Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

19
Review : Peran dari Autophagy pada Fungsi Extravillous Trophoblas pada Keadaan Hipoksia I. Bildirici , M.S. Longtine , B. Chen , D.M. Nelson Abstrak Autophagy berkembang dari penelitian terhadap ragi sampai penelitian pada manusia. Meski sebelumnya digambarkan sebagai jalur kematian, autophagy kini dianggap sebagai fenomena bertahan hidup yang penting dalam respon terhadap stresor lingkungan pada sebagian besar organ yang terkena. Literatur yang terus berkembang merupakan penelitian di dalam sel non- plasenta, sehingga studi autophagy di dalam plasenta mulai tertinggal. Kami meninjau regulasi autophagy, merangkum studi plasenta mengenai autophagy, dan menyoroti potensi daerah untuk penelitian masa depan. Kami percaya bahwa penelitian tersebut akan menghasilkan wawasan baru tentang bagaimana plasenta melindungi kelangsungan hidup spesies dengan "memakan diri sendiri" (self-eating). 1. Pendahuluan Autophagy merupakan bahasa Latin yang berarti "memakan diri sendiri", sebuah istilah yang sekarang

description

Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia.

Transcript of Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

Page 1: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

Review : Peran dari Autophagy pada Fungsi Extravillous

Trophoblas pada Keadaan Hipoksia

I. Bildirici , M.S. Longtine , B. Chen

, D.M. Nelson

Abstrak

Autophagy berkembang dari penelitian terhadap ragi sampai penelitian

pada manusia. Meski sebelumnya digambarkan sebagai jalur kematian, autophagy

kini dianggap sebagai fenomena bertahan hidup yang penting dalam respon

terhadap stresor lingkungan pada sebagian besar organ yang terkena. Literatur

yang terus berkembang merupakan penelitian di dalam sel non-plasenta, sehingga

studi autophagy di dalam plasenta mulai tertinggal. Kami meninjau regulasi

autophagy, merangkum studi plasenta mengenai autophagy, dan menyoroti

potensi daerah untuk penelitian masa depan. Kami percaya bahwa penelitian

tersebut akan menghasilkan wawasan baru tentang bagaimana plasenta

melindungi kelangsungan hidup spesies dengan "memakan diri sendiri" (self-

eating).

1. Pendahuluan

Autophagy merupakan bahasa Latin yang berarti "memakan diri sendiri",

sebuah istilah yang sekarang menggambarkan fenomena biologis penting.

Autophagy adalah proses yang sangat diatur oleh dimana protein yang rusak,

organel terluka, dan organisme yang menyerang terkandung dalam vesikel

membrane-bound dobel yang disebut autophagosomes yang berfusi dengan

lisosom, yang menyebabkan degradasi muatan yang menghasilkan autolysosome

yang akan mendaur ulang biomolekul. Sebuah kaset gen autophagy ( Atg ) pada

awalnya digambarkan dalam ragi, Saccharomyces cerevisiae, dan sampai saat ini,

35 gen tersebut telah diidentifikasi, dan banyak diawetkan di dalam spesies mulai

dari jamur lendir sampai manusia. Apoptosis, autophagy, dan nekrosis pada

Page 2: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

awalnya ditetapkan sebagai kematian sel tipe I, II , dan III. Namun, nomenklatur

ini tidak lagi relevan, karena autophagy dikenal sebagai pembantu kelangsungan

hidup sel dan jarang menyebabkan kematian sel. Selain itu , autophagy menurun

di dalam sel hewan selama penuaan in vivo dan in vitro, menghubungkan

prosesnya untuk umur panjang. Memang, pembatasan kalori merupakan

perangsang autophagy juga satu-satunya intervensi yang dikenal untuk

meningkatkan umur panjang. Kami di bawah ini meninjau stresor untuk

menginduksi, dan mekanisme untuk eksekusi autophagy dalam sel mamalia.

Selanjutnya kami menjelaskan tentang autophagy dalam plasenta, kami juga

akhirnya menyoroti bidang utama untuk penelitian ini akan menjelaskan disfungsi

plasenta yang berhubungan dengan penyakit kehamilan.

2. Apakah yang disebut autophagy?

Kehidupan hanya dapat terjadi berdasarkan keseimbangan homeostatis

antara sintesis dan degradasi. Untuk pergantian dari komponen selular, sel

eukariot dilengkapi dengan beberapa sistem degradasi, salah satunya adalah

proses autophagy. Autophagy adalah sebuah jalur transport dari sitoplasma

menuju lisosom. Ketika poteasome secara umum berguna untuk degradasi selektif

protein berumur pendek, hampir seluruh protein berumur panjang, yang

merupakan mayoritas materi selular dicerna oleh lisosom. Ada beberapa

klasifikasi dari autophagy, termasuk macroautophagy, microautophagy, dan

bentuk khusus autophagy (e.g pexophagy dan mitophagy). Proses ini dipisahkan

secara morfologis, tetapi dalam prisip memiliki kesamaan jalur biokimia dan

pertukaran dan mewakili kurang lebih jumlah besar proses degradasi. Di samping

jenis autophagy ini, yang hampir seluruhnya berhubungan, protein cytosolic

individual dapat di-degradasi secara lisosom melalui jalur langsung melewati

membran lisosomal, dalam proses yang disebut chaperone-mediated autophagy.

Macroautophagy diperkirakan memainkan peran penting dalam degradasi

interseluler. Pada artikel ini, kami menggunakan istilah autophagy sebagai

sinonim dari macroautophagy.

Page 3: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

Selama proses autophagy, sebuah struktur membran selapism yang disebut

membran isolasi, mengelilingi sebagian dari sitoplasma dan organel.

Penggabungan dari ujung membran isolasi menghasilkan sebuah membran ganda

berbentuk bulat autophagosome berdiameter sekitar 1 µm. lalu autophagosome

bergabung dengan lisosom dan muatan terasing dan membran dalam di-degradasi

oleh lisosomal hidrolase. Autophagosome memiliki umur pendek dibandingkan

organela lainnya. Asam amino yang dihasilkan dari komponen sitosolik dapat

digunakan kembali oleh sel, karena itu, autophagy dapat dianggap sebagai sistem

daur ulang efisien. Hampir seluruh sel (tetapi tidak seluruhnya; ada beberapa

pengecualian), autophagy biasanya disupresi ke level basal. Beberapa kondisi,

termasuk kelaparan, hipoksia, stress oksidatif, infeksi pathogen, dan stimulasi

hormonal, dapat mencetuskan peningkatan dramatis dari autophagy. Pengaturan

dari autophagy tergantung dari tipe stimulasi dan diperantarai banyak faktor,

seperti yang diulas oleh Bildirici et al. penelitian kami telah membongkar infeksi

parvovirus B19 yang terinduksi mitophagy dalam eritrosit.

Autophagy dan autophagy terkait gen telah diimplikasikan dalam spektrum

luas permasalahan penyakit manusia termasuk penyakit Alzheimer, penyakit

Huntington, penyakit Parkinson, diabetes, penuaan, atrofi otot, dan miopati,

dengan peran tambahan dalam stem sel saraf dalam otak manusia dewasa, liver,

respon antioksidan, metabolism lemak, dan kanker. Autophagy telah dihungkan

dengan penyakit inflamasi seperti penyakit Chron.

Sel memperlihatkan rendahnya tingkat autophagy bahkan dalam kondisi

diet normal. Apakah peran dari autophagy basal ini? Dua penelitian independen

menggunakan tikus yang memenuhi syarat yang memiliki kekurangan Atg5 dan

Atg7 pada otaknya, secara berurutan, mendemonstrasikan bahwa hilangnya ini

dari jaringan otak mengakibatkan penyakit neurodegenerative. Walaupun tikus ini

tidak memiliki kecenderungan genetik terhadap penyakit tersebut, inklusi

sitoplasma dalam tubuh diakumulasi dalam neuron tikus. Jadi autophagy basal

kemungkinan penting untuk pembersihan. Karena itu, bukti yang terakumulasi

menganjurkan autophagy dan sistem proteasom menlindungi neuron terhadap

Page 4: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

kumpulan kecenderungan protein mutan beracun (seperti protein mengandung

poliglutamin) yang menyebabkan penyakit neurogeneratif.

Gambar 1. Proses autophagy pada sel mamalia

3. Plasentasi Pada Kondisi Hipoksia

Hipotesis terbaru mengenai etiologi preeklamsia berfokus pada

dangkalnya invasi trofoblas dan plasentasi yang buruk. Sel induk trofoblas pada

manusia berdiferensiasi menjadi dua tipe sel, trofoblas villous dan ekstravillous

(EVT). Trofoblas invasive disebut EVT interstisial bermigrasi ke dalam lapisan

desidua endometrium dan EVT endovascular bermigrasi di sepanjang arteriol

spiralis. Invasi EVT ke dalam arteri spiralis dimulai pada awal kehamilan dan sel

trofoblas endovascular beragregasi dalam lumen pembuluh darah membentuk

“sumbat trofoblas”, untuk menunjang pertumbuhan embrio dan plasenta dalam

lingkungan rendah oksigen pada tahap awal kehamilan. EVT menginvasi desidua

maternal dalam keadaan yang buruk seperti kadar oksigen yang rendah (O2 2-5%)

Page 5: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

dan konsentrasi glukosa yang rendah (1mM), sampai kehamilan 1 minggu. Seiring

masuknya EVT ke dalam uterus, sistem hypoxia inducible factor (HIF) memiliki

peran penting . setelah usia kehamilan 12 minggu, EVT endovascular menginvasi

arteri spiralis uterus, mengganti sel endotelialnya, dan berpartisipasi dalam

mendegradasi tunika media sel otot polos. Remodeling arteri spiralis ini penting

untuk menciptakan perfusi plasenta yang baik agar dapat menunjang pertumbuhan

janin.

Jalur pengiriman sinyal yang bertanggung jawab dalam memicu

autophagy rupanya berbeda tergantung dari tipe sel. Sebagai contoh, peningkatan

autophagy mitokondrial (mitofagi) selama hipoksia dianggap sebagai respon

adaptif, menurunkan kadar oksigen reaktif (ROS) dan menjaga integritas sel,

meskipun pada beberapa turunan sel glioma dan kanker payudara, hipoksia

berkepanjangan mendukung kematian sel autophagy. Sebagian besar respon kuat

terhadap hipoksia persisten berupa penghancuran aktif mitokondria melalui

autophagy mitokondria secara selektif. Secara luar biasa, fibroblast embrio tikus

(MEF) yang dikultur pada O2 1% menyebabkan penurunan massa mitokondrianya

sebanyak 75% dalam 48 jam melalui mekanisme autophagy yang dimulai oleh

ekspresi BNIP3 yang tergantung pada HIF1, yaitu suatu protein mitokondria yang

berkompetisi dengan beclin1 untuk berikatan dengan Bcl2 (B-cell CLL/lymphoma

2), sehingga melepaskan beclin1 untuk memicu autophagy. Pentingnya sifat

adaptif dari respon metabolic ini terhadap hipoksia terbukti dengan matinya MEF

yang mengalami defisiensi HIF1α ketika dikultur dalam kondisi hipoksik selama

72 jam disebabkan peningkatan kadar ROS secara dramatis. Sel-sel dapat

diselamatkan dengan ekspresi berlebihan dari BNIP3 atau PDK1 (pyruvate

dehydrogenase kinase, isozyme 1), atau dengan terapi menggunakan pengikat

radikal bebas. Sudah lama diketahui bahwa produksi ROS mitokondria

meningkat dalam kondisi hiperoksik. Namun, penelitian terbaru membuktikan

bahwa hipoksia akut juga menyebabkan peningkatan produksi ROS mitokondria,

yang diperlukan untuk menghambat aktivitas HIF1α hidroksilase. Paparan MEF

tipe liar terhadap hipoksia selama 48 jam menyebabkan penurunan kadar ROS,

bertolak belakang dengan MEF HIF1α dimana kadar ROS meningkat secara

Page 6: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

nyata. Plasenta menghasilkan ROS yang mungkin berperan dalam stress oksidatif

bahkan dalam kehamilan normal sekalipun, tetapi keadaan ini meningkat pada

kehamilan dengan preeklamsia atau IUGR, menunjukkan bahwa stress demikian

dapat merubah fungsi plasenta melalui modifikasi kovalen dari struktur dan fungsi

protein.

Gambar 2. Autophagy mendukun fungsi EVT pada keadaan hipoksia secara

fisiologis. Invasi EVT interstitial dimulai pada usia kehamilan7-11 minggu,

dan terjadi remodeling vascular oleh EVT pada usia kehamilan 12-16

minggu.

4. Autophagy pada Embriogenesis dan Implantasi

Pada saat terjadinya embryogenesis, pengumpulan protein dai oosit

diperlukan untuk terjadinya oogenesis. Walaupun sebagian besar protein ini

diperlukan untuk pembentukan zygot (hasil pembuahan embrio), sisa dari protein

Page 7: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

ini akan di degradasikan setelah terjadinya fertilisasi, dan terjadi pembentukan

sintesa protein yang baru yang dihasilkan oleh genom dari zygot. Pada tikus,

transkripsi gen dari zygot terdeteksi pada tingkatan akhir sel-tunggal, dan

kebanyakan dari RNA ibu akan di eliminasikan pada tahap sel-ganda. Pola dari

sintesa protein akan berubah secara drastic pada tahap empat sel sampai delapan

sel. Kadar basal dari autophagy sangat rendah pada oosit yang belum mengalami

fertilisasi, akan tetapi autophagy akan diaktifasikan segera setelah fertilisasi.

Dengan menggunakan spesifik Atg5 (autophagy-related 5) oosit pada hewan

percobaan, didapatkan bahwa Atg5-null oosit dapat terbentuk ketika terjadinya

fertilisasi dengan sperma wild-type, tetapi tidak dapat dihasilkan setelah tahap

empat sel dan delapan sel jika oosit difertilisasikan dengan sperma Atg5-null.

Rata-rata sintesis protein akan berkuran pada embrio yang mengalami defisiensi

autophagy, membuktikan bahwa kehilangan dari maternal factor oleh autophagy

sangat penting untuk perkembangan pre-implantasi pada mamalia.

Penelitian dengan hewan percobaan tikus dengan implantasi tertunda,

dikerjakan dengan perlakuan ovariektomi sebelum implantasi blastosit,

menunjukan ekspresi dari Atg7 dan LC3 pada blastosit, menjadi dormant dengan

eliminasi dari 17β-estradiol (E2), dibandingkan dengan blastosit yang teraktifasi

oleh E2, membuktikan bahwa autophagy diperlukan untuk mempertahankan daya

hidup blastosit dormant. Aktifasi dari autophagy juga terlihat pada massa sel

dalam. Pada sisi lain, E2 atau progesterone mengaktifasikan autophagy secara

berkelanjutan dengan penurunan dari aktifasi/forsforilasi dari mTOR (mammalian

target of rapamycin) pada sel epitel mamalia sapi. Progesteron juga diketahui

mempunyai peran yang sangat penting pada penumpukan sel NK darah tepi di

uterus. Peneliti melaporkan bahwa regulasi hormonal, menggunakan

progesterone, prolaktin, dan human chorionic gonadotropin, berperan pada

toleransi janin dengan memacu produksi dari hasil imunosupresif sel NK..

Regulasi hormone dari sel imun ibu berperan penting dalam proses implantasi,

akan tetapi masih belum dimengerti apakah hormone berperan pada autophagy

pada sel imun ibu atau sel stromal pada tempat implantasi.

Page 8: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

Tikus yang kekurangan beclin 1, yang mana berperan pada proses

autophagy dan endositosi, menimbulkan kematian janin dini (E7,5 atau lebih dini)

dengan defek dari penutupan kanal proamniotik. Target delesi dari FIP200

(bagian yang penting dari protein Atg 17p autophagy pada ragi) pada tikus juga

menimbulkan kematian janin pada usia kehamilan pertengahan atau lanjut dengan

kegagalan pembentukan jantung dan degenerasi sel hati. Defek dari Ambra1

(molekul yang teraktifasi pada autophagy teregulasi beclin1) menyebabkan

kematian janin (E10-E14) dengan defek pada perkembangan neural tube pada

otak tengah dan otak belakang dan dapat disertai spina bifida. Oleh karena itu,

autophagy memiliki peran yang penting pada perkembangan janin, walaupun

masih belum dimengerti secara betul efek dari autophagy secara eksternal pada

embryogenesis secara eksternal.

5. Autophagy pada trofoblas ekstravilli dan trofoblas villi

Di plasenta, ekspresi LC3B terdeteksi pada sitotrofoblas dan

sinsitiotrofoblas villi, serta kadar LC3-II/aktin lebih tinggi di bagian tepi

dibandingkan bagian tengah plasenta yang diambil dengan cara sectio caesarea.

Kadar LC3-II/aktin juga lebih banyak didapatkan pada plasenta yang diambil

dengan sectio caesarea dibandingkan yang diambil dengan persalinan per

vaginam. Kematian sel autophagy di epitel amnion mungkin berhubungan dengan

rupture membrane pada plasenta. Atg9L2, homolog mamalia dari protein

autophagy (Atg9p), pertama ditemukan pada ragi, terutama diekspresikan dalam

plasenta dan kelenjar hipofisis, sementara homolog lainnya Atg9L1 (Atg9A)

terutama ditemukan pada jaringan manusia dewasa. Atg9L1 berfungsi sebagai

regulator imunitas humoral, stimulasi DNA double strand, dan protein autophagy

esensial. Semua tikus yang diberi Atg9L1 mati dalam 1 hari setelah persalinan

dan Atg9L2 tikus ternyata lebih diekspresikan pada fase embrionik dibandingkan

fase dewasa. Atg9L2 terbukti diekspresikan pada sitotrofoblas primer manusia,

namun kadarnya lebih rendah secara signifikan dalam sinsitiotrofoblas. Peran

Page 9: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

Atg9L2 pada plasenta dan janin masih belum jelas, namun Atg9L2 mungkin

terlibat dalam fase embrionik awal seperti halnya Atg5.

Pada saat EVT bermigrasi dari villi dan menginvasi desidua maternal,

EVT mengembangkan fenotipe progresif dan tidak bisa berproliferasi lagi.

Hipoksia mengurangi kapasitas invasi trofoblas primer dan ekspresi molekul yang

berkaitan dengan fenotipe trofoblas invasive, seperti integrin α1 dan matrix

metalloprotease-2 (MMP-2). Di sisi lain, pada kultur sel HTR-8/SVneo, suatu

jenis sel EVT, 1% oksigen meningkatkan invasi sel dengan 20% oksigen, dengan

meningkatkan regulasi ekspresi reseptor pengaktivasi plasminogen tipe urokinase.

Terdapat dua pemikiran mengenai efek hipoksia pada invasi trofoblas di trimester

pertama kehamilan manusia. Pada penelitian menggunakan sel HTR-8/SVneo,

analisis GeneChip menunjukkan sel HTR-8/SVneo agak berbeda dengan EVT

primer dalam ekspresi gen spesifik EVT. Penelitian ini menggunakan jenis sel

EVT HChEpC1b yang bersifat immortal dengan cara menginfeksi sel tersebut

dengan vector yang mengekspresikan retrovirus yang mengandung human

papilloma virus E6 & E7 tipe 16 dalam kombinasi dengan human telomerase

reverse transcriptase, yang nomor kromosomnya normal dan tidak memiliki

aktivitas tumorigenik. Jenis sel ini juga menunjukkan kapasitas invasi saat

keadaan hipoksia. Untuk menunjukkan masalahnya, perlu digunakan EVT primer.

Selain itu, EVT mulai menginvasi desidua ketika bertemu dengan konsentrasi

oksigen yang lebih tinggi (5% O2) dibandingkan di dalam plasenta. Memantau

aktivasi autophagy & invasi EVT pada EVT primer diperlukan pada konsentrasi

oksigen 2% dan 5%.

Hipoksia menginduksi autophagy pada trofoblas primer [24,26]. Dalam

memperjelas peran spesifik dari autophagy dalam fungsi trofoblas, kita membuat

sel autophagy –deficient dengan stabil transfecting ATG4BC74A, sebuah mutan

tidak aktif ATG4B, yang menghambat degradasi autophagy dan lipidasi dari

paralog MAP1LC3B [27]. Autophagy yang diinduksi oleh hipoksia, meningkatkan

kapasitas invasif lapisan sel EVT, HTR-8/SVneo dan HchEpC1b [24]. Invasi di

bawah keadaan hipoksia secara signifikan menurunkan lapisan sel EVT

autophagy -deficient, dibandingkan dengan lapisan sel EVT tipe liar. Fungsi EVT,

Page 10: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

invasi dan remodeling vaskular, yang justru mengembangkan plasentasi, ditopang

oleh autophagy yang diinduksi hipoksia setidaknya dalam lapisan sel EVT. Dalam

lapisan sel ini, tidak ada perbedaan dalam ekspresi HIF1a lewat pengamatan

antara kontrol dan lapisan sel EVT autophagy – supressed [24]. Ada beberapa

dokumen yang berhubungan dengan jalur HIF1 terhadap invasi EVT. Penurunan

ekspresi HIF1a disebabkan oleh siRNA secara dramatis mengurangi invasi sel

HTR8/SVneo pada keadaan hipoksia dan normoxia [28]. Autophagy diinduksi

hipoksia dimodulasi oleh inaktivasi mTOR via AMPK (50 - AMP –activated

protein kinase) [29]. Rapamycin atau siRNA - dimediasi mTOR knockdown,

pengaktivasi autophagy, mengurangi keinvasifan sel HTR8/SVneo pada keadaan

normoxia [30]. Selain itu, Atg5 Knockout , tapi bukan tipe liar, MEFs tidak

menunjukkan aktivasi autophagy pada keadaan hipoksia [31]. Dengan demikian,

Atg5 memainkan peran penting dalam autophagy yang diinduksi hipoksia. Dalam

trofoblas manusia primer, menonaktifkan Atg7 juga mengurangi autophagy [26].

Secara bersama-sama, autophagy mempercepat invasi EVT pada keadaan

hipoksia, dan penurunan di HIF1a atau mTOR tampaknya secara substansial

menghambat invasi EVT. Selain itu, remodeling vaskular oleh lapisan sel EVT

juga terhambat dalam sel EVT autophagy –supressed, dibandingkan dengan

kontrol sel, menunjukkan pentingnya autophagy dalam fungsi EVT (Gambar 2).

Aktivasi autophagy oleh hipoksia terutama tergantung pada jalur HIF1, tapi jalur

independen tampaknya ada, termasuk AMPK - mTOR dan PKCd (protein kinase

Cd) - JNK1 cascades yang bertanggung jawab atas sinyal yang memicu

autophagy. HIF1a sangat diperlukan untuk invasi EVT pada keadaan normoxia

dan hipoksia. Selain itu, autophagy diinduksi oleh hipoksia mungkin sebagian

mTOR - dependent, meskipun hipoksia - merangsang ER stres juga memainkan

peran.

6. Autophagy pada Preeklampsi dan IUGR

Dilaporkan bahwa autophagy terjadi di EVT di awal jaringan plasenta,

yang terjadi pada keadaan hipoksia fisiologis. Seperti disebutkan sebelumnya,

Page 11: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

invasi dan remodeling vaskular pada keadaan hipoksia secara signifikan dikurangi

oleh defisit autophagy di sel EVT. Selanjutnya, sENG, yang jumlahnya

meningkat pada kasus preeklampsi, menekan invasi sel EVT melalui inhibisi

autophagy. Proses inhibisi invasi EVT oleh sENG ini diperbaiki oleh terapi TNF-

B dengan dosis dependen. Dosis rendah dari sENG juga menginhibisi penggantian

sel endotel vena umbilikalis (HUVECs) pada sel EVT. Ini merupakan laporan

pertama yang menunjukan peran autophagy pada fungsi sel EVT dibawah

keadaan hipoksia. Mengenai invasi EVT lebih lanjut, telah ada beberapa

penelitian yang menghubungkan TGF-B dengan inhibisi invasi EVT. Di sisi lain,

ada penelitian mengenai augmentasi invasi EVT menggunakan TGF-B. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa TGF-B menetralisasi efek sENG, sehingga terjadi

pemulihan dari invasi sel HTF-8/SVneo dibawah tekanan oksigen 2%,

menyerupai hipoksia fisiologi di awal kehamilan, tetapi TGF-B tidak

menunjukkan adanya efek terhadap invasi sel HTR-8/SVneo dibawah tekanan

oksigen 20%. Selain itu, TNF-B telah terbukti menginduksi pembentukan

autofagosom dan meningkatkan ekspresi Beclin 1, Atg5, dan Atg& mRNA pada

sel hepatoma, dan meningkatkan proses autophagy pada sel karsinoma payudara.

Hipoksia, yang menginduksi autophagy pada EVT, melawan ekspresi gen di

EVT, dibandingkan dengan yang pada keadaan normoksia. Meskipun masih

belum diketahui bagaimana TGF-B mempengaruhi invasi primer EVT, TGF-B

mungkin memperbaiki invasi EVT dibawah keadaan hipoksia dengan

berantagonis dengan inhibisi autophagy sENG namun tidak memperkuat invasi

sel EVT.

Hipoplasia plasenta yang hipoksia, yang menyebabkan komplikasi, yaitu

kerusakan bentuk vili karena stres oksidatif, adalah penyebab preeklampsi dan

IUGR. Ekspresi LC3B mRNA atau protein secara signifikan meningkat di

plasenta dari pasien dengan preeklampsi, dibandingkan dengan kehamilan normal.

Peningkatan jumlah fokus LC3B, sebuah penanda autophagy, di vili trofoblas

diobservasi pada kasus preeklampsi dengan IUGR atau idiopatik IUGR plasenta,

dibandingkan dengan kehamilan normal, mengindikasikan aktivasi autophagy

pada vili trofoblas pasien preeklampsi dan IUGR. SQSTM1, sebuah protein yang

Page 12: Peran Dari Autophagy Pada Fungsi Extravillous Trophoblas Pada Keadaan Hipoksia

secara spesifik dicerna pada proses autophagy, terakumulasi pada sel autophagy,

menandakan inhibisi autophagy. Akumulasi SQSTM1 pada sinsitiotrofoblas tidak

diobservasi pada preeklampsi maupun plasenta normal, sesuai dengan aktivasi

autophagy di sinsitiotrofoblas. Di sisi lain, ekspresi SQSTM1 secara signifikan

lebih tinggi pada sel EVT di plasenta dengan preeklampsi. Secara bersamaan,

nampaknya ada perbedaan pada aktivitas autophagy antara sinsitiotrofoblas

dengan EVT pada plasenta dengan preeklampsi.

Gambar 3. Ekspresi dari beclin 1 antara preeclampsia dan IUGR masih

kontroversial. Disisi lain, ekspresi dari BNIP3 berpengaruh pada aktivasi

dari autophagy pada keadaan hipoksia berat. Perbaikan dari autuphagy dari

EVT pada preeclampsia diinduksi oleh sENG. sENG mungkin menghalangi

sel Treg, menghasilkan inflamasi pada plasenta. Terdapat perbedaan antara

aktifasi autophagy antara preeklampsi dan IUGR.