kebebasan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam sektor industri, namun negara masih memperoleh kontrol kuat melalui instrumen kebijakan yang membatasi ruang gerak para Chaebol yang memungkinkan negara untuk mendesakan arah kebijakan. Kata Kunci; Chaebol; industrialisasi; industri otomotif; Korea Selatan; Peran Negara Abstract This Final Paper discusses the role of the state in emboldening the chaebol in bolstering industrial development which takes automobile industry in South Korea as case study. This research employs qualitative method and analyses the role of the state in encouraging the Chaebol to participate in automobile industry en masse. As generally prevailed in fledgling NIC's, South Korean conglomerates still lack both suffice capital and sophisticated technology. All in all, in such deplorable circumstances to economic growth the role of the state was pivotal as pioneer of industrialization. The finding of this research shows that the reason of the state to burgeon automobile industry was not solely on economic reason, that is to promote export and build this sector as spearhead in industrialization, as a matter of fact it was driven sheerly by political economic logic. So too the Chaebol which participated in automobile industry which was given freedom to participate in industrial sectors yet the state still harnessed them by means of policy instrument that made possible for the state ro exert pressure on policy direction. Keywords: automobile industry; Chaebol; industrialization; role of the state; South Korea Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Transcript of PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

Page 1: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

1 Universitas Indonesia

PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM

PEMBANGUNAN INDUSTRI: STUDI KASUS INDUSTRI

OTOMOTIF KOREA SELATAN DI BAWAH PARK CHUNG

HEE (1962-1979)

Zikry Auliya Ghifary dan Donni Edwin

Program Sarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

Abstrak

Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol

dalam pembangunan industri dengan mengambil studi kasus industri otomotif di

Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif dan menganalisa

mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol untuk berpartisipasi dalam

industri otomotif. Sebagaimana yang umumnya berlaku di negara industri baru yang

belum tumbuh, para pebisnis besar di negara industri baru berada dalam kondisi

kurang secara modal dan teknologi, peran negara yang besar dengan demikian

menjadi sentral sebagai inisiator industrialisasi. Temuan penulis menunjukan bahwa

daripada bermotif semata-mata ekonomis, untuk mempromosikan ekspor dan

membangun sektor industri ini sebagai garda depan industri, tujuan pengembangan

sektor otomotif lebih didasarkan pada faktor ekonomi politik. Begitu juga dengan

kondisi para Chaebol yang berpartisipasi dalam industri otomotif, meskipun negara

telah memberi kebebasan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam sektor industri,

namun negara masih memperoleh kontrol kuat melalui instrumen kebijakan yang

membatasi ruang gerak para Chaebol yang memungkinkan negara untuk

mendesakan arah kebijakan.

Kata Kunci; Chaebol; industrialisasi; industri otomotif; Korea Selatan; Peran Negara

Abstract

This Final Paper discusses the role of the state in emboldening the chaebol in

bolstering industrial development which takes automobile industry in South Korea as

case study. This research employs qualitative method and analyses the role of the

state in encouraging the Chaebol to participate in automobile industry en masse. As

generally prevailed in fledgling NIC's, South Korean conglomerates still lack both

suffice capital and sophisticated technology. All in all, in such deplorable

circumstances to economic growth the role of the state was pivotal as pioneer of

industrialization. The finding of this research shows that the reason of the state to

burgeon automobile industry was not solely on economic reason, that is to promote

export and build this sector as spearhead in industrialization, as a matter of fact it

was driven sheerly by political economic logic. So too the Chaebol which

participated in automobile industry which was given freedom to participate in

industrial sectors yet the state still harnessed them by means of policy instrument that

made possible for the state ro exert pressure on policy direction.

Keywords: automobile industry; Chaebol; industrialization; role of the state; South

Korea

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 2: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

2

Universitas Indonesia

Latar belakang

Korea Selatan adalah salah satu model dari negara industri baru yang akan

menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Dalam waktu yang relatif singkat Korea

Selatan dapat menyusul perekonomian negara-negara berkembang lain seperti yang

terdapat di kawasan Amerika Latin. Penting untuk digarasibawahi sebelumnya

bahwa pada periode pascaperang 1955-1959 Korea Selatan tergolong dalam negara

yang belum berkembang dengan rata-rata tingkat pertumbuhan PDB sebesar 3,92%

pertahun dan melonjak secara signifikan periode 1960-1969 dengan mencatat tingkat

pertumbuhan sebesar 7,34% pertahun.1

Awal dekade 1972 telah menjadi peletak dasar baru bagi pendalaman

industrialisasi di Korea Selatan. Sebagai langkah ke depan dalam industri, Park

Chung Hee menggulirkan sebuah perencanaan industri kimia berat dan kimia atau

yang kerap disebut sebagai HCI (Heavy dan Chemical Industries). Salah satu sektor

industri yang menjadi titik perhatian utama dari rezim pembangunan Park Chung

Hee sejak awal adalah pengembangan industri otomotif, bersama dengan industri

berat lainnya seperti industri kimia, industri pertahanan dan industri perkapalan.

Selain sebagai garda depan komoditas ekspor, pengembangan industri otomotif juga

ditujukan untuk membuat sebuah proyeksi mobil nasional. Pembuatan mobil

nasional tentu saja berbasiskan bukan pada sistem SKD (semi knock down)

melainkan produksi mobil sendiri beserta komponennya. Melalui HCI intensifikasi

industri otomotif semakin memperoleh tempat dalam perencanaan pembangunan.

Begitu juga dengan pihak pengusaha besar yang cukup siap dengan menarik pihak-

pihak korporat asing untuk terlibat dalam joint venture demi mengembangkan

korporasinya di sektor industri otomotif. 2

1 Dipendra Sinha, Patents, Innovations and Economic Growth in Japan and South Korea: Evidence

from Individual Country and Panel Data. MPRA Paper No. 2547, posted 07. November 2007 / 02:33

diakses melalui http://mpra.ub.uni-muenchen.de/2547/ pada 02 Februari 2013 pukul 22:31 2 Penting untuk diingat bahwa pola pebisnis di Asia Timur memiliki pola diversifikasi ke sektor yang

tidak berkaitan. lebih jauh mengenai strategi diversifikasi korporasi dalam konteks kelembagaan

tertentu dapat melihat pada tulisan Kock, C. and Guillen, M., 2001. ‘Strategy and structure in

developing countries: Business Groups as an Evolutionary Response to Opportunities for Unrelated

Diversification’. Industrial and Corporate Change, 10(1): Hlm. 77–113 atau sebagai contoh kasus

dapat mengacu pada Marleen Dieleman, The Ryhtm of Strategy: a Corporate Biography of the Salim

Group of Indonesia (Amsterdam : Amsterdam University Press, 2007)

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 3: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

3

Universitas Indonesia

Dalam memilih topik, tentu saja penulis memiliki preferensi tersendiri. Studi

ini dipilih didasarkan pada tiga alasan, Pertama, sebagai bentuk dukungan dalam

pembangunan industri berat dan kimia, negara secara selektif memerlukan sebuah

sektor ekonomi yang dinilai paling unggul untuk memimpin garda depan

pembangunan industrial, yaitu industri otomotif. Pilihan ini memuat konsekuensi

ekonomis sekaligus politis. Alasan kedua terletak pada komposisi para Chaebol yang

terlibat dalam sektor industri otomotif. Alasan ketiga, berbeda dari berbagai literatur

yang membahas mengenai kedekatan antara para Chaebol dengan negara pada

umumnya yang melihat bahwa negara menjadi seorang patron yang melindungi

seluruh kepentingan Chaebol, dalam studi kasus Korea Selatan negara hanya

membutuhkan Chaebol unggulan, mereka yang gagal di bawah payung kebijakan

tidak memperoleh perhatian negara.

Berdasarkan latar belakang ini, studi ini akan mencoba menganalisis peran

negara dalam pembangunan industri dan membahas mengenai relasi yang terjadi

antara negara dengan Chaebol dalam industrialisasi di bawah rezim pembangunan

Park Chung Hee. Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk menjawab

pertanyaan utama, yaitu; 'Bagaimana peran negara dalam mendorong tumbuhnya

para Chaebol yang menjadi lokomotif industri otomotif di Korea Selatan di bawah

Park Chung Hee (1962-1979)?

Jika dilihat dari aspek konteks dan rentang waktu, lingkup penelitian dalam

tulisan ini akan dibatasi pada dekade sejak awal Park Chung Hee berdiri hingga

tumbangnya rezim Park sebagai dampak dari pembunuhan dirinya pada tahun 1979.

Perhatian utama akan diberikan pada peran negara dalam mendorong chaebol dalam

industri otomotif dibawah payung kebijakan HCI pada awal dekade 1970 hingga

akhir dekade yang sama dan perhatian yang minor akan diberikan pada awal

pertumbuhan industri otomotif di awal dekade 1960.

Sebagai asumsi awal, penulis melihat bahwa telah terjadi sebuah subordinasi

para Chaebol oleh negara. Argumen ini memperoleh dasarnya dari otonomi yang

besar yang dimiliki oleh negara. Sebagai inisiator pembangunan, negara memperoleh

posisi yang strategis dalam menentukan pilihan-pilihan kebijakan, hal ini semakin

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 4: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

4

Universitas Indonesia

diperkuat dengan bukti bahwa korporasi yang bergelut di bidang otomotif saat itu

belum menguasai secara penuh, dalam artian secara modal, teknologi dan

pengetahuan spesifik mengenai sektor yang digelutinya. Namun demikian, patut

untuk dicatat bahwa kuatnya tekanan negara terhadap pebisnis sama sekali tidak

menjamin keberhasilan kebijakan industri yang diinginkan selain itu juga hubungan

yang berlangsung antara keduanya tidaklah satu arah sebagaimana yang diasumsikan

oleh para pendukung developmental states , melainkan dua-arah, dimana sisi yang

satu saling melengkapi yang lain membentuk sebuah simbiosis

Tinjauan Teoritis

Dekade 1980 telah membawa angin sejuk bagi pendekatan antara hubungan

negara dengan pembangunan ekonomi. Salah satu pendekatan yang dominan dalam

melihat fenomena tumbuh pesatnya negara industri baru (NIC) adalah pendekatan

developmental states. Developmental states melihat bahwa suksesnya pelaksanaan

kebijakan ekonomi di sebuah negara ditentukan dari seberapa besar peran negara

dalam mengintervensi pasar, serta mengimplentasikan kebijakan yang efektif,

fleksibel dan koheren.3 Peneliti yang paling tepat dalam meringkas ikhtisar dari

developmental states adalah Eun Mee Kim. Namun demikian, developmental states

kurang memberikan penjelasan mendalam mengenai interaksi antara pebisnis dan

negara. Dalam bukunya Kim melihat bahwa negara pembangunan Korea Selatan

memiliki tiga fungsi utama. Pertama, negara berperan sebagai perencana

pembangunan ekonomi. Negara menjadi penentu strategis dari arah prioritas

pembangunan industri. Kedua, negara berperan sebagai penyedia teknologi dan

modal dan ketiga, negara berperan memberikan asistensi terhadap kelompok bisnis.4

Tujuan ini dicapai melalui instrumen kebijakan, dalam konteks

developmental states yang memiliki sistem pemerintahan non demokratis dicapai

melalui kondisi politik yang koersif, namun di sisi lain mendukung secara finansial

kepada pihak swasta untuk terus tumbuh. Kondisi ini membawa kepada daya tawar

kedua kelompok. Konsekuensi logis dari negosiasi daya tawar antara dua pihak

3 Dong-Myeon Shin, Social and Economic Policies in South Korea: Ideas, Networks and Linkages.

(London : Routledge, 2003), Hlm. 52. 4 Eun Mee Kim, Big Business, Strong State Collusion and Conflict (New York : State University of

New York Press, 1997), Hlm. 32.

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 5: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

5

Universitas Indonesia

adalah respon dari kelompok pebisnis untuk melakukan aksi kolektif untuk terlibat

dalam sektor industri tertentu ataupun sebaliknya. Pola ini juga menyatakan secara

tidak langsung bahwa hubungan antara pebisnis dan negara bersifat relasional, saling

berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Hubungan pebisnis dan negara terdiri

dari hubungan reward dan punishment;5 mereka yang dalam proses industrialisasi

tampak kokoh, efisien dan patuh dengan manajemen yang baik lebih dipilih untuk

memperoleh kontrak proyek dan pinjaman, begitupula terjadi sebaliknya dengan

perusahaan yang kurang dikelola dengan baik dan dalam skala besar tidak

memperoleh tempat dalam prioritas industri.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode

kualitatif. Menurut Jane Ritchie salah satu klasifikasi dari penelitian kualitatif adalah

berusaha untuk menjelaskan realitas sosial yang terjadi, menjelaskan sebuah

permasalahan, menjelaskan unsur didalamnya dan bagaimana unsur di dalamnya

saling berkaitan satu sama lain. Klasifikasi yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah klasifikasi secara kontekstual, penelitian ini berusaha untuk memahami

konteks dan karakter dan pola dari realitas sosial yang terbentuk dari sebuah proses

sosial.6 Bagi Jane Ritchie dan Jane Lewis penelitian kontekstual meliputi; pemetaan

dimensi, elemen atau sebuah posisi dalam sebuah fenomena sosial, karakter atau

unsur dari fenomena yang diamati, memberikan pemaknaan terhadap realitas yang

terjadi dan mengidentifikasi dan menentukan tipologi.7

Penelitian ini menggunakan data-data yang dikumpulkan untuk membantu

menjawab mengenai bagaimana peran negara dalam mendorong Chaebol untuk

berpartisipasi dalam pembangunan industri otomotif. Penelitian ini mencoba untuk

memberikan pemahaman baru dari sebuah teori yang ada sebelumnya dengan

menekankan pada sektor industri sebagai fokus penelitian, dengan demikian tidak

memiliki maksud untuk menguji sebuah teori.

5 Tidak menutup kemungkinan juga bahwa selain melalui bentuk insentif kebijakan atau pinjaman

kredit, reward juga dapat berbentuk rent yang membawa konsekuensi pada aktivitas rent seeking. 6 Jane Ritchie and Jane Lewis, Qualitative Research Practice : a Guide for Social Science Students

and Researcher (London : Sage Publication, 2003), Hlm. 26. 7 Ibid Hlm. 27

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 6: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

6

Universitas Indonesia

Hasil Penelitian

Strategi Pemerintah Park dalam Mengembangkan Industri Otomotif

Langkah pertama yang dilakukan oleh Park untuk mengembangkan industri

otomotif adalah meniru model eks koloninya, yaitu Jepang dengan mengubah

hubungan antara supplier dan assembler dalam industri otomotif. Langkah yang

dilakukan adalah mendorong para supplier komponen untuk berafiliasi baik secara

horizontal maupun vertikal atau yang disebut sebagai kyeyolhwa dengan assembler,

tanpa afiliasi perbisnis komponen akan sulit menemukan pasar komponen karena

assembler bisa saja mencari komponen yang berasal dari luar negeri.

Strategi ini diambil berdasarkan kondisi supplier saat itu, supplier otomotif di

Korea bersifat independen sejak awal tanpa memiliki keterikatan dengan assembler

dalam proses produksi. Pada dekade 1970 perusahaan supplier berjumlah sebanyak

800 produsen, namun demikian hanya kurang dari sepuluh produsen yang memiliki

jumlah saham dalam perusahaan assembler. Ini menunjukkan bahwa tidak ada ikatan

yang kuat antara assembler dengan supplier. Disisi lain, hal lain yang perlu untuk

ditelisik adalah kurangnya modal dan terbatasnya kemampuan teknologi yang

dimiliki oleh assembler, selain kecilnya skala produksi otomotif dari assembler.

Dasar inilah yang membuat assembler tidak ingin mengadakan satu subcontract

dengan supplier. Untuk tujuan itulah negara sengaja melakukan pengintegrasian

antara assembler dan supplier. Selain itu juga pengintegrasian ini sengaja untuk

menciptakan koordinasi antara supplier-assembler, supplier tidak terikat pada satu

assembler melainkan menyuplai kepada banyak assembler yang sengaja untuk

menciptakan economies of scale.8 Strategi ini juga diambil untuk menyiasati pasar

domestik Korea Selatan yang masih kecil.

Pengintegrasian ini, menurut penulis, digunakan oleh Park untuk

menghindari impor terhadap komponen otomotif. Dengan demikian usaha ini

ditujukan, disisi lain, untuk melindungi perusahaan supplier dalam negeri. Sejalan

8 Istilah ini dapat disebut sebagai peningkatan efisiensi produksi sebagai hasil dari peningkatan jumlah

produksi. Sebagai hasil dari peningkatan produksi maka perusahaan akan menurunkan harga biaya

perunit. Selain itu economies of scale membuka peluang bagi pebisnis untuk beroperasi dalam

wilayah geografis yang lebih luas. Definisi ini diperoleh dari

http://www.investopedia.com/terms/e/economiesofscale.asp diakses pada 23 April 2013 pukul 09:33

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 7: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

7

Universitas Indonesia

dengan ini, tindakan lain yang dilakukan adalah membuat kompleks industri milik

Hyundai yang terletak di Ulsan. Pemilihan Ulsan sebagai pusat industri otomotif

didasarkan oleh dua faktor; secara geografis dipilih sebagai wilayah industrialisasi

karena letaknya yang berdekatan dengan Pohang, pusat aglomerasi industri baja yang

didalamnya juga terdapat industri baja pemerintah. Faktor lainnya adalah kedekatan

Ulsan dengan Pusan yang tergolong sebagai kota pelabuhan yang merupakan

gerbang utama perdagangan Korea Selatan dengan Jepang.

Pengaturan terhadap modal asing adalah salah satu strategi lain yang

digunakan Park untuk membatasi kekuasaan modal asing. Perlu untuk diketahui

bahwa sudah menjadi gejala umum bahwa perusahaan multinasional umumnya

menentukan sendiri lokasi industri dan skala produksi, model mobil yang diinginkan

dan terutama berorientasi maksimalisasi profit, terutama jika dilihat dari kepentingan

kantor pusat mereka, mereka menjadikan negara-negara lain sebagai kantor cabang

perakitan untuk memperoleh target penjualan secara global. Namun demikian, pada

periode itu datangnya perusahaan multinasional di Korea Selatan justru membawa

resiko yang besar karena ukuran pasar domestik yang kecil.

Namun, meskipun perusahaan multinasional menjadi pihak yang

diunggulkan, berbdaning dengan kondisi para produsen otomotif di tingkat domestik,

bukan berarti bahwa ambisi Park untuk membuat proyeksi mobil nasional menjadi

gagal, yang dimaksudkan sebagai mobil nasional adalah pembuatan komponen dan

bagian diproduksi secara lokal dan dengan menggunakan modal pengusaha

domestik. Diantara banyak produsen, hanya Hyundailah yang dapat dimasukan

dalam kategori mobil nasional karena kepatuhannya terhadap instruksi pemerintah.9

Pola di Korea Selatan agaknya cukup berbeda dengan pola-pola yang terjadi

di negara lain seperti Brazil, Jepang, dan Taiwan dalam mengembangkan industri

otomotif. Pola khusus yang ditemukan yang ditemukan adalah pemberian kredit

secara selektif dengan menunjuk perusahaan tertentu yang dinilai mampu untuk

mendorong sektor ekspor bukan memberikan bantuan secara khusus pada satu sektor

9 penting diberikan catatan bahwa dalam memproduksi mobil secara utuh dengan label "mobil

nasional" proses yang dilalui adalah adanya integrasi antara supplier barang-barang otomotif dan

perusahaan assembler atau perakitan.

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 8: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

8

Universitas Indonesia

industri sebagaimana yang akan dijelaskan dalam sub-bab selanjutnya. Produk mobil

dijual kurang dari setengah harga di pasar domestik atau dumping. Korea Selatan

melakukan politik dumping dengan mengizinkan para pengusaha untuk membuat

standar harga, harga domestik dan harga ekspor. Bagaimanapun juga, harga ekspor

jauh lebih murah dibandingkan dengan harga domestik yang dapat mencapai sepuluh

kali lipat harga domestik untuk menciptakan tingkat kompetitif.10

Masalah lain yang

muncul adalah, selain pasar domestik yang kecil, beban pajak yang sangat besar bagi

pengguna kendaraan yaitu pematokan pajak sebesar 300 persen dari bensin

kendaraan,11

pajak pembangunan jalan, dan 40 persen pajak terhadap pembelian

kendaraan mobil.12

Dengan demikian, semakin masuk akal jika pemerintah

cenderung memilih politik dumping dengan memaksimalisasi ekspor.

Pembangunan Industri otomotif, disisi lain juga terdiri dari tahapan-tahapan

tertentu. Dalam penjabaran di bawah dipaparkan mengenai tahapan-tahapan yang

dilalui oleh industri otomotif di Korea Selatan. Tahapan pertama karena minimnya

teknologi maka sistem semi knock down dimana sebagian dari komponen diimpor

dan kemudian dirakit dengan komponen lainnya. Tahapan Kedua adalah complete

knock down dimana seluruh komponen kendaraan mobil diimpor dan dirakit di satu

lokasi yang sama. Sementara itu fase terakhir adalah fase peningkatan konten lokal

atau produksi sendiri komponen-komponen oleh pengusaha domestik lalu kemudian

dirakit menjadi mobil dengan konten lokal atau 'mobil nasional'.

10

Dong-Ok Lee, Keunchul Lee, Jae-Jin Kim and Gill-Chin Lim, The Korean Automobile Industry:

Challenges and Strategies in the Global Market. Journal of International Marketing, Vol. 4, No. 4

(1996), Hlm. 89 11

patut diingat bahwa pajak yang besar dari minyak terutama disebabkan oleh adanya krisis minyak

dunia yang terjadi di pertengahan dekade 1970. 12

John Ashdown, South Korea: The Entrepreneurial State. Economic and Political Weekly, Vol. 14,

No. 11 (Mar. 17, 1979), pp. 587

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 9: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

9

Universitas Indonesia

Tabel 1 Tahapan Industri Otomotif di Korea Selatan

Tahap pertama, Semi-

Knock Down (1962-1967)

Tahap kedua, Complete

Knock Down (1968-1974)

Tahap ketiga, Produksi

masal dengan muatan

lokal (1975-1981)

Hanya ada dua pemain

dalam industri otomotif:

Kia dan Hyundai

Daewoo mulai masuk ke

dalam industri melalui

joint venture dengan

General Motors

Peningkatan secara

substansial dalam GNP

per kapita

Konten lokal yang masih

mendekati nol persen

Hyundai merakit Ford

Cortina dengan konten

lokal sebesar 21 persen

Konten lokal meningkat

mencapai 85%

Teknologi dan komponen

mobil diperoleh melalui

lisensi asing dan joint

venture

Kia mulai memproduksi

Brisa

Teknik produksi masal

mulai diperkenalkan

seperti teknik produksi

masal Toyota

Pembahasan

Hubungan Pebisnis Domestik dan Negara dalam Membangun Industri Mobil

Indigenous.

Dalam sub-bab ini ingin ditunjukkan bahwa dalam negara dengan pola

developmental states seperti Korea selatan, negara memang berperan penuh dalam

membangun industri, namun negara hanya memilih korporasi yang menjadi jawara

di sektor digelutinya. Dalam pembahasan ini, sebagai contoh kasus akan dibahas

mengenai bagaimana hubungan antara negara, Hyundai dan General Motors dalam

menciptakan proyek mobil nasional.

Hyundai, sebagai perusahaan raksasa terbesar dalam industri otomotif

awalnya memulai partisipasi dalam bisnis otomotif dengan mengandalkan pada CKD

melalui kerjasama berdasarkan lisensi teknolologi dan perakitan dengan Ford pada

tahun 1968 ketika Pemerintah Park menghilangkan monopoli produksi pada Sinjin

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 10: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

10

Universitas Indonesia

dengan mengeluarkan model Ford-Hyundai Cortina dengan muatan komponen lokal

sebesar 21%. Namun demikian hubungan ini tidak berlangsung lama. Sebagai

perusahaan multinasional Ford ingin menjadikan Korea Selatan sebagai cabang dari

perusahaan Ford di Korea Selatan. Merek Ford haruslah yang menjadi keutamaan,

alasan inilah yang membuat pihak Ford menuntut untuk memperoleh peran besar

dalam manajemen. Ketidaksepakatan membuat kontrak Hyundai dan Ford berhenti.

Disisi lain, perusahaan besar lainnya adalah Sinjin yang telah mencuri start

sebelumnya dengan bekerjasama dengan Toyota. Sebagaimana yang telah dijelaskan

di atas hubungan dengan Toyota tidak berlangsung lama. Kosongnya posisi mitra

membuat manajemen Sinjin harus memutar otak untuk mencari pengganti Toyota.

Bagaimanapun juga, atas saran Park Sinjin sepakat untuk mengundang General

Motors sebagai mitra dengan proporsi 3% royalti dari proporsi total penjualan, harus

membayar sebesar 750,000 $ untuk keterlibatan pihak General Motors dalam

manajemen per tahunnya. Pemilihan General Motors sebagai mitra bukan tanpa

pertimbangan secara politis, dipilihnya salah satu perusahaan Amerika diharapkan

dapat membawa perubahan terhadap sikap Amerika Serikat untuk memberikan

bantuan pertahanan di Korea Selatan.

Sebelumnya industri otomotif tidak pernah betul-betul dilirik sebagai ranah

potensial oleh negara. Namun demikian, dengan digulirkannya The Long Term Plan

for Promotion of Automobile Industry pada tahun 1973 oleh EPB dan Ministry of

Trade dan Industry telah menunjukkan sikap keseriusan negara untuk

mengembangkan industri otomotif. Dasar ini jugalah yang membuat negara

menunjuk empat korporasi terkemuka yang bergelut di bidang industri, Kia, Asia

Motors, General Motors Korea (kemudian berubah menjadi Daewoo) dan Hyundai.

Keempatnya ditekan oleh negara untuk segera meluncurkan rencana pembangunan

industri otomotif di bawah payung HCI. Ini, tentu saja bukanlah tugas mudah

mengingat konteks ekonomi politik dunia saat itu sedang mengalami resesi ekonomi

sebagai dampak dari oil boom.

Park dalam konteks ini memiliki instruksi yang cukup spesifik dengan

menyuruh korporasi dibawahnya untuk melakukan pergesaran fokus dalam industri

otomotif dari SKD menjadi CKD. Selain itu juga kriteria lain yang diberlakukan oleh

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 11: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

11

Universitas Indonesia

Park adalah menyuruh para assembler untuk memproduksi model asli atau produk

nasional Korea Selatan dengan konten lokal tidak kurang dari 95%, mobil kecil

berpenumpang dengan menggunakan mesin kapasitas 1500 cc dan harga dibawah

2000$.13

Melalui rencana ini juga, bila ada korporasi yang berhasil dalam

mengembangkan modelnya maka akan diberikan hak monopoli atas produksi

kendaraan bermotor dengan memproteksi mobil impor dan dengan membatasi

perusahaan otomotif lainnya dengan sebatas peran sebagai assembler.14

Dengan

demikian cukup adil untuk mengatakan bahwa instruksi ini telah meletakan dasar

legitimasi bagi negara dan Chaebol untuk mengembangkan model mobil indigenous.

Bagaimanapun juga, pertanyaan perlu dilayangkan pada Hyundai karena

kesigapannya dalam melaksanakan instruksi Presiden Park. Berdasarkan salah satu

sumber dari John Ravenhill, Hyundai telah mengajukan terlebih dahulu proposal

pembangunan industri model mobil nasional. Bagaimanapun juga ini menjadi salah

satu indikasi bahwa hubungan Hyundai dan negara begitu dekat sehingga usul

Hyundai dapat diinstruksikan sebagai kebijakan oleh negara. Kedekatan ini juga

yang membuat para Chaebol yang berhasil memperoleh perilaku khusus negara

merasa perlu untuk menyumbangkan 'donasi' kedalam yayasan ataupun program

kebijakan presiden seperti Saemaul Undong.15

Sebagaimana yang dapat dilihat dalam

tabel di bawah, Hyundai menjadi penyumbang donasi nomor satu dibandingkan

dengan Chaebol yang lain. Hyundai paling tidak telah menyumbangkan uang

sebanyak 9,9 milyar won hanya dalam periode pemerintahan Park. Disisi lain

General Motors menyumbangkan sebesar 5,15 selama Park berada di posisi

kekuasaan. Perlu untuk dipahami bahwa dengan menyajikan data dalam tabel bukan

berarti penulis menyimpulkan bahwa semakin besar donasi yang diberikan oleh

chaebol maka memberi pengaruh terhadap perlakuan spesial negara terhadap chaebol

13

Seung-Ho Kwon and Michael O'Donnell, The Chaebol and Labor in South Korea: the Development

of Management Strategy in Hyundai (New York : Routledge, 2001), Hlm. 59. 14

Ibid 15

David C. Kang, Crony Capitalism : Corruption and Development in South Korea and The

Phillipines (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), Hlm. 103.

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 12: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

12

Universitas Indonesia

Tabel 2 Kontribusi dan donasi finansial pebisnis untuk Presiden Park

Sumber David C. Kang, Crony Capitalism : Corruption dan Development in South Korea dan The

Phillipines (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), Hlm. 103.

Kembali ke pembahasan Hyundai, menyikapi proposal yang diajukan oleh

negara, Hyundai mencari partner luar negeri untuk mengembangkan model dari

Hyundai. Hyundai pada akhirnya melibatkan Mitsubishi sebagai partner joint

venture¸ perusahaan ini dipilih karena telah menjadi mitra sebelumnya dalam sektor

bisnis lain yaitu industri pembuatan kapal. Selain perusahaan Jepang, Hyundai juga

melibatkan sebanyak 25 perusahaan asing lain untuk menutupi kekurangan teknologi

seperti perusahaan asal Italia dipilih sebagai perancang desain mobil, Jerman, Inggris

dan Amerika Serikat untuk komponen lain seperti mesin.16

Pada akhirnya Hyundai

meluncurkan sebuah model Hyundai Pony.

Jika Hyundai menempuh strategi bisnis dengan mengandalkan pada orientasi

ekspor, sebagaimana yang diinstruksikan oleh negara dalam HCI, disisi lain, rival

utamanya General Motors Korea menekankan fokus pada pasar domestik.

Bagaimanapun juga, cukup unik jika melihat keberanian GMK untuk menaruh

16

Larissa Ritter, The Rise and Competitiveness of South Korean Automobile Manufacturers : a

Comparative Study with German Auto Producers. Dissertation at Auckland University of Technology

Hlm. 40 diakses melalui

http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/handle/10292/1025/RitterL2.pdf;jsessionid=E9F56721F66

1C07103E62F1BA4E6FDEB?sequence=4 pada 12 Maret 2013 pukul 09:34

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 13: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

13

Universitas Indonesia

kesempatan pada peluang di tingkat domestik yang masih kecil, namun akan menjadi

cukup aneh jika General Motors mengikuti strategi industrialisasi ekspor mengingat

posisi General Motors sebagai raksasa perusahaan otomotif dunia. Meskipun

demikian pilihan strategi yang diambil cukup masuk akal, tidak ada kepentingan bagi

perusahaan asing untuk melakukan ekspor dari sebuah negara ke pasar dunia, karena

pasar dunia telah dikelola oleh kantor pusat General Motors di Amerika Serikat,

dengan demikian yang perlu dilakukan adalah mensupplai terhadap kebutuhan pasar

domestik. Alasan ini jugalah yang membuat General Motors Korea selangkah di

bawah Hyundai.

Tabel 3 Share Pasar Domestik Mobil Berpenumpang

Year Hyundai (%) Daewoo (%)

1970 19.6 71.4

1972 30.1 45.2

1974 80.7 19.0

1976 57.0 14.9

1978 62.8 15.6

1980 68.6 31.4

Myung-Oc Wo, Export Promotion in the New Global Division of Labor: The Case of the South

Korean Automobile Industry. Sociological Perspectives, Vol. 36, No. 4 (Winter, 1993), pp. 335-357

Dalam tabel dapat dilihat bahwa sebelum tahun 1974, General Motors

(Daewoo) berhasil menguasai pasar domestik dalam posisi yang dominan meskipun

tren dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa domestic market share berada dalam

kondisi penurunan yang tajam. Posisi dominan market share General Motors

mengalami penurunan secara gradual terutama ketika Hyundai berhasil menggaet

Mitsubishi sebagai partner dan terutama sekali ketika Hyundai telah berhasil

membuat model mobil berpenumpang Hyundai Pony dengan kapasitas mesin 1500

cc dengan bodi mobil yang cukup ramping dengan muatan lokal sebesar 96%.

Berbdaning terbalik dengan Chevrolet 1700 cc yang memiliki bodi mobil sedikit

lebih besar yang diproduksi dengan nama lokal Carmina. Peningkatan dalam

penjualan dapat dilihat dalam tabel di bawah dalam grup HMC (Hyundai Motor

Company) terhitung sejak dikeluarkannya model Hyundai Pony (1974) penjualan

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 14: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

14

Universitas Indonesia

Hyundai meroket secara drastis hampir lima kali lipat dari 179 menjadi 930 pada

tahun 1977 dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1978.17

Pemerintah Park memang sengaja mendorong entry dan exit policy, yaitu

kebijakan yang memudahkan produsen manapun untuk memasuki ranah industri

dengan mudah dan mudah untuk keluar, yang memudahkan produsen otomotif untuk

mencapai economy of scale dengan cepat.18

Siapa produsen yang mampu mencapai

target, maka ialah yang akan ditunjuk oleh pemerintah Park untuk memperoleh

semakin banyak loans dan insentif.

Dalam kasus Hyundai kenyataan menunjukkan bahwa paling tidak

pemerintah sedikit berpihak terlihat dengan mudahnya Hyundai melesat sebagai

juara nasional, meskipun Hyundai juga menempuh cara yang juga tidak mudah. Ini

dapat dilihat dari alasan pemerintah untuk membangun Ulsan sebagai basis industri

Hyundai yang berdekatan dengan Pohang Steel & Iron Company milik pemerintah.

Dapat dikatakan bahwa pemerintah ingin mengintegrasikan salah satu perusahaan

milik negara dengan Hyundai dengan peran sebagai mitra penyuplai material baja.

Selain itu bantuan melalui pinjaman luar negeri selalu memperoleh persetujuan dari

MoF dan EPB, ini dapat ditunjukan dengan ketergantungan Hyundai dengan

pinjaman asing sebesar 70%. Pada tahun 1976 modal likuid yang diterima oleh

Hyundai mencapai 61,2 juta dollar AS melalui pinjaman dari Suez Bank (Perancis),

Barclays (Inggris) dan Mitsubishi Bank (Jepang) yang semuanya harus melalui

persetujuan negara.19

Menurut penulis, kemudahan Hyundai terletak pada kepercayaan pemerintah

terhadap Hyundai dalam melakukan bisnis. Hyundai, sebelum terjun di bidang

industri otomotif telah lama terjun dalam bisnis industri berat dan konstruksi. namun

demikian, sebagaimana yang penulis jelaskan di atas trust tidak mencukupi tanpa

adanya insentif lain yaitu aktivitas rente meskipun dalam skala kecil. Salah satu

alasan kuat dari kemudahan Hyundai dalam menerima approval dari pemerintah

17

Historical Development of Korean Capitalism: The Hyundai Business Group, 1940s-1990s . School

of Industrial Relation and Organisational Behaviour. Working Paper Series 115, 97. Hlm. 40 18

Tentu saja mereka yang keluar dari industri karena kalah dalam persaingan tidak memperoleh

perhatian negara. 19

Nae-Young Lee, op cit., Hlm. 313

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 15: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

15

Universitas Indonesia

adalah hubungan dekat Park dengan pemilik Hyundai. Sebagaimana yang ditulis oleh

David Kang, kecenderungan unik dalam sektor otomotif adalah kecenderungan EPB

untuk tidak mengawasi proposal proyek-proyek yang masuk yang diajukan oleh

chaebol yang sangat besar pengaruh ekonominya dan memiliki hubungan erat

dengan Park. Dengan demikian, perusahaan besar dapat langsung melakukan bypass

terhadap proyek-proyek . Disisi lain, perusahaan lain seperti General Motors dengan

Sinjin sebagai mitra domestik kurang memiliki pengaruh secara politik terutama

sekali karena masih barunya usia General Motors menjejakan kakinya dalam bisnis

otomotif di Korea Selatan selain memang tidak ada keterikatan antara General

Motors Korea dengan para supplier domestik yang mungkin mampu membawa

posisi tawar lebih.

Bagaimanapun juga, berlakunya gejala kartelisasi di Korea Selatan bukan

berarti tidak menunjukan indikasi bahwa terdapat kompetisi yang ketat antar

pengusaha. Promosi ekspor adalah tujuan utama dari pengembangan industri

otomotif. Menurut Yasheng Huang promosi ekspor dan akselerasi untuk mencapai

EOS memiliki keterkaitan dalam dua cara; Pertama pemerintah Korea Selatan

sengaja mengikuti contoh Jepang untuk mencegah terjadinya kompetisi berlebihan

diantara produsen dan mempromosikan kartelisasi ekspor untuk memposisikan

perusahaan Korea di tingkat internasional. Disisi lain, promosi ekspor juga

dibutuhkan untuk mempercepat terjadinya economic of scale. Selain itu

sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa pasar domestik Korea terlalu kecil

maka dibutuhkan ekspor untuk meningkatkan kualitas produk. Bagi Hsen melalui

ekspor dapat diperoleh kriteria objektif untuk mengukur performa perusahaan yang

berdasarkan prestasi ekonomi dibandingkan dengan alokasi politik saja.20

Kedua, di sisi lain, kontestasi antar perusahaan dibutuhkan oleh pemerintah

untuk mendorong ekspor. Perusahaan mana yang mampu mengekspor lebih banyak

dan memproduksi lebih banyak, maka semakin memperoleh posisi untuk

memperoleh perlakuan spesial melalui pemberian pinjaman oleh negara. Pola

hubungan yang terjadi juga berubah, meskipun negara pada tahun 1973

20

Yasheng Huang, Between Two Coordination Failures: Automotive Industrial Policy in China with a

Comparison to Korea. Review of International Political Economy, Vol. 9, No. 3 (Aug., 2002) Hlm.

557

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 16: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

16

Universitas Indonesia

menggulirkan konstitusi Yushin Constituion sebagai bentuk legitimasi negara untuk

menuntut kepatuhan kekuatan sosial yang ada di bawah negara, termasuk kekuatan

dari pebisnis. Sebagaimana yang bisa diamati bahwa sebelum dekade 1970

pemerintah cenderung memiliki kekuatan untuk mendesak para Chaebol, meskipun

pasca dekade 1970 pun negara masih memiliki pengaruh, namun demikian hubungan

yang terjalin menjadi dari dominasi menuju pada partner yang saling berkooperasi.

Bukan berarti juga bahwa pengaruh negara sepenuhnya hilang, negara secara

sengaja maupun tidak telah berhasil menumbuhkan chaebol terbesar yang membuat

daya tawar chaebol terbesar semakin meningkat berhadapan dengan negara, di sisi

lain negara juga diberikan keuntungan dengan lompatan yang luar biasa yang

ditunjukan oleh chaebol. Namun demikian negara tetap memiliki posisi kunci karena

kemampuannya mengalokasikan policy loan yang menjadi sumber penghidupan

utama chaebol bagi ekspansi industrinya, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya

selain memang ada kelemahan inheren yang melekat pada chaebol yaitu debt equity

ratio yang mencapai 6:1 sebagai dampak dari kebiasaan umum para chaebol untuk

memperoleh pinjaman dalam jumlah besar.

Satu hal yang penting untuk diberikan perhatian besar disini adalah hubungan

antara pemerintah dan negara dalam industri otomotif Korea Selatan tidak

berlangsung satu arah; dimaksudkan bahwa negara terus menerus melakukan

tindakan yang diperlukan bagi kelompok bisnis untuk dapat berkembang demi

kemajuan pembangunan nasional. Bagaimanapun juga hal ini tidak sepenuhnya

benar, terutama bagi kalangan developmentalist yang terlalu menekankan bahwa

negara bersifat steril dari kepentingan aktor-aktor politik yang terlibat, dengan

demikian mengabaikan core dari ekonomi politik itu sendiri yaitu kecenderungan

aktor untuk melalukan akumulasi modal primitif, selain itu juga penaksiran

berlebihan mengenai peran birokrasi yang terinsulasi

KESIMPULAN

Bab kesimpulan ini akan menjabarkan temuan-temuan inti penulis dalam

penelitian ini. Pertama, dalam temuan penulis sektor industri otomotif tidaklah

menggambarkan hubungan yang sangat kooperatif harmonis sebagaimana yang

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 17: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

17

Universitas Indonesia

digambarkan oleh Johnson ataupun peran negara yang sangat dominan yang

digambarkan oleh Alice Amsden .

Ada beberapa temuan penting yang membantu mendukung penulis dalam

menjawab rumusan masalah mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol

dalam industri otomotif. Pertama, temuan penulis menunjukkan bahwa untuk

mendorong produktifitas di antara chaebol, negara sengaja menciptakan kondisi

kompetitif dalam memperoleh hak monopoli untuk menciptakan Chaebol unggulan,

yang salah satu indikatornya dapat diukur berdasarkan market share, jumlah ekspor

dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan prasyarat khusus yang

diciptakan oleh negara seperti kewajiban mereka untuk membuat kendaraan dengan

muatan lokal. Meskipun peran negara memang dominan, namun Chaebol pun

memiliki pengaruh terutama karena peran mereka sebagai penggerak roda

perekonomian. Hubungan keduanya tidak kaku atau bersifat satu arah sebagaimana

yang diasumsikan oleh Amsden, melainkan berlaku dua arah, di satu sisi pemerintah

atau khususnya elit tertinggi seperti Presiden Park memperoleh 'insentif' untuk dan di

sisi lain para pebisnis memperoleh perlakuan khusus melalui insentif kebijakan

pemerintah, dapat dikatakan bahwa sifat rente ini menggugurkan thesis

developmental states Chalmers Johnson.

Kedua, birokrasi yang disebut sebagai faktor pendorong akselerasi

pembangunan tidak sepenuhnya terjadi. Ini dapat dilihat dari kecenderungan EPB

sebagai salah satu lembaga yang berperan sebagai implementator dan pengawas

pembangunan tidak menjalankan fungsinya sebagai mestinya ketika melihat proposal

perusahaan-perusahaan otomotif raksasa dapat dengan mudah memperoleh

persetujuan dari EPB tanpa memperoleh pengawasan dalam hal kelayakan. Hal ini

cukup masuk akal mengingat segala keputusan tetap diambil oleh Park, bukan dari

elit EPB.

Ketiga, negara sengaja membuat kondisi dimana peran perusahaan

multinasional kurang memiliki peran besar dalam industrialisasi di Korea Selatan.

Analisis triple aliance Peter Evans misalnya, tidak tampak dalam kasus Korea

Selatan karena negara memiliki komitmen terhadap pembentukan industri nasional

yang termasuk juga industri mobil nasional, namun demikian di sisi lain, restriksi

terhadap kepemilikan modal asing juga dapat disebut sebagai salah satu alasan.

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 18: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

18

Universitas Indonesia

Sebagai tambahan, perusahaan multinasional juga cenderung enggan untuk

mematuhi instruksi pemerintah untuk melakukan integrasi dengan supplier lokal

yang membuat pengaruh politik perusahaan multinasional sangat kecil selain karena

singkatnya waktu perusahaan multinasional menanamkan modalnya di Korea Selatan

Dengan demikian, penulis ingin kembali menegaskan bahwa meskipun pada

awalnya negara hanya bersifat setengah hati dalam menumbuhkan industri otomotif,

yaitu untuk fundraising, namun secara umum di tahun selanjutnya peran negara

dalam industri otomotif di Korea Selatan semakin memperoleh posisi yang sentral.

Terutama disebabkan oleh posisi negara yang strategis dalam menentukan arah

pembangunan industri. Beranjak dari sini negara menciptakan iklim yang sesuai

untuk mendorong para chaebol untuk saling berkompetisi secara ketat satu sama lain,

dan di saat yang sama negara mendorong mereka melalui insentif finansial yang

sangat berguna bagi kemajuan industri. Pada saat yang hampir bersamaan, dengan

posisi perusahaan multinasional yang kurang kuat, karena proteksi dan kurangnya

strategi adaptasi yang baik di Korea Selatan, membuat keuntungan bagi dua sisi,

negara dan pemerintah, untuk membatasi ruang gerak perusahaan multinasional.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Dieleman, Marleen. The Ryhtm of Strategy: a Corporate Biography of the Salim

Group of Indonesia. Amsterdam : Amsterdam University Press, 2007.

Kang, David C. Crony Capitalism : Corruption dan Development in South Korea

and The Phillipines. Cambridge: Cambridge University Press, 2004.

Kim, Eun Mee. Big Business, Strong State Collusion dan Conflict. New York : State

University of New York Press, 1997.

Kwon, Seung-Ho dan Michael O'Donnell, The Chaebol dan Labor in South Korea:

the Development of Management Strategy in Hyundai. New York :

Routledge, 2001.

Ritchie, Jane dan Jane Lewis, Qualitative Research Practice : a Guide for Social

Science Students dan Researcher (eds). London : Sage Publication, 2003.

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013

Page 19: PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …

19

Universitas Indonesia

Sumber Jurnal :

Ashdown, John. South Korea: The Entrepreneurial State. Economic dan Political

Weekly, Vol. 14, No. 11 (Mar. 17, 1979), Hlm. 586-588

Huang, Yasheng. Between Two Coordination Failures: Automotive Industrial Policy

in China with a Comparison to Korea. Review of International Political

Economy, Vol. 9, No. 3 (Aug., 2002), Hlm. 538-573

Kock, C. dan Guillen, M., 2001. ‘Strategy dan structure in developing countries:

Business Groups as an Evolutionary Response to Opportunities for Unrelated

Diversification’. Industrial dan Corporate Change, 10(1): Hlm. 77–113

Lee, Dong-Ok , Keunchul Lee, Jae-Jin Kim dan Gill-Chin Lim, The Korean

Automobile Industry: Challenges dan Strategies in the Global Market.

Journal of International Marketing, Vol. 4, No. 4 (1996), Hlm. 85-96

NN. Historical Development of Korean Capitalism: The Hyundai Business Group,

1940s-1990s . School of Industrial Relation dan Organisational Behaviour.

Working Paper Series 115, 97. Hlm. 40

Sumber Internet :

http://www.investopedia.com/terms/e/economiesofscale.asp diakses pada 23 April

2013 pukul 09:33

Ritter, Larissa. The Rise dan Competitiveness of South Korean Automobile

Manufacturers : a Comparative Study with German Auto Producers.

Dissertation at Auckldan University of Technology Hlm. 40 diakses melalui

http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/hdanle/10292/1025/RitterL2.pdf;jsessionid=E9F5

6721F661C07103E62F1BA4E6FDEB?sequence=4 pada 12 Maret 2013 pukul 09:34

Sinha, Dipendra. Patents, Innovations dan Economic Growth in Japan dan South

Korea: Evidence from Individual Country dan Panel Data. MPRA Paper No.

2547, posted 07. November 2007 / 02:33 diakses melalui http://mpra.ub.uni-

muenchen.de/2547/ pada 02 Februari 2013 pada pukul 22:31

Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013