PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM...
Transcript of PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM...
PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM MENANGANI MASALAH
LIMBAH MINYAK (SLUDGE OIL) DI KABUPATEN BINTAN TAHUN 2016
(Studi Pada Desa Berakit Kabupaten Bintan)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
SUPRIYANTO
NIM : 100565201042
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM MENANGANI MASALAH
LIMBAH MINYAK (SLUDGE OIL) DI KABUPATEN BINTAN TAHUN 2016
(Studi Pada Desa Berakit Kabupaten Bintan)
SUPRIYANTO
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Permasalahan Limbah Minyak (Sludge Oil) ini berawal, dari akibat limbah
minyak yang dibuang oleh kapal-kapal yang melewati perairan Internasional yang
berhadapan langsung dengan teritorial Kabupaten Bintan sehingga di saat musim
utara limbah tersebut akan terbawa arus masuk ke perairan Kabupaten Bintan yang
berbatasan langsung. Wisatawan asing dan lokal yang berlibur ke Kabupaten Bintan
mengeluh akibat adanya pembuangan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Hal ini
tentu saja akan membawa dampak buruk bagi pendapatan nelayan, kemudian bagi
para wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Bintan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Peran Dinas Lingkungan Hidup
Dalam Menangani Masalah Limbah Minyak (Sludge Oil) Di Kabupaten Bintan
Tahun 2016 Pada Desa Berakit Kabupaten Bintan. Pada penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa bahwa Peran Dinas
Lingkungan Hidup Dalam Menangani Masalah Limbah Minyak (Sludge Oil) Di
Kabupaten Bintan Tahun 2016 Pada Desa Berakit Kabupaten Bintan belum berjalan
optimal, hal ini dapat dilihat dari pencemaran masih terjadi, pencegahan saat ini
dilakukan hanya sebatas memberikan dorongan untuk partisipasi masyarakat agar
ikut serta mengawasi, namun pelaksanaan dilapangan tidak sesuai, Kemudian
Berdasarkan penelitian maka dapat dianalisa bahwa pemulihan sudah dilakukan, saat
ini terasa belum optimal karena pemerintah Bintan khususnya DLH Kabupaten
Bintan masih kekurangan dana
Kata Kunci : Limbah, Peran Pemerintahan, Lingkungan Hidup
2
A B S T R A C T
The problem of waste oil (Sludge Oil) originated, from the result of the waste oil
dumped by ships passing through international waters that dealing directly with
Bintan Regency territory so that in winter the Northern waste will be carried by the
inflows to the waters of neighboring Bintan Regency directly. Foreign and local
tourists who vacation to Bintan Regency complained due to the B3 waste disposal
(hazardous materials and toxic). Waste of a business are the B3 and/or activities that
contain B3. This of course will bring harms to the income of fishermen, then for the
tourists who visit to Bintan Regency
The purpose of this research is to know the role of the Environmental Agency in
dealing with the problem of waste oil (Sludge Oil) of Bintan Regency in the year
2016 At the village of Berakit Bintan Regency. In this study the author uses
Descriptive types of Qualitative research.
Based on the results of the research it can be analyzed that the role of the
Environmental Agency in dealing with the problem of waste oil (Sludge Oil) of
Bintan Regency in the year 2016 At the village of Berakit Bintan Regency not yet
running optimally, it can be seen from the pollution still occurs, prevention is
currently done only as encouragement for the participation of the community in
order to participate, but keep an eye on the implementation of the field does not
match, Then based on research it can be analyzed that the recovery is already done ,
currently not optimal because the Government feels Bintan Bintan Regency DLH in
particular still lack funds
Keywords: Waste, The Role Of Government, The living environment
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makin maraknya industri
besar yang berdiri serta kehidupan
masyarakat yang tidak peduli
terhadap lingkungan sekitarnya
menambah permasalahan yang ada
saat ini. Mulailah tumbuh tumpukan
limbah atau sampah yang tidak
dibuang sebagaimana mestinya. Hal
ini berakibat pada kehidupan
manusia di bumi yang menjadi tidak
sehat sehingga menurunkan kualitas
kehidupan terutama pada lingkungan
sekitar.
Terkait dengan permasalahan
pencemaran lingkungan akibat
industri membawa dampak yang luar
biasa terhadap kehidupan
masyarakat, karena bisa
menimbulkan kerusakan lingkungan.
Oleh karena itu, perlu penanganan
yang serius untuk mengatasinya.
Sehingga antara pemerintah,
masyarakat dan lingkungan
dibutuhkan hubungan timbal balik
yang selalu harus dikembangkan
agar tetap dalam keadaan yang serasi
dan dinamis. Untuk melestarikan
hubungan tersebut dibutuhkan
adanya peran serta dari masyarakat
maupun pemerintah itu sendiri. Hal
ini agar tidak terjadi gangguan,
masalah-masalah maupun perusakan
yaitu pencemaran itu sendiri.
Untuk mencegah dan
mengatasi limbah industri,
pemerintah harus berperan aktif baik
melalui perundang-undangan
ataupun dengan cara yang lain.
Pemerintah harus menggiatkan
pembangunan yang
berkesinambungan yaitu sustainable
development dengan artian
pembangunan yang berwawasan ke
depan dengan maksud agar mampu
dimanfaatkan oleh generasi sekarang
maupun yang akan datang.
Pemerintah menggariskan
kebijaksanaan dan mendorong
ditingkatnya upaya pelestarian
kemampuan lingkungan hidup untuk
menunjang pembangunan yang
berkesinambungan”.
Pada dasarnya untuk
mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan, pemerintah harus
melakukan pengawasan langsung
maupun tidak langsung. Ketika
semua program telah dibuat dan telah
diterapkan, tetapi masih terlihat
banyak terjadi pencemaran di mana-
mana, hal ini bisa dari pihak
pemerintah yang kurang tanggap
meskipun program telah dibuat tanpa
harus ada pengawasan lebih lanjut
terhadap penerapan program yang
ada sehingga program tersebut tidak
bisa berjalan dengan maksimal.
Berdasarkan jurnal Syahril
Nedi (2012) tentang Stakesholder
Yang Berperan Dalam Pengendalian
Pencemaran Minyak Di Selat Rupat
diketahui bahwa pencemaran laut
dapat memberikan pengaruh yang
membahayakan terhadap kehidupan
biota, sumberdaya dan kenyamanan
ekosistem laut, kesehatan manusia
dan nilai guna lainnya dari ekosistem
laut. Salah satu polutan yang
berpotensi mencemari laut adalah
minyak. Pencemaran minyak dapat
membahayakan ekosistem laut
karena ekosistem dan biota perairan
sangat rentan terhadap minyak.
Keanekaragaman jenis
limbah akan tergantung pada
aktivitas industri dan penghasil
limbah lainnya. Mulai dari
penggunaan bahan baku, pemilihan
proses produksi dan sebagainya akan
mempengaruhi karakter limbah yang
4
tidak terlepas dari proses industri itu
sendiri. Meskipun demikian, tidak
semua limbah industri merupakan
limbah B3, tetapi hanya sebagian
saja. Dan pada kenyataannya,
sebagai besar limbah B3 memang
berasal dari kegiatan industri dan
harus ditangani secara khusus.
Bahwa penanganan limbah
merupakan suatu keharusan guna
terjaganya kesehatan manusia dan
lingkungan pada umumnya, sudah
tidak diragukan lagi. Namun
pengadaan sarana pengolahan limbah
ternyata masih dianggap
memberatkan bagi sebagian industri
maupun instansi. Masih terdapat
industri yang membuang langsung
limbah ke badan air sehingga
menyebabkan pencemaran air.
Menurut PP No. 18 Tahun 1999,
maka perlu dilakukan adanya
pengelolaan limbah B3 untuk
mencegah dan menanggulangi
kerusakan lingkungan.
Dalam PP No. 74 tahun 2001
disebutkan bahwa dalam pengelolaan
limbah B3 terdapat faktor
pengangkutan, dan di Provinsi
Kepulauan Riau sudah ada
perusahaan pengangkutan limbah
B3. Berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bintan Tahun
2011-2031 menjelaskan bahwa
Rencana sistem prasarana yang
menjadi prioritas pemerintah
Kabupaten Bintan adalah sistem
pengolahan limbah. Rencana
pengembangan sistem pengolahan air
limbah sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui : pengembangan
Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) di Kecamatan Seri Kuala
Lobam, Bintan Utara, Teluk Sebong,
Teluk Bintan, Bintan Timur, dan
Gunung Kijang; pengembangan
instalasi pengolahan limbah
berbahaya dan beracun di Sei Lekop;
dan pengembangan sistem
pengolahan limbah melalui
pengembangan septic tank dengan
sistem terpadu untuk kawasan
perkotaan dan pengembangan
jaringan tertutup untuk kawasan
lainnya.
Permasalahan Limbah
Minyak (Sludge Oil) ini berawal,
dari akibat limbah minyak yang
dibuang oleh kapal-kapal yang
melewati perairan Internasional yang
berhadapan langsung dengan
teritorial Kabupaten Bintan sehingga
di saat musim utara limbah tersebut
akan terbawa arus masuk ke perairan
Kabupaten Bintan yang berbatasan
langsung.
Polusi dari tumpahan minyak
di laut merupakan sumber
pencemaran laut yang selalu menjadi
fokus perhatian masyarakat luas,
karena akibatnya sangat cepat
dirasakan oleh masyarakat sekitar
pantai dan sangat signifikan merusak
makhluk hidup di sekitar pantai
tersebut. Pencemaran minyak
semakin banyak terjadi sejalan
dengan semakin meningkatnya
permintaan minyak untuk dunia
industri yang harus diangkut dari
sumbernya yang cukup jauh,
meningkatnya jumlah anjungan-
anjungan pengeboran minyak lepas
pantai. dan juga karena semakin
meningkatnya transportasi laut.
Komponen minyak yang
tidak dapat larut di dalam air akan
mengapung yang menyebabkan air
laut berwarna hitam. Beberapa
komponen minyak tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen
5
sebagai deposit hitam pada pasir dan
batuan-batuan di pantai. Komponen
hidrokarbon yang bersifat toksik
berpengaruh pada reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan, dan
perilaku biota laut, terutama pada
plankton, bahkan dapat mematikan
ikan, dengan sendirinya dapat
menurunkan produksi ikan. Proses
emulsifikasi merupakan sumber
mortalitas bagi organisme, terutama
pada telur, larva, dan perkembangan
embrio karena pada tahap ini sangat
rentan pada lingkungan tercemar
(Fakhrudin, 2004).
Secara tidak langsung,
pencemaran laut akibat minyak
mentah dengan susunannya yang
kompleks dapat membinasakan
kekayaan laut dan mengganggu
kesuburan lumpur di dasar laut. Ikan
yang hidup di sekeliling laut akan
tercemar atau mati dan banyak pula
yang bermigrasi ke daerah lain.
Minyak yang tergenang di atas
permukaan laut akan menghalangi
sinar matahari masuk sampai ke
lapisan air dimana ikan berdiam.
Pencemaran minyak di laut
biasanya disebabkan dua hal, yang
pertama dikarenakan unsur
ketidaksengajaan orang-orang yang
berada dalam kapal seperti tank yang
bocor akibat gesekan benda dalam
laut (terumbu karang atau besi kapal
yang dulu pernah tenggelam di laut
tersebut) sehingga menyebabkan
kerusakan pada badan kapal atau
tanki minyak dan yang kedua mereka
memang sengaja membuang minyak
bekas limbah alat-alat pabrik yang
memang dapat menyebabkan polusi
lingkungan dan akhirnya merugikan
pihak yang wilayahlautnya dijadikan
tempat pembuangan minyak tersebut.
Minyak menjadi pencemar
laut nomor satu di dunia. Sebagian
diakibatkan aktivitas pengeboran
minyak dan industri. Separuh lebih
disebabkan pelayaran serta
kecelakaan kapal tanker. Wilayah
Indonesia sebagai jalur kapal
internasional pun rawan pencemaran
limbah minyak. Badan Dunia Group
of Expert on Scientific Aspects of
Marine Pollution (GESAMP)
mencatat sekitar 6,44 juta ton per
tahun kandungan hidrokarbon dari
minyak telah mencemari perairan
laut dunia. Masing-masing berasal
dari transportasi laut sebesar 4,63
juta ton, instalasi pengeboran lepas
pantai 0,18 juta ton, dan sumber lain
(industri dan pemukiman) sebesar
1,38 juta ton.Limbah minyak sangat
berpengaruh terhadap kerusakan
ekosistem laut, mulai dari terumbu
karang, mangrove sampai dengan
biota air, baik yang bersifat lethal
(mematikan) maupun sublethal
(menghambat pertumbuhan,
reproduksi dan proses fisiologis
lainnya).
Pencemaran lingkungan yang
harus bertanggung jawab adalah
Kementerian Perhubungan,
Kementerian Kelautan dan
Kementerian Lingkuhan Hidup
(KLH), Kementerian Perindustrian
dan Perdagangan, DKP, TNI AL,
Pertamina dan pemerintah daerah.
Mereka menjadi ujung tombak dalam
pencegahan dan penanggulangan
polusi laut. Banyak kasus-kasus
seperti ini hanya menjadi catatan
pemerintah tanpa penanggulangan
tuntas. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah
dijelaskan bahwa laut merupakan
wewenang dari Provinsi, jarak dari
6
0-12 Mil pasang tertinggi. Undang-
undang No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah yang antara lain
mengatur perluasan kewenangan
provinsi di sektor kelautan mulai
berlaku efektif pada tahun 2017 ini.
Jika semula kewenangan provinsi
dari 4-12 mil kini diperluas menjadi
0-12 mil. Salah satu implikasi dari
kebijakan ini adalah semakin
sulitnya pengawasan di laut.
Kebijakan ini juga secara
otomatis menghapus kewenangan
kabupaten/kota. Sebagian besar
daerah sudah merubah nomenklatur.
Dinas Kelautan dihilangkan,
sehingga yang tersisa adalah Dinas
Perikanan. Kebijakan ini dianggap
memiliki banyak kelemahan, apalagi
tidak ditopang dengan anggaran yang
memadai. Meski demikian, kebijakan
ini akan tetap dijalankan karena
merupakan amanah UU. Salah satu
tantangannya pada jumlah personel
untuk pengawasan masih sangat
terbatas dengan area kerja yang
cukup luas.
Perairan Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)
yang berbatasan dengan laut
Internasional sering menjadi tempat
pembuangan limbah kapal Tanker
yang lalu lalang di perairan tersebut
yaitu limbah minyak hitam (sludge
oil). Puluhan ton limbah minyak
hitam (sludge oil) ini berasal dari
sisa pembersihan kapal tanker yang
kemudian mencemari pesisir pantai.
Lumpur minyak bumi atau Oil
Sludge (OS), merupakan limbah
yang terjadi pada kegiatan
pengolahan, penyaluran dan
penampungan minyak bumi. Limbah
tersebut berupa lumpur atau pasta
yang berwarna hitam, kadang-
kadang tercampur dengan tanah,
kerikil, air, dan bahan lainnya. Pada
umumnya Lumpur ini dihasilkan dari
pengendapan partikel-partikel halus
dari BBM. Endapan tersebut semakin
lama semakin menumpuk pada
bagian bawah dari tangki-tangki
penyimpanan atau pada pipa-pipa
penyaluran BBM.
Kabupaten Bintan khususnya
pada wilayah Perairan Pulau Mapur,
Kecamatan Bintan Pesisir,
Kabupaten Bintan, Kepri, tercemar
limbah minyak hitam. Paparan
minyak tersebut tampak menyelimuti
air laut di pesisir pantai bahkan
bebatuan pun ikut terkena limbah
minyak tersebut. Ada pembuangan
limbah di perairan perbatasan, dan
biasanya pada bulan akhir tahun,
arus air laut menuju kedaerah pesisir
Kepri, terutama Berakit.
Limbah minyak berwarna
hitam mencemari pesisir pantai
Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Dari pantauan Antara, limbah
minyak atau sludge oil tersebut
menyebar di beberapa desa,
diantaranya Kampung Semelur,
Sialang, Kampe, Teluk Dalam,
Penginang, dan Desa Berakit
Kabupaten Bintan. Keberadaan
limbah tidak terhitung dengan
puluhan pulau-pulau kecil yang ada
di Bintan lainnya. Keberadaan
limbah sangat dirasakan masyarakat
pesisir, nelayan mengeluhkan
keberadaan limbah minyak yang
sudah mengeras, limbah minyak
merusak alat tangkap nelayan Desa
Berakit dan 5 desa lainnya.
Limbah menyebar di pesisir
pantai dan mempersulit alat tangkap
nelayan. Hal ini disebabkan kapal
minyak melintasi perbatasan Kepri
dengan Malaysia dan Singapura itu,
yang kemudian disebut jalur
7
perdagangan Selat Philips. Apabila
sudah masuk musim Timur ke Utara
sudah mulai betebar minyak. Setiap
tahunnya limbah minyak
menyebabkan kerusakan pada
ekosistem laut dan pencemaran
pesisir pantai di Bintan. Pantai bintan
yang tengah disorot menjadi pilihan
destinasi wisata ikut tercemar.
Limbah sulit dibersihkan.
Berdasarkan hasil pra survey
ditemukan bahwa ternyata Limbah
tersebut sudah menjadi rutinitas
setiap tahunnya di Pulau Mapur,
Berakit, dan sekitarnya. Padahal
perairan Bintan memang dikenal
sebagai wilayah yang kerap
dikunjungi wisatawan asing dan
menjadi pusat wisata sejenis resort di
Pulau Bintan. Limbah oli mencemari
sejumlah kawasan wisata di
Kabupaten Bintan, Provinsi
Kepulauan Riau. Di Pantai Lagoi,
Bintan tempat pariwisata terbesar di
Kabupaten Bintan, juga terdapat
banyak limbah oli yang masih lunak
dan ada juga yang sudah mengeras.
Limbah itu berada di pasir dan
lengket di batu di bibir pantai.
Pemerintah harus berperan
aktif baik melalui perundang-
undangan ataupun dengan cara yang
lain dalam mencegah dan mengatasi
limbah industri. Pemerintah harus
menggiatkan pembangunan yang
berkesinambungan yaitu sustainable
development dengan artian
pembangunan yang berwawasan ke
depan dengan maksud agar mampu
dimanfaatkan oleh generasi sekarang
maupun yang akan datang.
Pemerintah Kabupaten
Bintan memiliki tanggungjawab
untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut yang ditangani oleh Dinas
Lingkungan Hidup. Badan
Lingkungan Hidup mempunyai tugas
pokok yaitu Membantu Bupati dalam
melaksanakan lingkungan hidup dan
tugas-tugas pembantuan yang
diberikan kepada pemerintah daerah.
Merumuskan kebijakan teknis dan
koordinasi pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup.
Berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Bintan Nomor 8
Tahun 2008 Tentang Pembentukan
Organisasi Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Bintan, Dinas
Lingkungan hidup memiliki tugas
yaitu melakukan pemantauan,
pengawasan dan pembinaan
pengendalian pencemaran dan
pengendalian kerusakan lingkungan
serta pengelolaan bahan berbahaya
dan beracun, limbah bahan
berbahaya dan beracun, juga sampah.
Kemudian Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Bintan juga
melakukan pengendalian dan
pencegahan dampak lingkungan serta
penanggulangan pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Pengawasan
terhadap sumber dan kegiatan-
kegiatan pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup serta pengawasan
pelaksanan Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL);
Pelestarian dan pemulihan
lingkungan. Penerapan dan
Pengawasan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) serta
pengendalian teknis AMDAL;
Penerapan pengembangan Funsi
Informasi Lingkungan. Pelaksanaan
urusan kelestarian lingkungan hidup.
Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Bintan selama ini
dianggap tidak mampu untuk
menyelesaikan permasalahan limbah
di Kabupaten Bintan ini, hal ini
8
dikarenakan permasalahan limbah
masih terjadi. Hal ini membawa
dampak baik bagi nelayan maupun
sektor pariwisata. Kabupaten Bintan
yang 70% Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berasal dari sektor pariwisata
merasa terancam dengan kegiatan
pencemaran minyak yang mencemari
sepanjang pantai Pulau Bintan yang
menjadi andalan objek wisata.
Belum lagi dampak akibat
Limbah Minyak (Sludge Oil)
menyebabkan penurunan pendapatan
nelayan menurun 50%. Sebelumnya
dalam sehari nelayan mampu
mendapatkan ikan sebanyak 10
hingga 15 kg dengan harga rata-rata
Rp. 200.000 hingga Rp.300.000
sebulan pendapat mereka bisa
mencapai lebih kurang Rp. 5.000.000
hingga 9.000.000 namun sejak
adanya limbah minyak ini nelayan
bahkan sehari hanya mampu
mendapatkan 5 sampai 7 kg ikan
saja, dengan pendapatan rata-rata
Rp.140.000 sehingga pendapatan
bersih saat ini hanya Rp. 2.000.000
hingga 4.200.000. Hal ini
dikarenakan banyaknya ikan mati
karena ada limbah tersebut, ikan-ikan
juga mencari tempat lain untuk
bertahan hidup sehingga tempat yang
biasanya mampu memberikah hasil
laut yang banyak namun saat ini
tidak lagi.
Frekuansi jumlah tumpahan
minyak lebih dari 4.500 metrik ton
minyak ke laut. Pencemaran pesisir
Bintan selalu dikeluhkan warga
setiap tahun. Setiap musim angin
utara. Tumpahan minyak terjadi pada
bulan November hingga Februari,
sampah-sampah kapal dan minyak
hitam bertebaran di pulau-pulau di
Kepri. Pemerintah pusat dinilai
belum bisa mengawasi pencemaran
laut yang merugikan masyarakat
nelayan di Kepri.
Permasalahan Limbah
Minyak ( Sludge Oil ) ini berawal
dari akibat limbah minyak yang
dibuang oleh kapal-kapal yang
melewati perairan Internasional yang
berhadapan langsung dengan
teritorial Kabupaten Bintan sehingga
di saat musim utara limbah tersebut
akan terbawa arus masuk ke perairan
Kabupaten Bintan yang berbatasan
langsung. Limbah itu berasal dari
tangki kapal itu dibersihkan sebelum
diisi minyak mentah di Singapura.
Air bekas pembersihan kapal
tanker itu yang dibuang di perairan
belakang Pulau Nicoi yang
berbatasan dengan Singapura. Angin
dari arah selatan menuju utara
membawa limbah minyak mentah ke
perairan Bintan, satu kapal
diperkirakan membuang 1.000-5.000
ton limbah.
Wisatawan asing dan lokal
yang berlibur ke Kabupaten Bintan
mengeluh akibat adanya
pembuangan limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun). Limbah B3
adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3. Hal
ini tentu saja akan membawa dampak
buruk bagi pendapatan nelayan,
kemudian bagi para wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Bintan.
Berdasarkan indikasi-indikasi
permasalahan tersebut, maka penulis
mengangkat judul penelitian
“PERAN DINAS LINGKUNGAN
HIDUP DALAM MENANGANI
MASALAH LIMBAH MINYAK
(SLUDGE OIL) DI KABUPATEN
BINTAN TAHUN 2016 (Studi
Pada Desa Berakit Kabupaten
Bintan)”
9
Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimana Peran
Dinas Lingkungan Hidup Dalam
Menangani Masalah Limbah Minyak
(Sludge Oil) Di Kabupaten Bintan
Tahun 2016 Pada Desa Berakit
Kabupaten Bintan?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian
ini diharapkan mengetahui beberapa
hal pokok yang menjadi tujuan
penelitian yaitu : Untuk mengetahui
Peran Dinas Lingkungan Hidup
Dalam Menangani Masalah Limbah
Minyak (Sludge Oil) Di Kabupaten
Bintan Tahun 2016 Pada Desa
Berakit Kabupaten Bintan.
2. Kegunaan Penelitian
a. Penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan
informasi sebagai
bahan masukan bagi
Dinas Lingkungan
Hidup (DLH).
b. Dijadikan bahan
masukan bagi pihak
yang berkepentingan
terutama bagi para
peneliti yang sama.
Konsep Operasional
a. Pencegahan yaitu
adanya penguatan
yang terdapat dalam
Undang-Undang ini
tentang prinsip-
prinsip perlindungan
dan pengelolaan
lingkungan hidup
yang didasarkan pada
tata kelola
pemerintahan yang
baik karena dalam
setiap proses
perumusan dan
penerapan instrumen
pencegahan
pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan
hidup.
b. Penanggulangan yaitu
setiap orang yang
melakukan
pencemaran dan
perusakan lingkungan
hidup wajib
melakukan
penanggulangan
pencemaran dan
kerusakan lingkungan
hidup.
Penanggulangan
pencemaran dan
kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana
dimaksud dilakukan
dengan:
1. pemberian
informasi
peringatan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan
hidup kepada
masyarakat ;
2. pengisolasian
pencemaran
10
dan/atau
kerusakan
lingkungan
hidup;
3. penghentian
sumber
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan
hidup;
4. cara lain yang
sesuai dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan teknologi.
c. Pemulihan yaitu
fungsi lingkungan
hidup dilakukan
dengan tahapan:
penghentian sumber
pencemaran dan
pembersihan unsur
pencemar;
1. remediasi;
2. rehabilitasi;
3. restorasi.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif adalah
upaya untuk memahami suatu
fenomena sosial sesuai dengan dunia
pemahaman para pelakunya itu
sendiri. Dengan demikian penelitian
ini mencoba menjelaskan dan
memahami secara mendetail tentang
Peran Dinas Lingkungan Hidup
Dalam Menangani Masalah Limbah
Di Kabupaten Bintan Tahun 2016
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Kabupaten Bintan hal ini didasari
oleh Kabupaten Bintan yang 70%
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berasal dari sector pariwisata merasa
terancam dengan kegiatan
pencemaran minyak yang mencemari
sepanjang pantai Pulau Bintan yang
menjadi andalan objek wisata. Belum
lagi dampak akibat Limbah Minyak
(Sludge Oil) menyebabkan
penurunan pendapatan Nelayan
menurun 50%.
3. Informan
Informan adalah objek penting
dalam sebuah penelitian.
Informan adalah orang-orang dalam
latar penelitian yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian.
Informan adalah orang yang dipilih
untuk dapat memberikan informasi
mengenai Peran dinas lingkungan
hidup Dalam Menangani Masalah
Limbah Di Kabupaten Bintan Tahun
2016. Jumlah informan ada 6 orang
yang terdiri dari 4 orang staf DLH
bidang pengelolaan limbah dan
tokoh masyarakat. Kemudian
penelitian ini mengambil informan
yaitu ahli kelautan dari Fakultas ilmu
kelautan dan perikanan.
4. Sumber dan Jenis Data
a. Data Primer
Yaitu data yang
diperoleh langsung melalui
wawancara dengan pihak
pertama yang meliputi data
tentang Peran Dinas
Lingkungan Hidup Dalam
Menangani Masalah
Limbah Di Kabupaten
Bintan Tahun 2016.
11
b. Data Skunder
Yaitu data yang
diperoleh melalui pihak
kedua yang berupa
keterangan-keterangan
relevan yang dapat
menunjang objek dalam
penelitian ini berupa
dokumen-dokumen dan
literatur, internet, serta
buku-buku teori dan
sebagainya yang
menunjang dan berkaitan
dengan masalah penelitian.
5. Teknik dan Alat
Pengumpulan Data
a. Observasi
Yaitu penelitian ini
melakukan pengamatan
terhadap aktifitas yang
dilakukan DLH Kabupaten
Bintan. Kegunaan observasi
untuk memudahkan
pencatatan yang akan
ditulis setelah mengadakan
pengamatan. Adapun alat
pengumpulan datanya
berupa ceklis.
b. Wawancara
Yaitu penulis
melakukan wawancara
secara langsung dengan
informasi kunci yang
berpedoman kepada daftar
pertanyaan yang telah
penulis susun sedemikian
rupa mengenai Peran Dinas
Lingkungan Hidup Dalam
Menangani Masalah
Limbah Di Kabupaten
Bintan Tahun 2016. Dalam
hal ini wawancara
ditujukan kepada seluruh
informan dan informan
dalam penelitian ini.
Adapun sebagai alat
pengumpulan datanya
adalah pedoman wawancara
6. Teknik Analisa Data Dalam rangka memberikan
gambaran yang jelas, logis dan
akurat mengenai hasil pengumpulan
data, Data yang diperoleh dihimpun
menurut jenis dan kelompoknya,
maka selanjutnya dilaksanakan
pengelolaan dan analisis data yang
dilakukan dengan cara deskriptif
kualitatif, yaitu mengemukakan
masalah menurut apa adanya.
Analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data
dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
LANDASAN TEORITIS
Peran/Peranan
Menurut Soekanto
(2006:243:244) mengatakan bahwa:
“Peranan (role) merupakan aspek
dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya maka dia
menjalankan suatu peranan”.
Pembedaan antara kedudukan
dengan peranan adalah untuk
kepentingan ilmu pengetahuan.
Keduanya tak dapat dipisah-
pisahkan, karena yang satu
tergantung pada yang lain dan
sebaliknya. Tak ada peranan tanpa
kedudukan atau kedudukan tanpa
peranan.
Sebagaimana halnya dengan
kedudukan, peranan juga mempunyai
dua arti. Setiap orang mempunyai
macam-macam peranan yang berasal
dari pola-pola pergaulan hidupnya.
Hal itu sekaligus berarti bahwa
peranan menentukan apa yang
12
diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesempatan-kesempatan apa yang
diberikan oleh masyarakat
kepadanya. Lebih lanjut Soekanto
(2006:243-244) mengatakan bahwa
“Peranan yang melekat pada diri
seseorang harus dibedakan dengan
posisi dalam pergaulan
masyarakatan. Posisi seseorang
dalam masyarakat (yaitu social-
position) merupakan unsur statis
yang menunjukkan tempat individu
pada organisasi masyarakat.
Jadi peranan sangat penting
didalam suatu organisasi, sebab
peranan merupakan suatu konsep
prilaku yang dilakukan oleh
seseorang dalam masyarakat atau
seorang pemimpin kepada
bawahannya sesuai dengan norma-
norma. Menurut Ali (2002:464)
menjelaskan: Peranan adalah
perilaku yang berlangsung atau
tindakan yang berkaitan dengan
kedudukan tertentu dalam struktur
organisasi”. Ditambahkan oleh Ali
(2002:446) menjelaskan bahwa:
“Istilah peranan dipakai untuk
menujukan gabungan pola-pola
kebudayaan yang berkaitan dengan
posisi status tertentu. Peranan
meliputi sikap, nilai, dan perilaku
yang ditentukan masyarakat kepada
setiap dan semua orang yang
menduduki jabatan tertentu”.
Konsep tentang Peran (role)
menurut Komarudin (2005 : 768)
mengungkap sebagai berikut :
Bagian dari tugas utama yang harus
dilakukan oleh manajemen. Pola
prilaku yang diharapkan dapat
menyertai suatu status. Bagian suatu
fungsi seseorang dalam kelompok
atau pranata. Fungsi yang diharapkan
dari seseorang atau menjadi
karakteristik yang ada padanya.
Fungsi setiap variabel dalam
hubungan sebab akibat.
Hubungan-hubungan sosial
yang ada didalam masyarakat
merupakan hubungan antara
peranan-peranan individu dalam
masyarakat serta diatur oleh norma-
norma yang berlaku didalam
masyarakat. Peranan juga dapat
dikatakan sebagai perilaku individu
yang penting bagi struktur sosial
masyarakat. Ditambahkan oleh Ali
(2002:446) menjelaskan bahwa
“Istilah peranan dipakai untuk
menunjukan gabungan pola-pola
kebudayaan yang berkaitan dengan
posisi status tertentu. Peranan itu
meliputi sikap, nilai, dan perilaku
yang ditentukan masyarakat kepada
setiap dan semua orang yang
menduduki jabatan tertentu”. Seperti
yang dikemukakan Soekanto
(2006:146) “Peranan merupakan
aspek yang dinamis dari kedudukan
atas status”. Peranan merupakan
dinamika dari status atau
penggunaan dari hak dan kewajiban
atau bisa disebut sebagai status
subjektif.
Menurut Narwoko dan
Suyanto (2006:160) mengatakan
peranan dapat membimbing
seseorang dalam berprilaku, karena
fungsi peran sendiri adalah sebagai
berikut:
1. Memberi arah pada
proses sosialisasi.
2. Pewarisan tradisi,
kepercayaan, nilai-nilai,
norma-norma dan
pengetahuan.
3. Dapat mempersatukan
kelompok atau masyarakat,
dan
4. Menghidupkan sistem
pengendali dan kontrol,
13
sehingga dapat
melestarikan kehidupan
masyarakat.
Peran menurut Harahap, dkk
(2007: 854) berarti laku, bertindak.
Didalam kamus besar bahasa
Indonesia peran ialah perangkat
tingkah laku yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat.
Sedangkan makna peran yang
dijelaskan dalam Status, Kedudukan
dan Peran dalam masyarakat.
Peranan menurut Poerwadarminta
(2007:751). adalah “tindakan yang
dilakukan seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu
peristiwa”. Berdasarkan pendapat di
atas peranan adalah tindakan yang
dilakukan orang atau sekelompok
orang dalam suatu peristiwa, peranan
merupakan perangkat tingkah laku
yang diharapkan, dimiliki oleh orang
atau seseorang yang berkedudukan di
masyarakat. Kedudukan dan peranan
adalah untuk kepentingan
pengetahuan, keduanya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.
Peran Pemerintah
Peran pemerintah daerah
dalam mendukung suatu kebijakan
pembangunan bersifat partisipatif
adalah sangat penting. Hal ini karena
Pemerintah Daerah adalah instansi
pemerintah yang paling mengenal
potensi daerah dan juga mengenal
kebutuhan rakyat setempat
(Soekanto, 2006:245). Peran
pemerintah daerah terbagi atas peran
yang lemah dan peran yang kuat.
Menurut Leach, Stewart dan Walsh
dalam (Muluk, 2005:62-63), peran
pemerintah daerah yang lemah
ditandai dengan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Rentang tanggungjawab,
fungsi atau kewenangan yang
sempit.
2. Cara penyelenggaraan
pemerintahan yang bersifat
tanggap.
3. Derajat otonomi yang rendah
terhadap fungsi-fungsi yang
diemban dan tingginya
derajat kontrol eksternal.
Sementara itu, menurut
Leach, Stewart dan Walsh dalam
(Muluk, 2005:62-63) untuk peran
pemerintah daerah yang kuat dapat
dilihat dari beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Rentang tanggungjawab,
fungsi atau kewenangan yang
luas
2. Cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang
bersifat positif.
3. Derajat otonomi yang tinggi
atas fungsi-fungsi yang
diemban dan derajat kontrol
eksternal yang terbatas.
Tugas pemerintah sebagai elit
dalam permasalahan publik dapat
dilihat Siagian (2000: 142-150) yaitu
pemerintah memainkan peranan yang
dominan dalam proses
pembangunan, yang dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Stabilisator yaitu peran
pemerintah adalah
mewujudkan perubahan
seperti meminimalisir
permasalahan yang dapat
menjadi ancaman bagi
keutuhan nasional serta
14
kesatuan dan persatuan
bangsa
2. Inovator dalam memainkan
peran selaku inovator
pemerintah sebagai
keseluruhan harus menjadi
sumber dari hal-hal baru,
yang mutlak mendapatkan
perhatian serius
3. Modernisator. Melalui
pembangunan, pemerintah
menjadi kuat, mandiri
4. Pelopor. Selaku pelopor
pemerintah harus menjadi
panutan (role model) bagi
seluruh masyarakat
5. Pelaksana sendiri. meskipun
benar bahwa pelaksanaan
berbagai kegiatan merupakan
tanggung jawab nasional dan
bukan menjadi beban
pemerintah semata, karena
berbagai pertimbangan
seperti keselamatan negara,
kemampuan yang belum
memadai, sangat mungkin
terdapat berbagai kegiatan
yang tidak bisa diserahkan
kepada pihak swasta
melainkan harus
dilaksanakan sendiri oleh
pemerintah
Peran birokrasi kelurahan
dalam konteks penelitian ini adalah
sebagai salah satu bentuk pelayanan
publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah kelurahan, yakni
Kelurahan Sungai jang Kota
Tanjungpinang, yang memiliki
keterlibatan penting dalam
membantu menangani berbagai
macam permasalahan pengelolaan
sampah agar layak pakai kembali.
Adapun definisi pelayanan publik
yang dijelaskan dalam pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga Negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Terkait penyelenggaraan
kegiatan pengolahan sampah
berbasis partisipasi masyarakat
bentuk pelayanan publiknya masuk
ke dalam kategori kelompok
pelayanan publik di bidang jasa
(Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No 63 Tahun
2003). Salah satu bentuk pelayanan
publik yang ditawarkan oleh pihak
kelurahan terkait bidang pelestarian
lingkungan hidup melalui program
pengolahan sampah berbasis
komunitas.
Limbah
Kegiatan manusia hampir
semuanya menghasilkan barang sisa.
Barang sisa itu pun bisa berupa zat
padat, cair ataupun gas. Jika tidak
terjadi pengolahan yang bersih dan
sehat serta sesuai cara yang tepat
maka zat sisa tersebut dapat
berdampak buruk bagi semua aspek,
misalnya kesehatan tubuh, kesehatan
lingkungan dan juga kelestarian
alam. Dalam pengendalian zat sisa
yang kemudian disebut sampah dan
limbah maka pemerintah
mengaturnya dalam undang –
undang dan peraturan Limbah dapat
mencemari lingkungan dalam
kondisi tertentu. Untuk mencegah
terjadinya pencemaran maka
15
dibutuhkan tindakan khusus dalam
mengatur dan mengolah limbah yang
dihasilkan baik berupa zat padat, cair
ataupun gas.
Limbah adalah bahan sisa
pada suatu kegiatan dan/atau proses
produksi, termasuk di sini limbah B3
(bahan berbahaya dan beracun).
Menurut Peraturan Pemerintah no 18
tahun 1999 tentang pengolahan
limbah berbahaya dalam pasal 1
menyebutkan “Limbah bahan
berbahaya dan beracun, disingkat
limbah B3, adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun
yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain”.
(PP no 18 tahun 1999)
Suatu tatanan lingkungan
hidup dapat tercemar atau menjadi
rusak disebabkan oleh banyak hal.
Namun yang paling utama dari
sekian banyak penyabab tercemarnya
suatu tatanan lingkungan adalah
limbah. Limbah digolongkan atas
beberapa kelompok berdasarkan
pada jenis, sifat dan sumbernya.
Berdasarkan pada jenis, limbah
dikelompokkan atas golongan limbah
padat dan limbah cair. Berdasarkan
pada sifat yang dibawanya, limbah
dikelompokkan atas limbah organik
dan limbah an-organik. Sedangkan
bila berdasarkan pada sumbernya,
limbah dikelompokkan atas limbah
rumah tangga atau limbah domestic
dan limbah industri. Limbah cair
adalah semua jenis bahan sisa yang
dibuang dalam bentuk larutan atau
berupa zat cair. Limbah cair dapat
berupa air bekas pencucian, busa
detergen dan lain. (Palar, 2008).
Menurut Peraturan
Pemerintah no 18 tahun 1999 tentang
pengolahan limbah berbahaya dalam
pasal 7 menyebutkan jenis limbah B3
menurut sumbernya meliputi : a.
Limbah B3 dari sumber tidak
spesifik; b. Limbah B3 dari sumber
spesifik; c. Limbah B3 dari bahan
kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas
kemasan, dan buangan produk yang
tidak memenuhi spesifikasi. Dalam
peraturan pemerintah yang sama pun
menyebutkan setiap badan usaha
yang menghasilkan limbah cair,
padat dan gas pun wajib pengolahan
untuk mereduksi kandungan limbah
cair yang ada melakukan
pembuangan langsung ke lingkungan
alam bebas . Banyak hal yang perlu
dipertimbangkan untuk melakukan
pengolahan, terutama dapat
menimbulkan ketidakstabilan
lingkungan ekosistem dan bisa
memperngaruhi kesehatan
lingkungan. Di dalam PP no 20 tahun
1990 menjelaskan bahwa
pengendalian lingkungan akan diatur
oleh pemerintah setempat dalam hal
ini kekuasaan tertinggi yaitu
Gubernur, pemerintah setempat
harus tegas bagi mereka pelaku
usaha yang menghasilkan limbah
untuk melakukan proses pengolahan
terlebih dahulu.
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Dinas Lingkungan Hidup
mempunyai tugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan teknis di
bidang lingkungan hidup serta
melaksanakan tugas dekonsentarasi
16
dan pembantuan yang diserahkan
oleh Bupati sesuai dengan lingkup
tugasnya, untuk melaksanakan tugas
tersebut, Dinas Lingkungan Hidup
menyelenggarakan fungsi :
a. pelaksanaan kegiatan
kesekretariatan meliputi
keuangan, umum, dan
kepegawaian;
b. penyusunan perencanaan dan
program di bidang
lingkungan hidup;
c. perumusan kebijakan teknis,
fasilitasi, koordinasi serta
pembinaan teknis di bidang
pengendalian pencemaran
lingkungan hidup dan
pengelolaan limbah;
d. perumusan kebijakan teknis,
fasilitasi, koordinasi serta
pembinaan teknis di bidang
pengendalian kerusakan,
pemulihan lingkungan dan
penegakan hukum;
e. perumusan kebijakan teknis,
fasilitasi, kordinasi serta
pembinaan teknis di bidang
tata lingkungan dan Amdal;
f. pegkoordinasian kebijakan
teknis dengan instansi terkait
;
g. pelaksanaan tugas lain di
bidang lingkungan hidup
yang diserahkan oleh
Gubernur.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada dasarnya untuk
mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan, pemerintah harus
melakukan pengawasan langsung
maupun tidak langsung. Ketika
semua program telah dibuat dan telah
diterapkan, tetapi masih terlihat
banyak terjadi pencemaran di mana-
mana, hal ini bisa dari pihak
pemerintah yang kurang tanggap
meskipun program telah dibuat tanpa
harus ada pengawasan lebih lanjut
terhadap penerapan program yang
ada sehingga program tersebut tidak
bisa berjalan dengan maksimal.
Dalam PP No. 74 Tahun
2001 disebutkan bahwa dalam
pengelolaan limbah B3 terdapat
faktor pengangkutan, dan di Provinsi
Kepulauan Riau sudah ada
perusahaan pengangkutan limbah
B3. Berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bintan Tahun
2011-2031 menjelaskan bahwa
Rencana sistem prasarana yang
menjadi prioritas pemerintah
Kabupaten Bintan adalah sistem
pengolahan limbah. Rencana
pengembangan sistem pengolahan air
limbah sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui : pengembangan
Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) di Kecamatan Seri Kuala
Lobam, Bintan Utara, Teluk Sebong,
Teluk Bintan, Bintan Timur, dan
Gunung Kijang; pengembangan
instalasi pengolahan limbah
berbahaya dan beracun di Sei Lekop;
dan pengembangan sistem
pengolahan limbah melalui
pengembangan septic tank dengan
sistem terpadu untuk kawasan
perkotaan dan pengembangan
jaringan tertutup untuk kawasan
lainnya.
Limbah minyak berwarna
hitam mencemari pesisir pantai
Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
17
Dari pantauan Antara, limbah
minyak atau sludge oil tersebut
menyebar di beberapa desa,
diantaranya Kampung Semelur,
Sialang, Kampe, Teluk Dalam,
Penginang, dan Desa Berakit
Kabupaten Bintan. Keberadaan
limbah Tidak terhitung dengan
puluhan pulau-pulau kecil yang ada
di Bintan lainnya. Keberadaan
limbah sangat dirasakan masyarakat
pesisir, Nelayan mengeluhkan
keberadaan limbah minyak yang
sudah mengeras, limbah minyak
merusak alat tangkap nelayan Desa
Berakit dan 5 desa lainnya.
1. Pencegahan
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa pencegahan belum
optimal karena hanya sebatas
pertemuan tanpa adanya kegiatan
yang dilakukan. Keseriusan
pemerintah dan masyarakat pada
umumnya dibutuhkan, agar
dampaknya dapat dikurangi sehingga
tidak menumpahkan persoalan pada
aktivitas industri, seperti yang telah
terjadi selama ini. Pada umumnya
kegiatan industri di pusat dan daerah,
menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan seperti aktivitas industri
di sektor perindustrian,
pertambangan dan sumberdaya
mineral, pariwisata, kehutanan,
pekerjaan umum, perhubungan,
pertanian, kelautan dan perikanan,
riset dan teknologi, dan perumahan
rakyat, serta sektor kesehatan.
Dalam skala besar,
permasalahan pencemaran terhadap
lingkungan terdiri atas bermacam
kegiatan seperti kebocoran gas,
tumpahan minyak dari tanker (oil
spil), limbah pertambangan ke laut,
kecelakaan kapal pengangkut bahan
tambang mineral, illegal mining,
illegal loging, penambangan tanpa
ijin, pengeboran minyak lepas pantai,
penambangan pasir laut untuk
reklamasi pantai atau pulau, industri
yang berada di pantai/pesisir,
penggunaan bahan kimia pada
aktivitas usaha tani di hulu,
penggunaan kawasan hutan untuk
pelabuhan, pengambilan terumbu
karang untuk diekspor, pembuatan
kapal yang menggunakan kayu,
operasional kapal, kecelakaan kapal,
kegiatan kepelabuhanan, illegal
fishing, industri perikanan, tambak,
pembangunan tempat rekreasi di
pantai/pesisir, reklamasi pantai,
wisata bahari, bahan beracun dari
laboratorium, dan limbah domestik.
Banyaknya zat pencemar pada air
limbah akan menyebabkan
menurunnya kadar oksigen terlarut
dalam air, sehingga menyebabkab
kehidupan yang membutuhkan
oksigen dalam air terganggu, dan
menghambat perkembangannya,
serta dapat menyebabkan kerusakan
tanaman dan tumbuhan air (Lina
Warlina, 2004).
Limbah minyak hitam atau
sludge oil memenuhi hampir seluruh
perairan Berakit, Kecamatan Teluk
Sebong, Kabupaten Bintan. Selain
mengotori laut dan pantai, limbah itu
juga merusak alat tangkap nelayan.
Limbah minyak hitam mengotori
perairan hingga pantai sepanjang 13
kilometer, mulai ujung pantai Berakit
hingga Kampung Kampe, Desa
Pengudang. bukan hanya jaring
kelong yang rusak, limbah tersebut
juga mengotori kelong, serta kapal-
kapal pompong yang sedang
bersandar.
Limbah minyak hitam sudah
memenuhi ke perairan
18
Tanjungberakit Gumpalan-gumpalan
minyak itu datang dari arah perairan
Pedra Blanca (Batu Putih). Nelayan
sudah banyak yang mengeluh, jaring
mereka rusak. Meski pencemaran
oleh limbah minyak hitam ini sudah
terjadi sejak bertahun-bertahun dan
berulang-ulang, namun hingga kini
belum ada penyelesaian. Limbah
minyak hitam selain mencemari
lingkungan juga membuat
pendapatan nelayan turun drastis,
karena alat tangkapnya rusak.
Limbah ini juga mengganggu sektor
pariwisata karena orang enggan
berkunjung ke pantai.
2. Penanggulangan
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa penanggulangan
dilakukan belum optimal, karena
selama ini permasalahan masih terus
terjadi, limbah terus mengotori
beberapa desa di Bintan khususnya
di Desa Berakit. sangat penting
untuk terus mengupayakan
perlindungan lingkungan laut dari
ancaman pencemaran terutama dari
kapal yang lalu lalang tersebut. Hal
ini perlu diantisipasi karena
Indonesia memiliki pantai yang
panjang dengan kompleksitas
interaksi dengan faktor lingkungan
yang jika terjadi pencemaran akan
menyulitkan penanggulangannya
(Suhaidi, 2006)
Berdasarkan hasil observasi
yang melakukan penanggulangan
adalah Lantamal, pihaknya sudah
menurunkan tim khusus untuk
menindaklanjuti banyaknya laporan
dari masyarakat soal pencemaran
limbah minyak hitam di laut Bintan
dan Batam. Limbah berupa
gumpalan minyak hitam menyerupai
aspal baik yang menggumpal
maupun cair umumnya terjadi pada
Desember sampai Januari setiap
tahunnya, bertepatan saat musim
utara. Diduga limbah minyak hitam
tersebut berasal dari kapal-kapal
yang melintas di utara perairan
Tanjungberakit dan Lagoi. Ataupun
dari kapal yang sedang lego jangkar
di East OPL. Pihak Lantamal telah
berkoordinasi dengan instansi terkait
lainnya dalam melaksanakan
kegiatan patroli dan pengawasan di
area sektor East OPL guna menindak
tegas kapal-kapal yang membuang
limbah sembarangan. Tim WFQR
Lantamal IV menindaklanjuti
keluhan masyarakat ini dengan
menerjunkan tim khusus anti limbah
laut. Saat ini yang dibutuhkan adalah
pemantauan secara terpadu dan ketat
dengan melibatkan seluruh
stakeholder di Kepri. Disamping
informasi yang diperoleh dari para
nelayan, Lantamal IV juga
menggunakan pesawat AIS, drone
dan unsur patroli untuk memantau
wilayah yang terdampak oleh
pencemaran yang diakibatkan oleh
aktivitas kapal-kapal yang lego
jangkar di sekitar east OPL.
3. Pemulihan
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa pihak pemerintah
sudah melakukan upaya perbaikan
namun dirasakan belum optimal.
Beberapa efek tumpahan minyak di
laut dapat di lihat dengan jelas
seperti pada pantai menjadi tidak
indah lagi untuk dipandang,
kematian burung laut, ikan, dan
kerang-kerangan, atau meskipun
beberapa dari organisme tersebut
selamat akan tetapi menjadi
19
berbahaya untuk dimakan. Kasus
pencemaran laut akibat dari
tumpahan minyak dapat berpengaruh
pada beberapa sektor, diantaranya
lingkungan pantai dan laut,
ekosistem biota pantai dan laut, dan
mengganggu aktivitas nelayan
sehingga mempengaruhi
kesejahteraan mereka. Pengaruh-
pengaruh tersebut antara lain dapat
mengubah karakteristik populasi
spesies dan struktur ekologi
komunitas laut, dapat mengganggu
proses perkembangan dan
pertumbuhan serta reproduksi
organisme laut, bahkan dapat
menimbulkan kematian pada
organisme laut.
Kementerian Lingkungan Hidup
(KLH) RI segera mengangkut dan
menangani limbah minyak hitam
(sludge oil), yang mencemari laut
dan pantai selama ini. Tahap awal,
ada sekitar 80 ton limbah yang
segera diangkut. Pengendalian
Pencemaran Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Bintan menjelaskan
tim KLH dari pusat Jakarta
menyurvei daerah Sekera (Binut),
kawasan Lagoi dan Pengudang serta
Berakit (Teluk Sebong), dan
sepanjang pantai Trikora (Gunung
Kijang). Mereka mengecek limbah
minyak hitam yang terdampar.
Khusus di kawasan Lagoi, ada 80
drum atau 80 ton limbah sludge oil
yang sudah dikumpulkan pengelola.
Limbah ini segera diamankan atau
diangkut oleh KLH RI, ke Batam.
Kemudian ditangani untuk
pemusnahannya, program
penanganan limbah sludge oil yang
mencemari pantai Bintan ini, akan
terus dijalankan sampai tahun-tahun
berikutnya. KLH pusat sudah
menganggarkan untuk penanganan
pencemaran limbah di Bintan,
terhitung sejak tahun anggaran 2017
ini.
Pemkab Bintan akan
menyediakan lokasi di luar kawasan
Lagoi, untuk pengumpulan limbah
itu. Kemudian, limbah itu diangkut
ke Batam. Selain itu, KLH pusat juga
bakal menyediakan teknologi
penghancuran limbah di kawasan
perbatasan perairan Bintan dengan
luar negeri. Sehingga, limbah tidak
ada lagi yang terdampar di pantai
kawasan wisata maupun di daerah
tangkapan nelayan. Tapi untuk tahap,
penanganan limbah ini dilakukan
dengan cara mengumpulkan dan
mengangkut. Untuk penerapan
teknologi penghancur limbah, itu
untuk tahap berikutnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat dianalisa bahwa Peran
Dinas Lingkungan Hidup Dalam
Menangani Masalah Limbah Minyak
(Sludge Oil) Di Kabupaten Bintan
Tahun 2016 Pada Desa Berakit
Kabupaten Bintan belum berjalan
optimal, hal ini dapat dilihat dari
pencemaran masih terjadi, hal ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
Berdasarkan penelitian
diketahui bahwa pencegahan saat ini
dilakukan hanya sebatas memberikan
dorongan untuk partisipasi
masyarakat agar ikut serta
mengawasi, namun pelaksanaan
dilapangan tidak sesuai. Untuk
pencegahan DLH Kabupaten Bintan
sudah memberikan sanksi, kemudian
pengawasan dibantu oleh
masyarakat, Cuma memang kadang-
kadang kapal yang lewat ini tidak
mungkin terus diawasi dan akhirnya
20
mereka juga berulang kali
membuang limbah minyak. Dampak
pencemaran lingkungan dapat
dirasakan secara langsung atau tidak
langsung oleh manusia.
Akibat pencemaran tersebut,
lingkungan menjadi rusak sehingga
daya dukung alam terhadap
kelangsungan hidup manusia
menjadi berkurang Limbah minyak
hitam atau sludge oil memenuhi
hampir seluruh perairan Berakit,
Kecamatan Teluk Sebong,
Kabupaten Bintan. Selain mengotori
laut dan pantai, limbah itu juga
merusak alat tangkap nelayan.
Limbah minyak hitam mengotori
perairan hingga pantai sepanjang 13
kilometer, mulai ujung pantai Berakit
hingga Kampung Kampe, Desa
Pengudang bukan hanya jaring
kelong yang rusak, limbah tersebut
juga mengotori kelong, serta kapal-
kapal pompong yang sedang
bersandar.
Limbah minyak hitam sudah
memenuhi ke perairan
Tanjungberakit Gumpalan-gumpalan
minyak itu datang dari arah perairan
Pedra Blanca (Batu Putih). Nelayan
sudah banyak yang mengeluh, jaring
mereka rusak. Meski pencemaran
oleh limbah minyak hitam ini sudah
terjadi sejak bertahun-bertahun dan
berulang-ulang, namun hingga kini
belum ada penyelesaian. Limbah
minyak hitam selain mencemari
lingkungan juga membuat
pendapatan nelayan turun drastis,
karena alat tangkapnya rusak.
Limbah ini juga mengganggu sektor
pariwisata karena orang enggan
berkunjung ke pantai.
Kemudian Berdasarkan
penelitian maka dapat dianalisa
bahwa pemulihan sudah dilakukan,
saat ini terasa belum optimal karena
pemerintah Bintan khususnya DLH
Kabupaten Bintan masih
kekurangan dana.
Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Perlu adanya sanksi yang
tegas bagi kapal maupun
kegiatan yang mengakibatkan
pencemaran limbah.
2. Perlu adanya pengawasan
yang dilakukan oleh
pemerintah khususnya DLH
Kabupaten Bintan dalam
penanggulangan limbah
tersebut.
3. Perlu adanya dana yang
disiapkan untuk pemulihan
pencemaran di Desa Berakit.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad, 2002, Keterpurukan
Hukum di Indonesia, Chalia
Indonesia
Arikunto, Suharsimi. 2006.
Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko.
2006. Sosiologi Teks
Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Media
Group
Daud Silalahi. 2001 Hukum
Lingkungan Dalam Sistem
Penegakkan Hukum.
Lingkungan Indonesia,
Edisi Ke-3, 2001, Alumni,
Bandung.
Dwiyanto, A.,Dkk, 2007. Kinerja
Tata Pemerintahan Daerah
di Indonesia. Yogyakarta :
PSKK.UGM.
21
Ermaya. 1997. Pemimpin dan
Kepemimpinan Pemerintah
Suatu Pendekatan Budaya.
Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Hamdi, Muchlis, dkk. 1999.
Kebijakan Publik :
Selayang Pandang. Widya
Praja Edisi ke 33. Jakarta :
IIP Depdagri.
Harahap, E.St, dkk. 2007. Kamus
besar bahasa Indonesia,
Bandung: Balai Pustaka
Komarudin, 2005, Ensiklopedia
Manajemen, Bandung,
Alfabeta
Koswara. 2000. Otonomi dan Pajak
Daerah. Jogjakarta : PT
Gramedia
Kristianto. 2004. Ekologi Industri.
Yogyakarta: Andi.
Muluk, Khairul. 2005. Desentralisasi
dan Pemerintahan Daerah.
Malang : Bayumedia
Publishing
Moleong, Lexy J. 2000. Metodelogi
Penelitian Kualitatif.
Bandung. Remaja
Rosdakarya
Mudrajad Kuncoro, Ph. D. 2004.
Otonomi dan Pembangunan
daerah. Jakarta: Rineka Cipta
Ndraha, Talidziduhu. 2005.
Kybernologi. Jakarta : CV. Rineka
Cipta
Nusa Idaman Said. 2011.
Pengelolaan Limbah
Domestik.Jakarta: BPPT.
Penerbit Erlangga Persada.
Palar, Heryando. 2008. Pencemaran
dan Toksikologi Logam
Berat. Jakarta : Rineka. Cipta
Poerwadarminta. 2007. Kamus
Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: PN Balai. Pustaka.
Ryias Rasyid.M, 2000. Otonomi
Daerah Negara Kesatuan,
Yogyakarta : Pustaka Pelaja
Siagian,P. Sondang, 2000,
Administrasi Pembangunan,
Konsep, Dimensi dan
Strateginya, Bumi Aksara,
Jakarta.
Suharto.Ign. 2011. Limbah Kimia
dalam Pencemaran Air dan
Udara. Yogyakarta : CV.
Andi Offset.
Supardi, I, 2003. Lingkungan Hidup
dan Kelestariannya. Penerbit PT.
Alumni
Supriatna. 2007. Sistem Administrasi
Pemerintahan Di Daerah, (Jakarta:
Bumi
Aksara
Syafiie, Inu Kencama. 2005
Pengantar Ilmu
Pemerintahan. Jakarta : Bumi
Aksara
Yulipriyanto. 2010. Biologi Tanah
dan Strategi Pengelolaannya.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Jurnal :
Ima Maghfiro, M. Saleh Soeaidy,
M.Rozikin. 2015. Analisis
Peran Pemerintah Dalam
Mengatasi Limbah Industri
Pabrik Gula Tjoekir (Studi
pada DINAS
LINGKUNGAN HIDUP
Kabupaten Jombang). Jurnal
Administrasi Publik (JAP,)
Vol.1, No.3 h. 94-102
Norini. 2015. Peran Badan
Lingkungan Hidup Provinsi
22
Kepulauan Riau Dalam
Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup Terhadap Limbah B3
Di Kota Batam (Studi Kasus :
PT. Enviro Cipta Lestari
[Perusahaan Pengangkut &
Pengumpul Limbah B3 Di
Kawasan KPLI Batam].
Jurnal Ilmu Pemerintahan.
UMRAH.
Syahril Nedi (2012) Stakesholder
Yang Berperan Dalam
Pengendalian Pencemaran
Minyak Di Selat Rupat.
Jurnal Perikanan dan
Kelautan. Vol 17 No 1
Dokumen :
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan
Pengelolahan Lingkungan
Hidup lingkungan hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 1999, tentang
Pengelolaan. Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi
sebagai Daerah Otonom
Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan
Nomor 8 Tahun 2008
Tentang Pembentukan
Organisasi Lembaga Teknis
Daerah Kabupaten Bintan
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan
Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bintan
Tahun 2011-2031