PERAN DUKUNGAN SEBAYA TERHADAP MUTU HIDUP …lemlit.uhamka.ac.id/files/odha-kwalitatif.pdf · Belum...
Transcript of PERAN DUKUNGAN SEBAYA TERHADAP MUTU HIDUP …lemlit.uhamka.ac.id/files/odha-kwalitatif.pdf · Belum...
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 1
PERAN DUKUNGAN SEBAYA TERHADAP MUTU HIDUP
ODHA DI INDONESIA TAHUN 2011 (Studi Kualitatif di 10 Propinsi)
Sarah Handayani, SKM, M.Kes, Dosen FIKES UHAMKA, Email: [email protected]
A. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV yang berkembang
paling cepat (UNAIDS,2008). Sampai dengan Desember 2010 secara kumulatif
Kementerian Kesehatan (Kemkes RI, 2011) melaporkan ada 24.131 jumlah kasus AIDS
dari 300 kabupaten/kota dan 32 propinsi yang melapor. Tingkat kumulatif rasio kasus
AIDS Nasional sampai dengan Desember 2010 adalah 10,46 per 100.000 penduduk (BPS,
2009). Hingga akhir tahun 2009 diperkirakan di Indonesia terdapat 186.257 orang yang
berusia antara 15--49 tahun yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) dan tersebar di seluruh
33 propinsi. Berdasarkan pemodelan pada tahun 2014 diperkirakan ODHA akan mencapai
hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS, yaitu menjadi 541.700
orang (Kemenkes RI, 2008).
Peningkatan mutu hidup ODHA merupakan salah satu tujuan dari Strategi Rencana
Aksi Nasional (SRAN) Penanggulangan AIDS 2010-2014 (Komisi Penanggulangan
HIV/AIDS,2010). Upaya peningkatan mutu hidup ODHA di Indonesia sudah dilakukan
oleh berbagai pihak, namun masih terpisah-pisah dan sangat tergantung pada kondisi
daerah.
Dukungan sebaya adalah dukungan mental yang diberikan oleh ODHA atau
OHIDHA kepada ODHA lainnya, terutama ODHA yang baru mengetahui status HIV. Di
Indonesia, dukungan sebaya terbanyak dikoordinasi oleh Yayasan Spiritia dengan cara
mengelola kelompok dukungan yang bekerja di tingkat nasional, propinsi, dan
kabupaten/kota. Sistem kelompok dukungan sebaya ini mencakup pelaksanaan
penjangkauan, pendataan, dan pendampingan ODHA. Dengan mekanisme pengembangan
yang terus menerus melalui sistem Kelompok Penggagas (KP) dari Kelompok Dukungan
Sebaya (KDS) sejak tahun 1996 hingga Juni 2011 telah lebih dari 22 ribu ODHA
mendapatkan dukungan dalam menjalani kehidupannya. Oleh sebab itu program ini
memiliki potensi besar untuk mewujudkan Total Coverage bagi ODHA – akses universal
bagi ODHA pada akhir tahun 2014. Melalui mekanisme KDS ini program mitigasi sosial
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 2
juga dapat dilakukan bagi ODHA/ OHIDHA dewasa maupun anak yang terdampak HIV
dan AIDS.
Belum ada penelitian HIV/AIDS yang berkaitan dengan peran dukungan sebaya
terhadap peningkatan mutu hidup ODHA dan mitigasi sosial di Indonesia. Oleh sebab itu,
temuan ini akan sangat bermakna sebagai informasi strategis pengembangan kebijakan dan
program untuk peningkatan mutu hidup ODHA sebagaimana yang ditetapkan dalam salah
satu tujuan dari penanggulangan AIDS Nasional.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sebaya (DS) dalam
upaya meningkatkan mutu hidup ODHA dan mitigasi sosial di Indonesia. Secara khusus
penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang mutu hidup ODHA. Pertanyaan
penelitian yang akan dijawab dalam proyek penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana peran dukungan sebaya dalam meningkatkan mutu hidup Odha
2. Bagaimana peran dukungan sebaya dalam pengurangan stigma dan diskriminasi pada
ODHA dan OHIDHA
C. Metode penelitian
Metode penelitian dilakukan secara kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara wawancara mendalam dilakukan pada informan utama dan informan pendukung.
Informan utama yaitu ODHA yang mendapatkan dukungan dari dukungan sebaya dan
ODHA yang tidak mendapatkan dukungan sebaya. Informan pendukung yaitu koordinator
KDS, koordinator KP, staf KPAP, staf KPAK, staf Dinas Kesehatan Propinsi, dan
OHIDHA. Jumlah informan 59 orang (36 yang mendapat dukungan dan 23 yang tidak
mendapatkan dukungan). Informan pendukung ada 66 orang terdiri dari 7 OHIDHA, 10
koordinator KP, 20 koordinator KDS, 10 staf KPAP dan 10 staf KPAK, serta 7 staf Dinas
Kesehatan. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam. Wawancara
juga dilakukan di 10 propinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur,
Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, NTB, NTT, dan Papua.
Pengolahan data kualitatif meliputi tahapan transkrip rekaman wawancara,
pemilahan data, pengkodean data dan informan. Sedangkan jenis analisis data yang
digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah analisis isi (content analysis)
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 3
D. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian ini menggambarkan mutu hidup ODHA, peran dukungan sebaya
terhadap mutu hidup ODHA dan mitigasi sosial, dan keberlanjutan peran dukungan sebaya
dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
a. Peran Dukungan Sebaya Terhadap Mutu Hidup ODHA Dan Mitigasi Sosial
Dukungan sebaya terbagi 2 yaitu Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan
Kelompok Penggagas (KP). Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) adalah suatu kelompok
yang terdiri dari dua atau lebih orang yang terinfeksi atau terpengaruh langsung oleh HIV
berkumpul dan saling mendukung. Anggota KDS adalah orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) dan orang yang hidup dengan ODHA (OHIDHA). Sedangkan Kelompok
Penggagas adalah kelompok atau wadah pengambil dan pelaksana inisiatif atau gagasan
untuk mencapai mutu hidup ODHA dan OHIDHA yang lebih baik dengan melayani
pembentukan, penguatan, dan pengembangan KDS dengan prinsip kesetaraan, dukungan
sebaya keberadaan KP di tingkat propinsi dan KDS di tingkat kabupaten atau kota.
KP melakukan kunjungan rumah dan rumah sakit serta mendekati kelompok yang
berisiko. KDS melakukan kunjungan ke rumah, rumah sakit, mendatangi teman-teman
yang berisiko untuk VCT. Di samping itu kegiatan pendataan juga dilakukan. Pendataan
yang dilakukan oleh KDS dilaporkan ke KP, kemudian dilanjutkan ke sistem dukungan
sebaya di tingkat nasional. Kegiatan penjangkauan adalah salah satu bagian dari uraian
pekerjaan yang dilakukan oleh KP. Pembuatan database kelompok beresiko serta membuat
laporan kuantitatif dan narasi adalah bagian dari pekerjaan rutin yang dilakukan oleh KP
dan KDS.
Secara kualitatif penelitian ini juga memperkuat pentingnya dukungan sebaya
untuk mengubah kepercayaan diri ODHA. Ketika baru mengetahui status HIV-nya,
intensitas emosi ODHA sangat tinggi. Mereka kecewa, marah, frustasi, ingin bunuh diri,
merasa putus asa, stress dan down. Dukungan sebaya memungkinkan terjadinya perubahan
emosi negative tersebut menjadi emosi positif, seperti merasa termotivasi untuk bangkit,
percaya diri dan memiliki teman senasib sebagai role model bagi dirinya, termasuk
menjadi tempat untuk berbagi perasaan. Semua ODHA dengan dukungan sebaya dalam
penelitian ini mampu menerima status terinfeksi HIV dalam proses pendampingan oleh
KDS. Perasaan senasib mampu memberikan dampak yang positif dalam menghadapi
kondisinya dirinya yang telah HIV positif. Sedangkan ODHA yang tidak mendapatkan
dukungan dari dukungan sebaya mengalami perubahan kearah yang lebih baik disebabkan
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 4
oleh dukungan dari pihak keluarga, dokter, atau konselor yang memberikan dukungan.
Namun demikian, meskipun ODHA telah menerima status HIV positifnya, namun belum
tentu ODHA mau membuka statusnya kepada orang lain di luar KDS. Bahkan, kepada
anggota keluarganya sekalipun karena khawatir akan terjadi diskriminasi seperti yang
dialami oleh ODHA yang lain.
Analisis kualitatif juga menemukan bahwa ODHA yang mendapatkan dukungan
dari dukungan sebaya juga mengalami peningkatan pengetahuan HIV/AIDS. Kegiatan
dukungan sebaya memungkinkan terjadinya komunikasi dengan disediakannya tempat
belajar dalam program pertemuan terbuka, diskusi dengan tenaga kesehatan, seminar, dan
pelatihan. Pengetahuan yang diperoleh oleh ODHA dari dokter, tidak sebanyak dari
dukungan sebaya karena jika dengan dukungan sebaya, ODHA memiliki perasaan yang
nyaman. Sebagian ODHA tanpa dukungan sebaya tidak mengalami peningkatan
pengetahuan tentang HIV/AIDS. Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki akses terhadap
informasi.
Kemampuan ODHA dalam mengakses layanan dukungan, pengobatan dan
perawatan, memberikan dampak positif, yaitu ODHA menjadi banyak memiliki informasi
tentang keberadaan layanan dukungan, pengobatan dan perawatan. KDS berupaya untuk
membantu ODHA dalam mengakses layanan yang ada sehingga ODHA merasa nyaman
untuk bertanya. Untuk menguatkan tingkat kepatuhan dalam pengobatan, peran KDS juga
sangat penting dalam menginformasikan hal-hal yang terkait dengan pengobatan ARV.
Perilaku pencegahan penularan baru bagi ODHA yang mendapat dukungan dari
dukungan sebaya, juga mengalami perubahan karena pada setiap pertemuan di dukungan
sebaya mereka selalu diingatkan dan dimotivasi untuk selalu menggunakan kondom.
Kesadaran untuk tidak menularkan infeksi HIV kepada orang lain adalah perubahan
perilaku yang terjadi setelah adanya proses peningkatan pengetahuan dan pembangungan
motivasi untuk menghentikan penularan. Dalam pertemuan-pertemuan dengan KDS,
kesadaran untuk melakukan pencegahan dilakukan secara intensif. Selain pemakaian
kondom, perubahan perilaku yang juga sangat penting adalah dalam hal tidak lagi berbagi
jarum suntik. Sebagian ODHA tanpa Dukungan Sebaya belum memiliki upaya pencegahan
untuk menularkan pada orang lain. Tidak menggunakan kondom dilakukan dengan alasan
pasangan juga sudah terinfeksi.
Aspek lain dalam mutu hidup ODHA adalah tetap memiliki kegiatan yang positif,
termasuk di dalamnya tetap memiliki pandangan yang positif dalam menjalani kehidupan,
seperti tetap bekerja, melakukan hobi, memiliki rencana berkeluarga, dan memiliki anak.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 5
Sebagian ODHA tanpa dukungan sebaya tidak memiliki semangat hidup dan merasa tidak
ada yang mendorong dirinya untuk mencapai hasil yang lebih baik. Kondisi sebaliknya
terjadi pada ODHA yang mendapat dukungan dari dukungan sebaya, dimana setelah
bertemu dengan teman-teman di dukungan sebaya, ODHA memiliki motivasi yang kuat
untuk bekerja dan meneruskan pendidikan, membangun berkeluarga, dan berencana
memiliki anak
Hasil kualitatif menemukan KDS membantu mengurangi stigma dan diskriminasi
dengan melakukan advokasi ke RS dan masyarakat, mengajak keluarga dalam pertemuan
KDS. KDS membantu komunikasi dengan keluarga dan masyarakat, sehingga tidak ada
pemisahan alat makan dan pakaian, pelatihan pemulasaraan jenazah ODHA untuk
masyarakat oleh KDS. Sebagian rumah atau kantor KDS dipakai sebagai tempat singgah
sementara untuk ODHA yang mengalami diksriminasi di keluarganya. ODHA tanpa
Dukungan Sebaya mengalami lebih banyak stigma dan diskriminasi. Bentuk yang sering
terjadi adalah dijauhi dari pergaulan. Keluarga dekat memiliki peran yang sangat penting
dalan pengurangan stigma dan diksriminasi yang terjadi. Diskriminasi pada umumnya
terjadi pada jika ada stigma. Stigma muncul terkait dengan tingkat pengetahuan. Oleh
karena itu, salah seorang ODHA tanpa Dukungan Sebaya memilih untuk menjelaskan
tentang HIV kepada keluarga untuk mengurami stigma dan diskriminasi yang terjadi.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Penelitian ini menemukan bahwa proses pengembalian mutu hidup ODHA terjadi
secara bertahap dan membutuhkan dukungan sistem sosial yang saling bekerja
sama secara bermakna dalam meningkatkan mutu hidup ODHA. Oleh sebab itu
direkomendasikan untuk meningkatkan kerjasama dan melibatkan peran positif
berbagai sektor, baik sektor pemerintah maupun non pemerintah seperti LSM,
sektor swasta, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi profesi antar pihak dalam
koordinasi KPA.
2. KDS memiliki peran yang bermakna dalam mutu hidup ODHA. ODHA yang
mendapatkan dukungan sebaya berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri,
pengetahuan HIV, akses layanan HIV, perilaku pencegahan HIV, dan kegiatan
positif yang lebih tinggi dibandingkan ODHA yang tidak mendapatkan dukungan
sebaya. Ditemukan juga bahwa KDS menjadi contoh atau role model bagi ODHA
baru untuk meningkatkan semangat hidup. Hal ini semakin memperkuat bahwa
peran KDS memang sangat dibutuhkan untuk mengajak lebih banyak ODHA baru
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 6
dalam memperoleh dukungan sebaya. Dukungan sebaya berperan dalam
memotivasi ODHA untuk menggunakan kondom sebagai perilaku positive
prevention. Berkaitan dengan temuan ini direkomendasikan upaya optimalisasi
keterlibatan KDS dalam sistem rujukan pada program penanggulangan HIV di
setiap kabupaten atau kota di Indonesia dengan kerjasama dan melibatkan peran
positif berbagai sektor, baik sektor pemerintah maupun non pemerintah seperti
LSM, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi antar pihak
dalam koordinasi KPA.
3. KDS membantu ODHA mengurangi stigma. Ada 2 macam stigma yang dialami
ODHA, yaitu stigma diri sendiri (individual maupun keluarga), dan stigma yang
didapat ODHA dari pihak luar. KDS membantu mengurangi kemungkinan
terjadinya diskriminasi dengan cara memberikan informasi kepada ODHA,
keluarga, dan pihak-pihak yang melakukan stigma dan diskriminasi. Kejadian
stigma dan diskriminasi saat ini sudah berkurang. Pihak yang melakukan stigma
paling banyak adalah tenaga kesehatan dan keluarga. Oleh karena itu, rekomendasi
dari temuan ini adalah upaya melanjutkan program untuk menghapus stigma dan
diskriminasi pada ODHA, terutama dengan sasaran tenaga kesehatan dan tokoh
masyarakat. Dan mengembangkan tindakan-tindakan nyata guna memberi pelatihan
kepada pihak yang terkait dalam penanganan kejadian stigma dan diskriminasi. DS
melakukan sosialisasi dan berkomunikasi pada jejaring sosial untuk menghapus
stigma dan diskriminasi pada ODHA (KP dan KDS mampu berkomunikasi dengan
penyedia layanan kesehatan sehingga membantu menghilangkan stigma pada
ODHA sendiri dan membantu mengurangi stigma pada lingkungan ODHA).
4. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian KP dan KDS sudah menjadi bagian dari
sistem rujukan layanan kesehatan khususnya untuk ODHA yang baru tahu status
dan dapat meningkatkan mutu hidup ODHA. Oleh karena itu, direkomendasikan
kepada: Kementerian Kesehatan perlu melibatkan KP dan KDS di dalam sistem
rujukan pelayanan kesehatan HIV/AIDS di tingkat Propinsi dan Kota/Kabupaten.
Adapun keluaran yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) terintegrasinya
dukungan sebaya ke dalam sistem rujukan layanan kesehatan; 2) meningkatnya
mutu hidup ODHA melalui pendampingan dukungan sebaya di dalam sistem
rujukan layanan kesehatan.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 7
Daftar Pustaka
1. Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda
Karya Remaja.
2. Achmad S. Ruky, "Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau
MBA", Gramedia Pustaka Utama, 2002
3. Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ). National healthcare
disparities report 2008. Chapter 3, Access to healthcare. Washington: AHRQ; 2008.
Available from: http://www.ahrq.gov/qual/nhdr08/Chap3.htm
4. Akhmad Sudrajat. 2008. Teori-Teori Motivasi.
5. Andrew C. Blalock, Ph.D., J. Stephen McDaniel, M.D., and Eugene W. Farber,
Ph.D., Effect of employment on quality of life and psychological functioning in
patients with HIV/AIDS. Psychosomatics. 2002 Sep-Oct;43(5):400-4.
6. Aranda - Naranjo B. (2004). Quality of life in HIV – positive patients. Journal of
the Association of Nurses in the AIDS Care, 15, 20-27.
7. Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive
theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
8. Bierman A, Magari ES, Jette AM, et al. Assessing access as a first step toward
improving the quality of care for very old adults. J Ambul Care Manage. 1998
Jul;121(3):17-26.
9. California HIV Planning Group, Prevention with Positives, p. 7 (note 1); Collins C
et al. Designing Primary Prevention for People Living With HIV. San Francisco,
AIDS Research Institute, University of California, 2000, pp. 2-3.
10. Carr, R. L., & Gramling, L. F. (2004). Stigma: A health barrier for women with
HIV/AIDS. Journal of the Association of Nurses in AIDS Care, 15, 30-39.
11. California HIV Planning Group, Prevention with Positives, p. 16 (note 1).
12. Cunningham WE, Hays RD, Williams KW, Beck KC, Dixon WJ, Shapiro MF.
1995. Access to medical care and health-related quality of life for low-income
persons with symptomatic human immunodeficiency virus.
13. De Maeseneer JM, De Prins L, Gosset C, et al. Provider continuity in family
medicine: Does it make a difference for total health care costs? Ann Fam Med.
2003;1:144-8.
14. Drucker, Peter. Seni Mengelola Kelompok Sosial, Gramedia, 2006, hal 56.
15. Durham J, Owen P, Bender B, et al. Self-assessed health status and selected
behavioral risk factors among persons with and without healthcare coverage—
United States, 1994-1995. MMWR. 1998 Mar;13;47(9):176-80.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 8
16. Festinger, L. (1954). "A theory of social comparison processes." Human Relations,
7, 117–140.
17. Friedland, J., Rewick, R., & McColl, M. (1996). Coping & Social Support as
determinants of quality of life in HIV/AIDS. AIDS Care, 8,15-31.
18. Global HIV Prevention Working Group. HIV Prevention in the Era of Expanded
Treatment Access. Gates Foundation and Kaiser Family Foundation, 2004, p. 6.
19. Global HIV Prevention Working Group, HIV Prevention, pp. 6-7, 16 (note 3);
20. Green, Chris. Pemberdayaan Positif, Spiritia, 2007, hal 141.
21. Gregory, Derek; Johnston, Ron; Pratt, Geraldine et al., eds (June 2009). "Quality of
Life". Dictionary of Human Geography (5th ed.). Oxford: Wiley-Blackwell. ISBN
978-1-4051-3287-9.
22. Griffin, R. 2006. Business, 8th Edition. NJ: Prentice Hall, hal 367
23. Hadley J. Insurance Coverage, Medical Care Use, and Short-Term ealth changes
following an unintentional injury or the onset of a chronic condition. JAMA.
2007;297(10):1073-84.
24. Handford, C.D., Tynan, A.M., Rackal, J.M. & Glazier, R.H. (2006). Setting and
organization of case for persons living with HIV/AIDS. Cochrane Database
Systematic Reviews, 3: CD004348.
25. Institute of Medicine, Committee on Monitoring Access to Personal Health Care
Services. Access to health care in America. Millman M, editor. Washington:
National Academies Press; 1993.
26. Institute of Medicine. Primary care: America's health in a new era. Donaldson MS,
Yordy KD, Lohr KN, editors. Washington: National Academies Press; 1996.
27. Insuring America's health: Principles and recommendations. Acad Emerg Med.
2004;11(4):418-22.
28. Janssen RS et al. Serostatus approach to fighting the HIV epidemic: prevention
strategies for infected individuals. American Journal of Public Health, 2001:91(7),
p. 1022;
29. Janssen RS et al. Serostatus approach, p. 1020 (note 4); Shapiro K and Ray S.
Sexual health for people living with HIV. Reproductive Health Matters, 2007:15(29
Supplement), p. 71;
30. Kelly D, 2001, Persepsi Dual HRD: Masalah Kebijakan:, UKM Konstituensi lain,
dan Definisi diperebutkan Pengembangan Sumber Daya Manusia, hal 41.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 9
31. KPAN, Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010
– 2014.
32. Lesserman, J., Perkins, D.O. & Evans, D.L. (1992). Coping with the threat of AIDS
: The role of social support. American Journal of Psychiatry, 149, 1514-20.
33. Li, X., He, G., & Wang, H. (2007). Study of stigma and discrimination related to
HIV and AIDS. Chinese Journal of Nursing, 42, 78-80.
34. Marks G et al. Meta-analysis of high-risk sexual behavior in persons aware and
unaware they are infected with HIV in the United States: Implications for HIV
prevention programs. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndrome 2005:39,
pp. 446-453.
35. Maslow, A. H., 1943. A Theory of Human Motivation
36. Mainous AG 3rd, Baker R, Love MM, et al. Continuity of care and trust in one's
physician: Evidence from primary care in the United States and the United
Kingdom. Fam Med. 2001 Jan;33(1):22-7.
37. Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. Greenwich, CT: JAI Press,
1997, hal. 60-62.
38. Mc Dowell, Newell, M. (1987). A guide to rating scales and questionnaires. New
York : Oxford University Press.
39. Nojomi M, Anbary K, Ranjbar M. Health-related quality of life in patients with
HIV/AIDS
40. Nurkolis, "Manajeman Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi", Grasindo,
2003,
41. Positive Prevention by and for People Living with HIV. Living 2008 partnership.
Discussion paper. 2008
42. Phyllis Solomon, "Peer support/peer provided services underlying processes,
benefits, and critical ingredients." Psychiatric Rehabilitation Journal,
2004;27(4):392-401; issn 1095-158X, doi 10.2975/27.2004.392.401, pmid
15222150
43. Prevention interventions with persons living with HIV/AIDS: challenges, progress,
and research priorities. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndrome,
2004:37 (Supplement 2), p. S53
44. Riessman, F. (1965). "The 'Helper-therapy' principle." Social Work, 10, 27-32
45. Reif S, Golin CE, Smith SR., Barriers to accessing HIV/AIDS care in North
Carolina: rural and urban differences. 2005.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 10
46. Rao Gupta G., Globalization, Women and the HIV/AIDS Epidemic (2004) 16(1)
Peace Review 79-83
47. Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Buku 1,
Jakarta: Salemba Empat. Hal.222-232
48. Rueda S, Raboud J, Mustard C, Bayoumi A, Lavis JN, Rourke SB, Employment
status is associated with both physical and mental health quality of life in people
living with HIV. 2011
49. Salzer, M., & Shear, S. L. (2002). "Identifying consumer-provider benefits in
evaluations of consumer-delivered services." Psychiatric Rehabilitation Journal, 25,
281–288.
50. Salzer, Mark (2002). "Consumer-delivered services as a best practice in mental
health care and the development of practice guidelines". Psychiatric rehabilitation
skills 6: 355–382.
51. Sarason, I., Levine, H., Basham, R., & Sarason, B. (1983). "Assessing social
support: The social support questionnaire." Journal of Personality and Social
Psychology, 44, 127–139.
52. Saunders, D. & Burgoyne, R. (2002). Evaluating health related well being
outcomes among out patients adults with human immunodeficiency virus injection
in the HAART era. International Journal of STD and AIDS. 13, 683-690.
53. Serovich, J. M."A test of two HIV disclosure theories." AIDS Education and
Prevention. 13. 4. (2001): 355-364.
54. Shubert, M., & Borkman, T. (1994). "Identifying the experiential knowledge
developed within a self-help group." In T. Powell (Ed.) Understanding the self-help
organization. Thousand Oaks: Sage.
55. Sukanta, Putu Oka. Suzana Murni, Lilin Membakar Dirinya, Spiritia, 2007, hal 52.
56. Skovholt, T M. (1974). "The client as helper: A means to promote psychological
growth." Counseling Psychologist, 43, 58-64
57. Sobirin, Ahmad. Budaya Organisasi, STIM YKPN, 2007, hal 14.
58. Starfield B, Shi L. The medical home, access to care, and insurance. Pediatrics.
2004;113(5 suppl):1493-8.
59. Starfield B. Primary care: Balancing health needs, services and technology. New
York: Oxford University Press; 1998.
60. Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2010 – 2014.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 11
61. Stutterheim, Sarah E; Pryor, John B; Bos, Arjan ER; Hoogendijk, Robert; Muris,
Peter; Schaalma, Herman P. 2009. HIV-related stigma and psychological distress:
the harmful effects of specific stigma manifestations in various social settings
62. Swendeman, D., Rotheram-Borus, M. J., Comulada, S., Weiss, R., & Ramos, M. E.
"Predictors of HIV-related stigma among young people living with HIV." Health
Psychology. 25. 4. (2006): 501-509.
63. Swindells, S., Mohr, J., Justis, J., Berman, S., Squier, C., Wagener, M., & Singh, N.
(1999). Quality of life in patients with human immunodeficiency virus infection:
impact of social support, coping style and hopelessness. International Journal of
STD and AIDS, 10(6), 383-391.
64. Susan, S., Mohr J., Justis, J.C., Berman, S., Squir, C., Wagener, M.M. & Sing, N.
(1999). QOL in patients with human immunodeficiency virus infection: impact of
social support, coping style and hopelessness. International Journal of STD and
AIDS, 10, 383-391.
65. Timmreck, Thomas, An Introduction to Epidemiology , Edition published by Jones
anxd Bartlett Publishers, Inc, One Exeter Plaza, Boston MA 02116 copyright 1998
66. Trakhtenberg, E. C. 2008. Self-perceived quality of life scale: Theoretical
framework and development. Presentation at the annual meeting of the American
Psychological Association, Boston, Massachusetts.
67. US Department of Health and Human Services, Office of Disease Prevention and
Health Promotion. Healthy People 2010, 2nd ed. With understanding and
improving health and objectives for improving health. 2 vols. Washington:
Government Printing Office; Nov 2000, p.45. Available from:
http://www.healthypeople.gov
68. Utz, S., Shuster, G., & Williams, B. (1994). A Community-based Smoking
Cessation Program: Self-Care Behaviors and Success. Public Health Nursing, 11(5)
69. U.S. Centers for Disease Control and Prevention. Incorporating HIV prevention
into the medical care of persons living with HIV. Morbidity and Mortality Weekly
Report, 2003:52(RR- 12), pp. 1-2
70. Vocational Business: Training, Developing and Motivating People by Richard
Barrett - Business & Economics - 2003. - hal 51.
71. Watchel, T., Piette, J., Mor. V., Stein, M., Fleishman, J. & Carpenter, C. (1992).
Quality of life in persons with human immunodeficiency infection; measurement
by the Medical outcomes study instrument. New York: Oxford University Press.
Annals of Internal Medicine, 116, 129-37.
72. Wang, Y., Dong, H., Zhang, Y., Zhang, R., & Lu, L. (2007). The mental problems
and needs in patients under AIDS/HIV discrimination. Chinese Remedies &
Clinics, 7, 524-526.
Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011 12
73. Website Figthing AIDS Continuously Together
http://www.factlv.org/education.htm. Diunduh pada tanggal 20 Januari 2010.
74. Website Dasar AIDS. http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1001. Diunduh
pada tanggal 11 Januari 2011.
75. Weis P, Schmid G and De Cock K. Who Will Bridge the HIV Treatment-
Prevention Gap? Correspondence, The Journal of Infectious Diseases 2008:198(2),
p. 293;
76. Wig, N., Lekshmi, R., Pal, H., Ahuja V., Mittal, C.M. & Agarwal, S.K. (2006).
HIV/AIDS on the quality of life: a cross sectional study in north India. Indian
Journal of medical Science, 60, 3-12.
77. Yayasan Spiritia. 2001. Dokumentasi Tentang Masalah Diskriminasi terhadap
Orang Dengan HIV/AIDS di Indonesia:Tahap Pertama.
78. Yayasan Spiritia. 2002. Dokumentasi Tentang Masalah Diskriminasi terhadap
Orang Dengan HIV/AIDS di Indonesia: Tahap Kedua.