Perampokan Adalah Suatu Tindak Kriminal Di Mana Sang Pelaku Perampokan

download Perampokan Adalah Suatu Tindak Kriminal Di Mana Sang Pelaku Perampokan

of 3

Transcript of Perampokan Adalah Suatu Tindak Kriminal Di Mana Sang Pelaku Perampokan

Perampokan adalah suatu tindak kriminal di mana sang pelaku perampokan (disebut perampok) mengambil kepemilikan seseorang/sesuatu melalui tindakan kasar dan intimidasi. Karena sering melibatkan kekasaran, perampokan dapat menyebabkan jatuhnya korban. Ada beberapa macam perampokan, namun yang paling umum adalah:

Perampokan bank Perampokan mobil Perampokan di laut (dilakukan oleh bajak laut)

Perampokan kadang dibedakan dari pencurian; perampokan adalah tindakan pencurian yang berlangsung saat diketahui sang korban, sedangkan pencurian biasanya dianggap dilakukan saat tidak diketahui korban. Selain itu, pencurian juga digunakan sebagai istilah yang lebih umum yang merujuk kepada segala tindakan pengambil alihan sesuatu dari suatu pihak secara paksa. Secara gramatikal, perampok jelaslah berbeda dengan koruptor. Perampok adalah orang yang melakukan kejahatan bernama perampokan. Perampokan adalah jenis kejahatan yang termasuk dalam rumpun pencurian yang paling berat, yang dalam KUHP disebut sebagai pencurian dengan kekerasan. Karenanya, ancaman hukumannya juga paling tinggi di antara jenis pencurian lainnya, seperti pencurian biasa, dan pencurian dengan pemberatan. Perampokan sering kali diikuti pula oleh kejahatan lain, sehingga terjadi apa yang disebut dalam hukum pidana sebagai somenloop (concursus). Dilihat dari pelakunya, perampokan juga melibatkan banyak orang atau dilakukan oleh lebih dari satu orang pelaku, yang dalam hukum pidana disebut dengan istilah delneming. Dilihat dari rumpunnya, korupsi juga berinduk pada kejahatan pencurian. Dengan kata lain, korupsi adalah bentuk mutakhir dari pencurian. Dalam hal ini, perampokan bila dibandingkan dengan pencurian adalah sama-sama merupakan perkembangan dari pencurian, dan juga dilakukan secara bersama-sama. Dengan demikian, samakah koruptor dengan perampok? Jika dilihat dari sisi gramatikal, maka perampok dan koruptor memiliki persamaan tetapi sekaligus juga memiliki perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama melakukan pencurian, yang keduanya dapat dihukum menurut sistem hukum pidana. Persamaan penting yang lain adalah dari sisi moral, yang mana kedua jenis kejahatan ini memiliki tingkat ketercelaan yang tinggi. Ketercelaan itu disebabkan karena harta yang dicuri oleh perampok dan koruptor biasanya dalam jumlah besar. Bukan karena kemiskinan, seperti yang terjadi dalam pencurian dasar. Para perampok biasanya membentuk organisasi kejahatan, dan karena hasil kejahatannya, mereka justru menjadi kaya raya.

Perampokan menurut Islam termasuk dalam kategori hirabah. Hirabah berasal dari kata harb (peperangan). Secara istilah, menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnad, Bab Hirabah, yang dimaksud dengan hirabah adalah keluarnya sekelompok bersenjata di daerah Islam dan melakukan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, merusak kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlaq, dan ketertiban umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir (dzimmiy maupun harbiy). Selain perampokan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh sindikat dan mafia, seperti sindikat pencurian anak, mafia perampok bank dan rumah-rumah, sindikat pembunuh pembayaran, termasuk dalam kategori hirabah. Para ulama sepakat bahwa tindakan hirabah termasuk dosa besar yang layak dikenai sanksi had, berdasarkan firman Allah SWT: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di muka bumi, tidak lain mereka itu dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya); yang demikian itu adalah sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia. Dan di akherat mereka memperoleh siksaan yang berat. (QS. al-Maaidah [5]: 33) Ayat ini turun berkenaan dengan hirabah, baik yang dilakukan oleh orang-orang muslim maupun kafir. Sebab, ayat itu berbentuk umum. Tidak ada dalil yang mengkhususkan bahwa hukuman itu khusus hanya untuk kaum muslimin. Lanjutan ayat tersebut adalah sebagai berikut: Kecuali orang-orang yang bertaubat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Maaidah [5]: 34) Lanjutan ayat ini tidak menunjukkan kekhususan hukum hirabah bagi kaum muslimin. Sebab, taubat dalam ayat ini maksudnya adalah taubat dari hirabah, baik yang dilakukan oleh kaum muslimin maupun orang-orang kafir. Hal ini diperkuat dengan sebab turun ayat; yakni apa yang dilakukan oleh kaum Urniyyin. Mereka murtad dari Islam, kemudian membunuh penggembala onta, dan merampok onta-ontanya, lalu melarikan diri. Setelah mereka tertangkap sebelum bertaubat, Rasulullah Saw memerintah untuk memotong tangan dan kaki mereka, mencongkel mata mereka, dan membiarkan mereka di pinggiran Harrah, sampai mereka mati. Selanjutnya, menurut Anas, turunlah ayat ini. (lihat Kitab Nidzamul Uqubat, karya Abdurrahman Maliki). Hukuman dan Cara Menjatuhkan Sanksi Hukum hirabah dan tata cara menjatuhkannya telah disebut di dalam al-Quran al-karim, Surat Al Maidah ayat 33. Atas dasar itu, hukuman bagi orang yang melakukan tindak hirabah adalah (1) dibunuh, (2) disalib, (3) dipotong tangan dan kakinya bersilangan, (4) dibuang dari negeri tempat kediamannya (deportasi). Sedangkan cara menjatuhkan sanksi bagi muharibiin adalah dengan merinci terlebih dahulu tindak kejahatan mereka, sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas; yakni, Jika mereka membunuh dan merampas harta benda, maka dibunuh dan disalib; jika mereka membunuh namun tidak merampas harta, mereka dibunuh dan tidak disalib; jika mereka merampas harta namun tidak membunuh, maka, tangan dan kakinya dipotong bersilangan; jika mereka melakukan teror dan tidak merampas harta, dibuang dari negerinya. Penyaliban bagi muharibiin dilakukan setelah dilakukan pembunuhan. Artinya, setelah mereka dibunuh baru disalib, agar masyarakat mengetahui bahwa ia telah mati. Syarat Menjatuhkan Hukuman Sanksi had bagi muharibiin akan dijatuhkan bila tindakan mereka telah mencerminkan realitas hirabah. Adapun syarat-syarat yang bisa menetapkan, bahwa suatu tindakan disebut tindakan hirabah ada tiga syarat. Pertama, lokasi hirabah yang dilakukan oleh pelakunya harus di tempat yang jauh dari tempat keramaian.

Semisal di padang rumput yang jauh, di gunung, atau tempat yang sangat jauh dari lokasi penduduk. Jika tindakan itu dilakukan di tempat keramaian, maka namanya bukan tindak hirabah, akan tetapi perampasan biasa. Sebab yang disebut dengan hirabah adalah penyamunan, atau perampokan yang dilakukan di jalan-jalan. Akan tetapi, bila mereka melakukan tindakan pembunuhan, perampasan harta, dan teror di tempat-tempat keramaian, maka tindakan mereka dianggap sebagai hirabah dan berhak dijatuhi sanksi had. Kedua, pelaku membawa senjata yang dapat digunakan untuk membunuh, semisal, pedang, senapan, golok, dan lain-lain. Jika mereka tidak membawa senjata, atau bersenjatakan alat-alat yang -pada lazimnya- tidak bisa digunakan untuk membunuh, seperti tongkat, cambuk, dan lain-lain, maka tindakan mereka tidak disebut dengan hirabah. Ketiga, dilakukan dengan terang-terangan. Mereka merampas harta dengan paksa dan terang-terangan, dan memiliki markas. Jika mereka mengambil harta dengan cara sembunyi-sembunyi mereka disebut suraaq (pencuri-pencuri). Jika mereka merampas kemudian melarikan diri, mereka disebut penjambret. Jika tiga syarat ini tidak terpenuhi, maka tindakan itu tidak disebut sebagai hirabah. Apabila pelaku hirabah (muharibiin) bertaubat sebelum mereka tertangkap, taubat mereka diterima. Mereka juga tidak dikenai sanksi had. Akan tetapi, ia harus menunaikan hak-hak orang yang mereka dzalimi, atau hak-hak anak Adam (huquq aladamiyyin). Ini didasarkan pada firman Allah SWT QS. Al Maidah ayat 34. Jika mereka bertaubat setelah tertangkap, maka mereka tetap dikenai sanksi had. Wallahu alam bishawab