PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …
Transcript of PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM …
1 Universitas Indonesia
PERAN NEGARA DALAM MENDORONG CHAEBOL DALAM
PEMBANGUNAN INDUSTRI: STUDI KASUS INDUSTRI
OTOMOTIF KOREA SELATAN DI BAWAH PARK CHUNG
HEE (1962-1979)
Zikry Auliya Ghifary dan Donni Edwin
Program Sarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
Abstrak
Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol
dalam pembangunan industri dengan mengambil studi kasus industri otomotif di
Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif dan menganalisa
mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol untuk berpartisipasi dalam
industri otomotif. Sebagaimana yang umumnya berlaku di negara industri baru yang
belum tumbuh, para pebisnis besar di negara industri baru berada dalam kondisi
kurang secara modal dan teknologi, peran negara yang besar dengan demikian
menjadi sentral sebagai inisiator industrialisasi. Temuan penulis menunjukan bahwa
daripada bermotif semata-mata ekonomis, untuk mempromosikan ekspor dan
membangun sektor industri ini sebagai garda depan industri, tujuan pengembangan
sektor otomotif lebih didasarkan pada faktor ekonomi politik. Begitu juga dengan
kondisi para Chaebol yang berpartisipasi dalam industri otomotif, meskipun negara
telah memberi kebebasan kepada mereka untuk berpartisipasi dalam sektor industri,
namun negara masih memperoleh kontrol kuat melalui instrumen kebijakan yang
membatasi ruang gerak para Chaebol yang memungkinkan negara untuk
mendesakan arah kebijakan.
Kata Kunci; Chaebol; industrialisasi; industri otomotif; Korea Selatan; Peran Negara
Abstract
This Final Paper discusses the role of the state in emboldening the chaebol in
bolstering industrial development which takes automobile industry in South Korea as
case study. This research employs qualitative method and analyses the role of the
state in encouraging the Chaebol to participate in automobile industry en masse. As
generally prevailed in fledgling NIC's, South Korean conglomerates still lack both
suffice capital and sophisticated technology. All in all, in such deplorable
circumstances to economic growth the role of the state was pivotal as pioneer of
industrialization. The finding of this research shows that the reason of the state to
burgeon automobile industry was not solely on economic reason, that is to promote
export and build this sector as spearhead in industrialization, as a matter of fact it
was driven sheerly by political economic logic. So too the Chaebol which
participated in automobile industry which was given freedom to participate in
industrial sectors yet the state still harnessed them by means of policy instrument that
made possible for the state ro exert pressure on policy direction.
Keywords: automobile industry; Chaebol; industrialization; role of the state; South
Korea
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Latar belakang
Korea Selatan adalah salah satu model dari negara industri baru yang akan
menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Dalam waktu yang relatif singkat Korea
Selatan dapat menyusul perekonomian negara-negara berkembang lain seperti yang
terdapat di kawasan Amerika Latin. Penting untuk digarasibawahi sebelumnya
bahwa pada periode pascaperang 1955-1959 Korea Selatan tergolong dalam negara
yang belum berkembang dengan rata-rata tingkat pertumbuhan PDB sebesar 3,92%
pertahun dan melonjak secara signifikan periode 1960-1969 dengan mencatat tingkat
pertumbuhan sebesar 7,34% pertahun.1
Awal dekade 1972 telah menjadi peletak dasar baru bagi pendalaman
industrialisasi di Korea Selatan. Sebagai langkah ke depan dalam industri, Park
Chung Hee menggulirkan sebuah perencanaan industri kimia berat dan kimia atau
yang kerap disebut sebagai HCI (Heavy dan Chemical Industries). Salah satu sektor
industri yang menjadi titik perhatian utama dari rezim pembangunan Park Chung
Hee sejak awal adalah pengembangan industri otomotif, bersama dengan industri
berat lainnya seperti industri kimia, industri pertahanan dan industri perkapalan.
Selain sebagai garda depan komoditas ekspor, pengembangan industri otomotif juga
ditujukan untuk membuat sebuah proyeksi mobil nasional. Pembuatan mobil
nasional tentu saja berbasiskan bukan pada sistem SKD (semi knock down)
melainkan produksi mobil sendiri beserta komponennya. Melalui HCI intensifikasi
industri otomotif semakin memperoleh tempat dalam perencanaan pembangunan.
Begitu juga dengan pihak pengusaha besar yang cukup siap dengan menarik pihak-
pihak korporat asing untuk terlibat dalam joint venture demi mengembangkan
korporasinya di sektor industri otomotif. 2
1 Dipendra Sinha, Patents, Innovations and Economic Growth in Japan and South Korea: Evidence
from Individual Country and Panel Data. MPRA Paper No. 2547, posted 07. November 2007 / 02:33
diakses melalui http://mpra.ub.uni-muenchen.de/2547/ pada 02 Februari 2013 pukul 22:31 2 Penting untuk diingat bahwa pola pebisnis di Asia Timur memiliki pola diversifikasi ke sektor yang
tidak berkaitan. lebih jauh mengenai strategi diversifikasi korporasi dalam konteks kelembagaan
tertentu dapat melihat pada tulisan Kock, C. and Guillen, M., 2001. ‘Strategy and structure in
developing countries: Business Groups as an Evolutionary Response to Opportunities for Unrelated
Diversification’. Industrial and Corporate Change, 10(1): Hlm. 77–113 atau sebagai contoh kasus
dapat mengacu pada Marleen Dieleman, The Ryhtm of Strategy: a Corporate Biography of the Salim
Group of Indonesia (Amsterdam : Amsterdam University Press, 2007)
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Dalam memilih topik, tentu saja penulis memiliki preferensi tersendiri. Studi
ini dipilih didasarkan pada tiga alasan, Pertama, sebagai bentuk dukungan dalam
pembangunan industri berat dan kimia, negara secara selektif memerlukan sebuah
sektor ekonomi yang dinilai paling unggul untuk memimpin garda depan
pembangunan industrial, yaitu industri otomotif. Pilihan ini memuat konsekuensi
ekonomis sekaligus politis. Alasan kedua terletak pada komposisi para Chaebol yang
terlibat dalam sektor industri otomotif. Alasan ketiga, berbeda dari berbagai literatur
yang membahas mengenai kedekatan antara para Chaebol dengan negara pada
umumnya yang melihat bahwa negara menjadi seorang patron yang melindungi
seluruh kepentingan Chaebol, dalam studi kasus Korea Selatan negara hanya
membutuhkan Chaebol unggulan, mereka yang gagal di bawah payung kebijakan
tidak memperoleh perhatian negara.
Berdasarkan latar belakang ini, studi ini akan mencoba menganalisis peran
negara dalam pembangunan industri dan membahas mengenai relasi yang terjadi
antara negara dengan Chaebol dalam industrialisasi di bawah rezim pembangunan
Park Chung Hee. Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk menjawab
pertanyaan utama, yaitu; 'Bagaimana peran negara dalam mendorong tumbuhnya
para Chaebol yang menjadi lokomotif industri otomotif di Korea Selatan di bawah
Park Chung Hee (1962-1979)?
Jika dilihat dari aspek konteks dan rentang waktu, lingkup penelitian dalam
tulisan ini akan dibatasi pada dekade sejak awal Park Chung Hee berdiri hingga
tumbangnya rezim Park sebagai dampak dari pembunuhan dirinya pada tahun 1979.
Perhatian utama akan diberikan pada peran negara dalam mendorong chaebol dalam
industri otomotif dibawah payung kebijakan HCI pada awal dekade 1970 hingga
akhir dekade yang sama dan perhatian yang minor akan diberikan pada awal
pertumbuhan industri otomotif di awal dekade 1960.
Sebagai asumsi awal, penulis melihat bahwa telah terjadi sebuah subordinasi
para Chaebol oleh negara. Argumen ini memperoleh dasarnya dari otonomi yang
besar yang dimiliki oleh negara. Sebagai inisiator pembangunan, negara memperoleh
posisi yang strategis dalam menentukan pilihan-pilihan kebijakan, hal ini semakin
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
4
Universitas Indonesia
diperkuat dengan bukti bahwa korporasi yang bergelut di bidang otomotif saat itu
belum menguasai secara penuh, dalam artian secara modal, teknologi dan
pengetahuan spesifik mengenai sektor yang digelutinya. Namun demikian, patut
untuk dicatat bahwa kuatnya tekanan negara terhadap pebisnis sama sekali tidak
menjamin keberhasilan kebijakan industri yang diinginkan selain itu juga hubungan
yang berlangsung antara keduanya tidaklah satu arah sebagaimana yang diasumsikan
oleh para pendukung developmental states , melainkan dua-arah, dimana sisi yang
satu saling melengkapi yang lain membentuk sebuah simbiosis
Tinjauan Teoritis
Dekade 1980 telah membawa angin sejuk bagi pendekatan antara hubungan
negara dengan pembangunan ekonomi. Salah satu pendekatan yang dominan dalam
melihat fenomena tumbuh pesatnya negara industri baru (NIC) adalah pendekatan
developmental states. Developmental states melihat bahwa suksesnya pelaksanaan
kebijakan ekonomi di sebuah negara ditentukan dari seberapa besar peran negara
dalam mengintervensi pasar, serta mengimplentasikan kebijakan yang efektif,
fleksibel dan koheren.3 Peneliti yang paling tepat dalam meringkas ikhtisar dari
developmental states adalah Eun Mee Kim. Namun demikian, developmental states
kurang memberikan penjelasan mendalam mengenai interaksi antara pebisnis dan
negara. Dalam bukunya Kim melihat bahwa negara pembangunan Korea Selatan
memiliki tiga fungsi utama. Pertama, negara berperan sebagai perencana
pembangunan ekonomi. Negara menjadi penentu strategis dari arah prioritas
pembangunan industri. Kedua, negara berperan sebagai penyedia teknologi dan
modal dan ketiga, negara berperan memberikan asistensi terhadap kelompok bisnis.4
Tujuan ini dicapai melalui instrumen kebijakan, dalam konteks
developmental states yang memiliki sistem pemerintahan non demokratis dicapai
melalui kondisi politik yang koersif, namun di sisi lain mendukung secara finansial
kepada pihak swasta untuk terus tumbuh. Kondisi ini membawa kepada daya tawar
kedua kelompok. Konsekuensi logis dari negosiasi daya tawar antara dua pihak
3 Dong-Myeon Shin, Social and Economic Policies in South Korea: Ideas, Networks and Linkages.
(London : Routledge, 2003), Hlm. 52. 4 Eun Mee Kim, Big Business, Strong State Collusion and Conflict (New York : State University of
New York Press, 1997), Hlm. 32.
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
5
Universitas Indonesia
adalah respon dari kelompok pebisnis untuk melakukan aksi kolektif untuk terlibat
dalam sektor industri tertentu ataupun sebaliknya. Pola ini juga menyatakan secara
tidak langsung bahwa hubungan antara pebisnis dan negara bersifat relasional, saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Hubungan pebisnis dan negara terdiri
dari hubungan reward dan punishment;5 mereka yang dalam proses industrialisasi
tampak kokoh, efisien dan patuh dengan manajemen yang baik lebih dipilih untuk
memperoleh kontrak proyek dan pinjaman, begitupula terjadi sebaliknya dengan
perusahaan yang kurang dikelola dengan baik dan dalam skala besar tidak
memperoleh tempat dalam prioritas industri.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode
kualitatif. Menurut Jane Ritchie salah satu klasifikasi dari penelitian kualitatif adalah
berusaha untuk menjelaskan realitas sosial yang terjadi, menjelaskan sebuah
permasalahan, menjelaskan unsur didalamnya dan bagaimana unsur di dalamnya
saling berkaitan satu sama lain. Klasifikasi yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah klasifikasi secara kontekstual, penelitian ini berusaha untuk memahami
konteks dan karakter dan pola dari realitas sosial yang terbentuk dari sebuah proses
sosial.6 Bagi Jane Ritchie dan Jane Lewis penelitian kontekstual meliputi; pemetaan
dimensi, elemen atau sebuah posisi dalam sebuah fenomena sosial, karakter atau
unsur dari fenomena yang diamati, memberikan pemaknaan terhadap realitas yang
terjadi dan mengidentifikasi dan menentukan tipologi.7
Penelitian ini menggunakan data-data yang dikumpulkan untuk membantu
menjawab mengenai bagaimana peran negara dalam mendorong Chaebol untuk
berpartisipasi dalam pembangunan industri otomotif. Penelitian ini mencoba untuk
memberikan pemahaman baru dari sebuah teori yang ada sebelumnya dengan
menekankan pada sektor industri sebagai fokus penelitian, dengan demikian tidak
memiliki maksud untuk menguji sebuah teori.
5 Tidak menutup kemungkinan juga bahwa selain melalui bentuk insentif kebijakan atau pinjaman
kredit, reward juga dapat berbentuk rent yang membawa konsekuensi pada aktivitas rent seeking. 6 Jane Ritchie and Jane Lewis, Qualitative Research Practice : a Guide for Social Science Students
and Researcher (London : Sage Publication, 2003), Hlm. 26. 7 Ibid Hlm. 27
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Hasil Penelitian
Strategi Pemerintah Park dalam Mengembangkan Industri Otomotif
Langkah pertama yang dilakukan oleh Park untuk mengembangkan industri
otomotif adalah meniru model eks koloninya, yaitu Jepang dengan mengubah
hubungan antara supplier dan assembler dalam industri otomotif. Langkah yang
dilakukan adalah mendorong para supplier komponen untuk berafiliasi baik secara
horizontal maupun vertikal atau yang disebut sebagai kyeyolhwa dengan assembler,
tanpa afiliasi perbisnis komponen akan sulit menemukan pasar komponen karena
assembler bisa saja mencari komponen yang berasal dari luar negeri.
Strategi ini diambil berdasarkan kondisi supplier saat itu, supplier otomotif di
Korea bersifat independen sejak awal tanpa memiliki keterikatan dengan assembler
dalam proses produksi. Pada dekade 1970 perusahaan supplier berjumlah sebanyak
800 produsen, namun demikian hanya kurang dari sepuluh produsen yang memiliki
jumlah saham dalam perusahaan assembler. Ini menunjukkan bahwa tidak ada ikatan
yang kuat antara assembler dengan supplier. Disisi lain, hal lain yang perlu untuk
ditelisik adalah kurangnya modal dan terbatasnya kemampuan teknologi yang
dimiliki oleh assembler, selain kecilnya skala produksi otomotif dari assembler.
Dasar inilah yang membuat assembler tidak ingin mengadakan satu subcontract
dengan supplier. Untuk tujuan itulah negara sengaja melakukan pengintegrasian
antara assembler dan supplier. Selain itu juga pengintegrasian ini sengaja untuk
menciptakan koordinasi antara supplier-assembler, supplier tidak terikat pada satu
assembler melainkan menyuplai kepada banyak assembler yang sengaja untuk
menciptakan economies of scale.8 Strategi ini juga diambil untuk menyiasati pasar
domestik Korea Selatan yang masih kecil.
Pengintegrasian ini, menurut penulis, digunakan oleh Park untuk
menghindari impor terhadap komponen otomotif. Dengan demikian usaha ini
ditujukan, disisi lain, untuk melindungi perusahaan supplier dalam negeri. Sejalan
8 Istilah ini dapat disebut sebagai peningkatan efisiensi produksi sebagai hasil dari peningkatan jumlah
produksi. Sebagai hasil dari peningkatan produksi maka perusahaan akan menurunkan harga biaya
perunit. Selain itu economies of scale membuka peluang bagi pebisnis untuk beroperasi dalam
wilayah geografis yang lebih luas. Definisi ini diperoleh dari
http://www.investopedia.com/terms/e/economiesofscale.asp diakses pada 23 April 2013 pukul 09:33
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
7
Universitas Indonesia
dengan ini, tindakan lain yang dilakukan adalah membuat kompleks industri milik
Hyundai yang terletak di Ulsan. Pemilihan Ulsan sebagai pusat industri otomotif
didasarkan oleh dua faktor; secara geografis dipilih sebagai wilayah industrialisasi
karena letaknya yang berdekatan dengan Pohang, pusat aglomerasi industri baja yang
didalamnya juga terdapat industri baja pemerintah. Faktor lainnya adalah kedekatan
Ulsan dengan Pusan yang tergolong sebagai kota pelabuhan yang merupakan
gerbang utama perdagangan Korea Selatan dengan Jepang.
Pengaturan terhadap modal asing adalah salah satu strategi lain yang
digunakan Park untuk membatasi kekuasaan modal asing. Perlu untuk diketahui
bahwa sudah menjadi gejala umum bahwa perusahaan multinasional umumnya
menentukan sendiri lokasi industri dan skala produksi, model mobil yang diinginkan
dan terutama berorientasi maksimalisasi profit, terutama jika dilihat dari kepentingan
kantor pusat mereka, mereka menjadikan negara-negara lain sebagai kantor cabang
perakitan untuk memperoleh target penjualan secara global. Namun demikian, pada
periode itu datangnya perusahaan multinasional di Korea Selatan justru membawa
resiko yang besar karena ukuran pasar domestik yang kecil.
Namun, meskipun perusahaan multinasional menjadi pihak yang
diunggulkan, berbdaning dengan kondisi para produsen otomotif di tingkat domestik,
bukan berarti bahwa ambisi Park untuk membuat proyeksi mobil nasional menjadi
gagal, yang dimaksudkan sebagai mobil nasional adalah pembuatan komponen dan
bagian diproduksi secara lokal dan dengan menggunakan modal pengusaha
domestik. Diantara banyak produsen, hanya Hyundailah yang dapat dimasukan
dalam kategori mobil nasional karena kepatuhannya terhadap instruksi pemerintah.9
Pola di Korea Selatan agaknya cukup berbeda dengan pola-pola yang terjadi
di negara lain seperti Brazil, Jepang, dan Taiwan dalam mengembangkan industri
otomotif. Pola khusus yang ditemukan yang ditemukan adalah pemberian kredit
secara selektif dengan menunjuk perusahaan tertentu yang dinilai mampu untuk
mendorong sektor ekspor bukan memberikan bantuan secara khusus pada satu sektor
9 penting diberikan catatan bahwa dalam memproduksi mobil secara utuh dengan label "mobil
nasional" proses yang dilalui adalah adanya integrasi antara supplier barang-barang otomotif dan
perusahaan assembler atau perakitan.
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
8
Universitas Indonesia
industri sebagaimana yang akan dijelaskan dalam sub-bab selanjutnya. Produk mobil
dijual kurang dari setengah harga di pasar domestik atau dumping. Korea Selatan
melakukan politik dumping dengan mengizinkan para pengusaha untuk membuat
standar harga, harga domestik dan harga ekspor. Bagaimanapun juga, harga ekspor
jauh lebih murah dibandingkan dengan harga domestik yang dapat mencapai sepuluh
kali lipat harga domestik untuk menciptakan tingkat kompetitif.10
Masalah lain yang
muncul adalah, selain pasar domestik yang kecil, beban pajak yang sangat besar bagi
pengguna kendaraan yaitu pematokan pajak sebesar 300 persen dari bensin
kendaraan,11
pajak pembangunan jalan, dan 40 persen pajak terhadap pembelian
kendaraan mobil.12
Dengan demikian, semakin masuk akal jika pemerintah
cenderung memilih politik dumping dengan memaksimalisasi ekspor.
Pembangunan Industri otomotif, disisi lain juga terdiri dari tahapan-tahapan
tertentu. Dalam penjabaran di bawah dipaparkan mengenai tahapan-tahapan yang
dilalui oleh industri otomotif di Korea Selatan. Tahapan pertama karena minimnya
teknologi maka sistem semi knock down dimana sebagian dari komponen diimpor
dan kemudian dirakit dengan komponen lainnya. Tahapan Kedua adalah complete
knock down dimana seluruh komponen kendaraan mobil diimpor dan dirakit di satu
lokasi yang sama. Sementara itu fase terakhir adalah fase peningkatan konten lokal
atau produksi sendiri komponen-komponen oleh pengusaha domestik lalu kemudian
dirakit menjadi mobil dengan konten lokal atau 'mobil nasional'.
10
Dong-Ok Lee, Keunchul Lee, Jae-Jin Kim and Gill-Chin Lim, The Korean Automobile Industry:
Challenges and Strategies in the Global Market. Journal of International Marketing, Vol. 4, No. 4
(1996), Hlm. 89 11
patut diingat bahwa pajak yang besar dari minyak terutama disebabkan oleh adanya krisis minyak
dunia yang terjadi di pertengahan dekade 1970. 12
John Ashdown, South Korea: The Entrepreneurial State. Economic and Political Weekly, Vol. 14,
No. 11 (Mar. 17, 1979), pp. 587
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Tabel 1 Tahapan Industri Otomotif di Korea Selatan
Tahap pertama, Semi-
Knock Down (1962-1967)
Tahap kedua, Complete
Knock Down (1968-1974)
Tahap ketiga, Produksi
masal dengan muatan
lokal (1975-1981)
Hanya ada dua pemain
dalam industri otomotif:
Kia dan Hyundai
Daewoo mulai masuk ke
dalam industri melalui
joint venture dengan
General Motors
Peningkatan secara
substansial dalam GNP
per kapita
Konten lokal yang masih
mendekati nol persen
Hyundai merakit Ford
Cortina dengan konten
lokal sebesar 21 persen
Konten lokal meningkat
mencapai 85%
Teknologi dan komponen
mobil diperoleh melalui
lisensi asing dan joint
venture
Kia mulai memproduksi
Brisa
Teknik produksi masal
mulai diperkenalkan
seperti teknik produksi
masal Toyota
Pembahasan
Hubungan Pebisnis Domestik dan Negara dalam Membangun Industri Mobil
Indigenous.
Dalam sub-bab ini ingin ditunjukkan bahwa dalam negara dengan pola
developmental states seperti Korea selatan, negara memang berperan penuh dalam
membangun industri, namun negara hanya memilih korporasi yang menjadi jawara
di sektor digelutinya. Dalam pembahasan ini, sebagai contoh kasus akan dibahas
mengenai bagaimana hubungan antara negara, Hyundai dan General Motors dalam
menciptakan proyek mobil nasional.
Hyundai, sebagai perusahaan raksasa terbesar dalam industri otomotif
awalnya memulai partisipasi dalam bisnis otomotif dengan mengandalkan pada CKD
melalui kerjasama berdasarkan lisensi teknolologi dan perakitan dengan Ford pada
tahun 1968 ketika Pemerintah Park menghilangkan monopoli produksi pada Sinjin
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
10
Universitas Indonesia
dengan mengeluarkan model Ford-Hyundai Cortina dengan muatan komponen lokal
sebesar 21%. Namun demikian hubungan ini tidak berlangsung lama. Sebagai
perusahaan multinasional Ford ingin menjadikan Korea Selatan sebagai cabang dari
perusahaan Ford di Korea Selatan. Merek Ford haruslah yang menjadi keutamaan,
alasan inilah yang membuat pihak Ford menuntut untuk memperoleh peran besar
dalam manajemen. Ketidaksepakatan membuat kontrak Hyundai dan Ford berhenti.
Disisi lain, perusahaan besar lainnya adalah Sinjin yang telah mencuri start
sebelumnya dengan bekerjasama dengan Toyota. Sebagaimana yang telah dijelaskan
di atas hubungan dengan Toyota tidak berlangsung lama. Kosongnya posisi mitra
membuat manajemen Sinjin harus memutar otak untuk mencari pengganti Toyota.
Bagaimanapun juga, atas saran Park Sinjin sepakat untuk mengundang General
Motors sebagai mitra dengan proporsi 3% royalti dari proporsi total penjualan, harus
membayar sebesar 750,000 $ untuk keterlibatan pihak General Motors dalam
manajemen per tahunnya. Pemilihan General Motors sebagai mitra bukan tanpa
pertimbangan secara politis, dipilihnya salah satu perusahaan Amerika diharapkan
dapat membawa perubahan terhadap sikap Amerika Serikat untuk memberikan
bantuan pertahanan di Korea Selatan.
Sebelumnya industri otomotif tidak pernah betul-betul dilirik sebagai ranah
potensial oleh negara. Namun demikian, dengan digulirkannya The Long Term Plan
for Promotion of Automobile Industry pada tahun 1973 oleh EPB dan Ministry of
Trade dan Industry telah menunjukkan sikap keseriusan negara untuk
mengembangkan industri otomotif. Dasar ini jugalah yang membuat negara
menunjuk empat korporasi terkemuka yang bergelut di bidang industri, Kia, Asia
Motors, General Motors Korea (kemudian berubah menjadi Daewoo) dan Hyundai.
Keempatnya ditekan oleh negara untuk segera meluncurkan rencana pembangunan
industri otomotif di bawah payung HCI. Ini, tentu saja bukanlah tugas mudah
mengingat konteks ekonomi politik dunia saat itu sedang mengalami resesi ekonomi
sebagai dampak dari oil boom.
Park dalam konteks ini memiliki instruksi yang cukup spesifik dengan
menyuruh korporasi dibawahnya untuk melakukan pergesaran fokus dalam industri
otomotif dari SKD menjadi CKD. Selain itu juga kriteria lain yang diberlakukan oleh
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Park adalah menyuruh para assembler untuk memproduksi model asli atau produk
nasional Korea Selatan dengan konten lokal tidak kurang dari 95%, mobil kecil
berpenumpang dengan menggunakan mesin kapasitas 1500 cc dan harga dibawah
2000$.13
Melalui rencana ini juga, bila ada korporasi yang berhasil dalam
mengembangkan modelnya maka akan diberikan hak monopoli atas produksi
kendaraan bermotor dengan memproteksi mobil impor dan dengan membatasi
perusahaan otomotif lainnya dengan sebatas peran sebagai assembler.14
Dengan
demikian cukup adil untuk mengatakan bahwa instruksi ini telah meletakan dasar
legitimasi bagi negara dan Chaebol untuk mengembangkan model mobil indigenous.
Bagaimanapun juga, pertanyaan perlu dilayangkan pada Hyundai karena
kesigapannya dalam melaksanakan instruksi Presiden Park. Berdasarkan salah satu
sumber dari John Ravenhill, Hyundai telah mengajukan terlebih dahulu proposal
pembangunan industri model mobil nasional. Bagaimanapun juga ini menjadi salah
satu indikasi bahwa hubungan Hyundai dan negara begitu dekat sehingga usul
Hyundai dapat diinstruksikan sebagai kebijakan oleh negara. Kedekatan ini juga
yang membuat para Chaebol yang berhasil memperoleh perilaku khusus negara
merasa perlu untuk menyumbangkan 'donasi' kedalam yayasan ataupun program
kebijakan presiden seperti Saemaul Undong.15
Sebagaimana yang dapat dilihat dalam
tabel di bawah, Hyundai menjadi penyumbang donasi nomor satu dibandingkan
dengan Chaebol yang lain. Hyundai paling tidak telah menyumbangkan uang
sebanyak 9,9 milyar won hanya dalam periode pemerintahan Park. Disisi lain
General Motors menyumbangkan sebesar 5,15 selama Park berada di posisi
kekuasaan. Perlu untuk dipahami bahwa dengan menyajikan data dalam tabel bukan
berarti penulis menyimpulkan bahwa semakin besar donasi yang diberikan oleh
chaebol maka memberi pengaruh terhadap perlakuan spesial negara terhadap chaebol
13
Seung-Ho Kwon and Michael O'Donnell, The Chaebol and Labor in South Korea: the Development
of Management Strategy in Hyundai (New York : Routledge, 2001), Hlm. 59. 14
Ibid 15
David C. Kang, Crony Capitalism : Corruption and Development in South Korea and The
Phillipines (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), Hlm. 103.
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Tabel 2 Kontribusi dan donasi finansial pebisnis untuk Presiden Park
Sumber David C. Kang, Crony Capitalism : Corruption dan Development in South Korea dan The
Phillipines (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), Hlm. 103.
Kembali ke pembahasan Hyundai, menyikapi proposal yang diajukan oleh
negara, Hyundai mencari partner luar negeri untuk mengembangkan model dari
Hyundai. Hyundai pada akhirnya melibatkan Mitsubishi sebagai partner joint
venture¸ perusahaan ini dipilih karena telah menjadi mitra sebelumnya dalam sektor
bisnis lain yaitu industri pembuatan kapal. Selain perusahaan Jepang, Hyundai juga
melibatkan sebanyak 25 perusahaan asing lain untuk menutupi kekurangan teknologi
seperti perusahaan asal Italia dipilih sebagai perancang desain mobil, Jerman, Inggris
dan Amerika Serikat untuk komponen lain seperti mesin.16
Pada akhirnya Hyundai
meluncurkan sebuah model Hyundai Pony.
Jika Hyundai menempuh strategi bisnis dengan mengandalkan pada orientasi
ekspor, sebagaimana yang diinstruksikan oleh negara dalam HCI, disisi lain, rival
utamanya General Motors Korea menekankan fokus pada pasar domestik.
Bagaimanapun juga, cukup unik jika melihat keberanian GMK untuk menaruh
16
Larissa Ritter, The Rise and Competitiveness of South Korean Automobile Manufacturers : a
Comparative Study with German Auto Producers. Dissertation at Auckland University of Technology
Hlm. 40 diakses melalui
http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/handle/10292/1025/RitterL2.pdf;jsessionid=E9F56721F66
1C07103E62F1BA4E6FDEB?sequence=4 pada 12 Maret 2013 pukul 09:34
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
13
Universitas Indonesia
kesempatan pada peluang di tingkat domestik yang masih kecil, namun akan menjadi
cukup aneh jika General Motors mengikuti strategi industrialisasi ekspor mengingat
posisi General Motors sebagai raksasa perusahaan otomotif dunia. Meskipun
demikian pilihan strategi yang diambil cukup masuk akal, tidak ada kepentingan bagi
perusahaan asing untuk melakukan ekspor dari sebuah negara ke pasar dunia, karena
pasar dunia telah dikelola oleh kantor pusat General Motors di Amerika Serikat,
dengan demikian yang perlu dilakukan adalah mensupplai terhadap kebutuhan pasar
domestik. Alasan ini jugalah yang membuat General Motors Korea selangkah di
bawah Hyundai.
Tabel 3 Share Pasar Domestik Mobil Berpenumpang
Year Hyundai (%) Daewoo (%)
1970 19.6 71.4
1972 30.1 45.2
1974 80.7 19.0
1976 57.0 14.9
1978 62.8 15.6
1980 68.6 31.4
Myung-Oc Wo, Export Promotion in the New Global Division of Labor: The Case of the South
Korean Automobile Industry. Sociological Perspectives, Vol. 36, No. 4 (Winter, 1993), pp. 335-357
Dalam tabel dapat dilihat bahwa sebelum tahun 1974, General Motors
(Daewoo) berhasil menguasai pasar domestik dalam posisi yang dominan meskipun
tren dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa domestic market share berada dalam
kondisi penurunan yang tajam. Posisi dominan market share General Motors
mengalami penurunan secara gradual terutama ketika Hyundai berhasil menggaet
Mitsubishi sebagai partner dan terutama sekali ketika Hyundai telah berhasil
membuat model mobil berpenumpang Hyundai Pony dengan kapasitas mesin 1500
cc dengan bodi mobil yang cukup ramping dengan muatan lokal sebesar 96%.
Berbdaning terbalik dengan Chevrolet 1700 cc yang memiliki bodi mobil sedikit
lebih besar yang diproduksi dengan nama lokal Carmina. Peningkatan dalam
penjualan dapat dilihat dalam tabel di bawah dalam grup HMC (Hyundai Motor
Company) terhitung sejak dikeluarkannya model Hyundai Pony (1974) penjualan
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Hyundai meroket secara drastis hampir lima kali lipat dari 179 menjadi 930 pada
tahun 1977 dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 1978.17
Pemerintah Park memang sengaja mendorong entry dan exit policy, yaitu
kebijakan yang memudahkan produsen manapun untuk memasuki ranah industri
dengan mudah dan mudah untuk keluar, yang memudahkan produsen otomotif untuk
mencapai economy of scale dengan cepat.18
Siapa produsen yang mampu mencapai
target, maka ialah yang akan ditunjuk oleh pemerintah Park untuk memperoleh
semakin banyak loans dan insentif.
Dalam kasus Hyundai kenyataan menunjukkan bahwa paling tidak
pemerintah sedikit berpihak terlihat dengan mudahnya Hyundai melesat sebagai
juara nasional, meskipun Hyundai juga menempuh cara yang juga tidak mudah. Ini
dapat dilihat dari alasan pemerintah untuk membangun Ulsan sebagai basis industri
Hyundai yang berdekatan dengan Pohang Steel & Iron Company milik pemerintah.
Dapat dikatakan bahwa pemerintah ingin mengintegrasikan salah satu perusahaan
milik negara dengan Hyundai dengan peran sebagai mitra penyuplai material baja.
Selain itu bantuan melalui pinjaman luar negeri selalu memperoleh persetujuan dari
MoF dan EPB, ini dapat ditunjukan dengan ketergantungan Hyundai dengan
pinjaman asing sebesar 70%. Pada tahun 1976 modal likuid yang diterima oleh
Hyundai mencapai 61,2 juta dollar AS melalui pinjaman dari Suez Bank (Perancis),
Barclays (Inggris) dan Mitsubishi Bank (Jepang) yang semuanya harus melalui
persetujuan negara.19
Menurut penulis, kemudahan Hyundai terletak pada kepercayaan pemerintah
terhadap Hyundai dalam melakukan bisnis. Hyundai, sebelum terjun di bidang
industri otomotif telah lama terjun dalam bisnis industri berat dan konstruksi. namun
demikian, sebagaimana yang penulis jelaskan di atas trust tidak mencukupi tanpa
adanya insentif lain yaitu aktivitas rente meskipun dalam skala kecil. Salah satu
alasan kuat dari kemudahan Hyundai dalam menerima approval dari pemerintah
17
Historical Development of Korean Capitalism: The Hyundai Business Group, 1940s-1990s . School
of Industrial Relation and Organisational Behaviour. Working Paper Series 115, 97. Hlm. 40 18
Tentu saja mereka yang keluar dari industri karena kalah dalam persaingan tidak memperoleh
perhatian negara. 19
Nae-Young Lee, op cit., Hlm. 313
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
15
Universitas Indonesia
adalah hubungan dekat Park dengan pemilik Hyundai. Sebagaimana yang ditulis oleh
David Kang, kecenderungan unik dalam sektor otomotif adalah kecenderungan EPB
untuk tidak mengawasi proposal proyek-proyek yang masuk yang diajukan oleh
chaebol yang sangat besar pengaruh ekonominya dan memiliki hubungan erat
dengan Park. Dengan demikian, perusahaan besar dapat langsung melakukan bypass
terhadap proyek-proyek . Disisi lain, perusahaan lain seperti General Motors dengan
Sinjin sebagai mitra domestik kurang memiliki pengaruh secara politik terutama
sekali karena masih barunya usia General Motors menjejakan kakinya dalam bisnis
otomotif di Korea Selatan selain memang tidak ada keterikatan antara General
Motors Korea dengan para supplier domestik yang mungkin mampu membawa
posisi tawar lebih.
Bagaimanapun juga, berlakunya gejala kartelisasi di Korea Selatan bukan
berarti tidak menunjukan indikasi bahwa terdapat kompetisi yang ketat antar
pengusaha. Promosi ekspor adalah tujuan utama dari pengembangan industri
otomotif. Menurut Yasheng Huang promosi ekspor dan akselerasi untuk mencapai
EOS memiliki keterkaitan dalam dua cara; Pertama pemerintah Korea Selatan
sengaja mengikuti contoh Jepang untuk mencegah terjadinya kompetisi berlebihan
diantara produsen dan mempromosikan kartelisasi ekspor untuk memposisikan
perusahaan Korea di tingkat internasional. Disisi lain, promosi ekspor juga
dibutuhkan untuk mempercepat terjadinya economic of scale. Selain itu
sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa pasar domestik Korea terlalu kecil
maka dibutuhkan ekspor untuk meningkatkan kualitas produk. Bagi Hsen melalui
ekspor dapat diperoleh kriteria objektif untuk mengukur performa perusahaan yang
berdasarkan prestasi ekonomi dibandingkan dengan alokasi politik saja.20
Kedua, di sisi lain, kontestasi antar perusahaan dibutuhkan oleh pemerintah
untuk mendorong ekspor. Perusahaan mana yang mampu mengekspor lebih banyak
dan memproduksi lebih banyak, maka semakin memperoleh posisi untuk
memperoleh perlakuan spesial melalui pemberian pinjaman oleh negara. Pola
hubungan yang terjadi juga berubah, meskipun negara pada tahun 1973
20
Yasheng Huang, Between Two Coordination Failures: Automotive Industrial Policy in China with a
Comparison to Korea. Review of International Political Economy, Vol. 9, No. 3 (Aug., 2002) Hlm.
557
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
16
Universitas Indonesia
menggulirkan konstitusi Yushin Constituion sebagai bentuk legitimasi negara untuk
menuntut kepatuhan kekuatan sosial yang ada di bawah negara, termasuk kekuatan
dari pebisnis. Sebagaimana yang bisa diamati bahwa sebelum dekade 1970
pemerintah cenderung memiliki kekuatan untuk mendesak para Chaebol, meskipun
pasca dekade 1970 pun negara masih memiliki pengaruh, namun demikian hubungan
yang terjalin menjadi dari dominasi menuju pada partner yang saling berkooperasi.
Bukan berarti juga bahwa pengaruh negara sepenuhnya hilang, negara secara
sengaja maupun tidak telah berhasil menumbuhkan chaebol terbesar yang membuat
daya tawar chaebol terbesar semakin meningkat berhadapan dengan negara, di sisi
lain negara juga diberikan keuntungan dengan lompatan yang luar biasa yang
ditunjukan oleh chaebol. Namun demikian negara tetap memiliki posisi kunci karena
kemampuannya mengalokasikan policy loan yang menjadi sumber penghidupan
utama chaebol bagi ekspansi industrinya, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya
selain memang ada kelemahan inheren yang melekat pada chaebol yaitu debt equity
ratio yang mencapai 6:1 sebagai dampak dari kebiasaan umum para chaebol untuk
memperoleh pinjaman dalam jumlah besar.
Satu hal yang penting untuk diberikan perhatian besar disini adalah hubungan
antara pemerintah dan negara dalam industri otomotif Korea Selatan tidak
berlangsung satu arah; dimaksudkan bahwa negara terus menerus melakukan
tindakan yang diperlukan bagi kelompok bisnis untuk dapat berkembang demi
kemajuan pembangunan nasional. Bagaimanapun juga hal ini tidak sepenuhnya
benar, terutama bagi kalangan developmentalist yang terlalu menekankan bahwa
negara bersifat steril dari kepentingan aktor-aktor politik yang terlibat, dengan
demikian mengabaikan core dari ekonomi politik itu sendiri yaitu kecenderungan
aktor untuk melalukan akumulasi modal primitif, selain itu juga penaksiran
berlebihan mengenai peran birokrasi yang terinsulasi
KESIMPULAN
Bab kesimpulan ini akan menjabarkan temuan-temuan inti penulis dalam
penelitian ini. Pertama, dalam temuan penulis sektor industri otomotif tidaklah
menggambarkan hubungan yang sangat kooperatif harmonis sebagaimana yang
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
17
Universitas Indonesia
digambarkan oleh Johnson ataupun peran negara yang sangat dominan yang
digambarkan oleh Alice Amsden .
Ada beberapa temuan penting yang membantu mendukung penulis dalam
menjawab rumusan masalah mengenai peran negara dalam mendorong Chaebol
dalam industri otomotif. Pertama, temuan penulis menunjukkan bahwa untuk
mendorong produktifitas di antara chaebol, negara sengaja menciptakan kondisi
kompetitif dalam memperoleh hak monopoli untuk menciptakan Chaebol unggulan,
yang salah satu indikatornya dapat diukur berdasarkan market share, jumlah ekspor
dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri dengan prasyarat khusus yang
diciptakan oleh negara seperti kewajiban mereka untuk membuat kendaraan dengan
muatan lokal. Meskipun peran negara memang dominan, namun Chaebol pun
memiliki pengaruh terutama karena peran mereka sebagai penggerak roda
perekonomian. Hubungan keduanya tidak kaku atau bersifat satu arah sebagaimana
yang diasumsikan oleh Amsden, melainkan berlaku dua arah, di satu sisi pemerintah
atau khususnya elit tertinggi seperti Presiden Park memperoleh 'insentif' untuk dan di
sisi lain para pebisnis memperoleh perlakuan khusus melalui insentif kebijakan
pemerintah, dapat dikatakan bahwa sifat rente ini menggugurkan thesis
developmental states Chalmers Johnson.
Kedua, birokrasi yang disebut sebagai faktor pendorong akselerasi
pembangunan tidak sepenuhnya terjadi. Ini dapat dilihat dari kecenderungan EPB
sebagai salah satu lembaga yang berperan sebagai implementator dan pengawas
pembangunan tidak menjalankan fungsinya sebagai mestinya ketika melihat proposal
perusahaan-perusahaan otomotif raksasa dapat dengan mudah memperoleh
persetujuan dari EPB tanpa memperoleh pengawasan dalam hal kelayakan. Hal ini
cukup masuk akal mengingat segala keputusan tetap diambil oleh Park, bukan dari
elit EPB.
Ketiga, negara sengaja membuat kondisi dimana peran perusahaan
multinasional kurang memiliki peran besar dalam industrialisasi di Korea Selatan.
Analisis triple aliance Peter Evans misalnya, tidak tampak dalam kasus Korea
Selatan karena negara memiliki komitmen terhadap pembentukan industri nasional
yang termasuk juga industri mobil nasional, namun demikian di sisi lain, restriksi
terhadap kepemilikan modal asing juga dapat disebut sebagai salah satu alasan.
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Sebagai tambahan, perusahaan multinasional juga cenderung enggan untuk
mematuhi instruksi pemerintah untuk melakukan integrasi dengan supplier lokal
yang membuat pengaruh politik perusahaan multinasional sangat kecil selain karena
singkatnya waktu perusahaan multinasional menanamkan modalnya di Korea Selatan
Dengan demikian, penulis ingin kembali menegaskan bahwa meskipun pada
awalnya negara hanya bersifat setengah hati dalam menumbuhkan industri otomotif,
yaitu untuk fundraising, namun secara umum di tahun selanjutnya peran negara
dalam industri otomotif di Korea Selatan semakin memperoleh posisi yang sentral.
Terutama disebabkan oleh posisi negara yang strategis dalam menentukan arah
pembangunan industri. Beranjak dari sini negara menciptakan iklim yang sesuai
untuk mendorong para chaebol untuk saling berkompetisi secara ketat satu sama lain,
dan di saat yang sama negara mendorong mereka melalui insentif finansial yang
sangat berguna bagi kemajuan industri. Pada saat yang hampir bersamaan, dengan
posisi perusahaan multinasional yang kurang kuat, karena proteksi dan kurangnya
strategi adaptasi yang baik di Korea Selatan, membuat keuntungan bagi dua sisi,
negara dan pemerintah, untuk membatasi ruang gerak perusahaan multinasional.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Dieleman, Marleen. The Ryhtm of Strategy: a Corporate Biography of the Salim
Group of Indonesia. Amsterdam : Amsterdam University Press, 2007.
Kang, David C. Crony Capitalism : Corruption dan Development in South Korea
and The Phillipines. Cambridge: Cambridge University Press, 2004.
Kim, Eun Mee. Big Business, Strong State Collusion dan Conflict. New York : State
University of New York Press, 1997.
Kwon, Seung-Ho dan Michael O'Donnell, The Chaebol dan Labor in South Korea:
the Development of Management Strategy in Hyundai. New York :
Routledge, 2001.
Ritchie, Jane dan Jane Lewis, Qualitative Research Practice : a Guide for Social
Science Students dan Researcher (eds). London : Sage Publication, 2003.
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Sumber Jurnal :
Ashdown, John. South Korea: The Entrepreneurial State. Economic dan Political
Weekly, Vol. 14, No. 11 (Mar. 17, 1979), Hlm. 586-588
Huang, Yasheng. Between Two Coordination Failures: Automotive Industrial Policy
in China with a Comparison to Korea. Review of International Political
Economy, Vol. 9, No. 3 (Aug., 2002), Hlm. 538-573
Kock, C. dan Guillen, M., 2001. ‘Strategy dan structure in developing countries:
Business Groups as an Evolutionary Response to Opportunities for Unrelated
Diversification’. Industrial dan Corporate Change, 10(1): Hlm. 77–113
Lee, Dong-Ok , Keunchul Lee, Jae-Jin Kim dan Gill-Chin Lim, The Korean
Automobile Industry: Challenges dan Strategies in the Global Market.
Journal of International Marketing, Vol. 4, No. 4 (1996), Hlm. 85-96
NN. Historical Development of Korean Capitalism: The Hyundai Business Group,
1940s-1990s . School of Industrial Relation dan Organisational Behaviour.
Working Paper Series 115, 97. Hlm. 40
Sumber Internet :
http://www.investopedia.com/terms/e/economiesofscale.asp diakses pada 23 April
2013 pukul 09:33
Ritter, Larissa. The Rise dan Competitiveness of South Korean Automobile
Manufacturers : a Comparative Study with German Auto Producers.
Dissertation at Auckldan University of Technology Hlm. 40 diakses melalui
http://aut.researchgateway.ac.nz/bitstream/hdanle/10292/1025/RitterL2.pdf;jsessionid=E9F5
6721F661C07103E62F1BA4E6FDEB?sequence=4 pada 12 Maret 2013 pukul 09:34
Sinha, Dipendra. Patents, Innovations dan Economic Growth in Japan dan South
Korea: Evidence from Individual Country dan Panel Data. MPRA Paper No.
2547, posted 07. November 2007 / 02:33 diakses melalui http://mpra.ub.uni-
muenchen.de/2547/ pada 02 Februari 2013 pada pukul 22:31
Peran negara..., Zikry Auliya Ghifary, FISIP UI, 2013